SKRIPSI
DAHLIA ROSMELINA SIMAMORA
040805050
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
DAHLIA ROSMELINA SIMAMORA
040805050
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
PERSETUJUAN
Judul
Kategori
Nama
Nomor Induk
Program Studi
Departemen
Fakultas
:
:
:
:
:
:
Skripsi
Dahlia Rosmelina Simamora
040805050
Sarjana (S1) Biologi
Biologi
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Sumatera Utara
Diluluskan di
Medan,
Komisi Pembimbing :
Pembimbing II
Pembimbing I
Diketahui/Disetujui oleh
Departeman Matematika FMIPA USU
Ketua,
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
PERNYATAAN
STUDI KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI ALIRAN SUNGAI
PADANG KOTA TEBING TINGGI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
PENGHARGAAN
Puji dan syukur Penulis Panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
berkat dan karunia-Nya lah Penulis dimampukan menyelesaikan Hasil penelitian ini
yang berjudul Studi Keanekaragaman Makrozoobenthos di Aliran Sungai
Padang Kota Tebing Tinggi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Biologi di Program studi Biologi Fakultas matematika dan Ilmu
Pengetahuan alam Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si, dan Bapak. Dr. Ing. Ternala Alexander
Barus, MSc sebagai Dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah banyak
memberikan dorongan, bimbingan dan arahan, waktu serta perhatiannya yang besar
terutama saat penulis memulai penulisan hingga penyusunan hasil penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Retno Whidiastuti MS.
dan Bapak Drs. Nursal M.Si selaku Dosen Penguji I dan Dosen Penguji II yang banyak
memberikan saran dan masukan dalam penyusunan hasil penelitian ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Etti Sartina Siregar S.Si, M.Si selaku dosen
Pembimbing Akademik saya dan juga kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc
sebagai Ketua Departemen Biologi - FMIPA USU dan Ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc
sebagai Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU.
Ungkapan terima kasih yang tak ternilai juga penulis ucapkan kepada Ayah
dan Ibu tercinta : B.Simamora & R. Hutabarat yang memberikan doa, harapan,
nasehat, serta kasih sayangnya sehingga penulis bisa menyelesaikan hasil penelitian
ini yang begitu berarti bagi penulis, juga kepada keluarga, abang, kakak dan adik serta
keponakan tersayang Natasya Aurelia Benedikta, terima kasih buat dukungan doa dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga saya
ucapkan kepada team lapangan penelitian: Misran, valentina, Rudi, Andri, Toberni.
Serta kepada teman perkuliahan : Lusiana, Mestika, Dewi, Resi, dan Bang David dan
kepada sahabat - sahabat ku, Sry Sayrani Sinaga, Siska Febriani Sihombing, dan Reny
Lela Manurung, serta semua teman-teman stambuk 2004 dan adik-adik junior
stambuk 2006 terima kasih buat senyum dan canda kalian kepadaku.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini,
untuk itu Penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi
Penulis dan bagi pembaca, sebelum dan sesudahnya Penulis mengucapkan terima
kasih.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
ABSTRAK
Penelitian tentang Keanekaragaman Makrozoobentos di Sungai Padang Kota
Tebing Tinggi telah dikukan pada tanggal 12-14 Februari 2009 sampel diambil dari
4 stasiun penelitian dan dilakukan 9 kali perulangan pada setiap stasiun. Titik
pengambilan sampel ditentukan dengan metode Purposive Random Sampling.
Sampel diambil dengan menggunalan Surber net kemudian di identifikasi di
Laboratorium PSDAL Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dari hasil penelitian didapatkan sebanyak 3 kelas yaitu Insecta, Chaetopoda,
dan Gastropoda yang terdiri dari 17 genera makrozoobentos seperti Prgomphus sp,
Allpcapnia sp, Belostoma sp, Hyrophillus sp, Macrovelia sp, Ranatra sp, Tubifex sp,
Goniobasis sp, Pleurocora sp, Apella sp, Macrobrachium sp, Viviparus sp, Thiara sp,
Lydores sp, Paludestrina sp, Pomatiopsis sp, Sphaerium sp. Nilai kepadatan tertinggi
didapatkan dari genera Tubifex sp sebesar 30,86 ind/ m2 yang ditemukan pada stasiun
IV (pabrik kayu) dan terendah dari genera Allocapnia sp sebesar 2,43 ind/m2 yang
ditemukan pada stasiun III (pengerukan pasir). Nilai Keanekaragaman (H)
makrozoobentos tertinggi didapati pada stasiun II (aktivitas masyarakat) sebesar 1,991
dan terendah pada stasiun III.(pengerukan pasir). sebesar 1,188. dari hasil analisis
menunjukkan bahwa penetrasi cahaya, DO, kadar organik sustrat berkorelasi searah
sedangkan Ph, temperatur, COD, kecepatan arus dan BOD5 berkorelasi berlawanan.
Kata kunci: Keanekaragaman, Makrozoobentos, Sungai Padang
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
ABSTRACT
The research have been done in April 12-14th 2008 and from this research we want to
know about the Diversity Of Macrozoobenthic in lau Kawar Lakes. Sampel were
collected from four stations by Purposive Random Sampling method. Surber nets
was used to taken the sampel. Samples were identified in Laboratory PSDAL,
Department of Biology, Faculty of Mathematic and Natural Sciences of North
Sumatera University.
The result showed that there were found four classes (Insecta, Crustaceae,
Turbelaria, and Gastropode) within 17 genera of Macrozoobenthic. Tubifex sp has the
highest density index with 30,86 ind/m2 that was founded in Fourth station, and
Allocapnia sp in thrid station has the lowest density index with 2,43 ind/m2. The Index
Diversity (H) of all station with value between 1,188-1,952 and according to the
analysis of Pearson Correlatin, Penetration, Dissolved Oxygen and Organic Substrat
has the direct correlated to the Diversity of Macrozoobenthic, while pH, Chemical
Oxygen demand, Biology Oxygen Demand saturation has the opposite correlated to
the Diversity of Macrozoobenthic, thus Light Penetration and Temperature have
constant variables.
Key words: Diversity, Macrozoobenthic, Padang River.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
DAFTAR ISI
halaman
Persetujuan
Pernyataan
Penghargaan
Abstrak
Abstract
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Lampiran
Daftar Gambar
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
Bab.1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Permasalahan
1.3. Tujuan
1.4. Hipotesis
1.5. Manfaat
Bab. 2. Tinjauan Pustaka
2.1. Ekosistem Sungai
2.2. Pengaruh Pencemaran Sungai
terhadap Ekosistem
2.3. Benthos
2.4. Makrozoobenthos Sebagai
Indikator Pencemaran
2.5. Faktor-faktor Abiotik Yang Mempengaruhi Makrozoobenthos
Bab. 3. Bahan dan Metode
3.1. Metode Penelitian
3.2. Deskripsi Area
3.3. Pengambilan Sampel
3.4. Pengukuran Faktor fisik dan Kimia Perairan
3.4.1.Temperatur
3.4.2.Penetrasi Cahaya
3.4.3.pH (Derajat Keasaman)
3.4.4. DO(Dissolved Oxygen)
3.4.5.BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
3.4.6.COD (Chemical Oxygen Demand)
3.4.7.Kecepatan Arus
3.4.8.Kandungan Organik Substrat
3.5. Analisis Data
1
2
2
2
2
3
4
5
6
7
12
12
12
13
14
14
14
14
14
14
15
15
15
16
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
18
18
33
37
39
39
39
Daftar Pustaka
40
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
DAFTAR TABEL
Tabel
1
Halaman
Alat dan Satuan yang Dipergunakan Dalam Pengukuran Faktor
16
Fisik-Kimia Perairan.
2
18
28
31
33
37
38
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A. Bagan kerja Metode Winkler untuk mengukur kelarutan oksigen(DO)43
Lampiran B. Bagan kerja Metode Winkler untuk mengukur BOD5
44
45
46
47
48
49
51
52
54
Lampiran K. Nilai H
55
56
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
BAB I
PENDAHULUAN
Sungai merupakan suatu ekosistem air tawar ditandai dengan adanya aliran yang
diakibatkan karena adanya arus. Arus adalah aliran air yang terjadi karena adanya
perubahan vertikal per satuan panjang. Sungai juga ditandai dengan adanya anak
sungai yang menampung dan menyimpan serta mengalirkan air hujan ke laut melalui
sungai utama (Naughoton & Wolf,1990, hlm : 34 ).
organisme air. Menurut Suriawira, ( 1999, hlm 1-5), berubahnya kualitas suatu
perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota yang hidup di dasar perairan.
Salah satu biota air yang sebagian besar atau seluruh hidupnya berada di dasar
perairan, hidup secara sesil, merayap atau menggali lubang adalah makrozoobenthos
(Payne, 1996, hlm: 73-74). Makrozoobenthos pada umumnya tidak dapat bergerak
dengan cepat, ukurannya besar sehingga mudah untuk diidentifikasi dan habitatnya di
dalam dan di dasar parairan (Odum, 1994, hlm: 383). Dengan sifat yang demikian,
perubahan kualitas air perubahan kualitas air substrat hidupnya sangatlah
mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman makrozoobenthos. Kelimpahan dan
keanekaragaman ini sangat bergantung pada toleransi dan aktivitas dan sensivitas
terhadap perubahan lingkungan. Kisaran toleransi dari makrozoobenthos terhadap
lingkungan adalah berbeda-beda (Wilhm, 1975 dalam Marsaulina 1994, hlm : 2-7).
Oleh karena itu maka perlu dilakukan penelitian tentang
keanekaragaman
1.2 Permasalahan
1.3 Tujuan
1.4 Hipotesis
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
1.5 Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Ekosistem Sungai
Ekosistem perairan yang terdapat di daratan dibagi atas dua kelompok yaitu
perairan letik (perairan tenang) misalnya danau dan perairan lotik (peraiiran berarus
deras) misalnya sungai (Payne, 1996, hlm : 73). Perbedaan utama antara perairan lotik
dan lentik adalah kecepatan arus air. Perairan lentik mempuyai kecepatan arus yang
lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sedangkan
perairan lotik umumnya mempuyai kecepatan arus yang tinggi disertai perpindahan air
yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004, hlm :33-35).
Sungai sebagai salah satu perairan lotik mempuyai zonasi longitudinal dimana
aliran air dapat dijumpai tingkat yang lebih tinggi dari hulu kehilir (Odum, 1994, hlm
:373). Perubahan lebih terlihat pada bagian atas atau hulu dari aliran air karena
kemiringan, volume aliran dan komponen kimia berubah dengan cepat. Komunitas
biologi di sepanjang aliran sungai dapat dipengaruhi oleh aliran komposisi substrat
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
dan kecepatan arus serta faktor-faktor lingkungan laninnya (Whitten et al, 1987, hlm :
192).
Ekosistem sungai terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling
berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur dan tidak ada satu komponenpun
yang dapat berdiri sendiri melainkan mempunyai keterikatan dengan komponen lain
langsung atau tidak langsung, besar atau kecil. Aktivitas suatu komponen selalu
memberi pengaruh pada komponen ekosistem yang lain (Asdak, 2002, hlm : 11).
Menurut Wardhana (2001, hlm : 74), indikator atau tanda bahwa air lingkungan
telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui:
a. adanya perubahan suhu air
b. adanya perubahan pH atau konsentrasi ion hidrologi
c. adanya endapan perubahan warna, bau, kolodial, dan rasa air
Benthos
Benthos adalah organisme yang mendiami dasar perairan dan tinggal di dalam atau
pada sedimen dasar perairan. Bedasarkan sifat fisiknya, benthos dibedakan menjadi
dua kelompok diantaranya fitobenthos yaitu benthos yang bersifat tumbuhan dan
zoobenthos yaitu organisme benthos yang bersifat hewan (Barus, 2004, hlm : 33).
Menurut Laili & Parsons (1993, hlm : 187) hewan benthos dapat
dikelompokkan bedasarkan ukuran tubuh yang bisa melewati lubang saring yang
dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya. Bedasarkan katagori tersebut
benthos dapat dibagi atas :
a. Makrobenthos, kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm. Kelompok ini
adalah hewan benthos yang terbesar.
b. Mesobenthos, kelompok benthos yang berukuran antara 0,1 mm 1,0 mm.
Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat ditemukan di pasir atau lumpur.
Hewan yang termasuk kelompok ini adalah moluska kecil, cacing kecil dan
crustacea kecil.
c. Mikrobenthos, kelompok benthos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm.
Kelompok ini merupakan hewan yang terkecil. Hewan yang termasuk
kedalamnya adalah protozoa khususnya ciliata.
Lalli & Parsons (1993, hlm : 188), menyatakan bahwa kelompok infauna
sering mendominasi komunitas substrat yang lunak dan melimpah di daerah subtidal,
sedangkan kelompok hewan epifauna dapat ditemukan pada semua jenis substrat,
tetapi lebih berkembang pada substrat yang keras dan melimpah di daerah intertidal.
Selanjutnya Odum (1994, hlm : 375) menyatakan makrozoobenthos dapat dimasukkan
kedalam jenis hewan makroinvetebrata. Taksa utama dari kelompok ini umumnya
adalah insekta, moluska, chaetopoda, crustaceae dan nematoda. Umumnya benthos
yang sering dijumpai di suatu perairan adalah dari taksa crustaceae, moluska, insecta,
chaetopoda. Benthos tidak saja berperan sebagai komunitas perairan (Barus, 2004,
hlm : 35).
diantara
spesies
didalam
lingkungan
perairan.
Alasan
pemilihan
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
makrozobenthos sebagai indikator biologis menurut Wilhm (1978) dan Oey et al,
1980) dalam Wargadinata 1995, hlm : 34-36) adalah sebagai berikut :
a. Mobilitas terbatas sehingga memudahkan dalam pengambilan sampel.
b. Ukuran tubuh relatif lebih besar sehingga memudahkan untuk diidentifikasi.
c. Hidup didasar perairan, relatif diam sehingga secara terus-menerus terdedah
(exposed) oleh air sekitarnya.
d. Pendedahan yang terus-menerus mengakibatkan makrozoobenthos dipengaruhi
oleh keadaan lingkungan.
e. Perubahan mempengaruhi keanekaragaman makrozoobenthos.
kelangsungan
hidup
organisme
makrozoobenthos
karena
makrozoobenthos merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan
pencemar, baik bahan pencemar kimia maupun fisik (Odum, 1994, hlm : 373, 397).
Hal ini disebabkan makrozoobenthos pada umumnya tidak dapat bergerak dengan
cepat dan habitatnya di dasar yang umumnya tempat bahan tercemar. Menurut
(Wilhm, 1975 dalam Marsaulina 1994, hlm : 2, 6-10) perubahan sifat substrat dan
penambahan
pencemaran
akan
berpengaruh
terhadap
kelimpahan
dan
keanekaragamannya.
Menurut Patrick (1949 dalam Odum 1994, hlm : 385) bahwa suatu perairan
yang sehat (belum tercemar) akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari
hampir jumlah spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan tercemar, penyebaran
jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies yang mendominasi.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Menurut Nybakken (1992, hlm : 45-48) sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam
ekologi. Oleh kerena itu selain melakukan pengamatan terhadap faktor biotik, seperti
makrozoobenthos, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik fisik-kimia
perairan karena antara faktor abiotik saling berinteraksi. Faktor abiotik (fisik-kimia)
perairan yang menpengaruhi kehidupan makrozoobenthos di antaranya adalah :
a.Temperatur
Air dalam keadaan normal dan tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan
jernih (Wardhana, 2001, hlm : 73). Warna air dapat ditimbulkan atau dipengaruhi oleh
kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang bewarna dan oleh ekstrak
senyawa-senyawa organik, serta tumbuh-tumbuhan (Barus, 2005, hlm : 129) dan
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Suriawiria (1996, hlm : 5) mengatakan bahwa warna air akan berubah tergantung pada
buangan yang memasuki badan air tersebut.
Kekeruhan air terjadi disebabkan oleh adanya zat-zat koloid, yaitu zat yang
terapung serta zat yang terurai secara halus sekali, jasad-jasad renik, lumpur, tanah liat
dan zat-zat koloid yang dapat dihubungkan dengan kemungkinan hadirnya
pencemaran melalui buangan (Suriawiria, 1996, hlm : 6).
Menurut Koesbiono (1979, hlm : 25) pengaruh utama dari kekeruhan adalah
penurunan penetrasi cahaya secara mencolok (drastis), sehingga menurunkan aktivitas
fotosintesis
fitoplankton
dan
alga
yang
akan
mengakibatkan
menurunnya
produktivitas perairan.
Kekeruhan air terjadi disebabkan oleh adanya zat-zat koloid, yaitu zat yang
terapung serta zat yang terurai secara halus sekali, jasad-jasad renik, lumpur, tanah liat
dan zat-zat koloid yang tidak mengendap dengan segera (Mahadi, 1993, hlm : 35-37).
Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan.
Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan,
terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organismeorganisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor
temperatur. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada temperatur 00 C,
yaitu sebesar 14,16 m\l O2. Dengan terjadinya peningkatan temperatur akan
menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin
rendah akan meningkat konsentrasi oksigen terlarut. Oksigen terlarut di dalam air
bersumber terutama dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan dari
proses fotosintesis. Selanjutnya air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari
permukaan ke atmosfer dan melalui aktivitas respirasi dari organisme akuatik. Kisaran
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Menurut Sastrawijaya (1991, hlm 86), kehidupan air dapat bertahan jika ada
oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg/l serta selebihnya tergantung
pada
didalam
limbah
rumah
tangga
secara
sempurna,
mikroorganisme
10 ml/l 20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang
tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih dari 100 mg/l (Brower et.al,
1990, hlm : 52).
e. pH (Derajat Keasaman)
Kehidupan organisme akuatik sangat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai pH. Pada
umumnya organisme akuatik toleran pada kisaran nilai pH yang netral. pH yang ideal
bagi organisme akuatik pada umumnya terdapat antar 7 8,5. kondisi perairan yang
bersifat sangat asam maupun sangat basa akan menyebabkan kelangsungan hidup
organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi
(Odum, 1994, hlm : 369).
Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH. pH yang
ideal bagi kehidupan organisme akuatik termasuk makrozoobenthos pada umumnya
mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang
tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme antara amonium dan
amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas netral akan meningkat
konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004,
hlm 61-62).
f. Substrat Dasar
Susunan substrat dasar penting bagi organisme yang hidup di zona dasar perairan
seperti benthos, baik pada air diam maupun pada air yang mengalir (Michael, 1984,
hlm : 140). Substrat dasar merupakan faktor utama yang mempengaruhi kehidupan,
perkembangan dan keanekaragaman makrozoobenthos (Hynes, 1976, hlm : 8).
Disamping adanya senyawa organik substrat dasar yang berupa batu-batu pipih
dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi makrozoobenthos
sehingga mempuyai kepadatan dan keanekaragaman yang besar (Odum, 1994, hlm :
385). Selanjutnya Koesbiono (1979, hlm : 26) mengatakan bahwa dasar perairan
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
berupa pasir dan sedimen halus merupakan lingkungan hidup yang kurang baik untuk
hewan benthos.
Menurut Seki (1982, hlm : 57-58), komponen organik utama yang terdapat
didalam air adalah asam amino, protein, karbohidrat, vitamin, dan hormon juga
ditemukan di perairan. Hanya 10 % dari meterial organik tersebut yang mengendap
sebagai substrat ke dasar perairan.
g. Arus
Arus merupakan faktor pembatas utama pada aliran yang deras, tetapi dasar
yang berbatu dapat menyediakan permukaan yang cocok untuk organisme menempel
dan melekat. Di dasar air tenang yang lunak dan terus- menerus berubah umumnya
membatasi organisme bentik yang lebih kecil samapi kebentuk penggali, tetapi apabila
kedalaman lebih besar lagi, dimana gerakan air lebih lambat lagi, lebih sesuai untuk
plankton, nekton dan neuston. Komposisi jenis dari komunitas air deras sewajarnya
100% berbeda dengan zona perairan tenang seperti danau dan kolam (Odum, 1998,
dalam Onrizal 2005, hlm: 4). Walaupun tidak nyata kecepatan angin bertambah dari
hulu ke hilir. Volume air yang melewati suatu titik persatuan waktu juga menambah
sebagai hasil kali dari luas penampang melintang sungai. Hal ini disebabkan karena
jumlah air bertambah melalui anak-anak sungai dan hambatan berkurang (Whitten et
al, 1987, hlm: 218).
BAB 3
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 12-14 Februari 2009, di Sungai Padang
Kotamadya Tebing Tinggi. Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi sampling
untuk pengambilan sampel makrozoobentos adalah Purposive Random Sampling
pada 4 stasiun pengamatan. Pada masing-masing stasiun dilakukan 9 (Sembilan) kali
ulangan.
Lokasi penelitian berada di Sungai Padang Kotamadya Tebing Tinggi Sumatera Utara
(Peta lokasi pada lampiran E). Di Sungai ini terdapat berbagai aktivitas masyarakat,
seperti mencuci, pengerukan pasir, dan aktivitas pabrik kayu.
a. Stasiun I
Stasiun ini merupakan daerah tanpa aktivitas, yang secara geografis terletak pada
32018,2 LU dan 99838,7 BT. Substrat dasar pada lokasi ini adalah lumpur
berpasir dengan vegetasi di sekitarnya berupa Malvaceae, Poaceae, Musaceae, dan
Aracaceae.
b. Stasiun II
Stasiun ini berjarak sekitar 500 meter dari stasiun I terletak di Kotamadya Tebing
Tinggi, yang merupakan daerah aktivitas masyarakat yang secara geografis terletak
pada 32001,7 LU dan 99841,6 BT. Substrat dasar pada lokasi ini adalah tanah
berlumpur dan berpasir dengan vegetasi di sekitarnya berupa Bambuceae,
Musaceae,Aracaeae
c. Stasiun III
Stasiun ini merupakan daerah pengerukan pasir yang terletak sekitar 500 meter
dari stasiun II, terletak di Kotamadya Tebing Tinggi secara geografis terletak pada
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
32013,9 LU dan 990932,2 BT. Substrat dasar pada lokasi ini adalah berpasir
dengan vegetasi di sekitarnya berupa, Aracaceae dan Poaceae.
d. Stasiun IV
Stasiun ini merupakan daerah pabrik kayu berjarak sekitar 500 meter dari
stasiun III, terletak
32027,4 LU dan 981012,4 dan 0982325,8 BT. Substrat dasar pada lokasi ini
adalah berlumpur dengan vegetasi di sekitarnya berupa Poaceae dan Musaceae
3.4.1 Temperatur
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
C, lalu diukur oksigen terlarutnya dengan menggunakan DO meter. Nilai BOD5 yaitu
DO yang diukur saat hari pertama dikurangi dengan nilai DO setelah hari kelima
(Lampiran B)
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
KO =
dengan :
KO
A
B
=
=
=
A B
100%
A
Kandungan Organik
Berat Konstan Substrat
Berat Abu
(Widle, 1972 dalam Adianto, 1993, hlm : 17)
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Tabel 1. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter FisikKimia
Temparatur Air
Kecepatan arus
Penetrasi Cahaya
pH Air
DO (Oksigen Terlarut)
BOD5
COD
Kandungan
Organik
Substrat
Satuan
m/s
Tempat
Pengukuran
In situ
Insitu
cm
mg/l
mg/l
mg/l
%
Keping Sechii
pH meter
Metode winkler
Metode winkler
Metoda Refluks
Oven dan Tanur
In situ
In situ
In situ
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Alat
K=
FK=
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
dimana nilai FK :
0 25%
25 50%
50 75%
> 75%
= sangat jarang
= jarang
= sering
= sangat sering
(Krebs, 1985, hlm : 521).
(E) =
H'
H max
dimana :
H
H max
f. Analisis Korelasi
Analisis korelasi menurut Pearson di gunakan untuk mengetahui hubungan
antara faktor-faktor fisik kimia dengan indeks keanekaragaman.
BAB 4
Arthropoda
Anelida
Kelas
Insecta
Chaetopoda
Ordo
Famili
Genus
Odonata
Plecoptera
Gamphidae
Progomphus sp
Chloroperlidae
Allocapnia sp
Belostomitadae
Belostoma sp
Hyroptilidae
Macrovlidae
Nipidae
Tubicidae
Hyrophillus sp
Macrovelia sp
Ranatra sp
Tubifex sp
Goniobasis sp
Pleurocora sp
Apella sp
Macrobrachium sp
Viviparus sp
Thiara sp
Lyrodes sp
Paludestrina sp
Pomatiopsis sp
Sphaerium sp
Himiptera
Oligochaeta
Pleuroceridae
Molusca
Mesogastropoda
Thiaridae
Gastropoda
Bulimidae
Heterodonta
Sphaeridae
Dari Tabel 2, dapat dilihat bahwa makrozoobentos yang ditemukan adalah dari 3
filum, 3 kelas, 6 ordo, 11 famili dan 17 genus.
a. Genus Progomphus sp
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Genus ini memiliki panjang tubuh 2-4 cm, jumlah kaki ada 2 pasang,
memiliki mata majemuk, terdapat garis pada tubuhnya. Tubuhnya bewarna coklat, tipe
mulut menguyah, terdapat ekor yang disebut cerci.(Patrick, 1983) (Gambar 1)
b. Genus Allocapnia sp
Genus ini memiliki panjang tubuh 2-3 cm, jumlah kaki ada 3 pasang, sepasang
antena, sepasang cercus. Terdapat bintik hitam pada seluruh tubuh, warna tubuh
coklat, metamorfosis tidak sempurna dan nimfa ini di akuatik
(Patrick, 1983)
(Gambar 2).
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Bentuk tubuh oval, pipih, ukuran 2,5 5 cm, umumnya berwarna hitam. Kaki
depan untuk menangkap mangsa, kaki belakang pipih untuk berenang. Antena lebih
pendek dari kepala, sring meninggalkan air karena tertarik oleh cahaya. Beberapa
jenis induknya meletakkan telur-telur di punggungnya dan membawanya sampai
menetas, jenis yang lain telur menetas di tanaman air. Predator serangga dan binatang
air lainnya (Patrick, 1983) (Gambar 3).
Genus ini memilki bentuk tubuh bulat, dan bewarna hitam, permukaan tubuh
memliki kulit yang keras. Memiliki sepasang kaki serta memiliki mata yang mejemuk
(Patrick, 1983) (Gambar 4).
e. Genus Macrovelia sp
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Genus ini ukuran tubuh berkisar 3-4 cm, berwarna coklat, memiliki sepasang
antena, memiliki 2 pasang kaki, dengan tidak sama panjang, memiliki mata majemuk,
dan bentuk tubuhnya oval( Patrick, 1983) (Gambar 5).
f. GenusRanatra sp
Genus ini memiliki panjang tubuh 5-6 cm, jumlah kaki ada 2 pasang, sapasang
antena, memiliki sepasang antena, mata majemuk, warna tubuh coklat kehitaman,
dengan bentuk tubuh panjang memipih, dengan ekor yang meruncing (Patrick, 1983)
(Gambar 6).
g. Genus Tubifex sp
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Cacing air ini memiliki bentuk tubuh bilateral simetris, memanjang, dengan
panjang tubuh berkisar antara 1-3 cm yang terdiri dari 76-85 segmen/cincin dengan
diameter tubuh berkisar antara 1-2 mm, pada segmen tubuh terdapat setae bersifat
hermafrodit, reproduksi secara seksual. cacing ini hidup di dasar perairan dengan
membuat tabung ( Edmonson, 1963 ) (Gambar 7)
h. Genus Goniobasis sp
Ukuran tubuh antara berkisar antara 2-3 cm, tipe cangkang memanjang,
bewarna coklat dengan garis-garis coklat, cangkang kecil, bagian permukaan
cangkang bergelombang, memiliki 5 garis pertautan. Celah mulut sempit dengan tipe
apeks tumpul(Edmonson, 1963) (Gambar 8).
i. Genus Pleurocora sp
Ukuran tubuh berkisar antara 3-3,5 cm, tipe cangkang memanjang, memiliki 8
garis pertautan. Cangkangnya bewarna hitam, tebal dan pada bagian permukaan
bergelombang. Bagian apeks meruncing Celah mulut lebar dengan tipe apeks tumpul
(Pennak, 1978) (Gambar 9).
j. Genus Apella sp
Genus ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-6 cm, tipe cangkang
memanjang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dengan apeks tumpul
dengan celah mulut yang kecil, serta memiliki 5 garis pertautan, serta pada cangkang
memiliki garis pertautan ( Payne, 1996) (Gambar 10).
k. Genus Macrobrachium sp
Genus ini memiliki tubuh yang bewarna kekuningan dan terdapat garis-garis
kuning di permukaan tubuhnya, karapaks memutupi seluruh bagian tubuh, rostrum
bergerigi, memiliki caput yang berbeda panjangnya (Pennak, 1978) (Gambar 11).
l.Genus Viviparus sp
Genus ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-5 cm, tipe cangkang
berbentuk dextral (cangkang berlekuk kanan, yang hanya pada cangkang siput
gastropoda), memiliki 3 garis pertautan. Celah mulut lebar dengan tipe apeks tumpul,
serta tubuh bewarna hitam kecoklatan ( Payne, 1996) (Gambar 12).
m. Genus Thiara sp
Genus ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 1,5-3 cm, tipe cangkang
memanjang, dan kasar yang berduri, bewarna hitam kekuning-kuningan degan garisgaris coklat pada bagian dorsal celah mulut menyempit.genus ini memiliki operkulum
(penutup insang untuk menutup cangkang saat hewan masuk kedalam cangkang) tipis
dan tidak berkapur. Bagian apeksnya meruncing (Pennak, 1978) (Gambar 13).
n. Genus Lydores sp
Genus ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-5 cm, tipe cangkang
berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang dengan apeks
tumpul dengan celah mulut yang kecil dan memiliki tubuh bewarna coklat.
(Hutchinson, 1993) (Gambar 14).
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Genus ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 3-5 cm, tipe cangkang
memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang terdapat garis
pertautan yang menyelimuti seluruh cangkang dengan apeks tumpul dengan celah
mulut yang kecil (Payne, 1996)(Gambar 15).
p. Genus Pomatiopsis sp
Genus ini memiliki panjang tubuh berkisar antara 2-6 cm, tipe cangkang
memanjang dan berukuran sedang, bagian permukaan cangkang lebih bergelombang
dengan apeks tumpul dengan celah mulut yang kecil, pada bagian apeks atas memiliki
warna yang lebih gelap, serta memilki 4 garis pertautan (Payne, 1996)(Gambar 16).
Q .Genus Sphaerium sp
Genus ini kebanyakan hidup dilaut dan beberapa hidup di air tawar ini,
memiliki ukuran tubuh berkisar antara 1- 2,5 cm, memiliki cangkang yang terdiri dari
2 keping atau 2 valve, cangkang pipih, simetri bilatral, bewarna kuning dengan
bercak-bercak hitam. ( Pennak, 1978)(Gambar 17).
4.1.2. Kepadatan Bentos (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran
(FK) Pada Setiap Stasiun Penelitian.
Berdasarkan data jumlah makrozoobentos yang diperoleh pada setiap stasiun
penelitian, maka didapatkan indeks kepadatan populasi, kepadatan relatif dan
frekuensi kehadiran seperti tertera pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Nilai Kepadatan Populasi ( ind./ m2), Kepadatan relatif (%) dan
Frekuensi Kehadiran Makrozoobentos (%) pada Setiap Stasiun
Penelitian di Sungai Padang Kota Tebing Tinggi.
No
1.
2.
3.
4.
Taksa
Stasiun
Stasiun
II
K
KR
FK
K
Progomphus sp
12,34
Allocapnia sp
4,93
7,99
33,33
Belestoma sp
6,17
100,00 44,44
Hydrophillus sp Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman
2009.
Stasiun
Stasiun
III
KR
FK
15,38 44,44
Makrozoobentos
K
KR
2,46
3,83
3,70
5,76
Di Aliran Sungai
IV
FK
11,11
33,33
Padang
K
KR
FK
7,40
12,75 44,44
Kota Tebing Tinggi,
5.
6.
7.
8
9
10
Macrovelia sp
Ranatra sp
Tubifex sp
Goniobasis sp
Pleurocera sp
Apella sp
Macrobrachium
11
sp
12
Viviparus sp
13
Thiara sp
14
Lyrodes sp
15
Paludestrina sp
16
Pomatiopsis sp
17
Sphaerium sp
Jumlah
taksa
8,64
7,40
-
14,00
11,99
-
44,44
44,44
-
7,40
4,93
9,87
9,22
6,14
12,30
55,55
33,33
44,44
4,93
7,40
12,34
8,64
7,68
11,53
19,23
13,46
22,22
33,33
55,55
44,44
6,17
8,64
30.86
-
10,63
14,89
53.20
-
44,44
44,44
88,88
-
8,64
10,77
44,44
18,51
6,17
9,87
76,5
30,02
10,00
16,01
100
66,66
44,44
55,55
333,33
7,40
11,11
18,51
80,2
9,22
13,85
23,15
100
44,44
44,44
66,66
377,74
24,69
64,16
38,48
99,97
77,77
277,75
4,93
58
8,5
99,97
33,33
633,27
Ket :
Stasiun I : Tanpa aktivitas
Stasiun II : Aktivitas masyarakat
Stasiun III : Pengerukan pasir
Stasiun IV : Pabrik kayu
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada stasiun I nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif
yang tertinggi didapatkan pada genus Thiara sp dari kelas Gastropoda sebesar 18,51
ind./m2 dan 30,02%, sedangkan untuk Frekuensi Kehadiran sebesar 66,66%. Pada
stasiun I genus yang dapat hidup dan berkembang baik adalah Thiara sp, hal ini
disebabkan stasiun I memiliki kondisi fisik kimia perairan yang paling sesuai dengan
habitatnya, selain itu disertai juga dengan kondisi substrat dasar berupa tanah yang
berpasir sangat cocok bagi kehidupan genus ini (Tabel 5). Hal ini didukung oleh
Hynes (1976) dalam Wargadinata (1995), menyatakan bahwa Thiara sp adalah hewan
yang menyukai habitat dasar lumpur berpasir.
Nilai kepadatan terendah yang didapatkan pada stasiun I yaitu dari genus
Allocapnia sp dengan nilai Kepadatan Populasi 4,93 ind./m2,Kepadatan Relatif 7,99%
dan Frekuensi Kehadiran 33,33%. Sedikitnya jumlah genus Allocapnia sp pada stasiun
I dikarenakan kondisi perairan yang kurang mendukung bagi genus ini. Pengaruh DO
serta kondisi substrat dasar berupa pasir yang agak berlumpur (tabel 5), dapat
menghambat kepadatan pertumbuhan populasi dari spesies ini. Menurut Pennak
(1978, hlm : 461), genus ini menyukai tempat dengan substrat dasar berupa pasir dan
berbatu.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Nilai kepadatan terendah pada stasiun II adalah dari genus Goniobasis dengan
nilai kepadatan populasi 4,93ind/m2, nilai kepadatan relatif 6,14 %, dan nilai frekuensi
kehadiran 33,33 %. Rendahnya jumlah kepadatan Goniobasis pada stasiun ini karena
kondisi perairan yang kurang mendukung bagi kehidupan hewan ini. Tingginya
jumlah kandungan organik pada stasiun ini yakni sebesar 0,21 % yang berpengaruh
terhadap tingkat penetrasi cahaya yang rendah yang hanya berkisar 36 cm sehingga
akan mempengaruhi jumlah kelarutan oksigen pada perairan tersebut. Selain itu
kondisi substrat perairan yang berupa lumpur tidak sesuai untuk mendukung
kehidupan genus ini. Hutchinson (1993), menyatakan bahwa Goniobasis melimpah
pada perairan dengan substrat dasar yang berbatu dan berpasir.
Pada stasiun III genus dengan nilai kepadatan tertinggi adalah dari genus
Sphaerium dengan nilai kepadatan populasi 24,69ind/m2, kepadatan relatif 38,48%
dan nilai frekuensi kehadiran 77,77%. Kehadiran jenis Sphaerium yang mendominasi
pada stasiun III karena kondisi perairan yang mendukung bagi kehidupan hewan ini.
Kondisi perairan yang dangkal dengan substrat dasar berpasir sangat cocok bagi
kehidupan genus ini. Selain itu kondisi pH air sebesar 7,1 masih dapat mendukung
kehidupan hewan ini. Pennak (1978, hlm : 137), menyatakan bahwa Sphaerium
didapatkan pada hampir semua substrat dasar, terutama substrat berpasir. Umumnya
jumlah Sphaerium akan melimpah pada tempat yang dangkal serta pada perairan
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
dengan pH = 6, akan tetapi genus Sphaerium juga memiliki kemampuan adaptasi yang
tinggi terhadap pH sehingga dapat hidup pada perairan dengan pH > 6.
Nilai kepadatan terendah yang didapatkan pada stasiun III yaitu dari genus
Allocapnia sp dengan nilai Kepadatan Populasi 2,46 ind./m2,Kepadatan Relatif 3,83%
dan Frekuensi Kehadiran 11,11%. Sedikitnya jumlah genus Allocapnia sp pada stasiun
III dikarenakan kondisi perairan yang kurang mendukung bagi genus ini. Pengaruh
DO serta kondisi substrat dasar berupa pasir yang agak berlumpur (tabel 5), dapat
menghambat kepadatan pertumbuhan populasi dari spesis ini. Menurut Pennak (1978,
hlm : 461), genus ini menyukai tempat dengan substrat dasar berupa pasir dan berbatu.
Pada stasiun IV genus dengan nilai kepadatan tertinggi adalah dari genus Tubifex
dengan nilai kepadatan populasi 30,86ind/m2, nilai kepadatan relatif 53,20%, dan nilai
frekuensi kehadiran 88,88 %. Kehadiran Tubifex dengan nilai yang tinggi pada stasiun
ini karena kondisi substrat perairan yang berupa lumpur serta tingginya kandungan
organik terlarut pada badan perairan sangat mendukung bagi kehidupan genus ini.
Pennak (1978), menyatakan bahwa hewan jenis Chaetopoda suka hidup pada substrat
yang berlumpur. Menurut Oey et. al., (1980) dalam Wargadinata (1995), kehadiran
kelas Chaetopoda pada perairan menunjukkan bahwa perairan telah mengalami
pencemaran bahan organik. Hal ini juga didukung oleh Barnes (1987), yang
menyatakan bahwa famili Tubificidae terdistribusi luas pada perairan yang miskin
akan oksigen dan telah tercemar oleh bahan organik.
Nilai terendah didapat pada stasiun IV dari genus Pomatiopsis sp dengan nilai
kepadatan 4,93ind/m2, kepadatan relatif 8,5 % dan frekuensi kehadiran 33,33 %.
Sedikitnya jumlah genus pomatiopsis pada stasiun ini di karenakan pada kondisi
perairan dengan pH lebih dari 5 dan suhu yang cukup tinggi. Hal tersebut sesuai
dengan faktor fisik kimia perairan yang di dapatkan yaitu 7 dan suhu yang relatif
tinggi yaitu 26o C.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
1,873
1,952
1,188
1,473
Keseragaman (E)
0,267
0,244
0,169
0,294
(E)
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai keanekaragaman (H) yang didapatkan pada
keempat stasiun penelitian berkisar antara 1,188-1,952. Indeks keanekaragaman (H)
tertinggi terdapat pada stasiun II (aktivitas masyarakat) yakni sebesar 1,952. Hal ini
disebabkan keanekaragaman spesies pada suatu komunitas yang di tempati masingmasing individu sehingga indeks keanekaragaman pada setiap stasiun berbeda-beda.
Brower et.al (1990, hlm : 52) menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan
mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies
dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata. Dengan kata lain bahwa
apabila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu
yang tidak merata, maka komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman yang
rendah.
(aktivitas
penerukan
pasir)
yakni
sebesar
1,188.
Rendahnya
indeks
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Keanekaragaman (H) tertinggi pada stasiun II yaitu sebesar 1,952 yang merupakan
lokasi aktivitas masyarakat, sedangkan Indeks Keanekaragaman terendah pada stasiun
III yaitu sebesar 1,188 yang merupakan lokasi pengerukan pasir. Menurut
Sastrawijaya (1991, hlm : 127) bahwa klasifikasi derajat pencemaran air berdasarkan
indeks diversitas dapat digolongkan sebagai berikut :
H< 1,0
H = 1,0 1,6
H = 1,6 2,0
H > 2,0
:
:
:
:
Tercemar Berat
Tercemar Sedang
Tercemar Ringan
Tidak Tercemar
Nilai Indeks Keseragaman (E) yang diperoleh dari keempat stasiun penelitian
berkisar 0,169-0,294. Indeks Ekuitabilitas yang tertinggi terdapat pada stasiun IV
sebesar 0,294 dan terendah pada stasiun III sebesar 0,169.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Parameter
Satuan
Temperatur
Kecepatan Arus
Penetrasi Cahaya
Ph Air
DO (Oksigen Terlarut)
BOD5
COD
Kandungan
Substrat
Organik
C
m/s
cm
mg/l
mg/l
mg/l
%
Stasiun
I
23
0,6
25
7,2
7,3
0,5
7,9
1,21
II
24
0,3
36
6,4
6,2
1,5
9,54
0,21
III
25
0,5
23
7,1
6,1
1,2
11,92
0,38
IV
26
0,5
20
7,5
5,5
2,1
12,43
0,48
Ket :
Stasiun I : Tanpa aktivitas
Stasiun II : Aktivitas masyarakat
Stasiun III : Pengerukan pasir
Stasiun IV : Pabrik kayu
Dari Tabel 5 dapat kita lihat bahwa temperatur air pada keempat stasiun penelitian
berkisar 23 26C, dengan temperatur tertinggi terdapat pada stasiun IV (Lokasi
pabrik kayu)
Nilai arus sungai pada keempat stasiun penelitian berkisar 0,3 0,6 m/det.
Kecepatan arus yang lebih tinggi adalah stasiun I (tanpa aktivitas) sedangkan paling
rendah adalah stasiun II (aktivitas masyarakat). Perbedaan arus sungai ini disebabkan
karena sungai tersebut memiliki kemiringan ataupun ketinggian yang berbeda dimana
stasiun I (tanpa aktivitas) itu merupakan daerah hulu yang lebih tinggi dibandingkan
dengan ketiga stasiun lainnya sedangkan stasiun II (aktivitas masyarakat) memiliki
kedalaman yang lebih rendah sehingga air mengalir lebih cepat dibandingkan dengan
ketiga stasiun lainnya.
Nilai pH pada keempat stasiun penelitian berkisar antara 6,4- 7,5. Nilai pH
tertinggi terdapat pada stasiun IV (aktivitas pabrik kayu) sebesar 7,5 dan terendah
pada stasiun II (aktivitas masyarakat) sebesar 6,4. Hal ini disebabkan adanya
penambahan atau kehilangan CO2 melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan
perubahan pH di dalam air. Secara keseluruhan, nilai pH yang didapatkan dari
keempat stasiun penelitian masih mendukung kehidupan dan perkembangan
makrozoobenthos. Menurut Barus (2004) kehidupan dalam air masih dapat bertahan
apabila perairan mempunyai kisaran pH 7-8,5.
Nilai oksigen terlarut (DO) yang diperoleh dari keempat stasiun penelitian
berkisar antara 5,5-7,3 mg/l, dengan nilai tertinggi terdapat pada stasiun I (tanpa
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
aktivitas) sebesar 7,3 mg/l dan yang terendah pada stasiun IV (aktivitas pabrik kayu).
Tingginya nilai oksigen terlarut pada stasiun I (tanpa aktvitas) karena rendahnya
kandungan organik akibat tidak adanya aktivitas di kawasan ini sehingga cahaya
matahari dapat menembus hingga ke badan perairan yang lebih dalam, sedangkan
rendahnya nilai oksigen terlarut pada stasiun IV (aktivitas pabrik kayu) menunjukkan
bahwa terdapat banyak senyawa organik yang masuk ke badan perairan tersebut yang
berasal dari limbah pabrik dan berbagai aktivitas masyarakat disekitar aliran sungai
tersebut, dimana kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses
penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme yang akan berlangsung secara aerob
(memerlukan oksigen). Schwoerbel (1987) dalam Barus (2004) menyatakan nilai
oksigen terlarut pada suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman,
yang sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur dan aktivitas fotosintesis
tumbuhan yang menghasilkan oksigen.
Nilai COD yang didapatkan dari keempat stasiun pengamatan berkisar 7,912,43 mg/l, dengan nilai tertinggi pada stasiun IV (aktivitas pabrik kayu) sebesar
12,43 mg/l dan terendah pada stasiun I tanpa aktivitas) sebesar 7,95 mg/l. Tingginya
nilai COD pada stasiun IV (aktivitas pabrik kayu) disebabkan tingginya nilai
kandungan organik pada stasiun ini, sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk
menguraikan buangan organik secara kimia akan semakin tinggi pula.
didapatkan pada stasiun I (tanpa aktivitas) sebesar 1,21%, sedangkan terendah pada
stasiun II (aktivitas masyarakat) sebesar 0,21%. Secara keseluruhan nilai kandungan
organik substrat yang didapatkan dari keempat stasiun penelitian di Sungai Padang ini
tergolong sangat rendah dan rendah. Menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam
Djaenuddin et. al., (1994, hlm : 64) kriteria tinggi rendahnya kandungan organik
substrat atau tanah berdasarkan persentase adalah sebagai berikut :
<1%
1% - 2%
2,01% - 3%
3% - 5%
>5,01%
= sangat rendah
= rendah
= sedang
= tinggi
= sangat tinggi
Substrat dasar suatu perairan merupakan faktor yang penting bagi kehidupan hewan
makrozoobentos yaitu sebagai habitat hewan tersebut. Masing-masing spesies
mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap substrat dan kandungan
bahan organik sustrat (Barnes & Mann, 1994, hlm : 14). Dan dengan adanya
perbedaan jenis substrat dasar juga menyebabkan perbedaan jenis makrozoobentos
yang didapatkan pada masing-masing stasiun penelitian. Kehadiran spesies dalam
suatu komunitas zoobentos didukung oleh kandungan organik yang tinggi, akan tetapi
belum tentu menjamin kelimpahan zoobentos tersebut, karena tipe substratpun ikut
menentukan (Welch, 1952; Santos dan Umaly, 1989 dalam Izmiarti, 1990, hlm : 31).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Nybakken (1992, hlm : 213) bahwa adanya
substrat dasar yang berbeda-beda menyebabkan perbedaan fauna atau struktur
komunitas makrozoobentos. Selain itu adanya perbedaan ukuran partikel sedimen
memiliki hubungan dengan kandungan bahan organik, dimana perairan dengan
sedimen yang halus memiliki persentase bahan organik yang tinggi karena kondisi
lingkungan yang tenang yang memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang
diikuti oleh akumulasi bahan-bahan organik dasar perairan, sedangkan sedimen yang
kasar memiliki kandungan bahan organik yang lebih rendah karena partikel yang lebih
halus tidak dapat mengendap.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
4.3 Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Faktor Fisik Kimia Dengan Indeks
Keanekaragaman Makrozoobentos.
Berdasarkan pengukuran faktor fisik kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap
stasiun penelitian, dan dikorelasikan dengan indeks Keanekaragaman (Diversitas
Shannon-Wiener) maka diperoleh indeks Korelasi seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 6. Nilai Analisis Korelasi Pearson (r) Antara Faktor Fisik Kimia Dengan
Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos
Korelasi
Pearson
H
Tempe
ratur
-0,658
Penetrasi
cahaya
0,765
DO
BOD5
0,455
-0.215
COD
-0.777
pH
-0.606
Kecepatan
Kandungan
organik
-0.414
0,176
Keterangan :
Nilai + = Arah Korelasi Searah
Nilai - = Arah Korelasi Berlawanan
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa hasil uji analisis korelasi Pearson antara beberapa
faktor fisik kimia perairan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan
indeks diversitas. Nilai (+) menunjukkan hubungan yang searah antara nilai faktor
fisik kimia maka nilai keanekaragaman akan semakin besar pula, sedangkan nilai
negatif (-) menunjukan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisik
kimia perairan dengan nilai keanekaragaman (H), artinya semakin besar nilai faktor
fisik kimia perairan maka nilai H akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika
semakin kecil nilai faktor fisik kimia maka nilai H akan semakin besar. Dari hasil uji
korelasi Pearson antara faktor fisik kimia perairan dengan keanekaragaman
makrozoobentos dapat dilihat bahwa penetrasi cahaya, DO, dan Substrat organik
berkorelasi searah.
Dari hasil uji korelasi diperoleh bahwa parameter penetrasi cahaya, DO, dan
Substrat organik berkorelasi searah dengan (H). Berdasarkan Interval Koefisien
Korelasi menurut (Sugiyono, 2005) seperti tertera pada tabel Interval Korelasi dan
Tingkat Hubungan antar Faktor, sebagai berikut:
Interval Koefisien
0,00 0,199
Tingkat Hubungan
Sangat rendah
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
2.
0,20 - 0,399
Rendah
3.
4.
5.
0,40 - 0,599
0,60 0,799
0,80 1,000
Sedang
Kuat
Sangat kuat
BAB 5
5.1 Kesimpulan
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
b.
d.
e.
Berdasarkan hasil uji analisis korelasi Pearson diperoleh hubungan faktor fisikkimia perairan terhadap keanekaragaman makrozoobentos, antara lain hubungan
antara faktor penetrasi cahaya, DO dan kadar organik substrat berkorelasi searah
terhadap keanekaragaman, sedangkan parameter seperti temperatur, pH, BOD5,
COD, dan kecepatan arus berkorelasi berlawanan terhadap keanekaragaman
makrozoobentos
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adianto. 1993. Ekologi Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Sampel Dengan
1 ml MnSO4
1 ml KOH KI
Dikocok
Didiamkan
5 ml
1 ml H2SO4
Dikocok
Didiamkan
Di
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Sampel Air
Sampel Air II
Sampel Air I
Diinkubasi selama 5 hari pada
temperatur 200C
di hitung nilai DO akhir
DO Akhir
Dihitung
nilai DO awal
DO Awal
Keterangan:
Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan nilai DO
. Nilai BOD = Nilai awal Nilai DO akhir
10 ml Sampel
Dimasukkan kedalam erlenmeyer
Ditambah 5 ml K2 CrO7
Ditambah 0,2 gr HgSO4
Dimasukkan 2 batu didih
Ditambah 5 ml H2SO4(p)
Direfluks
Didiamkan
Ditambah 30 ml akaudest
Ditambah indikator feroin
Dititrasi menggunakan ferroamonium
sulfat
Hasil Merah Kecoklatan
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
5 Gram tanah
Dibakar dalam tungku pembakar
Pada suhu 6000 C selama 3 jam
Abu
Ditimbang berat abu
Hasil
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Lampiran I. Jumlah dan Jenis Makrozoobentos yang didapatkan pada setiap stasiun
penelitian.
No
Taksa
4
5
6
7
insekta
Allocapnia
Lydores
Belestoma
Gastropoda
Thiara
Pleurocera
Goniobasis
Pomatiopsis
No
Taksa
1
2
3
Gastropoda
Paludestrina
Viviparus
Macrobrachium
Apella
Goniobasis
Lydores
Insekta
Progomphus
Chaetopoda
Tubifex
No
Taksa
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
Gastropoda
Sphaerium
Pleurocera
Goniobasis
Apella
Insekta
Allocapnia
Hyropyhilus
STASIUN I
1
Rata-Rata
1
2
-
1
1
2
-
1
1
1
2
1
1
0,444
0,555
0,555
5
2
2
2
1
-
4
1
3
3
2
2
2
1
3
1
1
2
1
-
1,666
0,666
0,777
0,888
STASIUN II
1
Rata-Rata
5
3
1
2
4
1
1
3
-
2
1
1
1
1
2
2
2
-
2
2
2
-
1
-
3
1
4
1
2
-
1,666
0,666
0,777
0,888
0,444
1
1,111
0,666
STASIUN III
1
Rata-Rata
2
1
2
2
4
5
-
5
1
-
3
2
2
2
2
-
1
2
1
2
-
2
-
2,222
1,111
0,666
0,777
2
1
0,222
0,333
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
No
1
2
3
4
5
Ranatra
Taksa
Gastropoda
Pomatiopsis
insekta
Macrovelia
Progomphus
Ranatra
Chaetopoda
Tubifex
0,444
STASIUN IV
1
Rata-Rata
0,666
2
2
2
2
-
1
-
1
2
1
1
1
1
-
0,555
0,666
0,777
2,222
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
2
X 100 %
9
FK= 22,22 %
4. Indeks Diversitas Shannon- Wiener (H') Allocapnia sp Stasiun I
H'=
0,083
0,083
ln
2,484
2,484
H' = - 0,206
5. Indeks Ekuitabilitas (E) Allocapnia sp Stasiun I
E = 0,206
ln 7
E = 0,267
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Taksa
Filum: ANNELLIDA
Kelas : Chaetopoda
Ordo : Oligochaeta
Famili : Tubificidae
Tubifex
Filum: MOLUSKA
Kelas : Gastropoda
Ordo :Mesogastropoda
Famili : Pleuroceridae
Goniobasis
Pleurocora
Apella
Macrobrachium
Viviparus
Famili : Thiaridae
Thiara
Famili : Bulimidae
Paludestrina
Lydores
Ordo : Heterodonta
Famili : Bulimidae
Pomatiopsis
Ordo : Heterodonta
Famili : Sphaeridae
Sphaerium
Filum : Antropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Himiptera
Famili : Belostomitidae
Belostoma
Ordo : Himiptera
Famili : Hydroptilidae
Hydrophylus
Ordo : Himiptera
Famili : Macrovelidae
Macrovelia
Ordo : Himiptera
Famili : Nipidae
Ranatra
Ordo : Plecoptera
Famili : Cloroperlidae
Allocapnia
Ordo : Gamphidae
Progomphus
Stasiun I
Stasiun II
Stasiun III
Stasiun
IV
0,279
0,259
-
0,171
0,259
0,241
0,220
0,248
0,316
0,269
-
0,362
0,235
0,339
0,274
0,297
0,359
0,366
0,235
0,162
0,237
0,194
0,281
0,206
0,123
0,289
0,261
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.
Parameter
Temperatur
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Arus
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Penetrasi
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Ph
DO
-.103
-.518
.897
.482
-.103
-.797
.897
.203
-.518
-.797
.482
.203
.444
.825
.175
Pearson
Correlation
-.947
.415
.217
.053
.585
.783
Pearson
Correlation
.873
-.468
-.122
.127
.532
.878
.975(*)
-.085
-.522
.025
.915
.478
-.591
.817
-.339
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.556
Organik
Penetra
si
Sig. (2-tailed)
COD
Arus
4
.975(*)
.025
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed)
BOD
Temper
atur
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
.409
.183
.661
Pearson
Correlation
-.658
-.414
.765
.342
.586
.235
Sig. (2-tailed)
N
Ph
.44
4
.55
6
4
.82
5
.17
5
4
.97
5(
*)
.02
5
4
DO
BOD
COD
Organik
-.947
.873
.975(*)
-.591
-.658
.053
.127
.025
.409
.342
.415
-.468
-.085
.817
-.414
.585
.532
.915
.183
.586
.217
-.122
-.522
-.339
.765
.783
.878
.478
.661
.235
-.148
.113
.404
.455
-.606
.852
.887
.596
.545
.394
4
.14
8
.85
2
4
-.960(*)
-.910
.792
.445
.040
.090
.208
.555
4
.960(
*)
.779
-.724
-.215
.040
.221
.276
.785
-.910
.779
-.624
-.777
.090
.221
.376
.223
.792
-.724
-.624
.176
.208
.276
.376
.824
.445
-.215
-.777
.176
.555
.785
.223
.824
.11
3
.88
7
4
.40
4
.59
6
4
.45
5
.54
5
4
.60
6
.39
4
4
Dahlia Rosmelina Simamora : Studi Keanekaragaman Makrozoobentos Di Aliran Sungai Padang Kota Tebing Tinggi,
2009.