Anda di halaman 1dari 15

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH SAKIT

Oleh: Isrenna Ratu Rezky Suci (U200220002)

I. ABSTRAK
Pengolahan air limbah rumah sakit adalah hal yang penting untuk mencegah dampak
negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Karakteristik limbah cair rumah sakit
ditandai dengan kandungan TSS, COD, dan BOD yang tinggi serta pH kadang-kadang asam.
Limbah rumah sakit juga mengandung bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit.
Pemilihan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit didasarkan pada beberapa kriteria,
seperti efisiensi, kemudahan pengelolaan, lahan yang diperlukan, konsumsi energi, biaya
operasional, dan kemampuan menghilangkan polutan organik dan padatan tersuspensi. Untuk
rumah sakit tipe kecil hingga sedang, sistem pengolahan biofilter anaerob-aerob merupakan
pilihan yang sesuai karena efisien, mudah dikelola, dan memiliki biaya operasional yang rendah.
Selain itu, pengolahan air limbah dapat menggunakan sistem pengolahan up-flow yang terdiri
dari bak pengendap dan bak biofilter. Sistem ini sederhana, mudah dioperasikan, tanpa
penggunaan bahan kimia, dan tidak membutuhkan energi. Pengelolaan limbah yang baik
menjadi langkah penting dalam menjaga kebersihan dan keamanan lingkungan sekitar dan
memberikan kontribusi positif dalam upaya menjaga keberlanjutan lingkungan dan kesehatan
masyarakat.

II. PENDAHULUAN
Pengolahan limbah rumah sakit merupakan aspek kritis dalam upaya menjaga
kebersihan dan keamanan lingkungan serta kesehatan masyarakat. Rumah sakit merupakan
fasilitas yang menghasilkan berbagai jenis limbah berbahaya, termasuk limbah medis dan
limbah bahan kimia. Jika tidak ditangani dengan benar, limbah rumah sakit dapat menyebabkan
dampak negatif yang serius terhadap lingkungan, sumber daya alam, serta kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, perancangan instalasi pengolahan limbah rumah sakit yang efektif
dan berkelanjutan menjadi hal yang sangat penting (Convention, 1999).
Seiring dengan perkembangan teknologi dan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan,
instalasi pengolahan limbah rumah sakit terus mengalami peningkatan dalam hal inovasi dan
keefisienan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi teknologi terbaik dan
metode pengelolaan limbah yang ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi
risiko pencemaran lingkungan dan menyediakan air limbah yang aman untuk dibuang atau
dimanfaatkan Kembali (Pariente et al., 2022).
Meskipun banyak rumah sakit telah meningkatkan upaya dalam pengelolaan limbah
mereka, masih ada banyak tantangan yang dihadapi dalam pengolahan air limbah rumah sakit.
Salah satu masalah utama adalah kompleksitas limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit,
termasuk limbah medis yang mengandung zat berbahaya dan patogen. Hal ini memerlukan
pendekatan khusus dalam pengumpulan dan pengolahan limbah agar tidak membahayakan
lingkungan dan kesehatan masyarakat (Ali et al., 2017).
Selain itu, kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang pengelolaan limbah yang
tepat di kalangan tenaga medis dan petugas rumah sakit dapat menyebabkan kelalaian dalam
pengumpulan dan pemilahan limbah. Oleh karena itu, edukasi dan pelatihan yang tepat tentang
pengelolaan limbah rumah sakit perlu ditingkatkan.
Tujuan dari paper ini adalah untuk merancang instalasi pengolahan air limbah rumah
sakit yang efektif dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan aspek teknis, lingkungan, dan
regulasi. Perancangan ini bertujuan untuk menciptakan sistem pengelolaan limbah yang
memastikan air limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit telah diolah secara efisien sehingga
dapat dibuang atau dimanfaatkan kembali dengan aman bagi lingkungan dan kesehatan
masyarakat.
Dalam upaya mencapai tujuan ini, kami akan mengintegrasikan berbagai teknologi
terbaru dan metode pengelolaan limbah yang ramah lingkungan. Kami juga akan
mempertimbangkan aspek regulasi dan standar kebersihan yang berlaku untuk memastikan
instalasi pengolahan limbah rumah sakit ini memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku.

III. PEMBAHASAN
1. Jenis dan Sumber Air Limbah yang Wajib Diproses
Air buangan limbah adalah semua jenis air yang berasal dari hasil proses kegiatan
sarana pelayanan kesehatan yang mencakup: air buangan rumah tangga (air buangan kamar
mandi, dapur, air bekas mencuci pakaian), air buangan klinis (air buangan yang berasal dari
kegiatan klinis rumah sakit, seperti air bekas mencuci luka, darah, dll), air buangan
laboratorium, dan lain-lain.
Persentase terbesar dari air limbah adalah limbah rumah tangga, sedangkan sisanya
adalah limbah yang terkontaminasi oleh agen infeksius, kultur mikroorganisme, darah,
limbah pasien dengan penyakit infeksi, dan lain-lain. Air limbah yang berasal dari limbah
rumah tangga maupun limbah cair klinis umumnya mengandung senyawa pencemar organik
yang cukup tinggi dan dapat diolah dengan proses pengolahan secara biologis. Air limbah
yang berasal dari laboratorium biasanya mengandung banyak logam berat yang jika dialirkan
ke dalam proses pengolahan secara biologis dapat mengganggu proses pengolahan, sehingga
perlu dilakukan pengolahan awal secara kimia-fisika, kemudian air hasil olahannya dialirkan
ke instalasi pengolahan air limbah.
Jenis air limbah yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
a. Air buangan rumah tangga
b. Air buangan klinis
c. Air buangan laboratorium klinik dan kimia
d. Air buangan radioaktif (tidak boleh masuk ke IPAL, harus mengikuti petunjuk dari
BATAN).
Adapun sumber-sumber yang menghasilkan air limbah, antara lain:
a. Unit Pelayanan Medis: Rawat Inap, Rawat Jalan, Rawat Darurat, Rawat Intensif,
Hemodialisa, Bedah Sentral, Rawat Isolasi.
b. Unit Pendukung Pelayanan Medis: Laboratorium, Radiologi, Apotek, Sterilisasi, Ruang
Kematian.
c. Unit Pendukung Pelayanan Non Medis: Logistik, Laundry, Rekam Medis, Fasilitas
Umum, Dapur Gizi, Administrasi.
2. Karakteristik Limbah Cair Rumah Sakit
Limbah cair rumah sakit adalah segala jenis limbah cair yang berasal dari kegiatan rumah
sakit. Limbah cair rumah sakit dibedakan menjadi 2, yaitu limbah cair klinis dan limbah cair non
klinis. Sumber limbah cair klinis berasal dari kegiatan klinis rumah sakit, seperti hemodialisis, air
bekas cuci luka, dll. Sedangkan sumber limbah cair non klinis berasal dari limbah cair domestik,
dapur, dan limbah laboratorium.
Karena sifatnya yang merupakan campuran berbagai bahan organik, maka limbah rumah
sakit memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. TSS cukup tinggi > 100 ppm.
b. COD tinggi, berkisar 40 – 1200 ppm c. BOD tinggi, berkisar 30 – 700 ppm
c. d. pH kadang-kadang Asam, < 7
d. Mengandung bakteri patogen

Secara lengkap karakteristik air limbah rumah sakit dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari
tabel tersebut terlihat bahwa air limbah rumah sakit jika tidak diolah sangat berpotensi untuk
mencemari lingkungan.
Selain polusi kimia, air limbah rumah sakit juga berpotensi untuk mengkontaminasi
lingkungan secara bakteriologis, karena mengandung bakteri penyebab penyakit.
Berdasarkan sifat limbah rumah sakit seperti dijelaskan di atas, maka dapat diketahui
bahwa air limbah tersebut mengandung senyawa organik yang tinggi. Untuk memproses air
limbah dengan kandungan organik yang tinggi, umumnya digunakan pengolahan biologi.
Khusus untuk limbah laboratorium, karena mengandung logam berat, maka sebelum
diproses dalam pengolahan biologis, diperlukan pemrosesan awal baik secara fisik maupun
kimia. Hal ini disebabkan oleh kandungan logam berat dalam limbah laboratorium dapat
mengganggu proses pengolahan biologis. Diagram proses pengelolaan limbah cair di fasilitas
pelayanan kesehatan secara umum dapat dilihat seperti pada Gambar 1 (Hartaja, 2018).
Gambar 1. proses pengelolaan limbah cair di fasilitas pelayanan kesehatan secara umum

Keterangan :

1. Pengolahan air limbah laboratorium dilakukan dengan cara dipisahkan dan ditampung,
kemudian diolah secara kimia-fisika, selanjutnya air olahannya dialirkan bersama-sama
dengan air limbah yang lain.
2. Air limbah yang berupa pelarut yang bersifat B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) antara
lain chloroform, antiseptic, asam dll, obat/bahan kimia kadaluarsa dll dilakukan dengan
cara pembakaran pada suhu tinggi dengan insinerator atau dapat dilakukan dengan cara
dikirim ke tempat pengolahan limbah B3.
3. Khusus dari laundry sebaiknya diberikan pre treatment basin untuk mereduksi detergen
dengan cara pembuatan bak pretreatment atau dengan mixing langsung dalam mesin
cuci.
4. Air limbah dari ruang isolasi sebaiknya didesinfeksi terlebih dahulu dengan proses
khlorinasi

Sementara sumber, sifat, dan dampaknya terhadap air limbah dapat dilihat pada Tabel 1
(Hartaja, 2018). Dalam pengelolaan limbah cair di fasilitas pelayanan kesehatan, sebaiknya
saluran air hujan dan saluran limbah dipisahkan agar proses pengolahan air limbah dapat
berjalan dengan efisien.

Tabel 1. Sumber, Karakteristik Dan Pengaruh Air Limbah


3. Pemilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah

Pada umumnya sistem pengolahan air limbah dibagi menjadi 3, yaitu : sistem pengolahan
fisik, sistem pengolahan biologis, dan sistem pengolahan kimia. Berdasarkan karakteristik
limbah cair rumah sakit yang memiliki kandungan organik cukup tinggi seperti tersebut di atas,
maka sistem pengolahan yang umumnya digunakan adalah sistem pengolahan biologis.

Gambar 2. Sistem Pengolahan Air Limbah Sumber

Pengolahan air limbah secara biologis adalah pengolahan air limbah dengan
menggunakan mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan-bahan organik yang terkandung
dalam air limbah menjadi bahan yang kurang menimbulkan potensi bahaya (misalnya
keracunan, kematian biotik akibat penurunan DO, maupun kerusakan ekosistem). Tujuan
pengolahan air limbah secara biologis adalah untuk menghilangkan dan menstabilkan zat – zat
pencemar organik terlarut dengan menggunakan mikroorganisme, seperti bakteri, kapang,
algae, protozoa, dll. Prinsip kerjanya biasanya menggunakan media penunjang sebagai tempat
hidup mikroorganisme, baik secara melekat maupun tersuspensi sehingga dapat hidup secara
optimal dan menguraikan organik pada air limbah tersebut.
Proses biologis tersebut dapat dilakukan pada 3 kondisi, yaitu kondisi anaerobik (tanpa
udara), kondisi aerobik (dengan udara) dan kondisi anoxic (dengan menggunakan oksigen
terikat). Proses anaerobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD
yang tinggi. Sedangkan proses aerobik digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang
tidak terlalu besar.
Dengan adanya baku mutu air limbah yang lebih ketat, maka perlu dilakukan pemilihan
teknologi yang dapat memenuhi standar kualitas air limbah serta sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi yang ada di rumah sakit. Pemilihan teknologi pengolahan air limbah rumah sakit yang
akan digunakan didasarkan atas beberapa kriteria antara lain:

a. Sistem IPAL harus dapat mengolah seluruh air limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit
b. Efisiensi pengolahan dapat mencapai standar baku mutu lingkungan sesuai dengan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.68 / Menlhk
/Setjen/Kum.1/8/2016.
c. Pengelolaannya harus mudah.
d. Lahan yang diperlukan untuk IPAL tidak terlalu besar.
e. Konsumsi energi rendah.
f. Biaya operasinya rendah. Perawatannya mudah dan sederhana. Lumpur yang dihasilkan
sedapat mungkin kecil.
g. Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar. Harus tahan
terhadap fluktuasi debit dan konsentrasi polutan di dalam air limbah.
h. Dapat menghilangkan padatan tersuspensi (SS) dengan baik. Teknologi yang digunakan
merupakan teknologi yang menggunakan komponen lokal.
i. Biaya konstruksi / investasi murah.
j. Ketersediaan dan kemudahan penggantian suku cadang.
Berdasarkan pertimbangan di atas, umtuk proses pengolahan air limbah rumah sakit
tipe kecil hingga sedang, proses pengolahan yang paling sesuai adalah dengan menggunakan
sistem kombinasi biofilter anaerob dan aerob. Beberapa keunggulan proses pengolahan air
limbah dengan biofilter anaerob aerob antara lain adalah (Wahyu Widayat dan Nusa Idaman
Said, 2005):

a. Pengelolaannya sangat mudah.


b. Tidak perlu lahan yang luas.
c. Biaya operasinya rendah.
d. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.
e. Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan euthropikasi.
f. Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar.
g. Dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.

4. Proses Biofilter Anaerob – Aerob

Pengolahan air limbah dengan proses Biofilter Anaerob - Aerob adalah proses pengolahan
air limbah dengan cara menggabungkan proses biofilter anaerob dan proses biofilter anaerob.
Dengan mengunakan proses biofilter anaerob, polutan organik yang ada di dalam air limbah
akan terurai menjadi gas karbon dioksida dan methan tanpa menggunakan energi (blower
udara), tetapi amoniak dan gas hidrogen sulfida (H 2S) tidak hilang. Oleh karena itu jika hanya
menggunakan proses biofilter anaerob saja hanya dapat menurunkan polutan organik (BOD,
COD) dan padatan tersuspensi (TSS). Agar supaya hasil air olahan dapat memenuhi baku mutu
maka air olahan dari proses biofilter anaerob selanjutnya diproses menggunakan biofilter
aerob. Dengan proses biofilter aerob polutan organik yang masih tersisa akan terurai menjadi
gas karbon dioksida (CO2) dan air (H2O), amoniak akan teroksidasi menjadi nitrit selanjutnya
akan menjadi nitrat, sedangkan gas H2S akan diubah menjadi sulfat.
Dengan menggunakan proses biofilter anaerob-aerob maka akan dapat dihasilkan air
olahan dengan kualitas yang baik dengan menggunakan konsumsi energi yang lebih rendah.
Adapun proses pengolahan air limbah adalah seluruh air limbah dialirkan masuk ke bak
pengumpul atau bak ekualisasi, selanjutnya dari bak ekualisasi air limbah dipompa ke bak
pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran organik tersuspensi.
Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungsi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak
pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, pengurai lumpur (sludge digestion) dan
penampung lumpur. Desain proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter anaerob-
aerob dapat dilihat pada Gambar 3 (Hartaja, 2018).

Gambar 3. Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter


Anaerob- Aerob

Air dari bak pengendap awal, kemudian masuk ke dalam reaktor biofilter anaerob.
Kemudian air limbah dialirkan ke reaktor biofilter aerob, yang telah diisi dengan media dari
bahan plastik tipe sarang tawon yang berfungsi untuk media pembiakan mikroba. Di dalam
reaktor aerob, air limbah dikontakkan dengan udara melalui fine buble diffuser, tujuannya agar
mikroorganisme yang ada dapat menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta
tumbuh dan menempel pada permukaan media. Hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi
penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi
penghilangan amonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact
Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak pengendap akhir
sebagian air limbah dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur.
Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak biokontrol dan selanjutnya dialirkan ke bak
kontaktor khlor untuk proses disinfeksi. Air olahan/efluen, yakni air yang keluar setelah proses
khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum.

5. Sistem Pengolahan Limbah Up-Flow


Proses pengolahan air limbah dengan biofilter "up flow" ini terdiri dari bak pengendap,
ditambah dengan beberapa bak biofilter yang diisi dengan media kerikil atau batu pecah, plastik
atau media lain. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri
anaerobik atau fakultatif aerobik bak pengendap yang terdiri atas 2 ruangan, ruang pertama
berfungsi sebagai bak pengendap pertama, sludge digestion (pengurai lumpur) dan penampung
lumpur sedangkan ruang kedua berfungsi sebagai pengendap kedua dan penampung lumpur
yang tidak terendapkan di bak pertama, dan air luapan dari bak pengendap dialirkan ke media
filter dengan arah aliran dari bawah ke atas (Rohana & Umar, 2020).
Setelah beberapa hari beroperasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film
mikro-organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum
sempat terurai pada bak pengendap. Air luapan dari biofilter kemudian dibubuhi dengan
khlorine atau kaporit untuk membunuh mikroorganisme patogen, kemudian dibuang langsung
ke sungai atau saluran umum.
Keuntungan menggunakan Sistem Pengolahan Limbah Up-Flow antara lain Adanya air
buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter lama kelamaan mengakibatkan
timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air
limbah yang masih mengandung zat organik yang belum ter uraikan pada bak pengendap bila
melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter
tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada
permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan
konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi
konsentrasi BOD cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended
solids (SS) dan konsentrasi total nitrogen dan posphor.
Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media. Sebagai
akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter
ini akan berkurang konsentrasinya. Efisiensi penyaringan akan sangat besar karena dengan
adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan
mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa
aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter Up Flow ini sangat
sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi.
Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar

6. Studi Kasus Pengolahan Air Limbah di RSUD Dr. R. Koesma

RSUD Dr. R. Koesma Tuban terletak di Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Kelurahan Sidorejo,

Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban dengan luas bangunan 24.973 m2. Rumah Sakit memiliki

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dengan kapasitas pengolahan 100 m3/hari, akan tetapi
terjadi overflow pada IPAL eksisting rumah sakit. Hal ini diakibatkan karena penambahan luas
bangunan pada rumah sakit, sehingga meningkatkan kebutuhan penggunaan air bersih dan
debit air limbah. Oleh karena itu perlu dilakukan perancangan ulang IPAL Rumah Sakit, dengan
cara penambahan IPAL baru untuk mengolah sisa debit air limbah Rumah Sakit.
Debit air limbah yang dihasilkan rumah sakit berdasarkan hasil pengolahan data sebesar

171 m3/hari seperti terlihat pada Tabel 2. Debit air limbah dihasilkan dari beberapa sumber
seperti jumlah tempat tidur, jumlah karyawan, unit laundry, unit gizi, masjid dan kamar jenazah.
IPAL baru digunakan untuk mengolah sisa air limbah yang tidak dapat diolah di IPAL eksisting

sebesar 71 m3/hari (Perdana et al., 2018).

Tabel 2. Debit Air Limbah Rumah Sakit


Hasil laboratorium diperoleh data kualitas air limbah RSUD Dr. R. Koesma Tuban dapat
dilihat pada Tabel 3 (Perdana et al., 2018). Baku mutu yang digunakan adalah Peraturan
Gubernur Jatim No. 72 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Rumah Sakit.

Tabel 3. Hasil Uji Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit

Perancangan IPAL rencana digunakan dua alternatif pengolahan biologis yang


dibandingkan yaitu Conventional Activated Sludge dan Extended Aeration, dimana kedua unit
dipilih karena dapat meremoval amonia yang dihasilkan Rumah Sakit. Hasil perbandingan
terhadap kedua alternatif dipilih unit extended aeration, karena mampu menyisihkan semua
parameter yang terkandung pada air limbah rumah sakit, sehingga hasil effluent tidak melebihi
baku mutu yang sudah ditetapkan. PFD alternatif IPAL terpilih dapat dilihat pada Gambar 4
berikut . (Perdana et al., 2018)

Gambar 4. Alternatif Pengolahan Air Limbah RSUD Dr. R. Koesma Tuban


a. Bak ekualisasi berfungsi untuk meratakan beban organik dengan cara meratakan debit
aliran yang masuk ke pengolahan selanjutnya. Debit yang masuk ke bak ekualisasi adalah

penambahan debit air limbah rumah sakit yaitu 71 m 3/hari, karena kapasitas IPAL

eksisting hanya 100 m3/hari. Hasil pengamatan lift station atau pompa submersible
kondisi eksisting didapatkan jam puncak pada pukul 08.00 – 11.00 WIB (3 jam).
b. Pengolahan aerasi yang digunakan adalah sistem extended aerasi. Extended aerasi
memiliki ciri khas waktu tinggal yang relative lama dan rasio makanan berbanding
mikroorganisme rendah. (Wulandari, D. 2012).
c. Unit sedimentasi didesain berdasarkan 4 zona yang ada pada unit sedimentasi. Setiap
zona didesain secara terpisah dengan tujuan agar aliran yang masuk kedalam unit
sedimentasi dapat laminar.
d. Bak penampung digunakan untuk menampung air dari bak pengendapan yang sudah
terolah, yang nantinya akan disalurkan ke bak desinfeksi.
e. Desinfeksi digunakan untuk membunuh bakteri pathogen dengan menambahkan
larutan zat kimia sebelum air limbah dikeluarkan ke badan air.

f. IPAL direncanakan dengan kapasitas pengolahan air limbah sebesar 71 m3/hari. Hasil
perhitungan dimensi setiap unit sebagai berikut : Bake kualisasi 4 m x 4 m x 2,3 m ; Bak
extended aeration 6,6 m x 2,2 m x 4,3 m ; Bak pengendap diameter 2.4 m x tinggi 3 m ;
Bak penampung 1,5 m x 0,75 m x 2,7 m ; dan Bak desinfeksi 1 m x 0,75 m x 1,3 m.

IV. KESIMPULAN
1. Pengolahan biologis merupakan pilihan yang umum digunakan karena efisien dalam
mengolah senyawa organik. Untuk limbah laboratorium yang mengandung logam berat,
diperlukan pemrosesan awal secara kimia-fisika sebelum dilakukan pengolahan biologis.
2. Pemilihan teknologi pengolahan air limbah, beberapa kriteria harus dipertimbangkan,
seperti efisiensi pengolahan, kemudahan pengelolaan, konsumsi energi, biaya
operasional, dan kebutuhan lahan.
3. Sistem pengolahan kombinasi biofilter anaerob dan aerob menjadi pilihan yang sesuai
untuk rumah sakit tipe kecil hingga sedang. Sistem ini dapat mengolah air limbah dengan
baik, mengurangi biaya operasional, dan meminimalkan produksi lumpur.
4. Sistem pengolahan air limbah up-flow juga merupakan alternatif yang efisien dan ramah
lingkungan.

V. DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., Wang, W., Chaudhry, N., & Geng, Y. (2017). Hospital waste management in
developing countries: A mini review. Waste Management and Research, 35(6), 581–
592. https://doi.org/10.1177/0734242X17691344
Convention, T. B. (1999). Safe management of wastes from healthcare activities. 31–33.
Hartaja, D. R. K. (2018). Desain Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Kapasitas 40
M3/Hari. Jurnal Rekayasa Lingkungan, 10(2), 99–113.
https://doi.org/10.29122/jrl.v10i2.2850
Pariente, M. I., Segura, Y., Álvarez-Torrellas, S., Casas, J. A., de Pedro, Z. M., Diaz, E.,
García, J., López-Muñoz, M. J., Marugán, J., Mohedano, A. F., Molina, R., Munoz, M.,
Pablos, C., Perdigón-Melón, J. A., Petre, A. L., Rodríguez, J. J., Tobajas, M., &
Martínez, F. (2022). Critical review of technologies for the on-site treatment of
hospital wastewater: From conventional to combined advanced processes. Journal
of Environmental Management, 320(July).
https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2022.115769
Perdana, A. V., Ashari, Moch. L., & Dermawan, D. (2018). Perancangan ulang instalasi
pengolahan air limbah (ipal) rumah sakit (studi kasus: RSUD Dr. R. Koesma Tuban).
Conference Proceeding on Waste Treatment Technology, 1(1), 157–164.
Rohana, R., & Umar, F. (2020). Desain Perencanaan Ipal (Instalasi Pengolahan Air Limbah)
Menggunakan Proses Biofilter “Up Flow” Rumah Sakit Pendidikan Unismuh. Jurnal
Linears, 3(1), Progress. https://doi.org/10.26618/j-linears.v3i1.3222

Anda mungkin juga menyukai