DEWAN REDAKSI
Pengarah:
Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Penanggung jawab:
Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Penyunting (Editor):
Dr. Inayah Yasir, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA
Dr. Ir. Siti Aslamyah, MP.
Moh. Tauhid Umar, S.Pi., MP.
Firman, S.Pi., M.Si.
Penyunting: Inayah Yasir, Joeharnani Tresnati, Siti Aslamyah, Moh. Tauhid Umar,
dan Firman
ISBN: 978-602-71759-2-1
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa ijin dari
penyunting.
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, akhirnya prosiding Simposium Nasional Kelautan dan
Perikanan telah dapat diselesaikan. Tujuan diadakannya simposium ini adalah agar
dapat dijadikan ajang pertukaran informasi dari setiap ilmuwan dan praktisi dalam
bidang kelautan dan perikanan guna meningkatkan potensi, pengembangan dan
pemanfaatan secara berkelanjutan sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia.
Tema simposium ini adalah “Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia
melalui Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan”.
Simposium ini telah diikuti oleh para peneliti, praktisi, mahasiswa, juga
pemerhati kelautan dan perikanan yang berasal dari berbagai perguruan tinggi,
lembaga penelitian, instansi pemerintah, juga LSM yang terkait. Makalah yang
dipresentasikan merupakan hasil penelitian yang meliputi beberapa bidang, yang
dikelompokkan menjadi 7 bidang yaitu kelompok: A. Ekosistem Laut, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, B. Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, C. Pengelolaan
Sumberdaya Perairan, D. Budidaya Perairan, E. Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, F. Sosial Ekonomi Perikanan, G. Kemaritiman.
Presentasi makalah dan poster ini diikuti oleh peserta dari seluruh Indonesia
yang berasal dari berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia.
Lembaga penelitian dan perguruan tinggi tersebut adalah: Universitas Brawijaya,
Universitas Riau, Balai Pengelolaan Pesisir dan Lautan (BPSPL), Universitas
Khairun-Ternate, Universitas Mataram, Universitas Tadulako, Universitas Nusa
Cendana, Universitas Yapis-Papua, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Air Payau-Maros, Universitas Negeri Makassar, STIP Muna Raha, Universitas
Teuku Umar, Universitas Halu Uleo, Universitas Borneo, Universitas Muslim
Indonesia, Universitas Sulawesi Barat, Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan-
Palu, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Makassar, Universitas Diponegoro,
Universitas Bosowa, Balai Perikanan Budidaya Air Payau-Situbondo, Politeknik
Perikanan Negeri-Tual, Institut Pertanian Bogor, Unismuh-Luwuk Banggai,
Universitas Batanghari, Universitas Muhammadiyah Makassar, Politeknik
Pertanian Negeri Pangkep, Universitas Bung Hatta, Universitas Balik Diwa,
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Universitas Lambung Mangkurat,
Universitas Muhammadiyah Pare-Pare, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya-
Jakarta, dan Universitas Hasanuddin.
Panitia memohon maaf apabila terjadi kesalahan, baik disengaja ataupun
tidak, yang mengurangi rasa puas dan nyaman para peserta simposium. Panitia
juga menyampaikan terima kasih atas semua bantuan dan kerjasama yang diberikan
oleh seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan simposium ini.
Makassar, 17 September 2016
Ketua Panitia,
KATA PENGANTAR
Aspek Biologi Kerang Hijau (Perna viridis Linnaeus, 1789) di Perairan Mandalle
Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan 51
Farida Gassing, Abdul Rahim Hade, dan Andi Alfianita Arum Sari
Kondisi Terumbu Karang di Gugusan Gosong Karang Utama Blok Migas Toili,
Teluk Tolo, Provinsi Sulawesi Tengah 70
Kasim Mansyur
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Black Band Disease (BBD) pada Pachyseris sp. 161
Rahmi, Jamaluddin Jompa, Akbar Tahir dan Alexander Rantetondok
Fraksinasi Senyawa Antibakteri Dari Isolat Kapang TP6 Yang Diisolasi Dari
Tumbuhan Pesisir Terong Pungo 180
Nabila Ukhty, Kustiariyah Tarman, Iriani Setyaningsih
Pengaruh Ekstrak Rumput Laut Coklat Sargassum sp. Terhadap Kadar Glukosa,
Berat Badan, Polyphagia, Polydipsia, Polyuria Tikus Diabetes Mellitus 188
Shandy Nur Fachrurazi, Muhamad Firdaus and Anies Chamidah
Ukuran Panjang Glass Eel (Anguilla sp.) yang Beruaya ke Sungai Palu 287
Samliok Ndobe1*, Novalina Serdiati1 & Abigail Moore
Uji Efek Antibakteri Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa Linn.) Terhadap
Bakteri Streptococcus agalactiae Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.)
Secara In Vivo 383
Gustiana, Alexander Rantetondok, Elmi Nurhaidah Zainuddim
Pengaruh Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Pada Jarak Tanam Dan
Kedalaman Yang Berbeda Terhadap Kandungan Karaginan 391
Sri Mulyani, Ambo Tuwo, Rajuddin Syamsuddin and Jamaluddin Jompa
Potensi Limbah Padat Tambak Udang Super Intensif sebagai Bahan Baku Pupuk
Organik 406
Hidayat Suryanto Suwoyo, Mat Fahrur dan Rachman syah
Pertumbuhan dan Sintasan Post Larva Udang Kaki Putih (Penaeus vannamei)
Pada Penurunan Salinitas yang Berbeda 416
Krismawan, Nasmia and Rusaini
Prevalensi dan Insidensi White Spot Syndrome Virus Calon Induk Udang Windu
(Penaeus monodon) dari Perairan Aceh, Sulawesi Selatan dan Tenggara 447
B.R. Tampangallo, A. Tenriulo dan Agus Nawang
Kualitas Caulerpa sp. yang Dibudidayakan di Berbagai Jarak dan Kedalaman 461
Darmawati, Andi Niartiningsih, Rajuddin Syamsuddin and Jamaluddin Jompa
Aerasi Sebagai Salah Satu Treatment untuk Mengurangi Bahan Organik Limbah
Tambak Udang Vaname (Lithopenaeus vannamei) Super Intensif 525
Makmur, Mat Fahrur, Muhammad Chaidir Undu
Studi Pengoperasian Pancing Ulur Laut Dalam untuk Menangkap Ikan Escolar
(Lepidocybium flavobrunneum) pada Musim Angin Muson Barat di Perairan
Pesisir Timur Pulau Selayar 562
Andi Assir dan Mahfud Palo
Analisis Hubungan Suhu Permukaan Laut, Salinitas, dan Arus dengan Hasil
Tangkapan Ikan Tuna di Perairan Bagian Barat Pulau Halmahera 605
Umar Tangke, John W. Ch. Karuwal, Achmar Mallawa, Mukti Zainuddin
MAKALAH KEMARITIMAN
MAKALAH POSTER
ABSTRACT
The need of coral reef distribution information at Southeast Sulawesi is crucial nowadays due the
application of fish preservation and protection. Satellite imaging technology is known as an
effective tool for this purpose. This study objective was to mapping and estimating the area of
coral reef at Southeast Sulawesi. Seven scenes of landsat 8 imageries were processed using water
column correction to produce depth invariant index as a basis for substrate classification. Field
survey was conducted at five coastal regency using echo sounding and video mapping geo-
referenced technologies. The coral reef extent scenario was developed base on three dominant
substrates: coral, submerged vegetation and sand. This study was successfully mapping around
167,472 hectares of Southeast Sulawesi coral reef. Wakatobi regency was the most coral reef area
able to map. The coral substrate area at Southeast Sulawesi was estimate around 22.7 thousand to
41.3 thousand hectares. While submerged vegetation occupy area around 56.9 thousand to 97.9
thousand hectares and sand substrate cover around 28.2 thousand to 87.9 thousand hectares of total
area mapped. If moderate scenario was chosen then the extent of coral substrate, submerged
vegetation and sand are around 31.4 thousand, 63.8 thousand and 72.2 thousand hectares
respectively. This update information is expected may help decision maker on how to manage
coral reef resources related to endangered fish conservation at Southeast Sulawesi.
Keywords: coral reef, landsat 8, water column correction, southeast Sulawesi.
Pendahuluan
Tekanan lingkungan terhadap ekosistem terumbu karang hingga saat ini
tetap tinggi. Tekanan dalam bentuk ancaman ini dapat dibagi atas dua kategori
yaitu lokal dan global. Ancaman global adalah coral bleaching (Wilkinson et al.
1999) dan pengasaman air laut. Ancaman yang sifatnya lokal antara lain adalah
perikanan tidak ramah lingkungan (bom, bius), polusi, penambangan dan
pengerukan dan kegiatan wisata yang tidak dikelola dengan baik (Cesar, 2002).
Pengelolaan terumbu karang memerlukan informasi tentang konektifitas
bentang laut dan kompleksitas karang (Olds et al, 2012). Informasi ini mencakup
beberapa parameter seperti tutupan karang, rugositas, luasan, jarak ke padang
lamun dan atau mangrove. Posisi terumbu karang terhadap bentang laut lainnya
mempengaruhi produktifitas dan struktur populasi ikan serta biota laut yang
berasosiasi. Studi yang dilakukan oleh Jörgensen et al. (2015) menunjukkan
bahwa kelimpahan ikan pada daerah karang dengan tutupan yang tinggi adalah 15
kali lebih besar dibandingkan daerah dengan tutupan karang yang rendah.
Citra satelit resolusi tinggi telah terbukti dapat digunakan untuk memetakan
secara hirarkis sistem-sistem terumbu karang bila di dukung dengan data lapangan
yang mengacu pada konsep biologi dan geomorfologi (Roelfsema et al, 2013;
Metode Penelitian
Hasil pengamatan citra Landsat 8 Provinsi Sulawesi Tenggara
memperlihatkan, terdapatnya 19 lokasi potensial untuk dilakukan survei substrat
bentik. Bila wilayah survei di bagi menjadi 2 (dua) sub wilayah tanpa
Karakteristik Landsat 8
Landsat (Land Satellite) seri ke 8 adalah generasi terakhir dari satelit
sumberdaya alam NASA (Amerika) yang diluncurkan ke orbit pada tanggal 11
Pebruari 2013. Program Landsat telah dimulai dari tahun 1972. Landsat 8 sebagai
generasi terakhir di lengkapi dengan dua macam sensor yaitu Operational Land
Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS). Ketinggian orbitnya sekitar
705 km pada sudut inklinasi 98.20 dan melakukan pemotretan permukaan bumi
setiap pukul 10:11 waktu setempat (USGS, 2015). Tipe orbit satelit ini adalah
selaras matahari (sun syncronous) sehingga pemotretan selalu dilakukan pada
waktu lokal yang sama. Setiap hari Landsat 8 mampu menghasilkan 650 scene
(potret). Landsat akan kembali memotret daerah yang sama setiap 16 hari sekali
dengan resolusi spasial 30 meter untuk band multispektral dan 15 meter untuk
band pankromatik.
Validasi Citra
Pengumpulan data primer dikumpulkan menggunakan Video Sounding Side
Towed (VSST). Selamat et.al (2012) telah mengembangkan alat bantu perekaman
gambar vertikal habitat karang secara kontinu menggunakan camcorder dari sisi
perahu yang bergerak. Alat ini dinamakan pencitra karang ikat samping yang
dibangun dari material kombinasi pelat baja, kayu, akrilik dan PVC. Alat ini dapat
disematkan transduser alat perum gema untuk merekam kedalaman, dan pada
bagian atas disediakan tempat untuk antena alat penentu posisi global. Informasi
spasial yang diperoleh dari alat ini adalah rangkaian film substrat bentik (objek
tampak dari sisi atas) pada posisi dan kedalaman yang runtun waktu sehingga
memudahkan untuk digeoreferensikan ke citra satelit dan dapat meningkatkan uji
akurasi tematik. Tabel 1 memperlihatkan simplifikasi kelas yang dilakukan pada
citra depth invariant index (Lyzenga, 1981) sebagai simplikasi metode Point
Intercept Transect (PIT) (Manuputty et al., 2009).
Tabel 1. Kode kategori biota dan substrat
Kode Kategori Biota Keterangan
Karang Keras, Karang Acropora, non Acropora, Subtrat dasar
Reef
Rock yang keras (cadas)
Sand Sand, Silt Pasir, Pasir lumpuran yang halus
SAV (Submerged Death Coral Karang mati, berubah warna karena ditumbuhi
Aquatic vegetation) Algae Rubble alga filamen, Patahan karang bercabang (mati)
Sea Grass Padang lamun, Jenis-jenis makro alga: sargassum,
SAV Fleshy turbinaria, halimeda
Seaweed
ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh kamera biasa.
Perbedaan mendasarnya adalah Landsat memotret dari jarak sekitar 700 km.
Dalam hal ini kemampuan sensor OLI untuk membedakan dua objek yang
berdekatan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Kita ketahui bahwa band-band
OLI membedakan dua objek berdekatan ke dalam grid berukuran 30 m x 30 m,
atau suatu persegi empat berukuran 900 meter persegi. Ini membawa kita pada
kesimpulan, bahwa grid yang dihasilkan merupakan campuran dari sejumlah
objek berbeda, atau dapat kita katakan sebagai “mix pixel (mixel)”. Tabel 2
memperlihatkan scenario komposisi substrat bentik yang diklasifikasi dari citra
satelit Landsat 8 dan dijadikan dasar untuk perhitungan luas.
Tabel 2. Skenario Komposisi Substrat Bentik yang menjadi Dasar untuk Perhitungan
Luas
Substrat Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
bentik Karang SAV Pasir Karang SAV Pasir Karang SAV Pasir
Karang
100% 0% 0% 55% 20% 25% 60% 30% 10%
1
Karang
100% 0% 0% 30% 10% 60% 40% 20% 40%
2
SAV1 0% 100% 0% 10% 70% 20% 20% 70% 10%
SAV2 0% 100% 0% 5% 40% 55% 10% 50% 40%
SAV3 0% 100% 0% 5% 30% 65% 5% 30% 65%
Pasir1 0% 0% 100% 0% 25% 75% 0% 20% 80%
Pasir2 0% 0% 100% 0% 5% 95% 0% 5% 95%
Path/Row Band
111/064 112/064 113/064 113/063 112/063 Sampling
0,6776 0,4596 0,6358 0,6371 0,6028 1&2*
0,8947 0,3707 0,5802 0,5120 0,4801 1&3
1,3246 0,7949 0,9074 0,7931 0,7811 2&3
Kesimpulan
Habitat terumbu karang Sulawesi Tenggara yang berhasil dipetakan oleh
citra Landsat 8 adalah sekitar 167.472 hektar. Wilayah terumbu karang yang
paling luas terpetakan adalah di daerah Wakatobi. Luasan substrat karang di
Sulawesi Tenggara diestimasi bervariasi antara 22,7 ribu hingga 41,3 ribu hektar,
substrat submerged aquatic vegetation (SAV) memiliki luas antara 56,9 ribu
hingga 97,9 ribu hektar dan pasir antara 28,2 ribu hingga 87,9 ribu hektar. Bila
skenario moderat yang dipilih, maka luas substrat karang, SAV dan pasir masing-
masing adalah sekitar 31,4 ribu, 63,8 ribu dan 72,2 ribu hektar.
Informasi ini diharapkan dapat membantu pengambil kebijakan dalam
pengelolaan sumberdaya karang terkait dengan konservasi jenis ikan yang
dilindungi. Institusi terkait perlu mengembangkan teknologi hidroakustik untuk
menyempurnakan pemetaan habitat karang pada zona kedalaman lebih dari 10
meter.
Eastman JR. 1999. Idrisi 32 - Guide to GIS and Image Processing Vol. 2. Clark Labs.
Clark University. pp 1-47
Gratwicke B. and Speight, M. R. 2005. The relationship between fish species richness,
abundance and habitat complexity in a range of shallow tropical marine habitats.
J. Fish Biol., vol. 66, no. 3, pp. 650–667.
Hedley and P. J. Mumby. 2003. A remote sensing method for resolving depth and
subpixel composition of aquatic benthos. Limnol. Oceanogr., vol. 48, no. 1995, pp.
480–488.
Jörgensen, T. L., E. C. Martin, and A. J. Burt. 2015. Spatial variability in habitat structure
and heterogenic coral reef fish assemblages inside a small-scale marine reserve
after a coral mass mortality event. Ocean Coast. Manag. Vol. 114, pp. 32–41.
Lyzenga, D.R. 1978. Passive remote sensing techniques for mapping water depth and
bottom features. Applied Optics. Vol. 17 (3) pp. 379-383.
Lyzenga, D.R. 1981. Remote sensing of bottom reflectance and water attenuation
parameters in shallow water using aircraft and Landsat data. International Journal
of Remote Sensing Vol. 2, pp. 71-82.
Manuputty AEW & Djuariah. 2009. Panduan Metode Point Intercept Transect (PIT)
untuk Masyarakat: Studi Baseline dan Monitoring Kesehatan Karang di Lokasi
Daerah Perlindungan laut (DPL). Jakarta: Coremap II-LIPI.
Maritorena, S. Remote sensing of the water attenuation in coral reefs: a case study in
French Polynesia. 1996. Int. J. Remote Sens., vol. 17, no. 1, pp. 155–166.
Mumby, P.J., Clark, C.D., Green, E.P., and Edwards, A.J. 1998. Benefits of water column
correction and contextual editing for mapping coral reefs. International Journal of
Remote Sensing. Vol. 19: 203-210.
Roelfsema, C. Phinn, S. Jupiter, S. Comley, J. and Albert, S. 2013. Mapping coral reefs
at reef to reef-system scales, 10s–1000s km 2 , using object-based image analysis.
Int. J. Remote Sens., vol. 34, no. 18, pp. 6367–6388.
USGS, 2015. Landsat 8 data User Handbook. Department of the Interior U.S. Geological
Survey. 106 pages
Wilkinson, C. R., Lindén, O., Cesar, H., Hodgson, G., Rubens, J., & Strong, A. E. 1999.
Ecological and Socioeconomic Impacts of 1998 Coral Mortality in the Indian
Ocean: An ENSO Impact and a Warning of Future Change?”. AMBIO, Vol. 28,
No. 2, pp. 188–196.