Oleh:
PPDH GELOMBANG XVIII KELOMPOK G
i
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulisan Laporan Kegiatan Pemeriksaan Kualitas
Susu di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteiner (Kesmavet) ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini berisi kegiatan selama di
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner yang dilaksanakan pada tanggal
28 Juli 2021.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan laporan ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak yang telah membantu, memberikan dukungan, dan
membimbing selama kegiatan tersebut berlangsung. Penulis menyadari bahwa
laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan
saran sangat penulis harapkan dan akan penulis terima dengan kerendahan hati.
Penulis berharap semoga laporan ini berguna bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
Kelompok 18G
DAFTAR ISI
ii
Halaman
DAFTAR JUDUL .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................... 1
1.3 Manfaat Penulisan ............................................................................. 2
1.4 Metode Penulisan ............................................................................... 2
1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ........................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1 Pengertian Susu ................................................................................. 3
2.2 Parameter Pemeriksaan Susu ............................................................. 4
2.3 Pemeriksaan Susu .............................................................................. 5
2.3.1 Secara Subjektif ( Uji Organoleptik) ....................................... 5
2.3.2 Secara Objektif ........................................................................ 6
BAB III MATERI DAN METODE .............................................................. 9
3.1 Pemeriksaan Kualitas Susu ................................................................ 9
3.2 Materi ................................................................................................. 9
3.3 Metode ............................................................................................... 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 12
4.1 Hasil ................................................................................................... 12
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 13
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 20
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 20
5.2 Saran .................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21
LAMPIRAN ................................................................................................... 24
DAFTAR GAMBAR
iii
Halaman
Gambar 1. Sampel Susu dan Uji Organoleptik ................................................ 24
Gambar 2. Uji Kebersihan pada Sampel Susu ................................................. 24
Gambar 3. Uji Didih pada Sampel Susu .......................................................... 24
Gambar 4. Penetapan pH Sampel Susu ........................................................... 24
Gambar 5. Uji Reduktase Sampel Susu ........................................................... 24
Gambar 6. Penetapan Nilai BJ Sampel Susu ................................................... 24
DAFTAR TABEL
iv
Halaman
2.1 Persyaratan Kualitas Susu Menurut SNI 2011 .......................................... 5
3.1 Alat dan Bahan .......................................................................................... 9
4.1 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu .............................................................. 12
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan dari koasistensi di Laboratorium Kesehatan
Masyarakat Veteriner adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan tentang cara menguji kualitas susu.
2. Dapat meningkatkan keterampilan tentang pemeriksaan kualitas susu
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
faktor fisiologis dan faktor lingkungan. Faktor fisiologis meliputi bangsa, tingkat
laktasi, estrus, kebuntingan, interval beranak dan umur. Produksi susu semakin
meningkat dari awal bulan laktasi sampai dengan bulan laktasi ke 4, mengalami
penurunan pada laktasi selanjutnya dan akhirnya mengalami dry periode (masa
kering) selama 2 bulan sebelum melahirkan anak lagi (Laryska dan Nurhajati,
2013). Faktor lingkungan meliputi makanan, masa kering, kondisi waktu beranak,
frekuensi pemerahan, interval pemerahan, temperatur lingkungan, penyakit dan
obat-obatan (Mardalena, 2008). Penurunan kualitas susu dapat terjadi karena
proses penanganan susu segar yang tidak baik. Penanganan susu segar dimulai
dari sebelum pemerahan sampai susu tersebut dikonsumsi konsumen. Susu
memiliki nilai gizi yang tinggi dapat menyebabkan susu menjadi media yang
sangat cocok bagi mikroorganisme sehingga dalam waktu yang singkat susu
menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani dengan benar (Zakaria et al.,
2013).
4
Tabel 2.1: Persyaratan kualitas susu menurut SNI 2011
Parameter Syarat
Warna, bau, rasa, kekentalan Tidak ada perubahan
Berat Jenis (pada suhu 27,5 oC) minimum 1,0270 g/ml
Kadar lemak minimum 3,0%
Kadar bahan kering tanpa lemak minimum 7,8%
Kadar protein minimum 2,8%
Derajat asam 6,0 - 7,5°SH
Ph 6,3 - 6,8
Uji alkohol (70 %) v/v Negatif
Cemaran Mikroba maksimum: 1x106 CFU/ml
Total Plate Count
Staphylococcus aureus 1x102 CFU/ml
Enterobacteriaceae 1x103 CFU/ml
Jumlah sel somatis maksimum 4x105 sel/ml
Residu antibiotika (Golongan penisilin, Tetrasiklin,
Negatif
Aminoglikosida, Makrolida)
Uji pemalsuan Negatif
Titik beku -0,520 s.d -0,560 oC
Uji peroxidase Positif
Cemaran logam berat, maksimum:
Timbal (Pb) 0,02 μg/ml
Merkuri (Hg) 0,03 μg/ml
Arsen (As) 0,10 μg/ml
5
memberikan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya maka produk
pangan tersebut akan terlihat tidak layak untuk dikonsumsi. Warna dapat
memperbaiki dan memberikan daya tarik pada suatu produk pangan.
Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna,
karena warna tampil terlebih dahulu. Uji kekentalan merupakan pengamatan
yang dilakukan dengan melihat apakah susu tersebut berlendir atau tidak, serta
melihat kental atau encer pada susu yang di uji (Winarno, 2004).
2.3.2 Secara Objektif
a. Uji Kebersihan
Uji Kebersihan bertujuan untuk mengetahui kebersihan cara-cara
penanganan susu pada perusahaan atau tempat produksinya. Pada uji yang
dilakukan pada susu tidak ada sisa kotoran pada kertas saring yang digunakan.
Secara keseluruhan sampel susu yang diuji dapat dikatakan baik. Kondisi susu
tersebut menunjukkan adanya penanganan yang baik dari keseluruhan proses
hingga susu siap di sajikan, di mana alat dalam keadaan steril dan pekerja yang
higienis. Kebersihan susu juga sangat tergantung pada kondisi kandang sapi
perah juga kebersihan sapi sebelum pemerahan dilakukan (Diastari dan
Agustina, 2013).
b. Uji Didih
Uji didih dilakukan untuk memeriksa dengan cepat derajat keasaaman
susu. Uji didih ini bertujuan untuk mengamati terjadinya penggumpalan /
pecahnya susu yang dipanaskan sampai mendidih, dimana pada susu normal
adalah tidak adanya penggumpalan. Prinsip pada uji didih yaitu, susu yang
memiliki kualitas yang tidak bagus akan pecah ataupun menggumpal bila
melalui proses didih. Bila susu dalam keadaan asam menjadikan kestabilan
kasein menurun, koagulasi kasein ini yang akan mengakibatkan pecahnya
susu, tetapi apabila susu dalam keadaan baik maka hasil yang dapat dilihat dari
uji didih adalah susu masih dalam keadaan homogen atau tidak pecah
(Dwitania dan Swacita, 2013). Menurut Ressang dan Nasution (1982),
penelitian terhadap kualitas susu dapat dilakukan berdasarkan keadaan dan
susunan susu. Pemeriksaan susu untuk melihat keadaannya dapat dilakukan
dengan uji didih, uji alkohol, dan uji derajat asam.
6
c. Uji Alkohol
Uji alkohol adalah uji tapis yang umumnya digunakan untuk memeriksa
kesegaran susu pada awal penerimaan susu (Harjanti et al., 2016). Prinsip
dasar pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal protein susu
tergantung pada selubung atau mantel yang menyelimuti butir-butir protein
terutama kasein. Apabila susu dicampur dengan alkohol yang memiliki daya
dehidratasi, maka protein akan berkoagulasi. Semakin tinggi derajat keasaman
susu, semakin berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama
dibutuhkan untuk memecahkan susu yang sama banyaknya (Dwitania dan
Swacita, 2013). Uji alkohol positif ditandai dengan adanya butiran susu yang
melekat pada dinding tabung reaksi, sedangkan uji alkohol negatif ditandai
dengan tidak adanya butiran susu yang melekat pada dinding tabung reaksi
(Yudha et al., 2014). Reaksi positif muncul karena susu mulai atau sudah asam
yang pada umumnya disebabkan oleh penanganan susu yang terlalu lama
dalam suhu ruangan (Harjanti et al., 2016). Sedangkan reaksi negatif
menunjukkan bahwa susu dalam keadaan atau kualitas yang baik dan aman
untuk dikonsumsi. Standar SNI untuk susu segar bahwa uji alkohol pada susu
segar hasilnya adalah negatif.
d. Penetapan Tingkat Keasaman (pH)
Penetapan Tingkat Keasaman (pH) dilakukan untuk menentukan
keasaman susu dengan menghitung log konsentrasi ion hidrogen (asam) dalam
susu. Pada prinsipnya susu segar mempunyai pH netral. Tingkat keasaaman
susu menurun karena fermentasi laktosa menjadi asam laktat oleh mikroba
(Suardana dan Swacita, 2009). Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pH
susu adalah 6,3-6,8.
e. Penetapan Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara berat bahan tersebut dengan
berat air pada volume dan suhu yang sama. Berat jenis susu dipengaruhi oleh
kadar padatan total dan bahan padatan tanpa lemak. Berat jenis susu ditentukan
dengan menggunakan laktodensimeter atau laktometer. Laktodensimeter
adalah hidrometer dimana skalanya sudah disesuaikan dengan berat jenis susu.
Prinsip kerja alat ini mengikuti hukum archimides yaitu jika suatu benda
7
dicelupkan ke dalam suatu cairan, maka benda tersebut akan mendapat tekanan
keatas sesuai dengan berat volume cairan yang dipindahkan. Jika
laktodensimeter dicelupkan dalam susu yang rendah berat jenisnya, maka
laktodensimeter akan tenggelam lebih dalam jika dibandingkan jika
laktodensimeter tersebut dicelupkan ke dalam susu yang berat jenisnya tinggi.
Berat jenis susu segar menurut SNI 3141.1:2011 adalah 1.027 g/mL3 (BSN
2011).
f. Uji Reduktase
Dilakukan untuk memprediksi jumlah bakteri didalam susu dengan
menggunakan zat methylene blue yang akan memberikan warna biru pada
susu. Uji ini didasarkan pada kemampuan bakteri didalam susu untuk tumbuh
dan menggunakan oksigen yang terlarut, sehingga menyebabkan penurunan
kekuatan oksidasi-reduksi dari campuran tersebut, akibatnya biru metilen yang
ditambahkan akan tereduksi menjadi putih metilen (Fardiaz, 1993). Menurut
Legowo et al (2009), semakin cepat waktu reduksinya, maka semakin banyak
bakteri yang ada didalam susu. Metode ini menunjukkan tingkat kegiatan dari
jenis-jenis bakteri tertentu dan dengan demikian memungkinkan klasifikasi
susu sebagai susu yang dapat diterima dan tidak untuk tingkat atau kegunaan
tertentu (Buckle et al, 1987).
8
BAB III
MATERI DAN METODE
Penjepit Aquades
Kapas
Corong
Termometer
Inkubator
Lemari pendingin
3.1.2 Metode
Dalam melakukan pemeriksaan kualitas susu ada beberapa uji yang
perlu dilakukan diantaranya adalah uji organoleptik,uji kebersihan, uji didih, uji
alkohol, uji pH, uji reduktase dan menghitung BJ.
a. Uji Organoleptik
9
- Uji Warna
Tuangkan susu sebanyak 5 ml ke dalam gelas ukur. Warna susu diamati
dengan diamati dengan latar belakang kertas putih. Uji warna dilakukan untuk
mengamati warna susu dan kemungkinan adanya kelainan warna pada susu.
- Bau atau Aroma
Untuk melakukam uji bau susu dituangkan sebanyak 5 ml ke dalam
tabung reaksi dicium baunya.
- Rasa
Sebelum dilakukan uji rasa, susu dididihkan terlebih dahulu. Setelah itu
air susu dituangkan ke atas telapak tangan yang bersih kemudian dicicipi dan
rasakan adanya perubahan.
- Kekentalan
Susu sebanyak 5 ml dituangkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
digoyang-goyangkan dinding tabung dan mengamati air susu yang menempel
pada dinding tabung dan apakah cepat hilang atau tidak. Susu yang baik akan
membasai dinding tabung, tidak berlendir/berbutir, dan busa yang tebentuk
akan segera hilang.
b. Uji Kebersihan
Menuangkan susu ke dalam gelas beker yang sudah dilapisi kertas
penyaring/kapas, setelah kertas saring/kapas kering amati apakah ada
kotorannya atau tidak. Kotoran yang terdapat dalam susu akan tampak dengan
mata telanjang tertinggal di kertas saring/kapas.
c. Uji Didih
Susu sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan
menggunakan penjepit tabung, kemudian tabung dipanaskan dengan
menggunakan api bunsen sampai mendidih. Bila susu tetap homogen berarti
susu masih baik, sedangkan bila susu tidak homogen dan berbutir-butir atau
pecah berarti susu sudah tidak baik.
d. Uji Alkohol
Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam uji alkohol, yang
meliputi tabung reaksi sebanyak 12 buah tabung, pipet hisap, sampel susu
bubuk, susu UHT, susu pasteurisasi, dan susu basi, alkohol 50% sebanyak 3
10
ml, alkohol 70% sebanyak 3 ml, alkohol 70% sebanyak 6 ml, dan alkohol 96%
sebanyak 3 ml. Masing-masing sampel susu dimasukkan ke dalam 4 tabung
reaksi sebanyak 3 ml. Ditambahkan alkohol ke dalam masing-masing tabung
yang telah diisi susu dengan kadar alcohol dan volume yang berbeda. Masing-
masing tabung yang telah berisi susu dan alkohol dihomogenkan, selanjutnya
dilakukan pengecekan terhadap perubahan yang terjadi.
e. Uji pH
Elektrode pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4,0 dan pH 7,0.
Kemudian susu sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
dicelupkan elektrode pH meter ke dalam tabung yang berisi susu. pH meter
ditunggu sampai stabil kemudian angka yang tertera dicatat.
f. Menghitung BJ
Sampel susu dihomogenkan dengan cara memindahkan dari satu
Erlenmeyer ke Erlenmeyer yang lainnya. Sampel susu dimasukkan ke dalam
gelas ukur sampai 2/3 volume dengan perlahan agar tidak terbentuk buih.
Laktodensimeter dimasukkan ke dalam gelas ukur kemudian dibiarkan
melayang. Ketika laktodensimeter sudah stabil skala yang tertera dibaca. Suhu
susu diukur dengan menggunakan termometer. Suhu susu harus ditera diantara
20-30°C. Prosedur 1-4 diulangi dua kali kemudian hasil yang diperoleh dirata-
ratakan. Berat jenis susu dihitung menggunakan rumus.
g. Uji Reduktase
Sebanyak 0,5 ml larutan Methylene blue 0,5% dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan susu sebanyak 10 ml dan dihomogenkan
dengan cara membolak-balik tabung secara perlahan. Tabung ditutup
menggunakan kapas. Setelah itu diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37°C
dan diamati setiap 30 menit sampai warna biru menghilang. Susu dikatakan
baik bila waktu reduktasenya 5 jam atau lebih.
BAB IV
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Produk susu dievaluasi menggunakan dua uji yaitu uji organoleptik dan uji
objektif. Sampel susu yang diuji adalah susu cair kemasan (susu UHT), susu
bubuk, susu pasteurisasi dan susu basi. Hasil dari pemeriksaan kualitas susu akan
disajikan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kualitas Susu
Sampel 3
Sampel 1 Sampel 2 Sampel 4
No. Macam Uji (Susu
(Susu Bubuk) (Susu UHT) (Susu Basi)
Pasteurisasi)
1. Uji Organoleptik
Warna Putih Putih Krem Putih Kekuningan
Bau Khas Khas Khas Asam
Rasa Gurih, Manis Gurih Segar Asam
Kekentalan Sedikit Kental Tidak Kental Tidak Kental Kental
2. Uji Kebersihan Sedikit Bersih Bersih Bersih Sedikit Bersih
3. Uji Didih (-) Homogen (-) Homogen (-) Homogen Pecah
4. Uji Alkohol
Alkohol 50%
(-) Homogen (-) Homogen (-) Homogen Pecah
(3 ml)
Alkohol 70%
(-) Homogen (-) Homogen (-) Homogen Pecah
(3 ml)
Alkohol 70%
(-) Homogen (-) Homogen (-) Homogen Pecah
(6 ml)
Alkohol 96%
(-) Homogen (-) Homogen (-) Homogen Pecah
(3 ml)
5. Penetapan pH 6,7 6,6 6,65 5,4
Penetapan Nilai
6. 1,030 1,027 1,026 1,034
BJ
7. Uji Reduktase > 3 jam > 3 jam > 3 jam 45 menit
4.2 Pembahasan
Pemeriksaan kualitas susu menggunakan 4 jenis susu yang berbeda yaitu
susu cair kemasan (UHT), susu bubuk (diseduh dengan air hangat), susu
pasteurisasi dan susu basi (susu cair kemasan yang dibiarkan diruang terbuka
selama 13 jam penuh). Masing-masing susu diperiksa dengan melakukan uji
12
organoleptik (warna, bau, rasa, kekentalan), uji kebersihan, uji alkohol, uji pH, uji
reduktase, penetapan berat jenis (BJ) serta suhu susu.
a. Uji Organoleptik
Warna yang teramati pada hasil uji organoleptik terhadap Susu bubuk
adalah warna putih, pada Susu UHT berwarna putih, susu pasteurisasi berwarna
krem, dan pada susu basi berwarna putih kekuningan, Warna susu yang normal
adalah putih kekuningan (Maheswari, 2004). Warna putih disebabkan karena
refleksi sinar matahari dengan adanya butiran-butiran lemak, protein dan garam di
dalam susu. Warna kekuningan merupakan cerminan warna karoten dalam susu.
Karoten adalah pigmen kuning utama dari lemak susu, yang apabila
dimetabolisme di dalam tubuh manusia akan membentuk dua molekul vitamin A.
Karotenoid disintesa hanya oleh tumbuhan, oleh karenanya harus ada dalam pakan
ternak perah. Banyaknya karoten dalam susu (warna kuning) tergantung dari
bangsa, spesies, individu, umur, masa laktasi dan pakan hijauan yang dimakan
oleh sapi. Diluar batas warna normal tersebut, kadang dijumpai susu berwarna
kebiruan dan kemerahan. Warna kebiruan kemungkinan diakibatkan
berkembangnya bakteri Bacillus cyanogenes. Warna kemerahan sering
disebabkan adanya butir eritrosit atau hemoglobin akibat ternak yang diperah
mengalami sakit, khususnya mastitis (Vinifera et al, 2016).
Pengujian organoleptik terhadap bau (aroma) pada susu bubuk yaitu aroma
khas susu segar, susu UHT beraroma khas susu, susu pasteurisasi beraroma khas
susu, dan susu basi beraroma asam. Bau susu mudah berubah dari bau yang sedap
menjadi yang tidak sedap. Hal ini dipengaruhi oleh sifat lemak air susu yang
mudah menyerap bau di sekitarnya. Demikian juga bahan pakan ternak sapi dapat
mempengaruhi bau air susu (Sukmawati, 2014).
Pada pengujian terhadap rasa didapatkan susu bubuk berasa gurih manis,
susu UHT berasa gurih, susu pasteurisasi berasa gurih dan segar, dan susu basi
berasa sabun. Rasa manis ini berasal dari laktosa sedangkan rasa asin berasal dari
klorida, sitrat dan garam-garam mineral lainnya. Menurut Buckle et al., (2009)
menyatakan bahwa rasa yang kurang normal mudah sekali berkembang di dalam
susu dan hal ini mungkin merupakan akibat dari sebab fisiologis seperti rasa
makanan sapi misalnya bawang merah, bawang putih, dan cita rasa alga yang
13
akan masuk ke dalam susu jika bahan tersebut mencemari makanan dan air
minum sapi. Sebab dari enzim yang menghasilkan cita rasa tengik karena kegiatan
lipase pada lemak susu. Sebab kimiawi, yang disebabkan oleh oksidasi lemak.
Sebab dari bakteri yang timbul sebagai akibat pencemaran dan pertumbuhan
bakteri yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam laktat dan hasil
samping metabolik lainnya yang mudah menguap. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sumudhita (1989) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi rasa susu
adalah pemberian pakan, macam bahan pakan yang diberikan, persiapan sapi yang
akan diperah.
Hasil Pengujian kekentalan susu bubuk didapatkan sedikit kental, susu UHT
didapatkan tidak kental, susu pasteurisasi tidak kental, dan susu basi terdapat
adanya butiran. Menurut Standar Nasional Indonesia (2011), susu normal
memiliki konsistensi yang normal yaitu tidak telalu kental dan encer. Menurut
Gustiani (2009), juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa kerusakan fisik pada
susu yang disebabkan oleh cemaran mikroorganisme. Kerusakan tersebut antara
lain pengasaman yang disertai penggumpalan akibat dari fermentasi laktosa
menjadi asam laktat sehingga pH susu menurun dan kasein menggumpal, susu
berlendir seperti tali karena terjadinya pengentalan dan pembentukan lendir akibat
pengeluaran bahan seperti kapsul dan bergetah oleh beberapa jenis bakteri dan
penggumpalan susu tanpa penurunan pH yang disebabkan oleh bakteri (Akoso,
1996).
b. Uji Kebersihan
Uji Kebersihan ini bertujuan untuk mengetahui kebersihan cara-cara
penanganan susu pada perusahaan atau tempat produksinya. Hasil dari
pemeriksaan kebersihan menunjukkan hasil bersih untuk sampel susu bubuk,
susu UHT, dan susu pasteurisasi. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada susu basi
dimana pada uji kebersihan ini terlihat adanya sisa butir-butiran pada permukaan
susu, tapi secara keseluruhan masih terlihat cukup bersih. Uji kebersihan ini
berkaitan erat dengan kebersihan dalam penanganan susu pada perusahaan atau
tempat produksinya, kebersihan kandang, kebersihan sapi-sapinya, kebersihan
pemerah, kebersihan alat-alat yang dipakai di mana satu sama lain erat kaitannya
karena masing- masing akan saling mempengaruhi terhadap kualitas susu
14
(Aritonang, 2009). Dari hasil diatas menunjukkan tidak adanya kotoran pada
sampel susu yang dimana dapat dikatakan dari semua sampel yang di uji adalah
bersih, hal ini menunjukkan bahwa proses penanganan susu mulai dari pemerahan
sampai susu siap disajikan dilakukan dengan alat yang bersih dan personal higiene
yang baik dari para pekerja.
c. Uji Didih
Uji didih merupakan uji kualitas susu dengan cara mendidihkan. Uji didih
digunakan untuk menentukan apakah susu masih dalam keadaan baik atau tidak.
Uji didih bernilai positif jika terdapat butir-butir protein karena pH tinggi (Tefa
et., 2019). Sampel susu yang digunakan dalam uji didih yaitu susu bubuk, susu
UHT, susu pasteurisasi, dan susu basi.
Berdasarkan hasil pengujian sampel susu menunjukkan susu bubuk, susu
UHT, susu pasteurisasi menunjukkan hasil negatif, sedangkan pada susu basi
menunjukkan hasil positif. Susu bubuk, susu UHT, dan susu pesteurisasi
menunjukkan hasil negatif yang ditandai dengan tidak adanya gumpalan susu
yang melekat pada dinding tabung reaksi, hal ini dikarenakan susu masih dalam
keadaan homogen (Dwitania dan Swacita, 2013). Hal ini sesuai dengan Anindita
dan Soyi (2017) yang menyatakan hasil pengujian sesuai dengan SNI (2011)
bahwa susu segar dengan kualitas baik ketika dilakukan pengujian alkohol 70%
dan uji didih menunjukkan hasil negatif.
Susu basi menunjukkan hasil positif yang ditandai dengan susu akan pecah
atau menggumpal yang melekat pada dinding tabung reaksi. Hal ini sesuai dengan
Suardana dan Swacita (2009) yang menyatakan pengujian dikatakan positif,
ditandai adanya gumpalan yang menempel di dinding tabung reaksi, yaitu
partikel-partikel kasar yang melekat pada dinding tabung. Susu yang tidak baik
(susu asam) akan pecah atau menggumpal bila dimasak sampai mendidih karena
kestabilan kaseinnya berkurang. Koagulasi kasein umumnya menyebabkan
pecahnya susu. Koagulasi larutan tersebut disebabkan oleh keasaman dan suhu
tinggi. Susu yang pecah saat dididihkan dapat disebabkan oleh derajat keasaman
susu yang tinggi, susu tercampur kolostrum dan keadaan fisiologi individu sapi
menyimpang sehingga menyebabkan komposisi susu tidak stabil (Tefa et al.,
2019). Faktor adanya kontaminasi kuman pada saat produksi atau faktor
15
kebersihan, penyimpanan, transportasi dan distribusi susu juga merupakan hal
yang paling dominan menentukan pecahnya susu. Pecahnya susu menyebabkan
kualitas susu rendah sehingga tidak layak dikonsumsi karena adanya
kemungkinan bahwa kadar asam yang terkandung dalam susu tinggi (Sutrisna et
al., 2014).
d. Uji Alkohol
Pemeriksaan uji alkohol menggunkan alkohol 70% dan 96% masing-masing
3ml yang diujikan pada setiap lima jenis sampel susu, masing-masing sampel
sebanyak 3ml. Uji alkohol positif ditandai dengan adanya butiran susu yang
melekat pada dinding tabung reaksi, sedangkan uji alkohol negatif ditandai
dengan tidak adanya butiran susu yang melekat pada dinding tabung reaksi. Hasil
yang diperoleh uji alkohol menunjukkan hasil negative (homogen) pada tiga jenis
susu (susu bubuk, susu UHT, susu pasteurisasi) tersebut, dimana berarti saat
dilakukan pengujian protein susu tidak berkoagulasi ketika ditambah alkohol
sehingga susu tidak terjadi penggumpalan atau pecahnya susu yang berarti susu
masih dalam keadaan baik dan belum mengalami kerusakan. Hal ini sesuai
dengan Aritonang (2009) yang menyatakan susu yang rusak akan bercampur
dengan alkohol yang berdaya dehidrasi sehingga protein akan berkoagulasi.
Sedangkan hasil yang didapatkan pada susu basi menunjukkan hasil yang berbeda
dimana susu terlihat pecah. Pecahnya susu disebabkan oleh berkembangbiaknya
bakteri asam susu, dalam hal ini laktosa diubah menjadi asam laktat (Nababan et
al., 2015). Dwidjoseputro (2005) menyatakan bahwa bakteri yang selalu ada di
dalam susu ialah bakteri penghasil asam susu, terutama Streptoccocus lactis.
Bakteri ini terdapat dalam jumlah yang besar, berkembang biak cepat sekali dan
mudah menguraikan laktosa sehingga menyebabkan susu cepat mengalami
koagulasi yaitu proyeinnya menggumpal. Pada uji alkohol susu yang tidak baik
(misalnya susu asam) akan pecah atau menggumpal jika ditambahkan alkohol.
Prinsip dasar pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal protein
susu tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir
protein terutama kasein. Apabila susu dicampur dengan alkohol yang memiliki
daya dehidratasi, maka protein akan berkoagulasi. Semakin tinggi derajat
keasaman susu, semakin berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama
16
dibutuhkan untuk memecahkan susu yang sama banyaknya (Dwitania, 2013).
Susu dengan kondisi mulai atau sudah asam, ketika susu dicampurkan dengan
alkohol, air yang menyelimuti protein akan ditarik oleh alkohol, sehingga protein
akan pecah dan terlihat menggumpal. Semakin tinggi derajat keasaman susu,
semakin berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan
untuk memecahkan susu yang sama banyaknya (Suardana dan Swacita, 2009).
e. Uji Reduktase
Dari hasil evaluasi yang dilakukan, hampir semua sampel susu yang
digunakan mempunyai nilai reduksi lebih dari 4 jam, kecuali pada sampel susu
basi. Nilai uji reduktase pada sampel susu basi adalah 45 menit, di mana dari hasil
pengamatan, warna sampel susu sudah kembali ke warna awal pada 30 menit
pertama. Hal ini berkaitan dengan pendapat Fardiaz (1989), bahwa semakin
banyak bakteri di dalam susu maka semakin cepat terjadinya perubahan warna
biru menjadi putih. Anwer et al., (2018) juga memberikan pernyataan bahwa uji
reduksi dengan menggunakan pewarnaan methylene blue pada dasarnya
mempunyai prinsip bahwa warna yang diberikan pada susu akan menghilang.
Hilangnya oksigen dan terbentuknya zat pereduksi saat terjadi metabolisme dari
bakteri menyebabkan warna pada susu menghilang. Dari hasil pemeriksaan,
ditemukan juga bahwa pada susu yang didinginkan mempunyai stabilitas warna
yang lebih tinggi dibandingkan susu segar dimana ketika warna biru pada sampel
susu yang lain sudah mulai berkurang, pada susu dingin warna biru masih terlihat
lebih pekat. Hal ini menunjukan bahwa aktifiras mikroba pada susu dingin lebih
rendah sehingga tidak terbentuk zat pereduksi yang menyebabkan warna pada
susu menghilang. Hal ini sejalan dengan Ismanto et al. (2013) yang menyatakan
bahwa mikroba perusak dapat dicegah melalui proses pendinginan agar dapat
memperpanjang masa simpan susu. Dari kedua hal ini dapat dilihat bahwa suhu
penyimpanan sangat berpengaruh pada aktifitas mikroba pada susu.
f. Uji Berat Jenis (BJ)
Pengukuran berat jenis susu dilakukan dengan menggunakan
Lactodensimeter. Adapun prinsip yang digunakan dalam pengukuran berat jenis
ini adalah mengikuti hukum Archimedes dimana apabila kita mencelupkan
Lactodensimeter ke dalam susu yang telah dihomogenkan dalam gelas ukur, maka
17
Lactodensimeter akan mendapaatkan gaya ke atas sebesar berat cairan yang
dipindahkannya Berat jenis adalah rasio berat terhadap volumenya. Tujuan dari
pengujian berat jenis adalah untuk mengetahui adanya ketidaknormalan kualitas
susu melalui berat jenis susu normal, misalnya pada kasus produk susu dengan
penambahan zat lain (air). Dari uji berat jenis yang dilakukan dengan alat
lactodensimeter didapatkan hasil susu bubuk 1,030, susu UHT senilai 1,027, susu
pasteurisasi senilai 1,026, dan susu basi senilai 1,034.
Nilai BJ susu minimal sebesar 1,028 (Standar Nasional Indonesia, 1998).
Hal ini dapat dipengaruhi oleh kadar lemak yang terkandung dalam susu. Semakin
banyak padatan susu maka berat jenis susu akan semakin besar dan kandungan air
yang tinggi menurunkan berat jenis susu. Kandungan lemak tidak berpengaruh
atau berpengaruh negatif terhadap berat jenis susu, karena berat jenis lemak lebih
rendah dibandingkan dengan berat jenis air ataupun plasma susu. Beberapa faktor
penyebab nilai BJ susu perubahan kondisi lemak dan adanya gas yang timbul di
dalam air susu atau bisa juga susu dibiarkan dalam keadaan terbuka (tanpa
penutup) sehingga uap air akan masuk ke dalam susu.
Berat jenis air susu banyak dipengaruhi oleh zat penyusunnya, penambahan
bahan kering tanpa lemak (BKTL) atau pengurangan lemak akan meningkatkan
BJ air susu, demikian sebaliknya apabila ada penambahan lemak akan
menurunkan BJ air susu. Penetapan BJ air susu sering digunakan untuk
mengetahui banyaknya bahan kering, 7 bahan kering tanpa lemak yang terdapat di
dalam air susu, bahkan dapat digunakan untuk menduga banyaknya air yang
ditambahkan ke dalam air susu.
g. Uji tingkat keasaman (pH)
Uji pH dilakukan untuk menentuka keasaman susu dengan menghitung log
konsentrasi ion hydrogen (asam) dalam susu. Pada prinsipnya susu segar
mempunyai pH netral. Tingkat keasaman susu menurun karena fermentasi lactose
menjadi asam laktat oleh mikroba (Suardana dan Swacita, 2009). Pada praktikum
hasil yang didapatkan pada susu kemasan menunjukan bahwa susu I memiliki pH
6.7, susu II memiliki pH 6.6 dan susu III memiliki pH 6.65, dan susu IV memiliki
pH 5,4. Pada susu kemasan I, II, dan susu III memiliki pH susu berada dalam
kisaran normal menurut SNI 3141.1-2011 (2011), yang menyatakan bahwa pH
18
normal susu berkisar antara pH 6,3-6,8. Pada susu IV memiliki pH dibawah
standar yang menandakan susu tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Penurunan
pH susu sudah tercemar oleh bakteri saat kontak dengan udara. Penanganan susu
yang tidak benar dapat menyebabkan daya simpan susu menjadi singkat (Zakaria
et al., 2011). Kondisi tersebut dapat disebabkan karena perlakukan susu yang
tidak benar yaitu susu disimpan pada suhu ruang susu terkontaminasi bakteri yang
dapat menyebabkan terjadinya penurunan tingkat keasaman susu pada suatu
peternakan penurunan pH susu dapat disebabkan karena tidak dilakukan
pasteurirasi dan kondisi kandang pemerahan yang tidak terawat. Bakteri–bakteri
Bacillus Coagulans dan Bacillus Calidolactis diketahui juga dapat menghasilkan
asam laktat. Adanya asam laktat dapat menyebabkan turunnya pH susu. Jika pH
susu mencapai titip isoelektris (kondisi keseimbangan dengan permukaan
potensial konstan) protein susu, maka protein akan dapat menggumpal sehingga
menimbulkan jendalan (Navyanti dan Adriyani, 2015). Pada susu segar Sibang
memiliki pH diatas standar pH normal. Hal tersebut dapat terjadi karena susu
segar mempuyai sifat amfoter, artinya dapat bersifat asam dan basa sekaligus.bila
susu lebih rendah dari 6,5 berarti terdapat kolostrum ataupun aktivitas bakteri.
Namun pada susu segar yang berasal dari sibang memiliki pH 7,1 yang
menandakan bahwa susu tersebut belum terkontaminasi oleh banyak bakteri.
Susu dalam ambing sapi sehat dapat mengandung 500 bakteri permililiter susu
dan jumlah ini akan meningkat apabila sapi dalam keadaan sakit. Dari jumlah
tersebut terdapat bakteri-bakteri pembentuk asam laktat seperti Lactobacillus.
Bakteri pembentuk asam laktat diantaranya Steptococcus Thermophillus,
Lactobacillus Laktis, dan Lactobacillus Thermophillus (Umar et al., 2014).
Bakteri bakteri tersebut masuk kedalam golongan bakteri asam laktat (BAL) yang
secara normal berada dalam susu (Nababan et al., 2015).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pemeriksaan kualitas susu dilakukan unutk menjaga keamanan pangan.
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan organoleptik, uji kebersihan,
19
uji didih, uji alkohol, penetapan tingkat keasaman (pH), pemeriksaan Berat Jenis
(BJ) dan suhu, serta uji reduktase. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 4
sampel susu, didapatkan hasil sampel susu basi memili kualitas yang kurang baik
dibandingkan sampel susu lainnya.
5.2 Saran
Pemeriksaan terhadap kualitas susu perlu dilakukan dalam rangka
menjamin keamanan susu yang beredar di masyarakat sebagai salah satu bahan
pangan asal hewan agar aman dan sehat untuk dikonsumsi.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
Laryska, N. dan T. Nurhajati. 2013. Peningkatan kadar lemak susu sapi perah
dengan pemberian pakan konsentrat komersial dibandingkan dengan ampas
tahu. Agroveteriner. 1 (2): 79 – 87.
Legowo, A. M., Kusrahayu, dan S. Mulyani. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu.
Balai Pustaka Undip. Semarang.
Madarlena, 2008. Pengaruh Waktu Pemerahan Dan Tingkat Laktasi Terhadap
Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holstein. Jurnal Ilmiah IlmuIlmu
Peternakan, vol.6. No.3.
Maheswari RRA. 2004. Penanganan dan Pengolahan Hasil Ternak Perah.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Meutia N, Rizalsyah T, Ridha S, Sari MK. 2016. Residu Anitibiotik dalam Air
Susu Segar yang Berasal dari peternakan di Wilayah Aceh Besar. Jurnal
Ilmu Ternak 16:1.
Nababan M, Suada I. K, dan Swacita I. B. N. 2015. Kualitas Susu Segar pada
penyimpanan Suhu Ruang Ditinjau dari Uji Alkohol, Derajat Keasaman dan
Angka Katalase. Indonesia Medicus veterinus. pISSN: 2301-7848; eISSN:
2477-6637.
Navyanti F dan Adriyani R. 2015. Higiene Sanitasi, Kualitas Fisik dan
Bakteriologi Susu Sapi Segar Perusahaan Susu X di Surabaya. Jurnal
Kesehatan Lingkungan. 8(1) :36-47
Ressang, A. A dan A. M. Nasution. 1982. Ilmu Kesehatan Susu (Milk Hygiene).
Edisi ke-2 Institut Pertanian Bogor.
Standar Nasional Indonesia. 2011. SNI No. 01 – 3141 – 2011 tentang Susu Segar.
Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional
Suardana, I. W. dan Swacita, I. B. N. 2009. Buku Ajar Higiene Makanan. Edisi I,
Cetakan I. Udayana Press. Denpasar.
Sukmawati NMS. 2018. Bahan Ajar Ilmu Ternak Perah : Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Susunan dan Keadaan Air Susu. Fakultas Peternakan.
Universitas Udayana.
Sumudhita MW. 1989. Air Susu dan Penanganannya. Program Studi Ilmu
Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Universitas Udayana,
Denpasar. Hal: 1-45
Sutrisna DY, Suada IK, Sampurna IP. 2014. Kualitas Susu Kambing Selama
Penyimpanan pada Susuh Ruang Berdasarkan Berat Jenis, Uji Didih, dan
Kekentalan. Indonesia Medicus Veterinus, 3(1): 60-67.
Tefa MM, Sio S, Purwantiningsih TI. 2019. Uji Kualitas Fisik Susu Sapi Friesh
Holland (Studi Kasus Peternakan Claretian Novisiat Benlutu Kabupaten
TTS). Journal of Animal Science, 4(3): 37-39.
Tifauziah, Noor, Agus Wijayanarko, Waluyo, Lastmi Wayansari. 2013. Buku
Panduan Ilmu Pangan Dasar. Yogyakarta: Politeknik Kesehatan Kemkes
Yogyakarta.
22
Umar Razali, Novita A. 2014. Derajat Keasaman Dan Angka Reduktase Susu
Sapi Pasteurisasi Dengan Lama Penyimpanan Yang Berbeda. J Veteriner 8
(1) : 43-46.
Vinifera E, Nurina, Sunaryo. 2016. Studi Tentang Kualitas Air Susu Sapi Segar
yang Dipasarkan di Kota Kediri. Jurnal Fillia Cendekia 1(1) : 34-38.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Zakaria, Y, Helmy, MY dan Safara Y. 2011. Analisis Kualitas Susu Kambing
Peranakan Etawah yang Disterilkan pada Suhu dan Waktu yang Berbeda.
Jurnal Agripet, 11(1): 29- 31.
.
23
LAMPIRAN
Gambar 2. Uji Kebersihan pada Sampel Susu Gambar 3. Uji Didih pada Sampel Susu
24