Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU MATA REFERAT

OKTOBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

TRAUMA KIMIA

DisusunOleh :
Eustakia Y. Ega Pena (1108012045)

Pembimbing :
dr. Eunike Cahyaningsih Sp. M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES
KUPANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Referat ini diajukan oleh :


Nama : Eustakia Y. Ega Pena, S. Ked
Fakultas : Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
Bagian : Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes, Kupang

Referat ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
Kepanitraan klinik di Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes,
Kupang.

PembimbingKlinik

dr. Eunike Cahyaningsih, Sp. M .

Ditetapkan di : Kupang

Tanggal : Oktober 2017


BAB I
PENDAHULUAN

Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi
karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan
penglihatan. Trauma mata dapat disebabkan oleh berbagai hal, namun di sini, kami akan
membahas tentang trauma kimia pada mata yang melibatkan trauma akibat basa dan asam
pada mata. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat
terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola
mata tersebut.1
Pengaruh bahan kimia tersebut sangat tergantung pada pH, kecepatan dan jumlah
bahan kimia.3 Oleh karena itu trauma karena asam dan basa kuat lebih berbahaya. Trauma
karena bahan alkali dua kali lebih sering dibandingkan karena bahan asam, karena alkali lebih
banyak digunakan dalam industri dan rumah tangga. 2 Trauma yang disebabkan oleh bahan
alkali lebih cepat merusak dan menembus kornea dibandingkan bahan asam. Trauma asam
kuat dapat menyebabkan pengendapan dan penggumpalan protein, sementara trauma basa
dapat menyebabkan penghancuran jaringan kolagen kornea. 3 Pada trauma kimia basa dapat
menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7 detik, karena sifat bahan basa yaitu
koagulasi sel dan proses penyabunan yang disertai dengan dehidrasi. 3
Penatalaksanaan yang diberikan terutama melakukan irigasi secepatnya dengan bahan
fisiologis atau air bersih. Irigasi sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dan cukup lama,
paling sedikit 15-30 menit.3 Selain itu perlu juga ditentukan jenis bahan kimia yang mengenai
mata, hal ini bisa didapatkan dari anamnesis serta pemeriksaan dengan kertas lakmus untuk
menentukan sifat bahan, apakah sifat asam kuat atau basa kuat. Hal ini penting dilakukan
karena dalam tatalaksana diperlukan langkah untuk menetralisasi bahan. Trauma kimia yang
parah memerlukan perawatan yang lama dan intensif di rumah sakit serta kunjungan rawat
jalan yang juga berlangsung lama. Pemulihan dan rehabilitasi membutuhkan waktu berbulan-
bulan. Sebagai akibat dari kehilangan penglihatan sesisi atau kedua-duanya maka pasien bisa
kehilangan kemampuan mengemudi, kehilangan pekerjaan dan menjadi tergantung dengan
orang lain. 1,4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Mata

Gambar 1. Anatomi mata.3


Mata merupakan alat indra yang terdapat pada manusia. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan
jauh, serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak.3
Mata terdiri dari bermacam-macam struktur sekaligus dengan fungsinya masing-
masing. Struktur dari mata meliputi sklera, konjungtiva, kornea, pupil, iris, lensa, retina, saraf
optikus, humor aqueus, serta humor vitreus yang masing-masingnya memiliki fungsi atau
kerjanya sendiri (Gambar 1).3
Sklera : merupakan lapisan luar mata yang berwarna putih dan relatif kuat.
Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian
luar sklera.
Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus dari
iris, pupil, dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.
Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung dibelakang
kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata
dengan cara merubah ukuran pupil.
Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aqueus dan
vitreus; berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian belakang bola
mata; berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.
Saraf optikus : kumpulan serat saraf yang membawa pesan visual dari retina ke otak.
Humor aqueus : cairan jernih yang mengalir diantara lensa dan kornea (mengisi
segmen anterior mata), serta merupakan sumber nutrisi bagi lensa dan kornea;
dihasilkan oleh prosesus siliaris.
Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina
(mengisi segmen posterior mata).
Bola mata terbagi menjadi 2 bagian yang masing-masing terisi oleh cairan,3 yaitu:
1. Segmen anterior: mulai dari kornea sampai lensa, berisi humor aqueus yang merupakan
sumber nutrisi bagi struktur mata di dalamnya. Segmen anterior sendiri terbagi menjadi 2
bagian, yaitu (i) bilik anterior: mulai dari kornea sampai iris, dan (ii) bilik posterior: mulai
dari iris sampai lensa. Dalam keadaan normal, humor aqueus dihasilkan di bilik posterior
oleh prosesus siliaris, lalu melewati pupil masuk ke bilik anterior kemudian keluar dari
bola mata melalui saluran Schlemm.
2. Segmen posterior: mulai dari tepi lensa bagian belakang sampai ke retina, berisi humor
vitreus yang membantu menjaga bentuk bola mata.
Mata mempunyai otot, saraf, serta pembuluh darah. Beberapa otot bekerja sama
menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang orbita yang
melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya,3 yaitu:
Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak,
Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata, dan
Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot
pada tulang orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan,
sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah
ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.3
Mata memiliki fotoreseptor. Sel-sel fotoreseptor di dalam mata terdiri atas dua jenis,
yaitu sel batang dan sel kerucut (Gambar 2). Pada manusia, terdapat sekitar 7 juta sel kerucut
dan kurang lebih 125 juta sel batang untuk setiap mata.
Sel batang merupakan sel yang sangat peka terhadap cahaya dengan intensitas rendah.
Sel batang berperan dalam proses penglihatan di malam hari atau tempat-tempat gelap untuk
menghasilkan ketajaman pengelihatan yang rendah. Sayangnya, sel batang tidak mampu
mendeteksi warna. Sel ini tersebar di seluruh retina, kecuali di fovea. Di dalam sel batang
terdapat pigmen fotosensitif rodopsin (warna merah muda atau ungu). Rodopsin hanya 1
jenis, sehingga hanya ada 1 jenis sel batang. Jika rodopsin terpapar atau menyerap cahaya,
rodopsin akan terurai menjadi opsin dan retinal. Sebaliknya, jika tidak ada cahaya atau gelap,
rodopsin akan terbentuk kembali.3

Gambar 2. Lapisan retina.


Sel kerucut menghasilkan penglihatan dengan ketajaman yang tinggi. Sel kerucut
hanya terdapat di fovea. Di dalam sel-sel kerucut terdapat pigmen fotosensitif iodopsin.
Berdasarkan bentuknya, iodopsin dibagi 3. Masing-masing peka terhadap panjang gelombang
cahaya yang berbeda. Ketiga jenis iodopsin tersebut peka terhadap warna merah, biru, dan
hijau. Oleh karena itu, sel kerucut mampu mendeteksi warna. Jika ketiga sel kerucut tersebut
mendapatkan stimulasi yang sama, maka kita akan melihat warna putih.3,4

2.2. Trauma Kimia pada Mata


2.2.1. Definisi
Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kegawat daruratan
oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai
kehilangan pengelihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola
mata akibat terpapar bahan kimia baik yang bersifat asam ataupun basa yang dapat merusak
struktur bola mata tersebut.1,5
Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH <7 ataupun zat basa pH >7 yang
dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma ditentukan
dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia
tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia dapat
terjadi pada laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan
pertanian dan peperangan yang menggunakan bahan kimia, serta paparan bahan kimia dari
alat alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi
daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera dilaksanakan.1,6
2.2.2. Epidemiologi
Berdasarkan data dari Center of Disease Contol and Prevention (CDC) tahun 2000,
sekitar 1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gangguan pengelihatan akibat trauma
mata. 75% dari kelompok tersebut buta pada satu mata, dan sekitar 50.000 orang menderita
cedera serius yang mengancam pengelihatan setiap tahunnya. Setiap hari lebih dari 2000
pekerja di Amerika Serikat menerima pengobatan medis akibat trauma mata pada saat
bekerja. Lebih dari 800.000 kasus trauma mata yang berhubungan dengan pekerjaan terjadi
setiap tahunnya.2,7
Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena trauma mata 4 kali lebih
besar. Dari data World Health Organization (WHO) tahun 1998, trauma okular berakibat
kebutaan unilateral terjadi pada 19 juta orang, 2,3 juta orang mengalami penurunan visus
bilateral, dan 1,6 juta orang mengalami kebutaan bilateral akibat trauma mata. Sebagian besar
kasus (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi trauma kimia asam berbanding basa
bervariasi, yaitu berkisar antara 1:1 sampai 1:4. Secara international, 80% dari trauma kimia
dikarenakan oleh pajanan karena pekerjaan. Menurut United States Eye Injury Registry
(USEIR), frekuensi kasus trauma kimia di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di
lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur
rata-rata 31 tahun.2,7
2.2.3. Trauma Asam pada Mata.
Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.
Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion
merusak dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein
umumnya mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan
ground glass dari stroma korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada
mata yang disebabkan oleh zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang
diakibatkan oleh zat kimia basa.2
Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan
presipitasi dengan jaringan protein disekitarnya. Karena adanya daya buffer dari jaringan
terhadap bahan asam serta adanya presipitasi protein, maka kerusakannya cenderung
terlokalisir. Bahan asam yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi, sehingga terjadi
koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, kadang-kadang
seluruh epitel kornea terlepas (Gambar 3). Biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial
saja (Gambar 4). Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma
basa.2,5
Bahan kimia yang bersifat asam contohnya asam sulfat, air accu, asam sulfit, asam
hidroklorida, zat pemutih, asam asetat, asam nitrat, asam kromat, dan asam hidroflorida.
Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin
merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimia pada mata. Asam hidroflorida dapat
ditemukan di rumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan
pembersih yang kuat. Asam hidroflorida adalah satu pengecualian. Asam lemah ini secara
cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan
memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium
membentuk insoluble complexes. Nyeri lokal yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari
immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion
potassium. Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan
memberikan gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologik.2,8.
Beberapa bahan asam yang dapat menyebabkan trauma adalah:
a. Sulfuric acid (H2SO4) pada aki mobil dan bahan pembersih industry,
b. Sulfurous acid (H2SO3) pada pengawet sayur dan buah,
c. Hydrofluoric acid (HF) efek sama dengan trauma basa, ditemukan pada
pembersih karat, pengkilat aluminuium dan penggosok kaca,
d. Acetic acid (CH3COOH) pada cuka, dan
e. Hydrochloric acid (HCl) 31-38% zat pembersih.
Gambar 3. Koagulasi protein yang berlaku pada mata akibat trauma asam, dan
menimbulkan kekeruhan pada kornea, yang nantinya akan cenderung untuk masuk ke bilik
depan mata dan bisa menimbulkan katarak. (Sumber: Vaughan DG, Taylor A, and Paul
RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.)

Bahan kimia asam

Asam cenderung
berikatan dengan protein

Menyebabkan koagulasi
protein plasma

Koagulasi protein ini,


sebagai barrier yang
membatasi penetrasi dan
kerusakan lebih lanjut

Luka hanya terbatas pada


permukaan luar saja

Asam masuk ke bilik


mata depan
menimbulkan iritis dan
katarak

Gangguan persepsi
penglihatan

Gambar 4. Patofisiologi trauma asam pada mata.2,8


Gambar 5. Mata yang pada bagian konjungtiva bulbi yang hiperemis dan pupil
yang melebar karena peningkatan tekanan intraocular. (Sumber: Vaughan DG, Taylor
A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.)

2.2.4. Trauma Basa pada Mata


Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa
memiliki dua sifat, yaitu hidrofilik dan lipolifik, yang dapat secara cepat penetrasi sel
membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina. Trauma basa akan
memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat dari luar. Namun, apabila dilihat pada
bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu kegawat daruratan. Basa akan
menembus kornea, kamera okuli anterior sampai retina dengan cepat, sehingga berakhir
dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea.
Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan menimbulkan proses saponifikasi, disertai
dengan dehidrasi.5
Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada
pH yang tinggi, alkali akan mengakibatkan saponifikasi disertai dengan disosiasi asam lemak
membran sel. Akibat saponifikasi membran sel, penetrasi lebih lanjut zat alkali akan lebih
mudah. Basa menyebabkan hilangnya mukopolisakarida jaringan dan terjadinya
penggumpalan sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma
kornea akan mati. Akibat edema kornea, akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke
dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung disertai dengan pembentukan pembuluh
darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membran sel basal epitel kornea rusak, sel epitel
diatasnya mudah lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan
stroma dibawahnya melalui plasminogen aktivator. Bersamaan dengan dilepaskan
plasminogen aktivator dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea (Gambar
6).5
Selain itu, gangguan penyembuhan epitel yang berkelanjutan dapat menyebabkan
ulkus kornea menjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma
dan puncaknya terdapat pada hari ke 12 hingga 21. Biasanya ulkus pada kornea mulai
terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia. Pembentukan ulkus berhenti hanya bila terjadi
epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah
masuk ke dalam bilik mata depan maka akan terjadi gangguan fungsi korpus siliaris. Cairan
mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang.
Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan kornea.5
Bahan kimia bersifat basa contohnya NaOH, CaOH, amoniak, Freon/bahan pendingin
lemari es, sabun, shampo, kapur gamping, semen, tiner, lem, cairan pembersih dalam rumah
tangga, dan soda kuat. Bahan alkali yang biasa menyebabkan trauma kimia adalah:
a. Amonia (NH3), zat ini biasa ditemukan pada bahan pembersih rumah tangga,
zat pendingin, dan pupuk,
b. NaOH, sering ditemukan pada pembersih pipa,
c. Potassium Hydroxide (KOH), seperti caustic potash,
d. Magnesium Hydroxide (Mg(OH)2), seperti pada kembang api, dan
e. Lime (Ca(OH)2), seperti pada perekat, mortar, semen, dan kapur.
Proses perjalanan penyakit pada trauma kimia ditandai oleh 2 fase, yaitu fase
kerusakan yang timbul setelah terpapar bahan kimia serta fase penyembuhan.5,8
Kerusakan yang terjadi pada trauma kimia yang berat dapat diikuti oleh hal-hal sebagai
berikut:
Terjadi nekrosis pada epitel kornea dan konjungtiva disertai gangguan dan
oklusi pembuluh darah pada limbus.
Hilangnya stem cell limbus dapat berdampak pada vaskularisasi dan
konjungtivalisasi permukaan kornea atau menyebabkan kerusakan persisten
pada epitel kornea dengan perforasi dan ulkus kornea bersih.
Penetrasi yang dalam dari suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan dan
presipitasi glikosaminoglikan dan opasifikasi kornea.
Penetrasi zat kimia sampai ke kamera okuli anterior dapat menyebabkan
kerusakan iris dan lensa.
Kerusakan epitel siliar dapat mengganggu sekresi askorbat yang dibutuhkan
untuk memproduksi kolagen dan memperbaiki kornea.
Hipotoni dan phthisis bulbi sangat mungkin terjadi.
Penyembuhan epitel kornea dan stroma diikuti oleh proses-proses berikut:
Terjadi penyembuhan jaringan epitelium berupa migrasi atau pergeseran dari
sel-sel epitelial yang berasal dari stem cell limbus
Kerusakan kolagen stroma akan difagositosis oleh keratosit terjadi sintesis
kolagen yang baru.

Bahan kimia alkali

Pecah atau rusaknya sel


jaringan dan Persabunan
disertai disosiasi asam lemak
membran sel penetrasi
lebih lanjut

Mukopolisakarida jaringan
menghilang & terjadi
penggumpalan sel kornea

Serat kolagen kornea akan


membengkak & kornea akan
mati

Edema terdapat serbukan


sel polimorfonuklear ke
dalam stroma, cenderung
disertai masuknya pembuluh
darah (neovaskularisasi)

Dilepaskan plasminogen
aktivator & kolagenase
(merusak kolagen kornea)

Terjadi gangguan
penyembuhan epitel

Berkelanjutan menjadi ulkus


kornea atau perforasi ke
lapisan yang lebih dalam

Gambar 6. Patofisiologi trauma basa yang merusak mata.5


Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan dalam:6
Derajat 1: kornea jernih dan tidak ada iskemik limbus (prognosis sangat baik),
Derajat 2: kornea berkabut dengan gambaran iris yang masih terlihat dan
terdapat kurang dari 1/3 iskemik limbus (prognosis baik),
Derajat 3: epitel kornea hilang total, stroma berkabut dengan gambaran iris
tidak jelas dan sudah terdapat iskemik limbus (prognosis kurang), dan
Derajat 4: kornea opak dan sudah terdapat iskemik lebih dari limbus
(prognosis sangat buruk).

Gambar 7. Klasifikasi trauma kimia: (a) derajat 1, (b) derajat 2, (c) derajat 3, (d)
derajat 4.6
Klasifikasi ini juga bertujuan untuk penatalaksaan yang sesuai dengan kerusakan yang
muncul serta indikasi penentuan prognosis. Klasifikasi ditetapkan berdasarkan tingkat
kejernihan kornea dan keparahan iskemik limbus. Menurut klasifikasi Hughes:
Ringan
Prognosis baik
Terdapat erosi epitel kornea
Kekeruhan yang ringan pada kornea
Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva
Sedang
Prognosis baik
Kornea keruh, sehingga sukar melihat iris dan pupil secara terperinci
Terdapat nekrosis dan iskemi ringan pada konjungtiva dan kornea
Berat
Prognosis buruk
Akibat kekeruhan kornea, pupil tidak dapat dilihat
Konjungtiva dan sklera pucat
2.2.5. Diagnosis dan Penanganan Trauma Kimia pada Mata
Diagnosis pada trauma mata dapat ditegakkan melalui gejala klinis, anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan dikarenakan
trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga hanya diperlukan
anamnesa singkat.6
2.2.5.1. Gejala Klinis
Terdapat gejala klinis utama yang muncul pada trauma kimia, yaitu epifora,
blefarospasme, dan nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat
segera terjadi penurunan penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada
trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian.
Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma
asam.6
2.2.5.2. Anamnesis
Pada anamnesis, sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau
tersemprot gas pada mata atau partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui apa
persisnya zat kimia dan bagaimana terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau
akibat ledakan dengan kecepatan tinggi) serta kapan terjadinya trauma tersebut.6
Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi.
Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Nyeri,
lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Harus pula dicurigai
adanya benda asing intraokular apabila terdapat riwayat trauma akibat ledakan.3,6
2.2.5.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat kimia
sudah terigasi dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal
atau lokal sangat membantu agar pasien tenang, lebih nyaman, dan kooperatif sebelum
dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian
khusus untuk memeriksa kejernihan dan keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan
intra okular, konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik, dan defek
epitel yang menetap dan berulang.6
Hasil pemeriksaan fisik yang sering muncul adalah:
a) Defek epitel kornea
Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai keratitis epitel punctata yang ringan sampai
defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai ada defek epitel namun tidak ditemukan
pada pemeriksaan awal, mata tersebut harus di periksa ulang setelah beberapa menit.
b) Stroma yang kabur
Kekaburan stroma bervariasi, mulai dari ringan sampai opasifikasi menyeluruh sehingga
tidak bisa melihat kamera okuli anterior (KOA).
c) Perforasi kornea
Perforasi kornea lebih sering dijumpai beberapa hari sampai minggu setelah trauma kimia
yang berat.
d) Reaksi inflamasi KOA
Tampak gambaran flare dan sel di KOA. Reaksi inflamasi KOA lebih sering terjadi pada
trauma alkali / basa.
e) Peningkatan TIO
Terjadi peningkatan TIO tergantung kepada tingkat inflamasi pada segmen anterior dan
deformitas jaringan kolagen kornea. Kedua hal tersebut menyebabkan penurunan outflow
uveoscleral dan peningkatan TIO.
f) Kerusakan kelopak mata
Jika kerusakan kelopak mata menyebabkan mata tidak bisa ditutup maka akan mudah iritasi.
g) Inflamasi konjungtiva
Dapat terjadi hiperemi konjungtiva.
h) Penurunan ketajaman penglihatan
Terjadi karena defek epitel atau kekeruhan kornea, meningkatnya lakrimasi atau
ketidaknyamanan pasien.
Gambar 8. Trauma kimia karena jeruk lemon. Vaskularisasi kornea terlihat jelas, dan mata
menjadi kering akibat kehilangan sebagian besar sel goblet.
2.2.5.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola
mata secara berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai
pH normal. Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk
mengetahui lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan.
Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan
intraokular.6
2.2.6. Penatalaksanaan
2.2.6.1.Tatalaksana Emergensi5
1. Irigasi
Merupakan hal yang krusial dan harus dilakukan sesegera mungkin untuk
meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada
saccus konjungtiva. Larutan normal saline (atau yang setara) harus digunakan untuk
mengirigasi mata selama 15-30 menit sampai pH mata menjadi normal (7,3). Pada trauma
basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit 2.000 ml dalam 30 menit. Makin
lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%,
dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan irigasi dengan kontak
lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang
konstan.
2. Double eversi pada kelopak mata
Dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada bola mata. Selain itu
tindakan ini dapat menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra,
konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.
3. Debridemen
Pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik dapat terjadi re-epitelisasi pada
kornea. Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan
seperti steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada
trauma kimia berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu
regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.
2.2.6.2.Medikamentosa5
1. Steroid
Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun
pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis
kolagen dan menghambat migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial
dan di-tappering off setelah 7-10 hari. Deksametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED
diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat diberikan Prednisolon IV 50-200 mg.
2. Sikloplegik
Siklopegik diberikan untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis, dan sinekia
posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.
3. Asam askorbat
Asam askorbat dapat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan
penyembuhan luka dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea.
Natrium askorbat 10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan
sampai dosis 2 gr.
4. Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor
Beta blokter digunakan untuk menurunkan tekanan intra okular dan mengurangi
resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.
5. Antibiotik
Antibiotik profilaksis diberikan untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.
Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil, dan
mengurangi pembentukan ulkus. Dapat diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik
(doksisiklin 100 mg).
2.2.6.3. Pembedahan3,5
1. Pembedahan Segera
Sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel
limbus, dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk
pembedahan:
Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus, bertujuan untuk
mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea.
Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dari
donor (allograft), bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal.
Graft membran amnion, untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis
2. Pembedahan Lanjut
Pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut9 :
Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan
simblefaron.
Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.
Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.
Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik. Hal ini untuk
memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.
Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat berat dikarenakan
hasil dari graft konvensional sangat buruk.
2.2.7. Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara
lain:3
1. Simblefaron (Gambar 9), adalah gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus,
sehingga kornea dan penglihatan terganggu,
2. Kornea keruh, edema, neovaskuler,
3. Sindroma mata kering,
4. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak.
Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan
menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi akut ataupun perlahan-
lahan. Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi
katarak traumatik.
5. Glaukoma sudut tertutup, atau
6. Entropion dan ptisis bulbi (Gambar 10).
Gambar 9. Simblefaron.

Gambar 10. Ptisis bulbi.


2.2.8. Prognosis
Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma
tersebut. Derajat iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu
indikator keparahan trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada
pembuluh darah limbus dan konjungtiva memberikan prognosis yang buruk. Bentuk paling
berat pada trauma kimia ditunjukkan dengan gambaran cooked fish eye yang memiliki
prognosis paling buruk, dapat terjadi kebutaan (Gambar 11).10
Gambar 11. Cooked fish eye.
Trauma kimia sedang sampai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat
menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi
pada kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.
BAB III
KESIMPULAN

Trauma kimia pada mata dapat berasal dari bahan yang bersifat asam dengan pH < 7
dan bahan yang bersifat basa dengan pH > 7. Trauma basa biasanya memberikan dampak
yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua sifat yaitu
hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan
masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan
menimbulkan koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung
sehingga zat asam tidak penetrasi lebih dalam lagi. Gejala utama yang muncul pada trauma
mata adalah epifora, blefarospasme dan nyaei yang hebat. Trauma kimia merupakan satu-
satunya jenis trauma yang tidak memerlukan anamnesa dan pemeriksaan yang lengkap.

Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera
samapai pH mata kembali normla dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik,
multivitamin, antiglaukoma, dll. Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan preventif
kepada pasien. Menurut data statistik 90% kasus trauma dapat dicegah. Apabila dalam
menjalankan suatu pekerjaan menggunakan pelindung yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2008.
2. Randleman, J.B. Bansal, A. S. Burns Chemical. eMedicine Journal. 2009.
3. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika.
Jakarta. 2000.
4. Arthur Lim Siew Ming and Ian J. Constable. Color Atlat of Ophthalmology Third
Edition. Washington. 2005.
5. Randleman JB.2006. Chemical department of ophtalology. diakses dari
http://www.emedicine.com
6. Ilyas S. 2002 . Ilmu penyakit mata edisi ketiga.Jakarta : FK UI
7. Center of Disease contol and prevention. Work related eye injuries. Diakses dari
http://www.cdc.gov/feature/dsworksplaceeye/
8. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints.
Diunduh tanggal 28 Juni 2012 dari http://www.acep.org/content.aspx?id=26712
9. Dua, H. S., King, A.J., Joseph, A. 2001 New classification for ocular surface burns,
85: 1379-1383, British Journal of Ophthalmology. Diakses 28 Juni 2012, dari
http://bjo.bmj.com/content/85/11/1379.full.pdf new classification.
10. Weaver C. Occular burns. Emedicine [online] 2011 October [diakses 22 Februari
2014]. Available from URL:http://emedicine.medscape.com/article/798696-
overview

Anda mungkin juga menyukai