SKRIPSI
Oleh :
MUSTIARA BAKRI HK
ABSTRAK
MUSTIARA BAKRI HK, L111 11 259. Distribusi Besar Butir Sedimen Dasar dan
Konsentrasi Sedimen Tersuspensi Akibat Pengerukan Dan Dampaknya Terhadap
Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai Malili, Sulawesi Selatan. Dibimbing
oleh MAHATMA LANURU dan MARZUKI UKKAS
Sedimentasi yang terjadi pada suatu perairan menjadi salah satu faktor
terganggunya kondisi ekosistem. Perairan dengan tingkat sedimentasi yang tinggi
pada umumya terdapat pada area sungai. Sungai Malili merupakan salah satu
daerah yang mengalami sedimentasi berkala yang selain disebabkan karena faktor
hidro osseanografi juga disebabkan oleh adanya aktvitas pengerukan di sekitar
badan sungai yang berdampak pada eksistensi komunitas makrozoobentos di
daerah tersebut. Penelitian ini, dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2016 di Muara
Sungai Malili. Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan 4 stasiun
yang berkaitan langsung maupun tidak dengan aktivitas pengerukan. Selain itu,
parameter hidro oseanografi dan analisis sedimen serta komunitas makrozoobentos
juga dilakukan untuk melihat dampak yang diberikan terhadap aktivtas pengerukan.
Hasil penelitian didapatkan bahwa, karakteristik sedimen di Sungai Malili berupa
pasir sangat halus, pasir halus dan pasir sedang dengan kisaran rata-rata ukuran
pasir yakni 0.155-0.975 mm. Di samping itu, konsentrasi sedimen tersuspensi
tertinggi didapatkan pada stasiun II dan III diikuti dengan sedikitnya kelimpahan
bentos pada titik tersebut. Hal ini dapat mengindikasikan adanya dampak yang
dihasilkan dari kegiatan pengerukan.
ABSTRACT
MUSTIARA BAKRI HK, L111 11 259. The Distribution of Basic Grain Sediment and
Suspended Sediment Concentration due to Dredging and its Impac on The
Macrozoobentos Community in Malili River Waters, South Sulawesi. Supervised by
MAHATMA LANURU and MARZUKI UKKAS
Oleh:
MUSTIARA BAKRI HK
HALAMAN PENGESAHAN
Mengetahui,
Dekan Ketua
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Departemen Ilmu Kelautan,
Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, M.si Dr. Ahmad Faizal, ST. M.Si
NIP.: 19690605 199303 2 002 NIP:1975072 720011 2 1 003
iii
RIWAYAT HIDUP
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada jurusan Ilmu
tinggi yaitu pengabdian masyarakat dengan mengikuti Kuliah Keja Nyata (KKN)
Sulawasi Selatan.
tuhan Yang Maha Esa atas berkah, anugerah-Nya serta kasing saying-Nya yang
tidak henti-henti. Khususnya kepada penulis dan keluarga penulis, hingga saat ini.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang
sangat tulus kepada pihak-pihak yang telah membantu menulis mulai dari awal
1. Kepada kedua orangtua ku, Ayahanda H. Muhammad Bakri HK dan Ibunda Hj.
Nurhayati Samad yang telah bersedia dengan ikhlas menerima beban senang
ketika salah, menerimaku apa adanya dan banyak hal yang tidak bisa
2. Kepada Dr. Mahatma Lanuru, ST., M.Sc dan Ir. Marzuki Ukkas, DEA yang
melalui kritik dan saran yang membangun hingga skripsi ini dapat selesai sesuai
yang diinginkan.
3. Kepada Dr. Wasir Samad, S.Si, M.Si. Dr. Khairul Amri, ST, M.Sc. Stud dan
Dr. Yayu Anugrah La Nafie, ST, M.Sc. selaku dosen penguji, memberikan
4. Kepada Ibu Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, M.si selaku Dekan FIKP beserta
jajarannya, bapak Dr. Mahatma Lanuru M.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu
Kelautan.
vi
5. Bapak dan Ibu dosen Departemen Ilmu Kelautan yang telah membagikan
penulisan. Hardin Lakota, Nizar Hardiansyah, Muh Arham, Muh. Isman, Ivander,
Aswin, Asgar saputra, Januardi Septian, Issatul, Abunaim Arifin, Damar Sagara,
Alif Farul Raazi, Fajar fajrin, Asirwan, Muh Reza Hidayat, Taufik Kurahman,
Mustono, Afdal, Sulham Syahid, Robby Nimzet, Firman Wira Pratama, Samsul
Bahri, Funty Septiawaty polapa, Raodah Septi Legina, Ismayanti, Fajria Sari
Sakaria, Dewi suswati Kamal, Hasriani Ayu Lestari, Sitti Radiah Jasrah,
Gamariah, Wulan Sari Usman, Wajdiah, Annisa Surya Karimah, Endang, Suci
Rahmadani Artika, Irma, Fajaria Sari Sakaria, Sartina, Rany Ristanti, Suwigo,
Surahman, Muh Lukman, Arif Rifan, Eva, (Alm. Recky dan Rina) yang selalu
Universitas Hasanuddin terima kasih atas semua arahan, ilmu dan pengetahuan,
8. Untuk semua pihak yang telah membantu tapi tidak sempat disebutkan satu
Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat dan Semoga Tuhan Yang Maha
Esa membalas semua bentuk kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan oleh
penulis.
vi
DAFTAR ISI
SKRIPSI ................................................................................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................................................iii
ABSTRACT .............................................................................................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ...................................................................................................................iii
UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................................................... v
DAFTAR ISI.............................................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .....................................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................................x
I. PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Tujuan dan Kegunaan ........................................................................................... 2
C. Ruang Lingkup........................................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 3
A. Gambaran Umum Sedimentasi ............................................................................ 3
B. Pengangkutan dan Pengendapan Sedimen ...................................................... 4
C. Muatan dan Sistem Transportasi Sedimen ........................................................ 7
D. Sedimen Tersuspensi ............................................................................................ 8
E. Sedimentasi Muara Sungai................................................................................... 8
F. Estuaria .................................................................................................................. 10
G. Karaktristik Sungai ............................................................................................... 11
H. Jenis dan Karakteristik Sedimen........................................................................ 13
I. Makrozoobenthos ..................................................................................................... 16
J. Peranan Benthos .................................................................................................. 16
K. Distribusi Benthos .................................................................................................... 17
L. Klasifikasi Benthos ............................................................................................... 18
M. Parameter Hidro Oseanografi ............................................................................ 19
a) Suhu ....................................................................................................................... 19
b) Salinitas ................................................................................................................. 20
vii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muara Sungai Malili merupakan tempat pertemuan antara air laut dengan air
sungai dan merupakan bagian hilir dari sungai. Muara Sungai Malili berpotensi
terjadi sedimentasi yang dibawa oleh sungai sehingga berpengaruh pada perilaku
Muara Sungai Malili mengalami pengendapan lumpur dan pasir secara terus
Pengerukan adalah mengambil tanah atau material dari lokasi dasar air, biasanya
perairan dangkal seperti danau, sungai, muara ataupun laut dangkal, dan
dan Pasal 4). Kegiatan pengerukan oleh peraturan pemerintah tersebut ini
terhadap sistem hidrologi dan ekologis yang lebih luas dari batas dampak kegiatan
itu sendiri, perubahan batimetri, ekosistem, dan menganggu proses alamiah baik di
daerah perairan maupun pada perairan laut atau pantai, sehingga dapat
dampak sosial.
lebih tinggi, misalnya burung, ikan dan lain-lain. Pengerukan terhadap benthos
2
mempengaruhi faktor fisik kimia perairan, sehingga secara tidak langsung juga akan
tentang distibusi tekstur sedimen dasar dan sedimen tersuspensi akibat pengerukan
dan dampaknnya terhadap kominitas benthos dan perairan Muara Sungai Malili.
Kegunaan dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat menjadi bahan informasi
C. Ruang Lingkup
dasar untuk analisis ukuran butiran dan penentuan kandungan organik sedimen,
pengukuran suhu, salinitas, kecerahan dan arus perairan, serta identifikasi jenis
benthos.
3
Sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material
dasar sungai atau laut oleh pembawa atau perantara alami lainnya.
menurut (Suripin, 2003) Sedimentasi merupakan akibat lebih laju dari erosi yang
terdapat pada daerah yang lebih rendah, terutama pendangkalan mulut kanal.
Material erosi yang dibawa aliran air dari hulu, pada saat memasuki daerah/ saluran
yang ditandai, tidak semuanya mampu hanyut kehilir, sebagian akan terendapkan
material organik yang ditransportasikan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh
media udara, angin, es, atau oleh air dan juga termasuk didalamnya material yang
diendapakan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk larutan
dari material pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan
lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal
sampai laut dalam. Sedangkan (Gross, 1990) mendefinisikan sedimen laut sebagai
dengan hancuran cangkang dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel
pengendapan tersebut.
adalah berat jenis dan kekentalan media. Berat jenis media akan mempengaruhi
gerakan media, terutama cairan. Sebagai contoh air sungai bergerak turun karena
berat jenis yang langsung berhubungan dengan gravitasi. Sedangkan pada jenis
sedimen dan ukuran partikel- partikel tanah serta komposisi mineral dan bahan
induk yang menyusun dikenal bermacam sedimen seperti pasir, liat, dan lain
sungai atau disebut muatan sedimen (suspended sediment) dan merayap (bed load)
(Anasiru, 2006).
Secara garis besar ada dua jenis sedimen yang ditransportasikan yaitu
cohesive dan non cohesive, Transportasi sedimen cohesive adalah suspended load
dalam badan air, sedangkan non cohesive disebut bed load transport (Transpor
sedimen dasar).
melalui sungai atau media dalam bentuk sedimen trigen, mulai dari ukuran kasar
hingga ukuran halus. Angkutan sedimen dasar adalah angkutan material sedimen
yang terkonsentrasi atau dekat dengan dasar perairan, termasuk dalam angkutan
5
Muatan dasar (bed load) adalah partikel yang bergerak pada dasar
keadaannya selau bergerak, oleh sebab itu pada sepanjang aliran dasar
sedimen dasar, dan transisi antara dua metode transport tersebut dapat
fragmental oleh air, sehingga terjadi erosi dan member dampak terhadap banyak
b) Di saluran, jika saluran irigasi atau saluran pelayaran dialiri oleh air yang
tersebut.
efektifitasnya.
mengoperasikan pintu-pintu.
disekitarnya.
sungai, kondisi dasar sungai, turbulensi, dan lainnya termasuk diameter sedimen itu
sendiri. Sedimen dengan diameter 104µm akan tererosi oleh arus dengan kecepatan
150cm/det, dan terbawa arus kecepatan antara 90-150 cm/det, selanjutnya akan
mengendap pada kecepatan > 90cm/det. Hal yang sama untuk sedimen yang halus
102µm, sedimen ini dengan kecepatan arus > 30 cm/det, dan terdeposisi pada
kecepatan, 15cm/det. Konsekuensi dari hal ini, bahwa di daerah estuari yang arus
sungainya dan arus pasang surutnya kuat, maka seluruh partikel –partikel sedimen
kemungkinan akan tererosi dan terbawa arus, begitu arus agak melemah, sedimen
berkurang besar, seperti pasir, akan mengendap dulu, sedangkan sedimen yang
berukuran halus seperti shit dan clay, masih terbawa arus. Partikel-partikel ini
mengendap ketika arus sudah cukup lemah, yaitu di daerah tengah estuaria, dimana
pada ukuran partikel. Kebanyakan sedimen yang terbawa ke daerah estuaria berada
berdiameter < 2µm dan merupakan komposisi dan clay mineral yaitu illite koalinite,
dan montmorilanite, yang dibawa oleh air sungai. Semakin kecil diameter sedimen
biotik maupun yang abiotik, yang secara umum disebut sebagai sedimen. Muata
sedimen dalam air ini dapat terdapat dalam berbagai ukuran butir, dari yang sangat
kasar sampai yang sangat halus dan bahkan dalam tingkatan suspensi, koloid, dan
larutan. Namun dapat pula muatan sedimen ini mengalami pemilihan yang sangat
bagus sehingga hanya didominasi oleh ukuran butir tertentu, baik yang sangat
kasar, kasar, sedang bahkan sampai yang halus dan sangat halus atau larutan
sekalipun.
Ukuran butir sedimen pada muatan dasar dapat dalam tingkatan yang sangat
kasar seperti bongkah, kerakal dan kerikil sampai dengan pasir. Ukuran pasir
biasanya dipisahkan dari tingkatan pasir sangat kasar, kasar, sedang, halus dan
sangat halus. Ada beberapa klasifikasi ukuran butir, namun yang sering digunakan
adalah klasifikasi cara (Wenthworth, 1992) yang merupakan perbaikan cara dari
(Udden, 1898). Muatan suspense biasanya ditekankan pada yang berukuran disiplin
geologi dan tehnik sipil pada umumnya. Tingkat koloid dan larutan lebih diminati oleh
disiplik kimia, baik yang mengaitkan dengan ilmu lingkungan, geokimia, dan
biokimia.
8
meloncat (saltation), yang ketiganya sering masuk dalam sistem traksi (traction),
yang semakin halus, berat butir yang semskin ringan, dan system aliran yang
semakin tenang. Selain itu sebenarnya terdapat sedimen yang tersangkut secara
D. Sedimen Tersuspensi
Sedimen tersupensi merupakan padatan yang berada pada kolom air dan
memiliki ukuran partikel 0,45 – 2,0 mm, dikenal pula dengan sebutan seston.
aliran terbulensi. Partikel tersuspensi dalam air disebut dengan suspensi aquus
2010)
jumlah sedimen yang masuk dengan jumlah yang keluar, di mana sebagian dari
yang tertahan sementara atau menetap, baik dalam kondisi suplus atau defisit
sedimen, akan mempengaruhi hidup, kehidupan, dan pertumbuhan biota yang ada.
muara sungai, apalagi pada perairan berenergi tinggi, memiliki banyak endapan
shoaling)
10
F. Estuaria
terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut (Dahuri, 2004 ; Efrieldi,
1999) merupakan daerah pertemuan massa air asin dan air tawar, yang secara
demikian kawasan ini merupakan daerah yang sangat produktif karena input nutrient
1) Tipe Estuaria
Berdasarkan pada sirkulasi air dan stratifikasi airnya estuaria terbagi atas
3 tipe yaitu:
cirinya adanya batasan yang jelas antara air tawar dan air laut/asin.
Air tawar dari sungai merupakan lapisan atas dan air laut menjadi
dimana aliran air tawar dan sebagaian besar lebih dominan daripada
stratifikasi.
11
Aliran air tawar dari sungai seimbang dengan air laut yang masuk
G. Karaktristik Sungai
1) Sungai Hujan
berasal dari air hujan. Air yang berasal dari air hujan ini dapat turun baik
airnya secara langsung berasal dari air hujan, maka apabila curah hujan
secara tidak langsung berasal dari air hujan, apabila ada hujan turun maka
akan lebih dulu mengalami peresapan ke dalam tanah atau infiltrasi dan
pada tempat- tempat yang lebih rendah. Kemudian air hujan yang tadi
meresap ke dalam tanah akan kembali muncul sebagai mata air dan
hujan ini merupakan sungai yang mendominasi sungai- sungai yang ada
di Indonesia.
2) Sungai Glester
Karena sungai glestser berasal dari salju yang mencair, maka sungai
gletser ini biasanya terdapat di daerah yang mempunyai iklim dingin, yakni
3) Sungai Campuran
campuran air hujan dan juga gletser. Di daerah garis lintang yang sedang,
lereng melalui lembah- lembah dari gunung tersebut. Gletser dari gunung
ini dapat mencair karena berbagai macam faktor seperti karena adanya
perubahan suhu dan dapat terjadi sewaktu- waktu dan mengisi lembah-
memiliki daerah presipitasi atau peresapan yang tinggi maka air hujan di
daerah tersebut juga masuk ke dalam palung- palung sungai. Sungai yang
mana airnya berasal dari gletser yang telah mencair dan juga dari air
1) Sungai Permanen
tetap sepanjang tahun. Bahkan seperti tidak ada perubahan yang berarti
pada besar kecilnya debit air pada pada musim penghujan maupun musim
kemarau.
13
2) Sungai Periodik
Sungai periodik adalah sungai yang memiliki debit air melimpah pada
musim penghujan dan kecil ketika musim kemarau. Sehingga kita tahu
alur musim.
3) Sungai Episodik
mempunyai debit air yang besar ketika musim penghujan dan akan kering
ketika musim kemarau tiba. Sungai episodik ini banyak terdapat di daerah-
lempung (flaser), dimana struktur sedimen yang ada tidak terlalu dipengaruhi oleh
laut terbuka melainkan sangat dipengaruhi oleh pasang surut. Pada waktu surut ia
pengendapkan yang selang seling antara fraksi kasar dan fraksi halus yaitu antara
pasir halus dan lempung. Jika disayat tegak lurus arus maka akan terlihat
lempung (flaser). Ini mencerminka ndaerah pasang surut atau tidak flag (Graha,
1987).
14
Hal ini terjadi karena adanya suatu kondisi fisik yang ekstrim seperti yang
secara berulang-ulang.
3. Sedimen Hidrogeneus, yakni sedimen berasal dari reaksi kimia dalam air
laut. Hasil reaksi tersebut membentuk partikel-partikel yang tidak larut dalam
sedimen silika dan batuan sedimen dan sedimen karbonat. Setiap kelompok
Butiran sedimen dihasilkan oleh bebatuan yang hancur, tapi hanya satu dari
dua kategori dasar yang lainnya terbuat dari calcium carbonat. Butiran sedimen
besar butiran calcium carbonat disebut biogenik karena kebanyakan terbuat dari
cangkang atau kerangka invertebrata. Beberapa area tropis airnya jenuh dengan
kalsium karbonat dan ini dapat berprestasi membentuk olite, kalsium karbonattidak
rangka dari organisme laut. Pada Tabel 1 memuat kiasaran ukuran Wentworth yang
yang termasuk partikel tanah liat yang berukuran diameter kurang dari 0.004 mm
sampai kepada boulder (batu berukuran besar yang berasal dari kikisan arus air)
I. Makrozoobenthos
atau di dalam substrat dasar perairan (infauna) dengan ukuran lebih besar dari 1mm
(Odum, 1993).
separuh dari fase hidupnya. Pada umumnya cacing dan bivalvia hidup sebagai
bentos pada stadia dewasa, sedangkan ikan demersal hidup sebagi bentos pada
cara makannya kedalam lima kelompok yaitu : Hewan pemangsa, hewan penggali,
makanan pada dasar, hewan yang sumberb bahan makanannya dari atas
permukaan.
J. Peranan Benthos
hidup di dasar perairan. Organisme yang relative mudah didentifikasi dan peka
kelompok Makrozoobentos (Rizky, 2007). Hewan ini sangat peka terhadap kualitas
air tempat hidupnya sehingga dapat berpengaruh terhadap komposisi dan distribusi.
dari waktu ke waktu, karena organisme ini terus menerus terendam oleh air yang
terutama dalam pendaur ulangan bahan organik dan proses mineralisasi, serta
menduduki posisi penting dalam rantai makanan, yaitu tingkat rantai makanan kedua
dan ketiga. Sebagai konsumen tingkkat pertama, hewan bentos terdiri dari pemakan
tanaman air tingkat tinggi dan sebagai konsumen tingkat kedua, hewan bentos
memangsa zooplankton atau sesame hewan bentos lainnya. (Lind, 1979 dalam
Sudarja, 1987).
jangka waktu panjang karena bebrapa jenis organisme dasar sangat peka terhadap
perubahan lingkungan yang ekstrim (Mason, 1981 dalam Sappaile, 1991). Perairan
yang mempunyai tingkat kestabilan rendah akan memiliki organisme bentos yang
indeks keanekaragaman rendah pula. Tingkat kestabilan yang rendah ini disebabkan
karena miskinnya jumlah spesies bentos. (Payne, 1986 dalam Sudarja, 1987).
K. Distribusi Benthos
dipengaruhi oleh sifat fisika, kimia dan biologi perairan. Sifat fisika yang berpengaruh
kekeruhan, substrat dasar dan suhu, kangdungan dioksida bebas, dan kandungan
(persaingan ruangan hidup dan makan) dan tingkat produksi primer. Masing-masing
18
Menurut Welch (1999) daerah litoral dihuni oleh hewan bentos yang jauh
lebih banyak, baik jumlah maupun jenisnya, bila dibandingkan dengan daerah sub
litoral menyatakan bahwa pada dasar perairan yang lebih dalam, bahan-bahan
bentos rendah.
L. Klasifikasi Benthos
3. Makrofauna adalah hewan-hewan dengan ukuran lebih besar dari > 1 mm.
filum annelid.
Beberapa tempat hidupnya, zoobentos dibagi atas dua kelompok, yaitu : (a)
epifauna yaitu organisme bentik yang hidup dan berasosiasi dengan permukaan
19
substrat, (b) infauna yaitu organisme bentik yang hidup di dalam sedimen (substrat)
makannya ke dalam dua kelompok yaitu : (a) filter-feeder yaitu hewan yang
lima kelompok yaitu : hewan pemangsa, hewan penggali, hewan pemakan detritus
yang mengendap di permukaan, hewan yang menelan makanan pada dasar, dan
a) Suhu
Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di sungai. Perubahan suhu
akan berpengaruh besar terhadap sifat-sifat air laut lainnya serta kepada biota laut
(Romimohtarto dan Juwana, 2001). Hewan yang hidup di zona pasang-surut dan
perubahan suhu. Hewan yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan
suhu dikenal bersifat euriterm sedangkan stenoterm yakni hewan dengan sifat
toleransi yang kecil terhadap perubahan suhu lingkungan. Suhu air permukaan di
pada permukaan dataran lumpur atau batuan dapat mencapai 400C, akan tetapi
suhu dalam hutan mangrove yang teduh biasanya lebih wajar (Whitten, 1984).
Suhu 25-360C adalah nilai kisaran yang dapat di tolerir oleh makrozoobentos
karena dapat mendukung hidup yang layak dalam habitat mereka (Sukarno, 1988)
letak bagi makrozoobentos dalam artian bahwa makrozoobentos telah mencapai titik
b) Salinitas
bentos di daerah pasang surut (Koesoebiono, 1979). Faktor yang bereaksi pada
daerah intertidal adalah salinitas yang mana dapat menimbulkan tekanan osmotik.
melalui perubahan berat jenis air dan perubahan tekanan osmosis. Semakin tinggi
daerah intertidal disebabkan oleh dua hal. Pertama, akibat hujan lebat sehingga
salinitas akan sangat turun dan kedua, akibat penguapan yang sangat tinggi pada
siang hari sehingga salinitas akan sangat tinggi. Organisme yang hidup di daerah
21
jenis makrozoobentos, sejak larva sampai dewasa adanya masukan air sungai atau
c) Kecepatan Arus
Arus merupakan pergerakan massa air laut yang ditimbulkan oleh aktifitas
angin yang bertiup di atas permukaan air laut dan atau karena adanya perbedaan
densitas air laut. Pergerakan arus tersebut dapat membawa organisme bentos dari
mencapai suatu lokasi tertentu, apabila bagian hulu suatu badan air mengalami
N. Indeks Ekologi
(Krebs, 1978).
indeks dominasi spesies dalam suatu komunitas bila ada keanekaragaman dalam
makrozoobentos, selanjutnya nilai indeks dominasi berkisar antara 0-1 berarti tingkat
dominan spesies tertentu berada dalam kategori tinggi. Sebaiknya jika nilai indeks
dominasi mendekati nol berarti tidak ada jenis tertentu yang mendominasi.
23
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Juni 2016, di Muara Sungai Malili
Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan. Analisis ukuran butiran sedimen dilakukan
digunakan untuk menentukan titik lokasi penelitian, Grab Sampler (Van Veen Grab
didasar sungai, Coolbox untuk menyimpan sampel, Kemmerer Water Sampler untuk
mengambil sampel air, layang-layang arus untuk mengukur kecepatan arus, Secchi
Disk untuk mengukur kecerahan air, sieve net untuk mengayak sampel benthos
dengan skala (2 mm, 1 mm, 0,5 mm, 0,25 mm, 0,063 mm dan < 0,063 mm), dan alat
tulis untuk mencatat data. Yang digunakan di laboratorium adalah Beaker glass
sebagai wadah atau tempat sampel sedimen, timbangan digital untuk menimbang
berat sampel sedimen, cawan petri sebagai wadah sampel sedimen saat
sedimen saat identifikasi di laboratorium, pinset untuk mengambil Benthos dari baki,
dan membantu dalam proses identifikasi sampel, kamera untuk dokumentasi sampel
Sedangkan bahan yang digunakan dalam peneltian ini adalah kantong plastik
sampel untuk menyimpan sampel sedimen, botol sampel untuk menyimpan sampel
air, label untuk memberi tanda setiap kantong atau botol sampel maupun keperluan
lainnya, aquades untuk membersihkan alat, tissue untuk membersihkan alat atau
mengeringkan alat, alkohol 70% digunakan untuk mengawetkan sampel bentos dan
mengidentifikasi benthos.
C. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
komunitas benthos dan menyiapkan alat-alat yang akan digunakan saat penelitian.
dilakukan pengerukan, pada stasiun II dan III daerah yang sedang dilakukan
.
25
Tabel 2. Titik kordinat lokasi sampling sedimen dasar, sedimen tersuspensi dan
benthos
Titik kordinat
NO Titik sampling
S E
1 Stasiun I 2°38'43.41"S 121° 3'33.61"E
2 Stasiun II 2°39'5.56"S 121° 3'25.13"E
3 Stasiun III 2°39'19.78"S 121° 3'18.02"E
4 Stasiun IV 2o39’26.61”S 121° 3'11.17"E
Gambar 1. Lokasi Pengambilan sampel sedimen dasar, sedimen tersuspensi dan benthos
26
1. Suhu
thermometer ke dalam perairan, selanjutnya membaca nilai skala yang tertera pada
thermometer.
2. Salinitas
3. Kecepatan Arus
yang dibutuhkan oleh tali layang-layang arus untuk merenggang yang dianggap
dibutuhkan oleh arus untuk menempuh jarak tertentu dengan persamaan berikut :
ditentukan, pengambilan sampel ini dilakukan dengan menggunakan Van Veen Grab
Sampler dengan luas (19,5 x 15,5) cm2 di setiap titik sampling pada kedalaman
berkisar 3 meter. Sampel yang telah diambil kemudian disaring dengan Sieve Net
kantong sampel yang telah diberi larutan alkohol 70% yang difungsikan sebagai
lebih lanjut.
ditentukan (Gambar 1). Pengambilan sedimen dasar menggunakan alat Van Veen
Grab Sampler yang dilakukan pada kedalaman 3 meter. Pengambilan sampel ini
dilakukan untuk analisa ukuran besar butir sedimen. Sedimen dasar diambil
sebanyak ±500gr dari setiap titik/stasiun, dan disimpan dalam kantong sampel yang
perairan akibat pengerukan dilakukan dengan pengambilan sampel air laut selama
waktu pasang dan surut pada pertengahan level air dengan menggunakan
lokasi penelitian. Sampel air tersebut dimasukkan ke dalam botol sampel dengan
volume ±1 liter dan disimpan di dalam Cool Box untuk dibawa ke laboratorium.
28
Sedimen yang telah disajikan dengan oven (105 0C, 2x 24 jam ) penentuan
ukuran butiran sedimen dilakukan dengan metode pengayakan kering (dry sieving).
Sekitar 100gr sedimen kering yang telah ditimbang menggunakan timbangan analitik
diayak selama 10 menit dengan menggunakan sieve net yang bersusun dengan
ukuran (meshzize) 2mm, 1mm, 0,5mm, 0,25mm, 0,125mm dan 0,063mm. Setiap
fraksi sedimen yang tertahan pada setiap ayakan ditimbang dan diklasifikasikan
Metode ini dipakai untuk menunjukkan distribusi ukuran butiran sedimen untuk
Tabel 3.
2 17 – 35 Tinggi
3 7- 17 Sedang
4 3,5 – 7 Rendah
ignition yang mengikuti merode yang digunakan oleh Fairhurst dan Graham (2003).
Dalam metode ini, sebanyak 5 gram sedimen yang telah melalui proses
pembakaran ini bertujuan untuk mendapatkan nilai bahan organik yang terkandung
pada sampel sedimen dan akan hilang pada saat proses pembakaran. Persentase
dapat diketahui volume air suspensi (V mL) dan volume sedimen secara kasar (v
mL). Evaporasi air suspensi yang masih terdapat dalam sedimen dilakukan pada
alat Pemanas (hot plate), kemudian dipanaskan pada suhu 103-1050 C untuk
berikut :
d) Identifikasi Bentos
bentuk cangkang, corak cangkang dan bentuk pertumbuhan dari sampel tersebut
yang kemudian dicocokkan dengan menggunakan buku pedoman Siput dan Kerang
5. Analisis Data
H’ = -Ʃ Ni/N × In Ni/N
E = H’ / LnS
C = Ʃ (ni/N)2
d) Kelimpahan (ind/m2)
Y= χ 10.000
3o03'25" Lintang Selatan dan 120o30’00’’ sampai 121o30’00’’ Bujur Timur. Luas
wilayah Kabupaten Luwu Timur adalah 6.646,87 km2. Letak Kabupaten Luwu Timur
pada Pulau Sulawesi sangat strategis sehingga dapat menjadi wilayah penghubung
bagi wilayah hinterland, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara yang memiliki
Kecamatan ini memiliki luas wilayah sebesar 921,20 km2. Kecamatan Malili
berbatasan dengan kecamatan Nuha di sebelah utara, Kecamatan Nuha dan Towuti
sebelah timur, sebelah selatan dengan Kecamatan Angkona dan Teluk Bone dan
yang semuanya berstatus definitive. Wilayah Kecamatan Malili yaitu wilayah bukan
pantai yaitu Desa Harapan dan Desa Lakawali Pantai. Secara Topografi, wilayah
Kecamatan Malili merupakan daerah bukit. Terdapat empat sungai yang mengalir di
Kecamatan ini yaitu Sungai Lawape, Sungai Malili, Sungai Cerekang, dan Sungai
Pongkeru.
Sungai Malili bagian hilir dari muara masuk ke arah hulu sejauh 10 km
digunakan sebagai sarana transportasi air dengan ukuran perahu yang memiliki draft
Sebagian besar vegetasi bantaran Sungai Malili adalah semak belukar pada bagian
hilir 5 km dari muara vegetasi bakau tampak dominan. Dinding Sungai Malili ruas
hilir tersebut umumnya tajam, tampak visualnya terdiri dari pasir lanau, ini
organisme, adapun hasil parameter lingkungan yang diukur pada penelitian ini yaitu :
1. Suhu
Hasil pengukuran suhu pada lokasi Muara Sungai Malili dapat dilihat pada
Gambar 2.
metabolisme tubuh yang dilakukan. Suhu yang tidak ideal atau di atas toleransi
makrozoobentos akan mengalami masa kritis saat berada pada suhu perairan
Pada penelitian ini, pengukuran suhu yang dilakukan pada setiap stasiun
memiliki nilai dengan kisaran rata-rata 29,770C (Lampiran 3) seperti yang disajikan
pada gambar 2. Kisaran suhu ini masih dapat ditolerir oleh makrozoobenthos untuk
dapat hidup, hal ini sesuai dengan pernyataan Sukarno (1988) bahwa nilai kisaran
2. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas pada lokasi Muara Sungai Malili dapat dilihat pada
Gambar 3.
dewasa adanya masukan air sungai atau hujan akan menurunkan kadar salinitas
penelitian ini, nilai salinitas yang didapatkan tidak berbeda jauh pada setiap stasiun.
Hal ini dikarenakan pengambilan salinitas masih dipengaruhi oleh aliran sungai
(Gambar 3).
3. Kecepatan Arus
Hasil pengukuran arus pada lokasi Muara Sungai Malili dapat dilihat pada
Gambar 4.
Arus merupakan pergerakan massa air yang terjadi pada suatu perairan.
Arus dibedakan menjadi 2 macam yakni arus laut dalam dan arus permukaan. Pada
perairan dangkal seperti yang terdapat di lokasi penelitian, jenis arus yang sering
ditemui ialah arus permukaan yang dipengaruhi oleh aktivitas angin. Kecepatan arus
perairan dapat menjadi salah satu faktor oseanografi yang dapat berpengaruh
perairan.
rata-rata yang tertinggi didapatkan pada stasiun IV yaitu 0.65 m/s, hal ini disebabkan
karena stasiun ini berada pada muara sungai yang berhubungan langsung dengan
laut atau perairan terbuka sehingga memungkinkan jika kecepatan arus di lokasi ini
lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun yang lainnya. Dari kisaran nilai yang
diperoleh dapat dikatakan bahwa arus pada perairan muara Sungai Malili pada
stasiun I, II, III termasuk arus lambat sedangkan stasiun IV dikategorikan sebagai
arus cepat. Hal tersebut sesuai dengan kategori kecepatan arus menurut Mason
(1981) bahwa perairan yang mempunyai arus > 1 m/det dikategorikan dalam
perairan yang berarus sangat deras, > 0,5 – 1 m/det diketegorikan sebagai arus
deras, arus 0.25 – 0,5 m/det arus lambat dan kecepatan arus < 0.1 m/det
Hasil pengukuran BOT pada lokasi Muara Sungai Malili dapat dilihat pada
Gambar 5.
37
perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid.
Di samping itu, bahan organik merupakan bahan bersifat kompleks dan dinamis
yang berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam perairan yang
karena dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biologi. Dekomposisi bahan organik
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain susunan residu, suhu, pH, dan
diperoleh pada semua stasiun menunjukkan nilai BOT yang bervariasi, seperti pada
stasiun IV dengan nilai 2,81% yang merupakan nilai BOT tertinggi dibandingkan
stasiun lain dan terendah pada stasiun 1 dengan nilai yang didapatkan 0,49,
sedangkan stasiun II dengan nilai 1,35 % dan stasiun III dengan nilai 1,53%.
38
dengan stasiun yang lainnya karena lokasi ini berhubungan langsung dengan
dari laut. Selain itu, asumsi ini juga didukung dengan tingginya nilai kecepatan arus
pada stasiun IV sehingga distribusi ataupun sumbangan bahan organik pada daerah
Dari hasil analisis sampel, jenis sedimen yang ditemukan di lokasi penelitian
dapat digolongkan ke dalam 2 bagian yakni pasir sedang dan sangat halus
(mm)
Dari analisis yang dilakukan didapatkan data tipe butiran di lokasi penelitian
dari ke empat stasiun. Data tersebut menunjukkan bahwa ukuran butir sedimen
terbesar berada pada stasiun I dengan ukuran butir berkisar antara 0.25 – 0.5 atau
39
memiliki kategori jenis sedimen pasir sangat halus dengan ukuran butir terendah
berada pada stasiun II, stasiun III, dan stasiun IV dengan ukuran butiran sedimen
berkisar antara 0.063 – 0.125 µm. Perbedaan jenis sedimen yang terdapat di lokasi
yang lebih besar dibandingkan dengan stasiun lainnya selain karena stasiun
tersebut tidak mengalami pengerukan tetapi juga karena letak lokasi tersebut berada
jauh dari muara sungai. Sedimentasi stasiun I lebih di dominasi oleh arus sungai
dibanding pertemuan arus sehingga sedimen yang memiliki tekstur lebih besar
Di samping itu, stasiun II dan III yang menjadi lokasi pengerukan oleh PT.
Vale cenderung memiliki ukuran dan jenis sedimen yang lebih kecil dan halus
dibanding dengan stasiun yang lainnya. Diasumsikan hal tersebut terjadi karena
sedimennya lebih halus. Stasiun IV memiliki tekstur pasir sangat halus sama dengan
stasiun II dan stasiun III diakibatkan dari hasil pengendapan sedimen dari hasil
pengadukan akibat pengerukan oleh PT. Vale yang terbawa oleh arus sungai.
Total sedimen tersuspensi atau yang biasa disebut dengan TSS merupakan
kondisi yang terjadi pada suatu perairan yang disebabkan terjadinya pengerukan,
pengadukan, transportasi sedimen, dan lain sebagainya. Nilai TSS akan sangat
mempengaruhi kualitas perairan jika nilainya di atas normal. Secara visual jika nilai
TSS melebihi ambang batas yaitu keruhnya perairan. Perairan yang yang keruh
40
Pengerukan yang terjadinya pada stasiun II dan III telah menunjukkan nilai
TSS yang cukup tinggi dibandingkan dengan stasiun yang lainnya, yaitu 20.11 mg/L
dan 18.70 mg/L. Hal tersebut semakin membuktikan bahwa aktivitas pengerukan
yang terjadi dapat menjadi salah satu akibat tingginya suspensi sedimen pada suatu
perairan, karena jika dibandingkan dengan stasiun I dan IV yang merupakan lokasi
yang tidak mengalami pengerukan, maka nilai TSS nya jauh lebih kecil dibandingkan
I 11.07
II 20.11
III 18.70
IV 15.05
Tingginya nilai TSS pada stasiun I dan II juga didukung dengan nilai
kecerahan yang didapatkan pada lokasi tersebut. Terlihat pada (Gambar 6). bahwa
kecerahan yang didapatkan tidak lebih dari 1,5 m. Keterbatasan kecerahan pada
1. Distribusi Makrozoobnthos
IV. Melimpahnya distribusi bentos pada stasiun IV yang ditemukan memliki kondisi
utama yang mendukung kondisi tersebut antara lain membaik nya kondisi ekologi
dan bahan organik total yang baik dan substrat berpasir yang stabil.
ditemukan jenis bentos. Faktor sedikitnya jenis bentos pada stasiun I dan II
dikarenakan nilai bahan organik sedikit dan pada stasiun ini juga berpengaruh akibat
faktor perairan yang keruh karena adanya proses pengerukan muara sungai Malili.
Semua faktor tersebut menyebabkan susbtrat dasar perairan menjadi kurang stabil
baik lingkungannya, pada kelas gastropoda terdapat kulit kedap air yang berfungsi
sebagai pembatas, banyak diantaranya yang bernafas melalui udara dan memakan
(1988), juga disebabkan oleh adanya daya tahan tubuh dibanding kelas lain.
pasang turun mereka masuk dalam cangkang lalu menutup celah menggunakan
2. Kelimpahan Benthos
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan semua stasiun terdapat 8 jenis
benthos. Pada stasiun IV jumlah benthos lebih banyak dibandingkan stasiun lainnya.
jumlah benthos yang terendah terdapat pada stasiun II dimana jenis benthos yang
Dominasi C) secara umum untuk stasiun pengamatan disajikan dalam bentuk grafik
dibawah ini :
44
ditentukan nilai indeks ekologi yang bervariasi mulai dari tertinggi maupun nilai yang
terkecil. Untuk nilai indeks keanekaragaman, ini tergolong tinggi ditemukan pada
I dan stasiun II dengan kisaran nilai 0,6. Ini tergolong rendah untuk sebuah
kestabilan komunitas rendah dan keadaan perairan mulai tercemar (Odum, 1971).
45
Untuk nilai indeks keseragaman tertinggi didapatkan pada stasiun III dengan
nilai yang diperoleh 0,36. Ini mengindikasikan bahwa komunitas tersebut tergolong
stabil. Tinggi nilai indeks keseragaman untuk stasiun III selain jenis yang ditemukan
tinggi, jumlah kelimpahan individunya merata atau tidak ada jenis makrozoobentos
mempunyai keanekaragaman yang tinggi, tidak ada jenis yang dominan serta
keseragaman terendah ditemukan pada stasiun IV dengan nilai 0,19, rendahnya nilai
tidak sama, ada kecenderungan didominasi oleh jenis tertentu (Odum, 1971). Selain
karena adanya dominasi oleh jenis tertentu, faktor lingkungan disekitar stasiun
Kemudian nilai indeks dominansi stasiun III didapatkan dengan kisaran nilai
0,33 dan stasiun IV dengan nilai 0.08. berdasarkan kategori indeks dominansi
(Odum, 1971) nilai diperoleh setiap stasiun tergolong rendah. Secara keseluruhan
pada stasiun penelitian nilai indeks dominansinya rendah. Dominansi jenis yang
A. Kesimpulan
1) Jenis besar butir sedimen dominan yang didapatkan pada semua stasiun
adalah jenis pasir sangat halus, pasir halus dan pasir sedang dengan kisaran
diameter dengan rata-rata besar butir median yaitu pasir sangat halus 0.155
– 0.975 mm.
20.11 mg/L dan stasiun III yaitu 18.70 mg/L III sebagai akibat dari adanya
lainnya.
3) Bentos yang terdapat pada stasiun II dan III jumlahnya lebih sedikit yang
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Brower, J. E., J. H. Zar and C. Von Ende. 1990. General Ecology. Field and
Laboratory Methods. Wm. C. Brown Company Publisher, Dubuque, Iowa.
Dahuri. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. Pradnya Paramita. Bogor.
Dahuri. 2004. Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut. Jakarta : PT. Pradnya
Paramita.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Efrieldi. 1999. Sebaran Spasial Karakteristik Sedimen dan Kualitas Air Muara Sungai
Bantan Tengah, Bengkalu Kaitannya Dengan Budidaya KJA (Keramba
Jaring Apung) Jurnal Natur Indonesia. UNRI : 11 :85-88. Freeman and
Company.
Komar, P. D., 1976 Beach Processes and Sedimen. Prentice Hall. New Jersey.
Lind, O.T. 1979. Hand Book of Common Methods in Limnology. CV. Mosby, St.
Louis.
Payne, A.L. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. John Wiley and Sons.
Singapore.
Poppe, G. T., Tagaro, S.P., Stahlschmidt, P. 2015. New Shelled Molluscan Species
from the Central Philippines I.
49
Pratikto. 2000. Struktur Pelindung Pantai. Hibah Pengajaran DUE-Like, FTK ITS.
Surabaya.
Reynold, S. C. 1971. A Manual of Introductory Soil Science and Simple Soil Analysis
Methods. South Pasific,Nouena New Caledonia
Romimohtarto, K. dan S. Juwana, 2001. Biologi Laut (Ilmu Pengantar tentang Biota
Laut). Djambatan. Jakarta.
Thoha. (2004). Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Wentworth CK. 1992. Journal of Geology. Vol. 30, p 381. University of Chicago
Press, Chicago.
Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Yogyakarta: UGM Press. hlm. 317-318,
419-421, 424.
50
LAMPIRAN
51
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Conus sp 1 2 1.0 25 0 0 0 0 0.0 0
Polinices flemingianus 1 1 0.7 17 0 0 0 0 0.0 0
Annelida sp 0 0 2 0.7 17 3 1 4 100 4 1 5.0 125
Nassarius sp 0 0 1 1 0.7 17 1 1 25 4 2 1 7.0 175
Aliculastrum solida 0 0 0 0 0 0 1 2 3.0 75
Vexillum sp 0 0 0 0 0 0 2 1 3.0 75
Selatium sp 0 0 0 0 0 0 1 2 3.0 75
Selatium sp 0 0 0 0 0 0 1 1 2.0 50
Total 1.7 42 1 33 5 125 23.0 575
53