Anda di halaman 1dari 17

2.

3 Unit dan Proses Pengolahan STP memuat skema, foto unit, deskripsi fungsi maisngmasing unit

3 Pengelolaan Air dan Limbah


4 34.551.820.663
5 33.031.716.543
5.3 Instalasi Pengolahan Air Limbah
Lippo Karawaci memiliki unit-unit instalasi sebagai berikut
3.2.1 Bar Screen
Barscreen berfungsi untuk menyisihkan sampah-sampah berukuran besar dari air
buangan. Sampah yang tertahan oleh barscreen akan dibersihkan oleh petugas secara
manual.

Gambar 3.2 Bar screen


3.2.2

Bak Pengumpul
Sebelum menuju tangki aerasi, air buangan yang telah melewati barscreen akan
dikumpulkan pada tangki pengumpul. Pada tangki ini terdapat pompa submergesible
yang akan memompakan air buangan ini apabila mencapai ketinggian tertentu menuju
tangki aerasi. Kapasitas pompa ini adalah 470 m3/jam. Pada bak pengumpul ini terdapat
tiga pompa dimana dua digunakan dan satu sebagai cadangan.

Gambar 3.3 Bak Pengumpul


3.2.3

Tangki Aerasi
Terdapat dua modul pada tangki aerasi ini dengan debit masing-masing 5500
m3/day. Namun yang digunakan saat ini hanya satu modul karena air buangan yang
perlu diolah mencukupi untuk diolah pada satu modul saja. Modul dua digunakan pada
saat-saat tertentu yakni apabila terjadi kondisi proses pengolahan suspended solid terlalu
cepat. Hal ini dapat diidentifikasi apabila volumenya lambat, kualitas lumpur dan
mikroorganisme tidak baik.
Fungsi dari kolam aerasi ini adalah untuk menambahkan oksigen O2 dengan
menggunakan aerator mekanis pada air limbah yang sudah dipompakan agar
mikroorganisme aeobik dapat tumbuh dan menguraikan zat-zat organik yang terdapat
dalam air limbah sehingga nilai BOD dan COD dalam air limbah dapat menurun.
Proses aerasi berlangsung dalam waktu yang telah diatur sebelumnya. Setiap 5
menit aerator menyala dan aerator akan mati selama 10 menit berikutnya. Pengaturan
waktu dilakukan berdasaran musim dan karakteristik dari BOD yang masuk dalam
instalasi. Pada musim hujan dan nilai BOD cukup tinggi, maka proses aerasi akan diset
untuk lebih lama menyala. Tujuan aerasi dihentikan adalah untuk memberikan waktu
kontak bakteri dengan pencemar organik yang ada pada air buangan.
Tangki aerasi ini didesain untuk 100 tahun. Proses yang berlangsung
menggunakan prinsip aerated sludge yakni lumpur dari clarifier akan dimasukkan
sebagian ke unit ini untuk mendukung proses pengolahan yang terjadi.

3.2.4

Gambar 3.4 Proses Aerasi


Gambar 3.5 Aerator
Clarifier
Setelah diolah di tangki aerasi, air buangan ini akan menuju clarifier. Fungsi ini
adalah menyisihkan lumpur hidup dan lumpur mati. Lumpur hidup akan mengendap ke
dasar tangki sedangkan lumpur yang mati akan dialirkan menuju sludge drying bed untuk
dikurangi kadar airnya karena lumpur mati ini sulit untuk terendap.
Proses resirkulasi lumpur dilakukan setiap saat dengan interval waktu yang tidak
menentu. Hal ini pun dpengaruhi kondisi cuaca. Umur lumpur rata-rata pada STP Lippo
Village adalah 3 bulan.
Tujuan pengurangan air pada lumpur ini adalah untuk mempermudah proses
pengolahan selanjutnya. Lumpur hidup ini selanjutnya akan menjadi lumpur matang
yang siap untuk masuk ke tangki aerasi untuk menambah kapasitas mikroorganisme
untuk menguraikan materi-materi organic dalam air buangan domestic. Minyak dan
lemak yang mengapung pada air buangan akan dimasukkan kembali ke kolam aerator
untuk diolah kembali.
Air hasil olahan dari unit clarifier akan dialirkan melewati pelimpah dan
didisenfeksi dengan klorin untuk selanjutnnya menuju penampungan air untuk dimanfaat
seperti kolam dan irigasi. Sedangkan air yang relatif telah bersih dialirkan ke outlet
melalui weir untuk pengolahan selanjutnya.

Gambar 3.6 Bak Sedimentasi


3.2.5

Desinfeksi
Sebelum menuju tempat penampungan air untuk selanjutnya dimanfaatkan, efluen
ditambahkan kaporit. Tidak ada dosis tertentu untuk desinfeksi ini karena sebenarnya
efluen hasil pegolahan sudah berda di bawah baku mutu yakni < 100. Pembubuhan ini
dilakukan pada aliran yang keluar dari pelimpah menuju saluran pembawa (menuju
kolam pemanfaatan/irigasi) dengan menggunakan sebuah tangki kecil.
Untuk proses desinfeksi penentuan klor ditentukan oleh dosing pump, namun saat itu
dosing pump sedang rusak. Sebenarnya untuk pengolahan air buangan domesik sendiri
tidak ada ketentuan keharusan penggunaan desinfeksi.

Gambar 3.7 Pembubuh Klorin


3.2.6

Sludge Drying Bed

Sludge drying bed berfungsi untuk mengurangi kadar air lumpur sehingga mempermudah
proses pembuangan. Pembuangan umumnya dilakukan tiga bulan sekali. Umur lumpur
dan pembentukan pembuangan lumpur ditentukan setelah dilakukan pengecekan terhadap
kualitas effluen yang telah terbentuk.
Gambar
3.8
Sludge
Drying
Bed

6
7
8

Pemanfaatan Air Hasil Pengolahan (Efluen)= untuk air danau, siram tanaman, dan pupuk
bagi ampasnya
Rencana Pengembangan untuk air minum
Aspek Sosial dan Ekonomi Jika ada
Membayar 30% dr konsumsi air minum

BAB IV
EVALUASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH
Setiap instalasi memiliki kekurangan dan kelebihan, pada instalasi pengolahan air limbah di
lippo karawaci tidak memiliki comminutor dan grit chamber dan instalasi ini termasuk instalasi
yang kecil. Hal ini disebabkan karena sumber limbah domestik berasal dari satu kawasan,
sehingga tidak diperlukan instalasi yang terlalu besar. Evaluasi IPAL adalah sebagai berikut :
4.1 Evaluasi Proses
Pengolahan limbah cair domestik rumah tangga, termasuk black water dari hunian sekitar 30 ribu
warga di kawasan Lippo Karawaci, Tangerang, menggunakan sistem pipa tertutup. Kawasan
tersebut meliputi perkantoran, sekolah, supermall, rumah sakit, hotel, perumahan, dan
apartemen. Proses pengolahan limbah cair di kawasan ini menggunakan sistem aerobic
treatment, yakni menggunakan bakteri dan oksigen untuk menguraikan bahan polutan yang
terdapat pada air limbah. Dengan sistem aerobic treatment yang diterapkan di kawasan ini, tidak
dihasilkan gas sebagai produk sampingan dan air hasil olahan lebih stabil dan dapat didaur ulang,

serta tidak berbau walaupun di tempat pengolahan limbah sekalipun. Sistem pipa tertutup
tersebut dibangun sejak tahun 1994, di atas tanah seluas 6.000 meter bersamaan dengan
dibangunnya hunian tahap pertama di kawasan Lippo Karawaci. Biaya pembangunannya
nilainya sekitar Rp 3 miliar, merupakan pinjaman dari World Bank dengan mesin produksi
Malaysia. Sistem pipa tertutup dianggap lebih ramah lingkungan karena bakteri fecal yang
terdapat dalam buangan manusia tidak mencemari tanah, apalagi di kawasan terbangun dengan
aktivitas dan penduduk padat. Proses pengolahan black water dan limbah domestik lainnya
tersebut setelah digelontorkan dari pipa-pipa tertier berdiamater 225 milimeter untuk ukuran
rumah hunian dan ukuran pipa skunder akan masuk pipa berdiameter 650 milimeter. Dari pipa
besar ini, maka ampas limbah (sampah) akan tersaring oleh bar screen. Dari situ air dipompa
naik (raw sewage pump) melalui pipa masuk ke bak aerator. Di dalam bak ini, air dicampur
bakteri dan oksigen, selanjutnya air limbah tersebut digelontorkan ke settling tank. Di bak
penampungan ini ada dua jenis yang dihasilkan yaitu air olahan berbentuk cair dan endapan
lumpur. Untuk lumpur dikembalikan ke bak benama sludge return. Sisa lumpur yang aktif masuk
ke bak sludge digester dan melalui proses di bak sludge drying bed kemudian diolah menjadi
pupuk tanaman. Adapun hasil cairan limbah langsung dari settling tank dialirkan melalui pipa ke
bak dan badan air yang sudah terlihat jernih. Pengolahan limbah cair di kawasan Lippo Karawaci
tersebut dikendalikan dengan mesin yang ditempatkan di sebuah ruang (control room panel).
Alat ini sudah disetel aktif selama 24 jam tanpa operator manusia dengan tenaga listrik
menggunakan genset.
4.2 Primary Treatment
1. Sistem pengolahan air limbah ini menggunakan sistem tertutup sehingga lebih ramah
lingkungan karena tidak terjadi pencemaran air tanah oleh bakteri dan polutan yang terdapat
dalam air buangan tersebut. Sistem ini juga memungkinkan bahwa yang mengalir di dalam
pipa hanya terdiri atas air buangan yang akan diolah. Namun pada kenyatannya masih
terdapat sampah yang terbawa di dalam aliran tersebut. Sampah tersebut diatasi dengan
penggunaan bar screen yang dapat menyaring atau menyisihkan sampah atau benda yang
berukuran lebih besar daripada lebar bukaannya, sedangkan untuk sampah atau benda yang
berukuran lebih kecil dari itu masih dapat lolos dan tetap terbawa dalam aliran influen.
2. Bar screen sudah cukup baik. Selain desain operasional, desain untuk perawatan cukup
agronomis dan aman bagi pekerja. Posisi bar screen berada di bawah tanah dan dikelilingi

dinding. Akses menuju bar screen juga mudah karena lokasinya dilengkapi tangga sehingga
memudahkan ketika proses pembersihan. Namun proses pembersihan masih dilakukan secara
manual sehingga diperlukan adanya pemeriksaan setiap saat untuk memastikan bar screen
tidak tersumbat. Hal lain yang perlu dievaluasi dari bar screen ini adalah masih adanya
beberapa sampah yang lolos dari penyaringan. Apalagi kondisi ini tidak didukung dengan
adanya comminutor sehingga sampah bisa terbawa hingga ke tangki aerasi. Tidak adanya
comminutor mengakibatkan proses penyisihan material padat menjadi kurang efektif.
Keberadaan sampah di tangki aerasi dapat meningkatkan beban pompa dan mengganggu
keberlangsungan proses aerasi. Untuk itu comminutor perlu disediakan atau jarak antar jeruji
pada bar screen diperpendek untuk meminimasi lolosnya material padat atau sampah ke unit
pengolahan selanjutnya.
3. Meskipun disebutkan bahwa IPAL ini merupakan IPAL sistem terbuka yang bebas dari bau,
namun diperlukan penanganan khusus terutama pada bak influen agar bau yang berasal dari
air limbah tidak menyebar ke mana-mana.
4. Sistem drainase dan sewerage di kawasan Lippo Karawaci ini secara keseluruhan merupakan
sistem terpisah, di mana air buangan diolah di instalasi pengolahan air limbah (IPAL),
sedangkan air hujan dialirkan langsung ke badan air melalui saluran. Akan tetapi pada musim
hujan debit yang mengalir ke IPAL tersebut mengalami peningkatan yang cukup besar
dikarenakan masih adanya rumah-rumah di kawasan tersebut yang mengalirkan air hujan ke
dalam saluran air limbah. Akibat dari hal ini maka pada bak infulen terjadi kenaikan tinggi
muka air hingga sekitar 5 meter dari tinggi muka air pada kondisi biasanya. Namun hal
seperti ini tidak membuat IPAL menjadi overcapacity karena kapasitas pengolahan IPAL
yang memang dirancang lebih besar dari kondisi saat ini serta pemasangan bar screen yang
lebih tinggi untuk mengantisipasi adanya benda-benda yang berukuran cukup besar yang
dapat lolos ke dalam unit-unit pengolahan selanjutnya akibat pertambahan tinggi muka air
tersebut.
5. Pada pengolahan tingkat pertama ini tidak digunakan grit chamber dan comminutor
dikarenakan sistem penyaluran merupakan sistem tertutup sehingga kemungkinan untuk
masuknya pasir menjadi hampir tidak ada. Pengaruh dari tidak digunakannya kedua unit
tersebut terlihat pada aspek penyisihan sampah atau benda-benda yang terbawa dalam aliran
influen, yaitu masih adanya sampah atau benda-benda yang dapat lolos dari unit bar screen
dan terbawa hingga ke unit-unit pengolahan selanjutnya.

6. Pemasangan holding tank yang ditempatkan dengan jarak 7 8 meter dari lokasi unit-unit
pengolahan menjadikan debit air limbah yang akan diolah menjadi hampir sama pada setiap
waktu dan mengurangi masalah yang dapat ditimbulkan terhadap unit-unit pengolahan akibat
dari perubahan debit yang fluktuatif.
7. Holding tank (bak pengumpul) sudah cukup baik. Jumlah pompa sudah cukup mengalirkan
air limbah ke tangki aerasi. Jika ditinjau dari posisi bak pengumpul terhadap tangki aerasi,
akan lebih baik jika posisi bak pengumpul lebih tinggi dari tangki aerasi sehingga tidak perlu
penggunaan pompa dan biaya operasi & perawatan lebih murah. Namun, jika dilihat dari
letak sumber air limbah domestik terhadap IPAL Lippo Karawaci, penggunaan pompa dirasa
lebih tepat. Posisi bar screen dan bak pengumpul dibuat lebih rendah dari pada sumber air
limbah domestik agar bisa dialirkan secara gravitasi. Jika diinginkan posisi tangki aerasi
lebih rendah dari pada bak pengumpul, diperlukan biaya yang besar untuk investasi karena
diperlukan penggalian untuk membuat posisi tangki aerasi lebih rendah. Selain itu,
perawatannya menjadi lebih sulit. Terdapat tiga pompa submerged: dua pompa beropersi,
sedangkan sisanya sebagai cadangan. Pompa cadangan digunakan jika salah satu pompa
mengalami kerusakan atau digunakan ketika debit air limbah mengalami peningkatan yang
sangat signifikan.
4.3 Secondary Treatment
1. Pengolahan tingkat dua atau pengolahan secara biologis yang digunakan oleh IPAL Lippo
Karawaci ini adalah extended aerator dengan menggunakan surface aerator yang dijalankan
secara bergantian dengan waktu nyala selama 5 menit dan waktu jeda untuk melakukan
kontak antara mikroorganisme, oksigen, dan substrat selama 10 menit. Dengan diterapkannya
sistem penggiliran ini (tidak semua aerator dijalankan dalam waktu yang bersamaan dan
tidak dijalankan secara terus-menerus), energi yang dikeluarkan menjadi lebih efisien dan
tidak boros serta umur aerator dapat bertahan lebih lama karena tidak cepat rusak akibat
pemakaian yang terus-menerus.
2. Diperlukan adanya scum removal untuk membersihkan buih-buih yang terapung dalam
tangki aerasi dan tangki sedimentasi yang terjadi dari proses aerasi. Hal ini dikarenakan
walaupun buih-buih tersebut diresirkulasi ke dalam tangki aerasi oleh pihak pengelola IPAL,
buih-buih tersebut dapat mengurangi efektivitas dan efisiensi pengolahan limbah karena
dapat menjadi media pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme jenis Nocardia

yang dapat menimbulkan masalah terhadap mikroorganisme pengurai yang ada dalam tangki
aerasi, bahkan dapat menonaktifkan kinerja mikroorganisme pengurai tersebut. Selain itu,
sekecil apapun buih yang terbentuk dalam pengolahan primer dapat merupakan masalah dari
kinerja pengolahan limbah dan terhadap air hasil pengolahan. Dengan demikian, scum yang
terbentuk haruslah dibuang dan tidak boleh diresirkulasi ke dalam tangki aerasi ataupun
dibiarkan terdapat dalam tangki sedimentasi.

Gambar scum yang terdapat dalam tangki unit secondary treatment


3. Pada dinding-dinding unit-unit pengolahan tumbuh lumut yang apabila tidak dibersihkan
dapat terus tumbuh dan membuat lapuk dinding-dinding tersebut sehingga merusak
infrastruktur yang ada.

Gambar lumut yang tumbuh subur pada dinding-dinding tangki aerasi


4. Umur lumpur pada unit pengolahan kedua di IPAL Lippo Karawaci ini rata-ratanya adalah
sekitar 3 bulan. Umur lumpur tersebut terlalu lama apabila dibandingkan dengan kriteria
desain, yaitu 3 5 hari (Metcalf & Eddy, 2004), sehingga akan mempengaruhi kinerja unitunit pengolahan, terutama yang terkait dengan jumlah mikroorganisme sehingga menjadi
tidak ideal F/M rasionya.
4.4 Slugde Treatment

Pengolahan lumpur yang dilakukan adalah dengan menggunakan sludge drying bed
dengan tujuan untuk mengurangi kadar air pada lumpur yang terbentuk. Oleh karena
pengolahannya adalah dengan membiarkan kadar air lumpur berkurang karena menguap
secara alamiah, maka diperlukan suatu perlakuan khusus terhadap lumpur tersebut terutama
ketika musim hujan agar lumpur yang sudah berkurang kadar airnya tidak kembali bertambah
kadarnya karena tercampur lagi dengan air hujan mengingat sludge drying bed ini merupakan
tangki terbuka.
Bagan pengolahan IPAL Karawaci dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3.9 Bagan Pengolahan IPAL Karawaci

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan

1. Pengolahan limbah cair domestik kawasan Lippo Karawaci, Tangerang, menggunakan


sistem pipa tertutup.
2. Proses pengolahan limbah cair di kawasan karawaci menggunakan sistem aerobic
treatment, yakni menggunakan bakteri dan oksigen untuk menguraikan bahan polutan
yang terdapat pada air limbah.
3. Urutan Pengolahan IPAL Karawaci dimulai dari House connection lalu masuk ke
holding tank, disadap oleh lifting pump menuju aeration tank dilanjutkan ke clarifier
selanjutnya dikeluarkan melalui effluent untuk di distribusikan sebagai irigasi dan
pengisian air kolam. Untuk lumpur yang telah mati akan dibawa ke sludge digester dan
dikeringkan di sludge drying bed.
4. Unit-unit lain yang mendukung proses pengolahan di IPAL karawaci yaitu bar screen dan
unit desinfeksi.
5. Primary Treatment terdiri dari unit bar screen, holding tank, dan lifting pump. Kinerja
6.

dan desain unit-unit ini sudah cukup baik.


Secondary treatment terdiri dari unit extended aerator dan clarifier. Kedua unit ini

berfungsi baik untuk menurunkan kadar organik dalam air buangan.


7. Unit extended aerator menggunakan surface aerator yang dioprasikan secara bergilir
dengan lama menyala 5 menit kemudian jeda 10 menit dan selanjutnya.
8. Unit clarifier berfungsi untuk menyisihkan lumpur mati dan lumpur yg aktif dengan
proses pengendapan. Umur lumpur rata-rata pada IPAL ini adalah sekitar 3 bulan dan
tidak sesuai dengan kriteria desain yang ada.
9. Unit desinfeksi digunakan untuk menurunkan jumlah mikroorganisme pathogen dala air
olahan. Unit ini mengalami kerusakan dan dosis pembubuhannya perlu untk diuji lebih
lanjut.
10. Sludge drying bed merupakan Skudge treatment yang digunakan. Unit ini digunakan
untuk mengeringkan dan mengurangi kadar air dalam lumpur. Hasil pengeringan di unit
ini akan digunakan sebagai pupuk.
5.2 Saran
1. Diperlukan penanganan khusus terutama pada bak influen dan aeration tank agar bau
yang berasal dari air limbah tidak menyebar ke mana-mana.
2. Sebaiknya disediakan comminutor atau jarak antar jeruji pada bar screen diperpendek
untuk meminimasi lolosnya material padat atau sampah ke unit pengolahan selanjutnya.
3. Diperlukan adanya scum removal untuk membersihkan buih-buih yang terapung dalam
tangki aerasi dan tangki sedimentasi yang terjadi dari proses aerasi. Hal ini menjadi perlu

karena scum atau grease dapat menjadi media mikroorganisme Nocardia yang dapat
menurunkan efisiensi pengolahan lmbah oleh mikroorganisme pengurai.
4. Perlu dilakukan pengurasan tangki dan unit-unit secara teratur karena dinding-dinding
unit-unit pengolahan ditumbuhi lumut yang apabila tidak dibersihkan dapat terus tumbuh
dan membuat lapuk dinding-dinding tersebut sehingga merusak infrastruktur yang ada.
5. diperlukan penelitian dan pengujian lebih lanjut untuk menentukan dosis desinfektan
secara tepat, terutama apabila pompa pembubuh otomatis sedang mengalami kerusakan.

I.

Simpulan dan Saran

Lampiran memuat dokumentasi dan penjelasan singkatnya

Stp , pengolahan limbah air domestik


Semua air limbah yg dr lippo karawaci diolah di stp.
Influent
Barsin, saringan, bak pengendap, dipompa ke tangki airasi. Proses yang terakhir dr
settling di buang ke aerobic. Kalua kekurangan lumpur nanti dioper, diaduk jangan
sampai mengendap, ampas dibuang ke sping bed. Bisa buat pupuk. Aerobic
disgeing tank. Peralatan di cuc 3 bulan sekali. diangkat 6 tahun sekali. Dibuat untuk
pupuk
1.
2.
3.
4.

Barskrin
Airasi
Settling air jernih
Aerobic

Mau begini aja. Dibangun 94 udah jadi. Sudah siap produksi. Debitnya =

Pak ito=
Dr Influent masuk ke bak pengendap pertama, sebelumnya ada bar skirn/ saringan
kasar (menyaring partikel yang besar2 yang kebawa air limbah seperti plastic,
sampah = ketahan) masuk ke bak pengendap pertama
Lalu dipompa ke tangka airasi ( yg muter2) ada 6 buah aerator berfungsi untuk
menyalurkan udara ke bakteri, dg system aktivtor slut lumpur aktif untuk
penguraian oleh bakteri. Disitu, zat organic yg ikut masuk ke dalam limbah

diuraikan oleh bakteri dengan bantuan oksigen . proses utama = Zat organic dan air
. lalu masuk ke bak pengendapan (setlig tank) jadi zat organic yang terpisahdg air
lalu berkumpul, bergabung di settling tank, mengendap dan airnya naik ke atas.
Lumpur mengendap kebawah. Lalu lumpur di sirkulasi kembali masuk ke tangka air
asi untuk proses penguraian.
Air lalu keluar lalu dikasih desinfektan (kaporit). Lalu air dipompa ke danau golf dan
siram taman seluruh area lippo karawaci. Jumlah kapasitas air selalu sama,
beroperasi 24 jam. Ada 2 modul tp yg aktif cuma 1.
Dr aerasi ke settling tank dg gaya gravitasi menggunakan pipa sirkulasi d settling
tak ke aerasi. Lalu ada bak aerobik
Aerobic= mengolah lmpur yang sudah mati, gak kepake diolah agar tidak bau
dibuang ke (mati bagus) slunt drying bed= buangan lumpur terakhir= alu dibuat
utuk pupuk .
Lumpur mati= warnanya coklat tua dg kadar 500-700 ml.
Rncana ke depan membuat air minum di lingkup area karawaci. Rcycle.
Bayar disribusi pkl= 30% d pembayaran air minum.

http://www.ampl.or.id/digilib/read/lippo-karawaci-klaim-pengolahan-tinjanya-ramahlingkungan/46709
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pengolahan limbah cair domestik rumah tangga, termasuk
tinja dari hunian sekitar 30 ribu warga di kawasan Lippo Karawaci, Tangerang,
menggunakan sistem pipa tertutup yang ramah lingkungan. Kawasan tersebut
meliputi perkantoran di Lippo Pinangsia, sekolah, supermall, rumah sakit Siloam
Gleneagles, hotel, perumahan, dan apartemen.
Menurut Kepala Pengolahan Limbah dan Sanitasi Lingkungan PT Lippo Karawaci,
Cornelia Retno, proses pengolahan limbah cair di sana menggunakan sistem
aerobile treatmen, yakni menggunakan bakteri dan oksigen untuk menguraikan
bahan polutan yang terdapat pada air limbah.
"Dengan sistem aerobile treatment yang diterapkan di kawasan ini, tidak
menghasilkan gas sebagai produk sampingan dan air hasil olahan lebih stabil dan
dapat didaur ulang," kata Retno. Dan yang pasti tidak berbau walaupun di tempat
pengolahan limbah sekalipun.
Ditemui Selasa (1/3) di instalasi pengolahan limbah (Ipal) yang terletak tidak jauh
dari pemukiman Taman Bromo, Retno menuturkan bahwa sistem pipa tertutup itu
dibangun sejak 1994, di atas tanah seluas 6.000 meter bersamaan dengan
dibangunnya hunian tahappertama di Kawasan Lippo Karawaci. Biaya
pembangunannya nilainya sekitar Rp 3 miliar, merupakan pinjaman dari World Bank

dengan mesin produksi Malaysia.


"Jadi, yang kita pakai bukan septic tank. Karena sistem itu dipandang kurang sehat
dan menimbulkan produk sampingan berupa gas berbau tak sedap," kata Retno. Di
samping itu, bakteri fucal yang terdapat dalam buangan manusia dapat mencemari
air tanah. Maka sistem pipa tertutup dianggap lebih ramah lingkungan apalagi di
kawasan terbangun dengan aktivitas dan penduduk padat.
Proses pengolahan tinja dan limbah domestik lainnya itu setelah digelontorkan dari
pipa-pipa tertier berdiemater 225 milimeter untuk ukuran rumah hunian dan ukuran
pipa skunder akan masuk pipa berdiameter 650 milimeter. Dari pipa besar ini, maka
ampas limbah (sampah) akan tersaring dan masuk dalam bak bernama bar screen.
Dari situ air dipompa naik (raw sewage pump) melalui pipa masuk ke bak aerator. Di
dalam bak ini air dicampur bakteri dan oksigen selanjutnya air yang masih bawarna
coklat termasuk air tinja didalamnya itu digerenda dengan mesin berbentuk
kumparan dan digelontorkan ke bak settling tank.
Di bak penampungan ini ada dua jenis yang dihasilkan yaitu air olahan berbentuk
cair dan endapan lumpur. Untuk lumpur dikembalikan ke bak benama sludge return.
Sisa lumpur yang aktif masuk ke bak Sludge Distater melalaui proses di bak sludge
driving bed diolah menjadi pupuk tanaman.
Sedangkan hasul cairan limbah langsung dari settling tank dialirkan melalui pipa ke
bak dan badan air yang sudah terlihat jernih. "Sebenarya setelah uji laboratorium
air ini layak diolah menjadi air minum atau keperluan sehari-hari," kata Retno. Tapi
di Lippo difungsikan untuk penyiraman tanaman. Tak ayal tanaman di kawasan
Lippo segar dan hijau karena gizinya cukup. Selain itu, air olahan limbah itu
digunakan untuk pengisian danau golf dan disalurkan ke badan air.
Mendampingi Retno, Kepala Pengelolaan Kota Kawasan Lippo Karawaci, Wahyudi
Hadinata mengatakan pengolahan limbah cair di Lippo itu dikendalikan dengan
mesin yang ditempatkan di sebuah ruang (control room panel).
"Jadi alat ini sudah distel selam 24 jam aktif, tanpa operator manusia dengan
tenaga listrik menggunakan genset," kata Wahyudi. Meski aktif 24 jam, setiap masa
olah diperlukan waktu 3 jam dengan kapasitas 130 liter per detik.
Sementara itu dikatakan Wahyudi, untuk pengelolaan air hujan pihaknya
menerapkan drainase, dimana air hujan disalurkan melalui riol. Untuk pengolahan
limbah dari rumah sakit ada tiga sistem cara olah, satu tergolong limbah domsetik
masuk ke Ipal dan limbah bekas radioaktif juga pengolahannya dipisahkan.
Agar tidak terkontaminasi, Retno menambahkan, pihaknya selalu mengontrol
fluktuasi limbah dari rumah sakit. "Sebab kalau tidak kita pantau pembuangannya,
bisa-bisa bakteri kita di pengolahan ini mati," katanya.

Alhasil dengan teknologi yang cukup efektif mengelola limbah, maka kata Retno,
Ipal Lippo kerap dijadikan studi banding dari pengembang lain atau sekolah untuk
belajar pengolahan limbah ramah lingkungan. Ayu Cipta-Tempo

Sistem pengolahan limbah (bahasa Inggris: sewerage system) adalah infrastruktur yang
dibangun khusus untuk menangani, menyalurkan, dan mengolah limbah atau limpahan air hujan
agar dapat dikembalikan dan diterima oleh lingkungan sehingga tidak membahayakan (relatif
aman).

Sistem pengolahan limbah hitam di Indonesia


Di banyak negara maju, instalasi pengolahannya dilengkapi dengan sarana penanganan lumpur
yang lengkap, sementara di Indonesia, pada tahun 2006 sulit menjumpai sistem pengolahan
limbah hitam yang lengkap, baik, dan modern. Sistem yang demikian (lengkap, baik, dan
modern) hanya terdapat di beberapa kawasan permukiman modern seperti Jabeka Cikarang,
Lippo Bekasi, dan Lippo Karawaci.[1]
Beberapa kompleks perumahan-seperti Lippo Karawaci-dan hampir semua apartemen telah
memiliki instalasi pengolah limbah yang canggih dan modern. Limbah yang telah diolah akan
digunakan lagi untuk menyiram tanaman, mengguyur kloset, dan untuk mencuci mobil. Di
Singapura dan negara-negara maju, limbah rumah tangga bahkan diolah lagi menjadi air minum.

Akan tetapi sistem yang modern seperti ini belum diterapkan di banyak kota. Hanya beberapa
wilayah saja yang memiliki sistem pengolahan limbah hitam yang modern ini yaitu pemukiman
modern Lippo Karawaci, Lippo Bekasi, dan Jabeka Cikarang.

Di Indonesia, pada tahun 2006 sulit menjumpai sistem pengolahan limbah hitam yang lengkap,
baik, dan modern. Sistem pengolahan limbah moderen hanya terdapat di beberapa kawasan
pemukiman modern seperti Jabeka Cikarang, Lippo Bekasi, dan Lippo Karawaci. Pada tahun
2006 tercatat hanya sepuluh kota yang memiliki sistem pengolahan limbah yaitu: Balikpapan,
Banjarmasin, Bandung, Cirebon, Jakarta, Medan, Prapat, Surakarta, Tangerang, dan Yogyakarta.
Namun kondisi dan kinerja berbagai sistem yang adapun masih belum baik, umumnya sistemsistem ini cakupan daerahnya belum mencapai 10 persen dari populasi kota.
Kawasan terpadu (mixed use development)Kemang Village di Jakarta Selatan
misalnya, menerapkan sistem penampungan air dengan teknologi dari Belanda.
Kemang Village merupakan proyek properti milik PT Lippo Karawaci, Tbk. Di
kawasan ini terdapat berbagai jenis properti, antara lain, kondominium, hotel, mal,

restoran,

dan

kawasan

rekreasi.

Sistem penampungan air dengan kapasitas 100 ribu meter kubik itu memungkinkan
pihak pengelola kawasan untuk mengelola sendiri sistem pengolahan penyaluran
air bersihnya ke tempat permukiman di dalam kawasan Kemang Village serta
memproses kembali air limbah rumah tangga yang dibuang para penghuni. Ini
merupakan salah satu upaya kami untuk mencintai Bumi,tegas Head of Corporate
Communication PT Lippo Karawaci Tbk Danang Kemayan Jati kepada Koran SINDO di
Jakarta,
kemarin.
Tak hanya di Jakarta, Lippo Group juga mengembangkan fasilitas water treatment
plantdi semua proyek properti yang dikembangkannya. Chief Marketing Officer
Lippo Homes Jopy Rusli mengungkapkan, Holland Village Manado misalnya,
kawasan terintegrasi mixed use smart city di Manado tersebut juga dilengkapi
dengan fasilitas pengolahan air bersih.

Pengelolaan air : Seaweed Treatment Plant


Konsep green realestat pada sebuah kawasan hunian tidak bisa diukur dari
banyaknya lahan hijau yang disediakan pengembang semata. Tetapi lebih dari itu,
bagaimana si pengembang mampe mengoptimalkan anugrah alam sebagai sesuatu
yang given serta bagaimana mereka mengelola limbah rumah Tangga. Berikut
sebuah kawasan hunian yang concern pada aspek lingkungannya.
Baru-baru ini diadakan national sanitation summit 2008 di Balai Kartini yang
merupakan wujud perhatian pemerintah untuk sanitasi dan efeknya terhadap
lingkungan. Di dalam pertemuan ini, Lippo Karawaci menjadi role model dalam studi
banding terkait pengelolaan sanitasi yang baik. Lippo Karawaci dinilai baik dalam
pengembangan sanitasi, karena pengembang telah memperhatikan dan
mempersiapkan pengelolaan sanitasi hunian sejak awal dibangunnya hunian ini.
Seaweed Treatment Plant (STP) merupakan upaya pengembang untuk memproses
air limbah rumah tangga penghuni menjadi air bersih yang kembali dapat
dimanfaatkan. Setiap rumah di Lippo Karawaci dilengkapi oleh sebuah pipa utama
yang menghubungkannya langsung dengan STP untuk diolah. Adapun air limbah
yang diolahnya setiap hari mencapai 11.000 m3 per harinya. Setelah diproses
beberapa tahap, maka hasil pengolahan yang terbentuk adalah hasil cair dan hasil
padat. Hasil cairan dapat dimanfaatkan diantaranya untuk dialirkan ke danau-danau
untuk mencegah kekeringan, sebagai cairan pengurai dalam proses pembuatan
pupuk kompos dan sebagai cadangan air untuk penyiraman taman. Sedangkan hasil
padat akan dijadikan sebagai pupuk kompos untuk penyubur tanaman.

Lippo Karawaci membangun instalasi pengolahan air dan limbah untuk mendaur ulang air menjadi
air layak minum dan kebutuhan irigasi. Proyek-proyek

kota mandiri Perseroan juga telah dilengkapi dengan


aturan-aturan untuk pencegahan banjir dalam cetak
biru perencanaannya. Sebagai contoh, lokasi padang
golf Lippo Village ditentukan secara strategis sehingga
mampu menampung air hujan untuk secara alami
diserap sistem air tanah. Kemang Village memiliki
wet
detention
basin dengan kapasitas 90.000 kubik meter air hujan
http://www.lippokarawaci.co.id/

Anda mungkin juga menyukai