SKRIPSI
Oleh
SP. RIDHA TITIANI FITRI AL-IDRUS
NIM: G1A016048
i
STUDI ETNOBOTANI TRADISI SENGKINEH ADAT PESISIR
PANTAI DI KECAMATAN KERUAK KABUPATEN LOMBOK
TIMUR
SKRIPSI
Karya tulis sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana dari Universitas
Mataram
ii
STUDI ETNOBOTANI TRADISI SENGKINEH ADAT PESISIR PANTAI
DI KECAMATAN KERUAK KABUPATEN
LOMBOK TIMUR
ABSTRAK
iii
ETHNOBOTANY STUDY OF THE COASTAL TRADITIONAL
SENGKINEH IN KERUAK DISTRICT EAST LOMBOK REGENCY
ABSTRACT
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini murni karya saya sendiri dan di
dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi serta tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah dituliskan atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang
tertulis dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.
v
HALAMAN PERSETUJUAN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S1) Bidang Biologi
ada Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Mataram
Disetujui oleh:
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikumwarohmatullohi wabarokaatuh...
Skripsi ini diselesaikan berkat bantuan dan bimbingan berbagai pihak yang
selalu memberikan arahan dan mendampingi penulis dalam berbagai keadaan.
Dengan perasaan yang sangat tulus dan penuh rasa hormat, penulis ingin
menyampaikan terimakasih sebanyak-banyaknya dan sedalam-dalamnya kepada:
1. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan moril dan materil
yang tidak terbatas, menyemangati, serta selalu berdoa untuk kesuksesan
penulis. Semoga orangtua penulis tetap sehat dan kelak penulis bisa
membalas jasa mereka sepenuhnya dan membuat mereka bahagia.
2. Bapak Prof. Dr. H. L. Husni, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas
Mataram.
3. Bapak Prof. Dedy Suhendra, Ph.D selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam.
4. Ibu Dr. Ernin Hidayati, S.Si., M.Si. selaku Ketua Prodi Biologi dan sekaligus
sebagai dosen luar biasa yang selalu memberikan nasihat berharga dan
bermakna selama penulis menjadi mahasiswa.
5. Ibu Dr. Kurniasih Sukenti, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing I yang
selalu membimbing dengan sabar, memberikan saran, dan arahan yang begitu
jelas dalam pelaksanaan penyusunan skripsi ini.
vii
6. Bapak Sukiman, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk, dan saran dalam pelaksanaan penyusunan
skripsi ini.
7. Dra. Aida Muspiah, M.Si., selaku dosen pembahas yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk, saran, dan pengarahan dalam pelaksanaan penyusunan
skripsi ini.
8. Keluarga besar tercinta yaitu: Kakek, Nenek, Bibi, Paman, yang selalu
menyemangati dan memberikan motivasi penulis pada saat penelitian,
terkhusus untuk adik-adik yang memberikan semangat setiap saat.
9. Abah, Puah aji weng, Nenek aji edok, yang telah menemani dan membantu
penulis saat mengambil data penelitian di lapangan.
10. Teman-teman terbaik penulis, Siskawati, Oliq, Eta, Sonia, Yuli, Mala, Yanti
Zulfa, Nurijjawati, Fitri, dan teman-teman seangkatan (Biologi 2016) yang
selalu memberikan semangat dan dukungan.
11. Guru-guru SD sampai dengan SMA yang penulis hormati, serta seluruh
Dosen dan Staf akademik yang telah banyak mengajarkan banyak hal dan
memberikan bantuan berupa informasi dan saran serta tambahan ilmu
pengetahuan.
12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas segala
doa, bantuan dan kerjasama dalam penyusunan maupun kegiatan penelitian
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna. Penulis berharap agar karya ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun merupakan hal yang penulis harapkan.
Terimakasih banyak dan Assalamualaikumwarohmatullohi wabarokatuh.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ix
4.1 Aspek Botani Tradisi Sengkineh ............................................................ 15
4.2 Nilai Penting Jenis-jenis Tumbuhan Berdasarkan ICS .......................... 17
4.3 Pemanfaatan tumbuhan dalam tradisi Sengkineh di Kecamatan Keruak 19
4.4 Aspek Sosial Budaya Dalam Tradisi Sengkineh .................................... 23
4.5 Upaya Konservasi Tumbuhan yang Digunakan Dalam Tradisi Sengkineh 33
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 35
5.2 Saran ....................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 36
LAMPIRAN ................................................................................................. 40
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Indonesia cenderung mempunyai keragaman. Keragaman suku bangsa yang
mendiami wilayah di Indonesia ini sebanding dengan banyaknya keragaman
ritual adat yang terus dipertahankan kelestariannya oleh masing-masing suku
yang terdapat di Indonesia, terdapat berbagai macam tumbuhan yang ada di
lingkungan suku tertentu yang diolah atau dimanfaatkan langsung untuk
keperluan bahan makanan, obat-obatan dan ritual-ritual adat (Hasanuddin,
2018). Pada hakikatnya semua suku bangsa berupaya untuk melestarikan dan
mempertahankan kebudayaanya. Hal ini terlihat dari masyarakat yang masih
menggunakan jenis-jenis tumbuhan untuk dijadikan sebagai bahan yang
penting dalam melakukan tradisi (ritual). Lingkungan budaya masyarakat
tradisional kaya akan kearifan lokal, namun belum banyak diungkap
bagaimana kearifan ini tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat
tersebut. Menurut Purwanto (1999), diperlukan upaya penggalian adat-istiadat
dan budaya untuk memperkuat basis masyarakat dalam menjaga kebudayaan
mereka.
Salah satu wilayah yang masih memegang teguh kearifan lokal adalah
wilayah daerah pesisir pantai di Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok
Timur. Wilayah pesisir pantai di Kecamatan Keruak tersebut memiliki
keunikan tersendiri dari segi bahasa, adat, khususnya tradisi. Tradisi yang
masih kental dilakukan sampai saat ini ialah salah satunya tradisi Sengkineh.
Tradisi Sengkineh merupakan tradisi tujuh bulanan sejak kehamilan khas
pesisir pantai yang berasal dari Sulawesi dan diwariskan secara turun temurun.
Tradisi tersebut terdiri dari tiga tahapan ritual yakni membuang bala ke laut,
ritual pemasangan kalung di perut, dan bantang sebagai tanda sudah
mengikuti atau menjalani ritual.
Tradisi Sengkineh merupakan budaya Sulawesi yang dibawa oleh
nenek moyang sejak dulu, mereka datang berlayar ke wilayah pesisir
Kecamatan Keruak dan menetap di daerah tersebut dengan membawa berbagai
macam tradisi yang dilakukan hingga saat ini. Tradisi Sengkineh dijalani oleh
tiga suku yang berasal dari Sulawesi, yaitu Suku Mandar, Suku Bugis, dan
Suku Bajo. Tradisi tersebut memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan sebagai
bahan penting untuk melakukan ritual. Saat ini belum ada penelitian terkait
2
jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh yang mengkaji
dari sisi etnobotani. Penelitian ini perlu dilakukan sebagai bentuk pelestarian
tumbuhan dan pelestarian budaya di Indonesia.
1.3 Tujuan
Tujuan Penelitian ini adalah:
1.3.1 Mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang berperan dalam tradisi
Sengkineh.
1.3.2 Mengetahui pemanfaatan tumbuhan yang digunakan dalam tradisi
Sengkineh.
1.3.3 Mengetahui aspek sosial budaya dalam tradisi Sengkineh di wilayah
pesisir pantai Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur.
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah:
1.4.1 Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan wawasan dari sisi
etnobotani khususnya mengenai jenis-jenis tumbuhan yang berperan
sebagai bahan tradisi Sengkineh.
1.4.2 Menjadi acuan dalam upaya pelestarian lingkungan dalam kaitannya
dengan tumbuhan yang dimanfaatkan dalam tradisi Sengkineh.
1.4.3 Sebagai bahan informasi dan ilmu pengetahuan terkait dengan adanya
tradisi pesisir pantai Sengkineh di Kecamatan Keruak Lombok Timur.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2 Kearifan Lokal
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari
dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam kamus Inggris Indonesia
John M. Echols dan Hassan Sadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom
sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan
setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya (Hasanah, 2016). Kearifan lokal merupakan produk
masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan hidup. Meskipun kearifan
tersebut bernilai lokal, namun nilai yang terkandung di dalamnya bersifat
universal. Sumber nilai kearifan lokal berasal dari nilai-nilai agama, atau religi
pada umumnya disamping nilai-nilai yang dipelajari manusia dari alam. Nilai-
nilai tersebut diterima oleh masyarakat dan dijadikan sebagai pandangan hidup
(Sartini, 2009). Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan
serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan mereka (Njatrijani, 2018).
5
dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki pijakan sejarah
masa lampau dalam bidang adat, bahasa, tata kemasyarakatan keyakinan dan
sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusnya pada generasi
berikutnya (Shadily, 2000). Tradisi dapat diartikan sebagai warisan yang
benar adanya atau warisan masa lalu yang hingga kini masih dianut oleh
masyarakat.Tradisi adalah kebiasaan yang terjadi berulang-ulang bukan/tidak
dilakukan secara kebetulan/disengaja (Piortr, 2007).
Sumber tradisi pada umat ini bisa disebabkan karena sebuah Urf
(Kebiasaan) yang muncul ditengah-tengah umat kemudian tersebar menjadi
adat dan budaya atau kebiasaan tetangga lingkungan dan semacamnya
kemudian dijadikan sebagai model kehidupan (Mahmud, 2006). Tradisi
merupakan suatau karya cipta manusia yang tidak bertentangan inti ajaran
agama, tentunya Islam akan menjustifikasikan/membenarkannya (Yasid,
2005).
6
2.5 Pemanfaatan Tumbuhan dalam Ritual Adat di Indonesia
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang kaya akan
keanekargaman hayati, memiliki hutan terbesar kedua di dunia, dan dikenal
sebagai salah satu Negara megabiodiversity setelah Brazil (Ersam, 2004).
Etnobotani merupakan ilmu tumbuhan yang mempelajari tentang pengetahuan
pemanfaatan tumbuhan untuk keperluan sehari-hari pada suatu komunitas adat
suku bangsa. Kajian etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomis
saja, tetapi juga tentang pengetahuan botani yang bersifat kedaerahan, berupa
tinjauan interpretasi dan asosiasi yang mempelajari hubungan timbal balik
antara manusia dengan tanaman, serta pemanfaatan tanaman tersebut untuk
kepentingan budaya dan kelestarian sumber daya alam (Dharmono, 2007).
Pengetahuan etnobotani banyak ditemukan dalam suku-suku tradisional di
Indonesia yang merupakan hasil dan berinteraksi, berproses dan bersikap
melakukan pemanfaatan tumbuhan hutan (Iswandono dkk, 2015). Suku
Tengger merupakan salah satu Suku di Indonesia yang masih berpegang teguh
pada adat istiadat dan budayanya, termasuk pengetahuan lokalnya mengenai
pengobatan menggunakan tumbuhan obat. Pengetahuan tradisional
masyarakat Tengger terhadap tumbuhan obat cukup baik dan telah diturunkan
dari generasi ke generasi (Ningsih, 2016).
Indonesia memiliki berbagai macam suku dan masyarakat adat yang
tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia. Baik masyarakat adat yang masih
memegang teguh budaya dan adat istiadatnya ataupun masyarakat adat yang
sudah mulai membuka diri dengan lingkungan luar dan sentuhan teknologi.
Menurut Setyowati dan Wardah (2007), pada masyarakat lokal, pengetahuan
tentang manfaat tumbuh-tumbuhan merupakan pengetahuan dasar yang amat
penting dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Tetapi sejalan
dengan berubahnya ekosistem tempat mereka hidup, perubahan lingkungan,
komunikasi dan informasi dari luar, menyebabkan nilai-nilai budaya yang
selama ini tumbuh dan berkembang di masyarakat ikut berkembang. Salah
satu dari masyarakat adat itu adalah masyarakat adat kampung Pulo yang
terdapat di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Masyarakat adat kampung
Pulo masih memanfaatkan tumbuhan yang ada di sekitarnya baik untuk
7
keperluan pangan, sandang, upacara adat serta untuk keperluan pengobatan.
Pada kawasan kampung adat tersebut masih banyak terdapat jenis tumbuhan
yang beranekaragam. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan
93 spesies tumbuhan yang termasuk dalam 42 familia dimanfaatkan oleh
masyarakat adat Kampung Pulo. Adapun spesies yang paling banyak
dimanfaatkan adalah Areca catechu, Arenga pinnata, Cocos nucifera, Carica
papaya, Sauropus androgynous, Gigantochloa verticillata, Oryza sativa,
Curcuma domestica, Kaempferia galangal, dan Zingiber officinale (Ramdianti
dkk, 2013).
8
BAB III
METODE PENELITIAN
9
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian di Desa Tanjung Luar dan Ketapang Raya (Katalog BPS, 2018).
10
3.4.2 Teknik Pengambilan Data
Dalam proses penelitian di lapangan, peneliti menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data yaitu melalui wawancara, observasi
partisipatif, dan dokumentasi.
3.4.2.1 Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait etnobotani
tradisi Sengkineh. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian
yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang lebih bertatap muka
denga mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-
keterangan (Narbuko & Achmadi, 2004). Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara terhadap sejumlah responden. Penentuan responden yang
ditentukan secara terpilih (metode purposive sampling). Metode yang
digunakan dalam pemilihan informan ialah metode purposive sampling dan
snowball sampling. Metode purposive sampling merupakan teknik sampling
non random dimana pengambilan sampel diambil dengan cara menetapkan
ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan metode
snowball sampling ialah teknik pengambilan sampel dengan bantuan key-
informant, dan dari key-informant inilah akan berkembang sesuai petunjuknya.
Responden ditujukan pada masyarakat yang memiliki pengetahuan mengenai
tradisi Sengkineh, antara lain sanro (dukun), belian (penyehat tradisional),
tetua desa, dan masyarakat. Bahasa yang digunakan dalam wawancara adalah
bahasa Bajo yaitu bahasa sehari-hari masyarakat pesisir pantai Kecamatan
Keruak yang berasal Sulawesi dan menggunakan Bahasa Indonesia
disesuaikan dengan kemampuan responden dengan menggunakan tipe
pertanyaan open-ended. Dalam proses wawancara peneliti menggunakan
pedoman wawancara (Lampiran 1), agar proses wawancara dapat berjalan
dengan lancar dan data yang dibutuhkan terkumpul dengan lengkap namun
tetap terbuka dengan informasi lain.
11
3.4.2.2 Observasi Partisipatif
Metode observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap
keadaan atau perilaku objek sasaran. Observasi partisipatif adalah teknik
berpartisipasi dalam aktivitas untuk memperoleh bahan-bahan atau data
yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan mendengarkan
secermat mungkin untuk mendapatkan data tumbuhan yang digunakan
dalam penelitian. Teknik observasi partisipatif (participant observation)
juga digunakan untuk menambah informasi yang dibutuhkan, antara lain
dengan cara mengikuti seluruh rangkaian mulai dari persiapan alat dan
bahan hingga selesai yang disertai dengan dokumentasi (Tanzeh &
Suyitno, 2006).
3.4.2.3 Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan ketika wawancara dan observasi
berlangsung. Sistem pendokumentasian menggunakan rekaman suara, foto
dan video. Hal tersebut agar data yang diperoleh lebih akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jika terdapat jenis tumbuhan yang
tidak diketahui nama ilmiahnya maka dilakukan identifikasi melalui
pembuatan herbarium. Identifikasi tumbuhan menggunakan buku
identifikasi Malesian Seed Plants oleh M. M. J. van Balgooy (1997) dan
situs http://www.theplantlist.org/ (The Plantlist).
12
3.5 Analisis Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan
data kuantitatif.
3.5.1 Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data naratif atau deskriptif yang menjelaskan
tentang suatu fenomena lewat koleksi intensif data-data melalui
wawancara (Muhadjir, 1996). Data kualitatif pada penelitian ini berupa
jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh, cara
pemanfaatan, bagian organ tumbuhan yang digunakan, serta aspek sosial
budaya yang terdapat pada tradisi tersebut.
RU= ∑ speciesi
i
Keterangan:
RU : Reported Use (Jumlah ragam pemanfaatan yang dilaporkan oleh
narasumber)
n : jumlah spesies
i : spesies ke-i
13
(Gomez-Beloz, 2003) dalam (Hoffman dan Gallaher, 2007).
Rumus perhitungan Index of Cultural Significance (ICS) (Turner, 1988
dalam Hoffman dan Gallaher, 2007) adalah sebagai berikut:
ICS = ∑ (𝑞 ∗ 𝑖 ∗ 𝑒) 𝑛 𝑖=1
Keterangan:
ICS : Index of Cultural Significance
q : nilai kualitas
i : nilai intensitas
e : nilai eksklusivitas
n : jumlah spesies
14
BAB IV
Jumlah Famili
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
e ae ae ae ae ae ae ae ae ae ae ae
c ea ce ce ce ce ce ce ce ce ce ce ce
ia a a a i a a a ra a a a a
Ap yn ec Fa
b Lil us tic pe Po an ra
c er
poc Ar M yris Pi S ol ty g ib
S n
A M Zi
15
tumbuhan pada famili Poaceae dikarenakan mudah ditemukan, dijual di pasar,
dan ada beberapa masyarakat yang membudidayakannya, seperti Oryza sativa
L., Oryza sativa var. glutinosa, Saccharum officinarum L., dan Zea mays L.
Sementara itu, banyaknya spesies tumbuhan pada famili Arecaceae
disebabkan karena mudah ditemukan tumbuh liar di kebun dan banyak dijual
di pasar, seperti Cocos nucifera. Selain itu, pada famili Arecacea ada
khususnya Cocos nucifera dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan minyak
wangi khas ritual yang wajib digunakan pada saat ritual Sengkineh. Areca
catechu L., Arenga pinnata L. Berdasarkan organ tumbuhan yang digunakan,
bagian tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh adalah batang, biji,
buah, daun, getah batang, kulit buah, rimpang dan umbi. (Gambar 4.2).
0
Batang Biji Buah Daun Getah Kulit buah Rimpang Umbi
batang
16
dalam tradisi Sengkineh, buah juga mudah ditemukan, baik itu ditanam sendiri
dan mudah dicari di pasar.
Tumbuhan dalam tradisi Sengkineh terdiri atas tanaman budidaya dan non
budidaya. Sanro (dukun) dan sebagian masyarakat di wilayah pesisir pantai
kecamatan Keruak dapat mengenali dengan baik jenis tumbuhan yang
digunakan dalam tradisi Sengkineh. Tumbuhan budidaya dikategorikan
menjadi 2 sumber perolehan yaitu membeli atau menanam sendiri. Ada
beberapa jenis tumbuhan yang ditanam sendiri di pekarangan rumah, di kebun,
maupun di sawah yang mereka miliki seperti Cocos nucifera L., Curcuma
longa L., Oryza sativa L., Nicotiana tabacum L., Allium cepa L., Capsicum
annuum L. Selain itu, terdapat beberapa jenis tumbuhan non budidaya yang
banyak ditemukan tumbuh dipinggir pantai seperti Caloptropis gigantea L.,
dan sangat banyak tumbuhan dapat ditemukan di pasar seperti Arenga
pinnata (Wurmb) Merr., Musa paradisiaca L. “kepok”, Musa paradisiaca L.
“raja”, Piper betle L., Areca catechu L., Oryza sativa L., Cocos nucifera L.,
Curcuma longa L., Nicotiana tabacum L., Zea mays L., Saccharum
officinarum L., Styrax benzoin D., Allium cepa L., Allium sativum L., Piper
nigrum L., Coriandrum sativum L., Myristica fragrans H., Capsicum annuum
L., Oryza sativa var. Glutinosa, dan Vigna cylindrica L. Berikut ini ialah nilai
penting jenis-jenis tumbuhan berdasarkan perhitungan ICS (Tabel 4.1).
17
7. Arenga pinnata (Wurmb) Merr. Arecaceae 0 0 10 0 1 10
18
Nilai ICS merupakan indikasi nilai penting dari setiap jenis tumbuhan bagi
masyarakat di lokasi studi yang berguna sebagai dasar pertimbangan jenis-jenis
penting dan berpotensi untuk keperluan ekonomi (meningkatkan pendapatan
masyarakat setempat) maupun pelestariannya (Purwanto dkk, 2007). Setiap suku
memiliki pengetahuan cukup baik mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan dan
tingkat pengetahuan tentang pemanfaatan dan pengelolaan keanekaragaman jenis
tumbuhan dari setiap kelompok masyarakat berbeda antara lain disebabkan oleh
adanya perbedaan tingkat kebudayaan dan kondisi lingkungan setempat, kondisi
lingkungan, transformasi budaya, intervensi teknologi dan interaksi antar
masyarakat (Berlin, 1973).
19
berbeda yaitu di depan pintu, di dapur, dan dibuang ke laut. Sesaji memiliki
makna yang berbeda-beda. Sesaji yang diletakkan di depan pintu memiliki
makna agar ibu dan anak di dalam kandungan dijauhkan dari hal-hal yang tidak
diinginkan, sesaji yang diletakkan di dapur memiliki makna agar bayi yang ada
di dalam kandungan memberikan dampak positif bagi ibu yang mengandungnya
dan semua keluarganya, kemudian sesaji yang dibuang ke laut memiliki makna
bahwa membuang bala’ berupa sesaji tersebut dapat menangkal pengaruh buruk
dari daya kekutan gaib yang tidak dikehendaki dan menjauhkan hal-hal yang
tidak diinginkan pada saat melahirkan. Berbeda halnya dengan penelitian
Markhomah (2019) di Desa Blengorkulon Kabupaten Kabumen, sesaji (sajen)
digunakan pada tradisi pernikahan, sajen diletatakkan pada tiga belas tempat
seperti di dapur, tempat penyimpanan beras, sumur, sawah, dan tempat lainnya,
dan dilakukan tujuh hari sebelum hari sakral berlangsung. Masyarakat Desa
Blengorkulon memaknai ritual sajen sebagai bentuk selamatan atau tasyakuran
untuk menyedekahkan sebagian yang dimiliki kepada makhluk Allah yang
lainnya baik yang terlihat maupun yang gaib.
20
widuri (Caloptropis gigantea) yang dimanfaatkan untuk membuat tali sambang
(kalung perut) dan kemenyan (Styrax benzoin). Kemenyan sangat penting dalam
tradisi Sengkineh karena pada saat ritual berlangsung harus dilakukan
pembakaran kemenyan, fungsi bakar kemenyan ialah sebagai pengiring doa
dalam melakukan tradisi Sengkineh. Selain tumbuhan, perlengkapan ritual yang
harus ada pada saat ritual Sengkineh yaitu kain Sabbe, yaitu kain sabbe
merupakan kain khas suku Bugis Sulawesi Selatan yang terbuat dari kain sutra.
Kain sabbe digunakan oleh ibu hamil yang melakukan Sengkineh sebagai
simbol warisan budaya nenek moyang yang berasal dari Sulawesi.
a b
c d e
Gambar 4.3. Makanan yang digunakan sebagai bingkisan Keterangan: a. Buras, b. Gogos,
c. Pelalah ikan tongkol, d. Bubur putih, e. Songkol.
21
Hidangan lain adalah pelalah ikan tongkol, bahan utamanya ialah ikan tongkol
dengan bahan-bahan lain yang digunakan yakni kelapa (Cocos nucifera),
merica (Piper nigrum), bawang merah (Allium cepa), bawang putih (Allium
sativum), cabai rawit merah (Capsicum annuum), kunyit (Curcuma longa),
ketumbar (Coriandrum sativum), dan pala (Myristica fragrans). Pada
lingkungan masyarakat Sukolilo juga ditemukan berbagai jenis tumbuhan yang
biasa digunakan sebagai bahan bumbu dan aroma masakan, terutama dari suku
Zingiberaceae seperti jahe (Zingiber offcinale), lengkuas (Alpinnia galanga),
kunyit (Curcuma domestica), kunci (Kaempfera angustifolia), dan kencur
(Kaempferia galanga) (Irsyad dkk, 2013). Kemudian, terdapat bubur putih
berbahan dasar beras (Oryza sativa), kelapa (Cocos nucifera) dan ditambahkan
gula aren (Arenga pinnata) sebagai bahan pemanis dan yang terakhir ialah
songkol berbahan dasar ketan (Oryza sativa var. glutinosa dan kelapa (Cocos
nucifera). Buras, gogos, dan pelalah ikan tongkol dijadikan satu sebagai
bingkisan. Sementara itu, bubur putih dan songkol tidak dijadikan satu
bingkisan. Bingkisan semacam ini juga terdapat pada upacara adat kelahiran di
Sukoharjo, dimana tumbuhan yang digunakan antara lain bubur sum-sum untuk
ngebor-ngebori, bunga setaman yang digunakan untuk siraman, dan sayuran
yang digunakan untuk nasi urap, diperoleh dengan cara membeli di pasar
(Liina, 2017).
22
bahan kimia berbahaya atau beracun, mudah ditemukan, mudah dilipat, dan
memberi aroma sedap pada makanan (Astuti, 2009).
23
yang telah ada sejak zaman nenek moyang dan dikembangkan serta dipelihara
secara turun temurun (Rongiyati, 2011). Berikut ini adalah rincian komponen
tradisi Sengkineh (Tabel 4.2).
24
3. Tebu Tebu (Saccharum officinarum)
(Saccharum termasuk komponen sesaji pada
officinarum L) tradisi Sengkineh. Tebu mempunyai
cita rasa manis dan sebagai
penambah Energi, masyarakat
awam mengatakan bahwa
pemberian tebu pada sesaji dapat
memberikan dampak positif untuk
proses persalinan.
4. Rokok sesaji Rokok termasuk komponen sesaji
pada tradisi Sengkineh. Rokok yang
digunakan masih sangat alami,
menggunakan kulit jagung (Zea
mays), tembakau (Nicotiana
tabacum), dan diikat dengan sirih
(Piper betle). Rokok tersebut
bermakna penghormatan terhadap
nenek moyang karena rokok
tersebut ada pada zaman dahulu.
25
6. Telur ayam Telur ayam kampung digunakan
kampung sebagai perlengkapan ritual yang
bermakna harapan agar bayi di
dalam kandungan dapat lahir tanpa
hambatan. Telur ayam kampung
juga memiliki simbol tersendiri dari
cangkang telur hingga isi di
dalamnya. Cangkang telur yang
sifatnya padat disimbolkan dengan
benteng terluar kesucian/keagungan,
putih telur menyimbolkan islam,
kemudian kuning telur
menyimbokan ihsan.
7. Pisang kepok merupakan yang
Pisang kepok
digunakan sebagai sesaji dan
(Musa
perlengkapan ritual. Pisang (Musa
paridisiaca L.
paridisiaca L. “kepok”) memiliki
”kepok”)
keistimewaan yaitu pohonnya tidak
akan mati sebelum berbuah dan
memiliki banyak manfaat. Pisang
kepok merupakan bagian penting
dalam melakukan ritual Sengkineh
sehingga pisang digunakan dengan
harapan dapat memudahkan fase
bersalin.
8. Pisang raja merupakan yang
Pisang raja
digunakan sebagai sesaji dan
(Musa
perlengkapan ritual. Pisang (Musa
paridisiaca L.
paridisiaca L. “raja”) memiliki
”raja”)
keistimewaan yaitu pohonnya tidak
akan mati sebelum berbuah dan
memiliki banyak manfaat. Pisang
raja hanya digunakan untuk
26
keturunan Suku Mandar tidak untuk
Suku Bugis, dan Suku Bajo.
Menurut masyarakat awam Suku
Mandar dikenal bangsawan yang
lebih tinggi sehingga pisang yang
digunakan untuk sesaji dan
perlengkapan ritual menggunakan
pisang istimewa yaitu pisang raja.
9. Komponen Komponen bantang dan sembe‘
bantang dan digunakan pada saat prosesi
sembe’ berakhirnya ritual. Tumbuh-
tumbuhan yang digunakan ialah
beras (Oryza sativa), kunyit
(Curcuma longa), sirih (Piper
betle), dan pinang (Areca catechu).
Bantang dan sembe’ diartikan
sebagai tanda sudah mengikuti
ritual. Bantang dan sembe’ hanya
digunakan untuk ibu hamil yang
disengkineh dan untuk tamu
undangan yang hadir pada tradisi
Sengkineh.
10. Sambang/kalung Sambang/kalung perut merupakan
perut bagian inti dari ritual tradisi
Sengkineh. Komponen Sambang
yakni, benang jahit tujuh warna
berbeda, manik-manik, cincin biasa
(perak) 3-4 dan 1 cincin emas.
Sambang digunakan untuk
mengetahui jangka waktu
melahirkan dapat ditentukan dengan
jerat tidaknya ikatan sambang,
sambang yang jerat diperut ibu yang
27
sedang mengandung mengartikan
bahwa waktu melahirkan semakin
dekat. Sambang melambangkan
penghormatan atas keberadaan bayi
dalam kandungan.
11. Lilin Lilin digunakan sebagai
perlengkapan ritual. Nenek moyang
terdahulu menggunakan lilin
sebagai penerang jalan dan sebagai
penerang pada saat melepaskan
sesaji ke bibir pantai.
28
ditambah dengan kemenyan (Styrax
benzoin). Tumbuhan yang
digunakan untuk membuat minyak
wangi ritual ialah kelapa (Cocos
nucifera) dan kemenyan (Styrax
benzoin.. Minyak wang ritual
diartikan dapat memberikan dampak
positif terhadap bayi dalam
kandungan.
15. Kemenyan Kemenyan (Styrax benzoin)
digunakan dalam melakukan ritual
Sengkineh. Bakar Kemenyan
beberapa hal yang harus disediakan
yang dibutuhkan ialah bara api dan
kemenyan. Fungsi bakar kemenyan
sebagai pengiring doa dalam
melakukan tradisi Sengkineh.
16. Daun Pisang Daun pisang (Musa paridisiaca)
(Musa digunakan sebagai alas untuk
paridisiaca L) melapisi sesaji pada tradisi
Sengkineh. Daun pisang ini
dibentuk sesuai ukuran piring yang
berdiameter 20-21 cm.
17. Bara api Bara api digunakan pada saat
melakukan ritual Sengkineh. Bara
api selalu dipadukan dengan
kemenyan harapan agar proses ritual
berjalan dengan lancar.
29
18. Serat batang Serat batang wariga/widuri
wariga/widuri digunakan sebagai tali pembuatan
(Calotropis sambang (kalung perut) pada zaman
gigantea L) dahulu. Namun, seiring dengan
perkembangan zaman pembuatan
sambang menggunakan serat batang
wariga ini sudah jarang digunakan
lagi, karena proses pembuatannya
terbilang menyita waktu lama.
Sanro (dukun) lebih memilih
menggunakan benang jahit tujuh
warna berbeda untuk membuat
sambang yang lebih praktis.
Tabel 4.2 berisi komponen tradisi Sengkineh dari berbagai macam tumbuhan
yang memiliki makna dan simbol berbeda-beda. Pengetahuan sebagian
masyarakat mengenai tumbuh-tumbuhan yang digunakan didapatkan dari nenek
moyang terdahulu. Kurang lebih sejak tahun 1918 yang silam masyarakat Suku
Bugis, Suku Bajo menempati Desa Tanjung luar, dengan pusat pemerintahannya
di Dusun Kampung Tengah, pada saat itu masyarakat Desa Tanjung Luar belum
memiliki pemerintahan yang definitif. Masa pemerintahan tersebut masih
dipimpin oleh seororang kapitah (ketua adat). Tradisi adalah kesamaan benda
material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun masih ada hingga kini
dan belum dihancurkan atau dirusak. Namun demikian tradisi yang terjadi
berulang-ulang bukanlah dilakukan secara kebetulan atau disengaja. Dari
pemahaman tersebut maka apapun yang dilakukan oleh manusia secara turun
temurun dari setiap aspek kehidupannya yang merupakan upaya untuk
meringankan hidup manusia dapat dikatakan sebagai “tradisi” yang berarti bahwa
hal tersebut adalah menjadi bagian dari kebudayaan (Sztompka, 2007).
Desa Tanjung Luar menggunakan bahasa Bajo dalam kesehari-hariannya,
bahasa bajo tersebut merupakan Suku Bajo yang berasal dari Sulawesi Selatan,
bisa dikatakan 70% masyarakat yang merupakan berasal dari suku bajo.
Selebihnya 20% berasal dari Suku Bugis, Suku Mandar dan 10% dari Suku Sasak.
30
Desa Ketapang raya merupakan desa yang pantainya berdekatan langsung dengan
Desa Tanjung luar karena dua desa tersebut merupakan wilayah pesisir di
Kecamatan Keruak. Nenek moyang yang berasal dari Sulawesi konon pernah
berlayar dan menetap di dua desa wilayah pesisir pantai Kecamatan Keruak
dengan membawa berbagai adat dan tradisi yang masih dilakukan sampai saat ini.
Desa Ketapang Raya dan Desa Tanjung luar mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai Nelayan. Masyarakat Desa Ketapang Raya terdiri dari suku
Sasak, Suku Mandar, Suku Arab, dan Suku Ende. Bahasa Sehari-hari adalah
Bahasa Sasak dan Bahasa Bajo, asal Suku masyarakat Desa Ketapang Raya
adalah Suku Mandar yang identik dengan pelaut sehingga sebagian besar mata
pencaharian masyarakat adalah nelayan.
Berdasarkan Tabel 4.2 terdapat 18 komponen tradisi Sengkineh yang
digunakan sebagai sesaji, bahan perlengkapan ritual, bahan pangan dan bahan
materi sekunder yakni beras empat warna dan empok-empok atau padi yang
disangrai (Oryza sativa) sebagai sesaji, tebu (Saccharum officinarum) sebagai
sesaji, rokok sesaji yang terdiri dari kulit jagung (Zea mays), tembakau (Nicotiana
tabacum), dan diikat dengan sirih (Piper betle) digunakan sebagai sesaji, terdapat
sirih yang digunakan dalam sesaji dan perlengkapan ritual. Selain itu, terdapat
Kelapa (Cocos nucifera) merupakan buah yang memiliki banyak manfaat yakni
digunakan sebagai sesaji, perlengkapan ritual, bahan pangan, dan tulang daunnya
dijadikan sebagai bahan materi sekunder yakni sebagai semat. Pada tradisi
Sengkineh wajib menggunakan telur ayam kampung dalam menjalankan ritual
Sengkineh sebelum pemasangan tali sambang (kalung perut). Selain buah kelapa,
pisang kepok (Musa paradisiaca “kepok”) dan pisang raja (Musa paradisiaca
“raja”) merupakan buah yang harus ada sebagai sesaji, pisang kepok digunakan
untuk keturunan Suku Bugis dan Suku Bajo kemudian pisang raja digunakan
untuk keturunan Suku Mandar. Selain itu, pisang (Musa paradisiaca)
dimanfaatkan daunnya untuk dijadikan alas sesaji dan pembungkus makanan.
Selanjutnya, komponen bantang dan sembe’ digunakan pada saat prosesi
berakhirnya ritual. Tumbuh-tumbuhan yang digunakan ialah beras (Oryza sativa),
kunyit (Curcuma longa), sirih (Piper betle), dan pinang (Areca catechu).
Sambang/kalung perut merupakan bagian inti dari ritual tradisi Sengkineh. Pada
31
tradisi Sengkineh terdapat komponen utama bagi ritual Sengkienh yaitu
pemasangan sambang. Komponen sambang terdiri dari benang jahit tujuh warna
berbeda, manik-manik, cincin biasa (perak) 3-4 dan 1 cincin emas. Sambang
digunakan untuk mengetahui jangka waktu melahirkan dapat ditentukan dengan
jerat tidaknya ikatan sambang, sambang yang jerat diperut ibu yang sedang
mengandung mengartikan bahwa waktu melahirkan semakin dekat. Selanjutnya
lilin, lilin digunakan sebagai penerang jalan dan sebagai penerang pada saat
melepaskan sesaji ke bibir pantai.
Ritual Sengkineh wajib menggunakan kain sabbe yang merupakan kain khas
dari suku bugis Sulawesi Selatan yang terbuat dari kain sutra. Kain sabbe
digunakan oleh ibu hamil yang melakukan sengkineh sebagai simbol warisan
budaya nenek moyang yang berasal dari Sulawesi. Pada ritual Sengkineh selalu
ada minyak wangi khas ritual, minyak wangi khas ritual merupakan minyak wangi
yang wajib ada pada saat ritual berlangsung. Minyak wangi tersebut selalu
dipadukan dengan dupa yang ditambah dengan kemenyan (Styrax benzoin).
Tumbuhan yang digunakan untuk membuat minyak wangi ritual ialah kelapa
(Cocos nucifera) dan kemenyan (Styrax benzoin). Minyak wangi ritual diartikan
dapat memberikan dampak positif terhadap bayi dalam kandungan. Kemenyan
(Styrax benzoin) digunakan dalam melakukan ritual Sengkineh. Pada tahap ini
dilakukan prosesi bakar kemenyan yang berfungsi sebagai pengiring doa dalam
melakukan tradisi Sengkineh. Hal-hal yang harus disediakan adalah bara api dan
kemenyan. Menurut Solikhin (2010) menyatakan bahwa, pembakaran kemenyan
dalam ritual mistik sebagian kaum muslim Jawa, bukanlah laku yang musyrik.
Pada zaman Nabi Ibrahim AS. juga sudah ada kebiasaan membakar kemenyan.
Untuk zaman Nabi Muhammad SAW, pembakaran kemenyan sering diganti
dengan menggunakan bau-bau yang harum yang dinyatakan sebagai “di sukai
Allah”, baik kemenyan maupun wangi-wangian.
32
dianut (Anshoriy & Sudarsono, 2008). Penggunaan tumbuh-tumbuhan dalam
tradisi Sengkineh sesungguhnya bertujuan untuk menanamkan nilai pelestarian
alam pada jiwa setiap umat. Makna konservasi yang sebenarnya adalah
pemanfaatan yang optimal untuk kesejahteraan masyarakat secara yang
berkelanjutan (Pusat Pengkajian Strategi Kehutanan, 2012). Dengan nilai tersebut
akan tumbuh suatu upaya untuk memelihara alam secara sungguh-sungguh dan
kesejahteraan alam. Pada zaman modern ini banyak masyarakat yang tidak
memperdulikan pentingnya konservasi tumbuhan guna melestarikan keberadaan
sumber daya hayati. Masyarakat wilayah pesisir pantai kecamatan keruak dapat
dikatakan masih mempertahankan kelestarian lingkungan mereka dengan
menanam kembali beberapa jenis tanaman seperti Cocos nucifera, Curcuma
longa, Capsicum annuum, di pekarangan rumah untuk berbagai keperluan.
Beberapa responden mengatakan bahwa Cocos nucifera adalah pohon dengan
beragam manfaat karena semua organ tumbuhannya dapat dimanfaatkan
khususnya buah kelapa yang sangat berperan penting untuk pembuatan minyak
wangi khas ritual yang wajib ada dalam ritual Sengkineh.
33
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
34
1. Terdapat 21 jenis tumbuhan yang tergolong dalam 12 famili dan 17 genus yang
digunakan dalam tradisi Sengkineh adat pesisir pantai di Kecamatan Keruak
Kabupaten Lombok Timur.
2. Tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan dalam tradisi Sengkineh
dikelompokkan menjadi 5 kategori tertinggi berdasarkan perhitungan Index of
Cultural Significance (ICS) yaitu, Cocos nucifera sebesar 80, Piper betle
sebesar 70, Musa paridisiaca “kepok” sebesar 70, Oryza sativa sebesar 56,
dan Curcuma longa sebesar 44 .
3. Tradisi Sengkineh berasal dari pengetahuan nenek moyang asal Sulawesi yang
dilakukan secara turun temurun dan masih dilakukan sampai saat ini. Aspek
sosial budaya yang terkandung dalam tradisi Sengkineh berisi 18 komponen
dari berbagai macam tumbuhan yang memiliki makna dan simbol berbeda-
beda. Selain itu aspek sosial budaya yang terkandung dalam tradisi Sengkineh
ialah dapat mempererat silaturahmi antar sanak, keluarga, dan tetangga.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diajukan yaitu penelitian ini merupakan penelitian
yang mengkaji jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh dan
pemanfaatan tumbuhan dalam tradisi Sengkineh di wilayah pesisir pantai
Kecamatan Keruak Lombok Timur, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
lanjutan terkait studi populasi dan status konservasi dari tumbuhan dalam tradisi
Sengkineh di wilayah Pesisir pantai Kecamatan Keruak.
DAFTAR PUSTAKA
35
Adiputra, N., 2011, Tanaman Obat, Tanaman Upacara, dan Pelestarian
Lingkungan, Jurnal Bumi Lestari, 11(2):346-354.
Anshoriy, N., & Sudarsono, 2008, Kearifan Lingkungan dalam Perspektif Budaya
Jawa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Astuti, NP, 2009, Sifat Organoleptik Tempe Kedelai yang di Bungkus Plastik,
Daun Pisang dan Daun Jati. Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Gizi
Diploma III Fakultas Ilmu Kesehatan: Universitas Muhammadiyah
Surakarta, http://etd.eprints.ums.ac.id/5714/1/J diakses pada tanggal 8
Desember 2020.
Hakim, M.N., 2003, Islam Tradisional dan Reformasi Pragmatisme Agama dalam
Pemikiran Hasan Hanafi, Malang: Bayu Media Publishing.
Handayani, 2003, Rahasia Ramuan Tradisional Madura dalam Sehat dan Cantik
dengan ramuan tradisional, Jakarta: Agromedia Pustaka.
36
Hasanah, A., 2016, Nilai-Nilai Karakter Sunda (Internalisasi Nilai-Nilai Karakter
Sunda di Sekolah), (Yogyakarta: Deepublish).
Hasanuddin, R., 2018, Kajian Etnobotani (Upacara Adat Suku Aceh Di Provinsi
Aceh). Aceh: Jurnal Biotik, Vol. 6 (No.1) Hal 53-38.
Hidayat, S., Hikmat, A., dan A.M.Z., Ervizal, 2010, Kajian Etnobotani
Masyarakat Kampung Adat Dukuh Kabupaten Garut, Jawa Barat, Media
Konservasi, 15(3), 139-151.
Irsyad, M.N., Jumari, dan Murningsih, 2013. Studi Etnobotani Masyarakat Desa
Sukolilo Kawasan Pegunungan Kendeng Pati Jawa Tengah, Bioma, (15):
27-34.
Liina, A.S., H.A Fauziah, dan Nurmiyati. 2017. Studi Etnobotani Tumbuhan
Upacara Ritual Adat Kelahiran di Desa Banmati, Kecamatan Tawangsari,
Kabupaten Sukoharjo, BIOSFER, J.Bio., & Pend.Bio,2(2), 24-28.
Markhomah, AF., 2019, Makna Agama Dalam Ritual Sajen Pada Tradisi
Pernikahan di Desa Blengorkulon Kecamatan Ambal Kabupaten
Kebumen, Skripsi, Program Studi Agama, Fakultas Ushuluddin Adab
dan Humaniora, Purwokerto.
37
Mumpuni, K.E., Herawati Susilo, dan Fatchur Rohman, 2015, Peran Masyarakat
dalam Upaya Konservasi. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP
UNS.
Na'im dan H. Syaputra, 2010, Kewarganegaraan, suku bangsa, agama, dan bahasa
sehari-hari penduduk Indonesia; hasil sensus penduduk 2010, Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Ningsih, I.Y, 2016, Studi Etnofarmasi Penggunaan Tumbuhan Obat Oleh Suku
Tengger di Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur, PHARMACY.
13(1): 10-18.
Njatrijani, R., 2018, Kearifan Lokal dalam Perspektif Budaya Kota Semarang,
Gema Keadilan, 5(1), 17-31.
Piortr, S., 2007, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada Media Group.
Purwanto, Y. 1999, Peran dan Peluang Etnobotani Masa Kini Di Indonesia Dalam
Menunjang Upaya Konservasi Dan Pengembangan Keanekaragaman
Hayati, Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayati,
Laboratorium Etnobotani-Puslitbang Biologi LIPI, Bogor.
38
Rongiyati, S., 2011, Hak Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradisional,
Negara Hukum. 2(2):214-238.
Solikhin, M., 2010, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Anggota IKAPI: Yogyakarta.
Sztompka, P., 2007, Sosiologi perubahan sosial, Jakarta: Prenada Media Grup
Tanzeh, A., dan Suyitno, 2006, Dasar-dasar Penelitian. Surabaya: Elkaf.
Tapundu, A. S., & S. Anam, 2015, Studi Etnobotani Tumbuhan Obat Pada Suku
Seko Di Desa Tanah Harapan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah,
Biocelebes, 9(2), 66–86.
Yasid, A., 2005, Fiqh Realitas Respon Ma’had Aly Terhadap wacana Hukum
Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
LAMPIRAN 1
39
PANDUAN WAWANCARA STUDI ETNOBOTANI TRADISI
SENGKINEH ADAT PESISIR PANTAI DI KECAMATAN KERUAK
KABUPATEN LOMBOK TIMUR
40
3. Apakah pemanfaatan tumbuhan yang digunakan dalam tradisi
Sengkineh dikelompokkan berdasarkan kegunaannya dalam ritual
Sengkineh?
4. Bagian-bagian tumbuhan apa saja yang digunakan?
5. Mengapa perlu menggunakan tumbuhan-tumbuhan sebagai bahan-
bahan ritual?
6. Apakah jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam tradisi
Sengkineh memiliki simbol atau makna?
D. Aspek Pemanfaatan
1. Bagaimanakah cara pemanfaatan tumbuhan dalam tradisi
Sengkineh?
2. Apa fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh?
3. Darimana anda mengetahui cara pemanfaatan tumbuhan dalam
tradisi Sengkineh?
4. Apakah pengetahuan tentang tradisi Sengkineh dan
pemanfaatannya diwariskan ke anak cucu? Jika iya apa alasannya?
E. Aspek Konservasi
1. Apakah anda berusaha menanam sendiri jenis tumbuhan yang
digunakan dalam tradisi Sengkineh? Jika jawabannya iya, dimana
anda menanamnya? (pekarangan rumah, kebun atau ladang)
2. Darimana pengetahuan mengenai cara menanam/budidaya
tumbuhan anda dapatkan?
3. Jika anda tidak menanam sendiri, dimana anda dapat mencarinya?
4. Apakah ada upaya anda untuk melindungi jenis tumbuhan yang
digunakan dalam tradisi Sengkineh?
5. Apakah jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam tradisi
Sengkineh ketersediannya masih melimpah atau terbatas?
6. Apa saja kendala dalam budidaya/ketersediaan jenis tumbuhan
yang digunakan dalam tradisi Sengkineh?
41
LAMPIRAN 2. Tabel Data ICS Tumbuhan Tradisi Sengkineh Adat Pesisir Pantai di Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur
No Nama Spesies Famili Organ RU Jenis Pemanfaatan ICS
Tumbuhan Total
Lokal Indonesia Ilmiah A B C D
1. Pisah sabe Pisang kepok Musa paradisiaca L. var. Musaceae Buah, daun 3 20 20 0 30 70
kepok
2. Pisah reje Pisang raja Musa paradisiaca L. var. Musaceae Buah 2 16 8 0 0 24
raja
3. Lekoq Sirih Piper betle L. Piperaceae Daun 3 20 20 0 30 70
4. Saah Merica Piper nigrum L. Piperaceae Biji 1 0 0 6 0 6
5. Selokaq Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae Buah, daun 4 16 20 20 24 80
6. Buaq Pinang Areca catechu L. Arecaceae Buah 1 0 16 0 0 16
7. Aren Aren Arenga pinnata (Wurmb) Arecaceae Getah 1 0 0 10 0 10
Merr. batang
8. Parai Padi Oryza sativa L. Poaceae Buah 3 20 16 20 0 56
9. Paripunuq Ketan Oryza sativa var.Glutinosa Poaceae Buah 1 0 0 6 0 6
10. Tebu Tebu Saccharum officinarum L. Poaceae Batang 1 16 0 0 0 16
11. Jagoh Jagung Zea mays L. Poaceae Kulit buah 2 16 0 0 24 40
12. Bawah mire Bawang merah Allium cepa L. Liliaceae Umbi 1 0 0 6 0 6
44
Tumbuhan U Total
Lokal Indonesia Ilmiah A B C D
14. Cabiq mire Cabai merah Capsicum annuum L. Solanaceae Buah 1 0 0 6 0 6
15. Tembako Tembakau Nicotiana tabacum L. Solanaceae Daun 1 20 0 0 0 20
16. Kunyiq Kunyit Curcuma longa L. Zingiberaceae Rimpang 3 20 16 8 0 44
17. Warige Widuri Calotropis gigantea L. Apocynaceae Batang 1 0 6 0 0 6
18. Kemenyang Kemenyan Styrax benzoin D. Styracaceae Getah batang 1 0 20 0 0 20
19. Ketumbah Ketumbar Coriandrum sativum L. Apiaceae Biji 1 0 0 6 0 6
20. Pele Pala Myristica fragrans H. Myristicaceae Biji 1 0 0 6 0 6
21. Tiboah Kacang panjang Vigna cylindrica L. Fabaceae Biji 1 0 0 6 0 6
Keterangan :
A= Sesaji; B= Perlengkapan Ritual; C= Bahan Pangan
Sumber: Data pribadi, 2020
Data yang diperoleh dari angket dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Reported Use
(RU) (Turner, 1988 dalam Hoffman dan Gallaher, 2007) sebagai berikut:
Keterangan :
RU : Reported Use (Jumlah ragam pemanfaatan yang dilaporkan oleh narasumber)
45
n : jumlah spesies
i : spesies ke-i
Keterangan :
ICS : Index of Cultural Significance
q : nilai kualitas
i : nilai intensitas
e : nilai eksklusivitas
n : jumlah spesies
Tabel 2. Kategori Penilaian Kualitas (q)
Deskripsi kegunaan Nilai guna
Sesaji 2
Perlengkapan ritual 2
Bahan pangan 2
Bahan materi sekunder 3
Sumber: Turner, 1988 dalam Purwanto, 2011.
46
1 Sangat rendah
Sumber: Turner, 1988 dalam Purwanto, 2011
47
LAMPIRAN 3. Bagian Tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh.
Nama Tumbuhan Gambar
Indonesia Ilmiah
Pisang kepok Musa paridisiaca
L.”kepok”
48
Tembakau Nicotiana tabacum L.
49
Tebu Saccharum officinarum L.
50
Bawang Putih Allium sativum L.
51
Ketumbar Coriandrum sativum L.
52
Kacang panjang Vigna cylindrica L.
53
LAMPIRAN 4. Tradisi Sengkineh di Lapangan
54
55
LAMPIRAN 5. Proses wawancara narasumber
56
Nama : Hj. Wardatul Aini Nama : Hj. Nurjannah
Jenis Kelamin :P Jenis Kelamin :P
Umur : 47 Umur : 64
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tanjung Luar Alamat : Ketapang Raya
Nama : Ibu Safia (Mboq piaq) Nama : Hj. Rapiah (Mboq piong)
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin :P
Umur : 63 Umur : 87
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tanjung Luar Alamat : Ketapang Raya
Nama : S. Faisal Al-idrus Nama : Hj. Rahida
Jenis Kelamin :L Jenis Kelamin :P
Umur : 46 Umur : 68
Pekerjaan : Nelayan Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Ketapang Raya Alamat : Ketapang Raya
Nama : Hj. Zulfiati Rahmah Nama : H. Junaidi
Jenis Kelamin :P Jenis Kelamin :L
Umur : 45 Umur : 67
Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Nelayan
Alamat : Ketapang Raya Alamat : Ketapang Raya
57