TESIS
TESIS
DATA PRIBADI
RIWAYAT PENDIDIKAN
ABSTRAK
ABSTRACT
The aim of this study was to determine lipase and biosurfactant activity of
keratinolytic bacteria. Lipase activity assay was carried out qualitatively using the
sensitive plate assay method using rhodamine-B olive oil agar (ROA plate assay)
and quantitatively using copper soap colorimetry method using cuppric acetate-
pyridine reagent (CAPR) as a dye and olive oil as a substrate. Characterization of
lipase was performed in pHs (4; 5; 6; 7 and 8) and temperature (30; 35; 40; 45 and
50 oC). Assay of biosurfactant production activity was conducted using oil
displacement test method to measured oil displacement area (ODA) and
emulsification activity assay to measured emulsification index (EI24). The four
keratinolytic bacteria in this study had lipase and biosurfactant activity. Two
potential bacteria were obtained Aeromonas media LU04 and Enterobacter tabaci
PK09 which had higher lipase and biosurfactant activity than isolates LU02 and
LU01. Both bacteria of A. media LU04 and E. tabaci PK09 had more orange
fluorescence around the colony with specific lipase of 0.443 and 0.346 U/mg,
respectively. The lipase activity of both bacteria was optimum at pH 7 and
temperature at 40 oC. Biosurfactant production activity in both bacteria was
obtained with each ODA value of 38 and 15 mm and EI24 values of 20 and 15%. The
maximum of lipase and biosurfactant activity was obtained on the fourth and eighth
days for A. media LU04 and E. tabaci PK09, respectively. Increased biosurfactant
activity is in line with lipase activity because biosurfactant is produced by the
presence of lipase activity, and in the lipase activity is needed of biosurfactant
activity.
Wassalamu’alaikum wr wb.
Halaman
PENGESAHAN TESIS i
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
PRAKATA v
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN 45
1.2 Permasalahan
Aktivitas lipase dan biosurfaktan diperlukan dalam proses biodegradasi
limbah bulu ayam dikarenakan pada permukaan bulu ayam terdapat lapisan minyak
yang menutupi seluruh permukaannya yang dapat melindungi dan meningkatkan
ketahanannya terhadap air sehingga dapat menghalangi proses biodegradasi oleh
bakteri keratinolitik. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian aktivitas lipase dan
biosurfaktan pada bakteri keratinolitik yang mampu mendegradasi bulu ayam.
proses bioteknologi yang ramah lingkungan (Balaji et al., 2008; Khardenavis et al.,
2009).
Dalam biodegradasi bulu ayam, pemanfaatan bakteri keratinolitik selain dapat
menghasilkan keratinase juga diketahui mampu menghasilkan lipase. Hal ini
dikarenakan pada bulu ayam terdapat sekitar 1% lapisan minyak yang menutupi
permukaannya (Cheung et al., 2009). Adanya lapisan minyak pada permukaan bulu
ayam meningkatkan ketahanannya terhadap air sehingga dapat menghalangi proses
biodegradasi oleh bakteri keratinolitik (Considine, 2000). Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk mengetahui adanya aktivitas lipase pada bakteri keratinolitik seperti
pada penelitian Considine (2000) dan Uma-maheswari dan Balasundari (2016)
dengan diperolehnya bakteri potensial yang tidak hanya memiliki aktivitas keratinase
namun juga memiliki aktivitas lipase.
Strain bakteri keratinolitik yang diketahui memiliki aktivitas lipase adalah
Bacillus (B. cereus, B. subtilis, B. coagulans, B. megaterium, B. licheniformis dan
B. amyloliquefaciens) (Uma-maheswari dan Balasundari, 2016). Selain bakteri ada
juga strain jamur keratinolitik yang diketahui memiliki aktivitas lipolitik seperti
Aspergillus flavus dan Fusarium solani (Kannahi dan Ancy, 2012).
dari C6 (Helisto dan Korpela, 1998; Kulkarni dan Gadre, 2002) yang dapat larut
dalam air (Pinsirodom dan Parkin, 2001). Ciri khas lipase adalah aktivasinya pada
interfasial (antar muka) air dan lemak (water-lipid interface) (Martinelle et al.,
1995).
Lipase hampir tidak menunjukkan adanya aktivitasnya pada substrat lipid
sehingga diperlukan adanya aktivasi interfasial (antar muka) dari lipase oleh
perubahan protein yang menyebabkan aktivitasnya meningkat. Lipase mengandung
triad katalitik yang sisi aktifnya tertutup di bagian bawah sehingga sisi aktifnya tidak
dapat diakses oleh substrat (Martinelle et al., 1995). Triad katalitik merupakan satu
set tiga asam amino terkoordinasi yang dapat ditemukan pada sisi aktif beberapa
enzim yang paling sering ditemukan pada enzim hidrolase dan transferase (misalnya
protease, amidase, esterase, asilase, lipase dan β-laktamase) (Dodson dan Wlodawer,
1998; Stryer et al., 2002).
Enzim lipase dapat diperoleh dari hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme.
Namun penggunaan enzim lipase terbesar dalam industri komersial bersumber dari
mikroorganisme yang disintesis secara ekstraseluler (Sharma et al., 2001). Beberapa
jenis bakteri yang diketahui mampu menghasilkan enzim lipase secara komersial
yaitu Pseudomonas alcaligenes, P. mendocina, Burkholderia cepacia dan
Chromobacterium viscosum. Selain bakteri ada juga pada fungi yaitu Candida
rugosa, C. antarctica, Thermomyces lanuginosus dan Rhizomucor miehei (Jaeger dan
Reetz, 1998).
Sumber mikroorganisme yang menghasilkan lipase umumnya banyak
ditemukan di berbagai habitat seperti limbah industri minyak, pabrik pengolahan
minyak sayur, pabrik susu, tanah yang terkontaminasi dengan minyak, dan lain-lain
(Sztajer et al.,1998). Lingkungan yang berminyak seperti aliran minyak dari pabrik
minyak bisa memberikan lingkungan yang baik untuk isolasi mikroorganisme
penghasil lipase (Gupta et al., 2004). Isolat bakteri keratinolitik yang mampu
mendegradasi bulu ayam juga dapat dijadikan sebagai sumber bakteri penghasil
lipase (Considine, 2000; Uma-maheswari dan Balasundari, 2016).
sel (bekerja secara ekstraseluler) sangat dipengaruhi oleh nutrisi dan faktor fisiko-
kimia, seperti suhu, pH, sumber nitrogen dan karbon, garam anorganik, agitasi dan
konsentrasi oksigen terlarut (Gupta et al., 2004). Bakteri umumnya menghasilkan
enzim lipase dalam kondisi pertumbuhan yang cenderung basa. Sedangkan pada
jamur menghasilkan enzim lipase dalam kondisi pertumbuhan yang cenderung asam
(Kakde dan Chavan, 2011; Sethi et al., 2013).
Karakteristik aktivitas enzim lipase bakteri umumnya berada pada pH dan
suhu kinetika yang cenderung netral (Dharmsthiti dan Luchai, 1999; Lee et al.,
1999). Umumnya pH optimum enzim lipase bakteri adalah netral cenderung basa
(Schmidt-Dannert et al., 1994; Sidhu et al., 1998a, 1998b; Kanwar dan Goswami,
2002; Sunna et al., 2002), namun ada juga bakteri yang memiliki aktivitas lipase
pada rentang pH optimum yang lebih luas yaitu pH 3 sampai 12 seperti pada bakteri
Bacillus stearothermophilus SB-1, B. atrophaeus SB-2 dan B. licheniformis SB-3
(Bradoo et al., 1999).
Selain pH, suhu juga dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Suhu optimum
enzim lipase bakteri umumnya pada kisaran 30 – 60 °C (Lesuisse et al., 1993; Wang
et al., 1995; Dharmsthiti et al., 1998; Litthauer et al., 2002). Suhu yang tinggi dapat
menyebabkan terjadinya denaturasi enzim dan menurunkan aktivitas enzim. Namun
sifat termostabilitas (tahan panas) enzim pada suhu tinggi menunjukkan bahwa
enzim tersebut dapat digunakan dalam industri. Hal ini karena sifat unik yang
dimilikinya yaitu protein yang memiliki sifat termostabil (Sharma et al., 2017).
Termostabilitas enzim lipase dapat ditingkatkan dengan penambahan
stabilisator seperti etilena glikol, sorbitol, dan gliserol, misalnya pada Bacillus sp.
dengan aktivitas enzim yang dapat dipertahankan pada suhu 70 °C bahkan sampai
setelah 150 menit (Nawani dan Kaur, 2000). Lipase termotoleran pada Pseudomonas
diketahui dapat stabil pada suhu 100 °C atau bahkan lebih dari 150 °C dengan waktu
paruh beberapa detik (Swaisgood dan Bozoglu, 1984; Rathi et al., 2001). Lipase
yang termotoleran juga diperoleh pada B. stearothermophilus, dengan waktu paruh
15 – 25 menit pada 100 °C (Bradoo et al., 1999).
2.5 Biosurfaktan
Biosurfaktan merupakan senyawa aktif permukaan (surface active compound)
yang merupakan molekul-molekul heterogen aktif yang dapat diproduksi oleh
air dan fasa minyak dengan adanya pengemulsi. Oleh karena itu antarmuka adalah
titik kunci untuk biokatalisis lipase dan tempat yang tepat untuk memodulasi lipolisis
(Reis et al., 2009). Menurut Sharma et al. (2017) dapat dipastikan bahwa perolehan
aktivitas lipase menjadi lebih tinggi dengan adanya penambahan surfaktan, bukan
karena peningkatan transkripsi lipase dan peningkatan sekresi lipase. Kiran dan
Chandra (2008) melaporkan aktivitas lipase diperoleh 90% dengan adanya
penambahan surfaktan Tween 20, Tween 80 dan Triton X-100. Surfaktan Tween 20
meningkatkan aktivitas lipase dari Pseudomonas aeruginosa SRT 9 seperti yang
diteliti oleh Borkar et al. (2009). Pengetahuan tentang pengaruh komposisi
antarmuka pada katalisis lipase masih terbatas dan hanya dijelaskan dengan istilah
"kualitas antarmuka". Studi berdasarkan pendekatan biofisik mungkin untuk pertama
kalinya menunjukkan efek dari interfasial mikro biosurfaktan terhadap katalisis
lipase (Reis et al., 2009).
Adanya aktivitas lipase pada bakteri Actinomycetes nocardiopsis strain A17
yang ditunjukkan pada permukaan air-minyak, maka dapat dinyatakan bahwa
kehadiran lipase mampu menghasilkan bio-pengemulsi (bioemulsifier) (Chakraborty
et al., 2015). Selain pada bakteri, aktivitas lipase dan biosurfaktan juga diperoleh
pada jamur Aspergillus sp. O-8 yang diisolasi dari tanah yang terkontaminasi minyak
diesel. Hal ini menunjukkan bahwa biosurfaktan dapat diproduksi sejalan dengan
lipase dalam satu kultur cair pada bioproses industri (Colla et al., 2010).
bakteri pada media NA berumur 24 jam (Thakur et al., 2014). Isolat bakteri
diinokulasikan ke dalam 5 mL larutan fisiologis (NaCl 0,9%) sampai diperoleh
suspensi bakteri OD600 = 0,5. Kemudian sebanyak 5% (v/v) atau 0,5 mL suspensi
bakteri OD600 = 0,5 dimasukkan ke dalam 10 mL medium MGMO. Selanjutnya
diinkubasi pada suhu 37 oC dalam incubator shaker dengan kecepatan 160 rpm,
selama 24 jam hingga diperoleh starter bakteri.
(berdasarkan pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas lipase) dan uji aktivitas
produksi biosurfaktan (oil displacement area dan emulsification index).
BSA dengan nilai absorbansi (λ=595 nm) (Bradford, 1976). Kurva standar protein
BSA dapat dilihat pada Lampiran 6.
selanjutnya dilakukan sesuai dengan metode yang telah dijelaskan sebelumnya pada
sub bab 3.3.7.
Keterangan :
IE = Indeks Emulsifikasi
K A B
C D
Gambar 4.1 Perubahan Warna Media ROA pada Uji Kualitatif Aktivitas Lipase
Bakteri Keratinolitik, inkubasi 8 hari diamati dibawah sinar UV 350
nm. (K). Kontrol (tanpa bakteri); (A). E. tabaci PK09; (B). A. media
LU04; isolat (C). LU02 dan (D). LU01.
oranye terlihat kurang jelas, sangat sedikit sekali, bahkan hampir tidak terlihat
adanya pendaran berwarna oranye.
Dari keempat bakteri diperoleh dua bakteri yang memiliki pendaran berwarna
oranye yang jelas. Tingkat intensitas pendaran berwarna oranye keempat bakteri
keratinolitik dapat dilihat pada Tabel 4.1.
berwarna oranye di sekitar koloni bakteri menjadi indikator bahwa koloni bakteri
mampu menghasilkan enzim lipase. Penggunaan rhodamin-B bertujuan untuk
mengetahui adanya asam lemak bebas yang dihasilkan dari hidrolisis lemak oleh
enzim lipase. Mekanisme yang terjadi adalah asam lemak bebas yang dilepaskan
akan membentuk kompleks antara kationik rhodamin-B dengan ion asam lemak
sehingga membentuk pendaran berwarna oranye disekitar koloni. Adanya pendaran
berwarna oranye yang terbentuk pada media ROA dapat dijadikan penentu dalam
pemilihan mikroorganisme produsen lipase (Kim et al., 2001).
Menurut Ramnath et al. (2017) untuk memperoleh tingkat keberhasilan yang
tinggi dalam pengujian aktivitas lipase secara kualitatif dapat digunakan metode
yang dikembangkan oleh Kouker dan Jaeger (1987) menggunakan media yang
mengandung minyak zaitun dan rhodamin-B. Hal ini sesuai seperti yang dilakukan
oleh Kumar et al., (2012) dalam penelitiannya diperoleh hasil adanya aktivitas lipase
pada Bacillus sp. strain DVL2 dengan terbentuknya pendaran berwarna oranye di
sekitar koloni pada media agar yang mengandung minyak zaitun dan rhodamin-B.
5 10,5
2 9
1 8,5
0 8
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (hari)
Gambar 4.2 Aktivitas Lipase dan Pertumbuhan Sel Bakteri E. tabaci PK09; A. media
LU04; isolat LU02 dan LU01, pada media MGMO, suhu 37oC, pH 7,
inkubasi 8 hari dalam inkubator shaker 160 rpm
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat aktivitas lipase berhubungan dan sejalan
dengan pola pertumbuhan sel bakteri. Aktivitas lipase maksimum pada A. media
LU04 berada pada awal fase stasioner pertumbuhan sel, sedangkan pada E. tabaci
PK09, isolat LU02 dan LU01 aktivitas lipase maksimum berada pada fase stasioner
hingga menjelang akhir masa inkubasi (data aktivitas lipase dan jumlah sel bakteri
dapat dilihat pada Lampiran 7.1). Hal ini dikarenakan pertumbuhan sel bakteri
A. media LU04 lebih cepat dibandingkan ketiga bakteri lainnya. Pertumbuhan sel
bakteri A. media LU04 pada fase stasioner berjalan singkat dan selanjutnya menuju
fase kematian, sehingga aktivitas lipase meningkat cepat dan mencapai maksimum
pada awal fase stasioner selanjutnya juga ikut menurun saat menuju fase kematian.
Sedangkan pada E. tabaci PK09, isolat LU02 dan LU01 pertumbuhan sel pada fase
stasioner berjalan panjang dan lama, sehingga aktivitas lipase mengalami
peningkatan secara perlahan pada fase stasioner hingga mencapai maksimum pada
menjelang akhir masa inkubasi. Meskipun aktivitas lipase pada ketiga bakteri
menunjukkan peningkatan secara perlahan, namun secara keseluruhan aktivitas
lipase pada keempat bakteri relatif sejalan dengan pola pertumbuhan selnya.
Minyak zaitun yang ditambahkan ke dalam media MGMO pada penelitian ini
adalah sebagai inducer dan sebagai sumber karbon untuk produksi lipase. Menurut
Gupta et al. (2004) enzim lipase bakteri umumnya diproduksi pada substrat minyak
atau substrat lipid lainnya sebagai karbon. Dalam penelitian Malekabadi et al.
(2017), strain Bacillus licheniformis KM12 yang diinokulasikan ke dalam medium
garam mineral dasar dengan tambahan minyak zaitun dapat menghasilkan aktivitas
lipase yang lebih tinggi dibandingkan dengan medium kontrol tanpa sumber karbon
minyak zaitun. Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Boekema
et al. (2007) yang menunjukkan bahwa aktivitas enzim lipase umumnya diinduksi
dengan adanya sumber lipid (triasilgliserol) seperti minyak zaitun.
Pada penelitian ini rendahnya nilai aktivitas lipase yang diperoleh pada
A. media LU04 dan E. tabaci PK09 disebabkan karena kurang optimumnya kondisi
media pertumbuhan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sel dalam memproduksi
lipase. Hal ini didukung oleh penelitian Uma-maheswari dan Balasundari (2016)
dimana aktivitas lipase ekstrak kasar bakteri keratinolitik Bacillus cereus sebelum
dilakukan optimalisasi media kultur pertumbuhan diperoleh sebesar 2,1 U/mL.
Namun setelah dilakukan optimalisasi medium kultur pada bakteri keratinolitik
Bacillus cereus, aktivitas lipase meningkat menjadi 61,3 U/mL dengan sumber
karbon sukrosa, dan menjadi 68,6 U/mL dengan sumber nitrogen ekstrak ragi (yeast
extract).
meningkat. Aktivitas spesifik lipase maksimum pada keempat bakteri dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
0,5 9
8
Aktivitas Spesifik Lipase (U/mg)
0,1 2
1
0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (hari)
Aktivitas Spesifik E. tabaci PK09 Aktivitas Spesifik A. media LU04
Aktivitas Spesifik LU02 Aktivitas Spesifik LU01
Protein E. tabaci PK09 Protein A. media LU04
Protein LU02 Protein LU01
Gambar 4.3 Konsentrasi Protein dan Aktivitas Spesifik Lipase Bakteri E. tabaci
PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan LU01, pada media MGMO,
suhu 37 oC, pH 7, inkubasi 8 hari dalam inkubator shaker 160 rpm
yang terdapat pada enzim lipase ekstrak kasar yang bukan merupakan protein murni
enzim lipase. Hal ini sesuai dengan penelitian Tripathi et al. (2014) dimana aktivitas
spesifik lipase yang diperoleh pada bakteri Microbacterium sp. setelah dilakukan
pemurnian enzim menjadi lebih tinggi yaitu sebesar 4,9 U/mg daripada sebelum
dilakukannya pemurnian enzim lipase. Dalam hal ini pemurnian enzim dilakukan
untuk meningkatkan aktivitas spesifik lipase, karena pada pemurnian enzim hanya
protein yang diinginkan yang diperoleh sedangkan protein lainnya dibuang. Sehingga
protein yang diperoleh adalah protein murni enzim lipase itu sendiri.
Menurut Bisswanger (2014) meskipun aktivitas enzim tidak ditentukan oleh
konsentrasi protein, namun unit aktivitas enzim berfungsi untuk mengukur enzim
spesifik. Hal ini karena potensi katalitik yang merupakan sifat penting enzim
bukanlah merupakan fungsi protein secara umum. Bahkan enzim yang sama
kemurniannya dapat berbeda aktivitasnya. Hal ini dikarenakan sebagian enzim yang
tidak aktif tidak dapat dipisahkan dengan enzim yang aktif hanya dengan
menganalisis kadar protein. Kemurnian enzim biasanya ditunjukkan dengan aktivitas
spesifik enzim, yaitu unit aktivitas enzim dibagi dengan kandungan protein. Semakin
tinggi nilai aktivitas spesifik, maka semakin murni enzimnya. Sedangkan nilai
aktivitas spesifik yang lebih rendah menunjukkan adanya kotoran atau parsial
inaktivasi enzim.
0
4 5 6 7 8
pH
Gambar 4.4 Profil Pengaruh pH terhadap Aktivitas Lipase Bakteri E. tabaci PK09;
A. media LU04; isolat LU02 dan LU01
Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa kisaran pH optimal untuk
aktivitas lipase pada keempat bakteri adalah berada pada pH netral (pH 7 - 8). Hal ini
sesuai dengan yang dinyatakan oleh Gupta et al., (2004) bahwa aktivitas lipase
bakteri berada optimum pada suasana pH netral. Pada penelitian Sharma et al. (2017)
aktivitas lipase maksimum pada Bacillus methylotrophicus PS3 berada pada pH 7.
Pada penelitian Dharmsthiti et al. (1999) aktivitas lipase maksimum pada Bacillus
sp. THL027 juga diperoleh pada pH 7. Demikian juga pada penelitian Ayaz et al.
(2015) aktivitas enzim lipase pada Streptomyces sp. OC 119-7 menunjukkan aktivitas
optimal pada pH 8, dan pada penelitian Tripathi et al. (2014) aktivitas lipase
maksimum pada Microbacterium sp. berada optimum pada pH netral yaitu 8,5. Pada
penelitian lainnya juga diperoleh aktivitas lipase pada kelompok bakteri Bacillus
termofilik berada optimum pada pH netral dengan kisaran pH 7,2 - 8,5 (Schmidt et
al., 1994; Lee et al, 1999; Dharmsthiti et al., 1999; Imamura et al, 2000). Meskipun
demikian ada juga bakteri yang memiliki aktivitas lipase maksimum di bawah dan di
atas pH 7 dan 8 seperti lipase pada Bacillus thermoleovorans ID-1 yang
menunjukkan aktivitas optimal pada pH 9 (Lee et al., 2001), dan isolat bakteri
Streptomycetes yang memiliki aktivitas lipase maksimum pada pH optimum berkisar
antara pH 6 - 10 (Zhang et al., 2008; Côtê dan Shareck, 2008; Gunalakshmi et al.,
2008; Bielen et al., 2009).
0
30 35 40 45 50
Suhu (oC)
Gambar 4.5 Profil Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Lipase Bakteri E. tabaci PK09;
A. media LU04; isolat LU02 dan LU01
Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa kisaran suhu optimal untuk
aktivitas lipase pada keempat bakteri adalah berada pada suhu 40 - 45 oC (Gambar
4.5). Hal ini sesuai dengan kisaran suhu optimum aktivitas lipase bakteri seperti yang
diperoleh oleh Zhang et al. (2008); Côtê dan Shareck (2008); Gunalakshmi et al.
(2008); Bielen et al. (2009) dimana aktivitas lipase maksimum pada isolat bakteri
Streptomycetes berada pada suhu optimal berkisar antara 20 - 60 oC, seperti pada
Streptomyces sp. OC 119-7 aktivitas lipase berada optimal pada suhu 50 oC (Ayaz et
al., 2015) dan pada Bacillus methylotrophicus PS3 aktivitas lipase berada optimal
pada suhu 55 oC (Sharma et al., 2017).
Menurut Sharma et al. (2017) suhu yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi protein enzim sehingga dapat menurunkan aktivitas lipase.
Meskipun demikian dalam Nawani dan Kaur (2000) stabilitas termal dapat diperoleh
pada spesies Bacillus, Chromobacterium, Pseudomonas dan Staphylococcus. Dimana
termostabilitas enzim pada Bacillus sp. dapat ditingkatkan dengan penambahan
stabilisator seperti etilena glikol, sorbitol, gliserol, dengan aktivitas penahanan enzim
pada suhu 70 °C sampai setelah 150 menit.
Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim sama seperti pengaruh pH terhadap
aktivitas enzim yaitu meningkat dengan meningkatnya suhu hingga mencapai
maksimum dan kemudian diikuti penurunan aktivitas enzim setelah melewati suhu
optimum. Suhu aktivitas enzim pada saat mencapai maksimum disebut sebagai suhu
optimal. Suhu optimum untuk aktivitas enzim tidak selalu ada pada semua enzim, hal
ini tergantung pada reaksinya. Kecepatan reaksi kimia meningkat dengan
peningkatan suhu. Sesuai dengan aturan empiris yaitu kecepatan reaksi kimia
meningkat dua hingga tiga kali setiap kenaikan suhu 10 oC. Ini juga berlaku untuk
reaksi enzim, kecuali pada air mendidih yang dapat membatasi peningkatan reaksi
enzim ini. Di sisi lain struktur tiga dimensi enzim adalah thermo-sensitive (sensitif
terhadap suhu tinggi) dan menjadi tidak stabil pada suhu tinggi sehingga dapat
menyebabkan denaturasi. Proses ini menentang kecepatan reaksi yang bertanggung
jawab terhadap penurunannya pada suhu tinggi. Peningkatan terjadinya denaturasi
tergantung pada suhu dan waktu yang tepat, semakin tinggi suhu maka denaturasi
semakin cepat. Oleh karena itu tidak ada suhu yang tetap untuk aktivitas enzim
maksimum, tergantung pada perlakuan awal enzim. Jika enzim tersebut segera diuji
pada suhu denaturasi, aktivitas denaturasinya akan jauh lebih tinggi daripada jika
disimpan pada suhu yang sama untuk waktu yang lebih lama sebelum memulai
pengujian. Demikian juga waktu dapat mempengaruhi denaturasi pada suhu tertentu,
dimana denaturasi dapat dengan mudah meningkat dengan adanya (atau jika
diperlukannya) waktu persiapan dalam pemulaian pengujian enzim. Hal ini karena
enzim sudah berada dalam campuran termostat pengujian selama waktu persiapan
dan pemulaian pengujian, sehingga denaturasi sudah berlangsung. Oleh karena waktu
yang dibutuhkan untuk persiapan pengujian enzim tidak selalu sama maka hilangnya
aktivitas enzim juga akan bervariasi (Bisswanger, 2014).
30
20
IE (E24) (%)
ODA (mm)
20
10
10
0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (hari)
ODA E. tabaci PK09 ODA A. media LU04
ODA LU02 ODA LU01
IE (E24) E. tabaci IE (E24) A. media
IE (E24) LU02 IE (E24) LU01
Gambar 4.6 Nilai ODA dan IE24 Aktivitas Produksi Biosurfaktan Bakteri E. tabaci
PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan LU01, pada media MGMO,
suhu 37 oC, pH 7, selama 8 hari dalam inkubator shaker 160 rpm
Dua nilai ODA dan IE24 tertinggi diperoleh dengan nilai ODA = 38 dan
15 mm, dan IE24 = 20 dan 15% pada masing-masing bakteri A. media LU04 dan
E. tabaci PK09 (Tabel 4.3). Meskipun demikian adanya nilai ODA dan IE24 yang
diperoleh pada keempat bakteri dapat dinyatakan bahwa keempat bakteri tersebut
memiliki kemampuan menghasilkan biosurfaktan, meskipun dengan nilai yang
berbeda. Menurut Parthipan et al., (2017) adanya produksi biosurfaktan pada bakteri
dapat ditunjukkan dengan adanya aktivitas biosurfaktan melalui uji oil displacement
yang membentuk zona bening dan adanya aktivitas emulsifikasi dengan nilai indeks
emulsifikasi seperti yang ditunjukkan pada Bacillus subtilis A1 dengan perolehan
zona bening sebesar 24 mm dan nilai indeks emulsifikasi sebesar 76%.
20
IE24 (%)
0,3
0,2
10
0,1
0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (hari)
IE24 E. tabaci PK09 IE24 A. media LU04
IE24 Isolat LU02 IE24 Isolat LU01
Aktivitas Spesifik E. tabaci PK09 Aktivitas Spesifik A. media LU04
Aktivitas Spesifik Isolat LU02 Aktivitas Spesifik LU01
Gambar 4.7 Indeks Emulsifikasi dan Aktivitas Spesifik Lipase Bakteri E. tabaci
PK09; A. media LU04; isolat LU02 dan LU01, pada media MGMO,
suhu 37 oC, pH 7, selama 8 hari dalam inkubator shaker 160 rpm
Pada Gambar 4.7 dapat dilihat adanya hubungan antara indeks emulsifikasi
dengan aktivitas lipase dimana meningkatnya aktivitas lipase sejalan dengan
meningkatnya aktivitas produksi biosurfaktan. Adanya hubungan keduanya antara
indeks emulsifikasi dengan aktivitas lipase maka dapat dinyatakan bahwa keempat
bakteri ini memungkinkan untuk memproduksi enzim lipase sekaligus biosurfaktan.
Data hubungan nilai IE24 dan aktivitas lipase keempat bakteri dapat dilihat pada
Lampiran 7.4.
Menurut Desai dan Banat (1997) sintesis lipase dan biosurfaktan oleh
mikroorganisme dapat terjadi karena kebutuhan mikroorganisme untuk
memetabolisme senyawa yang tidak larut dalam air. Biosurfaktan merupakan
senyawa yang dihasilkan oleh reaksi metabolisme sekunder dengan fungsi adhesi dan
motilitas sel; diferensiasi dan aksesibilitas ke substrat; dan molekul penyimpanan
karbon dan energi (Van-Hamme et al., 2006).
Selain pada bakteri, aktivitas biosurfaktan juga diketahui dapat diperoleh
pada jamur. Seperti pada penelitian yang dilakukan Colla et al. (2010) adanya
hubungan antara produksi lipase dan biosurfaktan pada bioproses oleh jamur
Aspergillus sp. O-8 yang diisolasi dari tanah yang terkontaminasi minyak diesel,
menunjukkan bahwa biosurfaktan dapat diproduksi bersamaan dengan lipase pada
media kultur cair dalam satu bioproses industri.
Adanya bagian polar dan non-polar dari molekul yang terbentuk pada
biosurfaktan merupakan sifat surfaktan yang dapat disintesis dari metabolisme lipid
dan karbohidrat (Desai dan Banat, 1997). Mono dan di-gliserida adalah biosurfaktan
yang dapat dibentuk oleh aktivitas lipase yang menghidrolisis trigliserida. Oleh
karena itu komponen yang memiliki bagian polar dan non-polar yang sama
menunjukkan bahwa biosurfaktan memiliki sifat aktif permukaan (surface active)
(Colla et al., 2010).
Lipase (acyl hydrolases) berperan penting dalam menguraikan lemak dengan
memotong trigliserida rantai panjang menjadi lipida polar. Karena sulitnya
mengemulsi trigliserida rantai panjang maka diperlukan adanya aktivitas pengemulsi.
Hubungan interaksi enzim-surfaktan memiliki dampak penting pada pengaturan
katalasis lipase. Meskipun terdapat polaritas yang berlawanan antara enzim
(hidrofilik) dan substratnya (lipofilik), namun reaksi lipase dapat bekerja pada
antarmuka antara fasa air dan fasa minyak dengan adanya pengemulsi. Oleh karena
itu antarmuka adalah titik kunci untuk biokatalisis lipase dan tempat yang tepat untuk
memodulasi lipolisis (Reis et al., 2009).
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Keempat bakteri keratinolitik Enterobacter tabaci PK09, Aeromonas media
LU04, isolat LU02 dan LU01 yang diuji semuanya memiliki aktivitas lipase dan
biosurfaktan, dengan dua bakteri potensial yang memiliki aktivitas lipase lebih
tinggi yaitu A. media LU04 (3,767 U/mL) dan E. tabaci PK09 (2,054 U/mL).
2. Aktivitas spesifik lipase kedua bakteri diperoleh sebesar 0,443 dan
0,346 U/mg dengan konsentrasi protein sebesar 8,505 dan 5,940 mg/mL untuk
masing-masing bakteri A. media LU04 dan E. tabaci PK09.
3. Karakteristik lipase kedua bakteri A. media LU04 dan E. tabaci PK09
berdasarkan pengaruh pH dan suhu terhadap aktivitas lipase diperoleh optimum
pada pH 7 dan suhu 40 oC.
4. Aktivitas produksi biosurfaktan kedua bakteri diperoleh dengan nilai ODA = 38
dan 15 mm dan IE24 = 20 dan 15% untuk masing-masing A. media LU04 dan
E. tabaci PK09.
5. Aktivitas produksi biosurfaktan dan aktivitas lipase berada maksimum pada hari
keempat dan hari kedelapan untuk masing-masing A. media LU04 dan E. tabaci
PK09.
6. Peningkatan aktivitas biosurfaktan sejalan dengan aktivitas lipase karena
biosurfaktan diproduksi oleh adanya aktivitas lipase, dan dalam aktivitas lipase
dibutuhkan adanya aktivitas biosurfaktan.
5.2 Saran
Bakteri keratinolitik yang memiliki aktivitas lipase dan biosurfaktan hasil
penelitian ini masih perlu diuji lebih lanjut dalam hal optimalisasi media kultur
produksi untuk mendapatkan aktivitas lipase dan biosurfaktan yang lebih optimal.
Selain itu perlu dilakukan pemurnian enzim agar diperoleh enzim lipase murni yang
memiliki nilai aktivitas spesifik yang lebih tinggi.
Ahuja SK, Ferreira GM, Moreira AR, 2008. Utilization of Enzymes for
Environmental Applications. Critical Reviews in Biotechnology
Journal, 24(2-3): 125-154.
Ayaz B, Ugur A, Boran R, 2015. Purification and Characterization of Organic
Solvent-Tolerant Lipase from Streptomyces sp. OC119-7 for Biodiesel
Production. Biocatalysis and Agricultural Biotechnology, 4(1): 103-108..
Balaji S, Kumar MS, Karthikeyan R, Kumar R, Kirubanandan S, Sridhar R, Sehgal
PK, 2008. Purification and Characterization of an Extracellular Keratinase
from a Hornmeal-Degrading Bacillus subtilis MTCC (9102). World Journal
of Microbiology and Biotechnology, 24(11): 2741-2745 .
Banat IM, 1993. The Isolation of A Thermophilic Biosurfactant Producing Bacillus
sp. Biotechnology Letters, 15: 591-594.
Bansal G, Singh VK, 2016. Review on Chicken Feather Fiber (CFF) a Livestock
Waste in Composite Material Development. Int J Waste Resour 6 (4): 254.
Benson HJ, 2001. Microbial Application: A Laboratory Mannual in General
Microbiology. 8th Edition. The McGraw-Hill Companies. New York. p. 496.
Bielen A, Cetkovic H, Long PF, Schwab H, Abramic M, Vujaklija D, 2009. The
SGNH-Hydrolase of Streptomyces coelicolor has (aryl) Esterase and A True
Lipase Activity. Biochimie, 91: 390-400.
Bisswanger H, 2014. Enzyme Assays. Perspectives in Science, 1: 41-55.
Boekema BKHL, Beselin A, Breuer M, Hauer B, Koster M, Rosenau F, Jaeger KE,
Tommassen J, 2007. Hexadecane and Tween 80 Stimulate Lipase Production
in Burkholderia glumae by Different Mechanisms. Applied and
Environmental Microbiology, 73(12): 3838-3844.
Borkar PS, Bodade RG, Rao SR, Khobragade CN, 2009. Purification and
Characterization of Extracellular Lipase from A New Strain-Pseudomonas
aeruginosa SRT 9. Braz. J. Microbiol, 40:358-366.
Bradford MM, 1976. A Rapid and Sensitive Method for the Quantitation of
Microgram Quantities of Protein Utilizing the Principle of Protein-Dye
Binding. Analytical Biochemistry 72: 248-254.
Bradoo S, Saxena RK, Gupta R, 1999. Two Acidothermotolerant Lipases from New
Variants of Bacillus spp. World J Microbiol Biotechnol, 15: 87-91.
Brockerhoff H, Jensen RG, 1974. Lipolytic Enzymes. Academic Press, Inc., New
York, p. 25-34.
Bungsu A, 2018. Isolation and Identification of Keratinolytic Bacteria Isolated from
Several Sources of Keratin and Characterization of Their Enzymes.
[SKRIPSI] Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural
Sciences, Universitas Sumatera Utara.
Kwon DY, Rhee JS, 1986. A Simple and Rapid Colorimetric Method for
Determination of Free Fatty Acids for Lipase Assay. JAOCS, 63(1): 89-92.
Lee DW, Kim HK, Lee KW, Kim BC, Choe AC, Lee HS, 2001. Purification and
Characterization of Two Distinct Thermostable Lipases from the Gram-
Positive Thermophilic Bacterium Bacillus thermoleovorans ID-1. Enzyme
Microb Tech, 29: 363-71.
Lee DW, Koh YS, Kim KJ, Kim BC, Choi HJ, Kim DS, Suhartono MT, Pyun YR,
1999. Isolation and Characterization of a Thermophilic Lipase from Bacillus
thermoleovorans ID-1. FEMS Microbiol Lett, 179: 393–400.
Lescic I, Vukelic B, Majeric-Elenkov M, Saenger W, Abramic M, 2001. Substrate
Specifity and Effects of Water-Miscible Solvents on The Activity and
Stability of Extracellular Lipase from Streptomyces rimosus. Enzyme Microb.
Technol, 29: 548-553.
Lesuisse E, Schanck K, Colson C, 1993. Purification and Preliminary Characteri-
zation of The Extracellular Lipase of Bacillus subtilis 168, An Extremely
Basic pH-Tolerant Enzyme. Eur J Biochem, 216: 155-160.
Lima VMG, Krieger N, Sarquis MIM, Mitchell DA, Ramos LP, Fontana JD, 2003.
Effect of Nitrogen and Carbon Sources on Lipase Production by Penicillium
aurantiogriseum. Food Technol Biotechnol, 41: 105-110.
Litthauer D, Ginster A, Skein EVE, 2002. Pseudomonas luteola Lipase: A New
Member of The 320-Residue Pseudomonas Lipase Family. Enzyme Microb
Technol, 30: 209-215.
Lowry RR, Tinsley IJ, 1976. Rapid Colorimetric Determination of Free Fatty Acids.
Journal of the American Oil Chemists’ Society, 53: 470-472.
Malekabadi S, Badoei-dalfard A, Karami Z, 2017. Biochemical Characterization of
A Novel Cold Active, Halophilic and Organic Solvent-Tolerant Lipase from
B. licheniformis KM12 with Potential Application for Biodiesel Production.
International Journal of Biological Macromolecules.
https://doi.org/10.1016/j.ijbiomac.2017.11.173 [diakses: 24 Juni 2018].
Martinelle M, Holmquist M, Hult K, 1995. On the Interfacial Activation of Candida
antarctica Lipase A and B as Compared with Humicola lanuginosa lipase.
Biochimica et Biophysica Acta, 1258: 272-276.
Mitidieri S, Martinelli AHS, Schrank A, Vainstein MH, 2006. Enzymatic Detergent
Formulation Containing Amylase from Aspergillus niger: A Comparative
Study with Commercial Detergent Formulations. Bioresource Technology,
97: 1217-1224.
Mobarak-Qamsari E, Kasra-Kermanshahi R, Moosavi-Nejad Z, 2011. Isolation and
Identification of a Novel, Lipase-Producing Bacterium, Pseudomnas
aeruginosa KM110. Iran. J. Microbiol. 3(2): 92-98.
Nawani N, Kaur J, 2000. Purification, Characterization and Thermostability of A
Lipase from a Thermophilic Bacillus sp. J33. Mol Cell Biochem, 206: 91-96.
Onifade AA, Al-Sane NA, Al-Musallam AA, Al-Zarban S, 1998. A Review:
Potentials for Biotechnological Applications of Keratin-Degrading
Penyiapan Medium
Produksi Enzim Lipase
Pembuatan Kurva
Pengukuran Aktivitas Uji Aktivitas Produksi
Standar Asam
Lemak Bebas Enzim Lipase Biosurfaktan :
Asam Oleat (Lipase Assay)
kembali akuades hingga volumenya mencapai 1000 mL. Medium ROA disterilisasi
menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
0,15
y = 0,0051x - 0,0053
Absorbansi (715 nm)
R² = 0,9947
0,10
0,05
0,00
0 2,5 5 7,5 10 12,5 15 17,5 20 22,5 25
Jumlah Asam Oleat (μmol)
0,4
y = 0,0002x - 0,016
R² = 0,9902
Absorbansi (595 nm)
0,3
0,2
0,1
0
0 250 500 750 1000 1250 1500 1750 2000
Konsentrasi BSA (μg/mL)
Lampiran 7.4. Nilai IE24 dan Aktivitas Spesifik Lipase Bakteri Keratinolitik
Bakteri Inkubasi Optimum Nilai IE24 Aktivitas
(hari ke-) (%) Spesifik (U/mg)
E. tabaci PK09 8 15 0,346
A. media LU04 4 20 0,443
LU02 7 9 0,183
LU01 7 6 0,178
Keterangan:
CFU : Colony Forming Unit
IE24 : Indeks Emulsifikasi