VETERINER
Oleh :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA
Kualita Susu. Laporan ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini.
Terlepas dari semua itu, harapan kami semoga laporan ini dapat menambah
memperbaiki bentuk maupun menambah isi laporan ini agar menjadi lebih baik lagi,
karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
I. PENDAHULUAN
Susu merupakan bahan pangan dengan nilai gizi tinggi yang mengandung
protein, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral (Claeys et al., 2014). Susu
merupakan bahan makanan mengandung protein yang dibutuhkan oleh tubuh. Susu
merupakan salah satu pangan asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi
seperti protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin lainnya (Suwito dan Andriani,
2012).
Susu memiliki kandungan gizi yang tinggi dan merupakan bahan makanan
sempurna, karena mengandung hampir semua zat gizi yang diperlukan tubuh
manusia dalam jumlah yang cukup dan seimbang, yaitu 1 bagian karbohidrat, 17
asam lemak, 11 asam amino, 16 vitamin, dan 21 mineral (Dinas Peternakan Provinsi
Jawa Barat 2003). Susu merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan
bakteri dan dapat menjadi sarana bagi penyebaran bakteri yang membahayakan
kesehatan manusia. Karena itu, susu akan mudah tercemar karena tidak
memperhatikan aspek kebersihan (Balia et al., 2008). Karena itu, upaya memenuhi
ketersediaan susu harus disertai dengan peningkatan kualitas dan keamanan produk
susu, karena seberapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan akan menjadi tidak
berarti bila bahan pangan tersebut berbahaya bagi kesehatan (Murdiantietal., 2004).
kesehatan manusia apabila terjadi kerusakan pada susu tersebut. Menurunnya mutu
atau kerusakan susu bisa saja disebabkan karena tercemarnya susu oleh
mikroorganisme atau benda asing lain seperti penambahan komponen lain yang
1
berlebihan gula, lemak nabati, pati dan lain-lain (Wicaksono, 2016). Selain itu yang
sehingga susu menjadi media pertumbuhan yang sangat baik bagi mikroba (Miller
et al., 2007). Kualitas fisik dan kimia susu sapi segar dipengaruhi oleh bangsa sapi
berikut
1.3 Tujuan
pemeriksaan
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu
Susu merupakan salah satu pangan asal ternak yang memiliki kandungan
gizi yang tinggi seperti protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin lainnya
(Suwito dan Andriani, 2012). Kandungan protein, glukosa, lipida, mineral dan
vitamin yang cukup tinggi pada susu maka bakteri mudah tumbuh dan
berkembang.Penyusun utama susu adalah air (87,9 %), protein (3,5 %), lemak (3,5-
Komponen air susu dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya jenis ternak
dan keturunannya, infeksi atau peradangan pada ambing, nutrisi, lingkungan, dan
prosedur pemerahan susu. Syarat susu sapi perah yang baik adalah susu yang
bersih dan mempunyai cita rasa yang baik. Susu akan terkontaminasi dengan
bakteri langsung setelah pemerahan susu dan jumlah bakteri akan semakin
meningkat pada jalur distibusi susu yang lebih panjang (Millogo, 2010).
karena adanya mikroorganisme patogen yang cukup besar (Cahyono et al., 2013).
Faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas susu adalah faktor fisiologis dan
kebuntingan, interval beranak dan umur. Produksi susu semakin meningkat 4 dari
awal bulan laktasi sampai dengan bulan laktasi ke 4, mengalami penurunan pada
3
laktasi selanjutnya dan akhirnya mengalami dry periode (masa kering) selama 2
bulan sebelum melahirkan anak lagi (Laryska dan Nurhajati, 2013). Faktor
(Mardalena, 2008)
penurunan kualitas susu dan memperpanjang massa simpan susu. Penanganan susu
konsumen. Susu memiliki nilai gizi yang tinggi dapat menyebabkan susu menjadi
media yang sangat cocok bagi mikroorganisme sehingga dalam waktu yang singkat
susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak ditangani dengan benar (Zakaria et
al., 2013).
dari pemerahnya dan ambing sapi. Secara normal dalam saluran ambing sapi
Kualitas susu dapat dilihat dari susunan dan keadaan pada susu. Penilaian
mutu dan produksi susu sering digunakan dengan tolak ukur pada uji kualitas susu
terhadap komposisi susu dan keadaan fisik susu (Nababan et al., 2015). Komposisi
4
pada susu terdiri dari air, lemak, protein, laktosa, mineral, dan vitamin yang dapat
dipengaruhi oleh konsumsi dan kualitas pakan sedangkan kualitas fisik dipengaruhi
oleh lingkungan dan manajemen pemeliharaan. Kualitas fisik pada susu dapat
dilakukan beberapa metode pengujian seperti uji didih, uji alkohol, dan uji derajat
asam. Susu yang sehat dan layak konsumsi dapat diketahui masih dalam kondisi
tidak pecah dan tidak menggumpal setelah melewati uji didih dan uji alkohol
(Dwitania dan Swacita, 2013). Kualitas susu juga dapat ditentukan berdasarkan
organoleptiknya seperti warna, rasa, dan aroma menggunakan panca indera (Disa
et al., 2017). Cemaran bakteri juga mempengaruhi kualitas susu yang dapat
Tabel 2.1 Standar Kualitas Susu Segar berdasarkan Uji Fisik, Organoleptik, dan
Cemaran Bakteri
Hasil negatif pada uji alkohol menandakan susu masih dalam keadaan
segar yang dapat diamati tidak adanya penggumpalan pada susu, sedangkan hasil
positif menandakan susu sudah tidak segar seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1 yang
diketahui dari menggumpal atau pecahnya susu. Susu menggumpal atau pecah
yang mengakibatkan penggumpalan susu dan kadar asam yang terkandung dalam
susu tinggi (Anindita dan Soyi, 2017). Kestabilan protein yang lemah dapat
disebabkan banyaknya bakteri yang ada di dalam susu terutama bakteri asam laktat
5
yang dapat mengubah laktosa susu menjadi asam laktat (Arjadi et al., 2017). Uji
penglihatan untuk melihat warna dan konsistensi susu, indera perasa untuk rasa
susu, serta indera penciuman untuk mencium aroma susu (Disa et al., 2017).
mikroba pada susu atau pencampuran susu dengan bahan lain (air, santan) sehingga
adanya kerusakan atau pencemaran susu yang tidak dapat dimanfaatkannya sebagai
pangan manusia yang menyehatkan (Anindita dan Soyi, 2017). Susu yang apabila
ditangani dengan baik maka akan menghasilkan susu yang berkualitas baik, daya
simpan lebih lama, dan kandungan gizi yang tinggi (Kurnia et al., 2018).
6
III. MATERI DAN METODE
3.1 Materi
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah Tabung reaksi, kertas
putih atau kapas, Erlenmeyer 500 ml, Corong, Beaker gllas, Kertas Penyaring, Api
Bunsen, Penjepit kayu, Gelas ukur 250 ml, Lactodensimeter, Termometer, Pipet
Steril 0,5 ml, pipet steril 20 ml, tabung reductase steril dengan penyumbat,
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Susu segar, Alkohol
70%, Larutan methyllen blue, Larutan peroksida (H2O2) 0,5%, Phenolphtalein 1%,
Aquadest, K-oksalat, NaOH 0,1, Formaldehid 40%, HCL pekat 2,5 ml, Resorcin
100 mg, Asam asetat glasial, Lugol, Buffer Pepton Water, Mc Conkey Brooth,
3.2 Metode
1. Indikator Warna
Cara Kerja
warna
Interpretasi
7
Susu akan berubah warna menjadi kebiruan apabila mengalami
menderita mastitis
2. Indikator Bau
Cara Kerja
3. Indikator Rasa
Cara Kerja
Interpretasi
seperti lobak oleh kuman E. coli, terasa seperti sabun oleh bakteri
4. Indikator Kekentalan
Cara Kerja
Interpretasi
8
Susu akan berlendir apabila terkontaminasi oleh kuman-kuman
Cara Kerja
Interpretasi
Cara Kerja
Cara Kerja
9
3.2.5 Uji Reduktase
Cara Kerja
Interpretasi:
Cara Kerja
gelembung udara
10
Tabung disumbat, pastikan susu pada ujung tabung,
diinkubasi 37°C
3.2.7 Lactoscan
Cara Kerja
1 menit (kadar lemak (%), protein (%), laktosa (%), solid non
fat (%), total solid (%), dan berat jenis dalam bentuk
kertascetakan.
Cara Kerja
memudahkan pembacaan)
11
benamkan serta dibiarkan timbul tenggelam sampai diam
27,5⁰𝐶
BJ = 27,5⁰𝐶 76 cm Hg = 1,027
Cara Kerja
100 (𝐵𝐽−1 )
%BK = 1,23 L + 2,71 𝐵𝐽
Cara Kerja
12
air (1:3) sebanyak 0,4 ml, dan Phenolphtalein 1% sebanyak
warna standar.
Penilaian
Cara Kerja
13
Interpretasi
Cara Kerja
ml HCL pekat
Penilaian
laktosa
laktosa
14
tutup cawan terlalu lebar untuk menghindari kkontaminasi
dihitung.
Cara Kerja
15
area pada setiap cawan petri untuk masing-masing tabung).
positing E.coli
benar-benar E. coli
16
Tryptone Water yang positif per pengenceran. Kemudian
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
1. Pemeriksaan Organoleptik
Gambar 4.1 Pemeriksaan warna susu Gambar 4.2 Pemeriksaan bau susu
18
2. Uji Kebersihan
Gambar 4.5 Uji kebersihan, tidak terdapat kotoran pada kertas saring
3. Uji Didih
4. Uji Alkohol
19
5. Uji Reduktase
Gambar 4.8 Uji reduktase ¼ jam Gambar 4.9 Uji Reduktase 1 jam
Gambar 4.10 Uji reduktase 2 jam Gambar 4.11 Uji reduktase 5 jam
20
6. Uji Katalase
Gambar 4.12 Uji Katalase, udara pada tabung katalase bernilai 2,5 cc
a. Uji Lactoscan
21
b. Penetetapan Berat Jenis (BJ)
Pada Terah : 20 ℃
26⁰𝐶
BJ = 20⁰𝐶 76 cm Hg = 1,027
27,5⁰𝐶
BJ = 76 cm Hg
20⁰𝐶
= 1,027-0,0003
=1,0273
27.5⁰𝐶
BJ = 27.5⁰𝐶 76 cm Hg
𝐵𝐽 𝑎𝑖𝑟 20⁰𝐶
= 1,0273 x BJ = 𝐵𝐽 𝑎𝑖𝑟 27,5⁰𝐶
0,998019
= 1,0273 x BJ = 0,996400
= 1,028
22
c. Penetapan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL)
Lemak : 2,59%
Rumus Fleischmann
𝟏𝟎𝟎 (𝑩𝑱−𝟏 )
%BK = 1,23 L + 2,71 𝑩𝑱
100 (1,028−1)
= 1,23 (2,59%) + 2,71 1,0028
= 7,41%
BKTL = BK – L
= 7,41% - 2,59%
= 4,82 %
Titrasi Blanko : 2 ml
Titrasi ke 2 : 2,4 ml
= 2,4 – 2
= 0,4
= 1,83 x 0,4
= 0,732%
= 1,63 x 0,4
= 0,652%
23
Gambar 4.15 Titrasi blanko (2 ml) Gambar 4.16 Titrasi ke 2 (2,4 ml)
a. Uji Lugol
b. Uji Conradi
24
4.1.4 Pemeriksaan Mikrobiologis
Tabel 4.5 Hasil isolasi bakteri coliform pada media Mac Conkey Broth
Sampel Pengenceran Pengenceran Pengenceran
103 104 105
Positif 5 5 5
25
Gambar 4.20 Hasil isolasi bakteri coliform Gambar 4.21 Hasil Uji Indol pada
media Mac Conkey
Broth
1. Indikator Warna
indikator warna susu adalah normal yaitu putih bersih kekuningan dan tidak
tembus cahaya. Hal ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia yang
kalsium kaseinat dan kalium fosfat dan bahan utama serta yang memberi
warna kekuningan pada susu adalah karoten dan riboflavin (Navyanti dan
dikonsumsi oleh ternak terutama pada ternak perah oleh karenanya harus
ada dalam pakan ternak perah. Jumlah karoten dalam susu tergantung dari
bangsa, spesies, individu, umur, masa laktasi dan jenis pakan yang
26
2. Indikator Bau
menunjukan bau susu normal, bau susu sebelum didihkan dan sesudah
didihkan yaitu bau khas susu. Hal ini sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia yang menyebutkan bau susu segar yaitu bau khas susu (SNI,
2011).
Aroma pada susu biasanya berbau khas pada ternaknya, lemak pada
berbau asam, tengik hingga berbau busuk. Faktor yang mempengaruhi bau
pada susu adalah jumlah pemberian pakan, jenis bahan pakan yang
2013). Susu memiliki rasa normal yaitu agak sedikit manis karena terdapat
laktosa pada susu menyebabkan susu terasa manis (Suhendar et al., 2015).
3. Indikator Rasa
menunjukan hasil normal, yaitu rasa susu yang manis dan gurih. Hal ini
Susu memiliki rasa normal yaitu agak sedikit manis karena terdapat
27
susu menyebabkan rasa susu menjadi terasa gurih, sedangkan kandungan
laktosa pada susu menyebabkan susu terasa manis (Suhendar et al., 2015).
4. Indikator Kekentalan
membasahi dinding dan busa yang terbentuk cepat menghilang, hal ini
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI, 2011) menurut SNI 3141-
kotoran pada kertas saring sehingga disimpulkan bahwa susunya bersih (Gambar
4.5).
kertas bisa juga dari kapas atau kain putih bersih. Susu disaring langsung kedalam
tabung elenmayer. Hal ini dilakukan untuk membersihkan susu dari benda asing
yang mungkin masuk pada saat pemerahan. Selain itu juga untuk mencegah
kontaminasi bakteri (Saleh, 2004). Peniliaian berupa ada atau tidaknya kotoran
yang tersangkut pada saringan, berupa bulu sapi, rumput dan benda kotoran lainnya.
Hasil uji didih yang telah diperoleh negative ditandai dengan tidak adanya
gumpalan susu yang melekat pada dinding tabung reaksi (Gambar 4.6), hal ini
dikarenakan susu masih dalam keadaan homogen. Hal yang paling utama
28
menyebabkan bahwa susu yang mempunyai hasil uji negatif pada uji didih adalah
karena derajat asamnya masih dalam rentang normal. Susu masih dalam kondisi
yang baik dikarenakan kemasan susu yang digunakan masih dalam keadaan rapat
Swacita, 2013). Selain higiene dan sanitasi yang baik pada saat pemerahan maupun
pasca pemerahan hal ini juga didukung dengan penerapan aspek teknis
Jika susu memiliki kualitas yang tidak bagus susu akan pecah pada proses uji didih,
pada kasein ini akan mengakibatkan pecahnya susu. Apabila susu dalam keadaan
baik, maka hasil yang didapat dari uji didih adalah susu masih dalam keadaan
Hasil uji alkohol menunjukan hasil negatif yang ditandai dengan tidak
adanya gumpalan susu yang melekat pada dinding tabung reaksi. Konsistensi
susu encer dan tidak menggumpal (Gambar 4.7). Hasil positif atau terjadinya
koagulasi maka susu ditolak untuk diproses lebih lanjut atau tidak layak untuk
dipasarkan. Pada hasil sampel susu praktikum susu masih layak untuk diproses
lebih lanjut. Hal ini sesuai dengan SNI 01-3141-1998 parameter susu segar dengan
uji alcohol 70% hasil pengujiannya harus negative. Ini berarti saat dilakukan
pengujian protein susu tidak berkoagulasi ketika ditambah alkohol sehingga susu
tidak terjadi penggumpalan atau pecahnya susu yang berarti susu masih dalam
29
keadaan baik dan belum mengalami kerusakan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Aritonang (2009) yang menyatakan susu yang rusak akan bercampur dengan
alkohol yang berdaya dehidrasi sehingga protein akan berkoagulasi. Susu yang
dihasilkan telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (2011) yaitu susu yang baik
diantaranya adalah jika dilakukan uji alkohol hasilnya adalah negatif. Suardana dan
Swacita (2004) menyatakan jika pada dinding tabung reaksi adanya butiran susu
yang melekat maka uji alkohol dinyatakan positif, jika tidak terdapatnya butiran
Hasil uji reduktase pada tabel 4.2 menunjukan waktu reduktase lebih dari
5 jam untuk susu berubah menjadi warna putih keseluruha. Mengacu pada pada
Standar Nasional Indonesia (2011) tentang syarat mutu susu segar waktu reduktase
adalah 2-5 jam. Berdasarkan standar tersebut, susu yang diperiksa merupakan susu
yang berkualitas cukup baik. Hal ini sejalan menurut Hadiwiyoto (1994),
menunjukkan bahwa susu dengan waktu lama warna biru hilang menjadi warna
putih selama 7 jam susu berkualitas cukup baik dengan perkiraan jumlah bakteri
bahwa bahwa nilai uji reduktase pemerahan pagi dan sore hari mendapatkan hasil
yang sama yakni 2-5 jam. Lamanya waktu menunjukkan sedikit banyaknya
mikroba yang terdapat didalam susu maka semakin banyak senyawa pereduksi yang
terdapat di dalam susu maka semakin banyak senyawa pereduksi yang dihasilkan
30
mikroba untuk mengubah warna methylene blue menjadi putih sehingga waktu
perubahan warna menjadi lebih cepat. Semakin cepat terjadinya perubahan warna
biru menjadi warna putih maka semakin tinggi jumlah bakteri didalam susu
semakin cepat waktu (<2 jam) yang dibutuhkan untuk menetralkan warna biru,
Hasil uji Katalase menunjukan angka 2,5 cc. Mengacu pada Standar
Nasional Indonesia (2011) tentang syarat mutu susu segar, angka katalase minimum
yang dapat diedarkan di pasar adalah 3 cc. Berdasarkan standar tersebut susu yang
bakteri yang terkandung dalam air susu. Faktor yang berpengaruh terhadap angka
katalase susu adalah susu dan waktu yang terkait dengan kecepatan pertumbuhan
bakteri dalam susu (Sari , 2013) Semakin tinggi kandungan air susu, angka katalase
yag terbentuk semakin tinggi, demikian sebaliknya semakin rendah jumlah bakteri
angka katalase semakin rendah (Saragih, 2013). Susu selama penyimpanan, bakteri
yagn ada didalamnya dapat membentuk enzim katalase sehingga semakin cepat
proses reduksi hidrogen peroksida menjadi air dan membebaskan gas oksigen
31
4.3 Pemeriksaan Susunan Susu
menunjukan kadar lemak 2,59%, Kadar Laktosa 3,64%, Kadar Air 22,30%, dan
Titik Beku 0,40℃. Mengacu pada Standar Nasional Indonesia (2011) tentang
syarat mutu susu segar kadar Lemak minimum adalah 3,0 %, Kadar laktosa sebesar
3,7-4,0%, kadar air susu 88-90% dan Titik Beku -0,520℃ - -5,60℃. Berdasarkan
standar tersebut maka susu yang diperiksa sudah mengalami penurunan kualitas.
yang ada di dalam kelenjar mammae hingga susu menjadi rusak. Selanjutnya
bentuk peningkatan sel di dalam kelenjar susu. Oleh karena adanya radang maka
penurunan, termasuk adanya penurunan kadar lemak susu (Subronto, 1995). Sesuai
lambatnya sintesis lemak sehingga konsentrasi lemak turun dan juga berkurangnya
produksi susu. Mirdhayati et al. (2008) mengatakan bahwa kadar lemak susu segar
dipengaruhi oleh pakan karena sebagian besar dari komponen susu disintesis dalam
ambing dari substrat sederhana yang berasal dari pakan. Zurriyati et al. (2011), jenis
pakan yang diberikan pada sapi juga berepengaruh terhadap tinggi rendahnya
kandungan lemak dalam susu yang dihasilkan. Pakan hijauan merupakan sumber
serat, semakin banyak produksi asetat, semakin banyak sintesis asam lemak yang
32
Tinggi rendahnya laktosa susu dipengaruhi oleh konsumsi pakan, pakan
yang mengandung asam propionat (C3) yang tinggi dapat meningkatkan kadar
laktosa dalam susu karena asam propionat diubah menjadi glukosa dan glukosa
merupakan prekusor utama pembentuk laktosa susu. Selain itu kadar laktosa susu
dipengaruhi oleh asam amino bebas yang berasal dari suplementasi natrium
laktosa susu. Hal ini disebabkan natrium bikarbonat mampu memenuhi suplai asam
amino di dalam sel sekretori untuk proses sintesis laktosa susu. Hal ini sesuai
proses sintesa laktosa dalam ambing, galaktosa dan glukosa dibentuk menjadi
Kadar air merupakan salah satu bagian komponen penyusun dari susu.
Susu yang dihasilkan dari seekor ternak pada umumnya relatif sama untuk
komposisinya, namun nilai nutrient yang berbeda. Penyusun susu terdiri atas air
dan bahan kering (Sigit dkk., 2021). Komposisi air di dalam susu memberikan
kontribusi yang besar bila dibandingkan dengan komponen bahan kering. Total
produksi susu yang dihasilkan dari seekor ternak dipengaruhi oleh jumlah
kandungan air yang ada dalam susu. Selain itu, faktor lainya seperti jenis dan
jumlah pakan yang diberikan . Pakan berupa hijauan dan konsentrat sangat
mempengaruhi jumlah kadar air dan bahan kering susu. Semakin tinggi bahan
kering susu maka kadar air semakin rendah (Wiranti dkk., 2022). Kadar air susu
dapat pula disebabkan oleh jumlah air yang diminum. Menurut Parrakassi dkk.,
33
(1999) bahwa air selain dihasilkan dari pakan, dapat bersumber dari metabolik atau
proses metabolisme tubuh. Menurut (Dac dkk., 2018) konsumsi bahan kering untuk
ternak sapi perah sebesar 11,34-12,28% dari bobot badan 400 kg dan kebutuhan air
minum adlibitum. Hal lain yang menyebabkan perbedaan kadar air adalah periode
laktasi. Periode laktasi adalah masa dimana ternak khususnya sapi perah dapat
menghasilkan produksi susu. Bertambahnya umur ternak sapi perah maka jumlah
produksi menurun diikuti dengan komponen penyusunya yaitu air dan bahan
kering. Puncak produksi susu pada sapi perah Friesian Holstein terjadi pada laktasi
laktasi maka akan menyebabkan penurunan protein, lemak, dan laktosa yang
sehingga kadar air tinggi. Kadar bahan kering dan berat jenis dipengaruhi oleh
kadar air susu. Christi dkk (2018) bahwa berat jenis susu yang normal umumnya
Titik beku (freeze point) adalah bukan termasuk komponen nutrient yang
terkandung di dalam susu. Titik beku susu menggambarkan bahwa kondisi air yang
terdapat dalam susu akan membeku pada suhu rendah. Menurut Marwah dkk.,
(2010) bahwa jarak pemerahan akan mempengaruhi jumlah nilai dari komponen
susu seperti kualitas fisik dan kimia. TItik beku bagian dari karakteristik atau
kualitas kimia yang penting untuk diketahui dalam susu. Jika susu berada pada
kondisi suhu dibawah titik beku maka kandungan airnya akan membeku pada
bagian permukaanya kemudian pada sisi permukaan susu membeku dan bagian
tengahnya susu yang cair. Titik beku susu (milk freez point) lebih rendah jika
dibandingkan dengan titik beku air (water freeze point) (Legowo dkk., 2009). Titik
34
beku susu seluruh komponen zat nutrien seperti karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral (Zain, 2013). Titik beku susu dapat menurun kondisinya jika
terjadi penambahan garam (Na dan Cl). Komponen protein dan lemak yang tinggi
pada susu memberikan sedikit pengaruhnya terhadap titik bekunya. Selain itu,
mineral esensial dan non esensial serta karbohidrat susu berupa laktosa sedikit
memberikan dampak terhadap titik beku (Hidayat, 2013). Maka dari itu, titik beku
susu dalam keadaan stabil jika tidak terjadi penambahan zat sesuatu apapun
Indonesia (2011) tentang syarat mutu susu segar Berat Jenis minimum pada suhu
27,5℃ adalah 1,028. Berdasarkan standar ini susu tersebut dikatakan masih baik.
Berat jenis penting didalam menentukkan kualitas susu. Berat jenis susu
sangat dipengaruhi oleh bahan kering yang ada di dalamnya. Bahan kering susu
terdiri atas karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Nilai Berat jenis
dipengaruhi juga oleh ras atau bangsa, periode kelahiran, status fisiologis, pakan
dan waktu pemerahan (Suhendra dkk., 2020). Bangsa sapi perah Frisian Holstein
memiliki kualitas BJ terbaik bila dibandingkan dengan bangsa lainnya yaitu 1,026-
memberikan perbedaan nilai kadar berat jenis susu (Dewi dkk., 2016). Dilaporkan
pula oleh Widodo dkk., (2020) bahwa pemberian pakan yang berbeda akan
menghasilkan BJ yang berbeda pula. Selain itu, jarak pemerahan pagi dan sore
35
umumnya menghasilkan nutrient yang berbeda khususnya BJ hal ini karena waktu
sel alveoli untuk memproduksi susu sangats sedikit. Jumlah produksi susu yang
tinggi diikuti pula oleh kualitas nutrientnya. Tinggi atau rendahnya nilai berat jenis
dipengaruhi oleh komponen kadar lemak susu sebagai komposisi nutrient terbesar
dalam susu. Berat jenis susu tergantung dari kadar lemak dan bahan padat susu,
karena berat jenis lemak lebih rendah dibandingkan berat jenis air. Adanya gas
Mengacu pada Standar Nasional Indonesia (2011) tentang syarat mutu susu segar
kadar BKTL minimal adalah 8%, berdasarkarkan standar tersebut maka susu yang
Bahan Kering Tanpa Lemak (Solid Non Fat) adalah bahan kering selain
Kandungan BKTL susu bergantung pada laktosa dan protein di dalam susu.
Semakin tinggi kandungan protein dan laktosa dalam susu, maka dapat merubah
komponen lain seperti BKTL menjadi meningkat. Peningkatan kadar BKTL terjadi
karena kadar lemak tidak termasuk pada bagian tersebut sehingga total protein dan
36
komposisi susu (Brandano et al.,2004). Pendapat lain Marwah et al., (2010)
pemberian hijauan dapat mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Ternak sapi
perah yang sedang produksi susu tinggi apabila diberikan pakan dengan tinggi
seperti karbohidrat dan protein (Park et al., 2007). BKTL seperti laktosa
maka akan meningkatkatkan pula kadar laktosa yang akan mempengaruhi pula
terhadap nilai BKTL. Komponen BKTL dalam susu perlu diketahui serta dievaluasi
kadarnya hal ini digunakan untuk mengukur besar kecilnya komponen lain yang
pada Standar Nasional Indonesia (2011) tentang syarat mutu susu segar kadar
protein minimum adalah 2,7%. Berdasarkan standar tersebut maka susu yang
saja, tetapi mungkin lebih tergantung pada kualitas pakan, terutama kandungan
karbohidrat, karena kandungan pati yang tinggi dan ketersediaan jagung yang
ditambahkan pada pakan akan optimal untuk penyediaan energi yang tinggi untuk
kasar yang relatif tinggi sebesar 3,99% untuk sapi Friesian Holstein yang diberi
pakan di padang rumput dengan silase jagung. Patton dkk. (2006) mengamati
37
peningkatan hasil protein dengan pemberian pakan berenergi tinggi yang terdiri dari
jelas bahwa kandungan protein susu dapat dipengaruhi oleh pemberian karbohidrat
berkualitas tinggi.
Hasil pemeriksaan uji lugol susu berubah warna menjadi kuning yang
artinya tidak ada amilum (Negatif). Pengujian amilum dilakukan dalam suasana
asam, basa dan netral. Penambahan larutan iod 0,01 M pada air pada suasana basa
tidak terjadi perubahan warna karena iod tidak berikatan dengan amilum (Sherly,
2012).
karbohidrat pada uji iodin atau lugol, monosakarida dapat menghasilkan warna
yang khas. Hal ini disebabkan karena dalam larutan pati terdapat unit-unit glukosa
yang membentuk rantai heliks karena adanya ikatn dengan konfigurasu pada setiap
unit glukosnya. Bentuk ini menyebabkan pati dapat membentuk kompleks dengan
molekul iodium yang dapat masuk kke dalam spiralnya, sehingga menyebabkab
dalam susu. Dengan cara kerja, Susu sebanyak 25 ml dicampur dengan reagen
Resorcin 100 mg dan HCl pekat 2,5 ml. pada cawan porselen. Campuran tersebut
38
diaduk pelan di atas api selama 5 menit sampai mendidih. Penilaian positip
ditunjukkan dengan adanya warna merah muda di bagian tepi cawan. Sedangkan
jika berwarna kuning atau tidak ada perubahan maka penilaiannya negatip
(Siswanto, 2000). Karena pada penelitian ini tidak terjadi perubahan warna pada
susu maka sesuai dengan pernyataan diatas penilaiannya negatip. Artinya di dalam
Hasil pemeriksaan susu menujukan bahwa rata-rata total plate count (TPC)
adalah 1,7 x 105 CFU/ml. Mengacu pada Standar Nasioanal Indonesia tentang batas
cemaran maksimum mikroba yaitu 1 x 106 CFU/ml maka susu tersebut masih
menurunkan TPC dan sedimen susu. Selain itu peralatan pemerahan dibersihkan
sebelum dan sesudah pemerahan dengan menggunakan air dan sabun. Sabun
gelembung/ gas, yang diduga telah terjadi kontaminasi oleh bakteri coliform. Hasil
pengujian dengan metode Most Probable Number (MPN) adalah pada pengenceran
101 terdapat 5 tabung memiliki gas, pengenceran 102 terdapat 5 tabung dan
39
pengenceran 103 terdapat 5 tabung. Jika dilihat mengunakan tabel Mc Crady maka
tedapat volume 5 5 5 dengan hasil indeks ≥ 2400 MPN/100 ml. Mengacu pada
Standar Nasional Indonesia tentang batas maksimum cemaran Coliform pada susu
yaitu harus < 20 MPN/ml, maka susu tersebut tidak dapat dikonsumsi karena
positif coliform yaitu pada cawan petri yang diambil dari tabung pengenceran 103,
104 , dan 105 ditemukannya koloni berbentuk bulat hitam dan berwarna hijau
metalik, hal ini dapat dinyatakan sebagai hasil positif. Pernyataan ini sesuai dengan
Alang (2015) yang menyatakan bahwa EMBA merupakan media selektif untuk
terdapat bakteri Escherichia coli maka asam yang dihasilkan dari fermentasi laktosa
akan menghasilkan warna koloni yang spesifik untuk bakteri Escherichia coli yaitu
terdapat 3 tabung, 104 terdapat 1 tabung, 105 terdapat 1 tabung, jika dilihat
MPN/ 100 mL. Mengacu pada Standar Nasional Indonesia tentang cemaran E.coli
pada susu segar yaitu negative, maka susu tersebut dinyatakan tidak layak
40
Menurut Sartika et al. (2005) cemaran bakteri E. coli diperoleh dari feses
manusia dan feses hewan. Bakteri E. coli sendiri merupakan bakteri yang biasa
dari colon, tempat feses diproduksi. Jadi bakteri E. coli merupakan indikator adanya
41
V. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
penurunan kualitas.
terlebih dahulu.
5.2 Saran
1. Proses penyimpanan susu harus sesuai dengan kondisi yang telah ditentukan
2. Konsumsilah susu yang telah memiliki status kelayakan konsumsi dan telah
42
DAFTAR PUSTAKA
Balia, R. L., E. Harlia, dan D. Suryanto. 2008. Jumlah Bakteri Total dan Koliform
pada Susu Segar Peternakan Sapi Perah Rakyat dan Susu Pasteurisasi
Tanpa Kemasan di Pedagang Kaki Lima. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran. Bandung.
Brandano P, Rassu SPG, Lanzu A. 2004. Feeding dairy lambs. Di dalam: G Pulina
dan R Bencini, (eds). Dairy Sheep Nutrition. Wallingford: CABI.
Christi, R. F., & Rochana, A. (2018). Karakteristik Fisik Dan Kimia Susu Kambing
Perah Peranakan Ettawa Yang Diberi Konsentrat Fermentasi (Physical and
Chemical Characteristics of Ettawa Cross Breed Goat Milk Which Was
Given Fermented Concentrate). Janhus: Jurnal Ilmu Peternakan (Journal
of Animal Husbandry Science), 3(1), 37-42.
Christi, R.F. dan Rohayati, T. 2017. Kadar Protein, Laktosa, dan Bahan Kering
Tanpa Lemak Susu Kambing Peranakan Ettawa Yang Diberi Konsentrat
Terfermentasi. JANHUS: Jurnal Ilmu Peternakan Journal of Animal
Husbandry Science, 1(2), 19-27. Fakultas Pertanian Universitas Garut,
Garut.
DAC, N. A., Nurhajati, T., Estoepangestie, A. S., & Veteriner, M. (2018). Potensi
pemberian formula pakan konsentrat komersial terhadap konsumsi dan
kadar bahan kering tanpa lemak susu.
Dalley, D., Waugh, D., Griffin, A., Higham, C., de Ruiter, J., and Malcolm, B. 2020.
Productivity and environmental implications of fodder beets and maize
silage as a pasture supplement for late lactating dairy cows. New Zealand
Journal of Agricultural Research. 63: 145-164.
43
Diastari, I. G. A. F. & K. K. Agustina. (2013). Uji Organoleptik dan Tingkat
Keasaman Susu Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota
Denpasar. Indone-sia Medicus Veterinus, 2(4):453–460.
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2003. Standar Susu Segar. Kegiatan
Standarisasi dan Penerapan Sistem Jaminan Mutu Produk Peternakan.
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Bandung.
Gustiani, E. (2009). Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak
(daging dan susu) mulai dari peternakan sampai dihidangkan. Jurnal
Litbang Pertanian, 28(3), 96-100.
Hadiwiyoto, S. 1983. Teknik Uji Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Teori dan
Praktek. Liberty Yogyakarta Hal. 55-76.
Hidayat, I. R. (2013). Total Bakteri Asam Laktat, Nilai pH, dan Sifat Organoleptik
Drink Yoghurt dari Susu Sapi yang Diperkaya Ekstrak Buah Mangga.
Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro, Semarang.
Magan, J. B. et al. 2021. Compositional and functional properties of milk and dairy
products derived from cows fed pasture or concentrate-based diets’,
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 20(3): 2769–
2800.
44
Marwah, M.P., Suranindyah, Y., Murti T.W. 2010. Produksi dan Komposisi Susu
Kambing Peranakan Ettawa Yang Diberi Suplemen Daun Katu (Sauropus
androgynus (L.) Merr) Pada Awal Masa Laktasi. Buletin Peternakan Vol.
34(2): 94-102, Juni 2010. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Miller, G.d., J.K. Jarvis, and L. D. McBean. 2007. Handbook of Dairy Fods and
Nutrition/National Dairy Council. Third Edition. CRC Press. New York.
Mirdhayati, I., J. Handoko & K. U. Putra. (2008). Mutu Susu Segar di UPT
Ruminansia Besar Dinas Peternakan Kabupaten Kampar Provinsi Riau.
Jumal Peternakan, 5(1):14–21.
Rosartio, R., Suranindyah, Y., Bintara, S., Ismaya. 2015. Produksi dan komposisi
susu kambing peranakan ettawa di dataran tinggi dan dataran rendah
daerah istimewa yogyakarta. Buletin Peternakan Vol. 39 (3): 180-188.
Saragih CI, Suada IK, Sampurna IP. 2013. Ketahanan Susu Kuda Sumbawa
Ditinjau dari Waktu Reduktase, Angka Katalase, Berat Jenis, dan Uji
Kekentalan. J Veteriner 2(5) : 553 – 561.
Sari M, Swacita IBN, Agustina KK. 2013. Kualitas Susu Kambing Peranakan
Etawah PostThawing Ditinjau dari Waktu Reduktase dan Angka Katalase.
J Veteriner 2(2) : 202- 207.
45
Sigit, M., Putri, W. R., & Pratama, J. W. A. (2021). Perbandingan Kadar Lemak,
Protein Dan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) Pada Susu Sapi Segar
Di Kota Kediri Dan Kabupaten Kediri. Jurnal Ilmiah Fillia Cendekia, 6(1),
31-35.
Standar Nasional Indonesia (SNI) Susu Segar. 2011. Badan Standarisasi Nasional-
BSN. Jakarta.
Subronto. 1995. Ilmu penyakit ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suhendra, D., Nugraha, W. T., Nugraheni, Y. L., & Hartati, L. (2020). Korelasi
kadar lemak dan laktosa dengan berat jenis susu sapi friesian holstein di
kecamatan Ngablak kabupaten Magelang. Agrinimal Jurnal Ilmu Ternak
Dan Tanaman, 8(2), 88-91.
Suwito, W dan Andriani. 2012. Teknologi penanganan susu yang baik dengan
mencermati profil mikroba susu sapi diberbagai daerah. J. Pascapanen9
(1): 35-- 44.
Vidyanto, T., Sudjatmogo, S., & Sayuthi, S. M. (2016). Tampilan Produksi, Berat
Jenis, Kandungan Laktosa dan Air Pada Susu Sapi Perah Akibat Interval
Pemerahan yang Berbeda. Animal Agriculture Journal, 4(2), 200-203.
Widiyanti., Ni, L. P., dan Ristiati, N.P.2004. Analisis Kualitatif pada Depo Air
Minum Isi Ulang di Kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 3
No. 1, April 2004
Widodo, H. S., Astuti, T. Y., & Soediarto, P. (2020). Perbandingan Dampak
Laktosa dan Mineral Terhadap Berat Jenis Susu Sapi dan Kambing di
Kabupaten Banyumas. Prosiding, 9(1).
Wiranti, N., Wanniatie, V., Husni, A., & Qisthon, A. (2022). Kualitas Susu Segar
pada Pemerahan Pagi dan Sore. Jurnal Riset Dan Inovasi Peternakan
(Journal of Research and Innovation of Animals), 6(2), 123-128.
46
Zain, W.N.H. (2013). Kualitas Susu Kambing Segar di Peternakan Umban Sari dan
Alam Raya kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan. 10 : 24-30.
47