Oleh
MAWAR ZHAHARA
NIM : 1915401103
1
PENERAPAN TEKNIK PIJAT OKSITOSIN SEBAGAI UPAYA
MEMPERLANCAR PENGELUARAN ASI PADA
IBU POSTPARTUM
Laporan Tugas Akhir Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Tugas Akhir
Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Studi DIII Kebidanan
Tanjungkarang Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang
Oleh
MAWAR ZHAHARA
NIM : 1915401103
2
HALAMAN PERSETUJUAN
Penulis
Mawar Zhahara / NIM: 1915401103
Telah Diperiksa Dan Disetujui Tim Pembimbing Laporan Tugas Akhir Program
Diploma III Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Jurusan Kebidanan.
Bandar lampung,
KATA PENGANTAR
3
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
berbagai kemudahan, petunjuk serta karunia yang tak terhingga sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “PENERAPAN PIJAT
OKSITOSIN SEBAGAI UPAYA MEMPERLANCAR PENGELUARAN ASI
PADA IBU PASTPARTUM”.
Laporan tugas akhir ini penulis susun untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh drajat Ahli Madya Kebidanan di Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang. Dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir
ini penulis telah mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Warjidin Aliyanto,SKM.,M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Tanjung Karang.
2. DR. Sudarmi, S.Pd.,M.Kes, selaku Ketua Jurusan Politeknik Kesehatan
Tanjung Karang.
3. Nelly Indrasari,SSiT.,M.Kes, selaku Ketua Program Studi DIII Kebidanan
Politeknik Kesehatan Tanjung Karang.
4. Nelly Indrasari,SSiT.,M.Kes selaku pembimbing I, yang telah memberikan
bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis, sehingga Laporan Tugas
Akhir ini dapat terwujud.
5. Ika Fitria Elmeida,SSiT.,M.Keb selaku pembimbing II, yang telah
memberikan bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis, sehingga
Laporan Tugas Akhir ini dapat terwujud.
6. Mugiati, SKM, M.Kes, selaku ketua Penguji yang telah memberikan
masukan, arahan serta motivasi kepada penulis dalam penulisan Laporan
Tugas Akhir ini.
7. Orang tuaku tercinta yang telah memberikan dukungan baik moril maupun
materiil, serta kasih sayang yang tiada terkira dalam setiap langkah kaki
penulis.
Penulis sadar sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan LTA ini. Untuk itu kepada pembimbing dan penguji penulis memohon
4
bimbingan dan saran yang membangun dalam demi perbaikan Laporan Tugas
Akhir ini.
Semoga Allah Yang Maha Esa memberikan pahala dan pahala atas semua
amal baik yang telah di berikan. Dan semoga Laporan Tugas Akhir ini berguna
bagi semua pihak yang memanfaatkannya.
Penulis
DAFTAR ISI
5
HALAMAN SAMPUL LUAR
HALAMAN SAMPUL DALAM............................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL.................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................3
C. Tujuan
1. Tujuan Umum........................................................................................3
2. Tujuan khusus........................................................................................3
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis.....................................................................................4
2. Manfaat Aplikatif.................................................................................. 4
E. Ruang Lingkup.............................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
6
Tabel 1 Jadwal kegiatan (matriks kegiatan)..........................................................38
DAFTAR GAMBAR
7
Gambar 2.1 Anatomi payudara..............................................................................16
Gambar 2.2 Sintesis ASI........................................................................................17
Gambar 2.3. Kontrol neurondokrin........................................................................19
Gambar 2.4. Kontrol autokrin................................................................................20
Gambar 2.5 Pelekatan bayi....................................................................................24
Gambar 2.6 Pelekatan bayi....................................................................................25
Gambar2.7. Posisi menyusui..................................................................................26
Gambar 2.8 Pijat Oksitosin....................................................................................29
DAFTAR LAMPIRAN
8
Lampiran 1 Lembar informconsent
Lampiran 2 SOP Pijat Oksitosin
Lampiran 3 Lembar observasi
Lampiran 4 Lembar Penilaian Produksi ASI
Lampiran 5 Lembar kontrol
Lampiran 6 Dokumentasi
BAB I
PENDAHULUAN
9
A. Latar Belakang
Air susu ibu yang selanjutnya di singkat ASI adalah cairan hasil sekresi
kelenjar payudara ibu. Air susu ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI
Eksklusif adalah asi yang diberikan kepada Bayi sejak di lahirkan selama 6
(enam) bulan, tanpa menambahkan dan/ atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain (PP RI No. 33/2012: I: (1,2)).
Pada tahun 2020 World Healt Organization (WHO) kembali
memaparkan data berupa angka pemberian ASI eksklusif secara global,
walaupun telah ada peningkatan, namun angka ini tidak meningkat cukup
signifikan, yaitu sekitar 44% bayi usia 0-6 bulan di seluruh dunia yang
mendapatkan ASI eksklusif selama periode 2015-2020 dari 50% target
pemberian ASI eksklusif menurut WHO. Menurut WHO Tahun 2020 Masih
rendahnya pemberian ASI eksklusif akan berdampak pada kualitas dan daya
hidup generasi penerus. Berdasarkan data dari profil kesehatan Indonesia
tahun 2019, cakupan presentasi bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di
Indonesia adalah sebesar 67,74% (Profil Kesehatan Indonesia 2019).
Berdasarkan Riskerdas 2020 Persentase bayi kurang dari 6 bulan
mendapatkan ASI eksklusif di Indonesia tercapai 66,1% dari target 40%,
sedangkan untuk pencapaian di wilayah , Provinsi Lampung 70,1% lebih
rendah di bandingkan provinsi Bengkulu sebesar 73,2% dan Nusa Tenggara
Timur yaitu 74,5%. Pencapaian asi ekslusif tertinggi di capai oleh provinsi
Nusa Tenggara Barat 87,3% (Kemenkes RI, 2021).
Terlihat bahwa pencapaian target menyusui di provinsi Lampung masih
cukup tertinggal dari provinsi lainnya, berdasarkan hasil Riskerdas 2018
mengungkapkan bahwa alasan utama anak 0-23 bulan belum/tidak pernah di
susui adalah karena ASI tidak keluar (65,7%). Sehingga 33% bayi yang
berumur 0-5 bulan telah di berikan makanan dengan jenis terbanyak ialah susu
formula (84,5%) (Kemenkes RI 2019).
Walaupun terlihat di tahun 2020 pencapian target ASI eksklusif
meningkat, sebenarnya Indonesia mengalami hambatan dalam
10
perealisasiannya akibat faktor dari Era Covid 2019 yang melanda dunia,
dimana ibu mengalami pembantasan dalam pelayanan kesehatan maupun
konseling yang menyebabkan ibu sulit mengatasi masalah menyusui salah
satunya saat Asi tidak keluar (Kemenkes RI 2020).
Dampak yang terjadi jika bayi tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu
bayi yang tidak mendapatkan ASI atau mendapatkan ASI tidak eksklusif
memiliki resiko kematian karena diare 3,94% kali lebih besar di bandingkan
dengan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif. Selain itu bayi yang tidak
memperoleh dan tidak mendapatkan makanan yang bergizi tinggi serta
berkualitas dapat menyebabkan bayi mudah mengalami sakit yang
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan kecerdasannya terhambat
(Astuti dkk, 2015: 153).
Menurut WHO 2020 Masih rendahnya pemberian ASI eksklusif akan
berdampak pada kualitas dan daya hidup generasi penerus. Secara global pada
tahun 2019, 144 juta balita diperkirakan stunting, 47 juta di perkirakan kurus
dan 38,3 juta mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Kelancarann
pengeluaran ASI di pengruhi oleh beberapa faktor, salah satunya faktor
psikologis yaitu kecemasan. Pada umumnya ibu pasca persalinan sering
mengalami kelelahan dan perubahan mood seperti kecemasan, cemas terhadap
dirinya dan terhadap bayinya (Zulfikar, dkk, 2019).
Adanya ketakutan ibu yang tidak memiliki cukup ASI,putting rata,
payudara bengkak abses pada payudara, putting lecet atau pecah-pecah . Rasa
sakit ini akan membuat ibu menjadi stress . Pengeluaran ASI dapat di percepat
dengan tindakan non farmakologi yaitu melalui pijat oksitosin yang dapat
dilakukan dengan cara memijat area disekitar punggung untuk merngsang
pengeluaran asi (Kholisotin, dkk, 2019).
Dari uraian data dan teori yang di jelaskan pada latar belakang di atas
penulis memutuskan untuk melakukan peningkatan edukasi serta penerapan
dari teknik pijat oksitoksin pada ibu postpartum sebagai upaya untuk
membantu memperlancar pengeluaran ASI demi meningkatkan kembali
pemenuhan ASI eksklusif di Indonesia terkhusunya wilaya Provinsi Lampung.
11
Sesuai dengan hal tersebut filosofi bidan sebagai seorang sahabat wanita,
yang memberikan edukasi serta pendampingan dalam setiap permasalahan
yang berhubungan dengan kesehatan ibu maupun anak, terutama mencegah
terjadinya kegagalan pemenuhan ASI Eksklusif yang di sebabkan pengeluaran
asi yang tidak lancar dengan melakukn penerapan pijat oksitoksin, di harapkan
dapat membantu dalam menangani masalah pengeluaran ASI sehingga
kebutuhan ASI Eksklusif bagi anak terpenuhi dan ibu terhindar dari berbagai
masalah yang timbul akibat aliran ASI yang tidak ancar.
B. Rumusan Masalah
Masih adanya ibu yang mengalami gangguan kelancaran pengeluaran
ASI dan belum mengetahui bagaimana cara penanganannya terutama
penanganan secara non farmakologi serta dampak bagi ibu dan bayi akibat
dari gangguan kelancaran pengeluaran ASI. Berdasarkan permasalah tersebut
dapat di rumuskan permaslahan sebagai berikut : “Apakah Penerapan Teknik
Pijat Oksitoksin Dapat Memperlancar Pengeluaran ASI?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan kebidanan terhadap ibu postpartum dengan
melakukan penerapan teknik pijat oksitosin untuk memperlancar
pengeluaran ASI dengan menggunakan pendekatan Manajement
Kebidanan Varney dan didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
2. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian asuhan kebbidanan pada ibu postpartum untuk
meningkatkan pengeluaran ASI dengan teknik pijat oksitoksin
2. Melakukan interpretasi data dasar asuhan kebidanan pada ibu nifas
dengan pengeluaran ASI sedikit
3. Merumukan diagnosa potensial yang terjadi berdasarkan masalah yang
diidentifiksasikan apabila asi yang keluar tidak lancer atau sedikit.
4. Menetapkan tindakan segera untuk membantu pengeluaran ASI yang
tidak lancar.
12
5. Merencanakan asuhan kebidanan dengan tepat berdasarkan masalah
pasien meningkatkan pengeluaran ASI dengan teknik pijat oksitoksin
6. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai masalah pasien dengan
meningkatkan pengeluaran ASI menggunakan teknik pijat oksitosin.
7. Melakukan evaluasi asuhan kebidanan untuk meningkatkan
pengeluaran ASI dengan teknik pijat oksitosin
8. Melakukan pendokumentasian asuhan kebidanan dengan SOAP
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan antara teori yang
didapat dengan praktik langsung dilapangan dalam memahami
pelaksanaan Asuhan Kebidanan pada ibu postpartum terhadap upaya
memperlancar pengeluaran ASI menggunakan teknik pijat Oksitoksin dan
menambah wawasan.
2. Manfaat aplikatif
a. Bagi Institusi Pendidikan DIII Kebidanan Poltekkes TJK
Sebagai metode peningkatan skill bagi mahasiswi dalam
melaksanakan tugasnya dalam menyusun Laporan Tugas Akhir, serta
meningkatkan wawasan tentang asuahan pada ibu post partum
terutama pada teknik pijat oksitosin untuk memperlancar pengeluaran
ASI.
b. Bagi Lahan Praktik
Sebagai bahan masukan agar dapat meningkatkan Mutu Pelayanan
Kebidanan melalui penerapan teknik Pijat oksitosin terhadap ibu yang
mengalami masalah pengeluaran ASI yang tidak lancar.
c. Bagi penulis lain
Sebagai perbandingan atau referensi dalam menyusun Laporan
Tugas Akhir, agar dapat dijadikan pelajaran untuk kedepannya agar
lebih baik lagi.
d. Bagi klien
13
Diharapkan agar dapat menambah pengetahuan dan dapat
bermanfaat bagi keluarga pasien
E. Ruang Lingkup
Sasaran asuhan kebidanan ditujukan kepada Ny… usia…P..A..
dengan….Bertempat PMB Jlly Punnica mengenai Asuhan kebidanan
dilakukan pada bulan Februari-Maret.
BAB II
14
TINJAUAN PUSTAKA
15
Pada periode ini tetap melakukan asuhan dan pemeriksaan sehari-hari
serta konseling perencanaan KB.
4) Remote Pureperineum
Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat terutama bila
selama hamil atau bersalin memiliki penyulit atau komplikasi (Dwi
wahyuni, 2018:5).
c. Kebutuhan ibu Nifas
Pada masa pasca persalinan, seorang ibu memerlukan :
1) Informasi dan konseling tentang :
a) Perawatan bayi dan pemberian ASI
b) Apa yang terjadi termasuk gejala adanya masalah yang mungkin
timbul
c) Kesehatan pribadi, higieb, dan masa penyembuhan
d) Kehidupan seksual
e) Kontrasepsi
f) Nutrisi
2) Dukungan dari
a) Petugas kesehatan
b) Kondisi emosional dan psikologi suami serta keluarga
3) Pelayanan kesehatan untuk kecurigaan dan minculnya tanda terjadinya
komplikasi (Prawirohardjo, 2016:356).
Ibu yang memberikan ASI secara dini lebih sedikit akan mengalami
masalah dengan menyusui. Bagaiman cara mendukung dan memicu
pemberian ASI di jelaskan dalam WHO/UNICEF Joint Statement
“promoting, Protecting, and Supporting Breastfeeding – the special role
of the maternity services” yang kemudian disimpulkan dalam 10 langkah
menyusui (Ten Steps to Successful Breast-Feeding ) yang kemudian
menjadi dasar The Baby Freandly Hospital Initiative (BFHI)
(Prawirohardjo, 2016:356).
2. ASI
a. Pengertian
16
ASI (Air Susu Ibu) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan
protein, laktosa dan garam garam anorganik yang di sekresikan oleh
kelenjar mammae ibu, dan berguna sebagai makanan bayi. Asi Eksklusif
menurut WHO adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan
tampa tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI dapat di berikan
sampai bayi berusia 2 tahun (Maryunani, 2012:40).
b. Macam-macam ASI
1) Kolustrum
Kolustrum di produksi sejak kira-kira minggu ke-16 kehamilan
(laktogenesis I) dan siap untuk menyongsong kelahiran. Kolustrum ini
berkembang menjadi ASI yang matang atau matur pada sekitar tiga
atau empat hari setelah persalinan. Kolustrum merupakan suatu cairan
kental berwarna kuning yang sangat pekat, tetapi terdapat dalam
volume yang kecil pada hari hari awal kelahiran, dan merupakan
nutrisi yang paling ideal bagi bayi. Volume kolustrum yang sedikit ini
memfasilitasi koordinasi pengisapan, menelan dan bernaps pada saat
yang beramaan pada hari-hari awal kehidupan ( Dwi wahyuni,
2018:133).
Bayi yang baru lahir mempunyai ginjal yang belum sempurna dan
hanya sanggu menyaring cairan dengan volume kecil. Kolustrum juga
mempunyai manfaat membersihkan yang membantu membersihkan
perut dari mekoneum, yang mempunyai konsentrasi empedu yang
tinggi, sehingga akan mengurangi kemungkinan terjadinya ikterus.
Kolostrum berisi antibodi serta zat-zat anti infeksi seperti Ig A,
lisosom, laktoferin,dan sel-sel darah putih dalam konsentrasi tinggi di
bandingkan ASI biasa. Kolustrum juga kaya akan faktor-faktor
pertumbuhan serta vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, khususnya
vitamin A ( Dwi wahyuni, 2018:133).
17
2) ASI tansis ( transitional milk)
ASI ini adalah susu yang di produksi dalam 2 minggu awal
(laktogenesis II) volume susu secara bertahap bertambah, konsentrasi
imunoglobin menerun, dan terjadi penambahan unsur yang
menghasilkan panas (calorific content), lemak, dan laktosa ( Dwi
wahyuni, 2018:134).
3) ASI mature (mature milk)
Kandungan ASI matur dapat bervariasi di antara waktu menyusu. Pada
awal menyusui, susu ini kaya akan protein, laktosa dan air (foremilk),
dan ketika penyusuan berlanjut, kadar lemak secara bertahap
bertambah sementara volume susu berkurang (hindmilk) (Dwi
wahyuni, 2018:134).
Komposisi foremilk (ASI permulaan) berbeda dengan Hindmilk
(ASI paling akhir). ASI matur tidak menggumpal jika di
panaskan,volume ASI matur 300-850 ml/24 jam. Terdapat
antimikrobakterial faktor, yaitu:
a) Antibody terhadap bakteri dan virus
b) Sel ( fagosile, granulosil, makrofag, limfosil, tipe-T)
c) Enzim ( lisozim, lactoperoxidese)
d) Protein ( laktoferin, B12 ginding protein)
e) Faktor resisten terhadap staphylococcus
f) Compelement (C3 dan C4) ( Marynani 44)
(Dwi wahyuni, 2018:134).
c. Kandungan ASI
ASI mengandung banyak unsur atau zat yang memenuhi kebutuhan bayi
dan ASI tidak dapat di gunakan dengan susu buatan meskipun sudah ada
kemajuan teknologi. Maka ASI sering di sebut cairan kehidupan (living
fluid). ASI mengandung, lemak, protein, karbohidrat, elektrolit, mineral,
serta immunoglobulin. Kira-kira 80%dari volume ASI adalah kandungan
air, sehingga bayi tidak membutuhkan minuman tambahan meskipun
dalam kondisi panas (Dwi wahyuni, 2018:135).
18
1) Lemak
Lemak merupakan sumber energi utama dan menghasilkan kira-kira
setengah dari total seluruh kalori ASI. Lipid terutama terdiri dari butiran-
butiran trigleserid, yang mudah di cerna, dan yang merupakan 98% dari
seluruh lemak ASI. ASI terdiri asam lemak tak jenuh rantai panjang yang
membantu perkembangan otak dan mata, serta saraf dan sistem vaskuler.
Tetapi lemak yang terdapat dalam ASI bervariasi sepanjang menyusui, dan
akan bertambah bila payudara kosong. Payudara penuh diasosiasikan
dengan jumlah minuman lemak dalam susu, sementara payudara yang
lebih kosong di asosiasikan dengan jumlah lemak yang lebih tinggi (Dwi
wahyuni, 2018:135).
2) Protein
ASI matur mengandung kira-kira 40% kasein dan 60% protein dadih
(whey protein), yang membentuk dadih lunak di dalam perut dan mudah
dicerna. Whey protein mengandung protein anti infeksi, sementara kasein
penting untuk mengangkut kalsium dan fosfat. Laktoferin mengikat zat
besi, memudahkan absosorbsi dan mencegah pertumbuhan bakteri di
dalam usus. Faktor bifidus yang tersedia untuk mendukung pertumbuhan
lactobacillus bifidus (bakteri baik) untuk menghambat bakteri patogen
dengan jalan meningkatkan pH faces bayi. Taurin juga dibutuhkan untuk
menggabungkan atau mengkojugasikan garam-garam empedu dan
meyerap lemak pada hari-hari awal, serta membentuk myelin system saraf
(Dwi wahyuni, 2018:135).
3) Prebiotik ( oligosakarida)
Prebiotik berinteraksi dengan sel-sel epitel usus untuk merangsang
system kekebalan menurunkan pH usus guna mencegah bakteri- bakteri
patogen agar tidak menimbulkan infeksi, dan menambah jumlah bakteri-
bakteri bifido pada mukosa (Dwi wahyuni, 2018:135).
4) Karbohidrat
Laktosa merupakan karbohidrat utama dalam ASI (98%) dan dengan
cepat dapat diurai menjadi glukosa. Laktosa penting bagi pertumbuhan
otak dan terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam ASI. Laktosa juga
19
penting bagi pertumbuhan lactobacillus bifidus. Jumlah laktosa dalam ASI
juga mengatur volume produksi ASI melalui cara osmosis (Dwi wahyuni,
2018:136).
5) Zat besi
Bayi bayi yang di berikan ASI tidak membutuhkan suplemen
tambahan sebelum usia enam bulan karena rendahnya kadar zat besi dalam
ASI yang terikat oleh laktoferin, yang menyebabkannya menjadi lebih
terserap ( bioavailable) dan dengan demikian mencegah pertumbuhan
bakteri-bakteri didalam usus. Susu formula mengandung kira-kira enam
kali lipat zat besi bebas yang susah di serap sehingga memacu
perkembangan bakteri dan risiko infeksi. Elemen lainnya terdapat dalam
konsentrasi lebih rendah pada asi di bandingkan dengan yang dalam susu
formula, tetapi lebih ideal karna lebih mudah diserap (Dwi wahyuni,
2018:136).
6) Vitamin yang larut dalam lemak
Konsentrasi vitamin A dan E cukup bagi bayi. Namun vitamin D dan
K tidak selalu berada pada jumlah yang di ingikan. Vitamin D penting
untuk pembentukan tulang, tetapi jumlahnya bergantung pada jumlah
pajanan ibu terhadap sinar matahari . Sehingga ibu menyusui juga perlu
direkomendasikan mendapatkan suplemen vitamin D 10 iu per/hari.
Vitamin K di butuhkan untuk pembekuan darah. Kolustrum mempunyai
kadar vitamin K rendah, maka vitamin K di rekomendasikan di berikan
secara rutin pada bayi 1 jam setelah lahir. Ketika ASI sudah matur, maka
melalui proses menyusui yang efektif, usus bayi terkoloni oleh bakteri,
sehingga kadar vitamin K meningkat (Dwi wahyuni, 2018:136).
7) Elektrolit dan mineral
Kandungan elektrolit dalam ASI sepertiga lebih rendah dari susu
formula,dan 0,2 persen natrium, kalsium dan klorida. Tetapi untuk
kalsium, fosfor dan magnesium terkandung dalam ASI dalam konsentrasi
lebih tinggi (Dwi wahyuni, 2018:136).
20
8) Immunoglobulin
Immunoglobulin terkandung di dalam ASI dalam 3 cara dan tidak
dapat ditiru oleh susu formula :
a) Antibodi yang berasa dari infeksi yang pernah dialami oleh ibu,
b) sIg A ( immunoglobulin A sekretori ) yang terdapat di dalam saluran
pencernaan,
c) jaras entero-mamari dan bronco-mamari (gut-associated lymphatic
tissue/GALT) dan bronchus-associated lymphatic tissue/BALT).
Keduanya mendeteksi infeksi dalam lambung dan saluran nafas ibu
dan menghasilkan antibodi.
d) Sel darah putih ada dan bertindak sebagai mekanisme prtahanan
terhadap infeksi,fragmen virus menguji sistem kekebalan bayi dan
molekul-molekul anti-inflamasi di perkirakan melindungi bayi
terhadap radang akut mukosa usus dengan jalan mengurangi infeksi
dalam merespon bakteri-bakteri patogen usus (Dwi wahyuni,
2018:136).
9) Manfaat ASI bagi bayi
a) ASI mengandung protein yang spesifik untuk melindungi bayi dari
alergi.
b) Secara alamiah, ASI dapat memberikan kebutuhann yang sesuai
dengan usia kelahiran bayi.
c) ASI bebas kuman karna di berikan secara langsung dan suhu yang
pas bagi bayi dan ASI lebih mudah di cerna dan di serap oleh bayi.
d) (Hayuningsih, 2020:20).
10) Manfaat asi bagi ibu
a) Membantu mempercepat pengembalian Rahim dan mengurrangi
pendarahan pasca persalinan
b) Mengurangi biaya pengeluaran dan Mencegah kanker payudara
(Hayuningsih, 2020:20).
11) Dampak pengeluaran asi tidak lancar pada ibu
a) Payudara bengkak
b) Mastitis
21
c) Abses payudara
12) Dampak pengeluaran ASI tidak lancar pada bayi
a) Bayi kurang mendapatkan ASI
b) Dehidrasi
c) Kurang gizi
d) Ikterus
e) Diare
f) Kurangnya kekebalan tubuh bayi
(Hayuningsih, 2020:20).
3. LAKTASI
a. Pengertian
Laktasi adalah keseluruhan peoses menyusui mulai dari ASI di
produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi
merupakan bagian dari siklus reproduksi manusia. Masa laktasi bertujuan
untuk meningkatkan ASI Eksklusif sampai usia 2 tahun dengan teknik
yang baik dan benar ( Ratna dan Komariyah, 2018:7).
b. Perubahan Anatomi dan Fisiologi Payudara Pada Masa Laktasi
1) Pengertian payudara
Istilah lain payudara adalah glandulla mammae atau mammae atau
susu. Payudara juga dikenal sebagai buah dada adalah organ yang
termasuk dalam kategori organ kelamin luar wanita. Payudara adalah
kelenjar yang terletak di bawah kulit , di atas otot dada ( Maryunani,
2012:17).
2) Pembentukan payudara (mammogenesis)
Mammogenesis adalah istilah yang di gunakan untuk pembentukan
kelenjar mammae atau payudara yang terjadi di beberapa tahap berikut
ini.
a) Embryogenesis
Pembentukan payudara di mulai kira-kira minggu keempat
masa kehamilan, baik janin laki-laki maupun janin perempuan.
Pada usia 12 minggu hingga 16 minggu pembentukan putting dan
22
areola jelas tampak. Saluran-saluran laktiferus membuka kedakam
cekungan payudar, yang kemudia terangkat menjadi putting dan
areola (Dwi wahyuni, 2018:121).
b) Pubertas
Tidak ada lagi pertumbuhan payudara sampai tingkat
pubertas, ketika kadar esterogendan progesterone mengakibatkan
bertumbuhnya saluran-saluran laktiferus, alveoli, putting dan
areola. Penambahan ukuran payudara disebabkan oleh adanya
penimbunan jaringan lemak (Dwi wahyuni, 2018:121).
c) Kehamilan dan Laktogenesis
Pembesaran payudara merupakan alah satu tanda
kemungkinan kehamilan. Pada minggu keenam kehamilan
esterogen memacu pertumbuhan saluran-saluran laktiferus,
sementara progesterone, prolaktin dan human placental lactogen
(HPL) menyebabkan timbulnya proliferasi dan pembesaran alveoli,
payudara terasa berat dan sesitif (Dwi wahyuni, 2018:122).
Dengan bertambahnya suplai darah, vena-vena dapat
terlihat pada permukaan payudara.pada usia 12 minggu kehamilan
terjadi pigmentasi dalam jumlah banyak pada areola dan putting
karena bertambahnya sel-sel melanosit, yang berubah warna
menjadi merah/coklat. Kelenjar Montgomery juga lebih besar dari
mulai mengeluarkan lubrikan serosa untuk melindungi putting dan
areola. Kira kira pada 16 minggu, di produksi kolostrum
(laktogenesis I) di bawah pengaruh prolaktin dan HPL, tetapi
produksi yang menyeluruh di tekan oleh bertambahnya kadar
esterogen dan progesterone. Laktasi merupakan titik dimana
payudara sudah mencapai pembentukannya yang sempurna (Dwi
wahyuni, 2018:122).
3) Struktur eksternal payudara
Payudara berada di antara iga kedua dan keenam dari sternum kea
rah tengah, melalui otot pektoralis. Kedua payudara tersebut di tunjang
oleh jaringan ikat yang di namakan ligament cooper. Setiap payudara
23
ibu memiliki ukuran bervariasi, ini di tentukan oleh banyaknya
jaringan lemak, dan bukan jaringan kelenjar. Ukuran bukanlah
indicator kapasitas penyimpanan rendah air ASI. Setiap kapasitas
penyimpanan ibu juga bervariasi, meskipun demikian setelah periode
24 jam, semua ibu yang menyusui memproduksi jumlah air asi yang
sama (rata- rata 798 g/24 jam) (Dwi wahyuni, 2018:122).
Perbedaan utama akan terdapat pada pola menyusui lebih sering di
bandingkan mereka yang mempunya kapasitas lebih tinggi. Di bagian
tengah tengah permukaan eksterior terdapat areol, sebuah daerah
berpigmen. Rata-rata diameter areola 15 mm terdapat areola setiap
wanita berbeda dalam ukuran dan warna. Tuberkel (tonjolan)
Montgomery membuka kea rah areola dan mengeluarkan cairan
pelindung yang bersifat sebagai pelumas (lubrikan) untuk meminyaki
putting selama menyusui. Daerah areola yang gelap di perkirakan di
perlukan untuk membantu bayi dalam mencari putting pada saat lahir
dan bau ASI juga diduga membantu menarik bayi untuk mengisap
(suckle) payudara (Dwi wahyuni, 2018:123).
Putting ada struktur yang sensitif dan bersifat erektil terdiri dari
otot-otot polos, kolagen dan jaringan ikat elastis yang terdapat dalam
kedua bentuk, yaitu sirkuler dan radial. Bereaksinya putting dirangsang
oleh respon-respon sentuhan dan respon-respon otonom saraf simpatis.
Putting terletak di tengah tengah areola, dari mana asi dipancarkan atas
permintaan. Stimulasi pada putting menyebabkan menyemburnya air
ASI melalui hipotalamus, yang merangsang lepasnya oksitosin dari
bagian posterior kelenjar pituitari (Dwi wahyuni, 2018:123).
Duktus laktiferus merupakan saluran-saluran yang bercabang-
cabang di dalam areola kira-kira 5-8 mm, dari putting. Duktus
laktiferus merupakan saluran yang lebih sempit kira-kira 2mm, berada
di permukaan dan mudah di pijat. Duktus laktiferus ini merupakan
saluran-saluran yang mempunyai fungsi utama dalam transfortasiair
asi dari pada fungsinya sebagai penyimpan air ASI (Dwi wahyuni,
2018:124).
24
Payudara di bentuk oleh jaringan lemak dan jaringan glanduler
yang tidak dapat dipisahkan, kecuali di daerah subkutan yang hanya
terdapat lemak. Rasio atau perbandingan jaringan galnduler dengan
jaringan lemak meningkat menjadi 2:1 pada payudara yang di gunakan
untuk menyusui, dibandingkan dengan 1:1 pada perempuan yang tidak
menyusui, dan 65% dari jaringan glanduler terletak pada jarak 30mm
dari dasar putting ASI (Dwi wahyuni, 2018:124).
25
Taut kedap mempersatukan sel-sel tersebut dan taut tersebut tertutup
pada hari-hari pertama laktasi, mencegah lewatnya molekul-molekul
melalui ruang tersebut (Dwi wahyuni, 2018:124).
26
4) Sistem darah, saraf dan limfoid
Payudara penuh dengan pembuluh-pembuluh darah, 60 persen
suplai darah terjadi melalui arteri mamaria internal dan 30 persen
melalui arteri torakalis lateral. Drainase vena terjadi melalui vena-vena
mammaria dan ven-vena aksilaris. Sistem limfoid mengeluarkan
caairan yang berlebih dari jaringan berongga kedalam nodus-nodus
aksilaris dan nodus-nodus mammae (Dwi wahyuni, 2018:125).
Kulit disuplai oleh cabang-cabang saraf torakalis, putting dan
areola oleh system saraf otonom. Suplai saraf terutama berasal dari
cabang-cabang saraf intercostal keempat, kelima dan keenam. Saraf
interkostal, keempat berubah menjadi superfisial di areola, yang
kemudia berkembang menjadi lima percabangan (Dwi wahyuni,
2018:125).
c. Fisiologi Laktasi
Laktogenesis adalah mulainya produksi ASI. Ada tiga fase
laktogenesis , dua fase awal dipicu oleh hormone atau respon
neuroendokrin, yaitu intraksi antara system saraf dan system endokrin
(neuroendocrine responses) dan terjadi ketika ibu ingin menyusui ataupun
tidak, fase ketiga adalah autocrine (sebuah sel yang mengeluarkan hormon
kimiawi yang bertindak atas kemauan sendiri), atau atas control local.
1) Kontrol neuroendokrin
a) Laktogenesis I
Terjadi pada sekitar 16 minggu kehamilan ketika kolustrum
diproduksi oleh sel-sel laktosit di bawah control neuroendokrin.
Prolaktin, walaupun terdapat selama kehamilan, di hambat oleh
meningkatnya progesterone dan esterogen serta HPL (human
placental lactogen) dan faktor penghambat prolaktin (PIF =
Prolaktin Inhibiting Factor) dank arena hal itu produksi ASI di
tahan. Pengeluaran kolustrum pada ibu hamil umumnya terjadi
pada kehamilan trimester 3 atau rata-rata pada usia kehamilan 34-
36 minggu (Dwi wahyuni, 2018:125).
27
b) Laktogenesis II
Merupakan permulaan produksi ASI. Terjadi menyusul
pengeluaran plasenta dan membran-membran yang mengakibatkan
turunnya kadar progesteron, esterogen, HPL dan PIF (control
neuroendokrin) secara tiba-tiba. Kadar prolaktin meningkat dan
bergabung dengan penghambat prolaktin pada dinding sel-sel
laktosit yang tidak lagi di nonaktifkan oleh HPL dan PIF, dan di
mulailah sintesis ASI. Kontak skin to skin dengan bayi pada waktu
inisiasi menyusui dini (IMD) merangsang produksi prolaktin dan
oksitosin. Menyusui secara dini dan teratur menghambat produksi
PIF dan merangsang produksi prolaktin. Para ibu harus di dukung
untuk mulai menyusui sesegera mungkin setelah melahirkan untuk
merangsang produksi ASI dan memberikan kolustrum.
Laktogenesis II di mulai 30-40 jam setelah melahirkan, maka asi
matur keluar lancar pada hari kedua atau ketiga setelah melahirkan
(Dwi wahyuni, 2018:125).
28
2) Kontrol autokrin
Laktogenesis III mengindikasikan pengaturan autokrin,
yaitu ketika suplai dan permintaan (demond), mengatur
produksi air Susu. Sebagaimana respon neuroendokrin. Suplai
ASI dalam payudara juga di kontrol oleh pengeluaran ASI
secara autokrin atau kontrol lokal. Dari kajian riset di peroleh
informasi bahwa protein whey yang di namakan feedback
inhibitor of lactation (FIL) yang di keluarkan oleh laktosit yang
mengatur produksi ASI di tingkat lokal. Ketika alveoli
menggelembung terjadi peningkatan FIL dan sintesis ASI akan
terhambat. Bila ASI keluarkan secara efektif melalui proses
menyusui dan konsentrasi FIL menurun, maka sintesis ASI
akan berlangsung kembali. Ini merupakan mekanisme lokal dan
dapat terjadi di salah satu atau kedua payudara. Hal ini
memberikan suatu umpan balik negative, ketika terjadi
pengeluaran ASI yang tidak efektif dari payudara, misalnya
proses menyusui tidak efektif atau ibu tidak menyusui bayinya
(Dwi wahyuni, 2018:126).
29
3) Hormon yang berperan dalam Laktasi
a) Hormone Prolaktin
Prolaktin merupakan hormone yang penting dalam
pembentukan dan pemeliharaan produksi ASI dan
mencapai kadar puncaknya setelah lepasnya plasenta dan
membrane. Prolaktin di lepaskan kedalam darah dari
kelenjar hipofisis anterior sebagai respone terhadap
pengisapan atau rangsangan terhadap putting serta
menstimulasi area reseptor prolaktin pada dinding sel
laktosis untuk mensintesis ASI. Reseptor prolaktin
mengatur pengeluaran ASI (Dwi wahyuni, 2018:126).
b) Oksitosin
Oksitosen di lepaskan oleh kelenjar hipofisis
anterior dan merangsang terjadinya kontraksi sel-sel
miophitel di sekeliling alveoli untuk menyemburkan
(injection) ASI melalui duktus laktiferus. Hal ini disebut
sebagai pelepasan oksitoksin (oxcytocine releasing) atau
reflek penyemburan (ejection reflex). Kejadian ini
menyebabkan memendeknya duktus laktiferus untuk
meningkatkan tekanan dalam saluran mammae dan dengan
demikian memfasilitasi penyemburan (ejection) ASI.
Hormone oksitosin sering di sebut sebagai “hormone
cinta” menurunkan kadar kortisol dan mengakibatkan
timbulnya efek relaks (Dwi wahyuni, 2018:126).
c) Hormone esterogen
Hormone esterogen meningkatkan perumbuhan
duktus-duktus dan saluran penampungan. Hormone
esterogen mempengaruhi pertumbuhan sistem saluran,
putting dan jaringan lemak.
30
d) Hormone progesterone
Hormone progesterone merangsang pertumbuhan
tunas-tunas alveoli. Hormone progesterone berperan dalam
tumbuh kembang kelenjar susu (Maryunani, 2012:12).
4) Reflek prolaktin dan reflek let down
a) Reflek prolaktin
Pada akhir kehamilan, hormon prolaktin memegang
peran untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum
terbatas karena aktifitas prolaktin di hambat oleh esterogen
dan progesterone yang kadarnya memang tinggi. Setelah
persalinan, lepasnya plasenta dan kurang berfungsinya
korpus luteum membuat esterogen dan progesteron sangat
berkurang di tambah dengan adanya isapan bayi
merangsang putting susu dan kalang payudara yang akan
merangsang ujung-ujung saraf sensori yang berfungsi
sebagai reseptor mekanik ( Rahayuningsih, 2020:13).
Rangsangan ini di lanjutkan pada hipotalamus
melalui medulla spinalis hipotalamus yang akan menekan
pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi
prolaktin. Faktor-faktor yang memacu pengeluaran sekresi
prolaktin. Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin
akan merangsang hipofisis sehingga keluar prolaktin.
Hormone ini akan merangsang sel-sel alveoli yang
berfungsi untuk membuat air susu. Kadar prolaktin pada
ibu menyusui akan menjadi normal pada tiga bulan setelah
melahirkan sampai penyampihan anak dan pada saat
tersebut tidak akan ada peningkatan prolaktin walau ada
isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap berlangsung
( Rahayuningsih, 2020:13)
b) Reflek let down
Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh
hipofisis anterior, rangsangan yang berasal dari isapan bayi
31
akan dilanjutkan kehipofisis posterior (neurohipofisis) yang
kemudian dikeluarkan hormon oksitoksin (Hayuningsih,
2020:12).
Melalui aliran darah hormon ini diangkut menuju
uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus
sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Kontraksi dari
sel akan memeras air susu yang telah di produksi keluar
dari alveoli dan masuk kedalam system duktus selanjutnya
mengalir melalui duktus laktiferus masuk ke mulut bayi.
Faktor-faktor yang meningkatkan reflek let down adalah
melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi,
memikirkan untuk menyusui bayi. Faktor-faktor yang
menghambat reflek let down adalah stress seperti keadaan
bingung atau kacau ,takut dan cemas (Rahayuningsih,
2020:12).
5) Reflek pada bayi yang mendukung Laktasi
a) menangakap/ mencari ( rooting reflek)
Bisa juga disebut sebagai refleks memalingkan
muka, dengan mendekatkan obyek tertentu, terutama
putting susu ibunya. Sentuhan di pipi, bayi menengok dan
sentuhan putting bayi akan membuka mulut dan berusaha
menangkap (Maryunani : 2012:35)
b) Reflek menghisap ( sucking reflex)
Refleks ini timbul apabila langit-langit mulut bayi
tersentuh oleh puting. Agar putting mencapai
palatum ,maka sebagian besar areola masuk kedalam mulut
bayi. Dengan demikian sinus lktiferus yang berada di
bawah areola, tertekan antara gusi, lidah dan palatum
sehingga ASI keluar (Maryunani : 2012:36)
c) Reflek menelan (swallowing reflex)
Reflek ini timbul apabila mulut bayi terisi oleh ASI
maka ia akan menelannya. Reflek kenyang puas bila bayi sudah
32
cukup kebutuhan akan susu, maka reflek menghisap akan di
hentikan oleh reflek lain yaitu reflek kenyang (Maryunani :
2012:36)
6) Tekhnik menyusui
Teknik menyusui yang benar adalah cara memberikan asi
kepada bayi dengan pelekatan dan poisi ibu dan bayi dengan
benar. Prilaku menyusi yang salah dapat mengakibatkan
putting susu menjadi lecet, asi tidak keluar optimal sehingga
mempengaruhi produksi ASI (Subekti, 2019:6).
Adapun kunci utama keberhasilan menyusui adalah
Perlekatan, dimana perlekatan merupakan kunci keberhasilan
menyusui. Agar terjadi perlekatan yang benar maka bagian
areola masuk ke mulut bayi, sehingga mulut bayi dapat
memerah ASI (Maryunani : 2012:114).
33
Gambar 2.6. Pelekatan bayi
(Sumber : Maryuni : 2012)
Cara menyusui yang baik dan benar dapat diringkas sebagai berikut :
a) Posisi ibu santai (duduk/berbaring)
b) Badan bayi menempel pada perut ibu
c) Dagu bayi menempel pada payudara ibu
d) Telinga dan lengan bayi berada pada satu garis
e) Pegang bagian bawah payudara dengan 4 jari, ibu jari di letakkan di
bagian atas payudara.
f) Putting susu dan sebagian besar areola masuk ke mulut bayi
g) Perhatikan kebersihan tangan dan putting susu
( Maryunani : 2012:117).
7) Posisi menyusui
a) Posisi berbaring
Ibu berbaring pada sisi yang dapat ia tiduri, tubuh bayi di letakkan
dekat dengan ibu dan kepalanya berada setinggi paayudara sehingga
bayi tidak perlu menarik putting.
b) Posisi duduk
Ibu menyusui dengan posisi duduk dengan menggunakan kursi,
biasanya di gunakan kursi yang rendah dengan posisi yang nyaman.
c) Posisi menyusui dengan ASI yang memancar (penuh)
Bayi di tengkurapkan di atas dada ibu dengan tangan ibu sedikit
menahan kepala bayi.
d) Posisi berdiri
Penting bagi ibu untuk merasa rileks dan perlekatan bayi di lakukan
dengan tepat.
34
e) Posisi di bawah lengan (underarm position)
Posisi lainnya yang dapat di gunakan yaitu dengan menggunakan
lengan bawah (Astuti, 2015:179).
35
4. Pijat Oksitosin
a. Pengertian
Pijat merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaraan produksi ASI. Oksitosin (oxytocin) adalah salah satu
hormon yang di bentuk oleh sel-sel neuronal nuklei hipotalamik dan
disimpan dalam lobus posterior pituitary, hormon lainnya adalah
vasopressin. Hormone ini memiliki kerja mengontraksikan uterus dan
menginjeksi ASI ( Rahayuningsih, 2020:40).
b. Manfaat Pijat Oksitosin
Manfaat pijat oksitosin antara lain :
1) Membantu ibu secara psikologis memberikan ketenangan dan tidak
stress
2) Membangkitkan rasa percaya diri
3) Membantu ibu agar mempunyai fikiran dan perasaan yang baik tentang
bayinya
4) Meningkatkan Produksi ASI
5) Memperlancar ASI
6) Melepas lelah
7) Ekonomis dan praktis
( Rahayuningsih, 2020:142)
c. Pemacu munculnya oksitosin
Ketika ibu merasa puas, bahagia, dan yakin bisa menyusui bayinya,
memikirkan bayinya dengan cinta dan emosi positif lainnya akan membuat
refleks oksitosin bekerja. Begitu pula sensasi menggendong, menyentuh,
mencium, menatap, atau mendengar tangisan bayi juga dapat membantu
regleks oksitosin. Saat bayi ingin bayinya menyusu, oksitosin akan mulai
bekerja saat bayinya mulai menghisap payudara (Asih dan Risneni,
2016:25).
d. Langkah-langkah untuk merangsang refleks oksitosin
1) Kompres dengan air hangat untuk mengurangi rasa sakit dengan
edema
2) Ibu harus rilek
36
3) Dekatkan bayi kepada ibu agar ibu dapat memandangnya
4) Pijat leher dan punggung belakang (sejajar daerah payudara)
menggunakan ibu jari dengan menggunkan teknik gerakan memutar
searah jarum jam kurang lebih selama 2-3 menit.
5) Belai dengan lembut kedua payudara dengan menggunakan minyak
pelumas / baby oil
6) Lakukan stimulasi pada kedua putting susu. Caranya, pegang putting
dengan dua jari pada arah yang berlawanan, kemudian putar putting
searah jarum jam.
7) Pakai BH sesuai dengan ukuran dan bentuk payudara, yang dapat
menyangga payudara dengan baik (Rahayuningsih, 2020:46).
e. Mekanisme pijat Oksitosin
Pijat oksitosin adalah pemijatan pada tulang belakang yang di
mulai pada tulang belakang servikal (cervicalvetebrae) sampai tulang
belakang torakalis dua belas. Pijatan ini berfungsi untuk meningkatkan
hormone oksitosin yang dapat menenangkan ibu, sehingga ASI dapat
keluar dengan sendirinya. Pijat oksitosin dapat meningkatkan produksi
ASI dengan cara mengurangi tersumbatnya saluran produksi ASI sehingga
memperlancar pengeluaran ASI.
Pijat atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmitter akan
merangsang medulla oblongata langsung mengirim pesan ke
hypothalamus di hypofise posterior untuk mengeluarkan oksitoksin
sehingga menyebabkan buah dada mengeluarkan air susu. Pijatan ini juga
akan merilaksasi ketegangan, dan menghilangkan stress sehingga dapat
merangsang pengeluaran hormon oksitosin dan akan membantu
pengeluaran air susu ibu, dibantu dengan isapan bayi pada putting susu
saat segera setelah bayi lahir dengan keadaan bayi normal (Rahayuningsih,
2020 : 47).
37
f. Langkah-langkah pijat oksitosin
1) Sebelum mulai dipijat ibu sebaiknya dalam keadaan telanjang dada dan
menyiapkan cangkir yang diletakkan didepan payudara untuk
menampus ASI yang mungkin menetes keluar saat pemijatan di
lakukan.
2) Ibu bisa melakukan kompres hangat dan pijat pada payudara terlebih
dahulu.
3) Meminta bantuan pada orang lain untuk memijat, lebih baik jika di
bantu oleh suami dan tidak harus petugas.
4) Ada 2 posisi yang akan di lakukan. Yang pertama;ibu bisa telungkup
dimeja atau posisi ibu telungkup pada sandaran kursi.
5) Meminta ibu duduk bersandar kedepan,melipat lengan di atas meja
didepannya serta meletakkan kepalanya diatas lengannya. Payudara
menggantung lepas tanpa baju.
6) Kemudian cari tulang yang paling menonjol pada tengkuk/leher bagian
belakang (cervical vertebrae 7).
7) Dari titik tonjolan turun kebawah kurang lebih 2 cmdan ke kiri kanan
kurang lebih 2 cm.
8) Melakukan pemijatan/menggosokan kedua sisi tulang belakang,
dengan mnggunakan kepalan tinju kedua tangan dan kedua ibu jari
tangan kanan dan kiri menghadap kearah atas atau depan.
38
9) Lakukan pemijatan dengan tekanan kuat, membentuk gerakan
melingkar kecil dengan kedua ibu jari.
10) Ibu yang gemuk bisa dengan cara posisi tangan di kepal lalu di gunaka
tulang-tulang disekitar punggung tangan.
11) Memijat kea rah bawah di kedua sisi tulang belakang, pada saat
bersamaan dari leher kea rah tulang belikat atau sampai batas garis bra,
dapat juga di teruskan samping ke pinggang.
Pijat oksitosin dapat di lakukan kapan pun ibu mau dengan durasi 2-3
menit. ( Rahayuningsih, 2020 : 47)
39
e. Penggerak peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan
f. Peneliti
Pasal 48
Bidan dalam penyelengggaraan Praktik Kebidanan sebagaimana dimaksut
dalam pasal 46 dan 47, harus sesuai dengan kopetensi dan
kewenangannnya.
Pelayanan Kesehatan Ibu
Pasal 49
Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan ibu
sebagaimana di maksut dalam pasal 45 ayat 1 huruf a, Bidan berwenang :
a. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa sebelum hamil
b. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa kehamilan normal
c. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa persalinan dan menolong
persalinan normal.
d. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa nifas.
e. Melaukan deteksi dini kasus resiko dan komplikasi pada masa
kehamilan, masa prsalinan, pascapersalinan, masa nifas serta asuhan
pasca keguguran dan di lanjutkan dengan rujukan.
Pelayanan Kesehatan Anak
Pasal 50
Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan anak
sebagaimana dimaksut dalam pasal 46 (1) huruf b, bidan berwenang:
a. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, bayi, balita,
dan anak prasekolah
b. Memberikan imunisasi sesuai dengan program pemerintah pusat.
c. Melakukan pemantauan tumbuh kembang pada bayi, balita, dan
prasekolah.
Serta deteksi dini kasus penyulit, gangguan tumbuh kembang, dan
rujukan.
d. Memberikan pertolongan pertama kegawadaruratan pada bayi baru
lahir di lanjutkan dengan rujukan.
40
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Perempuan dan Keluarga
Berencana
Pasal 51
Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan
reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana di
maksut dalam pasal 46 ayat (1) huruf c, bidan berwenang
melakukan komunikasi, informasi, edukasi, konseling, dan
memberikan pelayanan kontrasepsi sesuai dengan ketentuan
peraturan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu,
pelayanan kesehatan anak, pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana sebagaimana di maksut dalam
pasal 49 sampai dengan pasal 51 di atur dengan peraturan mentri.
41
penerapan berlangsung. Ada peningkatan pada pengeluarran ASI setelah di
lakukan penerapan pijat terhadap pengeluaran air susu ibu pada ibu post
partum ditandai dengan pengeluaran ASI yang cukup.
3. Pengaruh pijat oksitosin terhadap pengeluaran ASI pada ibu postpartum
Primipara, ridawati sulaeman dkk, 2019. Hasil rata rata pengeluaran ASI
5,37 kali lebih besar di bandingkan rata-rata sebelum dilakukan intervensi
dengan rata-rata 0.97. kesimpulan pijat oksitosin berpengaruh terhadap
pengeluaran ASI pada ibu postpartum primipara.
4. Pengaruh pijat oksitosin terhadap produksi ASI ibu post
partum,juwariyah,dkk, 2020. Hasil rata-rata produksi ASI 13 responden
sebelum pree test 12,2 ml setelah di lakukan posttest tindakan ini di rasa
dapat membantu peningkatan produksi ASI dan kelancaran ASI.
5. Pengaruh pijat Oxytosin terhadap Kelencaran ASI Pada ibu Post partum,
Is susiloningtyas, Nur Khalimatus Sa’diyah, 2021, hasil penelitian ini
menggunakan dua analisa yaitu analisa univariat dan analisa bivariate.
Analisa univariat menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran ASI yang di
rasakan responden dengan jenis perlakuan yang berbeda memiliki hasil
yang bervariasi yaitu setelah di lakukan intervensi dengan teknik pijat
oksitosin dan breastcare rata-rata kelancaran ASI 12,87 dan kelompok
kontrol di berikan intervensi breastcare rata rata kelancaran asi 11,73.
Sedangkan yang menggunakan analisa bivariat menunjukan bahwa rata-
rata tanda kelnacaran ASI yang di rasakan responden dengan jenis
intervensi pijat oksitosin dan breastcare rata-rata kelancaran ASI adalah
12,87 dengan standar deviasi 1,246, dan untuk kelompok kontrol di
berikan intervensi breastcare rata tanda kelancaran ASI adalah 11,73
dengan standar deviasi 1,280 hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,005
yangberarti dapat disimpulkan bawah ada perbedaan rata-rata antara yang
di berikan perlakuan pijat oksitosin dengan breastcare dan yang hanya di
berikan perlakukan breastcare.
42
D. Kerangka Teori
ASI
TIDAK LANCAR
Penyebab Dampak
1. Bentuk fisiologi payudara ibu Dampak pengeluaran asi tidak lancar pada
dan pelekatan mulut bayi yang ibu :
a) Payudara bengkak
tidak proposional b) Mastitis
2. Bagian-bagian payudara c) Abses payudara
abnormal
3. Frekuensi pemberian susu yang Dampak pengeluaran ASI tidak lancar pada
bayi
salah a) Bayi kurang mendapatkan ASI
4. Tidak Adanya reflek prolaktin b) Dehidrasi
5. Tidak ada Reflek oksitoksin c) Kurang gizi
d) Ikterus
e) Diare
f) Kurangnya kekebalan tubuh bayi
43
BAB III
METODE STUDI KASUS
44
b. O (Objektif)
Berisikan pendokumentasian Hasil pemeriksaan fisik, hasil ttv,dan
keluhan pasien yang di rumuskan dalam data focus untuk mendukung
assessment sebagai langkah 1 varney.
c. A (Analisa Data)
Berisikan hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam
identifikasi diagnosa dan masalah, antisipasi diagnose, dan masalah
potensial, dan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, sebagai
langkah 2,3, dan 4 varney.
d. P (Penatalaksanaan)
Berisikan tindakan perencanaan, tindakan dan evaluasi berdasarkan analisa
data (assessment) sebagai langkah 5,6, dan 7 varney.
45
2. Data sekunder
Sumber data sekunder ini di peroleh dari rekam medik pasien yang
diperoleh dari buku KIA dan di tulis oleh tenaga kesehatan berupa
pemeriksaan fisik (physical examination) dan catatan hasil laboratorium
yang berkaitan dengan kondisi pasien.
46
F. Jadwal Kegiatan (Matriks Kegiatan)
47
cukup
6. Maret 2021 Kunjungan ke-3
1. Melakukan anamnesa
2. Melakukan pemeriksaan kepada ibu
3. Memberitahu hasil pemeriksaan
4. Menganjurkan ibu untuk tetap
melakukan pijat oksitosin agar
memperlancar pengeluaran ASI nya
dengan bantuan suami atau keluarga
di rumah
5. Menganjurkan ibu untuk tetap
mengkonsumsi makanan yang bisa
memperbanyak ASI seperti daun
katuk dan daun kelor
6. Menjelaskan kepada ibu untuk
sering menyusui bayinya minimal 2-
3 jam sekali dengan tidak membatasi
frekuensi lama menyusui agar bayi
tidak mengalami dehidrasi
7. Menganjurkan ibu untuk
menyendawakan bayinya setiap
selesai menyusui bayinya dengan
cara menegakkan badan bayi dan
menepuk-nepuk punggungnya
dengan lembut hingga bayi
bersendawa.
7. Maret 2021 Kunjungan ke-4
1. Menganjurkan ibu untuk tetap
melakukan pijat oksitosin secara
rutin 2 kali sehari dirumah dengan
bantuan suami
2. Menganjurkan ibu untuk tetap
rileks dan istirahat yang cukup
minimal 8 jam/hari
3. Menganjurkan ibu bila ada keluhan
segera mendatangi tenaga
kesehatan
4. Menganjurkan ibu untuk membawa
bayinya ke posyandu agar
mendaptakan imunisasi dasar dan
memantau tumbuh kembang
bayinya
5. Memastikan ibu menyusui bayinya
dengan baik.
48
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Sri , dkk . 2015. Asuhan kebidanan Nifas & Menyusui. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 247 halaman.
Dwi wahyuni, Lilly. 2018. Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui. Jakarta :
Pusdik SDM Kesehatan . 286 halaman.
49
Oksitosin pada Ibu Postpartum, 31 januari 2022, http://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id
Lien lestari, dkk, 2018, Peningkatan pengeluaran ASI dengan kombinasi pijat
oksitosin dan teknik marmet pada ibu post partum, 31 Januari 2022,
https://ejournal.poltekkes-smg.ac.id
Maryuni, Anik. 2012. Inisiasi Menyusui Dini, Asi Eksklusif dan Manajemen
Laktasi. Jakarta : Trans Info Media. 230 halaman.
Maryuni, Anik. 2012. Inisiasi Menyusui Dini, Asi Eksklusif dan Manajemen
Laktasi. Jakarta : Trans Info Media. 230 halaman.
Maryuni, Anik. 2012. Inisiasi Menyusui Dini, Asi Eksklusif dan Manajemen
Laktasi. Jakarta : Trans Info Media. 230 halaman.
Sukma, febi, dkk, 2017. Asuhan kebidanan pada masa nifas. Jakarta : fakultas
kedokteran dan kesehatan universitas muhamdiyah. 74 halaman.
Subekti, Ratih, 2019, teknik menyusui yang benar di desa wanaraja, kecamatan
wanayasa kabupaten banjarnegara, 31 januari 2022, https://ojs.unsiq.ac.id
Lampiran 1
Nama :
Usia :
50
Alamat:
Pekerjaan :
( ) ( )
Mengetahui
( )
Lampiran 2
51
PIJAT OKSITOSIN
52
5. Persiapan a. Persiapan petugas
1) Memberikan salam
2) Menjelaskan langkah-langkah yang akan di
lakukan
3) Menutup ruangan
4) Petugas mencuci tangan
b. Persiapan ibu
1) Infoconsent dengan ibu dan keluarga
tentang pelaksanaan pijat oksitosin
2) Pemberian persetujuan di lakukannnya pijat
oksitosin
3) Dengan bantuan petugas atau suami
Memposisikan diri sesuai dengan posisi
pijat oksitosin
c. Persiapan suami
1) Mendapatkan infoconsent tentang pelaksaan
pijat oksitosin pada ibu
2) Pemberian persetujuan di laksanakannya
pijat oksitosin
3) Membantu memposisikan ibu
4) Berdiri di dekat ibu untuk memperhatikan
pijat oksitosin yang akan di ajarkan serta
memberikan dukungan pada ibu
d. Persiapan ruangan dan lingkungan
1) Mempersiapkan ruangan yang nyaman dan
bersih
2) Mejaga privasi klien dalam pelaksanaannya.
e. Persiapan Alat
1) Kursi
2) Meja
3) Baby oil
4) Handuk
53
Cara Kerja a. Sebelum di lakukan tindakan memberikan
infoconsent kepada ibu dan keluarga tentang
tindakan yang akan di lakukan serta meminta
persetujuan dari ibu dan suami tentang tindakan
yang akan di lakukan.
b. Melakukan persiapan sumberdaya manusia
mulai dari petugas mempersiapkan alat dan
pasien serta mencuci tangan dan melakukan
tindakan di serta ibu yang mengatur posisi di
bantu petugas atau suami di lanjutkan dengn
melapskan pakaian bagian atas lalu
menggunakan handuk yang telah di siapkan,
suami berada di dekat istri untuk melihat dan
belajar teknik pijat oksitosin yang akan di
lakukan agar suami kedepannya dapat
membantu ibu dalam melaksanakan pijat
oksitosin di rumah serta memberikan dukungan
pada ibu gara ibu merasa bahagia, nyaman dan
relak sehingga kepercayaan diri ibu timbul dan
hormone oksitosin dapat keluar leboh baik.
c. Setelah petugas mempersipakan alat dan ibu
sudah dalam posisi nyaman ( ibu dapat
bersandar pada meja atau telungkup pada
sandaran kursi) dengan pakaian atas sudah
terbuka, makan tindakan pijatan oksitosin dapat
di lakukan.
d. Pertama meminta suami mendekat dan
memperhatikan tindakan pijat oksitosin yang
akan di lakukan, lalu meminta ibu duduk
bersandar kedepan dengan tangan melipat di
atas meja lalu kepala diatas lengannya dan
payudara menggantung lepas, tanpa baju.
54
e. Kemudian sambil menjelaskan pada suami cari
tulang yang paling menonjol pada tengkuk/leher
bagian belakang (cervical vertebratae 7)
f. Dari titik tonjolan tulang turun kebawah kurang
lebih 2cm dan ke kiri kanan kurang lebih 2cm.
g. Basahi kedua telapak tangan dengan baby oil
h. Melakukan pijatan pada kedua sisi tulang
belakang, dengan menggunakan kepalan tinju
kedua tangan dan ibu jari tangan kanan serta
kiri menghadap kea rah atas atau depan.
i. Lakukan pijatan dengan penekanan kuat,
membentuk gerakan melingkar kecil dengan
kedua ibu jari
j. Ibu yang gemuk bisa dengan cara posisi tangan
di kepal lalu gunakan tulang-tulang di sekitar
punggung tangan.
k. Memijat kearah bawah di kedua sisi tulang
belakang, pada saat bersamaan, dari leher
kearah tulang belikat atau sampai batas garis
bra, dapat juga di teruskan sampai kepinggang
l. Pijat oksitosin bisa di lakukan pada pagi dan
sore hari dapat di ulang sampai 3 kali dengan
durasi 2-3 menit.
m. Setalah itu meminta suami melakukan pijat
oksitosin sambil tetap didampingi berikan
suami kesempatan 2 kali unuk melakukan
percobaan, setelah itu mempersilahkan suami
atau ibu bertanya jika ada pertanyaan, lalu
memastikan kembali dengan melakukan
evalusasi bahwa suami paham tentang cara
melakukan pijat oksitosin. Setelah suami
mengatkan paham maka ibu dapat di bersihkan
55
dan punggung dapat di keringkan dengan
handuk.
n. Lalu membantu ibu untuk mengenakan pakaian
kembali
o. Lakukan dokumentasi
Lampiran 3
LEMBAR OBSERVASI PIJAT OKSITOSIN
No Prosedur Dilakukan
tindakan Iya Tidak
1 Siapkan alat
2 Jaga privasi klien
3 Cuci tangan
4 Bantu ibu melepaskan pakaian bagian atas dan BH
56
5 Pasang Handuk
6 Bantu ibu duduk, bersandar kedepan, melipat lengan
diatas
meja didepannya, kemudian meletakkan kepala
diatas lengannya. Payudara tergantung lepas tanpa
baju
7 Lumuri kedua telapak tangan dengan minyak kelapa
atau
baby oil
8 Pijat sepanjang kedua sisi tulang belakang
dengan
menggunakan kepalan tinju kedua tangan dan ibu jari
menghadap kearah atas atau depan
9 Tekan dengan kuat membentuk gerakan lingkaran kecil,
dengan kedua ibujari mengggosok kearah bawah dikedua
sisi tulang belakang pada saat yang sama dari leher
kearah
tulang belikat. Dilakukan selama 15 sampai 20 menit.
Lakukan pemijatan 2 kali sehari
10 Bersihkan punggung dengan air hangat dan dingin
secara
bergantian.
11 Bantu klien memakai BH dan pakaian kembali
12 Bereskan alat
13 Cuci tangan
Lampiran 4
PETUNJUK
1. Isilah jawaban pada kolom dan lembar yang sudah disediakan.
2. Lingkari jawaban yang sesuai dengan apa yang dialami.
57
Berat badan bayi pada waktu dilahirkan.......................gram.
No Indikator H
a
r
i
k
e
-
7
1 Penurunan BB selama 1 minggu sesudah lahir .
tidak melebihi 7% BB waktu lahir .
.
.
g
r
a
m
2 Pasca menyusui payudara terasa lebih lembek, Y
yang menandakan ASI telah telah habis a
/
t
i
d
a
k
3 Pasca menyusui bayi pun tampak puas, Y
kenyang, tidak rewel, tidur dengan nyenyak a
/
t
i
d
a
k
4 Bayi berkemih sekitar 6-8 kali sehari Y
a
/
t
i
d
58
a
k
5 Bayi paling sedikit menyusu 8 kali dalam 24
jam. Y
a
/
t
i
d
a
k
6 Ibu dapat mendengar pada saat bayi menelan Y
ASI. a
/
t
i
d
a
k
7 Kotoran berwarna kuning dengan frekuensi Y
sering. a
/
t
i
d
a
k
Lampiran 5
59
oksitosin Kunjungan Kunjungan Oksitosin
kunjungan 2 3 Kunjungan
1 4
1. Asi keluar tanpa
memencet
payudara
2. Payudara terasa
penuh atau tegang
sebelum menyusui
3. Asi segera setelah
bayi mulai
menyusui
4. Payudara terasa
kosong lembek
setiap selesai
menusui
5. Asi masih menetes
setelah menyusui
6. Setelah bayi
menyusui bayi
tertidur 3-4 jam
7. Bayi buang air
kecil 8 kali sehari
dan warna air
kenving kuning
pucat seperti
jerami
8. Fases bayi
berwarna
kekuningan
9. Berat badan bayi
naik antara 140-
200 gram dalam 1
minggu
Jumlah
Keterangan : 0= tidak, 1 = ya ( ya 8-9 = baik, , <7 = ASI kurang lancar)
Lampiran 6
Anamnesa oleh :
60
Tanggal : Waktu :
A. SUBJEKTIF
Identitas ibu Suami
Nama :
Umur :
Agama :
Suku /bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamatrumah :
Keluhan Utama
1. Riwayat Perkawinan
Status perkawinan :
Menikah sejak :
Lama perkawinan :
2. Riwayat Menstruasi
Menarche :
Siklus :
Lamanya :
Banyaknya
Sifatnya :
Desminorea :
Ha Persalinan Nifas
mil Tah U Jenis Penolo Kom J BB P Lakt Ko
ke un K persalina ng plikas K B asi mpli
61
n i kasi
Ha - - - - - - - - - -
mil
seka
rang
62
6. Riwayat Postpartum
Pola kebutuhan sehari-hari
a. Nutrisi
Frekuensi makan :
Jenis :
Makanan pantangan :
Pola minum :
Jenis :
Keluhan :
b. Eliminasi
BAK
Frekuensi
Warna :
BAB
Frekuensi :
Warna :
c. Mobilisasi
d. Pengalaman Menyusui
Kebiasaan menyusui :
Posisi menyusui :
Perawatan payudara :
Masalah :
7. Riwayat KB
8. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit menular :
b. Penyakit menurun :
9. Riwayat Psikologis Spritual
63
a. Keadaan Umum :
b. Kesadaran :
c. Keadaan Emosional :
d. TTV : TD : R:
N : S :
e. BB :
f. TB :
64
Kuku :
f. Genetalia
Varices :
Oedema :
Luka jahitan :
Anus :
3. Pemeriksaan Penunjang
Protein urine :
Glukkosa urine :
HBsAg :
HB :
C. ANALISA
D. PENATALAKSANAAN
65