Anda di halaman 1dari 27

Interpretasi Objek Wisata di Taman Wisata Alam Cani

Sirenreng, Kabupaten Bone

Oleh :

MUHAMMAD FIQHI RAHMAN


M111 12 111

DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Interpretasi Objek Wisata di Taman Wisata Alam


Cani Sirenreng, Kabupaten

Nama Mahasiswa : Muhammad Fiqhi Rahman

Stambuk : M 111 12 111

Jurusan : Kehutanan

Skripsi Ini Dibuat sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Kehutanan
Pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin

Menyetujui,
Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc Dr. Risma Illa Maulany, S.Hut, M. NatResSt.
NIP. 19570620198503 1 002 NIP. 19770317200501 2 001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Kehutanan
Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Dr. Ir. Syamsuddin Millang,M.S.


NIP. 19600617198601 1 002

Tanggal Lulus: 16 Agustus 2017

ii
ABSTRAK

Muhammad Fiqhi Rahman (M11112111). Identifikasi Objek Wisata di Taman


Wisata Alam Cani Sirenreng, Kabupaten Bone, di bawah bimbingan Amran
Achmad dan Risma Illa Maulany.

Taman Wisata Alam Cani Sirenreng terletak di Kabupaten Bone yang berada di
bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bahan untuk interpretasi objek
wisata di Taman Wisata Alam Cani Sirenreng, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
Objek wisata Taman Wisata Alam Cani Sirenreng diinterpretasi berdasarkan jalur
wisata di blok pemanfaatan. Objek wisata yang diinterpretasi berupa fisik, biologi
(flora dan fauna) dan sosial budaya di sekitar kawasan. Jalur pertama adalah jalur
menuju Air Terjun Baruttunge yang memiliki tinggi total 70 meter dengan tiga
tingkatan. Terdapat jenis eboni (Diosyrous celebica) yang dilindungi dan termasuk
jenis endemik Sulawesi. Jalur kedua adalah menuju Coppo Cempa yang
menampilkan deretan bukit dan panorama matahari terbit maupun terbenam. Di
jalur Coppo Cempa, terdapat 23 jenis burung termasuk Elang Ular Sulawesi dan
Elang Sayap Cokelat yang dilindungi keberadaanya. Melihat langsung pemanenan
nira aren juga bisa dilakukan di jalur ini. Informasi ini bisa dijadikan bahan
interpretasi bagi pengunjung yang datang ke Taman Wisata Alam Cani Sirenreng.

Kata kunci : Taman Wisata Alam, potensi wisata alam, jalur interpretasi

Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui potensi fisik dengan


mengambil titik koordinat, pengukuran dimensi dan wawancara. Kemudian
potensi biologi untuk flora digunakan metode sistematik sampling (Metode ini
dilakukan dengan meletakkan plot secara sistematik setiap 100 meter berdasarkan
arah jalur) dan untuk fauna digunakan metode line transek (Metode ini dilakukan
dengan berjalan melalui titik awal jalur hingga akhir jalur yang terbagi atas subplot
berukuruan 100 meter sambil mengamati satwa yang muncul). Sedangkan potensi
sosial budaya dilakukan dengan wawancara langsung terkait budaya local
masyarakat.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa objek wisata yang dijadikan sebagai
jalur interpretasi adalah Jalur Air Terjun Baruttunge dan Jalur Coppo Cempa di
Taman Wisata Alam Cani Sirenreng. Objek wisata di Jalur Air Terjun Baruttunge
terdiri dari 1 objek fisik, 44 objek biologi yang terdiri dari 24 flora dan 20 fauna.
Yang menarik di jalur ini yaitu adanya jenis tumbuhan eboni yang merupakan jenis
endemik Sulawesi dan dilindungi sehingga dapat dilakukan pengamatan tumbuhan.
Objek wisata di Jalur Coppo Cempa terdiri dari 1 objek fisik, 63 objek biologi yang
terdiri dari 32 flora dan 31 fauna dan 1 objek sosial budaya yaitu massari. Yang
menarik di jalur ini yaitu dapat dilakukan kegiatan birdwatching karena terdapat 23
jenis burung yang diantaranya endemik Suawesi dan keberadaanya dilindungi.
Objek wisata sosial dan budaya selebihnya dijumpai di luar kawasan TWA Cani
Sirenreng sebanyak 9 objek.

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
anugrah dan kasih yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penyusunan skripsi yang berjudul “Interpretasi Objek Wisata di Taman Wisata
Alam Cani Sirenreng, Kabupaten Bone”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak kekurangan
yang disebabkan keterbatasan penulis. Namun dengan adanya arahan dan
bimbingan dari berbagai pihak berupa pengetahuan, dorongan moril dan bantuan
materil, maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih dengan penuh keikhlasan
juga penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M.Sc dan Ibu Dr. Risma Illa Maulany,
S.Hut, M. NatResSt selaku pembimbing I dan pembimbing II yang selalu
mengarahkan dan membantu penulis mulai penentuan judul hingga selesainya
skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc., bapak Dr. Ir. M. Asar
Mahbub, MP., dan bapak Dr. Ir. Bakri, M.Sc. yang telah memberikan
masukan dan saran-saran guna penyempurnaan skripsi ini.
3. Kak Nasri, S.Hut, M.Hut dan Kak Andi Siady Hamzah, S.Hut, M.Si yang
telah bersedia membantu penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Administrasi Fakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin.
5. Teman-teman sepenelitian Andi Surya Azhari, Andi Khalid Muhammad
dan Andi Utami Batari Putri serta kawan-kawan dari Kontur SFA BONE :
Andi Rezky Sanjaya S terima kasih telah membantu dan menemani penulisan
di lokasi penelitian dan tak henti-hentinya memberikan motivasi kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh teman-teman mahasiswa Laboratorium Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata terima kasih atas kerjasamanya, doa dan semangat yang
kalian berikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

iv
7. Terima kasih untuk Saudaraku Angkatan 2012 Kehutanan, terima kasih atas
kerjasamanya, doa dan semangat yang kalian berikan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Terima kasih untuk Keluarga besarku di Kemahut SI Unhas, HmI
Komisariat Kehutanan, PMB-UH Latenritatta atas doa dan semangat yang
kalian berikan.
9. Terima kasih kawan-kawan Pengurus Kemahut SI Unhas periode 2014-
2015 atas kerjasamanya dan semangat yang kalian berikan.
10. Terimah kasih untuk kawan-kawan Songkok Recca : Rizky Ridwan,
Akbaryanto, Andi Angga Pratama S.T, Andi Kaisar Alam, Muh. Afdhal
Fadhil, Evi Febriani S.KM dan Fatmawati Aziz S.Gz atas doa dan semangat
yang kalian berikan.
Rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis
persembahkan kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Rahman dan Ibu Andi
Rahmawati Salam serta saudara penulis Fajrina Sari Rahman dan Firhandika
Rahman yang senantiasa mendoakan dan memberikan perhatian, kasih sayang,
nasehat dan semangat kepada penulis. Semoga dihari esok penulis kelak menjadi
anak yang membanggakan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih terdapat
kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan khususnya kepada
penulis sendiri.

Makassar, 16 Agustus 2017

Penulis

v
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2. Tujuan dan Kegunaan ................................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3


2.1. Pariwisata .................................................................................................... 3

2.1.1. Definisi Pariwisata ............................................................................... 3

2.1.2. Bentuk-Bentuk Pariwisata ................................................................... 3

2.1.3. Jenis-jenis Pariwisata ........................................................................... 4

2.2. Ekowisata .................................................................................................... 6

2.2.1. Definisi Ekowisata ............................................................................... 6

2.2.2. Konsep Pengembangan Ekowisata ...................................................... 6

2.2.3. Prinsip Ekowisata................................................................................. 8

2.3. Interpretasi ................................................................................................ 10

2.3.1. Definisi Interpretasi ........................................................................... 10

2.3.2. Tujuan Interpretasi ............................................................................. 11

2.3.3. Unsur-unsur Interpretasi .................................................................... 11

2.3.4. Prinsip Interpretasi ............................................................................. 12

vi
2.3.5. Metode Interpretasi ............................................................................ 12

2.3.6. Peran Interpretasi dalam mendukung tujuan ekowisata ..................... 15

III. METODE PENELITIAN .............................................................................. 18


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 18

3.2. Alat dan Objek Penelitian ......................................................................... 18

3.3. Metode Pelaksanaan Penelitian................................................................. 19

3.3.1. Orientasi Lapangan ............................................................................ 19

3.3.2. Pengumpulan Data ............................................................................. 21

3.3.3. Prosedur Pengumpulan Data Primer .................................................. 21

3.3.4. Prosedur Pengumpulan Data Sekunder .............................................. 24

3.3.5. Analisis Data ....................................................................................... 24

IV. KEADAAN UMUM LOKASI ...................................................................... 27


4.1. Keadaan Lokasi .......................................................................................... 27

4.2. Keadaan Biotis ........................................................................................... 28

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 30


4.1. Hasil .......................................................................................................... 30

4.1.1. Jalur Air Terjun Baruttunge ............................................................... 30

4.1.2. Jalur Coppo Cempa ............................................................................ 35

4.2.3. Potensi Sosial Budaya ........................................................................ 42

4.2. Pembahasan ............................................................................................... 49

4.2.1. Jalur Interpretasi ................................................................................. 49

4.2.2. Strategi Pengembangan Wisata Alam ................................................ 57

V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 59


5.1. Kesimpulan ............................................................................................... 59

5.2. Saran ......................................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 60


LAMPIRAN .......................................................................................................... 63

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


Gambar 1. Peta jalur wisata TWA Cani Sirenreng. .............................................. 20
Gambar 2. Desain plot pengamatan vegetasi ........................................................ 22
Gambar 3. Bentuk transek garis pengamatan satwa ............................................. 23
Gambar 4. Air Terjun Baruttunge ......................................................................... 31
Gambar 5. Coppo Cempa ...................................................................................... 36
Gambar 6. Maccudang-cudangeng ....................................................................... 43
Gambar 7. Mappadekko ........................................................................................ 43
Gambar 8. Ma’lamca. ........................................................................................... 44
Gambar 9. Ma’sempe ............................................................................................ 45
Gambar 10. Ma’raga ............................................................................................ 46
Gambar 11. Salewatang cambulung-bulung ......................................................... 46
Gambar 12. Massari nira ...................................................................................... 47
Gambar 13. Mappatettong bola ............................................................................ 47
Gambar 14. Marrakka bola................................................................................... 48
Gambar 15. Peta Jalur Interpretasi TWA Cani Sirenreng. .................................... 51

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman


Tabel 1. Aspek Potensi Budaya Masyarakat di TWA Cani Sirenreng. ................ 23
Tabel 2. Klasifikasi nilai indeks Keanekaragaman jenis Shannon-Wiener .......... 25
Tabel 3. Jenis Tumbuhan pada Jalur Air Terjun Baruttunge ................................ 32
Tabel 4. Indeks Ekologi Flora Berdasarkan Tingkatan Pertumbuhan .................. 33
Tabel 5. Jenis Fauna di Jalur Air Terjun Baruttunge ............................................ 34
Tabel 6. Indeks Ekologi Fauna Berdasarkan Kelompok Fauna ............................ 35
Tabel 7. Jenis Tumbuhan di Jalur Coppo Cempa ................................................. 37
Tabel 8. Indeks Ekologi Flora Berdasarkan Tingkatan Pertumbuhan .................. 39
Tabel 9. Jenis Fauna di Jalur Coppo Cempa ......................................................... 40
Tabel 10. Indeks Ekologi Fauna Berdasarkan Kelompok Jenis ........................... 42
Tabel 11. Kalender Sosial Budaya di TWA Cani Sirenreng................................. 49

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman


Lampiran 1. Dokumentasi pengambilan data di jalur Air Terjun Baruttunge ...... 64
Lampiran 2 . Dokumentasi pengambilan data di jalur Coppo Cempa .................. 67
Lampiran 3. Narasumber pengambilan data potensi sosial budaya ...................... 70
Lampiran 4. Contoh poster informasi potensi burung di TWA Cani Sirenreng ... 71
Lampiran 5. Contoh poster informasi terkait jenis Eboni ..................................... 72

x
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata alam yang dilakukan dengan
tujuan untuk konservasi lingkungan dan pelestarian kehidupan dan kesejahteraan
penduduk setempat (Fandeli, dkk, 2000). Awalnya ekowisata dilakukan oleh
wisatawan pecinta alam yang menginginkan agar daerah tujuan wisata tetap utuh
dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga
(Machmud, 2010). Seiring dengan perkembangannya, ekowisata merupakan suatu
bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi.
Untuk mencapai tujuan tersebut perencanaan pengeloaan daerah wisata alam
dibangun melalui pendekatan pelestarian dan pemanfaatan. Salah satu satu strategi
perencanaan pengelolaan yang dikembangkan dalam kegiatan ekowisata adalah
interpretasi. Menurut Soedargo, dkk. (1989) interpretasi adalah seni dalam
menjelaskan keadaan lingkungan kepada pengunjung yang datang ke tempat wisata
sehingga pengunjung yang datang bertambah pengetahuannya dan menyadari serta
melestarikan lingkungan tempat wisata tersebut. Hal ini diharapkan agar pelaku
wisata alam nantinya dapat mengenal alam dan sistemnya sehingga kesadaran
mereka untuk menjaga alam lebih meningkat lagi. Hal ini merupakan peluang yang
sangat baik untuk pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Salah satu tempat yang menjadi sarana dalam kegiatan ekowisata adalah
Taman Wisata Alam. Menurut UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pasal 1ayat 16 mendefinisikan Taman
Wisata Alam sebagai kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk
pariwisata dan rekreasi alam (Departemen Kehutanan, 1990). Salah satu contoh
rekreasi alam yang dilakukan di Taman Wisata Alam adalah berkemah. Kegiatan
ini bertujuan untuk memberi kesenangan dan juga memberi manfaat edukasi terkait
dengan kondisi alam.
Taman Wisata Alam (TWA) Cani Sirenreng terletak di Kabupaten Bone,
Provinsi Sulawesi Selatan. Mengacu pada data BKSDA Sulsel (2013) bahwa daya
tarik utama ditetapkannya sebagai TWA adalah kondisi alam/vegetasi yang masih

1
bagus serta memiliki kekayaan alam baik flora maupun fauna yang cukup tinggi
dan adanya air terjun bertingkat sebagai objek ekowisata. Air terjun ini berada di
Desa Cani Sirenreng, Kecamatan Ulaweng, Kabupaten Bone. Air terjun ini juga
dikenal dengan nama Air terjun Baruttunge. Selain air terjun, TWA Cani Sirenreng
juga memiliki puncak bukit bernama Coppo Cempa yang saat ini banyak
pengunjung datang untuk menikmati pemandangan dengan berkemah. Potensi
wisata lainnya adalah sosial budaya seperti atraksi tradisional yang terdapat di
sekitar Taman Wisata Alam Cani Sirenreng, atraksi ini merupakan kegiatan
tahunan yang di lakukan oleh masyarakat untuk menyambut datangnya musim
panen. Kegiatan ini disebut Massempe’ dimana para pemuda desa bersama-sama
meperagakan aksi beladiri yang hanya menggunakan kaki. Ini menjadi salah satu
atraksi budaya yang dimiliki Kabupaten Bone. Jarak yang harus ditempuh dari Kota
Watampone sekitar ± 20 Km dengan waktu tempuh ± 30 Menit.
Namun hingga saat ini, belum banyak digali informasi terkait potensi
wisata dan lainnya dalam mendukung pengembangan ekowisata di kawasan
tersebut. Selain itu, informasi yang ada belum dikemas dalam paket interpretasi
yang komprehensif. Melihat beberapa potensi ekowisata yang ada di TWA Cani
Sirenreng, maka dipandang perlu untuk mengumpulkan data dan informasi
sekaligus menyusun bahan interpretasi yang efektif dan efisien agar pengunjung
yang hadir dapat menikmati dan mendapatkan pengetahuan terkait dengan
kekayaan sumber daya alam guna mendukung kegiatan pengembangan ekowisata
di Taman Wisata Alam Cani Sirenreng.

1.2. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun bahan bagi keperluan interpretasi


objek wisata alam di Taman Wisata Alam Cani Sirenrreng, Kabupaten Bone,
Provinsi Sulawesi Selatan.
Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai
karakteristik objek wisata pada pengelola kawasan taman wisata alam cani
sidendreng dalam mengembangkan kawasan tersebut sebagai areal kegiatan
ekowisata yang informatif.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pariwisata

2.1.1. Definisi Pariwisata

Istilah pariwisata berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku
kata yaitu pari dan wisata. Pari berarti berulang-ulang atau berkali-kali, sedangkan
wisata berarti perjalanan atau bepergian. Jadi pariwisata berarti perjalanan yang
dilakukan secara berulang-ulang (Yoeti, 1996).
Pariwisata juga dapat di artikan sebagai aktivitas perjalanan yang dilakukan
untuk sementara waktu dari tempat tingal semula ke daerah tujun dengan alasan
bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang-
senang memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau waktu libur
serta tujuan-tujuan lainnya. Seseorang atau lebih yang melakukan perjalanan wisata
serta melakukan kegiatan yang terkait dengan wisata disebut wisatawan
(Mahdayani, 2009 dalam Biringkanae 2013).

2.1.2. Bentuk-Bentuk Pariwisata

Pariwisata dapat dipelajari tidak hanya dari segi motivasi dan tujuan
perjalanannya saja, tetapi juga bisa dilihat dari kinerja lain misalnya bentuk-bentuk
perjalanan wisata yang dilakukan, lamanya perjalanan serta pengaruh-pengaruh
ekonomi akibat adanya perjalanan wisata tersebut. Bentuk pariwisata yang di
terdapat dalam buku Ekonomi Pariwisata antara lain (Spillane, 1987) :

Pariwisata individu dan kolektif

Pariwisata ini baik dalam negeri ataupun luar negeri dibagi menjadi dua
kategori yaitu:

1) Individual tourism atau pariwisata perorangan

Meliputi seseorang atau kelompok orang (teman-teman atau keluarga) yang


mengadakan perjalanan wisata dengan melakukan sendiri pilihan daerah tujuan

3
wisata maupun pembuatan programnya, sehingga bebas mengadakan perubahan
waktu yang dikehendaki.

2) Organized collective tourism, atau pariwisata kolektif yang diorganisasi secara


baik

Kegiatan ini meliputi sebuah biro perjalanan (travel agent atau tour operator)
yang menjual suatu perjalanan menurut program dan jadwal waktu yang telah
ditentukan terlebih dahulu untuk keseluruhan anggota kelompok.

Pariwisata jangka panjang, pariwisata pendek dan pariwisata ekskursi.

Pariwisata jangka panjang dimaksudkan sebagai suatu perjalanan yang


berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan bagi wisatawan sendiri.
Pariwisata jangka pendek atau short term touism mencakup perjalanan yang
berlangsung antara satu minggu sampai sepuluh hari, sedangkan pariwisata
ekskursi atau excursionist tourism adalah suatu perjalanan wisata yang tidak lebih
dari 24 jam dan tidak menggunakan fasilitas akomodasi.

Pariwisata dengan alat angkutan

Menurut bentuk pariwisata ini, seseorang dalam melakukan pariwisata


menggunakan berbagai alat angkutan seperti kereta api, kapal laut, kapal terbang,
bus, dan kendaraan umum lain.

Pariwisata aktif dan pasif

Pariwisata aktif merupakan pariwisata yang mendatangkan devisa untuk suatu


Negara, misalnya wistawan mancanegara datang ke Negara lain untuk berlibur.
Pengertian pariwisata pasif adalah pariwisata yang mempunyai pengaruh negatif
terhadap neraca pembayaran, misalnya penduduk suatu Negara pergi keluar negeri
dan membawa uang ke luar negeri untuk berwisata dan berbelanja disana.

2.1.3. Jenis-jenis Pariwisata

Jenis pariwisata dapat ditentukan berdasarkan tujuan dalam berpariwisata.


Jenis-jenis pariwisata tersebut antara lain (Spillane, 1987):

4
Pariwisata untuk menikmati perjalanan

Bentuk pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang meninggalkan tempat


tinggalnya untuk berlibur, untuk mencari udara segar yang baru, untuk memenuhi
keingintahuannya, untuk mengendorkan ketagangan sarafnya, untuk melihat
sesuatu yang baru, untuk menikmati keindahan alam, untuk mengetahui hikayat
rakyat setempat, untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian di daerah luar
kota, atau bahkan sebaliknya untuk menikmati hiburan di kota-kota besar ataupun
untuk ikut serta dalam keramaian pusat-pusat wisatawan.

Pariwisata untuk rekreasi

Pariwisata ini dilakukan oleh orang-orang yang menghendaki pemanfaatan


hari-hari liburnya untuk beristirahat, untuk memulihkan kembali kesegaran jasmani
dan rohaninya, yang ingin menyegarkan keletihan dan kelelahannya.

Pariwisata untuk kebudayaan

Jenis pariwisata ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi, seperti keinginan
untuk belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset, untuk mempelajari adat-istiadat,
kelembagaam, dan cara hidup rakyat Negara lain, untuk mengunjungi monument
bersejarah ataupun peninggalan peradaban masa lalu.

Pariwisata untuk olahraga

Jenis pariwisata ini dibagi dalam dua kategori yaitu:


1) Big Sport Events, yaitu peristiwa-peristiwa olah raga besar seperti Olympiade
Games, kejuaraan ski, piala dunia dan lain-lain yang menari perhatian tidak
hanya pada olah ragawannya sendiri, tetapi juga ribuan penonton atau
penggemarnya.
2) Sporting Tourism of the Practitioners, yaitu pariwisata olah raga bagi mereka
yang ingin berlatih dan mempraktekan sendiri, seperti pendakian gunung, olah
raga naik kuda, berburu, memancing, dan lain-lain.

5
Pariwisata untuk urusan usaha dagang

Menurut para ahli teori, perjalanan usaha ini adalah bentuk professional travel
atau perjalanan kerena ada kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang tidak
memberikan kepada pelakunya baik pilihan daerah tujuan maupun pilihan waktu
perjalanan.

Pariwisata untuk berkonvensi

Pariwisata ini merupakan suatu konvensi atau pertemuan yang dihadiri oleh
ratusan bahkan ribuan peserta yang biasanya tinggal beberapa hari di kota atau
Negara penyelenggara.

2.2. Ekowisata

2.2.1. Definisi Ekowisata

Ekowisata atau wisata ekologis memiliki pengertian yakni wisatawan


menikmati keanekaragaman hayati dengan tanpa melakukan aktifitas yang
menyebabkan perubahan pada alam, atau hanya sebatas mengagumi, meneliti dan
menikmati serta berinteraksi dengan masyarakat lokal dan objek wisata tersebut
(Qomariah, 2009).
Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang
alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif
yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial- budaya. Ekowisata
menitik beratkan pada tiga hal utama yaitu keberlangsungan alam atau ekologi,
memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam
kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi
akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman
alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Hakim, 2004).

2.2.2. Konsep Pengembangan Ekowisata

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip
konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan
strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdaya guna

6
dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih
alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya
(Fandeli, dkk., 2000). Mengusahakan ekowisata disuatu tempat, yang perlu dikenali
adalah keadaan alam (keindahan dan daya tarik) yang spesifik atau unik dari obyek-
obyek wisata yang bersangkutan, prasarana yang tersedia (lancer/ tidak lancer,
nyaman/tidak nyaman, sudah lengkap, masih harus diadakan, atau dilengkapkan),
tersedianya sumberdaya manusia (yang terlatih maupun yang dapat dilatih), tingkat
pendidikan dan budaya masyarakatnya (Saleh, 2000).
Menurut Fandeli, dkk. (2000), Indonesia memiliki potensi yang sangat besar
dalam pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang tersebar di kepulauan
yang sangat menjanjikan untuk ekowisata dan wisata khusus. Kawasan hutan yang
dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lingkungan adalah kawasan
Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam),
kawasan suaka Alam (Suaka Margasatwa) dan Hutan Lindung melalui kegiatan
wisata alam terbatas, serta Hutan Produksi yang berfungsi sebagai Wana Wisata.
Dalam konteks ekowisata maka sumberdaya alam dipandang sebagai aset
yang memiliki nilai, baik secara ekologi maupun ekonomi, sehingga kegiatan
kegiatan yang dilahirkan akan bersifat nonekstraktif. Pendekatan yang kemudian
muncul dan harus digunakan para pengembang adalah yang bersifat simbiotik,
dimana para pelaku berinteraksi positif dengan kawasan yang dikelolanya dan
bukan bersifat parasitik (Lubis, 2006).
Lubis (2006) juga menambahkan bahwa pengembangan ekowisata secara
terpadu diperlukan untuk membangun ekowisata yang berkelanjutan dan berbasis
masyarakat. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, maka perlu diciptakan
suasana kondusif yakni situasi yang menggerakkan masyarakat untuk menarik
perhatian dan kepedulian pada kegiatan ekowisata dan kesediaan bekerjasama
secara aktif dan berkelanjutan. Pengembangan ini melibatkan adanya sistem
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Hal yang harus
dipertimbangkan dalam perencanaan fisik ialah ketersediaan sarana pendukung dan
aksesibilitas di lokasi wisata. Perencanaan terpadu berupa master plan untuk
membangun eco-destination berisi kerangka kerja, stakeholders yang terkait serta

7
tanggung jawab masing-masing stakeholders untuk kegiatan konservasi
lingkungan, peningkatan ekonomi serta apresiasi budaya lokal.
Masyarakat tidak dapat dipisahkan dari bagian pembangunan kehutanan
karena selain elemen pemerintah, masyarakat dikawasan ekowisata juga memiliki
peranan besar, karena dengan mengikutsertakan masyarakat dalam ekowisata akan
memberikan dampak positif. Dari segi lingkungan dan ekonomi, jika masyarakat
lokal tidak dilibatkan, sumberdaya dipastikan akan rusak dan nilai jual kawasan
beserta investasinya akan hilang. Selain itu munculnya partisipasi masyarakat
tradisional dalam mempelajari, mendiskusikan dan membuat strategi untuk
mengontrol atau memperoleh kontrol dalam proses pembuatan keputusan dalam
pembangunan, dianggap sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan pariwisata
yang selama ini terjadi, namun sebelum benar-benar memberdayakan masyarakat
lokal dalam ekowisata, penting untuk dilakukan sosialisasi tentang konsep
ekowisata yang sesuai, sekaligus pendampingan terhadap masyarakat dalam
merancang ekowisata di wilayahnya (Fandeli, dkk., 2001).
Selain itu, strategi melibatkan peran serta masyarakat setempat juga bertujuan
untuk : 1) Menginformasikan kepada penduduk setempat tentang apa yang akan
terjadi dan menjaga dialog dengan mereka 2) Menghargai pendapat dan melibatkan
masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan 3) Meningkatkan kesadaran
dan pemahaman akan tabiat pariwisata dan industry pariwisata serta dampaknya
terhadap daerah setempat 4) Mendorong hubungan antara wisatawan dan penduduk
setempat 5) Melindungi masyarakat setempat dari dampak negative kegiatan
pariwisata (Gunawan, 1995).

2.2.3. Prinsip Ekowisata

Berikut dikemukakan juga prinsip pengembangan ekowisata dan kriteria


ekowisata yang disusun oleh kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik
Indonesia bekerjasama dengan Indonesian Ecotourism Network (INDECON) 2002,
yang secara konseptual menekankan tiga konsep dasar, yaitu:
a. Prinsip Konservasi : pengembangan ekowisata harus mampu memelihara,
melindungi atau berkontribusi untuk memperbaiki sumberdaya alam.

8
b.Prinsip Partisipasi Masyarakat : pengembangan harus didasarkan atas
musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan menghormati
nilai-nilai social-budaya dan tradisi keagaman yang dianut masyarakat sekitar
kawasan.
c. Prinsip Ekonomi : pengembangan ekowisata harus mampu memberikan manfaat
untuk masyarakat, khususnya setempat, dan menjadi penggerak pembangunan
ekonomi di wilayahya untuk memastikan bahwa daerah yang bangunan yang
seimbang (balanced development) antara kebutuhan pelestarian lingkungan &
kepentingan semua pihak.
Dalam penerapannya juga sebaiknya dapat mencerminkan dua prinsip lainnya,
yaitu :
a. Prinsip Edukasi : pengembangan ekowisata harus mengandung unsur pendidikan
untuk mengubah perilaku atau sikap seseorang menjadi memiliki kepedulian,
tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya.
b. Prinsip Wisata : pengembangan ekowisata harus dapat memberikan kepuasan
pengalaman yang original kepada pengunjung, serta memastikan usaha
ekowisata dapat berkelanjutan.
Fandeli, dkk. (2000) menyebutkan ada delapan prinsip pengembangan
ekowisata yaitu: 1) Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktifitas wisatawan
terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan
sifat dan karakter alam dan budaya setempat. 2) Pendidikan konservasi lingkungan.
Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi.
Proses ini dapat dilakukan langsung di alam. 3) Pendapatan langsung untuk
kawasan. Mengatur agar kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan manajemen
pengelolaan kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau
pendapatan Retribusi dapat digunakan secara langsung untuk membina,
melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam 4) Prinsip
masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan
pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam pengawasan, peran masyarakat
diharapkan ikut secara aktif. 5) Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata
terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat
menjaga kelestarian kawasan alam. 6) Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua

9
upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas atau utilitas harus tetap
menjaga keharmonisan dengan alam. 7) Daya dukung Lingkungan. Pada umumnya
lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung
kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya
dukunglah yang membatasinya. 8) Peluang penghasilan pada porsi yang besar
terhadap negara. Apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk
ekowisata, maka devisa dan belanja.

2.3. Interpretasi

2.3.1. Definisi Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran adalah proses komunikasi melalui lisan atau


gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang tidak dapat menggunakan simbol-
simbol yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan)
maupun berurutan (interpretasi berurutan). Interpretasi hanya digunakan sebagai
suatu metode jika dibutuhkan. Jika suatu objek (karya seni, ujaran, dll), cukup jelas
maknanya, objek tersebut tidak akan mengundang suatu interpretasi. Istilah
interpretasi sendiri dapat merujuk pada proses penafsiran yang sedang berlangsung
atau hasilnya. Suatu interpretasi dapat merupakan bagian dari suatu presentasi atau
penggambaran informasi yang diubah untuk menyesuaikan dengan suatu
kumpulan simbol spesifik. Informasi itu dapat berupa lisan, tulisan, gambar,
matematika, atau berbagai bentuk bahasa lainnya. Makna yang kompleks dapat
timbul sewaktu penafsir baik secara sadar maupun tidak melakukan rujukan silang
terhadap suatu objek dengan menempatkannya pada kerangka pengalaman dan
pengetahuan yang lebih luas (Soedargo, dkk., 1989).
Interpretasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
seni dalam memberikan penjelasan tentang suatu kawasan (flora, fauna, proses
geologis dan sebagainya) serta sejarah dan budaya masyarakat kepada pengunjung
yang datang ke kawasan tersebut, sehingga dapat memberikan kepuasan dan
pengetahuan baru yang dapat menggugah pemikiran untuk mengetahui, menyadari
dan menarik minat pengunjung untuk ikut menjaga, melestarikan serta mempelajari

10
lebih lanjut, karena cara paling langsung bagi masyarakat umum untuk mempelajari
kawasan yang dilindungi adalah melihatnya sendiri (Satyama, dkk., 2010).

2.3.2. Tujuan Interpretasi

Tujuan Program interpretasi untuk menjelaskan pengertian dan apresiasi suatu


fenomena alam yang penting, nilai historis, nilai geologis, dan sebagainya kepada
pengunjung agar mereka memahami dan mengerti akan nilai-nilai serta makna dari
materi yang mereka lihat dan amati (Farid, 2000). Interpretasi akan membantu
pengunjung untuk lebih dengan kesadaran mengenal dan mengerti kondisi kawasan
yang dikunjungi dengan flora dan faunanya. Interpretasi akan membuka pikiran dan
penghargaan pengunjung terhadap alam yang dilintasi, dan inilah yang akan
membantu manajemen dalam melestarikan kawasan dilindungi. Interpretasi dapat
mengurangi dampak manusia pada lingkungan alam, dengan cara mengalihkan
pengunjung dari kawasan rapuh ke kawasan yang lebih baik untuk mendapat
kunjungan yang lebih intensif. Interpretasi juga dapat meningkatkan apresiasi
mengenai rencana manajemen kawsan dilindungi, membantu masyarakat mengenal
kenyamanan rekreasi sehat di udara terbuka dan bersih. Dapat diharapkan bahwa
dengan interpretasi yang baik, pengunjung akan mencintai kawasan yang
dilindungi, tidak mengotori, merusak, mencorat-coret batu dan menggores pohon
(Hadinoto, 1996).

2.3.3. Unsur-unsur Interpretasi

Hadinoto (1996) menyebutkan ada tiga unsur-unsur interpretasi yang saling


berkaitan yaitu :
a. Pengunjung merupakan unsur utama interpretasi. Pelaksanaan di lapangan harus
melibatkan pengunjung karena pengunjung merupakan sasaran dari perencanaan
interpretasi.
b. Pemandu wisata alam. Ekowisata memerlukan pemandu khusus yang mampu
menginterpretasikan unsur lingkungan alam. Hal ini sangat penting untuk
menimbulkan kepuasan bernilai tinggi bagi pengunjung.
c. Objek interpretasi yang bersangkutan. Objek interpretasi adalah segala sesuatu
yang berada dalam kawasan wisata alam, yang dipilih untuk diinterpretasikan

11
kepada pengunjung. Jalur interpretasi dapat berupa jalur mobil, jalur bersepeda,
dan jalur pejalan kaki.

2.3.4. Prinsip Interpretasi

Prinsip keberhasilan interpretasi tidak dilihat dari bagian-bagian yang terpisah


seperti penyediaan sarana dan prasarana serta promosi saja, tetapi merupakan suatu
pengelolaan yang dimulai dari (Soedargo, dkk., 1989) :
a. Pengumpulan data suatu lingkungan alam yang akan dijadikan program
interpretasi lingkungan.
b. Menyusun data yang sudah dikumpulkan menjadi suatu program yang dapat
diterima oleh umum atau pengunjung dalam bentuk buku-buku, buku panduan,
leaflet atau media audio visual seperti video, slide dan film.
c. Menggunakan interpretasi tersebut sesuai dengan karateristik pengunjung.
d. Mengadakan evaluasi terhadap program yang telah dibuat berdasarkan feedback
dari pengunjung atau masyarakat umum.
Sehingga jika rangkaian diatas dilakukan secara berulang-ulang, maka akan
didapatkan suatu program interpretasi lingkungan yang lebih baik, terarah dan
sesuai dengan tujuan dan sasaran pengelolaan wisata.

2.3.5. Metode Interpretasi

Dua tipe tanda yang umumnya digunakan dalam program interpretasi : tanda
interpretasi dan tanda administrasi. Orientasi, informasi dan tanda secara langsung
diklasifikasikan tanda administrasif. Salah satu fungsinya adalah untuk membawa
pengunjung berhubungan dengan program interpretasi. Tujuan dari tanda
interpretasi disisi lain untuk menginterpretasikan sejarah kejadian, gejala alam,
kharakteristik suatu wilayah. Label merupakan tipe tanda interpretasi. Digunakan
untuk menginterpretasi dan mengidentifikasi objek, contohnya : tanaman individu
yang disampaikan oleh pemandu jalan. Penggunaan katanya singkat dan sederhana
(Sharpe, 1982).
Menurut Soedargo (1989), dalam berwisata tentunya akan berkunjung
wisatawan dari berbagai kalangan, baik itu dari segi umur, latar belakang
pendidikan dan pekerjaan. Hal ini merupakan tantangan bagi pengelola wisata

12
dalam memberikan pelayanan kepada pengunjung yang datang. Diperlukannya
sebuah metode dalam memberi pelayanan kepada pengunjung tentunya akan
mempengaruhi keberhasilan interpreter dalam melayani pengunjung nantinya.
Secara garis besar metode atau teknik interpretasi lingkungan terdiri dari:
a. Pelayanan langsung (personal service), dimana penyampaian program
interpretasi dilakukan langsung oleh interpreter kepada pengunjung.
b. Pelayanan tidak langsung (non-personal service), dimana penyampaian program
interpretasi dilakukan melalui suatu media sehingga interpreter tidak melakukan
kontak langsung dengan pengunjung.
Keuntungan menggunakan tanda dalam metode interpretasi tidak langsung
yaitu (Sharpe, 1982):
1) Pembuatannya relative lebih murah. Biasanya, tanda interpretasi dibuat melalui
proses desain, pembuatan dan dipasang dilokasi sendiri. Dalam proses
pengerjaannya tidak perlu membayar atau menyewa seorang desain papan tanda
professional, hanya papan tanda buatan rumah.
2) Biaya penggunaan dan perawatan papan tanda tersebut biasanya rendah
3) Pembaca dapat berjalan dengan kecepatan dan hanya membaca yang menurut
mereka menarik. Orang-orang yang sedang terburu-buru dapat memeriksa
headline, bagian-bagian dari topik dan ilustrasi.
4) Papan tanda tersebut selalu berada di tempat setiap waktu.
Adadapun kekurangan dari metode papan tanda dalam interpretasi tidak
langsung yaitu (Sharpe, 1982) :
1) Papan tanda bersifat pasif dan membutuhkan usaha untuk memahami maksud
dari papan tanda tersebut.
2) Papan tanda tidak memilik efek suara yang khusus untuk menginformasikan
sesuatu.
3) Interpretasi dengan papan tanda komunikasi se-arah. Oleh karena itu,
pengunjung tidak dapat bertanya lebih tentang informasi secara detail. Seperti
yang mereka dapatkan dari seorang interpreter.
4) Papan tanda tidak memberikan sesuatu yang bernilai

13
Sedang menurut Rahayu dalam Fandeli, dkk. (2000) menyatakan bahwa ada
beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menyiapkan program interpretasi antara
lain:
a. Menetapkan point of interest, sebagai sumber informasi untuk program
pendidikan dan interpretasi, serta menentukan target group dan memilih cara
pendekatan serta fasilitas pendukung yang diperlukan.
b. Menetapkan dan membuat jalur-jalur interpretasi (nature trails) untuk
mengarahkan pengunjung ke tempat-tempat yang memiliki obyek geologis,
sejarah, tumbuhan, binatang serta kebudayaan yang menarik. Panjang jalur
interpretasi alam dianjurkan tidak lebih dari 600 meter (Douglas, 1962). Jalur
interpretasi dapat berupa jalur mobil, jalur berkuda, jalur bersepeda, dan jalur
pejalan kaki. Jalur interpretasi diharapkan dapat merupakan suatu rangkaian
besar yang berkesinambungan mengenai suatu obyek tersebut di dalam suatu
ruang (urutan rangkaian kesan atau sekuen). Penyusunan interpretasi
keseluruhan kawasan sebaiknya disusun oleh ahli interpretasi atau orang yang
memperdalam bidang interpretasi yang mencakup berbagai disiplin ilmu yang
dibutuhkan (ahli sejarah, ahli satwa liar, ahli tumbuhan dan sebagainya).
Jalur interpretasi diharapkan dapat merupakan suatu rangkaian besar yang
berkesinambungan mengenai suatu objek sehingga dapat memberikan pengertian
mengenai objek tersebut di dalam suatu ruang (Farid, 2000). Karakteristik jalur
yang baik untuk kegiatan trekking adalah (Sitepu, 2003):
1) Mengarahkan pada pemandangan yang menyenangkan dan spektakuler seperti
air terjun, gua, danau, pohon yang berusia ratusan tahun, dan aliran sungai.
2) Jalur yang diperuntukkan untuk berjalan-jalan, tidak licin, tidak curam dan tidak
berlumpur atau tergenang.
3) Menghindarkan pengunjung dari ketegangan. Daya tarik khusus ditempatkan
tidak terlalu jauh dari jalur tersebut.
4) Memudahkan pengunjung dan dilengkapi petunjuk arah.
5) Menghindarkan pengunjung dari lokasi yang berbahaya dan kawasan yang
sensitif seperti komunitas tumbuhan rapuh dan satwa yang mudah terganggu.

14
Analisis antar bidang tersebut selanjutnya digunakan untuk menyusun
perencanaan interpretasi.

a. Memasang Papan-papan Petunjuk/Pemandu

Memasangan tanda-tanda ini ditujukan untuk memberikan kemudahan


kepada pengunjung ketika masuk ke dalam kawasan wisata alam, agar tidak
tersesat, mendapatkan perjalanan yang efektif, mengetahui larangan/aturan-aturan
di dalam kawasan, serta menginformasikan jarak tempuh ke suatu objek.

b. Membuat Display

Kawasan wisata alam biasanya dilengkapi dengan bangunan pusat informasi,


yang dapat memberikan gambaran bagi pengunjung mengenai apa saja yang dapat
dilihat, diketahui, dipelajari di kawasan tersebut. Dalam hal ini pihak pengelola
biasanya melengkapi pusat informasi ini dengan berbagai display yang bisa
menggambarkan mengenai konsep-konsep ekosistem, rantai kehidupan, ofset
binatang, herbarium, flip board, buzzer board dan lain-lain.

c. Fasilitas-fasilitas Pendukung

Sarana interpretasi, selain pusat informasi, dapat dilengkapi dengan


pengadaan seri slide dan film, mobil unit, pameran satwa khas dalam
sangkar/kandang.

2.3.6. Peran Interpretasi dalam mendukung tujuan ekowisata

Honey dalam Hakim (2004) mengemukakan bahwa banyak definisi yang


menjelaskan arti ekowisata. Namun semua sepakat bahwa ekowisata berbeda
dengan wisata lainnya karena sifatnya yang dikondisikan untuk mendukung
kegiatan konservasi. Definisinya selalu memfokuskan pada “wisata yang
bertanggung jawab terhadap lingkungan”, selanjutnya banyak masukan para ahli
untuk memperbaiki definisi tersebut antara lain “memberikan dampak langsung
terhadap konservasi kawasan”, “berperan dalam usaha-usaha perberdayaan
ekonomi masyarakat lokal”, “mendorong konservasi dan pembangunan
berkelanjutan” dan sebagainya. Ceballos-Lascurain (1996), seorang arsitek dan
environmental Meksiko menjelaskan bahwa ekowisata adalah perjalanan

15
wisatawan menuju daerah alamiah yang relatif belum terganggu atau
terkontaminasi, yang tujuan utamanya yakni mempelajari, mengagumi dan
menikmati pemandangan alam (lanskap) dan kekayaan hayati yang dikandungnya,
seperti hewan, tumbuhan dan budaya lokal yang ada di sekitar kawasan tersebut.
Pokok-pokok strategi konservasi Indonesia antara lain :

Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan

Kehidupan merupakan suatu sistem yang terdiri dari proses yang terkait dan
saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Agar tidak terjadi perubahan tidak
terduga yang akan mempengaruhi kemampuan pemanfaatan sumberdaya alam
hayati, proses ekologis yang menyangga kehidupan itu perlu dijaga dan dilindungi.
Untuk itu ditetapkan suatu wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan, sehingga
dalam pengaturannya pemerintah menetapkan pola dasar pembinaan pemanfaatan
wilayah tersebut sehingga fungsi perlindungan dan pelestariannya tetap terjamin.
Perlindungan sistem penyangga kehidupan antara lain meliputi usaha sebagai
berikut: 1) Taman Nasional, Suaka Margasatwa dan Cagar Alam.Perlindungan
daerah hutan yang luas seperti misalnya dijadikan mintakat rimba di. 2)
Perlindungan tempat yang memiliki nilai unik, keindahan alam yang sangat
menarik atau ciri-ciri khas alam atau budaya daerah (cagar biosfer).

Pengawetan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan dan Satwa beserta


Ekosistemnya

Sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, terdiri dari unsur hayati (manusia,
tumbuhan, satwa, dan jasad renik) dan unsur non-hayati (matahari, air, udara dan
zat hara/mineral) yang terkait dan saling memengaruhi. Punahnya salah satu unsur
tidak dapat diganti dengan konservasi keanekaragaman jenis agar masing-masing
unsur tersebut tidak punah dan dapat berfungsi dalam ekosistem alam serta
senantiasa siap untuk sewaktu-waktu dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat
manusia. Upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa tersebut
meliputi :
1) Pengawetan di dalam kawasan (insitu), Konservasi insitu dilakukan dalam
bentuk kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Tujuan utama
konservasi insitu adalah untuk menjaga keutuhan utama konservasi jenis

16
tumbuhan dan satwa, serta agar proses ekosistemnya berjalan secara alami.
Semua jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistem di kawasan suaka alam dan
pelestarian alam dilindungi.
2) Kegiatan konservasi dilakukan dengan cara melakukan pemeliharaan dan
budidaya (penangkaran) jenis-jenis flora dan fauna yang terancam punah.
Sebagai contoh kegiatan konservasi jenis-jenis flora dan fauna langka yang
dilakukan di kebun binatang dan taman safari.

Pemanfaatan Secara Lestari Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya.

Sumberdaya alam hayati merupakan unsur ekosistem yang dapat


dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia dengan tetap menjamin keseimbangannya. Usaha pemanfaatan secara
lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang tata pelaksanaannya harus
dilakukan secara terus menerus pada masa mendatang. Pemanfaatan secara lestari
tersebut dilakukan melalui kegiatan:
1) Pemanfaatan lingkungan pelestarian alam untuk rekreasi, pariwisata, penelitian
dan pendidikan.
2) Pemanfaatan tumbuhan satwa liar secara terkendali.
Secara umum, bentuk konservasi alam dapat dibedakan atas dua golongan
besar, yaitu (a) konservasi spesies di dalam habitat aslinya (konservasi in-situ) dan
(b) konservasi spesies di luar habitat aslinya (konservasi eks-situ). Konservasi
insitu dilakukan untuk konservasi keanekaragaman jenis dan genetik di daerah yang
dilindungi. Konservasi eks-situ adalah konservasi keanekaragaman jenis dan
genetik yang dilakukan di kebun raya, arboretum, kebun binatang, taman safari
serta tempat khusus penyimpanan benih dan sperma satwa (Hakim, 2004).

17

Anda mungkin juga menyukai