Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL TUGAS AKHIR

EVALUASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH


RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU

Diajukan Kepada Universitas Tadulakountuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


derajad Sarjana Strata Satu Teknik Lingkungan

Oleh:

Sandika Medianto Menturio


STB. F131 19 001

JURUSAN TEKNIK SIPIL


PROGRAM STUDI SI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO
PALU, MARET 2023
DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Isi...........................................................................................................................i
Daftar Tabel....................................................................................................................iii
Daftar Gambar................................................................................................................iv
Daftar Lampiran...............................................................................................................v

BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian....................................................................................................3
1.5 Batasan Masalah.......................................................................................................4
1.6 Sistematika Penulisan...............................................................................................4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Umum Tentang Limbah Cair......................................................................6
2.1.1 Limbah Cair ..................................................................................................6
2.1.2 Limbah Cair Rumah Sakit...........................................................................11
2.1.3 Dampak Limbah Cair RS Terhadap Kesehatan dan Lingkungan.............11
2.1.4 Parameter Air Limbah.................................................................................12
2.1.5 Persyaratan Limbah Cair Rumah Sakit........................................................14
2.1.6 Baku Mutu Limbah Cair Usaha/Kegiatan Rumah Sakit..............................15
2.2 Tinjauan Tentang Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)..................................16
2.2.1 Klasifikasi Instalasi Pengelolahan Air Limbah (IPAL)................................17
2.2.2 Teknologi Pengelolaan Limbah Cair............................................................19
2.3 Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit...................................................................23
2.3.1 Klasifikasih Rumah Sakit.............................................................................23
2.3.2 Manajemen Rumah Sakit.............................................................................25
2.3.3 Definisi Operatoral......................................................................................25

BAB III. METODE PENELITIAN


3.1 Tahapan Umum Penelitian......................................................................................27
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................................28
3.2.1 Lokasi Penelitian.........................................................................................28
3.2.2 Waktu Penelitian..........................................................................................28
3.3 Jenis Penelitian........................................................................................................28
3.4 Metode Pengumpulan Data......................................................................................29
3.5 Metode Pengelolahan Data......................................................................................30
3.6 Penyajian Data.........................................................................................................31
Daftar Pustaka................................................................................................................32
Lampiran........................................................................................................................34
DAFTAR TABEL

Hal
aman
Tabel 2.1. Baku mutu limbah cair Usaha/Kegiatan rumah sakit..................................16

DAFTAR GAMBAR

Hal
aman
Gambar 2.1. Proses Pengelolaan Air Limbah Sistem RBC...........................................20
Gambar 2.2. Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak.................................21
Gambar 2.3. Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob.................22
Gambar 3.1. Peta Lokasih Rumah Sakit Umum Anutapura Palu..................................28

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Analisis Efektivitas Limbah Cair
IPAL…………………………………31
BAB I
PENDAHULUAN

1.7 Latar Belakang


Limbah cair secara umum adalah kotoran berbentuk cairan yang
mengandung zat-zat dan mikroorganisme berbahaya sebagai hasil dari berbagai
aktivitas manusia sehingga kehadiranya tidak diigginkan karena dapat
menyebabkan gangguan terhadap lingkungan Limbah cair merupakan cairan
yang dihasilkan dari proses produksi. Limbah cair ini umumnya akan
dikumpulkan terlebih dahulu kemudian akan mengalami proses pengolahan
ataupun langsung di buang ke perairan atau lingkungan. Pembuangan limbah cair
langsung ke lingkungan akan sangat membahayakan karena kemungkinan adanya
bahan-bahan berbahaya dan beracun ataupun kandungan limbah yang ada tidak
mampu dicerna oleh mikroorganisme yang ada dilingkungan (Hidayat, 2016).
Dalam upaya mengurangi bahaya limbah cair pada lingkungan saat dibuang
maka pengetahuan tentang karakeristik limbah sangat penting. Karakteristik
limbah umumnya dikelompokkan dalam karakteristik fisik, kimia, dan biologis.
Karakteristik fisik mencakup suhu, warna, bau, dan kekeruhan. Karakteristik
kimia mencakup BOD, COD, kesadahan, PH, dan sebagainya sedangkan
karakteristik biologis adalah ragam organisme yang ada pada limbah tersebut
(Hidayat, 2016).
Rumah Sakit merupakan unit pelayanan kesehatan dimana kegiatan
didalamnya berpotensi banyak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan. Rumah sakit sebagai penghasil limbah klinis terbesar. Rumah sakit
menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan dampak buruk terhadap
lingkungan, baik lingkungan rumah sakit, maupun lingkungan di sekitarnya.
Berdasarkan tingkat bahayanya limbah cair rumah sakit memiliki dampak
potensial untuk mencemari lingkungan. Limbah cair yang berasal dari rumah
sakit mengandung senyawa organik dan anorganik yang cukup tinggi, senyawa
kimia, mikroorganisme patogen, bahan kimia beracun dan radioaktif
(Syamsul,2020).
Dalam upaya meminimalisasi dampak limbah rumah sakit serta untuk
menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman, pemerintah telah
mengupayakan pengendalian pencemaran lingkungan dengan mewajibkan setiap
sarana pelayanan kesehatan menyediakan fasilitas pengolahan limbah yang
sesuai standar dan memenuhi baku mutu (Suharto,2011).
Instalasi Pengolahan Air Limbah IPAL merupakan bagian terpenting yang
harus diterapkan diseluruh rumah sakit umum yang ada di indonesia untuk
meminimalisasi dampak pencemaran lingkungan. Kinerja IPAL sangat
menentukan kualitas air yang akan dibuang ke lingkungan. Kurang optimalnya
kinerja IPAL berpotensi tidak terpenuhinya baku mutu yang diatur dalam Surat
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor KEP-
58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan Rumah
Sakit. Instalasi pengolahan air limbah berfungsi untuk mengembalikan mutu air
limbah menjadi air dengan mutu yang sesuai dengan standar yang tercantum
dalam SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1204 tahun 2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No.5 tahun 2014 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi
Kegiatan Rumah Sakit (Departemen Kesehatan, 2014).
Rumah Sakit Umum (RSU) Anutapura Palu adalah rumah sakit Kelas B
milik pemerintah yang berada di kota Palu, Sulawesi Tengah yang berlokasi
ditengah-tengah pemukiman penduduk Kota Palu . Dalam aktifitas pelayanannya
sangat kompleks dibanding pelayanan perkantoran pada umumnya. Dalam
pengelolaan limbahnya telah menggunakan IPAL. RSU anutapura palu memiliki
instalasi pengolahan air limbah yang menggunakan metode pengolahan dengan
sistem biofilter anaerob-aerob sebelum di buang ke lingkungan (Ditjen Cipta
Karya, 2020).
Keberadaan instalasi pengolahan air limbah rumah sakit merupakan bentuk
kepedulian pihak rumah sakit terhadap kesehatan masyarakat, dengan adanya
instalasi pengolahan air limbah ini diharapakan dapat memperkecil dampak
negatif yang ditimbulkan oleh pencemaran air limbah hasil kegiatan rumah sakit.
Limbah cair dari hasil pengolahan IPAL masih memungkingkan mengandung
bahan berbahaya, bahan berbahaya tersebut memiliki potensi yang berdampak
penting terhadap penurunan kualitas lingkungan dan secara langsung memiliki
potensi bahaya kesehatan bagi penduduk sekitar rumah sakit, terlebih lagi
rumah sakit tersebut berada ditengah-tengah pemukiman penduduk. Meski
IPAL dapat melakukan proses penyaringan air limbah menjadi air bersih
dengan baik, Setiap proses IPAL memiliki sejumlah kelemahan yang
mengakibatkan sistem tidak bekerja sempurna.
Seperti pembuangan limbah cair minyak dan lemak dari aktivitas rumah
sakit dapat mengurangi kinerja biofilter dan juga volume bak penampungan
juga kerap menyempit karena masuknya tanah, batu dan pasir dalam
biofilter . Maka dari permasalahan itu, yang dapat mengakibatkan penurunan
kinerja biofilter, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Evaluasi
Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.

1.8 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Efektifitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang ada di
RSU Anutapura Palu ?
2. Bagaimana kualitas air limbah hasil pengolahan (Parameter, Suhu, PH, BOD,
COD, TSS, Minyak atau Lemak dan Total coliform) Berdasarkan Permen LH
RI No. 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha/Kegiatan
Rumah Sakit?

1.9 Tujuan Penelitian


1. Untuk Mengetahui efektifitas Instalasi Pengolahan Air Limbah ( IPAL )
Rumah Sakit Umum Anutapura Palu.
2. Untuk mengetahui kualitas air limbah hasil pengolahan (Parameter, Suhu,
PH, BOD, COD, TSS, Minyak atau Lemak dan Total coliform)
Berdasarkan Permen LH RI No. 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Usaha/Kegiatan Rumah Sakit.

1.10 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu bahan masukan dan
umbangan ilmiah serta sebagai informasi tambahan terhadap peneliti -
peneliti selanjutnya yang terkait dengan Instalasi Pengelolaan Air Limbah
(IPAL) dan kualitas limbah cair rumah sakit.
2. Manfaat bagi Peneliti
Sebagai sarana pengembangan ilmu, pengetahuan dan wawasan dalam
pengelolaan limbah cair rumah sakit khususnya tentang kualitas limbah cair
rumah sakit dengan parameter Suhu, pH, BOD, COD, Minyak atau lemak,
TSS dan Total Coliform .
3. Manfaat bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan memberikan
pengetahuan kepada masyakarat tentang dampak pencemaran limbah cair
khususnya limbah cair rumah sakit bagi lingkungan dan kesehatan
masyarakat sehingga dapat berperan aktif mendukung berbagai upaya
pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan.

1.11 Batasan Masalah


1. Melakukan Pengujian Konsentrasi Air Limbah IPAL RSU Anutapura Palu
Berdasarkan Permen LH RI No. 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Usaha/Kegiatan Rumah Sakit.

1.12 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, batasan masalah penelitian dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Meliputi Tinjauan dasar yang diperoleh berdasarkan studi
literatur, baik dari jurnal, buku teks, data-data dari internet dan
sumber-sumber ilmiah lainnya.

BAB III METODE PENELITIAN


Meliputi metode yang digunakan untuk melaksanakan penelitian
ini dan akan tergambar dari diagram alir penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini, penulis akan menganalisis data sekunder yang
telah diperoleh dari pihak rumah sakit. Selain itu, analisis juga
akan dilakukan berdasarkan data hasil penelitian laboratorium.
Berdasarkan hasil analisis inilah kemudian akan dilakukan
evaluasi. Jika berdasarkan hasil evaluasi ditemukan
permasalahan, maka akan dikemukakan solusi dari
permasalahan tersebut

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini merupakan bab terakhir dari laporan tugas akhir ini.
Pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dari analisis dan
evaluasi serta penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, pada
bab ini juga akan diberikan beberapa solusi untuk
permasalahan yang terjadi pada IPAL Rumah Sakit Umum
Anutapura Palu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Tinjauan Umum Tentang Limbah Cair


Pengertian Limbah Cair Limbah adalah bahan sisa atau buangan dari suatu
kegiatan dan proses produksi yang sudah tidak terpakai lagi. Limbah juga tidak
memiliki nilai ekonomi dan daya guna, melainkan bisa sangat membahayakan jika
sudah mencemari lingkungan sekitar. Terutama untuk limbah yang mengandung
bahan kimia yang tidak mudah terurai oleh bakteri. Bentuk limbah yang dihasilkan
oleh industi sablon dapat berupa limbah cair (Suharto,2011).
2.1.7 Limbah Cair
Limbah cair Limbah cair adalah limbah yang memiliki wujud cair. Limbah
cair ini selalu larut dalam air dan selalu berpindah (kecuali ditempatkan pada
wadah/bak). Beberapa sumber limbah cair dari aktifitas kegiatan manusia
dan aktifitas alam. Untuk aktifitas manusia yang di hasilkan diantaranya
dalam aktifitas bidang rumah tangga, perkantoran, perdagangan,
perindustrian, pertanian dan pelayanan jasa. Limbah cair industri yaitu
limbah cair hasil buangan industri. Contohnya yaitu sisa pewarnaan
kain/bahan dari industri tekstil, air dari industri makanan, sisa cucian
(Soeparman, 2002). Contoh dari limbah cair ini adalah air bekas cuci
pakaian dan piring, limbah cair dari industri, dan lain-lain. Limbah cair
merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar
yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang
terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan),
sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air
permukaan, ataupun air hujan (Soeparman dan soeparmin,2002).
Menurut cahandra (2005), Limbah cair merupakan salah satu jenis
sampah . Adapun sampah (waste) adalah zat-zat atau benda-benda yang
sudah tidak terpakai lagi, baik yang berasal dari rumah maupun sisa-sisa
proses industri. Secara umum limbah cair dapat dibagi menjadi :
a. Human excreta (feses dan urine)
b. Sewage (air limbah)
c. Industrial waste (bahan buangan dari sisa proses industri).

6
Menurut Soeparman dan Suparmin (2002), Limbah cair bersumber dari
aktivitas manusia (human sources) dan aktivitas alam (natural sources).
Beberapa aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair diantaranya
adalah aktivitas dalam bidang rumah tangga, perkantoran, perdagangan,
perindustrian, pertanian dan pelayanan jasa.
Menurut Suharto (2011), Pengelompokan limbah berdasarkan bentuk
atau wujudnya dapat dibagi menjadi empat diantaranya yaitu: limbah cair,
limbah padat, limbah gas dan limbah suara. Limbah cair diklasifikasikan
dalam empat kelompok diantaranya yaitu:
a. Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil
buangan dari perumahan (rumah tangga), bangunan, perdagangan dan
perkantoran. Contohnya yaitu: air sabun, air detergen sisa cucian, dan
air tinja.
b. Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil
buangan industri. Contohnya yaitu: sisa pewarnaan kain/bahan dari
industri tekstil, air dari industri pengolahan makanan, sisa cucian
daging, buah, atau sayur.
c. Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang
berasal dari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan
limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari
permukaan. Air limbah dapat merembes ke dalam saluran pembuangan
melalui pipa yang pecah, rusak, atau bocor sedangkan luapan dapat
melalui bagian saluran yang membuka atau yang terhubung ke
permukaan. Contohnya yaitu: air buangan dari talang atap, pendingin
ruangan (AC), bangunan perdagangan dan industri, serta pertanian atau
perkebunan.
d. Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air
hujan di atas permukaan tanah. Aliran air hujan di permukaan tanah
dapat melewati dan membawa partikel-partikel buangan padat atau cair
sehingga dapat disebut limbah cair. Limbah cair bersumber dari pabrik
yang biasanya banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya. Selain
itu, ada juga bahan baku mengandung air sehingga dalam proses
pengolahannya air harus dibuang. Air terikut dalam proses pengolahan

7
kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu
bahan sebelum diproses lanjut. Air ditambah bahan kimia tertentu
kemudian diproses dan setelah itu dibuang. Semua jenis perlakuan ini
mengakibatkan buangan air.
Adapun karakteristik limbah cair sebagai berikut :
1. Karakteristik Fisik
Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat dipengaruhi oleh
adanya sifat fisik yang mudah terlihat yaitu kandungan zat padat
sebagai efek estetika dan kejernihan serta bau dan warna juga
temperatur. Padatan (Solids) adalah zat padat yang yang akan
mengendap pada kondisi tanpa bergerak atau diam kurang lebih
selama 1 jam sebagai akibat gaya beratnya sendiri. Pengukuran
besarnya endapan penting untuk mengetahui derajat pengendapan
dan jumlah endapan yang ada dalam badan air. Jumlah total
endapan dapat dideteksi dengan penyaringan terhadap air kotor
melalui kertas fiber atau saringan 0,45 mikron dan mengukur berat
kering dari material yang terkumpul dalam satuan mg/L
(Eddy,2008). Apabila contoh yang diambil berasal dari lumpur aktif
reaktor air limbah, maka endapan tersebut dikenal dengan MLSS
(Mixed Liquor Suspended Solid). Hasil endapan ini bila dipanaskan
pada suhu 6000C, maka sebagian bahan akan menguap dan sebagian
lagi akan berupa bahan sisa yang sangat kering.

2. Karakteristik Kimia
Secara umum karakteristik kimia pada air limbah terbagi dua,
yaitu kimia organic dan anorganik. Jumlah materi organik sangat
dominan, karena 75% dari zat padat tersuspensi dan 40% zat padat
tersaring merupakan bahan organik, yang tersusun dari senyawa
karbon, hidrogen,oksigen dan ada juga yang mengandung nitrogen.
Sedangkan Materi / senyawa anorganik terdiri atas semua kombinasi
elemen yang bukan tersusun dari karbon organik. Karbon anorganik
dalam air limbah pada umumnya terdiri dari sand, grit, dan mineral-
mineral, baik, suspended maupun dissolved (Eddy,2008).

8
a. Kimia Organik
1) Lemak atau Minyak: Lemak dan minyak merupakan
komponen utama bahan makanan yang juga banyak
ditemukan dalam air limbah. Lemak dan minyak membentuk
ester dan alkohol atau gliserol dengan asam gemuk. Gliserid
dari asam gemuk ini berupa cairan pada keadaan biasa
dikenal sebagai minyak dan apabila dalam bentuk padat dan
kental dikenal dengan lemak (Sawyer dan Mc Carty, 1978).
2) Deterjen atau Surfactant: Surfactant merupakan singkatan
dari surface active agents yang berasal dari detergent
pencuci pakaian. Membentuk busa yang stabil pada saat
proses aerasi. Keberadaannya dideteksi dengan
menggunakan larutan methylene blue. Nama lain dari
surfactant adalah methylene blue active substance atau
disingkat dengan MBAS (Sawyer dan Mc Carty, 1978).
3) Biochemical Oxygen Demand (BOD): mendefinisikan
Biochemical Oxygen Demand (BOD) sebagai banyaknya
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme pada waktu
melakukan proses dekomposisi bahan organik yang ada di
perairan. Parameter yang paling banyak digunakan adalah
BOD5 (Sutrisno, 2002)
4) mikroorganisme pada waktu melakukan proses dekomposisi
bahan organik yang ada di perairan. Parameter yang paling
banyak digunakan adalah BOD5 (Sutrisno, 2002)
5) Chemical Oxygen Demand (COD): merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah
dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air
(Alaerts dan Santika, 1984).
6) Angka permanganat: Zat organik dalam air umumnya berasal
dari minyak tumbuh-tumbuhan, lemak hewan, sellulose,
proses sintesa, proses fermentasi alcohol, acetone atau

9
kegiatan organism terhadap bahan organik. Adanya bahan
organik dalam air erat hubungannya dengan perubahan fisik
air, yaitu timbulnya warna, rasa dan bau serta kekeruhan.
(Alaerts dan Santika, 1984).

b. Kimia Anorganik
1) pH (Derajat Keasaman): merupakan istilah yang digunakan
untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu
larutan. pH juga merupakan suatu cara untuk menyatakan
konsentrasi ion H+ (Jenie dan Rahayu, 1993).
2) Chlorida (Cl): Kadar klorida di dalam air alami dihasilkan
dari rembesan klorida yang ada dalam batuan dan tanah serta
dari daerah pantai dan rembesan air laut. Kotoran manusia
mengandung 6 mg klorida untuk setiap orang/hari.
Pengolahan secara konvensional masih kurang berhasil untuk
menghilangkan bahan ini, dan dengan adanya klorida di
dalam air, maka menunjukkan bahwa air tersebut telah
mengalami pencemaran atau mendapatkan rembesan dari air
laut (Pescod, 1973).

3. Karakteristik Biologis
Karakteristik biologi ini diperlukan untuk mengukur kualitas air
terutama bagi air yang dipergunakan sebagai air minum dan air
bersih. Selain itu, untuk menaksir tingkat kekotoran air limbah
sebelum dibuang ke badan air. Parameter yang seiring digunakan
adalah banyaknya kandungan mikroorganisme yang ada dalam
kandungan air limbah. (Eddy,2008).
Menurut Suharto (2011), Mikroorganisme utama yang dijumpai
pada pengolahan air buangan adalah :
a) Bakteri dengan berbagai bentuk (batang, bulat, spiral ). Bakteri
Escherichia coli merupakan bakteri yang dapat diajdikan
sebagai indikator polusi pada buangan manusia.

10
b) Jamur. merupakan organisme yang mendekomposisikan karbon
di biosfer dan dapat memecah materi organik, dapat hidup dalam
pH rendah, suhu rendah dan juga area rendah.
c) Algae. Dapat menyebabkan busa dan mengalami perkembangan
yang pesat. Algae menjadi sumber makanan ikan, bakteri yang
akibatnya adalah kondisi anaerobik.
d) Protozoa.
e) Virus.

2.1.8 Limbah Cair Rumah Sakit


Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik
yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD dan TSS. Sedangkan
limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah
mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar
mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya
yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan
rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang
memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan,
serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk (Syaid
NI, 1999). Limbah cair rumah sakit adalah semua air buangan termasuk
tinja berasal dari kegiatan rumah sakit, kemungkinan mengandung
mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi
kesehatan (Nur Fitri Yanti,2019).

2.1.9 Dampak Limbah Cair Rumah Sakit Terhadap Kesehatan dan


Lingkungan .
Limbah cair mengandung partikel-partikel padat terlarut (dissolved
solid) dan tersuspensi (suspended solid). Partikel-partikel padat terdiri dari
zat organik dan anorganik. Zat organik sebagian besar mudah terurai,
namun, zat anorganik tidak mudah terurai yang mengakibatkan bahaya
(Kaswinarni, 2008).
Limbah cair rumah sakit merupakan limbah infeksius yang masih perlu
pengelolaan sebelum dibuang ke lingkungan, hal ini dikarenakan limbah dari

11
kegiatan rumah sakit tergolong limbah B3 yaitu limbah yang bersifat
infeksius, radioaktif, korosif dan kemungkinan mudah terbakar. Selain itu,
karena kegiatan atau sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit
menjadi sumber segala macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan
dapat pula sebagai sumber distribusi penyakit karena selalu dihuni,
dipergunakan dan dikunjungi oleh orang-orang yang rentan dan lemah
terhadap penyakit. limbah cair yang berisi zat kimiawi tidak akan mampu
dinetralisir dengan baik sehingga sangat membahayakan warga sekitar
rumah sakit. Kandungan penyakit utamanya meresap melalui tanah dan
langsung tertuju ke dalam sumur yang lazim dijadikan sumber konsumsi air
(Nur Fitri Yanti,2019).
Kurangnya penanganan air limbah rumah sakit yang berasal dari hasil
aktifitas rumah sakit tersebut serta lemahnya manajemen rumah sakit
dikhawatirkan dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan
penyebaran penyakit di masyarakat atau terjadinya infeksi saling silang
Gangguan terhadap kesehatan Air limbah sangat berbahaya bagi
manusia karena terdapat banyak bakteri patogen dan dapat menjadi media
penularan penyakit. Selain itu air limbah juga dapat mengandung bahan
beracun, penyebab iritasi, bau, suhu yang tinggi serta bahan yang mudah
terbakar (Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2018).
Menurut Asmadi (2013), Dampak yang ditimbulkan limbah cair rumah
sakit terhadap lingkungan dapat berupa :
1. Merosotnya mutu lingkungan rumah sakit yang dapat mengganggu dan
menimbulkan masalah kesehatan bagi masyarakat yang tinggal
dilingkungan rumah sakit maupun masyarakat luar.
2. Limbah cair yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan
pencemaran terhadap lingkungan, sumber air (permukaan tanah) atau
lingkungan dan menjadi media tempat berkembangbiaknya Tumbuhan,
mikroorganisme pathogen, serangga yang dapat menjadi transmisi
penyakit terutama kholera, disentri, thypus abdominalis .

2.1.10 Parameter Air Limbah

12
Dalam air limbah terdapat beberapa parameter-paremeter yang perlu
ahui. Parameter tersebut dapat menentukan kualitas dan karakteristik dari
mbah tersebut. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar
unsurpencemardan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang
keberadaanya dalam air limbahyang akan dibuang atau dilepas ke dalam
sumber air dari suatu usahadan atau kegiatan. Kualitas air limbah yang
dihasilkan diharapkan memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan oleh
PERMEN LHK Nomor 68 Tahun, 2016 tentang baku mutu air limbah
domestik yang meliputi 7 parameter yaitu pH, BiochemicalOxygen
Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solids
(TSS), minyak dan lemak dan Total Coliform .
1. pH (Derajat Keasaman): merupakan istilah yang digunakan untuk
menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. pH juga
merupakan suatu cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+ . Chlorida
(Cl): Kadar klorida di dalam air alami dihasilkan dari rembesan klorida
yang ada dalam batuan dan tanah serta dari daerah pantai dan rembesan
air laut. Kotoran manusia mengandung 6 mg klorida untuk setiap
orang/hari. Pengolahan secara konvensional masih kurang berhasil
untuk menghilangkan bahan ini, dan dengan adanya klorida di dalam
air, maka menunjukkan bahwa air tersebut telah mengalami
pencemaran atau mendapatkan rembesan dari air laut. Berdasarkan
Permen LH No. 5 Tahun, 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah
sakit bahwa nilai parameter PH yang diperbolehkan adalah sebesar 6,0-
9,0.
2. BiochemicalOxygen Demand (BOD): mendefinisikan Biochemical
Oxygen Demand (BOD) sebagai banyaknya oksigen yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme pada waktu melakukan proses dekomposisi
bahan organic yang ada di perairan. Parameter yang paling banyak
digunakan adalah BOD5 (Sutrisno, 2002). Berdasarkan Permen LH
No. 5 Tahun 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa
nilai parameter BOD yang diperbolehkan adalah sebesar 50 mg/l.
3. Chemical Oxygen Demand (COD): merupakan ukuran bagi
pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat

13
dioksidasikan melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Alaerts dan Santika, 1984).
Berdasarkan Permen LH No. 5 Tahun 2014 tentang baku mutu limbah
cair rumah sakit bahwa nilai parameter COD yang diperbolehkan
adalah sebesar 80 mg/l.
4. Total Suspended Solid (TSS): merupakan residu dari padaan total yang
tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel yang kecil, yang
termasuk dalam TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida,
ganggang, bakteri, dan jamur. TSS pada umumnya dihilangkan dengan
flokulasi dan penyaringan, TSS memberikan kontribusi untuk
kekeruhan(turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk
fotosintesis dan visibilitas di perairan. Berdasarkan Permen LH No. 5
Tahun 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai
parameter TSS yang diperbolehkan adalah sebesar 30 mg/l.
5. Minyak atau lemak : minyak atau lemak merupakan komponen utama
bahan makanan yang juga banyak ditemukan dalam air limbah. Lemak
dan minyak membentuk ester dan alkohol atau gliserol dengan asam
gemuk. Gliserid dari asam gemuk ini berupa cairan pada keadaan biasa
dikenal sebagai minyak dan apabila dalam bentuk padat dan kental
dikenal dengan lemak . Berdasarkan Permen LH No. 5 Tahun 2014
tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai parameter NH3
yang diperbolehkan adalah sebesar 10 mg/l.
6. MPN coliform: Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal,
yaitu hidup didalam saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform
adalah bakteri indicator keberadaan bakteri pathogen. Lebih tepatnya,
adalah indicator adanya pencemaran bakteri. Penentuan coliform
menjadi indicator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti
berkolerasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu,
mendeteksi coliform jauh lebih mudah, cepat dan sederhana dari pada
mendeteksi bakteri patogen lainnya. Berdasarkan Permen LH No. 5
Tahun 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai
parameter MPN coliform yang diperbolehkan adalah sebesar 5000
(MPN/100ml)

14
7. Suhu: Suhu merupakan komponen penting dalam kualitas air limbah,
suhu sebaiknya sejuk atau tidak panas agar tidak terjadi pelarutan zat
kimiapada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan.
Perubahan suhu dapat mempengaruhui proses fisika, kimia, dan
biologis dalam suatu proses pengolahan limbah, suhu juga berperan
dalam mengendalikan kondisi ekosistem Sebaliknya, suhu yang tinggi
dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi,
volatilisasi, serta menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air(O2,
CO2, N2, CH4, dan sebagainya). Berdasarkan Kepmen LH No. 5
Tahun 2014 tentang baku mutu limbah cair rumah sakit bahwa nilai
parameter suhu yang diperbolehkan adalah sebesar 38 oC.

2.1.11 Persyaratan Limbah Cair Rumah Sakit


Menurut Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/ (2004), tentang
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, limbah cair rumah sakit
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan
karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur
penanganan dan penyimpangannya.
2. Saluran pembungan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup,
kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar serta terpisah
dengan saluran air hujan.
3. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri
atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang
mememnuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau
sistem pengolahan air limbah perkotaan.
4. Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui debit
harian limbah yang dihasilkan. Air limbah dari dapur harus dilengkapi
penangkap lemak dan saluran air limbah harus dilengkapi/ditutup
dengan grill.
5. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus
dikelola sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasama dengan pihak
lain atau pihak yang berwenang.
15
6. Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent) dilakukan
setiap bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2.1.12 Baku Mutu Limbah Cair Usaha/Kegiatan Pelayanan Kesehatan


(Rumah Sakit)
Limbah cair mempunyai standar maksimal suatu limbah dapat dibuang
ke lingkungan yang disebut baku mutu limbah cair. Bagi rumah sakit, baku
mutu limbah cair berarti batas maksimal limbah cair yang diperbolehkan
dibuang ke lingkungan dari suatu kegiatan rumah sakit (adisasnito, 2007).
Baku mutu limbah cair adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemaran
atau jumlah unsur pencemaran yang ditenggang keberadaannya dalam air
limbah yang akan dibuang atau dilepas kedalam media air dari suatu usaha
dan atau kegiatan (Permen LH RI Nomor 5 tahun, 2014). Baku mutu limbah
cair rumah sakit berdasarkan Permen LH No. 5 Tahun 2014 dapat dilihat
pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Baku mutu limbah cair Usaha/Kegiatan rumah sakit

NO Parameter Satuan Baku Mutu (Permen LH


No. 5 Tahun 2014)
1 Suhu ℃ 38
2 PH - 6,0 – 9,0
3 BOD Mg / L 50
4 COD Mg / L 80
5 TSS Mg / L 30
6 Minyak Lemak Mg / L 10
7 Total Coliform MPN/100 ml 5.000
Sumber : (Depkes RI. Permen LH Republik Indonesia No.5 tahun, 2014)

2.5 Tinjauan Tentang Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)


IPAL atau Instalasi Pengolahan Air Limbah merupakan sarana untuk mengolah
limbah cair (limbah dari WC, dari air cuci/kamar mandi dan llimbah cair lainya).
IPAL berfungsi sebagai filter yang menjadi sarana untuk membersihkan atau
menetralisir limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga atau industry

16
dimana limbah cair yang masuk kedalam IPAL akan disaring melalui beberapa
kamar filtrasi yang terdapat didalamnya, lalu air yang sudah disaring dari IPAL
bisa dibuang ke saluran drainase. Komponen IPAL Komunal terdiri dari unit
pengolah limbah, jaringan perpipaan (bak kontrol dan lubang perawatan) dan
sambungan rumah tangga. Unit IPAL ada yang terletak jauh dari lokasi warga
pengguna ada juga yang berlokasi di pemukiman warga (Ditjen Cipta Karya,
2016).

2.2.1 Klasifikasi Instalasi Pengelolahan Air Limbah (IPAL)


Menurut Ditjen Cipta Karya (2016), Berdasarkan kegunaannya IPAL
diklasifikasikan menjadi 2 macam yaitu :
1. IPAL Konvensional
Cara kerja septik tank ini adalah menampung dan mengendapkan
limbah dan membiarkannya terurai oleh bakteri, cairan hasil akhir dari
tanki diendapkan ke dalam tanah melalui resapan khusus. IPAL seperti
ini umumnya digunakan oleh masyarakat Indonesia karena praktis dan
tidak memerlukan biaya yang besar.
2. IPAL Biologis
Pada septik tank biologis air limbah akan terurai sampai aman untuk
dimanfaatkan kembali, karena sistem septik tank ini menggunakan
kamar pengendapan dan kamar filtrasi dimana limbah yang masuk
kedalam kamar pengendap akan diendapkan selama 8 jam secara alami
sebelum berpindah ke bagian filtrasi, selanjutnya air limbah sudah
sedikit lebih bersih karena sebagian kotoran sudah tidak tercampur.
Saat ini ada 2 jenis septitank biologis yaitu :
a. Septik Tank Fiberglass
Septik tank ini merupakan septik tank pabrikan yang biasanya
sudah memenuhi persyaratan untuk mengolah limbah, terdapat 3
kamar di dalamnya dengan fungsi yang berbeda. Air limbah yang
masuk pada bagian pertama akan disaring dan dialirkan ke bagian
selanjutnya, pada bagian kedua limbah diurai oleh bakteri dan
dialirkan kebagian ketiga untuk diuraikan kembali, sisa dari
pengeluran di bagian ketiga akan dialirkan ke saluran drainase

17
umum setelah melalui tabung desinfektan yang membersihkan
bakteri limbah sehingga aman untuk lingkungan.
b. Septik Tank Beton
Septik tank jenis ini terbuat dari bahan beton yang juga memiliki
beberapa bagian namun dengan proses sedikit berbeda dari septik
tank pabrikan, pada septik tank ini limbah yang masuk ke bagian
pertama akan disaring untuk memisahkan antara kotoran dan air,
limbah padat yang diendapkan akan disedot secara berkala,
sedangkan air akan dialirkan ke bagian kedua diproses oleh
mikroorganisme, kemudian dialirkan lagi ke bagian selanjutnya
hingga air limbah sudah bersih dari kotoran dan bakteri. Bangunan
IPAL berfungsi untuk menampung air limbah yang dialirkan dari
sistem perpipaan untuk diolah agar menghasilkan air buangan
(Effluent) yang aman bagi lingkungan. Pada dasarnya telah banyak
pilihan teknologi maupun jenis sarana pengolahan air limbah yang
umum dipakai, namun dengan beberapa pertimbangan yang dipakai
adalah pengolahan dengan teknologi Anaerobik Baffled Reactor
dan Anaerobic Up flow Filter.
1) Anaerobic Bafflet Reactor (ABR)
Terdiri dari beberapa bak, dimana bak pertama untuk
menguraikan air limbah yang mudah terurai dan bak berikutnya
untuk menguraikan air limbah yang lebih sulit. ABR terdiri dari
kompartemen pengendap yang diikuti oleh beberapa reactor
buffle. Buffle ini digunakan untuk mengarahkan aliran air keatas
(upflow) melalui beberapa seri reactor selimut lumpur (sludge
blanket). Konfigurasi ini memberikan waktu kontak yang lebih
lama antara biomasa anaerobic dengan air limbah sehingga
meningkatkan kinerja pengolahan.
2) Anaerobic Upflow Filter
Anaerobic Upflow Filter merupakan proses pengolahan air
limbah dengan metode pengaliran air limbah keatas melalui
media filter anaerobic. Sistem ini memiliki waktu detensi yang
panjang. Anaerobic upflow filter cocok digunakan untuk

18
pengolahan air limbah bersama beberapa rumah (komunal).
Bisa mengolah black water dan grey water, cocok untuk
meningkatkan kualitas efluent sebelum dibuang kebadan air
penerima. Kriteria desain AUF berdasarkan Sasse (1998)
adalah sebagai berikut:
a. Luas permukaan media : 90 - 300 /
b. Pengurangan BOD : 70 - 90%
c. Jenis media :Kerikil, batu, plastik, arang
d. Beban organik (Organic loading) : 4 - 5 kg COD/ hari
e. Waktu tinggal (Hydraulic retention time) : 1,5 - 2 hari
f. Kedalam filter : 100 - 120 cm
g. Angka pori : Berkisar antara 40 – 60%
h. Jika menggunakan perkiraan kasar dapat dihitung volume
pori dan massa anaerobic filter (0.5 - 1) /kapita.

2.2.1 Teknologi Pengelolaan Limbah Cair


Umumnya ada beberapa teknologi IPAL yang digunakan untuk
mengolah limbah cair, seperti rotating biological contactor (RBC), aerasi
kontak dan Biofilter Anaerob - aerob. Di Indonesia, teknologi
pengolahan yang paling sering digunakan adalah dengan biofilter
(Nurkholis,2016).
1. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Reaktor Biologis Putar
(Rotating Biological Contactor, RBC)
Reaktor biologis putar (rotating biological contactor) disingkat
RBC adalah salah satu teknologi pengolahan air limbah yang
mengandung polutan organik yang tinggi secara biologis dengan
sistem biakan melekat (attached culture).
Prinsip kerja pengolahan air limbah dengan RBC yakni air limbah
yang mengandung polutan organik dikontakkan dengan lapisan
mikroorganisme (microbial film) yang melekat pada permukaan
media di dalam suatu reaktor. Media tempat melekatnya film
biologis ini berupa piringan (disk) dari bahan polimer atau plastic
yang ringan dan disusun dari berjajar-jajar pada suatu poros

19
sehingga membentuk suatu modul atau paket, selanjutnya modul
tersebut diputar secara pelan dalam keadaan tercelup sebagian ke
dalam air limbah yang mengalir secara kontinyu ke dalam reaktor
tersebut. Dengan cara seperti ini mikroorganisme misalnya kteri,
alga, protozoa, fungi, dan lainnya tumbuh melekat pada permukaan
edia yang berputar tersebut membentuk suatu lapisan yang terdiri
dari ikroorganisme yang disebut biofilm (lapisan biologis) (Said, 2000)
Proses Pengolahan Secara garis besar proses pengolahan air
limbah dengan sistem RBC terdiri dari bak pemisah pasir, bak
pengendap awal, bak kontrol aliran, reaktor/kontaktor biologis putar
(RBC), Bak pengendap akhir, bak khlorinasi, serta unit pengolahan
lumpur.
a. Bak Pemekat Lumpur
Lumpur yang berasal dari bak pengendap awal maupun bak
pengendap akhir dikumpulkan di bak pemekat lumpur. Di dalam
bak tersebut lumpur di aduk secara pelan kemudian di pekatkan
dengan cara didiamkan sekitar 25 jam sehingga lumpurnya
mengendap, selanjutnya air supernatant yang ada pada bagian atas
dialirkan ke bak pengendap awal, sedangkan lumpur yang telah
pekat dipompa ke bak pengering lumpur atau ditampung pada
bak tersendiri dan secara periodik dikirim ke pusat pengolahan
lumpur di tempat lain. Secara sistematis, dapat digambarkan
sebagai berikut ;

Sumber : (Said, 2000)

20
Gambar 2.1 : Proses Pengelolaan Air Limbah Sistem Rotating
Biological Contactor (RBC)

2. Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Aerasi Kontak


Proses ini merupakan pengembangan dari proses lumpur aktif dan
proses biofilter. Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak
ini terdiri dari dua bagian yakni pengolahan primer dan pengolahan
sekunder (Said, 2000).
a. Pengolahan Primer
Pada pengolahan primer ini, air limbah dialirkan melalui
saringan kasar (bar screen) untuk menyaring sampah yang
berukuran besar seperti sampah daun, kertas, plastik dll. Setelah
melalui screen air limbah dialirkan ke bak pengendap awal, untuk
mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain
sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak pengontrol
aliran.
b. Pengolahan Sekunder
Proses pengolahan sekunder ini terdiri dari bak kontaktor
anaerob (anoxic) dan bak kontaktor aerob. Air limpasan dari bak
pengendap awal dipompa dan dialirkan ke bak penenang, kemudian
dari bak penenang air limbah mengalir ke bak kontaktor anaerob
dengan arah aliran dari bawah ke atas (Up Flow). Didalam bak
kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik
atau kerikil/batu split.
Adapun sistematika pengolahan air limbah dengan proses aerasi
kontak adalah sebagai berikut :

21
Sumber : ( Said dan Wahjono, 1999)
Gambar 2.2 : Pengolahan air limbah dengan proses aerasi kontak
( Said dan Wahjono, 1999)

3. Pengolahan dengan metode biofilter anaerob-aerob


Proses ini pengolahan dengan biofilter anaerob-aerob ini
merupakan pengembangan dari proses proses biofilter anaerob
dengan proses aerasi kontak Pengolahan air limbah dengan proses
biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak
pengendap awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak
pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi dengan bak kontaktor
khlor (Wahjono, 1999).
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak
kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke bawah dan bawah ke
atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media
dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor
anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan
jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang
ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif
aerobic (Said, 2000).

Sumber: ( Said dan Wahjono, 1999)


Gambar 2.3 : Pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-
aerob

22
Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses klorinasi dapat
langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi
proses anaerob dan aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik
(BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS), phospat dan
lainnya.Skema proses pengolahan dengan biofilter anaerob-aerob dapat
dilihat dari Gambar 2.3.
Menurut Said (1999), Beberapa keunggulan proses pengolahan air
limbah dengan biofilter anaerbaerob antara lain yakni :
a. Pengelolaannya sangat mudah.
b. Biaya operasinya rendah.
c. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan
d. relatif sedikit.
e. Dapat menghilangkan nitrogen dan fosfor yang dapat menyebabkan
f. eutrofikasi.
g. Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.
h. Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup
i. besar.
j. Dapat menghilangkan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.

2.6 Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit


Rumah sakit merupakan sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan
pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula sebagai lembaga pendidikan
tenaga kesehatan dan penelitian ( Yahar, 2011). Pelayanan kesehatan yang
dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan
keadaan cacat badan serta jiwa . Jika dilihat dari sudut pandang pelayanannya,
rumah sakit dapat juga diartikan sebagai sarana upaya kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat
inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik yang dalam
melakukan proses kegiatan hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, budaya
dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi
yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap lingkungan (Pahlevi dan
FKM UI, 2009).

23
Menurut WHO (1957), Rumah sakit adalah suatu bahagian menyeluruh,
(integrasi) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan
lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output
layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan. Rumah sakit juga
merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta penelitian biososial. Berdasarkan
peraturan yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 1989, rumah sakit
juga merupakan pusat pelayanan rujukan medik spesialistik dan sub spesialistik
dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat penyembuhan (kuratif) dan Pemulihan (rehabilitasi pasien).
2.3.4 Klasifikasih Rumah Sakit
Rumah Sakit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan
berdasarkan jenis pelayanan yaitu Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus. Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan
pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Rumah Sakit
Khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu
bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. Rumah Sakit Umum
13 memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit,
sedangkan Rumah Sakit Khusus memberikan pelayanan pada satu bidang
atau jenis penyakit tertentu berdadsarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya (Permenkes No. 03 Tahun,
2020).

Klasifikasi dan standar Kelas Rumah Sakit Berdasarkan Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 03 Tahun, 2020 :
a. Rumah Sakit Umum :
1) Kelas A
Rumah Sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah, rumah sakit ini
telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral
hospital) atau disebut juga rumah sakit pusat.
2) Kelas B
Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan rumah
24
sakit tipe B didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang
menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit
pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai rumah
sakit tipe B.
3) Kelas C
Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat empat macam pelayanan spesialis
disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan
kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan
rumah sakit tipe C ini akan didirikan di setiap kabupaten/kota (regency
hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.
4) Kelas D
Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan
menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit tipe D
hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama
halnya dengan rumah sakit tipe C, rumah sakit tipe D juga menampung
pelayanan yang berasal dari puskesmas
5) Kelas D Pratama
Rumah Sakit Umum kelas D pratama didirikan dan diselenggarakan untuk
menjamin ketersediaan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan tingkat kedua. Rumah Sakit ini hanya dapat didirikan dan
diselenggarakan di daerah tertinggal, perbatasan, atau kepulauan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.3.5 Manajemen Rumah Sakit


Manajemen lingkungan rumah sakit merupakan manajemen yang tidak
statis, tetapi sesuatu yang dinamis sehingga diperlukan adaptasi atau
penyesuaian bila terjadi perubahan di rumah sakit, yang mencakup sumber
daya, proses dan kegiatan rumah sakit, juga apabila terjadi perubahan di
luar rumah sakit, misalnya perubahan peraturan perundang-undangan dan
pengetahuan yang disebabkan oleh perkembangan teknologi (Adisasmito,
2007). Berbagai manfaat yang bisa didapat apabila menerapkan sistem
manajemen lingkungan rumah sakit adalah yang terpenting perlindungan

25
terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Spesifikasi manajemen
rumah sakit akan memberikan garis besar pengelolaan lingkungan yang
didesain untuk semua aspek, yaitu operasional, produk, dan jasa dari rumah
sakit secara terpadu dan saling terkait satu sama lain. Manajemen
diterapkan mulai dari sumber daya yang tersedia, proses pengelolaan
limbah hingga evaluasi terhadap kegiatan pengolahan (Adisasmito, 2007).

2.3.6 Definisi Operatoral


Variabel Manajemen RS dalam pengolahan limbah padat dan cair adalah
sesuai yang ditetapkan oleh sebuah RS berdasarkan peraturan Kep.Menkes
No.1204 tahun 2004 ;
1. Petugas/tenaga adalah semua staf yang berperan dan bertanggung
jawab terhadap pengelolaan limbah cair
2. Dana adalah biaya operasional yang tersedia bagi pengelolaan limbah
cair
3. Sarana dan prasarana adalah fasilitas yang tersedia untuk pengelolaan
limbah cair
4. Pedoman teknis adalah standar operasional prosedur (SOP) dalam
pengelolaan limbah cair.
5. Saluran ialah saluran perpipaan yang merupakan saluran air limbah
menuju bak kontrol
6. Penampungan ialah bak penampungan limbah dari berbagai ruangan

7. Pengolahan/pembuangan ialah proses pengolahan limbah dai tahap


pengolahan primer, sekunder, tersier (IPAL)

26
BAB III
METODE PENELITIAN

3.7 Tahapan Umum Penelitian


Tahapan penelitian merupakan tahap yang dilakukan peneliti secara berurutan
selama berlangsungnya penelitian. Secara umum penelitian ini memberikan
penerangan yang cukup jelas tentang langkah-langkah pelaksanaan penelitian yang
akan menuntun peneliti agar lebih terarah. Berikut tahap-tahap penelitian ini:

Mulai

Persiapan

Studi Lapangan
(RSU Anutapura Palu)

1. Primer Pengumpulan Data 2. Sekunder

Metode
1. Pengujian parameter
Suhu,PH,BOD,COD,TSS,Minyak/Lemak,
dan MPN Coliform
2. Uji Efektivitas Data 27
3. Uji Statistik Data
Analisa data

Gambar 3.3 Bagan Alir Tahapan Penelitian

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.3 Lokasi Penelitian
Lokasi pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Lingkungan Rumah sakit
umum Anutapura Palu, Jalan kangkung No 1, Donggala Kodi, Kec. Ulujadi
Kota Palu, yang memiliki luas wilayah 33540 m2 dan berkordinat
Laatitude : 0°54'0.43"S-Longitude: 119°50'57.08"E. Berikut gambar peta
lokasi penelitian :

28
Sumber : ( Ditjen Cipta Karya. RKL-RPL RSU Anutapura Palu,2020 )
Gambar 3.1 : Peta Lokasi Rumah Sakit Umum Anutapura Palu

3.2.4 Waktu Penelitian


Waktu yang digunakan peneliti untuk penelitian ini dilaksanakan sejak
tanggal dikeluarkannya ijin penelitian dalam kurun waktu kurang lebih 2
(dua) bulan, 1 bulan pengumpulan data dan 1 bulan pengolahan data yang
meliputi penyajian dalam bentuk skripsi dan proses bimbingan berlangsung.

3.9 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan
analisis data Primer dan sekunder. Data primer sebagai sumber utama. Data
sekunder yang diperoleh, di analisis dengan menggunakan formulasi dan uji
statistik.
3.10 Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data berdasarkan data Primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diambil langsung dilapangan mencakup
pengujian konsentrasi limbah cair Inlet dan Outlet IPAL RSU Anutapura Palu,
pengambilan sampel dilakukan dengan metode grab sampling dan kemudian
di analisis di laboratorium dan terdiri dari 7 Parameter yaitu, PH, suhu, BOD,
COD, TSS, Minyak atau lemak dan MPN Colifarm. Pengumpulan data
dilakukan berdasarkan tabel berikut ;

Tabel 3.1 Metode dan Waktu Pengambilan Sampel Air Limbah di IPAL
RSU Anutapura Palu

Waktu Pengambilan Sampel


Konsentrasi Air Limbah Pukul 06.00-12.00 Wita Pukul 18.00-12.00 Wita
INLET 1 kali pengambilan 1 kali pengambilan
OUTLET 1 kali pengambilan 1 kali pengambilan

29
Pengambilan Sampel di lakukan pada Inlet dan Outlet IPAL RSU
anutapura palu sebanyak satu kali pengambilan di dua waktu yang berbeda,
antara Pukul 06.00-12.00 Wita dan Pukul 18.00-24.00 Wita .Masing-masing
sampel dibuat menjadi 3 replikasi. Total sampel berjumlah 84 sampel
parameter uji, yang berasal dari 12 titik untuk 7 parameter uji dalam satu kali
pengambilan.

Teknik Pengambilan Sampel dilakukan Berdasarkan Kepmen LH NO 37


Tahun 2003 tentang Metoda Analisis Kualitas Air Permukaan dan
Pengambilan Contoh Air Limbah Permukaan bagian 59 SNI 6989.59:2008
tentang Metode pengambilan contoh air limbah). Alat sampling yang
digunakan yaitu;

1. Ember plastik yang dilengkapi dengan tali atau gayung plastik yang
bertangkai panjang untuk mengambil sampel .
2. Botol sampel air Limbah Sesuai dengan parameternya Sebagai media
Sampel Air Limbah IPAL.

Sampling akan dilakukan/diambil langsung oleh Peneliti di lokasi dan


dikawal oleh pihak bagian teknis Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup
Provinsi Sulteng. Untuk alat sampling akan disediakan oleh laboratorium.

2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data hasil uji laboratorium inlet dan outlet IPAL
yang diperoleh dari RSU Anutapura palu kemudian di analisis dengan uji
efektivitas dengan menggunakan formulasi dan uji statistik.. Kemudian
dibandingkan dengan standar pengelolaan limbah cair rumah sakit yang telah
ditetapkan sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya masalah pengelolaan
limbah cair di RSU Anutapura palu.

3.11 Metode Pengolahan Data

30
Data yang akan di evaluasi adalah data sekunder atau data yang di peroleh dari
hasil analisa laboratorium yang dilakukan oleh RS Anutapura Palu. Data terdiri dari
beberapa parameter yang kemudian di hitung nilai efektivitasnya melalui
perhitungan efesiensi berdasarkan pada rumus :

Konsentrasi Inlet−Konsentrasi Outlet


Efektivitas = x 100%
Konsentrasi Inlet

Keterangan :
Konsentrasi Inlet = Nilai konsentrasi air limbah sebelum diolah atau pada inlet
(sebelum diolah)
Konsentrasi Outlet = Nilai konsentrasi air limbah setelah diolah atau pada outlet
(sesudah diolah)

Analisis Data
a. Parameter Uji
Setiap Parameter Uji atau data yang diambil langsung dilapangan akan di
analisis di Labortorium yang sudah terakreditasi KAN yaitu pada
Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tengah.
b. Uji Efektivitas
Uji Efektivitas yang akan dilakukan pada bangunan pengolahan air limbah
Rumah Sakit Umum Anutapura yaitu dengan menganalisis efektivitas IPAL
dan membandingkan antara input dan output air limbah yang keluar dari unit
pengolahan dengan baku mutu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah,
Tentang Limbah Cair usaha/kegiatan rumah sakit (Permen LH RI Nomor 5
tahun, 2014).
c. Uji Statistik
Data inlet dan outlet akan dianalisis secara statistik menggunakan uji
berpasangan yaitu kategori sebelum dan sesudah diolah pada IPAL.

3.12 Penyajian Data

31
Data Penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel hasil perhitungan
efektivitas dan statistic juga lebih diperjelas dengan diagram batang perbandingan
antara hasil dan baku mutu serta interpretasi data.

DAFTAR PUSTAKA

Nurkholis, A., Rahma, A. D., Widyaningsih, Y., Maretya, D. A., Wangge, G. A , (2016).
Proses Pengelolaan Air Limbah secara Biologis (Biofilm): Trickling Filter dan
Rotating Biological Contactor (RBC).
Departemen Kesehatan RI, (2014). Permen Lingkungan Hidup RI No. 5 Tahun 2014
Tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan Rumah Sakit. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (2020). Peraturan Menteri Kesehatan No. 3
Tahun 2020 Tentang Klasifikasi Dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (2018). PERMEN LHK RI Nomor
P.93/MENLKHK/SETJEN/KUM. Tentang Pemantauan Kualitas Air Limbah
Secara Terus Menerus Dan Dalam Jaringan Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan
(Sparing). Jakarta; Kementrian LHK.
Kepmenkes RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Ditjen Cipta Karya. (2016). Kriteria Perencanaan Pengolahan Air. Jakarta: Dinas
Pekerjaan Umum.
Ditjen Cipta Karya. (2020). Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
RSU Anutapura Palu. Palu : Kementrian PUPR.
Syamsul.(2020). Efektifitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Rumah Sakit
Sinar Kasih Toraja Kabupaten Tana Toraja Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar:
Universitas Hasanuddin
Eddy. (2008). Karakteristik Limbah Cair. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan.
World Health Organization. 1957. Definisi dan Sejarah Rumah Sakit: WHO.Available
from: www.who.int. [ akses 27 februari 2023].
Hidayat, N. (2016). Bioproses Limbah Cair. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

32
Hurrahman,M., Ali Akbar,A.,dan Anwari, M.S. 2022. Evaluasi Efektivitas Pengolahan
Air Limbah Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah Klinik Kecantikan.Pontianak:
Jurnal Ilmu Lingkungan
Nur Fitri Yanti, dkk.(2019). Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit
(Studi Kasus Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru). Pekanbaru:
Universitas Islam Riau.
Nurkholis, A.,Rahma,A.D.,Widyaningsih,Y.,Maretya,D.A.,Wangge,G.A.,Abdillah, A.
Said, N. I., Wahjono H.D, (2016), Teknologi Pengolahan Air Limbah Tahu-Tempe
Dengan Proses Biofilter Anaerob Dan Aerob, Jakarta : BPPT.
Said, Nusa Idaman. (2000). Teknologi Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biofim
Tercelup. Jakarta: BPPT.
Pahlevi W,FKM UI. (2009) .Analisis Pelayanan. Jakarta Pusat: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. .
Soeparman, Soeparmin.(2001). Efekteivitas Sistem Pengolahan Limbah Cair dan
Keluhan Kesehatan pada Patugas IPAL di Rumah Sakit Umum Daerah DR M.
Soewandhie. Surabaya: Universitas Airlangga.
Suharto. (2011). Kualitas Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
Kesehatan. Semarang: Makalah Seminar Limbah Rumah Sakit.
Alaerts G., & S.S Santika. (1984). Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
Indonesia.
Yahar. (2011). Studi Tentang Pengelolaan Limbah Medis Di Rumah Sakit Umum
Daerah Kab. Barru. Makassar: Program Studi Kesehatan Masyarakat, Universitas
Islam Negeri Alaudin Makassar.
Adisasmito, W. (2007). Sistem Kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Standar Nasional Indonesia. (2008). Standar Nasional Indonesia SNI 6989. N0 59
Tentang Metoda pengambilan Sampel contoh air limbah. Badan Standarisasi
Nasional.

33
Lampiran 1 : Analisis Efektivitas Limbah Cair IPAL

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat efektivitas setiap tahap


pengolahan limbah dan efektivitas secara keseluruhan pengolahan. Dengan
diketahuinya efektivitas pengolah limbah maka dapat ditentukan apakah setiap
tahap atau unit pengolahan air limbah berfungsi seperti yang diharapkan atau
tidak (soeparman dan soeparmin,2001).
Analisis efektivitas dengan menggunakan rumus :

E . Inlet −E 1.Outlet
Efektivitas = x 100%
E . Inlet

keterangan:
E = Nilai konsentrasi air limbah sebelum diolah atau pada inlet (sebelum diolah)
E1 = Nilai konsentrasi air limbah setelah diolah atau pada outlet (sesudah diolah)
Apabila nilai efektivitas negatif (-) berarti terjadi peningkatan konsentrasi
bahan pencemar ke dalam unit pengolahan tersebut. Jika nilai positif berarti
sebaliknya yaitu terjadi penurunan konsentasi bahan pencemar.

34
Lampiran 2 : PERMEN LH No.5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu
Air Limbah

35

Anda mungkin juga menyukai