Anda di halaman 1dari 91

RANCANGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR


NOMOR :

TAHUN 2014

TENTANG

RENCANA DETAIL TATA RUANG


KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR
TAHUN 2013 - 2033

PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR

RANCANGAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR
NOMOR :
TAHUN 2014
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG
KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR
TAHUN 2013 2033
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI CIANJUR
Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 12 ayat
(6) Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Cianjur Tahun 2011 2031, perlu menetapkan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan
Cianjur Tahun 2013 2033 dalam Peraturan Daerah;
Mengingat :

1. Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang
Pembentukan
Daerah-Daerah
Kabupaten
dalam
Lingkungan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 1950) sebagaimana telah diubah
dengan Undang Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang
Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten
Subang dengan mengubah Undang Undang Nomor 14
Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daeerah
Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968
Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2851);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
1

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang


Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4735);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);
8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang
Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur;
9. Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
Nomor
20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Detail
Tata
Ruang
Dan
Peraturan
Zonasi
Kabupaten/Kota;
10. Peraturan Daerah Nomor 22 tahun 2010 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010
Nomor 22 Seri E);
11. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Cianjur Tahun 2011 2031 (Lembaran
Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2011 Nomor 45 Seri
C).
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CIANJUR
dan
BUPATI CIANJUR
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :

PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA DETAIL


TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN
CIANJUR
TAHUN 2013 - 2033
2

BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Cianjur.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Cianjur.
3. Kepala Daerah adalah Bupati.
4.
5.
6.

7.
8.
9.

10.

11.

12.

13.

14.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah Kabupaten Cianjur
Pemerintah Daerah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintah Daerah.
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan
ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan
ruang.
Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan
hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam
penataan ruang.
Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan masyarakat.
Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

15. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur


ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

16. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan


sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional.
17. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan
peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
18. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam
kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan.
20. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah
rencana
secara
terperinci
tentang
tata
ruang
wilayah
kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi.
21. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur, selanjutnya
disingkat RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur adalah Rencana
pemanfaatan ruang kawasan secara terinci yang disusun untuk
penyiapan perwujudan ruang kawasan yang dilengkapi dengan
peraturan zonasi dalam rangka pelaksanaan dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
22. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
23. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
24. Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah
bagian
dari
kabupaten/kota
dan/atau
kawasan
startegis
kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun rencana rincinya,
dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam
RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan memiliki fungsi
yang sama dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan
Pemerintah
Nomor
15
Tahun
2010
tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.
25. Sub Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disebut Sub BWP
adalah bagian dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan
terdiri dari beberapa blok, dan memiliki pengertian yang sama
dengan sub zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan
Pemerintah
Nomor
15
Tahun
2010
tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang.

26. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh


batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan,
saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi dan pantai,
atau yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana
jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota,
dan memiliki pengertian yang sama dengan blok peruntukan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penatan Ruang.
27. Sub Blok adalah adalah pembagian fisik didalam satu blok
berdasarkan perbedaan sub zona.
28. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi atau
karakteristik spesifik.
29. Sub Zona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan
karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan
karakteristik pada zona yang bersangkutan.
30. Zona Lindung adalah zona yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya
bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.
31. Zona
Perlindungan
Terhadap
Kawasan
Bawahannya yang
selanjutnya disingkat PB adalah peruntukan ruang yang merupakan
bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang meliputi kawasan
bergambut dan kawasan resapan air.
32. Zona Perlindungan Setempat yang selanjutnya disingkat PS adalah
peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung
yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap
sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau
waduk, dan kawasan sekitar mata air.
33. Sub Zona Sempadan Sungai yang selanjutnya disingkat PS.1 adalah
peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung
yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap
kelestarian fungsi sungai.
34. Sub Zona Sempadan Saluran Irigasi yang selanjunya disingkat PS.2
adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan
lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
terhadap kelestarian fungsi saluran irigasi.
35. Sub Zona Sempadan Mata Air yang selanjutnya disingkat PS.3
adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan
lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
terhadap kelestarian mata air.
36. Sub Zona Sempadan Rel Kereta Api yang selanjutnya disingkat PS.4
adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan
lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
terhadap kelancaran lalu lintas angkutan Kereta Api.
5

37. Sub Zona Sempadan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan
Saluran Udara Ekstra Tinggi (SUTET) yang selanjutnya disingkat
PS.5 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari
kawasan lindung yang harus dibebaskan dari kegiatan orang,
mahluk hidup lainnya, maupun benda apapun.
38. Zona suaka alam dan cagar budaya yang selanjutnya disingkat SC
adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan
lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupu di
perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa dan ekosistemnya
beserta nilai budaya dan sejarah bangsa.
39. Zona Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah
area
memanjang/jalur
dan/atau
mengelompok,
yang
penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam.
40. Sub Zona RTH Hutan Kota yang selanjutnya disingkat RTH.1 adalah
suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang
kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah
negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh
pejabat yang berwenang.
41. Sub Zona RTH Taman Kota yang selanjutnya disingkat RTH.2 adalah
ruang terbuka hijau yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana
kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.
42. Sub Zona RTH Pemakaman yang selanjutnya disingkat RTH.3 adalah
ruang terbuka hijau yang diperuntukan bagi pemakaman.
43. Sub Zona RTH Lapangan yang selanjutnya disingkat RTH.4 adalah
ruang terbuka hijau yang diperuntukan bagi kegiatan olah raga.
44. Sub zona RTH Jalur Hijau yang selanjutnya disingkat RTH.5 adalah
jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang
terletak di dalam ruang milik jalan (Rumija) maupun di dalam ruang
pengawasan jalan (Ruwasja).
45. Zona Rawan Bencana yang selanjutnya disingkat RB adalah
peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung
yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan
yang sering atau berpotensi tinggi mengalami tanah longsor,
gelombang pasang/tsunami, banjir, letusan gunung berapi, dan
gempa bumi.
46. Sub Zona Rawan Bencana Banjir yang selanjutnya disingkat RB.1
adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan
lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di
perairan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami banjir.

47. Sub Zona Rawan Bencana Gerakan Tanah/Longsor yang selanjutnya


disingkat RB.2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian
dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat
maupun di perairan yang sering atau berpotensi mengalami gerakan
tanah/longsor.
48. Zona Budidaya adalah zona yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
49. Zona Perumahan yang selanjutnya disingkat R adalah zona
peruntukan ruang yang terdiri dari kelompok rumah tinggal yang
mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilengkapi
dengan fasilitasnya.
50. Sub Zona Perumahan Kepadatan Tinggi yang selanjutnya disingkat
R.2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan
budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian
dengan perbandingan yang besar antara jumlah bangunan rumah
dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan bangunan antara 100
sampai 1.000 rumah/hektar.
51. Sub Zona Perumahan Kepadatan Sedang yang selanjutnya disingkat
R.3 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan
budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian
dengan perbandingan yang hampir seimbang antara jumlah
bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan
bangunan antara 40 sampai 100 rumah/hektar.
52. Sub Zona Perumahan Kepadatan Rendah yang selanjutnya disingkat
R.4 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan
budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian
dengan perbandingan yang kecil antara jumlah bangunan rumah
dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan dibawah 10 sampai 40
rumah/hektar.
53. Sub Zona Perumahan Kepadatan Sangat Rendah yang selanjutnya
disingkat R.5 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari
kawasan budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau
hunian dengan perbandingan yang sangat kecil antara jumlah
bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan
dibawah 10 rumah/hektar.
54. Zona Perdagangan dan Jasa yang selanjutnya disingkat K adalah
peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya
yang difungsikan untuk pengembangan jual beli yang bersifat
komersial, fasilitas umum, tempat kerja, tempat berusaha, tempat
hiburan dan rekreasi serta fasilitas umum/sosial pendukungnya.

55. Sub Zona Perdagangan dan Jasa Tunggal yang selanjutnya disingkat
K.1 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan
budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan
perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha,
tempat hiburan dan rekreasi dengan skala pelayanan regional yang
dikembangan dalam bentuk tunggal secara horizontal maupun
vertikal.
56. Sub Zona Perdagangan dan Jasa Deret yang selanjutnya disingkat
K.3 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan
budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan
perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha,
tempat hiburan dan rekreasi dengan skala pelayanan regional yang
dikembangan dalam bentuk deret.
57. Zona Perkantoran yang selanjutnya disingkat KT adalah peruntukan
ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang
difungsikan
untuk
pengembangan
kegiatan
pelayanan
pemerintahan, tempat bekerja/tempat berusaha yang dilengkapi
dengan fasilitas umum/sosial pendukungnya.
58. Sub Zona Perkantoran Pemerintahan yang selanjutnya disingkat
KT.1 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari
kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan
pelayanan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
59. Sub Zona Perkantoran Swasta yang selanjutnya disingkat KT.2
adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan
budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan
perkantoran swasta, jasa, tempat bekerja, tempat berusaha dengan
fasilitasnya yang dikembangkan dengan bentuk tunggal/renggang
secara horizontal maupun vertikal.
60. Zona Sarana Pelayanan Umum yang selanjutnya disingkat SPU
adalah peruntukan tanah yang dikembangan untuk menampung
fungsi kegiatan yang berupa pendidikan, kesehatan, peribadatan,
sosial budaya, olah raga dan rekreasi, dengan fasilitasnya yang
dikembangkan dalam bentuk tunggal/renggang, deret/rapat dengan
skala pelayanan yang ditetapkan dalam rencana kota.
61. Sub Zona Pendidikan yang selanjutnya disingkat SPU.1 adalah
peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya
yang dikembangkan untuk sarana pendidikan dasar sampai dengan
pendidikan tinggi, pendidikan formal maupun informal dan
dikembangkan secara horizontal maupun vertikal.
62. Sub Zona Kesehatan yang selanjutnya disingkat SPU.2 adalah
peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya
yang dikembangkan untuk pengembangan sarana kesehatan dengan
hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah
penduduk yang akan dilayani yang dikembangkan secara horizontal
maupun vertikal.
8

63. Sub Zona Peribadatan yang selanjutnya disingkat SPU.3 adalah


peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya
yang dikembangkan untuk menampung sarana ibadah dengan
hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah
penduduk.
64. Sub Zona Olah Raga yang selanjutnya disingkat SPU.4 adalah
peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya
yang dikembangkan untu menampung sarana olah raga baik bentuk
terbuka maupun tertutup sesuai dengan lingkup pelayanannya
dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan
jumlah penduduk.
65. Sub Zona Sosial Budaya yang selanjutnya disingkat SPU.5 adalah
peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya
yang dikembangkan untuk menampung sarana sosial budaya
dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan
jumlah penduduk yang dikembangkan secara horizontal maupun
vertikal.
66. Sub Zona Transportasi yang selanjutnya disingkat SPU.6 adalah
peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya
yang dikembangkan untuk menampung fungsi transportasi dalam
upaya untuk mendukung kebijakan pengembangan sistem
transportasi yang tertuang dalam rencana tata ruang yang meliputi
transportasi darat, udara, dan perairan.
67. Zona Industri yang selanjutnya disingkat I adalah peruntukan ruang
yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi,
dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan
perekayasaan industri.
68. Sub Zona Industri Kecil yang selanjutnya disingkat I.3 adalah
kegiatan industri dengan penggunaan modal kecil dan tenaga kerja
yang sedikit dengan peralatan sederhana, dan biasanya merupakan
industri yang dikerjakan perorangan atau rumah tangga, seperti
industri roti, kompor minyak, makanan ringan, minyak goreng
curah, dan lain-lain.
69. Sub Zona Aneka Industri yang selanjutnya disingkat I.4 adalah
kegiatan industri yang menghasilkan beragam kebutuhan
konsumen, yang dibedakan dalam 4 (empat) golongan, yaitu :
a. Aneka pengolahan pangan yang menghasilkan kebutuhan pokok
di bidang pangan, seperti garam, gula, margarine, minyak goreng,
rokok, susu, tepung terigu.
b. Aneka pengolahan sandang yang menghasilkan kebutuhan
sandang, seperti bahan tenun, tekstil, industri kulit dan pakaian
jadi.

c. Aneka kimia dan serat yang mengolah bahan baku melalui proses
kimia sehingga menjadi barang jadi yang dapat dimanfaatkan
seperti ban kendaraan, pipa paralon, pasta gigi, sabun cuci, dan
korek api.
d. Aneka bahan bangunan yang mengolah aneka bahan bangunan,
seperti industri kayu, keramik, kaca dan marmer.
70. Zona Campuran yang selanjutnya disingkat C adalah bagian dari
kawasan budidaya dengan beberapa peruntukan fungsi dan/atau
bersifat terpadu, seperti perumahan dan perdagangan/jasa,
perumahan, perdagangan/jasa, dan perkantoran.
71. Zona Khusus yang selanjutnya disingkat KH adalah peruntukan
ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang
dikembangkan untuk menampung peruntukan-peruntukan khusus
Hankam, Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA), Instalasi
Pembuangan Air Limbah (IPAL), dan lain-lain yang memerlukan
penanganan, perencanaan sarana prasarana serta fasilitas tertentu,
dan belum tentu di semua wilayah memiliki peruntukan khusus ini.
72. Sub Zona Khusus Hankam yang selanjutnya disingkat KH.1 adalah
peruntuk ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya
yang dikembangkan untuk menampung peruntukan pertahanan dan
keamanan (Hankam).
73. Sub Zona Khusus Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah yang
selanjutnya disingkat KH.2 adalah peruntukan ruang yang
merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan
untuk menampung peruntukan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Sampah.
74. Sub Zona Khusus Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang
selanjutnya disingkat KH.3 adalah peruntukan ruang yang
merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangan
untuk menampung peruntukan tempat Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL).
75. Zona Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disingkat RTNH
adalah ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak
termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau
yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang
tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori (cadas, pasir, kapur,
dan lain sebagainya).
76. Zona Peruntukan Lainnya yang selanjutnya disingkat PL adalah
peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung fungsi
kegiatan di daerah tertentu berupa pertanian, pertambangan,
pariwisata, dan peruntukan lainnya.
77. Sub Zona Peruntukan Pertanian yang selanjutnya disingkat PL.1
adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung
kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan tanaman tertentu
seperti pertanian tanaman pangan dan pertanian hortikultura.
10

78. Sub Zona Peternakan yang selanjutnya disingkat PL.2 adalah


peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya
yang dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan peternakan,
dan untuk pemberian makanan, pengkandangan, dan pemeliharaan
hewan untuk pribadi atau tujuan komersial.
79. Sub Zona Perikanan yang selanjutnya disingkat PL.4 adalah
peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya
yang dikembangkan untuk mengembangan kegiatan perikanan, baik
perikanan air tawar, perikanan air payau, dan perikanan tangkap.
80. Sub Zona Pariwisata yang selanjutnya disingkat PL.5 adalah
peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya
yang dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata
baik alam, buatan maupun budaya.
81. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang
persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan
disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan
zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
82. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang
memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang
layak, sehat, aman, dan nyaman.
83. Sarana adalah kelengkapan lingkungan permukiman berupa
fasilitas:
pendidikan,
kesehatan,
perbelanjaan
dan
niaga,
pemerintahan dan pelayanan umum, peribadahan, rekreasi dan
kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, dan lainya.
84. Utilitas adalah fasilitas umum yang menyangkut kepentingan
masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal maupun
wilayah di luar bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan.
Termasuk dalam kelompok utilitas adalah; jaringan listrik, jaringan
telkom, jaringan air bersih, jaringan distribusi gas dan bahan bakar
lainnya, jaringan sanitasi dan lainnya.
85. Garis Sempadan adalah garis batas maksimum untuk mendirikan
bangunan dari jalur jalan, sungai, saluran irigasi, jaringan listrik
tegangan tinggi, jaringan pipa minyak dan gas.
86. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah
garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan/atau
pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi
luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi
situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan
tenaga listrik, pipa gas.
87. Garis Sempadan Sungai yang selanjutnya disingkat GSS adalah garis
maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas
perlindungan sungai;
88. Garis Sempadan Saluran Irigasi adalah batas pengamanan bagi
saluran dan/atau bangunan irigasi dengan jarak tertentu sepanjang
saluran dan sekeliling bangunan.
11

89. Sempadan Rel Kereta Api adalah garis batas luar pengamanan jalur
kereta api, jalan kereta api, daerah yang meliputi daerah manfaat
jalan kereta api, daerah milik jalan kereta api, dan ruang
pengawasan jalan kereta api termasuk ruang bagian bawah dan
ruang bebas atasnya yang diperuntukan bagi lalulintas kereta api.
90. Penggunaan Lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan
khusus yang ditetapkan pada suatu kawasan, blok peruntukan,
dan/atau persil.
91. Jalan Arteri Primer menghubungkan secara berdaya guna antar
pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan
pusat kegiatan wilayah.
92. Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan
kawasan sekunder kesatu, atau kawasan skunder kesatu dengan
kawasan sekunder kedua.
93. Jalan Kolektor Primer menghubungkan secara berdaya guna antaraa
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat
kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lokal.
94. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder ketiga.
95. Jalan Lokal Primer menghubungkan secara berdaya guna pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan
wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan
lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan,
serta antar pusat kegiatan lingkungan.
96. Jalan Lokal Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan,
kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
97. Jalan Lingkungan Primer menghubungkan antar pusat kegiatan di
dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan
perdesaan.
98. Jalan Lingkungan Sekunder menghubungkan antar persil dalam
kawasan perkotaan.
99. Ruang Manfaat Jalan yang selanjutnya disingkat Rumaja merupakan
ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan
kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan
digunakan untuk badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya.

12

100. Ruang Milik Jalan yang selanjutnya disingkat Rumija atau Right Of
Way (ROW) merupakan ruang manfaat jalan dan sejalur tanah
tertentu di luar manfaat jalan yang diperuntukan bagi ruang
manfaat jalan, pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas di masa
datang serta kebutuhan ruang untuk pengaman jalan dan dibatasi
oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu.
101. Ruang Pengawasan Jalan yang selanjutnya disingkat Ruwasja adalah
ruang tertentu di luar rumija yang penggunaannya dikuasai oleh
penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan bebas
pengemudi, konstruksi jalan dan fungsi jalan.
102. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL.
103. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah
angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan
gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL.
104. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka
persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan gedung yang diperuntukan bagi pertamanan/penghijauan.
105. Ketinggian Bangunan yang selanjutnya disingkat KB adalah jumlah
lantai penuh dalam suatu bangunan dihitung mulai lantai dasar
sampai dengan lantai tertinggi yang diarahkan untuk terciptanya
komposisi pemanfaatan lahan di dalam suatu kapling tertentu.
106. Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah
angka persentase perbandingan antara luas tapak dasar bangunan
dengan luas persil. Prosentase KTB adalah kebalikan sisa dari
prosentase KDH.
107. Koefisien Wilayah Terbangun yang selanjutnya disingkat KWT adalah
angka persentase perbandingan luas tapak seluruh bangunan yang
ada dalam satu blok dengan luas lahan blok bersangkutan.
108. Kepadatan Bangunan adalah prosentase perbandingan antara
jumlah bangunan dalam satu blok dengan luas lahan blok
bersangkutan.
109. Air Baku Untuk Air Minum, yang selanjutnya disebut air baku
adalah air yang dapat berasal sumber air permukaan, cekungan air
tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu
sebagai air baku untuk rumah tangga.
110. Air Minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum.

13

111. Air Bersih adalah air yang mutunya disarankan memenuhi syaratsyarat sebagai air minum seperti ditetapkan dalam Standar Nasional
Indonesia (SNI) 0220-1987 M tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air minum.
112. Air buangan limbah adalah semua jenis air buangan yang berasal
dari kegiatan rumah tangga maupun non rumah tangga dan
industri.
113. Instalasi Pengolahan Air yang selanjutnya disingkat IPA adalah
sistem pengolahan air yang terdiri dari unit-unit pengolahan yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air baku menjadi air
bersih.
114. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang selanjutnya disingkat IPLT
adalah instalasi pengolahan air limbah yang di desain hanya
menerima lumpur tinja melalui mobil atau gerobak tinja (tanpa
perpipaan).
115. Jaringan Drainase
adalah sistem jaringan saluran air yang
digunakan
untuk
pematusan
air
hujan,
yang
berfungsi
menghindarkan genangan (inundation) yang berada dalam suatu
kawasan atau dalam batas administratif kota.
116. Tangki Septik adalah sebuah bak yang terbuat dari bahan yang rapat
air, berfungsi sebagai bak pengendap yang ditujukan untuk
menampung kotoran padat untuk mendapatkan suatu pengolahan
secara biologis oleh bakteri dalam waktu tertentu.
117. Tempat Penampungan Sampah Sementara yang selanjutnya
disingkat TPSS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat
pendaur ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah
terpadu.
118. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah yang selanjutnya disingkat TPA
Sampah adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan
sampah
ke
media
lingkungan
secara
aman
bagi
manusia/lingkungan.
119. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disingkat
SUTET adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat
penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga
listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan diatas
278 kV.
120. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT
adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar
di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat
pembangkit ke pusat beban dengan tegangan diatas 70 kV sampai
dengan 278 kV.
121. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberi rangsangan
terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang.
14

122. Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi


pertumbuhan, atau mengurangi pelaksanaan kegiatan yang tidak
sejalan dengan rencana tata ruang.
123. Peran Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul
atas kehendak dan keinginan sendiri ditengah masyarakat, untuk
berminat dan bergerak dalam menyelenggarakan penataan ruang.
124. Penyidik Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disingkat PPNS adalah
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan
perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai
wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam
lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masingmasing.
125. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya
disingkat BKPRD adalah badan yang bersifat ad-hoc yang dibentuk
untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Cianjur yang
mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi
penataan ruang di daerah.
Bagian Kedua
Peran dan Fungsi
Pasal 2
RDTR yang dilengkapi dengan peraturan zonasi berperan sebagai alat
operasionalisasi RTRW serta sebagai alat pengendalian pemanfaatan
ruang.

Pasal 3
RDTR yang dilengkapi dengan peraturan zonasi berfungsi sebagai :
a. kendali mutu pemanfaatan ruang RTRW;
b. arahan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari
kegiatan pemanfaatan ruang yang diamanatkan dalam RTRW;
c. acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang;
d. acuan bagi penebitan ijin pemanfaatan ruang;
e. acuan dalam penyusunan ruang untuk setiap bagian-bagian wilayah
sesuai RTBL dan rencana yang lebih rinci lainnya.

15

Bagian Ketiga
Paragraf 1
Muatan
Pasal 4
Muatan RDTR meliputi :
a. tujuan penataan ruang;
b. rencana pola ruang;
c. rencana jaringan prasarana;
d. penetapan
bagian
wilayah
penanganannya;
e. ketentuan pemanfaatan ruang;
f. peraturan zonasi.

perkotaan

yang

diprioritaskan

Paragraf 2
Wilayah Perencanaan
Pasal 5
(1) Wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur mencakup
BWP Cianjur seluas kurang lebih 5.700 (lima ribu tujuh ratus) hektar;
(2) BWP Cianjur sebagaimana dimaksud ayat (1), terdiri dari 15 (lima
belas) desa dan 6 (enam) kelurahan di 3 (tiga) kecamatan, yang
meliputi :
a. Kecamatan Cianjur
1. Kelurahan Muka
2. Kelurahan Solokpandan
3. Kelurahan Pamoyanan
4. Kelurahan Sawahgede
5. Kelurahan Bojongherang
6. Kelurahan Sayang
7. Desa Babakankaret
8. Desa Sukamaju
9. Desa Limbangansari
10. Desa Nagrak
11. Desa Mekarsari
b. Kecamatan Karangtengah
1. Desa Sukataris
2. Desa Bojong
3. Desa Sabandar
4. Desa Sukamanah
5. Desa Maleber
6. Desa Sindanglaka
7. Desa Sukamulya
8. Desa Sindangasih
16

c. Kecamatan Cilaku
1. Desa Sirnagalih
2. Desa Rancagoong
(3) Batas-batas wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1)
meliputi :
a. sebelah utara berbatasan dengan Desa Leuwikoja dan Desa
Mekarjaya Kecamatan Mande;
b. sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cieundeur Kecamatan
Warungkondang, Desa Sukasari dan Desa Sukakerta Kecamatan
Cilaku;
c. sebelah timur berbatasan dengan Desa Munjul dan Desa Rahong
Kecamatan
Cilaku,
dan
Desa
Hegarmanah
Kecamatan
Karangtengah;
d. sebelah timur berbatasan dengan Desa Munjul dan Desa Rahong
Kecamatan
Cilaku,
dan
Desa
Hegarmanah
Kecamatan
Karangtengah;
e. sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibulakan, Desa Gasol dan
Desa Cirumput Kecamatan Cugenang.
(4) Wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3
Pembagian Sub BWP
Pasal 6
(1) Pembagian sistem pusat pelayanan Kawasan Perkotaan Cianjur terdiri
dari 5 (lima) sub pusat pelayanan atau Sub BWP, yang terdiri dari Sub
BWP A, Sub BWP B, Sub BWP C, Sub BWP D, dan Sub BWP E;
(2) Sub BWP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing
mempunyai fungsi kegiatan dominan sebagai berikut :
a. sub BWP A sebagai pusat utama, dengan fungsi dominan sebagai
pusat pemerintahan kabupaten, perdagangan skala kota, sosial
ekonomi dan perumahan kepadatan tinggi, luas kurang lebih
530,276 (lima ratus tiga puluh koma dua ratus tujuh puluh enam)
hektar), meliputi sebagian Kelurahan Muka, sebagian Kelurahan
Bojongherang, sebagian Kelurahan Pamoyanan, Kelurahan
Solokpandan, sebagian Kelurahan Sawahgede, sebagian Kelurahan
Sayang, sebagian Desa Nagrak, sebagian Desa Sukamaju, dan
sebagian Desa Rancagoong;

17

b. sub BWP B sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan


kepadatan tinggi, perumahan kepadatan sedang dan perumahan
kepadatan rendah, pertanian, kawasan khusus militer serta
kegiatan campuran, luas kurang lebih 1.778,002 (seribu tujuh
ratus tujuh puluh delapan koma kosong kosong dua) hektar,
meliputi sebagian Kelurahan Muka, Desa Sukataris, Desa Bojong,
Desa Sabandar,
Desa Sukamulya,
Desa Sindanglaka, dan
sebagian Desa Maleber;
c. sub BWP C sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan
kepadatan sedang dan
kepadatan rendah, perdagangan skala
kabupaten, transportasi, industri serta pertanian, luas kurang lebih
712,305 (tujuh ratus dua belas koma tiga ratus lima) hektar,
meliputi sebagian Kelurahan Sayang, Desa Sukamanah, sebagian
Desa Maleber, sebagian Desa Sukamaju, Desa Sindangasih, dan
sebagian Desa Sirnagalih;
d. sub BWP D sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan
kepadatan sedang dan rendah, pendidikan, kesehatan, pariwisata
dan kawasan perlindungan daerah bawahannya, luas kurang lebih
920,173 (sembilan ratus dua puluh koma seratus tujuh puluh tiga)
hektar, yang meliputi sebagian Kelurahan Muka, Desa
Babakankaret, sebagian Kelurahan Muka, sebagian Kelurahan
Bojongherang, Desa Babakankaret, sebagian Desa Mekarsari,
sebagian Kelurahan Sawahgede, sebagian Kelurahan Pamoyanan,
dan sebagian Desa Limbangansari;
e. sub BWP E sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan
kepadatan sedang dan rendah, industri serta pertanian, luas
kurang lebih 1.759,244 (seribu tujuh ratus lima puluh Sembilan
koma dua ratus empat puluh empat) hektar, meliputi sebagian
Desa Limbangansari, sebagian Desa Mekarsari, sebagian Kelurahan
Sawahgede, sebagian Desa Nagrak, sebagian Desa Rancagoong dan
sebagian Desa Sirnagalih.
(3) Pembagian Sub BWP sebagaigaman dimaksud ayat (1) tercantum
dalam peta Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.

(1) Sub BWP


yaitu :

Paragraf 4
Pembagian Blok
Pasal 7
sebagaimana
dimaksud Pasal 6 terbagi kedalam blok,

a. sub BWP A terbagi dalam 6 (enam) blok terdiri dari blok A.1 blok
A.2, blok A.3, blok A.4, blok A.5, dan blok A.6;
b. sub BWP B terbagi dalam 5 (lima) blok terdiri dari blok B.1, blok
B.2, blok B.3, blok B.4, dan blok B.5;
18

c. sub BWP C terbagi dalam 4 (empat) blok terdiri dari blok C.1, blok
C.2, blok C.3, dan blok C.4;
d. sub BWP D terbagi dalam 5 (lima) blok terdiri dari blok D.1, blok
D.2, blok D.3, blok D.4, dan blok D.5;
e. sub BWP E terbagi dalam 5 (lima) blok terdiri dari blok E.1, blok
E.2, blok E.3, blok E.4, dan blok E.5.
(2) Pembagian blok sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
BAB II
TUJUAN DAN SASARAN PENATAAN RUANG
Paragraf 1
Tujuan Penataan Ruang
Pasal 8
Tujuan penataan ruang Kawasan Perkotaan Cianjur adalah :
Mewujudkan Kawasan Perkotaan Cianjur sebagai kawasan pertumbuhan
sosial, ekonomi dan budaya Kabupaten Cianjur yang produktif dan
berkualitas serta berkelanjutan melalui kegiatan perdagangan, jasa dan
industri ramah lingkungan dalam menunjang perkembangan
pusat
pelayanan kegiatan dalam konstelasi regional wilayah

Paragraf 2
Sasaran Penataan Ruang
Pasal 9
Sasaran penataan ruang Kawasan Perkotaan Cianjur adalah :
a. mewujudkan pertumbuhan kegiatan sosial, ekonomi masyarakat
melalui pengembangan perdagangan, jasa, dan industri yang ramah
lingkungan yang di dukung sarana dan prasarana yang memadai serta
menjadi penyeimbang dalam pengembangan wilayah Provinsi Jawa
Barat;
b. mewujudkan lingkungan permukiman yang aman dan nyaman dengan
tersedianya ruang terbuka hijau yang mampu menjamin keseimbangan
ekosistem kota serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota;
c. terlaksananya fungsi pengendalian melalui peraturan zonasi yang
operasional dan sesuai dengan karakteristik Kawasan Perkotaan
Cianjur.

19

BAB III
RENCANA POLA RUANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 10
(1) Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur meliputi :
a. zona lindung;
b. zona budidaya.
(2) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam tabel Lampiran IV dan peta Lampiran V yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Zona Lindung
Paragraf 1
Umum
Pasal 11
(1) Rencana zona lindung sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1)
huruf a, meliputi :
a. zona PB;
b. zona PS;
c. zona RTH;
d. zona RB; dan
e. zona SC.
(2) Rencana zona lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam peta Lampiran VI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Zona PB
Pasal 12
Rencana zona PB sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf a
berupa zona resapan air terletak di blok D.3 Desa Babakankaret seluas
kurang lebih 147,97 (seratus empat puluh tujuh koma Sembilan puluh
tujuh) hektar.
Paragraf 3
Zona PS
Pasal 13
Rencana zona PS sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf b,
meliputi :
20

a. sub
b. sub
c. sub
d. sub
e. sub

zona
zona
zona
zona
zona

PS.1;
PS.2;
PS.3;
PS.4; dan
PS.5.

Pasal 14
(1) Rencana sub zona PS.1 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf a
seluas kurang lebih 24,66 (dua puluh empat koma enam puluh enam)
hektar, meliputi :
a. Sungai Cianjur;
b. Sungai Cisarua Leutik;
c. Sungai Cisarua Gede;
d. Sungai Cikaret;
e. Sungai Cisarongge;
f. Sungai Cisela;
g. Sungai Cicadas;
h. Sungai Cibalagung;
i. Sungai Cibinong; dan
j. Sempadan sungai lain yang melintasi di dalam Kawasan Perkotaan
Cianjur.
(2) Rencana sub zona PS.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a
sampai j ditentukan berdasarkan sungai yang tidak bertanggul dan
sungai bertanggul, dengan ketentuan :
a. sungai tidak bertanggul :
1) paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter;
2) paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20
(dua puluh) meter; dan
3) paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.
b. sungai bertanggul ditentukan paling sedikit 3 (tiga) meter dari tepi
kaki tanggul sungai sepanjang alur sungai;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai garis sempadan sungai diatur dalam
Peraturan Daerah tersendiri.

21

Pasal 15
(1) Rencana sub zona PS.2 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf b
seluas kurang lebih 6,31 (enam koma tiga puluh satu) hektar,
meliputi :
a. Saluran irigasi Ciraden/Cibalu;
b. Saluran irigasi Cianjur Leutik;
c. Saluran irigasi Ciheulang;
d. Saluran irigasi Cimenteng I dan Cimenteng II; dan
e. Saluran irigasi Cisarua II/Leuwi Jubleg.
(2) Rencana sub zona PS.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a
sampai e mempertimbangkan terhadap ketinggian tanggul, kedalaman
saluran dan/atau penggunaan tanggul, dengan ketentuan :
a. garis sempadan irigasi tidak bertanggul diukur dari tepian luar
parit drainase di kanan dan kiri saluran irigasi dengan jarak garis
sempadan paling sedikit sama dengan kedalaman saluran irigasi,
bila kedalaman kurang dari 1 (satu) meter, maka jarak gari
sempadan paling sedikit 1 (satu) meter;
b. garis sempadan saluran irigasi
bertanggul diukur dari sisi
luar kaki tanggul dengan jarak garis sempadan paling sedikit sama
dengan ketinggian tanggul saluran irigasi, bila ketinggian tanggul
kurang dari 1 (satu) meter, maka jarak garis sempadan paling
sedikit 1 (satu) meter; dan
c. garis sempadan saluran irigasi pada lereng/tebing diukur dari titik
potong antara garis galian dengan permukaan tanah asli untuk sisi
lereng di atas saluran dan sisi luar kaki tanggul untuk sisi lereng di
bawah saluran, dengan jarak garis sempadan untuk sisi lereng di
atas saluran paling sedikit sama dengan kedalaman galian saluran
irigasi dan jarak sempadan untuk sisi lereng dibawah saluran
paling sedikit sama dengan ketinggian saluran irigasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai garis
dalam Peraturan Daerah tersendiri.

sempadan irigasi diatur

Pasal 16
(1) Rencana sub zona PS.3 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf c,
meliputi mata air Lebak Dongkol dan mata air Cipanggung di blok D.2
Desa Babakankaret;
(2) Menetapkan sub zona PS.3 sebagaimana dimaksud ayat (1) sekurang
kurangnya radius 200 (dua ratus) meter di sekitar mata air.

22

Pasal 17
(1) Rencana sub zona PS.4 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf d,
meliputi areal di sepanjang rel Kereta Api yang melintasi blok A.3,
blok A.4, blok B.4, blok C.2 dan blok E.2 seluas kurang lebih 7,70
(tujuh koma tujuh puluh) hektar;
(2) Menetapkan jarak sempadan rel Kereta Api sebagaimana dimaksud
ayat (1) minimal 11,5 (sebelas koma lima) meter diukur dari as rel
Kereta Api terdekat;
(3) Menetapkan pengaturan jalur perkeretaapian dengan ketentuan ruang
manfaat jalan 6 (enam) meter, ruang milik jalan 12 (dua belas) meter,
ruang pengawasan jalan 23 (dua puluh tiga) meter, termasuk bagian
bawahnya serta ruang bebas diatasnya, yang terdiri :
a. 6 (enam) meter untuk badan jalan rel Kereta Api;
b. 3 (tiga) meter untuk taman dan pembatas;
c. 3,5 (tiga koma lima) meter untuk jalan inspeksi; dan
d. 2 (dua) meter untuk sistem penerangan jalan dan drainase.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sempadan rel Kereta Api berpedoman
kepada peraturan yang berlaku.
Pasal 18
(1) Rencana sub zona PS.5 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf e,
meliputi areal sepanjang SUTT dan SUTET yang melintasi blok E.4
Desa Rancagoong dan Desa Nagrak, blok D.3 Desa Babakankaret,
blok B.2 Desa Bojong, blok B.5 Desa Sukamulya seluas kurang lebih
5,30 (lima koma tiga puluh) hektar;
(2) Menetapkan jarak sempadan SUTT dan SUTET sebagaimana
dimaksud ayat (1) diperuntukan bagi bangunan tidak tahan api,
meliputi :
a. jalur SUTT minimal 13,5 (tiga belas koma lima) meter;
b. jalur SUTET bagi sirkuit ganda minimal 14 (empat belas) meter dan
bagi sirkuit tunggal minimal 15 (lima belas) meter.
Paragraf 4
Zona RTH
Pasal 19
Rencana zona RTH sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1)
meliputi :
a. sub zona RTH.1;
b. sub zona RTH.2;
c. sub zona RTH.3;
d. sub zona RTH.4; dan
e. sub zona RTH.5.
23

huruf c,

Pasal 20
(1) Rencana RTH.1 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf a seluas
kurang lebih 69,08 (enam puluh sembilan koma kosog delapan)
hektar, meliputi :
a. hutan kota Pasirgede di blok D.1 Kelurahan Bojongherang seluas
kurang lebih 1 (satu) hektar;
b. hutan kota Babakankaret di blok D.2 Desa Babakankaret seluas
kurang lebih 11,5 (sebelas koma lima) hektar dan dikembangkan
menjadi seluas kurang lebih 50 (lima puluh) hektar;
c. rencana hutan kota di blok E.1 Desa Nagrak seluas kurang lebih
1,8 (satu koma delapan) hektar;
d. rencana hutan kota di blok E.2 Desa Sirnagalih seluas kurang lebih
10 (sepuluh) hektar;
e. rencana hutan kota di blok B.1 Desa Sukataris seluas kurang lebih
7,0 (tujuh koma nol) hektar.
(2) Rencana RTH.2 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf b seluas
kurang lebih 20,53 (dua puluh koma lima puluh tiga)
hektar,
meliputi :
a. taman kota alun-alun kota yang sudah ada di blok A.1 Kelurahan
Pamoyanan seluas kurang lebih 0,8 (nol koma delapan) hektar;
b. taman kota Muka yang sudah ada di blok A.1 Kelurahan Muka
seluas kurang lebih 0,7 (nol koma tujuh) hektar;
c. taman kota
Joglo yang sudah ada di
blok A.3 Kelurahan
Sawahgede seluas kurang lebih 0,12 (nol koma dua belas) hektar;
d. rencana taman kota Joglo di blok A.5 Kelurahan Sawahgede
seluas kurang lebih 0,0156 (nol koma kosong seratus lima puluh
enam) hektar;
e. rencana taman kota Bojong blok B.3 Desa Bojong, blok C.1 Desa
Sukamaju, blok D.1 Desa Mekarsari dan blok E.1 Desa Rancagoong
seluas kurang lebih 9,60 (sembilan koma enam puluh) hektar;
f. rencana taman kecamatan terletak di blok A.2 Kelurahan
Pamoyanan seluas kurang lebih 2,40 (dua koma empat puluh)
hektar; dan
g. rencana
taman
kelurahan/desa
terletak
dimasing-masing
desa/kelurahan luas kurang lebih 6,89 (enam koma delapan puluh
sembilan) hektar.
(3) Rencana RTH.3 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf c, seluas
kurang lebih 33,56 (tiga puluh tiga koma lima puluh enam) hektar,
meliputi :
a. pemakaman Pasarean Agung yang sudah ada di blok A.2 Kelurahan
Pamoyanan seluas kurang lebih 0, 7525 (nol koma tujuh ribu lima
ratus dua puluh lima) hektar;
b. pemakaman Sirnalaya I yang sudah ada di blok A.4 Kelurahan
Sayang seluas kurang lebih 2,843 (dua koma delapan ratus empat
puluh tiga) hektar;
24

c. pemakaman Sirnalaya II yang sudah ada di blok A.5 Desa Nagrak


seluas kurang lebih 0, 4188 (nol koma empat ribu seratus delapan
puluh delapan) hektar;
d. pemakaman Tiong Hoa Pasirhayam yang sudah ada di blok C.2
Desa Sirnagalih yang meliputi Pemakaman Pasirlangkap seluas
kurang lebih 4,3477 (empat koma tiga ribu empat raus tujuh puluh
tujuh ) hektar, Pemakaman Pasirgombong seluas kurang lebih
4,0378 (empat koma tiga ratus tujuh puluh delapan) hektar,
Pemakaman Pasirsereh kurang lebih 1,1075 (satu koma seribu
tujuh puluh lima) hektar;
e. pemakaman Kristen Pasirhayam yang sudah ada di blok C.2 Desa
Sirnagalih meliputi Pemakaman Nona Manis seluas kurang lebih 4,
08 (empat koma kosong delapan) hektar,
dan Pemakaman
Pasirsarongge seluas kurang lebih 0,372 (kosong koma tiga ratus
tujuh puluh dua) hektar.
f. pemakaman masyarakat yang sudah ada tersebar di seluruh
kawasan kota dengan luas kurang lebih 15,60 (lima belas koma
enam puluh) hektar.
(4) Rencana RTH.4 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf d, meliputi:
a. lapangan kota Prawatasari yang sudah ada di blok A.5 Kelurahan
Sawahgede seluas kurang lebih 2 (dua) hektar;
b. lapangan kota Badak Putih yang sudah ada di blok A.5 Kelurahan
Pamoyanan seluas kurang lebih 2 (dua) hektar;
c. rencana lapangan kota Sport Center Desa Sukamaju di blok C.2
seluas kurang lebih 2 (dua) hektar;
d. rencana lapangan kecamatan terletak di blok B.3 Desa Bojong, blok
C.1 Desa Sukamaju, blok D.1 Desa Mekarsari dan blok E.1 Desa
Rancagong yang lokasinya bersatu dengan taman kecamatan;
e. rencana lapangan kelurahan dan desa yang tersebar di masingmasing kelurahan dan desa yang bersatu dengan taman
desa/kelurahan.
(5) Rencana RTH.5 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf e, meliputi :
a. jalur hijau jalan dan median di Jalan Perintis Kemerdekaan seluas
kurang lebih 0,5 (nol koma lima) hektar;
b. jalur hijau dan median di Jalan Abdullah Bin Nuh seluas kurang
lebih 0,64 (nol koma enam puluh empat) hektar;
c. jalur hijau dan median di jalan Dr. Muwardi seluas kurang lebih 0,
712 (nol koma tujuh ratus dua belas) hektar;
d. jalur hijau di Jalan Siliwangi seluas kurang lebih 0,42 (nol koma
empat puluh dua) hektar;
e. jalur hijau jalan di Jalan Ir. H. Juanda seluas kurang lebih 0,56
(nol koma lima puluh enam) hektar;
f. rencana jalur hijau di jalan lingkar timur seluas kurang lebih 14,88
(empat belas koma delapan puluh delapan) hektar;
25

g. jalur hijau di Jalan Pangeran Hidayatulloh seluas kurang lebih 0,26


(nol koma dua puluh enam) hektar;
h. jalur hijau di Jalan Amalia Rubini seluas kurang lebih 0,80 (nola
koma delapan puluh) hektar;
i. Jalur hijau di Jalan Pramuka seluas kurang lebih 0,47 (nol koma
empat puluh tujuh) hektar;
j. jalur hijau ruas di rencana jalan yang tersebar di seluruh kawasan
perkotaan, seluas kurang lebih 15,87 (lima koma delapan puluh
tujuh) hektar.
Paragraf 5
Zona RB
Pasal 21
(1) Rencana zona RB bencana sebagaimana dimaksud Pasal 11 huruf d
meliputi sub zona RB.1 dan sub zona RB.2;
(2) Rencana sub zona RB.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) terletak di
sepanjang aliran sungai, saluran irigasi dan saluran drainase di
seluruh kawasan perkotaan;
(3) Rencana sub zona RB.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) terdapat di
blok D.2 Desa Babakankaret seluas kurang lebih 48,12 (empat puluh
delapan koma dua belas) hektar.
Paragraf 6
Zona SC
Pasal 22
(1) Rencana zona SC sebagaimana dimaksud Pasal 11 huruf e, meliputi :
a. bangunan pendopo dan kantor pos dan giro di Jalan Siti Jenab
blok A.2 Kelurahan Pamoyanan;
b. bangunan SMA 2 di Jalan Siliwangi blok A.2 Kelurahan
Pamoyanan;
c. stasiun Kereta Api Cianjur di Jalan Yulius Usman blok A.4
Kelurahan Sayang;
d. gedung DKC di Jalan Suroso blok A.1 Kelurahan Bojongherang;
e. bangunan rumah di Jalan Moch Ali blok A.3 Kelurahan
Solokpandan; dan
f. bangunan Wisma Karya di Jalan Moch Ali blok A.3 Kelurahan
Sayang;
(2) Rencana zona SC sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a. pelestarian dan perawatan terhadap bangunan cagar budaya yang
ada;
b. melakukan herigristasi ulang bangunan-bangunan cagar budaya
yang ada.
26

Bagian Ketiga
Zona Budidaya
Paragraf 1
Umum
Pasal 23
(1) Rencana zona budidaya sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) huruf b
meliputi :

a. zona R;
b. zona K;
c. zona KT;
d. zona SPU;
e. zona I;
f. zona C;
g. zona KH;
h. zona RTNH; dan
i. zona PL.
(2) Rencana zona perumahan
sebagaimana dimaksud ayat (1)
digambarkan pada peta Lampiran VII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Zona R
Pasal 24
(1) Rencana zona R sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf a meliputi :
a. sub zona R.2;
b. sub zona R.3;
c. sub zona R.4; dan
d. sub zona R.5.
(2) Rencana sub zona R.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a
tersebar di blok A.1, A.2, A.3 dan A.5, seluas kurang lebih 901,45
(Sembilan ratus satu koma empat puluh lima) hektar;
(3) Rencana sub zona R.3 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b
tersebar di blok A.4,
B.1 dan D.1, seluas kurang lebih
1.101,26(seribu seratus satu koma dua puluh enam) hektar;
(4) Rencana sub zona R.4 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c
tersebar di blok B.3, B.4 dan C.1 seluas kurang lebih 244,20 (dua
ratus empat puluh empat) hektar;
(5) Rencana sub zona R.5 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d
tersebar di blok C.2, B.2, D.2, E.1 dan E.2 seluas kurang lebih 22,11
(dua puluh dua koma sebelas) hektar.

27

Paragraf 3
Zona K
Pasal 25
(1) Rencana zona K sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf b, meliputi :
a. subzona K.1; dan
b. subzona K.3.
(2) Rencana subzona K.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, seluas
kurang lebih 39,16 (tiga puluh Sembilan koma enam belas) hektar,
meliputi :
a. pusat perbelanjaan di Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.4 Kelurahan
Pamoyanan, di blok B.3 Desa Bojong, dan di blok E.3 Desa
Sirnagalih;
b. toko modern di Jalan Pangeran Hidayatulloh blok A.4 Kelurahan
Sawahgede, Jalan Prof. Moch Yamin blok A.2 Kelurahan Sayang,
Jalan Dr. Muwardi blok A.4 Kelurahan Muka, dan di Jalan Siti
Jenab blok A.3 Kelurahan Pamoyanan;
c. pasar skala kabupaten berupa Pasar Induk Pasirhayam dan
rencana pasar beras di blok C.2 Desa Sirnagalih;
d. pasar skala kota yaitu Pasar Muka di blok A.1 Kelurahan Muka;
e. pasar skala lingkungan di blok B.3 Desa Bojong, blok D.3 Desa
Mekarsari, blok C.1 Desa Sukamaju dan blok E.1 Desa Rancagoong;
f. merelokasi pasar hewan yang berada di Jalan Siliwangi blok A.5
Kelurahan Sawahgede ke luar kota;
g. pergudangan di blok C.2 Desa Sirnagalih;
h. merelokasi
pergudangan
yang
ada
di
sepanjang
Jalan
Mangunsarkoro, Jalan Pasundan, Jalan Pangeran Hidayatulloh
Jalan Arif Rahman Hakim, dan Jalan Ir. H. Juanda;
i. kegiatan sentra PKL direncanakan di Pasar Induk Pasirhayam dan
di masing-masing pusat sub BWP, yaitu di blok B.3 Desa Sabandar,
blok C.3 Desa Sukamaju, blok D.2 Desa Mekarsari, dan di blok E.3
Desa Rancagoong.
(3) Rencana sub zona K.3 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, seluas
kurang lebih 79,50 (tujuh puluh Sembilan koma lima puluh) hektar,
meliputi :
a. rumah dan toko di sepanjang Jalan Mangunsarkoro, Jalan HOS
Cokroaminoto, Jalan Siti Jenab, Jalan Suroso, Jalan Moch Ali,
Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Siliwangi, Jalan
Suroso, Jalan Moch Ali, Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Perintis
Kemerdekaan, Jalan Prof Moch Yamin, Jalan Raya Bandung, dan
Jalan Pramuka;
b. rencana sentra Pedagang Kaki Lima di setiap pusat kegiatan yang
berfungsi sebagai sub zona perdagangan dan jasa deret.
28

c. Rencana zona K sebagaimana dimaksud ayat (1) digambarkan pada


peta Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4
Zona KT
Pasal 26
(1) Rencana zona KT sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf c, meliputi :
a. sub zona KT.1; dan
b. sub zona KT.2.
(2) Rencana sub zona KT.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a
seluas kurang lebih 25,14 (dua puluh lima koma empat belas) hektar,
meliputi :
a. rencana KT.1 tingkat kabupaten di Jalan Siti Jenab blok A.3, Jalan
Siliwangi blok A.2, Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.5, Jalan Perintis
Kemerdekaan blok C.3 dan Jalan Raya Bandung blok B.3;
b. rencana KT.1 tingkat kecamatan di Jalan Siliwangi blok A.2 untuk
kantor Kecamatan Cianjur dan rencana di blok B.3 Desa Sabandar
untuk kantor Kecamatan Karangtengah;
c. rencana KT.1 tingkat kelurahan dan desa yang tersebar di seluruh
kawasan kota.
(3) Rencana sub zona KT.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b
seluas kurang lebih 17,16 (tujuh belas koma enam belas) hektar,
direncanakan di sepanjang Jalan Siliwangi blok A.2, Jalan Dr.
Muwardi blok D.1, Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.5, dan Jalan Raya
Bandung blok B.3;
(4) Rencana zona KT sebagaimana dimaksud ayat (1) digambarkan pada
peta Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.

(1)

Paragraf 5
Zona SPU
Pasal 27
Rencana zona sarana SPU sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf d,
meliputi :
a. sub zona SPU.1;
b. sub zona SPU.2;
c. sub
d. sub
e. sub
f. sub

zona
zona
zona
zona

SPU.3;
SPU.4;
SPU.5; dan
SPU.6.
29

(2)

Rencana zona SPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


digambarkan pada peta Lampiran X yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 28
(1) Rencana sub zona SPU.1 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1)
huruf a, seluas kurang lebih 73,56 (tujuh puluh tiga koma lima puluh
enam) hektar, meliputi :
a. pendidikan tingkat tinggi;

(2)

(3)

(4)
(5)
(6)

b. pendidikan tingkat menengah atas dan kejuruan;


c. pendidikan tingkat pertama;
d. pendidikan tingkat dasar; dan
e. pendidikan pra sekolah.
Rencana SPU.1 tingkat tinggi dikembangkan di Pasirgede Raya dan
Jalan Dr. Muwardi blok D.1, Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.5 dan
blok E.1, di Jalan Perintis Kemerdekaan blok C.2, dan di Jalan Otista
III blok A.2;
Rencana SPU.1 tingkat menengah atas dikembangkan di lokasi yang
sudah ada yaitu di Jalan Pangeran Hidayatulloh, Jalan Abdullah Bin
Nuh, Jalan Siliwangi, Jalan Pasundan, Jalan Perintis Kemerdekaan,
Jalan Dr. Muwardi, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan
Gatot
Mangkupraja, dan Jalan Siti Bodedar;
Rencana SPU.1 tingkat pertama dikembangkan di lokasi yang sudah
ada yang tersebar di seluruh kawasan kota;
Rencana SPU.1 tingkat dasar dikembangkan dilokasi yang sudah ada
yang tersebar diseluruh kawasan kota;
Rencana SPU.1 pra sekolah dikembangkan di kawasan permukiman
yang tersebar di seluruh kawasan kota dan disesuaikan dengan
kebutuhan.

Pasal 29
(1) Rencana sub zona SPU.2 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1)
huruf b, seluas kurang lebih 7,83 (tujuh koma delapan puluh tiga)
hektar, yang meliputi :
a. rumah sakit;
b. puskesmas;dan
c. sarana kesehatan lain.
(2) Rencana pengembangan rumah sakit milik Pemerintah Daerah di blok
D.1 Kelurahan Bojongherang berupa RSUD Type B;

30

(3) Rencana rumah sakit swasta di Jalan Siti Jenab blok A.2 Kelurahan
Pamoyanan, Jalan Abdullah Bin Nuh blok D.3 Kelurahan Sawahgede,
Jalan Raya Sukabumi blok E.2 Desa Rancagoong, Jalan Pramuka
blok B.2 Desa Sindanglaka, dan Jalan Siliwangi blok A.4 Desa
Sukamaju;
(4) Rencana pengembangan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di
Jalan Pangeran Hidayatulloh Kompleks Kopem blok A.5 Kelurahan
Sawahgede, Jalan Dr. Muwardi blok B.1 Kelurahan Muka, Jalan Raya
Bandung blok B.3 Desa Bojong, dan blok D.1 Desa Babakankaret,
serta di blok E.1 Desa Rancagoong;
(5) Relokasi Puskesmas Muka di Jalan Dr. Muwardi blok B.1 Kelurahan
Muka dan Puskesmas Bojong di Jalan Raya Bandung blok B.3 Desa
Bojong;
(6) Pengembangan Puskesmas Muka dan Puskesmas Bojong diarahkan :
a. alokasi ruang tetap berada di blok B.1 untuk Puskesmas Muka dan
di blok B.3 untuk Puskesmas Bojong;
b. akses ke Puskesmas mudah dijangkau dengan angkutan umum;
c. luas
lahan
Puskesmas
memadai
untuk
penyediaan
sarana/prasarana pendukung.
d. rencana pengembangan sarana kesehatan lain berupa apotek, toko
obat, dan laboratorium di Jalan Ir. H. Juanda, Jalan HOS
Cokroaminoto, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Rumah Sakit, dan
Jalan Dr. Muwardi;
e. rencana pengembangan sarana kesehatan skala pelayanan
lingkungan berupa Pustu, Pokesdes, dan Posyandu yang tersebar di
seluruh kawasan perkotaan.
Pasal 30
(1) Rencana sub zona SPU.3 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1)
huruf c, seluas kurang lebih 5,42(lima koma empat puluh dua) hektar,
meliputi sarana peribadatan skala kabupaten, skala kecamatan,
skala kelurahan dan desa serta skala lingkungan;
(2) Rencana sarana peribadatan muslim skala kabupaten berupa mesjid
agung yang berada di Jalan Siti Jenab, dan sarana peribadatan bagi
non muslim berupa Gereja Protestan Indonesia (GPI) di Jalan
Mangunsarkoro, Gereja Santo Petrus di Jalan Siliwangi, Gereja Huria
Kristen Batak Protestan (HKBP) di Jalan Mangunsarkoro, Gereja
Kristen di Jalan Moch. Ali, Gereja Pantekosta di Indonesa (GPDI) di
Jalan Hasyim Ashari, dan Kelenteng Bhumi Pharsija di Jalan
Mangunsarkoro;
(3) Rencana sarana peribadatan muslim skala kecamatan berupa mesjid
jami tersebar di masing-masing kecamatan di seluruh kawasan
perkotaan;

31

(4) Rencana sarana peribadatan muslim skala kelurahan dan desa


berupa mesjid yang tersebar di seluruh kawasan perkotaan;
(5) Rencana sarana peribadatan muslim skala lingkungan berupa
musholla dilakukan secara merata sesuai kebutuhan yang lokasinya
menyatu dengan permukiman;
(6) Rencana pembangunan sarana peribadatan yang baru bagi umat non
muslim mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pasal 31
(1) Rencana sub zona SPU.4 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1)
huruf d, seluas kurang lebih 29,95 (dua puluh Sembilan koma
Sembilan puluh lima) hektar, terdiri dari sarana olah raga terbuka
dan sarana olah raga tertutup;
(2) Rencana sarana olah raga terbuka dan sarana olah raga tertutup
skala pelayanan kabupaten berupa Sport Center di Desa Sukamaju
blok C.2 seluas kurang lebih 26 (dua puluh enam) hektar;
(3) Pengembangan sarana olah raga terbuka skala pelayanan kota yaitu
lapangan Prawatasari di blok A.2 Kelurahan Sawahgede dan Stadion
Badak Putih di blok A.2 Kelurahan Pamoyanan;
(4) Pengembangan sarana olah raga tertutup skala pelayanan kota
berupa Gelanggang Generasi Muda (GGM) Panembong di blok D.3
Desa Limbangansari dan Gedung Wisma Karya di blok A.3 Kelurahan
Sayang;
(5) Rencana sarana olah raga terbuka dan olah raga tertutup skala
pelayanan kecamatan diarahkan di masing-masing Sub BWP yaitu di
blok A.4 Kelurahan Pamoyanan, blok B.3 Desa Bojong, blok C.1 Desa
Sukamaju, blok D. 3 Desa Mekarsari,
dan di blok E.1 Desa
Rancagoong;
(6) Rencana sarana olah raga skala pelayanan kelurahan dan desa serta
skala lingkungan tersebar di seluruh kawasan perkotaan yang
menyatu dengan lingkungan permukiman.
Pasal 32
(1) Rencana sub zona SPU.5 budaya sebagaimana dimaksud Pasal 27
ayat (1) huruf e, seluas kurang lebih lebih 12,33 (dua belas koma tiga
puluh tiga) hektar, terdiri dari gedung pementasan kesenian, gedung
museum, dan plaza kota;
(2) Pengembangan Gedung
Dewan Kesenian Cianjur (DKC)/Gedung
Ampera sebagai gedung pementasan kesenian di Jalan Suroso blok
A.1 Kelurahan Bojongherang;
(3) Pengembangan Gedung Museum Cianjur yang terletak di Jalan Siti
Jenab Kelurahan Pamoyanan blok A.3;
32

(4) Rencana plaza kota di lokasi eks Pasar Induk Cianjur di blok A.1
Kelurahan Pamoyanan.
Pasal 33
(1) Rencana sub zona SPU.6 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1)
huruf f, terdiri dari stasiun kereta api, terminal, dan halte;
(2) Rencana pengembangan stasiun kereta api di blok A.3 Kelurahan
Sayang;
(3) Rencana pengembangan terminal, terdiri :
a. terminal tipe B di blok C.2 Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku,
seluas kurang lebih 2,13 (dua koma tiga belas) hektar;
b. terminal tipe C masing-masing di blok D.3 Desa Mekarsari, blok
B.3 Desa Bojong, dan di blok C.2 Desa Sirnagalih.
(4) Rencana halte masing-masing di Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H.
Juanda, Jalan Siliwangi, Jalan Prof. Moch Yamin, Jalan Arif Rahman
Hakim, Jalan Pangeran Hidayatulloh, Jalan Abdullah Bin Nuh, dan
Jalan Perintis Kemerdekaan.
Paragraf 6

(1)
(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Zona I
Pasal 34
Rencana zona I sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf e berupa
sub zona I.3 dan sub zona I.4;
Rencana pengembangan sub zona I.3 sebagaimana dimaksud ayat (1)
berupa industri makanan dan minuman serta kerajinan tersebar di
seluruh kawasan perkotaan yang menyatu dengan kawasan
permukiman;
Rencana sub zona I.4 berupa industri pengolahan bahan sandang di
jalan Pramuka blok B.2 dan di Jalan Perintis Kemerdekaan blok C.2,
seluas kurang lebih 8,31 (delapan koma tiga puluh satu) hektar;
Rencana sub zona I.4 berupa industri elektronik, industri sandang,
kertas, bahan bangunan dan industri lainnya dikembangkan di Blok
E.4 Desa Rancagoong, seluas kurang lebih 43,64 (empat puluh tiga
koma enam puluh empat) hektar;
Industri pengolahan kulit yang ada di Jalan Perintis Kemerdekaan
tidak dikembangkan dan dibatasi serta dilakukan penyempurnaan
sistem Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL);
Rencana zona industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digambarkan pada Peta Lampiran XI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

33

Paragraf 7
Zona C
Pasal 35
(1) Rencana zona C sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf f adalah
peruntukan yang menyatu antara kegiatan perumahan, pendidikan,
perdagangan dan jasa, serta perkantoran seluas kurang lebih 150,92
(seratus lima puluh koma Sembilan puluh dua) hektar;
(2) Rencana zona C berupa peruntukan perumahan, pendidikan,
perdagangan dan jasa serta perkantoran sebagaimana dimaksud ayat
(1) dikembangkan di sepanjang Jalan Mangunsarkoro, Jalan HOS
Cokroaminoto, Jalan Siliwangi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Pramuka,
Jalan Abdullah Bin Nuh, dan Jalan Dr. Muwardi;
(3) Rencana pengembangan zona campuran tetap mempertahankan
kondisi yang ada dengan pengembangan bangunan secara vertikal
dan memperhatikan kapasitas jalan serta menyediakan ruang parkir
secukupnya;
(4) Rencana zona campuran sebagaimana dimaksud ayat (1)
digambarkan pada peta Lampiran XII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 8
Zona KH
Pasal 36
sebagaimana dimaksud

(1) Rencana zona KH


meliputi :
a. sub zona KH.1;
b. sub zona KH.2; dan
c. sub zona KH.3.

Pasal 27

huruf g,

(2) Rencana zona KH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan


pada peta Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 37
(1) Rencana sub zona KH.1 sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf a
berupa Markas Raider 200 di Jalan Ariawiratanudatar blok B.1 Desa
Sukataris, Markas Kodim 0612 Suryakancana di Jalan Siliwangi blok
A.3, Markas Kepolisian Resor Cianjur di Jalan Abdullah Bin Nuh blok
A.5 dan Jalan Suroso blok A.3, Markas Polisi Militer di Jalan Siliwangi
blok A.5, Kantor Polsek Cianjur di Jalan Siliwangi blok A.5, Kantor
Polsek Karangtengah di Jalan Raya Bandung blok B.2, serta pos-pos
polisi yang tersebar di seluruh kawasan kota, seluas kurang lebih
33,81 (tiga puluh tiga koma delapan puluh satu) hektar;
34

(2) Rencana pengembangan sub zona KH.1 dilakukan dengan mengacu


kepada ketentuan peraturan dan perundangan pertahanan dan
keamanan.
Pasal 38
(1) Rencana sub zona KH.2 sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf b
berupa TPA Sampah di blok E.5 Kampung Pasirsembung Desa
Sirnagalih Kecamatan Cilaku seluas kurang lebih 6,60 (enam koma
enam puluh) hektar;
(2) Pemanfaatan TPA Sampah sebagaimana dimaksud ayat (1) di
selenggarakan hingga rencana TPA Sampah di Desa Mekarsari
Kecamatan Cikalongkulon layak operasi;
(3) Bekas areal TPA Sampah Pasirsembung di Desa Sirnagalih Kecamatan
Cilaku sebagaimana dimaksud ayat (2) diarahkan sebagai zona RTH
Hutan Kota.

(1)

(2)

(3)
(4)

Pasal 39
Rencana sub zona KH.3 sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf c
berupa IPLT Babakakaret di Desa Babakankaret blok D.2 seluas
kurang lebih 2 (dua) hektar;
Mengembangkan dan mengoptimalkan IPLT Babakankaret melalui
penyempurnaan dan penambahan sarana dan prasarana yang
diperlukan;
Membatasi perkembangan kegiatan budidaya non pertanian di sekitar
lokasi IPLT;
Mendorong masyarakat agar membuang limbah tinja ke tempat IPLT.
Paragraf 9

Zona RTNH
Pasal 40
Rencana zona RTNH sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf h seluas
kurang lebih 14,18 (empat belas koma delapan belas) hektar, yang
meliputi RTNH di kawasan perumahan, RTNH di pusat kegiatan
pemerintahan, RTNH di pusat sarana pelayanan umum, RTNH di
sepanjang jaringan jalan, RTNH di areal terminal dan stasiun kereta api,
serta RTNH di plaza kota.
Paragraf 10

(1) Rencana zona


meliputi :

Zona PL
Pasal 41
PL sebagaimana dimaksud Pasal 23

35

huruf

i,

a. sub zona PL.1;


b. sub zona PL.2;
c. sub zona PL.4; dan
d. sub zona PL.5.
(2) Rencana zona PL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan
pada peta Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 42
(1) Rencana sub zona PL.1 sebagaimana dimaksud Pasal 41 huruf a
meliputi kegiatan pertanian lahan pangan dan pertanian hortikultura,
yang tersebar diseluruh kawasan perkotaan seluas kurang lebih
2.305,06 (dua ribu tiga ratus lima koma kosong enam) hektar;
(2) Rencana pengembangan sub zona PL.1 lahan pangan tersebar di blok
B.1 Desa Sukataris, blok B.2 Desa Sindanglaka, blok C.1 Desa
Sukamaju, blok D.3 Desa Mekarsari, dan blok E.1 Desa Nagrak dan
Desa Rancagoong;
(3) Rencana pengembangan sub zona PL.1 hortikultura tersebar di blok
B.3 Desa Sabandar, blok B.4 Desa Sukamanah, blok D.2 Desa
Babakankaret, dan blok E.2 Desa Sirnagalih.
Pasal 43
Rencana pengembangan sub zona PL.2 sebagaimana dimaksud Pasal 41
ayat (1) huruf b diarahkan di blok C.2 Desa Sirnagalih untuk ternak
besar, dan di blok D.2 Desa Babakankaret untuk ternak unggas, seluas
kurang lebih 27,58 (dua puluh tujuh koma lima puluh delapan) hektar.
Pasal 44
Rencana pengembangan sub zona PL.4 sebagaimana dimaksud Pasal 41
ayat (1) huruf c diarahkan di blok B.4 Desa Sukamanah, seluas kurang
lebih 5,26 (lima koma dua puluh enam) hektar.
Pasal 45
(1) Rencana sub zona PL.5 sebagaimana dimaksud Pasal 41 huruf d
berupa wisata alam, wisata buatan, wisata belanja, wisata kuliner,
dan wisata budaya seluas kurang lebih 8,92 (delapan koma Sembilan
puluh dua) hektar;
(2) Rencana pengembangan wisata alam di blok D.2 Desa Babakankaret;
(3) Rencana pengembangan wisata buatan di blok D.2 Desa
Babakankaret, blok D.1 Kelurahan Bojongherang, dan blok D.3 Desa
Mekarsari;
(4) Rencana pengembangan wisata belanja dan wisata kuliner di
sepanjang Jalan Cokroaminoto dan di Jalan Dewi Sartika;
36

(5) Rencana pengembangan wisata budaya di blok A.3 Kelurahan


Pamoyanan (Gedung Musium Cianjur), blok A.2 Kelurahan
Bojongherang (Gedung DKC) dan blok B.3 Desa Sabandar (Gedung
Kriya Cianjur);
BAB IV
RENCANA JARINGAN PRASARANA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 46
(1) Rencana jaringan prasarana meliputi rencana sistem jaringan
pergerakan dan rencana sistem jaringan utilitas;
(2) Rencana sistem jaringan pergerakan sebagaimana dimaksud ayat (1)
meliputi :
a. rencana pola pergerakan;
b. rencana fungsi jalan;
c. rencana prasarana dan sarana perhubungan;
d. rencana fasilitas perlengkapan jalan;
e. rencana rute angkutan umum;
f. rencana pengembangan angkutan Kereta Api;
g. rencana jalur pejalan kaki; dan
h. rencana jalur sepeda.
(3) Rencana sistem jaringan utilitas sebagaimana dimaksud ayat (1)
meliputi :
a. rencana sistem jaringan listrik/energi;
b. rencana sistem jaringan telekomunikasi;
c. rencana sistem jaringan air minum;
d. rencana sistem pengelolaan air limbah;
e. rencana sistem pengelolaan persampahan;
f. rencana sistem drainase;
g. rencana jalur evakuasi bencana; dan
h. rencana sistem penanggulangan kebakaran.

37

Bagian Kedua
Rencana Sistem Jaringan Pergerakan
Paragraf 1
Rencana Pola Pergerakan
Pasal 47
(1) Rencana pola pergerakan orang dan barang sebagaimana dimaksud
Pasal 46 ayat (2) huruf a, terbagi dalam 3 (tiga) pola, yaitu pergerakan
internal internal, internal eksternal, dan pola pergerakan eksternal
eksternal;
(2) Rencana pola pergerakan orang dan barang sebagaimana dimaksud
ayat (1) adalah :
a. pola pergerakan internal internal yaitu pergerakan di dalam
kawasan perkotaan baik asal maupun tujuannya, direncanakan
dengan mengoptimalkan ruas Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H.
Juanda, Jalan Oto Iskandar Dinata II, Jalan Siti Jenab, Jalan
Siliwangi, Jalan Adi Sucipta, Jalan Prof. Moch Yamin, Jalan Aria
Cikondang, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Yulius Usman, Jalan
Moch. Ali, Jalan Moch Toha, Jalan Amalia Rubini, Jalan Raya
Bandung, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Abdullah Bin Nuh,
Jalan Suroso, Jalan Taifur Yusuf, dan Jalan Pangeran Hidayatulloh;
a. pola pergerakan internal eksternal yaitu pergerakan dari kawasan
perkotaan ke luar atau sebaliknya, direncanakan dengan
mengoptimalkan ruas Jalan Dr. Muwardi, Jalan Arif Rahman
Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis Kemerdekaan,
Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Aria
Wiratanudatar, rencana jalan lingkar barat, rencana jalan lingkar
utara dan jalan tembus antara jalan lingkar barat dan jalan
tembus lingkar utara;
b. pola pergerakan eksternal eksternal yaitu pergerakan yang
melewati kawasan perkotaan yang berasal dari luar dan menuju ke
luar, direncanakan dengan mengoptimalkan ruas Jalan Raya
Sukabumi, rencana Jalan Lingkar Selatan, Jalan Lingkar Timur,
dan Jalan Raya Bandung.
Paragraf 2
Rencana Fungsi Jalan
Pasal 48
(1) Rencana fungsi jalan sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2) huruf
b, meliputi :
a. jalan arteri primer, yaitu Jalan Raya Sukabumi, Jalan Lingkar
Timur, Jalan Lingkar Selatan, Jalan Raya Bandung;

38

b. jalan arteri sekunder, yaitu ruas Jalan Dr. Muwardi, Jalan Arif
Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis
Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin
Nuh, dan rencana jalan tembus antara Jalan Lingkar Barat dan
Jalan Lingkar Utara serta Jalan Lingkar Barat;
c. jalan kolektor primer, yaitu Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan
Mangunsarkoro, Jalan Aria Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti
Jenab, Jalan Suroso, dan Jalan Ir. H. Juanda;
d. jalan lokal meliputi seluruh ruas jalan yang tidak termasuk dalam
katagori jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, dan jalan
kolektor primer;
e. jalan lingkungan, yaitu seluruh ruas jalan di dalam lingkungan
permukiman menuju pusat kegiatan di sekitarnya;
(2) Rencana
jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tercantum dalam peta Lampiran XV yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3
Rencana Prasarana dan Sarana Perhubungan
(3)

Pasal 49
Rencana prasarana dan sarana perhubungan sebagaimana dimaksud
Pasal 46 ayat (2) huruf c, meliputi :
a. rencana prasarana perhubungan;
b. rencana sarana perhubungan.
Rencana prasarana perhubungan sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf a, berupa rencana terminal;
Rencana sarana perhubungan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf
b, terdiri :

(4)
(5)

a. shelter;
b. jembatan penyeberangan;
c. trotoar (pedestrian); dan
d. tempat parkir kendaraan.
(2) Rencana prasarana dan sarana perhubungan sebagaimana dimaksud
ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam peta Lampiran XVI yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 50
Rencana lokasi terminal sebagaimana dimaksud Pasal 49
ayat (2)
meliputi terminal tipe B dan terminal tipe C, yaitu :
a. terminal tipe B atau terminal utama ditempatkan pada tempat/simpul
yang saling terhubung dengan sistem jaringan jalan, yaitu di Kmp.
Pasirhayam Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku
blok C.2 seluas
kurang lebih 2,13 (dua koma tiga belas) hektar;
39

b. terminal tipe C atau sub-terminal ditempatkan di masing-masing sub


BWP yaitu di Kmp. Warungseuseupan untuk melayani angkutan
umum dari arah Bogor/Cipanas, di Kmp. Rawabango blok B.3 untuk
melayani angkutan arah Ciranjang/Cikalongkulon, dan di Kmp.
Pasirhayam Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku blok C.2 untuk
melayani angkutan dari arah Warungkondang dan Cibeber yang
bersatu dengan terminal tipe B.
Pasal 51
(1) Rencana sarana perhubungan berupa shelter sebagaimana dimaksud
Pasal 49 ayat (3) huruf a, ditempatkan disepanjang Jalan Dr.
Muwardi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Siliwangi, Jalan Prof. Moch
Yamin, Jalan Arif Rahman Hakim, dan Jalan Pangeran Hidayatulloh;
(2) Rencana
penempatan shelter sebagaimana dimaksud ayat (1)
diarahkan pada kegiatan sarana pelayanan umum seperti pendidikan,
kesehatan, perkantoran dan perdagangan.
Pasal 52
(1) Rencana sarana perhubungan berupa jembatan penyeberangan
sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (3) huruf b, ditempatkan di
beberapa titik sepanjang Jalan Dr. Muwardi, Jalan Siliwangi, Jalan
Ir. H. Juanda, Jalan Prof Moch Yamin, dan Jalan Arif Rahman Hakim;
(2) Penempatan jembatan penyebarangan sebagaimana dimaksud ayat (1)
diarahkan pada lokasi yang sekitarnya terdapat fasilitas perkantoran,
fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan, dan fasilitas umum lainnya
serta pada lokasi strategis lainnya di sekitar lokasi shelter;
Pasal 53
(1) Rencana
sarana
perhubungan
berupa
trotoar
(pedestrian)
sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (3) huruf c, diarahkan disemua
ruas jalan baik ruas jalan arteri, kolektor dan jalan lokal;
(2) Rencana penyediaan trotoar (pedestrian) harus terintegrasi dengan
perabot jalan lainnya seperti rambu lalu lintas, tempat sampah,
lampu penerangan, pot bunga, tanaman penghijauan, halte dan zebra
cross;
(3) Pada bagian bawah trotoar (pedestrian) selain disediakan saluran
pembuangan air (drainase) juga wajib disediakan box utilitas untuk
menampung jaringan utilitas seperti jarigan air bersih, jaringan listrik,
jaringan telekomunkasi, dan jaringan gas.

40

Pasal 54
(1) Rencana sarana perhubungan berupa tempat parkir kendaraan
sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (3) huruf d, menggunakan
sistem parkir yang memanfaatkan badan jalan maupun sistem di luar
badan jalan;
(2) Pengaturan sistem yang memanfaatkan badan jalan hanya
diperbolehkan pada ruas jalan dengan fungsi jalan kolektor dan/atau
lokal dengan memperhatikan kondisi jalan dan lingkungannya,
kondisi lalu lintas, aspek keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu
lintas;
(3) Desain parkir yang memanfaatkan badan jalan dilakukan dengan
penentuan sudut parkir, pola parkir, dan larangan parkir;
(4) Rencana sistem parkir di luar badan jalan ditempatkan berdasarkan
fasilitas parkir untuk umum dan fasilitas parkir sebagai penunjang;
(5) Fasilitas parkir untuk umum
direncanakan
disepanjang Jalan
Mangunsarkoro, Jalan Abdullah Bin Nuh, dan Jalan Dr. Muwardi;
(6) Fasilitas parkir sebagai penunjang ditempatkan di pusat-pusat
pendidikan, kesehatan, dan perkantoran serta fasilitas umum lainnya;
(7) Desain parkir di luar badan jalan terdiri taman parkir dan gedung
parkir menurut kriteria tertentu.
Paragraf 4
Rencana Fasilitas Perlengkapan Jalan
Pasal 55
(1) Rencana fasilitas perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud Pasal 46
ayat (2) huruf d, terdiri dari :
a. zebra cross;
b. zona selamat sekolah (ZOSS);
c. rambu lalu lintas;
d. alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL); dan
e. fasilitas penerangan jalan.
(2) Rencana penyediaan zebra cross sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf a ditempatkan di beberapa lokasi pada ruas Jalan Dr. Muwardi,
Jalan Siliwangi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Prof Moch Yamin, Jalan
Arif Rahman Hakim, Jalan Raya Bandung, dan Jalan Abdullah Bin
Nuh;
(3) Rencana penyediaan Zona Selamat Sekolah (ZOSS) sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf b ditempatkan pada ruas-ruas jalan yang
terdapat fasilitas pendidikan, yaitu di Jalan Siliwangi, Jalan
Dr. Muwardi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Prof Moch Yamin, Jalan Arif
Rahman Hakim, dan Jalan HOS Cokroaminoto;
(4) Rencana penyediaan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat
(1) huruf c ditempatkan diseluruh jaringan jalan;
41

(5) Rencana penyediaan fasilitas Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL)
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d ditempatkan pada titik-titik
persimpangan jalan;
(6) Rencana penyediaan fasilitas penerangan jalan sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf e ditempatkan diseluruh jaringan jalan.
Paragraf 5
Rencana Rute Angkutan Umum
Pasal 56
(1) Rencana rute angkutan umum sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat
(2) huruf e, dilakukan melalui optimalisasi rute angkutan angkutan
umum yang sudah ada dengan mempertimbangkan kapasitas jalan;
(2) Penambahan dan perubahan rute angkutan umum ditetapkan
kembali sesuai dengan perkembangan kawasan dan diatur lebih
lanjut dalam rencana routing angkutan umum oleh instansi teknis;
Paragraf 6
Rencana Pengembangan Angkutan Kereta Api
Pasal 57
(1) Rencana pengembangan angkutan Kereta Api sebagaimana dimaksud
Pasal 46 ayat (2) huruf f, dilakukan melalui peningkatan operasional
dan perbaikan sarana serta prasarana perkeretaapian;
(2) Rencana pengembangan angkutan Kereta Api sebagaimana dimaksud
ayat (1) dilakukan melalui :
a. peningkatan operasional Kereta Api, yaitu pembukaan jalur Kereta
Api Bandung Sukabumi Bogor untuk keperluan angkutan orang
dan barang maupun angkutan keperluan wisata;
b. perbaikan sarana dan prasarana Kereta Api, yaitu perbaikan
Statsiun Kereta Api, perbaikan rel Kereta Api, dan pemanfaatan
lahan disekitar stasiun Kereta Api untuk mendukung kelancaran
dan kenyamanan pengguna Kereta Api;
c. mempertahankan
bangunan,
sarana
maupun
prasarana
perkeretaapian yang mempunyai nilai sejarah.
(3) Rencana pengembangan angkutan Kereta Api diatur lebih lanjut
dalam rencana operasional perkerataapian oleh PT. Kereta Api
Indonesia.
Paragraf 7
Rencana Jalur Pejalan Kaki
Pasal 58
(1) Rencana jalur pejalan kaki sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2)
huruf g, berupa ruang pejalan kaki di sisi jalan, ruang pejalan kaki di
bangunan, ruang pejalan kaki di RTH, ruang pejalan kaki di atas
tanah (penyeberangan diatas);
42

(2) Rencana penyediaan ruang pejalan kaki di sisi jalan sebagimana di


maksud ayat (1) diarahkan pada semua ruas jalan utama pembentuk
struktur ruang pusat kegiatan/pelayanan yaitu Jalan Ir. H. Juanda,
Jalan Dr. Muwardi, Jalan Lingkar Timur, Jalan Lingkar Selatan, Jalan
Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis
Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin Nuh,
Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria
Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti Jenab, dan Jalan Suroso;
(3) Rencana penyediaan ruang jalur pedestriaan di
sisi bangunan
sebagaimana di maksud ayat (1) diarahkan pada pusat-pusat kegiatan
strategis yaitu di kawasan komesil, pusat pemerintahan dan
perkantoran, kawasan pendidikan, kesehatan, dan terminal;
(4) Rencana penyediaan jalur pejalan kaki di tepi jalan utama diarahkan
memiliki lebar 1,5 3 (satu koma lima sampai tiga) meter, berupa
paving block dan jalur pejalan kaki di depan bangunan ruko dan
pertokoan di arahkan memiliki lebar 1 - 2 (satu sampai dua) meter
berupa paving block.
Paragraf 8
Rencana Pengembangan Jalur Sepeda
Pasal 59
(1) Rencana penyediaan jalur sepeda sebagaimana dimaksud Pasal 46
ayat (2) huruf h, dipadukan dengan rencana pengembangan jalur
pejalan kaki di kawasan pusat kota yaitu mulai dari Jalan Siliwangi
Jalan Siti Jenab Jalan Oto Iskandar Dinata II - Jalan Ir. H. Juanda Jalan Dr. Muwardi Jalan Prof Moch Yamin Jalan Arif Rahman
Hakim, Jalan Perintis Kemerdekaan, dan Jalan Abdullah Bin Nuh;
(2) Rencana penyediaan jalur sepeda sebagaimana dimaksud ayat (1),
tercantum dalam peta Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketiga
Rencana Sistem Jaringan Utilitas
Paragraf 1
Rencana Sistem Jaringan Listrik/Energi
Pasal 60
(1) Rencana sistem jaringan utilitas berupa rencana sistem jaringan
listrik/energi sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (3) huruf a,
yaitu :
a. sistem jaringan listrik
dikembangkan dengan memperhatikan
aspek terpenuhinya kebutuhan dan terjaminnya ketersediaan
energi listrik;

43

b. pengembangan

jaringan listrik diarahkan pada lokasi-lokasi


pengembangan kegiatan/zona peruntukan baru yaitu di blok B.2
dan B.3 Desa Sukataris dan Desa Bojong, blok B.3 dan B.4 Desa
Sabandar dan Desa Sukamanah, blok C.1 Desa Sukamaju, blok
D.3 Desa Mekarsari dan Desa Limbangansari, blok E.1 Desa
Nagrak dan Desa Rancagoong serta blok E.2 Desa Sirnagalih
melalui penyambungan jaringan yang ada dengan mengikuti
jaringan listrik yang sudah ada;
c. membangun jaringan pemancang listrik dengan mengikuti koridor
sistem jaringan jalan yang terhierarki sesuai dengan klasifikasi
jalan serta mengarahkan pengembangan infrastruktur kelistrikan
sesuai dengan pola pengembangan ruang aktifitas perkotaan;
d. pola jaringan kabel listrik tegangan tinggi (SUTT) dan kabel listrik
tegangan ekstra tinggi (SUTET) dapat melintasi daerah tertentu dan
diatur pengamanannya terhadap lingkungan yaitu 25 (dua puluh
lima) meter ke samping dan di sisi jaringan tersebut harus bebas
bangunan untuk dijadikan jalur hijau tanpa bangunan;
e. pola jaringan kabel listrik

tegangan menengah dan rendah


direncanakan disisi kiri jalan satu jalur dengan pipa air minum di
bawah tanah;

f. mengembangkan sistem listrik pra bayar.

(2) Rencana sarana Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di jalan Raya
Bandung blok B.2 Desa Bojong, di Jalan Perintis Kemerdekaan blok
C.1 Kelurahan Sayang dan di blok C.2 Desa Sirnagalih, di Jalan
Abdullah Bin Nuh blok E.1 Kelurahan Sawahgede, di Jalan Ir. H.
Juanda blok D.1 Desa Mekarsari, dan di Jalan Halte - Maleber blok
B.3 Desa Sabandar;
(3) Rencana Sarana Pengisian dan Pengiriman Bulk Elpiji (SPPBE) di
Jalan Pramuka blok B.2 Desa Bojong dan di Jalan Abdullah Bin Nuh
blok E.1 Kelurahan Sawahgede;
(4) Merelokasi SPBU Joglo yang berada di persimpangan Jalan Siliwangi
Jalan Pangeran Hidayatulloh ke Jalan Halte - Maleber blok B.3 Desa
Sabandar;
(5) Rencana pengembangan jaringan energi listrik
sebagaimana
dimaksud ayat (1), tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 61
(1) Rencana sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud Pasal
46 ayat (3) huruf b dilakukan melalui pemenuhan terhadap jaringan
telepon menara telekomunikasi, dan internet atau jaringan nirkabel;
44

(2) Rencana pengembangan jaringan telepon meliputi :


a. pengembangan Sentral Telepon Otomat (STO);
b. pembangunan jaringan telekomunikasi mengikuti jaringan jalan
utama dan berhierarki sesuai dengan klasifikasi jalan dengan
cakupan pelayanan ke seluruh pusat pelayanan dan wilayah
pengembangan;
c. pengembangan jaringan instalasi telekomunikasi dilakukan di
bawah tanah dengan mengikuti pola jaringan jalan sisi jalan dan
tidak satu lajur dengan jaringan pipa air minum atau dengan
jaringan kabel listrik;
d. kabel primer ataupun kabel sekunder bawah tanah diwajibkan
ditempatkan dalam satu box utilitas telepon khusus.
(3) Rencana pengaturan menara telekomunikasi meliputi :
a. pelarangan terhadap pembangunan menara tower seluler baru
terutama di kawasan perumahan padat, kawasan perdagangan,
kawasan pendidikan dan fasilitas umum serta fasilitas sosial,
kecuali menara penyiaran (broadcasting) dan bangunan menara
telekomunikasi khusus;
b. menara tower seluler yang telah berdiri di kawasan permukiman
padat, kawasan perdagangan, kawasan pendidikan dan fasilitas
umum serta fasilitas sosial apabila masa sewa tanah dengan
pemilik tanahnya telah habis, tidak diperkenankan untuk
diperpanjang
pemakaiannya,
serta
apabila
secara
teknis
memungkinkan dapat dikembangkan pemanfaatan menara tower
seluler secara bersama;
(4) Rencana penggunaan menara telekomunikasi sebagaimana dimaksud
ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Rencana Induk Menara
Telekomunikasi oleh instansi teknis;
(5) Peningkatan prasarana internet dilakukan melalui pemanfaatan titiktitik akses internet di pusat-pusat kegiatan seperti perkantoran,
pendidikan, perdagangan, dan fasilitas umum serta fasilitas sosial;
(6) Rencana jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud ayat (1)
tercantum dalam peta Lampiran XIX yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3
Rencana Sistem Jaringan Air Minum
Pasal 62
(1) Rencana penyediaan air minum sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat
(3) huruf c meliputi :
a. rencana penyediaan air minum sistem perpipaan;
b. rencana penyediaan air minum sistem non perpipaan; dan
c. rencana penambahan kapasitas air baku.

45

(2) Rencana

penyediaan air minum sistim perpipaan sebagaimana


dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi :
a. sesuai dengan target pelayanan air bersih di daerah perkotaan
sebesar 80 % (delapan puluh persen) maka perlu adanya
penambahan kapasitas sumber air baku Mata Air Cirumput, Mata
Air Cilembang, Mata Air Selakawung, Sumur Bor Gombong, Sumur
Bor Munjul, dan Sumur Bor Pesona Indah ;
b. membangun jaringan transmisi dan jaringan pipa distribusi
melalui jaringan pipa primer dan jaringan pipa sekunder dan
jaringan pipa tersier yang merupakan jaringan perpipaan/saluran
yang langsung ke konsumen atau ke rumah;
c. pola pengembangan jaringan distribusi air bersih diarahkan sesuai
dengan pola kemiringan lahan, sehingga untuk memperkuat aliran
air bersih diperlukan instalasi penguat aliran air bersih transmisi
dan distribusi masing-masing di D.1 Panembong, blok A.
Limbangansari, dan direncanakan di blok B. 3 Sabandar, blok C.1
Sukamaju;
d. pengembangan jaringan distribusi air bersih diprioritaskan pada
penyediaan jaringan distribusi air bersih bagi kawasan komersil,
fasilitas umum dan daerah pengembangan yang belum terlayani
serta pada zona kegiatan baru yang akan dikembangkan di seluruh
kawasan perkotaan yaitu blok B.2 dan B.3 Desa Sukataris dan
Desa Bojong, blok B.3 dan B.4 Desa Sabandar dan Desa
Sukamanah, blok C.1 Desa Sukamaju, blok D.3 Desa Mekarsari
dan Desa Limbangansari,
blok E.1 Desa Nagrak dan Desa
Rancagoong, dan blok E.2 Desa Sirnagalih;
e. membangun dan mengembangkan jaringan distribusi air bersih
dengan mengikuti koridor, sistim jaringan jalan yang berheirarki
sesuai dengan klasifikasi jalan dan mengarahkan pengembangan
jaringan distribusi pipa air bersih di sisi kiri jalan serta diarahkan
di bawah tanah dalam box utilitas;
f. pembangunan Hidran Umum (HU) direncanakan pada daerah yang
memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi yaitu di blok A.1
Kelurahan Muka, blok A.2 Kelurahan Bojongherang, blok A.3
Kelurahan Pamoyanan dan Solokpandan, blok A.4 Kelurahan
Sayang dan blok A.5 Kelurahan Sawahgede serta diarahkan pada
kawasan pengembangan zona perumahan di seluruh perkotaan;
(3) Rencana penyediaan air bersih sistem non perpipaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi :
a. penyediaan air bersih secara komunal melalui pembangunan
Instalasi Pengolahan Air Sederhana (IPAS) dengan sumber air baku
berasal dari air permukaan dan air tanah di blok D.1 Kelurahan
Bojongherang dan Desa Babakankaret, blok B.4 Desa Sukamanah,
dan blok C.2 Desa Sirnagalih;
46

b. penyediaan air bersih secara individual melalui pembangunan

sumur-sumur dangkal yang memenuhi persyaratan teknis maupun


hygienis.
(4) Rencana penambahan kapasitas air baku sebagaimana dimaksud ayat
(1) huruf c adalah peningkatan debit sumber air baku dari 400
liter/detik menjadi 700 liter/detik sampai akhir tahun perencanaan;
(5) Penyuluhan kepada masyarakat pemakai tentang penggunaan air
tanah yang baik serta usaha melestarikan sumber air permukaan dan
air tanah dengan peningkatan fungsi lindung terhadap tanah dan
pembuatan sumur-sumur resapan serta pembatasan pembuatan
sumur dalam diseluruh kawasan perkotaan;
(6) Rencana penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum dalam peta Lampiran XX yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4
Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah
Pasal 63
(1) Rencana penanganan dan pengelolaan air limbah sebagaimana
dimaksud Pasal 45 ayat (3) huruf d, meliputi:
a. rencana penangan dan pengolahan limbah domestik;
b. rencana penangan dan pengolahan limbah non domestik.
(2) Rencana penanganan dan pengelolaan air limbah domestik
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi:
a. rencana penanganan limbah domestik melalui penggunaan tangki
septik konvensional secara individual;
b. rencana penanganan limbah domestik melalui penggunaan tangki
septik konvensional secara komunal.
(3) Rencana penanganan dan pengelolaan limbah domestik melalui

penggunaan
tangki
septik
konvensional
secara
individual
sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a diarahkan di blok A.5
Kelurahan Sawahgede, B.2 Desa Bojong, blok C.1 Desa Sukamaju,
blok D.1 Kelurahan Bojongherang, dan blok E.2 Desa Sirnagalih;
(4) Rencana penanganan dan pengelolaan limbah domestik melalui
penggunaan tangki septik konvensional secara komunal sebagaimana
dimaksud ayat (2) huruf b diarahkan di blok A.4 Kelurahan Sayang,
blok E.1 Desa Nagrak, dan blok B.3 Desa Sabandar;
(5) Rencana penanganan dan pengelolaan air limbah non domestik
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b yaitu pengolahan limbah
untuk kegiatan rumah sakit,
sarana umum, komersial, dan
pemerintahan yang di arahkan untuk memiliki instalasi pengolahan
air limbah (IPAL) tersendiri sesuai dengan jenis dan karakteristik
limbah yang dihasilkan;
47

(6) Rencana pengolahan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

tercantum dalam peta Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak


terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(1)

(2)
(3)
(4)

(5)

(6)

(7)

(8)
(9)

Paragraf 5
Rencana Sistem Pengelolaan Persampahan
Pasal 64
Rencana sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud
Pasal 45 ayat (3) huruf e, dilakukan terhadap sampah organik
maupun sampah anorganik
secara off site, yaitu pewadahan
sampah,
pengumpulan
sampah,
pemindahan
sampah
dan
pengangkutan sampah untuk kemudian dibuang di Tempat TPA
Sampah;
Pengembangan pengelolaan persampahan dengan menggunakan
sistem 3 R (Reduce, Reuse, Recycle);
Sampah yang berasal dari Rumah Sakit harus diolah terlebih dahulu
dengan incinerator sebelum dibuang ke TPA Sampah;
Optimalisasi pemanfaatan TPA Sampah Pasirsembung dilakukan
sebelum TPA Sampah di Desa Mekarsari Kecamatan Cikalongkulon
layak operasi;
Meningkatkan jangkauan pelayanan persampahan ke seluruh
kawasan perkotaan melalui penambahan armada pengangkutan
sampah serta penambahan sarana dan prasarana persampahan di
setiap desa/kelurahan;
Rencana penempatan TPS Sampah melalui container natau transfer
dipo
diarahkan di blok A.1 Kelurahan Bojongherang, blok A.2
Kelurahan Pamoyanan, blok A,3 Kelurahan Sayang, dan blok A.5
Kelurahan Sawahgede;
Rencana TPSS permanen diarahkan di blok B.3 Desa Bojong, blok D.1
Kelurahan Bojongherang, blok D.3 Desa Mekarsari, blok C.1 Desa
Sukamaju, dan blok E.1 Desa Rancagoong;
Melakukan kerjasama pengelolaan sampah dengan pihak ketiga
dengan prinsip saling menguntungkan;
Rencana pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud ayat (1)
tercantum dalam peta Lampiran XXII yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 6

Rencana Sistem Drainase


Pasal 65
(1) Rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (3)
huruf f, dilakukan melalui :
48

a. pemeliharaan saluran-saluran yang mengalami penyumbatan baik


oleh sampah maupun endapan sedimentasi dan sering terjadi
banjir di musim penghujan, seperti di persimpangan Jalan Ir. H.
Juanda dan Jalan Oto Iskandar Dinata II (Selakopi), Jalan Oto
Iskandar Dinata I, Perempatan Harimat, Jalan Rumah Sakit, Jalan
Aria Wiratanudatar (Muka), dan semua saluran tersier yang berada
di kawasan permukiman;
b. rehabilitasi saluran dilakukan dengan melakukan pelebaran
saluran seperti di Jalan Siti Bodedar, Jalan Rumah Sakit, Jalan
Abdullah Bin Nuh (depan BLK), dan pertigaan Jalan Barisan
Banteng - Jalan Arif Rahman Hakim (Pasarsuuk);
c. penambahan saluran baru terutama di sepanjang Jalan Pangeran
Hidayatulloh, Jalan Siliwangi (mulai pertigaan Jalan Aria
Cikondang sampai Cikaret), Jalan Perintis Kemerdekaan, dan di
sepanjang rencana jalan di seluruh kawasan perkotaan;
(2) Pembangunan saluran drainase dilakukan secara terpadu dengan
pembangunan jalan dengan memperhatikan kondisi kemiringan lahan
dan daerah tangkapan air (catchment area);
(3) Rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum
dalam peta Lampiran XXIII yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Paragraf 7
Rencana Jalur Evakuasi Bencana
Pasal 66
(1) Rencana pengembangan jalur evakuasi bencana
dimaksud Pasal 45 ayat (3) huruf g, meliputi:
a. rencana pengembangan jalur evakuasi;
b. rencana melting point (titik pertemuan).

sebagaimana

(2) Jalur evakuasi bencana harus dapat di akses dengan mudah sehingga
jalur evakuasi akan di arahkan pada jalan-jalan utama pembentuk
struktur ruang kawasan perkotaan yang meliputi Jalan Ir. H. Juanda,
Jalan Dr. Muwardi, Jalan Lingkar Timur, Jalan Lingkar Selatan,
Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis
Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin Nuh,
Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria
Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti Jenab, dan Jalan Suroso;
(3) Rencana melting point (titik pertemuan) untuk evakuasi bencana akan
di arahkan pada zona sarana umum seperti bangunan sekolah,
bangunan pemerintahan, bangunan serbaguna, lapangan olah raga,
gedung olahraga dan ruang terbuka hijau;
(4) Arahan melting point (titik pertemuan) harus dapat diakses dengan
mudah oleh seluruh kawasan atau blok;
49

(5) Rencana jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), tercantum dalam peta Lampiran XXIV yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 8
Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran
Pasal 67
(1) Rencana sistem pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud Pasal
45 ayat (3) huruf h, meliputi:
a. pengembangan pos pemadam kebakaran di arahkan di sub pusat
pelayanan kawasan yaitu di Desa Sirnagalih blok C.2;
b. rencana penempatan hidran kebakaran di arahkan pada kawasankawasan yang memiliki fungsi strategis dengan intensitas tinggi
seperti pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa, pusat
pelayanan umum dan perumahan;
c. penyadaran kepada masyarakat dalam menjaga bahaya kebakaran
serta upaya-upaya penanggulangan bahaya kebakaran.
(2) Setiap bangunan gedung dan lingkungan yang berpotensi
menimbulkan bahaya kebakaran wajib menyediakan sistem proteksi
bahaya kebakaran;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem proteksi bahaya kebakaran
sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dalam Peraturan Daerah
tersendiri;
(4) Rencana
pembangunan
sistem
penanggulangan
kebakaran
sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilihat dalam peta Lampiran
XXV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB V
BAGIAN WILAYAH PERENCANAAN
YANG DIPRIORITASKAN PENANGANANNYA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 68
(1) Bagian wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya
merupakan upaya perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke
dalam rencana penanganan bagian dari wilayah perencanaan yang
menjadi prioritas untuk ditangani;
(2) Bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya
berfungsi :

50

a. mengembangkan,
melestarikan,
melindungi,
memperbaiki,
mengkoordinasikan
keterpaduan
pembangunan,
dan/atau
melaksanakan revitalisasi di kawasan yang bersangkutan, yang
dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan bagian dari wilayah
perencanaan lainnya;
b. sebagai dasar penyusunan rencana yang lebih teknis, seperti RTBL
dan rencana teknis pembangunan yang lebih rinci lainnya; dan
c. sebagai pertimbangan dalam penyusunan indikasi program utama
RDTR.
(3) Bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya
ditetapkan berdasarkan:
a. tujuan penataan ruang wilayah perencanaan;
b. nilai penting di bagian dari wilayah perencanaan yang akan
ditetapkan;
c. kondisi ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan di bagian dari
wilayah perencanaan yang akan ditetapkan;
d. usulan dari sektor;
e. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah
perencanaan; dan
f. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Bagian Kedua
Bagian Wilayah Perencanaan Prioritas
Pasal 69
(1) Bagian wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya
adalah sub BWP A yang merupakan pusat utama Kawasan Perkotaan
Cianjur yang perlu penanganan khusus sehubungan dengan nilai
penting dari sudut kepentingan ekonomi, sosial budaya, dan daya
dukung lingkungan hidup;
(2) Sub BWP A sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi Kelurahan
Pamoyanan, sebagian Kelurahan Muka, sebagian Kelurahan
Bojongherang, sebagian Kelurahan Solokpandan, sebagian Kelurahan
Sawahgede, sebagian Kelurahan Sayang, dan sebagian Kelurahan
Nagrak, dengan batas-batasnya meliputi :
a. sebelah utara dibatasi oleh Jalan Dr. Muwardi;
b. sebelah barat dibatasi oleh Jalan Abdullah Bin Nuh;
c. sebalah selatan dibatasi oleh Jalan Gatot Mangkupraja/Jalan
Cageunang Gang Al Mubarokah;
d. sebelah timur dibatasi oleh Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan
Prof. Moch Yamin.
(3) Tema penanganan sub BWP A sebagaimana dimaksud ayat (1)
meliputi :
a. penataan/perbaikan/revitalasi lingkungan padat melalui Program
Penataan Lingkungan Berbasis Kawasan (P2LBK);
51

b. relokasi Pasar Induk Cianjur dan PKL sepanjang Jalan


Mangunsarkoro, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Suroso, Jalan
Moch Ali dan Pasar Bojongmeron ke Pasar Pasirhayam;
c. penataan lingkungan pusat pemerintahan (pendopo);
d. penataan/pembangunan lahan eks Pasar Induk Cianjur sebagai
Plasa kota;
e. penataan lapangan Prawatasari.
(4) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya sebagaiman dimaksud
ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran XXVI yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
BAB VI
KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Umum
(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Pasal 70
Dalam rangka mewujudkan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur
disusun rencana indikasi program yang merupakan acuan semua
pihak
baik pemerintah, masyarakat maupun swasta dalam
pemrograman investasi yang meliputi :
a. indikasi program utama;
b. indikasi sumber pendanaan;
c. indikasi pelaksana kegiatan;
d. waktu pelaksanaan.
Indikasi program utama sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf a
meliputi :
a. indikasi program perwujudan struktur tata ruang kawasan;
b. indikasi program perwujudan pola ruang kawasan;
c. indikasi program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan
pengembangannya;
d. indikasi program pengendalian.
Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas dana pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah daerah, swasta dan masyarakat;
Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, terdiri atas pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
daerah, dan/atau masyarakat;
Waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
ditetapkan dalam jangka 20 (dua puluh) tahun yang terbagi atas 4
(empat) tahapan meliputi :
a. tahap pertama, pada periode tahun 2013 - 2017, diprioritaskan
pada peningkatan fungsi dan pengembangan;
52

b. tahap kedua, pada periode tahun 2018 - 2022, diprioritaskan pada


peningkatan fungsi dan pengembangan;
c. tahap ketiga, pada periode tahun 2023 - 2027, diprioritaskan pada
pengembangan dan pemantapan;
d. tahap keempat, pada periode tahun 2028 - 2033, diprioritaskan
pada pemantapan.
(6) Rencana indikasi program sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum
dalam tabel Lampiran XXVII yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Bagian Kedua
Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Tata Ruang Kawasan
Pasal 71
(1) Indikasi program perwujudan struktur ruang kawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) huruf a terdiri atas:
a. tahap perencanaan;
b. tahap pembangunan.
(2) Program perwujudan struktur ruang kawasan tahap perencanaan
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, meliputi :
a. penyusunan RTBL sub BWP;
b. penyusunan rencana revitalisasi kawasan pusat kota;
c. penyusunan DED rencana jalan;
d. penyusunan DED sport center;
e. penyusunan DED zona industri.
(3) Program perwujudan struktur ruang kawasan tahap pembangunan
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi :
a. pembangunan prasarana dasar;
b. pembangunan dan peningkatan sarana sosial ekonomi;
(4) Pembangunan prasarana dasar sebagaimana dimaksud ayat (3)
huruf a terdiri atas :
a. pembangunan prasarana jalan :
1) pembangunan dan peningkatan fungsi jalan kolektor primer;
2) pembangunan dan peningkatan fungsi jalan lokal primer;
3) pembangunan dan peningkatan fungsi jalan lingkungan;
b. pembangunan prasarana irigasi :
1) pemeliharaan jaringan irigasi;
2) pembangunan talud pengaman sungai;
3) pengerukan aliran sungai;
c. pembangunan prasarana kelistrikan :
1) pembangunan gardu listrik;
2) pengembangan jaringan listrik ke kawasan pengembangan baru;
53

d. pembangunan prasarana telekomunikasi :


1) pembangunan menara BTS bersama;
2) meningkatkan jangkauan jaringan telekomunikasi;
e. pembangunan pusat-pusat pelayanan :
1) pengembangan pusat-puast perdagangan dan jasa di pusatpusat pengembangan;
2) peningkatan pusat perdagangan dan jasa di pusat-pusat
pengembangan;
3) pengembangan sarana pendukung pertanian.
f.

pembangunan dan peningkatan sarana sosial ekonomi :


1) sarana pendidikan :
a) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan pra
sekolah di pusat-pusat permukiman;
b) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan dasar
di pusat-pusat permukiman;
c) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan
menengah pertama;
d) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan
menengah atas;
e) pengembangan sarana pendidikan tinggi.
2) sarana kesehatan :
a) peningkatan sarana RSUD;
b) peningkatan pelayanan Puskesmas;
c) pembangunan sarana kesehatan skala lokal berupa balai
pengobatan, apotik, praktek bidan dan praktek dokter.
3) fasilitas perekonomian :
a) peningkatan fasilitas perekonomian di pusat pengembangan;
b) pembangunan fasilitas perekonomian perbankan dan
lembaga keuangan lainnya.
g. pembangunan utilitas :
1) pembangunan instalasi jaringan air minum yang meliputi
jaringan induk, jaringan sekunder, jaringan tersier dan fasilitas
Water Treatment Plan (WTP);
2) pembangunan pengolahan air kotor berupa instalasi air kotor
domestic komunal;
3) penyediaan sarana TPS Sampah;
4) pembangunan gardu induk listrik pembagi tegangan;
5) pembangunan jaringan kabel listrik sekunder dan tersier.

54

Bagian Ketiga
Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang Kawasan
Pasal 72
(1) Indikasi program perwujudan pola ruang kawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) huruf b terdiri atas :
a. tahap perencanaan;
b. tahap pembangunan.
(2) Program perwujudan pola ruang kawasan tahap perencanaan
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi :
a. perencanaan RTBL kawasan pengembangan baru;
b. penyusunan AMDAL dan/atau UKL/UPL kawasan pengembangan
baru.
(3) Program perwujudan pola ruang kawasan tahap pembangunan
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi :
a. pengembangan zona resapan air;
b. penataan zona sempadan sungai dan sempadan irigasi;
c. pengembangan dan penataan hutan kota, taman kota, taman
kecamatan, taman desa, dan taman lingkungan serta taman
perumahan;
d. pengembangan RTH jalur hijau;
e. penataan pemakaman sebagai RTH;
f. penataan dan pengembangan lapangan olah raga sebagai RTH;
g. pembenahan bangunan-bangunan di area yang ditetapkan sebagai
RTH;
h. pengembangan kawasan perumahan;
i. pembangunan utilitas, prasarana, dan sarana kawasan perumahan;
j. pengembangan dan penataan pasar tradisional;
k. pengembangan dan pembangunan pusat perbelanjaan;
l. pembangunan pergudangan;
m. pembangunan tempat relokasi PKL;
n. revitalisasi eks tambang.
Bagian Keempat
Indikasi Program Pengembangan Sub BWP
Yang Diprioritaskan Pengembangannya
Pasal 73
(1) Indikasi
program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan
pengembangannya sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (2) huruf c
meliputi :
a. tahap perencanaan;
b. tahap pembangunan.
55

(2) Program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya


tahap
perencanaan
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a
meliputi :
a. penyusunan RTBL sub BWP prioritas;
b. penyusunan DED, yang mencakup :
1) penataan lingkungan kumuh;
2) penataan pusat pemerintahan;
3) penataan eks Pasar Induk;
4) penataan Lapangan Prawatasari.
(3) Program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya
tahap
pembangunan
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b
meliputi :
a. penataan kawasan kumuh;
b. relokasi Pasar Induk Cianjur;
c. penataan lingkungan Pendopo;
d. penataan Lapangan Prawatasari;
Bagian Kelima
Indikasi Program Pengendalian
Pasal 74
Indikasi program pengendalian sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat (2)
huruf d meliputi :
a. penyusunan mekanisme insentif dan disinsentif pemanfaatan ruang;
b. penyusunan mekanisme perizinan;
c. penyusunan mekanisme pelaporan.
d. pengaturan manajemen transportasi, yang meliputi :
1) penyediaan rambu-rambu pelengkap jalan;
2) pengaturan arus lalu lintas;
3) pengaturan perparkiran;
4) penyediaan dan pengaturan rute, jenis moda dan jumlah armada
angkutan umum;
5) penetapan lokasi pangkalan dan shelter pemberhentian angkutan
umum.
e. Pengaturan manajemen utilitas kota, yang meliputi :
1) pengaturan pengelolaan air minum :
a) pengontrolan
pemakaian
air minum dan kebocoran pipa
melalui sistem komputerisasi pemantauan geografis (Geographical
Monitoring System);
b) pembentukan organisasi
pengelolaan air minum kawasan
berbasis masyarakat.
56

2) pengaturan pengelolaan air kotor :


a) optimalisasi IPLT Babakankaret;
b) pembentukan organisasi pengelolaan air kotor berbasis
masyarakat;
3) pengaturan pengelolaan persampahan :
a) penetapan sistem pengoperasian pengambilan sampah;
b) pembentukan organisasi pengelolaan persampahan tingkat
komunitas.
4) optimalisasi armada pemadam kebakaran :
a) penyediaan sarana dan prasarana pemadam kebakaran;
b) peningkatan sumber daya manusia pemadam kebakaran.
BAB VII
PERATURAN ZONASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 75
(1) Zona pemanfaatan ruang merupakan karakteristik pemanfaatan
ruang yang terbagi ke dalam klasifikasi zona yang diperinci ke dalam
zona utama dan sub zona untuk setiap jenis pemanfaatan ruang;
(2) Peraturan zonasi sesuai rencana rinci tata ruang sebagaimana
dimaksud ayat (1) meliputi :
a. ketentuan peraturan zonasi untuk zona lindung;
b. ketentuan peraturan zonasi untuk zona budidaya;
c. ketentuan peraturan zonasi jaringan prasarana.
(3) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud ayat (2) memuat tentang :
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;
c. ketentuan tata bangunan;
d. ketentuan sarana dan prasarana minimal;
e. ketentuan pelaksanaan;
f. ketentuan pengaturan zonasi.
(4) Ketentuan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud ayat (1)
tercantum dalam table Lampiran XXVIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

57

Bagian Kedua
Daftar Kegiatan
Pasal 76
(1) Daftar kegiatan adalah rincian kegiatan yang ada, mungkin ada, atau
kegiatan yang mempunyai prospektif untuk dikembangkan dalam
suatu zona yang ditetapkan dan direncanakan;
(2) Daftar kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam
table Lampiran XXIX yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah
ini.
Bagian Ketiga
Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan
Pasal 77
(1) Ketentuan kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk mengatur
suatu kegiatan yang diizinkan atau I, diizinkan terbatas atau T,
diizinkan bersyarat atau B, dan tidak diizinkan atau X;
(2) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud
ayat (1) meliputi :
a. zonal lindung;
b. zona budidaya.
(3) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud
ayat (1) tercantum dalam tabel Lampiran XXX yang tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Keempat
Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang
Pasal 78
(1) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang merupakan ketentuan
mengenai besaran pembangunan yang diperbolehkan dalam suatu
zona berdasarkan :
a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum;
b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum;
c. Ketinggian Bangunan maksimum;
d. Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum; dan
e. Koefisien Tapak Basement (KTB) maksimum.
(2) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana ayat (1)
mencakup :
a. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang zona lindung;
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang zona budidaya.
(3) Ketentuan intesitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud ayat
(1) dan (2) tercantum dalam tabel Lampiran XXXI yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
58

Bagian Kelima
Ketentuan Tata Bangunan
Pasal 79
(1) Ketentuan tata bangunan adalah pengaturan mengenai bentuk,
besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu persil/tapak
yang dikuasai;
(2) Bentuk, besaran dan peletakan bangunan sebagaimana dimaksud
ayat (1) mencakup arahan :
a. GSB) dan GSP;
b. tinggi bangunan; dan
c. jarak antar bangunan.
(3) GSB) dan GSP sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a meliputi :
a. berdasarkan fungsi jalan maka GSB dan GSP diatur sebagai
berikut :
1) garis sempadan muka bangunan dan sempadan samping
bangunan yang menghadap jalan ditetapkan 1/2 + 1 (setengah
ditambah satu) dari lebar ruang milik jalan (RUMIJA) atau 1/4
(satu per empat) dari daerah pengawasan jalan (RUWASJA);
2) garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 1,5 (satu
koma lima) meter dari dinding bangunan;
3) garis sempadan belakang rumah berjarak minimal 2 (dua) meter
dari dinding.
b. berdasarkan rencana peningkatan jaringan pergerakan
maka
penetapan GSB dan GSP meliputi :
1) jalan arteri primer, GSB : 25 (dua puluh lima) meter dan GSP : 15
(lima belas) meter yang meliputi ruas Jalan Raya Sukabumi,
Jalan Lingkar Timur, rencana Jalan Lingkar Selatan, dan Jalan
Raya Bandung;
2) jalan arteri sekunder, GSB : 15,5 (lima belas koma lima) meter
dan GSP : 11,5 (sebelas koma lima) meter untuk ruas Jalan Dr.
Muwardi, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin,
Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan
Abdullah Bin Nuh, dan rencana jalan tembus antara Jalan
Lingkar Timur dan jalan tembus Lingkar Utara serta Lingkar
Barat;
3) jalan kolektor primer, GSB : 12 (dua belas) meter dan GSP : 8
(delapan) meter yang meliputi ruas Jalan Aria Wiratanudatar,
Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria Cikondang, Jalan Siliwangi,
Jalan Siti Jenab, Jalan Suroso, dan Jalan Ir. H. Juanda;
4) jalan lokal, GSB : 10 (sepuluh) meter dan GSP : 4 (empat) meter
yang meliputi seluruh ruas jalan yang tidak termasuk dalam
katagori jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, dan jalan
kolektor primer;
59

5) jalan lingkungan, GSB : 4 (empat) meter dan GSP : 3 (tiga) meter


yang meliputi seluruh jaringan jalan lingkungan;
(4) Tinggi bangunan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b yaitu
ketinggian minimum 4 (empat) meter dan ketinggian maksimum 40
(empat puluh) meter;
(5) Jarak antar bangunan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c
meliputi :
a. bagian atau unsur bangunan yang terletak di depan GSB yang
masih diperbolehkan adalah :
1) detail atau unsur bangunan akibat keragaman rancangan
arsitektur dan tidak digunakan sebagai ruang kegiatan;
2) detail unsur bangunan akibat rencana perhitungan struktur dan
atau instalasi bangunan;
3) unsur bangunan yang diperlukan sebagai sarana sirkulasi.
b. ruang terbuka di antara daerah milik jalan (DMJ) dan GSB harus
digunakan sebagai unsur penghijauan dan/atau daerah peresapan
air hujan serta untuk kepentingan umum lainnya;
c. bangunan dengan tipe bangunan renggang atau tidak padat, sisi
bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak
dibangun pada kedua sisi samping kiri, kanan, atau bagian
belakang yang berbatasan dengan pekarangan;
d. jarak antara massa atau blok bangunan 1 (satu) lantai yang satu
dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling
minimum 3,5 (tiga koma lima) meter;
e. jarak antara masa atau blok bangunan 2 (dua) lantai yang satu
dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling
minimum 4,5 (empat koma lima) meter;
f. jarak antara masa atau blok bangunan 3 (tiga) lantai yang satu
dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling
minimum 5 (lima) meter;
g. setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 (nol koma lima)
meter.
Bagian Keenam
Ketentuan Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar Minimum
Pasal 80
(1) Ketentuan prasarana dan sarana minimum sebagai kelengkapan
dasar fisik lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang
nyaman dengan menyediakan prasarana dan sarana yang sesuai
untuk mendukung berfungsinya zona secara optimal;

60

(2) Prasarana
dasar minimum yang
wajib (W) pada setiap zona
peruntukan meliputi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan
persampahan, jaringan pengolahan limbah, jaringan listrik, jaringan
telekomunikasi,
jaringan persampahan, jaringan pemadam
kebakaran, ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau serta
sarana pelayanan umum seperti sarana peribadatan dan pos
keamanan;
(3) Ketentuan penyediaan prasarana dan sarana minimum untuk setiap
zona peruntukan sebagaimana dimaksud pada Pasal (1) tercantum
dalam tabel Lampiran XXXII yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Bagian Ketujuh
Ketentuan Variansi Pemanfaatan Ruang
Pasal 81
(1) Jenis variansi pemanfaatan ruang yang diperkenankan mencakup :
a. suatu kegiatan yang telah ada tidak bisa dimasukan dalam blok
zoning tertentu karena keterbatasan luasan lahan atau persil;
b. pemohon memiliki alasan khusus berkaitan dengan keadaan
kegiatan yang sudah ada sebelum peraturan zoning ditetapkan;
c. perubahan tersebut tidak merubah karakter lingkungan;
d. perubahan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan dan
perundangan yang lebih tinggi.
(2) Hal-hal yang diperkenankan dalam variansi pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi :
a. pembangunan perumahan swadaya di zona pertanian;
b. pembangunan perumahan di zona perdagangan dan jasa;
c. pembangunan kantor pemerintahan dan swasta di zona campuran;
d. pembangunan kegiatan komersil di jalan utama.
Bagian Kedelapan
Ketentuan Insentif dan Disintensif
Pasal 82
(1) Insentif diberikan kepada orang atau badan yang akan melakukan
pemanfaatan ruang dengan kriteria :
a. menyediakan lahan terbuka hijau yang melebihi dari batasan
minimal yang dipersyaratkan;
b. menyerahkan lahan dan atau bangunan untuk kepentingan umum
di luar kewajiban yang telah ditentukan;
c. menyediakan prasarana lingkungan untuk kepentingan umum di
luar kewajiban yang telah ditentukan;
d. kegiatan pembangunan yang dimohon mendorong percepatan
perkembangan wilayah.
61

(2) Pemberian Insentif ditetapkan dengan Keputusan Bupati;


(3) Bentuk insentif dapat berupa:
a. keringanan retribusi;
b. pemberian kompensasi besaran KDB dan KLB;
c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur pendukung;
d. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
e. pemberian penghargaan kepada masyarakat dan swasta.
(4) Khusus pemberian insentif kompensasi besaran KDB dan KLB
ditetapkan Bupati setelah melalui kajian teknis dari BKPRD.
Pasal 83
(1) Disinsentif diberikan kepada orang atau badan yang akan melakukan
pemanfaatan ruang dengan kriteria :
a. membangun tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang;
b. pembangunan yang dilakukan memberikan dampak negatif bagi
perkembangan kawasan perkotaan.
(2) Pemberian disinsentif ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
(3) Bentuk disinsentif dapat berupa :
a. pembatasan penyediaan infrastruktur pendukung;
b. pengenaan kompensasi berupa penyediaan pencadangan lahan
(land banking system) dan/atau pembangunan prasarana kota;
c. pengenaan sanksi atau denda.
(4) Tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Bupati.
Bagian Kesembilan
Ketentuan Perubahan Peraturan Zonasi
Pasal 84
(1) Syarat umum ketentuan perubahan peraturan zonasi meliputi :
a. perubahan harus dilakukan untuk mengutamakan kepentingan
umum yang lebih luas;
b. perubahan harus dilakukan karena adanya perubahan peraturan
perundangan yang lebih tinggi dalam hirarkinya;
(2) Syarat khusus ketentuan perubahan peraturan zonasi, meliputi:
a. perubahan harus mencerminkan pertumbuhan ekonomi dan
merupakan antisipasi pertumbuhan kegiatan ekonomi yang cepat;
b. perubahan tidak akan mengurangi kualitas lingkungan;
c. perubahan tidak akan mengganggu ketertiban dan keamanan;
d. perubahan tidak akan menimbulkan dampak yang mempengaruhi
derajat kesehatan;
62

e. perubahan berazaskan keterbukaan, persamaan, keadilan,


perlindungan hukum, mengutamakan kepentingan masyarakat
golongan ekonomi lemah;
f. hanya perubahan-perubahan yang tidak prinsipil saja yang dapat
ditoleransi.
g. perubahan peraturan zona hanya dilakukan untuk alasan :
1) terdapat kesalahan peta dan informasi;
2) peraturan yang ditetapkan berpotensi dapat menimbulkan
kerugian skala besar;
3) peraturan zonasi yang ditetapkan dapat menyebabkan kerugian
pada masyarakat;
h. perubahan peraturan zonasi yang dilakukan dapat memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat;
(3) Obyek perubahan peraturan zonasi meliputi :
a. bagian-bagian tertentu dari peta zonasi ;
b. peta zonasi secara keseluruhan;
c. bagian-bagian tertentu dari peraturan zonasi ;
d. peraturan zonasi secara keseluruhan.
(4) Prakarsa perubahan peraturan zonasi meliputi:
a. masyarakat yang terdiri dari kelompok masyarakat termasuk
perorangan maupun badan hukum;
b. Pemerintah Daerah;
c. DPRD.
Bagian Kesepuluh
Ketentuan Perubahan Pemanfaatan Ruang
Pasal 85
(1) Prinsip umum dalam perubahan pemanfaatan ruang meliputi :
a. perubahan penggunaan lahan di kawasan lindung harus
memperhatikan kondisi fisik dan pemanfaatan ruang yang ada, dan
diusahakan seminimal mungkin tidak mengganggu fungsi lindung;
b. pada prinsipnya kawasan awal diupayakan tetap dipertahankan,
dan hanya dapat diubah ke fungsi budidaya lainnya berdasarkan
peraturan zonasi tiap zona yang bersangkutan.
(2) Permohonan perubahan penggunaan lahan dapat diizinkan bila
memenuhi dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemakmuran masyarakat; tidak merugikan masyarakat khususnya
golongan ekonomi lemah; tidak membawa kerugian pada Pemerintah
Daerah di masa kini dan masa mendatang; mendorong pertumbuhan
kegiatan ekonomi perkotaan; memperhatikan kelestarian lingkungan;
tetap sesuai dengan penggunaan lahan di blok peruntukan
sekitarnya, dan tidak hanya menguntungkan satu pihak;
63

(3) Dasar pertimbangan perubahan penggunaan lahan, antara lain:


a. ketidaksesuaian antara pertimbangan yang mendasari arahan
rencana dengan pertimbangan pelaku pasar;
b. berdasarkan
pemikiran
bahwa
tidak
semua
perubahan
pemanfaatan lahan akan berdampak negatif bagi masyarakat;
c. kecenderungan
menggampangkan
persoalan
dengan
cara
mengesahkan/melegalkan perubahan pemanfaatan lahan yang
menyimpang dari rencana kota pada evaluasi rencana.
(4) Jenis perubahan pemanfaatan ruang, meliputi :
a. perubahan sementara;
b. perubahan tetap;
c. perubahan kecil;
d. perubahan besar;
(5) Prakarsa perubahan pemanfaatan ruang dapat dilakukan oleh :
a. masyarakat yang terdiri dari kelompok masyarakat termasuk
perorangan, badan hukum, maupun badan usaha;
b. Pemerintah Daerah;
c. DPRD.
Bagian Kesebelas
Penilaian dan Penetapan Dampak Pembangunan
Pasal 86
(1) Jenis dampak meliputi :
a. dampak lingkungan;
b. dampak lalu lintas;
c. dampak ekonomi;
d. dampak sosial.
(2) Prosedur penilaian, penanganan dan pengenaan biaya dampak:
a. masyarakat
memantau,
melaporkan
pada
instansi
yang
berwenangan dalam penataan ruang atau pemerintah sendiri
melakukan pemantauan kegiatan-kegiatan pemanfaatan ruang
yang menimbulkan dampak;
b. pemerintah daerah membentuk tim penilai untuk melakukan
evaluasi dan penilaian dampak serta penetapan dampak yang
terjadi oleh pemanfaatan ruang tertentu;
c. tim penilai yang dibentuk menetapkan kategori dampak yang
ditimbulkan yaitu dampak lingkungan, sosial, lalu lintas, dan
ekonomi;
d. tim penilai menetapkan besarnya biaya dampak dan subyek yang
harus menanggung biaya dampak tersebut.

64

(3) Perhitungan biaya dampak


a. didasarkan pada perhitungan biaya dan manfaat dari suatu
pembangunan atau pemanfaatan ruang;
b. dampak dan manfaat yang dihitung didasarkan pada kriteria
dampak yang terkait dan yang telah ditetapkan.
(4) Prosedur pelaksanaan pengenaan biaya dampak:
a. penanganan
dampak
dilaksanakan/diterapkan
pada
saat
permohonan
ijin
dilakukan,
selama
proses
pembangunan/pemanfaatan ruang, dan selama berjalannya
kegiatan pemanfaatan ruang;
b. pengenaan biaya dampak dikenakan selama berjalannya kegiatan
pemanfaan ruang.
BAB VIII
KETENTUAN PERIZINAN
Bagian Kesatu
Izin Pemanfaatan Ruang
Pasal 87
(1) Perizinan

adalah merupakan salah satu alat pengendalian


pemanfaatan ruang yang bertujuan agar pemanfaatan ruang sesuai
dengan rencana tata ruang;
(2) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perizinan
yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan
peraturan perundang undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan
pemanfaatan ruang;
(3) Jenis perizinan pemanfaatan ruang, meliputi :
a. Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang;
b. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah;
c. Izin Lokasi;
d. Izin Penetapan Lokasi;
e. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan
f. Izin lain yang terkait dengan pemanfaatan ruang.
(4) Penjabaran dari setiap butir sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur
lebih lanjut dalam peraturan tersendiri;
(5) Pada daerah yang menjadi kewenangan provinsi maka perizinan harus
mendapat rekomendasi dari Gubernur.

65

BAB IX
SANKSI DAN KETENTUAN PIDANA
Pasal 88
Sanksi diberikan kepada orang atau badan hukum yang melakukan
pelanggaran berupa :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan arahan RDTR;
b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi ;
c. pemanfaatan ruang tanpa izin;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RDTR;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang
diterbitkan berdasarkan RDTR;
f. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang
tidak benar;
g. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang
oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai
milik umum.
Pasal 89
Mekanisme pemberian sanksi kepada pelanggar sebagaimana dimaksud
Pasal 87, adalah :
a. pelaksanaan sanksi diawali dengan peringatan/teguran bagi yang
dalam pelaksanaan pembangunannya tidak sesuai dengan rencana tata
ruang yang terdapat dalam Peraturan Daerah;
b. pengenaan sanksi dilaksanakan setelah diberikan peringatan/teguran
sebanyak-banyaknya tiga kali dalam kurun waktu tiga bulan sejak
dikeluarkannya peringatan/teguran pertama.
Pasal 90
Bentuk sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 89, adalah :
a. sanksi administratif, dapat berupa tindakan pembatalan izin dan
pencabutan hak, yang dikenakan atas pelanggaran penataan ruang
yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan
ruang;
b. sanksi perdata, dapat berupa tindakan pengenaan denda atau
pengenaan ganti rugi, yang
dikenakan atas pelanggaran penataan
ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang, kelompok
orang atau badan hukum;
c. sanksi pidana, dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan, yang
dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat
terganggunya kepentingan umum.

66

Pasal 91
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 90 huruf a
dilakukan secara berjenjang dalam bentuk :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.
(2) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 89 huruf c, berupa
kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
pelanggaran;
(4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penerimaan
daerah dan disetorkan ke rekening Kas Daerah;
(5) Ketentuan pengenaan sanksi administratif ini diatur lebih lanjut oleh
Bupati.
BAB X
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 92
(1) PPNS tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang
khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana
di bidang tata ruang.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau
laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen
lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang tata ruang;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti
pembukuan, pencatatan dokumen-dokumen, serta melakukan
penyitaan terhadap barang bukti tersebut;

67

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melakukan tugas


penyidikan tindak pidana di bidang tata ruang;
g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan
atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa
sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang
tata ruang;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan
tindak pidana di bidang tata ruang menurut peraturan
perundangan yang berlaku.
(3) Penyidik
sebagaimana
dimaksud
ayat
(1)
memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya
kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XI
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 93
Dalam penataan ruang kawasan, setiap orang berhak untuk :
a. mengetahui rencana tata ruang kawasan daerah;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang
kawasan;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang kawasan;
d. mengajukan
keberatan
kepada
pejabat
berwenang
terhadap
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kawasan;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kawasan kepada pejabat
yang berwenang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang kawasan menimbulkan kerugian.
Pasal 94
Dalam pemanfaatan ruang kawasan, setiap orang berkewajiban untuk :
a. mentaati rencana tata ruang kawasan yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang kawasan
dari pejabat berwenang;
68

c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin


pemanfaatan ruang kawasan;
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
e. berperan serta dalam pembangunan sistem informasi tata ruang.
Pasal 95
Peranserta masyarakat dalam penataan ruang kawasan dapat dilakukan
melalui :
a. peranserta dalam penyusunan rencana tata ruang kawasan;
b. peranserta dalam pemanfaatan ruang; dan/atau
c. peranserta dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 96
(1) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam penyusunan rencana tata
ruang kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 95 huruf a dapat
berbentuk :
a. pemberian kejelasan hak atas ruang;
b. pemberian informasi, saran, pertimbangan, dan pendapat dalam
penyusunan rencana ruang kawasan;
c. pemberian tanggapan terhadap rencana tata ruang kawasan;
d. kerjasama dalam penelitian dan pengembangan tata ruang
kawasan;
e. bantuan tenaga ahli, dan/atau
f. bantuan pembiayaan.
(2) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam pemanfaatan ruang
kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 95 huruf b dapat berbentuk :
a. pemanfaatan ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan,
agama, adat istiadat yang berlaku;
b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan;
c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata
ruang kawasan;
d. konsolidasi pemanfaatan ruang untuk tercapainya pemanfaatan
ruang kawasan yang berkualitas;
e. perubahan/konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
tata ruang kawasan;
f. pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknis
dalam pemanfaatan ruang kawasan, dan/atau
g. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian
fungsi lingkungan kawasan.

69

(3) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan


ruang kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 95 huruf c dapat
berbentuk :
a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang kawasan;
b. pemberian informasi/laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang
kawasan;
c. bantuan pemikiran/pertimbangan dalam kegiatan pemanfaatan
ruang kawasan; dan/atau
d. peningkatan kualitas pemanfaatan ruang kawasan.
(4) Peran masyarakat dalam penataan ruang kawasan dapat disampaikan
secara langsung dan/atau tertulis;
(5) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 95 disampaikan
kepada Pemerintah Daerah.
Pasal 97
(1) Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah Daerah
dapat membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaran
penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan;
(2) Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 98
(1) RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur memiliki jangka waktu 20 (dua
puluh) tahun sejak ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan dapat
ditinjau 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun;
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial
wilayah yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RDTR ini dapat
ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun;
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud ayat (2) juga dilakukan
apabila terjadi perubahan RTRW
yang mempengaruhi wilayah
perencanaan RDTR atau terjadi dinamika internal kabupaten/kota
yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar antara lain
berkaitan dengan bencana alam skala besar, perkembangan ekonomi
yang signifikan, dan perubahan batas wilayah daerah.

70

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 99
(1) Jangka waktu RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur adalah 20 (dua
puluh) tahun berlaku semenjak tanggal diundangkannya Peraturan
Daerah ini;
(2) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan
dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian
pemanfaatan ruang;
(3) Pemanfaatan ruang yang sah menurut rencana tata ruang
sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk
penyesuaian.
Pasal 100
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Bupati
Cianjur
Nomor 22 Tahun 2007 tentang Perubahan Pertama Atas
Keputusan Bupati Cianjur Nomor 08 Tahun 2004 tentang RDTR Kota
Cianjur 2003 2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
Pasal 101
Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Kabupaten Cianjur.
Ditetapkan di
Pada Tanggal

: Cianjur
:

BUPATI CIANJUR

H. TJETJEP MUCHTAR SOLEH

71

PENJELASAN ATAS
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR
NOMOR :

TAHUN 2014

TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG
KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR
TAHUN 2013 - 2033

I.

Umum
Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, dijelaskan bahwa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
kabupaten/kota merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang
wilayah (RTRW) kabupaten/kota ke dalam rencana distribusi
pemanfaatan ruang dan bangunan serta bukan bangunan pada
kawasan perkotaan maupun kawasan fungsional kabupaten.
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan wadah spasial dari
pembangunan di bidang ekonomi dan pembangunan bidang sosial
budaya. Oleh karena itu, penataan ruang merupakan wadah dari
keterpaduan pembangunan di bidang ekonomi dan sosial budaya
tersebut, harus dilakukan secara serasi, selaras, dan seimbang serta
berkelanjutan.
Pemanfaatan ruang secara serasi, selaras, dan seimbang adalah
kegiatan dalam penataan ruang yang harus dapat menjamin
terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam pola
pemanfaatan
ruang.
Sedangkan
pemanfaatan
ruang
yang
berkelanjutan, adalah kegiatan dalam penataan ruang harus dapat
menjamin kelestarian dan kemampuan daya dukung sumber daya
alam yang dimiliki.
Kawasan perkotaan Cianjur dalam rencana struktur ruang RTRW
Kabupaten Cianjur 2011 2013 ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan
Lokal (PKL) dan Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp),
yang
berfungsi sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Cianjur, pusat
kegiatan ekonomi dan sosial budaya, saat
ini telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan yang terjadi akan
berkonsekuensi terhadap aspek pemanfaatan ruang perkotaan yang
semakin intensif, sehingga diperlukan perangkat pengendalian
perkembangan perkotaan melalui penyusunan rencana rinci tata
ruang yaitu RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur.

Dalam mengakomodir seluruh aktivitas masyarakat di Kawasan


Perkotaan Cianjur tersebut, telah diwadahi melalui Peraturan Bupati
Cianjur Nomor 22 Tahun 2007 tentang Perubahan Pertama Atas
Keputusan Bupati Cianjur Nomor 08 Tahun 2008 tentang RDTR Kota
Cianjur Tahun 2003 2013.
Seiring dengan dinamika perkembangan yang terjadi, serta
dikeluarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007,
dan diterbitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17
Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Cianjur 2011 2031, maka
peraturan penataan ruang dan kebijakan penataan ruang di Kawasan
Perkotaan Cianjur perlu dilakukan revisi dan evaluasi serta perlu
ditetapkan dalam peraturan yang baru.
Sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Pedoman Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi
Kabupaten/Kota, maka dalam penyusunan Rencana Detail Tata
Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur substansinya dilengkapi dengan
Peraturan Zonasi sebagai salah satu dasar dalam pengendalian
pemanfaatan ruang, dan sekaligus menjadi dasar penyusunan
rencana tata bangunan dan lingkungan bagi zona-zona yang
diprioritaskan penanganannya.
II. Pasal demi pasal
Pasal 1
Istilah-istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan untuk
memberikan kesamaan pengertian.
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Penentuan wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur
di dasarkan kepada :
a. Deliniasi Kawasan Perkotaan Cianjur lampiran peta Pola Rauang
RTRW Kabupaten Cianjur Tahun 2011 2031;
b. Perda Kabupaten Cianjur Nomor 13 Tahun 1999 tentang
Penetapan Batas Wilayah Kota di Kabupaten Cianjur Daerah
Tingkat II Cianjur;
c. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2008 tentang
Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan.

Berdasarkan analisis terhadap factor-faktor fisik, sosial dan


ekonomi; maka wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Cianjur
meliputi administratif 3 (tiga) kecamatan, dan 21 (dua puluh satu)
desa, yaitu di Kecamatan Cianjur sebanyak 11 (sebelas) desa, di
Kecamatan Karangtengah 8 (delapan) desa, dan Kecamatan Cilaku 2
(dua) desa.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Batas-batas Sub BWP ditentukan berdasarkan batasan fisik yang
mudah dikenali, baik berupa jalan (baik jalan yang sudah ada
maupun jalan yang direncanakan), sungai/saluran irigasi, ataupun
batas administrasi desa/kelurahan yang sudah ada.
Pasal 7
Ayat (1)
Pembagian Sub BWP
ke dalam blok didasarkan kepada
pertimbangan kesamaan fungsi atau pemanfaatan yang specifik dari
masing-masing blok juga didasarkan kepada batas-batas fisik yang
mudah dikenali dilapangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Rencana pola ruang adalah arahan pemanfaatan ruang, baik untuk
pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budidaya. Pola ruang
kawasan perkotaan Cianjur dikembangkan dengan sepenuhnya
memperhatikan pola ruang wilayah yang ditetapkan dalam RTRW
Kabupaten Cianjur.
Pasal 11
Rencana zona lindung ditujukan untuk menjaga keberlanjutan
pembangunan wilayah dengan mempertimbangkan daya dukung
dan daya tampung lingkungan, dengan berpegang pada kenyataan
bahwa dalam pembangunan telah menimbulkan masalah
lingkungan, seperti bencana dan berkurangnya ketersediaan air
baku, serta tingginya alih fungsi lahan berfungsi lindung untuk
kegiatan budidaya.

Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
RTH akan terbagi menjadi RTH publik dan RTH privat. Yang
dimaksud RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh
Pemerintah Daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat
secara umum seperti RTH hutan kota, RTH taman kota, RTH jalur
hijau, dan RTH pemakaman.
Yang dimaksud dengan RTH privat adalah RTH milik institusi
tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk
kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman
rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
RTH memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi
tambahan yaitu fungsi arsitektural, sosial dan ekonomi.
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Zona rawan bencana adalah suatu zona/kawasan atau wilayah yang
memiliki ancaman atau gangguan baik yang disebabkan oleh faktor
alam, faktor non alam dan faktor sosial yang mana semua itu
mengakibatkan korban jiwa,kerusakan lingkungan,kehilangan harta
benda serta dampak psikologis.
Dalam UU No 26 Tahun 2010 tentang Penataan Ruang, kawasan
rawan bencana termasuk dalam kawasan lindung. Sesuai dengan
definisinya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
daya alam dan sum sumberdaya buatan. Sehingga pada kawasan
rawan bencana dilakukan pembatasan kegiatan atau tidak boleh
dilakukan kegiatan budidaya.

Dalam UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,


pengertian kawasan rawan bencana diambil dari definisi rawan
bencana pada UU tersebut yakni wilayah yang untuk jangka waktu
tertentu tidak mampu mengurangi dampak buruk dari suatu
bahaya (geologis, hidrologis, biologis, klimatologis, geografis, sosial,
budaya, politik, ekonomi dan teknologi). Definisi ini sangat luas
sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan rawan bencana adalah
wilayah yang rentan terhadap perubahan yang merusak
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern, yang dimaksud dengan :
a. Pusat perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari
satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertical
maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku
usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan
perdagangan barang;
b. Toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan sendiri,
menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk
Minimarket, Supermarket, Departemen Store, Hypermart ataupun
grosir yang berbentuk perkulakan;
c. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah, pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik
Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama
dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan
tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, modal kecil,
menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha
skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang
dagangan melalui tawar menawar;
d. Rumah toko (ruko) adalah sebutan bagi bangunan-bangunan di
Indonesia yang umumnya bangunan bertingkat dua hingga lima
lantai, dimana lantai bawahnya digunakan sebagai tempat
berusaha ataupun semacam kantor, sementara lantai atas
dimanfaatkan sebagai tempat tinggal.
Ruko biasanta berpenampilan sederhana dan sering dibangun
bersama ruko-ruko lainnya yang mempunyai desain yang sama
atau mirip sebagai suatu kompleks.

Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Pembangunan dan peningkatan kualitas sarana pendidikan adalah:
a. Setiap 1 (satu) bangunan Sekolah Dasar (SD) sekurangkurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang kelas,
ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang
guru, tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang
sirkulasi dan tempat bermain/berolahraga
b. Setiap 1 (satu) bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
sekurang-kurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang
kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang
pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat peribadah,
ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan,
jamban, gudang, Ruang sirkulasi, Tempat bermain /berolahraga
c. Setiap
1 (satu) Bangunan Sekolah Menengah Atas
(SMA)
sekurang-kurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang
kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, laboratorium
fisika, , laboratorium Kimia ruang pimpinan, ruang guru, ruang
tata usaha, tempat peribadah, ruang konseling, ruang UKS,
ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, Ruang sirkulasi,
Tempat bermain /berolahraga
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang
Jalan, karakteristik masing-masing fungsi jalan adalah :
a. Jalan kolektor primer :
1) jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan
kolektor primer luar kota;
2) jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer
atau jalan arteri primer;
3) jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 40 km/jam;
4) lebar jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 meter;
5) jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi, dan
jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih
pendek dari 400 meter;
6) kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat di izinkan
melalui jalan ini;
7) persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan
pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintas;

8) jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau


lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;
9) lokasi parkir pada jalan sangat dibatasi dan seharusnya
tidak di izinkan pada jam sibuk;
10) harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti
rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintad dan lampu
penerangan jalan;;
11) besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih
rendah dari jalan arteri primer;
12) dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan
untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.
b. Jalan lokal :
1) jalan lokal adalah jalan melalui atau menuju kawasan
primer atau jalan primer lainnya;
2) jalan lokal dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 20 km/jam;
3) Kendaraan angkutan barang dan bus dapat di izinkan
melalui jalan ini;
4) Lebar badan jalan lokal tidak kurang dari 6 meter;
c. Jalan lingkungan :
1) jalan lingkungan di desain berdasarkan kecepatan rata-rata
paling rendah 10 km/jam;
2) kendaraan angkutan berat dan bus tidak di izinkan melalui
jalan ini;
3) besarnya lalu lintas yang melewati jalan ini paling rendah
dibandingkan dengan fungsi jalan lainnya.
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan
memuat dan menurunkan orang atau barang serta pengatur
kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum yang
merupakan satu wujud simpul jaringan transportasi.
Terminal type C berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan perdesaan.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas

Pasal 52
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No.
272/HK.105/DRJD/96 :
a. Sistem parkir di luar badan jalan untuk umum adalah tempat
yang berupa gedung parkir atau taman parkir untuk umum yang
diusahakan sebagai kegiatan tersendiri, sedangkan fasilitas parkir
off street sebagai fasilitas penunjang adalah tempat yang berupa
gedung parkir atau taman parkir yang disediakan untuk
menunjang kegiatan pada bangunan utama.
b. Sistem parkir yang memanfaatkan jalan atau on street adalah
parkir yang memanfaatkan badan jalan. Penentuan sudut parkir
on street ditentukan oleh lebar jalan, volume lalu lintas pada jalan
yang bersangkutan; karakteristik kecepatan; dimensi kendaraan;
sifat peruntukan lahan disekitarnya dan peranan jalan yang
bersangkutan.
Pasal 53
Yang di maksud dengan :
a. Zebra cross merupakan marka berupa 2 garis utuh melintang jalur
lalu lintas dan/atau berupa rambu perintah yang menyatakan
tempat penyeberangan pejalan kaki;
b. Zona selamat sekolah (ZOSS) adalah tanda berupa warna tertentu
dibadan jalan yang menyatakan dilokasi tersebut terdapat fasilitas
pendidikan yang bertujuan untuk keselamatan anak sekolah;
c. Rambu lalu lintas adalah bagian dari pelengkap jalan yang dapat
berfungsi sebagai tanda untuk mengarahkan arus lalu lintas;
d. Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) suatu tanda yang berada
dipermukaan jalan atau diatas permukaan jalan yang meliputi
peralatan atau tanda yang berbentuk garis membujur, garis
melintang, garis serong serta lambang yang berfungsi untuk
mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan
lalu lintas;
e. Fasilitas penerangan jalan adalah bagian dari bangunan
perlengkapan jalan yang dapat diletakan atau dipasang di
kiri/kanan jalan dan/atau ditengah (dibagian median jalan) yang
digunakan untuk menerangi jalan yang diperlukan termasuk
persimpangan jalan, jalan layang, jembatan dan jalan dibawah
tanah.
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas

Pasal 56
Yang dimaksud dengan ruang pejalan kaki adalah jaringan jalan
pejalan kaki yang dapat mengakomodir kepentingan semua pejalan
kaki, termasuk pejalan kaki yang memiliki keterbatasan fisik
(disable) dan orang dengan keterbatasan kemampuan difable
(different ability) diantaranya para penyandang cacat, lanjut usia,
ibu hamil, ataupun anak-anak.
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Yang dimaksud :
a. Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan
perumahan, apartemen dan asrama;
b. Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari sisa
produksi industri, sisa medis rumah sakit, hotek, perkantoran,
dan perniagaan.
c. Septik tank biofil adalah septik tank yang dirancang khusus yang
dirancang untuk dipergunakan bukan hanya sebagai penampung
limbah saja namun diharapkan menjadi sistem pengolahan limbah
domestik yang membantu mengurangi bahkan meniadakan
pencemaran lingkungan terutama debit air dalam tanah.
Pasal 62
Proses pemilahan sampah organik dan non organik harus dilakukan
mulai dari tempat penghasil sampah seperti kawasan perumahan,
perdagangan dan jasa, maupun fasilitas pelayanan umum sampai
tempat pengolahan sampah mulai dari Depo TPS TPAS.
Incinerator (Medical Waste Incinerator) adalah mesin yang digunakan
untuk membakar sisa sampah dari limbah medis rumah sakit atau
pelayanan kesehatan seperti Puskesmas.
Mengingat didalam kawasan perumahan padat sangat sulit untuk
mendapatkan tanah, maka untuk menampung sampah sementara
dapat dipergunakan container atau transfer dipo sebelum dibuang ke
Tempat Pembuagnan Akhir Sampah (TPAS).

Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Untuk mengurangi dampak bencana alam yang ditimbulkan,
diperlukan mitigasi bencana. Mitigasi bencana merupakan satu
tahapan dalam menajemen kebencanaan. Dalam Undang-Undang
No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mitigasi
bencana merupakan upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Evakuasi bencana merupakan kegiatan perpindahan
secara
langsung dan cepat dari penduduk yang menjauh dari ancaman
atau kejadian yang sebenarnya dari bencana.menuju suatu tempat
(titik) yang dianggap aman.
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas

Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup Jjlas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas
Pasal 92
Cukup jelas
Pasal 93
Cukup jelas
Pasal 94
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas

Pasal 96
Cukup
Pasal 97
Cukup
Pasal 98
Cukup
Pasal 99
Cukup
Pasal 100
Cukup
Pasal 101
Cukup

jelas
jelas
jelas
jelas
jelas
jelas

Anda mungkin juga menyukai