Anda di halaman 1dari 9

3.

3 Sistem Pengolahan Air Limbah


Proses pengolahan air limbah di Waste Water Treatment Plant II PT Jababeka
Infrastruktur dilakukan baik secara fisika, kimia, dan biologi. Pada awal berdirinya
Waste Water Treatment Plant II, proses pengolahan air limbah dilakukan secara
biologis menggunakan unit proses Oxidation Ditch (OD). Oxidation Ditch
merupakan reaktor berupa kanal atau saluran panjang berbentuk oval yang
dilengkapi satu atau lebih rotor rotasi untuk aerasi limbah dengan menggunakan
lumpur aktif (activated sludge).
Pada bulan November 2018, sistem pengolahan air limbah di Waste Water
Treatment Plant II PT Jababeka Infrastruktur beralih menggunakan unit pengolahan
biologis yang lebih ramah lingkungan yaitu Food Chain Reactor (FCR). Sistem
Food Chain Reactor (FCR) merupakan salah satu jenis Integrated Fixed Film
Activated Sludge (IFAS) yang menggunakan akar tanaman berserat dan struktur
akar yang direkayasa (biomodul). Teknologi FCR dengan brand ORGANICA
dikembangkan di Hongaria memiliki kelebihan antara lain ukuran reaktor yang
digunakan lebih kecil, penurunan produksi lumpur Bahan Beracun Berbahaya (B3),
dan perbaikan estetika pada IPAL sekaligus meningkatkan kualitas hasil proses
dengan peningkatan penyisihan BOD, COD dan organik nitrogen (Wikaningrum
dan Hakiki 2020).

3.4 Diagram Alir Proses Pengolahan Air Limbah


Sistem pengolahan air limbah dengan menggunakan Food Chain Reactor
terdiri dari beberapa unit operasi mulai dari air limbah yang masuk (influent) hingga
menjadi air limbah yang telah diolah (effluent). Unit pertama yaitu unit Pump
Station, air limbah yang masuk dari beberapa sumber (influent) akan dipompa
menuju unit Bar Screen untuk mulai diolah. Unit Bar Screen atau Coarse Screen
berfungsi untuk menyaring sampah dan batu yang terbawa dalam air limbah. Proses
selanjutnya yaitu unit Grit Chamber yang dilengkapi dengan scrapper yang
berfungsi untuk menyaring suspended material seperti pasir, minyak, busa, dan
lemak. Khusus untuk minyak, busa, dan lemak akan masuk ke unit Leachate
Chamber. Air limbah kemudian mengalir ke unit operasi utama yaitu Food Chain
Reactor (FCR) yang berfungsi sebagai unit pengolahan biologis secara aerob
dengan menggunakan lumpur aktif. Unit FCR terdiri dari 6 reaktor dan dilengkapi
dengan blower untuk menyuplai oksigen pada proses aerasi serta biomodul dan akar
tanaman sebagai tempat pertumbuhan bakteri.
Air limbah melalui proses pengolahan secara kimiawi pada unit Flokulasi
dengan membentuk dan memperbesar flok dari pencampuran bahan koagulan.
Setelah itu, air limbah beserta flok yang terbentuk dialirkan menuju Clarifier. Pada
unit ini terjadi proses pengendapan sehingga terjadi pemisahan antara air limbah
dengan flok-flok yang dihasilkan. Air limbah yang memenuhi standar baku mutu
dialirkan ke kolam kontrol kemudian menuju Discharge Box/Chlorination Tank.
Air limbah hasil pengolahan dibuang ke Sungai Cileumah Abang.
Kelebihan lumpur pada unit Clarifier akan dipompakan ke unit Belt Filter
Press (BFP). Pada unit BFP, air akan diperas keluar dari lumpur sehingga
dihasilkan sludge cake dengan kadar air yang rendah. Sludge cake lalu dijemur pada
sludge drying area kemudian setelah mengering dikumpulkan dan dikemas
menggunakan Jumbo Bag sebelum dibawa oleh PPLI (PT Prasadha Pamunah
Limbah Industri) ke tempat penimbunan limbah B3 di Bogor. Adapun diagram alir
proses pengolahan air limbah di Waste Water Treatment Plant II PT Jababeka
Infrastruktur dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Proses pengolahan air limbah dan lumpur di Waste Water


Treatment Plant II di PT Jababeka Infrastruktur

3.5 Unit Pengolahan Air Limbah


Sistem pengolahan air limbah dengan Food Chain Reactor (FCR) terdiri dari
rangkaian unit yang memiliki fungsinya masing-masing. Sistem ini bekerja secara
terintegrasi dan continue. Adapun unit-unit yang digunakan di Waste Water
Treatment Plant II PT Jababeka Infrastruktur yaitu sebagai berikut.
a) Pump Station
Pump Station (Gambar 4) merupakan unit pertama pada proses pengolahan
air limbah. Air limbah dari industri-industri yang berada dalam daerah
pelayanan Waste Water Treatment Plant II PT Jababeka Infrastruktur akan
dialirkan menuju lifting pump. Kemudian air limbah tersebut dipompa
memasuki unit proses pengolahan air limbah melalui pompa influent. Pada
pompa influent, air limbah akan mengalami proses pencampuran sehingga
membuat air limbah menjadi lebih homogen dan terjadi pemerataan kualitas
beban dan fluktuasi air limbah sebelum masuk ke menuju unit proses
selanjutnya. Selain itu, pada unit ini terjadi proses penyaringan sampah seperti
plastik, kerikil, dan lain-lain yang terbawa aliran air limbah dengan
menggunakan fine screen otomatis. Jumlah pompa yang terdapat pada unit ini
sebanyak tujuh pompa dengan total ketinggian 12 meter dari dasar pompa.
Pump station dilengkapi dengan sensor ultrasonik yang berfungsi untuk
mengukur level ketinggian air secara otomatis sehingga debit air yang masuk
ke unit pengolahan selanjutnya dapat dikontrol. Air limbah yang masuk ke
dalam Waste Water Treatment Plant II adalah sekitar 4.200 m3/hari dengan
kapasitas pengolahan sebesar 10.800 m3/hari.

(a) (b)
(a) Tampak depan dan (b) Tampak dalam
Gambar 4 Pump Station
b) Bar Screen dan Fine Screen
Bar screen memiliki fungsi yang hampir sama dengan Fine Screen yang
dapat dilihat pada Gambar 5 yaitu digunakan untuk menyaring kotoran
berukuran besar yang masih ikut terbawa dalam air limbah, seperti sampah
plastik, ranting, kerikil, dan lain-lain. Penyaringan secara berlapis dilakukan
untuk menghindari terjadinya kerusakan pada sistem pemompaan ataupun
perpipaan. Ukuran saluran pada unit ini yaitu memiliki panjang 6 meter dengan
lebar 1 meter. Sementara, screen yang digunakan memiliki lebar 0,8 meter,
tinggi 2,5 meter, dengan kemiringan sudut sebesar 75o.

(a) (b)
Gambar 5 (a) Fine Screen dan (b) Bar Screen
c) Grit Chamber
Grit chamber merupakan unit yang digunakan untuk memisahkan zat-zat
yang bersifat mengendap dan melayang pada air limbah. Zat-zat yang
mengendap seperti pasir akan dikumpulkan dan masuk ke dalam Sand Trap.
Unit ini dilengkapi dengan scrapper yang berfungsi untuk menyapu busa,
lemak, dan minyak yang melayang pada air limbah. Zat-zat yang melayang
tersebut kemudian akan masuk ke dalam Leachate Chamber.
Pada unit Grit Chamber juga terjadi proses kimia untuk menjaga kestabilan
nilai pH air limbah. Pengaturan nilai pH dilakukan dengan cara menambahkan
NaOH dan H3PO4 yang akan dipompakan dari ruang dosing. Nilai pH air
limbah harus dalam kondisi normal dengan nilai 7, karena apabila air limbah
bersifat terlalu asam atau basa akan mempengaruhi jalannya proses pengolahan
air limbah secara biologis pada unit Food Chain Reactor (FCR). Unit Grit
Chamber dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Grit Chamber


d) Leachate Chamber
Leachate chamber merupakan bak pengumpul minyak, busa, dan lemak dari
unit grit chamber yang tersapu oleh scrapper. Menurut Sari dan Afdal (2017),
lindi (leachate) adalah cairan yang merembes dari tumpukan sampah yang
mengandung berbagai senyawa kimia organik dan anorganik sehingga perlu
dipisahkan dari air limbah sebelum memasuki unit selanjutnya. Zat-zat tersebut
dikumpulkan kemudian dibuang pada wadah yang terletak di bawah unit grit
chamber. Unit ini memiliki kedalaman 3 meter. Unit Leachate Chamber dapat
dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Leachate Chamber


e) Food Chain Reactor (FCR)
Unit Food Chain Reactor (FCR) merupakan pengembangan dari unit
pengolahan biologi konvensional yaitu oxidation ditch. Kelebihan penggunaan
unit ini yaitu mampu mendorong pertumbuhan mikroorganisme sehingga dapat
mengoptimalkan proses pengolahan air limbah. Unit FCR terdiri dari enam
reaktor, biomodul/biofilm sebagai media rekayasa akar, serta tanaman yang
ditumbuhkan dalam rak/keranjang kawat. Pada unit FCR juga menggunakan
lumpur aktif agar kerja pengolahan air limbah semakin optimal. Bentuk
biomodul berupa jaring-jaring yang disusun secara vertikal dengan bagian
bawahnya terdapat diffuser untuk menyuplai oksigen yang dialirkan dari
blower selama proses aerasi berlangsung.
Proses aerasi berfungsi untuk mempercepat penguraian senyawa polutan
atau memperpendek waktu tinggal. Mikroorganisme aerob yang hidup dalam
unit FCR dikondisikan dengan mengatur proses aerasi atau suplai oksigen yang
berasal dari blower. Blower menyuplai oksigen dengan tekanan sekitar 50
bar/jam melalui pipa menuju diffuser yang terletak di bagian dasar unit FCR.
Oksigen yang disuplai ke reaktor pada unit FCR berbeda-beda. Semakin akhir
letak reaktor seperti pada reaktor ke-6 maka suplai oksigen pada reaktor
tersebut akan semakin sedikit. Hal ini dikarenakan kandungan polutan dalam
air limbah telah mengalami proses pengolahan pada reaktor-reaktor
sebelumnya. Kandungan oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) pada air
limbah di dalam unit FCR memiliki standar minimal yaitu sebesar 1 mg/L, jika
nilai DO pada unit FCR berada dibawah satu maka tekanan blower akan
ditambah. Adapun pengolahan air limbah dengan sistem Food Chain Reactor
dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Sistem Food Chain Reactor


Sumber: Organicawater (2019)

Pada bagian atas reaktor terdapat rak tanaman dengan jenis tanaman yang
ditumbuhkan beragam, seperti Canna indica, Wrightia religiosa, dan lain-lain.
Penempatan rak tanaman pada reaktor dibuat berselang-seling dengan
biomodul. Unit FCR memanfaatkan media akar tanaman dan biomodul sebagai
tempat tumbuh dan melekatnya mikroorganisme untuk menguraikan senyawa
polutan dalam air limbah. Adapun biomodul dan unit FCR di Waste Water
Treatment Plant II PT Jababeka Infrastruktur dapat dilihat pada Gambar 9.
(a) (b)
Gambar 9 (a) Biomodul dan (b) Food Chain Reactor pada Waste Water
Treatment Plant II PT Jababeka Infrastruktur
f) Flocculation
Pada unit flokulasi terjadi proses secara kimia berupa pemberian polimer
sintetis atau Poly Alumunium Chloride (PAC) agar lumpur aktif yang
terkandung dalam air limbah dari unit FCR dapat saling berikatan dan
membentuk flok-flok yang lebih besar. Lumpur aktif tersebut akan lebih mudah
mengendap dan dipisahkan dengan air limbah pada unit proses selanjutnya.
Penambahan polimer diikuti dengan pengadukan lambat agar terjadi proses
pencampuran secara merata. Unit Flokulasi dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Flocculation
g) Clarifier
Clarifier merupakan unit yang berfungsi untuk memisahkan flok-flok yang
terbentuk pada proses sebelumnya dengan prinsip sedimentasi atau
pengendapan. Pada unit ini terjadi proses pengendapan lumpur aktif yang
kemudian akan diresirkulasi ke unit Food Chain Reactor (FCR) sebagai return
sludge. Sementara kelebihannya serta lumpur yang masih mengandung lemak
akan melayang sebagai flok-flok kecil pada permukaan unit Clarifier akan
disapu oleh scrapper dan dipompakan menuju unit pengelolaan lumpur yaitu
Sludge Thickener Tank (STT). Kecepatan scrapper pada unit ini diatur agar
berjalan lambat atau perlahan. Hal ini bertujuan agar pergerakan scrapper
tersebut tidak akan menimbulkan riak atau gelombang pada air limbah yang
telah diolah sehingga proses pengendapan dalam unit ini dapat berjalan secara
optimal.
Unit clarifier pada di Waste Water Treatment Plant II PT Jababeka
Infrastruktur berbentuk persegi panjang dengan kedalaman 5 meter. Di unit ini
dilakukan pengecekan transparansi dan pengukuran ketinggian lumpur secara
rutin dalam rentang waktu tertentu. Unit clarifier menghasilkan air limbah
yang sudah lebih jernih dan tidak mengandung lumpur. Air limbah yang telah
diolah mengalir menuju overflow effluent lalu dialirkan ke kanal effluent.
Adapun unit Clarifier beserta overflow effluent dapat dilihat pada Gambar 11.

(a) (b)
Gambar 11 (a) Clarifier dan (b) Overflow effluent
h) Kolam Kontrol
Air limbah hasil dari unit Clarifier sebelum dibuang ke badan air dialirkan
melalui kanal effluent menuju kolam kontrol. Pada kolam kontrol terdapat
ultrasonic flow meter yang berfungsi untuk mengukur aliran air limbah yang
keluar. Air limbah dalam unit ini dipastikan sudah jernih dan tidak
mengandung mikroorganisme hidup sehingga aman saat dibuang ke Sungai
Cileumah Abang. Kolam kontrol di Waste Water Treatment Plant II PT
Jababeka Infrastruktur dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Kolam Kontrol

3.6 Unit Pengelolaan Lumpur


Lumpur aktif yang tidak diresirkulasi ke unit FCR sebagai return sludge akan
dipompakan menuju unit pengelolaan lumpur. Lumpur aktif yang berlebih dari
proses sedimentasi pada unit Clarifier diolah lebih lanjut untuk mengurangi
sebanyak mungkin air yang masih terkandung di dalamnya. Sisa lumpur aktif atau
waste activated sludge (WAS) tersebut akan melalui proses pengelolaan terlebih
dahulu sebelum diangkut oleh pihak ketiga. Adapun unit pengelolaan lumpur yang
digunakan di Waste Water Treatment Plant II PT Jababeka Infrastruktur yaitu
sebagai berikut.
a) Sludge Thickener Tank (STT)
Sludge Thickener Tank (Gambar 13) merupakan unit yang berfungsi sebagai
bak penampung lumpur yang berasal dari proses IPAL. Pada unit ini juga
menggunakan blower untuk membantu proses aerasi yang bertujuan untuk
penambahan oksigen terlarut, homogenisasi lumpur yang berasal dari beberapa
unit, serta mengurangi bau tidak sedap yang dihasilkan. Lumpur yang telah
memenuhi bak STT pada volume tertentu kemudian dipompakan menuju unit
Belt Filter Press (BFP) untuk diproses.

Gambar 13 Sludge Thickener Tank (STT)


b) Belt Filter Press (BFP)
Belt Filter Press (Gambar 14) digunakan untuk memisahkan lumpur dengan
air. Proses pada unit BFP dilakukan dengan menambahkan copolymer
acrylamide pada lumpur sehingga dihasilkan lumpur dengan kandungan
padatan kering sebesar 25%. Pada tahap awal unit BFP, lumpur akan melewati
proses pre-dewatering terlebih dahulu agar menjadi lebih pekat. Lumpur
selanjutnya diolah di dalam mesin Belt Filter Press (BFP) yang akan menekan
lumpur hingga airnya terbuang atau membentuk cake sludge. Hasil pengolahan
dari unit BFP berupa cake sludge ini kemudian dikeringkan di sludge drying
area melalui conveyor.

(a) (b)
Gambar 14 (a) Copolymer acrylamide tank dan (b) mesin Belt Filter Press
c) Sludge Drying Area (SDA)
Sludge drying area (Gambar 15) merupakan tempat untuk mengeringkan
cake sludge dengan memanfaatkan panas matahari. Cake sludge akan
mengalami proses evaporasi yaitu penguapan kadar air sehingga dapat
mengurangi kadar air dalam cake sludge. Setelah cake sludge mengering
dikumpulkan dalam jumbo bag yang kemudian akan diangkut sebagai limbah
B3 oleh pihak ketiga yaitu PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI).

(a) (b)
Gambar 15 (a) Sludge drying area dan (b) Pengemasan dalam jumbo bag

3.7 Penyusunan Instrumen Self Assessment Sistem Manajemen Lingkungan


ISO 14001:2015
Sistem manajemen lingkungan yang telah diterapkan di Waste Water
Treatment Plant II PT Jababeka Infrastruktur dapat ditinjau dari implementasi
berdasarkan klausul pada ISO 14001:2015. Instrumen yang digunakan sebagai self
assessment checklist diadaptasi dari Global Environmental Management Initiative
(GEMI). Model sistem manajemen lingkungan ISO 14001:2015 menurut SNI
(2015) berhubungan dengan sistem Plan-Do-Check-Act atau PDCA yang dapat
dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16 Hubungan PDCA dengan 7 prinsip ISO 14001:2015


Sumber: GEMI (2017)

Evaluasi sistem manajemen lingkungan ISO 14001:2015 di Waste Water


Treatment Plant II PT Jababeka Infrastruktur dilakukan terhadap klausul 4 sampai
dengan klausul 10 saja karena klausul 1, 2, dan 3 secara berurutan berisi tentang
Ruang Lingkup, Acuan, serta Istilah dan Definisi (Tiara et al. 2022). Adapun 7
klausul yang digunakan meliputi Konteks Organisasi, Kepemimpinan,
Perencanaan, Dukungan, Operasi, Evaluasi Kinerja, dan Peningkatan. Penentuan
skor penilaian untuk setiap pertanyaan pemenuhan persyaratan ISO 14001:2015
disajikan pada Tabel 2.

Anda mungkin juga menyukai