Pendahuluan
Pelayanan kesehatan bagi setiap warga negara ditunjang oleh Pemerintah yang bertanggung
jawab dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Pemerintah
menyediakan berbagai jenis fasilitas pelayanan kesehatan untuk menunjang kesehatan setiap warga
negaranya, fasilitas pelayanan kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, adalah “suatu alat dan /atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat”. 3 Fasilitas kesehatan menurut pengertian dari
Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan RI, 2002 yaitu “tempat pemeriksaan dan perawatan kesehatan yang berada di bawah
pengawasan dokter/tenaga medis, yang biasanya dilengkapi dengan fasilitas rawat inap, dan klinik.
Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di fasilitas kesehatan meliputi pelayanan rawat jalan, rawat
inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan pelayanan non
medic. Salah satu sektor penghasil limbah bahan beracun berbahaya adalah sektor kesehatan yakni
Rumah Sakit, dimana rumah sakit sebagai sarana perbaikan kesehatan dan dapat dimanfaatkan pula
sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Pelayanan kesehatan yang dilakukan
rumah sakit berupa kegiatan penyembuhan penderita dan pemulihan keadaan cacat badan serta jiwa.
Kegiatan rumah sakit sudah pasti menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa benda cair,
padat dan gas. Tidak hanya itu, proses kegiatan di dalam rumah sakit dapat mempengaruhi lingkungan
sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud dapat mempergunakan teknologi yang
diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap lingkungan. Limbah yang dihasilkan rumah sakit
dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dari
Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga
sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan limbah padat yang berasal dan rumah sakit merupakan media
penyebaran gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat. Gangguan
tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman.
Pencemaran tersebut terhadap kesehatan lingkungan dapat menimbulkan dampak besar terhadap
manusia.
Jenis limbah rumah sakit bermacam-macam, yaitu limbah padat non medis, limbah padat
medis, limbah cair, dan limbah gas. Limbah-limbah tersebut terdiri dari limbah non infeksius, limbah
infeksius, bahan kimia beracun dan berbahaya, dan sebagian bersifat radioaktif sehingga
membutuhkan pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan. Pasal 9 Undang-Undang Reublik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Pengelolaan limbah di rumah sakit
dilaksanakan meliputi pengelolaan limbah padat, cair, bahan gas yang bersifat infeksius, bahan kimia
beracun dan sebagian bersifat radioaktif, yang diolah secara terpisah. Upaya pengurangan limbah B3
pada sumber dengan penggantian termometer merkuri menjadi termometer digital yang digunakan di
lab. Hal ini dilakukan oleh pihak RS untuk menghindari penggunaan limbah B3. Hal ini sesuai dengan
PerMen LHK No 56 tahun 2015. Kesalahan pewadahan limbah B3 dan Non B3 serta pencampuran
limbah obat/farmasi dengan limbah Non B3 tidak sesuai dengan PerMen LHK No. 56 Tahun 2015.
Kendala yang ada yaitu kurangnya kesadaran petugas dalam membuang limbah sesuai kategorinya.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dalam kegiatannya selalu
menghasilkan limbah medis ataupun non medis. Limbah medis dan non medis ini terbagi tiga
bagian, yaitu padat, cair dan gas. Limbah non medis ialah limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah tangga yang bersifat tidak infeksius seperti kertas, daun, bekas pembungkus
makanan, dan lain-lain. Sedangkan limbah medis ialah limbah yang dihasilkan dari kegiatan
medis yang meliputi limbah klinik, patologi dan radioaktif.
Namun menciptakan kebersihan di rumah sakit merupakan upaya yang cukup sulit dan
bersifat kompleks berhubungan dengan berbagai aspek antara lain budaya/ kebiasaan,
perilaku masyarakat, kondisi lingkungan,sosial dan teknologi. Dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dengan meningkatnya pendirian Rumah Sakit
(RS). Sebagai akibat kualitas efluen limbah rumah sakit yang tidak memenuhi syarat
menyebabkan limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk disekitar rumah
sakit dan menimbulkan masalah kesehatan, hal ini dikarenakan dalam limbah rumah sakit
dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam
thypoid, cholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum di buang ke
lingkungan. Dimulai dengan makin meningkatnya pendirian rumah sakit, kehidupan
masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya, serta kurangnya kepedulian
manajemen rumah sakit terhadap pengelolaan lingkungan. Mulailah timbul tumpukan sampah
ataupun limbah yang dibuang tidak sebgaimana semestinya.Hal ini berakibat pada kehidupan
manusia dibumi yang menjadi tidak sehat sehingga menurunkan kualitas kehidupan terutama
pada lingkungan sekitarnya.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dalam kegiatannya selalu
menghasilkan limbah medis ataupun non medis. Limbah medis dan non medis ini terbagi tiga
bagian, yaitu padat, cair dan gas. Limbah non medis ialah limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah tangga yang bersifat tidak infeksius seperti kertas, daun, bekas pembungkus
makanan, dan lain-lain. Sedangkan limbah medis ialah limbah yang dihasilkan dari kegiatan
medis yang meliputi limbah klinik, patologi dan radioaktif.
Limbah medis dan non medis ini harus dikelola dengan baik sesuai dengan peraturan
dan ketentuan dalam undangundang kesehatan. Karena limbah nedis dan non medis ini sangat
berbahaya dan dapat menimbulkan infeksi nosokomial (infeksi yang terjadi atau didapat di
rumah sakit selama 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit atau pada saat masuk
rumah sakit tidak ada tanda/gejala atau tidak merasa inkubasi infeksi tersebut, yang
disebabkan oleh mikroorganisme), tempat bersarangnya vektor, pencemaran air, tanah dan
udara, penyebab kecelakaan, dan gangguan estetika.
Limbah yang dihasilkan akibat adanya aktivitas pelayanan kesehatan seperti rumah
sakit, puskesmas, klinik, memiliki karakteristik yang berbeda dari limbah yang dihasilkan
dari aktivitas industri. Limbah yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan pada
umumnya termasuk kategori limbah yang memiliki potensi bahaya biologi, karena terdapat
bakteri, virus dan mikroorganisme sisa dari kegiatan medis seperti operasi penyebuhan dan
sisa pemeriksaan laaboratorium (Pratiwi & Maharini, 2013). Limbah medis yang dihasilkan
oleh pelayanan kesehatan sebesar 10-25% dan sisanya sebesar 75 – 90% merupakan limbah
domestik (Mayonetta, 2016). Meskipun jumlah limbah medis yang dihasilkan lebih sedikit
dari limbah domestik, namun jika limbah medis yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut tidak dikelola dengan benar sebelum dibuang ke lingkungan maka akan
mengontaminasi lingkungan, yang kemudian berkontribusi menjadi rantai penularan
penyakit, kepada pekerja maupun masyarakat, bahkan dapat menimbulkan kematian (Pratiwi
& Maharini, 2013), (Wulandari et al., 2019), (Mayonetta, 2016).
Selain sampah klinis dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah
non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/ administrasi (kertas), unit
pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruangan pasien, sisa makanan buangan,
sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/ bahan makanan, sayur dll). Limbah cair yang
dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.Limbah
rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung dari jenis
rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada
(laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang
bersifat pathogen.
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi
masyarakat sekitarnya tetapi juga mungkin dampak negatif itu berupa cemaran akibat proses
kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan limbah
rumah sakit yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan
penyakit dari pasien ke pasien yang lain maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung
rumah sakit. Oleh kerna itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun
orang lain yang berada dilingkungan rumah sakit dan sekitarnya perlu kebijakan sesuai
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan
monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu indikator penting yang perlu diperhatikan.
Keberagaman sampah/ limbah rumah sakit memerlukan penanganan yang baik sebelum
proses pembuangan. Sebagian besar pengelolaan limbah medis rumah sakit masih dibawah
standar lingkungan karena umunya dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah
dengan sistem open dumping atau dibuang ke sembarang tempat. Bila pengelolaan limbah tak
dilaksanakan secara saniter akan menyebabkan gangguan bagi masyarakat disekitar rumah
sakit dan pengguna limbah medis. Agen penyakit limbah rumah sakit memasuki manusia
(host) melalui air, udara, makanan, alat atau benda.Agen penyakit bisa ditularkan pada
masyarakat sekitar, pemakai limbah medis dan pengantar orang sakit. harus tidak berbahaya,
tidak infeksius dan merupakan limbah yang tidak dapat digunakan lagi
Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan penduduk di sekitar rumah sakit dan
dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam limbah rumah sakit dapat
mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit pada manusia termasuk demam typoid,
kholera, disentri dan hepatitis sehingga limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non
klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari
kantor / administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang
pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan
makanan, sayur dan lain-lain). Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam
mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan
sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-
jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya
limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat
kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, pH,
mikrobiologik, dan lain-lain.
Pajanan limbah medis yang berbahaya dapat mengakibatkan infeksi atau cidera.
Limbah medis yang tidak dikelola dengan baik akan memberikan dampak terhadap
kesehatan, antara lain limbah infeksius dan benda tajam berisiko meningkatkan infeksi virus
seperti Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS)
dan hepatitis, infeksi ini terjadi melalui cidera akibat benda yang terkontaminasi umumnya
jarum suntik. Cidera terjadi karena kurangnya upaya memasang tutup jarum suntik sebelum
dibuang ke dalam kontainer, upaya yang tidak perlu seperti membuka kontainer tersebut dan
karena pemakaian materi yang tidak anti robek dalam membuat kontainer. Risiko tersebut
terjadi pada perawat, tenaga kesehatan lain, pelaksana pengelola sampah dan pemulung di
lokasi pembuangan akhir sampah (WHO, 2005).
WHO (2005) menyebutkan bahwa dalam proses pengelolaam limbah medis, sangat
dibutuhkan tindakan dari petugas mulai dari tahap penyimpanan limbah sampai dengan
pemusnahan limbah di insinerator. Pada tahap penyimpanan limbah kantung tidak boleh
penuh, petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang
sama telah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah dampak negatif pengelolaan limbah tersebut baik kepada petugas, lingkungan
maupun masyarakat sekitar (Nursamsi et al., 2017). WHO juga menyebutkan bahwa
pengelolaan limbah medis akan sangat tergantung pada adanya kebijakan disertai tersedianya
sumber daya manusia, anggaran dan fasilitas. Selain itu, variabel kebijakan berkaitan dengan
limbah medis padat merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tindakan petugas dalam
membuang limbah medis padat di pelayanan kesehatan masyarakat(Karolus, 2017
Hasil penelitian ini menunjukkan lebih dari setengah responden dalam kategori sangat
sering membuang limbah medis pada tempat sampah medis (63,2%). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Asriningrum (2018) yang menunjukkan 82,5%
petugas kesehatan telah memiliki perilaku memilah limbah medis dengan baik. Hal tersebut
mengindikasikan menggambarkan bahwa petugas kesehatan telah mematuhi prosedur tetap
dalam memilah limbah medis. Dengan adanya dukungan sosial baik dari atasan maupun
teman sejawat, fasilitas kesehatan serta kebijakan yang mendukung sangat berpotensi
terjadinya perilaku yang sesuai dengan peraturan (Asriningrum, 2018).
Daftar Pustaka
Astuti, A., & Purnama, S. . (2014). Kajian Pengelolaan limbah di rumah sakit umum
Provinsi Nusa Tenggara Barat (Ntb). Comunnity Health, 2(1), 12–20.
Maironah, Hj. Darni Subari, Hj. Mariani, Efansyah Noor. 2011. Perilaku Petugas Kesehatan
Dalam Penanganan Limbah Medis Di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin.
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Muh. Adrianto, H. Ramlah, & H. Abdul Madjid. (2019). Pengetahuan Sikap Dan Tindakan
Petugas Puskesmas Terhadap Sistem Pengelolaan Sampah Medis Di Puskesmas
Lumpue Kota Parepare. Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 2(2), 186–194.
https://doi.org/10.31850/makes.v2i2.135
Nursamsi, N., Thamrin, T., & Efizon, D. (2017). Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat
Puskesmas Di Kabupaten Siak. Dinamika Lingkungan Indonesia, 4(2), 86.
https://doi.org/10.31258/dli.4.2.p.86-98
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2015 Tentang Tata
Cara Dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun
Pratiwi, D., & Maharini, C. (2013). Analisis Pengelolaan Limbah Medis Padat Pada
Puskesmaskabupaten Pati. KEMAS - Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(1), 74–84.
https://doi.org/10.15294/kemas.v9i1.2833
WHO, 2012. Our Planet, Our Health. Report of the WHO Comission on Health and
Environmet. Genova.
Wulandari, T., Rochmawati, & Marlenywati. (2019). Analisis Pengelolaan Limbah Medis
Padat Puskesmas di Kota Pontianak. Jurnal Mahasiswa Dan Penelitian Kesehatan,
6(2), 71–78. http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/JJUM/article/view/2025