Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH P3IPAL

INDUSTRI TEPUNG SAGU

INDUSTRI TEPUNG SAGU

Anggota Kelompok 9 (3 TPL) :


1. Arri Yandhani (1015275)
2. Dina Hardianti (1015276)
3. Gilang Wiratama (1015279)

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK AKA BOGOR

TAHUN AKADEMIK 2017-2018


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) merupakan tanaman penghasil pati yang sangat
potensial di masa yang akan datang. Tanaman sagu atau Metroxylon sagu Rottboell
termasuk family Palmae genus Metroxylon. Nama Metroxylon berasal dari dua
kata yaitu Metro berarti empulur dan xylon berarti xylem, sedangkan sagu adalah
pati. Metroxylon sagu berarti tanaman yang menyimpan pati pada batangnya.
Spesies yang mempunyai nilai ekonomi adalah M. sagu R yang tidak berduri dan
M. rumphii yang pelepah dan daun ditutupi duri (Flach, 1997). Pati sagu merupakan
hasil proses ekstraksi empelur batang (Metroxylon spp).
Faktor genetik dan proses ekstraksi sangat mempengaruhi sifat dan kualitas pati,
seperti penggunaan alat, cara penyimpanan potongan batang sagu, dan penyaringan
(Flach, 1997). Menurut Louhenapessy (1997).
Industri kecil sebagai tulang punggung perekonomian nasional yang menyerap
banyak tenaga kerja mempunyai potensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
namun demikian pada saat bersamaan juga berpotensi mencemari lingkungan.
Pencemaran ditimbulkan oleh limbah yang dihasilkannya. Berdasarkan kenyataan
di lapangan masih banyak industri kecil yang belum mengelola limbahnya dengan
baik dan benar. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya informasi yang dimiliki tentang
teknologi pengelolaan limbah serta bahaya yang ditimbulkannya terhadap
lingkungan dan kesehatan manusia.
Dalam berbagai studi yang dilakukan di Indonesia dikenal sistem kategorisasi para
pengusaha berdasarkan kriteria etnis, yaitu pengusaha pribumi dan nonpribumi.
Para pengusaha pribumi telah memainkan peranan yang cukup penting dalam
perkembangan industri kerajinan bahkan mampu mendominasi pasar yang biasanya
bersakala kecil dan bersifat tradisional, terpusat pada bidang handycraft, olahan
makanan dan krotok kretek.
Industri pembuatan tepung sagu dimana tepung yang banyak diperlukan oleh
masyarakat sebagai bahan dasar membuat olahan makanan khususnya merupakan
industri yang sangat dilirik oleh ragam masyarakat. Seluruh kegiatan di dalam
sebuah industri batik maupun industri lainnya pasti menghasilkan buangan/limbah
yang harus dikelola terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan.
Dewasa ini banyak industri di Indonesia, khususnya industri kecil dan menengah
yang kurang peduli akan kelestarian lingkungan. Limbah yang dihasilkan pun
terkadang tidak diolah terlebih dahulu meskipun terkadang banyak mengandung
bahan-bahan berbahaya yang dapat mencemari lingkungan. Sementara itu,
lingkungan mempunyai keterbatasan dalam mendegradasi limbah zat warna yang
berasal dari industri tepung sagu khususnya. Akibatnya, perairan menjadi tercemar
dengan kualitas air yang semakin memburuk sehingga tidak layak digunakan. Hal
ini yang harus ditekankan lagi kepada masyarakat khususnya kalangan industri
tentang pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup seperti yang
telah diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009.

1.2. Profil Industri


INDUSTRI TEPUNG SAGU merupakan salah satu industri tepung sagu yang
mengolah sagu menjadi tepung sagu dengan teknologi mekanik sederhana yang
berlokasi di Desa Binjai Ngagung, Kec. Negrikaton , Kota Lampung Tengah.
INDUSTRI TEPUNG SAGU ini dipimpin oleh Bapak H.Naim sebagai pemilik
industri. Pria berusia lebih dari setengah abad ini, membangun usahanya dari nol
hingga kini dapat memasarkan tepung sagu setiap hari ke Pulau Jawa dan Sumatra.
Industri memproduksi tepung sagu yang dibuat oleh 15 orang karyawan tetapnya.
Dimana dihasilkan kurang lebih 300 – 400 kg tepung sagu per hari nya.Untuk harga
tepung sagu dipasarkan dengan kisaran harga Rp 50.000,00 – Rp
60.0000,00/karung untuk kualitas baik dan untuk tepung sagu dengan kualitas
rendah dipasarkan dengan harga Rp20.000,00 – Rp 15.000,00 /karung .
1.3. Diagram Alir Produksi

Batang Sagu 1
ton

- kulit batang sagu


200 kg
- pisau, parang -Tenaga Kerja
-Tenaga kerja Pengupasan
-sagu terbawa 50
kg

750 kg batang sagu


terkupas

-Air 14000 L pencucian -Air sisa pencucian 99


-Tenaga Kerja %
-Wadah -Tenaga Kerja
pencucian 770 kg sagu -Ceceran air cucian 0,5
tercuci %

-Mesin Pemarut -emisi solar 100 %


Pemarutan
-Tenaga kerja -ceceran sagu parut
-penampung 70 kg
-Solar

700 kg sagu parut


-larutan sulfit 5 L -ceceran sagu 50 kg
-alat pengaduk Pengadukkan -tenaga kerja
-tenaga kerja

720 kg sagu teraduk

-saringan Penyaringan dan -air hasil saringan 200 L


-tenaga kerja pengepresan -ceceran bubur sagu
-wadah 40kg

680 kg bubur
sagu tersaring -air sisa endapan
-gentong besar 230 L
-tenaga kerja Pengendapan -bubur sagu
terendap 180 kg

A
B

500 kg bubur
sagu
-wadah
pengering -uap air 8 %
-tenaga kerja Pengeringan
-sagu tertiup
angin 10 kg
450 kg sagu
kering

-mesin penggiling
-tenaga kerja -emisi solar 100 %
Penggilingan
-solar -ceceran sagu 48 kg

402 sagu giling


-Tenaga kerja
-Emisi solar
-plastik 1 kg 100%
-plastik 0,5 kg Pengemasan -plastik rusak 2
-tenaga kerja %
-ceceran sagu 2
kg

Sagu jadi 400 kg


-plastik 1 kg 300 buah
-plastik 0,5 kg 200 buah
BAB II
INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Upaya pengelolaan limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi IKM Tepung
Sagu dilakukan dengan mengolah limbah cair dalam suatu Instalasi Pengolahan
AirLimbah yang disebut IPAL.
Industri pengolahan sagu yang terdapat di wilayah Lampung ini umumnya
berkapasitas antara 300-400 kg tepung sagu kering setiap harinya. Untuk mend
apatkan tepung tersebut dibutuhkan air sebanyak 41.943,5 liter. Sebanyak
14.335,9 liter air terbuang yang merupakan air buangan sisa pengolahan sagu, dan
sebanyak 0.420,9 liter air terbawa bersama ampas dan terbawa bersama pati
sebanyak 24.543,6 liter.

2.1. Karakteristik Limbah Cair


Pati sagu merupakan hasil proses ekstraksi empelur batang (Metroxylon spp).
Faktor genetik dan proses ekstraksi sangat mempengaruhi sifat dan kualitas pati,
seperti penggunaan alat, cara penyimpanan potongan batang sagu, dan
penyaringan (Flach, 1997). Menurut Louhenapessy (1997), langkah-langkah
pokok dalam kegiatan pengolahan batang sagu sebagai berikut:
a. Proses penebangan dan pembuangan kulit batang sagu
Pohon sagu ditebang dan batang sagu dibersihkan dari bekas-bekas pelepah
mulai dari pangkal tebangan sampai dengan 1 m dari daun terbawah, batang
dibagi-bagi biasanya setiap 2-3 m dan dibelah menjadi dua.
b. Proses penghancuran empelur batang sagu
Batang sagu yang telah dibersihkan dan dipotong kemudian diparut untuk
mendapatkan remahan batang sagu.
c. Proses ekstraksi
Remahan batang sagu kemudian diberi air untuk mengeluarkan larutan pati
sagu, kemudian disaring untuk membebaskan pati sagu dari hampas dan bahan
lain selain pati.
d. Proses pengendapan
Hasil ekstraksi berupa larutan pati kemudian diendapkan dalam bak
penampungan. Pada industri moderen, dilakukan proses pengendapan, larutan
pati hasil ekstraksi akan melalui tahap sentrifugasi sehingga terjadi pemisahan
antara padatan yang berupa pati dan air. Air dari padatan pati yang telah
mengendap kemudian dibuang sehingga diperoleh padatan pati.
e. Proses pengeringan
Padatan hasil proses pengendapan kemudian dikeringkan menggunkan alat
pengering ataupun sinar matahari.Kadar air pati kering berkisar 13-14% .
Diagram alir proses produksi sagu seperti pada gambar

Berdasarkan analisis laboratorium di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan


Industri Hasil Pertanian Bogor, Hasil analisis air buangan sisa industri pengolahan
sagu tidak memperlihatkan adanya unsur beracun atau kandungan logam,
beberapa parameter memperlihatkan nilai yang cukup tinggi seperti Daya Hantar
Listrik (DHL) 847,0 mikromHos per cm, Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) 5750
mg/liter, Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) 582,2 mg/liter dan padatan
tersuspensi 808,0 mg/liter.
Parameter Nilai Satuan

PH 0,00 – 4,20 -

COD 5750 Mg/L

TSS 808,0 Mg/L

BOD 582,2 Mg/L

Tabel 1. Karakteristik Air limbah Industri Sagu

Sumber: Hasil analisis laboratorium di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan


2.2 Baku Mutu Lingkungan

Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau
jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan
dibuang atau dilepas ke dalam media air dari suatu usaha dan/atau kegiatan. Acuan yang
digunakan dalam mengelola air limbah industri Tepung sagu adalah Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air
Limbah. Suatu instalasi pengolahan air limbah yang dirancang harus memenuhi angka
mutu berdasarkan masing-masing parameter yang telah diatur dalam lampiran V hal 24
mengenai Baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan industri tapioka.

Beban Pencemaran Paling


Parameter Kadar Paling Tinggi Tinggi
(mg/l) (Kg/ton)
BOD5 150 4,5
COD 300 9
TSS 100 3
Sianida (CN) 0,3 0,009
Ph 6,0-9,0
Debit Limbah Paling Tinggi 30m3 per ton produk tapioka
(Lampiran V Permen LH No 5 tahun 2014)

2.3 Unit Pengolahan Air Limbah

2.3.1 Kapasitas IPAL Domestik yang direncanakan

Kapasitas Desain yang direncanakan :

Kapasitas Pengolahan : 14,36 m3 per hari

: 0,59 m3 per jam

: 9,83 liter per menit

a. Bar Screen
Merupakan unit pengolahan pendahuluan (fisik). Bar screen digunakan
untuk menyisihkan padatan kasar yang terdapat pada limbah cair seperti
kayu, rantig atau bahan padatan besar/ kasar lainnya.Manfaat utama alat ni
adalah untuk memelihara peralatan pompa dan juga menjaga penumpukan
pada katup dan sarana lainnya.

b. Bak Ekualisasi air limbah dan Netralisasi


Fungsi bak ekualisasi adalah untuk menghomogenkan konsentrasi air
limbah. Selain itu bak ekualisasi juga berfungsi untuk meminimumkan dan
mengendalikan fluktuasi aliran air limbah baik kualitas maupun kuantitas
yang berbeda. Penggunaan bak ekualisasi dilakukan pada pengolahan limbah
dengan waktu tinggal limbah selama 8 jam. Air limbah yang dihasilkan dari
industri tepung sagu mencapai 14.335,9 liter/hari. Air limbah industri sagu
bersifat asam dengan pH 4,20. Air limbah ini harus diolah sehingga menjadi
memiliki pH 6,0-9,0 sesuai baku mutu air limbah. Pengolahan dilakukan di
bak ekualisasi-netralisasi dengan menambahkan NAOH.

Debit air limbah = 14,36 m3

Waktu tinggal dalam bak (HRT) = 8 jam


Faktor keamanan = 1,1

Volume Efektif bak = HRT/24 x Q x FK

Volume Efektif bak = x 14,36 m3/hari x 1,1 = 5,26 m3

 Dimensi Bak

Bentuk Bak : Balok

Tinggi ruang bebas : 0,3

Konstruksi : Beton K275

Tebal dinding : 20 cm

Perhitungan:

V =Pxlxh
5,26 m3 = P x l x 1,7m ; asumsi lebar = 3 m
5,26 m3 = P x 3m x 1,7m

P =

P = 1,03 m

Gambar bak ekualisasi dan netralisasi

0,3 m

1,03 m
 Efisiensi Bak
Efiensi TSS = 15 %
Efisiensi TSS yang keluar = 85 %

TSS yang keluar = x 808,0 mg/L

= 686,8 mg/L
c. Bak Koagulasi-Flokulasi
Proses koagulasi – flokulasi merupakan salah satu cara pengolahan limbah
cair untuk menghilangkan partikel-partikel yang terdapat didalamnya.
Koagulasi diartikan sebagai proses kimia fisik dari pencampuran bahan
koagulan ke dalam aliran limbah dan selanjutnya diaduk cepat dalam bentuk
larutan tercampur. Flokulasi adalah proses pembentukan flok pada
pengadukan lambat untuk meningkatkan saling hubung antar partikel yang
goyah sehingga meningkatkan penyatuannya (aglomerasi). Pada bak ini
digunakan PAC sebagai koagulan dalam rangka penyisihan padatan
tersuspensi penyebab kekeruhan.

 Penentuan Volume Bak


Debit = 14,36 m3/hari
HRT = 60 menit atau 1 jam
Faktor keamanan = 1,1
Volume efektif bak = HRT/24 jam x Q x FK

= x 14,36 m3/hari x 1,1

= 0,66 m3
 Dimensi Bak
Bentuk bak : Silinder
Asumsi : Kedalaman = 1,2 m
Tinggi ruang bebas = 0,3 m
Perhitungan :
V = Volume silinder
V =
0,66 m3 = 3,14 1,7m
0,66 m3 = 5,338m.

r2 = 0,12 m2
r = 0,35 m

gambar bak koagulasi dan flokulasi

0,3 m
1,2 m

r= 0,35 m

Efisiensi Bak
a. BOD
Efisiesi BOD hilang = 5%
Efisiensi BOD keluar = 95%
BOD keluar = 95% x 582,2 mg/L
= 553,09 mg/L
b. COD
Efisiesi COD hilang = 5%
Efisiensi COD keluar = 95%
COD keluar = 95% x 5750mg/L
= 5462,50 mg/L
c. TSS
Efisiesi TSS hilang = 95,2%
Efisiensi TSS keluar = 4,8%
TSS keluar = 4,8% x 686,8 mg/L
= 32,96 mg/L
d. Bak Aerasi
Air limpasan dari bak sedimentasi dialirkan ke bak aerasi sebagai
pengolahan utama. Di dalam bak aerasi ini air limbah disuplai dengan udara
sehingga mikroorganisme yang ada didalam lumpur aktif akan menguraikan
zat organik yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil
penguraian zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme untuk proses
pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi tersebut akan tumbuh
dan berkembang biomasa dalam jumlah yang besar. Biomasa atau
mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di
dalam air limbah.

 Penentuan Volume Bak


Debit Air limbah = 14,36 m3/hari
HRT = 5 jam
Faktor keamanan = 1,1

V = x 14,36 m3/hari x 1,1

= 3,29 m3

 Dimensi Bak
Bentuk bak : Silinder
Asumsi : Kedalaman = 1,7 m
Tinggi ruang bebas = 0,3 m gambar bak aerasi
V = V silinder
V =
3,29 m3 = 3,14 1,7m 0,3 m
3
3,29 m = 5,338m.
1,7 m

r= 0,79 m
=

r2 = 0,62 m2
r = 0,79 m
Efisiensi Bak
a. BOD
Efisiesi BOD hilang = 96,3%
Efisiensi BOD keluar = 3,7%
BOD keluar = 3,7% x 553,09 mg/L
= 20,46 mg/L
b. COD
Efisiensi COD hilang = 97,92%
Efisiensi COD keluar = 2,08%
COD keluar = 2,08% x 5462,50 mg/L
= 113,62 mg/L
c. TSS
Efisiensi TSS hilang = 99,27%
Efisiensi TSS keluar = 0,73%
TSS keluar = 0,73% x 32,96 mg/L
= 0,24 mg/L
e. Bak Pemantauan
Tujuan bak pemantauan adalah untuk memastikan bahwa efisiensi
pengolahan air limbah berjalan dengan optimal dan menghasilkan limbah
yang sesuai dengan baku mutu sehingga limbah yang telah diolah dapat
dialirkan ke sungai. Bak pemantauan juga digunakan menyesuaikan suhu air
buangan dengan suhu lingkungan. Bak pemantauan dapat diisi dengan biota
perairan seperti ikan mas yang dgunakan sebagai indikator apakah
pengolahan telah sesuai.

 Penentuan Volume Bak


Debit (Q) = 14,36 m3/hari
HRT = 4 jam
Faktor keamanan = 1,1
Volume efektif bak = HRT/24 x Q x FK
Volume efektif bak = x 14,36 m3/hari x 1,1

= 2,63 m3
 Dimensi Bak

Bentuk bak : Rectangular

Asumsi : Kedalaman = 1,7 m


Tinggi ruang bebas = 0,3 m
V =Pxlxh
2,63 m3 = P x l x 1,7m ; asumsi lebar = 3m
2,63 m3 = P x 3 m x 1,7m
P =

P = 0,52 m

gambar bak pemantauan

0,3 m
1,7 m

3m

2.4 Efisiensi Pengolahan Air Limbah

2.4.1 Hasil pengolahan air limbah Sagu yang disandingkan dengan baku mutu

Baku Beban Effluent Limbah Cair


Parameter Satuan
Mutu Limbah Awal Akhir
1. BOD mg/L 150 4,5 582,2 20,46
2. COD mg/L 300 9 5750 113,62
3. TSS mg/L 100 3 808,0 0,24
4. pH - 6,0 – 9,0 6,0
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Pada pengolahan limbah air sagu, untuk kapasitas limbah 14,36 m3 dengan
karakteristik Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) 5750 mg/liter, Kebutuhan
Oksigen Biokimia (BOD) 582,2 mg/liter dan padatan tersuspensi 808,0 mg/liter,
dibutuhkan treatment kusus dan desain bangunan unit IPAL untuk menurunkan
karakteristik limbah tersebut agar sesuai baku mutu permen LH Nomor 5 Tahun
2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah.

Pada bak Equalisasi diperoleh efisiensi TSS yang keluar sebesar 686,8 mg/L,
kadar ini belum sesuai baku mutu maka perlu pengolahan pada Bak Koagulasi-
Flokulasi yang efektif menurunkan kadar TTS menjadi 32,96 mg/L (Dibawah
Baku mutu), Penurunan COD sebesar 5462,50 mg/L, Penurunan BOD sebesar
553,09 mg/L. Kadar COD dan BOD masih melewati baku mutu. Bak aerasi
efektif menurunkan kadar COD hingga 113,62 mg/L dan BOD 20,46 mg/L.

3.3 Saran

1. Pihak Industri Tepung Sagu dapat menerapkan rancangan instalasi


pengolahan air limbah yang telah direncanakan.
2. Pihak industri berkomitmen untuk terus mengoperasikan serta memelihara
instalasi pengolahan air limbah yang dibuat.
3. Adanya operator khusus yang mengawasi serta melakukan pengecekan
secara berkala agar apabila terjadi kerusakan dapat segera diatasi.
4. Pemerintah daerah ikut serta dalam upaya pengelolaan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai