Anda di halaman 1dari 24

TUGAS LAPORAN

PENGELOLAAN BUANGAN INDUSTRI [TKL-5425]

PERENCANAAN SISTEM PENGELOLAAN

BUANGAN INDUSTRI KARET

DOSEN PEMBIMBING:

Dr. RIZKI PURNAINI, S.T., M.T.

NIP. 197207231998022001

GOVIRA CHRISTIARORA ASBANU, S.PD., M.SI.

NIP. 198902182019032013

DISUSUN OLEH:

DANDI WAHYUDI

NIM. D1051211084

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2023
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................iii
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2. Jenis Industri ........................................................................................................... 2
1.3. Sumber Buangan ..................................................................................................... 3
1.4. Karakteristik Buangan ............................................................................................ 4
BAB II GAMBARAN UMUM INDUSTRI ................................................................ 7
2.1. Bahan baku industri ................................................................................................ 7
2.2. Proses Produksi........................................................................................................ 7
2.3. Dampak Buangan Industri Pengolahan Karet terhadap Komponen Lingkungan 9
BAB III PERENCENAAN PENGELOLAAN BUANGAN INDUSTRI ................. 11
3.1. Perencanaan Pengelolaan Buangan Berdasarkan Karakteristik Buangan ......... 11
3.1.1. Limbah padat ................................................................................................... 11
3.1.2. Limbah Gas...................................................................................................... 12
3.1.3. Limbah Cair ..................................................................................................... 13
3.2. Pemilihan Metode Alat untuk Pengolahan Buangan berdasarkan Effluent yang
diinginkan .......................................................................................................................... 14
BAB IV PENUTUP ................................................................................................... 18
4.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 18
4.2. Saran ...................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 20

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Karakteristik dan Baku Mutu Limbah Industri Pengolahan Karet .................. 6

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar III. 1 Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri
Pengolahan Karet ......................................................................................................... 15
Gambar III. 2 Diagram Alir Pengolahan Limbah Industri Pengolahan Karet .............. 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kegiatan industri dalam menghasilkan suatu barang dan atau jasa memberikan
berbagai dampak positif dalam kegiatan perekonomian di suatu daerah bahkan
negara Indonesia. Namun dari setiap kegiatan produksi yang dilakukan oleh suatu
industri tertentu dapat menghasilkan dampak negatif, yaitu berupa limbah sebagai
hasil sampingan dari kegiatan industri tersebut. Limbah tersebut merupakan polutan
yang tidak terlepaskan dari suatu industri, baik itu industri besar maupun industri
kecil. Namun dari setiap kegiatan produksi yang dilakukan oleh suatu industri
tertentu dapat menghasilkan dampak negatif, yaitu berupa limbah sebagai hasil
sampingan dari kegiatan industri tersebut. Efek yang dapat ditimbulkan dari limbah
industri tentu dapat mengganggu keseimbangan lingkungan.

Salah satu limbah yang dihasilkan oleh suatu industri yaitu berupa limbah cair
,limbah padat dan limbah pencemaran udara (bau). Limbah cair merupakan sisa
hasil kegiatan atau proses pengolahan dari suatu industri yang bersifat cair, Limbah
Padat adalah sisa hasil kegiatan atau proses pengolahan dari suatu industri yang
bersifat padat sedangkan Limbah pencemar udara merupakan salah satu kerusakan
lingkungan, berupa penurunan kualitas udara karena masuknya unsur-unsur
berbahaya ke dalam udara atau atmosfer bumi. Unsur-unsur berbahaya yang masuk
ke dalam atmosfer tersebut bisa berupa karbon monoksida (CO), Nitrogen dioksida
(No2), chlorofluorocarbon (CFC), sulfur dioksida (So2), Hidrokarbon (HC), Benda
Partikulat, Timah (Pb), dan Carbon Diaoksida (CO2). Unsur-unsur tersebut bisa
disebut juga sebagai polutan atau jenis-jenis bahan pencemar udara. Keberadaannya
merupakan polutan yang harus diolah dengan baik, sehingga tidak melewati batas
ambang baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pengolahan limbah cair, limbah padat serta limbah gas adalah salah satu cara
menjaga hasil pengolahan yang keluar tetap bersih dengan mengurangi atau bahkan
menghilangkan polutan yang ada di dalam limbah tersebut, atau juga dengan

1
2

menguraikan polutan yang ada di dalam air limbah sehingga dapat menghilangkan
sifat-sifat dari polutan tersebut. Dalam pengolahan limbah hasil pengolahan karet
harus melakukan perencanaan yang baik terlebih dahulu, seperti menetapkan
kebijakan dan prosedur pengolahan, menentukan unit-unit yang dapat digunakan
untuk menurunkan parameter yang dapat hadir dalam suatu limbah industri dari
industri tertentu. Perencanaan ini mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah
(Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri Pengolahan Karet).
Adanya perencanaan ini diharapkan dapat memudahkan dalam penentuan unit
pengelolaan yang tepat dan efektif dalam menurunkan berbagai parameter yang
mungkin saja dapat hadir.

1.2. Jenis Industri


Jenis industri yang direncanakan dalam pengelolaan buangan industri ini adalah
industri pengolahan karet. Karet alam merupakan komoditi agroindustri penghasil
devisa yang besar bagi negara Indonesia. Indonesia merupakan produsen karet alam
nomor dua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,77 juta ton setelah Thailand.
Indonesia merupakan negara dengan lahan karet terbesar di dunia mencapai 3,45
juta hektar. Lahan karet dikelola oleh petani, perkebunan negara dan perkebunan
swasta. Perkembangan ekspor karet alam di Indonesia sebesar 2.351.915 ton.

Perusahaan dan masyarakat merupakan dua komponen yang saling


berhubungan.Aktivitas perusahaan dapat mengakibatkan dampak positif dan
dampak negatif.Masyarakat memperoleh lapangan pekerjaan dan dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitar pemukiman penduduk.Perusahaan
merupakan sumber produksi dan masyarakat banyak bermukim di sekitar
perusahaan.

Kurangnya pengetahuan dan pengelolaan lingkungan menjadi sumber masalah


penurunan kualitas lingkungan yang sehat di sekitar pemukiman. Kualitas udara di
sekitar pemukiman sangat di pengaruhi oleh aktivitas perusahaan yang dekat dengan
pemukiman penduduk. Kegiatan tersebut secara tidak langsung telah mengubah
kondisi lingkungan sekitar wilayah pemukiman penduduk.
3

1.3. Sumber Buangan


Pengolahan karet mentah selain menghasilkan produk juga menghasilkan
limbah buangan. Limbah yang dihasilkan berupa pencemaran udara (bau), limbah
padat dan limbah cair. Pencemaran udara yaitu bau yang menyengat dari karet
mentah sangat mengganggu kenyamanan warga sekitar. Limbah padat terdiri dari
sisa-sisa karet, endapan, lembaran plastik, pasir dan potongan - potongan kayu yang
berbahaya bagi kesehatan dan merusak nilai estetika sungai. Selain itu limbah cair
yang dihasilkan dari sisa pengolahan karet mentah berupa limbah minyak dibuang
ke sungai yang terletak tidak jauh dari pabrik tersebut.

Dampak dari pembuangan limbah cair ini mengakibatkan air sungai menjadi
kotor dan tercemar. Hal ini terlihat dari warna air sungai yang berubah menjadi
keruh. Aktifitas pabrik yang membuang limbah cair ke Sungai Air yang berada di
hulu DAS sangat mempengaruhi ekosistem sungai tersebut disamping juga
mencemari sumber air PDAM.

Selain menghasilkan limbah cair dan limbah padat pengolahan karet juga
menghasilkan limbah gas yaitu berupa gas amonia, Amonia ini berasal dari bahan
baku crumb rubber yang berasal dari lateks yang menggumpal (lump) dan brown
crepe, mengingat dalam proses produksi hanya ditambahkan asam oksalat dan
deorub. Lump mempunyai kandungan protein, asam amino dan nitrogen, adanya
keberadaan fungi dan bakteri akan mendekomposisi senyawa tersebut menjadi
amonia (Atagana, Ejechi and Ayilumo, 1999). Bahan baku brown crepe juga berasal
dari lump dan sebagian merupakan sisa pada pengolahan karet sheet, dimana dalam
pengolahan karet sheet selalu ditambahkan amonia sebagai antikoagulan (Sari dkk.
2018).

Penurunan konsentrasi amonia di udara menggunakan teknologi scrubber


(Byeon, Lee, and Raj Mohan 2012). Scrubber yang digunakan merupakan jenis wet
scrubber packing yang menggunakan air sebagai spray, desain ini diharapkan dapat
mengurangi kebauan di industri karet. Secara visual dan organoleptik penggunaan
Scrubber sebagai pengendali cemaran udara masih belum optimal, dimana masih
tercium bau amonia dan terjadi hujan lokal di sekitar area cerobong.
4

1.4. Karakteristik Buangan


Secara umum, limbah dapat dibedakan menjadi 4 berdasarkan karakteristiknya,
yaitu limbah cair, limah padat, limbah gas dan limbah suara.

1. Limbah Cair
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air menjelaskan pengertian dari
limbah yaitu sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.
Pengertian limbah cair lainnya adalah sisa hasil buangan proses produksi atau
aktivitas domestik yang berupa cairan. Limbah cair dapat berupa air beserta
bahan-bahan buangan lain yang tercampur (tersuspensi) maupun terlarut dalam
air (Arifin, 2012).

2. Limbah Padat
Limbah padat adalah sisa hasil kegiatan industri ataupun aktivitas domestik
yang berbentuk padat. Contoh dari limbah padat diantaranya yaitu: kertas,
plastik, serbuk besi, serbuk kayu, kain, dan lain-lain (Rizki dan Syamsyudin,
2014).

3. Limbah Gas
Limbah gas adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media.
Secara alami udara mengandung unsur-unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2,
H2, dan lain-lain. Penambahan gas ke udara yang melampaui kandungan udara
alami akan menurunkan kualitas udara. Limbah gas yang dihasilkan berlebihan
dapat mencemari udara serta dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Zat
pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel dan
gas. Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata
telanjang seperti uap air, debu, asap, kabut dan fume. Sedangkan pencemaran
berbentuk gas hanya dapat dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu)
ataupun akibat langsung (Zamroni, 2013).
5

4. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)


Limbah B3 merupakan sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasinya, dan
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan merusak lingkungan hidup serta dapat membahayakan kesehatan,
kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lain (Adisasmito, 2014).

Proses produksi secara umum dibagi ke dalam dua section utama yaitu
compound dan extrusion. Bagian compound memproduksi bahan setengah jadi
yakni berupa campuran bahan baku yakni lateks, bahan tambahan dan bahan
penolong lainnya, sedangkan bagian ekstrusi berfungsi untuk menghasilkan benang
karet.

Industri pengolahan karet menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah cair,
limbah padat dan asap. Asap yang keluar dari cerobong mengeluarkan bau busuk
yang dapat mencemari udara di sekitar lokasi pabrik dan akan tercium sampai radius
20 km. Limbah padat berupa sisa dari karet, endapan, lembaran plastik, pasir dan
potongan-potongan kayu (Andriansyah dan Mustikasari, 2011).

Limbah cair karet merupakan sisa pengolahan karet menjadi benang karet.
Limbah karet mengandung amonia dan nitrogen total yang berbahaya apabila
melewati batas standar yang telah ditetapkan sehingga dapat mencemari sungai dan
lingkungan sekitarnya (Al-Nuri, 2010). Apabila kandungan bahan organik dalam air
limbah sangat tinggi dengan angka perbandingan BOD dan COD cukup besar
menunjukkan bahwa air limbah tersebut tidak mengandung komponen-komponen
organik yang sukar didegradasi (Chin, et.al, 1985 dalam Azwir, 2006).

Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung
dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat
penggunaan air, derajat pengolahan air limbah yang ada. Puncak tertinggi aliran
selalu tidak akan dilewati apabila menggunakan tangki penahan dan pengaman.
Perkiraan jumlah air limbah yang dihasilkan oleh industri yang tidak menggunakan
proses basah n sekitar 50 m3 /ha/hari. (Sugiharto, 1987). Diperkirakan sebagai
6

patokan dapat dipergunakan pertimbangan bahwa 85-95% dari jumlah air yang
dipergunakan adalah berupa air limbah apabila industri tersebut tidak lagi
menggunakan kembali air limbah.

Tabel 1. 1 Karakteristik dan Baku Mutu Limbah Industri Pengolahan Karet

Lateks bentuk pekat Karet Bentuk kering


Parameter
Kadar Paling Tinggi Kadar Paling Tinggi
(mg/L) (mg/L)

BOD5 100 60
COD 250 200
TSS 100 100
Amonia Total 15 5
Nitrogen Total ( Sebagai N) 25 10
pH 6,0-9,0 6,0-9,0
3
40 m per ton produk
Debit Limbah Paling tinggi 40 m3 per ton produk karet
karet
Sumber: Permen-LH- no.5 2014
BAB II
GAMBARAN UMUM INDUSTRI

2.1. Bahan baku industri


Bahan baku utama yang digunakan adalah Karet biasa atau nama kimianya
yaitu karet alam atau polimer adisi. Karet merupakan bahan dasar untuk
menghasilkan produk-produk yang berguna bagi kebutuhan makluk hidup terutama
manusia. Karet dihasilkan dari pohon karet dengan nama latin havea brasiliensi
dengan bentuk struktur molekulnya yaitu –CH–C(CH3)=CH–CH2–. Karet ini biasa
disebut karet alam atau juga disebut polimer isoprene dengan bentuk alamiahnya
yaitu 1,4 polyisoprene Sedangkan bahan baku pendukung merupakan produk antara
yang diperoleh dari proses produksi ataupun bahan tambahan lain yang ditambahkan
untuk membantu lancarnya proses produksi pengolahan karet.

2.2. Proses Produksi


Alur pengolahan karet, mula-mula karet yang hasilkan dari petani karet
merupakan karet mentah yang belum bisa diolah sebagai mana mestinya.karet yang
di sadap secara berkala di kumpulkan dan ditampung pada penampungan sementara
guna diolah pada tahap berikutnya. Karet yang dimuat didalam tanggki siap di bawa
kepabrik untuk kemudian diolah. Tahapan-tahapn yang harus diperhatikan yaitu
diawali dari proses penggumpalan, lalu dinjutkan dengan menganalisis mutu dari
karet yang diinginkan dan terakhir di uji mutu pada vulkanisat kompon ASTM 2A.
Tahapan demi tahapan harus diproses sesuai urutan tersebut. Penggunaan bahan
dalam pembentukan karet bermutu harus sangat di perhatikan guna mencapai karet
yang berdaya saing yang tinggi dan mampu menjadi produk unggulan di Indonesia.

Adapun penjelasan dari tahapan – tahapan dalam proses produksi terbagi


menjadi 3, yaitu sebagai berikut :

1. Penggumpalan
Zat-zat yang diperlukan untuk pengumpalan pada saat pengamatan yaitu
larutan asamasam organik dan garam anorganik. Dalam konsentrasi kurang

7
8

lebih 2,60%. Dari teori menunjukkan bahwasannya dosis optimum kurang lebih
7,1g/kg lateks. Zat penggumpal ditambah kedalam 100 ml lateks kebun yang
sudah di awetkan oleh larutan amoniak 0.01%. Pada saat penggumpalan, amati
lama gel yang tergumpal, waktu mulai pengumpalan sempurna, warna, dan
bentuk koagulum. Hal ini dapat diamati setelah 2 jam pemberian asam organik
dan garam anorganik sehingga didapatkan perbandingan bahan penggumpal
apa yang lebih baik untuk menghasilkan karet yang bermutu dan berdaya jual
tinggi.

2. Analisis Mutu Karet Setelah Digumpalkan


Setelah lateks yang digumpalkan membentuk Koagulum, selanjutnya
lateks yang sudah menggumpal tersebut di analisa untuk mengetahui mutu dari
karet tersebut. Analisis mutu karet ini harus memenuhi standar nasional
Indonesia.
Lateks yang sudah digumpalkan tersebut kemudian diperam selama 2
minggu, dan di haluskan dengan mesin giling creeper. Koagulum yang sudah
dihaluskan disebut karet krep. Untuk menguji nilai PRI (Plasticity Retention
Index), karet krep terlebih dahulu dikeringkan didalam oven dengan suhu
100°C selama kurang lebih 3-4 jam.

3. Pengujian Mutu Pada Proses Vulkanisasi Kompon Astm 2a


Karet yang sudah digiling (karet krep) kemudian di uji dengan menjadikan
karet krep menjadi vulkanisat dengan komposisi komponen ASTM 2A. Adapun
cara pengujiannya yaitu dengan melihat karakteristik vulkanisasinya dengan
standar suhu rheometer. Selain itu, kualitas karet diuji tingkat kekuatan daya
tarik, perpanjangan putus, modulus serta kekerasan dari karet itu sendiri.
9

2.3. Dampak Buangan Industri Pengolahan Karet terhadap Komponen


Lingkungan
(Pfeffer, Limbah industri karet yangn dihasilkan dari proses produksi dan
aktivitas di dalamnya mengandung BOD serta COD. Pada umumnya karakteristik
limbah karet yang proses produksinya menggunakan lateks sebagai bahan baku dan
amonia sebagai pencegah prokoagulasi memiliki kandungan organik (BOD,COD)
sehingga bila tidak dilakukan pengolahan dengan baik akan menjadi sumber
pencemar bagi badan air penerima, air tanah maupun topsoil tanah sebagai tempat
tumbuhan mendapatkan nutrisi 1992).

Pengolahan karet mentah selain menghasilkan produk juga menghasilkan


limbah buangan. Limbah yang dihasilkan berupa pencemaran udara (bau), limbah
padat dan limbah cair. Pencemaran udara yaitu bau yang menyengat dari karet
mentah sangat mengganggu kenyamanan warga sekitar. Limbah padat terdiri dari
sisa-sisa karet, endapan, lembaran plastik, pasir dan potongan-potongan kayu yang
berbahaya bagi kesehatan dan merusak nilai estetika sungai. Selain itu limbah cair
yang dihasilkan dari sisa pengolahan karet mentah berupa limbah minyak dibuang
ke sungai. dampak dari pembuangan limbah cair ini mengakibatkan air sungai
menjadi kotor dan tercemar. Hal ini terlihat dari warna air sungai yang berubah
menjadi keruh.

Sungai adalah salah satu sumber daya alam yang bersifat mengalir, sehingga
pemanfaatan air di hulu akan menghilangkan peluang di hilir. Pencemaran di hulu
sungai akan menimbulkan biaya sosial di hilir dan pelestarian di hulu akan
memberikan manfaat di hilir. Pencemaran sungai dapat terjadi karena pengaruh
kualitas air limbah yang melebihi baku mutu air limbah, disamping itu juga
ditentukan oleh debit air limbah yang dihasilkan. Indikator pencemaran sungai
selain secara fisik dan kimia juga dapat secara biologis (Azwir, 2006).

Jumlah aliran air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi tergantung
dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan industri, derajat penggunaan air,
derajat pengolahan air limbah yang ada. Air limbah mempunyai komposisi yang
sangat bervariasi sesuai dengan sumber asalnya.
10

Polutan dalam air mencakup unsur-unsur kimia, pathogen/bakteri dan


perubahan sifat Fisika dan kimia dari air. Banyak unsur-unsur kimia merupakan
racun yang mencemari air. Patogen/bakteri mengakibatkan pencemaran air sehingga
menimbulkan penyakit pada manusia dan binatang. Adapuan sifat fisika dan kimia
air meliputi derajat keasaman, konduktivitas listrik, suhu dan pertilisasi permukaan
air.

Baku mutu lingkungan disebut sebagai standar lingkungan (Suratmo, 2002)


yang memberi nilai batasan atau standar terhadap beberapa bahan pencemar yang
tidak dapat diterima oleh kalangan industri. Baku mutu air limbah di Indonesia
dibagi menjadi empat golongan: I, II, III dan IV. Golongan I adalah baku mutu air
limbah yang paling keras atau ketat, sedangkan Golongan IV adalah baku mutu air
limbah yang paling longgar.

Penetapan baku mutu didasarkan pada peruntukannya, juga didasarkan pada


kondisi nyata kualitas air yang mungkin berbeda antara satu daerah dengan daerah
lainnya. Penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukan perlu
disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air).

Tingkat pencemaran dari zat pencemar harus diketahui secara detail


berdasarkan parameter-parameter fisika, kimia dan biologi berdasarkan kandungan
yang ada di dalam air limbah. Cara pengukuran yang dilakukan pada setiap jenis
sifat tersebut dilaksanakan secara berbeda-beda sesuai dengan keadaannya
(Sugiharto, 1987). Hasil pengukuran dan analisa tersebut dibandingkan dengan baku
mutu limbah cair yang sesuai dengan industri.

Adapun baku mutu limbah cair untuk industri karet berdasarkan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku
Mutu Air Limbah.
BAB III
PERENCENAAN PENGELOLAAN BUANGAN INDUSTRI

3.1. Perencanaan Pengelolaan Buangan Berdasarkan Karakteristik Buangan


Sebelum melakukakan melakukan perencanaan dan pelaksanaan pengolahan
limbah cair, industri harus memahami manajemen pengelolaan limbah seperti
menetapkan kebijakan dan prosedur pengelolaan dan pengolahan limbah,
menetapkan personil yang bertanggung jawab terhadap penerapan prosedur
pengelolaan dan pengolahan limbah serta melakukan evaluasi penerapan prosedur
pengelolaan dan pengolahan limbah. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pengolahan limbah meliputi:

1. Proses produksi pada industri tersebut,

2. Kualitas dan kuantitas limbah cair yang dihasilkan serta perubahannya,

3.Kondisi lingkungan secara geografi, kondisi air di sekitar daerah


pembuangan limbah cair.

Pengolahan limbah dilakukan berdasarkan jenis-jenis limbah yang ada, yaitu


limbah yang berupa limbah padat, gas dan cair. Industri pengolahan karet
menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah cair, limbah padat dan asap. Asap yang
keluar dari cerobong mengeluarkan bau busuk yang dapat mencemari udara di
sekitar lokasi pabrik dan akan tercium sampai radius 20 km. Limbah padat berupa
sisa dari karet, endapan, lembaran plastik, pasir dan potongan-potongan kayu
(Andriansyah dan Mustikasari, 2011).

3.1.1. Limbah padat

Limbah padat industri karet dapat mencakup berbagai jenis bahan yang
dihasilkan selama proses produksi karet. Limbah padat ini dapat berasal dari
berbagai tahap produksi, termasuk pengolahan lateks, pembuatan karet alam
atau karet sintetis, dan proses-proses lainnya. Beberapa contoh limbah padat
industri karet meliputi:

11
12

 Getah Kering (Crumb Rubber): Ini adalah hasil penggilingan dan


pengolahan ban bekas atau sisa produksi karet. Getah kering dapat
digunakan kembali dalam berbagai aplikasi, atau diolah lebih lanjut untuk
produk-produk karet baru.
 Serbuk Karet (Rubber Powder): Dihasilkan dari penggilingan atau
penghancuran karet bekas. Serbuk karet dapat digunakan sebagai bahan
baku dalam produksi karet daur ulang, paving karet, atau bahan campuran
konstruksi.
 Sisa Pembuatan Ban (Scrap Rubber from Tire Manufacturing): Ini
termasuk potongan-potongan atau sisa ban yang tidak memenuhi standar
kualitas, serta limbah yang dihasilkan selama proses pembuatan ban.
 Limbah Pembuatan Produk Karet (Rubber Product Manufacturing Waste):
Sisa produksi dari pembuatan produk karet seperti sarung tangan karet,
sepatu, dan produk-produk karet lainnya.
Pengelolaan limbah padat industri karet menjadi suatu tantangan karena sifat
elastis dan tahan lama dari bahan ini. Namun, ada berbagai metode
pengelolaan limbah karet yaitu, Daur Ulang, Pembakaran Terkontrol,
Pembuatan Energi Alternatif.

3.1.2. Limbah Gas

Proses penjemuran dan pengeringan dengan unit dryer menghasilkan bau yang
cukup menyengat. Penjemuran dilakukan di gudang angin-angin berupa
bangunan tinggi semi terbuka, sehingga bau dari dalam gudang tersebar ke
udara luar. Uap air dari proses pengeringan pada unit dryer ditangkap dengan
scrubber untuk penurunan emisi sebelum dialirkan ke udara luar.

Alternatif teknik biofilter merupakan salah satu teknologi untuk mengatasi


permasalahan penghilangan emisi gas bau. Pengolahan bau dengan teknik ini
prosesnya sederhana, menggunakan biaya investasi yang rendah, stabil pada
penggunaan dalam waktu yang relatif lama (2-7 tahun), dan memiliki daya
penguraian/pengolahan yang tinggi serta metode ini tidak menimbulkan
13

masalah baru. Penelitian biofilter dengan campuran tanah humus, serasah


daun karet, dan sludge pernah dilakukan. Biofilter tanah humus menunjukkan
efisiensi penghilangan amonia rata- rata 89%, biofilter campuran tanah humus
dan serasah menunjukkan efisiensi penghilangan amonia rata-rata 85%,
biofilter tanah humus dan sludge menunjukkan efisiensi penghilangan amonia
rata-rata 99% (Yani et al. 2012). Biofiltrasi menggunakan Saccharomyces
cerevisiae baik dalam bentuk kultur murni maupun dalam bentuk instan juga
dapat menurunkan kadar amonia di udara (Marthalia and Oktiani. 2017).

3.1.3. Limbah Cair

Air buangan dihasilkan dari proses pencucian dimana dilakukan dua kali
proses pada bahan baku dan remahan. Penggunaan air cucian cukup banyak
dan secara visual mengandung kotoran-kotoran yang terbawa bersama BRCR.
Pada proses penggilingan juga menghasilkan air buangan dari sisa-sisa air
cucian yang masih menempel pada bahan baku yang digiling menjadi
lembaran.

Identifikasi cemaran dilakukan untuk air buangan dari bagian proses produksi.
Sampel air diuji untuk parameter BOD, COD, TSS, amonia, pH dan
temperatur sesuai dengan BMAL (baku mutu air limbah) industri karet untuk
lokasi di bak shreeder, bak asam, dan buangan scrubber. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa hasil analisa air untuk parameter BOD, COD, dan TSS
cukup tinggi pada bak shreeder dan bak asam, sedangkan pada effluent
scrubber menunjukkan parameter amonia yang cukup tinggi. Salah satu cara
untuk menurunkan kadar BOD, COD, TSS, dan ammonia dalam air limbah
adalah dengan sistem pengolahan biologis secara aerob dan anaerob.
Pengolahan ini dapat digunakan oleh industri skala menengah ke bawah
karena operasionalnya cukup murah. Penelitian Komala dkk tahun 2012
menghasilkan beberapa bakteri anaerob dapat menyisihkan kadar BOD, COD,
TSS (Komala, Helard, and Delimas 2012).
14

Aplikasi teknologi aerob dan anaerob sebagai upaya pengendalian cemaran


air dapat diintegrasikan dengan wetland. Sistem wetland telah terbukti dapat
menurunkan kadar pencemar organik dalam air. Selain sebagai pereduksi
cemaran, tumbuhan wetland dapat dijadikan sebagai tanaman hias.
Pengolahan limbah cair industri karet menggunakan instalasi tumbuhan
mensiang (Scirpus grossus L.f) dengan media pendukung perlit secara kontinu
menurunkan 95,93 –97,98% BOD (Komala, Salmariza Sy, and Murti 2007).
Tanaman yang efektif untuk digunakan pada system wetland lainya adalah
Typha angustifolia, bambu air (Equisetum hyemale), melati air (Echinodorus
palaefolius) (Prayitno 2016; Nasrullah, Hayati, and Kadaria 2014).

3.2. Pemilihan Metode Alat untuk Pengolahan Buangan berdasarkan Effluent


yang diinginkan
Limbah industri pengolahan karet memerlukan pengolahan sebelum limbah
dibuang ke lingkungan. Pengolahan ditujukan untuk mengurangi dan
menghilangkan racun atau detoksitasi, merubah bahan berbahaya menjadi kurang
berbahaya atau untuk mempersiapkan proses berikutnya. Pengolahan air limbah dan
penggunaan kembali bukanlah hal baru, dan pengetahuan tentang topik ini telah
berkembang sepanjang sejarah manusia. Penggunaan kembali air limbah kota yang
tidak melalui proses pengolahan air limbah telah dipraktekkan selama berabad-abad
dengan tujuan mengalihkan sampah manusia ke luar permukiman perkotaann.
Demikian juga, penerapan lahan air limbah domestik adalah praktik lama dan
umum, yang telah mengalami berbagai tahap perkembangan. Hal ini telah
menyebabkan pemahaman yang lebih baik tentang teknologi proses dan pengobatan
dan akhirnya pengembangan standar kualitas air.

Pemilihan metode atau unit pengolahan buangan industri pengolahan karet


dilakukan dengan tujuan menurunkan berbagai polutan atau pencemar yang
memungkinkan ada di dalam air limbah buangan industri karet. Pengolahan juga
dilakukan agar air limbah dibuang sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan
pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 berisi tentang
Baku mutu air limbah yang diperbolehkan dibuang ke badan air.
15

Gambar III. 1 Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan/atau Kegiatan Industri
Pengolahan Karet

Lateks bentuk pekat Karet Bentuk kering


Parameter Kadar Paling Tinggi
Kadar Paling Tinggi (mg/L)
(mg/L)
BOD5 100 60
COD 250 200
TSS 100 100
Amonia Total 15 5
Nitrogen Total ( Sebagai N) 25 10
pH 6,0-9,0 6,0-9,0
Debit Limbah Paling tinggi 40 m3 per ton produk karet 40 m3 per ton produk karet
Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014

Metode yang digunakan pada pengolahan limbah effluent agar tidak


membahayakan lingkungan yaitu dengan mengolah air limbah dengan karakteristik
tersebut dapat dilakukan dengan sistem anaerobik terintegrasi wetland. Berikut adalah
tahapan umum dalam pengolahan anaerobik terintegrasi wetland pada limbah cair
industri karet:

1. Pengumpulan Limbah

Limbah cair dari industri karet dikumpulkan dari sumbernya dan dialirkan ke
sistem pengolahan.

2. Prapemrosesan

Sebelum memasuki sistem anaerobik terintegrasi wetland, limbah cair mungkin


perlu diproses secara prapemrosesan. Ini bisa mencakup penghilangan benda-
benda besar, partikel kasar, atau bahan-bahan yang dapat mengganggu proses
anaerobik.

3. Reaktor Anaerobik

Limbah cair kemudian dialirkan ke reaktor anaerobik. Proses anaerobik


melibatkan penguraian bahan organik oleh mikroorganisme tanpa keberadaan
16

oksigen. Proses ini menghasilkan gas methana dan mengurangi kandungan bahan
organik dalam limbah cair.

4. Wetland Buatan

Setelah melalui reaktor anaerobik, limbah cair dapat dialirkan ke wetland buatan.
Wetland ini berfungsi sebagai sistem alami yang menggunakan tanaman air,
substrat, dan mikroorganisme untuk membersihkan air limbah. Tanaman-tanaman
ini dapat menyerap nutrisi berlebih dan mengurangi kandungan polutan dalam air.

5. Fitoremediasi

Tanaman yang ditanam dalam wetland dapat melakukan fitoremediasi, yaitu


proses di mana tanaman menggunakan akar mereka untuk menyerap,
mengakumulasi, dan menghilangkan polutan dari air. Tanaman-tanaman tertentu
dapat efektif dalam mengurangi kandungan logam berat dan bahan kimia tertentu.

6. Penyimpanan Sementara
Air yang telah diolah dapat disimpan sementara sebelum dibuang ke lingkungan
atau digunakan kembali dalam proses industri.

7. Pembuangan atau Penggunaan Kembali


Setelah melalui semua tahapan pengolahan, air yang telah diolah dapat dibuang ke
lingkungan sesuai dengan standar peraturan atau digunakan kembali dalam proses
produksi, jika memungkinkan.
17

Gambar III. 2 Diagram Alir Pengolahan Limbah Industri Pengolahan Karet


BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Potensi cemaran di industri crumb rubber dalam bentuk cemaran air dan udara.
Parameter utama pencemar air adalah BOD, COD, dan TSS yang melebihi baku
mutu. Teknologi yang tepat untuk mengolah air limbah dengan karakteristik
tersebut dapat dilakukan dengan sistem anaerobik terintegrasi wetland. Teknologi
ini diharapkan dapat mengolah air limbah agar memenuhi baku mutu air limbah
industri karet sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014.

Pencemar dominan di udara adalah amonia yang merupakan parameter


kebauan. Amonia dapat dieliminaasi dengan menggunakan teknologi wet scrubber
seperti yang sudah diterapkan di industri crumb rubber, meskipun masih belum
optimal dan disarankan industri melakukan evaluasi dan optimalisasi wet scrubber
agar hasil keluaran memenuhi peraturan yang berlaku sesuai Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014. Alternatif pengendalian untuk
mengeliminasi cemaran amonia adalah dengan teknologi biofiter.

4.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dengan adanya makalah Pengelolaan Limbah
Industri Pengolahan Karet ini adalah sebagai berikut:

1. Setiap industri harus memiliki perencanaan pengolahan buangan industrinya


agar limbah yang dihasilkan tidak merusak lingkungan, terutama pada perairan
agar tidak merusak kualitas air baku.

2. Pilihlah pengolahan buangan industri yang tidak mengeluarkan biaya yang besar
serta sederhana tetapi tetap mengutamakan keefektifan pengolahan agar polutan
yang dibuang ke lingkungan memenuhi syarat baku mutu yang telah ditetapkan.

3. Lakukan perawatan yang baik dalam menjaga pengolahan buangan industri agar
tidak menyebabkan kerusakan alat yang mengharuskan penggantian alat baru,
dimana dapat mengeluarkan biaya yang lebih besar dari biaya perawatan.
18
19

4. Lakukan pengecekan kualitas air buangan secara berkala untuk memastikan


keefektifan pengolahan air buangan industri yang telah diterapkan.

5. Pemerintah harus mengawasi dan memastikan bahwa setiap industri telah


menaati peraturan yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Y., Sari, I. R. J., Fatkhurrahman, J. A., & Harihastuti, N. (2019). Potensi
Cemaran Lingkungan Di Industri Karet Alam Crumb Rubber. Prosiding SNPBS
(Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Saintek) Ke-4.

Belladona, M. (2017). Analisis tingkat pencemaran sungai akibat limbah industri karet di
kabupaten Bengkulu Tengah. Prosiding Semnastek.

Ferosandi, A. (2017). Analisis persepsi masyarakat lingkungan industri karet remah di


Kota Palembang (Doctoral dissertation, Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Sriwijaya).

Hakim, A. R., & Citra, M. D. N. F. Industri Pengolahan Karet di Indonesia.

Marsantia, G., Suroso, E., & Utomo, T. P. (2014). Kajian strategi kebijakan industri
olahan karet ribbed smoked sheet (RSS) berbahan baku lateks kebun dalam upaya
peningkatan mutu produk. Jurnal Teknologi & Industri Hasil Pertanian, 19(1),
84-95.

Nurjanah, S., Zaman, B., & Syakur, A. (2017). Penyisihan bod dan cod limbah cair
industri karet dengan sistem biofilter aerob dan plasma dielectric barrier dischare
(DBD) (Doctoral dissertation, Diponegoro University).

Yani, M., Ismayana, A., Nurcahyani, P. R., & Pahlevi, D. (2012). Penghilangan bau
amoniak dari tempat penumpukan leum pada industri karet remah dengan
menggunakan teknik biofilter. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 17(1), 58-64.

20

Anda mungkin juga menyukai