Anda di halaman 1dari 15

PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS RUMAH SAKIT

Pendahuluan Dalam upaya menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di kota-


kota besar semakin meningkat pendirian rumah sakit (RS). Sebagai akibat kualitas efluen
limbah rumah sakit tidak memenuhi syarat. Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan
penduduk di sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini
dikarenakan dalam limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab
penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga
limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999). SAMPAH dan
limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah
sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi
dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat
maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang
terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut : Limbah benda tajam adalah
obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat
memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan
dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Bendabenda tajam yang terbuang
mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau
radio aktif. Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan
dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah
laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang
perawatan/isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan,
darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. Limbah
sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat
sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik.Limbah farmasi ini
dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena batch yang tidak
memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh
pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi
bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat- obatan. Limbah kimia adalah
limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis, veterinari,
laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari
penggunaan medis atau riset radio nukleida. (Arifin. M, 2008 ; (online). Selain sampah klinis,
dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non klinis atau dapat disebut
juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor / administrasi kertas,
unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan
buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-
lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik,
kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme,
tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan
jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme
tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan
mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat
ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, pH, mikrobiologik, dan
lain-lain. (Arifin. M, 2008 ; (online). Pelayanan kesehatan dikembangkan dengan terus
mendorong peranserta aktif masyarakat termasuk dunia usaha. Usaha perbaikan kesehatan
masyarakat terus dikembangkan antara lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan
kesehatan serta pelayanan kesehatan ibu dan anak. Perlindungan terhadap bahaya
pencemaran dari manapun juga perlu diberikan perhatian khusus. Sehubungan dengan hal
tersebut, pengelolaan limbah rumah sakit yang merupakan bagian dari penyehatan
lingkungan dirumah sakit juga mempunyai tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya
pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit infeksi nosoknominal
dilingkungan rumah sakit, perlu diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan pelayanan rumah sakit. Unsur-unsur tersebut meliputi antara lain
sebagai berikut : Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit Penanggung jasa pelayanan
rumah sakit Para ahli pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran Para pengusaha
dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang diperlukan. (Depkes RI, 2002)
Pengelolaan limbah rumah sakit yang sudah lama diupayakan dengan menyiapkan perangkat
lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakan-kebijakan yng
mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan dilingkungan rumah sakit.
Disamping peraturan-peraturan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan Departemen
Kesehatan terus mengupayakan dan menyediakan dan untuk pembangunan insilasi
pengelolaan limbah rumah sakit melalui anggaran pembangunan maupun dari sumber
bantuan dana lainnya. Dengan demikian sampai saat ini sebagai rumah sakit pemerintah telah
dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limabah, meskipun perlu untuk disempurnakan.
Namun disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu ditingkatkan
permasyarakatan terutama dilingkungan masyarakat rumah sakit. (Depkes RI, 1992). 1. A.
Permasalahan Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997 diungkapkan
seluruh rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian
terhadap 100 Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah
sebesar 3,2 kg pertempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi sampah
(Limbah Padat) berupa limbah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius
sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah Padat) Rumah
Sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari.
Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi Rumah Sakit untuk
mencemari lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit.
Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa diantaranya
membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,5-0,6
kg per tempat tidur rumah sakit perhari. Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar ini
paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah kedalam kategori untuk masing-
masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda. Prinsip umum
pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminasi
antrauma (Injuri) (KLMNH, 1995). Limbah Rumah Sakit mengandung bahan beracun
berbahaya Rumah Sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan anorganik, tetapi juga
limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Dari keseluruhan limbah
rumah sakit, sekitar 10 sampai 15 persen diantaranya merupakan limbah infeksius yang
mengandung logam berat, antara lain mercuri (Hg). Sebanyak 40 persen lainnya adalah
limbah organik yang berasal dari makanan dan sisa makan, baik dari pasien dan keluarga
pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya, sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk
botol bekas infus dan plastik. Temuan ini merupakan hasil penelitian Bapedalda Jabar bekerja
sama dengan Departemen Kesehatan RI, serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama
tahun 1998 sampai tahun 1999. Keterbatasan dan mengakibatkan sampel yang diambil hanya
dari dua rumah sakit di Jawa Barat, satu di rumah sakit pemerintah dan satunya lagi di rumah
sakit swasta. Secara terpisah, mantan Ketua Wahana Lingkungan (Walhi) Jabar Ikhwan Fauzi
mengatakan, volume limbah infeksius dibeberapa rumah sakit bahkan melebihi
jumlah yang ditemukan Bapedalda. Limbah infeksius ini lebih banyak ditemukan di beberapa
rumah sakit umum, yang pemeliharaan lingkungannya kurang baik (Pristiyanto. D, 2000).
Biasanya orang mengaitkan limbah B3 dengan industri. Siapa yang menyangka ternyata
dirumah sakitpun menghasilkan limbah berbahaya dari limbah infeksius. Limbah infeksius
berupa alatalat kedokteran seperti perban, salep, serta suntikan bekas (tidak termasuk tabung
infus), darah, dan sebagainya. Dalam penelitian itu, hampir di setiap tempat sampah
ditemukan bekas dan sisa makanan (limbah organik), limbah infeksius, dan limbah organik
berupa botol bekas infus. (Anonimous, 2009) Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis
yang infeksius, belum dikelola dengan baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius
disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan
nonmedis. Percampuran tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis. Kepala
Pusat Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia Dr Setyo Sarwanto DEA
mengutarakan hal itu kepada Pembaruan, Kamis pekan lalu, di Jakarta. Ia mengatakan, rata-
rata pengelolaan limbah medis di rumah sakit belum dilakukan dengan benar. Limbah medis
memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah nonmedis. Yang termasuk
limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi, limbah sitotoksis, dan limbah
laboratorium. Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman. Limbah jenis
itu seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke septic tank. Pasalnya, tangki
pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai tempat
pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang ke tangki
pembuangan seperti itu. Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat
pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan pencemaran,
khususnya pada air tanah yang banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-
hari. Setyo menyebutkan, buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan
limbah belum menjadi syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses
pembungkusan limbah padat yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun
sebagian besar tidak dijalankan dengan benar. Dampak Limbah Pada Kesehatan Masyarakat
Ada beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan
karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke Rumah Sakit untuk memperoleh
pertolongan pengobatan dan perawatan Rumah Sakit. Kelompok ini merupakan kelompok
yang paling rentan Kedua, karyawan Rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya
selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber agen penyakit. Ketiga, pengunjung
/ pengantar orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan
akan semakin besar. Keempat, masyarakat yang bermukim di sekitar Rumah Sakit, lebih-
lebih lagi bila Rumah sakit membuang hasil buangan Rumah Sakit tidak sebagaimana
mestinya ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya adalah mutu lingkungan menjadi turun
kualitasnya, dengan akibat lanjutannya adalah menurunnya derajat kesehatan masyarakat di
lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan
rumah sakit yang baik dan benar dengan melaksanakan kegiatan Sanitasi Rumah Sakit
(Kusnoputranto.H, 1993).
1. B. Jenis-jenis limbah Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian sebagai berikut ini :
Limbah klinik Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan di
unit-unit resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi
infeksi kuman dan populasi umum dan staf Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label
yang jelas sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau
pembungkusyang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan
semprit bekas, kantung urine dan produk darah. Limbah patologi Limbah ini juga dianggap
beresiko tinggi dan sebaiknya diautoclaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut
harus diberi label biohazard. Limbah bukan klinik Limbah ini meliputi kertas-kertas
pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan. Meskipun
tidak menimbulkan resiko sakit, limbah tersebut cukup merepotkan karena memerlukan
tempat yang besar untuk mengangkut dan menbuangnya. Limbah dapur Limbah ini
mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan hewan
pengerat seperti tikus merupakan gangguan bagi staf maupun pasien di Rumah Sakit. Limbah
radioaktif Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah
sakit, pembuangan secara aman perlu diatur dengan baik. Pemberian kode warna yang
berbeda untuk masing-masing sangat membantu pengelolaan limbah tersebut (Prasojo. D,
2008). Berikut adalah tabel yang menyajikan contoh sistem kondisifikasi limbah rumah sakit
dengan menggunakan warna :
JENIS LIMBAH Bangsal/Unit Klinik Bukan klinik Kamar Cuci Rumah Sakit
Kotor/Terinfeksi Habis dipakai Dari kamar operasi Dapur WARNA Kuning Hitam Merah
Putih Hijau/Biru Sarung tangan dengan warna yang berbeda untuk memasak dan
membersihkan badan. Agar kebijakan kodifikasikan menggunakan warna dapat dilaksanakan
dengan baik, tempat limbah diseluruh rumh sakit harus memiliki warna yang sesuai, sehingga
limbah dapat dipisahpisahkan ditempat sumbernya. 1. Bangsal harus memiliki dua macam
tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah klinik dan yang lain untuk bukan klinik
2. Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai limbah klinik 3.
Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan perlu
dinyatakan aman sebelum dibuang (Depkes RI, 1992). 1. C. Pengelolaan limbah Pengolahan
limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang diutamakan adalah
sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan kembali (reuse)
dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment) (Slamet
Riyadi, 2000). Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan
kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut : a. Pemisahan limbah o
Limbah harus dipisahkan dari sumbernya o Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi
label jelas o Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang
menunjukkan ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang b. Di beberapa
negara, kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas
yang tahan bocor (dibuat secara lokal
c. d. e. f. sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung kertas ini dapat ditempeli
dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna dibangsal dan unit-
unit lain Penyimpanan limbah o Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah
berisi 2/3 bagian. Kemudian diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas o Kantung
harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun menjauhi
badan, dan diletakkan di tempat-temapt tertentu untuk dikumpulkan o Petugas pengumpul
limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang sama telah dijadikan satu dan
dikirim ke tempat yang sesuai o Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap
kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ke tempat pembuangannya Penanganan limbah o
Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bile telah ditutup o Kantung
dipegang pada lehernya o Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan
memakai sarung tangan yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut
kantong tersebut o Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang
bersih untuk membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging) o
Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat mencederainya
di dalma kantung yang salah o Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya
kedalam kantung limbah Pengangkutan limbah Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus
dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa ke
kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke insinerator. Pengankutan dengan kendaran
khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan
untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau
perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan
larutan klorin. Pembuangan limbah Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan
klinik dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus
dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah
dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk (Bambang
Heruhadi, 2000). Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri,
insinerator berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500 ºC atau
lebih tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk
kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula mempertoleh penghasilan
tambahan dengan melayani insinerasi limbah
rumah sakit yang berasal dari rumah sakit yang lain. Insinerator modern yang baik tentu saja
memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik
maupun limbah bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai
lagi. Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan
ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi sebagai berikut : 1. 2. 3. 4.
Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter Tebarkan limbah klinik didasar lubang
samapi setinggi 75 cm Tambahkan lapisan kapur Lapisan limbah yang ditimbun lapisan
kapur masih bisa ditanamkan samapai ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah 5.
Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah (Setyo Sarwanto, 2003). Perlu diingat,
bahan yang tidak dapat dicerna secara biologi (nonbiodegradable), misalnya kantung plastik
tidak perlu ikut ditimbun. Oleh karenanya limbah yang ditimbun dengan kapur ini dibungkus
kertas. Limbah-limbah tajam harus ditanam. Limbah bukan klinik tidak usah ditimbun
dengan kapur dan mungkin ditangani oleh DPU atau kontraktor swasta dan dibuang ditempat
tersendiri atau tempat pembuangan sampah umum. Limbah klinik, jarum, semprit tidak boleh
dibuang pada tempat pembuangan samapah umum. Semua petugas yang menangani limbah
klinik perlu dilatih secara memadai dan mengetahui langkah-langkah apa yang harus
dilakukan jika mengalami inokulasi atau kontaminasi badan. Semua petugas harus
menggunakan pakaian pelindung yang memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat
dianjurkan dan catatan mengenai imunisasi tersebut sebaiknya tersimpan dibagian kesehatan
kerja (Moersidik. S.S, 1995). Melihat karakteristik dan dampak-dampak yang dapat
ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka konsep
pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen
didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan rumah sakit yang perlu
diterapkan. Dengan pendekatan sistem tersebut, pengelolaan lingkungan itu sendiri adalah
suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dengan menghasilkan limbah yang ramah
lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar. Keterlibatan pemerintah yang memiliki badan
yang menangani dampak lingkungan, pihak manajemen puncak rumah sakit dan lembaga
kemasyarakatan merupakan kunci keberhasilan untuk melindungi masyarakat dari dampak
buangan / limbah rumah sakit ini (Mentri Negara Lingkungan Hidup, 2004).
1. D. Kesimpulan dan Saran Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja
memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya tetapi juga mungkin dampak negatif
itu berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan
yang benar. Pengelolaan limbah rumah sakit yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya
kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pasien yang lain maupun dari dan
kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh kerna itu untuk menjamin keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada dilingkungan rumah sakit dan
sekitarnya perlu kebijakan sesuai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan
melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah satu
indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang sosial
ekonominya kerena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak
terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang ditimbulkan. DAFTAR PUSTAKA
BAPEDAL. 1999. Peraturan tentang Pengendalian Dampak Lingkungan. Arifin.M, 2008,
Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. FKUI Depkes RI. 2002. Pedoman
Umum Hygene Sarana dan Bangunan Umum. Departemen Kesehatan RI. 1992. Peraturan
Proses Pembungkusan Limbah Padat. Departement Kesehatan RI. 1997. Profil Kesehatan
Indonesia. Pristiyanto, Djuni. 2000. Limbah Rumah Sakit Mengandung Bahan Beracun
Berbahaya. Anonimous. 2009. Limbah. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sarwanto, Setyo. 2009. Limbah Rumah Sakit Belu Dikelolah Dengan Baik. Jakarta : UI
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995. Pedoman Teknik Analisa Mengenai
dampak Lingkungan Rumah Sakit. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Kep.
58/Menlh/12/1995 Tentang Baku Mutu Kegiatan Rumah Sakit. Kusnoputranto, H. 1993.
Kualitas Limbah Rumah Sakit dan Dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan dalam
Seminar Rumah Sakit. Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan, Universitas
Indonesia Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993. Mikrobiologi Kedokteran
Kusnoputranto, H. 1995. Bahan Toksik di Air dalam Toksikologi Lingkungan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Prasojo, D. 2008. Produk Kreatif Dari Limbah RS Buat Anak-anak Tetapi Mengandung
Maut. KARS-FKMUI. Slamet Riyadi. 2000. Loka Karya Alternatif Ekologi Pengelolaan
Sanitasi dan Sampah. Alkatiri, S. 2009. Efektivitas Hasil Pengelolan Air Limbah Rumah
Sakit. UnAir. Moersidik, S.S. 1995, Pengelolaan Limbah Teknologi Pengelolaan Limbah
Rumah Sakit dalam Sanitasi Rumah Sakit, Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian
Universitas Indonesia. Depok. Mentri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Kajian Dampak
Lingkungan.
PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN UPAYA MENGATASINYA Bersahabatlah dengan
alam, jika tak ingin terkena kutukannya. Percayalah apa yang terjadi saat ini sebenarnya
adalah sebuah pengulangan yang terjadi dihidup kita. Istilah kerennya KARMA. Saat kita
menanam sesuatu itu pulalah yang kita panen. Saat kita membuat lingkungan disekitar kita
tercemar entah itu membuang sampah disekenanya, berkendaraan dengan ugal-ugalan
sehingga menimbulkan polusi udara yang meng-abu-abu-kan udara, atau merokok di dalam
angkot tanpa mau menelan asapnya seorang diri. Tinggal menunggu waktu saja dan dampak
pencemaran yang kita buat akan kembali kepada kita dan tragisnya ikut dirasakan oleh orang
yang mungkin tidak ikut melakukan “dosa” tersebut. Bisa diumpamakan seperti “Nila setitik
rusak air susu seblanga” pebuatan satu orang yang merasakan akibatnya juga orang
disekitarnya. Oleh karena itu harus kita sadari bahwa Pencemaran lingkungan merupakan
masalah kita bersama, yang semakin penting untuk diselesaikan, karena menyangkut
keselamatan, kesehatan, dan kehidupan kita. Siapapun bisa berperan serta dalam
menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, termasuk kita. Dimulai dari lingkungan
yang terkecil, diri kita sendiri, sampai ke lingkungan yang lebih luas. Permasalahan
pencemaran lingkungan yang harus segera kita atasi bersama diantaranya pencemaran air
tanah dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi tanah oleh sampah, hujan asam,
perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat radioaktif, dan sebagainya.
Untuk menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, tentunya kita harus mengetahui
sumber pencemar, bagaimana proses pencemaran itu terjadi, dan bagaimana langkah
penyelesaian pencemaran lingkungan itu sendiri. Sumber Pencemar Pencemar datang dari
berbagai sumber dan memasuki udara, air dan tanah dengan berbagai cara. Pencemar udara
terutama datang dari kendaraan bermotor, industi, dan pembakaran sampah. Pencemar udara
dapat pula berasal dari aktivitas gunung berapi.
Pencemaran sungai dan air tanah terutama dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian.
Limbah cair domestik terutama berupa BOD, COD, dan zat organik. Limbah cair industri
menghasilkan BOD, COD, zat organik, dan berbagai pencemar beracun. Limbah cair dari
kegiatan pertanian terutama berupa nitrat dan fosfat. Proses Pencemaran Proses pencemaran
dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu bahan pencemar
tersebut langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan
tumbuhan atau mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses
tidak langsung, yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga
menyebabkan pencemaran. Pencemar ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa
gangguan kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu
tertentu (penyakit kronis). Sebenarnya alam memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi
pencemaran (self recovery), namun alam memiliki keterbatasan. Setelah batas itu terlampaui,
maka pencemar akan berada di alam secara tetap atau terakumulasi dan kemudian berdampak
pada manusia, material, hewan, tumbuhan dan ekosistem. Langkah Penyelesaian
Penyelesaian masalah pencemaran terdiri dari langkah pencegahan dan pengendalian.
Langkah pencegahan pada prinsipnya mengurangi pencemar dari sumbernya untuk mencegah
dampak lingkungan yang lebih berat. Di lingkungan yang terdekat, misalnya dengan
mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan, menggunakan kembali (reuse) dan daur ulang
(recycle). Di bidang industri misalnya dengan mengurangi jumlah air yang dipakai,
mengurangi jumlah limbah, dan mengurangi keberadaan zat kimia PBT (Persistent,
Bioaccumulative, and Toxic), dan berangsur-angsur menggantinya dengan Green Chemistry.
Green chemistry merupakan segala produk dan proses kimia yang mengurangi atau
menghilangkan zat berbahaya.
Tindakan pencegahan dapat pula dilakukan dengan mengganti alat-alat rumah tangga, atau
bahan bakar kendaraan bermotor dengan bahan yang lebih ramah lingkungan. Pencegahan
dapat pula dilakukan dengan kegiatan konservasi, penggunaan energi alternatif, penggunaan
alat transportasi alternatif, dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Langkah pengendalian sangat penting untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat.
Pengendalian dapat berupa pembuatan standar baku mutu lingkungan, monitoring lingkungan
dan penggunaan teknologi untuk mengatasi masalah lingkungan. Untuk permasalahan global
seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, dan pemanasan global diperlukan kerjasama
semua pihak antara satu negara dengan negara lain.

Anda mungkin juga menyukai