Anda di halaman 1dari 57

JENIS DAN MORFOMETRIK AMFIBI YANG TERDAPAT DI TAMAN

WISATA ALAM SICIKE-CIKE KECAMATAN PARBULUAN


KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH

SITI MAY SYARAH


120805004

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


JENIS DAN MORFOMETRIK AMFIBI YANG TERDAPAT DI TAMAN
WIASATA ALAM SICIKE-CIKE KECAMATAN PARBULUAN
KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi rugas dan memnuhi syarat mencapai gelar


Sarjana Sains

OLEH

SITI MAY SYARAH


120805004

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERSETUJUAN

Judul : Jenis dan Morfometrik Amfibi yang


Terdapat Di Taman Wisata Alam Sicike-
cike Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi
Sumatera Utara
Kategori : Skripsi
Nama : Siti May Syarah
Nomor Induk Mahasiswa : 120805004
Program Studi : Sarjana (S1) Biologi
Departemen : Biologi
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Disetujui di
Medan, Mei 2017

Komisi Pembimbing
Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dr. Erni Jumilawaty, M.Si. Drs. Arlen Hanel Jhon. M.Si


NIP. 197001021997022001 NIP. 19581018 199003 1 001

Disetujui Oleh
Departemen Biologi FMIPA USU
Ketua,

Dr. Saleha Hannum, M.Si.


NIP. 197108312000122001

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN

JENIS DAN MORFOMETRIK AMFIBI YANG TERDAPAT DI TAMAN


WISATA ALAM SICIKE-CIKE KECAMATAN PARBULUAN
KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2017

Siti May Syarah


120805004

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Jenis dan Morfometrik Amfibi yang Terdapat Di Taman Wisata Alam
Sicike-cike Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi Sumatera Utara” ini dengan
baik.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Drs. Arlen Hanel Jhon, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr. Erni
Jumilawaty, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan
nasihat, arahan, waktu, bimbingan serta perhatian yang besar kepada penulis dari
awal proposal penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Nursal M.Si dan Ibu Dr. Etti Sartina
Siregar, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan waktu, kritik
dan saran demi kesempurnaan dan penyelesaian skripsi ini.
Dengan segala kerendahan hati penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dra. Nunuk Priyani M.Sc selaku dosen penasehat akademik yang
selalu memberikan nasihat dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan urusan
akademis selama masa perkuliahan Ibu Saleha Hannum, M.Si dan Bapak Riyanto
Sinaga, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU dan
kepada seluruh staf pengajar Departemen Biologi FMIPA USU.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA) yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di TWA
Sicike-cike. Terima kasih juga kepak ibu Ida yang telah membantu penulis dalam
pembuatan surat jalan dan para staf BKSDA lainnya, Terimakasih juga kepada
bapak Samuel dan Bapak Bergiat Sembiring beserta staf dari Resort TWA Sicike-
cike yang telah menemani selama proses penelitian ini.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih sebesar-
besarnya kepada Ayahanda Suyadi dan Ibunda Murni, S.Pd.SD. yang telah
membesarkan, mendidik, mendukung penuh, mendo’akan yang terbaik, serta
memberikan kasih yang tulus dan tak terhingga kepada penulis, juga abangda
tercinta Ahmad Fauzi Syahputra Yani, M.Pd., dan adik tersayang Fajar Shiddiq.

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih atas do’a dan dukungannya
kepada seluruh keluarga besar penulis.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk teman tersayang Dwi,
Mindi, Ihsan, Gagah, Bobi P., Tirta, Firda, Agung, Adit 013, Bang Jordan, dan
Bang juned beserta Dio yang telah ikut dalam membantu penelitian baik pada
masa-masa prapenelitian, penelitian, dan pasca penelitian, dan teman-teman
seperjuangan Rika, Kina, Yudi, Ihsan, Miza, Diana, Yan, Dina dan para teman-
teman ekowan angkatan 2013 Reza, Eka, Erika, dan lainnya serta 2014 serta Bang
Aan yang banyak memberikan saran kepada penulis. Penulis juga mngucapkan
terima kasih kepada sahabat terkasih dan tersayang Maya, Kak Sherly, Firda, Dwi,
Mindi, Ulfa, Didi, Rika, Kina, Ami, Bang Evan, Yulia Putri 013 serta seluruh
teman-teman Biologi khususnya angkatan 2012 yang selama ini setia menjadi
teman, untuk saling berbagi dan memberi dukungan dari awal hingga selesainya
penelitian ini. Tidak lupa terima kasih yang sangat besar kepada Kakak Asuh
Delisma Siregar dan Yusniarti serta Adik Asuh Titi yang telah memeberi support-
nya.
Penulis menyadari skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini
nantinya. Demikian skripsi ini penulis sampaikan, semoga bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan khususnya dalam informasi tentang keragaman jenis, populasi, dan
penyebaran satwa amfi . Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Medan, Mei 2017

Penulis

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
JENIS DAN MORFOMETRIK AMFIBI YANG TERDAPAT DI TAMAN
WISATA ALAM SICIKE-CIKE KECAMATAN PARBULUAN
KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Taman Wisata Alam Sicike-cike merupakan salah satu kawasan pelestarian hutan
yang diduga memiliki keanekaragaman jenis dari berbagai amfibi karena
merupakan hutan rawa gambut yang memiliki ketersediaan air melimpah.
Berdasarkan kondisi ini, dilakukan penelitian tentang jenis-jenis amfibi. Tujuan
penelitian ini untuk menganalisis jenis-jenis amfibi beserta morfometrik amfibi di
Taman Wisata Alam Sicike-cike. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga
Juni 2016 dengan metode Visual Encounter Survey (VES). Penelitian ini
dilakukan di 3 lokasi yang berbeda, yaitu sungai, danau, dan areal perjalanan
menuju Danau 1. Amfibi yang ditemukan sebanyak 9 spesies, yaitu Phrynoidis
juxtaspera, Limnonectes kuhlii, Occidozyga sumatrana, Leptobrachium sp.,
Microhyla palmipes, Chiromantis sp., Hylarana kampeni. Hylarana nigrovittata,
dan Odorrana hosii. Amfibi yang ditemukan kemudian diukur bagian
morfometrik tubuhnya dan diperoleh morfometrik yang berbeda-beda pada setiap
spesies amfibi yang ditemukan. Salah satu parameter dari morfometrik amfibi
dapat digunakan sebagai karakteristik dari deskripsi amfibi, yaitu Panjang Badan
(PB).

Kata Kunci : Taman Wisata Alam Sicike-cike, Amfibi, Jenis Amfibi,


Morfometrik.

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MORPHOMETRICAL STUDY AND SPECIES CHECKLIST OF
AMPHIBIAN AT TAMAN WISATA ALAM SICIKE-CIKE,
SUBDISTRICT OF PARBULUAN, DISTRICT OF DAIRI, NORTH
SUMATERA

ABSTRACT

Taman Wisata Alam Sicike-cike is one of preserved forest region which assumed
to be inhabited by diverse amphibian species. The forest condition is dominant in
peat swamp structure which indicate enormous water supply. According to the
condition, research was conducted to this location abaout amphibian species. The
purpose of this study is to analyze amphibian species found in terms of
morphometry at Taman Wisata Alam Sicike-cike. The study was conducted from
April to June 2016. Sampling method used in this study was Visual Encounter
Survey (VES). The study was carried out in three different locations: stream, lake,
and pathway along lake. Nine amphibian species were found during the study,
such as: Phrynoidis juxtaspera, Limnonectes kuhlii, Occidozyga sumatrana,
Leptobrachium sp., Microhyla palmipes, Chiromantis sp., Hylarana kampeni.
Hylarana nigrovittata, and Odorrana hosii. Amphibian species found were then
measure morphometrically and data showed different results for each species. One
of reliable parameter that can be used as character to describe amphibian was
Body Length or Panjang Badan (PB).

Key Words : Taman Wisata Alam Sicike-cike, Amphibian, Amphibian


Species, Morphometric.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 2
1.3. Tujuan 2
1.4. Manfaat 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Taksonomi 4
2.2. Amfibi 4
2.3. Morfologi Amfibi 4
2.4. Pengelompokan Amfibi
2.4.1. Ordo Gymnophiona (Sesilia) 6
2.4.2. Ordo Caudata (Urodela) 6
2.4.3. Ordo Salientia (Anura) 7
2.5. Ekologi Amfibi 9
2.6 Habitat dan Penyebaran 10
2.7. Peranan Amfibi 11
BAB 3 BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 12
3.2. Alat dan Bahan 12
3.3 Lokasi Penelitian
3.3.1. Deskripsi Area 12
3.3.2. Iklim dan Topografi 13
3.4. Metode Penelitian 13
3.5 Pengambilan Sampel 13
3.6 Pengamatan Kuantitatif Morfometrik 14
3.7 Identifikasi dan Deskripsi Spesies 14

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Jenis-jenis Amfibi di Kawasan Taman Wisata Alam 15
Sicike-cike
4.2. Deskripsi Spesies Amfibi 21
4.3. Pengukuran Morfometrik Amfibi 30
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Kesimpulan 31
5.2. Saran 31
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman


1. Morfologi Anura 5
2. Morfologi Caudata 5
3. Ichthyophis asplenius 6
4. Alpine Salamander Salamandra atra 7
5. Giant River Toad, Phrynoidis juxtaspera 7
6. Katak 8
7. Kodok 9
8. Phrynoidis juxtaspera 21
9. Limnonectes kuhlii 22
10. Occydozyga sumatrana 23
11. Leptobrachium sp. 24
12. Microhyla palmipes 25
13. Chiromantis sp. 26
14. Hylarana kampeni 27
15. Hylarana nigrovittata 28
16. Odorrana hosii 29

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman


1. Jenis-jenis Amfibi di Kawasan Taman Wisata Alam 15
Sicike-Cike
2. Faktor fisik lokasi penelitian 16

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Lamp. Judul Halaman


1. Sketsa Morfologi Amfibi 35
2. Foto Lokasi Penelitian
a. Gambar Lokasi Penelitian di Danau 1 (Satu) 40
b. Gambar Lokasi Penelitian di Sungai 40
c. Gambar Lokasi Penelitian di Perjalanan menuju Danau 40
1 (Satu)
3. Foto Kerja 41
4. Tabel Pengukuran Morfometrik 42
5. Peta Lokasi Penelitian 44

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kawasan hutan tropis Indonesia umumnya merupakan hutan hujan tropis, hutan
hujan tropis menerima hujan berlimpah sekitar 2000-4000mm/tahun. Suhunya
tinggi (sekitar 24-260C) dengan kelembaban rata-rata 80% (Dariana, 2009).
Hutan hujan tropis merupakan komunitas yang terbanyak di Indonesia, salah satu
hutan hujan tropik di Sumatera, khususnya Sumatera Utara adalah Taman Wisata
Alam (TWA) Sicike-Cike. Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam
yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam (BKSDA I
SUMUT, 2003).
Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike memiliki kondisi hutan berupa
hutan rawa gambut. Rawa gambut merupakan kawasan yang berkarakter menarik,
karena mengandung air sekitar 90%. Hal ini berarti bahwa gambut mempunyai
kemampuan menyerap air sampai sembilan kali dari volumenya sendiri. Oleh
karena itu, pada saat tidak ada hujan, kawasan gambut dapat menjadi sumber air
bagi kawasan yang lebih rendah dan berperan sebagai penyangga hidrologi
(Mistar, 2003).
Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-cike pada dasarnya memiliki syarat
yang cukup bagi hewan ataupun tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang.
Ketersedian air yang melimpah merupakan faktor yang paling utama pada
kawasan ini, karena alasan inilah memungkinkan melimpahnya jenis hewan
ataupun tumbuhan. Salah satu jenis hewan yang mungkin ada pada kawasan ini
adalah amfibi. Amfibi dapat dijumpai pada aliran-aliran sungai, daerah danau atau
pada genangan-genangan air. Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-cike memiliki
daerah aliran sungai, daerah danau dan juga banyak terdapat genangan air.
Ketersedian habitat untuk amfibi sudah cukup menunjukkan bahwa kawasan ini
juga memiliki keragaman jenis amfibi.
Pada umumnya amfibi tinggal di daerah berhutan yang lembab dan
beberapa spesies seluruh hidupnya tidak bisa lepas dari air (Mistar 2003, Iskandar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

1998). Sekitar 70 sampai 80% dari berat tubuhya adalah air (Kminiak,
2000). Amfibi membutuhkan kelembaban yang cukup untuk melindungi diri dari
kekeringan pada kulitnya (Iskandar 1998). Hal ini karena kulit pada amfibi
digunakan untuk pernapasan selain paru-paru (Lametschwandtner & Tiedemann,
2000).
Meskipun Indonesia kaya akan jenis amfibi, tetapi penelitian mengenai
amfibi di Indonesia masih sangat terbatas. Pulau Sumatera sebagai salah satu
pulau besar, belum banyak dilakukan penelitian mengenai amfibi, baru terbatas di
Kawasan Ekosistem Leuser (Mistar 2003), Sumatera Barat (Inger & Iskandar
2005), Sumatera Selatan (Sudrajat 2001) dan di Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (HIMAKOVA 2004, Ul-Hasanah 2006).
Kurangnya penelitian mengenai amfibi menyebabkan minimnya informasi
tentang keragaman jenis, populasi, dan penyebaran satwa ini, untuk itulah
dilakukan penelitian tentang “JENIS DAN MORFOMETRIK AMFIBI YANG
TERDAPAT DI TAMAN WISATA ALAM SICIKE-CIKE KECAMATAN
PARBULUAN KABUPATEN DAIRI SUMATERA UTARA”.

1.2.Permasalahan
Di Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-Cike Kecamatan Parbuluan,
Kabupaten Dairi, Sumatera Utara ditemukan adanya aliran sungai dan danau
dengan ketersediaan air cukup melimpah, di samping itu kawasan hutan ini juga
memiliki nilai kelembaan yang tinggi. Berdasarkan kondisi ini sangat cocok
sebagai habitat beberapa jenis hewan, diantaranya dari kelompok amfibi. Namun
demikian, sampai saat ini belum diketahui jenis-jenis amfibi apa sajakah yang
terdapat di kawasan ini.

1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
a. Menganalisis jenis-jenis Amfibi di Taman Wisata Alam Sicike-Cike
Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.
b. Menganalisis morfometrik Amfibi Taman Wisata Alam Sicike-Cike
Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

1.4. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini ialah dapat memberikan informasi kepada
masyarakat dan instansi pemerintah terkait tentang keragaman jenis, deskripsi,
dan morfometrik amfibi di Taman Wisata Alam Sicike-Cike Kecamatan
Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi
Amfibi adalah satwa bertulang belakang yang memiliki jumlah jenis
terkecil, yaitu sekitar 4,000 jenis. Walaupun sedikit, amfibi merupakan satwa
bertulang belakang yang pertama berevolusi untuk kehidupan di darat dan
merupakan nenek moyang reptil (Halliday & Adler, 2000). Menurut Goin & Goin
(1971) dalam Darmawan (2008), klasifikasi dan sistematika amfibi adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub-filum : Vertebrata
Kelas : Amphibia
Ordo : Gymnophiona, Caudata dan Anura.

2.2. Amfibi
Indonesia memiliki dua dari tiga ordo amfibi yang ada di dunia, yaitu
Gymnophiona dan Anura. Ordo Gymnophiona dianggap langka dan sulit
diketahui keberadaannya, sedangkan ordo Anura merupakan yang paling mudah
ditemukan di Indonesia mencapai sekitar 450 jenis atau 11% dari seluruh jenis
Anura di dunia. Ordo Caudata merupakan satu-satunya ordo yang tidak terdapat di
Indonesia (Iskandar, 1998).

2.3. Morfologi Amfibi


Amfibi umumnya memiliki kulit yang tipis, basah atau lembab dan tidak memiliki
eksoskeleton (Goin et al., 1978). Anura mudah dikenali karena memiliki
karakteristik yang jelas (Gambar 1.), misalnya posisi tubuhnya yang tampak
berjongkok dengan kedua kakinya sebagai penumpu, memiliki badan yang kokoh,
tidak memiliki ekor, dua pasang alat gerak dengan ekstremitas belakang yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

lebih panjang dan kuat, memiliki lima jari, mata besar dan memiliki mulut besar
pada sebagian besar spesies (Malkmus et al., 2002; Iskandar, 1998).

Gambar 1. Morfologi Anura (Turner, 2004)


Caudata disebut juga urodela. Ordo ini mempunyai ciri bentuk tubuh
memanjang, mempunyai anggota gerak dan ekor serta tidak memiliki tympanum
(Gambar 2). Tubuh dapat dibedakan antara kepala, leher dan badan. Beberapa
spesies mempunyai insang dan yang lainnya bernafas dengan paru-paru. Ordo
Urodela hidup di darat akan tetapi tidak dapat lepas dari air (Pough et al., 1998).

Gambar 2. Morfologi Caudata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

2.4. Pengelompokan Amfibi


2.4.1. Ordo Gymnophiona (Sesilia)
Gymmophiona lebih dikenal dengan sesilia memiliki ± 159 jenis. Ordo ini terdiri
dari dua genus yaitu, Caudacaecilia yang terdiri dari empat jenis, tersebar luas di
India, Indo-China, Malaysia, Philipina dan Kawasan Indonesia bagian barat
Sumatera dan Kalimantan sedangkan Ichthyophis sekitar 30 jenis tersebar di Jawa,
Sumatera dan Kalimantan (Gambar 3). Ordo ini mempunyai bentuk tubuh seperti
cacing dengan kepala dan mata tampak jelas. Aktif pada malam hari dan
membutuhkan perairan yang jernih sebagai habitatnya. Jenis ini sulit dijumpai
karena hidup di sungai-sungai kecil maupun besar pada stadium larva yaitu ekor
masih terdapat bagian tubuh seperti sirip di bagian ekor, dan kemudian akan
mereduksi setelah dewasa dan hidup dalam liang-liang tanah (Mistar, 2003).
Menurut Halliday & Adler (2000) dalam Darmawan (2008) ordo
Gymnophiona merupakan satwa yang hidup dalam tanah. Mereka menggunakan
kepalanya untuk menggali dalam tanah untuk makan. Sesilia menyukai habitat
tanah yang gembur dan lapisan serasah hutan tropis, seringkali dekat dengan
aliran air. Salah satu famili dari sesilia bahkan hidup di dasar sungai.

Gambar 3. Ichthyophis asplenius (www.amphibiaweb.org)

2.4.2. Ordo Caudata (Urodela)


Caudata (Urodela) terdiri atas genus Salamander dan Newt ± 400 jenis. Ordo jenis
ini tidak terdapat di Indonesia. Daerah terdekat Persebaran salamander adalah
Vietnam, Laos dan Thailand Utara (Mistar, 2003).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Ordo Caudata bentuk tubuhnya seperti kadal, memiliki tungkai yang sama
panjang dan ekor yang panjang. Genus Salamandra adalah salah satu genus yang
termasuk ordo ini (Gambar 4) (Utama, 2003).

Gambar 4. Alpine Salamander Salamandra atra (www.amphibiaweb.org)

2.4.3. Ordo Salientia (Anura)


Anura terdiri atas katak dan kodok, memiliki ± 4.800 jenis, lebih dari 500 jenis di
antara terdapat di Indonesia. Di Indonesia, jenis ini mempunyai sebaran yang luas
dari Sumatera hingga Papua (Mistar, 2003).
Menurut Iskandar (1998) dalam Darmawan (2008) amfibi tidak memiliki
alat fisik untuk mempertahankan diri. Sebagian besar Anura melompat untuk
melarikan diri dari predator. Jenis-jenis yang memiliki kaki yang relatif pendek
memiliki strategi dengan cara menyamarkan warnanya menyerupai lingkungannya
untuk bersembunyi dari predator. Beberapa jenis Anura memiliki kelenjar racun
pada kulitnya, seperti pada famili Bufonidae (Gambar 6).

Gambar 5. Giant River Toad, Phrynoidis juxtaspera (Mistar_FFI-AP)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Setiap orang dapat mengenali seekor katak atau kodok, sebagai indikasi yang
baik dari bagaimana perbedaan dan keseragaman relatif kodok dan katak. Ciri
khas mereka antara lain, tanpa ekor, pendek, tubuh gempal, kaki belakang panjang
dan kaki depan pendek, mata melotot besar, dan memiliki mulut yang lebar.
(Inger & Stuebing, 2005).
Katak memiliki kepala yang lebar dan datar melekat pada tubuh yang
pendek, padat dan lebih langsing daripada kodok. Struktur tubuhnya didesain
untuk melompat. Sementara tulang belakang yang paling akhir saling bergabung
membentuk batang silindris dan tipis yang kokoh disebut urostil atau coccyx.
Urostil dan gelang panggung memberikan kekuatan pada ujung tubuh dimana otot
yang digunakan untuk meloncat melekat pada rangka. Tungkai belakang yang
panjang dan diantara jari-jarinya terdapat selaput yang digunakan sebagai alat
untuk berenang. Sedangkan tungkai depan yang pendek dan kecil digunakan
untuk menopang tubuh saat duduk dan mendarat setelah melompat. Kulit katak
biasanya licin, lembab dan relatif tipis (Gambar 6) (Nurmaifa, 2009).

Gambar 6. Katak (Mistar, 2003)


Kodok biasanya dibedakan dengan katak dari kulitnya yang kasar, karena
kodok memiliki tungkai belakang yang lebih pendek. Kulitnya kasar berbintil-
bintil dan kering, berwarna kecoklatan atau keabuan (Gambar 7). Pada kepala, di
sebelah membran tympani, terdapat kelenjar paratoid yang merupakan kelenjar
racun. Badan lebih bulat daripada katak (Nurmaifa, 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

Gambar 7. Kodok (Mistar, 2003)

2.5. Ekologi Amfibi


Menurut Mistar (2003) berdasarkan kebiasaan hidupnya amfibi dapat
dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yakni :
a. Teresterial, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya berada di lantai hutan,
jarang sekali berada pada tepian sungai, memanfaatkan genangan air atau di
kolam di lantai hutan serta di antara serasah daun yang tidak berair tetapi
mempunyai kelembaban tinggi dan stabil untuk meletakkan telur. Contohnya
Megophrys aceras, M. nasuta dan Leptobracium sp.
b. Arboreal, spesies-spesies amfibi yang hidup di pohon dan berkembang biak
di genangan air pada lubang-lubang pohon di cekungan lubang pohon, kolam,
danau, sungai yang sering dikunjungi pada saat berbiak. Beberapa spesies
arboreal mengembangkan telur dengan membungkusnya dengan busa untuk
menjaga kelembaban, menempel pada daun atau ranting yang di bawahnya
terdapat air. Contohnya seperti Rhacophorus sp, Philautus sp dan Pedostibes
hosii.
c. Aquatik, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya selalu berada pada badan
air, sejak telur sampai dewasa, seluruh hidupnya berada pada perairan mulai
dari makan sampai berbiak. Contohnya antara lain Occidozyga sumatrana
dan Rana siberut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

d. Fossorial, spesies yang hidup pada lubang-lubang tanah, spesies ini jarang
dijumpai. Amfibi yang termasuk dalam kelompok ini adalah suku
Microhylidae yaitu Kaloula sp dan semua jenis sesilia.
Amfibi umumnya nokturnal, dengan mempertahankan temperatur harian
yang tinggi dan kelembaban yang rendah. Pada siang hari biasanya amfibi
mempunyai kandungan kelembaban yang lebih tinggi dari pada lingkungan
sekitarnya yang terbuka dari sinar matahari dan udara yang hangat. Tempat
berlindung pada siang hari yaitu di bawah batu, batang pohon, daun jerami, celah-
celah yang terlindung dan daun-daun (Duellman & Trueb, 1986).
Amfibi memiliki beragam perilaku sebagai respon terhadap rangsangan
yang diterima. Amfibi memiliki perilaku yang unik dan beranekaragam dalam hal
perkembangbiakan. Kebanyakan jenis-jenis amfibi di daerah tropis berkembang
biak pada saat musim hujan, agar kelembaban dari telur dapat terjaga dan dapat
menetas dengan baik (Stebbins & Cohen, 1995).

2.6. Habitat dan Penyebaran


Habitat satwa liar yaitu suatu kesatuan dari faktor fisik maupun biotik yang
digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya (Alikodra, 2002).
Menurut Halliday and Adler (1986) dalam Putra et al. (2012) keberadaan amfibi
di suatu habitat sangat dipengaruhi oleh tipe habitat tersebut. Fejervarya
limnocharis umumnya ditemukan pada daerah persawahan, Rana erythraea
umumnya hidup di perairan tergenang seperti rawa, danau, dan telaga (Iskandar,
1998).
Habitat utama amfibi adalah hutan primer, hutan rawa, sungai besar,
sungai sedang, anak sungai, kolam dan danau (Mistar 2003). Kebanyakan dari
amfibi hanya bisa hidup di air tawar, namun jenis seperti Fejervarya cancrivora
diketahui mampu hidup di air payau (Iskandar 1998). Sebagian katak beradaptasi
agar dapat hidup di pohon. Walaupun sangat tergantung pada air, katak pohon
seringkali tidak turun ke air untuk bertelur. Katak pohon melakukan kawin dan
menyimpan telurnya di vegetasi/pohon di atas air. Saat menetas berudu katak akan
jatuh ke dalam air (Duellman & Heatwole 1998). Selain itu, juga terdapat katak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

yang menyimpan telurnya di lubang berair pada kayu dan tanah, di punggung
betina atau membawa ke daerah dekat air (Duellman & Trueb 1994).
Amfibi dapat hidup di berbagai tipe habitat mulai dari hutan pantai, hutan
dataran rendah hingga hutan pegunungan yang ekstrim, kecuali daerah kutub dan
gurun (Mistar 2003). Ordo Gymnophiona terdapat di wilayah tropis dan
subtropics (Nussbaum 1998). Di Indonesia terdapat Ordo Gymnophiona yang
ditemukan diPulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Ordo Caudata tidak
ditemukan di Indonesia, tetapi daerah terdekat yang dapat ditemukan ordo ini
adalah Vietnam Utara dan Thailand Utara (Iskandar 1998).
Kelompok satwa amfibi (terutama ordo anura dimana katak/kodok
termasuk di dalamnya) merupakan salah satu komponen ekosistem yang memiliki
peranan yang sangat penting bagi kelangsungan proses-proses ekologi. Berbagai
microhabitat di hutan digunakan sebagai tempat hidup katak antara lain lubang-
lubang pohon, lantai hutan yang penuh serasah, atau aliran sungai (Utama, 2003)
Salah satu penyebab penurunan jenis amfibi di dunia adalah kerusakan
habitat hutan dan fragmentasi. Di hutan yang mengalami sedikit gangguan atau
hutan dengan tingkat perubahan sedang memiliki jumlah jenis yang lebih kaya
daripada kawasan yang sudah terganggu seperti hutan sekunder, kebun dan
pemukiman penduduk (Gillespie et al. 2005).

2.7. Peranan Amfibi


Menurut Stebbins and Cohen (1997) dalam Darmawan (2008), amfibi
memiliki berbagai peranan penting bagi kehidupan manusia, yakni peranan
ekologis maupun ekonomis. Secara ekologis, amfibi memiliki peranan penting
dalam rantai makanan sebagai konsumen sekunder. Amfibi memakan serangga
sehingga dapat membantu keseimbangan ekosistem terutama dalam pengendalian
populasi serangga. Selain itu, amfibi juga dapat berfungsi sebagai bio-indikator
bagi kondisi lingkungan karena amfibi memiliki respon terhadap perubahan
lingkungan. Peranan amfibi dari segi ekonomis dapat ditinjau dari pemanfaatan
amfibi untuk kepentingan konsumsi. Selain untuk tujuan konsumsi, amfibi
memiliki kegunaan yang lain yaitu sebagai binatang peliharaan, binatang
percobaan dan bahan obat-obatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

BAB 3
BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2016 di kawasan
Taman Wisata Alam Sicike-Cike Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi,
Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah kamera digital,
headlamp, senter, penggaris besi, thermometer dan hygrometer. Sedangkan bahan
yang digunakan adalah buku identifikasi amfibi, alat tulis, kantung plastik, kertas
millimeter yang sudah di laminating, dan kain hitam.

3.3. Lokasi Penelitian


3.3.1. Deskripsi Area
Taman Wisata Alam (TWA) Sicike-cike merupakan salah satu hutan hujan
tropis di Sumatera Utara. TWA Sicike-cike merupakan kawasan pelestarian
alam yang dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam.Taman Wisata
Alam Sicike-cike ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.
78/Kpts-II/1989 tanggal 7 Pebruari 1989 dengan luas 575 Ha. Secara geografis
Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh terletak pada 020 35’-020 41’ Lintang Utara
dan 980 20’- 980 30’ Bujur Timur. Sedangkan secara administratif termasuk Desa
Pancar Nuli, Kecamatan Sedikalang, Kabupaten Dati II Dairi, Propinsi Sumatera
Utara.
Dusun Pancur Nauli berbatasan langsung dengan kawasan hutan Sicike–
Cike yang terdiri atas tiga jenis status kawasan hutan, yaitu Hutan Adat, Hutan
Lindung Adian Tinjoan seluas 19.000 ha dan TWA Sicike-cike Lokasi penelitian
Hutan Taman Wisata Alam Sicike–cike berjarak kira–kira 170 km dari Kota
Medan. Secara Administrasi TWA Sicike–cike terletak pada :
a. Sebelah utara berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Hutan Lindung Adian Tinjoan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

c. Sebelah timur berbatasan dengan Dusun Pancur Nauli


d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kerajaan
(http://raflesiana.blogspot.co.id/2010/12/taman-wisata-alam-sicikeh-cikeh.html)

3.3.2. Iklim dan Topografi


Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson, TWA Sicike-cike
termasuk ke dalam iklim tipe B. Curah hujan rata-rata tahunan adalah 2000-2500
mm, di masa hujan tertinggi biasanya pada bulan Desember dan terendah pada
bulan Mei. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Juni sampai September.
Suhu maksimum 14-300C dengan kelembapan rata-rata berkisar 90-100%.
Ketinggian topografi di TWA Sicike-cike pada umumnya datar sebagian
bergelombang sedang dan ringan dengan ketinggian berkisar antara 1500-2000
mdpl (http://raflesiana.blogspot.co.id/2010/12/taman-wisata-alam-sicikeh-
cikeh.html).

3.4 Metode Penelitian


Metode yang digunakan adalah metode VES (Visual Encounter Survey).
Metode VES merupakan metode pengamatan amfibi dengan menelusuri
genangan air, kolam-kolam maupun anak sungai sebagai habitat amfibi.

3.5. Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel akan dilakukan pada tiga lokasi, yaitu pada areal
sungai, area perjalanan menuju Danau 1, dan areal Danau 1. Pengamatan
dilakukan dengan cara menelusuri daerah tepi setiap danau dan sungai serta jalan
yang dilewati menuju Danau 1.
Pengamatan di masing-masing lokasi dilakukan pada siang hari dan juga
pada malam hari. Pada malam hari, pengamatan dilakukan selama ± 4 jam, yaitu
mulai pada pukul 19.30 WIB s/d 23.30 WIB. Jenis amfibi yang ditemukan,
kemudian ditangkap dan difoto bagian ventral, dorsal, ekstremitas atas,
ekstremitas bawah, sisi tubuh bagian samping dan bagian kepalanya. Jenis amfibi
yang didapatkan diidentifikasi dilapangan kemudian langsung dikembalikan ke
habitat asalnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

3.6. Pengamatan Kuantitatif Morfometrik


Pengamatan dilakukan pada ukuran-ukuran tubuh menurut Nesty (2013),
yaitu: PB: Panjang badan, PK: Panjang kepala, LK: Lebar kepala, JMT: Jarak dari
moncong sampai tympanum, PM: Panjang moncong, JHM: Jarak dari hidung
sampai moncong, JMM: Jarak dari mata sampai moncong, JHT: Jarak dari hidung
sampai tympanum, JMH: Jarak dari mata sampai hidung, JMTi: Jarak dari mata
sampai tympanum, DT: Diameter tympanum, JMHi: Jarak dari mandibula sampai
hidung, JMMD: Jarak dari mandibula sampai mata bagian depan, JMMB: Jarak
dari mandibula sampai mata bagian belakang, JIN: Jarak Inter Nares, DM:
Diameter mata, JIO: Jarak Inter Orbital, PKM: Panjang kelopak mata, PMD:
Panjang manus sampai digiti, PBr: Panjang branchium, PAb: Panjang
Antebranchium, PKB: Panjang kaki belakang, PF: Panjang Femur, PT: Panjang
Tibia, PMTJ4: Panjang dari metatarsus sampai ujung jari ke empat kaki belakang,
PTJ4: Panjang dari tarsus sampai jari ke empat kaki belakang, PJ3KD: Panjang
jari ke tiga kaki depan, PJ1KD: Panjang jari pertama kaki depan, PJ4KB: Panjang
jari ke empat kaki belakang.

3.7. Identifikasi dan Deskripsi Spesies


Identifikasi jenis amfibi hasil penelitian dilakukan dengan mengunakan
buku Frog of Borneo (Inger & R.T. Stuebing, 1997), Seri Panduan Lapangan
Amfibi Jawa dan Bali (Iskandar, 1998), Panduan Lapangan Amfibi Kawasan
Ekosistem Leuser (Mistar, 2003).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis-jenis Amfibi di Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-cike


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh jenis-jenis Amfibi dari
Ordo Anura pada 3 (tiga) lokasi di Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-Cike
Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara sebanyak 9 spesies yang
terdiri atas 6 famili dan 8 genus seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis-jenis Amfibi di Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-Cike
Lokasi
Famili/Genus Spesies (Jenis)
1 2 3
1. Bufonidae
1) Phrynoidis Phrynoidis juxtaspera - - ✓
2. Dicroglossidae
2) Limnonectes Limnonectes kuhlii ✓ - ✓
3) Occidozyga Occidozyga sumatrana - ✓ -
3. Megophrydae
4) Leptobrachium Leptobrachium sp. - - ✓
4. Microhylidae
5) Microhyla Microhyla palmipes - ✓ -
5. Rachophoridae
6) Chiromantis Chiromantis sp. - ✓ -
6. Ranidae
7) Hylarana Hylarana kampeni ✓ - -
Hylarana nigrovittata - ✓ -
8) Odorrana Odorrana hosii ✓ ✓ -
Jumlah 3 5 3
Keterangan : 1. Sungai ; 2. Danau ; 3. Areal perjalanan menuju Danau 1

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa spesies yang paling banyak ditemukan
adalah pada lokasi 2, yaitu sebanyak 5 spesies, dan pada lokasi 1 dan 3 masing-
masing sebanyak 3 spesies. Jenis amfibi yang paling banyak ditemukan adalah
pada lokasi 2, yaitu sebanyak 5 spesies yang termasuk ke dalam 5 genus, dan 4
famili. Kemudian diikuti pada lokasi 1 dan 3 yaitu masing-masing ditemukan
sebanyak 3 spesies. Banyaknya spesies amfibi yang ditemukan pada lokasi 2
disebabkan karena lingkungan yang cukup ideal bagi kehidupan amfibi, yaitu
daerah danau yang memiliki aliran atau arus yang relatif lambat dan karena
kondisi linkungan yang cocok.
Banyaknya spesies amfibi yang terdapat pada suatu area dipengaruhi oleh
berbagai kondisi lingkungan, seperti temperatur udara dan kelembapan udara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

karena amfibi sangat bergantung pada kondisi lingkungan yang mendukungnya


untuk dapat berkembang dan bertahan hidup. Pada lokasi 2 didapatkan nilai
temperatur udara yang rendah (20,80C) dan nilai kelembapan yang tinggi (96%)
yang baik untuk kehidupan amfibi, seperti tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Faktor fisik lingkungan lokasi penelitian


Lokasi
Parameter
1 2 3
Temperatur Udara 22,20C 20,80C 21,20C
Kelembapan Udara 80% 96% 95%
Keterangan : 1. Sungai ; 2. Danau 1 ; 3. Area perjalanan menuju Danau 1

Tinggi dan rendahnya jumlah spesies yang ditemukan pada setiap lokasi
bergantung pada kondisi dan karakteristik lingkungan. Dari Tabel 2. dapat dilihat
bahwa setiap lokasi penelitian memiliki temperature udara dan kelembapan udara
yang berbeda. Hal ini mungkin disebabkan karena letak dari setiap lokasi. Lokasi
1 berada di sekitar sungai dan merupakan pintu masuk hutan, sehingga temperatur
udara cukup tinggi dan kelembapan udara termasuk rendah. Sedangkan lokasi 2
yang merupakan kawasan danau yang berada di dalam hutan memiliki temperatur
udara yang paling rendah dan kelembapan udara yang paling tinggi karena lokasi
ini sudah berada di dalam hutan. Sedangkan lokasi 3 memiliki temperatur udara
lebih rendah dibandingkan lokasi 1 dan kelembapan udara yang cukup tinggi
karena sudah menuju ke dalam hutan. Adanya perbedaan faktor fisik di setiap
lokasi inilah yang menyebabkan berbedanya spesies amfibi yang ditemukan.
Menurut Inger & Stuebing (2005), kelembaban udara yang tinggi berkisar
antara 85-95% dan suhu udara berkisar antara 15-220C, serta banyaknya
ketersediaan sumberdaya makanan, maka Anura akan tersebar luas dan sering
ditemukan di sekitar areal tersebut. Anura sangat berpengaruh pada perubahan
lingkungan, sehingga dapat dijadikan sebagai indikator.
Menurut Crump (1994) dalam Yuliana (2000), suhu udara berpengaruh
secara nyata terhadap perkembangan dan pertumbuhan amfibi, serta seringkali
mengatur siklus prilaku dan reproduksi. Amfibi merupakan jenis satwa yang
poikiloterm, tidak dapat mengatur suhu tubuh sendiri sehingga suhu tubuhnya
sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Menurut Goin et al., (1978),
secara umum ordo Anura memiliki batas toleransi suhu pada kisaran 3-270C.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

Menurut Iskandar (1998), bahwa amfibi secara umum hidup di habitat


perairan berhutan yang lembab untuk melindungi tubuh dari kekeringan.
Menurut Kusrini (2013) amfibi sangat tergantung pada air. Lahan basah
dan habitat memijah amfibi lainnya seringkali menjadi tempat pembuangan dan
penampungan bahan pencemar. Selain itu lahan basah dan hutan tempat tinggal
katak kini banyak yang hilang, umumnya untuk pembangunan.
Menurut Inger and Voris (2001) dalam Darmawan (2008) ordo Anura
terdapat di seluruh Indonesia dari Sumatera sampai Papua. Menurut Iskandar &
Colijn (2000) dalam Darmawan (2008) amfibi yang ditemukan di Sumatera, yaitu
berasal dari Ordo Anura yang terdiri atas famili Ichtyophidae, Bufonidae,
Megophryidae, Microhylidae, Ranidae, Rhacophoridae. Katak di Semenanjung
Malaysia, Sumatera, Kalimantan dan Jawa berasal dari wilayah gugusan Sunda
Besar. Katak yang terdapat di Semenanjung Malaysia memiliki kesamaan jenis
yang tinggi dengan katak yang terdapat di Sumatera. Tingkat kesamaan jenis
katak di Jawa dengan Sumatera lebih tinggi dibandingkan dengan kesamaan jenis
katak di Jawa dengan Kalimantan.
Menurut Iskandar (1998) di Indonesia terdapat 10 famili dari Ordo Anura
yang ada di dunia. Famili-famili tersebut adalah Bombinatoridae
(Discoglossidae), Megophrydae (Pelobatidae), Bufonidae, Lymnodysnatidae,
Myobatrachidae, Microhylidae, Pelodryadidae, Ranidae, Rhacohoridae, dan
Pipidae.
Famili Bufonidae yang ditemukan, yaitu spesies Phrynoidis juxtaspera
hanya ditemukan pada lokasi 3. Hal ini mungkin disebabkan karena lokasi ini
dekat dengan aliran sungai dan juga danau. Jenis kodok ini biasanya dapat
ditemukan di sepanjang aliran sungai baik berarus deras maupun lambat.
Menurut Mistar (2003), Phrynoidis juxtaspera hidup dalam hutan primer
atau sekunder tua dataran rendah sampai pegunungan, dari tepi laut hingga
ketinggian 1600 mdpl. Sering ditemukan di pinggiran sungai besar maupun kecil
berbatu saat berbiak, individu dewasa kadang ditemukan di atas bukit yang jauh
dari air.
Famili Chiromantidae yang ditemukan, yaitu spesies Chiromantis sp.
hanya ditemukan pada lokasi 2. Hal ini mungkin disebabkan karena pada lokasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

ini, merupakan danau dan banyak terdapat pohon yang merupakan tempat bagi
spesies Chiromantis sp. yang merupakan salah satu jenis dari katak pohon.
Famili Dicroglossidae yang ditemukan, yaitu spesies Limnonectes kuhlii
ditemukan pada lokasi 1 dan 3 yang merupakan daerah sungai dan juga daerah
yang dekat dengan aliran sungai dan juga danau. Sama halnya dengan Phrynoidis
juxtaspera, spesies-spesies ini merupakan jenis katak yang hidupnya berada di
sekitar aliran sungai, baik berarus deras maupun lambat. Sedangkan spesies
Occidozyga sumatrana hanya ditemukan pada lokasi 2 yang merupakan daerah
danau.
Menurut Mistar (2003), Limnonectes kuhlii hidup dalam hutan primer
sampai sekunder tua pada daerah berbukit dari tepi pantai hingga pegunungan
pada ketinggian hingga 1600 mdpl, sering dijumpai pada sungai-sungai beraliran
sedikit tenang. Occidozyga sumatrana hidup dikolam-kolam kecil ditengah hutan
sekunder dan primer, kadang dijumpai disekitar serasah daun yang basah pada
anak-anak sungai.
Famili Megophrydae yang ditemukan, yaitu spesies Leptobrachium sp.
hanya ditemukan pada lokasi 3, karena jenis ini biasa ditemukan di lantai-lantai
hutan. Menurut Mistar (2003), katak serasah aktif pada malam hari, hidup di lantai
hutan, kadang-kadang dijumpai di cabang tumbuhan tingkat herba.
Famili Mycrohylidae yang ditemukan, yaitu spesies Mycrohyla palmipes
hanya ditemukan pada lokasi 2. Hal ini mungkin disebabkan karena katak jenis ini
biasa hidup di daerah genangan-genangan air atau banyak terdapat air. Menurut
Mistar (2003), semua anggota marga Microhyla spp, makanan utamanya adalah
semut atau rayap, dijumpai dalam hutan primer, hutan sekunder, bahkan sering
dijumpai disekitar permukiman.
Famili Ranidae yang ditemukan, yaitu spesies Hylarana kampeni dan
Hylarana nigrovittata yang merupakan salah satu jenis katak yang cukup sulit
untuk ditemukan serta penyebarannya yang sempit. Odorrana hosii ditemukan di
lokasi 1 dan 2. Spesies ini merupakan katak yang paling banyak ditemukan bila di
sekitar area sungai atau danau.
Menurut Mistar (2003), genus Rana mempunyai anggota jenis terbanyak
di Kawasan Indo-Australia sekitar 63 jenis, ukuran tubuhnya sangat bervariasi,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

menempati berbagai tipe habitat dari tepi sungai besar, rawa, sawah dan di lantai
hutan.
Lokasi penilitian ini merupakan kawasan hutan rawa gambut yang
merupakan sebuah kawasan yang memiliki karakter yang menarik, yaitu kawasan
yang memiliki kandugan air yang melimpah. Karakter inilah yang dapat
menunjukkan bahwa kawasan ini juga memiliki kekayaan jenis amfibi yang cukup
beragam. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian pada kawasan ini. Salah
satu contoh peneliti yang melakukan penelitian keragaman jenis amfibi pada
kawasan hutan rawa gambut adalah Mistar (2008) yang dilakukan di hutan rawa
gambut Kalimantan khususnya di areal Hutan Lindung Gunung Beratus,
Kalimantan Timur. Selain Mistar (2008), terdapat juga peneliti yang melakukan
penelitian pada kawasan ini, yaitu Almeria dan Nuneza (2013) tentang Amphibian
Diversity and Endemism in the Swamp Forest of Agusan Marsh, Agusan Del Sur,
Philippines.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mistar (2008) menunjukkan
bahwa hutan rawa gambut Kalimantan memiliki keragam jenis amfibi yang cukup
beragam. Pada hutan rawa gambut Kalimantan, amfibi yang ditemukan sebanyak
35 spesies dari 6 famili, yaitu Megophrydae (Leptolalax gracilis), Bufonidae
(Ansonia jenis baru, Ansonia leptopus, Ansonia minuta, Ansonia spinulifer,
Phrynoidis aspera, Ingerophrynus divergens, Ingerophrynus quadriporcatus,
Phrynoidis juxtaspera, Pedostibes hosii, Pedostibes rugosus,dan Pseudobufo
subasper), Dicroglossidae (Fejervarya canrivora, Fejervarya limnocharis,
Limnonectes ibanorum, Limnonectes kuhlii, Limnonectes leporinus, Limnonectes
malesianus, Limnonectes paramacrodon, Occidozyga baluensis, dan Occidozyga
laevis), Mycrohylidae (Microhyla berdmorei), Ranidae (Meristogenys whiteheadi,
Pulchrana baramica, Hydrophylax raniceps, Odorrana hosii, Sylvirana
nicobarienis, Pulchrana picturata, dan Staurois guttatus), dan Rhacophoridae
(Nyctixalus pictus, Polypedates colletti, Polypedates leucomystax, Polypedates
macrotis, Polypedates otilophus, dan Rhacophorus pardalis).
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Almeria dan Nuneza (2013) di
Hutan Rawa Gambut Agusan Marsh, Agusan del Sur, Filipina ditemukan amfibi
sebanyak 17 spesies dari 4 famili, yaitu Bufonidae (Rhinella marina),

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Microhylidae (Kaloula baleata, Kaloula conjucta meridionalis, Oreophryne sp.1


dan Oreophryne sp.2), Ranidae (Fejervarya cancrivora, Fejervarya limnocharis,
Limnonectes leytensis, Limnonectes parvus, dan Occidozyga laevis), dan
Rhacophoridae (Philautus sp., Philautus acutirostris, Philautus poecilus,
Polypedates leucomystax, Rhacophorus appendiculatus, Rhacophorus
bimaculatus, dan Rana everetti ). Jumlah amfibi yang ditemukan pada kawasan ini
lebih sedikit karena daerah rawa sudah mengalami pencemaran lingkungan berupa
limbah sehingga amfibi yang ditemukan lebih sedikit.
Berdasarkan dari dua penelitian yang sudah dilakukan dan juga pada
penelitian ini yang dilakukan pada kawasan rawa gambut, menunjukkan bahwa
kawasan ini juga memiliki keragaman jenis amfibi, walaupun jumlah dan jenis
amfibi yang ditemukan juga berbeda. Hal ini mungkin disebabkan karena
perbedaan kondisi habitat pada lokasi-lokasi tersebut, seperti kondisi hutan dan
penyebaran dari amfibi itu sendiri, karena setiap lokasi mencerminkan amfibi apa
yang tinggal pada lokasi tersebut. Faktor lain yang menunjukkan jenis-jenis
amfibi yang ditemukan dan jumlah amfibi yang ditemukan berbeda-beda pada
daerah-daerah tersebut adalah karena luas cakupan area yang diteliti dan keadaan
faktor-faktor fisik.
Menurut Almeria dan Nuneza (2013) tingginya keanekaragaman amfibi
menunjukkan bahwa rawa tetap menjadi habitat yang cocok bagi amfibi. Namun,
keberadaan spesies invasif menunjukkan bahwa rawa sudah terganggu. Spesies
invasif perlu diberantas atau dikendalikan untuk melestarikan fauna amfibi
endemik di rawa.
Pada penelitian ini juga ditemukan jenis amfibi yang unik, yaitu dari ordo
Anura yang memiliki genus Chiromantis. Chiromantis umumnya dapat ditemukan
di Daratan Asia seperti Vietnam, Laos, dan Myanmar. Genus Chiromantis
merupakan kelompok katak pohon (Rhacophoridae), umumnya berukuran kecil,
bersifat arboreal, hidup di habitat yang terganggu hingga hutan primer. Ciri khas
dari genus ini terletak pada dua jari tangan bagian dalam dan dua jari tangan
bagian luar yang bisa ditekuk hingga dapat saling berhadapan (Artikel
Satuharapan.com).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Berdasarkan penemuan katak Chiromantis pada lokasi penelitian ini,


menunjukkan bahwa saat ini penyebaran Chiromantis telah sampai ke Indonesia.
Bahkan penyebarannya sudah sampai di Pulau Jawa dan Sumatera. Di Pulau
Sumatera, genus Chiromantis dapat ditemukan di Teluk Nauli, Sibolga, Sumatera
Utara, Sumatera Barat, dan di Kawasan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh,
Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

4.2. Deskripsi Spesies Amfibi


Famili Bufonidae
1. Phrynoidis juxtaspera Inger, 1964 (Kodok Puru)

B C D

Gambar 8. (A) Phrynoidis juxtaspera (Kodok Puru); (B) Kelenjar Parotoid


besar dan memanjang; (C) Jari ekstremitas anterior; (D) Jari
ekstremitas posterior

Kodok ini memiliki ukuran panjang tubuh antara 60-160 mm. Tubuh
umumnya berwarna cokelat kehitam-hitaman. Bagian sisi lateral umumnya
berwarna orange sampai kemerah-merahan, dan ditaburi dengan bintik-bintik
hitam maupun cokelat. Tekstur tubuh bagian dorsal berbintil-bintil besar dan
kecil. Mata berwarna cokelat keemasan dengan pupil mata horizontal. Timpani
kecil. Kelenjar paratoid besar. Jari ekstremitas anterior tidak berselaput. Jari
ekstremitas posterior berselaput hampir penuh, namun tipis. Tidak ada titik hitam
di ujung jari (Gambar 8).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Habitat : Hidup di sekitar piggiran sungai


Penyebaran : Indonesia (Kalimantan dan Sumatera) dan Malaysia
(www.iucnredlist.org)

Famili Dicroglossidae
2. Limnonectes kuhlii Tschudi, 1833 (Bangkong Tuli)

B C D

Gambar 9. (A) Limnonectes kuhlii (Bangkong Tuli); (B) Bagian tubuh dorsal;
(C) Jari ekstremitas posterior; (D) Jari ekstremitas anterior

Katak ini memiliki ukuran panjang tubuh antara 50-70 mm. Warna tubuh
cokelat lumpur atau tanah liat, dan beberapa individu lain berwarna hitam maupun
cokelat. Tekstur tubuh bagian dorsal kasar karena adanya kulit berkerut-kerut
dengan corak seperti bintang-bintang. Mata besar dan menonjol dengan pupil
berbentuk belah ketupat dengan garis pada setiap sudutnya. Timpani tidak jelas.
Jari ekstremitas anterior pendek dengan ujung jari yang membulat. Dagu kodok
ini umumnya berwarna kehitam-hitaman. Kaki belakang sangat panjang dan kuat.
Jari ekstremitas posterior penuh hingga piringan sendi. Jari-jari ekstremitas
posterior umumnya kurus (Gambar 9).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Habitat : Hidup di sekitar aliran sungai dan pinggiran sungai


Penyebaran : Brunei Darussalam, China, India, Indonesia, Malaysia,
Myanmar, Thailand, dan Viet Nam (www.iucnredlist.org).

3. Occidozyga sumatrana Peters, 1877 (Bancet)

B C D

Gambar 10. (A) Occydozyga sumatrana (Bancet); (B) Bagian dorsal kepala
dengan mata mencolok ke arah dorsal; (C) Jari ekstremitas anterior;
(D) Jari ekstremitas posterior

Katak ini memiliki ukuran panjang tubuh antara 30-40 mm. Warna tubuh
cokelat tua, dengan bercak-bercak hitam tidak merata di bagian tubuh. Dau
umumnya berwarna putih pucat. Tekstur tubuh halus tanpa bintil-bintil. Mata
besar dan menonjol ke arah dorsal. Timpani tidak jelas. Jari ekstremitas anterior
pendek dengan ujung jari yang membulat. Kaki belakang sangat pendek, namun
gemuk. Jari ekstremitas posterior berselaput hampir penuh hingga piringan sendi.
Ujung Jari-jari ekstremitas posterior umumnya kurus dan pangkal kakinya gemuk
dan pendek (Gambar 10).
Habitat : Hidup di sekitar pinggiran danau
Penyebaran : Indonesia (www.iucnredlist.org).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Famili Megophrydae
3. Leptobrachium sp. (Katak Serasah)

B C D

Gambar 11. (A) Leptobrachium sp. (Katak Serasah); (B) Bagian tubuh dorsal;
(C) Jari ekstremitas posterior; (D) Jari ekstremitas anterior

Katak ini memiliki ukuran panjang tubuh antara 30-50 mm. Warna tubuh
biru keungu-unguan hingga hitam. Terdapat bercak-bercak ungu atau hitam di
area lateral yang berwarna putih. Bagian ventral putih pucat. Tekstur tubuh halus
tanpa bintil-bintil. Mata besar dan sangat menonjol, pupil berbentuk vertikal.
Sebuah garis supratimpanik yang menggarisi bagian belakang mata hingga ke
pangkal manus. Timpani jelas, berbentuk bulat lonjong yang ukurannya lebih
kecil dari mata. Bagian dorsal mencekung ke arah vertebral. Jari ekstremitas
anterior pendek dengan ujung jari yang menumpul dan tidak ada selaput. Jari
ekstremitas posterior tidak memiliki selaput. Ujung Jari-jari ekstremitas posterior
umumnya kurus (Gambar 11).
Habitat : Hidup di lantai hutan.
Penyebaran : Indonesia (Sumatera dan Kalimantan), Malaysia, dan
Thailand (www.iucnredlist.org).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Famili Microhylidae
4. Microhyla palmipes Boulenger, 1897 (Percil Berselaput)

B C D

Gambar 12. (A) Microhyla palmipes (Persil Berselaput); (B) Bagian tubuh
dorsal; (C) Jari ekstremitas posterior; (D) Jari ekstremitas anterior

Katak ini memiliki ukuran panjang tubuh antara 20-30 mm. Bagian dorsal
berwarna cokelat terang, beberapa abu-abu kecokelatan dan memiliki garis
berwarna cokelat yang mencekung ke arah vertebral. Bagian ventral putih pucat
dan kekuningan. Tekstur tubuh halus tanpa bintil-bintil. Mata kecil, berwarna
hitam dengan pupil bulat. Timpani tidak jelas, karena ukurannya sangat kecil. Jari
ekstremitas anterior dan ekstremitas posterior membesar pada ujungnya dan
terdapat lekuk. Jari ekstremitas posterior memiliki selaput renang yang hampir
penuh (Gambar 12).
Habitat : Hidup di sekitar pinggiran danau.
Penyebaran : Indonesia dan Malaysia (www.iucnredlist.org).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

Famili Rachophoridae
5. Chiromantis sp. Peters, 1854 (Foam-nest Frog)

B C D

Gambar 13. (A) Chiromantis sp. (Foam-nest Frog); (B) Bagian tubuh dorsal; (C)
Jari ekstremitas posterior; (D) Jari ekstremitas anterior

Katak ini termasuk kelompok katak yang berukuran tubuh kecil, miliki
panjang tubuh antara 20-25 mm. Tubuh bagian dorsal berwarna coklat kekuningan
tanpa adanya corak. Bagian ventral berwarna putih kekuningan. Mata besar
membulat berwarna coklat kekuningan dega pupil bulat telur berbetuk vertical
berwarna hitam. Timpani tidak jelas karena ukuran tubuh kecil. Jari ekstremitas
anterior dan ekstremitas posterior memiliki tonjolan pada setiap ujung jarinya
yang digunakan untuk menempel atau melekat (Gambar 13).
Habitat : Hidup di sekitar danau.
Penyebaran : Daratan Indo-China dan Afrika (www.iucnredlist.org).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

Famili Ranidae
7. Hylarana kampeni Boulenger, 1920 (Kongkang Batik/ Kongkang
Macan/Kongkang Bandar Baru)

B C D

Gambar 14. (A) Hylarana kampeni (Kongkang Batik/Kongkang


Macan/Kongkang Bandar Baru); (B) Bagian dorsal dengan corak
belang-belang; (C) Jari ekstremitas posterior; (D) Jari ekstremitas
anterior

Katak ini memiliki ukuran panjang tubuh antara 30-85 mm. Warna tubuh
dorsal hijau muda maupun tua. Adanya belang-belang berwarna hitam dan cokelat
yang membuat tubuh katak ini seperti batik. Bagian ventral putih pucat. Tekstur
tubuh berbintil-bintil halus dan licin. Mata besar dan kelopak mata sangat
menonjol, mata berwarna cokelat hingga kuning keemasan dengan pupil bulat
telur berbentuk vertikal. Timpani jelas, dengan ukuran lebih kecil dari mata.
Terdapat garis supratimpanik yang pendek di belakang mata. Jari ekstremitas
anterior dengan ujung jari yang membentuk cakram belah ketupat. Jari ekstremitas
posterior memiliki selaput penuh. Ujung Jari-jari ekstremitas posterior juga
berbentuk cakram belah ketupat (Gambar 14).
Habitat : Hidup di sekitar areal sungai
Penyebaran : Indonesia (www.iucnredlist.org).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

8. Hylarana nigrovittata Blyth, 1856

B C D

Gambar 15. (A) Hylarana nigrovittata; (B) Bagian dorsal kepala; (C) Jari
ekstremitas posterior; (D) Jari ekstremitas anterior

Katak ini memiliki panjang tubuh antara 45-60 mm. Tekstur kulit halus
berwarna coklat muda pada bagian dorsal dan warna coklat tua hingga hitam pada
bagian sisi tubuh lateral, memiliki garis lateral berwarna putih kehijauan dari
ujung moncong sampai kloaka. Pada bagian tubuh ventral berwarna kuning. Mata
berukuran sedang dengan pupil bulat. Timpanum jelas terlihat berwarna coklat
kehitaman. Moncong tumpul. Kaki ekstremitas anterior dan posterior berwarna
kemerah-merahan dengan belang-belang hitam. Ujung jari melebar. Selaput jari
tungkai belakang setengah penuh, selaput jari tungkai depan tidak ada. Bagian
tungkai depan dan tungkai belakang berwarna orange dengan bintil-bintil hitam
(Gambar 15).
Habitat : Hidup di sekitar areal pinggiran danau
Penyebaran : Kamboja, Cina, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar,
Thailand, dan Vietnam (www.iucnredlist.org).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

9. Odorrana hosii Boulenger, 1891 (Kongkang Racun)

B C D

Gambar 16. (A) Odorrana hosii (Kongkang Racun); (B) Bagian dorsal kepala;
(C) Jari ekstremitas anterior; (D) Jari ekstremitas posterior

Katak ini memiliki ukuran panjang tubuh antara 45-85 mm. Tubuh bagian
dorsal berwarna hijau. Memiliki guratan dorsolateral yang nyata sewarna dengan
tubuh. Bagian tubuh ventral berwarna putih. Tekstur tubuh terdapat bintil-bintil
kecil dan halus. Mata memiliki ukura besar berwarna hitam. Timpanium besar dan
jelas, ukurannya lebih kecil dari mata berwarna kecoklatan. Jari ekstremitas
memiliki ujung jari berbentuk cakram belah ketupat. Jari ekstremitas posterior
berselaput penuh dengan ujung jari yang juga berbentuk cakram belah ketupat
(Gambar 16).
Habitat : Hidup disekitar sungai dan danau
Penyebaran : Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Thailand
(www.iucnredlist.org).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

4.3. Pengukuran Morfometrik Amfibi

Dari hasil pengukuran morfometrik Amfibi yang telah dilakukan di TWA Sicike-
cike, didapatkan perbedaan ukuran morfologi dari setiap spesies amfibi
berdasarkan parameter yang telah diukur (Lampiran 3.).
Berdasarkan data pada Lampiran 3, dapat diketahui bahwa ukuran
morfometrik dari setiap amfibi dapat dijadikan sebagai salah satu karakteristik
dalam pembuatan deskripsi amfibi, yaitu dengan menggunaka parameter PB
(Panjang Badan). Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran masing-masing 3
ekor amfibi pada setiap spesies yang ditemukan, walaupun ada beberapa spesies
amfibi yang hanya ditemukan 1 atau 2 ekor.
Phrynoidis juxtaspera hanya ditemukan 1 ekor dengan PB 6,5 cm.
Limnonectes kuhlii ditemukan sebanyak 3 ekor dengan PB rata-rata 6 cm.
Occidozyga sumatrana ditemukan hanya 2 ekor dengan PB rata-rata 2,85 cm.
Leptobranchium sp. ditemukan hanya 1 ekor dengan PB 5 cm. Microhyla
palmipes ditemukan sebanyak 3 ekor dengan PB rata-rata 1,86 cm. Chiromantis
sp. ditemukan sebanyak 3 ekor dengan PB rata-rata 2,23 cm. Hylarana kampenii
yang ditemukan hanya 1 ekor dengan PB 7,5 cm. Hylarana nigrovittata
ditemukan hanya 1 ekor dengan PB 4,5 cm. Odorana hosii ditemukan sebanyak 3
ekor dengan PB rata-rata 6,66 cm
Menurut Nesty et al., (2013) variasi morfologi yang terjadi pada suatu
sepesies dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti kondisi habitat, jarak
antar populasi, dan isolasi geografis. Futuyama (1986) dalam Nesty et al., (2013)
menjelaskan bahwa semakin jauh jarak antar populasi semakin tinggi perbedaan
karakter fenotipnya. Wibowo et al., (2008) dalam Nesty et al., (2013)
melaporkan bahwa terjadinya diferensiasi karakter morfometri karena adanya
isolasi geografis, pengaruh lingkungan dan habitat populasi.
Menurut Wati (2013) variasi morfometrik juga dapat disebabkan oleh
kondisi habitat. Perbedaan ekologis tersebut dipengaruhi oleh kondisi geologis
seperti ketinggian yang berpengaruh pada iklim termasuk suhu. Keadaan
geografis dan kondisi habitat membentuk seleksi alam yang ditunjukkan pada
diferensiasi karakter.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini, yaitu :
a. Ditemukan sebanyak 9 spesies amfibi, yaitu Phrynoidis juxtaspera,
Limnonectes kuhlii, Occidozyga sumatrana, Leptobrachium sp., Microhyla
palmipes, Chiromantis sp., Hylarana kampeni. Hylarana nigrovittata, dan
Odorrana hosii.
b. Diperoleh morfometrik yang berbeda-beda pada setiap spesies yang
ditemukan. Salah satu parameter yang dapat dijadikan sebagai karakteristik
dari deskripsi amfibi, yaitu Panjang Badan (PB).

5.2. Saran
Saran pada penelitian ini, yaitu :
a. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut pada kawasan ini tentang
keanekaragaman jenis amfibi karena masih banyaknya lokasi yang merupakan
habitat bagi amfibi yang belum ditelusuri.
b. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penelitian tentang
hubungan kekerabataan amfibi pada kawasan ini.
c. Sebaiknya pada penelitian selanjutnya para peneliti lebih berhati-hati karena
pada kawasan ini cukup beresiko jika penelitian dilakukan pada malam hari
karena kondisi hutan yang merupakan areal rawa gambut, memiliki kabut
yang cukup tebal, dan adanya ular yang cukup berbisa dan berbahaya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, H.S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas
Kehutanan.

Almeria, M.L. and Nuneza, O. M. 2013. Amphibian Diversity and Endemism in


the Swamp Forests of Agusan Marsh, Agusan del Sur, Philippines. Journal
AES Bioflux 5 (1) : 30-45.

Balai Konserfasi Sumber Daya Alam (BKSDA) 1 SUMUT. 2003. Informasi Kawasan
Konservasi di Sumatera Utara. BKSDA 1 SUMUT. MEDAN.

Dariana. 2009. Keanekaragaman Nepenthes dan Pohon Inang di Taman Wisata


Alam Sicikeh-Cikeh Kabupaten Dairi Sumatera Utara. [Tesis].

Darmawan, B. 2008. Keanekaragaman Amfibi Di Berbagai Tipe Habitat: Studi


Kasus Di Eks-Hph Pt Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo, Provinsi
Jambi. [Skripsi].

Duellman, W. E., & Carpenter, C. C. 1998. Reptile And Amphibian Behavior. In:
Hg Cogger Dan Rg Zweifel 1998. Encyclopedia Of Reptiles And
Amphibians. Second Edition. San Fransisco: Fog City Pr.

Futuyama, D. J. 1986. Evolutionary Biology. Sunderland. Mass: Sinauer


Associates, Inc. Itaca.

Gillespie, G., Howard, S., Lockie, D., Scroggie, M., & Boeadi. 2005.
Herpetofaunal Richness And Community Structure Of Offshore Islands Of
Sulawesi, Indonesia. Biotropica 37(2): 279-290.

Goin, C.J., Goin, O.B. and Zug, G.R. 1978. Introduction to Herpetology. Third
Edition. W.H. Freman and Company. San Fransisco.

Halliday. T., & Adler K. 2000. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians.
NewYork: Facts on File Inc.

[HIMAKOVA IPB] Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan


Ekowisata Institut Pertanian Bogor. 2004. Laporan Studi Konservasi
Lingkungan (SURILI) 2004: Eksplorasi Ilmiah Keanekaragaman Hayati
Satwa Indikator Kesehatan Lingkungan Hutan dan Tumbuhan di Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung, Juni 2004.

Inger, R.F., & Iskandar, D.T. 2005. A collection of Amphibians from West
Sumatra, with description of a new spesies of Megophrys (Amphibia:
Anura). The Raffles Bulletin of Zoology 53 (1): 133–142.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

Inger, R. F. & Stuebing, R. B. 2005. Frogs of Borneo. Second Edition. Natural


History Publications (Borneo). Kinahalu.

Iskandar, D.T. 1998. Amfibi Jawa dan Bali–Seri Panduan Lapangan. Bogor:
Puslitbang LIPI.

Kminiak M. 2000. Amphibian Habitats. In: R Hofrichter 2000. The Encyclopedia


of Amphibians. Augsburg: Weltbild Verlag GmbH.

Kurniati, H. 2011. Media Publikasi dan Informasi Dunia Reptil dan Amfibi.
Warta Herpetofauna. 4 (02) : 1-26.

Kusrini, M.D. 2013. Panduan Bergambar Identifikasi Amfibi Jawa Barat. Fakultas
Kehutanan IPB dan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Lametschwandtner, A., & Tiedemann, F. 2000. Biology And Physiology. In: R


Hofrichter 2000. The Encyclopedia Of Amphibians. Augsburg: Weltbild
Verlag Gmbh.

Malkmus, R. et al. 2002. Amphibians & Reptiles of Mount Kinabalu (North


Borneo). A.R.G Gantner Verlag K.G.: Berlin, Germany.

Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Bogor: The
Gibbon Foundation & Pili-Ngo Movement.

Mistar. 2008. Panduan Lapangan Amfibi & Reptil di Areal Mawas Propinsi
Kalimantan Tengah (Catatan di Hutan Lindung Beratus).

Natus, I. R. 2005. Biodiversity And Endemic Centres Of Indonesian Teresterial


Vetebrates. Genehmigte Dissertation. der Universität Trier.

Nesty, R. Tjong, D.H. dan Herwina, H. 2013. Variasi Morfometrik Kodok


Duttaphrynus melanostictus (Schneider, 1799) (Anura: Bufonidae) di
Sumatera Barat yang Dipisahkan oleh Bukit Barisan. Jurnal Biologi
Universitas Andalas. 2 (1) : 37-42.

Nurmaifa, E. 2009. Efektivitas Penggunaan Media Realia Terhadap Motivasi dan


Kemampuan Melakukan Determinasi Materi Klasiikasi Amfibi. [Skripsi].
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta

Nurmainis. 2000. Kebiasaan Makanan Kodok Sawah Rana cancrivora di


Kabupaten Bogor Jawa Barat. [Skripsi].

Nussbaum, R.A. 1998. Caecilians. In: Hg Cogger And Rg Zweifel 1998.


Encyclopedia Of Reptiles And Amphibians. Second Edition. San
Fransisco: Fog City Pr.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

Pough, F.H., R.M. Andrews, J.E. Cadle, M.L. Crump, A.H. Savitzky, and K.D.
Wells. 1998. Herpetology. Prentice-Hall, Inc., Upper Saddle River, New
Jersey.

Putra, K., Rizaldi, & Tjong, D. H. 2012. Komunitas Anura (Amphibia) pada Tiga
Tipe Habitat Perairan di Kawasan Hutan Harapan Jambi. Jurnal Biologi
Universitas Andalas. 1 (2) : 156-165.

Sholihat, N. 2007. Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon
Bergaris (Polypedates Leucomystax) Di Kampus IPB Darmaga. [Skripsi].
Institut Pertanian Bogor : 1.

Stebbins, R.C., & Cohen N.W. 1997. A Natural History Of Amphibians. New
Jersey: Princeton Univ. Pr.

Sudrajat. 2001. Keanekaragaman dan ekologi Herpetofauna (Reptil dan Amfibi)


di Sumatera Selatan. Skripsi Sarjana Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Turner, J. R. 2004. Frogs of Australia. Pensoft Publishers : Bulgaria.

Utama, H. 2003. Studi Keanekaragaman Amfibi (Ordo Anura) di Areal PT.


Intracawood Manufacturing, Kalimantan Timur. [Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor : 4.

Wati, M. Tjong, D.H. dan Syaifullah. 2013. Studi Fenetik Katak Rana
nicobariensis Stoliczka, 1870 (Ranidae) di Pulau Siberut dan Daerah
Dataran Rendah Sumatera Barat. Prosiding Semirata FMIPA Universitas
Lampung. 119-124.

Wibowo A., M. T. D. Sunarmo, S. Makmur, dan Subagja. 2008. Identifikasi


Struktur Stok Ikan Belida (Chitala spp.) dan Implikasinya Untuk
Manajemen Populasi Alami. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 14:
31-44.

Yuliana, S. 2000. Keanekaragaman Jenis Amfibi (Ordo Anura) di Kampus IPB


Darmaga, Bogor. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan.
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak
dipublikasikan.

http://raflesiana.blogspot.co.id/2010/12/taman-wisata-alam-sicikeh-cikeh.html/
Tanggal akses 01 Maret 2016.

http://forestid.blogspot.co.id/2015/10/taman-wisata-alam-sicike-cike.html/
Tanggal akses 01 Maret 2016.

http://www.satuharapan.com/read-detail/read/tiga-katak-spesies-baru-temuan-lipi
Tanggal akses 12 Oktober 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

LAMPIRAN

Lampiran 1. Sketsa Morfologi Amfibi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Lampiran 2. Foto Lokasi Penelitian


a. Gambar Lokasi penelitian di Danau 1

b. Gambar lokasi penelitian di Sungai

c. Gambar lokasi penelitian di Perjalanan menuju Danau 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Lampiran 3. Foto Kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Lampiran 4. Tabel Pengukuran Morfometrik

PJ LK OS L sp. MP C sp. HK HN OH
Morfo. Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind Ind
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
PB 6,5 - - 6,0 6,0 6,0 2,4 3,3, - 5,0 - - 1,9 1,7 2,0 2,2 2,2 2,3 7,5 - - 4,5 - - 5,0 6,5 8,5
PK 2,5 - - 2,8 3,0 2,5 0,8 1,5 - 2,5 - - 0,5 0,7 0,8 0,7 0,9 1,0 2,9 - - 1,8 - - 2,0 2,5 4,0
LK 1,8 - - 2,3 2,3 2,3 0,8 1,2 - 2,4 - - 0,6 0,5 0,6 0,8 0,8 0,9 2,4 - - 1,2 - - 1,5 1,8 2,5
JMT 2,5 - - 1,8 2,3 1,8 0,8 1,3 - 2,4 - - 0,6 0,5 0,6 0,7 0,8 0,8 2,7 - - 1,9 - - 1,9 2,5 3,5
PM 2,0 - - 2,2 2,5 2,0 1,0 1,2 - 2,2 - - 0,7 0,7 0,5 0,7 0,7 0,8 2,5 - - 1,5 - - 1,8 2,0 2,5
JHM 0,5 - - 0,2 0,4 0,5 0,2 0,3 - 0,6 - - 0,15 0,15 0,1 0,1 0,1 0,15 0,4 - - 0,3 - - 0,3 0,5 0,7
JMM 1,2 - - 0,7 1,0 0,8 0,4 0,6 - 1,2 - - 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,4 1,2 - - 1,0 - - 1,0 1,2 1,5
JHT 2,0 - - 1,7 1,8 1,5 0,9 1,0 - 2,6 - - 0,5 0,4 0,5 0,6 0,5 0,7 2,5 - - 1,5 - - 1,7 2,0 2,5
JMH 0,6 - - 1,0 0,8 0,4 0,3 0,3 - 0,7 - - 0,25 0,2 0,2 0,2 0,2 0,25 0,8 - - 0,6 - - 0,6 0,6 1,0
JMTi 1,4 - - 1,2 1,0 9,8 0,6 0,7 - 1,3 - - 0,3 0,3 0,4 0,4 0,4 0,4 1,7 - - 1,0 - - 1,0 1,4 1,7
DT 0,4 - - 0,2 0,2 0,2 0,2 0,3 - 0,3 - - 0,05 0,05 0,05 0,1 0,1 0,15 0,4 - - 0,4 - - 0,4 0,4 0,5
JMHi 0,3 - - 0,2 0,4 0,4 0,2 0,25 - 0,4 - - 0,1 0,2 0.1 0,15 0,15 0,15 0,3 - - 0,2 - - 0,2 0,3 0,5
JMMD 0,3 - - 0,2 0,4 0,5 0,5 0,6 - 1,2 - - 0,3 0,2 0,1 0,1 0,2 0,4 0,3 - - 0,25 - - 0,2 0,3 0,4
JMMB 0,9 - - 0,8 0,8 1,0 0,8 1,0 - I,7 - - 0,4 0,4 0,2 0,3 0,3 0,7 1,0 - - 0,7 - - 0,8 0,9 1,2
JIN 0,7 - - 1,3 0,5 0,5 0,2 0,25 - 0,4 - - 0,1 0,1 0,1 0,2 0,25 0,2 0,6 - - 0,5 - - 0,5 0,7 0,8
DM 0,8 - - 0,3 0,8 0,6 0,25 0,3 - 0,5 - - 0,15 0,15 0,2 0,25 0,2 0,3 0,9 - - 0,5 - - 0,6 0,8 1,0
JIO 0,7 - - 0,4 0,4 0,5 0,3 0,3 - 0,9 - - 0,3 0,2 0,3 0,3 0,3 0,3 0,8 - - 0,5 - - 0,5 0,7 1,0
PKM 1,7 - - 0,4 1,0 1,0 0,5 0,7 - 1,8 - - 0,5 0,4 0,5 0,6 0,6 0,6 1,9 - - 1,2 - - 1,1 1,7 2,3
PMD 4,2 - - 1,2 3,0 2,8 1,5 1,9 - 4,0 - - 1,4 1,2 1,3 1.1 1,4 1,8 5,3 - - 2,8 - - 3,0 4,2 6,0
PBr 1,3 - - 3,0 1,0 1,8 0,5 0,5 - 1,0 - - 0,3 0,3 0,4 0,4 0,5 0,5 1,2 - - 0,9 - - 0,7 1,3 1,5
PAb 1,7 - - 1,0 2,0 1,0 0,5 0,6 - 1,0 - - 0,5 0,4 0,4 0,4 0,5 0,5 1,7 - - 1,0 - - 1,0 1,7 2,5
PKB 12,5 - - 7,5 9,0 7,3 3,7 5,0 - 6,0 - - 3,9 2,8 3,8 3,15 3,0 3,6 14,3 - - 8,7 - - 8,0 12,5 16,0
PF 3,0 - - 1,7 2,0 2,2 0,9 1,2 - 1,9 - - 0,9 0,8 0,8 1,0 1,0 1,0 3,5 - - 1,8 - - 2,6 3,0 4,0
PT 3,8 - - 2,0 2,5 2,3 1,1 1,4 - 1,9 - - 1,2 0,8 1.3 1,0 1,0 1,0 4,6 - - 2,4 - - 3,0 3,8 5,5
PMTJ4 5,4 - - 4,0 3,9 3,5 1,7 2,3 - 2,7 - - 2,0 1,2 1,5 1,2 1,4 1,5 6,0 - - 2,6 - - 3,8 5,4 6,7
PTJ4 3,5 - - 2,4 2,9 2,4 1,1 1,5 - 1,2 - - 1,2 0,9 1,0 0,6 0,8 1,0 3,9 - - 2,5 - - 2,5 3,5 4,5
PJ3KD 1,5 - - 1,0 1,0 1,0 0,4 0,6 - 1,0 - - 0,4 0,3 0,3 0,6 0,7 0,6 2,1 - - 1,0 - - 1,3 1,5 2,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

PJ1KD 0,9 - - 0,7 0,8 0,8 0,3 0,5 - 0,6 - - 0,1 0,1 0,1 0,2 0,2 0,3 1,2 - - 0,8 - - 0.8 0,9 1,4
PJ4KB 3,5 - - 2,5 3,0 2,2 0,9 1,5 - 1,2 - - 1,4 0,9 1,1 1,0 1,0 1,1 3,7 - - 2,4 - - 2,4 3,5 4,5

Keterangan :
Pengukuran dalam cm (centimeter)
PJ : Phrynoidis juxtaspera
LK : Limnonectes kuhlii
OS : Occidozyga sumatrana
L sp. : Leptobrachium sp.
MP : Microhyla palmipes
C sp. : Chiromantis sp.
HK : Hylarana kampeni
HN : Hylarana nigrovittata
OH : Odorrana hosii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Lampiran 5. Peta Lokasi Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai