Anda di halaman 1dari 67

STUDI ETNOBOTANI TRADISI SENGKINEH ADAT PESISIR

PANTAI DI KECAMATAN KERUAK KABUPATEN LOMBOK


TIMUR

SKRIPSI

Oleh
SP. RIDHA TITIANI FITRI AL-IDRUS
NIM: G1A016048

PROGRAM STUDI: BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2020

i
STUDI ETNOBOTANI TRADISI SENGKINEH ADAT PESISIR
PANTAI DI KECAMATAN KERUAK KABUPATEN LOMBOK
TIMUR

SKRIPSI

Karya tulis sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana dari Universitas
Mataram

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2020

ii
STUDI ETNOBOTANI TRADISI SENGKINEH ADAT PESISIR PANTAI
DI KECAMATAN KERUAK KABUPATEN
LOMBOK TIMUR

SP. RIDHA TITIANI FITRI AL-IDRUS


G1A016048

ABSTRAK

Tradisi Sengkineh merupakan tradisi tujuh bulanan sejak kehamilan khas


pesisir pantai yang berasal dari Sulawesi dan diwariskan secara turun temurun.
Tradisi tersebut dijalankan oleh tiga keturunan suku yang ada di wilayah
pesisir pantai Kecamatan Keruak yakni Suku Mandar, Suku Bugis, dan Suku
Bajo. Tradisi tersebut terdiri dari tiga tahapan ritual yakni membuang bala ke
laut, ritual pemasangan kalung di perut, dan bantang sebagai tanda sudah
mengikuti atau menjalani ritual. Tradisi tersebut memanfaatkan sumberdaya
tumbuhan pada saat ritual. Pemanfaatan tumbuhan pada suku-suku bangsa di
Indonesia cenderung mempunyai keragaman. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh di
Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur, terhadap cara pemanfaatan
tumbuhan dan aspek sosial budaya yang terkandung dalam tradisi tersebut.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan upaya pelestarian
sumber daya alam dan budaya khususnya jenis-jenis tumbuhan yang digunakan
dalam tradisi Sengkineh. Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat
deskriptif eksploratif. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus - September
2020 di Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur. Pengumpulan data di
lapangan dilakukan melalui wawancara, observasi partisipatif dan
dokumentasi. Pemilihan narasumber menggunakan metode purposive sampling
dan snowball sampling. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan
kuantitatif berdasarkan perhitungan Reported Use (RU) dan Index of Cultural
Significance (ICS). Berdasarkan hasil yang didapatkan, t erdapat 21 jenis
tumbuhan yang tergolong dalam 12 famili dan 17 genus yang digunakan dalam
tradisi Sengkineh adat pesisir pantai di Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok
Timur. jenis-jenis tumbuhan didominasi oleh famili Poaceae dan Arecaceae
dengan jumlah spesies tumbuhan Poaceae sebanyak 4 spesies dan tumbuhan
Arecaceae sebanyak 3 spesies dan terdapat 4 ragam pemanfaatan tumbuhan
dalam tradisi Sengkineh yakni dijadikan sebagai sesaji, perlengkapan ritual,
bahan pangan dan bahan materi sekunder.
Kata kunci: Tradisi Sengkineh, Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok
Timur, Etnobotani

iii
ETHNOBOTANY STUDY OF THE COASTAL TRADITIONAL
SENGKINEH IN KERUAK DISTRICT EAST LOMBOK REGENCY

SP. RIDHA TITIANI FITRI AL-IDRUS


G1A016048

ABSTRACT

Sengkineh is a seven-month cultural tradition since pregnancy, a coastal


tradition originating from Sulawesi that passed down from generation to
generation. This tradition is carried out by three ethnic descendants in the coastal
area of Keruak District, namely Mandar, Bugis, and Bajo tribes. The tradition
consists of three stages of the ritual, namely throwing reinforcements into the sea,
attaching a necklace to the stomach, and putting the bantang as a sign that they
have followed or undergone the ritual. This tradition uses plant resources during
rituals. The use of plants by ethnic groups in Indonesia tends to have diversity.
This study aims to determine the types of plants used in Sengkineh tradition in
Keruak District, East Lombok Regency, on how to use plants and the socio-
cultural aspects contained in the tradition. It is hoped that the results of this
research can become a reference for efforts to conserve natural and cultural
resources, especially the types of plants used in Sengkineh tradition. This research
is a descriptive exploratory survey that was conducted in August - September
2020 in Keruak District, East Lombok Regency. Data collection was carried out
through interviews, participatory observation and documentation. Selection of
respondents used purposive sampling and snowball sampling methods. Data were
analyzed descriptively qualitatively and quantitatively based on the calculation of
Reported Use (RU) and Index of Cultural Significance (ICS). Based on the results
obtained, there are 21 species of plants belonging to 12 families and 17 genera
used in Sengkineh in Keruak District, East Lombok Regency. Plant species are
dominated by Poaceae and Arecaceae with 4 species of Poaceae and 3 species of
Arecaceae. There are four use categories in Sengkineh, which are used as
offerings, ritual equipment, food ingredients and secondary materials.

Key words: Sengkineh, coastal, tradition, ethnobotany

iv
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini murni karya saya sendiri dan di
dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi serta tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah dituliskan atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang
tertulis dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Mataram, 23 November 2020


Yang menyatakan,

Sp. Ridha Titiani Fitri Al-idrus


NIM. G1A016048

v
HALAMAN PERSETUJUAN

STUDI ETNOBOTANI TRADISI SENGKINEH ADAT PESISIR PANTAI DI


KECAMATAN KERUAK KABUPATEN
LOMBOK TIMUR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S1) Bidang Biologi
ada Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Mataram

SP.RIDHA TITIANI FITRI AL-IDRUS


G1A016048

Tanggal: November 2020

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Kurniasih Sukenti, S.Si., M.Si. Sukiman, S.Si., M.Si.


NIP. 19750711 200012 2 001 NIP. 19731230 20050 1 001

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikumwarohmatullohi wabarokaatuh...

Bismillahirrohmanirrohim, puji syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala


yang telah memberikan nikmat sehatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Studi Etnobotani Tradisi Sengkineh Adat Pesisir Pantai di
Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur” sebagai syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana dengan waktu yang sesuai target. Solawat dan salam
semoga selalu tercurahkan untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
yang telah membawa kita ke jalan yang benar.

Skripsi ini diselesaikan berkat bantuan dan bimbingan berbagai pihak yang
selalu memberikan arahan dan mendampingi penulis dalam berbagai keadaan.
Dengan perasaan yang sangat tulus dan penuh rasa hormat, penulis ingin
menyampaikan terimakasih sebanyak-banyaknya dan sedalam-dalamnya kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang selalu memberikan dukungan moril dan materil
yang tidak terbatas, menyemangati, serta selalu berdoa untuk kesuksesan
penulis. Semoga orangtua penulis tetap sehat dan kelak penulis bisa
membalas jasa mereka sepenuhnya dan membuat mereka bahagia.
2. Bapak Prof. Dr. H. L. Husni, SH., M.Hum selaku Rektor Universitas
Mataram.
3. Bapak Prof. Dedy Suhendra, Ph.D selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam.
4. Ibu Dr. Ernin Hidayati, S.Si., M.Si. selaku Ketua Prodi Biologi dan sekaligus
sebagai dosen luar biasa yang selalu memberikan nasihat berharga dan
bermakna selama penulis menjadi mahasiswa.
5. Ibu Dr. Kurniasih Sukenti, S.Si., M.Si. selaku dosen pembimbing I yang
selalu membimbing dengan sabar, memberikan saran, dan arahan yang begitu
jelas dalam pelaksanaan penyusunan skripsi ini.

vii
6. Bapak Sukiman, S.Si., M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, petunjuk, dan saran dalam pelaksanaan penyusunan
skripsi ini.
7. Dra. Aida Muspiah, M.Si., selaku dosen pembahas yang telah memberikan
bimbingan, petunjuk, saran, dan pengarahan dalam pelaksanaan penyusunan
skripsi ini.
8. Keluarga besar tercinta yaitu: Kakek, Nenek, Bibi, Paman, yang selalu
menyemangati dan memberikan motivasi penulis pada saat penelitian,
terkhusus untuk adik-adik yang memberikan semangat setiap saat.
9. Abah, Puah aji weng, Nenek aji edok, yang telah menemani dan membantu
penulis saat mengambil data penelitian di lapangan.
10. Teman-teman terbaik penulis, Siskawati, Oliq, Eta, Sonia, Yuli, Mala, Yanti
Zulfa, Nurijjawati, Fitri, dan teman-teman seangkatan (Biologi 2016) yang
selalu memberikan semangat dan dukungan.
11. Guru-guru SD sampai dengan SMA yang penulis hormati, serta seluruh
Dosen dan Staf akademik yang telah banyak mengajarkan banyak hal dan
memberikan bantuan berupa informasi dan saran serta tambahan ilmu
pengetahuan.
12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu atas segala
doa, bantuan dan kerjasama dalam penyusunan maupun kegiatan penelitian
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan sangat jauh dari kata sempurna. Penulis berharap agar karya ini
dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun merupakan hal yang penulis harapkan.
Terimakasih banyak dan Assalamualaikumwarohmatullohi wabarokatuh.

Mataram, 23 November 2020

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................................. iv
PERNYATAAN ........................................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 4
2.1 Kebudayaan Masyarakat Indonesia .................................................... 4
2.2 Kearifan Lokal ................................................................................... 5
2.3 Pengertian Tradisi .............................................................................. 5
2.4 Konsep Adat dan Kebudayaan........................................................... 6
2.5 Pemanfaatan Tumbuhan dalam Ritual Adat di Indonesia................... 7
2.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 8
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 9
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................... 9
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 9
3.3 Alat dan Bahan Penelitian .................................................................. 10
3.4 Prosedur Penelitian.............................................................................. 10
3.5 Analisis Data ...................................................................................... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ix
4.1 Aspek Botani Tradisi Sengkineh ............................................................ 15
4.2 Nilai Penting Jenis-jenis Tumbuhan Berdasarkan ICS .......................... 17
4.3 Pemanfaatan tumbuhan dalam tradisi Sengkineh di Kecamatan Keruak 19
4.4 Aspek Sosial Budaya Dalam Tradisi Sengkineh .................................... 23
4.5 Upaya Konservasi Tumbuhan yang Digunakan Dalam Tradisi Sengkineh 33
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 35
5.2 Saran ....................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 36
LAMPIRAN ................................................................................................. 40

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Peta lokasi pengambilan data etnobotani ............................... 10


Gambar 4.1. Grafik persentase tumbuhan berdasarkan family.................... 15
Gambar 4.2. Grafik penggunaan organ tumbuhan yang digunakan dalam
tradisi Sengkineh .................................................................... 16
Gambar 4.3. Makanan yang digunakan sebagai bingkisan........................... 22
Gambar 4.4. Dokumentasi ritual Sengkineh dan komponen inti tradisi
Sengkineh................................................................................... 24

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Nilai penting jenis-jenis tumbuhan berdasarkan ICS .................. 17

Tabel 4.2. Komponen Tradisi Sengkineh .................................................... 24

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, Badan Pusat Statistik
(BPS) Republik Indonesia pada tahun 2010, menyatakan Indonesia memiliki
suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari
1.340 suku bangsa. Bisa dikatakan bahwa Indonesia salah satu negara dengan
tingkat keanekaragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi.
Indonesia terdiri dari berbagai suku, bangsa, agama dan bahasa. Menurut
Na’im dan Syaputra (2010), tiap daerah memiliki berbagai macam acara
ataupun ritual-ritual dalam kebudayaan mereka masing-masing, hal tersebut
terkait dengan kearifan tradisional. Kearifan tradisional berupa pengetahuan
dan wawasan yang ada dalam masyarakat pada suatu daerah dan diwariskan
secara turun temurun dari generasi terdahulu ke generasi berikutnya tanpa
terputus. Kearifan tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan,
pemahaman, wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku
manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Tradisi bersifat
tertulis tetapi senantiasa dijalankan oleh masyarakat (Hidayat dkk, 2010).
Studi etnobotani menekankan pada keterkaitan antara budaya
masyarakat dengan sumberdaya tumbuhan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Etnobotani adalah cabang keilmuan yang mempelajari hubungan
langsung antara manusia dengan tumbuhan dalam hal pemanfaatan dan
pengelolaannya terutama pada masyarakat tradisional (Liina dkk, 2017).
Etnobotani memiliki potensi untuk mengungkapkan sistem pengetahuan
tradisional suatu kelompok masyarakat atau etnis mengenai keanekaragaman
sumberdaya hayati, konservasi dan budaya (Tapundu & Anam, 2015). Bagi
masyarakat Indonesia etnobotani penting sekali untuk dipelajari karena
tumbuhan yang ada di suku-suku bangsa Indonesia banyak yang belum dikaji
pemanfaatannya. Pengetahuan lokal masyarakat dalam memanfaatkan
sumberdaya tumbuhan akan sangat membantu menjaga kelestarian
keanekaraaman hayati. Pemanfaatan tumbuhan pada suku-suku bangsa di

1
Indonesia cenderung mempunyai keragaman. Keragaman suku bangsa yang
mendiami wilayah di Indonesia ini sebanding dengan banyaknya keragaman
ritual adat yang terus dipertahankan kelestariannya oleh masing-masing suku
yang terdapat di Indonesia, terdapat berbagai macam tumbuhan yang ada di
lingkungan suku tertentu yang diolah atau dimanfaatkan langsung untuk
keperluan bahan makanan, obat-obatan dan ritual-ritual adat (Hasanuddin,
2018). Pada hakikatnya semua suku bangsa berupaya untuk melestarikan dan
mempertahankan kebudayaanya. Hal ini terlihat dari masyarakat yang masih
menggunakan jenis-jenis tumbuhan untuk dijadikan sebagai bahan yang
penting dalam melakukan tradisi (ritual). Lingkungan budaya masyarakat
tradisional kaya akan kearifan lokal, namun belum banyak diungkap
bagaimana kearifan ini tumbuh dan terpelihara dalam kehidupan masyarakat
tersebut. Menurut Purwanto (1999), diperlukan upaya penggalian adat-istiadat
dan budaya untuk memperkuat basis masyarakat dalam menjaga kebudayaan
mereka.
Salah satu wilayah yang masih memegang teguh kearifan lokal adalah
wilayah daerah pesisir pantai di Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok
Timur. Wilayah pesisir pantai di Kecamatan Keruak tersebut memiliki
keunikan tersendiri dari segi bahasa, adat, khususnya tradisi. Tradisi yang
masih kental dilakukan sampai saat ini ialah salah satunya tradisi Sengkineh.
Tradisi Sengkineh merupakan tradisi tujuh bulanan sejak kehamilan khas
pesisir pantai yang berasal dari Sulawesi dan diwariskan secara turun temurun.
Tradisi tersebut terdiri dari tiga tahapan ritual yakni membuang bala ke laut,
ritual pemasangan kalung di perut, dan bantang sebagai tanda sudah
mengikuti atau menjalani ritual.
Tradisi Sengkineh merupakan budaya Sulawesi yang dibawa oleh
nenek moyang sejak dulu, mereka datang berlayar ke wilayah pesisir
Kecamatan Keruak dan menetap di daerah tersebut dengan membawa berbagai
macam tradisi yang dilakukan hingga saat ini. Tradisi Sengkineh dijalani oleh
tiga suku yang berasal dari Sulawesi, yaitu Suku Mandar, Suku Bugis, dan
Suku Bajo. Tradisi tersebut memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan sebagai
bahan penting untuk melakukan ritual. Saat ini belum ada penelitian terkait

2
jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh yang mengkaji
dari sisi etnobotani. Penelitian ini perlu dilakukan sebagai bentuk pelestarian
tumbuhan dan pelestarian budaya di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.2.1 Jenis-jenis tumbuhan apa saja yang berperan dalam tradisi Sengkineh?
1.2.2 Bagaimana pemanfaatan tumbuhan yang digunakan dalam tradisi
Sengkineh?
1.2.3 Bagaimana aspek sosial budaya dalam tradisi Sengkineh di wilayah
pesisir pantai Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur?

1.3 Tujuan
Tujuan Penelitian ini adalah:
1.3.1 Mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang berperan dalam tradisi
Sengkineh.
1.3.2 Mengetahui pemanfaatan tumbuhan yang digunakan dalam tradisi
Sengkineh.
1.3.3 Mengetahui aspek sosial budaya dalam tradisi Sengkineh di wilayah
pesisir pantai Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur.

1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah:
1.4.1 Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan wawasan dari sisi
etnobotani khususnya mengenai jenis-jenis tumbuhan yang berperan
sebagai bahan tradisi Sengkineh.
1.4.2 Menjadi acuan dalam upaya pelestarian lingkungan dalam kaitannya
dengan tumbuhan yang dimanfaatkan dalam tradisi Sengkineh.
1.4.3 Sebagai bahan informasi dan ilmu pengetahuan terkait dengan adanya
tradisi pesisir pantai Sengkineh di Kecamatan Keruak Lombok Timur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebudayaan Masyarakat Indonesia


Indonesia dikenal karena berbagai macam suku bangsa yang memiliki
kebiasaan positif (kearifan lokal) terhadap tumbuhan (Artha dkk, 2016).
Kemajuan sains dan teknologi memberikan perubahan yang luar biasa dalam
bidang kesehatan, pangan dan lingkungan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagai hasil kajian ilmiah tentang fenomena alam tidak terlepas
dari adanya kontribusi besar kearifan lokal, berupa pengetahuan informal
masyarakat tradisional berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari. Hal
tersebut membuka pemahaman akan besarnya potensi kearifan lokal dalam
turut menyumbangkan baik gagasan, data awal, bahkan sumber inspirasi
dalam upaya menguak rahasia alam. Masyarakat tradisional secara turun
temurun selalu mengembangkan kearifan lokal tentang pengetahuan non-
formal yang bermanfaat praktis bagi kelangsungan hidup dan perkembangan
budaya mereka (Surata dkk, 2015).
Upacara adat adalah salah satu unsur kebudayaan daerah yang bersifat
universal dan merupakan unsur yang berkenan pada suatu daerah. Tiap daerah
tersebut memiliki berbagai macam acara ataupun ritual-ritual dalam
kebudayaan mereka masing-masing (Rahyuni dkk, 2013). Upacara adat
merupakan tindakan yang terikat dengan aturan tertentu menurut adat istiadat.
Upacara adat merupakan tradisi yang masih terus ada, dijaga, dan diwariskan
secara turun temurun. Setiap kegiatan upacara adat yang dilakukan demi
keberlangsungan dan keselarasan lingkungan baik itu lingkungan sosial atau
masyarakat dan alam yang dimanfaatkan oleh penduduk lokal dalam
kegiatannya. Tidak jarang tumbuhan yang disediakan oleh alam merupakan
cerminan dari filosofi hidup dari masyarakatnya serta merupakan dedikasi
tinggi terhadap kearifan lokal guna melestarikannya bagi generasi mendatang
(Rohmah dkk, 2014).

4
2.2 Kearifan Lokal
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari
dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam kamus Inggris Indonesia
John M. Echols dan Hassan Sadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom
sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan
setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang
bersifat bijaksana, penuh kearifan bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya (Hasanah, 2016). Kearifan lokal merupakan produk
masa lalu yang patut secara terus menerus dijadikan hidup. Meskipun kearifan
tersebut bernilai lokal, namun nilai yang terkandung di dalamnya bersifat
universal. Sumber nilai kearifan lokal berasal dari nilai-nilai agama, atau religi
pada umumnya disamping nilai-nilai yang dipelajari manusia dari alam. Nilai-
nilai tersebut diterima oleh masyarakat dan dijadikan sebagai pandangan hidup
(Sartini, 2009). Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan
serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan mereka (Njatrijani, 2018).

2.3 Pengertian Tradisi


Menurut kamus umum Bahasa Indonesia tradisi dipahami sebagai
segala sesuatu yang turun temurun dari nenek moyang. Tradisi dalam kamus
antropologi sama dengan adat istiadat yakni kebiasaaan yang besifat magis
religious dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya,
norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian
menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala
konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau
perbuatan manusia dalam kehidupan sosial (Ariyono & Aminuddin, 1985).
Menurut Hasan Hanafi, Tradisi (Turats) segala warisan masa lampau
(baca tradisi) yang masuk pada kita dan masuk dalam kebudayaan yang
sekarang berlaku. Dengan demikian bagi Hanafi turats tidak hanya merupakan
persoalan peninggalan sejarah, tetapi sekaligus merupakan persoalan
konstribusi zaman kini dalam berbagai tingkatnya (Hakim, 2003). Tradisi

5
dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki pijakan sejarah
masa lampau dalam bidang adat, bahasa, tata kemasyarakatan keyakinan dan
sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusnya pada generasi
berikutnya (Shadily, 2000). Tradisi dapat diartikan sebagai warisan yang
benar adanya atau warisan masa lalu yang hingga kini masih dianut oleh
masyarakat.Tradisi adalah kebiasaan yang terjadi berulang-ulang bukan/tidak
dilakukan secara kebetulan/disengaja (Piortr, 2007).
Sumber tradisi pada umat ini bisa disebabkan karena sebuah Urf
(Kebiasaan) yang muncul ditengah-tengah umat kemudian tersebar menjadi
adat dan budaya atau kebiasaan tetangga lingkungan dan semacamnya
kemudian dijadikan sebagai model kehidupan (Mahmud, 2006). Tradisi
merupakan suatau karya cipta manusia yang tidak bertentangan inti ajaran
agama, tentunya Islam akan menjustifikasikan/membenarkannya (Yasid,
2005).

2.4 Konsep Adat dan Kebudayaan


Adat dapat dipahami sebagai tradisi lokal (local castom) yang
mengatur interaksi masyarakat. Dalam ensiklopedi islam (1999), disebutkan
bahwa adat adalah kebiasaan atau tradisi masyarakat yang telah dilakukan
berulang kali secara turun temurun. Adat istiadat merupakan komponen awal
adanya tertib sosial ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari memiliki budaya yang masih dominan akan unsur-unsur
tradisional. Keadaan ini didukung oleh keanekaragaman hayati yang berasal
dari berbagai ekosistem yang ada di Indonesia. Selain pemanfaatan
keanekaragam hayati telah melalui sejarah panjang sebagai bagian dari
kebudayaan (Rahyuni dkk, 2013). Melalui keragaman budaya inilah, yang
merupakan identitas bangsa yang harus dipertahankan dan dipelihara karena
mempunyai keyakinan yang kuat akan tradisi yang berkembang di sekitarnya.
Kebudayan adalah segala perbuatan tingkah laku dan tata kelakuan aturan-
aturan yang merupakan kebiasaan sejak dahulu kala telah dilakukan turun
temurun dan sampai sekarang masih dilaksanakan (Koentjaningrat, 1980).

6
2.5 Pemanfaatan Tumbuhan dalam Ritual Adat di Indonesia
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang kaya akan
keanekargaman hayati, memiliki hutan terbesar kedua di dunia, dan dikenal
sebagai salah satu Negara megabiodiversity setelah Brazil (Ersam, 2004).
Etnobotani merupakan ilmu tumbuhan yang mempelajari tentang pengetahuan
pemanfaatan tumbuhan untuk keperluan sehari-hari pada suatu komunitas adat
suku bangsa. Kajian etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomis
saja, tetapi juga tentang pengetahuan botani yang bersifat kedaerahan, berupa
tinjauan interpretasi dan asosiasi yang mempelajari hubungan timbal balik
antara manusia dengan tanaman, serta pemanfaatan tanaman tersebut untuk
kepentingan budaya dan kelestarian sumber daya alam (Dharmono, 2007).
Pengetahuan etnobotani banyak ditemukan dalam suku-suku tradisional di
Indonesia yang merupakan hasil dan berinteraksi, berproses dan bersikap
melakukan pemanfaatan tumbuhan hutan (Iswandono dkk, 2015). Suku
Tengger merupakan salah satu Suku di Indonesia yang masih berpegang teguh
pada adat istiadat dan budayanya, termasuk pengetahuan lokalnya mengenai
pengobatan menggunakan tumbuhan obat. Pengetahuan tradisional
masyarakat Tengger terhadap tumbuhan obat cukup baik dan telah diturunkan
dari generasi ke generasi (Ningsih, 2016).
Indonesia memiliki berbagai macam suku dan masyarakat adat yang
tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia. Baik masyarakat adat yang masih
memegang teguh budaya dan adat istiadatnya ataupun masyarakat adat yang
sudah mulai membuka diri dengan lingkungan luar dan sentuhan teknologi.
Menurut Setyowati dan Wardah (2007), pada masyarakat lokal, pengetahuan
tentang manfaat tumbuh-tumbuhan merupakan pengetahuan dasar yang amat
penting dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Tetapi sejalan
dengan berubahnya ekosistem tempat mereka hidup, perubahan lingkungan,
komunikasi dan informasi dari luar, menyebabkan nilai-nilai budaya yang
selama ini tumbuh dan berkembang di masyarakat ikut berkembang. Salah
satu dari masyarakat adat itu adalah masyarakat adat kampung Pulo yang
terdapat di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Masyarakat adat kampung
Pulo masih memanfaatkan tumbuhan yang ada di sekitarnya baik untuk

7
keperluan pangan, sandang, upacara adat serta untuk keperluan pengobatan.
Pada kawasan kampung adat tersebut masih banyak terdapat jenis tumbuhan
yang beranekaragam. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan
93 spesies tumbuhan yang termasuk dalam 42 familia dimanfaatkan oleh
masyarakat adat Kampung Pulo. Adapun spesies yang paling banyak
dimanfaatkan adalah Areca catechu, Arenga pinnata, Cocos nucifera, Carica
papaya, Sauropus androgynous, Gigantochloa verticillata, Oryza sativa,
Curcuma domestica, Kaempferia galangal, dan Zingiber officinale (Ramdianti
dkk, 2013).

2.6 Gambaran umum lokasi penelitian


Keruak merupakan sebuah kecamatan di kabupaten Lombok Timur,
Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Luas wilayah Kecamatan Keruak 40,49 km 2
dan terdiri dari 15 (lima belas) desa yaitu, Tanjung Luar, Pijot, Selebung
Ketangga, Sepit, Keruak, Batu Putik, Senyiur, Ketapang Raya, Pijot Utara,
Ketangga Jeraing, Mendana Raya, Setungkep Lingsar, Danerase, Montong
Belae, dan Pulau Maringkik. Tinggi kecamatan keruak dari permukaan air laut
berkisar antara 5-30 meter. Terdapat 2 desa yang berdekatan dengan wilayah
pesisir pantai Kecamatan Keruak yaitu, Desa Ketapang Raya dan Desa
Tanjung Luar. Wilayah pesisir pantai merupakan salah satu sentra produksi
perikanan laut di wilayah pesisir pantai yang terdapat di Tanjung Luar.
Desa Tanjung Luar merupakan salah satu desa pesisir dari 15 desa
yang ada di Kecamatan Keruak, yang mempunyai Luas wilayah 134.985 Ha,
terdiri dari 5 dusun yaitu, Kampung Baru, Kampung Tengah, Kampung Koko,
Toroh Tengah, dan Toroh Selatan. Sebagian besar Desa Tanjung Luar
merupakan daerah daratan rendah berkisar antara 1-1,5 meter dari permukaan
laut dan berada di pesisir pantai timur Pulau Lombok di Wilayah Kabupaten
Lombok Timur, dengan rata-rata curah hujan 1000 s/d 2000 mm/tahun dengan
suhu udara rata-rata 31o C/ 840 F. Sementara itu, Desa Ketapang Raya
Kecamatan Keruak terbagi dalam 6 dusun yaitu, Pelabe, Lungkak, Lungkak
Utara, Lungkak Selatan, Telage Bagik, dan Kedome dengan luas wilayah
298,24 hektare (Badan Pusat Statistik, 2020).

8
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah survei yang bersifat deskriptif eksploratif.
Metode deskriptif digunakan untuk mengkaji sesuatu apa adanya terkait
dengan jumlah tumbuhan yang digunakan dalam penelitian yang disajikan
dalam berupa tabel, grafik dan dideskripsikan secara menyeluruh berkaitan
dengan aspek penelitian. Sedangkan metode eksploratif digunakan untuk
mengumpulkan data – data awal tentang sesuatu mengenai jenis-jenis
tumbuhan yang digunakan dalam penelitian.

3.2 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2020
dengan lokasi pengambilan data di dua desa yakni Desa Tanjung Luar dan
Desa Ketapang Raya, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur.
Pemilihan lokasi tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa lokasi tersebut
merupakan wilayah pesisir yang masih kental akan tradisi khususnya tradisi
Sengkineh. Suku-suku yang masih melakukan tradisi Sengkineh di wilayah
pesisir Kecamatan Keruak ialah Suku Mandar, Suku Bugis, dan Suku Bajo.

9
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian di Desa Tanjung Luar dan Ketapang Raya (Katalog BPS, 2018).

3.3 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan adalah alat tulis, kamera,
perekam suara, lembar wawancara, dan perlengkapan pembuatan
herbarium. Perlengkapan herbarium yang digunakan yakni gunting,
selotip, koran, alkohol 70%, ziplock 13x8,7 cm , tisu, pemanas (oven),
label, benang kasur, dan pensil.

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Tahap persiapan
Observasi lapangan dilakukan dengan mendatangi pamong
setempat di lokasi penelitian yakni kepala desa, dan masyarakat setempat.
Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi dan mencari informasi mengenai
warga-warga yang masih melaksanakan tradisi Sengkineh. Selain itu juga
untuk mendata warga-warga yang potensial untuk dijadikan informan
(narasumber).

10
3.4.2 Teknik Pengambilan Data
Dalam proses penelitian di lapangan, peneliti menggunakan
beberapa teknik pengumpulan data yaitu melalui wawancara, observasi
partisipatif, dan dokumentasi.

3.4.2.1 Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi terkait etnobotani
tradisi Sengkineh. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian
yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang lebih bertatap muka
denga mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-
keterangan (Narbuko & Achmadi, 2004). Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara terhadap sejumlah responden. Penentuan responden yang
ditentukan secara terpilih (metode purposive sampling). Metode yang
digunakan dalam pemilihan informan ialah metode purposive sampling dan
snowball sampling. Metode purposive sampling merupakan teknik sampling
non random dimana pengambilan sampel diambil dengan cara menetapkan
ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan metode
snowball sampling ialah teknik pengambilan sampel dengan bantuan key-
informant, dan dari key-informant inilah akan berkembang sesuai petunjuknya.
Responden ditujukan pada masyarakat yang memiliki pengetahuan mengenai
tradisi Sengkineh, antara lain sanro (dukun), belian (penyehat tradisional),
tetua desa, dan masyarakat. Bahasa yang digunakan dalam wawancara adalah
bahasa Bajo yaitu bahasa sehari-hari masyarakat pesisir pantai Kecamatan
Keruak yang berasal Sulawesi dan menggunakan Bahasa Indonesia
disesuaikan dengan kemampuan responden dengan menggunakan tipe
pertanyaan open-ended. Dalam proses wawancara peneliti menggunakan
pedoman wawancara (Lampiran 1), agar proses wawancara dapat berjalan
dengan lancar dan data yang dibutuhkan terkumpul dengan lengkap namun
tetap terbuka dengan informasi lain.

11
3.4.2.2 Observasi Partisipatif
Metode observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap
keadaan atau perilaku objek sasaran. Observasi partisipatif adalah teknik
berpartisipasi dalam aktivitas untuk memperoleh bahan-bahan atau data
yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan mendengarkan
secermat mungkin untuk mendapatkan data tumbuhan yang digunakan
dalam penelitian. Teknik observasi partisipatif (participant observation)
juga digunakan untuk menambah informasi yang dibutuhkan, antara lain
dengan cara mengikuti seluruh rangkaian mulai dari persiapan alat dan
bahan hingga selesai yang disertai dengan dokumentasi (Tanzeh &
Suyitno, 2006).

3.4.2.3 Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan ketika wawancara dan observasi
berlangsung. Sistem pendokumentasian menggunakan rekaman suara, foto
dan video. Hal tersebut agar data yang diperoleh lebih akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Jika terdapat jenis tumbuhan yang
tidak diketahui nama ilmiahnya maka dilakukan identifikasi melalui
pembuatan herbarium. Identifikasi tumbuhan menggunakan buku
identifikasi Malesian Seed Plants oleh M. M. J. van Balgooy (1997) dan
situs http://www.theplantlist.org/ (The Plantlist).

3.4.2.4 Kajian Pustaka


Selain dari data yang dikumpulkan di atas, juga dilakukan kajian
pustaka. Pustaka ini bersumber dari buku, jurnal, artikel, laporan dan data
lainnya yang terkait dengan penelitian.

12
3.5 Analisis Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan
data kuantitatif.
3.5.1 Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data naratif atau deskriptif yang menjelaskan
tentang suatu fenomena lewat koleksi intensif data-data melalui
wawancara (Muhadjir, 1996). Data kualitatif pada penelitian ini berupa
jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh, cara
pemanfaatan, bagian organ tumbuhan yang digunakan, serta aspek sosial
budaya yang terdapat pada tradisi tersebut.

3.5.2 Data Kuantitatif


Data kuantitatif adalah data yang dapat diukur atau dihitung secara
langsung, yang berupa informasi atau penjelasan yang dinyatakan dengan
bilangan atau berbentuk angka (Sugiyono, 2010). Data kuantitatif pada
penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan grafik berdasarkan hasil
perhitungan dengan menggunakan rumus Reported use value (RU), Index
of Cultural Significance (ICS) (Turner, 1988 dalam Hoffman dan
Gallaher, 2007).
Angka hasil perhitungan RU menunjukkan jumlah ragam
pemanfaatan dari suatu spesies yang paling banyak kegunaannya. Rumus
RU:

RU= ∑ speciesi
i

Keterangan:
RU : Reported Use (Jumlah ragam pemanfaatan yang dilaporkan oleh
narasumber)
n : jumlah spesies
i : spesies ke-i

13
(Gomez-Beloz, 2003) dalam (Hoffman dan Gallaher, 2007).
Rumus perhitungan Index of Cultural Significance (ICS) (Turner, 1988
dalam Hoffman dan Gallaher, 2007) adalah sebagai berikut:

ICS = ∑ (𝑞 ∗ 𝑖 ∗ 𝑒) 𝑛 𝑖=1

Keterangan:
ICS : Index of Cultural Significance
q : nilai kualitas
i : nilai intensitas
e : nilai eksklusivitas
n : jumlah spesies

14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Aspek Botani Tradisi Sengkineh


Penelitian dilakukan di dua desa yakni Desa Tanjung Luar dan Desa
Ketapang Raya, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur. Pada kedua
desa tersebut, masyarakat masih melakukan tradisi Sengkineh. Terdapat
berbagai macam tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh dan
memiliki makna yang berbeda-beda.
Berdasarkan hasil wawancara, 8 responden yang terdiri atas 2 sanro
(dukun), 2 belian (penyehat tradisional), 2 nelayan, dan 2 ibu rumah tangga,
diperoleh 21 jenis tumbuhan yang tergolong dalam 12 famili dan 17 genus
yang digunakan dalam tradisi Sengkineh. (Lampiran 2). Berikut ini adalah
grafik persentase tumbuhan berdasarkan famili (Gambar 4.1).

Jumlah Famili
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
e ae ae ae ae ae ae ae ae ae ae ae
c ea ce ce ce ce ce ce ce ce ce ce ce
ia a a a i a a a ra a a a a
Ap yn ec Fa
b Lil us tic pe Po an ra
c er
poc Ar M yris Pi S ol ty g ib
S n
A M Zi

Gambar 4.1. Grafik persentase tumbuhan berdasarkan famili.

Berdasarkan hasil pengamatan, jenis-jenis tumbuhan yang paling banyak


dimanfaatkan dalam tradisi Sengkineh didominasi oleh famili Poaceae dan
Arecaceae dengan jumlah spesies tumbuhan Poaceae sebanyak 4 spesies dan
tumbuhan Arecaceae sebanyak 3 spesies. Banyaknya pemanfaatan spesies

15
tumbuhan pada famili Poaceae dikarenakan mudah ditemukan, dijual di pasar,
dan ada beberapa masyarakat yang membudidayakannya, seperti Oryza sativa
L., Oryza sativa var. glutinosa, Saccharum officinarum L., dan Zea mays L.
Sementara itu, banyaknya spesies tumbuhan pada famili Arecaceae
disebabkan karena mudah ditemukan tumbuh liar di kebun dan banyak dijual
di pasar, seperti Cocos nucifera. Selain itu, pada famili Arecacea ada
khususnya Cocos nucifera dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan minyak
wangi khas ritual yang wajib digunakan pada saat ritual Sengkineh. Areca
catechu L., Arenga pinnata L. Berdasarkan organ tumbuhan yang digunakan,
bagian tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh adalah batang, biji,
buah, daun, getah batang, kulit buah, rimpang dan umbi. (Gambar 4.2).

Jumlah organ tumbuhan


7

0
Batang Biji Buah Daun Getah Kulit buah Rimpang Umbi
batang

Gambar 4.2. Grafik penggunaan organ tumbuhan yang digunakan


dalam tradisi Sengkineh

Organ tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan yaitu buah dengan


jumlah spesies tumbuhannya sebanyak 7 spesies, meliputi Musa paradisiaca
L. “kepok”, Musa paradisiaca L. “raja”, Cocos nucifera L, Areca catechu L.,
Oryza sativa L., Oryza sativa var. glutinosa, Capsicum annuum L. Hal ini
dikarenakan buah merupakan organ tumbuhan yang paling utama digunakan

16
dalam tradisi Sengkineh, buah juga mudah ditemukan, baik itu ditanam sendiri
dan mudah dicari di pasar.

Tumbuhan dalam tradisi Sengkineh terdiri atas tanaman budidaya dan non
budidaya. Sanro (dukun) dan sebagian masyarakat di wilayah pesisir pantai
kecamatan Keruak dapat mengenali dengan baik jenis tumbuhan yang
digunakan dalam tradisi Sengkineh. Tumbuhan budidaya dikategorikan
menjadi 2 sumber perolehan yaitu membeli atau menanam sendiri. Ada
beberapa jenis tumbuhan yang ditanam sendiri di pekarangan rumah, di kebun,
maupun di sawah yang mereka miliki seperti Cocos nucifera L., Curcuma
longa L., Oryza sativa L., Nicotiana tabacum L., Allium cepa L., Capsicum
annuum L. Selain itu, terdapat beberapa jenis tumbuhan non budidaya yang
banyak ditemukan tumbuh dipinggir pantai seperti Caloptropis gigantea L.,
dan sangat banyak tumbuhan dapat ditemukan di pasar seperti Arenga
pinnata (Wurmb) Merr., Musa paradisiaca L. “kepok”, Musa paradisiaca L.
“raja”, Piper betle L., Areca catechu L., Oryza sativa L., Cocos nucifera L.,
Curcuma longa L., Nicotiana tabacum L., Zea mays L., Saccharum
officinarum L., Styrax benzoin D., Allium cepa L., Allium sativum L., Piper
nigrum L., Coriandrum sativum L., Myristica fragrans H., Capsicum annuum
L., Oryza sativa var. Glutinosa, dan Vigna cylindrica L. Berikut ini ialah nilai
penting jenis-jenis tumbuhan berdasarkan perhitungan ICS (Tabel 4.1).

3.2 Nilai Penting Jenis-jenis Tumbuhan Berdasarkan ICS


Berikut ini ialah nilai penting jenis-jenis tumbuhan berdasarkan
perhitungan ICS (Tabel 4.1).
Tabel 4.1 Nilai penting jenis-jenis tumbuhan berdasarkan ICS

No Nama Tumbuhan Famili Ragam Pemanfaatan RU Total


ICS
A B C D
1. Musa paradisiaca L. “kepok” Musaceae 20 20 0 30 3 70
2. Musa paradisiaca L. “raja” Musaceae 16 8 0 0 2 24
3. Piper betle L. Piperaceae 20 20 0 30 3 70
4. Piper nigrum L. Piperaceae 0 0 6 0 1 6
5. Cocos nucifera L. Arecaceae 16 20 20 24 4 80
6. Areca catechu L. Arecaceae 0 16 0 0 1 16

17
7. Arenga pinnata (Wurmb) Merr. Arecaceae 0 0 10 0 1 10

Lanjutan Tabel 4.1. Nilai penting jenis-jenis tumbuhan berdasarkan ICS

No Nama tumbuhan Famili Ragam Pemanfaatan RU Total


ICS
A B C D

8. Oryza sativa L. Poaceae 20 16 20 0 3 56


9. Oryza sativa var.Glutinosa Poaceae 0 0 6 0 1 6
10. Saccharum officinarum L. Poaceae 16 0 0 0 1 16
11. Zea mays L. Poaceae 16 0 0 24 2 40
12. Allium cepa L. Liliaceae 0 0 6 0 1 6
13. Allium sativum L. Liliaceae 0 0 6 0 1 6
14. Capsicum annuum L. Solanaceae 0 0 6 0 1 6
15. Nicotiana tabacum L. Solanaceae 20 0 0 0 1 20
16. Curcuma longa L. Zingiberacea 20 16 8 0 3 44
e
17. Calotropis gigantea L. Apocynaceae 0 6 0 0 1 6
18. Styrax benzoin D. Styracaceae 0 20 0 0 1 20
19. Coriandrum sativum L. Apiaceae 0 0 6 0 1 6
20. Myristica fragrans H. Myristicaceae 0 0 6 0 1 6
21. Vigna cylindrica L. Fabaceae 0 0 6 0 1 6

Berdasarkan hasil perhitungan Index of Cultural Significance (ICS), terdapat 5


dengan nilai ICS tertinggi yaitu, Cocos nucifera sebesar 80, Piper betle sebesar
70, Musa paridisiaca “kepok” sebesar 70, Oryza sativa sebesar 56, dan
Curcuma longa sebesar 44 . Spesies tersebut memiliki nilai ICS yang lebih tinggi
dari tumbuhan lain karena intensitas penggunaannya yang sangat tinggi, yaitu
digunakan pada hampir semua jenis perlengkapan ritual Sengkineh dan sebagai
bahan pangan dalam tradisi Sengkineh, serta menjadi komponen utama yang
sangat berperan dan tidak dapat diganti dengan spesies lain. Sedangkan spesies
yang termasuk dalam kategori nilai ICS terendah sebesar 6 yaitu Piper nigrum,
Oryza sativa var. glutinosa., Allium cepa., Capsicum annuum , Calotropis
gigantea, Coriandrum sativum, Myristica fragrans, dan Vigna cylindrica. Hal ini
terjadi karena nilai intensitas penggunaannya jarang atau minimal, serta hanya
sebagai bahan pangan yang dijadikan sebagai bingkisan dalam tradisi Sengkineh
dan sebagai pemenuh kebutuhan sekunder.

18
Nilai ICS merupakan indikasi nilai penting dari setiap jenis tumbuhan bagi
masyarakat di lokasi studi yang berguna sebagai dasar pertimbangan jenis-jenis
penting dan berpotensi untuk keperluan ekonomi (meningkatkan pendapatan
masyarakat setempat) maupun pelestariannya (Purwanto dkk, 2007). Setiap suku
memiliki pengetahuan cukup baik mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan dan
tingkat pengetahuan tentang pemanfaatan dan pengelolaan keanekaragaman jenis
tumbuhan dari setiap kelompok masyarakat berbeda antara lain disebabkan oleh
adanya perbedaan tingkat kebudayaan dan kondisi lingkungan setempat, kondisi
lingkungan, transformasi budaya, intervensi teknologi dan interaksi antar
masyarakat (Berlin, 1973).

3.3 Pemanfaatan tumbuhan dalam tradisi Sengkineh di Kecamatan Keruak


Berdasarkan hasil perhitungan Reported Use (RU) yaitu jumlah ragam
pemanfaatan yang dilaporkan oleh narasumber di dua desa wilayah pesisir pantai
Kecamatan Keruak, terdapat 4 jumlah ragam pemanfaatan yakni sebagai sesaji,
perlengkapan ritual, bahan pangan yang dijadikan sebagai bingkisan, dan bahan
materi sekunder. Tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan dalam tradisi
Sengkineh yaitu Cocos nucifera L., Oryza sativa L., dan Curcuma Longa L.
Berikut uraian mengenai 4 ragam pemanfaatan tumbuhan dalam tradisi
Sengkineh:
3.3.1 Sesaji
Tumbuhan yang digunakan sebagai sesaji terdiri dari 6 spesies tumbuhan
yakni, pisang kepok Musa paradisiaca “kepok” (daun, buah), kelapa Cocos
nucifera (daun, buah), sirih Piper betle (daun), jagung Zea mays (kulit buah),
tembakau Nicotiana tabacum (daun), tebu Saccharum officinarum (batang), padi
disangrai dan beras 4 warna Oryza sativa (buah), warna pada beras terdiri warna
merah, warna kuning, warna hitam dan warna putih. Pewarnaan tersebut
dilakukan secara tradisional menggunakan bahan dasar dari tumbuhan, seperti
beras warna kuning ditambahkan pewarna kunyit Curcuma longa (rimpang),
beras bewarna merah menggunakan perasan kunyit yang ditambahkan dengan
sedikit kapur sehingga menimbulkan warna merah, dan beras berwarna hitam
menggunakan arang. Untuk beras berwarna putih tidak menggunakan pewarna
apapun. Pada tradisi Sengkineh terdapat 3 sesaji yang diletakkan pada tempat

19
berbeda yaitu di depan pintu, di dapur, dan dibuang ke laut. Sesaji memiliki
makna yang berbeda-beda. Sesaji yang diletakkan di depan pintu memiliki
makna agar ibu dan anak di dalam kandungan dijauhkan dari hal-hal yang tidak
diinginkan, sesaji yang diletakkan di dapur memiliki makna agar bayi yang ada
di dalam kandungan memberikan dampak positif bagi ibu yang mengandungnya
dan semua keluarganya, kemudian sesaji yang dibuang ke laut memiliki makna
bahwa membuang bala’ berupa sesaji tersebut dapat menangkal pengaruh buruk
dari daya kekutan gaib yang tidak dikehendaki dan menjauhkan hal-hal yang
tidak diinginkan pada saat melahirkan. Berbeda halnya dengan penelitian
Markhomah (2019) di Desa Blengorkulon Kabupaten Kabumen, sesaji (sajen)
digunakan pada tradisi pernikahan, sajen diletatakkan pada tiga belas tempat
seperti di dapur, tempat penyimpanan beras, sumur, sawah, dan tempat lainnya,
dan dilakukan tujuh hari sebelum hari sakral berlangsung. Masyarakat Desa
Blengorkulon memaknai ritual sajen sebagai bentuk selamatan atau tasyakuran
untuk menyedekahkan sebagian yang dimiliki kepada makhluk Allah yang
lainnya baik yang terlihat maupun yang gaib.

3.3.2 Perlengkapan ritual


Perlengkapan ritual merupakan segala perlengkapan yang digunakan saat
ritual Sengkineh berlangsung. Tumbuhan yang digunakan dalam tradisi
Sengkineh terdiri dari 9 yakni pisang kepok (Musa paradisiaca “kepok”) yang
biasa digunakan bagi Suku Bugis dan Suku Bajo, pisang raja (Musa paradisiaca
“raja”) yang biasa digunakan bagi Suku Mandar, kelapa tua (Cocos nucifera)
dan beras (Oryza sativa), yang digunakan pada saat akan berakhirnya ritual
Sengkineh dengan memercikan air kelapa dan beras kepada semua para
undangan yang telah hadir pada saat ritual berlangsung. Kemudian, sirih (Piper
betle) dan pinang (Areca catechu) digunakan untuk membuat sembe’ (tanda).
Selanjutnya, kunyit (Curcuma longa) digunakan sebagai pewarna bahan
bantang dimana bahan utama bantang ialah beras (Oryza sativa) yang
dihaluskan. Bantang dan sembe’ diartikan sebagai tanda sudah mengikuti ritual.
Bantang dan sembe’ hanya digunakan untuk ibu hamil yang disengkineh dan
untuk tamu undangan yang hadir pada tradisi Sengkineh. Kemudian serat batang

20
widuri (Caloptropis gigantea) yang dimanfaatkan untuk membuat tali sambang
(kalung perut) dan kemenyan (Styrax benzoin). Kemenyan sangat penting dalam
tradisi Sengkineh karena pada saat ritual berlangsung harus dilakukan
pembakaran kemenyan, fungsi bakar kemenyan ialah sebagai pengiring doa
dalam melakukan tradisi Sengkineh. Selain tumbuhan, perlengkapan ritual yang
harus ada pada saat ritual Sengkineh yaitu kain Sabbe, yaitu kain sabbe
merupakan kain khas suku Bugis Sulawesi Selatan yang terbuat dari kain sutra.
Kain sabbe digunakan oleh ibu hamil yang melakukan Sengkineh sebagai
simbol warisan budaya nenek moyang yang berasal dari Sulawesi.

3.3.3 Bahan pangan


Pada tradisi Sengkineh terdapat berbagai makanan khas yang digunakan
sebagai bingkisan karena untuk melakukan Sengkineh harus mengundang sanak,
keluarga, tetangga dekat maupun jauh dan merupakan ajang silaturrahmi
bersama keluarga. Berikut ini adalah beberapa hidangan yang digunakan sebagai
bingkisan (Gambar 4.3):

a b

c d e
Gambar 4.3. Makanan yang digunakan sebagai bingkisan Keterangan: a. Buras, b. Gogos,
c. Pelalah ikan tongkol, d. Bubur putih, e. Songkol.

Terdapat berbagai macam makanan untuk dijadikan sebagai bingkisan


yakni buras yang berbahan dasar beras (Oryza sativa), kelapa (Cocos nucifera)
dan bahan tambahan yakni biji kacang panjang (Vigna cylindrica), gogos
berbahan dasar ketan (Oryza sativa var. glutinosa dan kelapa (Cocos nucifera).

21
Hidangan lain adalah pelalah ikan tongkol, bahan utamanya ialah ikan tongkol
dengan bahan-bahan lain yang digunakan yakni kelapa (Cocos nucifera),
merica (Piper nigrum), bawang merah (Allium cepa), bawang putih (Allium
sativum), cabai rawit merah (Capsicum annuum), kunyit (Curcuma longa),
ketumbar (Coriandrum sativum), dan pala (Myristica fragrans). Pada
lingkungan masyarakat Sukolilo juga ditemukan berbagai jenis tumbuhan yang
biasa digunakan sebagai bahan bumbu dan aroma masakan, terutama dari suku
Zingiberaceae seperti jahe (Zingiber offcinale), lengkuas (Alpinnia galanga),
kunyit (Curcuma domestica), kunci (Kaempfera angustifolia), dan kencur
(Kaempferia galanga) (Irsyad dkk, 2013). Kemudian, terdapat bubur putih
berbahan dasar beras (Oryza sativa), kelapa (Cocos nucifera) dan ditambahkan
gula aren (Arenga pinnata) sebagai bahan pemanis dan yang terakhir ialah
songkol berbahan dasar ketan (Oryza sativa var. glutinosa dan kelapa (Cocos
nucifera). Buras, gogos, dan pelalah ikan tongkol dijadikan satu sebagai
bingkisan. Sementara itu, bubur putih dan songkol tidak dijadikan satu
bingkisan. Bingkisan semacam ini juga terdapat pada upacara adat kelahiran di
Sukoharjo, dimana tumbuhan yang digunakan antara lain bubur sum-sum untuk
ngebor-ngebori, bunga setaman yang digunakan untuk siraman, dan sayuran
yang digunakan untuk nasi urap, diperoleh dengan cara membeli di pasar
(Liina, 2017).

3.3.4 Bahan materi sekunder


Bahan materi sekunder merupakan bahan tambahan yang digunakan dalam
tradisi Sengkineh, di antaranya adalah sirih (Piper betle) yang dimanfaatkan
sebagai alas sembe’ (tanda) dan untuk mengikat rokok, kelapa (Cocos nucifera)
dimanfatatkan tulang daunnya sebagai semat pembuatan gogos, jagung (Zea
mays) dimanfaatkan kulit buah jagung yang dijadikan sebagai pembungkus
rokok. Pisang (Musa paradisiaca) dimanfaatkan daunnya untuk dijadikan alas
dan pembungkus makanan, yakni gogos dan buras. Pemanfaatan bahan alami
seperti daun sebagai pembungkus makanan memberikan dampak positif bagi
lingkungan dan konsumen karena merupakan bahan yang tidak mengandung

22
bahan kimia berbahaya atau beracun, mudah ditemukan, mudah dilipat, dan
memberi aroma sedap pada makanan (Astuti, 2009).

3.4 Aspek Sosial Budaya Dalam Tradisi Sengkineh.


Tradisi Sengkineh merupakan tradisi tujuh bulanan sejak kehamilan khas
pesisir pantai di Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur. Menurut hasil
wawancara pada sejumlah responden di wilayah pesisir pantai Kecamatan
Keruak, tradisi Sengkineh dijalankan oleh tiga suku yang termasuk keturunan
dari nenek moyang asal Selawesi yaitu Suku Mandar, Suku Bugis dan Suku
Bajo. Tradisi Sengkineh terdiri dari tiga tahapan ritual yakni membuang bala
ke laut, ritual pemasangan kalung di perut (sambang) dan bantang sebagai
tanda sudah mengikuti ritual. Tujuan tradisi Sengkineh untuk menyambut
kelahiran bayi yang ada di dalam kandungan dan sebagai sugesti yang
memberikan ketenangan bagi ibu hamil. Berikut ini adalah ritual tradisi
Sengkineh dan komponen penyusunnya (Gambar 4.4):

(a) (b) (c)

Gambar 4.4. Dokumentasi ritual Sengkineh dan komponen inti tradisi


Sengkineh. Keterangan: (a) Sesaji, (b) Ritual sebelum melakukan
pemasangan kalung di perut, (c) Bantang

Pengetahuan tradisional (traditional knowlegde) termasuk dalam lingkup


karya intelektual yang bersumber dari ide, gagasan atau penemuan kelompok
masyarakat suatu negara dan merupakan karya intelektual bangsa Indonesia

23
yang telah ada sejak zaman nenek moyang dan dikembangkan serta dipelihara
secara turun temurun (Rongiyati, 2011). Berikut ini adalah rincian komponen
tradisi Sengkineh (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Komponen Tradisi Sengkineh

No Nama Gambar Keterangan


Komponen
1. Beras (Oryza Beras empat warna (Oryza sativa)
sativa L) tersebut termasuk komponen sesaji
yang memiliki simbol keutuhan
tersendiri bagi janin. Beras
berwarna putih melambangkan
tulang putih bersih, beras berwarna
merah melambangkan darah, beras
berwarna kuning melambangkan
urat-urat nadi dan beras berwarna
hitam melambangkan tanah karena
manusia berasal dari tanah dan akan
kembali ke tanah.
2. Empok- Empok-empok merupakan padi
empok/padi disangrai yang digunakan untuk
disangrai komponen sesaji pada tradisi
(Oryza sativa L) Sengkineh, sebagaimana padi sangat
erat hubungannya dengan manusia
karena merupakan bahan pokok.
Pada tradisi Sengkineh empok-
empok diartikan sebagai sumber
kehidupan.

24
3. Tebu Tebu (Saccharum officinarum)
(Saccharum termasuk komponen sesaji pada
officinarum L) tradisi Sengkineh. Tebu mempunyai
cita rasa manis dan sebagai
penambah Energi, masyarakat
awam mengatakan bahwa
pemberian tebu pada sesaji dapat
memberikan dampak positif untuk
proses persalinan.
4. Rokok sesaji Rokok termasuk komponen sesaji
pada tradisi Sengkineh. Rokok yang
digunakan masih sangat alami,
menggunakan kulit jagung (Zea
mays), tembakau (Nicotiana
tabacum), dan diikat dengan sirih
(Piper betle). Rokok tersebut
bermakna penghormatan terhadap
nenek moyang karena rokok
tersebut ada pada zaman dahulu.

5. Kelapa (Cocos Kelapa (Cocos nucifera) merupakan


nucifera L) buah yang memiliki banyak
manfaat. Pada tradisi Sengkineh
buah kelapa digunakan sebagai
bahan sesaji, perlengkapan ritual,
bahan bantang, dan bahan pangan.
Kelapa dilambangkan sebagai mata
air sebagaimana air memiliki
banyak manfaat bagi kehidupan
manusia yang diharapkan agar bayi
yang ada di dalam kandungan
menjadi anak yang berguna di
sekitarnya.

25
6. Telur ayam Telur ayam kampung digunakan
kampung sebagai perlengkapan ritual yang
bermakna harapan agar bayi di
dalam kandungan dapat lahir tanpa
hambatan. Telur ayam kampung
juga memiliki simbol tersendiri dari
cangkang telur hingga isi di
dalamnya. Cangkang telur yang
sifatnya padat disimbolkan dengan
benteng terluar kesucian/keagungan,
putih telur menyimbolkan islam,
kemudian kuning telur
menyimbokan ihsan.
7. Pisang kepok merupakan yang
Pisang kepok
digunakan sebagai sesaji dan
(Musa
perlengkapan ritual. Pisang (Musa
paridisiaca L.
paridisiaca L. “kepok”) memiliki
”kepok”)
keistimewaan yaitu pohonnya tidak
akan mati sebelum berbuah dan
memiliki banyak manfaat. Pisang
kepok merupakan bagian penting
dalam melakukan ritual Sengkineh
sehingga pisang digunakan dengan
harapan dapat memudahkan fase
bersalin.
8. Pisang raja merupakan yang
Pisang raja
digunakan sebagai sesaji dan
(Musa
perlengkapan ritual. Pisang (Musa
paridisiaca L.
paridisiaca L. “raja”) memiliki
”raja”)
keistimewaan yaitu pohonnya tidak
akan mati sebelum berbuah dan
memiliki banyak manfaat. Pisang
raja hanya digunakan untuk

26
keturunan Suku Mandar tidak untuk
Suku Bugis, dan Suku Bajo.
Menurut masyarakat awam Suku
Mandar dikenal bangsawan yang
lebih tinggi sehingga pisang yang
digunakan untuk sesaji dan
perlengkapan ritual menggunakan
pisang istimewa yaitu pisang raja.
9. Komponen Komponen bantang dan sembe‘
bantang dan digunakan pada saat prosesi
sembe’ berakhirnya ritual. Tumbuh-
tumbuhan yang digunakan ialah
beras (Oryza sativa), kunyit
(Curcuma longa), sirih (Piper
betle), dan pinang (Areca catechu).
Bantang dan sembe’ diartikan
sebagai tanda sudah mengikuti
ritual. Bantang dan sembe’ hanya
digunakan untuk ibu hamil yang
disengkineh dan untuk tamu
undangan yang hadir pada tradisi
Sengkineh.
10. Sambang/kalung Sambang/kalung perut merupakan
perut bagian inti dari ritual tradisi
Sengkineh. Komponen Sambang
yakni, benang jahit tujuh warna
berbeda, manik-manik, cincin biasa
(perak) 3-4 dan 1 cincin emas.
Sambang digunakan untuk
mengetahui jangka waktu
melahirkan dapat ditentukan dengan
jerat tidaknya ikatan sambang,
sambang yang jerat diperut ibu yang

27
sedang mengandung mengartikan
bahwa waktu melahirkan semakin
dekat. Sambang melambangkan
penghormatan atas keberadaan bayi
dalam kandungan.
11. Lilin Lilin digunakan sebagai
perlengkapan ritual. Nenek moyang
terdahulu menggunakan lilin
sebagai penerang jalan dan sebagai
penerang pada saat melepaskan
sesaji ke bibir pantai.

12. Sirih Sirih sangat diperlukan dalam


melakukan tradisi Sengkineh. Sirih
digunakan dalam sesaji dan
perlengkapan ritual. Sirih
menyimbolkan ketulusan dan rasa
hormat kepada orang lain.

13. Kain sabbe Kain sabbe merupakan kain khas


dari suku bugis Sulawesi Selatan
yang terbuat dari kain sutra. Kain
sabbe digunakan oleh ibu hamil
yang melakukan sengkineh sebagai
simbol warisan budaya nenek
moyang yang berasal dari Sulawesi.

14. Minyak wangi Minyak wangi khas ritual


khas ritual merupakan minyak wangi yang
wajib ada pada saat ritual
berlangsung. Minyak wangi tersebut
selalu dipadukan dengan dupa yang

28
ditambah dengan kemenyan (Styrax
benzoin). Tumbuhan yang
digunakan untuk membuat minyak
wangi ritual ialah kelapa (Cocos
nucifera) dan kemenyan (Styrax
benzoin.. Minyak wang ritual
diartikan dapat memberikan dampak
positif terhadap bayi dalam
kandungan.
15. Kemenyan Kemenyan (Styrax benzoin)
digunakan dalam melakukan ritual
Sengkineh. Bakar Kemenyan
beberapa hal yang harus disediakan
yang dibutuhkan ialah bara api dan
kemenyan. Fungsi bakar kemenyan
sebagai pengiring doa dalam
melakukan tradisi Sengkineh.
16. Daun Pisang Daun pisang (Musa paridisiaca)
(Musa digunakan sebagai alas untuk
paridisiaca L) melapisi sesaji pada tradisi
Sengkineh. Daun pisang ini
dibentuk sesuai ukuran piring yang
berdiameter 20-21 cm.
17. Bara api Bara api digunakan pada saat
melakukan ritual Sengkineh. Bara
api selalu dipadukan dengan
kemenyan harapan agar proses ritual
berjalan dengan lancar.

29
18. Serat batang Serat batang wariga/widuri
wariga/widuri digunakan sebagai tali pembuatan
(Calotropis sambang (kalung perut) pada zaman
gigantea L) dahulu. Namun, seiring dengan
perkembangan zaman pembuatan
sambang menggunakan serat batang
wariga ini sudah jarang digunakan
lagi, karena proses pembuatannya
terbilang menyita waktu lama.
Sanro (dukun) lebih memilih
menggunakan benang jahit tujuh
warna berbeda untuk membuat
sambang yang lebih praktis.

Tabel 4.2 berisi komponen tradisi Sengkineh dari berbagai macam tumbuhan
yang memiliki makna dan simbol berbeda-beda. Pengetahuan sebagian
masyarakat mengenai tumbuh-tumbuhan yang digunakan didapatkan dari nenek
moyang terdahulu. Kurang lebih sejak tahun 1918 yang silam masyarakat Suku
Bugis, Suku Bajo menempati Desa Tanjung luar, dengan pusat pemerintahannya
di Dusun Kampung Tengah, pada saat itu masyarakat Desa Tanjung Luar belum
memiliki pemerintahan yang definitif. Masa pemerintahan tersebut masih
dipimpin oleh seororang kapitah (ketua adat). Tradisi adalah kesamaan benda
material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun masih ada hingga kini
dan belum dihancurkan atau dirusak. Namun demikian tradisi yang terjadi
berulang-ulang bukanlah dilakukan secara kebetulan atau disengaja. Dari
pemahaman tersebut maka apapun yang dilakukan oleh manusia secara turun
temurun dari setiap aspek kehidupannya yang merupakan upaya untuk
meringankan hidup manusia dapat dikatakan sebagai “tradisi” yang berarti bahwa
hal tersebut adalah menjadi bagian dari kebudayaan (Sztompka, 2007).
Desa Tanjung Luar menggunakan bahasa Bajo dalam kesehari-hariannya,
bahasa bajo tersebut merupakan Suku Bajo yang berasal dari Sulawesi Selatan,
bisa dikatakan 70% masyarakat yang merupakan berasal dari suku bajo.
Selebihnya 20% berasal dari Suku Bugis, Suku Mandar dan 10% dari Suku Sasak.

30
Desa Ketapang raya merupakan desa yang pantainya berdekatan langsung dengan
Desa Tanjung luar karena dua desa tersebut merupakan wilayah pesisir di
Kecamatan Keruak. Nenek moyang yang berasal dari Sulawesi konon pernah
berlayar dan menetap di dua desa wilayah pesisir pantai Kecamatan Keruak
dengan membawa berbagai adat dan tradisi yang masih dilakukan sampai saat ini.
Desa Ketapang Raya dan Desa Tanjung luar mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai Nelayan. Masyarakat Desa Ketapang Raya terdiri dari suku
Sasak, Suku Mandar, Suku Arab, dan Suku Ende. Bahasa Sehari-hari adalah
Bahasa Sasak dan Bahasa Bajo, asal Suku masyarakat Desa Ketapang Raya
adalah Suku Mandar yang identik dengan pelaut sehingga sebagian besar mata
pencaharian masyarakat adalah nelayan.
Berdasarkan Tabel 4.2 terdapat 18 komponen tradisi Sengkineh yang
digunakan sebagai sesaji, bahan perlengkapan ritual, bahan pangan dan bahan
materi sekunder yakni beras empat warna dan empok-empok atau padi yang
disangrai (Oryza sativa) sebagai sesaji, tebu (Saccharum officinarum) sebagai
sesaji, rokok sesaji yang terdiri dari kulit jagung (Zea mays), tembakau (Nicotiana
tabacum), dan diikat dengan sirih (Piper betle) digunakan sebagai sesaji, terdapat
sirih yang digunakan dalam sesaji dan perlengkapan ritual. Selain itu, terdapat
Kelapa (Cocos nucifera) merupakan buah yang memiliki banyak manfaat yakni
digunakan sebagai sesaji, perlengkapan ritual, bahan pangan, dan tulang daunnya
dijadikan sebagai bahan materi sekunder yakni sebagai semat. Pada tradisi
Sengkineh wajib menggunakan telur ayam kampung dalam menjalankan ritual
Sengkineh sebelum pemasangan tali sambang (kalung perut). Selain buah kelapa,
pisang kepok (Musa paradisiaca “kepok”) dan pisang raja (Musa paradisiaca
“raja”) merupakan buah yang harus ada sebagai sesaji, pisang kepok digunakan
untuk keturunan Suku Bugis dan Suku Bajo kemudian pisang raja digunakan
untuk keturunan Suku Mandar. Selain itu, pisang (Musa paradisiaca)
dimanfaatkan daunnya untuk dijadikan alas sesaji dan pembungkus makanan.
Selanjutnya, komponen bantang dan sembe’ digunakan pada saat prosesi
berakhirnya ritual. Tumbuh-tumbuhan yang digunakan ialah beras (Oryza sativa),
kunyit (Curcuma longa), sirih (Piper betle), dan pinang (Areca catechu).
Sambang/kalung perut merupakan bagian inti dari ritual tradisi Sengkineh. Pada

31
tradisi Sengkineh terdapat komponen utama bagi ritual Sengkienh yaitu
pemasangan sambang. Komponen sambang terdiri dari benang jahit tujuh warna
berbeda, manik-manik, cincin biasa (perak) 3-4 dan 1 cincin emas. Sambang
digunakan untuk mengetahui jangka waktu melahirkan dapat ditentukan dengan
jerat tidaknya ikatan sambang, sambang yang jerat diperut ibu yang sedang
mengandung mengartikan bahwa waktu melahirkan semakin dekat. Selanjutnya
lilin, lilin digunakan sebagai penerang jalan dan sebagai penerang pada saat
melepaskan sesaji ke bibir pantai.
Ritual Sengkineh wajib menggunakan kain sabbe yang merupakan kain khas
dari suku bugis Sulawesi Selatan yang terbuat dari kain sutra. Kain sabbe
digunakan oleh ibu hamil yang melakukan sengkineh sebagai simbol warisan
budaya nenek moyang yang berasal dari Sulawesi. Pada ritual Sengkineh selalu
ada minyak wangi khas ritual, minyak wangi khas ritual merupakan minyak wangi
yang wajib ada pada saat ritual berlangsung. Minyak wangi tersebut selalu
dipadukan dengan dupa yang ditambah dengan kemenyan (Styrax benzoin).
Tumbuhan yang digunakan untuk membuat minyak wangi ritual ialah kelapa
(Cocos nucifera) dan kemenyan (Styrax benzoin). Minyak wangi ritual diartikan
dapat memberikan dampak positif terhadap bayi dalam kandungan. Kemenyan
(Styrax benzoin) digunakan dalam melakukan ritual Sengkineh. Pada tahap ini
dilakukan prosesi bakar kemenyan yang berfungsi sebagai pengiring doa dalam
melakukan tradisi Sengkineh. Hal-hal yang harus disediakan adalah bara api dan
kemenyan. Menurut Solikhin (2010) menyatakan bahwa, pembakaran kemenyan
dalam ritual mistik sebagian kaum muslim Jawa, bukanlah laku yang musyrik.
Pada zaman Nabi Ibrahim AS. juga sudah ada kebiasaan membakar kemenyan.
Untuk zaman Nabi Muhammad SAW, pembakaran kemenyan sering diganti
dengan menggunakan bau-bau yang harum yang dinyatakan sebagai “di sukai
Allah”, baik kemenyan maupun wangi-wangian.

3.5 Upaya Konservasi Tumbuhan yang Digunakan dalam Tradisi Sengkineh


Pemahaman masyarakat lokal dalam penggunaan sumber daya alam secara
bijak dan menyadari bahwa manusia merupakan bagian dari spektrum alam
sehingga harus menjaga kelestarian dan konsep kesadaran ekologi yang harus

32
dianut (Anshoriy & Sudarsono, 2008). Penggunaan tumbuh-tumbuhan dalam
tradisi Sengkineh sesungguhnya bertujuan untuk menanamkan nilai pelestarian
alam pada jiwa setiap umat. Makna konservasi yang sebenarnya adalah
pemanfaatan yang optimal untuk kesejahteraan masyarakat secara yang
berkelanjutan (Pusat Pengkajian Strategi Kehutanan, 2012). Dengan nilai tersebut
akan tumbuh suatu upaya untuk memelihara alam secara sungguh-sungguh dan
kesejahteraan alam. Pada zaman modern ini banyak masyarakat yang tidak
memperdulikan pentingnya konservasi tumbuhan guna melestarikan keberadaan
sumber daya hayati. Masyarakat wilayah pesisir pantai kecamatan keruak dapat
dikatakan masih mempertahankan kelestarian lingkungan mereka dengan
menanam kembali beberapa jenis tanaman seperti Cocos nucifera, Curcuma
longa, Capsicum annuum, di pekarangan rumah untuk berbagai keperluan.
Beberapa responden mengatakan bahwa Cocos nucifera adalah pohon dengan
beragam manfaat karena semua organ tumbuhannya dapat dimanfaatkan
khususnya buah kelapa yang sangat berperan penting untuk pembuatan minyak
wangi khas ritual yang wajib ada dalam ritual Sengkineh.

Pada wilayah pesisir pantai Kecamatan Keruak, upaya konservasi tumbuhan


terbilang belum dilakukan dengan optimal karena masyarakat kebanyakan
membeli di pasar. Jenis tumbuhan yang ditanam di pekarangan rumah hanya
beberapa saja seperti kalapa Cocos nucifera, kunyit Curcuma longa, Pisang Musa
paradisiaca, bawang merah Allium cepa, selain itu, lebih memilih membeli
dipasar. Namun ada sebagian masyarakat yang memiliki lahan luas seperti sawah
dan kebun dengan jenis tumbuhan yang ditanam seperti Oryza sativa, Nicotiana
tabacum, dan Cocos nucifera. Selain itu, terdapat aturan-aturan terkait lingkungan
seperti larangan menebang pohon sembarangan, larangan membuang sampah
sembarangan, dan larangan membuang puting rokok di area kebun. Hal tersebut
dikarenakan untuk menjaga kelestarian ekosistem lingkungan, dan sebagai upaya
pemeliharaan lingkungan agar tetap terjaga. Menurut Mumpuni dkk (2015), upaya
konservasi sangat penting bagi keberlangsungan sumber daya hayati.

33
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

34
1. Terdapat 21 jenis tumbuhan yang tergolong dalam 12 famili dan 17 genus yang
digunakan dalam tradisi Sengkineh adat pesisir pantai di Kecamatan Keruak
Kabupaten Lombok Timur.
2. Tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan dalam tradisi Sengkineh
dikelompokkan menjadi 5 kategori tertinggi berdasarkan perhitungan Index of
Cultural Significance (ICS) yaitu, Cocos nucifera sebesar 80, Piper betle
sebesar 70, Musa paridisiaca “kepok” sebesar 70, Oryza sativa sebesar 56,
dan Curcuma longa sebesar 44 .
3. Tradisi Sengkineh berasal dari pengetahuan nenek moyang asal Sulawesi yang
dilakukan secara turun temurun dan masih dilakukan sampai saat ini. Aspek
sosial budaya yang terkandung dalam tradisi Sengkineh berisi 18 komponen
dari berbagai macam tumbuhan yang memiliki makna dan simbol berbeda-
beda. Selain itu aspek sosial budaya yang terkandung dalam tradisi Sengkineh
ialah dapat mempererat silaturahmi antar sanak, keluarga, dan tetangga.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diajukan yaitu penelitian ini merupakan penelitian
yang mengkaji jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh dan
pemanfaatan tumbuhan dalam tradisi Sengkineh di wilayah pesisir pantai
Kecamatan Keruak Lombok Timur, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
lanjutan terkait studi populasi dan status konservasi dari tumbuhan dalam tradisi
Sengkineh di wilayah Pesisir pantai Kecamatan Keruak.

DAFTAR PUSTAKA

35
Adiputra, N., 2011, Tanaman Obat, Tanaman Upacara, dan Pelestarian
Lingkungan, Jurnal Bumi Lestari, 11(2):346-354.

Anshoriy, N., & Sudarsono, 2008, Kearifan Lingkungan dalam Perspektif Budaya
Jawa. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Ariyono, dan S. Aminuddin, 1985, Kamus Antropologi, Jakarta: Akademika


Pressindo.

Artha, P. Y. G., M. Saptasari, dan S. Mahanal, 2016, Studi Etnobotani Masyarakat


Lokal Desa Trunyan Provinsi Bali Untuk Matakuliah Etnobotani Di
Perguruan Tinggi. Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016, Kerjasama
Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan
danKependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang.

Astuti, NP, 2009, Sifat Organoleptik Tempe Kedelai yang di Bungkus Plastik,
Daun Pisang dan Daun Jati. Karya Tulis Ilmiah, Program Studi Gizi
Diploma III Fakultas Ilmu Kesehatan: Universitas Muhammadiyah
Surakarta, http://etd.eprints.ums.ac.id/5714/1/J diakses pada tanggal 8
Desember 2020.

Badan Pusat Statistik (BPS), Kecamatan Keruak dalam Angka 2020.

Balgooy, M. M. J. V., 1997, Malesian Seed Plants: Spot Characters, Hortus


Botanicus: Leiden.

Berlin, B., 1973, Folk Systematics in Relation to Biological Classification and


Nomenclature. Annual Revenue of Ecology, & System. 4: 250-271.

BPS 2010, Suku Bangsa di Indonesia, https://id.m.wikipedia.org diakses pada


tanggal 18 Juli 2020.

Dharmono, 2007, Kajian Etnobotani Tumbuhan Jalukap (Centella asiatica L) di


suku Dayak Bukit Desa Haratai I Laksado, Banjarmasin, Kalimantan
Selatan, Bioscientiae, 4(2): 71-78.

Ensiklopedi Islam, 1999, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoven.

Ersam, T., 2004, Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia Dalam


Merekayasa Model Molekul Alami, Prosiding Seminar Nasional Kimia
VI.ITS Surabaya.

Hakim, M.N., 2003, Islam Tradisional dan Reformasi Pragmatisme Agama dalam
Pemikiran Hasan Hanafi, Malang: Bayu Media Publishing.

Handayani, 2003, Rahasia Ramuan Tradisional Madura dalam Sehat dan Cantik
dengan ramuan tradisional, Jakarta: Agromedia Pustaka.

36
Hasanah, A., 2016, Nilai-Nilai Karakter Sunda (Internalisasi Nilai-Nilai Karakter
Sunda di Sekolah), (Yogyakarta: Deepublish).

Hasanuddin, R., 2018, Kajian Etnobotani (Upacara Adat Suku Aceh Di Provinsi
Aceh). Aceh: Jurnal Biotik, Vol. 6 (No.1) Hal 53-38.

Hidayat, S., Hikmat, A., dan A.M.Z., Ervizal, 2010, Kajian Etnobotani
Masyarakat Kampung Adat Dukuh Kabupaten Garut, Jawa Barat, Media
Konservasi, 15(3), 139-151.

Hoffman, B. & Gallaher, T., 2007, Importance Indices in Ethnobotany, A Journal


Of Plants, People And Applied Research.

Irsyad, M.N., Jumari, dan Murningsih, 2013. Studi Etnobotani Masyarakat Desa
Sukolilo Kawasan Pegunungan Kendeng Pati Jawa Tengah, Bioma, (15):
27-34.

Iswandono, E., E.A.M Zuhud, A. Hikmat dan N. Kosmaryandi, 2015,


Pengetahuan Suku Manggarai dan Implikasinya Terhadap Pemanfaatan
Tumbuhan Hutan di Pegunungan Ruteng, Ilmu Pertanian Indonesia
(JIPI), 20 (3): 171-181.

Katalog BPS, 2018, Kecamatan Keruak Dalam Angka,


https://lomboktimurkab.go.id diakses pada tanggal 20 Juli 2020.

Koentjanigrat, 1980, Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT Gramedia.


Jakarta.

Liina, A.S., H.A Fauziah, dan Nurmiyati. 2017. Studi Etnobotani Tumbuhan
Upacara Ritual Adat Kelahiran di Desa Banmati, Kecamatan Tawangsari,
Kabupaten Sukoharjo, BIOSFER, J.Bio., & Pend.Bio,2(2), 24-28.

Mahmud, S. 2006. Fatwa-fatwa Penting Syaikh Shaltut (Dalam hal Aqidah


perkara Ghaib dan Bid’ah). Jakarta: Darus Sunnah Press.

Markhomah, AF., 2019, Makna Agama Dalam Ritual Sajen Pada Tradisi
Pernikahan di Desa Blengorkulon Kecamatan Ambal Kabupaten
Kebumen, Skripsi, Program Studi Agama, Fakultas Ushuluddin Adab
dan Humaniora, Purwokerto.

Mesfin, K., G. Tekle, and T. Tesfay, 2013, Ethnobotanical Study of Traditional


Medicinal Plants Used by Indigenous People of Gemad District,
Northern Ethiopia, Journal of Medicinal Plants Studies, 1(4):32-37.

Muhadjir, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta.

37
Mumpuni, K.E., Herawati Susilo, dan Fatchur Rohman, 2015, Peran Masyarakat
dalam Upaya Konservasi. Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi FKIP
UNS.

Na'im dan H. Syaputra, 2010, Kewarganegaraan, suku bangsa, agama, dan bahasa
sehari-hari penduduk Indonesia; hasil sensus penduduk 2010, Jakarta:
Badan Pusat Statistik.

Narbuko, C, dan A. Achmadi, 2004, Metodelogi Penelitian, Jakarta: Bumi


Aksara.

Ningsih, I.Y, 2016, Studi Etnofarmasi Penggunaan Tumbuhan Obat Oleh Suku
Tengger di Kabupaten Lumajang dan Malang, Jawa Timur, PHARMACY.
13(1): 10-18.

Njatrijani, R., 2018, Kearifan Lokal dalam Perspektif Budaya Kota Semarang,
Gema Keadilan, 5(1), 17-31.

Piortr, S., 2007, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada Media Group.

Purwanto, Y. EB Waluyo, dan JJ. Afriastini, 2007, Analisis Nilai Kepentingan


Budaya Hasil Hutan Bukan Kayu. (NTFPS) untuk Valuasi Potensi dan
Kemungkinan Pengembangannya, Y. Purwanto, EB Waluyo dan A.
Wahyudi (Editor) Valuasi Hasil Hutan Bukan Kayu Setelah Pembalakan
(Kawasan Konservasi PT Wira Karya Sakti Jambi), 123-149, LIPI,
Bogor.

Purwanto, Y. 1999, Peran dan Peluang Etnobotani Masa Kini Di Indonesia Dalam
Menunjang Upaya Konservasi Dan Pengembangan Keanekaragaman
Hayati, Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayati,
Laboratorium Etnobotani-Puslitbang Biologi LIPI, Bogor.

Pusat Pengkajian Strategis Kehutanan, 2012, Hasil Kajian Strategis Kehutanan


2011, Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya, (Online),
(http://puskashut.com). 23/11/2020.

Rahyuni, E. Yuniati, dan R. Pitopang, 2013, Kajian Etnobotani Tumbuhan Ritual


Suku Tajio Di Desa Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong, Online Jurnal
of Natural Science, 2(2):46-54.

Ramdianti, N., H.A. Hidayah, dan Y. Widiawati, 2013, Kajian Etnobotani


Masyarakat Adat Kampung Pulo di Kabupaten Garut, Fakultas Biologi
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Rohmah, S. A., I. N. Asyiah, dan S. A. Hariani, 2014, Etnobotani Bahan


Upacara Adat Oleh Masyarakat Using Di Kabupaten Banyuwangi.
Artikel Ilmiah Mahasiswa.

38
Rongiyati, S., 2011, Hak Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradisional,
Negara Hukum. 2(2):214-238.

Sartini, 2009, Mutiara Keariafan Lokal Nusantara, Yogyakarta: Kepel.

Setyowati, F.M., dan Wardah, 2007, Keanekaragaman Tumbuhan Obat


Masyarakat Talang Mamak di Sekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh,
Riau, Biodiversitas.

Shadily, H, 2000, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.

Solikhin, M., 2010, Ritual dan Tradisi Islam Jawa, Anggota IKAPI: Yogyakarta.

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan, Alfabeta, Bandung.

Surata, I. K., I. W. Gata, dan I. M. Sudiana, 2015, Studi Etnobotanik Tanaman


Upacara Hindu Bali sebagai Upaya Pelestarian Kearifan Lokal, JURNAL
KAJIAN BALI, 5(2):265–284.

Sztompka, P., 2007, Sosiologi perubahan sosial, Jakarta: Prenada Media Grup
Tanzeh, A., dan Suyitno, 2006, Dasar-dasar Penelitian. Surabaya: Elkaf.
Tapundu, A. S., & S. Anam, 2015, Studi Etnobotani Tumbuhan Obat Pada Suku
Seko Di Desa Tanah Harapan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah,
Biocelebes, 9(2), 66–86.

Walujo, E. B., 2004, Pedoman Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora, Pusat


Penelitian Biologi-LIPI, Bogor.

Yasid, A., 2005, Fiqh Realitas Respon Ma’had Aly Terhadap wacana Hukum
Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

LAMPIRAN 1

39
PANDUAN WAWANCARA STUDI ETNOBOTANI TRADISI
SENGKINEH ADAT PESISIR PANTAI DI KECAMATAN KERUAK
KABUPATEN LOMBOK TIMUR

A. Identitas nara sumber


Nama :
Jenis kelamin :
Umur :
Pekerjaan :
Alamat :
B. Pengetahuan lokal mengenai tradisi Sengkineh
1. Nama lokal atau Indonesia Sengkineh yang anda ketahui?
2. Darimanakah asal mula tradisi Sengkineh tersebut? Apakah ada
sejarah dalam tradisi Sengkineh?
3. Apakah tradisi Sengkineh dijalankan oleh semua suku yang ada
diwilayah pesisir Pantai Kecamatan Keruak?
4. Suku-suku apa saja yang boleh menjalaninya?
5. Mengapa tradisi sengkineh masih dilakukan sampai saat ini?
6. Dimana anda mendapatkan pengetahuan mengenai tradisi
Sengkineh tersebut?
7. Apakah ada filosofi/simbol jenis-jenis tumbuhan digunakan dalam
tradisi Sengkineh?
8. Sejak Kapan Upacara Sengkineh tersebut dilakukan?
9. Mengapa Perlu dilakukan tradisi sengkineh?
C. Aspek Botani/Tumbuhan
1. Apakah dalam tradisi Sengkineh melibatkan tumbuh-tumbuhan
sebagai bahan menjalankan ritual?
 Iya
 Tidak
2. Jenis-jenis tumbuhan apa saja yang digunakan dalam ritual
Sengkineh tersebut?

40
3. Apakah pemanfaatan tumbuhan yang digunakan dalam tradisi
Sengkineh dikelompokkan berdasarkan kegunaannya dalam ritual
Sengkineh?
4. Bagian-bagian tumbuhan apa saja yang digunakan?
5. Mengapa perlu menggunakan tumbuhan-tumbuhan sebagai bahan-
bahan ritual?
6. Apakah jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam tradisi
Sengkineh memiliki simbol atau makna?
D. Aspek Pemanfaatan
1. Bagaimanakah cara pemanfaatan tumbuhan dalam tradisi
Sengkineh?
2. Apa fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh?
3. Darimana anda mengetahui cara pemanfaatan tumbuhan dalam
tradisi Sengkineh?
4. Apakah pengetahuan tentang tradisi Sengkineh dan
pemanfaatannya diwariskan ke anak cucu? Jika iya apa alasannya?
E. Aspek Konservasi
1. Apakah anda berusaha menanam sendiri jenis tumbuhan yang
digunakan dalam tradisi Sengkineh? Jika jawabannya iya, dimana
anda menanamnya? (pekarangan rumah, kebun atau ladang)
2. Darimana pengetahuan mengenai cara menanam/budidaya
tumbuhan anda dapatkan?
3. Jika anda tidak menanam sendiri, dimana anda dapat mencarinya?
4. Apakah ada upaya anda untuk melindungi jenis tumbuhan yang
digunakan dalam tradisi Sengkineh?
5. Apakah jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam tradisi
Sengkineh ketersediannya masih melimpah atau terbatas?
6. Apa saja kendala dalam budidaya/ketersediaan jenis tumbuhan
yang digunakan dalam tradisi Sengkineh?

41
LAMPIRAN 2. Tabel Data ICS Tumbuhan Tradisi Sengkineh Adat Pesisir Pantai di Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok Timur
No Nama Spesies Famili Organ RU Jenis Pemanfaatan ICS
Tumbuhan Total
Lokal Indonesia Ilmiah A B C D
1. Pisah sabe Pisang kepok Musa paradisiaca L. var. Musaceae Buah, daun 3 20 20 0 30 70
kepok
2. Pisah reje Pisang raja Musa paradisiaca L. var. Musaceae Buah 2 16 8 0 0 24
raja
3. Lekoq Sirih Piper betle L. Piperaceae Daun 3 20 20 0 30 70
4. Saah Merica Piper nigrum L. Piperaceae Biji 1 0 0 6 0 6
5. Selokaq Kelapa Cocos nucifera L. Arecaceae Buah, daun 4 16 20 20 24 80
6. Buaq Pinang Areca catechu L. Arecaceae Buah 1 0 16 0 0 16
7. Aren Aren Arenga pinnata (Wurmb) Arecaceae Getah 1 0 0 10 0 10
Merr. batang
8. Parai Padi Oryza sativa L. Poaceae Buah 3 20 16 20 0 56
9. Paripunuq Ketan Oryza sativa var.Glutinosa Poaceae Buah 1 0 0 6 0 6
10. Tebu Tebu Saccharum officinarum L. Poaceae Batang 1 16 0 0 0 16
11. Jagoh Jagung Zea mays L. Poaceae Kulit buah 2 16 0 0 24 40
12. Bawah mire Bawang merah Allium cepa L. Liliaceae Umbi 1 0 0 6 0 6

13. Bawah pote Bawang Putih Allium sativum L. Liliaceae Umbi 1 0 0 6 0 6


Lanjutan Lampiran 2. Tabel Data ICS Tumbuhan Tradisi Sengkineh Adat Pesisir Pantai di Kecamatan Keruak Kabupaten Lombok
Timur

No Nama spesies Famili Orgam R Jenis Pemanfaatan ICS

44
Tumbuhan U Total
Lokal Indonesia Ilmiah A B C D
14. Cabiq mire Cabai merah Capsicum annuum L. Solanaceae Buah 1 0 0 6 0 6
15. Tembako Tembakau Nicotiana tabacum L. Solanaceae Daun 1 20 0 0 0 20
16. Kunyiq Kunyit Curcuma longa L. Zingiberaceae Rimpang 3 20 16 8 0 44
17. Warige Widuri Calotropis gigantea L. Apocynaceae Batang 1 0 6 0 0 6
18. Kemenyang Kemenyan Styrax benzoin D. Styracaceae Getah batang 1 0 20 0 0 20
19. Ketumbah Ketumbar Coriandrum sativum L. Apiaceae Biji 1 0 0 6 0 6
20. Pele Pala Myristica fragrans H. Myristicaceae Biji 1 0 0 6 0 6
21. Tiboah Kacang panjang Vigna cylindrica L. Fabaceae Biji 1 0 0 6 0 6
Keterangan :
A= Sesaji; B= Perlengkapan Ritual; C= Bahan Pangan
Sumber: Data pribadi, 2020

Data yang diperoleh dari angket dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Reported Use
(RU) (Turner, 1988 dalam Hoffman dan Gallaher, 2007) sebagai berikut:

Reported Use Value n


RU= ∑ speciesi
i

Keterangan :
RU : Reported Use (Jumlah ragam pemanfaatan yang dilaporkan oleh narasumber)

45
n : jumlah spesies
i : spesies ke-i

Index of cultural ICS = ∑ (𝑞 ∗ 𝑖 ∗ 𝑒) 𝑛 𝑖=1


Significance (Turner
1988)

Keterangan :
ICS : Index of Cultural Significance
q : nilai kualitas
i : nilai intensitas
e : nilai eksklusivitas
n : jumlah spesies
Tabel 2. Kategori Penilaian Kualitas (q)
Deskripsi kegunaan Nilai guna
Sesaji 2
Perlengkapan ritual 2
Bahan pangan 2
Bahan materi sekunder 3
Sumber: Turner, 1988 dalam Purwanto, 2011.

Tabel 3. Kategori Penilaian Intensitas (i)


Nilai Deskripsi
5 Sangat tinggi
4 Tinggi
3 Sedang
2 Rendah

46
1 Sangat rendah
Sumber: Turner, 1988 dalam Purwanto, 2011

Tabel 4. Kategori Penilaian Tingkat Eksklusivitas (e)


Nilai Deskripsi
2 Paling disukai
1 Disukai
0,5 Kurang disukai
Sumber: Turner, 1988 dalam Purwanto, 2011

47
LAMPIRAN 3. Bagian Tumbuhan yang digunakan dalam tradisi Sengkineh.
Nama Tumbuhan Gambar
Indonesia Ilmiah
Pisang kepok Musa paridisiaca
L.”kepok”

Pisang raja Musa paridisiaca L. “raja”

Sirih Piper betle L.

Pinang Areca catechu L.

48
Tembakau Nicotiana tabacum L.

Kelapa Cocos nucifera L.

Kunyit Curcuma longa L.

Padi Oryza sativa L.

Beras Oryza sativa L.

Jagung Zea mays L.

49
Tebu Saccharum officinarum L.

Widuri Calotropis gigantea L.

Kemenyan Styrax benzoin D.

Bawang merah Allium cepa L.

50
Bawang Putih Allium sativum L.

Merica Piper nigrum L.

51
Ketumbar Coriandrum sativum L.

Pala Myristica fragrans H.

Cabai rawit merah Capsicum annuum L.

Ketan Oryza sativa var.Glutinosa

52
Kacang panjang Vigna cylindrica L.

Aren Arenga pinnata (Wurmb)


Merr.

53
LAMPIRAN 4. Tradisi Sengkineh di Lapangan

54
55
LAMPIRAN 5. Proses wawancara narasumber

LAMPIRAN 6. Data Narasumber

56
Nama : Hj. Wardatul Aini Nama : Hj. Nurjannah
Jenis Kelamin :P Jenis Kelamin :P
Umur : 47 Umur : 64
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tanjung Luar Alamat : Ketapang Raya
Nama : Ibu Safia (Mboq piaq) Nama : Hj. Rapiah (Mboq piong)
Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin :P
Umur : 63 Umur : 87
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Tanjung Luar Alamat : Ketapang Raya
Nama : S. Faisal Al-idrus Nama : Hj. Rahida
Jenis Kelamin :L Jenis Kelamin :P
Umur : 46 Umur : 68
Pekerjaan : Nelayan Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Ketapang Raya Alamat : Ketapang Raya
Nama : Hj. Zulfiati Rahmah Nama : H. Junaidi
Jenis Kelamin :P Jenis Kelamin :L
Umur : 45 Umur : 67
Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Nelayan
Alamat : Ketapang Raya Alamat : Ketapang Raya

57

Anda mungkin juga menyukai