Anda di halaman 1dari 25

TUGAS PENGGANTI UAS TEKNOLOGI SARANA DAN PRASARANA

RUMAH SAKIT

DOSEN PENGAMPU : Safari Hasan, S.IP, M.MRS

RIZQINA SALMA TAJJA A. T. (10821022)

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN

TAHUN AJARAN 2022/2023


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan yang memiliki banyak perangkat
dan tidak pernah lepas dari limbah medis dan non medis yang dihasilkan di
rumah sakit. Ini adalah instrumen pekerjaan kesehatan dalam perawatan
kesehatan. Rumah sakit juga merupakan pusat pelayanan kesehatan
masyarakat. Pendidikan dan penelitian medis diselenggarakan (Aulia, 2012).

Terdapat beberapa hasil sampingan dari operasional rumah sakit yaitu limbah
padat, limbah padat medis dan limbah padat non medis yang mengandung
patogen atau bahan kimia, serta peralatan medis yang biasanya berbahaya dan
beracun bagi manusia dan manusia. Lingkungan Rumah sakit adalah fasilitas
kesehatan yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar, beberapa di
antaranya berbahaya bagi lingkungan. Secara umum limbah rumah sakit dibagi
menjadi dua kelompok utama yaitu limbah medis dan limbah non medis baik
padat maupun cair. Rumah sakit menghasilkan banyak limbah setiap hari, yang
seringkali beracun, terutama limbah padat, limbah medis, dan limbah lainnya. 

Instansi kesehatan yang meliputi rumah sakit, puskesmas atau puskesmas


setempat, puskesmas atau sejenisnya, berperan penting sebagai institusi publik
yang memberikan pelayanan preventif, kuratif dan/atau rehabilitasi. Selain itu,
terdapat beberapa pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit yang
mendukung kegiatan belajar atau biasa disebut learning activities dan
mendukung “teaching hospital” yang menyelenggarakan pendidikan, pelatihan
dan penelitian selain pelayanan medis. Fasilitas kesehatan harus mendukung
operasi mereka untuk lingkungan yang sehat, yaitu. sarana sanitasi yang baik,
agar fungsi pelayanan kesehatan dapat berfungsi dengan baik. Namun,
tantangan bagi penyedia layanan kesehatan adalah bahwa limbah atau produk
sampingan dari operasi, dalam berbagai jenis dan jumlah, memiliki dampak
negatif terhadap kesehatan dan lingkungan yang secara langsung atau tidak
langsung memengaruhi kesehatan masyarakat dan kesehatan individu. 
Tercapainya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak, tidak hanya
individu, keluarga, tetapi juga kelompok bahkan seluruh anggota masyarakat.
Sangat penting untuk menciptakan lingkungan rumah sakit yang bersih, sehat
dan aman untuk memastikan kesehatan pasien, pengunjung dan staf serta
mencegah infeksi. orang sakit atau pengunjung. Permenkes
No.986/Menkes/PER/XI/1992. Persyaratan lingkungan rumah sakit ditentukan,
termasuk pengelolaan limbah rumah sakit. Upaya pengelolaan limbah rumah
sakit merupakan upaya pengendalian pencemaran oleh toksin, bakteri patogen,
virus dan parasit, karena limbah rumah sakit merupakan sumber infeksi dan
rantai penularan penyakit. Menjaga kebersihan seluruh lingkungan rumah sakit
mencegah terjadinya infeksi, menciptakan suasana rumah sakit yang nyaman,
asri dan menarik bagi setiap orang di lingkungan rumah sakit, serta mencegah
infeksi/penularan pada orang sehat baik karyawan maupun pengunjung sehingga
mengurangi sumber penularan. RI, 1995). Berkaitan dengan evaluasi akreditasi
rumah sakit, perlu dilakukan penilaian (self-argument) terhadap standar dan
penilaian pada tahap awal. Prinsip dan prosedur akreditasi tambahan untuk
pembuangan limbah di rumah sakit. Limbah rumah sakit dibagi menjadi limbah
medis dan limbah pengobatan. Limbah rumah sakit biasa berupa cairan infus
berlebih, kapas bekas, perban bekas, pembalut bekas, sisa persalinan, botol
preparat, bagian tubuh, dll. 

Dampak dari pengelolaan sampah yang sebaik-baiknya sejak dari timbul


hingga ke pembuangan akhir sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan
dapat mempengaruhi kualitas lingkungan serta menimbulkan gangguan
kesehatan seperti:  tingginya kepadatan pembawa penyakit (lalat, tikus ). ,
nyamuk). , kecoak, dll.), desain udara, tanah dan air serta nilai estetikanya.
Selain itu juga dapat menyebabkan penyakit menular seperti diare, penyakit kulit,
kudis, tifus, DBD, tifus dan cacingan (Rahmawaty, 2006).

Menurut Kementerian Kesehatan, jumlah rumah sakit di Indonesia meningkat


antara tahun 2015 dan 2018, tahun 2015 jumlah rumah sakit di Indonesia adalah
2.490, tahun 2016 2.601 unit, tahun 2017 2.773 unit dan mencapai akhir tahun
2018 2.820 unit. Pada tahun 2018, sebanyak 2.820 unit terdiri dari 1.572 RS
Pemerintah dan 1.248 RS Swasta. Di wilayah 1, yaitu. H. Banten, DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur mengalami pertumbuhan yang
signifikan. Faktor utama yang melatarbelakangi peningkatan jumlah rumah sakit
adalah pertumbuhan penduduk setiap tahunnya, yang berdampak pada
meningkatnya kebutuhan akan pelayanan kesehatan. 
BAB II
PEMBAHASAN
I. Limbah Pelayanan Kesehatan
Limbah pelayanan kesehatan merupakan limbah akhir dari hasil operasional
fasilitas pelayanan kesehatan. Limbah tersebut dapat berbentuk padat, cair
maupun gas. Ada teknik pengolahan yang berbeda untuk setiap jenis sampah.
Fasilitas kesehatan seperti penyedia layanan dan fasilitas umum menghasilkan
limbah dengan karakteristik yang berbeda melalui pengoperasiannya. Secara
umum sering diklasifikasikan atau disebut sebagai limbah medis dan non medis.

Komisi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi menyebutnya limbah menular


dan limbah tidak menular. Istilah sampah jarang digunakan di masyarakat. Istilah
sampah sudah tidak asing lagi bagi masyarakat. Operasi dapur menghasilkan
limbah non-medis seperti limbah makanan dan minuman, limbah kemasan dan
kantor, biasanya berupa kertas, karton dan plastik, serta limbah pemeliharaan
taman dan pekarangan berupa batang pohon, cabang, daun, dll. Limbah non
medis dapat digunakan kembali/daur ulang asalkan diolah terlebih dahulu
dengan teknologi tertentu. Ada beberapa limbah non-medis yang tidak
memerlukan pengolahan teknis apapun untuk dapat digunakan kembali, tetapi
memerlukan keterampilan pengolahan untuk mengubahnya menjadi barang yang
berguna. Sama halnya dengan limbah cair rumah tangga dari laundry dan
gastronomi serta kamar mandi. Limbah cair rumah tangga juga dapat
dimanfaatkan kembali apabila telah diolah dan memenuhi standar dan
persyaratan mutu yang berlaku.

Reuse biasanya untuk menyiram tanaman. Selain limbah non medis, limbah
medis juga terdapat di fasilitas pelayanan kesehatan walaupun dalam jumlah
yang lebih kecil, dan sebagian besar berasal dari pelayanan medis dan
penunjang medis, dimana limbah medis tergolong limbah B3. Limbah B3 padat
yang dihasilkan di fasilitas pelayanan kesehatan meliputi limbah infeksius antara
lain jarum suntik tajam, limbah obat dan reagen kadaluarsa yang bersifat kimiawi,
kemasan bocor atau sisa dari limbah B3, dan limbah B3 lainnya yang merupakan
bahan beracun atau berasal dari bahan beracun. limbah radioaktif, farmasi,
sitotoksik dan logam serta bejana tekan.
Limbah dari darah dan cairan tubuh pasien merupakan limbah infeksius.
Kategori limbah infeksius juga mencakup limbah dari laboratorium yang bersifat
infeksius, serta limbah dari pabrik isolasi dan tanaman yang menggunakan
hewan laboratorium. Peraturan tersebut berbunyi: "Limbah infeksius adalah
limbah berupa darah dan cairan tubuh. Darah atau produk darah meliputi serum,
plasma, dan komponen darah lainnya." Cairan tubuh meliputi air mani, keputihan,
cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan peritoneum, cairan perikardial, cairan
ketuban dan cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi darah (berdasarkan
Permen Lingkungan Hidup No. 56 tahun 2015 tentang Metode dan Persyaratan
Teknis Perawatan). limbah berbahaya dan bahan beracun dari fasilitas
kesehatan). Urine, feses, dan muntahan tidak dianggap sebagai cairan tubuh
kecuali jika terkontaminasi darah atau cairan tersebut mengandung darah.
Artinya semua limbah cair yang berbentuk cair dan terkontaminasi cairan tubuh
pasien diklasifikasikan sebagai limbah infeksius. Meskipun muntahan tidak
diklasifikasikan sebagai limbah infeksius kecuali terkontaminasi, namun fasilitas
kesehatan seperti rumah sakit tetap mengklasifikasikan muntahan sebagai cairan
tubuh yang jika terjadi tumpahan atau kontaminasi masih diklasifikasikan dalam
kategori B3, yaitu dengan tumpahan, sedang dirawat. Gigi.

Menjaga kebersihan seluruh lingkungan rumah sakit mencegah terjadinya


infeksi, menciptakan suasana rumah sakit yang nyaman, asri dan menarik bagi
setiap orang di lingkungan rumah sakit, serta mencegah infeksi/penularan antar
orang sehat baik staf maupun pengunjung sehingga mengurangi sumber infeksi
(Depkes). RI, 1995). Berkaitan dengan evaluasi akreditasi rumah sakit, perlu
dilakukan penilaian (self-argument) terhadap standar dan penilaian pada tahap
awal. Prinsip dan prosedur akreditasi tambahan untuk pembuangan limbah di
rumah sakit. Limbah rumah sakit dibagi menjadi limbah medis dan limbah
lainnya. Rumah sakit biasanya menghasilkan limbah berupa cairan infus
berlebih, kapas bekas, perban bekas, pembalut bekas, limbah kebidanan, botol
preparat, bagian tubuh, dll.

Diperkirakan jumlah limbah medis dari fasilitas kesehatan meningkat dari


waktu ke waktu. Hal ini disebabkan semakin menjamurnya rumah sakit,
puskesmas, klinik kesehatan dan laboratorium kesehatan. Profil Kesehatan
Indonesia 2010 menyebutkan jumlah rumah sakit di Indonesia sebanyak 1.632
unit. Pada saat yang sama, jumlah Puskesmas bertambah menjadi 9.005 unit.
Diperkirakan jumlah fasilitas kesehatan lainnya akan terus bertambah, namun
belum jelas jumlah pastinya (Departemen Kesehatan RI, 2011).

Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan medis seperti klinik, poliklinik dan
rumah sakit merupakan limbah yang termasuk dalam kategori limbah berbahaya
secara biologis yaitu limbah cair. suhu lebih dari 800 derajat Celcius (LPKL,
2009). Namun, pengolahan limbah medis dari rumah sakit, puskesmas,
puskesmas, dan laboratorium medis di Indonesia masih di bawah standar
profesional. Faktanya, banyak rumah sakit yang membuang dan mengolah
limbah medis dengan melanggar peraturan yang berlaku. World Health
Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2004 rumah sakit di Indonesia
menghasilkan sekitar 0,14 kg limbah medis per hari atau sekitar 400 ton per
tahun (Intan, 2011).  

II. Dampak Limbah Pelayanan Kesehatan


Limbah layanan kesehatan, khususnya limbah medis, berpotensi
menimbulkan bahaya kesehatan dan lingkungan jika tidak ditangani dengan baik.
Pada gilirannya, pencemaran yang disebabkan oleh limbah farmasi berdampak
pada kesehatan individu dan masyarakat sekitar. Berbagai aturan dan standar
telah dirancang untuk memastikan bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan
benar dan optimal. Tujuannya untuk mengendalikan bahaya yang mungkin timbul
dan berdampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan. Salah satu isu
lingkungan yang sering mendapat sorotan adalah adanya limbah infeksius atau
“limbah medis”. Ada juga limbah non medis dan limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) lainnya yang harus dikelola dengan baik.
Potensi bahaya dalam pembuangan limbah medis dapat terjadi mulai dari
pengumpulan hingga penyimpanan, pengangkutan, pembuangan dan
pemusnahan. Di antara dampak yang ditimbulkan oleh keberadaan limbah
tersebut adalah terjadinya pencemaran yang mempengaruhi kualitas dan
kesehatan lingkungan. Padahal, keberadaan limbah ini saja menyebabkan
gangguan estetika dan bau serta menjadi tempat berkembang biak vektor dan
hewan berbahaya.
Jika tidak dikelola dengan baik, limbah dapat berbahaya bagi kesehatan
manusia. Limbah medis yang mengandung berbagai bakteri, virus, bahan kimia
dan logam dapat mempengaruhi kesehatan dan dapat menimbulkan penyakit.
Penyakit yang muncul dapat terjadi secara langsung, yaitu. melalui pengaruh
kontak langsung dengan limbah, misalnya limbah klinik beracun, limbah
berbahaya bagi tubuh dan limbah yang mengandung bakteri patogen, serta
gangguan tidak langsung yang dirasakan masyarakat oleh warga sekitar dan
warga masyarakat yang sering menjadi sumber medis Tangani limbah yang
dihasilkan oleh penguraian, pembakaran, dan pembuangan limbah ini. 

III. Limbah Rumah Sakit

Pengertian Limbah Rumah Sakit

Setiap rumah sakit sebagai penghasil limbah memiliki kewajiban melakukan


upaya pengelolaan baik terhadap limbah yang dihasilkan maupun terhadap
lingkungannya secara keseluruhan. Pengelolaan limbah tersebut dilaksanakan
mencakup seluruh bentuk dari limbah yang dihasilkan baik padat, cair dan gas.
Untuk limbah radioaktif akan dilakukan pengolahan secara terpisah.

Sumber Limbah Rumah Sakit

Setiap operasional rumah sakit menghasilkan limbah dengan sifat yang


berbeda-beda. Unit perkantoran tanpa tindakan medis atau penunjang medis
menghasilkan limbah padat umum atau biasa disebut limbah non medis, seperti
kertas, plastik, limbah makanan, dan limbah lainnya yang sama sekali tidak
terkontaminasi oleh limbah medis. Limbah cair yang dihasilkan merupakan limbah
cair domestik dari kamar mandi dan bak cuci. Selain itu, unit-unit perkantoran juga
menghasilkan limbah B3 selama beroperasi, mis. Tabung desinfektan bertekanan,
toner/tinta, kartrid, dll.

Unit perawatan non-medis seperti binatu dan katering umumnya


menghasilkan limbah rumah tangga, tetapi juga menghasilkan limbah padat, cair,
dan gas dalam jumlah besar. Perlu upaya yang lebih besar untuk mengatasinya agar
tidak menimbulkan masalah lingkungan. Limbah yang lebih spesifik biasanya
dihasilkan di unit pasokan medis dan dukungan layanan. Limbah padat yang
dihasilkan dapat berupa limbah non medis, limbah medis, limbah infeksius dan
limbah sangat infeksius. Limbah padat non medis yang dihasilkan di fasilitas
kesehatan dan penunjang medis timbul dari kegiatan perkantoran dan taman serta
pekarangan, sedangkan limbah padat medis terdiri dari limbah yang bersifat
infeksius, patologi, benda tajam, limbah medis dan limbah yang termasuk dalam
kategori zat sitotoksik, berasal limbah tabung gas (pressurized container) dan limbah
dengan konsentrasi logam berat yang tinggi, baik digunakan dalam pelayanan medis
seperti UGD, panti jompo maupun di area pendukung seperti laboratorium, radiologi,
farmasi, dll. Limbah cair juga dapat berupa limbah medis dan non medis yang
berasal dari limbah kamar mandi, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,
bahan kimia beracun dan radioaktif. Rumah sakit menghasilkan limbah gas yang
biasanya berasal dari insinerator seperti insinerator dan dapur. Gas buangan berupa
emisi juga timbul pada mesin genset di fasilitas perawatan kampus rumah sakit
(IPSRS), dan gas dalam jumlah kecil, namun masih dengan konsentrasi kimia,
adalah gas anestetik di fasilitas operasi pusat (IBS).

Limbah dari rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat,


terutama limbah dari laboratorium virologi dan mikrobiologi berupa virus dan bakteri
yang saat ini belum ada penawarnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan
padat dari rumah sakit/puskesmas dapat menjadi sarana penyebaran penyakit
kepada pekerja, penderita dan masyarakat. Pembuangan limbah peralatan dan
sampah lainnya dapat menjadi faktor risiko penyebaran berbagai penyakit seperti:
infeksi terkait pelayanan kesehatan, HIV/AIDS, hepatitis B dan C, dan penyakit yang
ditularkan melalui darah lainnya (Departemen Kesehatan RI, 2004). Limbah medis
yang tidak dibuang dengan benar akan menimbulkan dampak negatif dan merugikan
masyarakat sekitar rumah sakit dan rumah sakit itu sendiri, dampak negatif tersebut
dapat berupa gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan (Riyastri, 2010).
Karena bahayanya limbah rumah sakit maka dibagi menjadi dua bagian yaitu : 

1. Limbah Non Medis

Limbah non medis merupakan limbah hasil kegiatan rumah sakit di luar kegiatan
medis. Limbah ini bisa berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman, serta
unit pelayanan. Contohnya: karton, kaleng dan botol, serta sampah dari ruangan
pasien yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya (Djohan & Halim,
2013).

Limbah non medis adalah bagian dari kegiatan kantor dan limbah rumah sakit
tangga domestik yang dihasilkan di dapur.

 Jenis limbah non medis antara lain : limbah yang berkaitan dengan
laboratorium antara lain yang berkaitan dengan mikrobiologi dan poliklinik
dan bangkai hewan percobaan yang terkontaminasi.
 Limbah radioaktif yang berasal dari tindakan kedokteran nuklir
radioimmoassay yang berbentuk cair dan gas.
 Limbah kimia yang dihasilkan dalam tindakan medis, laboratorium, proses
sterilisasi, dan riset. Pembuangan limbah kimia ke dalam saluran air kotor
yg dapat menimbulkan korosi pada saluran air dan beberapa bahan kimia
yang dapat menimbulkan ledakan.

Sumber kegiatan limbah non-medis yaitu kegiatan yang berupa kegiatan non-
medis yaitu kegiatan administrasi, keuangan, kegiatan dapur dan laundry. Kegiatan
ini sebagian besar terdapat pada gedung administrasi, gedung dapur dan laundry.

1) Pemilahan dan Pewadahan


 Rumah sakit harus melakukan pemisahan antara limbah padat non medis
dengan limbah padat medis. Limbah pada non medis dimasukan dalam
kantong plastik berwarna hitam.
 Pewadahan
 Pewadahan harus dilapisi kantong plastik warna hitam sebagai
pembungkus dan diberi lambang “domestik” warna putih.
 Kepadatan lalat harus kurang dari 2 (dua) ekor per block grill di
sekitar limbah, apabilah melebihi mka perlu dilakukan pengendalian
lalat.
2) Pengumpulan, Penyimpanan dan Pengangkutan
 Upaya pengendalian harus dilakukan apabila tingkat kepadatan lalat di
tempat penampungan sementara lebih dari 20 ekor per block grill atau
tikus terlihat pada siang hari.
 Pengendalian terhadap serangga dan binatang pengganggu harus
dilakukan minimal satu bulan sekali (dalam kondisi normal)
3) Pengolahan dan Pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non medis harus dilakukan
sesuai kebijakan serta peraturan yang berlaku.

2. Limbah Medis

Limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medik, perawatan gigi,
farmasi, penelitian, pengobatan, perawatan atau pendidikan yang menggunakan
bahan-bahan yang beracun, infeksius, berbahaya atau membahayakan kecuali jika
dilakukan pengamanan tertentu (Depkes RI 2001). Banyak sekali limbah yang
dihasilkan oleh rumah sakit. Sebagian besar dapat membahayakan siapa saja yang
kontak dengannya, karena itu perlu prosedur tertentu dalam pembuangannya
(Pedoman Sanitasi Rumah Sakit Indonesia). Limbah medis padat rumah sakit
adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan
rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis. Limbah padat terdiri
dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi (Kepmenkes, 2004).

Limbah padat medis adalah semua bahan buangan akibat tindakan medis dan
berbahaya bagi manusia yang kontak langsung.

 Jenis limbah medis antara lain : infuse set, spuit disposible, bekas perban
pembalut, jarum suntik, sisa-sisa operasi.

Sumber penghasil limbah medis, yaitu mengandung bahan radioaktif kadar


rendah dapat berbentuk cair, pasta dan padat dari kegiatan riset dan pengobatan.

Menurut PP RI No. 18, pengolahan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)


sepertilimbah medis rumah adalah proses untuk mengubah karakteristik dan
komposisi limbah untuk menghilangkan dan atau mengurangi sifat bahaya atau sifat
racun.
1) Pengurangan limbah/ “minimasi limbah”
 Pertimbangkan penggunaan bahan yang minim menghasilkan limbah dalam
pembelian.
 Upayakan penggunaan bahan kimia seminim mungkin
 Utamakan metode pembersihan secara fisik dibandingkan kimia.
 Sebisa mungkin menghindari penggunaan bahan yang dapat menjadi limbah.
 Lakukan monitoring sejak awal pembelian hingga menjadi limbah.
 Lakukan pemesanan sesuai dengan yang dibutuhkan.
 Gunakan bahan dengan masa expired date terdekat.
 Gunakan isi kemasan sampai habis.
 Lakukan pengecekan kadaluarsa dari setiap bahan pada setiap pembelian
atau pengantaran oleh distributor.
2) Pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang
Pemilahan dilakukan mulai dari limbah itu sendiri dihasilkan apakah masuk
dalam limbah infeksius, limbah tajam, maupun limbah lainnya sesuai dengan
karakteristik limbah. Setiap limbah medis dengan karakteristik yang berbeda
memiliki pengelolaan yang berbeda, sehingga tindakan pemilahan ini sangat penting
dalam pengelolaan limbah. Limbah padat medis dapat ditampung dalam wadah
yang memenuhi persyatan yaitu harus berbahan “kuat, ringan, tahan karat, kedap air
dan bagian permukaan halus agar seluruh permukaan mudah dibersihkan”.
Pada rumah sakit, sering dijumpai pewadahan dengan menggunakan bak
sampah yang tertutup, injak, dan bahan plastik/ fiberglass/ stainless steel sehingga
mudah dibersihkan dan menghindari infeksi nosokomial. Pewadahan yang tersedia
harus dipisahkan dengan limbah padat non medis. Pewadahan dilapisi kantong
plastik sesuai dengan karakteristik limbahnya, untuk limbah medis umum dengan
kategori infeksius menggunakan kantong plastik berwarna kuning. Limbah harus
diangkut setiap hari atau beberapa kali dalam sehari apabila 2/3 kantong telah terisi.
Cara pengikatan kantong plastik pun tidak sembarangan, agar menghindari
limbah keluar dari kantong plastik pada saat pengangkutan, khususnya limbah
dengan ukuran kecil dan/ atau cair. Limbah medis tajam seperti jarum suntik, vial,
pisau operasi dan lainnya harus ditampung dalam tempat khusus yang dikenal
dengan sebutan safety box. Safety box harus sesuai dengan standar agar tidak
memungkinkan terjadinya kebocoran, tumpahan maupun tertusuk bagi petugas.
Penggunaan safety box untuk limbah tajam secara disposable dan tidak dibenarkan
untuk mengeluarkan isi safety box dan penggunaan kembali karena sangat berisiko
terhadap petugas.
Tempat pewadahan limbah padat medis, meskipun tidak kontak langsung
dengan limbah (dilapisi kantong plastik) tetap wajib dibersihkan segera sebelum
dipergunakan kembali. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan desinfektan.
Tidak diperkenankan menggunakan kembali kantong plastik bekas atau yang telah
terkontaminasi dengan limbah sebelumnya. Peralatan medis yang telah kontak
dapat dipergunakan kembali setelah melalui tahap sterilisasi. Sterilisasi dapat
dilakukan dengan ethylene oxide maupun glutaraldehyde. Pada penggunaan
ethylene oxide, sebelum dilakukan injeksi tangki reaktor harus dikeringkan.
Penggunaan ethylene oxide harus dilakukan oleh petugas yang terlatih karena
sangat berbahaya. Untuk penggunaan glutaraldehyde lebih aman namun secara
mikrobiologi kurang efektif.

Hal ini sesuai dengan PERMENKES No. 986/MENKES/PER/XII/1992


Tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit yang berbunyi :
1. Limbah radioaktif dibuang dengan persyaratan teknis perundangan yang berlaku
(PP. No. 13/1975) dan kemudian diserahkan kepada BATAN untuk penanganan
lebih lanjut.
2. Limbah infeksius dan citotoksik dimusnahkan dengan incinerator pada suhu di atas
1000 C.
3. Limbah umum (domestik) dibuang ke TPA yang dikelola oleh PEMDA atau badan
lain sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4. Limbah farmasi dikembalikan kepada distributor, bila tidak mungkin dimusnahkan
menggunakan incinerator pada suhu diatas 1000 C.
5. Limbah kimia berbahaya bila mungkin dan ekonomis supaya di daur ulang, bila tidak
supaya pembuangannya berknsultasi dengan instansi yang berwenang.

A. Pemilahan

Dalam pengelolaan limbah medis diwajibkan melakukan pemilihan menurut


limbah dan menyimpannya di dalam kantong plastik yang berbeda-beda menurut
karekteristik atau jenis limbahnya. Limbah umum dimasukkan ke dalam plastik
berwarna hitam, limbah infeksius ke dalam kantong plastik berwarna kuning, limbah
sitotoksis kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi ke dalam kantong plastik
berwarna coklat dan limbah radioaktif ke dalam kantong warna merah. Disamping itu
rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara limbahnya sesuai
persyaratan yang ditetapkan dalam Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004.³ Sesuai
dengan Permenkes 1204 / Menkes / SK / X / 2004.

Adapun syarat kesehatan menurut Permenkes 1204 / Menkes / SK / X /2004 yaitu


memenuhi syarat jika :

 Tempat sampah anti bocor dan anti tusuk


 Memiliki tutup dan tidak mudah dibuka orang
 Sampah medis padat yang akan dimanfaatkan harus melalui Sterilisasi.
 Pewadahan sampah medis menggunakan label (warna kantong
plastik/kontainer)
 Sampah radioaktif menggunakan warna merah
 Sampah sangat infeksius menggunakan warna kuning
 Sampah/limbah infeksius, patologi dan anatomi menggunakan warna kuning
 Sampah sitotoksis menggunakan warna ungu
 Sampah/limbah kimia dan farmasi menggunakan warna cokelat

Sesuai dengan PERMENKES 1204/Menkes/SK/X/2004 yang menyebutkan


bahwa secara umum pemilahan adalah proses pemisahan limbah dari sumbernya,
pemilahan jenis limbah medis padat mulai dari sumber yang terdiri dari limbah
infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat.

B. Pewadahan

Wadah limbah medis adalah suatu jenis tempat limbah yang tersedia dan di
gunakan sebagai tempat membuang limbah baik limbah medis maupun nonmedis.
Yang memiliki kriteria sehingga layak digunakan sebagai wadah tempat limbah
medis maupun non medis. Pewadahan yang di gunakan oleh setiap rumah sakit
adalah pewadahan yang betul-betul memperhatikan kelayakan atau memenuhi
syarat kesehatan dengan pertimbangan bahwa wadah tersebut sesuai dengan
standar kesehatan nasional yang ditetapkan dalam Permenkes No 1204/
Menkes/SK/X/2004 dan mengacu pada standar WHO.

Sesuai dengan Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004. Tentang persyaratan dan


petunjuk teknis tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit, dimana syarat
pewadahan adalah sebagai Berikut :

 Terbuat dari bahan yang tidak mudah bocor, kedap air, tahan karat, tidak mudah
di tusuk, cukup ringan dan permukaannya halus dibagian dalam wadah limbah.
 Mempunyai penutup yang mudah dibuka dan di tutup kembali tanpa mengotori
tangan.
 Setiap ruangan yang ada di rumah sakit harus memiliki tempat limbah minimal 1
buah untuk setiap kamar.
 Setiap tempat pengumpulan limbah harus dilengkapi atau di lapisi dengan plastik
agar mudah diangkat, diisi, dikosongkan, dan dibersihkan adapun kriteria jenis
plastik yang di gunakan sesuai dengan limbahnya dalam sebagai berikut:
1) Limbah radioaktif ( kantong plastik warna merah)
2) Limbah infeksius, patologi dan anatomi (kantong plastik warna kuning)
3) Limbah sitotoksis (kantong plastik warna ungu)
4) Limbah kimia dan farmasi (kantong plastik warna coklat)

Dan untuk sampah umum menggunakan kantong plastik berwarna hitam.


kantong plastik di angkut setiap hari atau kurang dari sehari atau 3 x 24 jam atau 2/3
kantong plastik sudah terisi limbah.

Sesuai dengan Kepmenkes no 1204/MENKES/X/2004 tentang syarat


kesehatan yakni wadah limbah yang di gunakan terbuat dari bahan plastik dengan
tidak mudah bocor, kedap air, cukup ringan memilki penutup yang mudah di buka
dengan pertimbangan mudah di bersihkan dan tempat sampah disetiap ruangan
rumah sakit itu dibedakan antara limbah non medis dan medis.

C. Pengangkutan
Pengangkutan limbah dilakukan dengan menggunakan gerobak yang tertutup
dan kemudian di angkut ke tempat penampungan sementara (TPS) yang ada di
samping rumah sakit. Dan kadang kala tempat sampah langsung di angkut ke TPS
tanpa memindahkan ke Gerobak terlebih dahulu.

Pengangkutannya terkadang tempat sampah diangkat langsung menggunakan


tenaga sendiri oleh petugas kebersihan rumah sakit untuk dibuang ketempat
pembuangan sementara. Dampak negatif bisa saja terjadi pada petugas kebersihan
rumah sakit, ditambah lagi petugas kebersihan tidak memakai alat pelindung diri
contohnya sarung tangan, dan masker, sehingga mudah untuk terkontaminasi
dengan sampah medis.

Adapun yang disarankan menurut syarat kesehatan yaitu kereta atau troli yang
digunakan untuk pengangkutan sampah klinis harus didesain sedemikian rupa
sehingga :

 Permukaaan harus licin, rata, dan tidak tembus


 Tidak akan menjadi sarang serangga
 Mudah dibersihkan dan dikeringkan
 Sampah tidak menempel pada alat angkut
 Sampah mudah diisikan, diikat, dan dituang kembali.

D. Tempat Penampungan Sementara (TPS)

Limbah padat medis yang terkumpul tidak langsung serta merta dimusnahkan
atau dikirim ke pihak luar melalui kerja sama, melainkan perlu ditampung sementara
dulu agar pengerjaan dapat dilakukan sekaligus. Namun ada ketentuan lama
penampungan yang diatur dalam standar, dimana disebutkan bahwa maksimal 24
jam limbah sudah harus dibakar bagi rumah sakit yang mempunyai insenerator.

Sementara apabila tidak memiliki insenerator, maka dapat melakukan kerjasama


dengan pihak yang mempunyai ijin pengangkutan dan/ atau pengolahan dalam
waktu 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang. Dengan kata lain diperlukan TPS
limbah sebelum dibawa untuk dikelola lebih lanjut. TPS harus diarea terbuka dan
mudah dijangkau oleh kendaraan, aman, bersih dan selalu kondisi kering.

Sesuai dengan Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004. Tentang persyaratan dan


petunjuk teknis tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit, dimana syarat Tempat
Penampungan Sementara (TPS) adalah sebagai Berikut :
 Tempat penampungan limbah tidak permanen
 Tempat Penampungan Sementara (TPS) di lengkapi dengan penutu
 Terletak di lokasi yang mudah di jangkau oleh kendaraan pengangkut.
 Di kosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya satu kali 24 jam.

E. Tempat Pembuangan Akhir(TPA)

Sesuai dengan Kepmenkes 1204 / Menke / SK / X /2004. Tentang persyaratan


dan petunjuk teknis tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit, dimana syarat
Tempat Penampungan Akhir (TPA) adalah sebagai Berikut :

 Limbah sitotoksis dan limbah farmasi harus di musnahkan dengan


menggunakan incinerator pada suhu di atas 1000 ºC.
 Limbah Radioaktif harus dibuang sesuai dengan persyaratan teknis dan
perundang-undangan yang berlaku (PP Nomor 27 Tahun2002) dan kemudian
diserahkan kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut.
 Limbah umum dibuang ke tempat yang dikelola oleh pemerintah daerah atau
instansi lain yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun penanganan yag harus sesuai dengan syarat kesehatan yakni :

 Tidak membuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik


sebelum aman bagi kesehatan.
 Menggunakan Incinerator
 Menggunakan otoklaf.

F. Transportasi
Transportasi limbah padat medis meliputi kegiatan pengangkutan
limbah padat medis baik dari penghasil limbah ke TPS maupun dari TPS ke
luar lingkungan rumah sakit. Limbah padat medis yang sudah terkumpul
dalam kantong plastik jika sudah terisi 2/3 dan/ atau 1 x 24 jam harus
diangkut ke TPS. Pengangkutan menggunakan troli yang tertutup dan tidak
dicampur dengan limbah padat non medis. Troli harus mudah dibersihkan,
tidak boleh tercecer dan petugas menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)
ketika pengangkutan. Jalur pengangkutan merupakan jalur yang berbeda
dengan jalur pasien maupun jalur transportasi makanan. Jika jalurnya sama,
maka jam pengangkutan harus dibedakan dengan jam pendistribusian
makanan. APD yang wajib digunakan oleh petugas yaitu “ Tutup kepala yang
mudah dibersihkan seperti topi/ helm, Pelindung pernafasan (masker),
kacamata (goggles), pakaian kerja yang menutupi leher, badan, tangan
hingga ujung kaki (wearpack), apron , sepatu boot/ sepatu tertutup, sarung
tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves)”.
Bagi rumah sakit yang tidak memiliki insenerator atau teknologi lainnya
dan harus mengirimkan limbah padat medisnya ke pihak lain, maka kegiatan
transportasi tidak berhenti sampai di TPS saja. TPS dijadikan sebagai depo
pemindahan, kemudian limbah diangkut untuk diolah lebih lanjut oleh pihak
lain yang berizin. Pengangkutan dilakukan oleh transportir yang berizin.
Pengangkutan dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda 4
(empat) atau lebih, dan/ atau roda 3 (tiga), dimana ketentuannya diatur dalam
peraturan/ perundangan mengenai angkutan jalan.
Pengangkutan limbah menggunakan kendaraan bermotor roda 3 (tiga)
hanya dapat dilakukan jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
 Kendaraan bermotor milik sendiri atau barang milik negara
 Limbah wajib ditempatkan dalam bak permanen dan tertutup di belakang
pengendara dengan ukuran lebar lebih kecil dari 120 cm dan tinggi lebih
kecil dari atau sama dengan 90 cm terukur dari tempat duduk atau sadel
pengemudi. Bak permanen tersebut harus dipasang simbol yang sesuai
dengan karakteristik limbah, limbah wajib diberi kemasan sesuai dengan
persyaratan kemasan limbah B3, dimana limbah padat medis masuk dalam
kategori limbah B3.
Pengangkutan limbah dengan alat angkut roda 3 (tiga) harus
mendapatkan izin dari Kepala Instansi Lingkungan Hidup Provinsi jika
pengangkutan dilakukan lintas kabupaten/ kota dalam wilayah provinsi atau
kabupaten/ kota jika pengangkutan dilakukan dalam wilayah kabupaten/ kota.
G. Incinerator
Berdasarkan data ternyata masih ada sarana pelayanan kesehatan di
Indonesia tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang memadai
untuk mengolah limbah cair dan tidak memiliki incinerator (tungku pembakar)
untuk mengelola limbah padat dan radioaktif.
Selain itu juga sistem pewadahan khusus yang seharusnya dibedakan
antara limbah berbahaya dengan limbah lainnya tampaknya belum dilakukan.
Berdasarkan penelitian Djaja (2006) yang dilakukan terhadap 1.176 rumah
sakit di 30 provinsi Indonesia, dihasilkan bahwa rumah sakit yang memiliki
mesin pembakar limbah (incinerator) yaitu sebesar 49%, sementara itu rumah
sakit yang memiliki IPAL hanya sebesar 36%.
Emri Damanhuri (1993:7:1) menyatakan incinerator adalah sebuah
proses pembakaran, kemudian dihasilkan gas dan residu noncombustible dan
abu. Gas dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengelola
pencemaran udara. Residu yang tercampur debu cepat dikeluarkan dan
disingkirkan pada lahan urug/ penimbunan. Peter A. Reindhardt dan Judith G.
Gordon (1987:222) menyatakan bahwa incinerator dapat menurunkan limbah
sampai dengan 95% dari volume sebelumnya, dan incinerator hanya
digunakan untuk memusnahkan limbah medis. Menurut Sudarso (1995:62)
Insinerasi adalah sistem pengolahan limbah dengan cara membakarnya
dengan tujuan mengurangi volume.
Bila mungkin diambil energinya dengan hasil akhir tidak mencemari
lingkungan (khususnya udara). Menurut Yul B. Bahar (1986:71) insinerasi
merupkan pembakaran pada temperatur tinggi dengan mengatur kondisi dan
persyaratan yang diperlukan sehingga pembakaran dapat berlangsung
dengan sempurna. Proses insinerasi dapat menurunkan volume sampai
dengan 80-90% dan menurunkan beratnya 98-99%.
a. Tipe-tipe incinerator
Dalam menentukan incinerator yang akan digunakan, maka tiap-tiap
incinerator pada umumnya memiliki sertifikasi teknis masing-masing yaitu jumlah
bed per rumah sakit, kapasitas limbah yang akan dibakar, dan jumlah bed per
rumah sakit dan kapasitas limbah yang akan dibakar.
Beberapa tipe incinerator yang dapat digunakan sebagai merk dan spesifikasi
tersendiri. Tipe-tipe incinerator tersebut antara lain :
1). Merk KAMINE
a. Incinerator tipe BDR-INC 03, memiliki kapasitas 0,3 m3 dengan 2 kali
bakar @ 30 menit. Bahan bakar minyak tanah.
b. Incinerator tipe BDR-INC 05, memiliki kapasitas 0,5 m3 dengan 2 kali
bakar @ 30 menit. Bahan bakar minyak tanah.
c. Incinerator tipe BDR-INC 10, memiliki kapasitas 1,0 m3 dengan 2 kali
bakar @ 30 menit. Bahan bakar minyak tanah.
d. Incinerator tipe BDR-INC 20, memiliki kapasitas 2,0 m3 dengan 2 kali
bakar @ 30 menit. Bahan bakar minyak tanah.

2). Merk FLAME

a. Tipe ECO FLAME untuk kapasitas limbah 0,2 m3/jam, dan untuk
rumah sakit dengan jumlah bed kurang dari 200 tempat tidur. Bahan
bakar solar.

b. Tipe FLAME 500 untuk kapasitas limbah 0,5 m3/jam, dan untuk rumah
sakit dengan jumlah bed 200-400 tempat tidur. Bahan bakar solar.

c. Tipe FLAME 1000 untuk kapasitas limbah 1,0 m3/jam, dan untuk rumah
sakit dengan jumlah bed 400-1000 tempat tidur. Bahan bakar solar.

d. Tipe FLAME 1500 untuk kapasitas limbah 1,5 m3/jam, dan untuk
rumah sakit dengan jumlah bed diatas 1000 tempat tidur. Bahan bakar
solar.

3). Merk SM

a. Tipe SM-32 untuk kapasitas limbah 0,7 m3 dengan dilengkapi alat


bakar (Bumer) sebanyak 2 buah, Blower 2 buah dengan suhu
maksimum 800 C. Bahan bakar solar dan minyak tanah.

b. Tipe SM-31 untuk kapasitas limbah 0,6 m3 dengan dilengkapi alat


bakar (Bumer) sebanyak 2 buah, Blower 2 buah dengan suhu
maksimum 500 C. Bahan bakar solar dan minyak tanah.

c. Tipe SM-22 untuk kapasitas limbah 0,6 m3 dengan dilengkapi alat


bakar (Bumer) sebanyak 2 buah, Blower 2 buah dengan suhu
maksimum 800 C, bahan bakar solar dan minyak tanah.

d. Tipe SM-11 untuk kapasitas limbah 0,5 m3 dengan dilengkapi alat


bakar (Bumer) Sebanyak 1 buah, Blower 1 buah dengan suhu
maksimum 500 C, bahan bakar solar dan minyak tanah.
Kebijakan dan Peraturan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3)

Saat ini sering terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap pengelolaan limbah B3


termasuk limbah medis yang dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan. Masih
banyak yang belum memenuhi persyaratan administrasi dan teknis perizinan dalam
hal pengelolaan limbah B3 sebagaimana ketentuan yang berlaku. Masih ditemukan
pembuangan atau penimbunan limbah B3 yang tidak benar. Tempat Penampungan
Sementara (TPS) limbah B3 masih ada yang dicampur dengan limbah non B3.
Penyimpanan limbah B3 masih dilakukan lebih dari 90 hari. Masih ditemukan
gudang penyimpanan yang tidak sesuai dengan jumlah limbah B3 yang
dikumpulkan. Bahkan ditemukan pemalsuan dokumen limbah B3. Hal ini disebabkan
kurangnya pemahaman pelaksana tentang pengelolaan limbah B3.

Pengaturan terkait pengelolaan limbah B3 sudah ada dan tertuang dalam peraturan
dan perundang-undangan antara lain :

1. “Undang – Undang Republik Indonesia No.32 tahun 2009 tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”.
2. “Undang – Undang Republik Indonesia No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah”.
3. “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.101 tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah B3”.
4. “Peraturan Pemerintah No.81 tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga”.
5. “Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.27 tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan”.
6. “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.18 tahun 2009 tentang Tata Cara
Perizinan Pengelolaan Limbah B3”.
7. “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.30 tahun 2009 tentang Tatat
Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah B3 serta
Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah B3 oleh Pemerintah
Daerah”.
8. “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.2 tahun 2008 tentang Pemanfaatan
Limbah B3”.
9. “Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknik
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3”
10. “Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah B3”.
11. “Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan
Limbah B3”.
12. “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.14 tahun 2013 tentang Simbol dan
Label Limbah B3”.
13. “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.5 tahun 2012 tentang Jenis
Kegiatan/ Usaha yang Wajib AMDAL”.
14. “Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.56 tahun 2015 tentang Tata Cara
dan Persyaratan Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan”.

Aspek Bisnis Pengelolaan Limbah Medis

Saat ini banyak fasilitas kesehatan yang belum memiliki insinerator atau
teknologi pengolahan akhir limbah medis. Hanya beberapa rumah sakit yang
memiliki insinerator resmi, yang lainnya tidak dan harus bekerja sama dengan pihak
ketiga untuk memprosesnya melalui transportasi. Pembelian insinerator dan
teknologi limbah medis lainnya harus dipertimbangkan secara serius. Selain harga
investasi/pembelian yang tinggi, biaya operasional juga tinggi dan biaya perawatan
yang cukup tinggi untuk menjaga agar mesin tetap bekerja dengan baik sehingga
asap yang dikeluarkan sebagai knalpot dapat memenuhi persyaratan kualitas emisi
yang ditentukan.

Keberadaan bangunan rumah susun juga harus diperhatikan, mengingat


selain persyaratan, pengangkutan gas buang (emisi gas) ke lingkungan melalui
angin ke rumah-rumah penduduk sekitar juga harus terpenuhi. . Karena standar
kualitas gas buang dan gas buang, juga ada jarak minimum ke tempat tinggal warga
yang harus diperhatikan. Fasilitas kesehatan lain dengan area kerja yang lebih kecil,
seperti puskesmas, laboratorium klinik, dan fasilitas medis mandiri, menghasilkan
limbah medis dalam jumlah yang lebih sedikit daripada rumah sakit, sehingga
memiliki insinerator seringkali bukan prioritas dalam hal efisiensi dan efektivitas.
Meskipun terdapat insinerator dengan kapasitas yang berbeda-beda, selain mahal,
juga harus memenuhi persyaratan wajib lainnya, seperti “izin pengolahan limbah B3
untuk pengolahan limbah B3 sebagai limbah medis”. Izin diperoleh dari Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan setelah memenuhi persyaratan administrasi dan
teknis yang ditentukan.Mengingat banyaknya aspek yang terkait dengan kepemilikan
insinerator, pembuangan limbah B3, termasuk limbah medis, menjadi pilihan fasilitas
kesehatan. Penyerahan dapat dilakukan kepada pemegang konsesi lain yang
berwenang untuk mengolah limbah B3 sendiri dan orang lain. Pihak yang
dilisensikan dapat berupa fasilitas kesehatan lain atau perusahaan jasa
pemrosesan. Masalahnya, tidak semua provinsi memiliki perusahaan limbah medis
B3. Oleh karena itu, pengiriman dilakukan di luar daerah tersebut. Oleh karena itu,
ketika biaya pengolahan per kilogram limbah medis bertambah, biaya pengirimannya
cukup tinggi.

Selain itu, penyerahan limbah B3 ke limbah medis harus dilakukan oleh


pengemudi resmi dan kerjasama tertulis. Ketersediaan pengemudi saat ini terbatas,
sehingga limbah medis biasanya tidak diangkut setiap hari. Hal ini menyebabkan
penumpukan limbah medis di fasilitas kesehatan yang dapat menimbulkan bau tidak
sedap, gangguan estetika, benda tajam yang berpotensi menyengat, dan infeksi
yang didapat di rumah sakit. Fasilitas kesehatan jarang memiliki freezer untuk
penyimpanan sementara limbah medis sebelum pengiriman.

Bagi perusahaan pengolah limbah B3, termasuk limbah medis, selain perlu
investasi mesin pengolah dan lahan, yang terpenting disetujui untuk mendirikan
perusahaan pengolah limbah B3, termasuk limbah medis, yang harus dimiliki
" .B3". . Izin pengolahan limbah. Sistem pengolahan dilaksanakan dengan
menggunakan berbagai teknologi, yang biasanya meliputi “perlakuan panas,
stabilisasi dan penguatan, dan/atau metode lain menurut ilmu pengetahuan dan
keteknikan, dengan mempertimbangkan ketersediaan teknologi dan baku mutu
lingkungan atau baku mutu lingkungan”. Pengolahan bisa untuk sampah sendiri,
sampah dari sumber lain dan/atau sampah dari beberapa penghasil sampah. 
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Fasilitas kesehatan seperti penyedia layanan dan fasilitas umum


menghasilkan limbah dengan karakteristik yang berbeda melalui pengoperasiannya.
Limbah padat yang dihasilkan dapat berupa limbah non medis, limbah medis, limbah
infeksius dan limbah sangat infeksius.

Limbah padat non medis yang dihasilkan di fasilitas kesehatan dan penunjang
medis timbul dari kegiatan perkantoran dan taman serta pekarangan, sedangkan
limbah padat medis terdiri dari limbah yang bersifat infeksius, patologi, benda tajam,
limbah medis dan limbah yang termasuk dalam kategori zat sitotoksik, berasal
limbah tabung gas (pressurized container) dan limbah dengan konsentrasi logam
berat yang tinggi, baik digunakan pada pelayanan medis seperti IGD, panti jompo
maupun pada area pendukung seperti laboratorium, radiologi, farmasi, dll.

Limbah cair juga dapat berupa limbah medis dan non medis yang berasal dari
limbah kamar mandi, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun dan radioaktif. Limbah dari rumah sakit dapat membahayakan kesehatan
masyarakat, terutama limbah dari laboratorium virologi dan mikrobiologi berupa virus
dan bakteri yang saat ini belum ada penawarnya sehingga sulit untuk dideteksi.
Limbah medis Limbah medis adalah limbah medis, gigi, farmasi, penelitian,
perawatan, perawatan, atau pendidikan yang menggunakan bahan beracun,
menular, berbahaya, atau berbahaya kecuali dilakukan tindakan pencegahan
tertentu (Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan RI 2001).

Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah padat rumah sakit yang
dihasilkan selama operasional rumah sakit dan terdiri dari limbah medis padat dan
limbah lainnya. Limbah padat terdiri dari limbah infeksius, limbah patologis, limbah
kaustik, limbah medis, limbah sitotoksik, limbah kimia, limbah radioaktif, limbah
bertekanan dan limbah dengan konsentrasi logam berat yang tinggi (Kepmenkes,
2004).  

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Agustina. 2014. Kajian Pengelolaan Limbah Di Rumah Sakit


Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Volume II No 1 Januari 2014
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fak. Kedokteran Universitas Udayana
Aulia. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan
sampahMedis di Badan Layanan Umum daerah RSUD dr. Zanoel Abidin
Banda Aceh. Mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat U’budiyah Banda Aceh.
Diponegoro Semarang Jurnal Vol. 11 No 2 Tahun 2011.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit No. 1204 /MENKES /SK/ X/ 2004. Jakarta
Ikbal, Moh., dkk. 2014. EvaluasiPengelolaanSampah RSU Sumenep.
Program Studi Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Yahar. 2011. Studi Tentang Pengelolaan Limbah Medis di Rumah
Sakit Umum Daerah Kab. Barru. Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Anda mungkin juga menyukai