Anda di halaman 1dari 64

DISTRIBUSI DAN KEANEKARAGAMAN ASCIDIACEA DI PULAU

HOGA BAGIAN BARAT PERAIRAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI


SULAWESI TENGGARA

SKRIPSI

OLEH :

JUNAWIR
I1A4 16 015

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
ii

DISTRIBUSI DAN KEANEKARAGAMAN ASCIDIACEA DI PULAU


HOGA BAGIAN BARAT PERAIRAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI
SULAWESI TENGGARA

DISTRIBUTION AND DIVERSITY OF ASCIDIACEA IN WEST HOGA


ISLAND WATERS WAKATOBI NATIONAL PARK
SOUTHEAST SULAWESI

SKRIPSI

OLEH :

JUNAWIR
I1A4 16 015

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh


Gelar Sarjana Sains pada Jurusan/Program Studi Ilmu Kelautan

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
iii
iv
ABSTRAK

Ascidiacea diketahui memiliki berbagai manfaat, secara ekologi maupun


ekonomis, Ascidiacea berperan dalam pengendalian fitoplankton dan dapat
mengurangi eutrofikasi dan konsentrasi kontaminan juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pangan dan bahan obat-obatan. Penelitian ini dilakukan bertujuan
untuk mengetahui keanekaragaman hayati Ascidiacea, kepadatan, distribusi jenis
dan preferensi substrat yang ditempati Ascidiacea di Pulau Hoga. Metode
pengambilan data yang digunakan adalah line intercept transect untuk
pengambilan data tutupan terumbu karang dan pengamatan langsung sepanjang
transek sabuk dengan luas 100 m² untuk pangamatan Ascidiacea. Transek
dipasang sejajar dengan garis pantai dan pada setiap zona terumbu karang dan
dilakukan 2 ulangan sebanyak 3 stasiun penelitian. Hasil dari penelitian
keanekaragaman Ascidiacea ditemukan 4 famili terdiri dari 9 jenis yaitu Atriolum
robustum, Clavelina sp., Didemnum molle, Lissoclinum patella, Polycarpa
aurata, Polycarpa sp 1, Polycarpa sp 2, Rhopaleae sp., dan Siginella signifera.
Kepadatan Ascidiacea berdasarkan stasiun tertinggi pada stasiun I dan
berdasarkan jenis tertinggi dari jenis Didemnum molle sebesar 54,67 individu/m²
dengan nilai kepadatan rata-rata Ascidiacea yaitu 6,73 individu/m². Sementra itu
substrat yang paling banyak ditempati Ascidiacea yaitu jenis death coral with
alga (DCA). Kondisi terumbu karang pada lokasi penelitian dengan persentase
karang hidup rata-rata 34,36 % pada slope dan 46,71 % pada flat berdasarkan
satasiun tertinggi pada stasiun 3 dengan persentase 38,6 % pada slope dan 55,32
% pada flat.

Kata Kunci : Tunikata, Chordata, Terumbu Karang, Wakatobi.

v
vi

ABSTRACT

Ascidiacea is known to have various benefits, both ecologically and economically,


Ascidiacea plays a role in controlling phytoplankton and can reduce
eutrophication and contaminant concentrations can also be used as food and
medicinal ingredients. This study was conducted to determine the Ascidiacea
biodiversity, density, species distribution and substrate preferences occupied by
Ascidiacea on Hoga Island. The data collection method used was line intercept
transect for coral reef cover data collection and direct observation along a belt
transect with an area of 100 m² for Ascidiacea observations. Transects were
installed parallel to the shoreline and in each coral reef zone and carried out 2
replications with 3 research stations. The results of the Ascidiacea diversity study
found 4 families consisting of 9 species, namely Atriolum robustum, Clavelina
sp., Didemnum molle, Lissoclinum patella, Polycarpa aurata, Polycarpa sp 1,
Polycarpa sp 2, Rhopaleae sp., and Siginella signifera. Ascidiacea density based
on the highest station at station I and based on the highest type of Didemnum
molle was 54.67 individuals/m² with an average Ascidiacea density value of 6.73
individuals/m². Meanwhile, the substrate mostly occupied by Ascidiacea is death
coral with algae (DCA). The condition of coral reefs at the study site with an
average percentage of live coral 34.36% on the slope and 46.71% on the flat based
on the highest station at station 3 with a percentage of 38.6% on the slope and
55.32% on the flat.

Keywords: Tunikata, Chordata, Coral reefs, Wakatobi.


vii
viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Karya kecil ini

penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Nurdin dan

Ibunda Samsuriati yang selalu dengan penuh rasa sabar dan tulus mendidik,

mengasuh, menafkahi dan mendoakan penulis hingga dapat menyelesaikan masa

studi. Kepada saudara-saudariku Junarsih, Ramlah dan Ramli yang selalu

memotivasi penulis dalam menyelesaikan kuliah

Selama masa penyusunan tugas akhir, penelitian hingga penulisan skripsi,

penulis banyak mendapat bimbingan dan arahan dari

Ibu Ratna Diyah Palupi S.T,. M.Si selaku pembimbing I dan

Ibu Rahmadani, S.Pi,. M.Si selaku pembimbing II. Penulis mengucapkan banyak

terimakasih untuk ilmu dan atas kesediaan dan kesabarannya untuk selalu

membimbing dan mengarahkan serta selalu member motivasi kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada :

1. Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

3. Wakil Dekan Bidang Akademik, Wakil Dekan Bidang Umum, Perencanaan

dan Keuangan serta Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

4. Ketua jurusan Bapak La Ode Muhammad Yasir Haya, S.T., M.Si., Ph.D dan

Sekretaris jurusan Bapak A. Ginong Praktikino, S.T., M.T serta para staf.

5. Bapak Dr. Ir. Muh. Ramli, M.Si selaku penasehat akademik.


6. Bapak Dr. Baru Sadarun, S. Pi.,M. Si , Bapak Subhan, S.Pi., M.Si., dan Bapak

La Ode Muhammad Yasir Haya, S.T., M.Si., Ph.D selaku dosen penguji.

7. Tim peneliti Wakatobi Wa Ode Husmayani, Charli Pratama, Nurma Siskawati,

Sartini, Irfan, Saiful Aksan, Sabrianto, Alfiqiyan Wahyu Ramadhan, Wahid

Ramadhan Saputra serta saudara-saudaraku di Bajo Mola Bahari yang telah

banyak membantu selama proses penelitian.

8. Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi Bapak Darman, M.Hut, Kepala Seksi

Wilayah II Kaledupa Bapak La Fasa, S.Sos., M.H., seluruh pegawai dan staf

Balai Taman Nasional Wakatobi khusunya Bapak La Ode Sahari, Bapak La

Ode Orba, Kak Suci, Kak Ardi, Kak Teta dan Kak Sadam serta Bapak Lalang,

S.Pi., M.Si dan Ibu Riska, S.Pi., M.Si.

9. 10. Keluarga besar UKM Selam UHO dan Ilmu Kelautan UHO yang telah

memberikan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis.

10. Terakhir untuk semua pihak yang telah membantu tapi tidak sempat

disebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala bantuannya, semoga Allah

SWT membalas segala bentuk kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan.

Aamiin Ya’ Robbal Alaamiin.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat dan semoga Allah SWT

membalas semuakebaikan dan ketulusan yang diberikan oleh semua pihak.

ix
x

RIWAYAT HIDUP

Junawir lahir pada tanggal 11 November 1997 di Tawau,

Malaysia dan merupakan anak kedua dari empat bersaudara

dari pasangan Ayah Nurdin dan Ibu Samsuriati. Penulis

mengenyam pendidikan sekolah dasar pada tahun 2004 di

SDN 3 Induha dan lulus pada tahun 2010, pada tahun yang sama penulis

melanjutkan pendidikan di SMPN 21 Bulukumba dan lulus pada tahun 2013. Pada

tahun yang sama pula penulis melanjutkan pendidikan di SMKN 2 Kolaka dan

lulus pada tahun 2016. Penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi

melalui SNMPTN dan berhasil lulus dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan

Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan Universitas Halu Oleo.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dilembaga internal dan eksternal

kampus. Penulis pernah menjabat sebagai Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Selam

Universitas Halu Oleo, Pengurus HMJ Ilmu Kelautan Sebagai Anggota Divisi

administrasi dan kesekretariatan periode 2018-2020. Sedangkan eksternal kampus

penulis juga bagian dari organisasi kepemudaan daerah dan juga organisasi

eksternal kampus lainnya diantaranya Himpunan Mahasiswa Toraja Kendari,

Ikatan Pelajar Mahasiswa Bulukumba, Masyarakat Relawan Indonesia, Maritim

Muda Nusantara wilayah Sulawesi Tenggara dan Komunitas Non Violet Study

Cyrcles UNPATTI. Selain itu penulis juga bekerja sebagai tenaga penyelam

(freelance) pada perusahaan penyelaman diantaranya PT. Duta Segara Wisesa,

PT. Antasena Samudera Lestari, PT. Aldive Samoedra Asia, PT. Nautic Maritime
Salvage, PT. Camar Laut Indonesia, PT. Arizona Marine Services, PT. Arya

Pujaka Indonesia Mandiri, CV. Bahtera Sejahtera Abadi dan PT. Antasena

Maritim Jaya.

Penulis melaksanakan Penelitian pada tahun 2020 untuk menyelesaikan

studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dengan judul “Distribusi dan

Keanekaragaman Ascidiacea di Pulau Hoga Bagian Barat Perairan Taman

Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara”.

xi
xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .............................................................................. i


HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii
PERNYATAAN ........................................................................................ iv
ABSTRAK................................................................................................. v
ABSTRACT .............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................... viii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 2
C. Tujuan dan Manfaat ................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bioekologi Ascidiacea ............................................................... 5
B. Distribusi Ascidiacea ................................................................. 8
C. Parameter Lingkungan .............................................................. 9
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat .................................................................... 13
B. Alat dan Bahan .......................................................................... 14
C. Prosedur Penelitian .................................................................... 14
1. Survei Pendahuluan .............................................................. 14
2. Penentuan Stasiun .................................................................. 15
3. Pengambilan Data Penelitian ................................................. 16
4. Pengambilan Parameter Pendukung ....................................... 17
5. Analisis Data ......................................................................... 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................ 23
B. Hasil Penelitian ........................................................................... 24
C. Pembahasan ................................................................................ 28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan................................................................................. 35
B. Saran........................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Alat dan Bahan beserta kegunaannya .............................................. 14

2. Kriteria Penutupan Terumbu Karang ............................................... 21

3. Keanekaragaman Ascidiacea di Perairan Pulau Hoga Kecamatan


Kaledupa Kabupaten Wakatobi ...................................................... 24
4. Kepadatan Ascidiacea ..................................................................... 26

5. Distribusi jenis Ascidiacea pada Perairan Pulau Hoga Taman


Nasional Wakatobi.......................................................................... 27

6. Parameter Lingkungan Perairan Pulau Hoga Taman Nasional


Wakatobi ........................................................................................ 28

xiii
xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. a). Polycarpa aurata, b). Clavelina sp., c). Didemnum molle,


d). Clavelina sp. ........................................................................... 7
2. Morfologi dan Anatomi Tunikata (Ascidiacea) ............................. 8
3. Peta Lokasi Penelitian .................................................................. 13
4. Sketsa Penempatan Titik Sampling ............................................... 17
5. Pulau Hoga................................................................................... 23
6. Kepadatan Ascidiacea Berdasarkan Stasiun ................................. 26
7. Preferensi Substrat Ascidiacea Perairan Pulau
Hoga Taman Nasional Wakatobi………………………………… 28
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Persentase Tutupan Karang di Lokasi Penelitian (%) .................... 43


2. Dokumentasi jenis Ascidiacea yang ditemukan pada perairan
Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi......................................... 45
3. Dokumentasi Pengambilan Data dan Pengukuran Parameter
Lingkungan ................................................................................. 47

xv
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ascidiacea merupakan kelas dari filum chordata. Hewan dari kelas ini

hidup sesil dan masuk dalam kelompok hewan avertebrata air dengan wilayah

penyebaran yang luas, ditemukan hampir di seluruh perairan laut dunia.

Ascidiacea merupakan salah satu hewan penyusun pada komunitas terumbu

karang yang bersifat filter feeder yaitu memperoleh makanannya dengan cara

menyaring (Saputri dkk, 2019). Hewan ini pada fase larva bersifat planktonik,

sementara setelah dewasa akan menjadi sesil.

Ascidiacea berperan dalam pengendalian fitoplankton di perairan

dan dapat mengurangi eutrofikasi atau konsentrasi kontaminan

(Draughon et al., 2010). Ascidiacea juga memiliki peran ekonomis yaitu

mengandung senyawa bioaktif yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk

keperluan di berbagai bidang salah satunya bidang farmasi, dimana senyawa

metabolit sekunder yang terkandung dalam Ascidiacea berpotensi untuk dijadikan

bahan obat-obatan.

Beberapa penelitian tentang senyawa bioaktif Ascidiacea diantaranya

Ascidiacea jenis Rhopalaea sp. (Sardiana dkk, 2015) menghasilkan senyawa

antibakteri yang bersifat bakteriostatik, Polycarpa aurata (litaay dkk¸ 2015)

mengandung senyawa kimia berupa peptida dan golongan alkaloid). Selain itu

Ascidiacea jenis pyura chilensis dan Pyura praepuliolis di Australia dijadikan

sebagai bahan makanan selain itu Ascidiacea jenis Halocynthia roretzi telah

dibudidayakan secara komersil di jepang dan korea sejak tahun 1982 dan
2

digunakan sebagai bahan pangan serta pemanfaatan senyawa bioaktif (Jae et al.,

2020).

Pulau Hoga merupakan salah satu pulau di Kawasan Taman Nasional

Wakatobi yang terletak di Kecamatan Kaledupa. Pulau Hoga memiliki luas

3.583 km². Kabupaten ini ditetapkan sebagai kawasan Taman Laut Nasional

berdasarkan keputusan menteri kehutanan No 7651/Kpts/II/2002 tanggal

19 Agustus 2002 dengan luasan 1.390.000 H. Wakatobi merupakan akronim dari

empat Pulau yaitu Pulau Wangi-wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Pulau

Binongko (Balai TN Wakatobi, 2008).

Status Pulau Hoga sebagai zona pariwisata (tourism zone) menjadikan

Pulau Hoga sebagai tujuan untuk berwisata baik untuk wisata pantai maupun

wisata selam. Aktivitas wisata selam maupun snorkeling harus didukung dengan

kondisi perairan memadai contohnya kondisi terumbu karang yang baik maupun

keberadaan organisme asosiasinya yang melimpah seperti Ascidiacea. Informasi

mengenai distribusi dan keanekaragaman Ascidiacea di Wakatobi khususnya di

Pulau Hoga belum tersedia. Hal tersebut mendorong perlunya penelitian mengenai

“Distribusi dan Keanekaragaman Ascidiacea di Pulau Hoga Bagian Barat Perairan

Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara”.

B. Rumusan Masalah

Kondisi terumbu karang yang berada disekitar kawasan perairan Pulau Hoga

menjadi salah satu objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan lokal dan

mancanegara. Selain itu aktivitas kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah

lingkungan juga pernah terjadi disekitar perairan Pulau Hoga sebelum kawasan
3

tersebut masuk dalam kawasan Taman Nasional Wakatobi. Aktivitas-aktivitas

tersebut diduga menjadi salah satu penyebab menurunnya kondisi terumbu karang

pada area tertentu disekitar perairan pulau tersebut. Penurunan kondisi terumbu

karang disuatu perairan berdampak pada perubahan komunitas organisme yang

berasosiasi dengan terumbu karang. Berdasarkan latar belakang tersebut maka

rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana keanekaragaman hayati Ascidiacea di Perairan Pulau Hoga?

2. Bagaimana kepadatan Ascidiacea di Perairan Pulau Hoga?

3. Bagaimana distribusi jenis Ascidiacea di Perairan Pulau Hoga?

4. Bagaimana preferensi substrat yang ditempati Ascidiacea di Pulau Hoga?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui keanekaragaman hayati Ascidiacea di Perairan Pulau Hoga.

2. Menghitung kepadatan Ascidiacea di Perairan Pulau Hoga.

3. Mengetahui distribusi jenis Ascidiacea di Perairan Pulau Hoga.

4. Mengetahui preferensi substrat yang ditempati Ascidiacea di Pulau Hoga.

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tentang

Ascidiacea sehingga dapat digunakan untuk eksplorasi senyawa bioaktif dari

Ascidiacea dan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan

kebijakan pengelolaan pariwisata khususnya di Pulau Hoga. Serta sebagai bahan

rujukan untuk penelitian lanjutan.


4
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioekologi Ascidiacea

Ascidiacea juga dikenal dengan nama tunikata terdapat di laut dari daerah

tropis sampai kutub pada pantai sampai kedalaman 4.803 m. Beberapa hidup

berenang bebas pada masa larva dan beberapa melekat atau sesil setelah masa

larva (Rudman, 2000). Tunikata terdiri dari empat kelas, yaitu Ascidiacea

(ascidian), Sorbreacea (sorberacean), Thaliacea, dan Appendicularia (larvacean).

Dari keempat kelas tersebut, Kelas Ascidiacea adalah kelas terbesar dan paling

beragam (McClintock dan Baker, 2001). Golongan ascidian merupakan salah satu

biota penyusun terumbu karang yang terkenal karena bersimbiosis dengan

mikroba sehingga Ascidiacea dapat menghasilkan beragam senyawa bioaktif

(Chen et al., 2018). Keberadaan ascidian cukup unik karena organisme ini

ditemukan dengan berbagai bentuk, warna, dan ukuran yang beragam pada

berbagai jenis substrat, seperti yang ditemukan di Perairan Sulawesi Utara

(Kuberlaborbir, 2010).

Ascidian merupakan nama bagi kelompok hewan yang termasuk kedalam

Kelas Ascidiacea yang menyusun hampir sebagian besar jenis-jenis dalam Sub

Phylum Urochordata atau Tunicata dari Phylum Chordata. Ascidian dikenal juga

dengan istilah Sea Squirt ditemukan tersebar hampir disemua perairan laut, mulai

dari zona dangkal littoral sampai zona abysal yang dalam, mendiami perairan

tropis dan sub tropis bahkan perairan dingin antartika serta hidup dalam perairan

bersih sampai yang tercemar berat (Rudman, 2000). Tunikata umumnya

menempel pada karang, cangkang moluska, lambung kapal atau pada dasar pasir
6

dan lumpur (Suwingyo, dkk. 2005). Ascidiacea memiliki bentuk tubuh silinder

atau bulat memanjang. Ascidiacea dewasa mempunyai dua lubang pada tuniknya,

yaitu lubang masuk dan lubang keluar yang dapat menyemprotkan air dari salah

satu lubang atau kedua lubangnya (Romimohtarto dan Juwana, 1999).

Berikut ini adalah sistem klasifikasi Didemnum molle (Monniot et al., 1991):
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Urochordata
Kelas : Ascidiacea
Ordo : Aplousobranchiata
Famili : Didemnidae
Pyuridae
Ascidiidae
Cionidae
Styelidae
Genus : Didemnum
Pyura
Ascidia
Ciona
Polycarpa
Didemnum
Lisoclinum
Atrolium
Spesies : Didemnum molle
Pyura sp.
Ascidia sp.
Ciona intestinalis
Polycarpa aurata
Atrolium robustum
Trididemnucereum
Didemnidae sp.
7

a) b)

c) d)

Gambar 1. a). Polycarpa aurata, b). Clavelina sp.,


c.) Didemnum molle, d). Clavelina sp.
Sumber: (Opa, dkk. 2020)

Anggota kelas Ascidiacea memiliki tubuh yang bulat panjang menyerupai

silinder, hidupnya sesil atau melekat pada substrat. Tubuhnya ditutup oleh tunica

yang dibuat dari cellulose atau tunicin. Tunica dilapisi pallium, ialah suatu lapisan

yang tersusun dari ectoderm, jaringan pengikat dan serabut-serabut otot, yang

terutama berjalan melingkar. Pada ujung yang tidak melekat pada substrat terdapat

satu lubang yang disebut lubang oral. Pada satu sisi dekat ujung bebas terdapat

lubang lain yaitu lubang atrul. Pada Ascidia ada hermaproditisme protogyni.

Ovarium dan testis berlekatan, dikelilingi oleh intestinum (Bone, 1998).


8

Tubuh Ascidian dewasa sangat sederhana seperti tabung silindris dengan

rongga besar di dalamnya disebut Branchial Sac. Bagian mulut tempat air masuk

melalui saluran disebut exhalant siphon kemudian dilanjutkan oleh saluran

pendek seperti kerongkongan sebelum sampai ke rongga tubuh. Hasil pencernaan

berupa material yang tidak terpakai serta saluran reproduksi dikeluarkan melalui

exhalant siphon. Organ dalam terdiri dari usus sederhana, lambung, dan organ

reproduksi seperti testis lobe dan ovary. Ascidian dewasa menempel pada substrat

pada bagian jaringan yang disebut dengan rhizoid atau villi

(Monniot dan Labonte, 1991).

Gambar 2. Morfologi dan Anatomi Tunikata (Ascidiacea)


Sumber: (Rudman, 2000)

B. Distribusi Ascidiacea

Ascidiacea dapat ditemukan pada perairan laut mulai dari laut daerah

tropis hingga kutup, pada fase larva beberapa hewan ini ditemukan berenang

bebas dan hidup menempel atau sesil setelah fase larva. Di Indonesia habitat

Tunikata (kelas Ascidiacea) hampir disemua lokasi dalam perairan, mulai dari

terumbu karang, dasar berpasir dan berlumpur, menempeli hampir semua

konstruksi bangunan dalam air seperti dermaga, konstruksi budidaya ikan dan lain

sebagainya. Beberapa jenis dapat hidup berasosiasi dengan biota laut lain seperti
9

lamun, karang, karang lunak dan bahkan pada biota laut yang bergerak seperti

bulu babi (Fikruddin, 2013).

C. Parameter Lingkungan

a. Suhu

Suhu perairan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi

aktivitas hidup organisme laut. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses

fisika, kimia, dan biologi organisme akuatik baik secara langsung maupun tidak

langsung, hal ini dikarenakan organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu

bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Selain itu suhu dapat membatasi

sebaran hewan-hewan bentos secara geografis dan suhu yang

baik bagi pertumbuhan Urochordata yaitu berkisar antar 25-30 ºC

(Hutabarat dan Evans, 2000).

b. Salinitas

Salinitas mempunyai peranan penting dalam kehidupan organisme,

misalnya dalam hal distribusi biota laut. Salinitas merupakan parameter yang

berperan dalam lingkungan ekologi laut, sehingga beberapa organisme ada yang

tahan terhadap perubahan salinitas yang besar, ada pula yang tahan terhadap

salinitas yang kecil (Nybakken, 1992). Kehadiran ascidian juga dibatasi oleh

salinitas perairan yang berubah ubah atau berkurang dari kadar normal air laut

(30-32‰), namun beberapa jenis dapat bertahan hidup dan ditemukan dalam

jumlah melimpah (Abrar dan Manuputty, 2008).


10

c. Arus

Arus membantu menyebarkan organisme, terutama organisme-organisme

planktonik. Arus juga menyebarkan telur dan larva berbagai hewan akuatik

sehingga dapat mengurangi persaingan makanan dengan induk mereka.

Menurut Rudman (2000), Arus ikut berpengaruh terhadap pola distribusi

Acidian, adanya arus permukaan maupun arus dasar perairan menyebabkan

hewan-hewan ascidian dapat tersebar tidak merata pada volume air laut, karena

arus dapat berperan dalam pengadukan massa air yang juga berpengaruh pada

parameter oseanografi yang lain.

d. Kecerahan

Kekeruhan air dapat dianggap sebagai indikator kemampuan air dalam

meloloskan cahaya yang jatuh kebadan air, apakah cahaya tersebut kemudian

disebarkan atau diserap oleh air. Semakin kecil tingkat kekeruhan suatu perairan,

semakin dalam cahaya dapat masuk kedalam badan air, dan demikian semakin

besar kesempatan bagi vegetasi akuatis untuk melakukan proses fotosintesis

(Sastrawijaya, 2000). Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar

secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis

tumbuh-tumbuhan yang menjadi tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber

makanan. Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungan dengan

perpindahan populasi hewan laut (Romimohtarto dan Juwana, 1999).

e. pH

Organisme air yang dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai

nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah.
11

Nilai pH yang ideal bagi organisme air pada umumnya terdapat antara 7 sampai

8,5. Kondisi perairan yang sangat asam maupun yang sangat basa akan

membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan

terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Keasaman air atau pH air sangat

berperan penting bagi kehidupan organisme laut, pada umumnya pH yang sangat

cocok untuk semua jenis hewan laut termasuk jenis tunicata berkisar antara

6,7-8,6 (APHA, 1992).


12
13

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

2020, di Perairan Pulau Hoga, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi,

Sulawesi Tenggara. Titik lokasi penelitian ditetapkan sebanyak 3 titik stasiun

yang dapat di lihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian


14

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan Bahan beserta kegunaannya


No Alat dan Bahan Satuan Kegunaan
A. Alat
- Termometer ᵒC Mengukur suhu perairan
- Handrefractometer ‰ Mengukur kadar salinitas perairan
- Roll meter (50 m) m Membuat garis transek
- Belt transect m² Pengamatan Ascidiacea
- Alat SCUBA - Membantu dalam pengamatan sampel
Ascidiacea
- Camera underwater - Alat dokumentasi
- Sabak - Alat tulis di bawah air
- Sechi disk - Mengukur kecerahan perairan
- Layangan arus - Mengukur kecepatan arus
- Stopwatch - Alat ukur waktu
- GPS (Global - Menentukan titik penelitian
Positioning System)
B. Bahan
- Ascidiacea Individu Objek pengamatan
- Buku identifikasi - Mengidentifikasi jenis Ascidiacea
Tunikata (Coral (1)
Reef Ascidians Of New
Caledonia, Monniot et
al., 1991, 2) Tropical
Pacific Invertebrates,
Patrik dan Charles
1995)
- Kertas lakmus & pH - Mengukur pH perairan
Indikator

C. Prosedur Penelitian

1. Survei Pendahuluan

Survei pendahuluan dilakukan untuk melihat lokasi awal penelitian secara

menyeluruh. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum dan memberi
15

gambaran keberadaan Ascidiacea dalam menentukan lokasi penelitian, sehingga

dapat memberi kemudahan pada saat melakukan penelitian.

2. Penentuan Stasiun

Setelah melakukan survei pendahuluan, dilakukan penandaan stasiun

penelitian menggunakan GPS untuk menandai titik stasiun penelitian yang akan

diteliti. Penentuan stasiun menggunakan metode purposive sampling dengan

melihat kondisi peraiaran (arus dan gelombang) dan kedalaman serta dapat

mewakili keberadaan organisme Ascidiacea. Stasiun penelitian ini berada

dibagian barat Pulau Hoga, hal tersebut dikarenakan Pulau Hoga yang cukup

luas sehingga dengan pertimbangan waktu, tenaga, dan keselamatan penelitian ini

terfokus pada bagian Barat Pulau Hoga. Selain itu mengingat bagian utara dan

timur Pulau Hoga memiliki arus yang cukup kuat sehingga cukup beresiko untuk

aktivitas penyelaman.

Penentuan stasiun dilakukan berdasarkan survei pendahuluan dengan

melihat keberadaan organisme Ascidiacea sebagai berikut:

Stasiun I : Terletak pada titik koordinat 5° 28' 64" LS - 123° 45' 33.58" BT
berdekatan dengan lampu mercusuar Pulau Hoga dengan kondisi
tutupan karang sedang dengan dominasi lifeform DCA dan lereng
terumbu dengan kemiringan 60˚.
Stasiun II : Terletak titik koordinat 5° 27' 54.36" LS - 123° 45' 20.12" BT
berdekatan dengan dermaga lama dengan kondisi tutupan karang
sedang hingga baik dengan dominasi lifeform DCA dan lereng
terumbu dengan kemirigan 90˚.
Stasiun III : Terletak pada titik koordinat 5° 27' 13.44" LS - 123° 45' 24.15" BT
berdekatan dengan dermaga baru dan pos jagawana dengan kondisi
16

tutupan karang sedang hingga baik dengan dominasi lifeform DCA


lereng terumbu dengan kemiringan 70˚.

3. Pengambilan Data Penelitian

a. Pengambilan Data Ascidiacea

Pengambilan data keanekaragaman, kepadatan, distribusi dan preferensi

dilakukan berdasarkan metode Sala, dkk. (2012) yang dimodifikasi pada ukuran

transek sabuk (belt transect) yaitu dengan pengamatan langsung atau visual

sensus sepanjang transek sabuk. Panjang garis transek yaitu 50 m dengan lebar

2 m sejajar garis pantai pada zona reef flat dan reef slope, dilakukan pengulangan

sebanyak dua kali pada masing-masing zona dengan jarak antar transek yaitu

10 m sebanyak 3 stasiun. Pengambilan data keanekaragaman dilakukan dengan

mengidentifikasi jenis Ascidiacea yang ditemukan pada transek sabuk kemudian

mendokumentasikan tiap jenis yang ditemukan. Selain itu juga dilakukan koleksi

bebas untuk melihat jenis Ascidiacea yang berada diluar transek sabuk.

Identifikasi Ascidiacea menggunakan buku Coral reef ascidian of New Caledonia

(Monniot et al., 1991).

Pengambilan data kepadatan dilakukan dengan mencatat jumlah individu

untuk setiap jenis Ascidiacea yang ditemukan sepanjang transek sabuk.

Pengamatan jenis substrat tempat melekat Ascidiacea dilakukan dengan melihat

pengelompokkan komponen penyusun terumbu karang berdasarkan bentuk

pertumbuhan (lifeform). Sketsa penempatan titik sampling dapat dilihat pada

Gambar 4.
17

Gambar 4. Sketsa Penempatan titik sampling

4. Pengambilan Data Parameter Pendukung

Parameter kualitas perairan yang dapat mempengaruhi kehidupan Ascidiacea

diukur secara langsung di lapangan meliputi kondisi tutupan karang suhu,

salinitas, kecepatan arus, kecerahan dan pH.

1. Tutupan Terumbu Karang

Metode transek garis atau Line Intercept Transect (LIT) digunakan untuk

mengetahui tutupan dasar terumbu karang dan kondisi terumbu karang

(English et al., 1997). Transek dibentangkan sepanjang 50 m sejajar garis pantai

menggunakan meteran roll. Pengamatan dilakukan dengan cara mencatat

bentuk-bentuk pertumbuhan karang (lifeform) dan komponen abiotik yang

menyinggung transek serta mengukur kisaran penutupan bentuk pertumbuhan

pada angka yang terbaca pada meteran roll. Garis transek yang digunakan untuk

mengukur kondisi terumbu karang juga digunakan untuk melakukan pengambilan

data Ascidiacea yaitu 2 kali ulangan pada zona reef slope dan reef flat.
18

2. Suhu

Suhu yang diukur adalah suhu perairan pada masing-masing stasiun.

Suhu perairan di ukur dengan menggunakan termometer dengan cara

mencelupkan ujung termometer kedalam badan perairan hingga angka yang

tertera pada termometer menunjukkan nilai konstan atau stabil. Pengukuran

dilakukan pada permukaan perairan.

3. Salinitas

Pengukuran salinitas menggunakan handrefractometer, sampel air diambil

pada permukaan perairan dengan menggunakan pipet, kemudian diteteskan

kedalam handrefractometer, selanjutnya membaca nilai skala yang tertera pada

handrefractometer.

4. Kecepatan Arus

Kecepatan arus diukur dengan menggunakan drift float (layangan arus)

yang dilengkapi dengan tali berskala 15 m. Layangan arus dilepas ke perairan

bersamaan dengan diaktifkannya stopwatch. Ketika tali menegang, stopwatch

dimatikan dan menghitung jarak tali, kemudian mencatat jarak dan waktu yang

digunakan sampai tali menegang. Untuk penentuan arah arus menggunakan

kompas (Fikhruddin, 2013).

Perhitungan kecepatan arus menggunakan rumus :


𝑆
𝑉 = 𝑡 ……………………………………………………………( 1 )

Keterangan :
V : Kecepatan arus (m/detik)
s : Jarak (m)
t : Waktu (detik)
19

5. Kecerahan

Pengukuran tingkat kecerahan air dapat diukur dengan mengunakan sechii

disc, alat ini berupa piringan berwarna hitam putih. Sechii disc diikat pada tali

yang sudah ditandai sentimeter kemudian diturunkan dari atas permukaan air

kedasar perairan sampai tidak bisa dilihat perbedaan warna hitam putih dan

ditandai batas tali, kemudian ditarik kepermukaan sampai terlihat pertama kali dan

ditandai panjang talinya. Selain itu untuk mengetahui total kedalaman perairan

diukur dengan menurunkan sechii disc sampai kedasar perairan. Untuk

menghitung data kecerahan menggunakan persamaan Kurniawan (2013) berikut

ini:
(H1+H2)

I% = 2
x 100 ………………………………………………………..…( 2 )
H total

Keterangan:
I : Kecerahan Perairan
H1 : Kedalaman secchii disc hingga tak nampak (m)
H2 : Kedalaman secchi disc ketika nampak (m)
H total : Kedalaman total perairan (m)

6. pH

Pengambilan data pH dilakukan dengan cara mencelupkan potongan kertas

lakmus kedalam sampel air laut kemudian kertas pH dicocokkan warna dengan

indikator warna pH untuk mendapatkan nilai pH air laut (Wahana dkk, 2015).

5. Analisis data

1. Keanekaragaman jenis
Keaneragaman jenis dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil

identifikasi jenis Ascidiacea yang diperoleh dalam pengambilan data penelitian.


20

2. Kepadatan

Kepadatan menyatakan perbandingan jumlah individu persatuan luas

dengan menggunakan persamaan berikut (Brower et al., 1989).

𝑁𝑖
Di= ……………………………………………………….…...( 3 )
𝐴

Keterangan :
Di : Kepadatan (individu/m²)
Ni : Jumlah individu jenis ke-i
A : Luas transek (m²)

3. Distribusi Jenis
Distribusi jenis menggunakan persamaan frekuensi kemunculan setiap
jenis pada stasiun pengamatan dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Odum, 1993):

(∑M)
F % =(∑st) x 100 …………………………………….………….……( 4 )

Keterangan:
F : Frekuensi kemunculan setiap jenis Ascidiacea
∑M : Jumlah kemunculan jenis ke-i pada setiap stasiun
∑st : Jumlah stasiun

4. Preferensi substrat

Data substrat yang ditempati Ascidiacea diperoleh dari hasil pengamatan

dengan mencacat jenis subtsrat yang ditempati setiap jenis Ascidiacea yang

ditemukan. Untuk mengatahui preferensi substrat yang ditempati Ascidiacea

yaitu dengan mengolah data substrat untuk mendapatkan substrat yang paling

banyak ditempati oleh Ascidiacea dan disajikan secara deskriptif dan grafik.

5. Persentase tutupan karang

Persentase tutupan setiap kategori lifeform terumbu karang dihitung

dengan menggunakan formula English, et al. (1997) sebagai berikut:


21

𝑛𝑖
Li %= ………………………………………………………………..……. ( 5 )
𝐿

Keterangan:
Li : Persentase penutupan karang (%)
ni : Panjang lifeform ke-i yang dilewati garis transek (cm)
L : Panjang transek (5000 cm)

Kriteria penutupan kondisi terumbu karang berdasarkan penutupan

karang hidupnya (Kepmen Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001) dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria Penutupan Terumbu Karang


Presentase Penutupan % Kondisi Terumbu Karang

0,0-24,9 Buruk
25,0-49,9 Sedang
50,0-74,9 Baik
75,0-100,0 Sangat Baik
22
23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Pulau Hoga merupakan salah satu pulau dalam gugusan pulau di kawasan

Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Secara administratif termasuk

kedalam wilayah Kecamatan Kaledupa, Desa Ambeua Raya, Kabupaten Wakatobi

yang secara geografis terletak antara 5º00’49,52”LS dan 119º19’38,82”BT. Luas

Pulau Hoga mencapai ±3.853 km² dengan batas geografis sebagai berikut :

- Sebelah utara berbatasan dengan Laut Banda

- Sebelah selatan berbatasan dengan Pulau Kaledupa

- Sebelah timur berbatasan dengan Laut Banda

- Sebelah barat berbatasan dengan Pulau Wangi-Wangi

Gambar Pulau Hoga dapat dilihat dibawah ini.

Gambar 5. Pulau Hoga


Sumber : (www.nativeindonesia.com, 2021)
24

Pulau Hoga merupakan salah satu pulau wisata di Kabupaten Wakatobi

Sulawesi Tenggara yang terkenal dengan wisata bawah airnya seperti diving dan

snorkeling. Selain itu Pulau Hoga juga menjadi lokasi penelitian mahasiswa

baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pulau Hoga diperkenalkan

pertama kali kepada masyarakat luas tentang keanekaragaman hayati laut setelah

ekspedisi Wallacea dari Inggris pada tahun 1995. Secara geografi Pulau Hoga

berada pada jarak ±40 menit dari Ibu Kota Kecamatan dan ±150 menit dari

Ibu Kota Kabupaten.

B. Hasil Penelitian

1. Keanekaragaman Ascidiacea

Berdasarkan hasil penelitian pada Perairan Pulau Hoga Taman Nasional

Wakatobi ditemukan 9 spesies Ascidiacea dari 4 famili. Berdasarkan koleksi

bebas tidak ditemukan jenis yang berbeda dengan yang berada dalam transek

sabuk. Keanekaragaman Ascidiacea dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Keanekaragaman Ascidiacea di Perairan Pulau Hoga Kecamatan


ffKaledupa Kabupaten Wakatobi
Jenis
Stasiun Kelas Famili
Slope Flat
Atriolum robustum Atriolum robustum
Didemnidae
Didemnum molle Didemnum molle
Polycitoridae Clavelina sp.
I Ascidiacea
Polycarpa aurata Polycarpa aurata
Styelidae Polycarpa sp. 1
Polycarpa sp. 2
Jumlah 6 3
25

Tabel 3. Lanjutan

Jenis
Stasiun Kelas Famili
Slope Flat
Atriolum robustum Atriolum robustum
Didemnidae Didemnum molle Didemnum molle
Lissoclinum patella Lissoclinum patella
Ascidiacea Clavelina sp.
II Polycitoridae
Siginella signifera
Polycarpa aurata Polycarpa aurata
Styelidae
Polycarpa sp. 2
Polycarpa sp. 1
Diazonidae Rhopalea sp.
Jumlah 9 4

Didemnidae Atriolum robustum Atriolum robustum


Didemnum molle Didemnum molle
Polycitoridae Clavelina sp.
III Ascidiacea Polycarpa aurata Polycarpa aurata
Styelidae Polycarpa sp. 1
Polycarpa sp. 2
Diazonidae Rhopalea sp.
Jumlah 7 3

2. Kepadatan

Kepadatan rata-rata Ascidiaea yaitu 6,73 individu/m². Kepadatan

Ascidiacea berdasarkan stasiun tertinggi pada stasiun I baik pada reef slope

maupun reef flat. Kepadatan Ascidiacea pada reef slope stasiun I yaitu

42,28 individu/m², sedangkan pada reef flat yaitu 5,55 individu/m². Kepadatan

Ascidicea berdasarkan stasiun dapat dilihat pada Gambar 5.


26

45.00 42,28
40.00
Slope
Kepadatan (Individu/m²)
35.00
Flat
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5,55
3,85 4,05
5.00 1,62 2,11
0.00
Stasiun I Stasiun II Stasiun III
Gambar 6. Kepadatan Ascidiacea berdasarkan stasiun

Kepadatan Ascidiacea tertinggi dari jenis Didemnum molle sebesar

54.67 individu/m² dan terendah jenis Polycarpa sp. 1. Kepadatan Ascidicea

Perairan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kepadatan Ascidiacea


Kepadatan (individu/m²) Kepadatan
berdasarkan
No Jenis Ascidiacea Stasiun I Stasiun II Stasiun III
jenis
Slope Flat Slope Flat Slope Flat (individu/m²)
1 Atriolum robustum 0,19 0,32 0,15 0,11 0,10 0,12 0,98
2 Clavelina sp. 0,37 0,45 0,37 1,18
3 Didemnum molle 4,42 41,74 2,36 1,13 3,23 1,79 54,67
4 Lissoclinum patella 0,23 0,23
5 Polycarpa aurata 0,42 0,23 0,63 0,16 0,23 0,21 1,86
6 Polycarpa sp. 1 0,05 0,06 0,05 0,16
7 Polycarpa sp. 2 0,13 0,20 0,08 0,41
8 Rhopalaea sp. 0,53 0,13 0,66
9 Sigillina signifera 0,48 0,48

3. Distribusi Jenis Ascidiacea

Hasil identifikasi jenis Ascidiacea di Perairan Pulau Hoga Taman Nasional

Wakatobi ditemukan sebanyak 9 jenis Ascidiacea. Jenis Atriolum robustum,

Didemnum molle, Polycarpa aurata dengan distribusi yang luas yaitu dengan
27

frekuensi kemunculan 100 % dan terendah dari jenis Lissoclinum patella dan

sigillina signifera sebesar 17%.

Distribusi jenis Ascidiacea pada Perairan Pulau Hoga Taman Nasional

Wakatobi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi jenis Ascidiacea pada Perairan Pulau Hoga Taman Nasional
…………Wakatobi
Jenis Ascidiacea Frekuensi Kemunculan (%)
Atriolum robustum 100
Clavelina sp. 50
Didemnum molle 100
Lissoclinum patella 17
Polycarpa aurata 100
Polycarpa sp. 1 50
Polycarpa sp. 2 50
Rhopalaea sp. 33
Sigillina signifera 17

4. Preferensi Substrat

Hasil pengamatan preferensi substrat Ascidiacea berdasarkan bentuk

pertumbuhan karang ditemukan 8 jenis substrat. Substrat jenis DCA menjadi

substrat yang paling banyak ditempati ascidiacea yaitu 8 jenis. Data hasil

pengamatan Prefereni substrat dapat dilihat pada Gambar 8.


28

10
8
8

Jumlah jenis 6
4 4
4 3
2 2
2

0
ACS CM R DCA S OT
Jenis substrat

Ket: ACS : Acropora Submassive, CM :Coral Massive, R: Rubble, DCA:


Death Cora With Alga, S: Sand, OT: Others
Gambar 7. Preferensi Substrat Ascidiacea Perairan Pulau Hoga
vbggggggTaman Nasional Wakatobi

5. Parameter Lingkungan

Hasil pengukuran parameter lingkungan dapat dilihat pada Tabel 6.


Tabel 6. Parameter Lingkungan Perairan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi
Parameter Lingkungan
Kedalaman
Stasiun
Suhu Salinitas Kecerahan Kecepatan (m)
(˚C) (ppt) % Arus (m/det) pH Slope Flat
I 30 34 98,81 0,40 7 7 3
II 30 34 100 0,24 7 7 3
III 31 34 100 0,25 7 7 3

C. Pembahasan

1. Keanekaragaman Ascidiacea

Keanekaragaman Ascidiacea di Perairan Pulau Hoga Taman Nasional

Wakatobi ditemukan sebanyak 9 jenis dari 4 famili Ascidiacea pada daerah reef

slope dan reef flat yaitu jenis A. robustum, Clavelina sp., D. molle, L. patella,

P. aurata, Polycarpa sp. 1, Polycarpa sp. 2, Rhopaleae sp. dan S. signifera.

Jumlah jenis Ascidiacea yang ditemukan pada Perairan Pulau Hoga lebih rendah
29

jika dibandingkan dengan yang ditemukan Sala, dkk. (2012) pada Perairan Teluk

Doreri, Manokwari sebanyak 12 jenis. Perbedaan kondisi dasar substrat perairan

berpengaruh terhadap keanekaragaman Ascidiacea disuatu perairan.

Ompi et al., (2019) Ada banyak faktor yang menyebabkan adanya perbedaan

jenis, dimana biota avertebrata dasar laut ditemukan, salah satunya adalah

substrat, waktu, dan ruang. Ascidiacea lebih menyukai jenis substrat karang, baik

karang hidup maupun karang mati sehingga akan lebih banyak ditemukan pada

perairan dengan substrat dasar karang mati maupun karang hidup dan berkurang

keanekaragamannya pada substrat pasir dan lumpur. Menurut

Edgar et al., (2011), kelimpahan tunikata lebih tinggi pada terumbu karang baik

yang hidup maupun yang mati, sedangkan kelimpahannya tunikata lebih rendah

pada substrat pasir, lumpur dan patahan karang.

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan jumlah jenis Ascidiacea

pada zona reef slope dan reef flat dimana pada zona reef slope dari ketiga stasiun

penelitian ditemukan 9 jenis Ascidiacea sedangkan pada reef flat hanya 4 jenis.

Perbedaan jumlah jenis yang ditemukan pada zona reef slope dan reef flat

disebabkan karena perbedaan substrat dasar pada kedua zona tersebut.

Menurut Sala, dkk. (2012), Substrat merupakan salah satu parameter fisik yang

penting dan sangat mempengaruhi keberadaan organisme bentik termasuk

ascidian. Perbedaan kondisi tutupan karang pada zona reef slope dan reef flat,

dimana pada zona slope persentase karang mati lebih tinggi jika dibandingkan

dengan persentase karang mati pada reef flat (Lampiran 1).


30

Perbedaan jumlah jenis Ascidiacea yang ditemukan pada daerah reef slope

dan reef flat juga disebabkan karena adanya perbedaan kedalaman antara kedua

zona terumbu karang tersebut. Pada zona reef flat pengamatan dilakukan pada

kedalaman 3 meter sedangkan pada reef slope pada kedalaman 7 m. Kedalaman

menjadi faktor pembatas sebaran vertikal Ascidiacea, Poore et al., (2015)

menyatakan bahwa jenis dan sebaran biota Ascidiacea dibatasi oleh sebaran

vertikal (kedalaman) dan horizontal pada kondisi habitat yang berbeda.

Hasil penelitian Sala, dkk. (2012) menunjukkan bahwa Ascidiacea

ditemukan lebih melimpah pada kedalaman 10 meter dibandingkan pada perairan

yang lebih dangkal. Kedalaman perairan berpengaruh terhadap Ascidiacea dimana

semakin bertambah kedalaman maka kecepatan arus akan semakin berkurang.

Arus menjadi faktor pembatas dari pertumbuhan Ascidiacea, arus yang kuat akan

menghambat pertumbuhan Ascidiacea karena dapat menyebabkan Ascidicea

terlepas dari substrat tempat menempel. Kecepatan arus yang diperoleh pada

lokasi penelitian berkisar antara 0,24-0,40 m/s, masih termasuk dalam kategori

yang sesuai untuk pertumbuhan Ascidiacea. Arus yang kuat akan menghambat

pertumbuhan Ascidiacea karena dapat menyebabkan Ascidicea terlepas dari

substrat tempat menempel. Arus juga berperan terhadap pertumbuhan Ascidiacea

dimana arus mempengaruhi penyebaran plankton yang menjadi makanan dari

Ascidiacea.

2. Kepadatan Ascidiacea

Kepadatan Ascidiaea di Perairan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi

berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 5 menunjukkan kepadatan tertinggi


31

ditemukan pada stasiun 1. Tinggginya kepadatan Ascidiacea pada stasiun 1

dimungkinkan karena tingginya tutupan karang mati (karang mati yang ditumbuhi

alga) pada stasiun tersebut baik pada zona reef flat dan zona reef slope.

Persentase karang mati (karang mati yang ditumbuhi alga) pada stasiun 1 yaitu

30.24% pada zona reef flat lebih tinggi dari persentase karang mati pada stasiun 2

maupun 3. Tingginya persentase karang mati (karang mati yang ditumbuhi alga)

berpengaruh terhadap kepadatan Ascidiacea dimana Ascidiacea menyukai substrat

karang mati dibandingkan jenis substrat yang lain. Menurut Malintio, dkk. (2020),

jenis substrat DCA merupakan substrat yang dominan ditempati oleh Ascidiacea.

Substrat karang mati yang ditumbuhi alga menjadi substrat yang disukai karena

substrat tersebut tidak memiliki sistem pertahanan seperti halnya pada karang

hidup dimana pada karang hidup memiliki sistem pertahanan diri yang disebut

cnidosit.

Kompetisi makan pada karang mati yang ditumbuhi alga tidak terjadi seperti

yang ditemukan pada karang hidup dimana karang dan Ascidiacea memiliki

makanan yang sama yaitu plankton. Tingginya kepadatan distasiun 1 disebabkan

karena pada zona reef flat stasiun 1 substrat dasarnya didominasi oleh karang mati

yang ditumbuhi alga dan berasal dari karang massive yang disukai oleh

Ascidiacea sebagai tempat melekat. Hal ini dapat dilihat pada Ascidiacea jenis

D. molle yang banyak ditemukan membentuk koloni pada karang mati yang

berbentuk karang massive. Menurut Edgar, et al. (2011) menyatakan bahwa

D. molle merupakan hewan yang memiliki kemampuan berkoloni dan memiliki


32

pertumbuhan yang sangat cepat, daya adaptasi yang baik serta dapat dominan di

lingkungan dengan bahan organik yang tinggi.

Kepadatan suatu spesies sangat dipengaruhi oleh faktor ekologi meliputi

fisik dan biologi, seperti arus, suhu, intensitas cahaya, dan kondisi substrat serta

ketersediaan makanan (Nybakken, 1992). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi

perairan pada lokasi penelitian sangat mendukung untuk pertumbuhan Ascidiacea

jenis tersebut. Hasil pengukuran suhu pada lokasi penelitian diperoleh suhu

yaitu 30-31 ˚C dan salinitas 34 ppt, kondisi tersebut secara umum masih sesuai

untuk pertumbuhan Ascidiacea. Menurut Kott (1972), suhu perairan juga

berpengaruh terhadap keberadaan Ascidian dengan kisaran suhu optimal, yaitu

22-29 ºC dan salinitas optimum pada 30-32 ‰. Selain itu Ascidiacea koloni jenis

D. molle dapat menjadi kompetitor ruang bagi pertumbuhan karang karena dapat

menghambat proses pertumbuhan terumbu karang. Ascidiacea menempati ruang

pada permukaan karang dan membentuk kolonisasi yang menyebabkan bagian

permukaan karang akan mengalami kematian dan dapat menyebabkan gangguan

kesehatan pada karang. Patrik & Charles, (1995) menyatakan bahwa Ascidiacea

genus Didemnum merupakan Ascidiacea koloni yang dapat membunuh terumbu

karang dengan penempelan dalam jumlah yang banyak pada permukaan karang

yang sehat dan memutus distribusi cahaya yang menyebabkan kematian pada

terumbu karang.

3. Distribusi Jenis Ascidiacea

Hasil pengamatan menujukan bahwa dari 9 jenis Ascidiacea yang

ditemukan di Perairan Pulau Hoga terdapat 3 jenis Ascidiacea yang memiliki


33

distribusi yang luas dengan ditemukan pada setiap stasiun baik pada zona reef

slope maupun reef flat, yaitu D. molle, A. robustum dan P. aurata ketiga jenis

Ascidiacea tersebut memiliki distribusi yang luas dan ditemukan pada setiap zona

stasiun pengamatan. Tingginya distribusi dari ketiga jenis tersebut salah satunya

diakibatkan karena kemampuannya untuk hidup dan beradaptasi pada berbagai

jenis substrat. D. molle adalah jenis Ascidiacea yang memiliki kemampuan

adaptasi terhadap kondisi lingkungan sehingga jenis ini memiliki distribusi yang

luas. Edgar, et al. (2011) menyatakan bahwa D. molle merupakan hewan yang

memiliki kemampuan berkoloni dan memiliki pertumbuhan yang sangat cepat,

daya adaptasi yang baik serta dapat dominan di lingkungan dengan bahan organik

yang tinggi.

Beberapa jenis Ascidiacea hanya ditemukan pada zona slope yaitu

Clavelina sp., Polycarpa sp. 1, Polycarpa sp. 2, Rhopaleae sp., dan S. signifera.

Hal tersebut disebabkan karena kemampuan adaptasi dari setiap jenis Ascidiacea

yang berbeda-beda, pada zona slope kedalaman akan bertambah sehingga

kecepatan arus akan menurun. Arus menjadi faktor pembatas dari distribusi jenis

Ascidiacea, Arus yang kuat dapat menyebabkan terlepasnya tubuh ascidiaea dari

substrat tempat melekat. Edgar, et al. (2011) menyatakan tunikata merupakan

hewan sesil maka arus dan gelombang merupakan faktor pembatas distribusi dan

kelimpahannya. Eksplorasi Ascidiacea telah banyak dilakukan seperti yang

dilakukan oleh Dewi, dkk. (2013) melakukan penelitian tentang anti tumor dan

antioksidan terhadap Ascidiacea yang diambil dari Perairan Taman Nasional

Wakatobi, dimana Ascidiacea (jenis tidak teridentifikasi) tersebut yang aktif


34

terhadap tiga jenis sel lestari tumor. Ascidiacea juga telah dimanfaatkan secara

komersil sebagai bahan pangan di Jepang dan Korea sejak tahun 1982 yaitu jenis

Halocynthia roretzi.

4. Preferensi Substrat

Ascidiacea yang merupakan hewan sesil menjadikan keberadaannya di

perairan erat kaitannya dengan kondisi dasar substrat perairan. Pengamatan jenis

substrat yang ditempati Ascidiacea berdasarkan bentuk pertumbuhan terumbu

karang (Lampiran 1). Beberapa jenis Ascidiacea ditemukan menempati beberapa

jenis substrat, atau tidak hanya di satu jenis substrat saja. Substrat yang paling

banyak ditempati Ascidiacea adalah Death Coral with Alga (DCA) dengan 8

jenis, diikuti Acropora Submassive (ACS) dan Coral Masssive (CM) 4 jenis,

Rubble (R) 3 jenis serta Others dan Sand (S) 2 jenis. Hasil penelitian

Malintoi, dkk. (2020) menunjukan substrat DCA menjadi substrat yang paling

banyak ditempati Ascidiacea yaitu sebanyak 18 jenis. Hal tersebut dimungkinkan

karena pada karang hidup terdapat cnidosit yang digunakan terumbu karang

sebagai sistem pertahanan dari organisme lain dan juga untuk menangkap mangsa.

Sehingga mempengaruhi proses penempelan dari organisme Ascidiacea.

Ascidiacea Polycarpa sp. 1 merupakan salah satu jenis Ascidiacea soliter yang

dapat ditemukan pada substrat pasir maupun lumpur karena memiliki tunik yang

dapat melekat pada substrat pasir dan lumpur. Monniot et al., (1991), mengatakan

ascidia soliter tuniknya dapat menempel pada pasir atau lumpur dengan papila

perekat atau dengan proses seperti rambut.


35

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Keanekaragaman Ascidiacea yang ditemukan di Barat Pulau Hoga Taman

Nasional Wakatobi berasal dari 4 Famili terdiri dari 9 jenis yaitu A. robustum,

Clavelina sp., D. molle, L. patella, P. aurata, Polycarpa sp. 1, Polycarpa sp. 2,

Rhopaleae sp., dan S. signifera.

2. Kepadatan rata-rata Ascidiacea sebesar 6,73 individu/m². Kepadatan

berdaasarkan jenis Ascidiacea tertinggi pada penelitian ini yaitu dari jenis

D.molle 54,67 individu/m². Kepadatan berdasarkan stasiun tertinggi pada

stasiun I yaitu 42,28 individu /m² pada reef slope dan 5,55 individu/m² pada

reef flat.

3. Ascidiacea yang memiliki distribusi yang luas adalah jenis D. molle,

A. robustum dan P. aurata dengan ditemukan pada setiap zona dan stasiun

penelitian.

4. Preferensi Substrat yang paling banyak ditempati Ascidiacea yaitu jenis death

coral with alga (DCA).

B. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya agar adanya penelitian tentang

keanekaragaman Ascidiaea pada daerah Taman Nasional Wakatobi dengan

karakteristik perairan yang terbuka sehingga dapat dibandingkan

keanekaragamannya.
36
37

DAFTAR PUSTAKA

Abrar, Muhammad dan A.E.W Manuputty, A. E. W., 2008. Inventarisasi dan


Sebaran Biota Ascidian di Terumbu Karang Perairan Berau Kalimantan
Timur. Oseanologi dan Limnologi Indonesia Vol (1) 34 : 47-66.
APHA. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater.
4th edition. American Public Washington DC.Health Association,
Balai TN Wakatobi. (2008). Rencana Pengelolaan Jangka Panjang TN Wakatobi
Tahun 1998 s/d 2023 (Revisi 2008). Bau-Bau: Balai TN Wakatobi.
Bone Q., ed. (1998). The Biology of Pelagic Tunicates. Oxford: Oxford
University Press. Acomprehensive review of the anatomy and biology of
Thaliacea and Larvacea.
Brower JE, Zar, JH dan Ende CNV. 1989. Field and Laboratory Method for
General Ecology Fourth Edition. McGraw-Hill Publication. Boston,
USA.
Chen, L., Hu, J.S., Xu, J.L., Shao, C.L. and Wang, G.Y., 2018. Biological and
chemical diversity of ascidianassociated microorganisms. Marine drugs,
Vol 16(10): 1-33.
Collen, B., Loh, J., Whitmee, S., McRAE, L., Amin, R., & Baillie, J. E. M.
(2009). Monitoring change in vertebrate abundance: the Living Planet
Index. Conservation Biology, 23(2), 317-327.
Draughon, L.D., Scarpa, J., & Hartmann, J.X. 2010. Are filtration rates for the
rough tunicate Styela plicata independent of weight or size?. Journal of
Environmental Science and Health - Part A Toxic/Hazardous Substances
and Environmental Engineering, 45(2), 168–176.
Edgar, G. J., Banks, S. A., Bessudo, S., Cortés, J., Guzmán, H. M., Henderson, S.,
Martinez, C., Rivera, F., Soler, G., Ruiz, D., & Zapata, F. A. (2011).
Variation in reef fish and invertebrate communities with level of protection
from fishing across the Eastern Tropical Pacific seascape. Global Ecology
and Biogeography, 20(5), 730-743.
English, S., C. Wilkinson and V. Baker. 1997. Survey manual for tropical marine
resources-Australia Marine Science Project Living Coastal
Resources.Australia, 390 pp.
Fikruddin, BAH., 2013. distribusi dan keanekaragaman tunikata (ascidiacea) pada
kondisi perairan yang berbeda di pulau badi, bone batang dan lae-lae.
Skripsi Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Hutabarat, S., dan S. M. Evans, 2000. Pengantar Oseanografi. Universitas
Indonesia-Press, Jakarta.
38

Jae, YL., Michael, JW., Eunah, H., Kwang, SC., Won, CL., 2020. Growth of the
longline-cultured sea squirt Halocynthia roretzi in a temperate bay of
Korea: Biochemical composition and physiological energetic.
Aquaculture. 416 (734526):1-10.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2001. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku
Kerusakan Terumbu Karang. Jakarta.
Kubelaborbir, T. M. 2010. Inventarisasi dan Karakterisasi Ascidiacea di Perairan
Pantai Malalayang Sulawesi Utara dan Identifikasi Molekular Prochloron
sp. Yang Berasosiasi Dengan Ascidiacea. Tesis. Tidak Dipublikasikan.
FPIK Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Kurniawan.2013. Analisis Kualitas Air Dilihat dari Total Suspended Solid (TSS)
di Perairan Pulau Pahawang Lampung. Jurnal Praktek Laut.
Litaay M., Grace C., Risco G.B., Zaraswati D., 2015. Bioaktivitas Simbion
Tunikata Polycarpa aurata Sebagai Antimikroba. Seminar Nasional
Biologi ke XXIII PBI. 8-11 September 2015. Jayapura, Indonesia.
Malintoi. A., Inneke F. M. Rumengan, Kakaskasen A. Roeroe1 , Veibe W, Ari B.
Rondonuwu, Medy O., 2020. Komunitas Ascidia Di Pesisir Malalayang
Dua, Teluk Manado, Sulawesi Utara. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis.
8(1):39-46.
McClintock, J.B dan B.J. Baker. 2001. Marine and Chemical Ecology. CRC
Press. Boca Raton.
Monniot, C. F., P. Monniot & Laboute. 1991. Coral Reef Ascidians of New
Caledonia. Institut Francais de Recherche Scientifique Pour le
Developpement en Cooperation. Collection Faune Tropicaleno 30. Paris:
247 pp.
Naranjo. S. A., Carballo, J. L., Garcia G. J. C., 1996. Effects of environmental
stress on ascidian populations in Algeciras Bay (southern Spain). Possible
marine bioindicators., Marine Ecology Progress Series. 144:119-131.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Pt. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan Tjahjono Samingan. Edisi
Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ompi P.M., Boneka F. B., Ompi M., Rimper J. R. T. S. L., Roeroe K. A., dan
Kambey A. D. 2019. Kelimpahan, Distribusi, dan Keanekaragaman
Nudibranchia di Nudifall dan Nudiretreat Selat Lembeh, Sulawesi Utara.
Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 7(2).
Opa, S.L., Deiske A.S., Silvester B.P., Billy T.W., Gustaf F.M., Elvy L.G. Medy
O., 2015. Struktur Komunitas Ascidian Di Perairan Mike’s Point
39

Bunaken Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah PLATAX.


Vol 8(1): 61-70.
Patrick, LC and Charles Arneson., 1995. Tropical Pacific Invertebrates. Coral
Reef Press. California.
Pineda, M. C., Turon, X., & López-Legentil, S. (2012). Stress levels over time in
the introduced ascidian Styela plicata: the effects of temperature and
salinity. Cell Stress and Chaperones 4(17):435–444.
Poore, G. C., Avery, L., Błażewicz-Paszkowycz, M., Browne, J., Bruce, N. L.,
Gerken, S., Glasby, C., Greaves, E., McCallum, A. W., Staples, D., Syme,
A., Taylor, J., Walker-Smith, G., Warne, M., Watson, C., Williams, A.,
Wilson, R. S., & Woolley, S. (2015). Invertebrate diversity of the
unexplored marine western margin of Australia: taxonomy and
implications for global biodiversity. Marine Biodiversity, 45(2), 271-286.
Romimohtarto, Kasijan dan Sri Juwana. 1999. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan
Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi –
LIPI. Jakarta.
Rudman, W.B. 2000 Ascidians - Sea squirts, Tunicates [In} Sea Slug Forum.
http://www.seaslugforum.netJascidian.htm. [ Diakses November 2020]
Sala, R., Tururaja, T., & Mampioper, X. (2012). Distribusi Ascidian Berdasarkan
Kedalaman Perairan Di Kawasan Terumbu Karang Teluk Doreri
Manokwari. Dalam Prosiding Seminar Nasional Tahunan IX Hasil-Hasil
Penelitian Perikanan dan Kelautan. 14 Juli 2012. Yogyakarta, Indonesia.
Saputri, PM., 2019. Kelimpahan dan Keanekaragaman Tunikata (Ascidiacea) di
Perairan Jemeluk dan Penuktukan, Bali. Journal of Marine and Aquatic
Sciences. 5(1):11-21.
Sardiani, N., 2015. potensi tunikata Rhopalaea sp sebagai sumber inokulum
bakteri endosimbion penghasil antibakteri; 1. karakterisasi isolate. Jurnal
Alam dan Lingkungan. 6(11).
Sastrawijaya, 2000, Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta.
Suwingyo, S., W. Bambang, dan W. Yusli. 2005. Avertebrata Air Jilid I. Penerbit
Swadaya, Jakarta.
Wahana S, Hadiratul K dan Muhammad N. 2015. Komposisi Jenis dan Kepadatan
Anemon Laut di Perairan Pantai Barat Pulau Barrang Lompo Kota
Makassar, Sulawesi Selatan. ISBN: 978-602-71759-1-4.
40
41

LAMPIRAN
42
43

Lampiran 1. Persentase Tutupan Karang di Lokasi Penelitian (%)

BENTUK ( Stasiun 1) (Stasiun 2) (Stasiun 3)


PERTUMBUHAN
Slope Flat Slope Flat Slope Flat
KARANG HIDUP
Acropora
Acropora Branching (ACB) 1.86 1.1 0.16 4.49 1.18 5.63
Acropora Encrusting (ACE) 13.17 12.88 4.28
Acropora Digitate (ACD) 0.63 0.98
Acropora Submassive (ACS) 2.22 5.73 4.83 25.67 5.59 15.51
Acropora Tabulate (ACT) 1.72 2.04 6.24 7.32
Non Acropora
Coral Encrusting (CE) 5.94 10.48 11.93
Coral Foliose (CF) 2.43 1.05 2.16
Coral Heliopora (CHL) 14.7 1.08
Coral Massive (CM) 4.03 7.45 2.35 16.21 14.8 24.71
Coral Mushroom (CMR) 0.25 0.13 0.19 0.09
Karang Mati
Death Coral with Alga
(DCA) 30.24 21.44 24.47 15.74 19.65 8.69
BIOTIK LAIN
Soft Coral (SC) 3.94 20.06 0.96 5.67 5.45 11.1
Sponge (SP) 2.34 0.38 1.94 2.62 1.28
Others (OT) 0.9 0.94 0.59 1.4
Zoanthids (ZO) 1.82
ABIOTIK
Sand (SD) 1.89 7.01 12.61 9.46
Rubble (R) 14.23 12.71 16.75 8.09 18.9 2.36
Water (W) 14.84 5.39 21.2 4.56 14.78 10.39
Acropora 18.97 8.87 17.87 36.4 11.68 29.44
Non Acropora 12.65 23.2 14.99 16.34 26.92 25.88
% P. Karang Hidup 31.62 32.07 32.86 52.74 38.6 55.32
% P. Karang Mati 30.24 21.44 24.47 15.74 19.65 8.69
% P. Komponen Biotik
Lain 7.18 21.38 4.72 6.26 8.07 13.78
% P. Komponen Abiotik 30.96 25.11 37.95 25.26 33.68 22.21
JUMLAH 100 100 100 100 100 100
KATEGORI SEDANG SEDANG SEDANG BAIK SEDANG BAIK
44
45

Lampiran 2. Dokumentasi jenis Ascidiacea yang ditemukan pada perairan Pulau


Hoga Taman Nasional Wakatobi

Didemnum molle Atriolum robustum Clavelina sp.

Lissoclinum patella Polycarpa aurata Polycarpa sp. 1

Polycarpa sp. 2 Rhopalea sp. Siginella signifera


46
47

Lampiran 3. Dokumentasi Pengambilan Data dan Pengukuran Parameter


ghLingkungan

Perjalanan menuju lokasi penelitian Pembentangan garis transek

Pendataan terumbu karang Penghitungan jumlah individu


Ascidiacea

Pengukuran pH perairan Pengukuran Kecerahan Perairan


48

Anda mungkin juga menyukai