DEWAN REDAKSI
Pengarah:
Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Penanggung jawab:
Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Penyunting (Editor):
Dr. Inayah Yasir, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA
Dr. Ir. Siti Aslamyah, MP.
Moh. Tauhid Umar, S.Pi., MP.
Firman, S.Pi., M.Si.
Penyunting: Inayah Yasir, Joeharnani Tresnati, Siti Aslamyah, Moh. Tauhid Umar,
dan Firman
ISBN: 978-602-71759-2-1
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa ijin dari
penyunting.
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, akhirnya prosiding Simposium Nasional Kelautan dan
Perikanan telah dapat diselesaikan. Tujuan diadakannya simposium ini adalah agar
dapat dijadikan ajang pertukaran informasi dari setiap ilmuwan dan praktisi dalam
bidang kelautan dan perikanan guna meningkatkan potensi, pengembangan dan
pemanfaatan secara berkelanjutan sumberdaya kelautan dan perikanan di Indonesia.
Tema simposium ini adalah “Mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia
melalui Pengembangan IPTEK Kelautan dan Perikanan”.
Simposium ini telah diikuti oleh para peneliti, praktisi, mahasiswa, juga
pemerhati kelautan dan perikanan yang berasal dari berbagai perguruan tinggi,
lembaga penelitian, instansi pemerintah, juga LSM yang terkait. Makalah yang
dipresentasikan merupakan hasil penelitian yang meliputi beberapa bidang, yang
dikelompokkan menjadi 7 bidang yaitu kelompok: A. Ekosistem Laut, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil, B. Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, C. Pengelolaan
Sumberdaya Perairan, D. Budidaya Perairan, E. Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, F. Sosial Ekonomi Perikanan, G. Kemaritiman.
Presentasi makalah dan poster ini diikuti oleh peserta dari seluruh Indonesia
yang berasal dari berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi di Indonesia.
Lembaga penelitian dan perguruan tinggi tersebut adalah: Universitas Brawijaya,
Universitas Riau, Balai Pengelolaan Pesisir dan Lautan (BPSPL), Universitas
Khairun-Ternate, Universitas Mataram, Universitas Tadulako, Universitas Nusa
Cendana, Universitas Yapis-Papua, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Air Payau-Maros, Universitas Negeri Makassar, STIP Muna Raha, Universitas
Teuku Umar, Universitas Halu Uleo, Universitas Borneo, Universitas Muslim
Indonesia, Universitas Sulawesi Barat, Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan-
Palu, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Makassar, Universitas Diponegoro,
Universitas Bosowa, Balai Perikanan Budidaya Air Payau-Situbondo, Politeknik
Perikanan Negeri-Tual, Institut Pertanian Bogor, Unismuh-Luwuk Banggai,
Universitas Batanghari, Universitas Muhammadiyah Makassar, Politeknik
Pertanian Negeri Pangkep, Universitas Bung Hatta, Universitas Balik Diwa,
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Universitas Lambung Mangkurat,
Universitas Muhammadiyah Pare-Pare, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya-
Jakarta, dan Universitas Hasanuddin.
Panitia memohon maaf apabila terjadi kesalahan, baik disengaja ataupun
tidak, yang mengurangi rasa puas dan nyaman para peserta simposium. Panitia
juga menyampaikan terima kasih atas semua bantuan dan kerjasama yang diberikan
oleh seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan simposium ini.
Makassar, 17 September 2016
Ketua Panitia,
KATA PENGANTAR
Aspek Biologi Kerang Hijau (Perna viridis Linnaeus, 1789) di Perairan Mandalle
Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan 51
Farida Gassing, Abdul Rahim Hade, dan Andi Alfianita Arum Sari
Kondisi Terumbu Karang di Gugusan Gosong Karang Utama Blok Migas Toili,
Teluk Tolo, Provinsi Sulawesi Tengah 70
Kasim Mansyur
Isolasi dan Identifikasi Bakteri Black Band Disease (BBD) pada Pachyseris sp. 161
Rahmi, Jamaluddin Jompa, Akbar Tahir dan Alexander Rantetondok
Fraksinasi Senyawa Antibakteri Dari Isolat Kapang TP6 Yang Diisolasi Dari
Tumbuhan Pesisir Terong Pungo 180
Nabila Ukhty, Kustiariyah Tarman, Iriani Setyaningsih
Pengaruh Ekstrak Rumput Laut Coklat Sargassum sp. Terhadap Kadar Glukosa,
Berat Badan, Polyphagia, Polydipsia, Polyuria Tikus Diabetes Mellitus 188
Shandy Nur Fachrurazi, Muhamad Firdaus and Anies Chamidah
Ukuran Panjang Glass Eel (Anguilla sp.) yang Beruaya ke Sungai Palu 287
Samliok Ndobe1*, Novalina Serdiati1 & Abigail Moore
Uji Efek Antibakteri Ekstrak Biji Jintan Hitam (Nigella sativa Linn.) Terhadap
Bakteri Streptococcus agalactiae Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.)
Secara In Vivo 383
Gustiana, Alexander Rantetondok, Elmi Nurhaidah Zainuddim
Pengaruh Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Pada Jarak Tanam Dan
Kedalaman Yang Berbeda Terhadap Kandungan Karaginan 391
Sri Mulyani, Ambo Tuwo, Rajuddin Syamsuddin and Jamaluddin Jompa
Potensi Limbah Padat Tambak Udang Super Intensif sebagai Bahan Baku Pupuk
Organik 406
Hidayat Suryanto Suwoyo, Mat Fahrur dan Rachman syah
Pertumbuhan dan Sintasan Post Larva Udang Kaki Putih (Penaeus vannamei)
Pada Penurunan Salinitas yang Berbeda 416
Krismawan, Nasmia and Rusaini
Prevalensi dan Insidensi White Spot Syndrome Virus Calon Induk Udang Windu
(Penaeus monodon) dari Perairan Aceh, Sulawesi Selatan dan Tenggara 447
B.R. Tampangallo, A. Tenriulo dan Agus Nawang
Kualitas Caulerpa sp. yang Dibudidayakan di Berbagai Jarak dan Kedalaman 461
Darmawati, Andi Niartiningsih, Rajuddin Syamsuddin and Jamaluddin Jompa
Aerasi Sebagai Salah Satu Treatment untuk Mengurangi Bahan Organik Limbah
Tambak Udang Vaname (Lithopenaeus vannamei) Super Intensif 525
Makmur, Mat Fahrur, Muhammad Chaidir Undu
Studi Pengoperasian Pancing Ulur Laut Dalam untuk Menangkap Ikan Escolar
(Lepidocybium flavobrunneum) pada Musim Angin Muson Barat di Perairan
Pesisir Timur Pulau Selayar 562
Andi Assir dan Mahfud Palo
Analisis Hubungan Suhu Permukaan Laut, Salinitas, dan Arus dengan Hasil
Tangkapan Ikan Tuna di Perairan Bagian Barat Pulau Halmahera 605
Umar Tangke, John W. Ch. Karuwal, Achmar Mallawa, Mukti Zainuddin
MAKALAH KEMARITIMAN
MAKALAH POSTER
ABSTRACT
The need of coral reef distribution information at Southeast Sulawesi is crucial nowadays due the
application of fish preservation and protection. Satellite imaging technology is known as an
effective tool for this purpose. This study objective was to mapping and estimating the area of
coral reef at Southeast Sulawesi. Seven scenes of landsat 8 imageries were processed using water
column correction to produce depth invariant index as a basis for substrate classification. Field
survey was conducted at five coastal regency using echo sounding and video mapping geo-
referenced technologies. The coral reef extent scenario was developed base on three dominant
substrates: coral, submerged vegetation and sand. This study was successfully mapping around
167,472 hectares of Southeast Sulawesi coral reef. Wakatobi regency was the most coral reef area
able to map. The coral substrate area at Southeast Sulawesi was estimate around 22.7 thousand to
41.3 thousand hectares. While submerged vegetation occupy area around 56.9 thousand to 97.9
thousand hectares and sand substrate cover around 28.2 thousand to 87.9 thousand hectares of total
area mapped. If moderate scenario was chosen then the extent of coral substrate, submerged
vegetation and sand are around 31.4 thousand, 63.8 thousand and 72.2 thousand hectares
respectively. This update information is expected may help decision maker on how to manage
coral reef resources related to endangered fish conservation at Southeast Sulawesi.
Keywords: coral reef, landsat 8, water column correction, southeast Sulawesi.
Pendahuluan
Tekanan lingkungan terhadap ekosistem terumbu karang hingga saat ini
tetap tinggi. Tekanan dalam bentuk ancaman ini dapat dibagi atas dua kategori
yaitu lokal dan global. Ancaman global adalah coral bleaching (Wilkinson et al.
1999) dan pengasaman air laut. Ancaman yang sifatnya lokal antara lain adalah
perikanan tidak ramah lingkungan (bom, bius), polusi, penambangan dan
pengerukan dan kegiatan wisata yang tidak dikelola dengan baik (Cesar, 2002).
Pengelolaan terumbu karang memerlukan informasi tentang konektifitas
bentang laut dan kompleksitas karang (Olds et al, 2012). Informasi ini mencakup
beberapa parameter seperti tutupan karang, rugositas, luasan, jarak ke padang
lamun dan atau mangrove. Posisi terumbu karang terhadap bentang laut lainnya
mempengaruhi produktifitas dan struktur populasi ikan serta biota laut yang
berasosiasi. Studi yang dilakukan oleh Jörgensen et al. (2015) menunjukkan
bahwa kelimpahan ikan pada daerah karang dengan tutupan yang tinggi adalah 15
kali lebih besar dibandingkan daerah dengan tutupan karang yang rendah.
Citra satelit resolusi tinggi telah terbukti dapat digunakan untuk memetakan
secara hirarkis sistem-sistem terumbu karang bila di dukung dengan data lapangan
yang mengacu pada konsep biologi dan geomorfologi (Roelfsema et al, 2013;
Metode Penelitian
Hasil pengamatan citra Landsat 8 Provinsi Sulawesi Tenggara
memperlihatkan, terdapatnya 19 lokasi potensial untuk dilakukan survei substrat
bentik. Bila wilayah survei di bagi menjadi 2 (dua) sub wilayah tanpa
Karakteristik Landsat 8
Landsat (Land Satellite) seri ke 8 adalah generasi terakhir dari satelit
sumberdaya alam NASA (Amerika) yang diluncurkan ke orbit pada tanggal 11
Pebruari 2013. Program Landsat telah dimulai dari tahun 1972. Landsat 8 sebagai
generasi terakhir di lengkapi dengan dua macam sensor yaitu Operational Land
Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS). Ketinggian orbitnya sekitar
705 km pada sudut inklinasi 98.20 dan melakukan pemotretan permukaan bumi
setiap pukul 10:11 waktu setempat (USGS, 2015). Tipe orbit satelit ini adalah
selaras matahari (sun syncronous) sehingga pemotretan selalu dilakukan pada
waktu lokal yang sama. Setiap hari Landsat 8 mampu menghasilkan 650 scene
(potret). Landsat akan kembali memotret daerah yang sama setiap 16 hari sekali
dengan resolusi spasial 30 meter untuk band multispektral dan 15 meter untuk
band pankromatik.
Validasi Citra
Pengumpulan data primer dikumpulkan menggunakan Video Sounding Side
Towed (VSST). Selamat et.al (2012) telah mengembangkan alat bantu perekaman
gambar vertikal habitat karang secara kontinu menggunakan camcorder dari sisi
perahu yang bergerak. Alat ini dinamakan pencitra karang ikat samping yang
dibangun dari material kombinasi pelat baja, kayu, akrilik dan PVC. Alat ini dapat
disematkan transduser alat perum gema untuk merekam kedalaman, dan pada
bagian atas disediakan tempat untuk antena alat penentu posisi global. Informasi
spasial yang diperoleh dari alat ini adalah rangkaian film substrat bentik (objek
tampak dari sisi atas) pada posisi dan kedalaman yang runtun waktu sehingga
memudahkan untuk digeoreferensikan ke citra satelit dan dapat meningkatkan uji
akurasi tematik. Tabel 1 memperlihatkan simplifikasi kelas yang dilakukan pada
citra depth invariant index (Lyzenga, 1981) sebagai simplikasi metode Point
Intercept Transect (PIT) (Manuputty et al., 2009).
Tabel 1. Kode kategori biota dan substrat
Kode Kategori Biota Keterangan
Karang Keras, Karang Acropora, non Acropora, Subtrat dasar
Reef
Rock yang keras (cadas)
Sand Sand, Silt Pasir, Pasir lumpuran yang halus
SAV (Submerged Death Coral Karang mati, berubah warna karena ditumbuhi
Aquatic vegetation) Algae Rubble alga filamen, Patahan karang bercabang (mati)
Sea Grass Padang lamun, Jenis-jenis makro alga: sargassum,
SAV Fleshy turbinaria, halimeda
Seaweed
ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh kamera biasa.
Perbedaan mendasarnya adalah Landsat memotret dari jarak sekitar 700 km.
Dalam hal ini kemampuan sensor OLI untuk membedakan dua objek yang
berdekatan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Kita ketahui bahwa band-band
OLI membedakan dua objek berdekatan ke dalam grid berukuran 30 m x 30 m,
atau suatu persegi empat berukuran 900 meter persegi. Ini membawa kita pada
kesimpulan, bahwa grid yang dihasilkan merupakan campuran dari sejumlah
objek berbeda, atau dapat kita katakan sebagai “mix pixel (mixel)”. Tabel 2
memperlihatkan scenario komposisi substrat bentik yang diklasifikasi dari citra
satelit Landsat 8 dan dijadikan dasar untuk perhitungan luas.
Tabel 2. Skenario Komposisi Substrat Bentik yang menjadi Dasar untuk Perhitungan
Luas
Substrat Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
bentik Karang SAV Pasir Karang SAV Pasir Karang SAV Pasir
Karang
100% 0% 0% 55% 20% 25% 60% 30% 10%
1
Karang
100% 0% 0% 30% 10% 60% 40% 20% 40%
2
SAV1 0% 100% 0% 10% 70% 20% 20% 70% 10%
SAV2 0% 100% 0% 5% 40% 55% 10% 50% 40%
SAV3 0% 100% 0% 5% 30% 65% 5% 30% 65%
Pasir1 0% 0% 100% 0% 25% 75% 0% 20% 80%
Pasir2 0% 0% 100% 0% 5% 95% 0% 5% 95%
Path/Row Band
111/064 112/064 113/064 113/063 112/063 Sampling
0,6776 0,4596 0,6358 0,6371 0,6028 1&2*
0,8947 0,3707 0,5802 0,5120 0,4801 1&3
1,3246 0,7949 0,9074 0,7931 0,7811 2&3
Kesimpulan
Habitat terumbu karang Sulawesi Tenggara yang berhasil dipetakan oleh
citra Landsat 8 adalah sekitar 167.472 hektar. Wilayah terumbu karang yang
paling luas terpetakan adalah di daerah Wakatobi. Luasan substrat karang di
Sulawesi Tenggara diestimasi bervariasi antara 22,7 ribu hingga 41,3 ribu hektar,
substrat submerged aquatic vegetation (SAV) memiliki luas antara 56,9 ribu
hingga 97,9 ribu hektar dan pasir antara 28,2 ribu hingga 87,9 ribu hektar. Bila
skenario moderat yang dipilih, maka luas substrat karang, SAV dan pasir masing-
masing adalah sekitar 31,4 ribu, 63,8 ribu dan 72,2 ribu hektar.
Informasi ini diharapkan dapat membantu pengambil kebijakan dalam
pengelolaan sumberdaya karang terkait dengan konservasi jenis ikan yang
dilindungi. Institusi terkait perlu mengembangkan teknologi hidroakustik untuk
menyempurnakan pemetaan habitat karang pada zona kedalaman lebih dari 10
meter.
Eastman JR. 1999. Idrisi 32 - Guide to GIS and Image Processing Vol. 2. Clark Labs.
Clark University. pp 1-47
Gratwicke B. and Speight, M. R. 2005. The relationship between fish species richness,
abundance and habitat complexity in a range of shallow tropical marine habitats.
J. Fish Biol., vol. 66, no. 3, pp. 650–667.
Hedley and P. J. Mumby. 2003. A remote sensing method for resolving depth and
subpixel composition of aquatic benthos. Limnol. Oceanogr., vol. 48, no. 1995, pp.
480–488.
Jörgensen, T. L., E. C. Martin, and A. J. Burt. 2015. Spatial variability in habitat structure
and heterogenic coral reef fish assemblages inside a small-scale marine reserve
after a coral mass mortality event. Ocean Coast. Manag. Vol. 114, pp. 32–41.
Lyzenga, D.R. 1978. Passive remote sensing techniques for mapping water depth and
bottom features. Applied Optics. Vol. 17 (3) pp. 379-383.
Lyzenga, D.R. 1981. Remote sensing of bottom reflectance and water attenuation
parameters in shallow water using aircraft and Landsat data. International Journal
of Remote Sensing Vol. 2, pp. 71-82.
Manuputty AEW & Djuariah. 2009. Panduan Metode Point Intercept Transect (PIT)
untuk Masyarakat: Studi Baseline dan Monitoring Kesehatan Karang di Lokasi
Daerah Perlindungan laut (DPL). Jakarta: Coremap II-LIPI.
Maritorena, S. Remote sensing of the water attenuation in coral reefs: a case study in
French Polynesia. 1996. Int. J. Remote Sens., vol. 17, no. 1, pp. 155–166.
Mumby, P.J., Clark, C.D., Green, E.P., and Edwards, A.J. 1998. Benefits of water column
correction and contextual editing for mapping coral reefs. International Journal of
Remote Sensing. Vol. 19: 203-210.
Roelfsema, C. Phinn, S. Jupiter, S. Comley, J. and Albert, S. 2013. Mapping coral reefs
at reef to reef-system scales, 10s–1000s km 2 , using object-based image analysis.
Int. J. Remote Sens., vol. 34, no. 18, pp. 6367–6388.
USGS, 2015. Landsat 8 data User Handbook. Department of the Interior U.S. Geological
Survey. 106 pages
Wilkinson, C. R., Lindén, O., Cesar, H., Hodgson, G., Rubens, J., & Strong, A. E. 1999.
Ecological and Socioeconomic Impacts of 1998 Coral Mortality in the Indian
Ocean: An ENSO Impact and a Warning of Future Change?”. AMBIO, Vol. 28,
No. 2, pp. 188–196.
ABSTRACT
One decade post Tsunami Aceh in 2004, the circumstance of coral reef ecosystem in Aceh Jaya
Water have been partially experienced the recovery significantly and some restoration efforts have
already been undertaken by stakeholder that including coral transplantation and fish home. The
analysis of satelite of Landsat 7ETM revealed that the coral reef extent in the Aceh Jaya water
reached 619,40 ha. The regulation of Aceh government namely Qanun of Aceh Number 7, 2010
regarding fisheries have been prevailed. Moreover, institutional system has not yet functioned
optimally within management of coral fisheries. The objectives are to study the institutional
domain on management of coral fisheries. The method of study is used by qualitative study. The
sampling method was survey method that undertaken with purpossive and depth interview to
responden that regarded to possess information and wide knowledge regarding instituonal domain.
The analysis data is used EAFM that undertaken with approach of institutional indicators. The
visualization of EAFM assessment indicators with used flag modelling tecnique. Accordng to the
result that the asssessment to the indicator of compliance to fisheries principal responsibility,
institutional mecanism, level of policy sinergity and capacity of stakeholder still categorised good.
Meanwhile, the indicator was categorised was bad in Indicator RPP.
Keywords: Institutional, Management, Fisheries, Coral, Ecosystem
Pendahuluan
Undang-UndangDasar1945 Pasal 33 ayat 3 mengamanatkan bahwa bumi
dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sumberdaya ikan
karang di Perairan Aceh Jaya yang strategis berhadapan langsung dengan
samudera Hindia merupakan suatu kekayaan alam yang terkandung di dalam air,
dan oleh sebab itu sudah seharusnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sumberdaya ikan tersebut harus
didayagunakan untuk mendukung terwujudnya kedaulatan pangan khususnya
pasokan protein ikan yang sangat bermanfaat untuk mewujudkan kesejahteraan
rakyat.
Pengelolaan perikanan merupakan semua upaya, termasuk proses yang
terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta
penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundang-undangan dibidang
perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lan yang diarahkan untuk
mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan
yang disepakati (KKP-RI, 2012). Pengelolaan perikanan berkelanjutan dapat
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2015 di Lhok
Panga, Lhok Calang dan Lhok RigaihKabupaten Aceh Jaya, Propinsi Aceh
Metode pengambilan data yang digunakan adalah purposive sampling,
dimana pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam populasi. Sampel diambil secara purposive dengan tujuan
mendapatkan gambaran kondisi pengelolaan sumberdaya perikanan karang
berbasis EAFM di kelembagaan Kabupaten Aceh Jaya. Pemilihan responden
berdasarkan pertimbangan banyaknya informasi yang diketahui atau dikuasai
responden. Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder.
Data primer untuk wawancara dan kuisioner diproleh dari sampel responden yang
dipilih secara khusus dari pelaku (individu atau organisasi) yang mengerti
terhadap permasalahan penelitian. Pengisian kuisioner dan wawancara ditujukan
langsung kepada pihak POKMASWAS, Panglima Laot, Dinas Kelautan dan
Perikanan, LSM dan Nelayan. Sementara itu, data sekunder dikumpulkan
mengenai informasi tentang pengelolaan sumberdaya perikanan karang berupa
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian. Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten
Aceh Jaya, 2013)
Analisis Data
Analisis EAFM ini dilakukan melalui pendekatan indikator. Indikatorsecara
sederhana didefinisikan sebagai sebagai sebuah alat atau jalan untukmengukur,
mengindikasikan, atau merujuk sesuatu hal dengan lebih atau kurangdari ukuran
yang diinginkan (Gavaris 2009). Pada penelitian ini dilakukanpenilaian terhadap
6 indikator pada domain kelembagaan. Setiap indikator memiliki kriteria dan
bobot penilaian yang berbeda. Kriteria dan bobotmasing-masing indikator dapat
dilihat pada Tabel 1 (KKP RI, 2012).
Visualisasi hasil penilaian indikator EAFM menggunakan teknik flag
modeling. Teknis Flag Modeling dilakukan dengan pendekatan multi-criteria
analysis (MCA) di mana sebuah set kriteria dibangun sebagai basis bagi analisis
keragaan wilayah pengelolaan perikanan dilihat dari pendekatan ekosistem dalam
pengelolaan perikanan melalui pengembangan indeks komposit. Tahapan yang
dilakukan (Adrianto et al. 2005) adalah Kaji keragaan masing-masing WPP untuk
setiap indikator yang diuji. Berikan skor untuk setiap keragaan indikator pada
masing-masing WPP (skor Likert berbasis ordinal 1,2,3). Tentukan bobot untuk
setiap indikator.
Kembangkan indeks komposit masing-masing aspek untuk setiap WPP
dengan model fungsi:
CAi = f (CAni….n=1,2,3…..m)
Lalu kembangkan indeks komposit untuk seluruh keragaan EAFM pada
masing-masing WPP dengan model fungsi sebagai berikut :
1= tidak ada alat dan orang; 2=ada alat dan orang tapi
tidak ada tindakan; 3= ada alat dan orang serta ada
tindakan
4. Rencana pengelolaan Wawancara 1=belum ada RPP; 2=ada RPP namun belum 15
perikanan sepenuhnya dijalankan; 3=ada RPP dan telah
dijalankan sepenuhnya
pemekaran dari Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2002. Secara administratif,
kabupaten Aceh Jaya terbagi ke dalam sembilan (9) wilayah yaitu Kecamatan
Jaya, Indra Jaya, Sampoiniet, Darul Hikmah, Setia Bakti, Panga, Krueng Sabee,
Teunom dan Pasie Raya. Selain sembilan kecamatan tersebut juga terdapat 21
kemukiman dan 173 desa. Batas-batas administrasiny adalah Sebelah Utara
dengan Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, sebelah selatan dengan
Samudera Indonesia dan Kabupaten Aceh Besar, sebelah Timur dengan
Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Besar,dan sebelah Barat dengan Samudera
Indonesia dan Kabupaten Aceh Besar
Karakteristik wilayah Kabupaten Aceh Jaya yang berbukit-bukit juga
terdapat sampai ke wilayah pesisir. Oleh karena itu, hanya wilayah pantai
sepanjang 156 km yang dimanfaatkan sebagai tempat pemukiman penduduk,
kegiatan pertanian, perkebunan serta perikanan dan wisata pantai.
Sebagaimana wilayah Indonesia atau wilayah tropis lainnya, Kabupaten
Aceh Jaya juga berhawa tropis yang lembab dan dikenal 2 (dua) musim yaitu
musim hujan yang biasa terjadi bulan September sampai Februari dengan jumlah
hari hujan terbesar berkisar antara 120-170 hari, besar hujan rata-rata per tahun
berkisar antara 2000-4000 mm. Kemudian musim kemarau biasanya berlangsung
antara bulan Maret sampai Agustus dengan rata-rata berkisar antara 26-33 0C pada
siang hari dan 23 – 25 0C malam hari. Bila dilihat dari persentase kemiringan dan
besar ketinggian diatas 25 meter dari permukaan laut.
Strategi Pengelolaan
Strategi dilakukan berdasarkan dengan apa yang harus dilakukan untuk
memenuhi tujuan pengelolaan. Strategicdecision harus dapat memfasilitasi
perbandingan atribut yang dihasilkan dengan alternatif referensi yang dipilih
menghubungkan referensi tekanan untuk atribut dan dinamika kekuatan lain yang
mempengaruhi atribut . Rumusan strategi untuk pengelolaan perikanan karang di
kawasan perairan adalah dengan memperketatdan memperkuat pengawasan
Perairan Aceh Jaya, menambah jumlah kelengkapan aturan main dalam
pengelolaan perikanan, menjaga agar keputusan lembaga dapat dijalankan
sepenuhnya, mengatur rencana pengelolaan perikanan (RPP) agar dapat
dijalankan sepenuhnya, menjaga sinergitas antar lembaga, dan meningkatkan
kapasitas stakeholder secara menyeluruh
Langkah Taktis
Keputusan taktis merupakan bagaimana cara yang akan dilakukan
untukmengimplementasikan strategi pengelolaan yang telah ditetapkan. Taktik
adalahlangkah-langkah pengaturan yang dapat memberikan umpan balik dan
dapatdisesuaikan untuk mencapai strategi (Gavaris, 2009). Langkah taktis
dilakukanterhadap indikator yang tidak sesuai dengan nilai reference point atau
yangmemiliki skor 1 dan 2 dalam penilaian perikanan melalui pendekatan
EAFM.Langkah taktis ini dilakukan agar dapat meningkatkan skor atau kondisi
perikanandari kategori kurang baik menjadi sedang atau dari skor 1 menjadi 2,
dan darikategori sedang menjadi baik atau dari skor 2 menjadi 3.
Tabel 4. Langkah taktis dalam pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem
dilakukan terhadap 2 indikator domain kelembagaan. Langkah taktis ini perlu
dilakukan untuk dapat meningkatkan status kawasan perikanan karang Aceh
Jaya dari status baik menjadi baik sekali. Sumber Data Primer diolah kembali,
2015.
Atribut Nilai Aktual Referensi indikator Langkah Taktis
skor kriteria skor Kriteria
Mekanisme 2 Tidak 3 Apabila ada keputusan MONEV terhadap
kelembagaan sepenuhnya harus dijalankan pengelolaan perikanan
dijalankan sepenuhnya karang
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka disimpulkan bahwa penilaian perikanan
karang melalui indikator domain kelembagaan EAFM didapatkan status atau
kondisi perikanan di wilayah Aceh Jaya termasuk kategori baik. Strategi
pengelolaan perikanan karang di wilayah Aceh Jaya dirumuskan terhadap
indikator domain kelembagaan berdasarkan nilaireference point tiap indikator.
Langkah taktis dirumuskan pada indikator yang memiliki penilai sedang dan
kurang baik. Rumusan langkah taktis tersebut yaitu MONEV terhadap
pengelolaan perikanan karang dan memfasilitasi dalam merumuskan RPP
perikanan karang dan melakukan MONEV terhadap RPP.
Dirasa perlu adanya kajian lebih lanjut pada kelima domain secara bertahap
untuk menginterpretasi pola pengelolaan perikanan secara terintegrasi untuk
mewujudkan pengelolaan secara berkelanjutan. Perlu kajian lebih lanjut yang
menfokuskan pada produk unggulan Aceh Jaya yaitu Perikanan Lobster
(Panulirus sp) berdasarkan pendekatan ekosistem. Pemerintah pusat perlu
memfasilitasi dalam perumusan dan pembentukan RPP perikanan Karang di Aceh
Jaya
Daftar Pustaka
Adrianto L, Matsuda Y, Sakuma Y. 2005. Assesing Sustainability of Fishery Systems
in A Small Island Region: Flag Modeling Approach. Proceeding ofIIFET. 2005.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Jaya. DATABASE 2014 Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Aceh Jaya.
Gavaris S. 2009. Fisheries management planning and support for strategic and tactical
decisions in an ecosystem approach context. Fisheries Research. 100: 6–14
Trophia Ltd. 2011. Fisheries management procedures: a potential decision makingtool for
fisheries management in California. Quantitative ResourceAssessment LLC.
California.