Disusun oleh:
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Camelia Indah Murniwati
15307066
Dosen Pembimbing,
NIP. 132327356
NIP. 130809420
ii
ABSTRAK
Instalasi Pengolahan Air Buaran menggunakan air baku yang berasal dari Kanal
Tarum Barat yang masuk secara gravitasi. IPA Buaran terdiri dari dua instalasi
yaitu Buaran I dan Buaran II. Unit pengolahan air yang ada di IPA Buaran adalah
bangunan penyadap air baku, saringan kasar, saringan halus, bak pengaduk,
pulsator, saringan pasir cepat, dan reservoir. Proses yang terjadi adalah koagulasi
pada bak pengaduk, flokulasi dan sedimentasi pada pulsator, penyaringan pada
saringan pasir cepat, disinfeksi dengan klor, dan netralisasi dengan kapur. Bahan
kimia yang umum digunakan adalah koagulan, khlor, dan kapur. Untuk menjaga
proses yang terjadi agar berjalan dengan baik dan memperoleh air minum sesuai
dengan standar diperlukan pemeriksaan secara berkala pada sampel air baku, air
pulsator, air filter, dan air minum yang dihasilkan. Parameter yang diperiksa
antara lain kekeruhan, pH, sisa khlor, organik, amonia, besi, dan mangan. Standar
kualitas air baku diatur dalam S.K. Gub. DKI 582/1995 namun IPA Buaran
memiliki standar berdasarkan Perjanjian Kerja Sama untuk air baku yang akan
diolah. Kualitas air minum
Kata kunci: Instalasi Pengolahan Air Buaran, bangunan penyadap air baku,
saringan kasar, saringan halus, bak pengaduk, pulsator, saringan pasir cepat,
reservoir
iii
ABSTRACT
Buaran Water Treatment Plant uses raw water entering by gravity from West
Tarum Canal. Buaran WTP consists of two installations, Buaran I and Buaran II.
The existing water treatment unit in Buaran WTP is intake, coarse screen, fine
screen, mixing basin, pulsator, rapid sand filter, and reservoir. The processes
that occured are coagulation in the mixing basin, flocculation and sedimentation
in the pulsator, filtration in the rapid sand filter, disinfection with chlorine,
neutralization with lime. Chemicals that commonly used are coagulants, chlorine,
and lime. To keep the process going to run well and get drinking water in
accordance with drinking water standards, periodic checks on samples of raw
water, pulsator water filter water, and drinking water are required. The
parameters that are checked include turbidity, pH, residual chlorine, organic
matter, ammonia, iron, and manganese. Raw water quality standards are
regulated in S.K. Gub. DKI 582/1995 but Buaran WTP has a standard based on
an agreement for raw water that will be processed. The quality of clean water
should follow the standard in PERMENKES 907/MENKES/SK/VII/2002. To meet
this standard, Buaran WTP has operational standards in every unit.
Contaminants that affect operational of Buaran WTP are turbidity, ammonia,
organic matter, iron, and manganese.
Key words: Buaran Water Treatment Plant, intake, coarse screen, fine screen,
mixing basin, pulsator, rapid sand filter, reservoir
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi segala nikmat
sehingga saya dapat melakukan kerja praktek dan menyelesaikan laporan kerja
praktek yang berjudul Analisis Proses Pengolahan Air Minum PT. Aetra Air
Jakarta di Instalasi Pengolahan Air Buaran. Laporan kerja praktek ini disusun
untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh program sarjana S1 Program
Studi Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak H.M. Limbong, sebagai Senior Manajer Production Trunk Main
(PTM),
2. Ibu Angelika Mustika Sari, sebagai Manajer PTM-Planning & Monitoring,
3. Bapak Djoni Heryanto, sebagai Manajer IPA Buaran,
4. Ibu Nini Triatmi, sebagai Career & Employee Development Manager,
5. Ibu Ismalainah, sebagai Supervisor Production & TM Planning,
6. Bapak Djanu Ismanto, sebagai Supervisor Production Operation,
7. Ir. Idris Maxdoni Kamil, MSc., Ph.D, sebagai dosen pembimbing kerja
praktek TL ITB,
8. Dr. Ir. Agus Jatnika Effendi, sebagai Ketua Program Studi sarjana TL ITB,
9. Dr. Moch. Chaerul, S.T., M.T., sebagai koordinator mata kuliah kerja
praktek TL ITB,
10. Orang tua saya, Papa Jaka dan Mama Ida serta adik saya, Faisal yang telah
mendoakan dan mendukung saya,
11. Ibu Titi yang mengurus kelengkapan surat KP,
12. Ibu Sri yang meminjamkan buku perpustakaan,
13. Ibu Narmi, Ibu Rini, Ibu Sri, Pak Irsan, Ibu As, Ibu Andika, Mba Fitri,
Pak Angga, Pak Irawan, Pak Ari, Pak Muhrojin, Pak Mahrudin, Pak Tarno
sebagai teman satu ruangan yang memberikan bimbingan selama kerja
praktek.
14. Pak Weddy, Pak Miskat, Pak Rizal, Pak Aay, Pak Sunaryo, Pak Fauzi, Pak
Horizon, Pak Nurkhozin, Pak Mulyanto, Pak Joslan, Pak Sutikno, Pak
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
ii
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
iv
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Tujuan
1.3
Metodologi
1.4
Ruang Lingkup
1.5
Sistematika Pembahasan
2.1
2.2
2.3
2.4
Visi, Misi, Nilai dan Sub Nilai PT. Aetra Air Jakarta
2.5
2.6
16
2.7
27
30
3.1
Air Baku
30
3.2
34
3.3
Intake
35
3.4
Mixing Basin
40
vii
3.5
Pulsator
44
3.6
50
3.7
Ground Reservoir
53
3.8
Pompa
56
3.9
Waste Basin
60
3.10
61
63
4.1
Screening
63
4.2
Sedimentasi
63
4.3
Koagulasi
64
4.4
Flokulasi
66
4.5
Filtrasi
67
4.6
Disinfeksi
69
4.7
71
4.8
74
4.9
Reservoir
77
78
5.1
Air Baku
78
5.2
Air Pulsator
87
5.3
Air Filter
94
5.4
Air Minum
101
BAB VI PENUTUP
109
6.1
Kesimpulan
109
6.2
Saran
110
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
18
19
Tabel 3.1 Standar Air Baku Berdasarkan S.K. Gub 582 Tahun 1995
34
34
42
46
48
56
58
58
59
ix
DAFTAR GAMBAR
11
12
13
14
15
16
17
17
21
22
23
23
23
24
24
24
25
25
25
25
26
26
29
30
30
35
35
36
36
37
37
38
38
39
39
40
40
41
41
41
43
43
43
44
44
44
45
45
46
Gambar 3.27 Pipa Utama dari Mixing Basin Menuju Ruang Vakum
46
47
47
47
48
49
50
50
50
51
52
53
53
xi
54
54
55
55
57
57
58
60
61
67
75
76
79
79
81
83
83
84
86
87
87
92
92
93
93
95
95
96
96
xii
97
97
98
98
99
99
100
100
101
101
102
102
103
103
Gambar 5.32 Grafik Residu Khlor Air Minum Buaran I Tahun 2009
104
Gambar 5.33 Grafik Residu Khlor Air Minum Buaran II Tahun 2009
104
105
105
106
106
107
107
108
108
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pelaksanaan kerja praktek di PT. Aetra Air Jakarta antara lain:
1. Melengkapi pengetahuan teoritis yang diperoleh melalui perkuliahan
dengan penambahan pengetahuan dan pengalaman praktis di lapangan.
2. Mengetahui kualitas air baku yang digunakan oleh Aetra.
3. Mempelajari proses pengolahan air baku sampai menjadi air minum yang
siap didistribusikan ke pelanggan.
1.3 Metodologi
Metodologi pengerjaan laporan ini adalah sebagai berikut:
Studi Literatur.
Analisis data, meliputi analisis data kualitas air baku sampai menjadi
air minum.
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
2.4 Visi, Misi, Nilai dan Sub Nilai PT. Aetra Air Jakarta
Visi Aetra adalah meningkatkan kehidupan masyarakat setiap saat.
Adapun penjabaran visi Aetra dalam perspektif bisnisnya adalah menjadi
perusahaan pengelola dan penyedia air bersih yang dikelola secara profesional,
menguntungkan, dan mampu memberikan pelayanan terbaik kepada para
pelanggannya.
Misi Aetra adalah secara konsisten menyediakan pelayanan yang terbaik
dengan melakukan perbaikan yang berkesinambungan dalam segala hal yang
dilakukan. Misi Aetra merupakan bentuk komitmen untuk selalu berupaya
meningkatkan standar kualitas Aetra dalam menyediakan dan memberikan
pelayanan air bersih, melindungi komunitas, dan lingkungan demi meningkatkan
kesejahteraan hidup rekan, pelanggan, dan masyarakat menjadi lebih baik.
Aetra memiliki filosofi dan semangat tunggal untuk meningkatkan
kehidupan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, semua orang di dalam
perusahaan terikat dan wajib untuk berkomitmen teguh kepada usaha yang
berkesinambungan
untuk
meningkatkan
kehidupan
masyarakat
melalui
penyediaan dan pengelolaan air bersih dan berkualitas setiap harinya, demi masa
depan yang lebih baik. Komitmen itu terwujud dalam tata perilaku, ekspresi, dan
cara berkomunikasi terhadap audiensnya (rekan, pelanggan, dan masyarakat).
individu
dalam
perusahaan
secara
berkesinambungan
perlu
2.5.2
Operation Director
Operation Director membawahi Production & Trunk Main Senior
2.5.3
utama ( Trunk Main ) secara optimum sesuai dengan strategi perusahaan guna
mendukung pencapaian target penjualan air berdasarkan rencana tahunan
perusahaan yang ditetapkan. Production & Trunk Main (PTM) Senior Manager
memiliki fungsi yang secara struktural langsung bertanggung jawab kepadanya
yaitu 2 Water Treatment Plant Manager, Production & TM Planning &
Controlling Manager , Trunk Main Manager, dan Maintenance Manager.
2.5.4
IPA Buaran
IPA Buaran dipimpin oleh seorang manager yang membawahi tiga
Production
Operation
Supervisor
bertugas
memastikan
tercapainya target pengoperasian Water Treatment Plant yang efektif dan efisien
yang menghasilkan produksi air yang memenuhi standar kualitas, kapasitas dan
kontinyuitas sebagaimana yang telah ditetapkan ,melalui pengelolaan fungsi
pengolahan dan pengoperasian secara optimum sesuai dengan strategi perusahaan
guna mendukung pencapaian target Water Treatment Plant berdasarkan target
perusahaan. Production Operation Supervisor membawahi 8 leader yang terdiri
dari 4 Operation Leader dan 4 Lab Process Leader.
Seorang
Routine
Maintenance
Supervisor
bertugas
Memastikan
tercapainya target perawatan rutin di Water Treatment Plant yang efektif dan
efisien yang dapat menunjang kelangsungan proses produksi air yang memenuhi
standar kualitas, kapasitas dan kontinyuitas sebagaimana yang telah ditetapkan
,melalui pengelolaan fungsi pengolahan dan pengoperasian secara optimum sesuai
dengan strategi perusahaan guna mendukung pencapaian target Water Treatment
Plant berdasarkan target perusahaan. Routine Maintenance Supervisor memiliki
fungsi yang secara struktural langsung bertanggung jawab kepadanya yaitu ME
Routine Maintenance Leader dan Unit Process Routine Maintenance Leader.
Seorang Production Support Supervisor bertugas memastikan tercapainya
target persiapan bahan kimia, peralatan dan unsur penunjang lainnya pada
kegiatan produksi air minum di Water Treatment Plant yang efektif dan efisien,
untuk dapat menunjang kelangsungan proses produksi air yang memenuhi standar
2.5.5
Planning,
Supervisor bertugas
pencapaian
target
Department.
disesuaikan dengan
PTM Group
10
11
12
13
14
15
16
2.6.1
2.6.2
Bangunan Operasi
Bangunan operasi adalah bangunan yang dibuat di tengah-tengah lokasi
instalasi Buaran dan merupakan pusat pengendali dari seluruh operasi Instalasi
Buaran yang terdiri dari:
-
17
TARGET OPERS.
SK.GUB.DKI
NO.
PARAMETER
TURBIDITY
SATUAN
582/1995
BUARAN
Skala NTU
100
1750
TEMPERATURE
COLOUR
Skala TCU
100
150
CONDUCTIVITY
mhos/cm
500
500
(TDS)
mg/l
500
500
SUSPENDED SOLID
mg/l
100
1750
mg/l
0,001
0,001
AMONIA
mg/l
1,0
2,0
ARSENIC
mg/l
0,05
0,05
10
BARIUM
mg/l
1,0
1,0
11
BESI (IRON)
mg/l
2,0
10,0
12
CADMIUM
mg/l
0,01
0,01
13
CHROMIUM 6+
mg/l
0,05
0,05
14
MANGANESE
mg/l
0,5
0,5
15
NITRATE-N
mg/l
10
10
16
NITRITE-N
mg/l
1,0
1,0
17
pH
mg/l
6.5 - 8.5
6.5 - 8.5
18
SELENIUM
mg/l
0,01
0,01
19
SENG (ZINC)
mg/l
1,0
1,0
20
SULPHATE
mg/l
100
400
21
SULPHIDE
mg/l
0,1
0,1
22
TEMBAGA (COPPER)
mg/l
0,1
0,1
23
g/l
0,017
0,017
24
KHLORDANE
g/l
0,003
0,003
25
DDT
g/l
0,042
0,042
26
1,2 Dikhloroethana
g/l
0,001
0,001
27
Pentakhlorofenol
g/l
0,05
0,05
28
g/l
0,018
0,018
29
g/l
0,5
0,5
30
GAMMA-HCH (LINDANE)
g/l
0,056
0,056
31
BENZENE
g/l
Nihil
Nihil
32
METHOXYKHLOR
g/l
0,035
0,035
33
mg/l
ORGANIC MATTER
mg/l
15
15
34
18
35
BOD
mg/l
10
10
36
COD
mg/l
20
20
37
no/100 ml
10
10
38
E. COLI ( x 10 )
no/100 ml
39
ACTIVITY ALPHA
Bq/l
40
ACTIVITY BETA
Bq/l
STANDARD AIR
PENGAMBILAN
PARAMETER
SATUAN
SAMPLE
6 JAM
MINUM PERMENKES*
907/MENKES/SK/VII/2002
TASTE
ODOUR
TIDAK BERASA
TIDAK BERBAU
SKALA
TURBIDITY
NTU
6.5-8.5
skala tcu
15
FREE KHLORINE
mg/l
0.6-1.0
BESI (IRON)
mg/l
0,3
PH
TEMPERATURE
COLOUR
24 JAM
CONDUCTIVITY
AMONIA
ALUMINIUM
1 MINGGU
umhos/cm
mg/l
1,5
mg/l
0,2
E. COLI
no/100 ml
TOTAL COLIFORM
no/100 ml
T.HARDNESS
mg/l
500
MANGANESE
mg/l
0,1
NITRITE-NO2
mg/l
NITRATE-NO3
mg/l
50
ORGANIC MATTER
mg/l
10
CALCIUM
mg/l
19
1 BULAN
3 BULAN
TDS
mg/l
1000
mg/l
0,001
ARSENIC
mg/l
0,01
BARIUM
mg/l
0,7
CADMIUM
mg/l
0,003
KHLORIDE
mg/l
250
CHROMIUM,6+
mg/l
0,05
CYANIDE
mg/l
0,07
FLUORIDE
mg/l
1,5
SELENIUM
mg/l
0,01
SENG (ZINC)
mg/l
SODIUM
mg/l
200
SULPHATE
mg/l
250
SULPHIDE
mg/l
0,05
SURFACTANT (DETERGENT)
mg/l
TEMBAGA (COPPER)
mg/l
g/l
0,03
BENZENE
g/l
10
KHLORDANE
g/l
0,2
KHLOROFORM
g/l
200
DDT
g/l
1,2- DIKHLOROETHANE
g/l
30
HEPTHAKHLOREPOXIED
g/l
0,03
GAMMA-HCH (LINDANE)
g/l
METHOXYKHLOR
g/l
20
PENTAKHLOROPHENOL
g/l
ACTIVITY ALPHA
Bq/l
0,1
ACTIVITY BETA
Bq/l
1,0
HEPTAKHLOR &
20
pembubuhan pada instalasi karena keadaan lapangan yang tidak tepat sama
dengan skala laboratorium. Biasanya dosis bahan kimia pembubuhan di lapangan
lebih besar dari hasil jar test. Setelah ditentukan dosis bahan kimia dalam ppm,
ditentukan pembubuhannya dalam liter/menit berdasarkan debit air baku yang
masuk dalam m3/jam dan berat jenis bahan kimia. Setelah mendapatkan besarnya
pembubuhan dalam liter/menit, besarnya pembubuhan tersebut dimasukkan ke
dalam persamaan pompa bahan kimia yang sedang digunakan sehingga didapat
stroke pompa dalam persen (%). Pompa bahan kimia yang digunakan kemudian
diatur stroke pompanya berdasarkan hasil perhitungan.
Bangunan Alum
Bangunan alum adalah suatu bangunan gudang tempat penyimpanan dan
21
2.6.4
Bangunan Khlorinasi
Bangunan khlorinasi adalah suatu bangunan gudang tempat penyimpanan
2.6.4.1 Kontainer
Gedung khlor dilengkapi dengan gedung kontainer. Ruangan ini berisi
tabung-tabung yang berisi khlor likuid. Terdapat dua line yaitu line A dan line B.
Masing-masing line memiliki 3 tabung khlor yang terpasang. Satu line bekerja
sedangkan satu line yang lain sebagai cadangan. Line tersebut dilengkapi dengan
timbangan dan pengukur tekanan sehingga dapat segera diketahui jika khlor di
dalam tabung habis. Dalam satu line, tabung khlor yang bekerja satu buah. Jika
tabung tersebut habis maka dipakai tabung kedua, dan seterusnya sampai tabung
ketiga. Jika semua tabung dalam line habis maka dipakai line yang berikutnya.
22
23
2.6.5
Bangunan kapur
Bangunan kapur merupakan bangunan tempat penyimpanan kapur powder
dan lime milk. Untuk kapur powder, terlebih dahulu dicampurkan dengan air di
dalam bak. Setelah itu, kapur powder yang telah tercampur dengan air masuk ke
dalam saturator melalui saluran resirkulasi. Kemudian, masuk ke dalam bak untuk
dicampurkan kembali dengan air sampai menjadi larutan kapur jenuh. Larutan
kapur jenuh tersebut kemudian disalurkan ke pre dan post. Untuk kapur cair atau
lime milk, tidak melalui saturator, tetapi langsung disalurkan melalui pipa.
25
Tenaga listrik yang diperoleh dari PLN sebesar 200.000 KVA, 3 fase
melalui 2 main transformer (1 unit transformer stand by) dan masingmasing transformer berkapasitas 7.500 KVA.
2.6.7
pembuangan cucian filter (backwash dan surface wash water), dialirkan melalui
pipa berdiameter 1.500 mm. Fungsi dari waste water basin ini adalah untuk
memproses lumpur-lumpur dan air buangan dari backwash dan surface wash
water, dengan maksud agar hasil dari proses pengolahan air buangan/lumpur
26
2.6.8
Service Building
Service building pada awalnya adalah suatu bangunan sebagai sarana
27
karyawan sekali dalam setahun. Survei opini karyawan ini perlu dilakukan guna
mengukur kepuasan kerja karyawan maupun manajemen dalam melakukan tugas
sehari-hari. Sehingga, apabila terjadi ketidakpuasan, diharapkan manajemen
mencari solusi untuk memperbaikinya.
Pada sisi rekrutmen, seleksi, dan penempatan, manajemen Aetra
memformulasikan kebijakan di antaranya penerimaan calon karyawan baru dan
penempatan karyawan harus mengacu kepada kesesuaian dengan persyaratan
jabatan yang telah ditetapkan dalam uraian jabatan (distinct job profile). Setiap
karyawan wajib menjalankan penugasan yang telah diberikan oleh perusahaan,
dan perusahaan memberikan kesempatan yang sama kepada karyawan untuk
mengikuti proses seleksi dan penempatan. Adapun strategi yang ditempuh antara
lain berupa jalur rekrutmen internal dan rekrutmen eksternal. Untuk rekrutmen
eksternal dilakukan melalui head hunting, media massa, media online, dan
outsourcing.
Pada sisi pelatihan dan pengembangan, kebijakan yang digariskan Aetra
antara lain berupa kegiatan training yang dikelola oleh Human Capital Group.
Karyawan wajib mengikuti pelatihan mandatory, karyawan baru wajib mengikuti
orientasi perusahaan, dan karyawan yang akan memasuki masa pensiun
memperoleh pembekalan training masa persiapan pensiun. Sedangkan strategi
yang ditempuh di antaranya berupa class room training, on the job training,
assignment, E-learning, Coaching & Counseling, Pelatihan Berjenjang, Training
Pemenuhan Gap Kompetensi, dan Training untuk Pengembangan Karir.
Pada sisi hubungan industrial, manajemen Aetra menggariskan kebijakan
bahwa setiap line manager berkewajiban melakukan tindakan penegakan disiplin
dengan mekanisme pemberian teguran lisan disertai bukti peneguran, pemberian
Surat Peringatan (SP). SP-1 dan SP-2 harus dilaksanakan secara tepat waktu dan
tepat sasaran. Setiap karyawan yang telah memperoleh SP-2 dan masih
melakukan pelanggaran yang sama akan diberikan SP-3, atau mereka yang
melakukan pelanggaran lain yang memenuhi persyaratan pelanggaran berat, dapat
langsung diberikan SP-3 (pemecatan) oleh Human Capital Group.
Dengan semangat untuk terus menumbuhkembangkan profesionalisme
hingga unit-unit terkecil, tata kelola Aetra didasarkan pada pengelolaan
28
29
BAB III
PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM IPA BUARAN
30
sejumlah uang kepada pihak PJT II sesuai dengan besarnya pengambilan air baku
yang tercatat dalam flowmeter. Pihak Aetra dan pihak PJT II harus selalu
berkoordinasi dalam pengambilan air baku ini agar tuntutan kuantitas, kualitas,
dan kontinuitas dapat terpenuhi.
Air baku dari bendungan Jatiluhur mengalir melalui sungai dan pintu-pintu
air menuju Instalasi Pengolahan Air (IPA) Aetra di Buaran, Kalimalang, Jakarta,
dan selanjutnya mengalir ke Instalasi Pengolahan Air di Pulo Gadung. Sebelum
sampai di Jakarta, air baku tersebut juga digunakan terlebih dahulu untuk irigasi
persawahan. Di sepanjang aliran sungai itu, masyarakat seringkali membuang
sampah di sungai, sehingga air baku tercemar.
Instalasi Buaran adalah tempat penyadapan air pertama sepanjang Kanal
Tarum Barat dan air langsung masuk ke dalam proses pengolahan air secara
gravitasi. Hal ini menambah seriusnya masalah kekeruhan air baku yang ada.
Masalah akan bertambah berat ketika curah hujan cukup tinggi di daerah
penampungan air hujan bagian hulu kanal.
Tingkat kekeruhan di Kanal Tarum Barat dewasa ini sangat tinggi dan
sangat berfluktuasi karena pengaruh Kali Bekasi, Kali Cikarang, dan Kali Cibeet.
Kekeruhan dalam air disebabkan oleh zat-zat yang tersuspensi (tidak larut dalam
air). Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air Kanal Tarum Barat pada tahun
2009 menunjukkan bahwa tingkat kekeruhan mulai dari 10 sampai dengan 15640
NTU dengan rata-ratanya sebesar 278 NTU. Kualitas air baku tersebut di luar
kendali Aetra, karenanya Aetra harus membuat tindakan atau prosedur standar
untuk menjaga proses tetap berjalan tanpa gangguan bahkan selama tingkat
kekeruhan yang tinggi.
Air baku yang berasal dari Kanal Tarum Barat mengandung amonia
karena pengaruh adanya pabrik di sepanjang aliran. Selain itu, senyawa amonia
juga bisa berasal dari air limbah domestik atau air limbah kotoran binatang yang
terurai oleh mikroorganisme membentuk senyawa amonia. Berdasarkan hasil
pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa kandungan amonia di dalam air baku tersebut mulai dari 0,037 sampai
dengan 5,13 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 0,43 mg/l.
31
Air baku Kanal Tarum Barat juga mengandung organik yang tinggi. Zat
organik ini berasal dari kegiatan alamiah seperti penguraian dedaunan atau dari
kegiatan industri seperti zat organik dari zat warna tekstil. Berdasarkan hasil
pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa kandungan organik di dalam air baku tersebut mulai dari 0,15 sampai
dengan 300,82 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 12,43 mg/l.
Besi di dalam air ada yang terlarut dan tersuspensi. Besi merupakan unsur
yang banyak terdapat di dalam tanah, tetapi hanya sedikit yang terlarut dalam air.
Bentuk besi di dalam air dalam bentuk valensi +2 dan +3, tergantung kepada pH
dan potensial redoks di dalam air. Dalam lingkungan reduktor (potensial elektrode
negatif), besi dalam air dalam bentuk Fe+2 yang larut. Jika potensial redoks di
dalam air naik, maka Fe+2 akan teroksidasi membentuk Fe+3, yang akan
membentuk Fe(OH)3 yang kelarutannya kecil, akibatnya di dalam air akan
tersuspensi dalam bentuk kekeruhan air, yang berwarna kuning kecoklatan.
Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun
2009 menunjukkan bahwa kandungan besi total di dalam air baku tersebut mulai
dari 0,07 sampai dengan 44,52 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 2,64 mg/l.
Mangan di dalam air ada yang terlarut dan tersuspensi. Berdasarkan hasil
pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa kandungan mangan total di dalam air baku tersebut mulai dari 0 sampai
dengan 6,08 mg/l dengan rata-ratanya sebesar 0,37 mg/l.
Warna sejati atau true color, yaitu warna di dalam air yang disebabkan
oleh adanya senyawa organik yang larut, seperti pelapukan dedaunan atau ranting
pohon. Kemungkinan zat organik penyebab air berwarna tersebut dapat berupa
senyawa yang toksik, yang dapat membahayakan kesehatan. Untuk proses
disinfeksi dengan pembubuhan khlor ke dalam air yang berwarna, dikhawatirkan
akan terbentuk senyawa trihalometan (khloroform) yang diketahui bersifat
karsinogenik. Berdasarkan hasil pencatatan kualitas air baku Kanal Tarum Barat
pada tahun 2009 menunjukkan bahwa warna sejati di dalam air baku tersebut
mulai dari 4,27 sampai dengan 74,28 TCU dengan rata-ratanya sebesar 16,18
TCU.
32
33
Parameter
Satuan
Maks
Turbidity
NTU
100
pH
6,5-8,5
Amonia
mg/l
Organic
mg/l
15
Mangan
mg/l
0,5
Iron
mg/l
Color
TCU
150
Cond.
mhos/cm
500
T.Coli
10000/100 ml
E.Coli
2000/100 ml
Sulfat
mg/l
100
Tabel 3.1 Standar Air Baku Berdasarkan S.K. Gub. DKI No. 582 Tahun 1995
Parameter
Satuan
Maks
Turbidity
NTU
1750
pH
6,5-8,5
Amonia
mg/l
Organic
mg/l
15
Mangan
mg/l
0,5
Iron
mg/l
10
Color
TCU
150
Cond.
mhos/cm
500
T.Coli
10000/100 ml
E.Coli
2000/100 ml
Sulfat
mg/l
400
Tabel 3.2 Standar Air Baku Berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS)
3.2 Diagram Alir IPA Buaran
Instalasi Pengolahan Air Buaran berlokasi di sebelah selatan Jl. Inspeksi
Kali Malang berdekatan dengan Kanal Tarum Barat di Timur Jakarta. Instalasi
Pengolahan Air Buaran terdiri dari Instalasi Buaran I dan Instalasi Buaran II.
Fungsi dari instalasi ini adalah untuk mengolah air baku yang diambil dari Kanal
34
Tarum Barat melaui serangkaian unit-unit proses yang ada pada diagram alir
proses di atas, mendistribusikan air bersih ke seluruh wilayah Timur Jakarta dan
mentransmisikannya ke Pusat Distribusi Cilincing (PDC). Air bersih dari PDC
didistribusikan ke seluruh wilayah Jakarta Utara.
35
Unit bar screen berada di depan Instalasi Pengolahan Air Buaran tepat di
tepi Kanal Tarum Barat atau Kali Malang. Pengoperasian bar screen tidak diatur
oleh Aetra tetapi diatur oleh PJT II. Pemeliharaannya pun diatur oleh PJT II.
36
kali setiap shift (6 kali sehari). Lamanya operasi tergantung kondisi air baku. Jika
tidak banyak kotoran, biasanya dioperasikan selama 3-5 menit. Sampah yang
menempel pada screen akan jatuh pada suatu penampungan kemudian sampah
tersebut akan disemprotkan dengan air dari salah satu sisi sehingga sampah akan
menuju suatu keranjang yang berada di ujung penampungan sampah. Sampah
yang berada di dalam keranjang tersebut selanjutnya dibuang ke tempat sampah.
37
Pada intake, juga terjadi pembubuhan pre khlor. Pembubuhan pre khlorin
yang utama adalah di intake. Akan tetapi, pada keadaan tertentu pembubuhan pre
khlorin dilakukan di mixing basin. Pembubuhan pre khlorin pada mixing basin
dilakukan apabila terjadi gangguan pada pembubuhan pre khlorin di intake atau
terjadi pembubuhan karbon aktif di intake. Dosis pre khlorin yang dibubuhkan
berdasarkan jumlah amonia yang ada di dalam air baku. Untuk amonia < 0,5 mg/l
maka pre khlor yang dibubuhkan sebesar 10 kali kandungan amonia. Untuk
amonia > 0,5 mg/l maka pre khlor yang dibubuhkan sebesar 7 kali kandungan
amonia. Dosis pre khlor yang ditambahkan diatur di gedung khlorin yaitu pada
khlorinator. Dosis pre khlor yang sudah ditentukan kemudian dikalikan dengan
besarnya debit air baku yang masuk sehingga nantinya didapat suatu nilai dalam
satuan kg/hari pre khlor yang dibubuhkan.
38
atau tidak bekerja otomatis. Jumlah valve flowmeter air baku ada dua buah,
masing-masing untuk Buaran I dan Buaran II. Valve tersebut akan membuka atau
menutup sesuai permintaan debit yang masuk ke Buaran I atau Buaran II. Valve
ini bisa dijalankan secara otomatis dan manual.
Berdasarkan pencatatan debit air baku yang masuk pada tahun 2009, debit
air baku yang masuk ke Buaran I berkisar antara 290 sampai dengan 101160
m3/jam dengan rata-rata debit yang masuk sebesar 8992 m3/jam. Debit air baku
yang masuk ke Buaran II berkisar antara 645 sampai dengan 95200 m3/jam
dengan rata-rata debit yang masuk sebesar 8576 m3/jam. Debit air baku yang
masuk tergantung dari debit aliran air baku di Kanal Tarum Barat dan besarnya
bukaan valve air baku.
dipisahkan
melalui
proses
penjernihan
dan
penyaringan.
Untuk
40
41
Koagulan yang digunakan adalah alum cair, PAC, dan Sudflock A 820.
Koagulan pembantu yang digunakan adalah LT7994. Campuran koagulan yang
digunakan tergantung kekeruhan. Jika kekeruhan < 100 NTU, koagulan yang
digunakan adalah alum cair. Jika kekeruhan 100-200 NTU,
koagulan yang
digunakan alum cair dan PAC atau alum cair dan LT7994. Jika kekeruhan > 200
NTU, koagulan yang digunakan adalah Sudflock A 820 dan LT7994.
Dosis (mg/l)
Kekeruhan Air
Baku (NTU)
Alum
LT7994
<100
40
100-150
40
0,1
151-200
45
0,2
201-500
45
0,3
501-1000
55
0,5
1001-1500
65
0,6
1501-2000
90
2001-3000
115
1,3
3001-4000
135
1,4
4001-6000
140
1,6
6001-9000
160
9001-12000
160
2,2
>12001
170
2,2
42
alum ada enam buah. Pompa alum tersebut kemudian diatur besar stroke-nya di
ruang alum.
43
mixing basin terjadi di bak mixer atau bak tempat koagulasi I. Dosis pre khlor
yang ditambahkan diatur di gedung khlorin yaitu pada khlorinator. Dosis pre
khlor yang sudah ditentukan kemudian dikalikan dengan besarnya debit air baku
yang masuk sehingga nantinya didapat suatu nilai dalam satuan kg/hari pre khlor
yang dibubuhkan.
44
Pulsator ini terdiri dari tangki berdasar rata, dengan rangkaian pipa
berlubang didasarnya dimana air baku dialirkan untuk memastikan distribusi yang
merata di keseluruhan dasar pulsator. Serangkaian saluran terbuka dengan lubanglubang didasarnya, di atas bak, memungkinkan meratanya pengumpulan air yang
sudah agak jernih, sehingga dapat dihindari perbedaan aliran di setiap bagian.
45
(m3/jam)
beroperasi
Stop
1980-2970
3960-5950
5940-8910
8910-11880
Gambar 3.27 Pipa Utama dari Mixing Basin Menuju Ruang Vakum
46
Kekeruhan
Air Baku
Pembukaan
Penutupan
(NTU)
(Detik)
(Menit)
(Menit)
(Detik)
(Menit)
<100
30
50
151,5
30
240
101-150
30
40
121,5
30
120
151-200
30
30
91,5
30
120
201-500
30
20
61,5
30
60
501-1000
30
25,5
30
30
1001-2000
30
22,5
30
30
2001-3000
30
19,5
30
30
3001-4000
30
2,5
30
30
4001-5000
30
4,5
30
30
>5000
30
0,5
30
30
48
pencucian dasar pulsator, waktu pulsasi, aliran air ke dalam pulsator, dosis
koagulan. Jika kecepatan aliran ke atas terlalu besar, kecepatan pengendapan
partikel tidak lagi memadai untuk memastikan mengendapnya massa total yang
membentuk kohesi pada selimut lumpur. Jika zona selimut lumpur menghilang
maka dilakukan pemeriksaan pembuangan lumpur dan pencucian dasar pulsator,
pengurangan penggunaan PAC dan peningkatan dosis alum jika diperlukan,
pemeriksaan pulsasi di dalam ruang/bak hampa udara.
Air dari pulsator kemudian masuk ke kanal-kanal kecil yang ada di atas
pulsator melalui lubang-lubang kecil di sisi kanal. Selanjutnya air tersebut akan
mengalir ke filter. Sebelum sampai di filter, terjadi pembubuhan intermediate
khlor. Dosis yang dibubuhkan tergantung besarnya residu khlor yang ada di air
bersih yang diperiksa setiap jamnya. Jika residu khlor di air bersih belum
memenuhi target maka dosis intermediate khlor ditambahkan. Jika residu khlor di
air bersih berlebih maka dosis intermediate khlor dikurangi. Pengaturan dosis
intermediate khlor terjadi di gedung khlor yaitu pada khlorinator atas permintaan
dosis dari laboratorium proses. Dosis intermediate khlor yang sudah ditentukan
kemudian dikalikan dengan besarnya debit air baku yang masuk sehingga
nantinya didapat suatu nilai dalam satuan kg/hari intermediate khlor yang
dibubuhkan.
49
dipompakan yaitu air pulsator Buaran I dan Buaran II. Air pulsator tersebut akan
diperiksa kekeruhan, pH, dan residu khlor setiap jam.
50
periodik,
bak
saringan
pasir
dibersihkan
dengan
jalan
51
Kemudian valve air bersih dibuka sehingga kotoran-kotoran yang sudah terlepas
dapat terbilas dengan air menuju pembuangan.
Umumnya, backwash dilakukan 2 hari sekali. Akan tetapi, frekuensi
backwash tergantung dari kekeruhan air baku, kinerja pulsator, dan polimer yang
digunakan. Jika air baku sangat keruh maka flok yang terbentuk akan sangat
banyak. Kemungkinan besar flok tersebut ada yang tidak terendapkan pada
pulsator sehingga terbawa ke filter. Kotoran-kotoran yang menempel pada pasir
akan bertambah banyak sehingga sangat cepat terjadi clogging yaitu air tidak
dapat tersaring lagi. Selain itu, jika polimer digunakan sebagai bahan pembantu
koagulasi dan dosis yang ditambahkan berlebih maka polimer tersebut akan
melekat pada pasir karena sifat polimer yang sangat lengket sehingga terjadi
clogging. Filter siap untuk dicuci jika:
-
Tinggi muka air di tanki elevasi sesuai dengan yang ditetapkan atau
lebih tinggi.
Permukaan air pada bak air kotor adalah sesuai dengan yang
ditetapkan atau lebih rendah.
52
dan residu khlor setiap jam. Air filter yang ke laboratorium proses kemudian
dikembalikan ke reservoir.
bersih tersebut tetap terjaga dari bakteri-bakteri patogen yang mungkin saja ada
pada pipa-pipa distribusi. Air bersih yang ada di reservoir Buaran II selanjutnya
akan ditransmisikan ke Pusat Distribusi Cilincing (PDC) dan terjadi pembubuhan
khlor di PDC tersebut. Tempat pembubuhan post khlor adalah di pipa air bersih
setelah filter dan menuju reservoir. Dosis post khlor yang ditambahkan diatur di
gedung khlorin yaitu pada khlorinator. Dosis post khlor yang sudah ditentukan
kemudian dikalikan dengan besarnya debit air baku yang masuk sehingga
nantinya didapat suatu nilai dalam satuan kg/hari post khlor yang dibubuhkan.
54
Maksimum normal (H) : 11,83. Sama dengan pada elevasi 5,8 di panel.
Elevasi minimum (LL) : 8,4. Sama dengan pada elevasi 3,2 di panel.
Pompa akan berhenti secara otomatis kira-kira 4 meter dari struktur
paling atas reservoir.
55
Debit Air
Debit Air Baku
Debit Air
Debit Air
Minum
Lama
Minum
Lama
Minum
Lama
m3/jam
l/det
l/det
jam
l/det
jam
l/det
jam
11880
3300
3000
12,41
2000
2,86
1000
1,62
10800
3000
3000
Balance
2000
3,72
1000
1,86
10000
2778
3000
16,75
2000
4,79
1000
2,09
9500
2639
3000
10,31
2000
5,83
1000
2,27
9000
2500
3000
7,44
2000
7,44
1000
2,48
8500
2361
3000
5,83
2000
10,31
1000
2,73
8000
2222
3000
4,79
2000
16,75
1000
3,05
7500
2083
3000
4,06
2000
44,67
1000
3,44
7000
1944
3000
3,53
2000
67,00
1000
3,94
6500
1806
3000
3,12
2000
19,14
1000
4,62
6000
1667
3000
2,79
2000
11,17
1000
5,58
5500
1528
3000
2,53
2000
7,88
1000
7,05
5000
1389
3000
2,31
2000
6,09
1000
9,57
4500
1250
3000
2,13
2000
4,96
1000
14,89
4000
1111
3000
1,97
2000
4,19
1000
33,50
Sistem distribusi air bersih (Buaran I), mulai dari stasiun pompa distribusi
ke sambungan konsumen, dirancang untuk mendistribusikan air yang telah diolah
dengan tekanan air optimal sesuai dengan kebutuhan air. Kapasitas sistem
distribusi Buaran I adalah 2000 l/det. Dalam sistem distribusi ini, tersedia sistem
pengendali tekanan dan aliran manual dengan menggunakan beberapa unit pompa
56
yang berkapasitas besar maupun kecil dengan katup pengendali aliran dan
pengukur aliran serta perlengkapannya. Operator dapat mengendalikan sistem
distribusi secara manual, sesuai dengan permintaan, di rumah pompa distribusi.
Air bersih dari reservoir Buaran I ini akan didistribusikan ke gudang air di Pasar
Rebo dan selanjutnya didistribusikan ke konsumen.
57
Panel
beroperasi
3,2-4,0
1 Pompa Besar
4,0-5,2
2 Pompa Besar
5,2-6,0
3 Pompa besar
Menara 2
Menara 3
7,0
10,0
10,2
5,0
5,0
36,1
29,2
25,45
9,4
12,45
1.390
2.290
1.080
Diameter
-
Luar (m)
Dalam
(m)
Tinggi
-
Luar (m)
Dalam
(m)
58
Aliran Masuk
Aliran
Distribusi
Durasi
m3/jam
l/det
(l/det)
(jam)
10800
3000
3000
Balance
10800
3000
2250
12,2
10800
3000
1500
6,11
10800
3000
750
4,07
7200
2000
3000
9,17
7200
2000
2250
36,67
7200
2000
1500
18,33
7200
2000
750
7,33
3600
1000
3000
4,58
3600
1000
2250
7,33
3600
1000
1500
18,33
3600
1000
750
36,67
Elevasi maksimum (HH): 9,5 Alarm menyala. Pada elevasi 10,1 air
akan meluap.
59
60
Pompa yang digunakan adalah pompa PWW dan PES. Setiap bak memiliki 2
pompa PWW. Pompa PES merupakan pompa emergency.
3.10
lumpur yang dihasilkan dari Sludge Extraction (SE) dan Sludge Draining (SD).
Jumlah bak pengering lumpur adalah 8 buah. Dimensi masing-masing bak adalah
60 m x 5 m x 0,5 m. Total volume lumpur dalam 1 bak adalah 150 m3. Total
volume lumpur dalam 8 bak adalah 1200 m3.
Lumpur dari SE dan SD yang sudah dikumpulkan di waste basin
kemudian dipompakan menuju sludge drying bed. Pada ujung bak pengering
terdapat saluran menuju Kali Jati Kramat yang mengalirkan air yang sudah
terpisah dari lumpur. Sebagian air yang terkandung dalam lumpur akan menguap.
Lama kelamaan lumpur tersebut akan mengering. Setelah lumpur kering, lumpur
kering tersebut di angkut dan dikumpulkan pada satu tanah lapang dan nantinya
dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah. Bak yang sudah kosong lalu diisi
kembali dengan lumpur.
61
62
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Screening
Pada intake terdapat unit operasi utama yaitu screen. Screen adalah alat
yang terdiri dari bukaan yang umumnya berukuran seragam yang digunakan untuk
menahan padatan yang ada pada air baku. Fungsi utama penyaringan adalah
menyingkirkan material kasar dari aliran yang dapat merusak peralatan pada unit
berikutnya,
mengurangi
keefektivan
proses
secara
keseluruhan,
atau
mengkontaminasi aliran.
Ada dua tipe umum screen yaitu coarse screen dan fine screen. Coarse
screen memiliki ukuran bukaan 6 150 mm (0,25 6 in) sedangkan fine screen
memiliki bukaan kurang dari 6 mm atau kurang dari 0,25 in (Metcalf & Eddy,
2003). Coarse screen berfungsi untuk menyaring sampah kasar sedangkan fine
screen berfungsi untuk menyaring sampah halus.
4.2 Sedimentasi
Fungsi dari sedimentasi adalah menyisihkan zat tersuspensi dalam bentuk
TSS (Total Suspended Solid) atau settleable solid dengan memanfaatkan gaya
gravitasi. Pada unit ini tidak ada penambahan bahan kimia. Dilihat dari zat yang
diendapkan dalam bangunan penyediaan air minum, ada dua jenis unit
sedimentasi yaitu sebagai berikut:
Prasedimentasi, untuk partikel diskrit dalam bentuk lumpur kasar dan
halus (settleable solid) dan pasir.
Sedimentasi, untuk partikel dalam bentuk flok hasil flokulasi TSS dan
partikel koloid.
Konfigurasi utama dari unit sedimentasi ada tiga yaitu horizontal
rectangular basin, upflow sedimentation tanks, dan upflow reactor clarifiers with
sludge blanket. Horizontal rectangular basin sering digunakan karena stabilitas
hidrauliknya, toleran terhadap shock loading, dan mudah dalam pengoperasiannya
(Kawamura, 1991). Modifikasi dari jenis sedimentasi adalah plate settler dan tube
63
settler. Fungsi dari modifikasi tersebut adalah memperpendek tinggi jatuh partikel
yang akan diendapkan yang akan meningkatkan beban hidrolis.
Prasedimentasi berfungsi mengurangi beban TSS sehingga kebutuhan
akan koagulan pada unit koagulasi bisa dikurangi. Prasedimentasi disarankan
untuk digunakan bila sumber air baku berupa sungai dengan fluktuasi kekeruhan
yang tinggi. Selama ini unit prasedimentasi yang banyak digunakan adalah tipe
segiempat dengan aliran horizontal. Bangunan prasedimentasi terdiri dari zona
inlet, zona sedimentasi, dan zona outlet serta dilengkapi dengan pipa inlet, pipa
outlet, dan pipa pembuangan lumpur.
Dalam mendesain suatu bak prasedimentasi, harus diketahui terlebih
dahulu sifat padatan dari suatu air baku. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis
settleable solid dari suatu air sungai dengan menggunakan tangki Camp. Dari
analisis tersebut dapat diketahui kecepatan mengendap partikel.
Suatu bak prasedimentasi dengan ukuran dan debit aliran air baku yang
diolah tertentu dapat diketahui besarnya surface loading. Dengan diketahuinya
kecepatan mengendap partikel dan surface loading maka dapat diketahui efisiensi
penyisihan dari suatu bak prasedimentasi. Efisiensi penyisihan juga dipengaruhi
oleh jenis aliran (laminer atau turbulen) dan kestabilan aliran (stabil atau tidak
stabil). Bak prasedimentasi yang ideal apabila aliran laminer dan stabil.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendesain bak sedimentasi adalah
kecepatan mengendap antar spesifikasi air baku, keberadaan ganggang oleh
karena itu perlu diberi atap untuk menghalangi sinar matahari yang dapat
meningkatkan pertumbuhan ganggang, temperatur antara air yang masuk dengan
air yang berada di bak karena perbedaan temperatur bisa mengacaukan aliran.
Kondisi di lapangan tidak ideal berbeda dengan kondisi di laboratorium yaitu
pengendapan dengan tangki Camp yang kondisinya ideal. Oleh karena itu,
efisiensi penyisihan di lapangan selalu lebih kecil daripada efisiensi penyisihan di
laboratorium.
4.3 Koagulasi
Partikel koloid dan partikel tersuspensi yang halus tidak mungkin
diendapkan secara gravitasi karena diameter partikel yang sangat kecil
64
menyebabkan kecepatan mengendap yang sangat kecil. Selain itu partikel koloid
bersifat stabil karena bermuatan elektro statis. Untuk mengatasi hal tersebut,
diupayakan agar partikel bergabung sehingga kecepatan mengendap lebih besar
dan dapat diendapkan secara gravitasi.
Koagulasi adalah proses destabilisasi muatan koloid dan padatan
tersuspensi, termasuk bakteri dan virus dengan koagulan. Pengadukan cepat
merupakan bagian dari koagulasi. Pengadukan cepat bertujuan untuk secara cepat
dan seragam mendispersikan bahan kimia koagulan ke dalam air yang alan diolah.
Keefektivan pengadukan cepat sangat penting ketika menggunakan koagulan
logam seperti alum dan ferric chloride karena hidrolisis koagulan tersebut terjadi
hanya dalam waktu sedetik dan kemudian adsorpsi ke partikel koloid sangatlah
cepat (Kawamura, 1991).
Untuk menggabungkan partikel, pendekatan yang dilakukan adalah
mengurangi gaya tolak elektrostatis melalui penambahan koagulan dan
memperpendek jarak antar partikel atau menumbukkan partikel yang telah
berkurang muatan elektrostatisnya melalui pengadukan. Tumbukan memerlukan
waktu dan energi yang cukup. Agar tumbukan yang terjadi semakin banyak maka
gradien kecepatan (G) perlu diperbesar. Gradien kecepatan atau velocity gradien
(G) adalah perbedaan kecepatan dari suatu titik ke titik lain. Dalam pengadukan
cepat, kecepatan maksimal pengadukan tidak terlalu dibatasi. Gradien kecepatan,
G (s-1) dan waktu pengadukan, t (s) yang paling efektif adalah G x t = 300 1600
(Kawamura, 1991).
Koagulator atau pengaduk atau mixer berfungsi mencampur secara merata
koagulan dengan air baku. Ada tiga jenis pengaduk yaitu:
Pengaduk hidrolis, memanfaatkan disipasi energi akibat aliran air. Contoh
pengaduk hidrolis adalah terjunan, hydraulic jump, baffled channel, dan
flash mixer.
Pengaduk mekanis, memanfaatkan energi dari pengaduk dengan tenaga
mekanik atau elektrik. Contoh pengaduk mekanis adalah pengaduk
menggunakan stirrer atau blade.
Pengaduk pneumatis, memasukkan udara bertekanan yang berasal dari
kompresor ke dalam reaktor (pada dasar reaktor).
65
4.4 Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pengadukan lambat. Pengadukan lambat ini
berfungsi menggabungkan partikel koloid yang telah terdestabilisasi (beberapa di
antaranya telah membentuk mikro flok) untuk saling bergabung membentuk flok
yang lebih besar sehingga kecepatan pengendapan menjadi lebih besar dan secara
teknis dapat diendapkan. Berbeda dengan koagulasi dimana kecepatan aliran
relatif tidak dibatasi, dalam flokulasi kecepatan aliran (termasuk kecepatan aliran
relatif terhadap blade untuk flokulator mekanis) dibatasi. Pembatasan kecepatan
aliran dimaksudkan untuk mencegah pecahnya flok yang terbentuk akibat gaya
gesek (shearing stress) aliran air.
Desain bak flokulasi berdasarkan dua kriteria yatu waktu detensi (t) dan
tingkat energi pencampuran (G). Kriteria desain untuk tangki flokulasi berbentuk
segi empat adalah G x t = 104-105 atau G = 10 70 s-1 dan waktu detensi sebesar
20 30 menit (Kawamura, 1991).
Ada tiga jenis flokulator yaitu flokulator hidrolis, flokulator mekanis, dan
sludge blanket flocculator. Flokulator hidrolis dalah flokulator dengan baffled
channel yang terdiri dari horizontal flow dan up-down flow. Jenis flokulator
hidrolis yang umum digunakan adalah baffled channel dengan horizontal flow.
Jenis tersebut memiliki keuntungan yaitu cocok untuk debit medium (100 300
L/s), sederhana dalam operasi dan pemeliharaan, dan perkembangan pembentukan
flok dapat dilihat dengan jelas. Sedangkan, kerugiannya adalah memerlukan lahan
yang cukup luas. Untuk memperoleh pembentukan flok yang baik, maka reaktor
dibagi menjadi tiga kompartemen dengan nilai G dan G.td yang menurun secara
gradual.
Dalam flokulator mekanis, energi pengadukan diperoleh dari energi listrik
(motor) yang digunakan untuk memutar pengaduk. Keuntungan flokulator
mekanis terletak pada kemudahan dan fleksibilitas dalam pengaturan nilai G.
Kerugian flokulator mekanis adalah memerlukan energi yang lebih besar dan
pemeliharaan yang mahal.
Dalam sludge blanket flokulator, sludge blanket atau selimut lumpur
terbentuk pada reaktor aliran ke atas dimana flok yang mempunyai kecepatan
mengendap yang sama dengan kecepatan up-flow (Vup) melayang atau tertahan.
66
Flok yang melayang tersebut semakin lama semakin banyak sehingga membentuk
massa flok melayang yang disebut sludge blanket atau selimut lumpur. Selimut
lumpur berperilaku seperti porous bed. Aliran melalui selimut lumpur akan
kehilangan tekanan yang juga dapat dimanfaatkan sebagai flokulator. Sludge
blanket flokulator terjadi pada pulsator.
Pengadukan dengan pulsator adalah mengakumulasikan flok pada bagian
dasar suatu bak pengendap. Untuk dapat memperbesar flok, air yang sudah
terkoagulasi dikejut secara berkala dengan mengalirkan air baku secara tiba-tiba
di inlet. Dengan sentakan ini flok yang kecil tertumbuk satu sama lain kemudian
menghasilkan flok yang lebih besar. Flok yang telah membesar dan jenuh dibuang
secara kontinu ke saluran pembuang.
67
digunakan adalah karbon aktif, athracite, coconut shell, dan lain-lain. Diharapkan
dengan penyaringan, akan dapat dihilangkan kekeruhan tersebut secara total.
Filtrasi diperlukan untuk menyempurnakan penurunan kadar kontaminan
seperti bakteri, warna, rasa, bau, dan besi sehingga diperoleh air yang bersih
memenuhi standar kualitas air minum. Filter dibedakan menjadi dua macam yaitu
saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat. Saringan pasir lambat
dikembangkan pada tahun 1829 oleh James Simpson pada perusahaan air minum
Inggris. Saringan pasir cepat dikembangkan di USA selama periode tahun 19001910. Saringan pasir cepat lebih banyak dimanfaatkan dalam sistem pengolahan
air minum. Filter juga dapat diklasifikasikan berdasarkan cara pengalirannya,
yaitu gravity filter dan pressure filter (Joko,2010).
68
4.6 Disinfeksi
Disinfeksi adalah usaha untuk mematikan mikroorganisme yang masih
tersisa dalam proses, terutama ditujukan kepada yang patogen. Terdapat
bermacam-macam cara disinfeksi.
Kimia
o Larutan Kaporit
o Gas Khlor
o Gas Ozon
Fisika
o Gelombang mikro
o Ultraviolet
69
4.6.1 Khlorinasi
Senyawa khlor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena
oksigen yang terbebaskan dari senyawa asam hypokhlorus mengoksidasi beberapa
bagian yang penting dari sel-sel bakteri sehingga rusak. Teori lain menyatakan
bahwa proses pembunuhan bakteri oleh senyawa khlor, selain oleh oksigen bebas
juga disebabkan oleh pengaruh langsung senyawa khlor yang bereaksi dengan
protoplasma. Beberapa percobaan menyebutkan bahwa kematian mikroorganisme
disebabkan reaksi kimia antara asam hipoclorous dengan enzim pada sel bakteri
sehingga metabolismenya terganggu. Senyawa khlor yang digunakan sebagai
disinfektan adalah hipoklorit dari kalsium dan natrium, khloroamin, khlor
dioksida, dan senyawa kompleks dari khlor.
Senyawa khlor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun
anorganik tertentu membentuk senyawa baru. Beberapa bagian khlor akan tersisa
yang disebut sisa khlor. Pada mulanya sisa khlor merupakan khlor terikat,
selanjutnya jika dosis khlor ditambah maka sisa khlor terikat akan semakin besar,
dan pada suatu ketika tercapai kondisi break point chlorination. Penambahan
dosis khlor setelah titik ini akan memberi sisa khlor yang sebanding dengan
penambahan khlor. Keuntungan dicapainya break point yaitu:
Cl2 + H2O HOCl + H+ + ClHOCl H+ + OClKondisi optimum untuk proses disinfeksi adalah jika hanya terdapat
HOCl. Adanya OCl- akan kurang menguntungkan. Kondisi optimum ini
dapat tercapai pada pH < 5.
71
udara
seperti
disebut
dalam
Kepmenkes
RI
No.907/Menkes/SK/VII/2002.
3. Adanya gas-gas terlarut dalam air
Yang dimaksud gas-gas tersebut adalah O2, CO2, dan H2S. Beberapa gas
terlarut tersebut akan bersifat korosif.
4. Bakteri
Secara biologis tingginya kadar besi terlarut dipengaruhi oleh bakteri besi
yaitu bakteri yang dalam hidupnya membutuhkan makanan dengan
mengoksidasi besi sehingga larut. Jenis ini adalah bakteri Crenotrik,
Leptotrik,
Callitonella,
Siderocapsa,
dan
lain-lain.
Bakteri
ini
72
73
4.8
ganggang, dan lain-lain, khlor dapat mengoksidasi ion-ion logam seperti Fe2+,
Mn2+, menjadi Fe3+, Mn4+ dan memecah molekul organis seperti warna. Selama
proses tersebut, khlor sendiri direduksi sampai menjadi khlorida (Cl-) yang tidak
mempunyai daya disinfeksi. Di samping ini khlor juga bereaksi dengan amonia.
Kalau khlor sebagai gas Cl2 dilarutkan dalam air, maka akan terjadi reaksi
hidrolisa yang cepat seperti berikut ini:
Cl2 + H2O
H+
Cl-
HOCl
(1)
HOCl
H+
(2)
(hipokhlorit)
74
Ion khlorida (Cl-) tidak aktif, sedangkan Cl2, HOCl, dan OCl- dianggap sebagai
bahan yang aktif. HOCl yang tidak terpecah adalah zat pembasmi yang paling
efisien bagi bakteri
Gambar 4.2 Keseinbangan antara Cl2, HOCl, dan OCl- dan hubungannya dengan
nilai pH pada T = 25oC
Dari gambar jelas terlihat bahwa proses disinfeksi lebih efisien pada suasana
netral atau bersifat asam lemah. Namun tetap dianggap bahwa khlor tersedia
bebas adalah:
[Cl2] + [OCl-] + [HOCl]
Zat amonia dalam air akan bereaksi dengan khlor atau asam hipokhlorit
dan membentuk monokhloramin, dikhloramin, atau trikhloramin tergantung dari
pH, perbandingan konsentrasi pereaksi, dan suhu. Reaksi-reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
NH3 + HOCl
NH2Cl
H2O
pH7
(3)
H2O
4pH6
(4)
(monokhloramin)
NH2Cl + HOCl
NHCl2
(dikhloramin)
NHCl2 + HOCl
NCl3 +
H2O
pH<3
(5)
(trikhloramin)
Bila pH larutan 7, terbentuk monokhloramin (reaksi 3), dan sekaligus sedikit
dikhloramin. Antara 4 pH 6 dikhloramin terutama terbentuk (reaksi 4).
Khloramin juga terbentuk sebagai hasil reaksi antara khlor dan salah satu jenis
amin organis seperti protein.
75
Bila cukup banyak NH3 dalam larutan maka NH2Cl cukup stabil. Namun
bila kelebihan khlor, NH2Cl pecah hingga terbentuk gas N2 dengan reaksi sebagai
berikut:
2NH2Cl + HOCl N2 + 3HCl + H2O
(6)
76
Kadar khlor tersedia bebas naik secara seimbang dengan banyaknya khlor
yang dibubuhkan. Kadar khlor aktif (residu) yang dibubuhkan sesudah titik D
tergantung dari mutu bakteriologis air bersih yang diinginkan (sesudah
khlorinasi), jarak yang harus ditempuh air bersih sampai ke konsumen (karena
khlor aktif sedikit demi sedikit direduksi), pH dan sebagainya.
4.9 Reservoir
Reservoir distribusi merupakan bangunan penampungan air minum
sebelum dilakukan pendistribusian ke pelanggan/masyarakat, yang dapat
ditempatkan di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah.
Bangunan reservoir umumnya diletakkan di dekat jaringan distribusi pada
ketinggian yang cukup untuk mengalirkan air secara baik dan merata ke seluruh
daerah konsumen.
77
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
PROSES PENGOLAHAN AIR MINUM TAHUN 2009
78
582/1995. Pada tahun 2009, dari 1465 sampel air baku yang diperiksa, 380 sampel
tidak memenuhi standar.
Pada tahun 2009, peringkat atas kontaminan dalam air baku adalah Total
coliform, diikuti dengan Eschericia coli, organik, mangan, kekeruhan, COD,
BOD, amonia, suspended solid, daya hantar listrik, dan Hg. Eschericia coli
pertama kali dicek dan dilaporkan oleh Aetra pada tahun 2009 tetapi mungkin ada
di tahun-tahun sebelumnya. Eschericia coli merupakan indikasi bahwa sumber air
baku terkontaminasi dengan bakteri feces. Dari berbagai kontaminan dalam air
baku di atas, terdapat tiga peringkat atas kontaminan yang menpengaruhi
operasional Instalasi Pengolahan Air Aetra. Ketiga kontaminan tersebut adalah
kekeruhan, organik, dan amonia.
Pada tahun 2009, kekeruhan rata-rata air baku adalah 278 NTU dan
kekeruhan maksimum air baku mencapai 15640 NTU. Berdasarkan data sampling
air baku di Instalasi Buaran pada tahun 2009, 97% sampel memenuhi standar PKS
untuk parameter kekeruhan. Pada Januari sampai dengan Mei 2009, kekeruhan
rata-rata air baku cenderung meningkat. Pada Juni sampai dengan Agustus 2009,
kekeruhan rata-rata air baku cenderung menurun. Pada September sampai dengan
Desember 2009, kekeruhan rata-rata air baku kembali meningkat.
Kekeruhan air baku bisa dipengaruhi oleh musim. Pada musim penghujan,
kekeruhan air baku cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh zat padat yang
terbawa oleh aliran air hujan kemudian masuk ke saluran air baku. Kekeruhan air
baku yang tinggi di IPA Buaran umumnya disebabkan oleh hujan yang terjadi di
hulu. Kekeruhan air baku yang tinggi mempengaruhi kinerja unit-unit pengolahan
yang ada di IPA Buaran.
Pada awalnya, IPA Buaran didesain untuk kekeruhan air baku sampai
dengan 1000 NTU. Akan tetapi, dewasa ini kekeruhan air baku bisa mencapai >
10000 NTU. Selain itu, Instalasi Buaran adalah tempat penyadapan air pertama
sepanjang Kanal Tarum Barat dan air langsung masuk ke dalam proses
pengolahan air secara gravitasi tanpa adanya bak prasedimentasi. Hal ini
menambah seriusnya masalah kekeruhan air baku yang ada. Kualitas air baku
tersebut di luar kendali Aetra, karenanya Aetra harus membuat tindakan atau
prosedur standar untuk menjaga proses tetap berjalan tanpa gangguan bahkan
selama tingkat kekeruhan yang tinggi.
Hal yang dilakukan jika kekeruhan air baku sangat tinggi adalah
mengurangi debit air baku yang masuk. Dengan berkurangnya debit air baku
maka berkurang pula debit air bersih yang didistribusikan ke konsumen. Selain
mengurangi debit, hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan pemilihan bahan
kimia koagulan yang sesuai untuk kekeruhan tinggi seperti Sudflock dan
Magnaflock.
Kekeruhan air baku yang tinggi menyebabkan lumpur yang dihasilkan dari
pulsator menjadi banyak. Hal ini menyebabkan seringnya frekuensi pembuangan
lumpur melalui sludge extraction dan sludge draining menuju waste basin dan
sludge drying bed. Sedangkan, kapasitas waste basin dan sludge drying bed yang
80
dimiliki Aetra terbatas. Oleh karena itu, sebagian lumpur langsung dibuang ke
Kali Jati Kramat. Hal ini menyebabkan pendangkalan di Kali Jati Kramat.
Kekeruhan air baku yang tinggi ini bisa diatasi dengan bak prasedimentasi.
Instalasi Buaran tidak memiliki bak prasedimentasi dikarenakan pada saat awal
mendesain, kekeruhan air baku tidak terlalu tinggi. Akan tetapi, sekarang ini
kekeruhan air baku tinggi karena dipengaruhi oleh Kali Bekasi, Kali Cikarang,
dan Kali Cibeet yang bermuara ke Kanal Tarum Barat. Dengan adanya bak
prasedimentasi di awal proses, partikel diskrit yaitu partikel yang mudah
mengendap secara gravitasi seperti pasir dapat mengendap sehingga dapat
mengurangi kekeruhan dan mengurangi beban pengolahan di tahap selanjutnya.
Unit prasedimentasi memang sangat dianjurkan untuk kekeruhan air baku > 10000
NTU. Efisiensi pemisahan kekeruhan dapat mencapai 40-60%.
Selain kekeruhan, kontaminan lain yang mempengaruhi operasional
Instalasi adalah amonia. Amonia maksimum dan amonia rata-rata cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. SK Gub. DKI 582/1995 menyatakan nilai
maksimum amonia dalam air baku untuk instalasi pengolahan air minum harus 1,0
mg/l, sedangkan standar operasional untuk IPA Buaran 2,0 mg/l. Pada tahun
2009, rata-rata amonia di dalam air baku sebesar 0,43 mg/l. Pada bulan Januari
sampai dengan Mei, jumlah amonia cenderung menurun. Pada bulan Juli sampai
dengan September jumlah amonia cenderung meningkat. Pada bulan Oktober
sampai dengan Desember, jumlah amonia cenderung menurun. Jumlah amonia
maksimum pada tahun 2009 terjadi di bulan September yaitu mencapai 5,13 mg/l.
Berdasarkan data sampling air baku di Instalasi Buaran pada tahun 2009, 96%
sampel memenuhi standar PKS untuk parameter amonia.
Amonia di dalam air baku tinggi pada musim kemarau. Amonia yang
melebihi ambang batas menyebabkan air baku yang dipasok dari Kanal Tarum
Barat berwarna hitam dan baunya sangat menyengat. Kondisi kualitas air baku
yang menurun tersebut akibat menurunnya volume air baku dari Curug.
Akibatnya, aliran air baku dari Kali Bekasi yang berpotongan dengan Kanal
Tarum Barat meningkat tajam. Pencemaran air dari hulu tersebut ditambah
dengan kondisi Tarum Kanal Barat yang sampai saat ini masih banyak tercemar.
Hal ini menyebabkan parameter amonia sangat tinggi. Akibatnya, air pun menjadi
berwarna hitam dan mengeluarkan bau yang menyengat. Selain diakibatkan oleh
berlangsungnya musim kemarau, keadaan air baku dengan amonia yang sangat
tinggi juga bisa disebabkan karena adanya perbaikan pompa air baku oleh PJT II.
Perbaikan pompa ini menyebabkan penurunan volume air baku dari Curug.
Kualitas air baku memang sangat dipengaruhi oleh aktivitas yang berlangsung
sepanjang aliran sungai. Mulai dari Waduk Jatiluhur hingga mengalir sampai ke
Jakarta melalui Tarum Kanal Barat (Kalimalang) yang juga dilintasi oleh Kali
Bekasi. Sepanjang saluran tersebut, pencemaran masih belum mampu
dinetralisasi.
Jumlah amonia air baku mempengaruhi jumlah pemakaian gas khlor dan
mempengaruhi proses oksidasi dan disinfeksi. Semakin banyak amonia yang ada
di dalam air baku maka semakin banyak gas khlor yang digunakan sedangkan
kapasitas khlorinator yang ada terbatas. Amonia di dalam air akan teroksidasi
membentuk senyawa nitrit. Adanya senyawa nitrit dalam air minum dapat
mengganggu kesehatan.
Kontaminan yang juga sangat mempengaruhi operasional Instalasi Buaran
adalah organik. Organik maksimum dan organik rata-rata cenderung meningkat
dari tahun ke tahun. SK Gub. DKI 582/1995 menyatakan nilai maksimum organik
dalam air baku untuk instalasi pengolahan air minum harus 15 mg/l, sama dengan
standar operasional untuk IPA Buaran. Organik rata-rata pada tahun 2009 adalah
12,43 mg/l. Organik maksimum mencapai 300,82 mg/l yang terjadi pada bulan
Oktober. Berdasarkan data sampling air baku di Instalasi Buaran pada tahun 2009,
81% sampel memenuhi standar PKS untuk parameter organik.
82
Jumlah organik air baku juga mempengaruhi jumlah pemakaian gas khlor.
Semakin banyak organik yang ada di dalam air baku maka semakin banyak gas
khlor yang digunakan sedangkan kapasitas khlorinator yang ada terbatas. Jika
kandungan organik tinggi, dilakukan pembubuhan karbon aktif di intake. Organik
akan hilang dengan proses adsorbsi. Pada saat terjadi pembubuhan karbon aktif di
intake, pembubuhan pre khlor tidak dilakukan di intake tetapi dilakukan di mixing
basin. Hal ini dilakukan karena apabila karbon aktif dibubuhkan di tempat yang
sama dengan pre khlor maka proses penghilangan organik menjadi tidak efektif.
Karbon aktif dan khlor akan bereaksi.
83
pH maksimum air baku mencapai 7,9 dan pH minimum air baku mencapai 6,0.
pH akan mempengaruhi proses koagulasi. Berdasarkan data sampling air baku di
Instalasi Buaran pada tahun 2009, 100% sampel memenuhi standar PKS untuk
parameter pH.
Koagulan hanya akan bekerja pada batasan pH yang sesuai. Untuk
koagulan alum, pH yang asam menyebabkan flok yang terbentuk ringan. Jika flok
terlalu ringan maka flok tersebut akan naik ke atas dan dapat terbawa ke aliran air
menuju filter. Sedangkan, pH yang terlalu basa menyebabkan tidak terbentuknya
flok. Oleh karena itu, pembubuhan prelime di intake perlu dilakukan agar pH air
mencapai pH optimum untuk proses koagulasi.
pH juga mempengaruhi proses penghilangan besi dan mangan. Besi dan
mangan yang terlarut di dalam air secara efektif akan teroksidasi menjadi besi dan
mangan yang tidak terlarut pada pH netral yaitu pH 7.
Selain itu, nilai pH juga mempengaruhi keseimbangan Cl2, HOCl, dan
OCl- di dalam air. Cl2, HOCl, dan OCl- dianggap sebagai bahan yang aktif. Pada
grafik keseimbangan antara Cl2, HOCl, dan OCl- dan hubungannya dengan nilai
pH pada T=25oC, terlihat bahwa proses desinfeksi lebih efisien pada suasana
netral atau bersifat asam lemah.
SK Gub. DKI 582/1995 menyatakan nilai maksimum besi dalam air baku
untuk instalasi pengolahan air minum harus 2,0 mg/l, sedangkan standar
operasional untuk IPA Buaran 10,0 mg/l. Pada tahun 2009, besi total rata-rata air
baku adalah 2,64 mg/l. Besi total maksimum terjadi pada bulan Desember yaitu
sebesar 44,52 mg/l. Berdasarkan data sampling air baku di Instalasi Buaran pada
tahun 2009, 100% sampel memenuhi standar PKS untuk parameter besi.
Besi di dalam air ada yang terlarut dan tersuspensi. Besi merupakan unsur
yang banyak terdapat di dalam tanah, tetapi hanya sedikit yang terlarut dalam air.
Bentuk besi di dalam air dalam bentuk valensi +2 dan +3, tergantung kepada pH
dan potensial redoks di dalam air. Dalam lingkungan reduktor (potensial elektrode
negatif), besi dalam air dalam bentuk Fe+2 yang larut. Jika potensial redoks di
dalam air naik, maka Fe+2 akan teroksidasi membentuk Fe+3, yang akan
membentuk Fe(OH)3 yang kelarutannya kecil, akibatnya di dalam air akan
tersuspensi dalam bentuk kekeruhan air, yang berwarna kuning kecoklatan.
Dalam bentuk ikatan besi dapat berupa Fe2O3, Fe(OH)2, Fe(OH)3 atau
FeSO4 tergantung dari unsur lain yang mengikatnya. Dinyatakan pula bahwa besi
dalam air adalah bersumber dari dalam tanah sendiri di samping dapat pula
berasal dari sumber lain, diantaranya dari larutnya pipa besi, reservoir air dari besi
atau endapan endapan buangan industri. Kelarutan besi dalam air juga
dipengaruhi oleh pH. pH rata-rata air baku adalah 6,9. pH air rendah akan
berakibat terjadinya proses korosif sehingga menyebabkan larutnya besi dan
logam lainnya dalam air, pH yang rendah kurang dari 7 dapat melarutkan logam.
Dalam keadaan pH rendah, besi yang ada dalam air berbentuk ferro dan ferri,
dimana bentuk ferri akan mengendap dan tidak larut dalam air serta dapat dilihat
dengan mata sehingga mengakibatkan air menjadi berwarna,berbau dan berasa.
Kandungan besi yang diperbolehkan dalam air adalah 0,1 1,0 mg/l. Kandungan
besi yang melebihi 0,5 mg/l mengakibatkan warna air menjadi kemerah-merahan,
memberi rasa tidak enak pada minuman, membentuk endapan pada pipa logam
dan bahan cucian.
Kandungan besi yang banyak di dalam air baku akan mengakibatkan
banyaknya oksidator yang digunakan untuk mengubah besi yang terlarut dalam air
menjadi besi yang tidak terlarut sehingga besi tersebut bisa disisihkan dengan
pengendapan pada unit pulsator dan penyaringan pada rapid sand filter. Oksidator
yang digunakan adalah koagulan dan gas khlorin. Selain itu, oksidasi besi juga
terjadi pada terjunan hidrolis karena adanya proses aerasi.
SK Gub. DKI 582/1995 menyatakan nilai maksimum mangan dalam air
baku untuk instalasi pengolahan air minum harus 0,5 mg/l, sama dengan standar
operasional untuk IPA Buaran. Pada tahun 2009, mangan total rata-rata air baku
85
adalah 0,37 mg/l. Mangan total maksimum terjadi pada bulan Februari yaitu
sebesar 6,08 mg/l. Berdasarkan data sampling air baku di Instalasi Buaran pada
tahun 2009, 85% sampel memenuhi standar PKS untuk parameter mangan.
Keberadaan unsur mangan biasanya bersama-sama dengan unsur besi.
Mangan di dalam air ada yang terlarut yaitu Mn2+ dan yang tidak terlarut yaitu
Mn4+. Dalam kondisi aerob mangan dalam perairan terdapat dalam bentuk MnO2
dan pada dasar perairan tereduksi menjadi Mn2+ atau dalam air yang kekurangan
oksigen (DO rendah). Oleh karena itu pemakaian air berasal dari dasar suatu
sumber air, sering ditemukan mangan dalam konsentrasi tinggi. Pada pH agak
tinggi dan kondisi aerob terbentuk mangan yang tidak larut seperti, MnO2, Mn3O4,
atau MnCO3 meskipun oksidasi dari Mn2+ itu berjalan relative lambat. Secara
visual dalam air yang banyak mengandung mangan berwarna kehitam hitaman.
Sedangkan aktifitas mangan dalam air sama dengan besi.
86
87
mengatur debit masuk air ke unit pulsator. Selain mengatur debit juga dengan
variasi dosis koagulan untuk derajat kekeruhan yang tinggi, kemudian waktu
pengurasan dari sludge extractor, waktu pengurasan bottom flush, dan waktu
penggelontoran.
Kekeruhan air pulsator dipengaruhi oleh dosis koagulan yang dibubuhkan.
Dosis koagulan yang dipilih pada saat jar test adalah dosis yang mampu
menurunkan kekeruhan air sampai kurang dari 5 NTU. Sludge blanket yang
terbentuk pada pulsator diusahakan stabil dan mampu menahan flok yang
terbentuk agar tidak lolos dan lepas ke saluran pengumpul/gutter. Pembentukan
lapisan sludge blanket ini dalam prakteknya sangat dipengaruhi oleh jenis
koagulan yang dipakai dan kekeruhan air baku yang diolah. Semakin keruh air
baku yang diolah maka pembentukan sludge blanket menjadi semakin cepat.
Lapisan sludge blanket yang stabil adalah yang mampu menahan flok yang
terbentuk untuk saling berikatan dan mampu berfungsi sebagai penyaring air yang
baik.
Selama proses pembentukan sludge blanket, hal yang dapat diamati antara
lain adalah pengaruh berat lumpur atau flok yang nantinya akan membentuk
lapisan blanket ini. Seperti telah diuraikan sebelumnya kekeruhan air baku
memegang peranan dalam pembentukan blanket sehubungan dengan besarnya
volume flok yang dapat terbentuk. Ada hal lain yang juga penting yaitu berat jenis
lumpur yang terbentuk. Berat jenis jangan sampai terlalu berat karena lumpur
akan mengendap di bagian bawah dan juga jangan terlalu ringan karena akan sulit
untuk saling berikatan ; kedua hal tersebut akan menyebabkan timbulnya blanket
yang tidak stabil dan tidak homogen, di samping waktu pembentukan menjadi
lama. Untuk itulah flok harus cukup ringan agar mudah naik ke atas dan pada
ketinggian tertentu dapat membentuk ikatan dengan flok-flok lainnya.
Pengkondisian asam pada pembentukan flok akan membuat berat jenis
lumpur menjadi lebih ringan. Hal ini dapat diamati pada saat pembubuhan
koagulan, idealnya akan terjadi penurunan pH yang cukup besar pada bak mixing
sampai dengan 1,0 derajat. Untuk itu, pengkondisian asam dapat diatur dengan
pengecekan penurunan pH pada tahap ini. Yang harus diperhatikan adalah
semakin asam air pada stage ini akan menyebabkan lumpur semakin ringan,
88
apabila terlalu ringan akan menyebabkan flok cenderung sulit untuk berikatan,
dan demikian pula sebaliknya apabila kondisi kurang asam. Hal lain yang
berpengaruh adalah kecepatan ke atas proses yang dipengaruhi oleh debit masuk
dan ketinggian pulsasi. Apabila kecepatan ke atas terlalu besar, maka flok
cenderung terlalu cepat naik dan waktu kontak menjadi singkat, sedangkan
apabila terlalu lambat akan menyebabkan flok menjadi berat dan cenderung
mengendap di dasar pulsator.
Jika sludge blanket yang ada di dalam pulsator terlalu tinggi maka lumpur
yang dihasilkan di pulsator bisa terbawa ke aliran air pulsator yang menuju filter
sehingga air pulsator keruh. Hal ini bisa terjadi jika kekeruhan air baku sangat
tinggi. Selain itu, pengaturan pengoperasian pulsator juga mempengaruhi
tingginya sludge blanket. Jika besarnya pulsasi terlalu besar maka lumpur akan
naik ke atas permukaan air dan terbawa dengan air pulsator. Kekeruhan yang
tinggi pada air pulsator akan menyebabkan peningkatan beban lumpur di filter dan
meningkatnya frekuensi pencucian filter. Hal yang dilakukan jika kekeruhan air
pulsator > 5 NTU pada kondisi air baku normal adalah memeriksa tinggi selimut
lumpur, memeriksa apakah ada flok yang terbawa ke filter, melakukan jar test
serta memeriksa apakah dosis koagulan sudah tepat, melakukan pemeriksaan
pengoperasian pulsator. Hal yang dilakukan jika kekeruhan air pulsator > 5 NTU
dan naik selama terjadi kenaikan cepat di kekeruhan air baku adalah melakukan
pembuangan lumpur secara manual jika diperlukan.
Sebagai koagulan, alum memiliki sifat yang menguntungkan, selain
harganya relatif murah juga mempunyai kemampuan untuk membentuk flok yang
amat baik. Flok yang terbentuk dengan alum ini bersifat ringan dan amat mudah
untuk berikatan. Pada kekeruhan yang ringan alum sangat cocok untuk
membentuk ikatan flok yang stabil, sedangkan pada operasi dengan kekeruhan
tinggi alum memiliki keterbatasan akibat flok yang terbentuk terlampau ringan
sehingga lebih cepat untuk naik ke atas sebelum seluruhnya berikatan dan stabil
membentuk lapisan blanket seperti yang diharapkan. Berdasarkan literatur, alum
memiliki jangkauan kerja yang masih bisa dianggap efisien yaitu antara
kekeruhan ringan (20 NTU) sampai dengan kekeruhan 3000 NTU. Setelah
melampaui 3000 NTU, dosis koagulan dan hasil kekeruhan air olahan
89
menunjukkan hasil yang jelek, yaitu terlalu berlebihnya dosis alum membuat flok
menjadi sangat ringan sehingga kualitas air olahan tidak memenuhi persyaratan,
di samping asamnya air olahan yang dihasilkan.
Untuk kekeruhan yang tinggi digunakan kombinasi alum dan PAC sebagai
koagulan. Pertimbangan pemakaian PAC sebagai kombinasi pada kekeruhan yang
tinggi ialah mengingat harga PAC cenderung relatif lebih mahal dibandingkan
dengan alum sehingga antara biaya operasi dan hasil menjadi kurang efisien
apabila air baku masih berada pada kekeruhan yang tinggi.
Pertimbangan pemakaian kombinasi koagulan pada kekeruhan tinggi
adalah sebagai berikut. Pada kekeruhan air baku yang tinggi, jumlah flok yang
terbentuk akan jauh lebih banyak. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi kualitas
air olahan apabila jumlah flok yang banyak ini tidak sempat tertahan oleh sludge
blanket maka dengan tujuan untuk menghambat laju ke atas dari flok-flok ini
ialah memperbesar ukuran flok tersebut dan memperbesar specific gravity lumpur
dengan mengurangi kadar asam pada bak mixing tepatnya dengan mengurangi
jumlah alum sebagai koagulan.
Dengan memanfaatkan sifat PAC yang mampu untuk menghasilkan flok
dalam ukuran yang lebih besar, serta sifatnya yang tidak menambah asam pada
lumpur sehingga flok yang dihasilkan akan cenderung lebih berat. Kombinasi
antara alum dan PAC sebagai koagulan berdasarkan literatur memberikan hasil
yang amat baik. Besarnya harga operasi dengan pemakaian PAC dapat
dikompensasikan dengan baiknya hasil air olahan yang memiliki derajat pH dalam
batas yang disyaratkan. Hal ini menunjukkan bahwa biaya operasional selanjutnya
akan berkurang, seperti bekerjanya filter dan pengkondisian pH.
Selain didukung dengan pemakaian dosis dan jenis koagulan yang sesuai
dengan kebutuhan, ada faktor lain dalam sistem paket ini yang juga memegang
peranan penting. Faktor tersebut antara lain pengaturan pulsasi, waktu pengurasan
lumpur, dan waktu flushing.
Pulsasi yang baik akan memberikan denyutan yang dibutuhkan oleh kerja
sistem proses sehingga proses berjalan dengan baik dan memberikan hasil yang
memuaskan. Ketinggian pulsasi untuk jenis koagulan menunjukkan perbedaan.
Pada pemakaian alum saja sebagai koagulan, untuk kekeruhan tinggi, pulsasi
90
dijaga agar berlangsung cepat yang berarti jarak jatuh menjadi berkurang.. Hal ini
sesuai dengan sifat alum yang halus dan ringan. Apabila pulsasi berjalan lambat
dengan tekanan ke atas sebagai hasil pulsasi menjadi besar akibatnya flok yang
terbentuk karena ringannya akan terdorong ke atas dengan kecepatan naik yang
besar, sedangkan besarnya jumlah flok yang terbentuk pada kekeruhan tinggi ini
sebelum sempat saling berikatan di sludge blanket akan terdorong terus ke atas
dan pada akhirnya mengekspansi ke saluran pengumpul dan menyebabkan
turunnya kualitas air olahan. Sedangkan untuk kombinasi koagulan dan PAC
untuk kekeruhan tinggi, pulsasi dijaga agar memberikan tekanan ke atas yang
besar, mengingat flok yang dihasilkan lebih berat, untuk mengangkat flok agar
dapat naik dan berikatan pada blanket serta agar lapisan sludge blanket ini dapat
melimpah ke extractor.
Faktor lain adalah waktu pengurasan lumpur. Seiring dengan terjadinya
pulsasi pada sistem ini, lapisan teratas dari sludge blanket akan terdorong dan
melimpah menuju extractor untuk kemudian pada saat extractor cukup penuh
dilakukan pembuangan sejumlah lumpur. Dalam pembuangan ini harus
diperhatikan mengenai kestabilan lapisan blanket yang terbentuk agar jangan
sampai pada saat pembuangan lumpur, blanket tersebut terganggu. Yang
diperhatikan di sini ialah berapa lama waktu yang diperlukan antara jarak
pengurasan, jangan sampai sludge blanket yang terbentuk ikut terbawa keluar atau
jangan sampai lebih banyak air yang dibuang dibandingkan lumpur. Sesuai
dengan kekeruhan air baku, semakin keruh air baku maka semakin sering
dilakukan pembukaan katup untuk pengurasan. Selain dipengaruhi oleh kekeruhan
air baku, waktu pengurasan juga dipengaruhi oleh dosis koagulan dan
kombinasinya. Dari data penelitian terlihat bahwa dengan alum pengurasan lebih
sering/cepat dilakukan dibandingkan dengan penggunaan kombinasi alum dan
PAC. Perbedaan ini dianalogikan dari keterangan sebelumnya yaitu hasil
pembentukan flok dengan alum lebih ringan dibandingkan dengan kombinasi
alum-PAC, sehingga flok yang terbentuk lebih mudah naik dan lebih cepat
melimpah melalui extractor.
Faktor lainnya adalah waktu flushing. Untuk membantu mengangkat flok
yang mengendap di bawah serta menambah gaya dorong ke atas khususnya pada
91
92
93
dihasilkan oleh Instalasi Buaran I pada tahun 2009, 96% sampel memenuhi
standar sisa khlor yang ditetapkan oleh IPA Buaran. Sedangkan untuk Instalasi
Buaran II, 64% sampel memenuhi standar sisa khlor yang ditetapkan oleh IPA
Buaran.
Khlorin merupakan oksidator. Khlorin mengoksidasi amonia, organik, dan
logam-logam seperti besi dan mangan. Besi Ferro (Fe2+) dan Mangan Manganous
(Mn2+) adalah terlarut, bentuk yang tidak terlihat, mungkin terdapat dalam air
sumur atau air yang anaerobik. Apabila berkontak dengan khlorin, bentuk ini
teroksidasi berubah perlahan menjadi bentuk yang tidak terlarut, bentuk kelihatan
nyata, besi teroksidasi, Ferri (Fe3+) dan Mangan Mangani (Mn4+). Besi dan
mangan teroksidasi tersebut dapat seluruhnya dihilangkan dengan proses
pengendapan dan penyaringan. Demikian pula senyawa lain yang sudah
teroksidasi oleh khlorin akan dapat dihilangkan dalam proses pengendapan. Pada
IPA Buaran, proses pengendapan terjadi pada pulsator.
Khlor juga bereaksi dengan amonia membentuk monokhloramin,
dikhloramin, atau trikhloramin tergantung dari pH. Selama proses, khlor sendiri
juga direduksi menjadi khlorida (Cl-) yang tidak mempunyai daya desinfeksi.
5.3 Air Filter
Kekeruhan maksimum air filter berdasarkan trigger IPA Buaran adalah 0,6
NTU. Kekeruhan rata-rata air filter Buaran I pada tahun 2009 adalah 0,67 NTU
sedangkan kekeruhan rata-rata air filter Buaran II pada tahun 2009 adalah 0,64
NTU. Kekeruhan maksimum air filter Buaran I pada tahun 2009 adalah 9,15 NTU
sedangkan kekeruhan maksimum air filter Buaran II pada tahun 2009 adalah
19,40 NTU.
94
Senyawa yang sudah teroksidasi oleh khlor akan hilang dengan cara
penyaringan. Selain itu, lumpur yang terbawa dari pulsator atau partikel-partikel
yang tidak terendapkan dalam pulsator akan tersaring. Semakin banyak senyawa
yang teroksidasi dan semakin banyak flok yang terbawa ke filter maka semakin
berat kerja filter. Filter lama kelamaan akan mengalami clogging.
95
Buaran I adalah 7,5 sedangkan pH minimum sebesar 6,0. pH maksimum air filter
Buaran II adalah 7,5 sedangkan pH minimum sebesar 6,3.
Berdasarkan data sampling air filter yang dihasilkan oleh Instalasi Buaran
I pada tahun 2009, 100% sampel memenuhi standar sisa khlor yang ditetapkan
oleh IPA Buaran. Sedangkan untuk Instalasi Buaran II, 99% sampel memenuhi
standar sisa khlor yang ditetapkan oleh IPA Buaran.
97
terlarut di dalam air sehingga tidak terendapkan dan terbawa ke unit selanjutnya
yaitu unit filter.
98
teroksidasi. Masih ada sebagian mangan yang terlarut di dalam air sehingga tidak
terendapkan dan terbawa ke unit selanjutnya yaitu unit filter.
99
pulsator akan tersaring di unit filter. Jika hasil olahan air dari pulsator baik maka
kerja unit filter menjadi ringan.
100
Amonia yang berada di dalam air yang belum bereaksi dengan khlor juga
akan bereaksi dengan khlor setelah adanya pembubuhan inter khlorin di saluran
sesudah pulsator. Amonia yang masih ada tersebut akan berubah menjadi
monokhloramin dan dikhloramin. Dengan demikian amonia dalam air akan
kembali berkurang. Bila terdapat cukup banyak amonia dalam larutan maka
monokhloramin cukup stabil. Namun bila kelebihan khlor, monokhloramin pecah
hingga terbentuk gas N2. Semua khlor
khloramin disebut khlor tersedia terikat. Khlor tersedia terikat ini juga mempunyai
daya desinfeksi, walaupun tidak seefisien khlor tersedia bebas (Cl2, OCl-, HOCl).
101
rata-rata air minum Buaran I adalah 0,72 NTU dan kekeruhan rata-rata air minum
Buaran II adalah 0,61 NTU. Kekeruhan maksimum air minum Buaran I mencapai
17,70 NTU sedangkan kekeruhan maksimum air minum Buaran II mencapai 7,60.
Kekeruhan yang tinggi pada air minum kemungkinan disebabkan oleh
penambahan post lime. Pembubuhan kapur pada titik masuk air minum ke
reservoir dapat menyebabkan naiknya kekeruhan air minum. Secara teori jika
kekeruhan larutan kapur adalah 20 NTU, maka akan menaikkan kekeruhan air
minum sebesar 0,2 NTU, tetapi karena terdapat masalah di pompa kapur, dosis
kapur tidak dapat secara tepat dikontrol. Oleh karena itu operator harus
memastikan bahwa overflow larutan kapur yang masuk ke reservoar adalah
larutan kapur jenuh. Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan disinfeksi menjadi
tidak efektif. Berdasarkan data sampling air minum yang dihasilkan oleh Instalasi
Buaran I pada tahun 2009, 84% sampel memenuhi standar kekeruhan yang
ditetapkan oleh IPA Buaran dan 100% sampel memenuhi baku mutu kekeruhan
sesuai dengan Permenkes 907/MENKES/SK/VII/2002. Sedangkan untuk Instalasi
Buaran II, 91% sampel memenuhi standar kekeruhan yang ditetapkan oleh IPA
Buaran dan 100% sampel memenuhi baku mutu kekeruhan sesuai dengan
Permenkes 907/MENKES/SK/VII/2002.
102
memenuhi
baku
mutu
pH
sesuai
dengan
Permenkes
103
ke
konsumen
tetap
terlindung
dari
bakteri
patogen
yang
104
minum tergantung pada dosis pembubuhan post khlor. Oleh karena itu, penentuan
dosis post khlor harus tepat. Jika residu khlor air minum terlalu kecil atau terlalu
besar, perlu diperhatikan juga dosis khlor pada pre dan intermediate. Berdasarkan
data sampling air minum yang dihasilkan oleh Instalasi Buaran I pada tahun 2009,
71% sampel memenuhi standar sisa khlor yang ditetapkan oleh IPA Buaran.
Sedangkan untuk Instalasi Buaran II, 37% sampel memenuhi standar sisa khlor
yang ditetapkan oleh IPA Buaran.
Pada air minum ini, residu khlor yang ada merupakan khlor yang
digunakan untuk pembasmian kuman. Dengan kata lain, breakpoint chlorination
sudah tercapai. Breakpoint chlorination (khlorinasi titik retak) adalah jumlah
khlor yang dibutuhkan sehingga semua zat yang dapat dioksidasi teroksidasi,
amonia hilang sebagai gas N2, masih ada residu khlor aktif terlarut yang
konsentrasinya dianggap perlu untuk pembasmian kuman.
105
dihasilkan oleh Instalasi Buaran I pada tahun 2009, 92% sampel memenuhi
standar besi yang ditetapkan oleh IPA Buaran dan 100% sampel memenuhi baku
mutu besi sesuai dengan Permenkes 907/MENKES/SK/VII/2002. Sedangkan
untuk Instalasi Buaran II, 91% sampel memenuhi standar besi yang ditetapkan
oleh IPA Buaran dan 100% sampel memenuhi baku mutu besi sesuai dengan
Permenkes 907/MENKES/SK/VII/2002.
Instalasi Buaran menetapkan trigger mangan total dalam air minum adalah
0,05
mg/l.
Berdasarkan
907/MENKES/SK/VII/2002,
standar
air
minum
Permenkes
mg/l. Pada tahun 2009, mangan total rata-rata air minum Buaran I adalah 0,02
mg/l. Mangan maksimum Buaran I terjadi pada bulan September yaitu sebesar
0,31 mg/l. Untuk Buaran II, mangan total rata-rata air minum adalah 0,02 mg/l
sedangkan mangan total maksimum air minum adalah 0,11 mg/l yang terjadi pada
bulan Januari. Berdasarkan data sampling air minum yang dihasilkan oleh
Instalasi Buaran I pada tahun 2009, 85% sampel memenuhi standar mangan yang
ditetapkan oleh IPA Buaran dan 100% sampel memenuhi baku mutu mangan
sesuai dengan Permenkes 907/MENKES/SK/VII/2002. Sedangkan untuk Instalasi
Buaran II, 93% sampel memenuhi standar mangan yang ditetapkan oleh IPA
Buaran dan 100% sampel memenuhi baku mutu mangan sesuai dengan
Permenkes 907/MENKES/SK/VII/2002.
Instalasi Buaran menetapkan trigger amonia dalam air minum adalah 0,03
mg/l. Berdasarkan standar air minum Permenkes 907/MENKES/SK/VII/2002,
amonia maksimum air minum adalah 1,5 mg/l. Pada tahun 2009, amonia rata-rata
air minum Buaran I adalah 0,02 mg/l. Amonia maksimum Buaran I terjadi pada
bulan September yaitu sebesar 1,03 mg/l. Untuk Buaran II, amonia rata-rata air
minum adalah 0,03 mg/l sedangkan amonia maksimum air minum adalah 1,37
mg/l yang terjadi pada bulan September. Berdasarkan data sampling air minum
yang dihasilkan oleh Instalasi Buaran I pada tahun 2009, 85% sampel memenuhi
standar amonia yang ditetapkan oleh IPA Buaran dan 100% sampel memenuhi
baku mutu amonia sesuai dengan Permenkes 907/MENKES/SK/VII/2002.
Sedangkan untuk Instalasi Buaran II, 79% sampel memenuhi standar amonia yang
ditetapkan oleh IPA Buaran dan 100% sampel memenuhi baku mutu amonia
sesuai dengan Permenkes 907/MENKES/SK/VII/2002.
107
108
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Instalasi Pengolahan Air Buaran menggunakan air baku yang berasal
dari Waduk Jatiluhur yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta II yang
dialirkan ke Jakarta melalui saluran terbuka Kanal Tarum Barat (Kali
Malang).
2. Air baku yang ada tercemar karena masyarakat seringkali membuang
limbahnya ke kali. Kontaminan utama air baku adalah kekeruhan,
amonia, organik, besi dan mangan.
3. Masalah utama air baku adalah kekeruhan. Kekeruhan sangat
mempengaruhi operasional Instalasi Buaran. Kekeruhan air baku
mempengaruhi dosis koagulan yang dibubuhkan dan kapasitas air yang
diolah.
4. Unit pengolahan yang ada di Instalasi Buaran adalah intake, mixing
basin, pulsator, rapid sand filter, dan reservoir.
5. Proses yang terjadi adalah koagulasi pada mixing basin, flokulasi dan
sedimentasi pada pulsator, filtrasi pada rapid sand filter, disinfeksi, dan
netralisasi.
6. Bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan air di Instalasi Buaran
adalah koagulan seperti alum cair, PAC, magnaflok LT7994, atau
sudflok, oksidator khlor sebagai desinfektan, kapur powder atau kapur
cair untuk pengaturan pH, karbon aktif jika kandungan organik dalam
air baku tinggi.
7. Pemeriksaan sampel air baku, air pulsator, air filter, air bersih pada
Instalasi Buaran I dan Buaran II dilakukan setiap jam untuk parameter
kekeruhan, pH, dan sisa khlor. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai
kontrol terhadap proses yang sedang berlangsung agar sesuai dengan
standar yang ditentukan. Parameter lain yang diperiksa pada air baku,
air pulsator, air filter, dan air minum antara lain adalah amonia, organik,
besi, dan mangan.
109
kualitas
air
minum
sesuai
dengan
Permenkes
907/MENKES/SK/VII/2002.
9. Air minum Instalasi Buaran I disimpan di dalam reservoir sebelum
didistribusikan ke konsumen. Sedangkan, air minum Buaran II
disimpan dalam reservoir kemudian disalurkan ke Pusat Distribusi
Cilincing melalui surge tower lalu didistribusikan ke konsumen.
10. Instalasi Buaran memiliki waste basin sebagai tempat penyimpanan
sementara lumpur-lumpur hasil pengolahan air dan air pengurasan filter
maupun pulsator. Lumpur tersebut diolah terlebih dahulu dengan cara
dikeringkan di sludge drying bed sedangkan supernatannya disalurkan
ke Kali Jatikramat.
6.2 Saran
1. Untuk mengurangi beban pengolahan pada pulsator, pengolahan
pendahuluan seperti prasedimentasi bisa dilakukan sehingga kekeruhan
air baku menjadi berkurang.
2. Pada kekeruhan air baku yang sangat tinggi dan meningkat secara
cepat, penentuan dosis koagulan yang tepat perlu dilakukan. Kapasitas
air baku perlu diperhatikan agar air minum yang dihasilkan sebanding
dengan proses yang dilakukan. Selain itu pengaturan pulsasi perlu
diperhatikan agar flok yang terbentuk tidak terbawa ke filter.
Pembuangan lumpur pulsator secara manual dilakukan secara cepat dan
tepat apabila pembuangan otomatis sudah tidak cukup.
3. Dalam pembubuhan bahan kimia, penentuan dosis sebaiknya setepat
mungkin. Bahan kimia yang terlalu banyak dalam air akan mengganggu
kesehatan. Oleh karena itu, operator harus teliti.
4. Pembubuhan karbon aktif di intake sebaiknya dihitung dosisnya secara
tepat.
5. Pengurasan pulsator dan pencucian filter perlu dilakukan secara teratur
agar proses berjalan dengan lancar. Akan tetapi, perlu diperhatikan
110
111
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G dan Sri Simestri Santika. Metoda Penelitian Air. 1984. Surabaya:
Usaha Nasional.
http://abahjack.com/air-bersih.html#more-89
http://advancebpp.wordpress.com/2009/04/16/mengatasi-zat-besi-fe-tinggi-dalamair/
http://smk3ae.wordpress.com/2008/07/20/besi-fe-dan-mangan-mn-dalam-eustaria/
http://www.airminumisiulang.com/news/47/cara_menghilangkan_menurunkan_za
t_besi_fe_dalam_air
http://www.serambinews.com/news/view/25174/atasi-pencemaran-sungaiselamatkan-air-baku-pdam
Instruksi Kerja IPA Buaran
Japarin, Syahril. Win the War BREAK THE SILO BOOST THE HiLo. 2010.
Jakarta: Gibon Books.
Joko, Tri. 2010. Unit Produksi dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Kawamura, Susumu. 1991. Integrated Design of Water Treatment Facilities. Canada:
John Wiley & Sons, Inc.
Permenkes 907/MENKES/SK/VII/2002
PDAM DKI Jakarta dan Laboratorium Teknik Penyehatan dan Lingkungan Fakultas
Teknik Universitas Indonesia. Optimasi Kinerja Pulsator Instalasi Produksi Air
Minum Buaran I. 1996. Jakarta.