Anda di halaman 1dari 74

UJI AKTIVITAS LIPASE DAN BIOSURFAKTAN

DARI BAKTERI KERATINOLITIK

TESIS

YAYUK PUTRI RAHAYU


167030002

PROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UJI AKTIVITAS LIPASE DAN BIOSURFAKTAN
DARI BAKTERI KERATINOLITIK

TESIS

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar


Magister Sains

YAYUK PUTRI RAHAYU


167030002

PROGRAM PASCASARJANA BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji dan dinyatakan lulus pada

Tanggal : 5 Desember 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc.

Anggota : 1. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc.

2. Dr. It Jamilah, M.Sc.

3. Dr. Yurnaliza, M.Si.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap (berikut gelar) : Yayuk Putri Rahayu, S.Si., M.Si.


Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 27 Agustus 1980
Agama : Islam
Nama Ayah : Ir. Raden Setyohadi, M.Sc.
Nama Ibu : Dra. Daeng Elysa Putri Mambang, M.Si., Apt.
Nama Kakak : Healthy Aldriany Prasetyo, STP, MT.
Nama Adik : Mauli Aldriano Aquarino Prasetyo, A.Md.
Alamat Rumah : Jl. Harmonika Baru, Griya Pertambangan
Blok – B No. 2 Medan – Indonesia
Telp./HP : 0813 6227 2411
Email : yayuk.office@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

Taman Kanak-kanak (TK)


Kelas B Perguruan Nasional Khalsa Medan, Indonesia 1985 – 1986

Sekolah Dasar (SD)


Kelas 1 Perguruan Nasional Khalsa Medan, Indonesia 1986 – 1987
Kelas 2 s/d 4 Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL), Malaysia 1987 – 1989
Kelas 4 s/d 6 Sekolah SD Negeri 060884 Medan, Indonesia 1990 – 1992

Sekolah Menegah Pertama (SMP)


Kelas 1 s/d 3 SMP Kemala Bhayangkari – 1 Medan, Indonesia 1992 – 1995

Sekolah Menengah Umum (SMU)


Kelas 1 s/d 3 SMU Negeri – 15 Medan, Indonesia 1995 – 1998

Perguruan Tinggi (Universitas)


Strata-1 Jurusan Biologi – FMIPA USU Medan, Indonesia 1998 – 2003
Strata-2 Pascasarjana Biologi – FMIPA USU Medan, Indonesia 2016 – 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UJI AKTIVITAS LIPASE DAN BIOSURFAKTAN
DARI BAKTERI KERATINOLITIK

ABSTRAK

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas lipase


dan biosurfaktan dari bakteri keratinolitik. Pengujian aktivitas lipase dilakukan
secara kualitatif menggunakan metode sensitive plate assay rhodamine-B olive oil
agar (ROA plate assay) dan secara kuantitatif menggunakan metode copper soap
colorimetry dengan cuppric acetate-pyridine reagent (CAPR) sebagai pewarna dan
minyak zaitun sebagai substrat. Karakterisasi lipase dilakukan dengan menguji
aktivitas lipase pada kisaran pH (4; 5; 6; 7 dan 8) dan suhu (30; 35; 40; 45 dan
50 oC). Pengujian aktivitas produksi biosurfaktan menggunakan metode uji oil
displacement untuk mengukur nilai oil displacement area (ODA) dan uji aktivitas
emulsifikasi untuk mengukur indeks emulsifikasi (IE24). Keempat bakteri
keratinolitik yang diuji pada penelitian ini memiliki aktivitas lipase dan biosurfaktan.
Dua bakteri potensial diperoleh yaitu Aeromonas media LU04 dan Enterobacter
tabaci PK09 yang memiliki aktivitas lipase dan biosurfaktan lebih tinggi
dibandingkan isolat LU02 dan LU01. Kedua bakteri A. media LU04 dan E. tabaci
PK09 memiliki pendaran berwarna oranye lebih banyak disekitar koloni dengan nilai
spesifik lipase masing-masing sebesar 0,443 dan 0,346 U/mg. Aktivitas lipase kedua
bakteri berada optimum pada pH 7 dan suhu 40 oC. Aktivitas produksi biosurfaktan
pada kedua bakteri diperoleh dengan masing-masing nilai ODA sebesar 38 dan
15 mm dan nilai IE24 sebesar 20 dan 15%. Nilai maksimum aktivitas lipase dan
biosurfaktan diperoleh pada hari keempat dan kedelapan untuk masing-masing
bakteri A. media LU04 dan E. tabaci PK09. Peningkatan aktivitas biosurfaktan
sejalan dengan aktivitas lipase karena biosurfaktan diproduksi oleh adanya aktivitas
lipase, dan dalam aktivitas lipase dibutuhkan adanya aktivitas biosurfaktan.

Kata kunci : bakteri keratinolitik, biosurfaktan, copper soap colorimetry, enzim


lipase, ROA plate assay.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ASSAY OF LIPASE AND BIOSURFACTANT ACTIVITY
OF KERATINOLYTIC BACTERIA

ABSTRACT

The aim of this study was to determine lipase and biosurfactant activity of
keratinolytic bacteria. Lipase activity assay was carried out qualitatively using the
sensitive plate assay method using rhodamine-B olive oil agar (ROA plate assay)
and quantitatively using copper soap colorimetry method using cuppric acetate-
pyridine reagent (CAPR) as a dye and olive oil as a substrate. Characterization of
lipase was performed in pHs (4; 5; 6; 7 and 8) and temperature (30; 35; 40; 45 and
50 oC). Assay of biosurfactant production activity was conducted using oil
displacement test method to measured oil displacement area (ODA) and
emulsification activity assay to measured emulsification index (EI24). The four
keratinolytic bacteria in this study had lipase and biosurfactant activity. Two
potential bacteria were obtained Aeromonas media LU04 and Enterobacter tabaci
PK09 which had higher lipase and biosurfactant activity than isolates LU02 and
LU01. Both bacteria of A. media LU04 and E. tabaci PK09 had more orange
fluorescence around the colony with specific lipase of 0.443 and 0.346 U/mg,
respectively. The lipase activity of both bacteria was optimum at pH 7 and
temperature at 40 oC. Biosurfactant production activity in both bacteria was
obtained with each ODA value of 38 and 15 mm and EI24 values of 20 and 15%. The
maximum of lipase and biosurfactant activity was obtained on the fourth and eighth
days for A. media LU04 and E. tabaci PK09, respectively. Increased biosurfactant
activity is in line with lipase activity because biosurfactant is produced by the
presence of lipase activity, and in the lipase activity is needed of biosurfactant
activity.

Key words: biosurfactant, copper soap colorimetry, keratinolytic bacteria, lipase


enzyme, ROA plate assay.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PRAKATA

Assalamu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillahirrabil’alamin. Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat


Allah SWT yang telah banyak melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua. Demikian juga salawat beriring salam disampaikan kepada baginda
Rasulullah Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penyusunan tesis ini dengan baik.
Tesis yang berjudul “Uji Aktivitas Lipase dan Biosurfaktan dari Bakteri
Keratinolitik” adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains (M.Si.) pada Program Pascasarjana Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.
Keberhasilan penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, yang telah
memberikan bimbingan, arahan, saran, dukungan secara moril maupun materil
hingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. dan Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc. selaku
Ketua dan Anggota Dosen Pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu,
perhatian dan pemikirannya hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
tesis ini dengan baik.
2. Ibu Dr. It Jamilah, M.Sc. dan Dr. Yurnaliza, M.Si. selaku Dosen Penguji atas
saran dan masukannya kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
3. Ayahanda Ir. H. Raden Setyohadi, M.Sc. dan ibunda Dra. Hj. Daeng Elysa Putri
Mambang, M.Si., Apt. yang tercinta, serta kakanda Healthy Aldriany Prasetyo,
STP., MT. dan adinda Mauli Aldriano Aquarino Prasetyo, A.Md. yang tersayang
atas segala waktu, perhatian, bantuan, dukungan moril dan materil serta do’a
yang tiada hentinya kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan tesis ini.
4. Ibu AKBP. Drg. Hj. Daeng Ety Lamurti Mambang atas bantuan moril dan
materil serta do’a dan motivasinya kepada penulis hingga penulis dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


melanjutkan pendidikan dan menyelesaikan pendidikan pada sekolah
pascasarjana ini.
5. Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. selaku Wakil Dekan I FMIPA USU Medan
atas dorongan dan motivasinya kepada penulis.
7. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed. dan Ibu Dr. It Jamilah, M.Sc.
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pascasarjana Biologi FMIPA USU
Medan atas semangat, dorongan dan motivasinya kepada penulis.
8. Bapak dan Ibu dosen pengajar pada Program Studi Pascasarjana Biologi atas
ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis hingga penulis dapat menyelesaikan
studi pada Program Pascasarjana Biologi FMIPA USU Medan.
9. Ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc. selaku Kepala Laboratorium Mikrobiologi dan
Ibu Liana Dwi Sri Hastuti, M.Si., Ph.D. selaku Kepala Laboratorium Genetika
pada Program Studi Biologi FMIPA USU Medan atas izinnya selama penulis
melakukan penelitian dengan menggunakan peralatan di laboratorium.
10. Bang Rizal dan bang Ewin selaku pegawai di Program Studi Pascasarjana
Biologi FMIPA USU yang banyak membantu secara administrasi.
11. Kak Pia selaku Staf Laboran Program Studi Biologi FMIPA USU Medan yang
banyak membantu dalam peminjaman alat di laboratorium.
12. Asisten laboratorim Mikrobiologi: Adit, Rita, Novita, Ira, Anna, Jesica, Wita,
Novi, Vina, Jema, Marvelin, Ruth, Ando, Jo, Randy, dan Irfan serta asisten
laboratorium Genetika: Artha dan Syahreza, serta asisten lainnya, atas
bantuannya selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium Program Studi
Biologi FMIPA USU Medan.
13. Rekan mahasiswa/i seangkatan 2016: kak Irma, Tika, Merry, Yusfi, Fizra, App,
Wana, Debby dan Irpan atas perhatian dan kebersamaannya selama penulis
menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Biologi FMIPA USU Medan.
14. Rekan mahasiswa/i: bang Bibul, bang Bobel, Ayu, Febri, Adel, Enny, Putri,
Widya, Mella, Nisa dan Uti serta semua kakak senior dan adik junior pada
Program Pascasarjana Biologi FMIPA USU.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15. Rekan mahasiswa/i bidang Mikrobiologi Program Pascasarjana Biologi FMIPA
USU Medan: bang Lukas, bang Faisal, bang Jendri, Aan, kak Yuni, kak Irda,
kak Renta dan kak Suryani atas perhatian, kebersamaannya, diskusi dan saling
tukar fikirannya selama penulis melakukan penelitian di laboratorium
Mikrobiologi FMIPA USU Medan.
16. Rekan diskusi dan sharing di ResearchGate: Simone Morra, Ph.D. (Marie Curie
Fellow, Departement of Chemistry, University of Oxford, United Kingdom);
Trupti Ashar, M.Sc. (Analytical and Medicinal Chemistry Microbiology);
Jai Ghosh, M.Sc., Ph.D. (Assistant Professor, Departement of Microbiology,
Devchand Collage, Arjunnagar, Maharashtra, India); Mamta Purohit, Ph.D.
(Senior Research Fellow, Departement of Microbiology & Biotechnology,
Gujarat University, India); dan Ana Rodriguez, Ph.D. (Professor (Associate),
Departement of Chemical Engineering, Vigo University, Spain) atas
kesediaannya memberikan perhatian, bantuan dengan pemikirannya dalam
berdiskusi dari berbagai pertanyaan penulis selama melaksanakan penelitian,
sehingga dapat dijadikan ilmu yang sangat berharga bagi penulis.
serta pihak lainnya yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak luput dari segala
kekurangan, dan masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan sarannya untuk kesempurnaan dan sebagai pertimbangan
karya tulis ilmiah di masa yang akan datang. Penulis berharap tesis ini dapat
memberikan manfaat terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan, Aamiin Ya
Rabbal’alamiin.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Medan, 20 Desember 2018

Yayuk Putri Rahayu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

Halaman
PENGESAHAN TESIS i
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
PRAKATA v
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Teknologi Enzim 4
2.2 Bateri Keratinolitik dan Pemanfaatannya 4
2.3 Enzim Lipase 5
2.4 Karakteristik Enzim Lipase 6
2.5 Biosurfaktan 7
2.6 Aktivitas Lipase dan Biosurfaktan 9
2.7 Metode Uji Aktivitas Lipase dan Biosurfaktan 10

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat 13
3.2 Bahan dan Alat 13
3.3 Metode Penelitian 14
3.3.1 Penyiapan Kultur Bakteri 14
3.3.2 Uji Aktivitas Lipase Secara Kualitatif 14
3.3.3 Produksi Enzim Lipase 14
3.3.4 Pengukuran Jumlah Sel Bakteri 15
3.3.5 Penyiapan Enzim Lipase Ekstrak Kasar 15
3.3.6 Pembuatan Kurva Standar Asam Lemak Bebas Asam Oleat 16
3.3.7 Pengukuran Aktivitas Lipase (Lipase Assay) 16
3.3.8 Pembuatan Kurva Standar Protein Bovine Serum
Albumin (BSA) 17
3.3.9 Pengukuran Konsentrasi Protein dan Aktivitas Spesifik
Lipase 18
3.3.10 Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Lipase 18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3.11 Uji Aktivitas Produksi Biosurfaktan 19
(i) Oil Displacement Test 19
(ii) Aktivitas Emulsifikasi (Emulsification Activity) 19

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Uji Kualitatif Aktivitas Lipase Bakteri Keratinolitik 21
4.2 Aktivitas Lipase dan Pertumbuhan Sel Bakteri 23
4.3 Konsentrasi Protein dan Aktivitas Spesifik Lipase 26
4.4 Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Lipase 28
4.5 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Lipase 30
4.6 Aktivitas Produksi Biosurfaktan 32
4.7 Hubungan Indeks Emulsifikasi dengan Aktivitas Lipase 34

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 37
5.2 Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN 45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


Gambar

4.1 Intensitas pendaran berwarna oranye pada bakteri 22


keratinolitik
4.2 Aktivitas spesifik lipase bakteri keratinolitik 27
4.3 Nilai ODA dan IE maksimum pada bakteri keratinolitik 33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


Gambar

2.1 Penempelan biosurfaktan pada tetesan minyak dalam air 8


4.1 Perubahan warna media ROA pada uji kualitatif aktivitas 21
lipase bakteri keratinolitik
4.2 Aktivitas lipase dan pertumbuhan sel bakteri E. tabaci 24
PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan LU01
4.3 Konsentrasi protein dan aktivitas spesifik lipase bakteri 27
E. tabaci PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan LU01
4.4 Profil pengaruh pH terhadap aktivitas lipase bakteri 29
E. tabaci PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan LU01
4.5 Profil pengaruh suhu terhadap aktivitas lipase bakteri 31
E. tabaci PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan LU01
4.6 Nilai ODA dan IE24 aktivitas produksi biosurfaktan 33
bakteri E. tabaci PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan
LU01
4.7 Indeks emulsifikasi dan aktivitas spesifik lipase bakteri 34
E. tabaci PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan LU01

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


Lampiran

1. Diagram alir prosedur kerja penelitian 45


2. Penyiapan media NA, PCA, ROA, MGMO 46
3. Penyiapan reagen CAPR dan larutan fisiologis 48
4. Penyiapan larutan pH buffer 49
5. Kurva standar asam lemak bebas asam oleat 51
6. Kurva standar protein bovine serum albumin (BSA) 52
7. Data hasil aktivitas lipase dan biosurfaktan 53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bakteri keratinolitik merupakan bakteri yang mampu mendegradasi keratin.
Bakteri keratinolitik banyak terdapat di alam dan dapat dimanfaatkan dalam
pengelolaan lingkungan dan penanganan limbah yang mengandung keratin seperti
bulu ayam. Jutaan ton bulu ayam dihasilkan di seluruh dunia akibat dari peningkatan
industri unggas. Pada limbah bulu ayam terdapat sekitar 90% keratin (Onifade et al.,
1998) yang merupakan salah satu kelompok protein polimer struktural sebagai bahan
utama pembentuk rambut, tanduk, cakar, kuku, lapisan luar kulit manusia dan bulu
ayam. Pemanfaatan limbah bulu ayam adalah sebagai sumber bahan pakan ternak,
pupuk, dan sebagai sumber protein keratin dan asam amino.
Selain keratin, pada bulu ayam terdapat sekitar 1% lapisan minyak yang
menutupi seluruh permukaannya (Cheung et al., 2009). Adanya lapisan minyak pada
bulu ayam berfungsi melindungi dan meningkatkan ketahanannya terhadap air
sehingga dapat menghalangi proses biodegradasi oleh bakteri keratinolitik. Dalam
biodegradasi bulu ayam dibutuhkan enzim lipase yang merupakan enzim hidrolitik
yang dapat menghidrolisis minyak. Enzim lipase bekerja pada trigliserida yang
memiliki asam lemak rantai panjang yang tidak larut dalam air, sehingga
memerlukan senyawa intermediet atau perantara yang disebut sebagai biosurfaktan
dalam aktivitas lipasenya.
Biosurfaktan atau senyawa aktif permukaan merupakan molekul heterogen
aktif yang memiliki sifat mirip dengan surfaktan yang dihasilkan secara ekstraseluler
oleh mikroorganisme. Biosurfaktan memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik yang
dapat mengurangi tegangan permukaan sehingga mampu membantu meningkatkan
kinerja lipase dalam menghidrolisis minyak. Biosurfaktan berada pada interfasial
(antar muka) antara cairan yang bersifat polar dan ikatan hidrogen yang berbeda
seperti permukaan minyak dengan air atau udara dengan air. Biosurfaktan memiliki
kemampuan mereduksi tegangan permukaan dan membentuk mikroemulsi sehingga
hidrokarbon dapat larut dalam air.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Dalam proses biodegradasi bulu ayam diperlukan bakteri keratinolitik


potensial yang memiliki enzim lipase dan biosurfaktan. Oleh karena itu pada
penelitian ini digunakan empat bakteri keratinolitik yang terdiri dari dua spesies yaitu
Enterobacter tabaci PK09 dan Aeromonas media LU04, serta dua isolat yaitu LU02
dan LU01 yang sebelumnya telah diisolasi dan diketahui kemampuan
keratinolitiknya dalam mendegradasi bulu ayam oleh Bungsu (2018) namun belum
diketahui aktivitas lipase dan biosurfaktannya. Pengujian aktivitas lipase dilakukan
karena adanya lapisan minyak yang terdapat pada permukaan bulu ayam sehingga
diasumsikan bahwa bakteri keratinolitik ini juga memiliki enzim lipase.
Bakteri keratinolitik yang memiliki aktivitas lipase dan biosurfaktan yang
diperoleh pada penelitian ini selain dapat dimanfaatkan dalam biodegradasi limbah
bulu ayam juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber isolat bakteri
penghasil lipase dan biosurfaktan untuk berbagai industri lainnya. Lipase dan
biosurfaktan juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri seperti industri
detergen, farmasi, biomedis, kosmetik, industri makanan, industri kulit (penyamakan
kulit), hidrolisis minyak, industri petrokimia dan minyak bumi, pengolahan limbah,
dan oleokimia (produksi asam lemak dan turunannya).
Pentingnya peranan enzim lipase dan biosurfaktan dalam biodegradasi limbah
bulu ayam menjadi latar belakang dalam penelitian ini untuk mengetahui adanya
aktivitas lipase dan biosurfaktan dari isolat bakteri keratinolitik. Pada penelitian ini
selain dilakukan pengujian aktivitas lipase dan aktivitas produksi biosurfaktan, juga
dilakukan pengujian aktivitas lipase terhadap pH dan suhu untuk mengetahui
karakterisasi lipase.

1.2 Permasalahan
Aktivitas lipase dan biosurfaktan diperlukan dalam proses biodegradasi
limbah bulu ayam dikarenakan pada permukaan bulu ayam terdapat lapisan minyak
yang menutupi seluruh permukaannya yang dapat melindungi dan meningkatkan
ketahanannya terhadap air sehingga dapat menghalangi proses biodegradasi oleh
bakteri keratinolitik. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian aktivitas lipase dan
biosurfaktan pada bakteri keratinolitik yang mampu mendegradasi bulu ayam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan: (1) untuk mengetahui aktivitas enzim lipase dari
bakteri keratinolitik; (2) untuk mengetahui aktivitas produksi biosurfaktan dari
bakteri keratinolitik; (3) untuk mengetahui pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas
lipase; (4) untuk mengetahui hubungan aktivitas biosurfaktan dengan aktivitas lipase.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang aktivitas lipase dan
biosurfaktan yang dimiliki oleh bakteri keratinolitik yang mampu mendegradasi bulu
ayam. Selain itu hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk memperoleh
bakteri penghasil lipase dan biosurfaktan yang bersumber dari isolat bakteri
keratinolitik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknologi Enzim


Teknologi enzim banyak dimanfaatkan dalam pengelolaan limbah lingkungan
dan berbagai industri termasuk industri makanan, minyak, pakan ternak, deterjen,
pulp dan kertas, tekstil, kulit, minyak bumi, dan industri kimia (Ahuja et al., 2008).
Dalam aplikasi pengelolaan limbah dan industri digunakan berbagai jenis enzim
yang berasal dari mikroorganisme. Enzim yang paling umum digunakan dalam
industri adalah kelompok enzim hidrolase yang dapat menghidrolisis berbagai
substrat (Mitidieri et al., 2006).
Enzim dapat dimanfaatkan untuk mengonversi limbah bulu ayam menjadi
produk yang bermanfaat sehingga dapat mengatasi masalah limbah di lingkungan
(Considine, 2000; Prasanthi et al., 2016). Pemanfaatan teknologi enzim dalam
penanganan limbah bulu ayam karena limbah bulu ayam merupakan sumber
terbarukan yang potensial untuk menghasilkan produk yang berharga seperti sumber
pakan ternak (feather meal), pupuk, dan sebagai sumber protein keratin dan asam
amino (Wei et al., 2017). Pemanfaatan teknologi enzim dalam proses biologis dapat
memperbaiki dan meningkatkan efisiensi proses tanpa meningkatkan biaya produksi
menjadi lebih mahal (Bansal dan Singh, 2016).

2.2 Bateri Keratinolitik dan Pemanfaatannya


Bakteri keratinolitik merupakan bakteri yang dapat menghasilkan enzim
keratinase (EC 3.4.99.11) yang mampu menghidrolisis keratin. Keratin merupakan
protein struktural berserat yang stabil dan tidak larut dalam air yang terdapat pada
rambut, kuku, wol, tanduk dan bulu ayam. Pada bulu ayam terdiri dari lebih dari 90%
protein keratin yang mengandung beberapa ikatan silang disulfida yang bertanggung
jawab atas stabilitas keratin dan ketahanannya terhadap degradasi enzimatik
(Kannahi dan Ancy, 2012). Beberapa mikroorganisme keratinolitik dapat
dimanfaatkan dalam pengelolaan lingkungan seperti biodegradasi limbah bulu ayam.
Pemanfaatan bakteri keratinolitik yang dapat menghasilkan keratinase merupakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

proses bioteknologi yang ramah lingkungan (Balaji et al., 2008; Khardenavis et al.,
2009).
Dalam biodegradasi bulu ayam, pemanfaatan bakteri keratinolitik selain dapat
menghasilkan keratinase juga diketahui mampu menghasilkan lipase. Hal ini
dikarenakan pada bulu ayam terdapat sekitar 1% lapisan minyak yang menutupi
permukaannya (Cheung et al., 2009). Adanya lapisan minyak pada permukaan bulu
ayam meningkatkan ketahanannya terhadap air sehingga dapat menghalangi proses
biodegradasi oleh bakteri keratinolitik (Considine, 2000). Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk mengetahui adanya aktivitas lipase pada bakteri keratinolitik seperti
pada penelitian Considine (2000) dan Uma-maheswari dan Balasundari (2016)
dengan diperolehnya bakteri potensial yang tidak hanya memiliki aktivitas keratinase
namun juga memiliki aktivitas lipase.
Strain bakteri keratinolitik yang diketahui memiliki aktivitas lipase adalah
Bacillus (B. cereus, B. subtilis, B. coagulans, B. megaterium, B. licheniformis dan
B. amyloliquefaciens) (Uma-maheswari dan Balasundari, 2016). Selain bakteri ada
juga strain jamur keratinolitik yang diketahui memiliki aktivitas lipolitik seperti
Aspergillus flavus dan Fusarium solani (Kannahi dan Ancy, 2012).

2.3 Enzim Lipase


Lipase (triacylglycerol hydrolase, EC 3.1.1.3) merupakan enzim kelas
hidrolitik yang dapat mengkatalisis hidrolisis lemak (Gupta et al., 2004). Enzim
lipase dapat larut dalam air dan dapat bekerja pada substrat lipid atau triasilgliserol
(trigliserida) yang memiliki asam lemak rantai panjang yang memiliki sifat tidak
larut dalam air (Sharma et al., 2001). Enzim lipase bekerja mengkatalisis hidrolisis
(memutuskan) ikatan ester pada trigliserida, sehingga trigliserida terurai menjadi
gliserol dan asam lemak bebas (Jaeger et al., 1994; Kannahi dan Anchy, 2012;
Chakraborty et al., 2015).
Enzim lipase berbeda dengan enzim hidrolitik lainnya karena dapat bekerja
pada substrat interfasial (antarmuka) antara ikatan polar dan ikatan hidrogen yang
berbeda. Hal ini yang membedakan lipase dari esterase. Lipase bekerja aktif pada
substrat yang tidak dapat larut dalam air seperti trigliserida yang tersusun oleh asam
lemak rantai panjang. Sedangkan esterase menghidrolisis ikatan ester 'sederhana'
yaitu trigliserida yang tersusun oleh asam lemak dengan rantai yang lebih pendek

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

dari C6 (Helisto dan Korpela, 1998; Kulkarni dan Gadre, 2002) yang dapat larut
dalam air (Pinsirodom dan Parkin, 2001). Ciri khas lipase adalah aktivasinya pada
interfasial (antar muka) air dan lemak (water-lipid interface) (Martinelle et al.,
1995).
Lipase hampir tidak menunjukkan adanya aktivitasnya pada substrat lipid
sehingga diperlukan adanya aktivasi interfasial (antar muka) dari lipase oleh
perubahan protein yang menyebabkan aktivitasnya meningkat. Lipase mengandung
triad katalitik yang sisi aktifnya tertutup di bagian bawah sehingga sisi aktifnya tidak
dapat diakses oleh substrat (Martinelle et al., 1995). Triad katalitik merupakan satu
set tiga asam amino terkoordinasi yang dapat ditemukan pada sisi aktif beberapa
enzim yang paling sering ditemukan pada enzim hidrolase dan transferase (misalnya
protease, amidase, esterase, asilase, lipase dan β-laktamase) (Dodson dan Wlodawer,
1998; Stryer et al., 2002).
Enzim lipase dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme.
Namun penggunaan enzim lipase terbesar dalam industri komersial bersumber dari
mikroorganisme yang disintesis secara ekstraseluler (Sharma et al., 2001). Beberapa
jenis bakteri yang diketahui mampu menghasilkan enzim lipase secara komersial
yaitu Pseudomonas alcaligenes, P. mendocina, Burkholderia cepacia dan
Chromobacterium viscosum. Selain bakteri ada juga pada fungi yaitu Candida
rugosa, C. antarctica, Thermomyces lanuginosus dan Rhizomucor miehei (Jaeger dan
Reetz, 1998).
Sumber mikroorganisme yang menghasilkan lipase umumnya banyak
ditemukan di berbagai habitat seperti limbah industri minyak, pabrik pengolahan
minyak sayur, pabrik susu, tanah yang terkontaminasi dengan minyak, dan lain-lain
(Sztajer et al.,1998). Lingkungan yang berminyak seperti aliran minyak dari pabrik
minyak bisa memberikan lingkungan yang baik untuk isolasi mikroorganisme
penghasil lipase (Gupta et al., 2004). Isolat bakteri keratinolitik yang mampu
mendegradasi bulu ayam juga dapat dijadikan sebagai sumber bakteri penghasil
lipase (Considine, 2000; Uma-maheswari dan Balasundari, 2016).

2.4 Karakteristik Enzim Lipase


Enzim lipase dihasilkan di dalam sel dan dapat bekerja secara intraseluler
(di dalam sel) dan ekstraseluler (di luar sel). Enzim lipase yang disekeresikan ke luar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

sel (bekerja secara ekstraseluler) sangat dipengaruhi oleh nutrisi dan faktor fisiko-
kimia, seperti suhu, pH, sumber nitrogen dan karbon, garam anorganik, agitasi dan
konsentrasi oksigen terlarut (Gupta et al., 2004). Bakteri umumnya menghasilkan
enzim lipase dalam kondisi pertumbuhan yang cenderung basa. Sedangkan pada
jamur menghasilkan enzim lipase dalam kondisi pertumbuhan yang cenderung asam
(Kakde dan Chavan, 2011; Sethi et al., 2013).
Karakteristik aktivitas enzim lipase bakteri umumnya berada pada pH dan
suhu kinetika yang cenderung netral (Dharmsthiti dan Luchai, 1999; Lee et al.,
1999). Umumnya pH optimum enzim lipase bakteri adalah netral cenderung basa
(Schmidt-Dannert et al., 1994; Sidhu et al., 1998a, 1998b; Kanwar dan Goswami,
2002; Sunna et al., 2002), namun ada juga bakteri yang memiliki aktivitas lipase
pada rentang pH optimum yang lebih luas yaitu pH 3 sampai 12 seperti pada bakteri
Bacillus stearothermophilus SB-1, B. atrophaeus SB-2 dan B. licheniformis SB-3
(Bradoo et al., 1999).
Selain pH, suhu juga dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Suhu optimum
enzim lipase bakteri umumnya pada kisaran 30 – 60 °C (Lesuisse et al., 1993; Wang
et al., 1995; Dharmsthiti et al., 1998; Litthauer et al., 2002). Suhu yang tinggi dapat
menyebabkan terjadinya denaturasi enzim dan menurunkan aktivitas enzim. Namun
sifat termostabilitas (tahan panas) enzim pada suhu tinggi menunjukkan bahwa
enzim tersebut dapat digunakan dalam industri. Hal ini karena sifat unik yang
dimilikinya yaitu protein yang memiliki sifat termostabil (Sharma et al., 2017).
Termostabilitas enzim lipase dapat ditingkatkan dengan penambahan
stabilisator seperti etilena glikol, sorbitol, dan gliserol, misalnya pada Bacillus sp.
dengan aktivitas enzim yang dapat dipertahankan pada suhu 70 °C bahkan sampai
setelah 150 menit (Nawani dan Kaur, 2000). Lipase termotoleran pada Pseudomonas
diketahui dapat stabil pada suhu 100 °C atau bahkan lebih dari 150 °C dengan waktu
paruh beberapa detik (Swaisgood dan Bozoglu, 1984; Rathi et al., 2001). Lipase
yang termotoleran juga diperoleh pada B. stearothermophilus, dengan waktu paruh
15 – 25 menit pada 100 °C (Bradoo et al., 1999).

2.5 Biosurfaktan
Biosurfaktan merupakan senyawa aktif permukaan (surface active compound)
yang merupakan molekul-molekul heterogen aktif yang dapat diproduksi oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
9

Biosurfaktan merupakan polimer yang dapat disintesis ke luar sel oleh


mikroorganisme. Mikroorganisme pengurai hidrokarbon menghasilkan biosurfaktan
dengan sifat kimia dan ukuran molekul yang berbeda. Kelebihan aktivitas
biosurfaktan yaitu mampu bekerja pada pH, suhu, dan salinitas yang ekstrim. Sifat
ini yang menyebabkan biosurfaktan dapat diaplikasikan secara potensial dalam
industri makanan, farmasi dan kosmetik (Desai dan Banat, 1997). Beberapa
mikroorganisme yang dapat memproduksi biosurfaktan diantaranya yaitu Bacillus
subtillis A1 (Parthipan et al., 2017), Pseudomonas aeruginosa (El-Sheshtawy dan
Doheim, 2014), Achromobacter sp., Serratia sp., Sphingomonas sp. dan Micrococcus
sp. (Ibrahim et al., 2013).

2.6 Aktivitas Lipase dan Biosurfaktan


Sintesis lipase dan biosurfaktan oleh mikroorganisme terjadi karena
kebutuhan mikroorganisme untuk memetabolisme substrat minyak yang tidak larut
dalam air (Desai dan Banat, 1997; Colla et al., 2010). Biosurfaktan merupakan
senyawa yang dihasilkan oleh reaksi metabolisme sekunder dengan fungsi adhesi dan
motilitas sel; diferensiasi dan aksesibilitas ke substrat; dan molekul penyimpanan
karbon dan energi (Van-Hamme et al., 2006).
Biosurfaktan dapat diproduksi secara sintesis organik menggunakan lipase
(Paula et al., 2005), yang mengkatalisis esterifikasi asam lemak dan gula (Colla et
al., 2010). Adanya bagian polar dan non-polar dari molekul yang terbentuk pada
biosurfaktan merupakan sifat surfaktan yang dapat disintesis dari metabolisme lipid
dan karbohidrat (Desai dan Banat, 1997). Mono dan di-gliserida adalah biosurfaktan
yang dapat dibentuk oleh aktivitas lipase yang menghidrolisis trigliserida. Oleh
karena itu komponen yang memiliki bagian polar dan non-polar yang sama
menunjukkan bahwa biosurfaktan memiliki sifat aktif permukaan (surface active)
(Colla et al., 2010).
Lipase (acyl hydrolases) berperan penting dalam menguraikan lemak dengan
memotong trigliserida rantai panjang menjadi lipida polar. Karena sulitnya
mengemulsi trigliserida rantai panjang maka digunakan pengemulsi. Hubungan
interaksi enzim-surfaktan memiliki dampak penting pada pengaturan katalasis lipase.
Meskipun terdapat polaritas yang berlawanan antara enzim (hidrofilik) dan
substratnya (lipofilik) namun reaksi lipase dapat bekerja pada antarmuka antara fasa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

air dan fasa minyak dengan adanya pengemulsi. Oleh karena itu antarmuka adalah
titik kunci untuk biokatalisis lipase dan tempat yang tepat untuk memodulasi lipolisis
(Reis et al., 2009). Menurut Sharma et al. (2017) dapat dipastikan bahwa perolehan
aktivitas lipase menjadi lebih tinggi dengan adanya penambahan surfaktan, bukan
karena peningkatan transkripsi lipase dan peningkatan sekresi lipase. Kiran dan
Chandra (2008) melaporkan aktivitas lipase diperoleh 90% dengan adanya
penambahan surfaktan Tween 20, Tween 80 dan Triton X-100. Surfaktan Tween 20
meningkatkan aktivitas lipase dari Pseudomonas aeruginosa SRT 9 seperti yang
diteliti oleh Borkar et al. (2009). Pengetahuan tentang pengaruh komposisi
antarmuka pada katalisis lipase masih terbatas dan hanya dijelaskan dengan istilah
"kualitas antarmuka". Studi berdasarkan pendekatan biofisik mungkin untuk pertama
kalinya menunjukkan efek dari interfasial mikro biosurfaktan terhadap katalisis
lipase (Reis et al., 2009).
Adanya aktivitas lipase pada bakteri Actinomycetes nocardiopsis strain A17
yang ditunjukkan pada permukaan air-minyak, maka dapat dinyatakan bahwa
kehadiran lipase mampu menghasilkan bio-pengemulsi (bioemulsifier) (Chakraborty
et al., 2015). Selain pada bakteri, aktivitas lipase dan biosurfaktan juga diperoleh
pada jamur Aspergillus sp. O-8 yang diisolasi dari tanah yang terkontaminasi minyak
diesel. Hal ini menunjukkan bahwa biosurfaktan dapat diproduksi sejalan dengan
lipase dalam satu kultur cair pada bioproses industri (Colla et al., 2010).

2.7 Metode Uji Aktivitas Lipase dan Biosurfaktan


Uji Aktivitas Lipase
Lipase dapat diproduksi oleh berbagai mikroorganisme baik secara tunggal
maupun bersamaan dengan esterase (carboxylic-ester hydrolase, EC 3.1.1.1)
(Brockerhoff dan Jensen, 1974). Berbagai metode dilakukan untuk penentuan
aktivitas lipase (Kouker dan Jaeger, 1987). Dalam mengisolasi bakteri lipolitik dapat
dilakukan dengan pemilihan aktivitas koloni yang membentuk halo pada lempeng
agar tributyrin. Namun baik koloni yang memiliki aktivitas esterase dan lipase dapat
menghidrolisis tributyrin. Maka koloni yang memiliki aktivitas pembentukan halo,
selanjutnya diuji untuk aktivitas lipase pada lempeng agar yang mengandung minyak
zaitun dan rhodamin-B. Media lempeng agar yang mengandung minyak zaitun dan
rhodamin-B digunakan untuk membedakan pengujian antara aktivitas lipase dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

esterase. Interaksi rhodamine-B dengan asam lemak yang dilepaskan selama


hidrolisis trigliserida menyebabkan fluoresensi di sekitar koloni pada radiasi Ultra
Violet (UV) (Kim et al., 2001). Demikian juga dengan penelitian lainnya yang
memperoleh tingkat keberhasilan dengan penggunaan tributyrin dan minyak zaitun -
rhodamine B sebagai substrat dan metode untuk skrining untuk aktivitas lipolitik
(Ramnath et al., 2017). Penggunaan minyak zaitun dalam pengujian lipase adalah
sebagai pengganti yang murah untuk trioleoylglycerol (Kouker dan Jaeger, 1987).
Lempeng agar yang mengandung trioleoylglycerol dan rhodamine-B tampak
berwarna merah muda. Produksi lipase diamati dengan menggunakan radiasi sinar
UV pada panjang gelombang 350 nm. Koloni bakteri yang diinkubasi mulai
menunjukkan fluoresensi (pendaran) berwarna oranye, yang mengidentifikasikan
bahwa mikroorganisme tersebut sebagai produsen lipase (Kouker dan Jaeger, 1987).
Dasar pembentukan produk fluoresen yang dihasilkan dari hidrolisis
trioleoylglycerol oleh lipase tidak diketahui secara mekanisme molekuler.
Mekanisme yang diketahui terjadi adalah pembentukan kompleks antara kationik
rhodamin-B dan ion asam lemak uranil. Sebuah metode untuk penentuan asam lemak
bebas dalam larutan dijelaskan dimana rhodamin-B digunakan terhadap ion asam
lemak uranil menghasilkan kompleks pendaran oranye pada panjang gelombang 350
nm. Produk reaksi hidrolisis trioleoylglycerol oleh lipase yaitu mono dan di-
oleoylglycerol, asam oleat, dan natrium oleat. Semua produk ketika dilarutkan dalam
petroleum eter dan diisi ke dalam lubang di pelat media rhodamin-B memberikan
reaksi positif menghasilkan kompleks pendaran oranye (Kouker dan Jaeger, 1987).
Setelah diperoleh adanya aktivitas lipase secara kualitatif menggunakan
metode ROA plate assay maka aktivitas lipase selanjutnya dapat diukur secara
kuantitatif menggunakan metode copper soap colorimetry dengan menggunakan
cuppric acetate-pyridine reagent (CAPR) sebagai pewarna dan minyak zaitun
sebagai substrat dan diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 715
nm. Metode copper soap colorimetry mengukur warna setelah asam lemak diubah
menjadi copper soaps oleh copper reagent (CAPR) (Lowry dan Tinsley, 1976).
Metode ini dimodifikasi lebih lanjut oleh Kwon dan Rhee (1986) dengan mengganti
benzena dengan isooctane. Penggunaan HCl seperti yang dilaporkan sebelumnya
bertujuan menghentikan reaksi (Kwon dan Rhee, 1986). Pengujian dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

menggunakan copper soap colorimetry dapat digunakan untuk menentukan aktivitas


lipase sebenarnya, yaitu hidrolisis asil glycerols rantai panjang (>10 atom karbon),
dengan kurva standar kalibrasi terpisah (Saisuburamaniyan et al., 2004)

Uji Aktivitas Produksi Biosurfaktan


Dalam menyeleksi mikroorganisme penghasil biosurfaktan dapat dilakukan
dengan menggunakan metode uji oil displacement (dengan mengukur diameter zona
bening hasil pergeseran permukaan minyak) dan uji aktivitas emulsifikasi (dengan
mengukur indeks emulsifikasi) (Shoeb et al., 2015). Parameter pengujian aktivitas
biosurfaktan seperti tes penyebaran minyak dan kemampuan untuk mengemulsi
hidrokarbon diperlukan untuk verifikasi adanya aktivitas produksi biosurfaktan
(Youssef et al., 2004). Metode oil displacement cepat dan mudah dilakukan, tidak
memerlukan peralatan khusus dan hanya membutuhkan volume sampel yang kecil
(sedikit) (Plaza et al., 2006).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2017 sampai dengan Juni
2018. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Sumatera
Utara (USU), Medan, Indonesia.

3.2 Bahan dan Alat


Bakteri keratinolitik yang digunakan dalam penelitian adalah strain
Enterobacter tabaci PK09 dan Aeromonas media LU04 serta isolat LU02 dan LU01
yang berasal dari peneliti sebelumnya oleh Bungsu (2018), yang saat ini merupakan
koleksi Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Sumatera Utara (USU) Medan,
Indonesia.
Media yang digunakan adalah media Nutrient Agar (NA) (HiMedia) untuk
medium pertumbuhan bakteri; media Plate Count Agar (PCA) (Merck) untuk
penghitungan jumlah koloni; media Rhodamine Olive oil Agar (ROA) untuk uji
kualitatif aktivitas lipase (Kouker dan Jaeger, 1987); media garam mineral (Mineral
Growth Medium & Oil/ MGMO) untuk produksi lipase (Mobarak-Qamsari et al.,
2011). Penyiapan media dapat dilihat pada lampiran 2.
Reagen dan bahan lain yang digunakan adalah reagen Bradford (Thermo
Scientific) untuk pengukuran konsentrasi protein; reagen cupric acetate pyridine
reagent/CAPR (copper reagent) 5% (b/v) untuk pengujian aktivitas lipase (lipase
assay) yang disiapkan menurut Lowry dan Tinsley (1976) (Lampiran 3a); asam oleat
88% (Merck) untuk standar asam lemak; protein Bovine Serum Albumin (BSA)
(Merck) untuk standar protein; isooktan (Merck) untuk pelarut; larutan fisiologis
(NaCl 0,9%) (Lampiran 3b) untuk pembuatan suspensi bakteri dan pengenceran
berseri penghitungan jumlah koloni bakteri; larutan buffer pH (Lampiran 4) untuk
pengujian aktivitas lipase; akuades; alkohol 70% dan spirtus.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Alat yang digunakan adalah UV-Vis spektrofotometer (Shimadzu); sentrifus


(Thermo Scientific); incubator shaker (Vision Scientific Co.Ltd.); vortex (Vision
Scientific Co.Ltd.); laminator air flow; autoklaf (Hirayama); timbangan digital;
tabung sentrifus ukuran 50 mL; kuvet; labu erlenmeyer ukuran 250 mL (Duran);
tabung reaksi (Iwaki Pyrex); rak tabung reaksi; cawan petri; gelas ukur; beaker glass;
mikropipet; tip mikropipet; pipet serologi ukuran 2 dan 10 mL; propipet; jarum ose
dan bunsen.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahapan prosedur kerja. Diagram alir
prosedur kerja penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.

3.3.1 Penyiapan Kultur Bakteri


Bakteri E. tabaci PK09, A. media LU04, isolat LU02 dan LU01
diinokulasikan ke dalam media agar miring NA dengan metode gores, dan diinkubasi
pada suhu 37 oC selama 24 jam (Benson, 2001). Selanjutnya diperoleh kultur biakan
segar yang siap dipergunakan pada penelitian ini.

3.3.2 Uji Aktivitas Lipase Secara Kualitatif


Uji aktivitas lipase secara kualitatif dilakukan dengan metode sensitive plate
assay rhodamine-B olive oil agar (ROA plate assay) mengikuti Kouker dan Jaeger
(1987) menggunakan media ROA. Bakteri hasil kultur 24 jam diinokulasikan pada
media ROA dengan cara digores pada permukaan media, kemudian diinkubasi pada
suhu 37 oC selama 8 hari. Koloni bakteri yang tumbuh selanjutnya diamati di bawah
sinar Ultra Violet (UV) dengan panjang gelombang 350nm.
Terbentuknya pendaran berwarna jingga (oranye) disekitar koloni bakteri
yang diamati di bawah sinar UV mengindikasikan bahwa koloni bakteri yang
terbentuk menghasilkan enzim lipase (Kouker dan Jaeger, 1987).

3.3.3 Produksi Enzim Lipase


Penyiapan Starter Bakteri
Bakteri yang digunakan untuk produksi enzim lipase adalah yang memiliki
kemampuan membentuk pendaran berwarna oranye disekitar koloni (halo orange
fluorescence) pada media ROA. Bakteri yang digunakan diambil dari subkultur isolat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

bakteri pada media NA berumur 24 jam (Thakur et al., 2014). Isolat bakteri
diinokulasikan ke dalam 5 mL larutan fisiologis (NaCl 0,9%) sampai diperoleh
suspensi bakteri OD600 = 0,5. Kemudian sebanyak 5% (v/v) atau 0,5 mL suspensi
bakteri OD600 = 0,5 dimasukkan ke dalam 10 mL medium MGMO. Selanjutnya
diinkubasi pada suhu 37 oC dalam incubator shaker dengan kecepatan 160 rpm,
selama 24 jam hingga diperoleh starter bakteri.

Kultur Produksi Enzim Lipase


Sebanyak 5% (v/v) atau 5 mL starter bakteri diinokulasikan ke dalam 100 mL
medium MGMO dalam labu Erlenmeyer ukuran 250 mL. Selanjutnya diinkubasi
pada suhu 37 oC dalam incubator shaker dengan kecepatan 160 rpm, selama 8 hari.
Setiap hari dilakukan penghitungan jumlah sel; pengukuran aktivitas lipase;
pengukuran konsentrasi protein; karakterisasi enzim lipase (berdasarkan pengaruh
pH dan suhu terhadap aktivitas lipase); dan uji aktivitas produksi biosurfaktan
dengan pengukuran zona oil dispalacement dan indeks emulsifikasi (emulsification
index).

3.3.4 Pengukuran Jumlah Sel Bakteri


Pengukuran jumlah sel bakteri dilakukan dengan menghitung jumlah koloni
menggunakan media PCA. Kultur bakteri dipanen sebanyak 1 mL setiap hari,
dimulai dari hari ke-0 sampai hari ke-8. Masing-masing kultur bakteri dilakukan
pengenceran berseri menggunakan larutan fisiologis (NaCl 0,9%) hingga
pengenceran 10-8. Grafik pertumbuhan sel bakteri diperoleh dengan menghitung
jumlah sel bakteri (log CFU/mL) berbanding dengan waktu inkubasi (hari).
Perhitungan jumlah sel bakteri dilakukan menurut Cappucino dan Sherman (2014).

3.3.5 Penyiapan Enzim Lipase Ekstrak Kasar


Kultur bakteri dipanen sebanyak 10 mL setiap hari dimulai dari hari ke-0
sampai ke-8, kemudian disentrifugasi menggunakan sentrifus dengan kecepatan
13.000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 °C (Thakur et al., 2014) hingga diperoleh
supernatan bebas sel yang merupakan enzim lipase ekstrak kasar. Enzim lipase
ekstrak kasar yang diperoleh selanjutnya dilakukan pengukuran aktivitas lipase
(lipase assay), pengukuran konsentrasi protein, karakterisasi enzim lipase

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

(berdasarkan pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas lipase) dan uji aktivitas
produksi biosurfaktan (oil displacement area dan emulsification index).

3.3.6 Pembuatan Kurva Standar Asam Lemak Bebas Asam Oleat


Pembuatan kurva standar asam lemak bebas mengikuti metode Kwon dan
Rhee (1986) menggunakan asam oleat sebagai asam lemak standar. Larutan stok
standar asam oleat 25 mM dibuat dengan melakukan pengenceran asam oleat 88%
(Merck) menggunakan pelarut isooktan (Merck). Dari larutan stok standar asam oleat
25 mM kemudian dibuat berbagai kandungan jumlah asam oleat mulai 0 sampai 25
μmol dengan rentang 0; 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5; 15; 17,5; 20; 22,5; dan 25 μmol
menggunakan isooktan (Merck). Masing-masing kandungan jumlah asam oleat
ditambah dengan 1 mL cupric asetate pyridine reagent (CAPR). Campuran asam
oleat dan CAPR kemudian dihomogenasikan menggunakan vortex sekitar
1 menit, selanjutnya didiamkan sekitar 20 detik hingga terbentuk dua lapisan dengan
jelas antara lapisan berair CAPR dengan larutan campuran isooktan dan asam oleat.
Lapisan atas isooktan yang mengandung asam lemak asam oleat diukur nilai
absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 715 nm.
Kurva standar asam lemak bebas asam oleat ditentukan dengan menghubungkan
jumlah asam oleat dengan nilai absorbansi (λ=715 nm) (Kwon dan Rhee, 1986).
Kurva standar asam lemak bebas asam oleat dapat dilihat pada Lampiran 5.

3.3.7 Pengukuran Aktivitas Lipase (Lipase Assay)


Aktivitas lipase ditentukan dengan metode copper soap colorimetry
mengikuti Kwon dan Rhee (1986) berdasarkan hidrolisis asam lemak yang
dibebaskan dari minyak zaitun menggunakan cuppric acetate-pyridine reagent
(CAPR) (Lowry dan Tinsley, 1976). Pengukuran aktivitas enzim lipase dilakukan
setiap hari mulai hari ke-0 sampai hari ke-8. Enzim lipase ekstrak kasar sebanyak
1 mL ditambahkan ke dalam campuran reaksi yang mengandung 1 mL substrat
(minyak zaitun), 1 mL buffer fosfat 0,1 M pH 7 dan 0,02 mL CaCl2 20 mM (untuk
kontrol dilakukan pemanasan enzim lipase ekstrak kasar terlebih dahulu untuk
menghentikan aktivitas enzimnya sebelum ditambahkan ke dalam campuran reaksi),
kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC dalam inkubator shaker dengan kecepatan
160 rpm, selama 30 menit. Setelah 30 menit reaksi dihentikan dengan menambahkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

1 mL HCl 6N dan dilanjutkan dengan penambahan 5 mL isooktan (Merck),


kemudian dihomogenasi menggunakan vortex selama 1 menit. Lapisan atas larutan
isooktan yang mengandung asam lemak bebas dipindahkan sebanyak 4 mL ke tabung
reaksi yang baru, kemudian ditambahkan dengan 1 mL CAPR. Campuran larutan
isooktan yang mengandung asam lemak bebas dan CAPR kemudian
dihomogenasikan menggunakan vortex sekitar 1 menit, kemudian didiamkan sekitar
20 detik hingga terbentuk dua lapisan dengan jelas antara lapisan berair CAPR
dengan larutan campuran isooktan yang mengandung asam lemak bebas. Lapisan
atas isooktan yang mengandung asam lemak bebas diukur nilai absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 715 nm.
Aktivitas lipase ditentukan dengan mengukur jumlah asam lemak bebas yang
dilepaskan berdasarkan persamaan garis linier hubungan antara jumlah asam lemak
asam oleat standar dengan nilai absorbansi 715 nm dari kurva standar asam lemak
bebas asam oleat (Kwon dan Rhee, 1986). Aktivitas lipase dihitung berdasarkan
selisih antara kadar asam lemak yang dibebaskan pada reaksi enzim lipase ekstrak
kasar dengan kadar asam lemak bebas yang terdapat pada kontrol. Satu unit (U)
aktivitas lipase didefinisikan sebagai sejumlah enzim yang melepaskan 1,0 μmol
(micromol) asam lemak bebas dari substrat (minyak zaitun) per menit dalam kondisi
pengujian tertentu (Sharma et al., 2017).

3.3.8 Pembuatan Kurva Standar Protein Bovine Serum Albumin (BSA)


Pembuatan kurva standar protein dilakukan mengikuti metode Bradford
(1976) menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA) sebagai protein standar. Larutan
stok protein BSA 2 mg/mL dibuat dengan mencampurkan sebanyak 0,2 g BSA
dilarutkan ke dalam akuades steril sebanyak 100 mL. Konsentrasi protein BSA
selanjutnya dibuat dari 0 sampai 2000 μg/mL dari larutan stok protein BSA 2 mg/mL
hingga diperoleh konsentrasi 0; 125; 250; 500; 750; 1000; 1500 dan 2000 μg/mL.
Pengukuran konsentrasi protein dilakukan dengan mengambil sebanyak 0,5 mL dari
masing-masing konsentrasi standar protein BSA kemudian ditambah dengan
0,75 mL reagen Bradford. Campuran larutan protein BSA dan reagen Bradford
kemudian diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm. Blanko yang
digunakan adalah konsentrasi standar protein BSA 0 μg/mL (tanpa BSA). Kurva
standar protein BSA diperoleh dengan menentukan hubungan konsentrasi protein

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

BSA dengan nilai absorbansi (λ=595 nm) (Bradford, 1976). Kurva standar protein
BSA dapat dilihat pada Lampiran 6.

3.3.9 Pengukuran Konsentrasi Protein dan Aktivitas Spesifik Lipase


Konsentrasi protein diukur mengikuti metode Bradford (1976). Pengukuran
konsentrasi protein enzim lipase ekstrak kasar dilakukan setiap hari mulai hari ke-0
sampai hari ke-8. Pengukuran konsentrasi protein enzim lipase ekstrak kasar
dilakukan seperti yang dijelaskan sebelumnya pada sub bab 3.3.8. Hasil absorbansi
yang diperoleh pada pengukuran konsentrasi ekstrak kasar lipase dikonversikan
menggunakan persamaan garis linier kurva standar protein BSA yang telah dibuat
sehingga diperoleh konsentrasi protein.
Aktifitas spesifik enzim lipase ditentukan dengan menghitung aktivitas lipase
dibagi dengan konsentrasi protein. Perhitungan aktivitas spesifik enzim lipase
sebagai berikut :

Aktivitas Spesifik (U/mg) = Aktivitas Lipase (U/mL)


Konsentrasi Protein (mg/mL)

3.3.10 Pengaruh pH dan Suhu terhadap Aktivitas Lipase


Penentuan pH optimum aktivitas lipase dilakukan dengan menguji enzim
lipase ekstrak kasar hasil dari inkubasi optimum pada kisaran pH mulai dari pH 4
hingga 8 (pH 4; 5; 6; 7 dan 8), dengan substrat minyak zaitun, pada suhu 37 oC,
selama 30 menit dalam inkubator shaker kecepatan 160 rpm. Buffer pH yang
digunakan adalah buffer asetat 0,1 M (untuk pH 4 dan 5) dan buffer fosfat 0,1 M
(untuk pH 6; 7 dan 8) (Sharma et al., 2017). Pengukuran aktivitas lipase (lipase
assay) selanjutnya dilakukan sesuai dengan metode yang telah dijelaskan
sebelumnya pada sub bab 3.3.7.
Penentuan suhu optimum aktivitas lipase dilakukan dengan menguji enzim
lipase ekstrak kasar hasil dari inkubasi optimum pada kisaran suhu mulai dari suhu
30 hingga 50 oC (30; 35; 40; 45 dan 50 oC), pada pH optimal yang telah diperoleh
sebelumnya, dengan substrat minyak zaitun, selama 30 menit dalam inkubator shaker
kecepatan 160 rpm (Sharma et al., 2017). Pengukuran aktivitas lipase (lipase assay)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

selanjutnya dilakukan sesuai dengan metode yang telah dijelaskan sebelumnya pada
sub bab 3.3.7.

3.3.11 Uji Aktivitas Produksi Biosurfaktan


Aktivitas produksi biosurfaktan dari kultur bakteri ditentukan dengan metode
pengujian:

(i) Oil Displacement Test


Pengujian oil displacement mengikuti metode yang dilakukan Hassanshahian
(2014). Akuades sebanyak 50 mL dituang ke dalam cawan petri diikuti dengan
penambahan 100 μl minyak zaitun (olive oil) pada permukaan akuades. Kemudian
sebanyak 50 μl supernatan bebas sel bakteri dituang di atas lapisan permukaan
minyak zaitun, dan ditunggu hingga 30 detik. Diameter zona bening yang terbentuk
pada lapisan minyak zaitun akibat adanya oil displacement (pergeseran minyak)
diukur menggunakan kertas milimeter (dalam satuan mm). Untuk kontrol negatif oil
displacement test dilakukan menggunakan akuades steril (tanpa supernatan bebas sel
bakteri), dimana tidak terjadi oil displacement atau tidak terbentuk zona bening
(Thavasi et al., 2011). Terbentuknya zona oil displacement pada permukaan minyak
zaitun menunjukkan adanya aktivitas biosurfaktan dari supernatan bebas sel bakteri
yang mengandung biosurfaktan. Zona oil displacement yang diperoleh kemudian
dihitung sebagai nilai Oil Displacement Area (ODA) (Parthipan et al., 2017).

Nilai ODA = Diameter Zona Bening (mm)

(ii) Aktivitas Emulsifikasi (Emulsification Activity)


Aktivitas emulsifikasi supernatan bebas sel bakteri ditentukan dengan
mengukur indeks emulsifikasi (IE24) pada suhu ruang dan diinkubasi selama 24 jam
(Wang et al., 2014). Minyak zaitun sebanyak 2 mL dituang ke dalam tabung reaksi
yang mengandung 2 mL larutan supernatan bebas sel bakteri. Campuran minyak
zaitun dan supernatan bebas sel bakteri divortex selama 2 menit, dan disimpan
selama 24 jam pada suhu ruang. Selanjutnya tinggi emulsi dan tinggi total larutan
(campuran minyak zaitun dan supernatan bebas sel bakteri) diukur dalam satuan
milimeter (mm).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Indeks emulsifikasi (IE24) ditentukan sebagai persentase tinggi lapisan


emulsi (mm) dibagi dengan tinggi total larutan (mm) (Parthipan et al., 2017;
Chakraborty et al., 2015). Perhitungan indeks emulsifikasi (IE24) sebagai berikut:

IE24 (%) = Tinggi Lapisan Teremulsi (mm) x 100


Tinggi Total Larutan (mm)

Keterangan :
IE = Indeks Emulsifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Kualitatif Aktivitas Lipase Bakteri Keratinolitik


Hasil uji kualitatif aktivitas lipase keempat bakteri keratinolitik yang
diinkubasi pada media Rhodamine-B Olive oil Agar (ROA) pada suhu 37 oC selama
8 hari menunjukkan adanya perubahan warna seperti yang terlihat pada Gambar 4.1
di bawah ini.

K A B

C D

Gambar 4.1 Perubahan Warna Media ROA pada Uji Kualitatif Aktivitas Lipase
Bakteri Keratinolitik, inkubasi 8 hari diamati dibawah sinar UV 350
nm. (K). Kontrol (tanpa bakteri); (A). E. tabaci PK09; (B). A. media
LU04; isolat (C). LU02 dan (D). LU01.

Perubahan warna pada media ROA menunjukkan positif adanya aktivitas


lipase yang ditandai dengan adanya pendaran berwarna oranye yang terbentuk di
sekitar koloni bakteri yang diamati di bawah sinar Ultra Violet (UV) 350 nm
(Gambar 4.1). Pendaran berwarna oranye yang terbentuk di sekitar koloni pada
keempat bakteri memiliki tingkat intensitas warna yang berbeda. Pada kontrol (media
ROA tanpa bakteri) menunjukkan negatif tidak ada pendaran berwarna oranye. Pada
E. tabaci PK09 terlihat jelas adanya pendaran berwarna oranye, namun kurang terang
dan tidak banyak. Pada A. media LU04 terlihat pendaran berwarna oranye sangat
jelas, terang dan banyak. Sedangkan pada isolat LU02 dan LU01 pendaran berwarna

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

oranye terlihat kurang jelas, sangat sedikit sekali, bahkan hampir tidak terlihat
adanya pendaran berwarna oranye.
Dari keempat bakteri diperoleh dua bakteri yang memiliki pendaran berwarna
oranye yang jelas. Tingkat intensitas pendaran berwarna oranye keempat bakteri
keratinolitik dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Intensitas Pendaran Berwarna Oranye pada Bakteri Keratinolitik


Bakteri Intensitas Pendaran
E. tabaci PK09 +++
A. media LU04 ++++
LU02 +
LU01 +
Keterangan : (+) : Intensitas sangat rendah; (++) : Intensitas rendah;
(+++) : Intensitas sedang; (++++) : Intensitas tinggi

Intensitas pendaran berwarna oranye tertinggi diperoleh pada bakteri


A. media LU04 yang kemudian diikuti oleh bakteri E. tabaci PK09 dengan intensitas
yang sedang. Sementara pada isolat LU02 dan LU01 intensitas pendaran warna
oranye yang dihasilkan sangat rendah (Tabel 4.1). Perbedaan intensitas pendaran
berwarna oranye menunjukkan perbedaan aktivitas lipase dari masing-masing
bakteri. Terbentuknya pendaran berwarna oranye ini terjadi karena adanya aktivitas
enzim lipase yang menghidrolisis minyak zaitun menjadi asam lemak bebas yang
kemudian asam lemak bebas akan berikatan dengan senyawa pewarna rhodamin-B.
Penggunaan minyak zaitun pada media ROA adalah untuk membedakan pengujian
enzim lipase dari estarase.
Menurut Kim et al. (2001) minyak zaitun yang digunakan pada media
lempeng agar adalah untuk membedakan pengujian antara aktivitas lipase dengan
esterase. Selain minyak zaitun, tributirin juga dapat digunakan untuk pengujian
enzim yang memiliki kemampuan lipolisis. Namun meskipun minyak zaitun dan
tributirin keduanya dapat digunakan untuk pengujian aktivitas enzim lipolitik,
minyak zaitun digunakan khusus sebagai substrat untuk menguji aktivitas lipase,
sedangkan tributirin digunakan sebagai substrat untuk menguji aktivitas esterase
(Ramnath et al., 2017).
Menurut Kouker dan Jaeger (1987) salah satu metode untuk mengetahui
kemampuan bakteri menghasilkan lipase adalah dengan menggunakan pewarna
rhodamin-B pada media yang mengandung minyak zaitun. Terbentuknya pendaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

berwarna oranye di sekitar koloni bakteri menjadi indikator bahwa koloni bakteri
mampu menghasilkan enzim lipase. Penggunaan rhodamin-B bertujuan untuk
mengetahui adanya asam lemak bebas yang dihasilkan dari hidrolisis lemak oleh
enzim lipase. Mekanisme yang terjadi adalah asam lemak bebas yang dilepaskan
akan membentuk kompleks antara kationik rhodamin-B dengan ion asam lemak
sehingga membentuk pendaran berwarna oranye disekitar koloni. Adanya pendaran
berwarna oranye yang terbentuk pada media ROA dapat dijadikan penentu dalam
pemilihan mikroorganisme produsen lipase (Kim et al., 2001).
Menurut Ramnath et al. (2017) untuk memperoleh tingkat keberhasilan yang
tinggi dalam pengujian aktivitas lipase secara kualitatif dapat digunakan metode
yang dikembangkan oleh Kouker dan Jaeger (1987) menggunakan media yang
mengandung minyak zaitun dan rhodamin-B. Hal ini sesuai seperti yang dilakukan
oleh Kumar et al., (2012) dalam penelitiannya diperoleh hasil adanya aktivitas lipase
pada Bacillus sp. strain DVL2 dengan terbentuknya pendaran berwarna oranye di
sekitar koloni pada media agar yang mengandung minyak zaitun dan rhodamin-B.

4.2 Aktivitas Lipase dan Pertumbuhan Sel Bakteri


Aktivitas lipase dan pertumbuhan sel keempat bakteri keratinolitik yang
dikultur pada media cair MGMO, pada suhu 37 oC, pH 7, selama 8 hari dalam
inkubator shaker dengan kecepatan 160 rpm dapat dilihat pada Gambar 4.2. Dari
keempat bakteri keratinolitik, bakteri A. media LU04 dan E. tabaci PK09 memiliki
nilai aktivitas lipase yang lebih tinggi dibandingkan dua isolat bakteri lainnya (LU02
dan LU01). Aktivitas lipase diukur bersamaan dengan pengukuran jumlah
pertumbuhan sel bakteri untuk mengetahui waktu inkubasi optimum produksi lipase.
Aktivitas lipase maksimum pada A. media LU04 adalah 3,767 U/mL yang diperoleh
pada hari ke-4, sedangkan pada E. tabaci PK09 adalah 2,054 U/mL yang diperoleh
pada hari ke-8.
Menurut Kumar et al. (2012) pemilihan waktu inkubasi optimum pada
pertumbuhan bakteri diperlukan untuk mendapatkan produksi lipase yang maksimal.
Untuk mendapatkan produktivitas enzim lipase yang tinggi dapat dicapai dengan
kondisi kultur pertumbuhan yang optimum, salah satunya adalah dengan mengetahui
waktu inkubasi optimum berdasarkan tingkat pertumbuhan bakteri (Veerapagu et al.,
2013).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

5 10,5

Jumlah Sel (Log CFU/mL)


4 10

Aktivitas Lipase (U/mL) 3 9,5

2 9

1 8,5

0 8
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (hari)

Aktivitas Lipase E. tabaci PK09 Aktivitas Lipase A. media LU04


Aktivitas Lipase LU02 Aktivitas Lipase LU01
Log CFU E. tabaci PK09 Log CFU A. media LU04
Log CFU LU02 Log CFU LU01

Gambar 4.2 Aktivitas Lipase dan Pertumbuhan Sel Bakteri E. tabaci PK09; A. media
LU04; isolat LU02 dan LU01, pada media MGMO, suhu 37oC, pH 7,
inkubasi 8 hari dalam inkubator shaker 160 rpm

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat aktivitas lipase berhubungan dan sejalan
dengan pola pertumbuhan sel bakteri. Aktivitas lipase maksimum pada A. media
LU04 berada pada awal fase stasioner pertumbuhan sel, sedangkan pada E. tabaci
PK09, isolat LU02 dan LU01 aktivitas lipase maksimum berada pada fase stasioner
hingga menjelang akhir masa inkubasi (data aktivitas lipase dan jumlah sel bakteri
dapat dilihat pada Lampiran 7.1). Hal ini dikarenakan pertumbuhan sel bakteri
A. media LU04 lebih cepat dibandingkan ketiga bakteri lainnya. Pertumbuhan sel
bakteri A. media LU04 pada fase stasioner berjalan singkat dan selanjutnya menuju
fase kematian, sehingga aktivitas lipase meningkat cepat dan mencapai maksimum
pada awal fase stasioner selanjutnya juga ikut menurun saat menuju fase kematian.
Sedangkan pada E. tabaci PK09, isolat LU02 dan LU01 pertumbuhan sel pada fase
stasioner berjalan panjang dan lama, sehingga aktivitas lipase mengalami
peningkatan secara perlahan pada fase stasioner hingga mencapai maksimum pada
menjelang akhir masa inkubasi. Meskipun aktivitas lipase pada ketiga bakteri
menunjukkan peningkatan secara perlahan, namun secara keseluruhan aktivitas
lipase pada keempat bakteri relatif sejalan dengan pola pertumbuhan selnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Aktivitas lipase bakteri berhubungan dengan aktivitas metabolisme sel. Sel


bakteri menghasilkan produk metabolit sekunder berupa enzim lipase yang
digunakan untuk memperoleh zat organik dari lingkungannya yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya. Pada umumnya produksi metabolit
sekunder bakteri dihasilkan maksimum pada awal fase stasioner (akhir fase
logaritmik) seperti pada A. media LU04. Namun pada E. tabaci PK09, isolat LU02
dan LU01 produksi metabolit sekunder enzim lipase yang dihasilkan pada awal fase
stasioner masih sedikit. Aktivitas lipase pada ketiga bakteri ini mencapai maksimum
pada fase stasioner menjelang akhir masa inkubasi. Hal ini dikarenakan
kebutuhannya terhadap substrat minyak belum dimanfaatkan secara maksimal.
Pemanfaatan minyak zaitun oleh bakteri dilakukan setelah semua sumber karbon
alternatif lainnya telah habis di dalam media pertumbuhannya.
Panjangnya fase stasioner pada ketiga bakteri kemungkinan dikarenakan
ketiga bakteri tersebut masih melakukan metabolisme primer dengan memanfaatkan
asam amino dari pepton yang tersedia dalam media pertumbuhan MGMO yang
mengandung pepton 0,2% (b/v) sebagai sumber karbon alternatif untuk kebutuhan
dan pertumbuhan selnya sebelum menggunakan minyak zaitun sebagai sumber
karbon. Setelah sumber karbon alternatif pepton telah habis, maka pada akhirnya
bakteri akan memproduksi enzim lipase yang merupakan metabolit sekunder untuk
dapat menggunakan substrat minyak zaitun sebagai sumber karbon.
Menurut Collins dan Thune (1996) pertumbuhan sel bakteri bisa terjadi
sangat lambat dalam kultur media yang dominan menggunakan sumber karbon
alternatif seperti asam amino, seperti misalnya pada pertumbuhan sel bakteri
Edwardsiella ictaluri. Aktivitas lipase meningkat secara bertahap setelah akhir fase
logaritmik dikarenakan masih tersedianya sumber karbon di media yang dapat
digunakan untuk pertumbuhan jumlah sel bakteri. Terbatasnya jumlah sumber
karbon memaksa bakteri untuk menggunakan minyak zaitun sebagai sumber karbon
untuk produksi dan pemeliharaan biomassa selnya, yaitu dengan menghasilkan lebih
banyak produksi lipase (Lima et al., 2003). Lipase dapat diproduksi di seluruh fase
pertumbuhan bakteri dengan produksi optimal di akhir fase logaritmik. Periode
produksi lipase dapat bervariasi dari beberapa jam hingga beberapa hari (Gupta
et al., 2004).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

Minyak zaitun yang ditambahkan ke dalam media MGMO pada penelitian ini
adalah sebagai inducer dan sebagai sumber karbon untuk produksi lipase. Menurut
Gupta et al. (2004) enzim lipase bakteri umumnya diproduksi pada substrat minyak
atau substrat lipid lainnya sebagai karbon. Dalam penelitian Malekabadi et al.
(2017), strain Bacillus licheniformis KM12 yang diinokulasikan ke dalam medium
garam mineral dasar dengan tambahan minyak zaitun dapat menghasilkan aktivitas
lipase yang lebih tinggi dibandingkan dengan medium kontrol tanpa sumber karbon
minyak zaitun. Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Boekema
et al. (2007) yang menunjukkan bahwa aktivitas enzim lipase umumnya diinduksi
dengan adanya sumber lipid (triasilgliserol) seperti minyak zaitun.
Pada penelitian ini rendahnya nilai aktivitas lipase yang diperoleh pada
A. media LU04 dan E. tabaci PK09 disebabkan karena kurang optimumnya kondisi
media pertumbuhan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dalam memproduksi
lipase. Hal ini didukung oleh penelitian Uma-maheswari dan Balasundari (2016)
dimana aktivitas lipase ekstrak kasar bakteri keratinolitik Bacillus cereus sebelum
dilakukan optimalisasi media kultur pertumbuhan diperoleh sebesar 2,1 U/mL.
Namun setelah dilakukan optimalisasi medium kultur pada bakteri keratinolitik
Bacillus cereus, aktivitas lipase meningkat menjadi 61,3 U/mL dengan sumber
karbon sukrosa, dan menjadi 68,6 U/mL dengan sumber nitrogen ekstrak ragi (yeast
extract).

4.3 Konsentrasi Protein dan Aktivitas Spesifik Lipase


Konsentrasi protein dan aktivitas spesifik lipase keempat bakteri yang
dikultur pada media cair MGMO, pada suhu 37 oC, pH 7, selama 8 hari dalam
inkubator shaker dengan kecepatan 160 rpm dapat dilihat pada Gambar 4.3. Dari
keempat bakteri diperoleh dua bakteri yang memiliki aktivitas spesifik yang lebih
tinggi yaitu A. media LU04 dan E. tabaci PK09 dibandingkan dua isolat lainnya
(LU02 dan LU01). Aktivitas spesifik yang diperoleh pada A. media LU04 lebih besar
yaitu 0,443 U/mg dibandingkan dengan E. tabaci PK09 yaitu 0,346 U/mg. Hal ini
dikarenakan konsentrasi protein yang diperoleh pada A. media LU04 lebih tinggi
dibandingkan E. tabaci PK09. Meningkatnya aktivitas lipase relatif sejalan dengan
meningkatnya konsentrasi protein, sehingga nilai aktivitas spesifik lipase juga ikut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

meningkat. Aktivitas spesifik lipase maksimum pada keempat bakteri dapat dilihat
pada Tabel 4.2.

0,5 9
8
Aktivitas Spesifik Lipase (U/mg)

Konsentrasi Protein (mg/mL)


0,4 7
6
0,3
5
4
0,2
3

0,1 2
1
0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (hari)
Aktivitas Spesifik E. tabaci PK09 Aktivitas Spesifik A. media LU04
Aktivitas Spesifik LU02 Aktivitas Spesifik LU01
Protein E. tabaci PK09 Protein A. media LU04
Protein LU02 Protein LU01

Gambar 4.3 Konsentrasi Protein dan Aktivitas Spesifik Lipase Bakteri E. tabaci
PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan LU01, pada media MGMO,
suhu 37 oC, pH 7, inkubasi 8 hari dalam inkubator shaker 160 rpm

Tabel 4.2 Aktivitas Spesifik Lipase Bakteri Keratinolitik


Inkubasi Aktivitas Konsentrasi Aktivitas
Bakteri Optimum Lipase *) Protein Spesifik
(hari ke-) (U/mL) (mg/mL) (U/mg)
E. tabaci PK09 8 2,054 5,940 0,346
A. media LU04 4 3,767 8,505 0,443
LU02 7 0,629 3,445 0,183
LU01 7 0,499 2,805 0,178
Keterangan:
*) Aktivitas enzim diuji dengan substrat minyak zaitun 1 mL pada pH 7 dan suhu
37 oC dengan waktu inkubasi 30 menit.

Aktivitas spesifik lipase yang diperoleh pada keempat bakteri berhubungan


dengan konsentrasi protein. Konsentrasi protein yang tinggi dapat diasumsikan
memiliki enzim yang tinggi. Meskipun demikian belum tentu protein tersebut
merupakan enzim lipase yang sebenarnya. Rendahnya nilai aktivitas spesifik lipase
pada keempat bakteri pada penelitian ini dikarenakan tingginya konsentrasi protein

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

yang terdapat pada enzim lipase ekstrak kasar yang bukan merupakan protein murni
enzim lipase. Hal ini sesuai dengan penelitian Tripathi et al. (2014) dimana aktivitas
spesifik lipase yang diperoleh pada bakteri Microbacterium sp. setelah dilakukan
pemurnian enzim menjadi lebih tinggi yaitu sebesar 4,9 U/mg daripada sebelum
dilakukannya pemurnian enzim lipase. Dalam hal ini pemurnian enzim dilakukan
untuk meningkatkan aktivitas spesifik lipase, karena pada pemurnian enzim hanya
protein yang diinginkan yang diperoleh sedangkan protein lainnya dibuang. Sehingga
protein yang diperoleh adalah protein murni enzim lipase itu sendiri.
Menurut Bisswanger (2014) meskipun aktivitas enzim tidak ditentukan oleh
konsentrasi protein, namun unit aktivitas enzim berfungsi untuk mengukur enzim
spesifik. Hal ini karena potensi katalitik yang merupakan sifat penting enzim
bukanlah merupakan fungsi protein secara umum. Bahkan enzim yang sama
kemurniannya dapat berbeda aktivitasnya. Hal ini dikarenakan sebagian enzim yang
tidak aktif tidak dapat dipisahkan dengan enzim yang aktif hanya dengan
menganalisis kadar protein. Kemurnian enzim biasanya ditunjukkan dengan aktivitas
spesifik enzim, yaitu unit aktivitas enzim dibagi dengan kandungan protein. Semakin
tinggi nilai aktivitas spesifik, maka semakin murni enzimnya. Sedangkan nilai
aktivitas spesifik yang lebih rendah menunjukkan adanya kotoran atau parsial
inaktivasi enzim.

4.4 Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Lipase


Pengaruh pH terhadap aktivitas lipase dari enzim lipase ekstrak kasar hasil
waktu inkubasi optimum keempat bakteri yang diuji pada rentang pH 4; 5; 6; 7 dan
8, pada suhu 37 oC selama 30 menit dalam inkubator shaker 160 rpm dapat dilihat
pada Gambar 4.4. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pH dapat
mempengaruhi aktivitas lipase dimana aktivitas lipase cenderung meningkat dengan
peningkatan pH. Aktivitas lipase terendah pada keempat bakteri berada pada pH 4
dan tertinggi pada pH 7 dan 8. Dua aktivitas lipase tertinggi yang diperoleh pada
bakteri A. media LU04 dan E. tabaci PK09 berada optimum pada pH 7. Sedangkan
aktivitas lipase maksimum dua isolat lainnya LU01 dan LU02 berada pada masing-
masing pH 7 dan 8. Data aktivitas lipase pada pH optimum pada keempat bakteri
dapat dilihat pada Lampiran 7.2.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Aktivitas Lipase (U/mL)


3

0
4 5 6 7 8
pH

E. tabaci PK09 A. media LU04 Isolat LU02 Isolat LU01

Gambar 4.4 Profil Pengaruh pH terhadap Aktivitas Lipase Bakteri E. tabaci PK09;
A. media LU04; isolat LU02 dan LU01

Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa kisaran pH optimal untuk
aktivitas lipase pada keempat bakteri adalah berada pada pH netral (pH 7 - 8). Hal ini
sesuai dengan yang dinyatakan oleh Gupta et al., (2004) bahwa aktivitas lipase
bakteri berada optimum pada suasana pH netral. Pada penelitian Sharma et al. (2017)
aktivitas lipase maksimum pada Bacillus methylotrophicus PS3 berada pada pH 7.
Pada penelitian Dharmsthiti et al. (1999) aktivitas lipase maksimum pada Bacillus
sp. THL027 juga diperoleh pada pH 7. Demikian juga pada penelitian Ayaz et al.
(2015) aktivitas enzim lipase pada Streptomyces sp. OC 119-7 menunjukkan aktivitas
optimal pada pH 8, dan pada penelitian Tripathi et al. (2014) aktivitas lipase
maksimum pada Microbacterium sp. berada optimum pada pH netral yaitu 8,5. Pada
penelitian lainnya juga diperoleh aktivitas lipase pada kelompok bakteri Bacillus
termofilik berada optimum pada pH netral dengan kisaran pH 7,2 - 8,5 (Schmidt et
al., 1994; Lee et al, 1999; Dharmsthiti et al., 1999; Imamura et al, 2000). Meskipun
demikian ada juga bakteri yang memiliki aktivitas lipase maksimum di bawah dan di
atas pH 7 dan 8 seperti lipase pada Bacillus thermoleovorans ID-1 yang
menunjukkan aktivitas optimal pada pH 9 (Lee et al., 2001), dan isolat bakteri
Streptomycetes yang memiliki aktivitas lipase maksimum pada pH optimum berkisar
antara pH 6 - 10 (Zhang et al., 2008; Côtê dan Shareck, 2008; Gunalakshmi et al.,
2008; Bielen et al., 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Menurut Sharma et al., (2017) perubahan pH secara langsung mempengaruhi


struktur, stabilitas, dan aktivitas biokatalis reaksi enzim. Perubahan pH memiliki efek
bervariasi pada aktivitas enzim seperti mengubah struktur kompleks enzim dan
substrat, dan dapat menghambat katalisis reaksi enzim. Aktivitas enzim bergantung
pada pH larutan pengujiannya. Aktivitas enzim bekerja optimal dalam kondisi
lingkungan pengujian yang optimal seperti pH optimal. Berdasarkan sifat protein
enzim, pH akan mempengaruhi keadaan ionisasi asam amino yang menentukan
struktur primer dan sekunder dari enzim yang mengontrol keseluruhan aktivitasnya.
Perubahan pH akan memiliki efek progresif (peningkatannya) pada struktur protein
dan aktivitas enzim (Sharma et al., 2002).
Aktivitas enzim umunya membentuk kurva seperti lonceng dimana aktivitas
enzim lebih rendah diluar dari pH optimum. Aktivitas enzim akan berada maksimum
pada pH optimum dari pengujian enzim. pH optimum pada kebanyakan enzim
berada dalam rentang fisiologis yaitu sekitar pH 7,5 (antara pH 7 - 8). Biasanya
enzim cukup stabil pada pH optimumnya sendiri. Oleh karena itu pH optimum dapat
digunakan selain untuk pengujian enzim dapat juga untuk penyimpanan enzim itu
sendiri (Bisswanger, 2014).

4.5 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Lipase


Pengaruh suhu terhadap aktivitas lipase dari enzim lipase ekstrak kasar hasil
waktu inkubasi optimum keempat bakteri yang diuji pada rentang suhu 30; 35; 40; 45
dan 50o C dengan pH optimum dalam inkubator shaker 160 rpm selama 30 menit
dapat dilihat pada Gambar 4.5. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa suhu juga
dapat mempengaruhi aktivitas lipase dimana aktivitas lipase cenderung meningkat
dengan peningkatan suhu. Dua aktivitas lipase tertinggi yang diperoleh pada bakteri
A. media LU04 dan E. tabaci PK09 berada optimum pada suhu 40 oC. Hasil ini
mendekati suhu optimum yang diperoleh pada pengujian aktivitas lipase pada
penelitian Saisuburamaniyan et al. (2004) yaitu suhu 37 oC. Sedangkan aktivitas
lipase maksimum dua isolat lainnya LU02 dan LU01 berada pada masing-masing
suhu 40 dan 45 oC. Data aktivitas lipase pada suhu optimum pada keempat bakteri
dapat dilihat pada Lampiran 7.3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Aktivitas Lipase (U/mL)


4

0
30 35 40 45 50
Suhu (oC)

E. tabaci PK09 A. media LU04 Isolat LU02 Isolat LU01

Gambar 4.5 Profil Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Lipase Bakteri E. tabaci PK09;
A. media LU04; isolat LU02 dan LU01

Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa kisaran suhu optimal untuk
aktivitas lipase pada keempat bakteri adalah berada pada suhu 40 - 45 oC (Gambar
4.5). Hal ini sesuai dengan kisaran suhu optimum aktivitas lipase bakteri seperti yang
diperoleh oleh Zhang et al. (2008); Côtê dan Shareck (2008); Gunalakshmi et al.
(2008); Bielen et al. (2009) dimana aktivitas lipase maksimum pada isolat bakteri
Streptomycetes berada pada suhu optimal berkisar antara 20 - 60 oC, seperti pada
Streptomyces sp. OC 119-7 aktivitas lipase berada optimal pada suhu 50 oC (Ayaz et
al., 2015) dan pada Bacillus methylotrophicus PS3 aktivitas lipase berada optimal
pada suhu 55 oC (Sharma et al., 2017).
Menurut Sharma et al. (2017) suhu yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi protein enzim sehingga dapat menurunkan aktivitas lipase.
Meskipun demikian dalam Nawani dan Kaur (2000) stabilitas termal dapat diperoleh
pada spesies Bacillus, Chromobacterium, Pseudomonas dan Staphylococcus. Dimana
termostabilitas enzim pada Bacillus sp. dapat ditingkatkan dengan penambahan
stabilisator seperti etilena glikol, sorbitol, gliserol, dengan aktivitas penahanan enzim
pada suhu 70 °C sampai setelah 150 menit.
Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim sama seperti pengaruh pH terhadap
aktivitas enzim yaitu meningkat dengan meningkatnya suhu hingga mencapai
maksimum dan kemudian diikuti penurunan aktivitas enzim setelah melewati suhu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

optimum. Suhu aktivitas enzim pada saat mencapai maksimum disebut sebagai suhu
optimal. Suhu optimum untuk aktivitas enzim tidak selalu ada pada semua enzim, hal
ini tergantung pada reaksinya. Kecepatan reaksi kimia meningkat dengan
peningkatan suhu. Sesuai dengan aturan empiris yaitu kecepatan reaksi kimia
meningkat dua hingga tiga kali setiap kenaikan suhu 10 oC. Ini juga berlaku untuk
reaksi enzim, kecuali pada air mendidih yang dapat membatasi peningkatan reaksi
enzim ini. Di sisi lain struktur tiga dimensi enzim adalah thermo-sensitive (sensitif
terhadap suhu tinggi) dan menjadi tidak stabil pada suhu tinggi sehingga dapat
menyebabkan denaturasi. Proses ini menentang kecepatan reaksi yang bertanggung
jawab terhadap penurunannya pada suhu tinggi. Peningkatan terjadinya denaturasi
tergantung pada suhu dan waktu yang tepat, semakin tinggi suhu maka denaturasi
semakin cepat. Oleh karena itu tidak ada suhu yang tetap untuk aktivitas enzim
maksimum, tergantung pada perlakuan awal enzim. Jika enzim tersebut segera diuji
pada suhu denaturasi, aktivitas denaturasinya akan jauh lebih tinggi daripada jika
disimpan pada suhu yang sama untuk waktu yang lebih lama sebelum memulai
pengujian. Demikian juga waktu dapat mempengaruhi denaturasi pada suhu tertentu,
dimana denaturasi dapat dengan mudah meningkat dengan adanya (atau jika
diperlukannya) waktu persiapan dalam pemulaian pengujian enzim. Hal ini karena
enzim sudah berada dalam campuran termostat pengujian selama waktu persiapan
dan pemulaian pengujian, sehingga denaturasi sudah berlangsung. Oleh karena waktu
yang dibutuhkan untuk persiapan pengujian enzim tidak selalu sama maka hilangnya
aktivitas enzim juga akan bervariasi (Bisswanger, 2014).

4.6 Aktivitas Produksi Biosurfaktan


Aktivitas produksi biosurfaktan keempat bakteri yang dikultur pada media
cair MGMO, pada suhu 37 oC, pH 7, selama 8 hari dalam inkubator shaker kecepatan
160 rpm dapat dilihat pada Gambar 4.6. Nilai aktivitas produksi biosurfaktan
keempat bakteri diperoleh dengan menggunakan metode pengujian oil displacement
untuk mengukur nilai oil displacement area (ODA) dan metode pengujian aktivitas
emulsifikasi untuk mengukur indeks emulsifikasi (IE24%). Penggunaan metode ini
digunakan untuk menyeleksi bakteri potensial yang memproduksi biosurfaktan.
Sesuai dengan penelitian Parthipan et al. (2017), Bacillus subtilis A1 dinyatakan
positif sebagai produsen biosurfaktan dengan melakukan skrining yang cepat melalui

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

pengujian aktivitas biosurfaktan menggunakan metode oil displacement dan metode


pengujian aktivitas emulsifikasi dengan mengukur indeks emulsifikasi.
40 30

30
20

IE (E24) (%)
ODA (mm)

20

10
10

0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (hari)
ODA E. tabaci PK09 ODA A. media LU04
ODA LU02 ODA LU01
IE (E24) E. tabaci IE (E24) A. media
IE (E24) LU02 IE (E24) LU01

Ket: ODA = Oil Displacement Area; IE24 = Indeks Emulsifikasi

Gambar 4.6 Nilai ODA dan IE24 Aktivitas Produksi Biosurfaktan Bakteri E. tabaci
PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan LU01, pada media MGMO,
suhu 37 oC, pH 7, selama 8 hari dalam inkubator shaker 160 rpm

Dari hasil pengujian aktivitas biosurfaktan, diperoleh dua bakteri yang


memiliki nilai ODA dan IE24 yang lebih tinggi yaitu A. media LU04 dan E. tabaci
PK09 dibandingkan dengan dua isolat bakteri lainnya (LU02 dan LU01). Nilai ODA
dan IE24 maksimum pada keempat isolat bakteri dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Nilai ODA dan IE Maksimum pada Bakteri Keratinolitik


Bakteri Inkubasi Optimum Nilai ODA Nilai IE24
(hari ke-) (mm) (%)
E. tabaci PK09 8 15 15
A. media LU04 4 38 20
LU02 7 8 9
LU01 7 7 6
Keterangan:
ODA = Oil Displacement Area; IE24 = Indeks Emulsifikasi

Dua nilai ODA dan IE24 tertinggi diperoleh dengan nilai ODA = 38 dan
15 mm, dan IE24 = 20 dan 15% pada masing-masing bakteri A. media LU04 dan
E. tabaci PK09 (Tabel 4.3). Meskipun demikian adanya nilai ODA dan IE24 yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

diperoleh pada keempat bakteri dapat dinyatakan bahwa keempat bakteri tersebut
memiliki kemampuan menghasilkan biosurfaktan, meskipun dengan nilai yang
berbeda. Menurut Parthipan et al., (2017) adanya produksi biosurfaktan pada bakteri
dapat ditunjukkan dengan adanya aktivitas biosurfaktan melalui uji oil displacement
yang membentuk zona bening dan adanya aktivitas emulsifikasi dengan nilai indeks
emulsifikasi seperti yang ditunjukkan pada Bacillus subtilis A1 dengan perolehan
zona bening sebesar 24 mm dan nilai indeks emulsifikasi sebesar 76%.

4.7 Hubungan Indeks Emulsifikasi dengan Aktivitas Lipase


Hubungan aktivitas biosurfaktan terhadap aktivitas lipase dapat dilihat dari
nilai indeks emulsifikasi dan nilai aktivitas lipase. Hubungan antara indeks
emulsifikasi dengan aktivitas lipase pada keempat bakteri dapat dilihat pada
Gambar 4.7.
30 0,5

Aktivitas Spesifik Lipase (U/mg)


0,4

20
IE24 (%)

0,3

0,2
10

0,1

0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (hari)
IE24 E. tabaci PK09 IE24 A. media LU04
IE24 Isolat LU02 IE24 Isolat LU01
Aktivitas Spesifik E. tabaci PK09 Aktivitas Spesifik A. media LU04
Aktivitas Spesifik Isolat LU02 Aktivitas Spesifik LU01

Ket: IE24 = Indeks Emulsifikasi

Gambar 4.7 Indeks Emulsifikasi dan Aktivitas Spesifik Lipase Bakteri E. tabaci
PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan LU01, pada media MGMO,
suhu 37 oC, pH 7, selama 8 hari dalam inkubator shaker 160 rpm

Pada Gambar 4.7 dapat dilihat adanya hubungan antara indeks emulsifikasi
dengan aktivitas lipase dimana meningkatnya aktivitas lipase sejalan dengan
meningkatnya aktivitas produksi biosurfaktan. Adanya hubungan keduanya antara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

indeks emulsifikasi dengan aktivitas lipase maka dapat dinyatakan bahwa keempat
bakteri ini memungkinkan untuk memproduksi enzim lipase sekaligus biosurfaktan.
Data hubungan nilai IE24 dan aktivitas lipase keempat bakteri dapat dilihat pada
Lampiran 7.4.

Menurut Desai dan Banat (1997) sintesis lipase dan biosurfaktan oleh
mikroorganisme dapat terjadi karena kebutuhan mikroorganisme untuk
memetabolisme senyawa yang tidak larut dalam air. Biosurfaktan merupakan
senyawa yang dihasilkan oleh reaksi metabolisme sekunder dengan fungsi adhesi dan
motilitas sel; diferensiasi dan aksesibilitas ke substrat; dan molekul penyimpanan
karbon dan energi (Van-Hamme et al., 2006).
Selain pada bakteri, aktivitas biosurfaktan juga diketahui dapat diperoleh
pada jamur. Seperti pada penelitian yang dilakukan Colla et al. (2010) adanya
hubungan antara produksi lipase dan biosurfaktan pada bioproses oleh jamur
Aspergillus sp. O-8 yang diisolasi dari tanah yang terkontaminasi minyak diesel,
menunjukkan bahwa biosurfaktan dapat diproduksi bersamaan dengan lipase pada
media kultur cair dalam satu bioproses industri.
Adanya bagian polar dan non-polar dari molekul yang terbentuk pada
biosurfaktan merupakan sifat surfaktan yang dapat disintesis dari metabolisme lipid
dan karbohidrat (Desai dan Banat, 1997). Mono dan di-gliserida adalah biosurfaktan
yang dapat dibentuk oleh aktivitas lipase yang menghidrolisis trigliserida. Oleh
karena itu komponen yang memiliki bagian polar dan non-polar yang sama
menunjukkan bahwa biosurfaktan memiliki sifat aktif permukaan (surface active)
(Colla et al., 2010).
Lipase (acyl hydrolases) berperan penting dalam menguraikan lemak dengan
memotong trigliserida rantai panjang menjadi lipida polar. Karena sulitnya
mengemulsi trigliserida rantai panjang maka diperlukan adanya aktivitas pengemulsi.
Hubungan interaksi enzim-surfaktan memiliki dampak penting pada pengaturan
katalasis lipase. Meskipun terdapat polaritas yang berlawanan antara enzim
(hidrofilik) dan substratnya (lipofilik), namun reaksi lipase dapat bekerja pada
antarmuka antara fasa air dan fasa minyak dengan adanya pengemulsi. Oleh karena
itu antarmuka adalah titik kunci untuk biokatalisis lipase dan tempat yang tepat untuk
memodulasi lipolisis (Reis et al., 2009).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

Menurut Sharma et al. (2017) dapat dipastikan bahwa perolehan aktivitas


lipase menjadi lebih tinggi dengan adanya penambahan surfaktan, bukan karena
peningkatan transkripsi lipase dan peningkatan sekresi lipase. Kiran dan Chandra
(2008) melaporkan aktivitas lipase diperoleh 90% dengan adanya penambahan
surfaktan Tween 20, Tween 80 dan Triton X-100. Surfaktan Tween 20 meningkatkan
aktivitas lipase dari Pseudomonas aeruginosa SRT 9 seperti yang diteliti oleh Borkar
et al. (2009). Demikian juga pada penelitian Ayaz et al. (2015) efek dari berbagai
surfaktan pada lipase Streptomyces sp. OC119-7, diperoleh efek stimulasi yang
signifikan pada LipOC119-7 yaitu pada surfaktan sodium dodecil sulfate (SDS),
meskipun pada surfaktan Tween 20, Tween 40 dan Tween 80 juga dapat merangsang
aktivitas LipOC119-7 (namun nilainya lebih rendah dari surfaktan SDS), dan juga
pada penelitian lainnya bahwa aktivitas lipase dari isolat Streptomyces meningkat
dengan kehadiran surfaktan Tween 20, Tween 40 dan Tween 80 (Lescic et al., 2001;
Bielen et al., 2009).
Pengetahuan tentang pengaruh komposisi antarmuka pada katalisis lipase
masih terbatas dan hanya dijelaskan dengan istilah "kualitas antarmuka". Studi
berdasarkan pendekatan biofisik mungkin untuk pertama kalinya menunjukkan efek
dari interfasial mikro biosurfaktan terhadap katalisis lipase (Reis et al., 2009).
Biosurfaktan merupakan produk ekstraseluler oleh mikroorganisme
(Tabatabaee et al., 2005). Beberapa mikroorganisme yang diketahui dapat
memproduksi biosurfaktan diantaranya yaitu Bacillus subtillis A1 (Parthipan et al.,
2017), P. aeruginosa (El-Sheshtawy dan Doheim, 2014), Achromobacter sp.,
Serratia sp., Sphingomonas sp. dan Micrococcus sp. (Ibrahim et al., 2013).
Biosurfaktan dapat diproduksi secara sintesis organik menggunakan lipase (Paula
et al., 2005), yang mengkatalisis esterifikasi asam lemak dan gula (Colla et al.,
2010). Demikian juga pada penelitian Chakraborty et al. (2015) adanya aktivitas
lipase pada Actinomycetes nocardiopsis strain A17 yang ditunjukkan pada
permukaan air-minyak, maka dapat dinyatakan bahwa kehadiran lipase mampu
menghasilkan bio-pengemulsi (bioemulsifier).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Keempat bakteri keratinolitik Enterobacter tabaci PK09, Aeromonas media
LU04, isolat LU02 dan LU01 yang diuji semuanya memiliki aktivitas lipase dan
biosurfaktan, dengan dua bakteri potensial yang memiliki aktivitas lipase lebih
tinggi yaitu A. media LU04 (3,767 U/mL) dan E. tabaci PK09 (2,054 U/mL).
2. Aktivitas spesifik lipase kedua bakteri diperoleh sebesar 0,443 dan
0,346 U/mg dengan konsentrasi protein sebesar 8,505 dan 5,940 mg/mL untuk
masing-masing bakteri A. media LU04 dan E. tabaci PK09.
3. Karakteristik lipase kedua bakteri A. media LU04 dan E. tabaci PK09
berdasarkan pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas lipase diperoleh optimum
pada pH 7 dan suhu 40 oC.
4. Aktivitas produksi biosurfaktan kedua bakteri diperoleh dengan nilai ODA = 38
dan 15 mm dan IE24 = 20 dan 15% untuk masing-masing A. media LU04 dan
E. tabaci PK09.
5. Aktivitas produksi biosurfaktan dan aktivitas lipase berada maksimum pada hari
keempat dan hari kedelapan untuk masing-masing A. media LU04 dan E. tabaci
PK09.
6. Peningkatan aktivitas biosurfaktan sejalan dengan aktivitas lipase karena
biosurfaktan diproduksi oleh adanya aktivitas lipase, dan dalam aktivitas lipase
dibutuhkan adanya aktivitas biosurfaktan.

5.2 Saran
Bakteri keratinolitik yang memiliki aktivitas lipase dan biosurfaktan hasil
penelitian ini masih perlu diuji lebih lanjut dalam hal optimalisasi media kultur
produksi untuk mendapatkan aktivitas lipase dan biosurfaktan yang lebih optimal.
Selain itu perlu dilakukan pemurnian enzim agar diperoleh enzim lipase murni yang
memiliki nilai aktivitas spesifik yang lebih tinggi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Ahuja SK, Ferreira GM, Moreira AR, 2008. Utilization of Enzymes for
Environmental Applications. Critical Reviews in Biotechnology
Journal, 24(2-3): 125-154.
Ayaz B, Ugur A, Boran R, 2015. Purification and Characterization of Organic
Solvent-Tolerant Lipase from Streptomyces sp. OC119-7 for Biodiesel
Production. Biocatalysis and Agricultural Biotechnology, 4(1): 103-108..
Balaji S, Kumar MS, Karthikeyan R, Kumar R, Kirubanandan S, Sridhar R, Sehgal
PK, 2008. Purification and Characterization of an Extracellular Keratinase
from a Hornmeal-Degrading Bacillus subtilis MTCC (9102). World Journal
of Microbiology and Biotechnology, 24(11): 2741-2745 .
Banat IM, 1993. The Isolation of A Thermophilic Biosurfactant Producing Bacillus
sp. Biotechnology Letters, 15: 591-594.
Bansal G, Singh VK, 2016. Review on Chicken Feather Fiber (CFF) a Livestock
Waste in Composite Material Development. Int J Waste Resour 6 (4): 254.
Benson HJ, 2001. Microbial Application: A Laboratory Mannual in General
Microbiology. 8th Edition. The McGraw-Hill Companies. New York. p. 496.
Bielen A, Cetkovic H, Long PF, Schwab H, Abramic M, Vujaklija D, 2009. The
SGNH-Hydrolase of Streptomyces coelicolor has (aryl) Esterase and A True
Lipase Activity. Biochimie, 91: 390-400.
Bisswanger H, 2014. Enzyme Assays. Perspectives in Science, 1: 41-55.
Boekema BKHL, Beselin A, Breuer M, Hauer B, Koster M, Rosenau F, Jaeger KE,
Tommassen J, 2007. Hexadecane and Tween 80 Stimulate Lipase Production
in Burkholderia glumae by Different Mechanisms. Applied and
Environmental Microbiology, 73(12): 3838-3844.
Borkar PS, Bodade RG, Rao SR, Khobragade CN, 2009. Purification and
Characterization of Extracellular Lipase from A New Strain-Pseudomonas
aeruginosa SRT 9. Braz. J. Microbiol, 40:358-366.
Bradford MM, 1976. A Rapid and Sensitive Method for the Quantitation of
Microgram Quantities of Protein Utilizing the Principle of Protein-Dye
Binding. Analytical Biochemistry 72: 248-254.
Bradoo S, Saxena RK, Gupta R, 1999. Two Acidothermotolerant Lipases from New
Variants of Bacillus spp. World J Microbiol Biotechnol, 15: 87-91.
Brockerhoff H, Jensen RG, 1974. Lipolytic Enzymes. Academic Press, Inc., New
York, p. 25-34.
Bungsu A, 2018. Isolation and Identification of Keratinolytic Bacteria Isolated from
Several Sources of Keratin and Characterization of Their Enzymes.
[SKRIPSI] Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural
Sciences, Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Cappucino JG, Sherman N, 2014. Microbiology: A Laboratory Manual (terjemahan:


Manual Laboratorium Mikrobiologi). Edisi-8, Penerbit EGC Buku
Kedokteran.
Chakraborty S, Ghosh M, Chakraborti S, Jana S, Sen KK, Kokare C, Zhang L, 2015.
Biosurfactant Produced from Actinomycetes nocardiopsis A17: Characteri-
zation and Its Biological Evaluation. Int. J. Biol. Macromol, 04: 068.
Cheung HY, Ho MP, Lau KT, Cardona F, Hui D, 2009. Natural Fibrereinforced
Composites for Bioengineering and Environmental Engineering Applications.
Journal Composites: Part B, 40: 655-663.
Colla LM, Rizzardi J, Pinto MH, Reinehr CO, Bertolin TE, Costa JAV, 2010.
Simultaneous Production of Lipases and Biosurfactants by Submerged and
Solid-State Bioprocesses. Bioresource Technology, 101: 8308-8314.
Collins LA, Thune RL, 1996. Development of A Defined Minimal Medium for the
Growth of Edwardsiella ictaluri. Applied and Environmental Microbiology,
62(3): 848-852.
Considine MJ, 2000. New Enzyme Technologies For Poultry By-Products. Proc.
Aust. Poult. Sci. Sym, 2000(12): 163-165.
Côtê, A, Shareck F, 2008. Cloning, Purification and Characterization of Two Lipases
from Streptomyces coelicolor A3(2). Enzyme Microb. Technol, 42: 1-27.
Desai JD, Banat IM, 1997. Microbial Production of Surfactant and Commercial
Potential. J. Microbiology and Molecular Review, 61: 47-64.
Dharmsthiti S, Luchai S, 1999. Production, Purification and Characterization of
Thermophilic Lipase from Bacillus sp. THL027. FEMS Microbiol Lett, 179:
241-246.
Dharmsthiti S, Pratuangdejkul J, Theeragool GT, Luchai S, 1998. Lipase Activity
and Gene Cloning of Acinetobacter calcoaceticus LP009. J Gen Appl
Microbiol, 44: 139-145.
Dodson G, Wlodawer A, 1998. Catalytic Triads and Their Relatives. Trends in
Biochemical Sciences, 23 (9): 347-52.
El-Sheshtawy HS, Doheim MM, 2014. Selection of Pseudomonas aeruginosa for
Biosurfactant Production and Studies of Its Antimicrobial Activity. Egyptian
Journal of Petroleum, 23: 1-6.
Gunalakshmi B, Maloy-Kumar S, Sivakumar K, 2008. Investigation on Lipase
Producing Actinomycete strain LE-11, Isolated from Shrimp Pond. Res. J.
Microb, 2: 73-81.
Gupta R, Gupta N, Rathi P, 2004. Bacterial Lipases: An Overview of Production,
Purification and Biochemical Properties. Appl. Microbiol. Biotechnol, 64(6):
763-781.
Hassanshahian M, 2014. Isolation and Characterization of Biosurfactant Producing
Bacteria from Persian Gulf (Bushehr provenance). Mar. Pollut. Bull, 86: 361-
366.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Helisto P, Korpela T, 1998. Effects of Detergents on Activity of Microbial Lipases as


Measured by The Paranitrophenyl Alkanoate Esters Method. Enzyme and
Microbial Technology, 23 (1-2): 113-117.
Ibrahim ML, Ijah UJJ, Manga SB, Bilbis LS, Umar S, 2013. Production and Partial
Characterization of Biosurfactant Produced by Crude Oil Degrading Bacteria.
Int. Biodeterior. Biodegrad, 81: 28-34.
Imamura S, Kitaura S, 2000. Purification and Characterization of A
Monoacylglycerol Lipase from The Moderately Thermophilic Bacillus sp. H-
257. J Biochem,127: 419-25.
Jaeger KE, Ransac S, Dijkstra BW, Colson, Charles, van Heuvel M, Misset O, 1994.
Bacterial Lipases. FEMS Microbiology Reviews, 15: 29-63.
Jaeger KE, Reetz TM, 1998. Microbial Lipases from Versatile Tools for
Biotechnology. Trends Biotechnol, 16: 396-403.
Kakde RB, Chavan AM, 2011. Extracellular Lipase Enzyme Production by Seed-
Borne Fungi Under the Influence of Physical Factors. International Journal
of Biology, 3(1): 94-100.
Kannahi M, Ancy RJ, 2012. Keratin Degradation and Enzyme Producing Ability of
Aspergillus Flavus and Fusarium Solani From Soil. J. Chem. Pharm. Res,
4(6): 3245-3248.
Kanwar L, Goswami P, 2002. Isolation of a Pseudomonas Lipase Produced in Pure
Hydrocarbon Substrate and Its Applications in The Synthesis of Isoamyl
Acetate Using Membrane-immobilized Lipase. Enzyme Microb Technol, 31:
727-735.
Khardenavis AA, Kapley A, Purohit HJ, 2009. Processing of Poultry Feathers by
Alkaline Keratin Hydrolyzing Enzyme from Serratia sp. HPC 1383. Waste
Management, 29(4): 1409-1415.
Kim EK, Jang WH, Ko JH, Kang JS, Noh MJ, Yoo OJ, 2001. Lipase and Its
Modulator from Pseudomonas sp. Strain KFCC 10818: Proline-to-Glutamine
Substitution at Position 112 Induces Formation of Enzymatically Active
Lipase in the Absence of the Modulator. Journal of Bacteriology, 183(20):
5937-5941.
Kiran KK, Chandra TS, 2008. Production of Surfactant and Detergent-stable,
Halophilic, and Alkalitolerant Alpha-amylase by A Moderately Halophilic
Bacillus sp. strain TSCVKK. Appl. Microbiol. Biotechnol, 77: 1023-1031.
Kouker G, Jaeger KE, 1987. Specific and Sensitive Plate Assay for Bacterial
Lipases. Appl. Environ. Microbiol, 53 (1): 211-213.
Kulkarni N, Gadre RV, 2002. Production and Properties of Alkaline, Thermophilic
Lipase from Pseudomonas fluorenscens NS2W. Journal of Industrial
Microbiology and Biotechnology, 28(6): 344-348.
Kumar D, Kumar L, Nagar S, Raina C, Parshad R, Gupta VK, 2012. Screening,
Isolation and Production of Lipase/Esterase Producing Bacillus sp. strain
DVL2 and Its Potential Evaluation in Esterification and Resolution Reactions.
Arch. Appl. Sci. Res. 4(4): 1763-1770.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Kwon DY, Rhee JS, 1986. A Simple and Rapid Colorimetric Method for
Determination of Free Fatty Acids for Lipase Assay. JAOCS, 63(1): 89-92.
Lee DW, Kim HK, Lee KW, Kim BC, Choe AC, Lee HS, 2001. Purification and
Characterization of Two Distinct Thermostable Lipases from the Gram-
Positive Thermophilic Bacterium Bacillus thermoleovorans ID-1. Enzyme
Microb Tech, 29: 363-71.
Lee DW, Koh YS, Kim KJ, Kim BC, Choi HJ, Kim DS, Suhartono MT, Pyun YR,
1999. Isolation and Characterization of a Thermophilic Lipase from Bacillus
thermoleovorans ID-1. FEMS Microbiol Lett, 179: 393–400.
Lescic I, Vukelic B, Majeric-Elenkov M, Saenger W, Abramic M, 2001. Substrate
Specifity and Effects of Water-Miscible Solvents on The Activity and
Stability of Extracellular Lipase from Streptomyces rimosus. Enzyme Microb.
Technol, 29: 548-553.
Lesuisse E, Schanck K, Colson C, 1993. Purification and Preliminary Characteri-
zation of The Extracellular Lipase of Bacillus subtilis 168, An Extremely
Basic pH-Tolerant Enzyme. Eur J Biochem, 216: 155-160.
Lima VMG, Krieger N, Sarquis MIM, Mitchell DA, Ramos LP, Fontana JD, 2003.
Effect of Nitrogen and Carbon Sources on Lipase Production by Penicillium
aurantiogriseum. Food Technol Biotechnol, 41: 105-110.
Litthauer D, Ginster A, Skein EVE, 2002. Pseudomonas luteola Lipase: A New
Member of The 320-Residue Pseudomonas Lipase Family. Enzyme Microb
Technol, 30: 209-215.
Lowry RR, Tinsley IJ, 1976. Rapid Colorimetric Determination of Free Fatty Acids.
Journal of the American Oil Chemists’ Society, 53: 470-472.
Malekabadi S, Badoei-dalfard A, Karami Z, 2017. Biochemical Characterization of
A Novel Cold Active, Halophilic and Organic Solvent-Tolerant Lipase from
B. licheniformis KM12 with Potential Application for Biodiesel Production.
International Journal of Biological Macromolecules.
https://doi.org/10.1016/j.ijbiomac.2017.11.173 [diakses: 24 Juni 2018].
Martinelle M, Holmquist M, Hult K, 1995. On the Interfacial Activation of Candida
antarctica Lipase A and B as Compared with Humicola lanuginosa lipase.
Biochimica et Biophysica Acta, 1258: 272-276.
Mitidieri S, Martinelli AHS, Schrank A, Vainstein MH, 2006. Enzymatic Detergent
Formulation Containing Amylase from Aspergillus niger: A Comparative
Study with Commercial Detergent Formulations. Bioresource Technology,
97: 1217-1224.
Mobarak-Qamsari E, Kasra-Kermanshahi R, Moosavi-Nejad Z, 2011. Isolation and
Identification of a Novel, Lipase-Producing Bacterium, Pseudomnas
aeruginosa KM110. Iran. J. Microbiol. 3(2): 92-98.
Nawani N, Kaur J, 2000. Purification, Characterization and Thermostability of A
Lipase from a Thermophilic Bacillus sp. J33. Mol Cell Biochem, 206: 91-96.
Onifade AA, Al-Sane NA, Al-Musallam AA, Al-Zarban S, 1998. A Review:
Potentials for Biotechnological Applications of Keratin-Degrading

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

Microorganisms and Their Enzymes for Nutritional Improvement of Feathers


and Other Keratins as Livestock Feed Resources. Bioresour. Technol, 66:
1-11.
Parthipan P, Preetham E, Machuca LL, Rahman PKSM, Murugan K, Rajasekar A,
2017. Biosurfactant and Degradative Enzymes Mediated Crude Oil
Degradation by Bacterium Bacillus subtilis A1. Front. Microbiol, 8: 193.
Paula AV, Barboza JCS, Castro HF, 2005. Study of The Influence of Solvent,
Carbohydrate and Fatty Acid in The Enzymatic Synthesis of Sugar Esters by
Lipases. Química Nova, 28(5): 792-796.
Pinsirodom P, Parkin KL, 2001. Lipase Assay. Current Protocols in Food Analytical
Chemistry C3.1.1-C3.1.13. John Wiley & Sons, Inc.
Plaza G, Zjawiony I, Banat I, 2006. Use of Different Methods for Detection of
Thermophilic Biosurfactant-Producing Bacteria from Hydrocarbon-
Contaminated Bioremediated Soils. J Petro Science Eng, 50: 71-77.
Pradhan AK, Pradhan N, 2015. Microbial Biosurfactant for Hydrocarbons and Heavy
Metals Bioremediation. Chapter 5. In: Sukla L., Pradhan N., Panda S., Mishra
B. (eds) Environmental Microbial Biotechnology. Soil Biology, 45: 91-104.
Springer, Cham.
Prasanthi N, Bhargavi S, Machiraju PVS, 2016. Chicken Feather Waste – A Threat
to the Environment. International Journal of Innovative Research in Science,
Engineering and Technology. Doi:10.15680/IJIRSET.2016.0509188 [diakses:
16 Juni 2018].
Ramnath L, Sithole B, Govinden R, 2017. Identification of Lipolytic Enzymes
Isolated from Bacteria Indigenous to Eucalyptus wood Species for
Application in The Pulping Industry. Biotechnology Reports, 15: 114-124.
Rathi P, Saxena RK, Gupta R, 2001. A Novel Alkaline Lipase from Burkholderia
cepacia for Detergent Formulation. Process Biochem, 37: 187-192.
Reis P, Holmberg K, Watzke H, Leser ME, Miller R, 2009. Lipases at Interfaces.
Advances in Colloid and Interface Science 147-148: 237-250.
Saisuburamaniyan N, Krithika L, Dileena KP, Sivasubramanian S, Puvanakrishnan
R, 2004. Lipase Assay in Soils by Copper Soap Colorimetry. Analytical
Biochemistry, 330: 70-73.
Santos DKF, Rufino RD, Luna JM, Santos VA, Sarubbo LA, 2016. Biosurfactants:
Multifunctional Biomolecules of the 21st Century. Int. J. Mol. Sci, 17: 401.
Schmidt-Dannert C, Sztajer H, Stocklein W, Menge U, Schmid RD, 1994. Screening,
Purification and Properties of A Thermophilic Lipase from Bacillus
thermocatenulatus. Biochim Biophys Acta, 1214: 43-53.
Sethi BK, Rout JR, Das R, Nanda PK, Sahoo SL, 2013. Lipase Production by
Aspergillus terreus Using Mustard Seed Oil Cake as A Carbon Source.
Annals of Microbiology, 63(1): 241-252.
Sharma P, Sharma N, Pathania S, Handa S, 2017. Purification and Characterization
of Lipase by Bacillus methylotrophicus PS3 Under Submerged Fermentation

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

and Its Application in Detergent Industry. Journal of Genetic Engineering


and Biotechnology, http://dx.doi.org/10.1016/j.jgeb.2017.06.007 [diakses: 22
Juni 2018].
Sharma R, Chisti Y, Banerjee UC, 2001. Production, Purification, Characterization,
and Applications of Lipases. Biotechnol Adv. 19: 627-662.
Sharma R, Soni SK, Vohra RM, Gupta LK, Gupta JK, 2002. Purification and
Characterisation of A Thermostable Alkaline Lipase from A New
Thermophilic Bacillus sp. RSJ-1. Process Biochemistry, 37(10): 1075-1084.
Shoeb E, Ahmed N, Akhter J, Badar U, Siddiqui K, Ansari FA, Waqar M, Imtiaz S,
Akhtar N, Shaikh QA, Baig R, Butt S, Khan S, Khan S, Hussain S, Ahmed B,
Ansari MA, 2015. Screening and Characterization of Biosurfactant-Producing
Bacteria Isolated from The Arabian Sea Coast of Karachi. Turk J Biol,
39: 210-216.
Sidhu P, Sharma R, Soni SK, Gupta JK, 1998a. Effect of Cultural Conditions on
Extracellular Alkaline Lipase Production from Bacillus sp. RS-12 and Its
Characterization. Ind J Microbiol, 38: 9-14.
Sidhu P, Sharma R, Soni SK, Gupta JK, 1998b. Production of Extracellular Alkaline
Lipase by A New Thermophilic Bacillus sp. Folia Microbiol, 43: 51-54.
Stryer L, Berg JM, Tymoczko JL, 2002. 9 Catalytic Strategies. Biochemistry (5th
ed.). San Francisco: W.H. Freeman. ISBN 0-7167-4955-6.
Sunna A, Hunter L, Hutton CA, Bergquist PL, 2002. Biochemical Characterization
of A Recombinant Thermoalkalophilic Lipase and Assessment of Its
Substrate Enantioselectivity. Enzyme Microb Technol, 31: 472-476.
Swaisgood HE, Bozoglu F, 1984. Heat Inactivation of The Extracellular Lipase from
Pseudomonas fluorescens MC50. J Agric Food Chem, 32: 7-10.
Sztajer H, Maliszewska I, Wieczorek J, 1998. Production of Exogenous Lipase by
Bacteria, Fungi and Actinomycetes. Enzyme Microb Technol, 10: 492-7.
Tabatabaee A, Assadi MM, Noohi AA, Sajadian VA, 2005. Isolation of
Biosurfactant Producing Bacteria from Oil Reservoirs. Iranian J ENV Health
Sci Eng, 2(1): 6-12.
Thakur V, Tewari R, Sharma R, 2014. Evaluation of Production Parameters for
Maximum Lipase Production by P. stutzeri MTCC 5618 and Scale-Up in
Bioreactor. Chinese Journal of Biology, Article ID 208462, 14 pages
http://dx.doi.org/10.1155/2014/208462 [diakses: 24 Juni 2018].
Thavasi R, Sharma S, Jayalakshmi S, 2011. Evaluation of Screening Methods for
The Isolation of Biosurfactant Producing Marine Bacteria. J. Pet. Environ.
Biotechnol. S1:001. Doi: 10.4172/2157-7463.S1-001
Tripathi R, Singh J, Bharti RK, Thakur IS, 2014. Isolation, Purification and
Characterization of Lipase from Microbacterium sp. and Its Application in
Biodiesel Production. Energy Procedia, 54: 518-529.
Uma-maheswari N, Balasundari A, 2016. Optimization and Biodegradation of
Feather Waste. Int J Recent Sci Res. 7(9): 13302-13306.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Van-Hamme JD, Singh A, Ward OP, 2006. Physiological Aspects – Part 1 in A


Series of Papers Devoted to Surfactants in Microbiology and Biotechnology.
Biotechnol. Adv, 24: 604-620.
Veerapagu M, Narayanan DRAS, Ponmurugan K, Jeya KR, 2013. Screening
Selection Identification Production and Optimization of Bacterial Lipase from
Oil Spilled Soil. Asian J Pharm Clin Res, 6(3): 62-67.
Wang W, Cai B, Shao Z, 2014. Oil Degradation and Biosurfactant Production by The
Deep Sea Bacterium Dietzia maris As-13-3. Front. Microbiol, 5: 711.
Wang Y, Srivastava KC, Shen GJ, Wang HY, 1995. Thermostable Alkaline Lipase
from A Newly Isolated Thermophilic Bacillus, strain A30-1 (ATCC 53841).
J Ferment Bioeng, 79: 433-438.
Wei C, Cheong, Aqlima S, Ahmad, Toung P, Ooi, Yee L, Phang, 2017. Treatments
of Chicken Feather Waste. Pertanika Journal of Scholarly Research Reviews.
PJSRR, 3(1): 32-41.
Youssef NH, Duncan KE, Nagle DP, Savage KN, Knapp RM, McInerney MJ, 2004.
Comparison of Methods to Detect Biosurfactant Production by Diverse
Microorganisms. J Microbiol Methods, 56: 339-347.
Zhang Y, Meng K, Wang Y, Luo H, Yang P, Shi P, Wu N, Fan Y, Li J, Yao B, 2008.
A Novel Proteolysis-Resistant Lipase from Keratinolytic Streptomyces
fradiae var. k11. Enzyme Microb. Technol, 42: 346-352.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Prosedur Kerja Penelitian

Penyiapan Kultur Bakteri

Uji Kualitatif Aktivitas Lipase

Penyiapan Medium
Produksi Enzim Lipase

Produksi Enzim Lipase

Pengukuran Jumlah Penyiapan Enzim Lipase


Sel Bakteri Ekstrak Kasar

Pembuatan Kurva
Pengukuran Aktivitas Uji Aktivitas Produksi
Standar Asam
Lemak Bebas Enzim Lipase Biosurfaktan :
Asam Oleat (Lipase Assay)

Uji Oil Dis-


Pembuatan Kurva placement
Pengukuran
Standar Protein
Konsentrasi Protein
Bovine Serum
dan Aktivitas Spesifik
Albumin (BSA)
Enzim Lipase
Uji Aktivitas
Emulsifikasi

Karakterisasi Enzim Lipase :


Pengaruh pH dan Suhu
terhadap aktivitas lipase

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Lampiran 2. Penyiapan Media NA, PCA, ROA, MGMO

a. Penyiapan Media Nutrient Agar (NA)


Media NA (Nutrient Agar) / L :
 Media NA (HiMedia) 28 g
 Akuades s/d 1000 mL
Cara penyiapan :
Media NA sebanyak 28 g dilarutkan ke dalam akuades sampai dengan
1000 mL. Kemudian medium NA dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya medium
NA disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

b. Penyiapan Media Plate Count Agar (PCA)


Media PCA (Plate Count Agar) / L :
 Media PCA (Merck) 22,5 g
 Akuades s/d 1000 mL
Cara penyiapan :
Media PCA sebanyak 22,5 g dilarutkan ke dalam akuades sampai dengan
1000 mL. Kemudian medium PCA dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya
medium PCA disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

c. Penyiapan Media Rhodamin-B Olive oil Agar (ROA)


Media ROA ini dipreparasi sesuai dengan yang dideskripsikan oleh Kouker
dan Jaeger (1987). Media ini digunakan untuk uji kualitatif aktivitas lipase.
Komposisi media ROA (Rhodamine-B Olive oil Agar) / L :
 Rhodamine-B [0,001% (b/v)] 10 mL
 Minyak zaitun (olive oil) (Bertolli) 25 mL
 Media NA (HiMedia) 28 g
 Akuades s/d 1000 mL
Cara penyiapan :
Media NA sebanyak 28 g dilarutkan ke dalam akuades 500 mL. Kemudian
medium NA dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya pada medium NA
ditambahkan larutan Rhodamine-B 10 mL, minyak zaitun 2,5 mL, dan ditambahkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

kembali akuades hingga volumenya mencapai 1000 mL. Medium ROA disterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

d. Penyiapan Media Mineral Growth Medium & Oil (MGMO)


Media MGMO ini dipreparasi sesuai dengan yang dideskripsikan oleh
Mobarak-Qamsari et al. (2011). Media ini digunakan untuk produksi lipase.
Komposisi media MGMO (Mineral Growth Medium & Oil)/L :
 Pepton 0,2% (b/v) 2g
 Amonium dihidrogen fosfat (NH4H2PO4) 0,1% (b/v) 1g
 Natrium klorida (NaCl) 0,25% (b/v) 2,5 g
 Magnesium sulfat (MgSO4.7H2O) 0,04% (b/v) 0,4 g
 Kalsium klorida (CaCl2.2H2O) 0,04% (b/v) 0,4 g
 Minyak zaitun (Bertolli) 2,5% (v/v) 25 mL
 Akuades sampai dengan 100% (v/v) s/d 1000 mL
Cara penyiapan :
Semua bahan dicampur dan dilarutkan dengan menambahkan akuades hingga
volumenya mencapai 1000 mL. Medium MGMO kemudian disterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Lampiran 3. Penyiapan Reagen CAPR dan Larutan Fisiologis

Lampiran 3a. Penyiapan Reagen Cupric Asetat Piridin (CAPR)/Copper Reagent


Reagen CAPR dipreparasi sesuai dengan yang dideskripsikan oleh Lowry dan
Tinsley (1976). Reagen ini digunakan untuk pengukuran asam lemak bebas pada
pengujian aktivitas lipase (lipase assay).
Komposisi Reagen Cupric Asetat Piridin (Copper Reagent) 5% / 100 mL :
 Cupric acetate (copper (II) acetate monohydrate) 5g
 Akuades s/d 100 mL
 Piridin secukupnya
Cara penyiapan :
Sebanyak 5 gr cupric acetate (copper (II) acetate monohydrate) dimasukkan
ke dalam akuades sampai dengan 100 mL dan dihomogenkan. Larutan cupric asetat
kemudian disaring dengan kertas Whatman No.1 dan pH di disesuaikan sampai pH 6
menggunakan piridin

Lampiran 3b. Penyiapan Larutan Fisiologis


Komposisi larutan fisologis (NaCl 0,9%) / L :
 Natrium klorida (NaCl) 0,9% (b/v) 9g
 Akuades s/d 1000 mL
Cara penyiapan :
Natrium klorida (NaCl) sebanyak 9 g dilarutkan dalam akuades sampai
dengan 1000 mL. Larutan fisiologis (NaCl 0,9%) disterilisasi menggunakan autoklaf
pada suhu 121oC selama 15 menit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Lampiran 4. Penyiapan Larutan pH Buffer

a. Penyiapan Buffer Asetat (pH 4 dan 5)


Komposisi Buffer Asetat 0,2 M :
 Larutan stok A : larutan CH3COOH 0,2 M
(1,2 mL asam asetat pekat (CH3COOH) dalam 100 mL akuades)
 Larutan stok B : larutan CH3COONa 0,2 M
(2,7 g natrium asetat (CH3COONa) dalam 100 mL akuades)

Buffer Asetat pH 4 0,1 M / 100 mL


Cara penyiapan :
Larutan stok A sebanyak 80 mL ditambah dengan larutan stok B sebanyak
20 mL hingga diperoleh 100 mL larutan buffer asetat pH 4 0,2 M. Selanjutnya
diambil 50 mL dari larutan buffer asetat pH 4 0,2 M ditambahkan akuades hingga
100 mL, hingga diperoleh larutan larutan buffer asetat pH 4 0,1 M sebanyak 100 mL.

Buffer Asetat pH 5 0,1 M / 100 mL


Cara penyiapan :
Larutan stok A sebanyak 30 mL ditambah dengan larutan stok B sebanyak
70 mL hingga diperoleh 100 mL larutan buffer asetat pH 5 0,2 M. Selanjutnya
diambil 50 mL dari larutan buffer asetat pH 5 0,2 M ditambahkan akuades hingga
100 mL, hingga diperoleh larutan larutan buffer asetat pH 5 0,1 M sebanyak 100 mL.

b. Penyiapan Buffer Fosfat (pH 6; 7 dan 8)


Komposisi Buffer Fosfat 0,1 M :
 Larutan stok A : larutan Na2HPO4.2H2O 0,1 M
(1,77 g disodium fosfat (Na2HPO4.2H2O) dalam 100 mL akuades)
 Larutan stok B : larutan NaH2PO4.2H2O 0,1 M
(1,56 g monosodium fosfat (NaH2PO4.2H2O) dalam 100 mL akuades)

Buffer Fosfat pH 6 0,1 M / 100 mL


Cara penyiapan :
Larutan stok A sebanyak 12,3 mL ditambah dengan larutan stok B sebanyak
87,7 mL hingga diperoleh larutan buffer fosfat pH 6 0,1 M sebanyak 100 mL.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Buffer Fosfat pH 7 0,1 M / 100 mL


Cara penyiapan :
Larutan stok A sebanyak 61,1 mL ditambah dengan larutan stok B sebanyak
38,9 mL hingga diperoleh larutan buffer fosfat pH 7 0,1 M sebanyak 100 mL.

Buffer Fosfat pH 8 0,1 M / 100 mL


Cara penyiapan :
Larutan stok A sebanyak 94,7 mL ditambah dengan larutan stok B sebanyak
5,3 mL hingga diperoleh larutan buffer fosfat pH 8 0,1 M sebanyak 100 mL.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Lampiran 5. Kurva Standar Asam Lemak Bebas Asam Oleat

0,15
y = 0,0051x - 0,0053
Absorbansi (715 nm)

R² = 0,9947
0,10

0,05

0,00
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25
Jumlah Asam Oleat (μmol)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Lampiran 6. Kurva Standar Protein Bovine Serum Albumin (BSA)

0,4
y = 0,0002x - 0,016
R² = 0,9902
Absorbansi (595 nm)

0,3

0,2

0,1

0
0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000
Konsentrasi BSA (μg/mL)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Lampiran 7. Data Hasil Aktivitas Lipase dan Biosurfaktan

Lampiran 7.1. Aktivitas Lipase dan Jumlah Sel Bakteri Keratinolitik


Bakteri Inkubasi Optimum Aktivitas Jumlah Sel
(hari ke-) Lipase (U/mL) (Log CFU/mL)
E. tabaci PK09 8 2,054 9,473
A. media LU04 4 3,767 10,134
LU02 7 0,629 9,446
LU01 7 0,499 9,439

Lampiran 7.2. pH Optimum Aktivitas Lipase Bakteri Keratinolitik


Bakteri Inkubasi Optimum pH Aktivitas
(hari ke-) Optimum Lipase (U/mL)
E. tabaci PK09 8 7 2,074
A. media LU04 4 7 3,819
LU02 7 8 0,793
LU01 7 7 0,512

Lampiran 7.3. Suhu Optimum Aktivitas Lipase Bakteri Keratinolitik


Inkubasi pH Suhu Aktivitas
Bakteri Optimum Optimum Optimum Lipase (U/mL)
(hari ke-) (oC)
E. tabaci PK09 8 7 40 2,845
A. media LU04 4 7 40 3,858
LU02 7 8 40 0,825
LU01 7 7 45 0,688

Lampiran 7.4. Nilai IE24 dan Aktivitas Spesifik Lipase Bakteri Keratinolitik
Bakteri Inkubasi Optimum Nilai IE24 Aktivitas
(hari ke-) (%) Spesifik (U/mg)
E. tabaci PK09 8 15 0,346
A. media LU04 4 20 0,443
LU02 7 9 0,183
LU01 7 6 0,178

Keterangan:
CFU : Colony Forming Unit
IE24 : Indeks Emulsifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FOTO DOKUMENTASI PENELITIAN

Pengukuran Aktivitas Lipase Pengukuran Konsentrasi Protein

Pengukuran Oil Displacement Area Pengukuran Indeks Emulsifikasi

Media Rhodamin-B Olive oil Agar Penyiapan Media MGMO

Laminar Air Flow Penyiapan Kultur Bakteri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Starter Bakteri Kultur Produksi Enzim Lipase

Alat Inkubator Shaker Inkubasi Kultur Produksi Lipase

Pemanenan Ekstrak Lipase Kasar Alat Sentrifus

Pemisahan Supernatan Bebas Sel Sentrifugasi 13.000 rpm

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ekstrak Kasar Enzim Lipase Alat Mikropipet

Protein Bovine Serum Albumin Standar Protein BSA

Standar Asam Oleat Reagen Cupric Asetat Piridin

Total Plate Count Minyak Zaitun Bertolli

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Reagen Bradford Pelarut Isooktan (Merck)

Alat Spektrofometer Alat Autoklaf

Serbuk Rhodamin-B Kristal Cupric Asetat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai