PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, sebagai penunjang kesejahteraan
masyarakat banyak, rumah sakit menjadi salah satu tempat dalam mendukung
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu upaya
peningkatan kesehatan yang terdiri dari balai pengobatan dan tempat praktik dokter yang
juga ditunjang oleh unitunit lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium, farmasi,
administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan. Selain membawa dampak positif bagi masyarakat, yaitu
sebagai tempat menyembuhkan orang sakit, rumah sakit juga memiliki kemungkinan
membawa dampak negatif. Dampak negatifnya dapat berupa pencemaran dari suatu
proses kegiatan, yaitu bila limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik.
Dalam pengolahan limbah Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan
anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya
(B3).Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15 persen di antaranya
merupakan limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri
(Hg).Sekitar 40 % lainnya adalah limbah organik yang berasal dari sisa makan, baik dari
pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi.Sisanya merupakan limbah anorganik
dalam bentuk botol bekas infus dan plastik.
Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran
air yang sangat potensial.Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung
senyawa organik yang cukup tinggi, mengandung senyawa-senyawa kimia yang
berbahaya serta mengandung mikroorganisme pathogen yang dapat menyebabkan
penyakit (Said, 2003).Pengelolaan limbah RS yang tidak baik akan memicu resiko
terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien
ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung RS.
Tentu saja RS sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab
pengelolaan limbah yang dihasilkan. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan awak
RS maupun orang lain yang berada di lingkungan RS dan sekitarnya, Pemerintah
(Depkes) telah menyiapkan perangkat lunak berupa peraturan, pedoman dan kebijakan
yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS, termasuk
pengelolaan limbah RS.
Pada tahun 1999, WHO melaporkan di Perancis pernah terjadi 8 kasus pekerja
kesehatan terinfeksi HIV, 2 di antaranya menimpa petugas yang menangani limbah
medis.Hal ini menunjukkan bahwa perlunya pengelolaan limbah yang baik tidak hanya
pada limbah medis tajam tetapi meliputi limbah rumah sakit secara keseluruhan. Namun,
berdasarkan hasil Rapid Assessment tahun 2002 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL
Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan
Kota, menyebutkan bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah sakit yang ada,
yang memiliki insinerator baru 49% dan yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut kualitas limbah cair yang telah melalui proses
pengolahan yang memenuhi syarat baru mencapai 52% 1.
Hasil dari kualitas pengolahan limbah cair tidak terlepas dari dukungan pengelolaan
limbah cairnya. Suatu pengelolaan limbah cair yang baik sangat dibutuhkan dalam
mendukung hasil kualitas effluent sehingga tidak melebihi syarat baku mutu yang
ditetapkan oleh pemerintah dan tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan sekitar.
Oleh karena pentingnya pengelolaan limbah cair rumah sakit maka disusun makalah ini
yang akan membahas mengenai pengolahan limbah Rumah Sakit, meliputi antara lain
klasifikasi limbah rumah sakit, sumber-sumbernya, serta metode-metode pengolahan
limbah tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah, antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan pengolahan limbah rumah sakit.
2. Bagaimana penanganan limbah rumah sakit.
3. Apa saja sumber-sumber limbah rumah sakit.
4. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari limbah rumah sakit.
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian dari pengolahan limbah rumah sakit.
2. Mengetahui cara pananganan limbah rumah sakit.
3. Mengetahui sumber-sumber limbah rumah sakit.
4. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari limbah rumah sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Penyimpanan limbah
Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian.
Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa
mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk
dikumpulkan
Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna
yang samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan
perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup
Kantung dipegang pada lehernya
Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai
sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut
kantong tersebut
Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk
membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging)
Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat
mencederainya di dalma kantung yang salah
Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung
limbah
4. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya.Limbah
bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke
insinerator.Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan
Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut
sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada
kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
5. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat
penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak
mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang
pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding
dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan
ruangan dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor)
yang antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :
Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);
·Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.
·Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman
padao gen (khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer.
Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman
patogen. Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi
maksimum yang telah ditentukan.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri.insinerator
berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 – 1500o C atau lebih
tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk
kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan
tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakityang berasal dari rumah
sakitlain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara
lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda
tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti dan Sulaiman, 2001).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan
ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko,
2001) :
Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
·Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
·Tambahkan lapisan kapur.
·Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai
ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
·Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.
Proses Insinerator :
Insinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu relatif
singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu.
Pembakaran sampah ini digunakan dengan sistem pembakaran bertingkat (double
chamber), sehingga emisi yang melalui cerobong tidak berasap dan tidak berbau, dan
menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran tidak memberikan
pengaruh polusi pada lingkungan.
Ruang Bakar Utama :
Dalam ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan “ defisiensi udara “
dimana udara yang dimasukkan didistribusikan dengan merata kedasar ruang bakar
untuk membakar karbon sisa. Gas buang yang panas dari pembakaran, keluar dari
sampah dan naik memanasinya sehingga mengasilkan pengeringan dan kemudian
membentuk gas-gas karbonisasi.Sisa padat dari pembentukan gas ini yang sebagian
besar terdiri atas karbon, dibakar selama pembakaran normal dalam waktu
pembakaran.Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 800 – 1.0000C dengan
sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara terdiri dari sebuah
blower radial digerakan langsung dengan impeller, dengan casing almunium dan motor
listrik, lubang masuk udara dari pipa udara utama didistribusikan ke koil.
Ruang Bakar Tingkat Kedua :
Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama dan terdiri dari ruang
penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas-gas karbonisasi yang dihasilkan
dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang mudah terbakar dari ruang bakar
utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua, kemudian dimasukan udara pembakar,
maka gas-gas karbonisasi akan terbakar habis.
Selama siklus pembakaran bahan bakar yang mudah terbakar dari gas karbonisasi
suhunya cukup tinggi untuk penyalaan sendiri, dan ketika karbonisasi selesai maka
Ruang Bakar Dua
Bekerja seperti sebuah after burner, yaitu mencari, gas-gas yang belum terbakar
kemudian membawanya kedalam temperatur lebih tinggi sehingga terbakar sampai
habis, dimana suhunya mencapai 1.100 0C dengan sistem close loop sehingga optimal.
Pemasukan sampah ke ruang pembakaran dilakukan secara manual atau menggunakan
lift conveyor.
Panel Kontrol Digital :
Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya untuk setting suhu minimum
dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat dikontrol secara “ automatic “
dengan sistem close loop. Pada panel digital dilengkapi dengan petunjuk suhu, pengatur
waktu (digunakan sesuai kebutuhan), dan dilengkapi dengan tombol pengendali “burner
dan “blower” dengan terdapatnya lampu isyarat yang memadai dan memudahkan
operasi.
Cerobong Cyclon :
Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang bagian dalamnya dilengkapi
water spray berguna untuk menahan debu halus yang ikut terbang bersama gas buang,
dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang Bakar Dua dimasukan melalui sisi
dinding atas sehingga terjadi aliran siklon di dalam cerobong,. Gas buang yang berputar
didalam cerobong siklon akan menghasilkan gaya sentripetal, sehingga abu yang berat
jenisnya lebih berat dari gas buang akan terlempar kedinding cerobong siklon. Dengan
cara menyemburkan butiran air yang halus kedinding, maka butiran-butiran abu halus
tersebut akan turun kebawah bersama air yang disemburkan dan ditampung dalam bak
penampung. Bak penampung dapat dirancang tiga sekat, dimana pada sekat pertama
berfungsi mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya air abu akan disaring, dan air
ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk dipompakan ke cerobong siklon
kembali.
Burner dan Blower :
Insinerator dilengkapi dengan 2 sistem pembakaran yang dikendalikan secara otomatis.
Burner yang digunakan dapat menghasilkan panas dengan cepat, serta dilengkapi
dengan blower untuk mempercepat proses pembakaran hingga mampu menghasilkan
panas yang tinggi. Abu pembakaran yang terjadi dalam tungku pembakar utama akan
terkumpul dalam ruang pengumpul abu, dimana abu tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai pencampur pembuatan bataco sedangkan panas yang dihasilkan pembakaran
dari ruang bakar dua dapat dimanfaatkan sebagai pemanas, dengan tambahan unit
coverter energi pembangkit yang akan menghasilkan listrik. Perlu diperhatikan untuk
menunjang pembakaran sempurna yaitu pengumpanan sampah ke ruang bakar harus
sesuai prosedur pengoperasian.Dengan demikian, ratio udara dan bahan bakar sampah
dapat tercampur secara homogen, sehingga pembakaran sampah secara sempurna
dapat dilaksanakan dengan baik. Dengan pembakaran sampah secara sempurna
temperatur operasi relatif lebih tinggi, relatif lebih kecil hidrokarbon yang lolos ke luar
cerobong, dan asap berwana bening, sehingga emisi dari gas buang tersebut ramah
terhadap lingkungan.
Keuntungan dan kerugian insinerator mini:
1.Instalasi sangat kompak
- Memerlukan temperatur tinggi 800 – 1.1000C, diperlukan energi awal (minyak/ listrik)
- Kesiapan SDM (alih teknologi) diperlukan tenaga yang ahli.
2.Ukuran unit relatif kecil dan sedang, tidak memerlukan lahan luas,Bahan terbuat dari
plat baja Perlu pemeliharaan rutin
3.Emisi gas buang - Kontrol/ monitoring dilakukan terkendali
- Energi gas buang dapat dimanfaatkan sebagai sumber panas
- Residu abu dapat dimanfaatkan sebagai batako(nilai ekomonis)
- Meminimalkan pencemaran udara, tanah dan air operasional
- Perlu pengangkutan sisa pembakaran/abu kontinyu) monitoring oleh BPLHD
Arifin, M., 2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan’, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Kalimantan Barat
Djaja, I.M., Maniksulistya, D., 2006,’ Gambaran Pengelolaan Limbah Cair Di Rumah Sakit
X Jakarta Februari 2006’, Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 2, Depok
Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, ‘Kajian Pengelolaan Limbah Padat Medis
Rumah Sakit’, Jakarta
Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang
Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Serta Lingkungan’, UPI
Sudiyanto, S., 2002, ‘Analisis Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Medis Di RSU
Banyumas Tahun 2002’, Skripsi, Banyumas
Sumiyati, S., Imaniar, 2007, ‘Analisis Kinerja Pengolahan Air Limbah Pavilyun Kartika
RSPAD Gatot Soebroto Jakarta’, Jurnal PRESIPITASI Vol. 2 No.1, ISSN 1907-187X,
Jakarta
Suripto, A., 2002, ‘Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksternal Rumah Sakit’, Buletin
Alara, Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong