Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KEGIATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER
“PEMERIKSAAN LIMBAH RUMAH POTONG HEWAN
PESANGGARAN”

Oleh:
PPDH GELOMBANG XVIII KELOMPOK G

Ainul Hidayah, S.KH 2009612017


Serly Nur Indah Permatasari, S.KH 2009612028
Yoga Mahendra Pandia, S.KH 2009612031
Audrey Febiannya Putri Bhaskara, S.KH 2009612035

LABORATORIUM KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYAN
DENPASAR
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Kegiatan Pemeriksaan Limbah
Rumah Potong Hewan Pesanggaran di Laboratorium Kesehatan Masyarakat
Veteriner (Kesmavet) tepat pada waktunya. Laporan ini berisi kegiatan selama di
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, yang berlangsung selama dua hari
yaitu pada tanggal 02 Agustus 2021 dan 04 Agustus 2021.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala bentuk kritik dan saran akan penulis terima dengan kerendahan
hati. Penulis berharap semoga laporan ini berguna bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.

Denpasar, 07 Agustus 2021

Kelompok 18G

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
1.3 Manfaat Penulisan ............................................................................... 2
1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan .......................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3
2.1 Limbah Rumah Potong Hewan ............................................................ 3
2.2 Pengolahan Limbah Cair RPH Pesanggaran ....................................... 4
2.3 Karakteristik Air Limbah ..................................................................... 6
2.4 Parameter Air Limbah RPH ................................................................. 6
2.4.1 Biochemical Oxygen Demand (BOD) ........................................ 7
2.4.2 Chemical Oxygen Demand (COD) ............................................. 7
2.4.3 Total Suspended Solid (TSS) ...................................................... 7
2.4.4 Minyak dan Lemak ..................................................................... 8
2.4.5 Amonia (NH3) ............................................................................. 8
2.4.6 pH ............................................................................................... 8
2.5 Dampak Negatif Air Limbah ............................................................... 8
2.6 Kewajiban RPH dalam Mengelola Limbah ......................................... 9
BAB III MATERI DAN METODE ................................................................ 11
3.1 Materi ................................................................................................... 11
3.1.1 Waktu dan Tempat ..................................................................... 11
3.1.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 11
3.2 Metode ................................................................................................. 11
3.2.1 Uji Subjektif ............................................................................... 11
3.2.2 Uji Objektif ................................................................................. 12

iii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 14
4.1 Hasil Pemeriksaan Limbah Cair di RPH Pesanggaran ........................ 14
4.2 Pembahasan Limbah RPH Pesanggaran .............................................. 15
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 21
5.1 Simpulan .............................................................................................. 21
5.2 Saran .................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 22
LAMPIRAN .................................................................................................... 24

iv
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Rumah
Pemotongan Hewan ................................................................................... 7
4.1 Pemeriksaan Subjektif Air Limbah RPH Pesanggaran ............................. 14
4.2 Pemeriksaan Objektif Air Limbah RPH Pesanggaran ............................... 15

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Limbah adalah sisa dari suatu usaha maupun kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya, baik
yang secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan lingkungan,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Bahan yang
sering ditemukan dalam limbah antara lain senyawa organik yang dapat
terbiodegradasi, senyawa organik yang mudah menguap, senyawa organik yang
sulit terurai (Rekalsitran), logam berat yang toksik, padatan tersuspensi, nutrien,
mikrobia pathogen, dan parasit (Waluyo, 2010). Berdasarkan wujud limbah yang
dihasilkan, limbah terbagi 3 yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas.
Rumah Potong Hewan adalah suatu bangunan atau komplek bangunan
dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong
hewan bagi konsumsi masyarakat umum (Lubis et al., 2018). Rumah Potong
Hewan (RPH) Pesanggaran merupakan salah satu RPH terbesar di Bali, RPH
yang terletak di Desa Pesanggaran, Kota Denpasar sangat mengoptimalkan
kualitas daging sapi dan babi. Hasil samping dari aktivitas pemotongan hewan
terdapat limbah feses, urin, isi rumen atau isi lambung, darah, afkiran daging atau
lemak, dan air cucian yang dapat bertindak sebagai media pertumbuhan dan
perkembangan mikroba sehingga limbah tersebut mudah mengalami pembusukan.
Beberapa kandungan pencemar pada air limbah pemotongan hewan atau unggas
dapat mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan, beban pencemar
diantaranya yaitu COD, TSS, dan Ammonia Total (NH3-N). Chemical Oxygen
Demand (COD) dan padatan tersuspensi pada limbah cair pemotongan hewan atau
unggas berasal dari larutan darah. Kadar COD yang tinggi apabila dibuang secara
langsung ke lingkungan, maka akan melebihi kemampuan asimilasi di dalam
aliran air dan menyebabkan bakteri tumbuh dengan pesat, serta oksigen terlarut
akan semakin menurun akibat dari aktivitas bakteri. Berkurangnya oksigen
terlarut dan meningkatnya pertumbuhan bakteri akan mengakibatkan menurunnya
protozoa serta beberapa biota air lainnya (Aristiana dan Yayok, 2020). Oleh
karena itu diperlukan pengelolaan limbah yang baik, karena apabila tidak dikelola

1
dengan baik akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan dan
terganggunya masyarakat yang tinggal di sekitar RPH, mengingat aliran limbah
RPH yang dihasilkan dari kegiatan pemotongan ternak akan dibuang ke saluran
pembuangan yang melewati daerah pemukiman yang padat penduduk.
Berdasarkan uraian diatas penting untuk mengetahui bagaimana mutu
limbah dari rumah pemotongan hewan sebelum nantinya disalurkan ke
lingkungan dan dilakukan pengujian mutu limbah rumah potong hewan agar tidak
mencemari lingkungan.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan kegiatan PPDH Pemeriksaan Limbah RPH Pesanggaran di
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui mutu dari limbah Rumah Potong Hewan Pesanggaran
2. Mengetahui keterampilan dan pengetahuan tentang pengujian limbah rumah
potong hewan

1.3 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat kegiatan PPDH Pemeriksaan Limbah RPH Pesanggaran
di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner adalah sebagai berikut:
1. Memberi pengetahuan tentang limbah dan pengujian limbah dari rumah potong
hewan
2. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam menguji limbah dari
rumah potong hewan

1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Pengambilan sampel pengujian limbah dilaksanakan pada tanggal 02
Agustus 2021 dan 04 Agustus 2021. Sampel diambil dari RPH Pesanggaran dan
pengujian limbah dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Rumah Potong Hewan


Rumah pemotongan hewan merupakan salah satu industri pangan. Limbah
cair RPH mengandung larutan darah, protein, lemak, dan padatan tersuspensi
yang kaya akan bahan organik dan nutrisi (Aini et al., 2017). Selain kandungan
kimia sesuai baku mutu pada limbah rumah potong hewan, juga terkandung
berupa feses, urin, isi rumen atau lambung, darah afkir dari daging dan lemak,
serta air cuciannya dapat berperan sebagai media pertumbuhan dan perkembangan
mikroba, sehingga limbah tersebut sangat mudah mengalami pembusukan.
Limbah padat tersebut berasal dari tulang, bulu, dan bagian padat yang disaring
dari limbah cair. Sedangkan untuk limbah cair yang dihasilkan cukup banyak, dan
kebanyakan berasal dari air proses pencucian ternak sebelum dan saat disembelih,
pembersihan kandang, pencucian jeroan sapi pada proses produksi pemotongan.
Limbah cair tesebut mengandung kadar Chemical Oxygen Demand (COD),
Biological Oxygen Demand (BOD) dan Total Padatan Tersuspensi (TSS) yang
tinggi karena pengolahan limbah cair hanya melewati proses sedimentasi.
Dampak tersebut dapat menyebabkan bau yang menyengat dan polusi pada air
yang dapat membahayakan lingkungan. Limbah cair yang dikeluarkan oleh RPH
harus melalui pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang pada sungai atau
saluran irigasi di sekitar RPH agar cemaran tidak melebihi baku mutu dari air
limbah.
Menurut Susanto et al. (2012) mikroba merupakan salah satu kunci untuk ikut
menentukan berhasil tidaknya penanganan limbah secara biologi karena
keberadaan mikroba sangat diperlukan untuk berbagai tahapan dalam perombakan
bahan organik. Terkait dengan pH limbah, berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Suardana (2007) dengan hasil 6,97 untuk air limbah RPH sapi dan
babi di Pesanggrahan dengan jumlah pemotongan yang dilakukan pada RPH
Pesanggarahan rata-rata jumlah pemotongan sekitar 38 ekor sapi dan 114 ekor
babi per hari.
Kadar COD dan BOD yang tinggi jika dibuang langsung ke lingkungan akan
melebihi kemampuan asimilasi di dalam aliran air maka bakteri akan tumbuh

3
dengan cepat dan mengkonsumsi semua oksigen terlarut dan akibatnya akan
tercipta kondisi anaerobik. Pengurasan oksigen terlarut dan pertumbuhan bakteri
yang berlebihan mengakibatkan lenyapnya protozoa dan ikan (Triatmojo et al.,
2008). Bahaya atau risiko yang ditimbulkan sebagai akibat dari aktivitas di RPH
yang pengelolaan air limbahnya kurang sempurna atau tidak adanya instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) memiliki potensi bahaya, di antaranya adanya
bakteri-bakteri patogen penyebab penyakit, meningkatnya kadar BOD, COD,
TSS, minyak dan lemak, pH dan NH3-N (Aini et al., 2017).

2.2 Pengolahan Limbah Cair RPH Pesanggaran


Pengolahan air limbah RPH Pesanggaran yang dihasilkan menggunakan
sistem recycling atau pengolahan daur ulang air yang melibatkan banyak
penggabungan proses pengolahan seperti fisika, kimia dan biologis yang bersifat
sinergi. Air limbah yang dihasilkan RPH banyak mengandung padatan organik
berupa darah, sisa lemak, feses, isi rumen, usus yang sangat berpotensi
menyebabkan pencemaran jika pembuangan di perairan melebihi ketentuan yang
berlaku sehingga perlu adanya pengolahan terlebih dahulu terhadap air limbah
RPH sebelum dibuang ke perairan. Menurut Budiyono et al., (2011) limbah cair
merupakan limbah organik biodegradable yang memiliki karakteristik tersendiri
tergantung pada proses pemotongan, spesies binatang, perilaku karyawan, dan
manajemen pengelolaan air limbah. Limbah yang berasal dari pemotongan dan
pencucian mengalir melalui saluran limbah menuju penampung, dimulai dengan
pemisahan limbah padat yang dengan menggunakan penyaring dengan tujuan
untuk melindungi pompa dari padatan kasar yang mungkin akan menyumbat
pompa. Setelah melalui penyaringan, air limbah dialirkan ke bak pemisah lemak
atau minyak. Bak pemisah lemak tersebut berfungsi untuk memisahkan lemak
atau minyak yang berasal dari kegiatan pemotongan hewan, serta untuk
mengendapkan kotoran, pasir, tanah atau senyawa padatan yang tak dapat terurai
secara biologis.
Selanjutnya air limpasan dari bak pemisah lemak dialirkan ke bak ekualisasi
yang berfungsi sebagai bak penampung limbah dan bak kontrol aliran. Air limbah
di dalam bak ekualisasi selanjutnya dipompa ke unit IPAL. Di dalam unit IPAL
tersebut terdiri dari rangkaian bak-bak yang bekerja dengan cara anaerob maupun

4
aerob. Pertama air limbah dialirkan masuk ke bak pengendap awal, untuk
mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran organik tersuspensi. Selain
sebagai bak pengendapan juga berfungsi sebagai bak pengurai senyawa organik
yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung
lumpur. Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak
kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas.
Di dalam bak anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang
tawon. Jumlah bak kontraktor anaerob terdiri dari dua buah ruangan. Penguraian
zat-zat organik yang ada di dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik
atau fakultatif aerobik. Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter
akan tumbuh lapisan film mikroorganisme. Mikroorganisme inilah yang akan
menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap air
limpasan dari bak anaerob dialirkan ke bak aerob.
Di dalam bak aerob, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga
mikroorganisme yang akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah
serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah
akan kontak dengan mikroorganisme yang tersuspensi dalam air maupun yang
menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut dapat meningkatkan
efisiensi penguraian zat organik, detergen, serta mempercepat proses nitrifikasi,
sehingga efisiensi penghilangan amonia menjadi lebih besar. Proses ini sering
dinamakan aerasi kontak (contact aeration). Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak
pengendap akhir. Bak aerasi merupakan bak yang berfungsi untuk menguraikan
kembali materi organik menggunakan mikroorganisme aerob. Di dalam bak ini
lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa
kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Kemudian
setelah dari bak aerasi air menuju kolam bak stabilisasi, di sini terjadi hubungan
simbiosis mutualisme antara ganggang dan mikroorganisme. Ganggang melalui
proses fotosintesis menghasilkan O2. Dari O2 yang dihasilkan digunakan oleh
bakteri untuk oksidasi bahan organik yang nantinya dapat digunakan sebagai
makanan ganggang dan O2 tersebut dapat pula digunakan untuk proses respirasi
pernapasan ganggang itu sendiri. Hasil akhirnya adalah karbondioksida, amonia

5
dan fosfat. Kolam stabilisasi sebaiknya tidak dibangun di dekat pemukiman
penduduk untuk menghindari cemaran bau.

2.3 Karakteristik Air Limbah


Menurut Kusnoputranto (1985), berdasarkan karakteristiknya air limbah RPH
dapat digolongkan menjadi tiga bagian yaitu fisik, kimia, dan biologis. Karakter
fisik dapat dilihat dengan mata dan dirasakan secara langsung. Sifat fisik yang
dapat dilihat terdiri dari kekeruhan, bau, warna, dan suhu. Kekeruhan dapat terjadi
karena adanya proses penguraian zat organik yang dilakukan oleh
mikroorganisme. Bau yang timbul karena adanya aktivitas mikroorganisme yang
mengurai zat organik atau dari reaksi kimia yang terjadi dan menghasilkan gas.
Warna merupakan ciri kualitatif untuk mengkaji kondisi umum air limbah. Suhu
air limbah sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi kimia dan tata kehidupan
dalam air, pembusukan terjadi pada suhu tinggi serta tingkat oksidasi yang juga
lebih besar.
Karakter kimia yaitu berupa kandungan kimia yang terdapat pada limbah
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang mengandung campuran zat kimia organik
dan zat kimia anorganik. Yang termasuk kimia organik adalah zat kimia yang
mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O) dan nitrogen (N) atau
dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Kimia anorganik adalah zat
kimia yang tidak mengandung unsur tersebut di atas, antara lain besi (Fe), crom
(Cr), mangan (Mn), belerang (S) dan logam berat seperti timbal (Pb).
Karakteristik biologis dipengaruhi oleh mikroorganisme yang terdapat ada air
limbah. Mikroorganisme yang terdapat pada limbah antara antara lain alga, fungi,
bakteri, protozoa, dan mikroorganisme patogen.

2.4 Parameter Air Limbah RPH


Standar baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan pada rumah potong
hewan di Indonesia telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
No. 5 Tahun 2014 sebagai berikut :

6
Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Rumah
Pemotongan Hewan
PARAMETER SATUAN KADAR TERTINGGI
BOD mg/L 100
COD mg/L 200
TSS mg/L 100
Minyak dan Lemak mg/L 15
NH3-N mg/L 25
pH mg/L 6-9
Volume air limbah tertinggi untuk sapi, kerbau, dan kuda adalah 1,5
m3/ekor/hari
Volume air limbah tertinggi untuk kambing dan domba adalah 0,15
m3/ekor/hari
Volume air limbah tertinggi untuk babi adalah 0,65 m3/ekor/hari
2.4.1 Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical Oxygen Demand adalah salah satu metode analisis yang
dipergunakan untuk mengetahui tingkat polusi dari suatu air limbah dalam
pengertian kebutuhan mikroba akan oksigen dan merupakan ukuran tak langsung
dari bahan organik dalam limbah. Jika tingkat oksigen terlalu rendah, maka
organisme yang hidupnya menggunakan oksigen seperti ikan dan bakteri aerob
akan mati. Jika bakteri aerob mati, maka organisme aerob akan menguraikan
bahan organic dan menghasilkan bahan seperti Methana dan H2S yang dapat
menimbulkan bau busuk pada air (Said dan Ineza, 2009).
2.4.2 Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand merupakan analisa kimia untuk mengetahui
tingkat polutan bahan kimia yang ada dalam air limbah. Uji ini juga dapat
mengukur senyawa-senyawa organik yang tidak dapat dipecahkan secara biologis
(Basri & Hamzah, 2016). COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah
oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung
dalam air (Boyd, 2012).
2.4.3 Total Suspended Solid (TSS)
Total Suspended Solid adalah padatan yang tidak larut dan tidak dapat
mengendap langsung yang menyebabkan kekeruhan air(turbiditi). Padatan
tersuspensi biasanya terdiri dari partikel-partikel halus ataupun floks (lempung
dan lanau) yang ukuran maupun berat partikelnya lebih rendah dari sedimen pasir.
Bahan-bahan kimia toksik dapat melekat pada padatan tersuspensi ini. Limbah

7
cair yang mempunyai kandungan zat tersuspensi tinggi tidak boleh dibuang
langsung ke dalam badan air karena disamping dapat menyebabkan pendangkalan
juga dapat menghalangi sinar matahari masuk kedalam dasar air sehingga proses
fotosintesa mikroorganisme tidak dapat berlangsung.
2.4.4 Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukkan kedalam
kelompok padatan yang mengapung di atas permukaan air. Pencemaran air oleh
minyak sangat merugikan karena dapat mereduksi penetrasi sinar matahari,
menghambat pengambilan oksigen dari atmosfir, dan mengganggu kehidupan
tanaman dan satwa air. Komponen-komponen hidrokarbon jenuh yang menyusun
minyak yang mempunyai titik didih rendah diketahui dapat menyebabkan anestesi
dan narkosis pada berbagai hewan tingkat rendah dan jika terdapat pada
konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kematian
2.4.5 Amonia (NH3)
Amonia biasanya muncul sebagai akibat dari pembusukan jaringan tanaman
dan dekomposisi kotoran hewan. Amonia kaya akan nitrogen dan merupakan
bahan pupuk yang baik. Adanya amonia dalam air limbah dapat menjadi indikasi
adanya pencemaran senyawa organik yang mengandung nitrogen. Kadar NH 3
maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan rumah potong hewan adalah 25
mg/L.
2.4.6 pH
pH merupakan derajat keasaman suatu perairan. Nilai pH akan berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup organisme perairan. Nilai pH dalam suatu perairan
dapat dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur kimia dan unsur hara
yang bermanfaat bagi kehidupan begetasi akuatik (Sahrijanna, 2017). Pengukuran
pH yang berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang kecil akan
lebih menyulitkan disamping akan mengganggu kehidupan dalam air bila dibuang
ke perairan terbuka.

2.5 Dampak Negatif Air Limbah Rumah


Limbah RPH yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak pada
masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar RPH. Pembuangan limbah RPH di
area terbuka dan badan air dapat mencemari lingkungan dan menimbulkan

8
penyakit yang dampaknya dapat dirasakan oleh masyarakat yang bertempat
tinggal di sekitar RPH. Air limbah yang dihasilkan RPH banyak mengandung
padatan organik berupa darah, sisa lemak, feses, isi rumen, dan usus yang sangat
berpotensi menyebabkan pencemaran jika pembuangan di perairan melebihi
ketentuan yang berlaku sehingga akan berdampak negatif terhadap masyarakat
dan lingkungan sekitar. Menurut Kusnoputranto (1985) dalam Roniadi et al.,
(2013), dampak negatif dari pengelolaan air limbah yang tidak baik dapat
berakibat buruk terhadap lingkungan dan kesehatan, antara lain:
1. Terhadap badan air/ lingkungan
Dampak negatif dari pengolahan air limbah Secara fisik, kimia, dan
biologi, air limbah menjadi sumber cemaran lingkungan yang memberikan
dampak bau dan pemandangan yang tidak baik. Air limbah dapat menimbulkan
cemaran pada sumber air permukaan, air tanah, dan ekosistem sekitar. Selain
itu bau kotoran dan jeroan cair yang tidak sedap dapat menjadi media
perkembangan yang baik bagi lalat (Roniadi et al., 2013).
2. Terhadap Kesehatan masyarakat
Dari segi kesehatan, kehadiran lalat perlu dihindari karena dapat menjadi
vektor penyebab penyakit pada manusia. Selain itu air limbah juga dapat
menjadi media perkembangbiakan mikroorganisme patogen, larva nyamuk,
dan serangga lain yang dapat mentransmisikan penyakit ke manusia.
3. Terhadap sosial ekonomi
Kualitas kesehatan lingkungan akan mempengaruhi status kesehatan
masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Jika limbah cair yang tidak
dikelola dengan baik maka hal tersebut menyebabkan terjadinya penyakit
sehingga akan mempengaruhi pergerakan ekonomi dan produktivitas tenaga
kerja.

2.6 Kewajiban RPH dalam Mengelola Limbah


Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan RPH wajib melakukan
pencegahan pencemaran air limbah terhadap lingkungan serta dilarang melakukan
pengenceran air limbah dari kegiatannya. Kewajiban RPH dalam mengelola
limbah diharapkan dapat menurunkan beban pencemaran lingkungan melalui
upaya pengendalian pencemaran dari kegiatan RPH. Menurut Peraturan Menteri

9
Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah
Bagi Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan, setiap penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan RPH wajib melaksanakan, antara lain:
1. Melakukan pengolahan air limbah sehingga mutu air limbah yang dibuang atau
dilepas ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah RPH;
2. Membuat sistem saluran air limbah yang kedap air dan tertutup agar tidak
terjadi perembesan air limbah ke lingkungan, dilengkapi dengan alat penyaring
untuk memudahkan pembersihan dan perawatan;
3. Memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air
hujan;
4. Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah dan melakukan pencatatan debit
air limbah harian;
5. Melakukan pencatatan jumlah dan jenis hewan yang dipotong per hari;
6. Memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Peraturan Menteri secara periodik sekurang-kurangnya 1
(satu) kali dalam sebulan di laboratorium yang terakreditasi;
Menyampaikan laporan tentang catatan debit air limbah harian, jumlah dan
jenis hewan yang dipotong perhari dan kadar parameter baku mutu air limbah
sebagaimana dimaksud dalam pernyataan diatas dengan nomor 4, 5, dan 6
sekurangkurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Gubernur dan Bupati/Walikota
dengan tembusan disampaikan kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup dan
instansi yang membidangi kegiatan RPH serta instansi lain yang dianggap perlu.

10
BAB III
MATERI DAN METODE

3.1 Materi
3.1.1 Waktu dan Tempat
Pengambilan sampel limbah dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal
02 Agustus 2021 dan 04 Agustus 2021. Pemeriksaan kualitas limbah dilakukan di
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) FKH Udayana.
Sampel limbah diambil dari 6 titik yang berbeda di RPH Pesanggaran, antara lain:
 Lokasi I : Limbah dari pemotongan sapi
 Lokasi II : Limbah dari pembersihan jeroan sapi
 Lokasi III : Limbah dari pemotongan babi
 Lokasi IV : Penampungan bersama limbah sapi dan babi
 Lokasi V : Limbah dari oksidasi / stabilisator (WWG)
 Lokasi VI : Limbah yang dibuang ke selokan umum
3.1.2 Alat dan Bahan
A. Alat
Alat-alat yang dibutuhkan adalah botol bekas minuman (sebagai
wadah air limbah), pH meter, laktodensimeter, thermometer, timbangan
analitik, cawan aluminium, oven, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas
beker, pipet tetes, gelas ukur, inkubator.
B. Bahan
Sampel yang digunakan adalah limbah RPH Pesanggaran sebanyak
200 ml disetiap lokasi yang berbeda dan methilen blue 0,5%.

3.2 Metode
3.2.1 Uji Subjektif
A. Uji Warna
Uji warna pada limbah dilakukan dengan mengamati air limbah dari
RPH Pesanggaran dengan cara dihomogenkan terlebih dahulu.
B. Uji Bau
Uji bau pada limbah ilakukan dengan mencium bau air limbah yang
telah dimasukkan terlebih dahulu ke dalam gelas beker.

11
C. Uji Konsistensi
Uji konsistensi pada limbah dilakukan dengan mengamatu air limbah
yang telah dimasukkan ke dalam gelas beker kemudian digoyang-
goyangkan
3.2.2 Uji Objektif
A. Uji pH dan Suhu
Pemeriksaan pH dan suhu dilakukan secara in situ. Alat yang
digunakan adalah pH meter dan termometer. Elektoda pH meter dicelupkan
ke dalam sampel air di 6 titik lokasi limbah RPH Pesanggaran bersama
dengan termometer. Ditunggu 1-2 menit sampai menunjukkan angka yang
konstan. Hasil yang terbaca kemudian dicatat.
B. Uji Reduktase
Tabung reaksi sejumlah 6 buah disiapkan dan diberi label
berdasarkan asal sampel air limbah (6 titik lokasi limbah RPH
Pesanggaran). Masing-masing sampel air limbah dimasukkan ke tabung
reaksi sebanyak 10 ml. Ditambahkan Methylene Blue 0,5% sebanyak 2
tetes ke setiap tabung reaksi menggunakan pipet tetes. Sampel kemudian
dihomogenkan. Setiap tabung reaksi kemudian disumbat menggunakan

kapas dan dimasukkan ke dalam inkubator dengan suhu 37 oC. Pengamatan


dilakukan setiap 20 menit untuk melihat adanya perubahan warna yang
terjadi. Inkubasi dilakukan sampai semua sampel berubah warna menjadi
semula kemudian hasil waktu reduksi dicacat.
C. Uji Penetapan Berat Jenis (gr/ml)
Masing-masing gelas ukur yang kosong terlebih dahulu ditimbang
kemudian dicatat beratnya. Masing-masing sampel air limbah dimasukkan
ke dalam gelas ukur tadi sebanyak 50 ml. Gelas ukur yang sudah berisi
sampel kemudian ditimbang lagi lalu dicatat. Rumus pengukuran berat
jenis menurut Tchobanoglous (1993) adalah sebagai berikut :

Berat Sampel( massa)


Berat Jenis=
Volume Sampel
Keterangan:  Berat Sampel (gr) = berat gelas ukur yang telah berisi
sampel dikurangi berat gelas ukur kosong
 Volume Sampel = 50 gr

12
D. Uji Padatan (mg/L)
Cawan aluminium dipanaskan terlebih dahulu menggunakan oven
dengan suhu 100oC selama 10 menit sampai beratnya konstan (selisih
penimbangan tidak melebihi 0,0002 gram), kemudian ditimbang dan dicatat
berat cawan tersebut. Masing-masing sampel air limbah dimasukkan pada
setiap cawan sebanyak 25 ml. Cawan yang sudah berisi sampel kemudian
dipanaskan menggunakan oven dengan suhu 105oC sampai cairannya habis
menguap / hanya tersisa padatan saja. Setelah sampel mengering kemudian
cawan ditimbang lagi lalu dicatat beratnya. Jumlah padatan pada sampel air
limbah kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:
( Berat Cawan Residu−Berat Kosong ) × 1000
Total Padatan=
Volume sampel
Keterangan:  Berat Cawan dan Residu = berat cawan setelah dipanaskan
sampai mengering
 Berat Kosong = berat konstan cawan awal
 Volume Sampel = 25 ml.

BAB IV

13
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Limbah Cair di RPH Pesanggaran


Pengambilan sampel dilakukan selama da hari beturut-turut pada pagi hari
antara pukul 07.00 – 08.00 WITA. Pemeriksaan terhadap air limbah Rumah
Potong Hewan (RPH) Pesanggaran dilakukan secara subjektif dan objektif.
Dalam pemeriksaan subjektif dilakukan pengamatan terhadap warna, bau, dan
konsistensi. Sedangkan pada pemeriksaan objektif yang ilakukan adalah uji pH,
uji Reduktase, uji BJ, uji Suhu, dan Total Padatan. Sampel yang digunakan
merupakan limbah yang berasal dari enam lokasi berbeda di Rumah Potong
Hewan (RPH) Pesanggaran, Denpasar, Bali.
Tabel 4.1 Pemeriksaan Subjektif Air Limbah di RPH Pesanggaran
Parameter
Lokasi Tanggal
Warna Bau Kosistensi
2 Agustus 2021 Kehijauan Amis khas sapi Encer
I
4 Agustus 2021 Kuning keruh Amis khas sapi Encer

2 Agustus 2021 Bening kehijauan Amis rumen Encer


II
4 Agustus 2021 Keruh Amis rumen Encer

2 Agustus 2021 Keruh Amis khas babi Encer


III
4 Agustus 2021 Bening Amis khas babi Encer
Busuk dan
2 Agustus 2021 Coklat muda Encer
Bergas
IV
Busuk dan
4 Agustus 2021 Kuning keruh Encer
Bergas
2 Agustus 2021 Bening Tidak berbau Encer
V
4 Agustus 2021 Bening keruh Tidak berbau Encer

2 Agustus 2021 Coklat tua Busuk Encer


VI
4 Agustus 2021 Keruh Busuk Encer

Tabel 4.2 Pemeriksaan Objektif Air Limbah di RPH Pesanggaran


Lokas Tanggal pH Suhu Reduktase BJ Padatan

14
i (oC) (gr/ml) (mg/L)

2 Agustus 2021 8,0 26 ± 20 menit 0,994 1,2


I 4 Agustus 2021 7,7 26,6 ± 25 menit 0,937 0,4
Rata-rata 7,85 26,3 - 0,965 0,8

2 Agustus 2021 7,6 26 > 5 jam 0,995 0


II 4 Agustus 2021 9 26 > 5 jam 0,925 1,2
Rata-rata 8,3 26 - 0,960 0,6

2 Agustus 2021 7,5 27 > 5 jam 0,989 0,4


III 4 Agustus 2021 7,7 26 > 5 jam 0,995 0,8
Rata-rata 7,6 26,5 - 0,992 0,6

2 Agustus 2021 6,9 28 > 5 jam 0,988 0,8


IV 4 Agustus 2021 7,7 27 > 5 jam 1,015 0,8
Rata-rata 7,3 27,5 - 1,001 0,8

26,5
2 Agustus 2021 7,4 26 > 5 jam 0,942 0,8
V 4 Agustus 2021 7,9 26,25 > 5 jam 1,0004 0,4
Rata-rata 7,65 - 0,971 0,6

30
2 Agustus 2021 7,3 26 ± 90 menit 0,952 1,2
VI 4 Agustus 2021 7,8 28 ± 2 jam 0,085 0,8
Rata-rata 7,55 - 0,518 1,0

Keterangan:
Lokasi I : Limbah dari tempat penetelan karkas sapi
Lokasi II : Limbah dari tempat pembersihan jeroan sapi
Lokasi III : Limbah dari tempat pemotongan babi
Lokasi IV : Limbah dari penampungan Bersama limbah sapi dan babi
Lokasi V : Limbah dari Waste Water Garden (WWG)
Lokasi VI : Limbah akhir yang dibuang ke selokan umum
4.2 Pembahasan Limbah Rumah Potong Hewan Pesanggaran
Pemeriksaan Secara Subjektif
Limbah cair dari kegiatan rumah pemotongan hewan Sebagian besar
berasal dari air pembersih ruang potong, air pembersih intestinal, pembersihan
kendang ternak (Padmono, 2005). Limbah cair RPH mengandung larutan darah,
protein, lemak dan padatan tersuspensi yang menyebabkan tingginya bahan
organik dan nutrisi, tingginya variasi jenis dan residu yang terlarut ini akan
memberikan efek mencemari sungai dan badan air (Kundu et al., 2013). Air

15
limbah dapat menimbulkan akibat yang besar dan penting terhadap lingkungan
dan manusia, khususnya mengakibatkan pencemaran dan timbulnya penyakit-
penyakit menular (Sari, 2018). Limbah cair yang dikeluarkan oleh RPH harus
dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan agar cemaran tidak
melebihi baku mutu air limbah. Baku mutu air limbah bagi usaha dan atau
kegiatan RPH berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun
2014 di antaranya limbah cair memiliki kadar paling tinggi untuk BOD 100
mg/l, COD 200 mg/l, TSS 100 mg/l, minyak dan lemak 15mg/l, NH 3-N 25 mg/l
dan pH 6-9 (Kementerian Lingkungan Hidup, 2014). Selain itu dengan
menentukan kandungan dalam limbah dapat ditentukan proses pengolahan
limbah yang dibutuhkan (Herlambang, 2006).
Pemeriksaan subjektif merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan
menggunakan panca indra untuk mengamati hasil limbah Rumah Potong Hewan
Pesanggaran. Hasil pemeriksaan subjektif air limbah meliputi warna, bau, dan
konsistensi dari air limbah yang diambil dari enam lokasi menunjukkan hasil
yang variatif. Perbedaan hasil dari setiap lokasi berhubungan dengan proses
yang terjadi di lokasi tersebut. Dalam hasil pemeriksaan warna air limbah, setiap
lokasi menunjukkan warna yang berbeda, Lokasi I yang merupakan temah
pemisahan karkas dan tulang sapi, pada hari pertama dan kedua air limbah
berwarna kehijauan dan kuning keruh dengan bau amis khas sapi, hal ini
disebabkan oleh darah dan lemak yang terbuang selama proses pemisahan
karkas dan tulang, Pada pemeriksaan air limbah Lokasi II didapatkan warna
kuning kehijaun pada hari pertama dan warna keruh pada hari kedua serta
berbau amis rumen pada hari pertama maupun hari kedua. Warna kehijauan serta
keruh pada Lokasi II dapat terjadi akibat proses pembersihan jeroan pada lokasi
ini sehingga feses dan kotoran yang terbawa oleh air teralirkan ke saluran
limbah. Sedangkan bau amis rumen kemungkinan disebabkan oleh lemak
maupun kotoran selama proses pembersihan jeroan. Lokasi III merupakan
limbah pemotongan babi, pada lokasi ini didapatkan hasil pemeriksaan pada hari
pertama air limbah berwarna keruh dan pada hari kedua air limbah berwarna
bening, serta berbau amis khas babi pada hari pertama maupun kedua. Warna
dan bau dari Lokasi III dapat disebabkan oleh proses pembersihan babi saat

16
pemotongan dilaksanakan. Pada Lokasi IV merupakan limbah gabungan antara
limbah pemotongan babi dan sapi, pada hari pertama didapatkan limbah
berwarna coklat muda dan hari kedua berwana kuning keruh dengan bau busuk
dan bergas. Warna coklat dapat dihasilkan akibat adanya campuran feses dan
kotoran lain dari sapi maupun babi, sedangkan warna kuning keruh dapat
disebabkan oleh kotoran dari sisa pembersihan jeroan. Adanya bau busuk
disebabkan oleh adanya bahan volatile, gas terlarut dan hasil samping dari
pembusukan bahan organik. Bau yang dihasilkan oleh air limbah adalah gas
hasil peruraian kandungan zat organik dalam air limbah, seperti hidrogen sulfida
(H2S) (Sari, 2018). Air limbah pada lokasi V pada hari pertama menunjukkan
warna bening dan pada hari kedua menunjukkan warna bening sedikit keruh,
serta hasil pemeriksaan bau didapatkan air limbah lokasi ini tidak berbau. Warna
air limbah yang terjadi akibat adanya proses penyaringan limbah melalui
penyaringan, pengapungan, dan pengendapan pada WWG (Waste Water
Garden). Hasil dari WWG tersebut dapat digunakan untuk menanam tanaman
seperti kangkung dengan memanfaatkan nitrogen dari hasil WWG. Pada
pemeriksaan air limbah Lokasi VI pada hari pertama berwarna coklat muda dan
pada hari kedua air berwarna keruh, serta berbau busuk yang tidak menyengat.
Lokasi VI ini merupakan lokasi limbah yang akan disalurkan ke saluran umum,
yaitu pemukiman masyarakat, sehingga diharapkan hasil limbah akhir ini sudah
bersih agar tidak mengganggu masyarakat sekitar. Masih adanya bau yang tidak
sedap dan warna coklat muda serta keruh menunjukkan bahwa proses
pengolahan limbah belum maksimal.
Pemeriksaan Secara Objektif
Pemeriksaan limbah secara obyektif dilakukan menggunakan pengukuran
alat perhitungan. Pemeriksaan secara obyektif meliputi pH, suhu, reduktase,
berat jenis, dan jumlah padatan. Rerataan hasil pemeriksaan terhadap parameter
pH air limbah Rumah Pemotongan Hewan Pesanggaran pada lokasi I, II, III, IV,
V, dan VI. Berturut-turut 7,85; 8,3; 7,6; 7,3; 7,65; 7,55. Berdasarkan hasil
tersebut air limbah RPH Pesanggaran bersifat tidak terlalu asam karena
mengandung padatan seperti feses, darah, isi rumen, dan lain-lain. Kisaran pH
tersebut sesuai dengan pH normal yang berkisar antara 6-9 yang sudah diatur

17
dalam Permen LH no. 02 tahun 2006 yang menyebutkan kadar pH limbah RPH
yang diizinkan antara lain 6-9. Hal ini menunjukkan pH air limbah milik RPH
Pesanggaran berada dalam kisaran normal. Perubahan pH menjadi basa
dikarenakan adanya aktifitas mikroorganismme dalam mendegradasi bahan
organik, namun kondisi tersebut masih sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan
(Sari, 2018).
Pemeriksaan suhu pada keenam lokasi pengambilan air limbah di RPH
Pesanggaran menunjukkn hasik yang berkisar antara 26 oC – 28 oC. Hasil
tersebut menunjukkan suhu limbah cair di RPH Pesanggaran masih dalam
kategori normal. Hal ini sesuai dengan standar baku mutu limbah cair menurut
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep-51/MENLH/10/1995
tentang Baku Mutu Limbah cair, suhu limbah cair RPH Pesanggaran masih
berada dibawah standar maksimal yang diperbolehkan sebesar 40 oC. Aneja dan
Singh (1992) menyatakan bahwa penurunan suhu limbah cair terkait erat dengan
kepadatan tanaman, semakin banyak permukaan kolam/bak ditutupi oleh
tanaman, akan semakin besar menghalangi pertukaran panas antara atmosfir
dengan permukaan air. Suhu air limbah merupakan parameter penting, sebab
efeknya dapat mengganggu dan meninggalkan reaksi kimia kehidupan akuatik.
Suhu berfungsi memperlihatkan aktivitas kimiawi dan biologis. Pada suhu
tinggi, akan terjadi pengurangan pengentalan cairan dan mengurangi
sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar pada suhu tinggi. Sedangkan
pembusukan jarang terjadi pada suhu yang rendah (Lestari, 2011).
Uji reduktase yang dilakukan pada air limbah RPH Pesanggaran bertujuan
untuk mengetahui jumlah cemaran mikroba pada limbah. Uji reduktase
merupakan uji yang bertujuan untuk mengetahui waktu paruh yang diperlukan
oleh enzim reduktase yang dihasilkan oleh kuman-kuman untuk mereduksi
methylene blue hingga menjadi tidak berwarna. Hasil uji reduktase memiliki
waktu paruh yang berbeda, dimana aktivitas mikroba dalam setiap sampel
limbah dalam mereduksi methylene blue menjadi tidak berwarna didapat
bervariasi. Hasil yang didapat menggambarkan bahwa bervariasinya jumlah
cemaran mikroba yang terdapat pada setiap sampel limbah. Makin lama
perubahan warna dari biru menjadi jernih kembali menandakan aktivitas bakteri

18
kecil atau jumlah bakteri sedikit (Suardana dan Swacita, 2009). Hasil uji
reductase sampel limbah lokasi I dan VI memiliki waktu reduktase rata-rata
kurang dari 2 jam, sedangkan pada lokasi II, III, IV, dan V memiliki waktu
reduktase rata-rata lebih dari 3 jam. Berdasarkan hasil yang didapat, diketahui
bahwa semua lokasi memiliki nilai cemaran bakteri yang tinggi. Mikroba ini
dapat berasal dari feses, urine, isi rumen, atau isi lambung, darah, daging atau
lemak. Menurut Suardana dan Swacita (2009) waktu minimal reduktase 2 jam
dan yang baik lebih dari 3 jam. Hal ini menandakan bahwa aktivitas mikroba
dalam mereduktasi methylene blue pada air limbah dari lokasi II, III, IV, dan V
relatif tidak banyak. Sedangkan pada air limbah lokasi I dan VI memiliki
cemaran mikroba yang tinggi. Adanya cemaran mikroba pada lokasi I dapat
ditolerir dikarenakan lokasi I merupakan tempat pembuangan limbah dari tempat
pemotongan sapi, sehingga belum mengalami proses pengolahan limbah. Pada
lokasi VI seharusnya cemaran mikroba yang ditemukan rendah dikarena limbah
lokasi VI merupakan limbah yang siap dibuang ke saluran pembuangan umum.
Tingginya cemaran mikroba pada lokasi VI menunjukkan pengelolaan air
limbah di RPH Pesanggaran kurang sempurna dikarenakan tidak berjalannya
beberapa instalasi pengolahan limbah.
Pemeriksaan terhadap berat jenis (BJ) air limbah pada 6 lokasi di RPH
Pesanggaran menunjukkan hasil yang bervariasi yakni berkisar antara 0,085-
1,015. Perbedaan BJ air limbah pada setiap lokasi dapat disebabkan karena
kandungan bahan organik yang tercampur pada air limbah, seperti urine, darah,
feses, dan lemak. Hasil uji menunjukkan bahwa dari ke-6 lokasi pengambilan
sampel ada satu lokasi yang BJ air limbah diatas 1 yang merupakan BJ air murni
yaitu pada lokasi IV dengan angka 1,015. Kisaran BJ air limbah adalah 1,020 -
1,060 (Ginting, 1992). Rendahnya BJ air limbah yang diuji menunjukkan bahwa
kandungan lemak pada air limbah di RPH Pesanggaran masih cukup tinggi.
Total Suspended Solid (TSS) adalah padatan penyebab kekeruhan air. TSS
ssangat dipengaruhi oleh bahan anorganik seperti lumpur, partikel tanah dan
bahan organic seperti sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati,
fitoplankton, zooplankton, jamur/fungi, bakteri (Widya et al., 2008). Total
suspense solid berfungsi sebagai bahan pembentuk endapan yang paling awal

19
dan dapat menghalangi kemampuan produksi O2 disuatu perairan (Nasution et
al., 2013). Parameter padatan tersuspensi menjadi salah satu parameter fisik
yang penting untuk menentukan kondisi awal lingkungan, sehingga seringkali di
jadikan indikator awal kondisi lingkungan. Menurut Peraturan Mentri
Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Kegiatan Rumah Pemotongan Hewan, batas maksimum TSS adalah 100mg/L.
Hasil pemeriksaan air limbah secara keseluruhan menunjukan bahwa kandungan
padatan TSS pada limbah RPH Pesanggaran Kota Denpasar masih dalam
keadaan normal.
Bahaya atau risiko yang ditimbulkan sebagai akibat dari pengelolaan air
limbah RPH ysng kurang sempurna diantaranya meningkatnya kadar BOD,
COD, TSS, minyak dan lemak, adanya bakteri-bakteri patogen penyebab
penyakit (Aini et al., 2017). Adanya mikroba dalam limbah yang dibuang di
saluran umum dapat menganggu kenyamanan dan kesehatan manusia serta
ekosistem. Mikroba dapat mempercepat proses pembusukan di dalam air,
mengakibatkan kandungan NH3 dan H2S di atas maksimum kriteria kualitas air,
dan kedua gas tersebut menimbulkan bau yang tidak sedap serta dapat
menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan yang disertai dengan reaksi
fisiologik tubuh berupa rasa mual dan kehilangan selera makan. Selain
menimbulkan gas berbau busuk juga adanya pemanfaatan oksigen terlarut yang
berlebihan dapat mengakibatkan kekurangan oksigen bagi biota air (Roihatin
dan Rizqi, 2009).

BAB V

20
PTNUTUP

5.1 Simpulan
Pemeriksaan kualitas mutu limbah cair Rumah Potong Hewan Pesanggaran
yang diambil dari 6 lokasi menunjukkan warna, bau yang berbeda, dan konsistensi
sama yaitu encer. Tingkat pH dan suhu limbah berada pada rentang yang
ditentukan dengan rata-rata pH 7,3-8,3 dan suhu 26oC-28oC. Waktu reduktase
sesuai dengan standart yang ada yaitu, pada setiap sampel menunjukkan rata-rata
waktu reduktase diatas 3 jam. Berat jenis limbah berkisar antara 085-1,015. Nilai
total padatan berada jauh dibawah parameter maksimal. Berdasarkan pemeriksaan
mutu kualitas mutu limbah cair RPH Pesanggaran dapat disimpulkan bahwa
limbah cair yang dihasilkan aman dan sudah ramah lingkungan.

5.2 Saran
Pemeriksaan kualitas mutu limbah cair RPH Pesanggaran perlu dilakukan
secara berkala. Diperlukan adanya perbaikan dan pengembangan pada beberapa
fsailitas yang ada untuk meningkatkan kualitas pengolahan limbah yang dilakukan
terutama memaksimalkan penggunaan IPAL agar tidak menimbulkan cemaran
berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

21
Aini, A., Sriasih, M., Kisworo, D. 2017. Studi Pendahuluan Cemaran Air Limbah
Rumah Potong Hewan di Kota Mataram. Jurnal Ilmu Lingkungan. 15(1):
42-48. doi:10.14710/jil.15.1.42-48
Aneja, K.R. dan K. Singh. 1992. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional.
Surabaya. Indonesia. Hlm 309.
Aristiana, T dan Yayok SP. 2020. Penurunan Kadar COD, TSS, dan Ammonia
Total (NH3-N) Pada Air Limbah Pemotongan Puyuh dengan Menggunakan
Biofilter Anaerob-Aerob. Jurnal Envirous 1(1): 22-27
Basri, S., Hamzah, E. 2016. Efektivitas Kemampuan Tanaman Jeringau (Acorus
calamus) untuk Menurunkan Kadar Logam Berat di Air. HIGIENE: Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 1(1): 49-59.
Boyd, C. E. 2012. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural
Experiment Station, Auburn University, Alabama. Hlm. 482.
Budiyono, Widiasa IN, Johari S, Sunarso. 2011. Study on slaughterhouse wastes
potency and characteristic for biogas production. International J of Waste
Resource 1(2): 4- 7.
Ginting, P. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Edisi
Pertama. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Herlambang, A. 2006. Pencemaran air dan strategi penanggulanganya. Jurnal Air
Indonesia. Vol 2 (1): 16-29
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No. 05 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah.
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup
Kundu, P., A. Debsarkar dan S. Mukherjee. 2013. Treatment of Slaughter House
Wastewater in A Sequencing Batch Reactor: Performance Evaluation and
Biodegradation Kinetics. BioMed Research International Vol. 1: 1-12.
Kusnoputranto, H. 1985. Kesehatan Lingkungan. Departemen P dan K
Universitas Indonesia FKM: Jakarta
Lestari, R.P. 2011. Pengujian Kualitas Air di Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) Mojosongo Kota Surakarta. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Lubis, I., Soesilo, T. E. B., Soemantojo, R. W. 2018. Pengelolaan Air Limbah
Rumah Potong Hewan Di RPH X, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. J.
Manusia & Lingkungan. 25(1): 33-44.
Padmono, D. 2005. Alternaif Pengolahan Limbah Rumah Potong Hewan Cakung.
Jurnal Teknologi Lingkungan BPPT. 6.(1):303-310.

22
Roihatin, A, Rizqi AK. 2009. Pengolahan Air Limbah Rumah Pemotongan
Hewan (RPH) dengan Cara Elektrokoagulasi Aliran Kontinyu. Artikel.
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro
Roniadi A, Tarigan A. P., Nasution Z., 2013 Evaluasi Pengolahan Air Limbah
Rumah Potong Hewan di KelurahanMabar Hilir Kecamatan Medan Deli.
Jurnal Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Departemen Teknik Sipil,
Medan
Said, Ineza. 2009. Uji Performance Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit dengan
Proses Biofilter Tercelup. Jakarta : Pusat Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Lingkungan.
Sahrijanna, A. 2017. Variasi Waktu Kualitas Air Pada Tambak Budidaya Udang
Dengan Teknologi Integrated Multitrophic Aquaculture (IMTA) di Mamuju
Sulawesi Barat. Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan/ 8(2).
Sari, E.D.A., 2018. Kandungan Limbah Cair Berdasarkan Parameter Kimia Di
Inlet Dan Outlet Rumah Pemotongan Hewan (Studi Di Rumah Pemotongan
Hewan Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember)
Suardana, I. W. 2007. Karakterisasi Limbah Cair Rumah Potong Hewan
Pesanggrahan. Animal Production, Mei 2007, hal. 116-122. ISSN 1411
2027
Suardana IW dan Swacita IBN. 2009. Hygiene Makanan: Kajian Teori dan
Prinsip Dasar. Udayana University Press. Bali
Susanto, H., Budijono., Hasbi, M. 2012. Peningkatan Degradasi Polutan organik
Air Limbah Rumah Potong Hewan dengan Proses Biofilter Kombinasi
AnaerobAerob Bermedia Botol Plastik Berisikan Potongan Potongan
Plastik Untuk Media Hidup Ikan Budidaya. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan UNRI. Pekanbaru
Triatmojo, S., A. Pertiwiningrum., Y. Erwanto dan N. Kurniawati., 2008. Bahan
Ajar Teknologi Hasil Ikutan dan Lingkungan. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Waluyo, L.2010. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. UMM Press
Widya, N., S.W. Budiarsa, dan Mahendra M. S. 2008. Studi Pengaruh Air Limbah
Pemotongan Hewan dan Unggas Terhadap Kualitas Air Sungai Subak Pakel I
di Desa Darmasaba Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung. Jurnal
Echotropic. Vol 3(20).

23
LAMPIRAN

Gambar 1. Sampel Limbah Cair RPH dari 6 Lokasi Berbeda

Gambar 2. Pengukuran pH dan Suhu Limbah Gambar 3. Pemeriksaan Subjektif Limbah

Ga
Gambar 4. Uji Reduktase Limbah mbar 5. Uji Padatan Limbah

24

Anda mungkin juga menyukai