Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, sebagai penunjang kesejahteraan
masyarakat banyak, rumah sakit menjadi salah satu tempat dalam mendukung
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu upaya
peningkatan kesehatan yang terdiri dari balai pengobatan dan tempat praktik dokter yang
juga ditunjang oleh unitunit lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium, farmasi,
administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah, serta penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan. Selain membawa dampak positif bagi masyarakat, yaitu
sebagai tempat menyembuhkan orang sakit, rumah sakit juga memiliki kemungkinan
membawa dampak negatif. Dampak negatifnya dapat berupa pencemaran dari suatu
proses kegiatan, yaitu bila limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik.
Dalam pengolahan limbah Rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan
anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya
(B3).Dari keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10 sampai 15 persen di antaranya
merupakan limbah infeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri
(Hg).Sekitar 40 % lainnya adalah limbah organik yang berasal dari sisa makan, baik dari
pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi.Sisanya merupakan limbah anorganik
dalam bentuk botol bekas infus dan plastik.
Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran
air yang sangat potensial.Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung
senyawa organik yang cukup tinggi, mengandung senyawa-senyawa kimia yang
berbahaya serta mengandung mikroorganisme pathogen yang dapat menyebabkan
penyakit (Said, 2003).Pengelolaan limbah RS yang tidak baik akan memicu resiko
terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien
ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung RS.
Tentu saja RS sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab
pengelolaan limbah yang dihasilkan. Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan awak
RS maupun orang lain yang berada di lingkungan RS dan sekitarnya, Pemerintah
(Depkes) telah menyiapkan perangkat lunak berupa peraturan, pedoman dan kebijakan
yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS, termasuk
pengelolaan limbah RS.
Pada tahun 1999, WHO melaporkan di Perancis pernah terjadi 8 kasus pekerja
kesehatan terinfeksi HIV, 2 di antaranya menimpa petugas yang menangani limbah
medis.Hal ini menunjukkan bahwa perlunya pengelolaan limbah yang baik tidak hanya
pada limbah medis tajam tetapi meliputi limbah rumah sakit secara keseluruhan. Namun,
berdasarkan hasil Rapid Assessment tahun 2002 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL
Direktorat Penyediaan Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan
Kota, menyebutkan bahwa sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah sakit yang ada,
yang memiliki insinerator baru 49% dan yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) sebanyak 36%. Dari jumlah tersebut kualitas limbah cair yang telah melalui proses
pengolahan yang memenuhi syarat baru mencapai 52% 1.
Hasil dari kualitas pengolahan limbah cair tidak terlepas dari dukungan pengelolaan
limbah cairnya. Suatu pengelolaan limbah cair yang baik sangat dibutuhkan dalam
mendukung hasil kualitas effluent sehingga tidak melebihi syarat baku mutu yang
ditetapkan oleh pemerintah dan tidak menimbulkan pencemaran pada lingkungan sekitar.
Oleh karena pentingnya pengelolaan limbah cair rumah sakit maka disusun makalah ini
yang akan membahas mengenai pengolahan limbah Rumah Sakit, meliputi antara lain
klasifikasi limbah rumah sakit, sumber-sumbernya, serta metode-metode pengolahan
limbah tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah, antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan pengolahan limbah rumah sakit.
2. Bagaimana penanganan limbah rumah sakit.
3. Apa saja sumber-sumber limbah rumah sakit.
4. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari limbah rumah sakit.

C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian dari pengolahan limbah rumah sakit.
2. Mengetahui cara pananganan limbah rumah sakit.
3. Mengetahui sumber-sumber limbah rumah sakit.
4. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari limbah rumah sakit.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LIMBAH RUMAH SAKIT


Limbah adalah bagian dari hasil produksi yang pada umumnya dapat menimbulkan
dampak terhadap lingkungan yang kurang baik, namun jika limbah tersebut dapat
dimanfaatkan atau didaur ulang kembali menjadi produk yang sejenis atau jenis produk
lainnya maka akan mempunyai nilai tambah (added value) yang sangat menguntungkan.
Dari semua kegiatankegiatanrumah sakit, menghasilkan berbagai macam limbah berupa
benda cair, padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan
penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit.
Sesuai dalam UU No. 9 tahun 1990 tentang Pokok-pokok Kesehatan, bahwa setiap
warga berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.Ketentuan tersebut
menjadi dasar bagi pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan yang berupa
pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan
pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat (Siregar, 2001).
Upaya perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai macam cara,
yaitu pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan
ibu dan anak. Selain itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga
perlu diberi perhatian khusus.Rumah sakit merupakan sarana upaya perbaikan
kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula
sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.Pelayanan kesehatan
yang dilakukan rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan
keadaan cacat badan serta jiwa (Said dan Ineza, 2002).
Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair,
padat dan gas.Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan
lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya
pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Unsur-unsur yang
terkait

dengan penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit (termasuk pengelolaan


limbahnya), yaitu (Giyatmi. 2003) :
Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit.
Pengguna jasa pelayanan rumah sakit.
Para ahli, pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran.
Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana dan fasilitas yang
diperlukan.
Upaya pengelolaan limbah rumah sakit telah dilaksanakan dengan menyiapkan
perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan
kebijakan-kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di
lingkungan rumah sakit.Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan
Departemen Kesehatan mengupayakan instalasi pengelolaan limbah rumah
sakit.Sehingga sampai saat ini sebagian rumah sakit pemerintah telah dilengkapi dengan
fasilitas pengelolaan limbah, meskipun perlu untuk disempurnakan.Namun harus disadari
bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan lagi (Barlin, 1995).
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan sebagai upaya untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan masyarakat tersebut. Rumah sakit sebagai salah satu
upaya peningkatan kesehatan tidak hanya terdiri dari balai pengobatan dan tempat
praktik dokter saja, tetapi juga ditunjang oleh unit-unit lainnya, seperti ruang operasi,
laboratorium, farmasi, administrasi, dapur, laundry, pengolahan sampah dan limbah,
serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses
seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi : limbah domestik cair yakni buangan kamar
mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian, limbah cair klinis yakni air limbah yang
berasal dari kegiatan klinis rumah sakit misalnya air bekas cucian luka, cucian darah. dan
lainnya, air limbah laboratorium, dan lain-lain (Said, 2003).
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Secara umum sampah dan limbah
rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non
klinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan
potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : Limbah
benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian
menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam
ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau
tusukan.Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan
tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan dengan
pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah
laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang
perawatan/isolasi penyakit menular.Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota
badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi
dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi
sitotoksik.Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang
terbuang karena batch yang
tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang
oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh
institusi bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan. Limbah
kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis,
veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset. Limbah radioaktif adalah bahan yang
terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio
nukleida.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah
non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis.Sampah non medis ini bisa berasal
dari kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah
dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa
makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain).Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit
mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.Limbah rumah sakit bisa
mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit,
tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada
(laboratorium, klinik dll).Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang
bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung
bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan
dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lain-
lain.

B. SUMBER-SUMBER LIMBAH RUMAH SAKIT


Sumber-sumber limbah rumah sakit antara lain:
Limbah Infeksius: Ekskreta, spesimen lab., bekas balutan, jaringan busuk Limbah
tajam: jarum bekas alat suntik, pecahan peralatan gelas Limbah plastik Limbah
jaringan tubuh
Jenis-jenis limbah rumah sakit yaitu sebagai berikut.
Limbah sitotoksik: teratogenik, mutagenik Limbah kimia dari Lab. farmasi Limbah
radioaktif Limbah domestik Limbah laundry
Limbah rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan
kegiatan penunjang lainnya.Mengingat dampak yang mungkin timbul, maka diperlukan
upaya pengelolaan yang baik meliputi pengelolaan sumber daya manusia, alat dan
sarana, keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan
memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan
(Said, 1999).Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme
bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang.Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang
umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain.Sedangkan limbah padat
rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-
lain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen
atau
bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar
ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang
kurang memadal, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan,
serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999).
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan
memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori
diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah
rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma
(injury).jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana,
1998) :
1. Limbah Klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit
resiko tinggi.Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi
kuman dan populasi umum dan staff rumah sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang
jelas sebagai resiko tinggi. contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus
yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit
bekas, kantung urin dan produk darah.
2. Limbah Patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf sebelum keluar dari unit
patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
3. Limbah Bukan Klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak
berkontak dengan cairan badan.Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah
tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut
dan mambuangnya.
4. Limbah Dapur
Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor.Berbagai serangga seperti kecoa,
kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staff maupun pasien
di rumah sakit.
5. Limbah Radioaktif
Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit,
pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik.

C. DAMPAK LIMBAH RUMAH SAKIT


Limbah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit
dan kegiatan penunjang lainnya.Limbah rumah Sakit bisa mengandung bermacam-
macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang
dilakukan sebelum dibuang.Limbah cair rumah sakit dapat mengandung bahan organik
dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-
lain.Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk,
sampah mudah terbakar, dan lainlain. Limbah- limbah tersebut kemungkinan besar
mengandung mikroorganisme patogen atau bahan kimia beracun berbahaya yang
menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan rumah sakit yang
disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan
penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan
pemeliharaan sarana sanitasi yang masib buruk (Said, 1999).
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh
RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100
RS di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 Kg per
tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur
per hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah
domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infektius sebesar 23,2 persen.
Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton
per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari.Dari gambaran tersebut
dapat dibayangkan betapa besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan
kemungkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit (Sebayang dkk,
1996).Rumah sakit menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa diantaranya
membahyakan kesehatan di lingkungannya. Di negara maju, jumlah limbah diperkirakan
0,5 – 0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari (Sebayang dkk, 1996).
Berdasarkan data dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jaktim yang
diterima Pembaruan, dari 26 rumah sakit yang ada di Jaktim, hanya tiga rumah sakit saja
yang memiliki IPAL dan bekerja dengan baik.Selebihnya, ada yang belum memiliki IPAL
dan beberapa rumah sakit IPAL-nya dalam kondisi rusak berat (Sebayang dkk,
1996).Data tersebut juga menyebutkan, hanya sembilan rumah sakit saja yang memiliki
incinerator.Alat tersebut, digunakan untuk membakar limbah padat berupa limbah sisa-
sisa organ tubuh manusia yang tidak boleh dibuang begitu saja. Menurut Kepala BPLHD
Jaktim, Surya Darma, pihaknya sudah menyampaikan surat edaran yang mengharuskan
pihak rumah sakit melaporkan pengelolaan limbahnya setiap tiga bulan sekali.
Sayangnya, sejak dilayangkannya surat edaran akhir September 2005 lalu, hanya tiga
rumah sakit saja yang memberikan laporan. Menurut Surya, limbah rumah sakit,
khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar
pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius.Selain itu,
kerap bercampur limbah medis dan nonmedis.Percampuran tersebut justru
memperbesar permasalahan limbah medis.Padahal, limbah medis memerlukan
pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis.Yang termasuk limbah
medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah
laboratorium.Pasalnya, tangki pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak
memenuhi syarat sebagai tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar
limbah rumah sakit dibuang ke tangki pembuangan seperti itu (Sebayang dkk,
1996).Sementara itu, Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Sudin Kesmas Jaktim
menduga, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum
menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan
limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar
tidak dijalankan dengan benar. Padahal setiap rumah sakit, selain harus memiliki IPAL,
juga harus memiliki surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL) dan
surat izin pengolahan limbah cair. Sementara limbah organ-organ manusia harus di bakar
di incinerator.Persoalannya, harga incinerator itu cukup mahal sehingga tidak semua
rumah sakit bisa memilikinya (Sebayang dkk, 1996).
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola rumah sakit, dan jadi penyebab
tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan rumah sakit antara lain
disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena
tidak memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan
pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran
karena menganggap bahwa pengelolaan rumah sakit untuk menghasilkan uang bukan
membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk
usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya (Sebayang dkk, 1996). Untuk itu,
upaya-upaya yang harus dilakukan rumah sakit adalah, mulai dan membiasakan untuk
mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3,
infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang).Meningkatkan pengelolaan dan
pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan
bahan kimia baik B3 maupun non B3.Memantau aliran obat mencakup pembelian dan
persediaan serta meningkatkan pengetahuan karyawan terhadap pengelolaan
lingkungan melalui pelatihan dengan materi pengolahan bahan, pencegahan
pencemaran, pemeliharaan peralatan serta tindak gawat darurat (Sebayang dkk, 1996).
Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan
memilah-milah limbah ke dalam pelbagai kategori. Untuk masing-masing jenis kategori
diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah
rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma
(injury).jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian berikut ini (Shahib dan Djustiana,
1998) :
a. Limbah Klinik Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin,
pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi.Limbah ini mungkin berbahaya dan
mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman dan populasi umum dan staff rumah
sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. contoh
limbah jenis tersebut ialah perban atau pembungkus yang kotor, cairan badan,
anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin dan
produk darah.
b. Limbah Patologi Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diotoklaf
sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
c. Limbah Bukan Klinik Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong
dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan.Meskipun tidak
menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan
tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya.
d. Limbah Dapur Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor.Berbagai
serangga seperti kecoa, kutu dan hewan mengerat seperti tikus merupakan
gangguan bagi staff maupun pasien di rumah sakit.
e. Limbah Radioaktif Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan
pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur
dengan baik. Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk
mendapat gangguan karena buangan rumah sakit.Pertama, pasien yang datang
ke Rumah Sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan
Rumah Sakit.Kelompok ini merupakan kelompok yang paling rentan Kedua,
karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak
dengan
orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung / pengantar
orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan
semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-lebih
lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana
mestinya ke lingkungan sekitarnya.Akibatnya adalah mutu lingkungan menjadi turun
kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan
masyarakat di lingkungan tersebut.Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan
pengelolaan buangan rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan
Sanitasi Rumah Sakit.
Dari berbagai jenis sampah/limabah yang dihasilkan oleh rumah sakit sangat berpotensi
untuk menyebabkan gangguan dalam kehidupan dan kesehatan manusia serta
lingkungannya,dan dampak negatif yang dapat terjadi bila sampah rumah sakit tidak di
tangani secara baik dan benar dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan-
gangguan antara lain:
- Gangguan infeksi silang ( Nosokomial ) dapat terjadi pada pengguna rumah sakit
yaitu pasien,pengunjung,dan karyawan.
- Gangguan kesehatan dan keselamatan kerja,terutama bagi karyawan rumah sakit
bila tidak di lengkapi dengan sistem proteksi yang tepat
- Gangguan estetika dan kenyamanan berupa bau,serat kesan kotor yang dapat
memberikan efek psikologis bagi pengguna rumah sakit
- Gangguan Pencemaran lingkungan,melalui sampah/limbah yang di buang baik
internal maupun external
- Gangguan Kerusakan bangunan dapat disebab oleh kimia yang terlarut
- Gangguan kerusakan tanaman dan binatang hidup di sebabkan oleh buangan
bahan kimia dan bahan infeksius
- Gangguan terhadap kesehatan manusia disebabkan oleh virus/bakteri bahan
kimia dan gas
- Gangguan terhadap genetik dan reproduksi manusia dapat disebabkan oleh
bahan kimia, senyawa radio aktif dan lainnya
- Gangguan terjadi kerusakan ekosistem yang lebih luas dan berskala besar.
Melihat karakteristik dan dampak-dampak yang dapat ditimbulkan oleh buangan/limbah
rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai
sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya yang dikenal sebagai
Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi
Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal
di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam
Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Dengan pendekatan sistem tersebut,
pengelolaan lingkungan itu sendiri adalah suatu usaha untuk meningkatkan kualitas
dengan menghasilkan limbah yang ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar.
D. PEMANFAATAN LIMBAH RUMAH SAKIT
Limbah yang masih bisa dimanfaatkan agar dipisahkan dari limbah yang tercemar oleh
limbah B3 ataupun limbah infeksius. Limbah domestik yang dapat didaur ulang ataupun
dimanfaatkan harus dipisah dalam tempat terpisah. Limbah domestik berupa
kertas/karton, plastik, gelas dan logam masih mempunyai nilai jual untuk di reuse. Begitu
pula dengan limbah domestik berupa sampah organik bisa untuk kompos. Limbah plastik
bekas pengobatan lainnya seperti bekas infus yang tidak terkontaminasi limbah B3 atau
limbah infeksius dapat didaur ulang. Pada saat ini hanya sekitar 19% limbah domestik
dari rumah sakit yang sudah dimanfaatkan untuk didaur ulang. Limbah berbahaya dan
beracun sendiri tidak menutup kemungkinan untuk dapat dimanfaatkan ataupun untuk di-
reuse. Beberapa limbah kimia yang dapat dimanfaatkan kembali antara lain adalah
limbah radiologi seperti fixer dan developer dengan dikirimkan ke pihak ke-3 yang berizin.

E. PENANGANAN LIMBAH RUMAH SAKIT


Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap, pelayanan gawat darurat,
pelayanan medik dan non medik yang dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya
dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar
terhadap lingkungan (Agustiani dkk, 1998).
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu
limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi
yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi.Limbah
cair dan Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media
penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun
masyarakat.Gangguan tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air,
tanah, pencemaran makanan dan minunian.Pencemaran tersebut merupakan agen agen
kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak besar terhadap manusia
(Agustiani dkk, 1998).
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan
bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang
setinggitingginya.Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha dalam
lapangan pencegahan dan pemberantasan penyakitpencegahan dan penanggulangan
pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat
dan lain sebagainya (Karmana dkk, 2003).Usaha peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha pencegahan dan penanggulangan
pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun cara-cara pencegahan dan
penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara lain adalah melalui (Karmana
dkk, 2003) :
Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.
Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.
Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya berfungsi
menerima limbah cair yang berasal dari berbagai alat sanitair, menyalurkan melalui
instalasi saluran pembuangan dalam gedung selanjutnya melalui instalasi saluran
pembuangan di luar gedung menuju instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi
limbah, cairan yang sudah diolah mengalir saluran pembuangan ke perembesan tanah
atau ke saluran pembuangan kota (Sabayang dkk, 1996). Limbah padat yang berasal
dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain sebagainya baik yang medis
maupun non
medis perlu dikelola sebaik-baiknya sehingga kesehatan petugas, penderita dan
masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terhindar dari kemungkinan-kemungkinan
dampak pencemaran limbah rumah sakit tersebut (Sabayang dkk, 1996).
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi
atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia
atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus
dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang
dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya,
serta upaya pemanfaatan limbah (Shahib, 1999).Program minimisasi limbah di Indonesia
baru mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk
mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyainilai ekonomi
(Shahib, 1999).
Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang
terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah
(waste reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste
abatement), pencegahan pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya
(source reduction) (Hananto, 1999).
Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama
kali karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah
yang keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya
mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar
ke lingkungan secara preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak
memberikan keuntungan yakni meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya
pengolahan limbah dan pelaksanaannya relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara
yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah (Arthono, 2000) :
1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga
kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran
bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis
komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi
volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau
bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan
selalu cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan
sehiugga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap
rapi dan terkontrol.
5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang
potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya
dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian
unitnya.
Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah
sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di
tempat sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut (Haryanto, 2001) :
1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk
limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.
3. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.
4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan
perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan
warna yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana, 2000) :
1. Pemisahan limbah
Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang
menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang.
Di beberapa negara, kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat
digunakan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat
diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna,
kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unitunit lain.

2. Penyimpanan limbah
 Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian.
Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
 Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa
mengayun menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk
dikumpulkan
 Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna
yang samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
 Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan
perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya
3. Penanganan limbah
 Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup
 Kantung dipegang pada lehernya
 Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai
sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut
kantong tersebut
 Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk
membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging)
 Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat
mencederainya di dalma kantung yang salah
 Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung
limbah
4. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya.Limbah
bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke
insinerator.Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan
Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut
sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada
kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
5. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat
penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak
mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang
pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding
dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan
ruangan dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor)
yang antara lain disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :
Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);
·Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.
·Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman
padao gen (khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer.
Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman
patogen. Kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi
maksimum yang telah ditentukan.
Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri.insinerator
berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 – 1500o C atau lebih
tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk
kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan
tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakityang berasal dari rumah
sakitlain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara
lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun bukan klinik, termasuk benda
tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti dan Sulaiman, 2001).
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan
ditanam. Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko,
2001) :
Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.
·Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
·Tambahkan lapisan kapur.
·Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai
ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah.
·Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.

Ozonisasi Pengolahan Limbah Medis


Limbah cair yang dihasilkan dari sebuah rumah sakit umumnya banyak mengandung
bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi
kesehatan masyarakat sekitar rumah sakittersebut.Dari sekian banyak sumber limbah di
rumah sakit, limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang
digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau
activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan inveksikus, sehingga
harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum “dilempar” menjadi limbah tak
berbahaya.Untuk foto rontgen misalnya, ada cairan tertentu yang mengandung radioaktif
yang cukup berbahaya.Setelah bahan ini digunakan.limbahnya dibuang (Suparmin dkk,
2002).
Pengolahan Limbah Medis dengan Insenerasi
Limbah medis termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun (LB3) sesuai
dengan PP 18 thn 1999 jo PP 85 thn 1999 lampiran I daftar limbah spesifik dengan kode
limbah D 227. Dalam kode limbah D227 tersebut disebutkan bahwa limbah rumah sakit
dan limbah klinis yang termasuk limbah B3 adalah limbah klinis, produk farmasi
kadaluarsa, peralatan laboratorium terkontaminasi, kemasan produk farmasi, limbah
laboratorium, dan residu dari proses insinerasi.
Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan pemilahan
limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda berdasarkan
karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam plastik berwarna hitam,
limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna kuning, limbah sitotoksic kedalam
warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam kantong plastik berwarna coklat dan limbah
radio aktif kedalam kantong warna merah. Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki
tempat penyimpanan sementara limbahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam
Kepdal 01 tahun 1995. Pengelolaan limbah infeksius dengan menggunakan incinerator
harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan
Bapedal No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan
emisi yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai
penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi penghancuran
/ penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi.

Proses Insinerator :
Insinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu relatif
singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu.
Pembakaran sampah ini digunakan dengan sistem pembakaran bertingkat (double
chamber), sehingga emisi yang melalui cerobong tidak berasap dan tidak berbau, dan
menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran tidak memberikan
pengaruh polusi pada lingkungan.
Ruang Bakar Utama :
Dalam ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan “ defisiensi udara “
dimana udara yang dimasukkan didistribusikan dengan merata kedasar ruang bakar
untuk membakar karbon sisa. Gas buang yang panas dari pembakaran, keluar dari
sampah dan naik memanasinya sehingga mengasilkan pengeringan dan kemudian
membentuk gas-gas karbonisasi.Sisa padat dari pembentukan gas ini yang sebagian
besar terdiri atas karbon, dibakar selama pembakaran normal dalam waktu
pembakaran.Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 800 – 1.0000C dengan
sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara terdiri dari sebuah
blower radial digerakan langsung dengan impeller, dengan casing almunium dan motor
listrik, lubang masuk udara dari pipa udara utama didistribusikan ke koil.
Ruang Bakar Tingkat Kedua :
Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama dan terdiri dari ruang
penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas-gas karbonisasi yang dihasilkan
dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang mudah terbakar dari ruang bakar
utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua, kemudian dimasukan udara pembakar,
maka gas-gas karbonisasi akan terbakar habis.
Selama siklus pembakaran bahan bakar yang mudah terbakar dari gas karbonisasi
suhunya cukup tinggi untuk penyalaan sendiri, dan ketika karbonisasi selesai maka
Ruang Bakar Dua
Bekerja seperti sebuah after burner, yaitu mencari, gas-gas yang belum terbakar
kemudian membawanya kedalam temperatur lebih tinggi sehingga terbakar sampai
habis, dimana suhunya mencapai 1.100 0C dengan sistem close loop sehingga optimal.
Pemasukan sampah ke ruang pembakaran dilakukan secara manual atau menggunakan
lift conveyor.
Panel Kontrol Digital :
Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya untuk setting suhu minimum
dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat dikontrol secara “ automatic “
dengan sistem close loop. Pada panel digital dilengkapi dengan petunjuk suhu, pengatur
waktu (digunakan sesuai kebutuhan), dan dilengkapi dengan tombol pengendali “burner
dan “blower” dengan terdapatnya lampu isyarat yang memadai dan memudahkan
operasi.
Cerobong Cyclon :
Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang bagian dalamnya dilengkapi
water spray berguna untuk menahan debu halus yang ikut terbang bersama gas buang,
dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang Bakar Dua dimasukan melalui sisi
dinding atas sehingga terjadi aliran siklon di dalam cerobong,. Gas buang yang berputar
didalam cerobong siklon akan menghasilkan gaya sentripetal, sehingga abu yang berat
jenisnya lebih berat dari gas buang akan terlempar kedinding cerobong siklon. Dengan
cara menyemburkan butiran air yang halus kedinding, maka butiran-butiran abu halus
tersebut akan turun kebawah bersama air yang disemburkan dan ditampung dalam bak
penampung. Bak penampung dapat dirancang tiga sekat, dimana pada sekat pertama
berfungsi mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya air abu akan disaring, dan air
ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk dipompakan ke cerobong siklon
kembali.
Burner dan Blower :
Insinerator dilengkapi dengan 2 sistem pembakaran yang dikendalikan secara otomatis.
Burner yang digunakan dapat menghasilkan panas dengan cepat, serta dilengkapi
dengan blower untuk mempercepat proses pembakaran hingga mampu menghasilkan
panas yang tinggi. Abu pembakaran yang terjadi dalam tungku pembakar utama akan
terkumpul dalam ruang pengumpul abu, dimana abu tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai pencampur pembuatan bataco sedangkan panas yang dihasilkan pembakaran
dari ruang bakar dua dapat dimanfaatkan sebagai pemanas, dengan tambahan unit
coverter energi pembangkit yang akan menghasilkan listrik. Perlu diperhatikan untuk
menunjang pembakaran sempurna yaitu pengumpanan sampah ke ruang bakar harus
sesuai prosedur pengoperasian.Dengan demikian, ratio udara dan bahan bakar sampah
dapat tercampur secara homogen, sehingga pembakaran sampah secara sempurna
dapat dilaksanakan dengan baik. Dengan pembakaran sampah secara sempurna
temperatur operasi relatif lebih tinggi, relatif lebih kecil hidrokarbon yang lolos ke luar
cerobong, dan asap berwana bening, sehingga emisi dari gas buang tersebut ramah
terhadap lingkungan.
Keuntungan dan kerugian insinerator mini:
1.Instalasi sangat kompak
- Memerlukan temperatur tinggi 800 – 1.1000C, diperlukan energi awal (minyak/ listrik)
- Kesiapan SDM (alih teknologi) diperlukan tenaga yang ahli.
2.Ukuran unit relatif kecil dan sedang, tidak memerlukan lahan luas,Bahan terbuat dari
plat baja Perlu pemeliharaan rutin
3.Emisi gas buang - Kontrol/ monitoring dilakukan terkendali
- Energi gas buang dapat dimanfaatkan sebagai sumber panas
- Residu abu dapat dimanfaatkan sebagai batako(nilai ekomonis)
- Meminimalkan pencemaran udara, tanah dan air operasional
- Perlu pengangkutan sisa pembakaran/abu kontinyu) monitoring oleh BPLHD

Baku Mutu DRE untuk Incinerator


No. Parameter Baku mutu DRE 1 POHCs 99.99% 2 Polychlorinated biphenil (PCBs)
99.9999% 3 Polychlorinated dibenzofuran (PCDFs) 99.9999% 4 Polychlorinated dibenzo-
p-dioksin 99.9999%
Disamping itu, persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam menjalankan incinerator
adalah emisi udara yang dikeluarkannya harus sesuai dengan baku mutu emisi untuk
incinerator.

Baku Mutu Emisi Udara untuk Incinerator


No. Parameter Kadar maksimum (mg/Nm2) 1 Partikel 50 2 Sulfur dioksida (SO2) 250 3
Nitrogen dioksida (NO2 300 4 Hidrogen Fluorida (HF) 10 5 Karbon Monoksida (CO) 100
6 Hidrogen Chlorida (HCl) 70 7 Total Hidrocarbon (sbg CH4) 35 8 Arsen (As) 1 9 Kadmiun
(Cd) 0,2 10 Kromium (Cr) 1 11 Timbal (Pb) 5 12 Merkuri (Hg) 0,2 13 Talium (Tl) 0,2 14
Opasitas 10%
Dalam penangan limbah medis ini rumah sakit dapat mengelolanya sendiri atau dikelola
oleh rumah sakit lain atau pengelola lain yang sudah memperoleh izin dari Kementerian
Negara Lingkungan Hidup.
1. a. Limbah Cair
Limbah cair (air limbah) merupakan limbah buangan hasil kegiatan manusia sehari-hari
yang berupa cairan dengan segala bentuk polutan di dalamnya, termasuk padatan,
bahan kimia, maupun mikroorganisme pathogen.Salah satu hal penting yang harus
diperhatikan adalah pada pengelolaan limbah cair yang dihasilkan dari pengoperasian
rumah sakit tersebut, karena apabila tidak dikelola dengan prosedur yang benar
dikhawatirkan akan menjadi rantai penyebaran penyakit infeksi di lingkungan masyarakat
rumah sakit maupun masyarakat di luar rumah sakit.
Limbah cair rumah sakit berpotensi menurunkan kualitas lingkungan hidup, dan
merupakan sumber utama penyebab gangguan kesehatan.Mengingat pentingnya limbah
cair terutama dalam penyebab gangguan kesehatan maka limbah cair tersebut perlu
mendapatkan perhatian yang lebih didalam pengelolaannya. Limbah cair rumah sakit
dihasilkan dari kegiatan-kegiatan pemeriksaan, perawatan, bedah, laboratorium,
radiologi, poliklinik, gawat darurat dan farmasi, limbah cair yang dihasilkan tersebut
sifatnya variatif dan umumnya bersifat infeksius, seperti limbah yang berasal dari
penderita rawat inap antara lain salmonella, staphilococcus, streptococcus, virus
hepatitis. Sifat lain dari limbah cair rumah sakit yaitu toksik, iritatif, korosif kumulatif dan
karsinogenik, temperatur tinggi, berbau, berwarna, dan organis. Selain itu limbah cair
rumah sakit juga dihasilkan dari aktifitas pasien, tenaga kesehatan, maupun kegiatan
belajar siswa yang sedang praktek. Rumah sakit merupakan penghasil limbah cair
terbesar dibandingkan dengan sarana kesehatan yang lain seperti Puskesmas, Poliklinik,
Laboratorium dan Balai Pengobatan.
Sistem extended aeration termasuk dalam proses pertumbuhan biomassa tersuspensi.
Pada proses pertumbuhan biomassa tersuspensi, mikroorganisme bertanggung jawab
atas kelangsungan jalannya proses dalam kondisi suspensi liquid dengan metode
pengadukan/pencampuran yang tepat.Biomassa yang ada dinamakan dengan lumpur
aktif, karena adanya mikroorganisme aktif yang dikembalikan ke bak/unit aerasi untuk
melanjutkan biodegradasi zat organik yang masuk sebagai influen (Tchobanoglous,
2003).
Proses extended aeration mirip dengan proses konvensional plug-flow, hanya saja
extended aeration beroperasi dalam fase respirasi endogenous pada kurva
pertumbuhan, yang membutuhkan beban organik (organic loading) yang rendah dengan
waktu aerasi yang lebih lama (Reynolds, 1982).
Pengolahan limbah cair di Rumah Sakit menggunakan sistem extended aeration. Pada
awalnya air limbah dialirkan ke dalam influent chamber. Dalam proses penyaluran ke
influent chamber ini bahan padat dapat masuk ke sistem penyaluran. Jika bahan padat
masuk ke sistem penyaluran dan mencapai unit pengolahan maka proses pengolahan
limbah cair dapat terganggu. Oleh karena itu, pada influent chamber dilakukan
pengolahan pendahuluan yaitu melalui proses penyaringan dengan bar screen. Air
limbah dialirkan melalui saringan besi untuk menyaring sampah yang berukuran
besar.Sampah yang tertahan oleh saringan besi secara rutin diangkut untuk menghindari
terjadinya penyumbatan.
Selanjutnya air limbah diolah dalam equalizing tank.Di dalam equalizing tank, air limbah
dibuat menjadi homogen dan alirannya diatur dengan flow regulator.Flow regulator yang
terdapat pada bak ekualisasi ini dan dapat mengendalikan fluktuasi jumlah air limbah
yang tidak merata, yaitu selama jam kerja air diperlukan dalam jumlah banyak, dan sedikit
sekali pada malam hari. Flow regulator juga dapat mengendalikan fluktuasi kualitas air
limbah yang tidak sama selama 24 jam dengan menggunakan teknik mencampur dan
mengencerkan. Dengan dibantu oleh diffuser, air limbah dari berbagai sumber teraduk
dan bercampur menjadi homogen dan siap diolah.Selain itu, diffuser juga dapat
menghilangkan bau busuk pada air limbah.
Setelah itu, proses pengolahan secara biologis terjadi di dalam aeration tank dengan
bahanbahan organik yang terdapat dalam air limbah didekomposisikan oleh
microorganisme menjadi produk yang lebih sederhana sehingga menyebabkan bahan
organik semakin lama semakin berkurang. Dalam hal ini bahan buangan organik diubah
dan digunakan untuk perkembangan sel baru (protoplasma) serta diubah dalam bentuk
bahanbahan lainnya seperti karbondioksida, air, dan ammonia. Massa dari protoplasma
dan bahan organik baru yang dihasilkan, mengendap bersama-sama dengan endapan
dalam activated sludge.
Kemudian air limbah beserta lumpur hasil proses biologis tadi dialirkan kedalam clarifier
tank agar dapat mengendap. Lumpur yang sudah mengendap di bagian paling bawah
dipompakan kembali ke bak aerasi dan lumpur pada air limbah yang baru datang
dibiarkan turun mengendap ke bawah sehingga terjadi pergantian.
Lumpur yang telah mengendap pada dasar bak clarifier dikembalikan ke bak aerasi tanpa
ada yang diambil keluar atau dilakukan pengolahan lumpur lebih lanjut.
Air limbah dari bak clarifier yang sudah lebih jernih dialirkan ke bak effluent.Sebelum
masuk ke effluent tank, air limbah diberikan khlorin untuk mengendalikan jumlah populasi
bakteri pada ambang yang tidak membahayakan. Sebagai mata rantai terakhir, air limbah
ditampung di dalam effluent tank yang pada akhirnya akan dibuang ke parit dan bermuara
ke sungai.
Pemeliharaan IPAL di Rumah Sakit pada prinsipnya relatif mudah dilakukan. Yang
terpenting adalah menjaga agar limbah padat tidak masuk ke dalam system dan
mencegah penyumbatan-penyumbatan.Untuk mencegah limbah padat masuk dan
mencegah terjadinya penyumbatan-penyumbatan, maka perlu selalu dilakukan
pembersihan pada bar screen dari sampah padat secara rutin.
Peralatan yang digunakan adalah serok, garu, bak sampah, dan senter.Sedangkan
material yang digunakan adalah kaporit berupa khlorin sebagai disinfektan.Pengawasan
dilakukan pada kualitas serta alat-alat dan mesin. Pengawasan kualitas air limbah terolah
dilakukan tiap 3 bulan sekali. Sedangkan pengawasan terhadap alat-alat dan mesin
dilakukan secara rutin 6 kali dalam sebulan.
Saluran air limbah di Rumah sakit harus sesuai dengan ketentuan Kepmenkes
No.1204/Menkes/SK/X/ 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit,
yaitu bersifat tertutup dan berhubungan langsung dengan instalasi pengolahan air limbah
yaitu air limbah wc atau kamar mandi langsung disalurkan melalui pipa ke influent
chamber. Selain itu salurannya juga kedap air dan limbah mengalir dengan lancar serta
terpisah dengan saluran air hujan.
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 tahun 1995 tanggal 21
Desember 1995 mengenai baku mutu limbah cair bagi kegiatan rumah sakit, adalah
sebagai berikut.
Parameter Kadar maksimum (mg/L) BOD 75 COD 100 TSS 100 pH 6,0 – 9,0
Teknologi Pengolahan Limbah
Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar
antara masalah tangki septik dan insinerator.Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai
negatif besar.Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang
dikhawatirkan dapat mencemari tanah.Terkadang ada beberapa rumah sakit yang
membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga
dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat medis (Suparmin dkk, 2002).
Sedangkan insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga
bukan berarti tanpa cacat.Badan Perlindungan Lingkungan AS menemukan teknik
insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun.Penelitian terakhir
menunjukkan zat dioksin inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh
(Suparmin dkk, 2002).Yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya
teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi.Salah satu metode sterilisasi
limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan United States Environmental Protection
Agency (USEPA) pada tahun 1999.Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk
mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain (Christiani, 2002).
Ozonisasi
Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau
proses dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai
metode sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi
kemudian berkembang sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat
kurang lebih 300 lokasi pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses
sterilisasinya di Amerika (Berlanga, 1998).
Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan
makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja
di perkantoran.Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal
memiliki sifat radikal (mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki
oksidasi potential 2.07 V. Selain itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan
menggunakan plasma seperti corona discharge (Berlanga, 1998). Melalui proses
oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisma seperti
bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai
mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon
akan merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus
membunuhnya. Juga melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy
(HO2) dan hydroxyl radical (OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring
dengan perkembangan teknologi, dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam
mengolah limbah cair domestik dan industri (Akers, 1993).
Ozonisasi Limbah cair rumah sakit
Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet, dan
lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki
reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor
bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah
cair (Harper, 1986).
Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk
dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses
ini, polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki
reaktor dapat diendapkan (Harper, 1986).
Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi
proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses
koagulasi. Zat-zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh
permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses
penyerapan akan berhenti, dan pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon
aktif baru atau didaur ulang dengan cara dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif
untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke sungai (Harper, 1986).
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal
bebas yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7
V) dan chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat
mengoksidasi berbagai senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan
sebagainya).Sebagai contoh, fenol yang teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah
menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk kemudian teroksidasi kembali menjadi
asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam yang lebih kecil yang mudah
teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai hasil akhir dari
proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air (Harper, 1986). Hidroksil
radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan
dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan
menghilangkan warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi
senyawa organik serta membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam
limbah cair rumah sakit (Wilson, 1986). Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses
adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan diserap oleh permukaan karbon
aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah jenuh, proses penyerapan akan
berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang dengan cara dicuci
(Wilson, 1986).
Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau
hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah
hidroksil radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa
organik. Teknologi oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun
yang berada dalam air, tapi juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat
(sludge) dapat diminimalisasi hingga mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem
ozonisasi ini dapat pihak rumah sakittidak hanya dapat mengolah limbahnya tapi juga
akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah terproses (daur ulang).
Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak memerlukan
tempat instalasi yang luas (Wilson, 1986).
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi
masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa
cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang
benar. Pengelolaan limbah rumah sakityang tidak baik akan memicu resiko terjadinya
kecelakaan kerja dan penularan penyakit darin pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien
dari pekerja ke pasien maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit.
Oleh sebab itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang
lain yang berada di lingkungan rumah sakit dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, dengan melaksanakan kegiatan
pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu indikator penting yang
perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung
jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986).
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M., 2008, ‘Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan’, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Kalimantan Barat

Djaja, I.M., Maniksulistya, D., 2006,’ Gambaran Pengelolaan Limbah Cair Di Rumah Sakit
X Jakarta Februari 2006’, Makara, Kesehatan, Vol. 10, No. 2, Depok

http://www.Blog at WordPress.com.Diakses tanggal 25 Februari 2010.


http://kompas.com/kompas-cetak/0005/13/IPTEK/limb10.htm. Diakses tanggal 25
Februari 2010.
http://www.suarapembaruan.com/News/2003/10/20/index.html. Diakses tanggal 25
Februari 2010.
http://www.dhanajournal.blogspot.com.Diakses tanggal 25 Februari 2010.
http://www.wikipedia.org. Diakses tanggal 25 Februari 2010.
http://www.klinikmedis.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=7:pencegahan-penanganan-pengolahan-
limbahrumah-sakit&catid=1:latest-news. Diakses tanggal 25 Februari 2010.
http://www.suarapembaruan.com/News/2003/10/20/index.html. Diakses tanggal 25
Februari 2010.
Kusminarno, K., 2004, ‘Manajemen Limbah Rumah Sakit’, Jakarta

Nainggolan, R., Elsa, Musadad A., 2008, ‘Kajian Pengelolaan Limbah Padat Medis
Rumah Sakit’, Jakarta

Paramita, N., 2007, ‘Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto’, Jurnal Presipitasi Vol. 2 No.1 Maret 2007, Issn 1907-187x, Semarang

Shofyan, M., 2010, ‘Jenis Limbah Rumah Sakit Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Serta Lingkungan’, UPI
Sudiyanto, S., 2002, ‘Analisis Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Medis Di RSU
Banyumas Tahun 2002’, Skripsi, Banyumas
Sumiyati, S., Imaniar, 2007, ‘Analisis Kinerja Pengolahan Air Limbah Pavilyun Kartika
RSPAD Gatot Soebroto Jakarta’, Jurnal PRESIPITASI Vol. 2 No.1, ISSN 1907-187X,
Jakarta

Suripto, A., 2002, ‘Pengelolaan Limbah Radioterapi Eksternal Rumah Sakit’, Buletin
Alara, Volume 4 (Edisi Khusus), Serpong

Wikantadhi, D. A., 2006, ‘Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pengelolaan


Sampah Di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Kabupaten Bantul’,
Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Wulandari, L. N. I., Sulastini, N. P. E., Siskayanti, N. K., Mirah, T. I. A., Wulandari, N. M.


P., 2009, ‘Pengolahan Limbah Padat Rumah Sakit’, Jurusan Farmasi Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana, Bali Zaenab, 2009,
’Teknologi Pengolahan Limbah “Medis” Cair’, Makassar
Zaman, B., Sutrisno, E., 2006, ‘Kemampuan Penyerapan Eceng Gondok Terhadap
Amoniak Dalam Limbah Rumah Sakit Berdasarkan Umur Dan Lama Kontak (Studi
Kasus: RS Panti Wilasa, Semarang)’, Jurnal PRESIPITASI Vol.1 No.1, ISSN

Anda mungkin juga menyukai