SKRIPSI
Oleh:
JURAINI WAEL
NIM. 2016-64-049
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
OLEH :
JURAINI WAEL
NIM : 2016-64-049
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
RIWAYAT PENDIDIKAN
Juraini Wael, lahir di Wakal, 10 Juli 1996, anak pertama dari dua
bersaudara, dari Ayah (Alm) Rasyid Wael dan ibu Aina Saulatu. Jenjang
pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis sebagai berikut : pada tahun 2002
menjadi siswa di Sekolah Dasar SD Negeri 2 Wakal dan lulus pada tahun 2008.
Kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama pada
SMP LKMD Wakal dan lulus pada tahun 2011. Selanjutnya ke Sekolah
Menengah Atas SMA Negeri 7 Leihitu dan lulus pada tahun 2014.
Masuk perguruan tinggi tahun 2016 melalui Jalur Mandiri dan diterima
pada Program Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan
Dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura.
iv
DEDIKASI
Keluarga Tercinta
Almamater Kebanggaan
RINGKASAN
ABSTRAC
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas limpahan rahmat dan hidayat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Komunitas Lamun Di Perairan Pantai Tagepe, Morela Maluku
Tengah”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik
di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Universitas Pattimura.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang telah
membantu dan membimbing penulis dalam proses pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Untuk
itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun guna penyempurnaan lebih lanjut. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Penulis
viii
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Karena itu dengan segala rasa hormat
dan ketulusan hati, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih dan
1. Ir. I. Kesaulya, M.Sc, Ph.D. selaku Pembimbing I yang dengan sabar dan tulus
penelitian ini.
3. Alm papa, mama, adikku Nurhaini, serta keluarga lainnya yang senantiasa
memberikan nasehat, motivasi semangat dan doa yang tiada hentinya bagi
penulis.
4. Dr. Yunita. A. Noya, S.Pi, M.Si selaku penasehat akademik yang telah
5. Dr.Ir. Domey Lowis Moniharapon, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
6. F. F. Lokollo, S.Pi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Kelautan yang telah
7. Dekan dan Para Wakil Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Pattimura.
8. Para dosen Program Studi Ilmu Kelautan atas segala ilmu, motivasi, dan
Fakultas Perikan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan dan Program Studi
Ilmu Kelautan.
9. Teman–teman IK 2016, Afied, Mutia, Pole, Theo, Abdi, Aldi, Nadzir, Zaky,
Saiful serta lainnya yang tidak dapat disebutkan satu demi satu yang telah
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu yang dengan
Ambon,Oktobe
r 2022
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul...............................................................................................i
Lembaran Pengesahan.................................................................................ii
Riwayat Pendidikan ...................................................................................iii
Abstrak ........................................................................................................iv
Abstrack .........................................................................................................v
Kata Pengantar............................................................................................vi
Ucapan Terima Kasih................................................................................vii
Daftar Isi........................................................................................................x
Daftar Gambar...........................................................................................xii
Daftar Tabel...............................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................1
1.3 Manfaat.....................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Lamun......................................................................................2
2.2 Habitat dan Penyebaran Lamun................................................................3
2.3 Parameter Lingkungan Perairan Lamundan Keragaman jenis lamun......3
BAB III METODOLOGI
3.1 Waktu Dan Lokasi Penelitian...................................................................6
3.2 Alat Dan Bahan.........................................................................................7
3.3 Metode Penelitian.....................................................................................7
3.4. Identifikasi Keragaman Jenis .................................................................8
3.4. Analisa Data ............................................................................................8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi.....................................................................................10
4.2 Komposisi Spesies Lamun Perairan Negeri Morela...............................11
4.3 Kerapatan Spesies Dan Kerapatan Relatif Spesies ................................ 13
4.4 Frekuensi Kehadiran dan Frekuensi Relatif .......................................... 16
xi
Daftar Gambar
Nama Hal
Daftar Tabel
Nama Hal
BAB I
PENDAHULUAN
sebelumnya. Oleh karena itu hasil penelitian ini diharapkan sebagai infromasi terbaru
keragaman spesies lamun dan struktur komunitas lamun di perairan pantai Morela.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cymodocea
rotundata
Cymodocea
serullata
Halophila
pinifolia
Halodule
uninervis
Halophila
ovalis
Halophila
spinulosa
5
Halophila
decipiens
Syringodium
isoetifilum
Thalassia
hemprichii
Thalasiodendr
on ciliatum
2008). Berbagai penelitian tentang keragaman spesies lamun dan struktur komunitas
telah dilakukan dibeberapa perairan pantai di Pulau Ambon. Tuapatinaya, dkk.,
(2021) jumlah spesies lamun di tiga lokasi berbeda yaitu di Morela ditemukan 5
spesies, Suli ditemukan 7 spesies dan Poka 4 spesies, sedangkan Irawan dan Nganro
2016 dalam Tuapatinaya (2021) dan Tuhumury (2008) menemukan 6 spesies di
perairan pantai Teluk Ambon Dalam. Spesies lamun yang ditemukan di pantai Poka
oleh 3 peneliti sebelumnya adalah Halodule pinifolia, Enhalus acoroides, Thalassia
hemprichii, Halophila ovalis (Tuapatinaya dkk., 2021, Tuhumury, 2008 dan Setyono,
1993) sedangkan Tuapatinaya dkk., (2021) juga menemukan Halophila minor yang
tidak ditemukan oleh 2 peneliti sebelumnya namun Cymodocea rotundata yang
ditemukan oleh (2008) dan Setyono (1993) tidak ditemukan oleh Tuapatinaya dkk.,
(2021).
Menurut buku Status Padang Lamun 2018, jumlah spesies lamun di dunia
adalah 60 spesies, yang terdiri atas 2 suku dan 12 marga ( Kuo an McComb 1989).
Di perairan indonesia terdapat 13 spesies, yang terdiri atas 2 suku dan 7 marga.
Spesies lamun yang dapat dijumpai adalah 12 spesies, yaitu Enhalus acoroides,
Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule
pinifolia, Halodule uninervis, Halophila decipiens, Halophila ovalis, Halophila
minor, Halophila spinulosa, Syringodium isoetifolium, dan Thalassodendron
ciliatum. Ada satu jenis lamun lainnya yang ditemukan oleh Kuo (2007) yaitu jenis
lamun Halophila sulawesii.
2.3 Parameter Lingkungan Perairan Lamundan Keragaman spesies lamun
Parameter lamun diatur oleh sifat-sifat fisik, kimia dan biologis lingkungan
dimana lamun tumbuh. Suhu, cahaya yang cukup, kedalaman perairan, nutrien,
salinitas, substrat yang cocok dan karbon anorganik adalah kebutuhan dasar lamun
untuk berfotosintesa (Hartati, dkk 2017). Nybakken (1992) kisaran suhu optimal bagi
perkembangan spesies lamun adalah 28°-30°C, sedangkan untuk fotosintesis lamun
membutuhkan suhu optimum antara 25°-35°C dan pada saat cahaya penuh.
Kemampuan proses fotosintesis akan menurun dengan tajam apabila suhu perairan
berada di luar kisaran tersebut.
Menurut Putri (2004), spesies lamun akan ditemukan berbeda berdasarkan
kedalaman perairan. Selain itu kedalaman mempunyai hubungan yang erat dengan
7
stratifikasi suhu, penetrasi cahaya, serta zat-zat hara. Hal ini sependapat dengan
pernyataan Hutabarat dan Evans (1985) bahwa kedalaman suatu perairan sangat erat
hubungannya dengan penetrasi cahaya matahari ke dalam kolom air yang digunakan
oleh tumbuhan berklorofil untuk fotosintesis. Tumbuhan-tumbuhan tersebut tidak
dapat hidup terus menerus tanpa adanya cahaya matahari yang cukup.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan spesies lamun diantaranya
kedalaman, kecerahan, arus, air dan tipe substrat. Morfologi lamun juga berpengaruh
terhadap kerapatan spesies lamun (Kiswara, 2004). Ekosistem padang lamun dibatasi
oleh beberapa faktor lingkungan yaitu suhu, cahaya, salinitas, kedalaman, substrat
dasar, nutrien dan pergerakan air laut (ombak, arus, pasang surut). Faktor lingkungan
tersebut juga mempengaruhi kelimpahan dan kerapatan lamun pada suatu daerah,
sehingga jumlah dan kelimpahan lamun akan berbeda-beda pada setiap daerah
padang lamun (Minerva, 2014).
Perbedaan kerapatan lamun biasanya dapat terjadi akibat perbedaan kondisi
lingkungan. Lingkungan yang memiliki kandungan bahan organik yang tinggi
umumnya memiliki kerapatan spesies lamun yang lebih besar. Komposisi jenis
lamun, lebih dipengaruhi oleh karakteristik substrat, suhu dan salinitas. Jenis substrat
yang berukuran halus umumnya memiliki kandungan bahan organik yang lebih
tinggi (Priosambodo, 2011 dalam Prissambodo, 2014).
8
BAB III
METODE PENELITIAN
Diketahui :
Di = Kerapatan spesies (tegakan/m2 )
Ni = Jumlah total tegakan species
A = Total kuadrat pengamatan
Kerapatan relatif adalah perbandingan antara jumlah individu spesies dan
jumlah total individu seluruh spesies, bertujuan untuk mengetahui persentase
kerapatan per spesies dalam total jumlah seluruh spesies (Odum, 1998).
¿
RDi = Ʃn x 100%
diketahui :
RDi = Kerapatan relatif
Ni = Jumlah total tegakan species i
∑n = Jumlah total tegakan semua spesies
Spesies yang mempunyai nilai frekuensi yang besar umumnya memiliki daya
adaptasi yang lebih besar terhadap faktor lingkungan yang berbeda. Frekuensi spesies
dihitung dengan rumus menurut (Odum, 1998).
Pi
Fi = ƩP
Diketahui:
11
Fi = Frekuensi spesies
Pi = Jumlah kuadrat pengamatan dimana ditemukan species-i
∑p = Jumlah total kuadrat pengamatan
Frekuensi relatif (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi species (Fi)
dengan jumlah frekuensi semua spesies (∑Fi), bertujuan untuk mengetahui
presentase penyebaran spesies lamun tersebut dalam komunitas (Odum, 1998).
Fi
RFi = ƩF x 100%
Diketahui:
RFi= Frekuensi Relatif
Fi = Frekuensi species-i
∑Fi= Jumlah frekuensi semua spesies
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Klasifikasi:
Kingdom: Plantae
Phylum: Tracheophyta
Class: Spermatopsida
Order: Alismatales
Family: Hydrocharitaceae
Genus: Thalassia
Species: Thalassia hemprichii,
Enhalus acoroides
Spesies lamun S.isoetifolium dan T.hemprichi ditemukan pada semua kuadrat
dan transek, sedangkan spesies E.acoroides ditemukan hanya pada transek 1,2 dan 3
(Tabel 4).
Secara morfologi tiga spesies lamun ini memiliki perbedaan bentuk akar,
rhizoma daun maupun ukuran daun. Perbedaan komposisi spesies lamun dan sebaran
pada masing-masing lokasi penelitian ini diduga berkaitan dengan kemampuan
adaptasi spesies lamun tersebut terhadap kondisi lingkungan yang berbeda.
14
hemprichii umumnya tumbuh dominan pada substrat pasir karbonat dan pecahan
karang (rubble), membentuk komunitas campuran (Prisambodo, 2014).
frekuensi kehadiran terendah pada S.isoetifolium dengan nilai 0.50 pada transek 6. S.
isoetifolium, utamanya tumbuh pada dasar berlumpur di daerah sublitoral, dapat
membentuk suatu padang rumput bawah laut. Kondisi lingkungan yang dibutuhkan
oleh S.isoetifolium adalah perairan yang agak dalam sehingga tidak terpapar dalam
jangka waktu yang relatif lama. Kuriandewa (2009) mengemukakan bahwa
S.isoetifolium dijumpai pada substrat berlumpur sampai pasir dengan kedalaman
maksimum 6 meter, tidak dijumpai pada tempat-tempat yang mengalami pemaparan
jangka panjang saat surut rendah (Hartati, 2017).
4.3.3 Persentase penutupan lamun
Persentase penutupan lamun menggambarkan seberapa luas lamun yang
menutupi suatu perairan. (Saputro, 2018), besarnya persen penutupan lamun tidak
selamanya linier dengan tingginya jumlah spesies maupun tingginya kerapatan
spesies karena pengamatan penutupan yang dilihat adalah helaian daun sedangkan
pada kerapatan spesies yang dilihat adalah jumlah tegakan (Minerva, 2014).
Tingkat penutupan sangat berkaitan dengan morfologi (ukuran) spesies lamun
penyusunnya dan penaungan ruang oleh komunitas lamun. Penutupan lamun yang
tinggi umumnya menggambarkan tingkat penutupan Persentase penutupan spesies
lamun yang didominasi oleh spesies berdaun besar.
Pada persentase penutupan spesies lamun yang ditemukan memiliki
persentase penutupan tertinggi terdapat pada spesies S.isoetifolium yang memiliki
nilai persentase penutupan 37.05%, dan diikuti oleh spesies T.hemprichi dengan nilai
persentase penutupan yaitu 32.81%, dikarenakan spesies S.isoetifolium dan
T.hemprichi terdapat dalam seluruh kuadrat yang di temukan, spesies E.acoroides
dan T.hemprichi mempunyai bentuk morfologi besar sehingga daya saing spesies ini
lebih besar dibanding spesies lain (Fauzyah, 2004). Sedangkan nilai persen
penutupan yang terkecil terdapat pada spesies E. acoroides dengan nilai persen
penutupan sebesar 14.6, karena hanya terdapat dalam 3 transek. Spesies E.acoroides
pada transek 4, 5, dan 6 tidak ditemukan spesies E.acoroides pada kuadrat
pengambilan sampel. E.acoroides dan T.hemprichii mempunyai bentuk morfologi
besar sehingga daya saing spesies ini lebih besar dibanding spesies lain (Fauzyah,
2004 dalam Bratakusuma, 2013).
18
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
Cymodoceaceae
Syringodium 150.6 0.7 0.7 0.7 1.0 0.7 0.5 21.8 18.7 17.1 35.9 39.0 37.0
60 52.33 28.67 71 232.5
isoetifolium 7 5 5 5 0 5 0 8 5 9 4 6 5
Hydrocharitaceae
119.6 1.0 1.0 0.7 1.0 0.7 1.0 31.2 21.8 28.1 29.6 32.8
T. hemprichi 95 76.75 77.33 44.5 83.75 37.5
7 0 0 5 0 5 0 5 8 3 9 1
16 139.7 111.2 115. 270.3 316.2 2.2 2.5 2.5 2.0 1.5 1.5 68.7 60.9 53.6 64.0 68.7 69.8
Total 9 5 5 5 4 5 5 0 0 0 0 0 6 4 7 7 5 6
spesies lamun dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh dari lamun tersebut
(Hasanudin, 2013).
Tabel 5. Kerapatan spesies relatif lamun berdasarkan transek pengamatan
Kerapatan Spesies Relatif (%)
Famili/Spesies Transek
1 2 3 4 5 6
Cymodoceaceae
Syringodium isoetifolium 35.38 37.45 25.77 61.47 55.73 73.52
Hydrocharitaceae
E.acoroides 8.3 7.63 4.72 0 0 0
T.hemprichii 56.32 54.92 69.51 38.53 44.27 26.48
TOTAL 100 100 100 100 100 100
1 2 3 4 5 6
Cymodoceae
S.isoetifolium 33.33 30 30 50 50 33.33
Hydrocharitaceae
E.acoroides 22.22 30 40 0 0 0
T.hemprichii 44.44 40 30 50 50 66.67
Total keseluruhan nilai frekuensi dari setiap 3 spesies pada 6 transek (24
kuadrat). Pada spesies T. hemprichi total nilai frekuensi keseluruhan adalah 0.92,
sedangkan pada speseies S. isoetifolium total nilai frekuensi keseluruhannya adalah
0.75, dan untuk spesies E. acoroides total keseluruhan nilei frekuensi adalah 0.38.
Pada spesies T.hemprichii memiliki nilai frekuensi yang tinggi diantara ke tiga
spesies lamun karena ditemukan dihampir semua kuadrat penelitian dengan jumlah
frekuensi 0.92.
21
BAB V
Kesimpulan Dan Saran
5.1. Kesimpulan
Terdapat tiga spesies lamun di perairan Negeri Morela, yaitu Syringodium
isoetifolium, Enhalus acoroides,dan Thalassia hemprichii. Nilai kerapatan lamun di
perairan Negeri Morela sebesar 187,015 tegakan/0.25m2 (sangat rapat), untuk nilai
frekuensi kehadiran jenis lamun yang tertinggi adalah jenis S. isoetifolium dan T.
hemprichii, karena kedua jenis ini tersebar luas dibandingkan jenis lainnya. Nilai
penutupan lamun sebesar 64,34%, dikategorikan padat dan tutupan yang baik/sehat.
5.2. Saran
Diharapkan kepada masyarakat yang berada di pesisir pantai Negeri Morela
dapat menjaga lingkungan padang lamun tersebut, agar keberlangsungan padang
lamun di daerah pesisir pantai Negeri Morela dapat terjaga dengan baik
23
DAFTAR PUSTAKA
Binsasi R, dan Bria E. J, 2019. Komposisi Komunitas Padang Lamun Di Pantai
Sukaerlaran Kabupaten Belu. Jurnal Sains dan Teknologi. Volume 11 No.
02.
Bratakusuma N, Sahami, F. M, dan Nursina S. 2013. Komposisi Jenis, Kerapatan
Dan Tingkat Kemerataan Lamun Di NEGERI Otiola Kecamatan Ponelo
Kepulauan Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. Volume 1, Nomor 3.
Hutomo M, dan Nontji A. 2014. Panduan Monitoring Padang Lamun. COREMAP-
CTI. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Hartati, R., Widianingsih., Santoso, A., Endrawati, H., Zainuri, M., Ritniasih, I.,
Saputra, W.L., dan Mahendrajaya, R. T,. 2017. Variasi Komposisi Dan
Kerapatan Jenis Lamun Di Perairan Ujung Piring, Kabupaten Jepara. Jurnal
Kelautan Tropis, Vol. 20(2):96–105.
Hemming, M.A. and C.M. Duarte. 2000. Seagrass Ecology. Australia: Cambridge
University Press. Dalam jurnal Struktur dan Asosiasi Jenis Lamun di
Perairan Pulau-Pulau Hiri, Ternata, Maitara dan Tidore, Maluku Utara.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 10 No. 3.
Herliandi, Lanlan. 2011. Keanekaragaman, Sebaran, dan Karakteristik Lamun di
Pantai Sancang, Kab. Garut. Skripsi Program Studi Biologi, Jurusan
Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Hidayat, W., Warpala, W, S., dan Dewi, P, S,R., 2018. Komposisi Jenis Lamun
(Seagrass) Dan Karakteristik Biofisik Perairan Di Kawasan Pelabuhan
Negeri Celukanbawang Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Bali.
Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha, vol 55, No3
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup (KEPMEN-LH) Nomor 200 Tahun
2004. Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang
Lamun.
Kiswara W dan Hutomo M , 1985. Habitat dan sebaran geografik lamun. Oseana, vol
X, no 1.
Khouw, A S. 2009. Buku Metode dan Analisa Kuantitatif Dalam Bioekologi Laut.
24
Kowarae M, Nugraha, A H. dan Juraij, 2016. Buku Ekosistem padang lamun. Hal
114
Laynon. J. 1986. Guide To The Identification Of Seagrasses In The Great Barrier
Reef Region. Great Barrier Reef Region Marine Park Authority Special
Publication Series (3).
Lefaan, P. Th., Setiadi. D., Djokosetiyanto. D. 2013. Struktur Komunitas Lamun di
Perairan Pesisir Manokwari. Maspari Journal, 2013, 5 (2), 69-81.
Marlina, Yanti. 2015. Struktur Komunitas Lamun Pantai Sekera Kecamatan Bintan
Utara Kabupaten Bintan. Skripsi Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritin Raja Ali Haji (online).
Tersedia: http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1
ec61c9cb232a03a96d0947c6478e525e/2015/09/Skripsi.pdf. (13 Februari
2016).
Minerva A, Purwanti F, dan Suryanto A. 2014. Analisis hubungan keberadaan dan
kelimpahan lamun dengan kualitas air di Pulau Karimunjaya, Jepara.
Diponegoro Jurnal of Maquares. Volume 3, Nomor 3.
Odum, E. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan dalam Hardiyanti Sri, et al.
2012. Analisis vegetasi lamun di perairan pantai mara’bombang kabupaten.
Priosambodo D. 2014. Sebaran Spasial Komunitas Lamun di Pulau Bone Batang
Sulawesi Selatan. Jurnal Sainsmat, Vol III, No 2.
Sarinawaty P, Idris F, Nugraha A. H, 2020. Karakteristik Morfometrik Lamun
Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii di Pesisir Pulau Bintan. Journal
of Marine Research. Vol 9, No 4, Hal 474-484
Saputro, M. A., Ario, R., Riniatsih, I., 2018. Sebaran Jenis Lamun di Perairan Pulau
Lirang Maluku Barat Daya Provoinsi Maluku, Vol 7, No 2, Hal 97-105
Sjafrie N.D.M. 2018. Buku Status Padang Lamun, Pusat Penelitian Oseanografi, Ver
2.
Tahapary, R., Tuaputty, H., Liline, S., Kurnia, T. S., Kubangun, M. T., 2019.
Keanekaragaman Jenis dan Kepadatan Ikan di Pantai NEGERI Akoon
Kecamatan Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Bionature, Vol 20,
No 2.
25
Tangke. U. 2010. Ekosistem padang lamun. Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan
(agrikan UMMU-Ternate), vol 3, edisi 1.
Tuapatinaya, P. M. J., Kurnia, T. S., Lattupeirissa, L. 2021. Kondisi dan Keragaman
Jenis Lamun di Perairan Pantai Pulau Ambon, Jurnal Biologo Pendidikan
dan Terapan, vol 7, no 2, hal 95-101
Tuhumury S.F. 2008. Status Komunitas Lamun di Perairan Pantai Teluk Ambon
Dalam, vol 7, no 2, hal 85-88
26
Lampiran