RUMAH SAKIT
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan yang memiliki banyak perangkat
dan tidak pernah lepas dari limbah medis dan non medis yang dihasilkan di
rumah sakit. Ini adalah instrumen pekerjaan kesehatan dalam perawatan
kesehatan. Rumah sakit juga merupakan pusat pelayanan kesehatan
masyarakat. Pendidikan dan penelitian medis diselenggarakan (Aulia, 2012).
Terdapat beberapa hasil sampingan dari operasional rumah sakit yaitu limbah
padat, limbah padat medis dan limbah padat non medis yang mengandung
patogen atau bahan kimia, serta peralatan medis yang biasanya berbahaya dan
beracun bagi manusia dan manusia. Lingkungan Rumah sakit adalah fasilitas
kesehatan yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa di
antaranya berbahaya bagi lingkungan. Secara umum limbah rumah sakit dibagi
menjadi dua kelompok utama yaitu limbah medis dan limbah non medis baik
padat maupun cair. Rumah sakit menghasilkan banyak limbah setiap hari, yang
seringkali beracun, terutama limbah padat, limbah medis, dan limbah lainnya.
Reuse biasanya untuk menyiram tanaman. Selain limbah non medis, limbah
medis juga terdapat di fasilitas pelayanan kesehatan walaupun dalam jumlah
yang lebih kecil, dan sebagian besar berasal dari pelayanan medis dan
penunjang medis, dimana limbah medis tergolong limbah B3. Limbah B3 padat
yang dihasilkan di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi limbah infeksius antara
lain jarum suntik tajam, limbah obat dan reagen kadaluarsa yang bersifat kimiawi,
kemasan bocor atau sisa dari limbah B3, dan limbah B3 lainnya yang merupakan
bahan beracun atau berasal dari bahan beracun. limbah radioaktif, farmasi,
sitotoksik dan logam serta bejana tekan.
Limbah dari darah dan cairan tubuh pasien merupakan limbah infeksius.
Kategori limbah infeksius juga mencakup limbah dari laboratorium yang bersifat
infeksius, serta limbah dari pabrik isolasi dan tanaman yang menggunakan
hewan laboratorium. Peraturan tersebut berbunyi: "Limbah infeksius adalah
limbah berupa darah dan cairan tubuh. Darah atau produk darah meliputi serum,
plasma, dan komponen darah lainnya." Cairan tubuh meliputi air mani, keputihan,
cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan peritoneum, cairan perikardial, cairan
ketuban dan cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi darah (berdasarkan
Permen Lingkungan Hidup No. 56 tahun 2015 tentang Metode dan Persyaratan
Teknis Perawatan). limbah berbahaya dan bahan beracun dari fasilitas
kesehatan). Urine, feses, dan muntahan tidak dianggap sebagai cairan tubuh
kecuali jika terkontaminasi darah atau cairan tersebut mengandung darah.
Artinya semua limbah cair yang berbentuk cair dan terkontaminasi cairan tubuh
pasien diklasifikasikan sebagai limbah infeksius. Meskipun muntahan tidak
diklasifikasikan sebagai limbah infeksius kecuali terkontaminasi, namun fasilitas
kesehatan seperti rumah sakit tetap mengklasifikasikan muntahan sebagai cairan
tubuh yang jika terjadi tumpahan atau kontaminasi masih diklasifikasikan dalam
kategori B3, yaitu dengan tumpahan, sedang dirawat. Gigi.
Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan medis seperti klinik, poliklinik dan
rumah sakit merupakan limbah yang termasuk dalam kategori limbah berbahaya
secara biologis yaitu limbah cair. suhu lebih dari 800 derajat Celcius (LPKL,
2009). Namun, pengolahan limbah medis dari rumah sakit, puskesmas,
puskesmas, dan laboratorium medis di Indonesia masih di bawah standar
profesional. Faktanya, banyak rumah sakit yang membuang dan mengolah
limbah medis dengan melanggar peraturan yang berlaku. World Health
Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2004 rumah sakit di Indonesia
menghasilkan sekitar 0,14 kg limbah medis per hari atau sekitar 400 ton per
tahun (Intan, 2011).
Limbah non medis merupakan limbah hasil kegiatan rumah sakit di luar kegiatan
medis. Limbah ini bisa berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman, serta
unit pelayanan. Contohnya: karton, kaleng dan botol, serta sampah dari ruangan
pasien yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya (Djohan & Halim,
2013).
Limbah non medis adalah bagian dari kegiatan kantor dan limbah rumah sakit
tangga domestik yang dihasilkan di dapur.
Jenis limbah non medis antara lain : limbah yang berkaitan dengan
laboratorium antara lain yang berkaitan dengan mikrobiologi dan poliklinik
dan bangkai hewan percobaan yang terkontaminasi.
Limbah radioaktif yang berasal dari tindakan kedokteran nuklir
radioimmoassay yang berbentuk cair dan gas.
Limbah kimia yang dihasilkan dalam tindakan medis, laboratorium, proses
sterilisasi, dan riset. Pembuangan limbah kimia ke dalam saluran air kotor
yg dapat menimbulkan korosi pada saluran air dan beberapa bahan kimia
yang dapat menimbulkan ledakan.
Sumber kegiatan limbah non-medis yaitu kegiatan yang berupa kegiatan non-
medis yaitu kegiatan administrasi, keuangan, kegiatan dapur dan laundry. Kegiatan
ini sebagian besar terdapat pada gedung administrasi, gedung dapur dan laundry.
2. Limbah Medis
Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medik, perawatan gigi,
farmasi, penelitian, pengobatan, perawatan atau pendidikan yang menggunakan
bahan-bahan yang beracun, infeksius, berbahaya atau membahayakan kecuali jika
dilakukan pengamanan tertentu (Depkes RI 2001). Banyak sekali limbah yang
dihasilkan oleh rumah sakit. Sebagian besar dapat membahayakan siapa saja yang
kontak dengannya, karena itu perlu prosedur tertentu dalam pembuangannya
(Pedoman Sanitasi Rumah Sakit Indonesia). Limbah medis padat rumah sakit
adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan
rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis. Limbah padat terdiri
dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi (Kepmenkes, 2004).
Limbah padat medis adalah semua bahan buangan akibat tindakan medis dan
berbahaya bagi manusia yang kontak langsung.
Jenis limbah medis antara lain : infuse set, spuit disposible, bekas perban
pembalut, jarum suntik, sisa-sisa operasi.
A. Pemilahan
B. Pewadahan
Wadah limbah medis adalah suatu jenis tempat limbah yang tersedia dan di
gunakan sebagai tempat membuang limbah baik limbah medis maupun nonmedis.
Yang memiliki kriteria sehingga layak digunakan sebagai wadah tempat limbah
medis maupun non medis. Pewadahan yang di gunakan oleh setiap rumah sakit
adalah pewadahan yang betul-betul memperhatikan kelayakan atau memenuhi
syarat kesehatan dengan pertimbangan bahwa wadah tersebut sesuai dengan
standar kesehatan nasional yang ditetapkan dalam Permenkes No 1204/
Menkes/SK/X/2004 dan mengacu pada standar WHO.
Terbuat dari bahan yang tidak mudah bocor, kedap air, tahan karat, tidak mudah
di tusuk, cukup ringan dan permukaannya halus dibagian dalam wadah limbah.
Mempunyai penutup yang mudah dibuka dan di tutup kembali tanpa mengotori
tangan.
Setiap ruangan yang ada di rumah sakit harus memiliki tempat limbah minimal 1
buah untuk setiap kamar.
Setiap tempat pengumpulan limbah harus dilengkapi atau di lapisi dengan plastik
agar mudah diangkat, diisi, dikosongkan, dan dibersihkan adapun kriteria jenis
plastik yang di gunakan sesuai dengan limbahnya dalam sebagai berikut:
1) Limbah radioaktif ( kantong plastik warna merah)
2) Limbah infeksius, patologi dan anatomi (kantong plastik warna kuning)
3) Limbah sitotoksis (kantong plastik warna ungu)
4) Limbah kimia dan farmasi (kantong plastik warna coklat)
C. Pengangkutan
Pengangkutan limbah dilakukan dengan menggunakan gerobak yang tertutup
dan kemudian di angkut ke tempat penampungan sementara (TPS) yang ada di
samping rumah sakit. Dan kadang kala tempat sampah langsung di angkut ke TPS
tanpa memindahkan ke Gerobak terlebih dahulu.
Adapun yang disarankan menurut syarat kesehatan yaitu kereta atau troli yang
digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa
sehingga :
Limbah padat medis yang terkumpul tidak langsung serta merta dimusnahkan
atau dikirim ke pihak luar melalui kerja sama, melainkan perlu ditampung sementara
dulu agar pengerjaan dapat dilakukan sekaligus. Namun ada ketentuan lama
penampungan yang diatur dalam standar, dimana disebutkan bahwa maksimal 24
jam limbah sudah harus dibakar bagi rumah sakit yang mempunyai insenerator.
F. Transportasi
Transportasi limbah padat medis meliputi kegiatan pengangkutan
limbah padat medis baik dari penghasil limbah ke TPS maupun dari TPS ke
luar lingkungan rumah sakit. Limbah padat medis yang sudah terkumpul
dalam kantong plastik jika sudah terisi 2/3 dan/ atau 1 x 24 jam harus
diangkut ke TPS. Pengangkutan menggunakan troli yang tertutup dan tidak
dicampur dengan limbah padat non medis. Troli harus mudah dibersihkan,
tidak boleh tercecer dan petugas menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
ketika pengangkutan. Jalur pengangkutan merupakan jalur yang berbeda
dengan jalur pasien maupun jalur transportasi makanan. Jika jalurnya sama,
maka jam pengangkutan harus dibedakan dengan jam pendistribusian
makanan. APD yang wajib digunakan oleh petugas yaitu “ Tutup kepala yang
mudah dibersihkan seperti topi/ helm, Pelindung pernafasan (masker),
kacamata (goggles), pakaian kerja yang menutupi leher, badan, tangan
hingga ujung kaki (wearpack), apron , sepatu boot/ sepatu tertutup, sarung
tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves)”.
Bagi rumah sakit yang tidak memiliki insenerator atau teknologi lainnya
dan harus mengirimkan limbah padat medisnya ke pihak lain, maka kegiatan
transportasi tidak berhenti sampai di TPS saja. TPS dijadikan sebagai depo
pemindahan, kemudian limbah diangkut untuk diolah lebih lanjut oleh pihak
lain yang berizin. Pengangkutan dilakukan oleh transportir yang berizin.
Pengangkutan dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda 4
(empat) atau lebih, dan/ atau roda 3 (tiga), dimana ketentuannya diatur dalam
peraturan/ perundangan mengenai angkutan jalan.
Pengangkutan limbah menggunakan kendaraan bermotor roda 3 (tiga)
hanya dapat dilakukan jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Kendaraan bermotor milik sendiri atau barang milik negara
Limbah wajib ditempatkan dalam bak permanen dan tertutup di belakang
pengendara dengan ukuran lebar lebih kecil dari 120 cm dan tinggi lebih
kecil dari atau sama dengan 90 cm terukur dari tempat duduk atau sadel
pengemudi. Bak permanen tersebut harus dipasang simbol yang sesuai
dengan karakteristik limbah, limbah wajib diberi kemasan sesuai dengan
persyaratan kemasan limbah B3, dimana limbah padat medis masuk dalam
kategori limbah B3.
Pengangkutan limbah dengan alat angkut roda 3 (tiga) harus
mendapatkan izin dari Kepala Instansi Lingkungan Hidup Provinsi jika
pengangkutan dilakukan lintas kabupaten/ kota dalam wilayah provinsi atau
kabupaten/ kota jika pengangkutan dilakukan dalam wilayah kabupaten/ kota.
G. Incinerator
Berdasarkan data ternyata masih ada sarana pelayanan kesehatan di
Indonesia tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang memadai
untuk mengolah limbah cair dan tidak memiliki incinerator (tungku pembakar)
untuk mengelola limbah padat dan radioaktif.
Selain itu juga sistem pewadahan khusus yang seharusnya dibedakan
antara limbah berbahaya dengan limbah lainnya tampaknya belum dilakukan.
Berdasarkan penelitian Djaja (2006) yang dilakukan terhadap 1.176 rumah
sakit di 30 provinsi Indonesia, dihasilkan bahwa rumah sakit yang memiliki
mesin pembakar limbah (incinerator) yaitu sebesar 49%, sementara itu rumah
sakit yang memiliki IPAL hanya sebesar 36%.
Emri Damanhuri (1993:7:1) menyatakan incinerator adalah sebuah
proses pembakaran, kemudian dihasilkan gas dan residu noncombustible dan
abu. Gas dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengelola
pencemaran udara. Residu yang tercampur debu cepat dikeluarkan dan
disingkirkan pada lahan urug/ penimbunan. Peter A. Reindhardt dan Judith G.
Gordon (1987:222) menyatakan bahwa incinerator dapat menurunkan limbah
sampai dengan 95% dari volume sebelumnya, dan incinerator hanya
digunakan untuk memusnahkan limbah medis. Menurut Sudarso (1995:62)
Insinerasi adalah sistem pengolahan limbah dengan cara membakarnya
dengan tujuan mengurangi volume.
Bila mungkin diambil energinya dengan hasil akhir tidak mencemari
lingkungan (khususnya udara). Menurut Yul B. Bahar (1986:71) insinerasi
merupkan pembakaran pada temperatur tinggi dengan mengatur kondisi dan
persyaratan yang diperlukan sehingga pembakaran dapat berlangsung
dengan sempurna. Proses insinerasi dapat menurunkan volume sampai
dengan 80-90% dan menurunkan beratnya 98-99%.
a. Tipe-tipe incinerator
Dalam menentukan incinerator yang akan digunakan, maka tiap-tiap
incinerator pada umumnya memiliki sertifikasi teknis masing-masing yaitu jumlah
bed per rumah sakit, kapasitas limbah yang akan dibakar, dan jumlah bed per
rumah sakit dan kapasitas limbah yang akan dibakar.
Beberapa tipe incinerator yang dapat digunakan sebagai merk dan spesifikasi
tersendiri. Tipe-tipe incinerator tersebut antara lain :
1). Merk KAMINE
a. Incinerator tipe BDR-INC 03, memiliki kapasitas 0,3 m3 dengan 2 kali
bakar @ 30 menit. Bahan bakar minyak tanah.
b. Incinerator tipe BDR-INC 05, memiliki kapasitas 0,5 m3 dengan 2 kali
bakar @ 30 menit. Bahan bakar minyak tanah.
c. Incinerator tipe BDR-INC 10, memiliki kapasitas 1,0 m3 dengan 2 kali
bakar @ 30 menit. Bahan bakar minyak tanah.
d. Incinerator tipe BDR-INC 20, memiliki kapasitas 2,0 m3 dengan 2 kali
bakar @ 30 menit. Bahan bakar minyak tanah.
a. Tipe ECO FLAME untuk kapasitas limbah 0,2 m3/jam, dan untuk
rumah sakit dengan jumlah bed kurang dari 200 tempat tidur. Bahan
bakar solar.
b. Tipe FLAME 500 untuk kapasitas limbah 0,5 m3/jam, dan untuk rumah
sakit dengan jumlah bed 200-400 tempat tidur. Bahan bakar solar.
c. Tipe FLAME 1000 untuk kapasitas limbah 1,0 m3/jam, dan untuk rumah
sakit dengan jumlah bed 400-1000 tempat tidur. Bahan bakar solar.
d. Tipe FLAME 1500 untuk kapasitas limbah 1,5 m3/jam, dan untuk
rumah sakit dengan jumlah bed diatas 1000 tempat tidur. Bahan bakar
solar.
3). Merk SM
Pengaturan terkait pengelolaan limbah B3 sudah ada dan tertuang dalam peraturan
dan perundang-undangan antara lain :
Saat ini banyak fasilitas kesehatan yang belum memiliki insinerator atau
teknologi pengolahan akhir limbah medis. Hanya beberapa rumah sakit yang
memiliki insinerator resmi, yang lainnya tidak dan harus bekerja sama dengan pihak
ketiga untuk memprosesnya melalui transportasi. Pembelian insinerator dan
teknologi limbah medis lainnya harus dipertimbangkan secara serius. Selain harga
investasi/pembelian yang tinggi, biaya operasional juga tinggi dan biaya perawatan
yang cukup tinggi untuk menjaga agar mesin tetap bekerja dengan baik sehingga
asap yang dikeluarkan sebagai knalpot dapat memenuhi persyaratan kualitas emisi
yang ditentukan.
Bagi perusahaan pengolah limbah B3, termasuk limbah medis, selain perlu
investasi mesin pengolah dan lahan, yang terpenting disetujui untuk mendirikan
perusahaan pengolah limbah B3, termasuk limbah medis, yang harus dimiliki
" .B3". . Izin pengolahan limbah. Sistem pengolahan dilaksanakan dengan
menggunakan berbagai teknologi, yang biasanya meliputi “perlakuan panas,
stabilisasi dan penguatan, dan/atau metode lain menurut ilmu pengetahuan dan
keteknikan, dengan mempertimbangkan ketersediaan teknologi dan baku mutu
lingkungan atau baku mutu lingkungan”. Pengolahan bisa untuk sampah sendiri,
sampah dari sumber lain dan/atau sampah dari beberapa penghasil sampah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Limbah padat non medis yang dihasilkan di fasilitas kesehatan dan penunjang
medis timbul dari kegiatan perkantoran dan taman serta pekarangan, sedangkan
limbah padat medis terdiri dari limbah yang bersifat infeksius, patologi, benda tajam,
limbah medis dan limbah yang termasuk dalam kategori zat sitotoksik, berasal
limbah tabung gas (pressurized container) dan limbah dengan konsentrasi logam
berat yang tinggi, baik digunakan pada pelayanan medis seperti IGD, panti jompo
maupun pada area pendukung seperti laboratorium, radiologi, farmasi, dll.
Limbah cair juga dapat berupa limbah medis dan non medis yang berasal dari
limbah kamar mandi, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun dan radioaktif. Limbah dari rumah sakit dapat membahayakan kesehatan
masyarakat, terutama limbah dari laboratorium virologi dan mikrobiologi berupa virus
dan bakteri yang saat ini belum ada penawarnya sehingga sulit untuk dideteksi.
Limbah medis Limbah medis adalah limbah medis, gigi, farmasi, penelitian,
perawatan, perawatan, atau pendidikan yang menggunakan bahan beracun,
menular, berbahaya, atau berbahaya kecuali dilakukan tindakan pencegahan
tertentu (Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan RI 2001).
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah padat rumah sakit yang
dihasilkan selama operasional rumah sakit dan terdiri dari limbah medis padat dan
limbah lainnya. Limbah padat terdiri dari limbah infeksius, limbah patologis, limbah
kaustik, limbah medis, limbah sitotoksik, limbah kimia, limbah radioaktif, limbah
bertekanan dan limbah dengan konsentrasi logam berat yang tinggi (Kepmenkes,
2004).
DAFTAR PUSTAKA