Oleh:
Halaman
Daftar Isi...........................................................................................................................i
Daftar Tabel....................................................................................................................iii
Daftar Gambar................................................................................................................iv
Daftar Lampiran...............................................................................................................v
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................................3
1.5 Batasan Masalah.......................................................................................................4
1.6 Sistematika Penulisan...............................................................................................4
Hal
aman
Tabel 2.1. Baku mutu limbah cair Usaha/Kegiatan rumah sakit..................................16
DAFTAR GAMBAR
Hal
aman
Gambar 2.1. Proses Pengelolaan Air Limbah Sistem RBC...........................................20
Gambar 2.2. Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak.................................21
Gambar 2.3. Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob.................22
Gambar 3.1. Peta Lokasih Rumah Sakit Umum Anutapura Palu..................................28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Analisis Efektivitas Limbah Cair
IPAL…………………………………31
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, batasan masalah penelitian dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Meliputi Tinjauan dasar yang diperoleh berdasarkan studi
literatur, baik dari jurnal, buku teks, data-data dari internet dan
sumber-sumber ilmiah lainnya.
6
Menurut Soeparman dan Suparmin (2002), Limbah cair bersumber dari
aktivitas manusia (human sources) dan aktivitas alam (natural sources).
Beberapa aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair diantaranya
adalah aktivitas dalam bidang rumah tangga, perkantoran, perdagangan,
perindustrian, pertanian dan pelayanan jasa.
Menurut Suharto (2011), Pengelompokan limbah berdasarkan bentuk
atau wujudnya dapat dibagi menjadi empat diantaranya yaitu: limbah cair,
limbah padat, limbah gas dan limbah suara. Limbah cair diklasifikasikan
dalam empat kelompok diantaranya yaitu:
a. Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil
buangan dari perumahan (rumah tangga), bangunan, perdagangan dan
perkantoran. Contohnya yaitu: air sabun, air detergen sisa cucian, dan
air tinja.
b. Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil
buangan industri. Contohnya yaitu: sisa pewarnaan kain/bahan dari
industri tekstil, air dari industri pengolahan makanan, sisa cucian
daging, buah, atau sayur.
c. Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang
berasal dari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan
limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari
permukaan. Air limbah dapat merembes ke dalam saluran pembuangan
melalui pipa yang pecah, rusak, atau bocor sedangkan luapan dapat
melalui bagian saluran yang membuka atau yang terhubung ke
permukaan. Contohnya yaitu: air buangan dari talang atap, pendingin
ruangan (AC), bangunan perdagangan dan industri, serta pertanian atau
perkebunan.
d. Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air
hujan di atas permukaan tanah. Aliran air hujan di permukaan tanah
dapat melewati dan membawa partikel-partikel buangan padat atau cair
sehingga dapat disebut limbah cair. Limbah cair bersumber dari pabrik
yang biasanya banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya. Selain
itu, ada juga bahan baku mengandung air sehingga dalam proses
pengolahannya air harus dibuang. Air terikut dalam proses pengolahan
7
kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu
bahan sebelum diproses lanjut. Air ditambah bahan kimia tertentu
kemudian diproses dan setelah itu dibuang. Semua jenis perlakuan ini
mengakibatkan buangan air.
Adapun karakteristik limbah cair sebagai berikut :
1. Karakteristik Fisik
Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh
adanya sifat fisik yang mudah terlihat yaitu kandungan zat padat
sebagai efek estetika dan kejernihan serta bau dan warna juga
temperatur. Padatan (Solids) adalah zat padat yang yang akan
mengendap pada kondisi tanpa bergerak atau diam kurang lebih
selama 1 jam sebagai akibat gaya beratnya sendiri. Pengukuran
besarnya endapan penting untuk mengetahui derajat pengendapan
dan jumlah endapan yang ada dalam badan air. Jumlah total
endapan dapat dideteksi dengan penyaringan terhadap air kotor
melalui kertas fiber atau saringan 0,45 mikron dan mengukur berat
kering dari material yang terkumpul dalam satuan mg/L
(Eddy,2008). Apabila contoh yang diambil berasal dari lumpur aktif
reaktor air limbah, maka endapan tersebut dikenal dengan MLSS
(Mixed Liquor Suspended Solid). Hasil endapan ini bila dipanaskan
pada suhu 6000C, maka sebagian bahan akan menguap dan sebagian
lagi akan berupa bahan sisa yang sangat kering.
2. Karakteristik Kimia
Secara umum karakteristik kimia pada air limbah terbagi dua,
yaitu kimia organic dan anorganik. Jumlah materi organik sangat
dominan, karena 75% dari zat padat tersuspensi dan 40% zat padat
tersaring merupakan bahan organik, yang tersusun dari senyawa
karbon, hidrogen,oksigen dan ada juga yang mengandung nitrogen.
Sedangkan Materi / senyawa anorganik terdiri atas semua kombinasi
elemen yang bukan tersusun dari karbon organik. Karbon anorganik
dalam air limbah pada umumnya terdiri dari sand, grit, dan mineral-
mineral, baik, suspended maupun dissolved (Eddy,2008).
8
a. Kimia Organik
1) Lemak atau Minyak: Lemak dan minyak merupakan
komponen utama bahan makanan yang juga banyak
ditemukan dalam air limbah. Lemak dan minyak membentuk
ester dan alkohol atau gliserol dengan asam gemuk. Gliserid
dari asam gemuk ini berupa cairan pada keadaan biasa
dikenal sebagai minyak dan apabila dalam bentuk padat dan
kental dikenal dengan lemak (Sawyer dan Mc Carty, 1978).
2) Deterjen atau Surfactant: Surfactant merupakan singkatan
dari surface active agents yang berasal dari detergent
pencuci pakaian. Membentuk busa yang stabil pada saat
proses aerasi. Keberadaannya dideteksi dengan
menggunakan larutan methylene blue. Nama lain dari
surfactant adalah methylene blue active substance atau
disingkat dengan MBAS (Sawyer dan Mc Carty, 1978).
3) Biochemical Oxygen Demand (BOD): mendefinisikan
Biochemical Oxygen Demand (BOD) sebagai banyaknya
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pada waktu
melakukan proses dekomposisi bahan organik yang ada di
perairan. Parameter yang paling banyak digunakan adalah
BOD5 (Sutrisno, 2002)
4) mikroorganisme pada waktu melakukan proses dekomposisi
bahan organik yang ada di perairan. Parameter yang paling
banyak digunakan adalah BOD5 (Sutrisno, 2002)
5) Chemical Oxygen Demand (COD): merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah
dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air
(Alaerts dan Santika, 1984).
6) Angka permanganat: Zat organik dalam air umumnya berasal
dari minyak tumbuh-tumbuhan, lemak hewan, sellulose,
proses sintesa, proses fermentasi alcohol, acetone atau
9
kegiatan organism terhadap bahan organik. Adanya bahan
organik dalam air erat hubungannya dengan perubahan fisik
air, yaitu timbulnya warna, rasa dan bau serta kekeruhan.
(Alaerts dan Santika, 1984).
b. Kimia Anorganik
1) pH (Derajat Keasaman): merupakan istilah yang digunakan
untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu
larutan. pH juga merupakan suatu cara untuk menyatakan
konsentrasi ion H+ (Jenie dan Rahayu, 1993).
2) Chlorida (Cl): Kadar klorida di dalam air alami dihasilkan
dari rembesan klorida yang ada dalam batuan dan tanah serta
dari daerah pantai dan rembesan air laut. Kotoran manusia
mengandung 6 mg klorida untuk setiap orang/hari.
Pengolahan secara konvensional masih kurang berhasil untuk
menghilangkan bahan ini, dan dengan adanya klorida di
dalam air, maka menunjukkan bahwa air tersebut telah
mengalami pencemaran atau mendapatkan rembesan dari air
laut (Pescod, 1973).
3. Karakteristik Biologis
Karakteristik biologi ini diperlukan untuk mengukur kualitas air
terutama bagi air yang dipergunakan sebagai air minum dan air
bersih. Selain itu, untuk menaksir tingkat kekotoran air limbah
sebelum dibuang ke badan air. Parameter yang seiring digunakan
adalah banyaknya kandungan mikroorganisme yang ada dalam
kandungan air limbah. (Eddy,2008).
Menurut Suharto (2011), Mikroorganisme utama yang dijumpai
pada pengolahan air buangan adalah :
a) Bakteri dengan berbagai bentuk (batang, bulat, spiral ). Bakteri
Escherichia coli merupakan bakteri yang dapat diajdikan
sebagai indikator polusi pada buangan manusia.
10
b) Jamur. merupakan organisme yang mendekomposisikan karbon
di biosfer dan dapat memecah materi organik, dapat hidup dalam
pH rendah, suhu rendah dan juga area rendah.
c) Algae. Dapat menyebabkan busa dan mengalami perkembangan
yang pesat. Algae menjadi sumber makanan ikan, bakteri yang
akibatnya adalah kondisi anaerobik.
d) Protozoa.
e) Virus.
11
kegiatan rumah sakit tergolong limbah B3 yaitu limbah yang bersifat
infeksius, radioaktif, korosif dan kemungkinan mudah terbakar. Selain itu,
karena kegiatan atau sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit
menjadi sumber segala macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan
dapat pula sebagai sumber distribusi penyakit karena selalu dihuni,
dipergunakan dan dikunjungi oleh orang-orang yang rentan dan lemah
terhadap penyakit. limbah cair yang berisi zat kimiawi tidak akan mampu
dinetralisir dengan baik sehingga sangat membahayakan warga sekitar
rumah sakit. Kandungan penyakit utamanya meresap melalui tanah dan
langsung tertuju ke dalam sumur yang lazim dijadikan sumber konsumsi air
(Nur Fitri Yanti,2019).
Kurangnya penanganan air limbah rumah sakit yang berasal dari hasil
aktifitas rumah sakit tersebut serta lemahnya manajemen rumah sakit
dikhawatirkan dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan
penyebaran penyakit di masyarakat atau terjadinya infeksi saling silang
Gangguan terhadap kesehatan Air limbah sangat berbahaya bagi
manusia karena terdapat banyak bakteri patogen dan dapat menjadi media
penularan penyakit. Selain itu air limbah juga dapat mengandung bahan
beracun, penyebab iritasi, bau, suhu yang tinggi serta bahan yang mudah
terbakar (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2018).
Menurut Asmadi (2013), Dampak yang ditimbulkan limbah cair rumah
sakit terhadap lingkungan dapat berupa :
1. Merosotnya mutu lingkungan rumah sakit yang dapat mengganggu dan
menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal
dilingkungan rumah sakit maupun masyarakat luar.
2. Limbah cair yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan
pencemaran terhadap lingkungan, sumber air (permukaan tanah) atau
lingkungan dan menjadi media tempat berkembangbiaknya Tumbuhan,
mikroorganisme pathogen, serangga yang dapat menjadi transmisi
penyakit terutama kholera, disentri, thypus abdominalis .
12
Dalam air limbah terdapat beberapa parameter-paremeter yang perlu
ahui. Parameter tersebut dapat menentukan kualitas dan karakteristik dari
mbah tersebut. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar
unsurpencemardan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang
keberadaanya dalam air limbahyang akan dibuang atau dilepas ke dalam
sumber air dari suatu usahadan atau kegiatan. Kualitas air limbah yang
dihasilkan diharapkan memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh
PERMEN LHK Nomor 68 Tahun, 2016 tentang baku mutu air limbah
domestik yang meliputi 7 parameter yaitu pH, BiochemicalOxygen
Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solids
(TSS), minyak dan lemak dan Total Coliform .
1. pH (Derajat Keasaman): merupakan istilah yang digunakan untuk
menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. pH juga
merupakan suatu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+ . Chlorida
(Cl): Kadar klorida di dalam air alami dihasilkan dari rembesan klorida
yang ada dalam batuan dan tanah serta dari daerah pantai dan rembesan
air laut. Kotoran manusia mengandung 6 mg klorida untuk setiap
orang/hari. Pengolahan secara konvensional masih kurang berhasil
untuk menghilangkan bahan ini, dan dengan adanya klorida di dalam
air, maka menunjukkan bahwa air tersebut telah mengalami
pencemaran atau mendapatkan rembesan dari air laut. Berdasarkan
Permen LH No. 5 Tahun, 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah
sakit bahwa nilai parameter PH yang diperbolehkan adalah sebesar 6,0-
9,0.
2. BiochemicalOxygen Demand (BOD): mendefinisikan Biochemical
Oxygen Demand (BOD) sebagai banyaknya oksigen yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme pada waktu melakukan proses dekomposisi
bahan organic yang ada di perairan. Parameter yang paling banyak
digunakan adalah BOD5 (Sutrisno, 2002). Berdasarkan Permen LH
No. 5 Tahun 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa
nilai parameter BOD yang diperbolehkan adalah sebesar 50 mg/l.
3. Chemical Oxygen Demand (COD): merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat
13
dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Alaerts dan Santika, 1984).
Berdasarkan Permen LH No. 5 Tahun 2014 tentang baku mutu limbah
cair rumah sakit bahwa nilai parameter COD yang diperbolehkan
adalah sebesar 80 mg/l.
4. Total Suspended Solid (TSS): merupakan residu dari padaan total yang
tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel yang kecil, yang
termasuk dalam TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida,
ganggang, bakteri, dan jamur. TSS pada umumnya dihilangkan dengan
flokulasi dan penyaringan, TSS memberikan kontribusi untuk
kekeruhan(turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk
fotosintesis dan visibilitas di perairan. Berdasarkan Permen LH No. 5
Tahun 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai
parameter TSS yang diperbolehkan adalah sebesar 30 mg/l.
5. Minyak atau lemak : minyak atau lemak merupakan komponen utama
bahan makanan yang juga banyak ditemukan dalam air limbah. Lemak
dan minyak membentuk ester dan alkohol atau gliserol dengan asam
gemuk. Gliserid dari asam gemuk ini berupa cairan pada keadaan biasa
dikenal sebagai minyak dan apabila dalam bentuk padat dan kental
dikenal dengan lemak . Berdasarkan Permen LH No. 5 Tahun 2014
tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai parameter NH3
yang diperbolehkan adalah sebesar 10 mg/l.
6. MPN coliform: Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal,
yaitu hidup didalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform
adalah bakteri indicator keberadaan bakteri pathogen. Lebih tepatnya,
adalah indicator adanya pencemaran bakteri. Penentuan coliform
menjadi indicator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti
berkolerasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu,
mendeteksi coliform jauh lebih mudah, cepat dan sederhana dari pada
mendeteksi bakteri patogen lainnya. Berdasarkan Permen LH No. 5
Tahun 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai
parameter MPN coliform yang diperbolehkan adalah sebesar 5000
(MPN/100ml)
14
7. Suhu: Suhu merupakan komponen penting dalam kualitas air limbah,
suhu sebaiknya sejuk atau tidak panas agar tidak terjadi pelarutan zat
kimiapada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan.
Perubahan suhu dapat mempengaruhui proses fisika, kimia, dan
biologis dalam suatu proses pengolahan limbah, suhu juga berperan
dalam mengendalikan kondisi ekosistem Sebaliknya, suhu yang tinggi
dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi,
volatilisasi, serta menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air(O2,
CO2, N2, CH4, dan sebagainya). Berdasarkan Kepmen LH No. 5
Tahun 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai
parameter suhu yang diperbolehkan adalah sebesar 38 oC.
16
dimana limbah cair yang masuk kedalam IPAL akan disaring melalui beberapa
kamar filtrasi yang terdapat didalamnya, lalu air yang sudah disaring dari IPAL
bisa dibuang ke saluran drainase. Komponen IPAL Komunal terdiri dari unit
pengolah limbah, jaringan perpipaan (bak kontrol dan lubang perawatan) dan
sambungan rumah tangga. Unit IPAL ada yang terletak jauh dari lokasi warga
pengguna ada juga yang berlokasi di pemukiman warga (Ditjen Cipta Karya,
2016).
17
umum setelah melalui tabung desinfektan yang membersihkan
bakteri limbah sehingga aman untuk lingkungan.
b. Septik Tank Beton
Septik tank jenis ini terbuat dari bahan beton yang juga memiliki
beberapa bagian namun dengan proses sedikit berbeda dari septik
tank pabrikan, pada septik tank ini limbah yang masuk ke bagian
pertama akan disaring untuk memisahkan antara kotoran dan air,
limbah padat yang diendapkan akan disedot secara berkala,
sedangkan air akan dialirkan ke bagian kedua diproses oleh
mikroorganisme, kemudian dialirkan lagi ke bagian selanjutnya
hingga air limbah sudah bersih dari kotoran dan bakteri. Bangunan
IPAL berfungsi untuk menampung air limbah yang dialirkan dari
sistem perpipaan untuk diolah agar menghasilkan air buangan
(Effluent) yang aman bagi lingkungan. Pada dasarnya telah banyak
pilihan teknologi maupun jenis sarana pengolahan air limbah yang
umum dipakai, namun dengan beberapa pertimbangan yang dipakai
adalah pengolahan dengan teknologi Anaerobik Baffled Reactor
dan Anaerobic Up flow Filter.
1) Anaerobic Bafflet Reactor (ABR)
Terdiri dari beberapa bak, dimana bak pertama untuk
menguraikan air limbah yang mudah terurai dan bak berikutnya
untuk menguraikan air limbah yang lebih sulit. ABR terdiri dari
kompartemen pengendap yang diikuti oleh beberapa reactor
buffle. Buffle ini digunakan untuk mengarahkan aliran air keatas
(upflow) melalui beberapa seri reactor selimut lumpur (sludge
blanket). Konfigurasi ini memberikan waktu kontak yang lebih
lama antara biomasa anaerobic dengan air limbah sehingga
meningkatkan kinerja pengolahan.
2) Anaerobic Upflow Filter
Anaerobic Upflow Filter merupakan proses pengolahan air
limbah dengan metode pengaliran air limbah keatas melalui
media filter anaerobic. Sistem ini memiliki waktu detensi yang
panjang. Anaerobic upflow filter cocok digunakan untuk
18
pengolahan air limbah bersama beberapa rumah (komunal).
Bisa mengolah black water dan grey water, cocok untuk
meningkatkan kualitas efluent sebelum dibuang kebadan air
penerima. Kriteria desain AUF berdasarkan Sasse (1998)
adalah sebagai berikut:
a. Luas permukaan media : 90 - 300 /
b. Pengurangan BOD : 70 - 90%
c. Jenis media :Kerikil, batu, plastik, arang
d. Beban organik (Organic loading) : 4 - 5 kg COD/ hari
e. Waktu tinggal (Hydraulic retention time) : 1,5 - 2 hari
f. Kedalam filter : 100 - 120 cm
g. Angka pori : Berkisar antara 40 – 60%
h. Jika menggunakan perkiraan kasar dapat dihitung volume
pori dan massa anaerobic filter (0.5 - 1) /kapita.
19
sehingga membentuk suatu modul atau paket, selanjutnya modul
tersebut diputar secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke
dalam air limbah yang mengalir secara kontinyu ke dalam reaktor
tersebut. Dengan cara seperti ini mikroorganisme misalnya kteri,
alga, protozoa, fungi, dan lainnya tumbuh melekat pada permukaan
edia yang berputar tersebut membentuk suatu lapisan yang terdiri
dari ikroorganisme yang disebut biofilm (lapisan biologis) (Said, 2000)
Proses Pengolahan Secara garis besar proses pengolahan air
limbah dengan sistem RBC terdiri dari bak pemisah pasir, bak
pengendap awal, bak kontrol aliran, reaktor/kontaktor biologis putar
(RBC), Bak pengendap akhir, bak khlorinasi, serta unit pengolahan
lumpur.
a. Bak Pemekat Lumpur
Lumpur yang berasal dari bak pengendap awal maupun bak
pengendap akhir dikumpulkan di bak pemekat lumpur. Di dalam
bak tersebut lumpur di aduk secara pelan kemudian di pekatkan
dengan cara didiamkan sekitar 25 jam sehingga lumpurnya
mengendap, selanjutnya air supernatant yang ada pada bagian atas
dialirkan ke bak pengendap awal, sedangkan lumpur yang telah
pekat dipompa ke bak pengering lumpur atau ditampung pada
bak tersendiri dan secara periodik dikirim ke pusat pengolahan
lumpur di tempat lain. Secara sistematis, dapat digambarkan
sebagai berikut ;
20
Gambar 2.1 : Proses Pengelolaan Air Limbah Sistem Rotating
Biological Contactor (RBC)
21
Sumber : ( Said dan Wahjono, 1999)
Gambar 2.2 : Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak
( Said dan Wahjono, 1999)
22
Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses klorinasi dapat
langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi
proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik
(BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan
lainnya.Skema proses pengolahan dengan biofilter anaerob-aerob dapat
dilihat dari Gambar 2.3.
Menurut Said (1999), Beberapa keunggulan proses pengolahan air
limbah dengan biofilter anaerbaerob antara lain yakni :
a. Pengelolaannya sangat mudah.
b. Biaya operasinya rendah.
c. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan
d. relatif sedikit.
e. Dapat menghilangkan nitrogen dan fosfor yang dapat menyebabkan
f. eutrofikasi.
g. Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.
h. Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup
i. besar.
j. Dapat menghilangkan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.
23
Menurut WHO (1957), Rumah sakit adalah suatu bahagian menyeluruh,
(integrasi) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan
lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output
layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan. Rumah sakit juga
merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta penelitian biososial. Berdasarkan
peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1989, rumah sakit
juga merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik dan sub spesialistik
dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat penyembuhan (kuratif) dan Pemulihan (rehabilitasi pasien).
2.3.4 Klasifikasih Rumah Sakit
Rumah Sakit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan
berdasarkan jenis pelayanan yaitu Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus. Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit
Khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Rumah Sakit Umum
13 memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit,
sedangkan Rumah Sakit Khusus memberikan pelayanan pada satu bidang
atau jenis penyakit tertentu berdadsarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya (Permenkes No. 03 Tahun,
2020).
25
terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Spesifikasi manajemen
rumah sakit akan memberikan garis besar pengelolaan lingkungan yang
didesain untuk semua aspek, yaitu operasional, produk, dan jasa dari rumah
sakit secara terpadu dan saling terkait satu sama lain. Manajemen
diterapkan mulai dari sumber daya yang tersedia, proses pengelolaan
limbah hingga evaluasi terhadap kegiatan pengolahan (Adisasmito, 2007).
26
BAB III
METODE PENELITIAN
Mulai
Persiapan
Studi Lapangan
(RSU Anutapura Palu)
Metode
1. Pengujian parameter
Suhu,PH,BOD,COD,TSS,Minyak/Lemak,
dan MPN Coliform
2. Uji Efektivitas Data 27
3. Uji Statistik Data
Analisa data
28
Sumber : ( Ditjen Cipta Karya. RKL-RPL RSU Anutapura Palu,2020 )
Gambar 3.1 : Peta Lokasi Rumah Sakit Umum Anutapura Palu
Tabel 3.1 Metode dan Waktu Pengambilan Sampel Air Limbah di IPAL
RSU Anutapura Palu
29
Pengambilan Sampel di lakukan pada Inlet dan Outlet IPAL RSU
anutapura palu sebanyak satu kali pengambilan di dua waktu yang berbeda,
antara Pukul 06.00-12.00 Wita dan Pukul 18.00-24.00 Wita .Masing-masing
sampel dibuat menjadi 3 replikasi. Total sampel berjumlah 84 sampel
parameter uji, yang berasal dari 12 titik untuk 7 parameter uji dalam satu kali
pengambilan.
1. Ember plastik yang dilengkapi dengan tali atau gayung plastik yang
bertangkai panjang untuk mengambil sampel .
2. Botol sampel air Limbah Sesuai dengan parameternya Sebagai media
Sampel Air Limbah IPAL.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data hasil uji laboratorium inlet dan outlet IPAL
yang diperoleh dari RSU Anutapura palu kemudian di analisis dengan uji
efektivitas dengan menggunakan formulasi dan uji statistik.. Kemudian
dibandingkan dengan standar pengelolaan limbah cair rumah sakit yang telah
ditetapkan sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya masalah pengelolaan
limbah cair di RSU Anutapura palu.
30
Data yang akan di evaluasi adalah data sekunder atau data yang di peroleh dari
hasil analisa laboratorium yang dilakukan oleh RS Anutapura Palu. Data terdiri dari
beberapa parameter yang kemudian di hitung nilai efektivitasnya melalui
perhitungan efesiensi berdasarkan pada rumus :
Keterangan :
Konsentrasi Inlet = Nilai konsentrasi air limbah sebelum diolah atau pada inlet
(sebelum diolah)
Konsentrasi Outlet = Nilai konsentrasi air limbah setelah diolah atau pada outlet
(sesudah diolah)
Analisis Data
a. Parameter Uji
Setiap Parameter Uji atau data yang diambil langsung dilapangan akan di
analisis di Labortorium yang sudah terakreditasi KAN yaitu pada
Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tengah.
b. Uji Efektivitas
Uji Efektivitas yang akan dilakukan pada bangunan pengolahan air limbah
Rumah Sakit Umum Anutapura yaitu dengan menganalisis efektivitas IPAL
dan membandingkan antara input dan output air limbah yang keluar dari unit
pengolahan dengan baku mutu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah,
Tentang Limbah Cair usaha/kegiatan rumah sakit (Permen LH RI Nomor 5
tahun, 2014).
c. Uji Statistik
Data inlet dan outlet akan dianalisis secara statistik menggunakan uji
berpasangan yaitu kategori sebelum dan sesudah diolah pada IPAL.
31
Data Penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel hasil perhitungan
efektivitas dan statistic juga lebih diperjelas dengan diagram batang perbandingan
antara hasil dan baku mutu serta interpretasi data.
DAFTAR PUSTAKA
Nurkholis, A., Rahma, A. D., Widyaningsih, Y., Maretya, D. A., Wangge, G. A , (2016).
Proses Pengelolaan Air Limbah secara Biologis (Biofilm): Trickling Filter dan
Rotating Biological Contactor (RBC).
Departemen Kesehatan RI, (2014). Permen Lingkungan Hidup RI No. 5 Tahun 2014
Tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan Rumah Sakit. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2020). Peraturan Menteri Kesehatan No. 3
Tahun 2020 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (2018). PERMEN LHK RI Nomor
P.93/MENLKHK/SETJEN/KUM. Tentang Pemantauan Kualitas Air Limbah
Secara Terus Menerus Dan Dalam Jaringan Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan
(Sparing). Jakarta; Kementrian LHK.
Kepmenkes RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Ditjen Cipta Karya. (2016). Kriteria Perencanaan Pengolahan Air. Jakarta: Dinas
Pekerjaan Umum.
Ditjen Cipta Karya. (2020). Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
RSU Anutapura Palu. Palu : Kementrian PUPR.
Syamsul.(2020). Efektifitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Sakit
Sinar Kasih Toraja Kabupaten Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar:
Universitas Hasanuddin
Eddy. (2008). Karakteristik Limbah Cair. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan.
World Health Organization. 1957. Definisi dan Sejarah Rumah Sakit: WHO.Available
from: www.who.int. [ akses 27 februari 2023].
Hidayat, N. (2016). Bioproses Limbah Cair. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
32
Hurrahman,M., Ali Akbar,A.,dan Anwari, M.S. 2022. Evaluasi Efektivitas Pengolahan
Air Limbah Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah Klinik Kecantikan.Pontianak:
Jurnal Ilmu Lingkungan
Nur Fitri Yanti, dkk.(2019). Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit
(Studi Kasus Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru). Pekanbaru:
Universitas Islam Riau.
Nurkholis, A.,Rahma,A.D.,Widyaningsih,Y.,Maretya,D.A.,Wangge,G.A.,Abdillah, A.
Said, N. I., Wahjono H.D, (2016), Teknologi Pengolahan Air Limbah Tahu-Tempe
Dengan Proses Biofilter Anaerob Dan Aerob, Jakarta : BPPT.
Said, Nusa Idaman. (2000). Teknologi Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biofim
Tercelup. Jakarta: BPPT.
Pahlevi W,FKM UI. (2009) .Analisis Pelayanan. Jakarta Pusat: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. .
Soeparman, Soeparmin.(2001). Efekteivitas Sistem Pengolahan Limbah Cair dan
Keluhan Kesehatan pada Patugas IPAL di Rumah Sakit Umum Daerah DR M.
Soewandhie. Surabaya: Universitas Airlangga.
Suharto. (2011). Kualitas Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
Kesehatan. Semarang: Makalah Seminar Limbah Rumah Sakit.
Alaerts G., & S.S Santika. (1984). Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
Indonesia.
Yahar. (2011). Studi Tentang Pengelolaan Limbah Medis Di Rumah Sakit Umum
Daerah Kab. Barru. Makassar: Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas
Islam Negeri Alaudin Makassar.
Adisasmito, W. (2007). Sistem Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Standar Nasional Indonesia. (2008). Standar Nasional Indonesia SNI 6989. N0 59
Tentang Metoda pengambilan Sampel contoh air limbah. Badan Standarisasi
Nasional.
33
Lampiran 1 : Analisis Efektivitas Limbah Cair IPAL
E . Inlet −E 1.Outlet
Efektivitas = x 100%
E . Inlet
keterangan:
E = Nilai konsentrasi air limbah sebelum diolah atau pada inlet (sebelum diolah)
E1 = Nilai konsentrasi air limbah setelah diolah atau pada outlet (sesudah diolah)
Apabila nilai efektivitas negatif (-) berarti terjadi peningkatan konsentrasi
bahan pencemar ke dalam unit pengolahan tersebut. Jika nilai positif berarti
sebaliknya yaitu terjadi penurunan konsentasi bahan pencemar.
34
Lampiran 2 : PERMEN LH No.5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu
Air Limbah
35