Anda di halaman 1dari 122

PERGESERAN DAN PEMERTAHANAN LEKSIKON LINGKUNGAN

KELAUTAN DALAM BAHASA PESISIR SIBOLGA:


KAJIAN EKOLINGUISTIK

TESIS

Oleh
GREEN FANNY SITANGGANG
157009016/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERGESERAN DAN PEMERTAHANAN LEKSIKON LINGKUNGAN
KELAUTAN DALAM BAHASA PESISIR SIBOLGA:
KAJIAN EKOLINGUISTIK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
dalam Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh

GREEN FANNY SITANGGANG


157009016/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERGESERAN DAN PEMERTAHANAN LEKSIKON LINGKUNGAN
KELAUTAN DALAM BAHASA PESISIR SIBOLGA;
KAJIAN EKOLINGUISTIK

ABSTRAK

Bahasa merupakan hubungan timbal balik antara manusia dengan manusia dan
juga hubungan timbal balik antara manusia dengan alam. Kehadiran pendatang
baru di suatu tempat dapat mengancam kebertahanan bahasa dan mengakibatkan
pergeseran bahasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi leksikon
kelautan apa saja yang ditemukan dalam bahasa Pesisir Sibolga dan untuk
mengetahui kebertahanan dan ketergeseran leksikon-leksikon lingkungan kelautan
dalam bahasa Pesisir Sibolga. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu memberikan kuesioner, melakukan wawancara dan dokumentasi. Data yang
diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data Miles,
Huberman, dan Saldana, 2014. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
jumlah leksikon fauna sebanyak 101 jenis penemuan, leksikon flora ada 8 jenis,
leksikon Sarana dan prasarana lingkungan kelautan ada 22 jenis, leksikon verba
dalam lingkungan kelautan sebanyak 20 istilah yang sering digunakan oleh
masyarakat di lingkungan kelautan Sibolga. Selain itu, pada hasil penelitian,
diketahu bahwa masih banyak juga leksikon yang masih bertahan dan masih
diketahui oleh masyarakat tersebut, namun ada juga yang sudah mulai bergeser
bahkan sudah tidak dikenal lagi oleh masyarakat di daerah itu sendiri. Adapun
hal-hal yang menyebabkan tergesernya bahkan hilangnya leksikon itu dikarenakan
faktor usia, kemajuan ekonomi masyarakatnya, mobilitas sosial, dan juga
timbulnya praktis bahasa dalam bertutur dilingkungan kelautan tersebut.

Kata Kunci : Kebertahanan, Ketergeresan, Leksikon, Ekolinguistik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


SHIFT AND RETENTION OF MARINE ENVIRONMENT LEXICONS IN
COASTAL LANGUAGE OF SIBOLGA; ECOLINGUISTIC STUDY

ABSTRACT

Language is a reciprocal relationship between humans and humans and


also a reciprocal relationship between humans and nature.The presence of new
arrivals in one place can threaten the survival of language and lead to language
shifts. This study aims to identify any marine lexicone found in coastal languages
Sibolga and to know the resilience and shifts of lexicon marine environment. This
study used qualitative and quantitative method. To collecting the data it is done by
several ways, among giving quastionaire, interviews and documentation. Data
were analyzed by using Miles, Huberman and Saldana techniques. Based on the
survey results revealed that the amount of the lexicon as many as 101 species of
fauna, lexicon of flora there are 8 types, infrastructure lexicon there are 22 types,
and lexicon of verbs there are 20 types. In addition to the survey results revealed
that there are still many lexicon surviving and still unknown to the public. But
some are ready to be shifting even is no longer known by the people in the region
its self. it is because displacacement of the lexicon even loss due to aging, the
economic progress of society, social mobility, and the emergence of practical
spoken language in the marine environment.

Keywords : Survival, Shifting, Lexicon, Ecolinguistic

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena

atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Tesis yang berjudul “PERGESERAN DAN PEMERTAHANAN LEKSIKON

LINGKUNGAN KELAUTAN DALAM BAHASA PESISIR SIBOLGA:

KAJIAN EKOLINGUISTIK” merupakan salah satu syarat untuk mencapai

gelar magister linguistik. Terwujudnya Tesis ini tidak lepas dari partisipasi dan

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima

kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Prof DR Runtung Sitepu, SH.MHum selaku rektor Universitas Sumatera

Utara,

2. Dr. Budi Agustono, M.S. selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya,

3. Dr. Nurlela, M.Hum dan Dr. Dwi Widayati, M.Hum selaku dosen

pembimbing tesis yang telah meluangkan waktu untuk memberikan

masukan, bimbingan, dan motivasi yang membangun kepada penulis

hingga tesis ini terselesaikan dengan baik,

4. Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP, Dr. Dardanila, M.Hum, dan Dr. Charles

Butar- Butar, M.Pd selaku penguji tesis yang senantiasa memberikan

masukan dan motivasi kepada penulis, sehingga tesis ini terselesaikan

dengan baik

5. Dr. T. Thyrhaya Zein, M. A, selaku sekretaris program studi magister,

yang senantiasa memberikan motivasi, semangat dan dukungan dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


penyelesaian tesis saya, serta membantu penulis dalam setiap

permasalahan sepanjangan penyelesaian tesis ini,

6. Staf pengajar dan pegawai Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera

Utara atas segala ilmu, masukan dan bantuan yang telah diberikan kepada

penulis,

7. Kepada orangtuaku ayahanda Edipolo Sitanggang, S.Pi dan ibunda

Doharta Ida Hutabarat, S.Pd, M.AP yang sangat saya cintai dan hormati

yang tak henti-hentinya memberikan dukungan moral serta materiil, doa,

nasehat, dan motivasi hingga sampai detik ini penulis tetap kuat dan

bersemangat dalam menyelesaikan studi

8. Kepada T. Sitinjak, sebagai mertua yang selalu mendukung, mendoakan,

dan memotivasi.

9. Saudara- saudara tercinta, Kak Morina, Olivia, Yogi, Anggi, Junita, Medi,

Hendra, Iwan, Andar, Purnama dan seluruh keluarga yang tidak dapat

penulis sebut satu per satu, atas keceriaan, masukan,bantuan tenaga, waktu

dan dukungan yang telah diberikan

10. Kepada sahabat-sahabatku Mifani, Mora, Dina, Helti, kak Relly dan yang

lainnya terima kasih atas kasih sayang dan dukungan yang diberikan

hingga saat ini

11. Kepada Keluarga besar Sitanggang dan Hutabarat, terkhusus Alm. Pdt. J.

Sitanggang (Bapak seluruh anak-anak yang mencintaimu), terima kasih

buat semangat, cinta kasih,dan dukungan penuh,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12. Terspesial buat suami, Riko H. Simamora, S.Kom, yang senantiasa

mendukung, menemani dan meluangkan waktu sambil merawat saya

dalam masa sulit dan pergumulan dalam pembuatan tesis ini,

13. Serta seluruh pihak yang ikut membantu, termasuk dari kedinasan

Pemerintah Kota Sibolga yang secara langsung maupun tidak langsung

membantu penulis. Penulis hanya bisa berdoa, semoga Tuhan membalas

kebaikan-kebaikan kalian dengan setimpal. Amin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila ada kesalahan

dalam penulisan tesis ini. Kritik dan saran kami hargai demi penyempurnaan

penulisan serupa dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga

tesis ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai positif bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita semua

terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang ramah lingkungan

terkhusus dalam bidang kelautan.

Medan, Maret 2019

Green Fanny Sitanggang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ...........................................................................................................i
ABSTRACT ..........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................xi
DAFTAR DIAGRAM ................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Batasan Penelitian ................................................................................. 4
1.3 Rumusan Masalah ................................................................................. 4
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
1.5.1 Manfaat teoritis ..................................................................... 5
1.5.2 Manfaat Praktis ..................................................................... 5
1.6 Klarifikasi Istilah ................................................................................. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep ............................................................................................. 7
2.1.1 Ekologi ................................................................................. 7
2.2 Hubungan Ekologi dan Bahasa ......................................................... 8
2.3 Kajian Ekolinguistik ................................................................... 11
2.3.1 Parameter Ekolinguistik ....................................................... 13
2.3.1 Parameter Keberagaman ....................................................... 14
2.3.3 Parameter Kesalingterhubungan ........................................... 15
2.3.4 Parameter Lingkungan ....................................................... 16
2.4 Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa ........................................... 19
2.4.1 Pergeseran Bahasa ................................................................... 19
2.4.2 Parameter Pergeseran Bahasa ....................................................... 22
2.4.3 Pemertahanan Bahasa ................................................................... 23
2.4.4 Parameter Pemertahanan Bahasa ........................................... 23
2.4.5 Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pergeseran
dan Pemertahanan Bahasa ....................................................... 25
2.5 Pengertian Leksikon ................................................................... 26
2.6 Kajian Relevan ............................................................................... 26
2.7 Kerangka Konseptual ............................................................................... 34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ............................................................................... 36
3.2 Populasi dan Sampel ................................................................................ 37
3.2.1 Populasi ........................................................................................ 37
3.2.2 Sampel........................................................................................... 37
3.3 Data dan Sumber Data ................................................................... 39
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 40
3.4.1 Kuesioner ................................................................... 40
3.4.2 Teknik Wawancara ................................................................... 41
3.4.3 Teknik Dokumentasi ................................................................... 42
3.5 Uji Kredibilitas ............................................................................... 42
3.6 Teknik Analisis Data ............................................................................... 43

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN


4.1 Pengantar ........................................................................................... 46
4.2 Analisis ............................................................................................45
4.2.1 Data dan Sumber Data ................................................................. 45
4.2.1.1 Populasi ................................................................... 46
4.2.1.2 Sampel ......................................................................................... 46
4.3 Karakteristik Responden ...........................................................................47
4.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia . ................................47
4.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.................. 48
4.3.3 Karateristik Responden Berdasarkan Pekerjaan .......................... 48
4.4 Leksikon yang terdapat di Lingkungan kelautan dalam bahasa Pesisir
Sibolga........................................................................................................49
4.4.1 Leksikon Nomina ........................................................................ 49
4.4.1.1 Leksikon Nomina Fauna Lingkungan
Kelautan Sibolga............................................................. 49
4.4.1.2 Leksikon Nomina Flora Lingkungan
Kelautan Sibolga ............................................................ 53
4.4.1.3 Leksikon Nomina Sarana dan Prasarana Aktivitas
Lingkungan Kelautan Sibolga ....................................... 56
4.4.2 Leksikon Verba Aktivitas Kelautan Sibolga ................................ 60
4.5 Pemahaman Leksikon- Leksikon Lingkungan Kelautan dalam
Bahasa Pesisir Sibolga ............................................................................ 63
4.5.1 Pemahaman Leksikon Nomina Fauna Kelautan Sibolga.............. 67
4.5.2 Pemahaman Leksikon Nomina Flora Kelautan Sibolga .............. 69
4.5.3 Pemahaman Leksikon Nomina Sarana dan Prasarana
Kelautan Sibolga ......................................................................... 69
4.5.4 Pemahaman Leksikon verba dalam BidangKelautan
yang digunakan Masyarakat Pesisir Sibolga ................................ 72
4.6 Kebertahanan dan Ketergeseran Leksikon- Leksikon Lingkungan
Kelautan dalam Bahasa Pesisir Sibolga ................................................... 75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 78
5.2 Saran ............................................................................................79

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 80


LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman


1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia…….......................................47
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...............................48
3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan......................................48
4. Leksikon Nomina Fauna Lingkungan Kelautan Sibolga...........................50
5. Leksikon Nomina Flora Lingkungan Kelautan Sibolga.............................54
6. Leksikon Nomina Sarana/ Prasaran Aktifitas Kelautan Sibolga................57
7. Leksikon Verba Aktifitas Kelautan Sibolga..............................................61
8. Pemahaman Leksikon Fauna di Lingkungan Kelautan Pesisir
Sibolga........................................................................................................63
9. Pemahaman Leksikon Flora di Lingkungan Kelautan Pesisir
Sibolga........................................................................................................67
10. Pemahaman Leksikon Sarana/ Prasarana Aktifitas di Lingkungan
Kelautan Pesisir Sibolga............................................................................69
11. Pemahaman Verba Aktifitas di Lingkungan Kelautan Pesisir
Sibolga.......................................................................................................73
12. Kebertahanan dan Ketergeseran Leksikon- leksikon di Lingkungan
Kelautan Pesisir Sibolga..........................................................................75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman


1. Kerangka Konseptual Penelitian............................................................35
2. Peta Populasi Penelitian..........................................................................37
3. Uji Kredibilitas………………….............................................................43
4. Teknik Analisis Data................................................................................43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR DIAGRAM

No. Judul Halaman


1. Jumlah Leksikon Fauna dalam Lingkungan Kelautan Sibolga..................53
2. Pemahaman Leksikon Fauna di Lingkungan Kelautan Pesisir
Sibolga........................................................................................................66
3. Pemahaman Leksikon Flora di Lingkungan Kelautan Pesisir
Sibolga........................................................................................................68
4. Pemahaman Leksikon Sarana/ Prasarana Aktifitas di Lingkungan
Kelautan Pesisir Sibolga...........................................................................71
5. Pemahaman Verba Aktifitas di Lingkungan Kelautan Pesisir
Sibolga........................................................................................................74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa Pesisir merupakan salah satu bahasa yang digunakan di wilayah

kota Sibolga. Bahasa Pesisir dikenal dengan istilah Urang Pasisia yaitu bahasa

yang dipergunakan oleh penduduk di kota Sibolga. Bahasa Pesisir sangat

dijunjung tinggi oleh masyarakat kota Sibolga. Bahasa Pesisir adalah bahasa

sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat Sibolga1

Masyarakat yang tinggal dan menetap di kota Sibolga sebagian besar

bermata pencaharian sebagai nelayan. Para nelayan di kota Sibolga memiliki

tempat-tempat untuk menangkap ikan yang cukup luas, seperti Pantai Kalangan

dan Pantai Pandan. Sampai saat ini , sebagian besar sistem peralatan

penangkap ikan dan pengolahannya dalam kelautan masih menggunakan

alat-alat tradisional dan masih sederhana. Penduduk yang menetap dan

tinggal d i pesisir pantai kota Sibolga menggunakan bahasa Pesisir ketika

bekerja dan berkomunikasi dengan orang lain.2

Kita ketahui, bahasa merupakan hubungan timbal balik antara manusia

dengan manusia, dan juga hubungan timbal balik antara manusia dengan

alam. Untuk itu, salah satu kajian yang mempelajari tentang hubungan timbal

balik tersebut adalah Ekolinguistik.

1
Wawancara, 12 Agustus 2017
2
wawancara, 14 Agustus 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ekolinguistik adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji lingkungan dan

bahasa. Ekolinguistik merupakan ilmu bahasa interdisipliner, yang

menyanding ekologi dan linguistik (Mbete, 2013: 2). Dalam perspektif

ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang sebagai

organisme yang hidup secara berpola dalam suatu kehidupan bersama

organisme–organisme lainnya (Mbete 2013: 2). Selanjutnya, Rahardjo

(2014: 159) mengatakan bahwa waktu dan usaha manusialah yang

menentukan kelestarian suatu bahasa daerah.

Masyarakat yang tinggal di lingkungan laut memiliki leksikon kelautan.

Segala benda dan aktivitas yang ada bersama dengan manusia, sebagian

besar dikenal dan terekam secara kognitif oleh komunitas tuturnya dan

tersimpan dalam leksikon, teks verbal, dan wacana atau diskursus sosial mereka

(Mbete , 2013: 18).

Perkembangan zaman dan teknologi memiliki pengaruh terhadap

bahasa Pesisir Sibolga, banyak kosakata yang sudah tidak diketahui oleh

penuturnya sendiri. Terutama penutur muda yang sudah tidak mengenal lagi

sejumlah kosakata bahasa Pesisir Sibolga, khususnya mengenai lingkungan

kelautan.

Pada penelitian ini, peneliti akan membahas tentang leksikon kelautan

yang masih bertahan dan juga yang sudah bergeser di kota Sibolga yang mulai

dilupakan oleh masyarakat pemiliknya. Perubahan ini terjadi seiring dengan

perubahan zaman. Karena itu, secara otomatis nama – nama alat-alat tangkap

dan biota-biota laut yang berada pada suatu ekosistem memunculkan kata-kata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


atau istilah baru, sehingga hal ini dikawatirkan akan mengakibatkan kepunahan

leksikon, khususnya leksikon kelautan dalam bahasa Pesisir Sibolga

(Adisaputra, 2014:11). Misalnya untuk nama-nama ikan seperti ikan deman

sekarang disebut ikan dencis, ikan bada sekarang disebut ikan teri, ikan ranggak

muncung sekarang disebut ikan teter. Untuk alat tangkap, masyarakat Kota

Sibolga dulu hanya mengenal istilah bot dan pancang, tetapi sejak tahun 1999

telah berubah menjadi bagan, pukat cincin, stempel 3.

Mbete (2013:24) juga mengatakan bahwa adanya interaksi, interelasi, dan

interpedensi masyarakat dengan laut telah menghasilkan seperangkat nomina

yang dikodekan dalam satuan lingual leksikon kelautan. Leksikon-leksikon

tersebut dapat merujuk pada biota (baik flora maupun fauna) serta aktivitas

yang berhubungan dengan lingkungan kelautan dalam bahasa tertentu. Misalnya,

dalam masyarakat Pesisir Sibolga mengenal istilah mangayi ‗ menangkap ikan

dengan kail, ‟mamukek„ menangkap ikan dengan pukat‘, dan ‗manjala

‗menangkap ikan dengan menggunakan jala‘.

Namun jika relasi itu menjadi tidak serasi atau tidak harmonis lagi, tanpa

sadar menyebabkan biota dan aktivitas yang dahulu pernah ada menjadi tidak

berkelanjutan lagi. Alhasil, khazanah leksikon masyarakat mulai tergerus oleh

perubahan lingkungan. Dengan demikian, faktor lingkungan turut menentukan

kebertahanan leksikal.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti melihat kurangnya kesadaran

masyarakat Sibolga untuk tetap mempertahankan bahasanya. Selain itu, sering

3
hasil wawancara, 13 Agustus 2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


terjadinya eksploitasi besar terhadap leksikon-leksikon tertentu juga

menyebabkan leksikon tersebut terancam punah. Oleh sebab itu, melalui kajian

ekolinguistik, dapat dipahami secara mendalam hubungan antara bahasa dan

lingkungan, hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

―Pergeseran dan Pemertahanan Leksikon Lingkungan Kelautan Dalam

Bahasa Pesisir Sibolga; Kajian Ekolinguistik.”

1.2 Batasan Penelitian

Batasan masalah dalam penelitian ini hanya untuk menganalisis Leksikon

Bahasa Pesisir Sibolga dalam Lingkungan Kelautan (Kajian Ekolinguistik).

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang yang dikemukakan, dirumuskanlah masalah

penelitian ini sebagai berikut:

1. Leksikon-leksikon apakah yang terdapat di lingkungan kelautan dalam

bahasa Pesisir Sibolga?

2. Bagaimanakah kebertahanan dan ketergeseran leksikon-leksikon

lingkungan kelautan dalam bahasa Pesisir Sibolga?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifkasi leksikon kelautan yang ditemukan dalam bahasa Pesisir

Sibolga.

2. Mendeskripsikan tingkat kebertahanan dan ketergeseran leksikon-leksikon

lingkungan kelautan pada bahasa Pesisir Sibolga

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat baik secara teoritis maupun

manfaat praktis.

1.5.1 Manfaat Teoretis

1. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan sebagai referensi dalam ilmu

linguistik dan secara khusus tentang kajian ekolinguistik.

2. Memberi manfaat untuk mempertahankan dan melestarikan bahasa pesisir

Sibolga khususnya bidang kelautan.

3. Sebagai bahan rujukan yang relevan dan memberi peluang bagi peneliti

selanjutnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Memperkenalkan kepada pembaca bahwa bahasa pesisir Sibolga

khususnya bidang kelautan dapat dikaji sebagai bahan penelitian.

2. Dapat dijadikan sebagai pelestarian, pembinaan, dan dapat memberikan

masukan pemikiran kepada pemerintah Sibolga dan semua pihak yang

terkait untuk dapat melestarikan Bahasa Pesisir Sibolga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Dapat memberikan masukan pemikiran kepada Dinas Kelautan Kota

Sibolga - Sumatera Utara untuk dapat melestarikan leksikon-leksikon.

1.6 Klarifikasi Istilah

Pada penelitian ini digunakan istilah-istilah yang menyangkut atau berkaitan

dengan Leksikon Bahasa Pesisir Sibolga dalam Lingkungan Kelautan kajian

Ekolinguistik. Istilah tersebut terkadang sulit untuk dimengerti atau dipahami

karena rujukannya yang kurang jelas, dan seringkali istilah yang berbeda

digunakan pada acara yang sama. Oleh karena itu klarifikasi istilah pada

penelitian ini dimaksudkan agar ada persepsi yang sama mengenai istilah yang

digunakan. Penggunaan istilah tersebut sesuai dengan konsep istilah pada bidang

linguistik, istilah tersebut yaitu:

Bahasa Pesisir : Bahasa yang digunakan oleh penduduk yang tinggal di


wilayah Kota Sibolga dan sekitarnya

Ekolinguistik : Disiplin ilmu yang mengkaji lingkungan dan bahasa

Leksikon Komponen bahasa yang memuat makna dalam bahasa

Pemertahanan : Ketidakberdayaan sebuah bahasa minoritas untuk


bertahan hidup itu mengikuti pola yang sama

Pergeseran : bahasa tertentu beralih ke bahasa lain, biasanya bahasa


domain dan berprestise, lalu digunakan dalam ranah-
ranah pemakaian bahasa yang lama

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengkajian teori tidak terlepas dari tinjauan pustaka, karena teori secara

nyata dapat diperoleh melalui kajian kepustakaan. Pada bab ini diuraikan

Leksikon Kelautan dalam Bahasa Pesisir Sibolga Kajian Ekolinguistik

2.1. Konsep

Sebelum mengacu pada uraian teori yang digunakan dalam penelitian

ini, perlu dijelaskan konsep dasar yang dianggap relevan sebagai pendukung

untuk dapat lebih memahami topik dan bermanfaat untuk menyamakan

persepsi terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep

dasar pemikiran ekolinguistik adalah interaksi dan keberagaman. Interaksi dan

keberagaman yang dimaksud adalah hasil dari interaksi antara lingkungan fisik

dan lingkungan sosial, di sisi lain dibentuk oleh interaksi bahasa dan budaya.

2.1.1. Ekologi

Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos (rumah atau tempat hidup)

dan logos (ilmu atau pelajaran ). Secara etimologis berarti ilmu tentang makhluk

hidup dan rumah tangganya. Dengan kata lain definisi ekologi ialah ilmu yang

mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya

(Hannum, 2009:2).

Ekologi merupakan totalitas manusia dengan lingkungan yang

berisikan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya.

Manusia dan lingkungan adalah komponen yang secara teratur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


berinteraksi dan saling tergantung membentuk keseluruhan untuk menjamin

kelangsungan hidup keduanya.

2.2.Hubungan Ekologi dan Bahasa

Sapir (2001:2), menulis tentang bahasa dan lingkungan dan beranggapan

bahwa lingkungan fisik dari sebuah bahasa terdiri atas karakter geografi sebagai

topografi dari sebuah negara. Ekologi berhubungan erat dengan iklim, flora dan

fauna, curah hujan, serta sumber daya alam yang merupakan sumber

kehidupan dan sumber ekonomi manusia yang terekam secara verbal.

Menurutnya, kosa kata yang terdapat dalam bahasa-bahasa itu akan berbeda satu

sama lain bergantung pada sosiokultural dan lingkungan (ecoregion)

tempat bahasa itu digunakan. Perbedaan ini hanya bersangkut paut dengan

unsur-unsur leksikal dan tidak berakibat kepada kaidah atau prinsip struktur

bahasa tersebut.

Vokabulari dari sebuah bahasa tidak hanya bergantung atau

dipengaruhi oleh lingkungan fisik bahasa tersebut. Akan tetapi, lingkungan

sosial masyarakat penuturnya juga sangat berperan dalam pembentukan

vokabulari sebuah bahasa. Lingkungan sosial dimaksud terdiri atas kekuatan

masyarakat yang membentuk kehidupan dan pikiran setiap individu seperti

agama, kepercayaan, etika, dan pemahaman tentang politik.

Berdasarkan klasifikasi dari ke dua lingkungan ini kelengkapan

vokabulari bahasa dapat mengindikasikan; pengetahuan, minat, pekerjaan,

serta pandangan hidup penuturnya dan tempat bahasa atau masyarakat tutur

tersebut berada. Penutur bahasa yang hidup di pegunungan akan memiliki

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


khazanah vokabulari yang lebih banyak berkaitan dengan lembah, ciri tanah,

jenis burung, jenis tumbuhan, kehidupan lebah, dan kehidupan satwa liar

yang ada di lingkungan tertentu (ecoregion) (Mbete, 2013:1-2).

Demikian pula penutur bahasa yang bermukim di pesisir pantai

memiliki lebih banyak khazanah vokabulari yang berkaitan dengan

lingkungan kelautan, seperti yang terjadi pada suku Paiute, Arizona. Mereka

lebih banyak mengenal dan menciptakan nama-nama ikan, ganggang, bunga

karang, pasir dan semua kandungan laut (Sapir, 2001).

Selanjutnya, Sapir (2001) beranggapan bahwa bahasa yang diucapkan

oleh seseorang sangat bergantung pada pikiran dan tingkah laku orang tersebut

yang terefleksi kepada bentuk vokabulari yang dituturkannya. Anggapan ini

dikenal dengan hipotesis Sapir–Whorf yang diperkenalkan oleh Whorf

dalam tulisannya tahun 1956.

Secara biologis, pada umumnya manusia memiliki kemampuan sama

dalam kapasitas mempelajari bahasanya. Seperti yang diutarakan oleh

Halliday (2001:21-22) bahwa kemampuan ini sama halnya dengan

kemampuan manusia tersebut pada saat belajar berjalan serta belajar berdiri.

Kesemuanya ini tidak bergantung kepada tingkat intelegensia sesorang.

Secara ekologis sesungguhnya manusia adalah makhluk ekologis yang unik,

karena setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda antara satu dengan

lainnya walaupun berada dalam pola lingkungan yang sama dan bahasa yang

sama pula (Halliday, 2001)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pengalaman yang sifatnya personal ini senantiasa berhubungan

dengan lingkungannya. Lingkungan ini pula yang membentuk kultur manusia

tersebut dan juga membentuk pola penggunaan bahasa seseorang yang

seterusnya terekam dalam kognitif orang tersebut. Pandangan ini sejalan

dengan pandangan Heyne (1997:3) bahwa bahasa merupakan produk interaksi

manusia dengan dunia sekelilingnya, dunia alamih dan dunia sosial.

Cara seseorang menciptakan tuturannya dan membangun kemampuan

linguistiknya dapat langsung tergambar dari pengalaman yang diperoleh dari

pengetahuan dan pengalaman tentang lingkungan dan mengaplikasikan

pengalaman tersebut dalam komunikasi yang spesifik dengan sesama.

Rekaman pengalaman yang paling dekat dan paling lekat adalah

tentang dunia nyata sekitar, baik yang bersifat kultural maupun yang bersifat

alamiah. Oleh karena itu, fungsi awal imajineri adalah menggambarkan

lingkungan di sekitar dengan menggunakan bahasa karena bahasa didasari

imajinari yang ada di otak dan pengalaman manusia (Palmer 1996:3 ; lihat

Mbete, 2010:7).

Pakar ekolinguistik, Haugen (1972:326) menggambarkan lingkungan alam

sebuah bahasa adalah masyarakat pengguna bahasa itu, dan bahasa

sesungguhnya hanya ada di dalam otak atau kognitif penuturnya yang hanya

berfungsi menghubungkan penutur dengan sesamanya, dan dengan alam

sekitar yaitu lingkungan sosial dan lingkungan alam. Makna lingkungan di sini

juga mencakup pikiran seseorang yang merujuk kepada dunia atau wilayah

tempat bahasa itu ada dan digunakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lebih lanjut Haugen (1972:325) menyatakan bahwa hubungan bahasa

dengan ekologi pada dasarnya terjadi dalam dua bagian. Bagian pertama

adalah lingkungan psikologikal (psychological environment) yaitu pengaruh

lingkungan terhadap bahasa-bahasa dalam pikiran atau kognitif penutur

bahasa-bahasa tersebut, dan bagian ke dua adalah sosiologikal yaitu

hubungan lingkungan dengan masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut

sebagai media komunikasi mereka.

Bahasa layaknya species yang hidup di lingkungan alam yang dapat

hidup dan berkembangbiak, dapat berubah dan dapat pula lenyap atau mati. Jika

bahasa itu digunakan oleh bertambah banyak penuturnya maka bahasa itu akan

tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Namun, jika jumlah penuturnya

sedikit dan dominasi terus berkurang, dikhawatirkan bahasa itu akan bergeser,

berubah, lenyap atau berevolusi. Sumarsono (2010:146) berpendapat bahwa

ini semua dapat terjadi disebabkan oleh evolusi bahasa.

2.3. Kajian Ekolinguistik

Ekolinguistik adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji lingkungan dan

bahasa. Ekolinguistik menyanding ekologi dan linguistik. Bahasa lingkungan

(ecologycal language) adalah bentuk verbal yang mengandung makna tentang

lingkungan. Lingkungan bahasa (language ecology) adalah produk dan kondisi

alam yang bersifat alamiah (Mbete, 2013:1-2).

Kajian ekolinguistik yang pada awal kemunculannya dinamakan sebagai

kajian ekologi bahasa yang berkaitan dengan hubungan ekologi dan

linguistik yang diprakarsai oleh Haugen (1972). Kajian ini menyandingkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kajian bahasa dengan ekologi yang dapat didefinisikan sebagai sebuah

kajian atas interaksi antara bahasa-bahasa dengan lingkungannya atau

lingkungan tempat keberadaan bahasa itu digunakan (Haugen, 1972:323).

Peneliti bahasa pada umumnya banyak membicarakan permasalahan-

permasalahan bahasa yang berkaitan dengan kaidah-kaidah bahasa dan leksikon.

Jarang sekali pembicaraan yang mengarah kepada ekologi bahasa. Padahal

menurut Haugen (1972: 325), penelitian ekologi bahasa atau ekolinguistik dapat

merambah luas dan bekerja sama dengan antropologi, sosiologi, psikologi dan

ilmu politik. Hal ini disebabkan kajian ekolinguistik sejatinya merupakan

kajian interaksi antara bahasa apa saja dengan lingkungannya.

Definisi lingkungan mencakup pikiran seseorang yang merujuk kepada

dunia nyata tempat bahasa itu digunakan karena lingkungan alam dari sebuah

bahasa adalah masyarakat pengguna bahasa tersebut. Selanjutnya, Haugen (1972:

326) menggambarkan bahwa bahasa sesungguhnya hanya ada di dalam otak

penggunanya dan hanya berfungsi menghubungkan penggunanya dengan

sesama dan kepada alam yaitu lingkungan sosial, lingkungan buatan dan

lingkungan alam.

Fill dan Muhlhausler (2001:57) berpendapat bahwa ekolinguistik

melibatkan teori-teori, metodologi, dan studi empiris bahasa, serta berkontribusi

dalam perspektif semua level linguistik yang berkaitan atau berhubungan dengan

ekologi. Jangkauan ekolinguistik sangat luas karena kajian ini dapat

menentukan beberapa disiplin ilmu bahasa, seperti:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Menemukan teori bahasa yang tepat.

b. Studi tentang sistem bahasa dan teks.

c. Studi keuniversalan bahasa yang relevan dengan isu-isu lingkungan.

d. Studi bahasa yang bertalian dengan pendekan kontrastif.

e. Mempelajari bahasa yang berkaitan dengan ekoliterasi (ecoliteracy),

seperti pengajaran pemahaman ekologi kepada anak-anak dan orang

dewasa.

2.3.1. Parameter Ekolinguistik

Untuk menggambarkan keterkaitan antara bahasa dan lingkungan

diperlukan adanya kajian interdisipliner yang menyandingkan kajian ekologi

dengan linguistik, seperti yang diungkap oleh Mbete (2013:1). Ekologi

merupakan ilmu yang menggeluti hubungan timbal balik antara makhluk hidup

dengan alam sekitarnya, termasuk pula menjelaskan hubungan antara

manusia dengan alam sekitarnya yang tentu saja bergayut dengan bahasa

manusia itu.

Parameter ekologi dimaksud adalah kesalingterhubungan

(interrelationship), lingkungan (environment), keberagaman (diversity).

Ke tiga parameter ini akhirnya diaplikasikan ke dalam kajian penelitian

ekolinguistik. Ketiga-tiganya saling terkait erat dan saling melengkapi dan

senantiasa diaplikasikan secara bersamaan dalam penelitian ekolinguistik. Ketika

kajian ekolinguistik membicarakan parameter ekolinguistik pastilah ketiga

terminologi, keberagaman (diversity), kesalingterhubungan (interrelationship),

dan lingkungan (environment), tersebut dibicarakan saling berkaitan. Berikut ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


secara khusus dibicarakan.

2.3.2. Parameter Keberagaman (Diversity)

Fill dan Muhlhausler (2001:2) mengutarakan bahwa keberagaman

(diversity) perbendaharan kosa kata sebuah bahasa menunjukkan bahwa

lingkungan fisik dan lingkungan sosial atau lingkungan budaya tempat

bahasa itu berada dan digunakan. Lingkungan fisik dimaksud merupakan

lingkungan alam, geografi yang menyangkut topografi seperti, iklim, biota, curah

hujan, sedangkan lingkungan kebudayaan berkaitan dengan hubungan

antara pikiran dan aspek kehidupan masyarakat tersebut seperti agama, etika,

politik, seni, dan lain sebagainya. Kelengkapan kosa kata bahasa itu

bergantung pula kepada cara pandang, sikap, dan perilaku serta pekerjaan

(profesi) masyarakat tutur bahasa tersebut.

Keberagaman jenis species fauna, flora di satu lingkungan alam paralel

dengan keberagaman vokabulari bahasa di dalam lingkungan sosial masyarakat

tutur tersebut demikian pula sebaliknya. Keberagaman biota ini memperkaya

khasanah vokabulari bahasa tersebut. Keberagaman juga dapat ditujukan

atau berimplikasi kepada hubungan antara ranah sumber dan ranah target

dalam sebuah metafora. Kepada sebuah ranah target dapat diaplikasikan beberapa

ranah target, demikian pula sebaliknya sebuah ranah target dapat berasal dari

beberapa ranah sumber.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3.3. Parameter Kesalingterhubungan (Interrelationship)

Keberadaan spesies dan kondisi kehidupan, tidak dapat dipandang

sebagai dua bagian terpisah, tetapi sebagai satu bagian yang utuh, demikian

pula halnya dengan bahasa ibu dan etnik tidak dapat dicirikan secara

individual. Hubungan paralel ini tidak berarti bahwa bahasa dan spesies

biologi sama dalam semua hal. Satu hal mutlak yang dapat membedakan

keduanya adalah bahwa bahasa bukanlah organisme hidup. Bahasa

ditranformasikan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya

oleh penutur bahasa dan penggunaannya. Berbeda dengan spesies biologi

yang diturunkan melalui perkawinan.

Eksistensi sebuah bahasa sangat bergatung kepada jumlah

penuturnya. Penamaan dan pengklasikasian nama tumbuhan dan hewan serta

jenis batu-batuan bergantung kepada konvensi penuturnya. Istilah konvensi

di sini tidak dapat diartikan sebagaimana lazimnya istilah konvensi yang

digunakan dalam linguistik yaitu istilah yang mengacu kepada hubungan

arbitrer antara bentuk atau lambang linguistik dengan makna yang

dikandungnya. Istilah konvensi ini dialamatkan kepada tingkat kesepakatan

penggunaan bahasa dalam komunitas bahasa tesebut.

Parameter keterhubungan atau parameter kesalingterhubungan antara

linguistik dengan ekologi merupakan hubungan timbal balik antara makhluk di

lingkungan alam tersebut dengan ekologinya yang dapat terpantul pada

metafora ekologi yang bernuansa isu lingkungan, dikodekan ke dalam bahasa

dalam jangkauan yang luas. Konsep metafora seperti yang digambarkan oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kovecses (2006:171), berisikan skema sumber yang dalam hal ini

menyangkut ranah yang bersifat fisik dikodekan secara verbal kepada ranah

yang bersifat abstrak seperti, pada metafora green house, green speak, dan

lainnya. Metafora ekologi menurut Fill dan Muhlhausler (2001:104), banyak

bergantung kepada sosiokultural dan unsur kognitif masyarakat tutur

bahasa tersebut. Waktu, situasi, dan ranah penggunaan bahasa juga

memengaruhi bentuk metafora bahasa tersebut.

2.3.4. Parameter Lingkungan (Environment)

Manusia berinterelasi, berinteraksi, bahkan berinterdependensi

dengan pelbagai entitas yang ada di lingkungan tertentu (ecoregion),

memberi nama dalam bahasa lokalnya, memahami sifat-sifat dan karakter yang

dikodekan secara verbal, semata-mata demi tujuan dan kepentingan-kepentingan

manusia (antroposentrisme) dan juga karena manusia adalah makhluk ekologis

yang memang tidak dapat tidak membutuhkan segala yang ada demi

hidupnya secara biologis (biosentrisme), baik hewan, tumbuhan, bebatuan,

maupun udara dan keluasan pandangan secara ragawi (kosmosentrisme).

Berbagai cara manusia memengaruhi lingkungannya, sebagaimana yang

pernah dibicarakan sebelumnya. Sikap masyarakat terhadap lingkungan

alam banyak didasari oleh pola kultural masyarakat tersebut. Sebagai contoh

pandangan suatu masyarakat terhadap daging binatang seperti lembu, babi,

ayam, itik kambing sebagai makanan manusia berkaitan dengan kebutuhan

manusia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Keberadaan binatang-binatang tersebut yang menyangkut dengan

perkembangbiakannya sangat diperhatikan oleh masyarakat yang ada dalam

lingkungan alam itu. Pada gilirannya sifat alamiah dari binatang itupun

menjadi bagian dari perhatian masyarakat dengan kata lain pengetahuan lokal

dan pengetahuan manusia tentang lingkungan alam telah berpengaruh kepada

pandangan hidup, kultur, bahasa dan kosmologi masyarakat yang bergantung

kepadanya. Menurut Muhlhausler (2001:37) bahwa klasifikasi hewan dan

tumbuhan secara nyata merupakan refleksi dari lingkungan dengan

keanekaragaman hayatinya tempat tinggal masyarakat tersebut.

Lingkungan alam dijadikan sebagai parameter membangun atau

memberi nama-nama tersebut dalam kurun waktu yang sangat panjang, yang

diturunkan secara berkesinambungan dari generasi sebelumnya ke generasi

berikutnya. Dari hasil penelitiannya Muhlhausler (2001:59) mengemukakan

bahwa waktu yang dibutuhkan untuk pelabelan nama dapat memakan waktu

lebih kurang tiga ratus tahun lamanya untuk menghubungkan sebuah

bahasa dengan lingkungan biologis penuturnya.

Ketiga parameter ekologi yang diterapkan dalam kajian ekolingustik

yakni: (1) lingkungan (environment), (2) keberagaman (diversity), (3) interelasi

(interrelation), interaksi (interaction), interdependensi (interdependention),

kendatipun dalam uraian ini dipilah-pilah, pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan

satu dengan yang lainnya. Di lingkungan tertentu, misalnya di jalan Balam,

Kelurahan Pancuran Bambu, Kota Sibolga, pasti terdapat keberagaman atau

keanekaragaman hayati dan nonhayati (abiotik) baik tumbuhan, hewan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


manusia, maupun benda-benda (abiotik) lainnya. Di lingkungan itu pula selalu

terjadi interaksi, interelasi, dan interdependensi khususnya antara masyarakat

penutur bahasa dengan keberagaman atau keanekaragaman yang ditandai dan

direkam secara verbal.

Kendatipun masyarakat tutur bahasa Pesisir memiliki bahasa yang

sama yakni bahasa Pesisir, derajat kedekatan (degree of familiriaty) dengan

entitas-entitas tertentu di lingkungan tertentu itu berbeda-beda pula

sebagaimana tercermin pada ketelitian khazanah kata yang mengkodekannya

(lihat. Sapir dalam Fill and Muhlhausler, 2001: 16).

Fill dan Muhlhausler (2001: 44) menegaskan pula adanya variabel

etnodemografi dan variabel etnokultural dalam hal ini para penutur bahasa

dengan perbedaan derajat keakrabannya dan pengetahuannya, variabel

etnokultural yang dipahami sebagai tradisi dan budaya etnik dan subetnik

tertentu, masing-masing dengan pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman

berinteraksi, berinterelasi, dan berinterdependensi dengan entitas-entitas tertentu

secara sangat khusus dan variatif pula. Kekhususan itu tercermin pada khazanah

kata bahkan ungkapan-ungkapan metaforik bersumberkan keanekaragaman

tetumbuhan atau hewan, atau juga unsur-unsur abiotik yang diakrabi di ecoregion

atau lingkungan tertentu.

Derajat kedekatan itulah yang dapat saja membedakan antar kelompok

penutur atau subkelompok penutur bahasa yang sama di lingkungan (ecoregion)

tertentu dengan kelompok lainnya dalam bahasa yang sama. Variasi ungkapan

metaforik itulah yang memperkaya khazanah keberagaman bahasa dan ungkapan-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ungkapan suatu bahasa. Dilacak lebih jauh, sebuah ungkapan atau beberapa

ungkapan metaforik dalam bahasa yang sama, dapat saja hanya dimiliki,

dipahami, dan digunakan di lingkungan tertentu saja sesuai dengan derajat

kedekatan interelasi, interaksi, dan interdependensi dengan keanekaragaman

hayati dan nonhayati di lingkungan tertentu.

2.4.Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa

2.4.1. Pergeseran Bahasa

Chaer dan Agustina (2004:142) mengemukakan bahwa pergeseran bahasa

menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok

penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke

masyarakat tutur lain. Dengan kata lain, pergeseran bahasa akan terjadi jika

seorang atau sekelompok orang penutur pindah ke tempat lain yang menggunakan

bahasa lain, dan bercampur dengan mereka. Pendatang atau kelompok pendatang

ini mau tidak mau, harus menyesuaikan diri dengan ―menanggalkan‖ bahasanya

sendiri, lalu menggunakan bahasa penduduk setempat.

Bila satu kelompok baru datang ke tempat lain dan bercampur dengan

kelompok setempat, maka akan terjadilah pergeseran bahasa (language shift).

Kelompok pendatang ini akan melupakan sebagian bahasanya dan ―terpaksa‖

memperoleh bahasa setempat. Alasannya karena kelompok pendatang ini mesti

menyesuaikan diri dengan situasi baru tempat mereka berada. Akhirnya,

kelompok pendatang ini akan mempergunakan dua bahasa, yaitu bahasa nasional

dan bahasa daerah setempat (Alwasilah, 1993:116). Sumarsono dan Partana

(2002:236—237) mengungkapkan beberapa faktor yang menyebabkan pergeseran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bahasa yaitu: migrasi atau perpindahan penduduk, faktor ekonomi, dan faktor

pendidikan. Migrasi dapat berwujud dua kemungkinan. Pertama, kelompok-

kelompok kecil bermigrasi ke daerah atau negara lain yang tentu saja

menyebabkan bahasa mereka tidak berfungsi di daerah yang baru. Kedua,

gelombang besar penutur bahasa bermigrasi membanjiri sebuah wilayah kecil

dengan sedikit penduduk, menyebabkan penduduk setempat terpecah dan

bahasanya tergeser.

Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang

memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik, sehingga

mengundang imigran/transmigran untuk mendatanginya (Chaer 1995: 190).

Fishman (1972) menunjukkan contoh terjadinya pergeseran bahasa pada para

imigran di Amerika. Keturunan ketiga atau keempat dari para imigran itu sudah

tidak mengenal lagi bahasa ibunya dan malah telah menjadi monolingual bahasa

Inggris.

Faktor ekonomi juga merupakan penyebab pergeseran bahasa. Salah satu

faktor ekonomi itu adalah industrialisasi. Selain itu, faktor pendidikan juga

menyebabkan pergeseran bahasa ibu murid, karena sekolah biasa mengajarkan

bahasa asing kepada anak-anak. Hal ini menyebabkan anak-anak menjadi

dwibahasawan. Padahal, kedwibahasaan mengandung resiko bergesernya salah

satu bahasa.

Pada situasi kedwibahasaan sering terlihat orang melakukan penggantian

satu bahasa dengan bahasa lainnya dalam berkomunikasi. Penggantian bahasa ini

biasanya terjadi karena tuntutan berbagai situasi yang dihadapi oleh masyarakat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tutur. Selain itu, peralihan atau penggantian bahasa itu dapat terjadi karena

penggantian topik pembicaraan. Di samping itu juga faktor mitra tutur, situasi,

topik, dan fungsi interaksi dapat juga menyebabkan pergeseran bahasa.

Berdasarkan hal tersebut di atas terlihat bahwa terjadinya pergeseran bahasa lebih

terkait dengan faktor lingkungan bahasa.

Crystal (2003:17) juga memaparkan pergeseran bahasa (language

shif) sebagai „the conventional term for the gradual or sudden move from the

use of one language to another (either by an individual or by a group)‟

perubahan secara bertahap atau tiba-tiba dari satu bahasa ke bahasa lain

(baik secara perorangan atau kelompok). Pergeseran bahasa disebabkan

oleh sejumlah faktor, yaitu faktor sosiolinguistis, psikologis, demografis, dan

ekonomik (Gunarwan, 2006:102).

1. Yang termasuk faktor sosiolinguistis adalah adanya bilingualisme (atau

multilingualisme jika lebih dari dua bahasa terlibat).

2. Faktor psikologis dipengaruhi pandangan para anggota masyarakat

bahasa yang bersangkutan mengenai bahasa mereka di dalam

konstelasi bahasa-bahasa yang ada di dalam masyarakat (kebanggaan

dan kesetiaan yang tinggi terhadap bahasa).

3. Faktor demografis berhubungan dengan jumlah penutur yang kecil.

4. Faktor ekonomi dikaitkan dengan pemilihan bahasa menuju pekerjaan

yang lebih menguntungkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.4.2. Parameter Pergeseran Bahasa

Sumarsono dan Partana (2002:231) mengungkapkan bahwa pergeseran

bahasa berarti, suatu komunitas meninggalkan suatu bahasa sepenuhnya untuk

memakai bahasa lain. Bila pergeseran sudah terjadi, para warga komunitas itu

secara kolektif memilih bahasa baru. Jika berkumpul dengan kelompok asal,

mereka dapat menggunakan bahasa pertama mereka tetapi untuk berkomunikasi

dengan selain kelompoknya tentu mereka tidak dapat bertahan untuk tetap

menggunakan bahasanya sendiri. Sedikit demi sedikit mereka harus belajar

menggunakan bahasa penduduk setempat.

Menurut Rahardi (2006:68-70), pergeseran bahasa dapat dengan

mudah dicermati oleh siapapun pada aspek leksikon, yaitu adanya penambahan,

pengurangan, dan penghilangan makna kata. Misalnya, kata ‗saring‘

semula hanya bermakna ‗melakukan aktifitas memisahkan satu benda atau kata

dari yang lain‘, sekarang bertambah maknanya menjadi ‗alat‘.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pergeseran bahasa itu terjadi

manakala masyarakat pemakai memilih suatu bahasa baru untuk mengganti

bahasa sebelumnya. Dengan kata lain, pergeseran bahasa itu terjadi karena

masyarakat bahasa tertentu beralih ke bahasa lain, biasanya bahasa domain dan

berprestise, lalu digunakan dalam ranah-ranah pemakaian bahasa yang lama.

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahawa pergeseran bahasa terjadi

pada masyarakat dwibahasa atau multibahasa. Kedwibahasaan menurut Umar

(1994:9) dimulai ketika penduduk yang berpindah itu berkontak dengan penduduk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pribumi lalu pihak yang satu mempelajari pihak lainnya untuk kebutuhan

komunikasi.

2.4.3. Pemertahanan Bahasa

Konsep pemertahanan bahasa lebih berkaitan dengan prestise suatu bahasa

di mata masyarakat pendukungnya. Sebagaimana Sumarsono 1993 mengatakan

bahwa pemertahanan bahasa terkait dengan perubahan dan stabilitas penggunaan

bahasa di satu pihak dengan proses psikologis, sosial, dan kultural di pihak lain

dalam masyarakat multibahasa. Salah satu isu yang cukup menarik dalam kajian

pergeseran dan pemertahanan bahasa adalah ketidakberdayaan minoritas imigran

mempertahankan bahasa asalnya dalam persaingan dengan bahasa mayoritas yang

lebih dominan.

2.4.4. Parameter Pemertahanan Bahasa

Ketidakberdayaan sebuah bahasa minoritas untuk bertahan hidup itu

mengikuti pola yang sama. Awalnya adalah kontak guyup minoritas dengan

bahasa kedua (B2), sehingga mengenal dua bahasa dan menjadi dwibahasawan,

kemudian terjadilah persaingan dalam penggunaannya dan akhirnya bahasa asli

(B1) bergeser atau punah. Sebagai contoh kajian semacam itu dilakukan oleh Gal

(1979) di Australia dan Dorial (1981) di Inggris. Keduanya tidak berbicara

tentang bahasa imigran melainkan tentang bahasa pertama (B1) yang cenderung

bergeser dan digantikan oleh bahasa baru (B2) dalam wilayah mereka sendiri.

Menurut Sumarsono dalam laporan penelitiannya mengenai pemertahanan

bahasa (dikutip Chaer dan Agustina, 2004:147), ada beberapa faktor yang

menyebabkan bahasa itu dapat bertahan, yaitu: pertama, wilayah pemukiman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mereka terkonsentrasi pada satu tempat yang secara geografis agak terpisah dari

wilayah pemukiman masyarakat.

Kedua, adanya toleransi dari masyarakat mayoritas yang mau menggunakan

bahasa lain dalam berinteraksi dengan golongan minoritas, meskipun dalam

interaksi itu kadang-kadang digunakan juga bahasa asli. Ketiga, anggota

masyarakat, mempunyai sikap keislaman yang tidak akomodatif terhadap

masyarakat, budaya, dan bahasa. Pandangan seperti ini dan ditambah dengan

terkonsentrasinya masyarakat ini menyebabkan minimnya interaksi fisik antara

masyarakat yang minoritas dan masyarakat yang Mayoritas.

Keempat, adanya loyalitas yang tinggi dari anggota masyarakat terhadap

bahasa lain sebagai konsekuensi kedudukan atau status bahasa ini yang menjadi

lambang identitas diri masyarakat yang beragama Islam; sedangkan bahasa asli

dianggap sebagai lambang identitas dari masyarakat yang beragama diluar agama

Islam. Oleh karena itu, penggunaan bahasa lain ditolak untuk kegiatan-kegiatan

intrakelompok, terutama dalam ranah agama.

Pemertahan bahasa terjadi jika dan bila penuturnya secara kolektif tetap

menggunakan bahasa tradisionalnya walaupun ada desakan untuk beralih

menggunakan bahasa yang lain. Membahas pemertahanan erat kaitannya dengan

kepunahan bahasa, artinya jika upaya pemertahanan tersebut gagal, maka bahasa

itu akan perlahan-lahan menjadi punah (Sumarsono dalam Damanik, 2009:9).

Kemampuan bahasa untuk bertahan hidup menurut Holmes (2001:65) dalam

Gunarwan (2006:101-102) dipengaruhi oleh tiga komponen, yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Status bahasa yang bersangkutan seperti yang tercermin pada sikap

masyarakat bahasa itu terhadapnya;

2. Besarnya kelompok penutur bahasa itu serta persebarannya; dan

3. Seberapa jauh bahasa itu mendapat dukungan institusional.

2.4.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergeseran dan Pemertahanan


Bahasa

Pergeseran dan pemertahanan bahasa dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Masalah pergeseran dan pemertahanan bahasa di Indonesia dipengaruhi oleh

faktor yang dilatarbelakangi oleh situasi kedwibahasaan atau kemultibahasaan.

IndustrialisasI dan urbanisasi dipandang sebagai penyebab utama bergeser atau

punahnya sebuah bahasa yang dapat berkait dengan keterpakaian praktis sebuah

bahasa, efisiensi bahasa, mobilitas sosial, kemajuan ekonomi dan sebagainya.

Faktor lain misalnya adalah jumlah penutur, konsentrasi pemukiman, dan

kepentingan politik (Sumarsono 1993: 3).

Pada umumnya sekolah atau pendidikan sering juga menjadi penyebab

bergesernya bahasa, karena sekolah selalu memperkenalkan bahasa kedua (B2)

kepada anak didiknya yang semula monolingual, menjadi dwibahasawan dan

akhirnnya meninggalkan atau menggeser bahasa pertama (B1) mereka. Faktor lain

yang banyak oleh para ahli sosiolinguistik adalah faktor yang berhubungan

dengan faktor usia, jenis kelamin, dan kekerapan kontak dengan bahasa lain.

Rokhman (2000) dalam kajiannya mengidentifikasikan tiga faktor yang

mempengaruhi pergeseran dan pemertahanan bahasa pada masyarakat tutur Jawa

dialek Banyumas, yakni faktor sosial, kultural, dan situasional.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kajian tentang berbagai kasus tersebut di atas memberikan bukti bahwa

tidak ada satupun faktor yang mampu berdiri sendiri sebagai satu-satunya faktor

pendukung pergeseran dan pemertahanan bahasa. Dengan demikian, tidak semua

faktor yang telah disebutkan di atas mesti terlibat dalam setiap kasus.

2.5. Pengertian Leksikon

Leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi

tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa, leksikon juga diartikan sebagai

kosakata, kekayaan yang dimiliki sebuah bahasa. Leksikon adalah koleksi

leksem pada suatu bahasa. Kajian terhadap leksikon mencakup apa yang

dimaksud dengan kata, strukturisasi kosakata, penggunaan dan penyimpanan

kata, pembelajaran kata, sejarah dan evolusi kata (etimologi), hubungan

antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatu bahasa. Dalam

penggunaan sehari-hari, leksikon dianggap sebagai sinonim kamus atau

kosakata.

Adapun leksikon yang akan diteliti adalah leksikon Fauna Lingkungan

Kelautan, leksikon Flora Lingkungan Kelautan, leksikon sarana prasarana

aktivitas Lingkungan Kelautan, leksikon verba atau aktifitas masyarakat di

Lingkungan Kelautan.

2.6. Kajian Relevan

Dalam penelitian ini, peneliti memaparkan beberapa penelitian terdahulu

yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, yaitu :

Mbete (2002) dalam penelitiannya yang berjudul ―Ungkapan-Ungkapan

dalam Bahasa Lio dan Fungsinya dalam Melestarikan Lingkungan‖.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penelitian ini bertumpu pada tiga masalah pokok yang berkaitan. Pertama

bagaimana bentuk ungkapan verbal etnik Lio dalam kaitan fungsionalnya

dengan pemeliharaan lingkungan. Kedua, bagaimana fungsi, makna, dan nilai-

nilai yang terkandung dalam ungkapan-ungkapan tersebut. Berikutnya

bagaimana kaitannya dengan sistem budaya masyarakatnya. Teori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teori dalam perspektif linguistik

budaya, khususnya etnografi berbahasa yang digunakan dalam konteks sosial

budaya seperti dalam ritual keadatan, yang mengemban tujuan tertentu dan

merupakan sumber budaya (sherzer, 1977 ).

Kajian ini merupakan Kajian Isi (content analysis) dengan karakteristik

data berupa data verbal yang berkaitan dengan makna-makna yang

terkandung dalam teks dan konteks pemakaian tersebut. Dari hasil penelitin

ini diperoleh satu bentuk kebertahanan bahasa Lio yang berkaitan dengan

lingkungan alam. Ini berlangsung disebabkan kandungan nilai, norma, dan

fungsi penting ungkapan-ungkapan budaya verbal masyarakat etnik Lio secara

kognitif dan konseptual cukup potensial dalam kaitan dengan pelestarian

lingkungan alam dan lingkungan sosial. Ungkapan-ungkapan verbal yang

berfungsi sebagai pemeliharaan keharmonisan hubungan manusia dengan alam

semesta, terutama hubungan dengan Yang Maha Kuasa tetap dijunjung

tinggi dan diikuti dengan ungkapan–ungkapan verbal kepada leluhur yang secara

genitis melahirkan mereka.

Ungkapan-ungkapan verbal yang berfungsi melestarikan lahan dengan

menggunakan teknik tradisional yang mendukung lingkungan alam, seterusnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ungkapan verbal yang mengamanatkan pemeliharan hutan lindung, sumber air,

dan pelestarian pantai, dan laut yang diamanatkan oleh leluhur mereka masih

digunakan oleh hanya sebagian dari mereka yang mengakibatkan kepedulian

terhadap amanat ini mulai bergeser. Hal ini disebabkan merosotnya pemahaman

nilai dan norma pelestarian lingkungan akibat dari terjadinya kesenjangan

kebahasaan antargenerasi.

Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan

oleh peneliti adalah ruang lingkup penelitian yaitu dalam lingkungan kelautan,

selain itu persamaan yang lainnya adalah untuk mengetahui bahasa-bahasa apa

saja yang masih bertahan dan yang telah mengalami pergeseran.

Surbakti (2013) dalam tesisnya yang berjudul ―Leksikon Ekologi

Kesungaian Lau Bingei : Kajian Ekolinguistik ―, mengkaji leksikon terhadap

pemahaman dan nilai budaya ekoleksikon lau bingei bagi guyub tutur bahasa

karo. Teori yang digunakan adalah teori ekolinguistik dan antropolinguistik.

Untuk menganalisis leksikon ekologi kesuangaian Lau Bingei , nilai budaya, dan

kearifan lingkungan digunakan metode deskriftif kualitatif.

Dari hasil analisis diperoleh 14 kelompok leksikon dengan jumlah 409

leksiokon nomina dan 111 leksikon verba. Total leksikon terdiri atas 520

leksikon. Kemudian leksikon tersebut diujikan kepada guyub tutur bahasa

karo di 16 kelurahan dengan menyodorkan 4 kategori pilihan kepada tiga

generasi usia >46 tahun, 21-45 tahun, 15-20 tahun, maka diperoleh hasil

pemahaman guyub tutur bahasa karo terhadap guyup tutur bhasa karo melalui

leksikon ekologi kesuangaian Lau Bingei mengandung nilai-nilai budaya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yaitu (1) nilai sejarah, (2) nilai religius dan keharmonisan, (4) nilai sosial

dan budaya, (4) nilai kesejahteraan dan (5) nilai ciri khas. Sedangkan, nilai

kearifan lingkungan yang dapat digali melalui leksikon ekologi kesungaian

Lau Bingei adalah (1) nilai kedamaian, dan (2) nilai kesejahteraan dan

gotong royong.

Penelitian oleh Surbakti tersebut menambah informasi mengenai teori

yang digunakan. Penelitian tersebut juga memberikan kontribusi terhadap

penelitian ini yaitu berkaitan dengan metode penelitian. Pada teknik

pengumpulan data, data yang diperoleh berasal dari dokumen tertulis,

wawancara mendalam dan observasi partisipan. Wawancara yang

dilakukan menggunakan teknik catat dan rekam. Pada teknik analisis data , untuk

menjawab masalah pemahaman guyub tutur bahasa karo menggunakan metode

kuantitatif, serta menggunakan rumus untuk mendapatkan jumlah persentase

pemahaman leksikn ekologi kesungaian Lau Bingei, sedangkan penelitian

ini mengkaji leksikon kelautan dalam bahasa pesisir sibolga.

Tangkas (2013) dalam tesisnya ― Khazanah Verbal Kepribadian Komunitas

Tutur Bahasa Kodi, Sumbar Barat Daya: Kajian Ekolinguistk

menggunakan teori ekolinguistik dengan menerapkan model hierarki

dialektikal, model referensial, model matriks semantik, dan model dimensi

logis untuk mengkaji bentuk kebahasaan khazanah verbal kepribadian serta

fungsi dan makna khazanah verbal kepribadian. Khazanah verbal kepribadian

terdiri atas satan-satuan lingual berupa ekoleksikon dan ekowacana kepadian

dengan menerapkan aspek semantik, sntaksis, dan pragmatik. Ekoleksikon

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kepadian terdiri atas leksikon kepadian tahap pratanam , dan leksikon

kepadian tahap pascatanam. Aspek sintaksis pada leksikon untuk mengetahui

bentuk atau struktur satuan lingual dari sistem pemarkah pada leksikon,

sedangkan aspek semantik untuk menemukan inpor sosial leksiokn yang

dipengaruhi oleh semantik teks dan konteks.

Adapun kontrubusi penelitian yang dilakukan oleh Tangkas (2013) dengan

penelitian ini adalah sama-sama menggunakan teori ekolinguitik untuk

mengetahui leksikon pada ruang lingkup masing-masing kajian, tetapi yang

membedakannya adalah tujuan penelitian yaitu menerapkan aspek semantik,

sntaksis, dan pragmatik. Ekoleksikon kepadian terdiri atas leksikon kepadian

tahap pratanam , dan leksikon kepadian tahap pascatanam. Aspek sintaksis pada

leksikon untuk mengetahui bentuk atau struktur satuan lingual dari sistem

pemarkah pada leksikon, sedangkan aspek semantik untuk menemukan inpor

sosial leksiokn yang dipengaruhi oleh semantik teks dan konteks sedangkan

penelitian ini mengkaji leksikon kelautan dalam bahasa pesisir sibolga apakah

masih bertahan atau telah bergeser.

Simanjuntak (2014) dalam tesisnya ―Perubahan Fungsi Sosioekologis

Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi‖ membahas perubahan fungsi

sosioekologis leksikon flora bahasa Pakpak Dairi di Desa Urug Gedag

Kabupaten Dairi melalui perspektif eklnguistik. Fokus penelitian ini adalah

untuk mndeskripsikan leksikon flora, pemahaman masyarakat terhadap leksikon

flora, dan relasi semantis yang terbentuk dari leksikon flora Bahasa Pakpak

Dairi. Pengumpulan data leksikon folra dilakukan melalui dokumen tertulis,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


observasi, dan wawancara terhadap beberapa orang infoman yang lahir dan

tinggal di Desa Urug Gedag serta berprofesi sebagai petani minimal 20 tahun.

Untuk mengetahui gambaran pemahaman masyarakat Urug Gedang

terhadap leksikon flora tersebut, maka data leksikon yang telah terkumpul

diujikan kepada 60 orang responden yang terbagi atas tiga kelompok usia yaitu 20

orang kelompok usia tua, 20 orang kelompok usia dewasa, dan 20 orang kelmpok

usia remaja. Pendekatan dan metode penelitian yang digunakan adalah perpaduan

kualitatif dan kuantitatif. Jumlah data yang dipeoleh dalam penelitian ini adalah

sebanyak 200 leksikon flora yang terbagi atas lima kelompok yaitu : (1) 63

leksikon, (2) 53 leksikon rambah , (3) 36 leksikon suanen, (4) 23 leksikon buah,

dan (5) 25 leksikonrorohen. Seluruh data leksikon diujikan kepada 60 orang

responden untuk mengetahui bagaimana gambaran pemahaman mereka terhadap

leksikon flora Bahasa Pakpak Dairi.

Dari hasil pengujian data ditemukan penyusutan pada semua

kelompok leksikon. Kelompok leksikon paling rendah dalam pemahaman remaja

adalah kelompok leksikon kayu dan rambah. Relasi semantis yang terbentuk dari

data leksikon Bahasa Pakpak Dairi adalah antonim, homonim, homograf,

hiponim, dan meronim. Penelitian yang dilakukan oleh Simanjuntak tersebut

memberikan kontribusi bagi penelitian ini, yaitu mengeni teori dan metode

penelitian yang digunakan, terutama pada teknik analisis data. Untuk

menjawab permasalahan pemahaman leksikon flora tesebut dengan penelitian ini

terletak pada objek yang dikaji.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti, yaitu sama-sama untuk mengetahui kebertahanan bahasa, akan tetapi

Fokus penelitian ini adalah untuk mndeskripsikan leksikon flora, pemahaman

masyarakat terhadap leksikon flora, dan relasi semantis yang terbentuk dari

leksikon flora Bahasa Pakpak Dairi. Penelitian tersebut mengkaji perubahan

fungsi sosioekologis leksikon flora daalam bahasa Pakpak Dairi, sedangkan

penelitian ini mengkaji tentang leksikon kelautan dalam bahasa Pesisir Sibolga.

Kesuma (2015) dalam tesisnya ―Keterancaman Leksikon Ekoagraris

dalam Bahasa Angkola/Mandailing: Kajian Ekolinguistik, mendeskipskan

keberadaan leksikon agraris yang masih digunakan oleh masyarakat diAngkola

Mandailing dan nilai budaya dan kearifan lingkungan yang terkandung dalam

leksikon ekoagraris di Kecamatan Sayurmatinggi. Penelitian ini menggunkan

metode deskriftif kualitatif dan kuantitatif. Data yang digunakan diambil dengan

teknik wawancara, observasi,penyebaran kuesioner, dan memanfaatkan literatur

yang sudah ada. Data penelitian ini adalah leksikon verba, nomina, adjectiva yang

berhubungan dengan leksikon persawahan dan perladangan di Kecamatan

Sayurmatinggi.

Hasil penelitian ini adalah 11 kelompok leksikon yaitu (1) lekskon bagian

sawah , (2) leksikon benda –benda persawahan dan perladangan, (3) leksikon

peralatan hasil panen, (4) leksikon alur beras dan palawijaya, (5) leksikon alat

dan mesin pertanian, (6) leksikon tumbuhan sawah dan sekitar sawah, (7) leksikon

tanaman ladang , (8) leksikon nama tumbuhan obat di sekitar sawah dan ladang,

(9) lekskon fauna dalam persawahan dan perladangan, (10) leksikon alat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


penangkap ikan , (11) leksikon alat penangkap burung. Dari sebelas kelompok

leksikon tersebut diperoleh 315 leksikon nomina , leksikon verba terdiri atas 66

leksikon , dan leksikon adjektiva terdiri atas 13 leksikon, total leksikon yang

ditemukan dalam persawahan dan perladangan diperoleh hanya dari dua jenis

leksikon dalam tataran nomina dan verba.

Rizkyansyah (2015) dalam skripsinya ―Leksikon Nomina dan Verba

Bahasa Jawa dalam Lingkungan Persawahan di Tanjung Morawa: Kajian

Ekolinguistik ― mendeskripsikan leksikon nomina dan verba bahasa Jawa dalam

lingkungan persawahan di Tanjung Morawa dan gambaran pemahaman

masyarakat terhadap leksikon nomina dan verba dalam lingkungan persawahan.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data

yang digunakan untuk diambil dengan teknik wawancara, observasi, dan

penyebaran kuesioner. Dari hasil analisis peneliti, dapat diketahui bahwa

leksikon persawahan dalam bahasa Jawa di Tanjung Morawa terdiri atas 11

kelompok leksikon yaitu (1) leksikon bagian sawah, (2) leksikon benda-benda

persawahan dan perladangan, (3) leksikokn peralatan produksi hasil panen, (4)

leksikon alur beras dan palawija, (5) leksikon alat dan mesin pertanian, (6)

leksikn tumbuhan, (7) leksikon tanaman ladang, (8) leksikon nama tumbuhan bat

disekitar sawah dan ladang, (9) leksikon fauna dalam persawahan dan

perladangan, (10) leksikon alat penangkap ikan , (11) leksikon alat penangkap

burung. Dari sebelas kelompok leksikon tersebut diperoleh 222 leksikon

nomina dan leksikon verba terdir atas 36 leksikon dan total leksikon yang

ditemukan dalam persawahan dan perladangan di Tanjung Mrawa 258

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


leksikon. Adapun kontrubusi penelitian tersebut memliki persamaan dan

perbedaan dari penelitian ini. Persamannya terletak pada teori yang digunakan

yaitu sama-sama menggunkan teori ekolinguistik, serta sama-sama menggunakan

metode kualitatif dan kuantitatif. Perbedaannya terletak pada bahasa dan tempat

yang menjadi fokus dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan Rizkyansyah

mengkaji leksikon dalam bahasa Jawa di Tanjung Morawa, sedangkan

penelitian ini mengkaji kosakata kelautan dalam bahasa Pesisir Sibolga.

2.7. Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual merupakan yang kerangka konsep membahas saling

ketergantungan antar variabel yang dianggap perlu untuk melengkapi dinamika

situasi atau hal–hal yang diteliti. Adapun kerangka konseptual dalam penelitian

ini, dapat dilihat pada bagan berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LEKSIKON BAHASA PESISIR SIBOLGA
DALAM LINGKUNGAN KELAUTAN

EKOLINGUISTIK

LEKSIKON KELAUTAN

LEKSIKON NOMINA LEKSIKON VERBA

LEKSIKON LEKSIKON LEKSIKON


FAUNA FLORA SARANA DAN
PRASARANA

KETERGESERAN DAN KEBERTAHANAN


LEKSIKON

HASIL PENELITIAN

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Pada gambar di atas dijelaskan kerangka konseptual yang dikemukakan

pada penelitian ini meliputi tahap-tahap yaitu :

1. Menganalisis Leksikon bahasa Pesisir Sibolga dalam lingkungan kelautan

dengan menggunakan kajian Ekolinguistik

2. Mengindentifikasi dan mendeskripsikan Leksikon bahasa Pesisir Sibolga

3. Mendeskripsikan Leksikon bahasa Pesisir Sibolga yang masih bertahan

4. Mendeskripsikan Leksikon bahasa Pesisir Sibolga yang sudah bergeser .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian

kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah proses pencarian

data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian yang

menyeluruh, dibentuk oleh kata-kata, dan diperoleh dari situasi yang alamiah

(Tylor, 1984) . Pada penelitian ini penelitian kualitatif digunakan untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Subjek pada penelitian

kualitatif disebut Informan. Sedangkan penelitian kuantitatif berfokus pada

realitas yang lebih konkrit dan terukur dimana data penelitiannya berupa angka-

angka yang dianalisis dengan menggunakan teknik sampling. Subjek pada

penelitian kuantitatif ini disebut Responden.

Penelitian Kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap

bagian- bagian dan fenomena serta hubungan- hubungan yang bertujuan untuk

mengembangkan dan menggunakan model- model matematis, teori- teori yang

berkaitan dengan fenomena alam dan proses pengukuran. Dalam penelitian

kuantitatif, proses pengukuran memberikan hubungan yang fundamental antara

pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan- hubungan kuantitatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah subjek yang mempunyai karakteristik

dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian

ditarik kesimpulannya. Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat yang

bermukim di daerah jalan Balam, yang merupakan daerah pantai pesisir Sibolga.

Ada sebanyak 247 jiwa yang bermukim disana, yang terdiri dari anak- anak,

remaja, dewasa dan lansia.

Gambar Peta Jalan Balam

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian. Untuk menemukan sampel dari

penelitian ini dengan menggunakan teknik sampling.

Teknik Sampling merupakan suatu proses seleksi yang digunakan dalam

penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keseluruhan populasi yang ada (Alimul H, 2014). Teknik pengambilan sampel

dalam penelitian ini adalah secara accident sampling adalah teknik pengambilan

sampling dimana subyek dipilih karena aksebilitas nyaman dan kedekatan kepada

peneliti. Sampel dari penelitian ini adalah nelayan, pedagang ikan dan pelajar,

yang berjenis kelamin laki-laki ataupun perempuan, berusia 12-65 tahun.

Karakteristik Usia
Remaja 12 – 17 tahun
Dewasa 18 – 40 tahun
Tua 41 – 65 tahun

Untuk menentukan sampel pada penelitian ini, dapat menggunakan Rumus

Slovin, yaitu

n= N
1 + (N.e2)

Keterangan ;

n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

e = Sampling error yaitu : ketidaktelitian kesalahan dalam pengambilan

sampel yang masih ditelolir atau diinginkan. Dalam penelitian ini digunakan nilai

10% (0, 1)

n= 239

1+ (239 x 0,12)

n = 70, 501

n = 71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh

subjek agar dapat diikutsertakan ke dalam penelitian (Notoatmodjo, 2007).

Kriteria inklusi penelitian ini adalah:

1. Bersedia menjadi responden penelitian dan menandatangani lembar

persetujuan menjadi responden yang diberikan,

2. Nelayan yang berdomisili di Pantai Sibolga

3. Bilingualisme

4. Memiliki kebanggaan dan kesetiaan yang tinggi terhadap bahasa

daerahnya.

3.3 Data dan Sumber Data

Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data berupa

leksikon verba dan nomina yang terkait dengan leksikon bidang kelautan di Pantai

Sibolga. Data tersebut bersumber dari data lisan (tutur) dengan melakukuan

wawancara dengan informan yaitu nelayan yang berdomisili di Pantai Sibolga

yang memiliki kriteria yaitu penduduk asli yang memahami sekitar lingkungan

kelautan di pesisir Sibolga dan bekerja sebagai nelayan , pria atau wanita, berusia

12-65 tahun, dapat berbahasa Pesisir dan dapat mengerti bahasa Indonesia.

Data sekunder adalah dokumen tertulis seperti dokumen buku-buku yang

berhubungan dengan leksikon bidang kelautan dalam bahasa Pesisir Sibolga.

Jumlah data merujuk kepada Chaer (2007:39) yang menyatakan bahwa dalam

penelitian kualitatif, jumlah data yang dikumpulkan tidak tergantung pada jumlah

tertentu, melainkan tergantung pada taraf dirasakan telah memadai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sedangkan dalam penelitian kuantitatif, sumber data diperoleh dengan

menggunakan kuesioner atau wawancara. Dan sumber data disebut responden.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif, peneliti terlibat langsung

dalam proses pengumpulan data. Seperti yang diungkapkan oleh Moeloeng

(2006) bahwa kedudukan peneliti dalam penelitian selain sebagai perencana

sekaligus sebagai pelaksana pengumpul data atau sebagai instrument. Menurut

Sugiyono (2005:62), ―Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data‖.

Melengkapi penelitian ini, digunakan beberapa teknik pengumpulan data.

Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil data yang lengkap yang nantinya

akan mendukung keberhasilan penelitian ini. Untuk mendapatkan data yang sesuai

dengan masalah penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan

beberapa cara, yaitu:

3.4.1 Kuesioner

Dalam penelitian ini, peneliti memberikan kuesioner yang berhubungan

dengan leksikon kelautan kepada responden. Data yang diperoleh akan digunakan

untuk menjawab pertanyaan nomor 2. Kuesioner tersebut diajukan untuk

mengetahui tingkat pengetahuan tentang leksikon kelautan yaitu kegiatan, alat dan

bahan apakah masih bertahan atau sudah bergeser. Pada lembar kuesioner

tersebut, diberikan 3 pilihan jawaban, yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Pernah mendengar dan pernah melihat

2. Pernah mendengar tetapi tidak pernah melihat

3. Tidak Pernah Mendengar dan tidak pernah melihat

3.4.2 Teknik Wawancara

Menurut Sugiyono (2013:231), wawancara merupakan pertemuan dua orang

untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Pada penelitian ini, peneliti

melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada informan

atau subjek penelitian.

Pada prosesnya, seorang peneliti mengumpulkan data atau informasi dengan

cara melakukan tanya jawab dan bertatap muka secara langsung dengan informan,

sehingga informasi yang diperoleh lebih jelas mengenai leksikon tentang kelautan,

bagaimana motivasi masyarakat untuk melestarikan bahasa dan leksikon kelautan,

dan apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat dalam

mempertahankannya. Panduan wawancara tersebut telah disiapkan oleh peneliti,

sehingga wawancara ini bisa dikategorikan wawancara semi terstruktur (semi

structured interview). Peneliti menyusun pertanyaan,dan menyebarkannya dalam

bentuk wawancara, kemudian jawaban dari informan atas pertanyaan

tersebut,dirangkum menjadi data. Data yang diperoleh akan digunakan untuk

menjawab pertanyaan pada rumusan masalah. Proses Wawancara akan dilengkapi

dengan teknik catat. Wawancara dipandu dengan sejumlah daftar pertanyaan yang

berhubungan dengan leksikon lingkungan kelautan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4.3 Teknik Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan peristiwa yang

sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan

harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.

Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-

lain. Pada penelitian ini teknik digunakan untuk mencari serta mengumpulkan

data-data tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian, yaitu untuk

melengkapi dan mendukung keterangan dan fakta-fakta yang ada hubungannya

dengan pemertahanan bahasa dan leksikon pada bidang kelautan . Data tersebut

diperoleh melalui foto-foto pada saat peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian.

3.5 Uji Kredibilitas

Uji kredibilitas pada penelitian adalah Triangulasi sendiri merupakan

penggunaan dua atau lebih sumber untuk mendapatkan gambaran yang

menyeluruh tentang suatu fenomena yang diteliti. Sehingga untuk mengetahui

keautentikan data dapat dilihat dari sumber data yang lain atau saling mengecek

antara sumber data yang satu dengan yang lain. Menggunakan triangulasi

(triangulation) dengan jenis triangulasi teknik yaitu teknik menguji kredibilitas

data dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

berbeda. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


OBSERVASI WAWANCARA

DOKUMENTASI

Gambar 3.1. Triangulasi menurut Denzim (1997)

3.6 Teknik Analisis Data

Miles, Huberman dan Saldana (2014) mengemukakan bahwa Analisis data

merupakan tahap selanjutnya setelah data terkumpul. Data yang sudah siap dan

sudah dicatat dalam kartu data dan diklasifikasikan secara sistematis sesuai

dengan kepentingan penelitian kemudian dianalisis. Teknik analisis data dalam

penelitian ini terdiri atas empat tahapan kegiatan yang terjadi secara bersamaan

yakni pengumpulan data, kondensasi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan atau verifikasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut

ini:

Data Data
Collection Display

Conclusions:
Data
Drawing/
Condensation
Veryfying

Gambar 3.2 Teknik Analisis Data : Model Interaktif (Miles, Huberman, dan
Saldana, 2014)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat empat jenis

kegiatan utama, dan analisis data merupakan proses siklus yang interaktif. Dalam

menganalisis data, peneliti menggunakan model interaktif dari Miles, Huberman

dan Saldana (2014). Komponen-komponen analisis data model interaktif ini

mencakup:

1) Pengumpulan data

Pengumpulan data sebagai proses yang dilakukan dengan mengumpulkan

data-data dengan pedoman wawancara, kuesioner, dan dokumentasi.

2) Kondensasi Data (Data Condensation)

Kondensasi data yaitu suatu proses pemilihan, pemusatan perhatian,

penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari

catatan-catatan yang berasal dari sumber data penelitian. Setelah data

terkumpul, dilakukan kondensasi data dengan memilih leksikon yang

ditemukan, yang pemusatan leksikonnya pada bidang kelautan. Data yang

tersisa diabstrakkan dan ditransformasi menjadi data-data leksikon nomina

dan leksikon verba yang bervariasi yang menyebabkan tidak terjadinya

pengulangan-pengulangan pada analisis data.

3) Penyajian Data (Data Display)

Penyajian data adalah sebuah pengorganisasian, penyatuan dari informasi

yang memungkinkan penyimpulan dan aksi. Penyajian data membantu dalam

memahami apa yang terjadi dan untuk melakukan sesuatu, termasuk analisis

yang lebih mendalam atau mengambil aksi berdasarkan pemahaman.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Data hasil kondensasi kemudian akan disajikan dalam bentuk tabel dan

diagram pie. Data dalam penelitian ini dimulai dengan menyajikan (1)

deskripsi leksikon nomina, verba dan adjektiva flora dibidang kelautan dalam

bahasa pesisir Sibolga. (2) Menganalisis leksikon-leksikon yang bertahan dan

bergeser dalam bahasa Pesisir. (3) Menganalisis alasan terjadinya

kebertahanan dan kebergeseran leksikon-leksikon bahasa pesisir di bidang

kelautan.

4) Penarikan Kesimpulan (Conclusion Drawing)

Sesuai dengan hakekat penelitian kualitatif, dari awal pengumpulan data,

seorang penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat

keteraturan penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-

akibat, dan proposisi. Dan untuk hakekat penelitian kuantitatif, dari awal

pengumpulan data, seorang penganalisis mulai melakukan perhitungan atas

pemahaman responden . Kesimpulan-kesimpulan final mungkin tidak muncul

sampai pengumpulan data berakhir, terantung pada besarnya kumpulan-

kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya, penyimpanan, dan metode

pencarian ulang yang digunakan, kecakapan peneliti, pemahaman masyarakat

dan tuntutan-tuntutan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengantar

Bab ini berisi analisis data untuk menjawab rumusan masalah penelitian.

Dalam penelitian ini ada dua masalah yang akan di jawab yakni leksikon-

leksikon apakah yang terdapat di lingkungan kelautan dalam bahasa Pesisir

Sibolga dan bagaimanakah kebertahanan dan ketergeseran leksikon-leksikon

lingkungan kelautan dalam bahasa Pesisir Sibolga. Selain itu juga disajikan

gambaran umum kota Sibolga sebagai lokasi penelitian.

4.2. Analisis

4.2.1 Data dan Sumber Data

4.2.1.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat yang bermukim di daerah

jalan Balam, yang merupakan daerah pantai pesisir Sibolga. Ada sebanyak 302

jiwa yang bermukim disana,yang terdiri dari anak- anak, remaja, dewasa dan

lansia. Namun, peneliti memilih populasi sebanyak 247 jiwa, yang terdiri dari usia

remaja, dewasa dan lansia.

4.2.1.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan untuk penelitian. Sampel dari penelitian ini adalah

nelayan, pedagang ikan dan pelajar, yang berjenis kelamin laki-laki ataupun

perempuan, berusia 12-65 tahun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk menentukan sampel pada penelitian ini, dapat menggunakan Rumus

Slovin, yaitu

n= N
1 + (N.e2)

Sampel untuk penelitian kuantitatif merupakan hasil dari perhitungan sampel

menurut Rumus Slovin, maka ditemukan responden sebanyak 71 orang. Untuk

sampel penelitian kualitatif, peneliti memilih 5 informan, yang merupakan

nelayan di jalan balam, kota Sibolga, yang mengerti bahasa pesisir, dengan usia

18- 65, yang mana pada usia tersebut, informan sudah lebih memiliki banyak

pengalaman.

4.3 Karakteristik Responden

4.3.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Adapun karakteristik responden berdasarkan usia, dapat dilihat pada

tabel dibawah ini.

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No USIA Frekuensi Persentase


1 12-17 tahun 9 12,68%
2 18- 40 tahun 15 21, 12%
3 41- 65 tahun 47 66,20%
Total 71 100%

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas responden

berusia 41- 65 tahun, yaitu sebanyak 47 (66,20%) responden, dan minoritas

responden berusia 12- 17 tahun, yaitu sebanyak 9 (12,68%) responden. Minoritas

responden terjadi, karena pada usia 12- 17 tahun, remaja sudah mencari nafkah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


untuk membantu keluarga atau bahkan menjadi tulang punggung dikarenakan

hidup sendiri.

4.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Adapun karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

NO Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 Perempuan 12 16, 90%


2 Laki- Laki 59 83, 10%

Total 71 100%

Berdasarkan tabel 2 diatas, dapat diketahui bahwa responden laki-laki

sebanyak 59 (83, 10%) orang dan responden perempuan sebanyak 12 (16,90%)

orang.

4.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Adapun karakteristik responden berdasarkan pekerjaan, dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

NO Pekerjaan Frekuensi Persentase


1 Pelajar 7 9, 86%
2 Nelayan 39 54, 93%
3 Pedagang Ikan 25 35,41%
Total 71 100%

Berdasarkan tabel 3 diatas, dapat diketahui bahwa mayoritas responden

berdasarkan pekerjaan adalah nelayan sebanyak 39 (54, 93%) dan minoritas nya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


adalah pelajar 7 (9,86%). Pelajar dikategorikan sebagai responden, dikarenakan

pada usia remaja, ada sebahagian pelajar yang bekerja sehabis pulang sekolah.

4.4. Leksikon yang terdapat di lingkungan kelautan dalam bahasa Pesisir


Sibolga

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lingkungan kelautan

Sibolga dengan melakukan wawancara kepada beberapa informan, yaitu nelayan

yang berdomisili di lingkungan Pantai Sibolga. Nelayan tersebut memiliki kriteria

yaitu penduduk asli yang memahami sekitar lingkungan kelautan di pesisir

Sibolga dan bekerja sebagai nelayan, pria atau wanita, berusia 12-65 tahun, dapat

berbahasa Pesisir atau dapat mengerti bahasa Indonesia. Alat artikulasi lengkap

(tidak ompong), tidak cacat berbahasa atau memiliki pendengaran yang tajam

untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan dengan tepat dan informan berjumlah 30

orang, diketahui bahwa leksikon dalam lingkungan kelautan dibedakan atas dua

kelompok leksikon, yaitu : (1) Leksikon nomina dan (2) leksikon verba.

4.4.1 Leksikon Nomina

Nomina merupakan salah satu kategori atau kelas kata. Secara

struktural nomina disebut juga dengan kata benda. Adapun kategori yang

dimiliki oleh leksikon-leksikon nomina di lingkungan kelautan Masyarakat

Sibolga yaitu, sebagai berikut :

4.4.1.1 Leksikon Nomina Fauna Lingkungan Kelautan Sibolga

Fauna didefinisikan sebagai lingkungan hewan yang mencakup semua

jenis hewan dan kehidupan yang berada di suatu habitat, daerah, atau

strata geologi tertentu. Leksikon fauna lingkungan kelautan adalah kelompok

leksikon yang referensinya mengacu pada hewan-hewan (animalia) yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memiliki hubungan erat dengan lingkungan laut karena hidup atau berada di

daerah sekitar laut/pesisir pantai. Adapun leksikon nomina fauna lingkungan

kelautan Sibolga dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 4 Leksikon Nomina Fauna Lingkungan Kelautan Sibolga

No Leksikon Nama Latin Gloss Lancar


1 Aji-aji seriola Sejenis ikan kerong Bali
2 Aso – Aso Rastrelliger Sejenis ikan kembung
3 Agas sciaridae Rayap
4 Balanak Moolgarda seheli Ikan balanak
5 Baledang Trichiurus lepturus Ikan Layar dengan bentuk
tubuh panjang
6 Biang Canis lupus Anjing
7 Bada Barbodes binotatus Ikan Teri
8 Baracun lutjanidae Sejenis Ikan kakap Hijau
9 Balato Kuning carangidae sejenis ikan selar
kuning/selar gelek
10 Buttal Tetranodon ikan Buttal
palembangensis
11 Bajan melanopleurus Ikan Moa / kerondong
12 Bona kuro Sejenis ikan bawal gajah
13 Bonta tetraodontidae Ikan Bonta
14 Bulam-Bulan Megalops cyprinoides Ikan Bulan-bulan
15 Bawal bramidae Bawal
16 Biduan Polymesoda erosa sejenis ikan kepah/ kerang
yang berwarna hijau
17 Beliung moluska Sejenis Kerang Hitam
18 Bangao ciconiidae Burung Bangau
19 Bulu Babi echinoidea Bulu Babi (berduri keras)
20 Balautauce desapterus Sejenis Ikan selayang
21 Cakalang Katsuwonus pelamis Ikan Cakalang
22 Cacing lumbricina Cacing
23 Cabe-cabe partapus Sejenis Ikan Marang/
Partapus
24 Gambolo rastrallinger Sejenis ikan Gembung
kuning
25 Gurapu epinephelus Ikan Gurapu
26 Gaguk ariidae Ikan Berkumis seperti lele/
ikan mayung
27 Gabu Caranx ignoblis Ikan Kue
28 Gurita octopoda gurita
29 Jabung osphionemus Ikan ayam – ayam
30 Jarang gigi otolithus Sejenis Kakap kuning

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31 Jumbo Clarias gariepinus Ikan Jumbo
32 Jubaak ephinephelus Sejenis ikan Kurapu
33 Iyu Galeocerdo cuvier Hiu
34 Karamojo trachurus Ikan Cakalang
35 kembung brachysoma ikan kembung
perempuan
36 Tongo scorpiones Kalajengking
37 Kaling-kaling Sardinella aurita Sejenis Ikan baracuda halus
38 Kapur-Kapur Aplocheilus panchax Ikan timah-timah
39 Kunang-Kunang lampyridae Kunang-kunang
40 Kampi – kami Geres punctatus Ikan Lubin Kapas
41 Kakap lutjanidae Ikan Kakap
42 Kuciang Felis catus Kucing
43 Kape-kape geres Ikan Kapas-kapas
44 Kapiting brachyura Kepiting
45 Kalilawar chiroptera Kelelawar
46 Kura-kura testudinidae Kura-kura
47 Lidah-lidah cynoglossidae Ikan Lidah-lidah
48 Lipan scolopendromorpha Lipan
49 Lulu Poang paguroidea Umang-umang
50 Lumba – lumba delphinidae lumba-lumba
51 Lokan Polymesoda expansa Kepah/ kerang
52 Lemuru longiceps ikan lemuru
53 Layang Deles Decapterus macrosoma ikan layang deles
54 Layang benggol Decapterus russeli ikan layang benggol
55 Marang Scatophagus argus Ikan Marang
56 Madidihang Thunhus albacares Madidihang
57 Mangsi-mangsi teuthida Cumi-cumi
58 Maning Spratelloides gracilis Ikan Tamban
59 Macco Aji Pampus argenteus Ikan berbentuk pipih agak
lebar seperti bawal
60 Marlin Istiophorus platypterus Iikan layaran
61 Mancik muridae Tikus
62 Pari Dasyatis sp Ikan Pari
63 Porkis formicidae Semut
64 Palu-palu Sphyrna rafinesque palu-palu
65 Rimis meretrix Kepah / Kerang yang
berwarna putih
66 Sisik istiophoridae Ikan Madihang
67 Sepatu-sepatu Perna viridis Seperti Kerang Hijau
68 Selar Selaroides leptolepis Ikan Selar
69 Stermin Sardinella lemuru Ikan Dencis
70 Sambala Makaira mazara Ikan Sambela
71 Sumbu-sumbu Elagastis bipinnulotus Sejenis ikan baracuda halus
72 Sumpit-sumpit Thunnus alalunga Ikan Sumpit
73 Simarharuan Epinephulus tauvina Kerang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74 Samuk formicidae Semut
75 Semar Mene maculata Semar
76 Sotong sepiida Sejenis cumi-cumi besar
77 Sumbelang simbeleng Simbelang
78 Siput gastropoda Siput
79 Tando Lutjanus johnii Ikan Jinaha
80 Tuan Deman Sejenis Ikan kembung halus
81 Tabi-tabi jareunggigae seperti ikan kakap hijau,
bibir agak tebal
82 Tongkol abu-abu Euthynnus affinis ikan Tongkol
83 Tongkol Banya ikan Tongkol
84 Tongkol Sirara-Gigi ikan Tongkol
Anjing
85 Tongkol Pisang- ikan Tongkol
Balaki
86 Timpik Euthynnus Ikan Tongkol/ Umang-
umang
87 Tuna Mata Besar Thunnus obesus Ikan tuna berwarna putih
ke-abuan
88 Tenggiri scomberomorus Ikan Tenggiri
89 Todak Xiphias gladius Ikan Todak
90 Turisi Nemipterus virgatus Sejenis Ikan kakap merah
91 Teter sphyraena Baracuda ekor panjang
92 Ubur-ubur medusozoa ubur-ubur
93 Udang Gostan Macrobrachium Udang Gostan
rosenbergii
94 Udang Windu Penaeus monodon Udang Windu
96 Udang Baring acetes Sejenis udang yang
bentuknya kecil
97 Udang Bingkarung nephropidae Udang Lobster
98 Udang Kancing Udang Lobster
99 Udang Harimau Udang
100 Udang Putih thunnus Udang
101 Ula Lawik Hydrophiinae Ular laut

Berdasarkan tabel 4 di atas, diketahui bahwa jumlah leksikon fauna

lingkungan kelautan ada 101 jenis. Sebelas diantaranya merupakan hewan darat,

dan selebihnya merupakan hewan laut. Seperti yang terlihat pada diagram pie di

bawah ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Hewan laut
Hewan Darat
90

Gambar 1 Diagram jumlah leksikon fauna lingkungan kelautan

4.4.1.2 Leksikon Nomina Flora Lingkungan Kelautan Sibolga

Leksikon nomina flora lingkungan kelautan adalah kelompok leksikon

tumbuhan-tumbuhan yang berhubungan erat dengan lingkungan laut karena

hidup atau berada di daerah sekitar laut. Adapun leksikon nomina flora

lingkungan kelautan yang dikenal masyarakat Sibolga dapat dilihat pada tabel

berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 5 Leksikon Nomina Flora Lingkungan Kelautan

No Leksikon Gloss Nama Latin Deskripsi


Flora cermat
1 Bako Bakau Rhizopora Tumbuhan Bakau yang
pucuknya tertutupi daun
2 Cemara Cemara Casuarina Cemara sendiri merupakan
Equisetifolio tetumbuhan hijau abadi yang
sepintas lalu dapat disangka
sebagai tusam karena
rantingnya yang beruas pada
dahan besar kelihatan seperti
jarum, dan buahnya mirip
runjung kecil
3 Karambi Kelapa Cocos nucifera Pohon Kelapa
4 /Ketapang/ Ketapang Terminalia catappa Ketapang (Terminalia
catappa) adalah nama
sejenis pohon tepi laut
yang rindang. Lekas
tumbuh dan
membentuk tajuk
bertingkat-tingkat, ketapang
kerap dijadikan pohon
peneduh di taman-taman dan
tepi laut.
5 Pandan Pandan Pandanus Pandan merupakan
segolongan tumbuhan
monokotil dari genus
Pandanus. Sebagian besar
anggotanya merupakan
tumbuh di pantai-pantai
daerah tropika. Anggota
tumbuhan ini dicirikan
dengan daun yang
memanjang (seperti daun
palem atau rumput),
seringkali tepinya bergerigi.
Akarnya besar dan memiliki
akar tunjang yang menopang
tumbuhan ini. Buah pandan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tersusun dalam karangan
berbentuk membulat, seperti
buah durian. Ukuran
tumbuhan ini bervariasi,
mulai dari 50cm hingga 5
meter, bahkan di Papua
banyak pandan hingga
ketinggian 15 meter.
Daunnya selalu hijau (hijau
abadi, evergreen), sehingga
beberapa di antaranya
dijadikan tanaman hias.
6 Rumput Rumput Laut Acanthophora Salah satu sumber daya
Lawek spicifera hayati yang terdapat
diwilayah pesisir laut
7 Tarumbu Terumbu zooxanthellae Terumbu karang merupakan
Karang Karang habitat hidup sejumlah
species bintang laut,tempat
peneluran anak-anak ikan
8 Waru Waru Pantai Thespesia populnea Waru laut atau baru laut
(Thespesia populnea),
adalah sejenis pohon tepi
pantai anggota suku kapas-
kapasan atau Malvaceae.
Perdu atau pohon kecil ini
menyebar luas di pantai-
pantai tropis di seluruh
dunia, meski diyakini
memiliki asal-usul dari
Dunia Lama, dengan
kemungkinan dari India

Berdasarkan tabel 5 di atas, diketahui bahwa jumlah leksikon fauna

lingkungan kelautan ada 8 jenis. Tanaman atau tumbuhan yang hidup didaerah

pantai memiliki keterikatan yang sangat erat dengan lingkungan dan alam

sekitarnya. Tumbuhan yang dapat tumbuh didaerah pantai, yang umumnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


berpasir, jika diperhatikan secara seksama memiliki keunikan atau ciri khas yag

tidak dimiliki oleh tanaman yang tumbuh didaerah pegunungan atau daerah

dataran rendah.

Daun yang terdapat pada tumbuhan pantai umumnya memiliki warna yang

mengkilap dan batangnya cenderung lebih keras. Hal itu disebabkan oleh kondisi

pantai yang memiliki cuaca terik, tanah berpasir, berair payau, udara lembab serta

seringkali dilanda pasang surut, sehingga tanaman yang tumbuh disana haruslah

mampu beradaptasi dengan baik. Sehingga hanya beberapa jenis tanaman yang

cocok ditanama didaerah pantai. Tanaman-tanaman itu memiliki toleransi yang

sangat baik terhadap situasi pantai yang tergolong cukup ekstrem.

4.4.1.3 Leksikon Nomina Sarana dan Prasarana Aktivitas Lingkungan


Kelautan Sibolga

Leksikon nomina sarana dan prasarana lingkungan kelautan adalah

kelompok leksikon sarana dan prasarana yang berhubungan erat dengan

lingkungan laut atau berada di daerah sekitar laut. dapat berupa alat-alat

tangkap sumber daya kelautan yang biasa digunakan oleh masyarakat, alat-alat

transportasi, tempat atau bangunan, serta bahan atau alat penjemuran ikan.

Alat-alat transportasi berupa bagan dan sampan, bangunan atau tempat

pengolahan ikan berupa pelabuhan. Adapun leksikon nomina sarana dan

prasarana lingkungan kelautan Sibolga dapat dilihat pada tabel berikut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 6 Leksikon Nomina Sarana dan Prasarana Aktifitas Kelautan Sibolga

No Leksikon Gloss Lancar


1 Pukek Pukat Penangkap ikan yaitu sejenis jaring besar dan
panjang untuk menangkap ikan
2 Pukek Udang Pukat Pukat Udang, atau sering juga disebut dengan
Udang nama Pukat Harimau adalah alat untuk
menangkap ikan yang berbentuk kantung
yang kemudian ditarik oleh satu atau dua
kapal secara bersamaan melalui samping atau
belakang kapal. Alat ini memang efektif
untuk menangkap ikan dalam jumlah yang
banyak namun tidak selektif, sehingga bisa
merusak semua yang dilewati alat ini.
Makanya alat ini lebih menjurus ke alat
tangkap ikan yang destruktif.
3 Pukek Pukat Pukat Kantung adalah alat untuk menangkap
Kantong Kantong ikan yang berbentuk kerucut yang terdiri dari
kantung (bag), badan (body), dua sayap
(wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut
jaringnya, dan tali penarik (warp). Alat ini
bisa dikatakan masih tradisional dan tidak
merusak lingkungan, serta ukurannya pun
relatif kecil
4 Pukek Cincin Pukat Pukat Cincin adalah alat untuk menangkap
Cincin ikan berbentuk 4 persegi panjang, dilengkapi
dengan tali kerut bercincin yang diikatkan
pada bawah jaring, sehingga membentuk
kerut seperti bentuk mangkok. Alat ini
digunakan untuk menangkap ikan yang
bergerombol dipermukaan.
5 Pukek Karang Pukat ikan Pukat Ikan Karang adalah alat untuk
karang menangkap ikan yang terbuat dari jaring,
terdiri dari kantung dan sayap. Dalam
pengunaannya dilakukan pengiringan ikan-
ikan yang akan ditangkap supaya masuk ke
bagian kantung tersebut. Biasanya alat ini
dilakukan oleh beberapa nelayan dengan cara
berenang kemudian mengejutkan ikan-ikan
agar masuk ke kantung yang sudah dipasang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sebelumnya. Dinamakan Pukat Ikan Karang
karena tujuan utamanya yaitu untuk
menangkap jenis ikan karang.
6 Jaring Jaring Alat penangkap ikan yang berbentuk jaring
yang biasanya dibentuk oleh benang jahitan
yang relatif tipis mengikat.
7 Tombak Tombak Kalau alat untuk menangkap ikan yang satu
ini hanya terdiri dari batang kayu, mata
tombak diujungnya dengan mata kait terbalik,
dan tali penarik yang digunakan untuk
mengambil hasil tangkapan.
8 Jaring Insang Jaring Jaring Insang adalah alat untuk menangkap
Insang ikan berbentuk 4 persegi panjang dengan
mata jaring berukuran sama dan dilengkapi
dengan pelampung dibagian atasnya serta
pemberat dibagian bawahnya. Alat ini
digunakan untuk menangkap ikan yang
bergerak secara pasif. Tapi dalam operasinya,
biasanya para nelayang memasang beberapa
alat yang digabung menjadi satu unik jaring
yang cukup panjang.
9 Jaring Angkek Jaring Jaring Angkat adalah alat untuk menangkap
angkat ikan yang dalam pengunaannya dilakukan
dengan cara menurunkan dan mengangkat
jaring secara vertikal. Alat ini biasanya dibuat
dari nilon yang mirip kelambu dengan mata
jaring yang relatif kecil. Umumnya, dalam
pengoperasiannya mengunakan lampu atau
umpan lainnya untuk menarik ikan. Alat ini
biasanya juga dioperasikan di rakit, perahu,
dan sejenisnya.
10 Tanggok Keranjang Alat penangkap ikan yaitu berupa keranjang
dari rotan untuk menangkap ikan dan udang
11 Jala Jala Alat penangap ikan yang merupakan jaring
bulat yang dilemparkan atau ditebarkan ke air
12 /Bagan/ Bagan Alat penangkap ikan yang terbuat dari tiang
atau kayu yang digunakan untuk menangkap
ikan kecil
13 Bagan Apung Bagan Kontruksi bagan apung ini merupakan jaring
terapung berbentuk segi empat dan menggunakan dua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


buah tiang sebagai penggantung dan pembuka
jaring, bagian atas jarring diberi alat
pelampung dan bagian sebelah bawah di
ikatkan pemberat. Bagian bawah dilengkapi
tali penarik bila dilakukan secara manual,
untuk kapal yang telah dilengkapi dengan
winch maka di kapal dilengkapi pula relling,
yang banyaknya sesuai dengan jumlah tali
yang dipergunakan. Tali ini berfungsi sebagai
penarik dan juga pengangkat jaring dalam air.

Bahan yang digunakan untuk membuat bagan


apung adalah jaring, tali, gantungan jarring,
bahan yang dipakai terutama bahan yang kuat
dan tahan lama, tahan terhadap beban dan
tahan terhadap gesekan, sifat bahan tersebut
umumnya terdapat pada bahan-bahan tali
jarring terbuat dari serat synthesis seperti
saran, campuran nilon, tetoran (polyster),
polypropelen, vinylon, dan nylon
14 Sampan Sampan transportasi laut yang kadang-kadang
12digunakan untuk menangkap ikan
15 Kai Kail Alat penangkap ikan yang digunakan yang
berasal dari kawat yang terkait dan tajam
16 Pancing Mata Pancing adalah alat untuk menangkap ikan
Pancing paling populer di Indonesia, mungkin juga di
dunia. Alat ini terdiri dari dua komponen
utama yaitu tali dan mata pancing. Dalam
pengunaannya, jumlah mata pancing berbeda-
beda. Prinsip dasar alat ini yaitu merangsang
ikan untuk memakan umpan yang dikaitkan
pada mata pancing. Selain dua komponen
utama diatas, pancing juga dilengkapi dengan
tangkai, pemberat, dan bisa juga mengunakan
pelampung.
17 Bubu Bubu Bubu adalah alat untuk menangkap ikan yang
bersifat statis, biasanya berbentuk kurungan
dan jebakan, dimana ikan bisa dengan mudah
masuk tanpa paksaan, tapi ikan akan sulit
untuk keluar karena dihalangi dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


berbagai cara. Bahan yang digunakan untuk
membuat alat ini diantaranya, bambu, rotan,
kawat, jaring, dan sebagainya. Dalam
pengunakannya, alat ini digunakan
dipermukaan air seperti sungai dengan arus
yang cukup kuat atau di daerah pasang surut.
18 Pelabuhan Pelabuhan Tempat bersandarnya kapal, atau tempat naik
turunnya penumpang dan bingkar muat
barang
19 Jaring Banam Jaring Alat untuk menangkap ikan yang dibentuk
oleh benang jahitan yang relatif tipis
mengikat
20 Kasik Pasir Batu-batu kecil yang halus
21 Luluk Lumpur Tanah lunak dan berair
22 Garuk Breamm Biasanya alat ini hanya berhasil menangkap
Trawl sejenis udang dan ikan kecil. Bentuk umum
Garuk itu sendiri adalah memanjang ke
bawah dan melebar di ujung bawahnya. Lebih
ke bentuk kerucut. Garuk menggunakan
jaring-jaring untuk menangkap ikan atau
makhluk laut lain. Cara kerjanya yaitu alat ini
dibawa bergerak oleh perahu maupun kapal.
Nantinya garuk akan menjaring di bawah laut
hewan-hewan yang beraktivitas tidak jauh
dari permukaan laut.
23 Selambau Alat yang hanya digunakan semasa waktu air
surut yang memerlukan tiga orang penangkap
ikan untuk mengendalikannya.

Berdasarkan tabel 6 di atas, diketahui bahwa jumlah leksikon Sarana dan

prasarana lingkungan kelautan ada 23 jenis.

4.4.2. Leksikon Verba Aktifitas Kelautan Sibolga

Leksikon verba lingkungan kelautan adalah kelompok leksikon yang

berhubungan erat dengan lingkungan laut atau berada di daerah sekitar laut.

dapat berupa kata-kata ataupun kalimat yang berhubungana dengan istilah-istilah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kelautan yang biasa digunakan oleh masyarakat. Adapun leksikon verba

aktifitas kelautan yang sering digunakan masyarakat Sibolga dapat dilihat pada

tabel berikut;

Tabel 7 Leksikon Verba Aktifitas Kelautan

No Leksikon Gloss Lancar


Verba
1 mambarsikan Membersihkan
2 Mampelokkan Mempersiapkan
3 Manangko Menangkap
4 manggalakkan Menghidupkan
5 Mamariek Memelihara
6 manyapu Menyapu
7 Manyorong Mendorong
8 mangagi Menyiram
9 manyerakkan Menebarkan
10 mangupuk Memupuk
11 Mampature Membenahi
12 Mamparikke Menyisihkan
13 Mangangkek Mengangkat
14 Mananduk Menimbang
15 Mansisik Mensisiki ikan
16 Manjamur Mengeringkan (menjemur ikan kering)
17 Mampasiang Membersihkan ikan untuk pembeli
18 Marapekkan Merapatkan kapal untu berlabuh
19 Manjangkar Melempar jangkar untuk berlabuh
20 Malabekkan Melebarkan layar/ jaring

Berdasarkan tabel 7 di atas, diketahui bahwa jumlah leksikon verba

lingkungan kelautan ada 20 istilah yang sering digunakan oleh masyarakat di

lingukungan kelautan Sibolga .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.5 Pemahaman Leksikon-Leksikon Lingkungan Kelautan Dalam Bahasa
Pesisir Sibolga

Tingkat pengetahuan tentang leksikon kelautan bahasa Pesisir Sibolga

dipengaruhi oleh pengetahuan terhadap lingkungan (ekologi) tersebut. Kondisi

lingkungan ragawi turut memengaruhi kekayaan alam dan tingkat pengetahuan

masyarakat Sibolga tentang objek atau benda yang ditemukan. pengenalan,

pengetahuan, dan pemahamana yang mendalam adalah fakta interaksi, interelasi

dan interpendensi masyarakat Pesisir Sibolga sebagai penutur bahasa Pesisir

dengan lingkungan kelautan dalam wujud leksikon-leksikon kelautan.

Ada tiga pilihan jawaban yang diajukan kepada responden untuk

mengetahui tingkat pemahaman responden tentang leksikon kelautan di Sibolga

untuk kategori leksikon fauna, leksikon flora, leksikon sarana prasarana , yaitu :

A. Pernah mendengar dan pernah melihat

B. Pernah mendengar tetapi tidak pernah melihat

C. Tidak Pernah Mendengar dan tidak pernah melihat

Sedangkan untuk kategori verba Ada dua pilihan jawaban yang diajukan

kepada responden untuk mengetahui tingkat pemahaman responden tentang

leksikon kelautan di Sibolga, yaitu

A. Pernah mendengar

B. Tidak pernah mendengar

Responden yang diuji dalam penelitian ini berjumlah 71 orang dari 247

orang yang bermukim di pinggiran pantai Sibolga. Responden berusia 12-65

Tahun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.5.1 Pemahaman Leksikon Nomina Fauna Kelautan Sibolga

Pada tabel dibawah ini diuraikan pemahaman masyarakat Sibolga

mengenai leksikon nomina Fauna, apakah leksikon-leksikon tersebut masih

bertahan atau sudah bergeser. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 8 di

bawah ini :

Tabel 8.
Pemahaman Leksikon Fauna di Lingkungan kelautan Pesisir Sibolga

No Leksikon Tingkat Pemahaman


A B C
Total % Total % Total %
1 Aji-aji 36 50,70% 21 29,58% 14 19,72%
2 Aso – Aso 59 83, 09% 12 16, 91% - -
3 Agas 36 50,70% 31 43, 67% 4 65,63%
4 Balanak 17 23, 95% 36 50,70% 18 25,35%
5 Biang 66 92,96% 5 7,04 - -
6 Baledang 41 57,75% 19 26, 76% 11 15, 49%
7 Bada 44 61,97% 20 28,17% 7 9,86%
8 Baracun 52 73, 24% 7 9,86% 12 16,90%
9 Balato Kuning 64 90,14% 7 9,86% - -
10 Buttal 18 25,35% 41 57,75% 12 16,90%
11 Bajan 10 14,08% 19 26, 76% 42 59,16%
12 Bona 21 29,58% 26 36, 61% 24 33,81%
13 Bonta 14 19,72% 14 19,72% 43 60,56%
14 Bulam-Bulam 21 29,58% 31 43, 67% 19 26, 75%
15 Bawal 59 83, 09% 12 16, 91% - -
16 Biduan 14 19,72% 26 36, 61% 31 43, 67%
17 Beliung 10 14,08% 10 14,08% 51 71,84%
18 Bangao 42 59,16% 29 40,84% - -
19 Bulu Babi 50 70,42% 21 29,58% - -
20 Balautauce 47 66, 20% 14 19,72% 10 14,08%
21 Cakalang 16 22,53% 17 23, 94% 38 53, 53%
22 Cacing 71 100% - - - -
23 Cabe-cabe 61 85,92% 10 14,08% - -
24 Gambolo 57 80,28% 14 19,72% - -
25 Gurapu 54 76, 05% 14 19,72% 3 4,23%
26 Gaguk 31 43,67% 36 50,70% 4 5, 63%
27 Gabu 31 43, 67% 33 46,47% 7 9,86%
28 Gurita 17 23, 95% 45 63, 38% 9 12,67%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29 Jabung 9 12,67% 14 19,72% 48 67,61%
30 Jarang gigi 21 29,58% 43 60,56% 7 9,86%
31 Jumbo 7 9,86% 4 5,63% 60 84,51%
32 Jubaak 19 26, 76% 9 12,67% 43 60,57%
33 Iyu 64 90,14% 7 9,86% - -
34 Karamojo 7 9,86% 3 4,23 % 61 85,91%
35 Kembung - - - - 71 100 %
perempuan
36 Tongo 11 15,49% 3 4,23% 57 80,28%
37 Kaling-kaling 14 19,72% 11 15,49% 46 64,79%
38 Kapur-Kapur 21 29,58% 9 12,67% 41 57,75%
39 Kunang-kunang 39 54,92% 29 40,89% 3 4, 23%
40 Kampi – kami 4 5,63% - - 67 94, 37%
41 Kakap 33 46, 47% 9 12,67% 29 40,66%
42 Kuciang 41 57,75% 7 9,86% 23 32,39%
43 Kape-kape 43 60,56% 21 29,58% 7 9,86%
44 Kapiting 71 100% - - - -
45 Kalilawar 60 84,51% - - 11 15,49%
46 Kura-kura 55 77,46% 16 22,54% -
47 Lidah-lidah 33 46, 47% 21 29,58% 17 23,94 %
48 Lipan 67 94, 37% - - 4 5,63%
49 Lulu Poang 29 40,66% 31 43, 67% 11 15,49%
50 Lumba – lumba 71 100% - - - -
51 Lokan 55 77, 47% 12 16, 90% 4 5, 63%
52 Lemuru 21 29,58% 26 36, 61% 24 33,81%
53 Layang Deles - - - - 71 100 %
54 Layang benggol - - - - 71 100 %
55 Marang 43 60,57% 26 36,62 % 2 2,81%
56 Madidihang - - - - 71 100 %
57 Mangsi-mangsi 31 43, 67% 24 33,80% 16 22,53%
58 Maning 45 63,38% 19 26,76% 7 9,85%
59 Macco Aji 21 29,58% 5 7,04% 45 63, 38%
60 Marlin 14 19,72% 7 9,85% 50 70,43%
61 Mancik 40 56, 34% 10 14,08% 21 29,58%
62 Pari 64 90,14% 7 9,86% - -
63 Porkis 11 15,49% - - 60 84,51%
64 Palu-palu 31 43, 67% 29 40,84% 11 15,49%
65 Rimis 23 32,40% 11 15,49% 37 52,11%
66 Sisik 46 64,79% 25 35,21% - -
67 Sepatu-sepatu - - - - 71 100%
68 Selar 7 9,86% - - 64 90,14%
69 Stermin 11 15, 49% - - 60 84,51%
70 Sambala 21 29,57% - - 50 70,43%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71 Sumbu-sumbu - - - 71 100%
72 Sumpit-sumpit - - - 71 100%
73 Simarharuan 7 9,86% - -- 64 90,14%
74 Samuk 52 73,23% - - 19 26,77%
75 Semar - - - - 71 100 %
76 Sotong 49 69,01% 18 25,36% 4 5,63%
77 Sumbelang 4 5,63% - - 67 94,37%
78 Siput 44 61,98% 19 26,76% 8 11,26%
79 Tando 7 9,86% - - 64 90,14%
80 Tuan Deman 47 66,20% 18 25,35% 6 8,45%
81 Tabi-tabi 17 23,94% 12 16, 91% 42 59.15%
82 tongkol abu-abu 7 9,86% - - 64 90,14%
83 Tongkol Banya 7 9,86% - - 64 90,14%
84 Tongkol Sirara- 7 9,86% - - 64 90,14%
Gigi Anjing
85 Tongkol Pisang- 5 7,05% - - 66 92,95%
Balaki
86 Timpik 64 90,14% 7 9,86% - -
87 Tuna Mata besar 52 73,23 - - 19 26, 76%
88 Tenggiri 55 77,47% 11 15,49% 5 7,04%
89 Todak - - - - 71 100%
90 Turisi 21 29,57% 12 16, 91% 38 53,52%
91 Teter 67 94,37% - - 4 5, 63%
92 Ubur-ubur 33 46,48% 38 53,52% - -
93 Udang Gostan 11 15,49% 7 9,86% 53 74,65%
94 Udang Windu 21 29,58% - - 50 70,42%
95 Udang Baring 71 100% - - - -
96 Udang bingkarung 12 16, 90% - - 59 83, 10%
97 Udang Kancing 11 15,49% - - 60 84,51%
98 udang harimau 16 22,53% - 55 77,47%
99 udang putih 14 19,72% 36 50,70% 21 29,58%
100 Lohan 71 100% - - - -
101 Ula Lawik 31 43,67 % - - 40 56, 33%
3065 45,26 % 1186 18,82% 2920 35,92%

Dari uraian tabel 8 di atas diketahui bahwa pemahaman 71 responden

dalam leksikon nomina fauna bidang kelautan dalam bahasa Pesisir Sibolga

tersebut , masih bertahan dengan persentase pemahaman masyarakat diatas 50%.

Kategori A jumlah pemahaman 3065 (45,26 %), kategori B jumlah pemahaman

1186 (18,82 %), kategori C jumlah pemahaman 2920 (35,92%).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram pie dibawah ini

Pernah melihat dan


35,92% pernah mendengar
45,26%
pernah mendengar tapi
tidak pernah melihat
tidak pernah melihat
atau mendengar

18,82%

Gambar 2. Diagram Pemahaman Leksikon Nomina Fauna kelautan


yang digunakan oleh masyarakat Pesisir Sibolga

Berdasarkan diagram pie diatas, leksikon nomina fauna masih banyak

yang bertahan dan dikenal oleh masyarakat. Adapun terjadinya pergeseran,

dikarenakan masyarakat mendengar leksikon tersebut hanya langsung pada garis

besar spesisnya. Sehingga tidak mengenal klasifikasinya, sehingga lama-

kelamaan leksikon tersebut bergeser bahkan hilang. Sebagai contohnya; ―udang‖.

Adanya pergeseran leksikon udang, dikarenakan banyak yang sudah tidak

mengetahui adanya bermacam spesies udang. Leksikon udang menjadi

disebutkan untuk smua spesies udang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Udang Baring Udang Windu

4.5.2 Pemahaman Leksikon Nomina Flora kelautan Sibolga

Pada tabel di bawah ini diuraikan pemahaman masyarakat Sibolga mengenai

leksikon nomina Flora, apakah leksikon-leksikon tersebut masih bertahan atau

sudah bergeser. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 9. Pemahaman Leksikon Nomina Flora kelautan yang digunakan oleh


masyarakat Pesisir Sibolga

Leksikon Tingkat Pemahaman


A B C
Total % Total % Total %

Bako 57 80,28% 14 19,72% -


Cemara 31 43, 66% 36 50,70% 4 5,64%
Karambi 71 100% - - - -
Ketapang 31 43, 66% 21 29,58% 19 26, 76%
Pandan 71 100% - - - -
Rumput Lawek 43 60,56% 28 39,44% - -
Tarumbu Karang 50 70,42% 21 29,58% - -
Waru 24 33,81% 40 56, 33% 7 9,86%
Total 378 66,55% 160 28,17% 30 5,28%

Dari uraian tabel 9 di atas diketahui bahwa pemahaman 71 responden pada

leksikon flora bidang kelautan dalam bahasa Pesisir Sibolga tersebut masih

bertahan. Kategori A jumlah pemahaman 378 (66,55 %), kategori B jumlah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pemahaman 160 (28,17 %), kategori C jumlah pemahaman 30 (5,28%). untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada diagramm pie di bawah ini.

5.28%

pernah melihat dan


28.17% pernah mendengar
pernah mendengar tapi
66.55% tidak pernah melihat
tidak pernah melihat
dan mendengar

Gambar 3. Diagram Pemahaman Leksikon Nomina flora kelautan


yang digunakan oleh masyarakat Pesisir Sibolga.

Berdasarkan diagram pie diatas, leksikon nomina flora masih banyak yang

bertahan. Hal tersebut terjadi, dikarenakan leksikon nomina flora masih banyak

yang dipergunakan masyarakat sebagai alat bahkan bahan makanan. Contohnya

―Karambi”. Karambi merupakan bahan makanan yang digunakan masyarakat

Sibolga, misalnya untuk menggulai. Karambi merupakan pohon kelapa yang

menghasilkan santan. Dan santan tersebut merupakan perasan kelapa. Untuk itu,

leksikon fauna masih banyak yang bertahan.

Karambi/ Kelapa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.5.3 Pemahaman Leksikon Nomina Sarana dan Prasarana kelautan

Sibolga

Pada tabel dibawah ini diuraikan pemahaman masyarakat Sibolga

mengenai leksikon nomina Sarana dan Prasarana lingkungan kelautan Sibolga,

apakah leksikon-leksikon tersebut masih bertahan atau sudah bergeser. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 10 di bawah ini :

Tabel 10. Pemahaman Leksikon Nomina Sarana dan Prasarana kelautan


yang digunakan oleh masyarakat Pesisir Sibolga

No Leksikon Tingkat Pemahaman


A B C
Total % Total % Total %
1 Pukek 45 63, 38% - - 26 36, 62%
2 Pukek Udang 36 50,70% 19 26, 76% 16 22,54%
3 Pukek Kantong 22 30,98% 26 36, 62% 23 32, 40%
4 Pukek Cincin 43 60,56% 28 39,44% - -
5 Pukek Karang 36 50,70% 22 30,98% 13 18,32%
6 Jaring 71 100% - -
7 Tombak 33 46, 47% 31 43, 67% 7 9,86%
8 Tanggok 23 32,40% 12 16, 90% 36 50,70%
9 Jala 67 94, 37% - 4 5, 63%
10 Bagan 57 80,28% 7 9,86% 7 9,86%
11 Bagan Apung 36 50,70% 19 26, 76% 16 22, 54%
12 Sampan 64 90,14% - - 7 9,86%
13 Kail 43 60,56% 13 18,32% 13 18,32%
14 Pancing 71 100% - - - -
15 Bubu 43 60,56% 19 26, 76% 10 14,08%
16 Pelabuhan 30 100% - - - -
17 Jaring Banam 36 50,70% 26 36, 62% 10 14,08%
18 Kasik 22 30,98% 12 16, 90% 37 52, 12%
19 Pasang 12 16, 90% 16 22,54% 43 60,56%
20 Luluk 22 30,98% 12 16, 90% 37 52,12%
21 Garuk 19 26, 76% 16 22,54% 36 50,70%
22 Jaring Insang 13 18,32% 10 14,08% 47 67, 60%
23 Selambau 13 18,32% 5 7,04% 53 74,64%
Total 1235 54,99% 417 17,94% 629 27,07%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dari uraian tabel 10 di atas diketahui bahwa pemahaman 71 responden

pada leksikon Nomina Sarana dan Prasarana bidang kelautan dalam

bahasa Pesisir Sibolga masih bertahan, dengan kategori A jumlah pemahaman

1235 (54,99 %), kategori B jumlah pemahaman 417 (17,94%), kategori C

jumlah pemahaman 629 (27,07 %). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

diagram pie di bawah ini

27.07% Pernah melihat dan pernah


mendengar
54.99% pernah mendengar tapi
17.94% tidak pernah melihat
tidak pernah melihat dan
mendengar

Gambar 3 Pemahaman Leksikon sarana dan prasarana dalam bidang


kelautan yang digunakan oleh masyarakat Pesisir Sibolga

Berdasarkan diagram pie diatas, bahwa leksikon nomina sarana dan

prasarana masih bertahan. Namun, ada leksikon sarana dan prasaran yang baru,

yang dulunya tidak banyak dikenal masyarakat. Contohnya, ―selambau”.

Leksikon nomina tersebut, merupakan leksikon alat tangkap lama yang nama nya

dibaharui menjadi selambau.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Selambau

4.5.4 Pemahaman Leksikon Verba dalam bidang kelautan yang

digunakan oleh masyarakat Pesisir Sibolga

Pada tabel dibawah ini diuraikan pemahaman masyarakat Sibolga

mengenai leksikon verba lingkungan kelautan Sibolga, apakah leksikon-leksikon

tersebut masih bertahan atau sudah bergeser. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada tabel 11 di bawah ini :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 11. Pemahaman Leksikon Verba dalam bidang kelautan yang
digunakan oleh masyarakat Pesisir Sibolga

No Leksikon Tingkat Pemahaman


A B
Total % Total %
1 mambarsikan 55 77,47% 16 22,53%
2 mampelokkan 26 36, 62% 45 63, 38%
3 Manangko 38 53, 52% 33 46, 47%
4 manggalakkan 31 43,66 % 40 56, 34%
5 Mamariek 51 71,83%% 20 28,17%
6 manyapu 71 100% -
7 Manyorong 71 100% -
8 mangagi 52 73, 24% 19 26, 76%
9 Manyerakkan 71 100% -
10 Mangupuk 71 100% -
11 Mampature 71 100% -
12 Mamparikke 64 90,14% 7 9,86%
13 Mangangkek 71 100% -
14 Mananduk 57 80,28% 14 19,72%
15 Mansisik 71 100% -
16 manjamur 71 100% -
17 mampasiang 71 100% -
18 marapekkan 71 100% -
19 manjangkar 71 100% -
20 malabekkan 64 90,14% 7 9,86%
Total 1219 85,85% 201 14,15%

Dari uraian tabel 11 di atas diketahui bahwa pemahaman 71 responden pada

leksikon verba bidang kelautan dalam bahasa Pesisir Sibolga. Dengan kategori

A jumlah pemahaman 1219 (85,85 %), kategori B jumlah pemahaman 201

(14,15 %). Dapat disimpulkan bahwa leksikon verba dalam lingkungan kelautan

di lingkungan masyarakat,masih banyak diketahui oleh masyarakat Sibolga.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14.15

pernah mendengar

tidak pernah
mendengar

85.85

Gambar 4 Pemahaman Leksikon verba dalam bidang kelautan yang


digunakan oleh masyarakat Pesisir Sibolga

Berdasarkan diagram pie diatas, leksikon verba dalam bidang

kelautan di Sibolga, masih sangat bertahan. Karena masih umum digunakan

masyarakat dalam bahasa sehari- hari dalam lingkungan bermasyarakat pada

kegiatan dalam kelautan.

4.6 Kebertahanan dan Ketergeseran Leksikon-Leksikon Lingkungan


Kelautan Dalam Bahasa Pesisir Sibolga

Berdasarkan hasil analisis data di atas diperoleh data sebagai berikut :

Nama Total Kategori A Kategori B Kategori C


Leksikon
Leksikon 101 3065 (45,26 %) 1186 (18,82 %) 2920 (35,92%).
Fauna
Leksikon 8 378 (66,55 %), 160 (28,17) %, 30 (5,28%).
Flora
Leksikon 23 1235 (54,99 %), 4 1 7 (17,94%) 629 (27,07 %).
Sarana
Prasarana

Untuk Kategori Leksikon nomina yang diklasifikasi dalam leksikon fauna,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sekitar 45,26% orang yang mengenal dan mengatakan masih melihat ke 101

Leksikon fauna yang telah didaftarkan pada lembar kuesioner penelitian, 18,82%

orang yang mengenal tetapi sudah lama tidak mendengar atau melihatnya

beberapa dari 101 Leksikon fauna yang telah didaftarkan pada lembar kuesioner

penelitian, 35,92% orang yang tidak mengenal sama sekali 101 Leksikon fauna

yang telah didaftarkan pada lembar kuesioner penelitian.

Untuk kategori Leksikon flora, sekitar 66,55% orang yang mengenal dan

mengatakan masih melihat ke 8 Leksikon flora yang telah didaftarkan pada

lembar kuesioner penelitian, 28,17% orang yang mengenal tetapi sudah lama tidak

mendengar atau melihatnya beberapa dari 8 Leksikon flora yang telah didaftarkan

pada lembar kuesioner penelitian, 5,28% orang yang tidak mengenal sama sekali 8

Leksikon flora yang telah didaftarkan pada lembar kuesioner penelitian.

Untuk kategori Leksikon sarana dan prasarana, sekitar 54, 99% orang yang

mengenal dan mengatakan masih melihat ke 23 Leksikon sarana dan prasarana

yang telah didaftarkan pada lembar kuesioner penelitian, 17, 94% orang yang

mengenal tetapi sudah lama tidak mendengar atau melihatnya beberapa dari 23

Leksikon sarana dan prasarana yang telah didaftarkan pada lembar kuesioner

penelitian, 27, 07% orang yang tidak mengenal sama sekali 23 Leksikon sarana

dan prasarana yang telah didaftarkan pada lembar kuesioner penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Nama Leksikon Total Kategori A Kategori B

Leksikon Verba 20 1219 (85,85% 201 (14, 15%

Untuk kategori Leksikon verba, sekitar 85,85% orang yang pernah

mendengar dan 14,15% orang yang tidak pernah mendengar sama sekali 20

Leksikon verba yang telah didaftarkan pada lembar kuesioner penelitian.

Untuk pemahaman masyarakat pada hasil wawancara, peneliti menemukan

bahwa masih banyak leksikon nomina dan leksikon verba yang masih bertahan.

Namun, ada juga yang tergeser seiring dengan adanya leksikon baru, namun tetap

memiliki arti yang sama dengan leksikon yang sudah bergeser. Sebagai contoh;

ikan―balautauce” ¸ merupakan ikan yang sama dengan ikan yang dikenal saat ini

dengan sebutan ikan dencis. Yang dulunya dikenal dengan ―mangsi-mangsi”

merupakan cumi- cumi yang dikenal masyarakat saat ini. Pergeseran tersebut juga

terjadi karena kurangnya perhatian pemerintah dalam memperkenalkan hasil laut

kepada masyarakat dan melestarikan hasil laut tersebut. Sehingga masyarakat

hanya mengenal leksikon yang sudah dikenal saat ini tanpa memperdulikan

spesies dari leksikon sebelumnya. Selain itu, pergeseran juga terjadi disebabkan

mobilitas sosial masyarakat, dimana nilai sosial masyarakat terhadap pengenalan

leksikon antara usia yang lebih tua dengan usia muda sudah berbeda dan

mengenal jenis- jenis hasil laut. Selain itu, ekonomi yang minim yang terjadi di

Kota Sibolga menyebabkan masyarakat tidak membedakan lagi, mana jenis

spesies yang harga murah dengan mahal, karena sudah tidak mengenal jenis- jenis

ikan dan tidak lagi mengetahui leksikon yang sebenarnya dari jenis ikan tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sebagai contoh ― sotong‖, yang merupakan jenis cumi namun berbeda

ukuran dari cumi yang biasa, dan dijual dengan harga relatif mahal, kini dijual

dengan harga murah oleh pedagang ikan dengan mengenalkan sotong sebagai

―cumi- cumi‖ , dengan pemikiran ― yang penting bisa untuk makan sehari- hari‖.

Selain itu juga, pergeseran terjadi karena ketidakpedulian generasi muda terhadap

pengenalan leksikon- leksikon kelautan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN SAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kelurahan balam, Kota

Sibolga, maka kesimpulan dari penelitian ini, adalah :

Leksikon-leksikon dalam lingkungan kelautan Masyarakat Sibolga.

Leksikon tersebut dibagi atas dua bagian; yaitu Leksikon nomina dan leksikon

verba.Untuk leksikon nomina diklarifikasikan dalam leksikon nomina

fauna, leksikon nomina flora, dan leksikon nomina sarana dan

prasarana.Sibolga memiliki jumlah leksikon fauna sebanyak 101 jenis

penemuan, yang terdiri dari

1. 11 diantara nya merupakan fauna yang hidup di darat dan selebihnya

fauna yang hidup di laut,

2. leksikon flora ada 8 jenis,

3. dan leksikon Sarana dan prasarana lingkungan kelautan ada 22 jenis,

4. leksikon verba dalam lingkungan kelautan sebanyak 20 istilah yang

sering digunakan oleh masyarakat di lingkungan kelautan Sibolga.

Selain itu, pada hasil penelitian, diketahui bahwa Sibolga masih

memiliki banyak leksikon yang masih bertahan dan masih diketahui oleh

masyarakat tersebut. Sesuai dengan data yang ditemukan peneliti, yang mencakup

45,26% untuk leksikon fauna, 66,55% untuk leksikon flora, 54,99% untuk

leksikon sarana dan prasarana, serta 85,85% untuk leksikon verba.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Namun ada juga leksikon yang sudah mulai bergeser bahkan sudah tidak

dikenal lagi oleh masyarakat di daerah itu sendiri karena beberapa faktor. Dan

faktor- faktor tergesernya bahkan hilangnya leksikon itu dikarenakan faktor usia,

kemajuan ekonomi masyarakatnya, mobilitas sosial, dan juga timbulnya praktis

bahasa dalam bertutur dilingkungan kelautan tersebut.

5.2. Saran

1. Bidang ekolinguistik merupakan kajian yang relatif baru di Indonesia.

Penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan , sehingga perlu untuk

ditindaklanjuti dengan mengkaji dari masalah dan pendekatan yang

berbeda. Misalnya melihat kewacanaan lingkungan kelautan di Sibolga

dengan pendekatan ekolinguistik.

2. Dinas Pemerintah yang terkait di Kota Sibolga diharapkan dapat

membukukan dan melestarikan lingkungan serta budaya sebagai warisan

budaya, di semua lokasi pantai Sibolga, agar kebudayaan serta leksikon-

leksikon yang telah lama, tetap lestari.

3. Dinas Pendidikan Kota Sibolga diharapkan turut ikut serta dalam

pemberdayaan dan pelestarian lingkungan kelautan, lewat pengajaran

pengenalan hasil- hasil laut, agar generasi muda di kota Sibolga mengenal

leksikon- leksikon tentang kelautan dan menjaga kelestarian lingkungan laut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Raharjo. (2014). Teori-teori Pembangunan Ekonomi Pertumbuhan


Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Bang, J.Chr. dan Door, J. (1993). Eco-Linguistics: A Framework. [online] Dapat
diakses lewat situs:
<www.jcbang.dk/main/ecolinguistics/Ecoling_AFramework1993.pdf>
Bang, J. Chr. dan Door, J. (1996). Language, Ecology, and Truth – Dialogue and
Dialectics. [online] Dapat diakses lewat situs: www.pdfio.com/k-
22479.html
Crystal, David. 1980. What is linguistics. Third Edition. Cambridge: Cambridge
University Press.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Djajasudarma, T. Fatimah. 2009. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:
Refika Aditama.
Fill, Alwin and Mühlhäusler, Peter. 2001. The Ecolinguistics Reader Language,
Ecology and Environment. London: Continuum.

Garrod, Guy and Kenneth G Willis, 2011. Economic Valuation of The


Environment;Methods and Case Studies, Edward Elgar Publishing Limited,
United Kingdom.
Gunarwan, Asim. 2005. ―Beberapa Prinsip dalam Komunikasi Verbal: Tinjauan
Sosiolinguistik dan Pragmatik‖ dalam Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya
(Ed. Pranowo). Yogjakarta: Sanata Dharma University Press.
Halliday dan Ruqaiya Hasan. 2001. Bahasa Konteks dan Teks. Aspek-aspek
Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial. Edisi Terjemahan oleh Asrudin
Barori Tou Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Hanum, C. 2009. Ekologi Tanaman. USU Press. Medan. Haugen, E. (1972). “The
Ecology of Language”. dalam Dil, A.S. (ed) The Ecology of Language:
Essays by Einar Haugen. Stanford: Stanford University Press
Haugen, E. (1972). “The Ecology of Language”. Dalam Fill, A. dan Muhlhausler,
P. The Ecolinguistics Reader: Language, Ecology, and Environment.
London: Continuum
Haviland, AW. 1999. Antropologi. Jakarta: Erlangga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kesuma. 2015. Keterancaman Leksikon Ekoagraris dalam Bahasa
Angkola/Mandailing: Kajian Ekolinguistik

Kesuma, Deli. 2015. Keterancaman Leksikon Ekoagraris Dalam Bahasa Angkola/


Mandailing: Kajian Ekolinguistik. Jurnal. Program Studi Linguistik FIB
USU, ISSN 1693-4660. Tahun ke-12, No 1.
Kovecses, Zoltan. 2010 Metaphor: A Practical Introduction. New York: Oxford.
University Press.
Kriyantono, Rachmat. 2007.Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta:Kencana
Prenada Media Group.

Kusumaatmadja, Mochtar, Hukum Laut Internasional, Bandung : BinaCipta,


2014.
Lindo, Anna Vibeke dan Simon S. Simonsen. 2000. ―The Dialectics and Varieties
of Agency-the Ecology of Subject, Person, and Agent. Dialectica
Ecolinguistics Three Essays for the Symposium 30 Years of Language and
Ecology in Graz Desember 2000. Austria: University of Odense Research
Group for Ecology, Language and Ecolog
Lyons, John. 1995. Linguistic Semantics. New York: Cambridge University Press.
M. Mbete, Aron. 2009. Problematika Keetnikan dan Kebahasaan dalam
Perspektif Ekolinguistik. Seminar Nasional Budaya Etnik III. Bali:
Universitas Udayana.
M. Mbete, Aron. 2013. Penulisan Singkat Penulisan Proposal Penelitian
Ekolinguistik. Denpasar: Vidia.
Mahsun. 2007.Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan
Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Mbete, Aron Meko. 2013. Penuntun Singkat Penulisan Proposal Penelitian
Ekolinguistik. Denpasar: Vidia.
Miles, M. B & Huberman, A. M.2014.Qualitative Data Analysis-A Sourcebook
of New Methods, Beverly Hill: SAGE Publisher, Ltd.
Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung:
Rosdakarya.

Palmer, G. B. 1996. Toward a Theory of Cultural Linguistics. Austin, Texas:


University of texas pRESS
Parera, Jos Daniel. 2004. Teori Semantik. Jakarta: Erlangga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Parera, Jos Daniel. 1990. Studi Linguistik Umum dan Historis Bandingan. Jakarta:
Nusa Indah.
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Rahardi, R. Kunjana. 2006. Dimensi-Dimensi Kebahasaan, Aneka Masalah


Bahasa Indonesia Terkini. Jakarta: Erlangga.
Renjaan, Meiksyana Raynold. 2014. Leksikon Bahasa Kei Dalam Lingkungan
Kelautan: Kajian Ekolinguistik. Jurnal. Politeknik Perikanan Negeri Tual.
Kabupaten Maluku Tenggara-Langgur.

Sapir, Edward.2001. Language : An introduction to the study of speech: New


York Harcourt, Brace and company.
Sari, Dita Oktiana Puspita. 2015. Leksikon Perikanan di Rawa Pening Ambarawa.
Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Fakultas Bahasa dan
Seni Universitas Negeri Semarang.

Simanjuntak. 2014. Perubahan Fungsi Sosioekologis Leksikon Flora Bahasa


Pakpak Dairi
Sudjana, Nana. 2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung:Sinar Baru
Algensido Offset.
Sujarweni, V. Wiratna. (2014). Metodologi Penelitia. Yogyakarta:
PUSTAKABARUPRESS
Sukhrani, Dewi. 2010. Leksikon Bahasa Gayo dalam Lingkungan Kedanauan Lut
Tawar: Kajian Ekolinguistik. Dalam Jurnal Kajian Linguistik [Jurnal
Ilmiah Ilmu Bahasa] Tahun 7 Nomor 1 Halaman 40 s.d. 57. ISSN 1693-
4660. Medan: Ikatan Alumni Linguistik dengan Program Studi Linguistik
SPs USU.
Sumarsono. (2010). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.
Surbakti. 2013. Leksikon Ekologi Kesungaian Lau Bingei : Kajian
Ekolinguistik. Tesis

Tangkas. 2013. Khazanah Verbal Kepribadian Komunitas Tutur Bahasa Kodi,


Sumbar Barat Daya: Kajian Ekolinguistik. Tesis

Umar, Azhar. dan D. Napitupulu.1994. Sosiolinguistik dan Psikolinguistik (suatu


pengantar). Medan: Pustaka Widyasarana.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 1

Pertanyaan Wawancara

Pertanyaan

1. Apa saja ikan yang pernah dihasilkan nelayan ?


2. Apa saja alat tangkap yang digunakan nelayan ?
3. Apa masih adakah alat tangkap tradisional yang digunakan nelayan?
4. Apa keuntungan nelayan dalam penggunaan alat tangkap yang sekarang?
5. Bagaimana nelayan menanggapi kurangnya pengetahuan anak muda
sekarang dalam mengenal nama-nama sumber daya alam laut?
6. Apakah pemerintah turut serta dalam pelestarian sumber daya alam laut?
7. Jika, ya! apa saja peran pemerintah tersebut?
8. Apa harapan anda kepada pemerintah terkait pelestarian sumber daya alam
laut?
9. Menurut pandangan anda, perlukah generasi muda mengetahui apa saja
hasil- hasil laut yang dihasilkan laut pantai Sibolga ini?
10. Apakah anda mengenal seluruh hasil laut di pantai Sibolga ini?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 3

Tabel 4 Leksikon Nomina Fauna Lingkungan Kelautan Sibolga

No Leksikon Nama Latin Gloss Lancar


1 Aji-aji seriola Sejenis ikan kerong Bali
2 Aso – Aso Rastrelliger Sejenis ikan kembung
3 Agas sciaridae Rayap
4 Balanak Moolgarda seheli Ikan balanak
5 Baledang Trichiurus lepturus Ikan Layar dengan bentuk
tubuh panjang
6 Biang Canis lupus Anjing
7 Bada Barbodes binotatus Ikan Teri
8 Baracun lutjanidae Sejenis Ikan kakap Hijau
9 Balato Kuning carangidae sejenis ikan selar
kuning/selar gelek
10 Buttal Tetranodon ikan Buttal
palembangensis
11 Bajan melanopleurus Ikan Moa / kerondong
12 Bona kuro Sejenis ikan bawal gajah
13 Bonta tetraodontidae Ikan Bonta
14 Bulam-Bulan Megalops cyprinoides Ikan Bulan-bulan
15 Bawal bramidae Bawal
16 Biduan Polymesoda erosa sejenis ikan kepah/ kerang
yang berwarna hijau
17 Beliung moluska Sejenis Kerang Hitam
18 Bangao ciconiidae Burung Bangau
19 Bulu Babi echinoidea Bulu Babi (berduri keras)
20 Balautauce desapterus Sejenis Ikan selayang
21 Cakalang Katsuwonus pelamis Ikan Cakalang
22 Cacing lumbricina Cacing
23 Cabe-cabe partapus Sejenis Ikan Marang/
Partapus
24 Gambolo rastrallinger Sejenis ikan Gembung
kuning
25 Gurapu epinephelus Ikan Gurapu
26 Gaguk ariidae Ikan Berkumis seperti lele/
ikan mayung
27 Gabu Caranx ignoblis Ikan Kue
28 Gurita octopoda gurita
29 Jabung osphionemus Ikan ayam – ayam
30 Jarang gigi otolithus Sejenis Kakap kuning
31 Jumbo Clarias gariepinus Ikan Jumbo
32 Jubaak ephinephelus Sejenis ikan Kurapu
33 Iyu Galeocerdo cuvier Hiu
34 Karamojo trachurus Ikan Cakalang
35 kembung brachysoma ikan kembung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perempuan
36 Tongo scorpiones Kalajengking
37 Kaling-kaling Sardinella aurita Sejenis Ikan baracuda halus
38 Kapur-Kapur Aplocheilus panchax Ikan timah-timah
39 Kunang-Kunang lampyridae Kunang-kunang
40 Kampi – kami Geres punctatus Ikan Lubin Kapas
41 Kakap lutjanidae Ikan Kakap
42 Kuciang Felis catus Kucing
43 Kape-kape geres Ikan Kapas-kapas
44 Kapiting brachyura Kepiting
45 Kalilawar chiroptera Kelelawar
46 Kura-kura testudinidae Kura-kura
47 Lidah-lidah cynoglossidae Ikan Lidah-lidah
48 Lipan scolopendromorpha Lipan
49 Lulu Poang paguroidea Umang-umang
50 Lumba – lumba delphinidae lumba-lumba
51 Lokan Polymesoda expansa Kepah/ kerang
52 Lemuru longiceps ikan lemuru
53 Layang Deles Decapterus macrosoma ikan layang deles
54 Layang benggol Decapterus russeli ikan layang benggol
55 Marang Scatophagus argus Ikan Marang
56 Madidihang Thunhus albacares Madidihang
57 Mangsi-mangsi teuthida Cumi-cumi
58 Maning Spratelloides gracilis Ikan Tamban
59 Macco Aji Pampus argenteus Ikan berbentuk pipih agak
lebar seperti bawal
60 Marlin Istiophorus platypterus Iikan layaran
61 Mancik muridae Tikus
62 Pari Dasyatis sp Ikan Pari
63 Porkis formicidae Semut
64 Palu-palu Sphyrna rafinesque palu-palu
65 Rimis meretrix Kepah / Kerang yang
berwarna putih
66 Sisik istiophoridae Ikan Madihang
67 Sepatu-sepatu Perna viridis Seperti Kerang Hijau
68 Selar Selaroides leptolepis Ikan Selar
69 Stermin Sardinella lemuru Ikan Dencis
70 Sambala Makaira mazara Ikan Sambela
71 Sumbu-sumbu Elagastis bipinnulotus Sejenis ikan baracuda halus
72 Sumpit-sumpit Thunnus alalunga Ikan Sumpit
73 Simarharuan Epinephulus tauvina Kerang
74 Samuk formicidae Semut
75 Semar Mene maculata Semar
76 Sotong sepiida Sejenis cumi-cumi besar
77 Sumbelang simbeleng Simbelang
78 Siput gastropoda Siput

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79 Tando Lutjanus johnii Ikan Jinaha
80 Tuan Deman Sejenis Ikan kembung halus
81 Tabi-tabi jareunggigae seperti ikan kakap hijau,
bibir agak tebal
82 Tongkol abu-abu Euthynnus affinis ikan Tongkol
83 Tongkol Banya ikan Tongkol
84 Tongkol Sirara-Gigi ikan Tongkol
Anjing
85 Tongkol Pisang- ikan Tongkol
Balaki
86 Timpik Euthynnus Ikan Tongkol/ Umang-
umang
87 Tuna Mata Besar Thunnus obesus Ikan tuna berwarna putih
ke-abuan
88 Tenggiri scomberomorus Ikan Tenggiri
89 Todak Xiphias gladius Ikan Todak
90 Turisi Nemipterus virgatus Sejenis Ikan kakap merah
91 Teter sphyraena Baracuda ekor panjang
92 Ubur-ubur medusozoa ubur-ubur
93 Udang Gostan Macrobrachium Udang Gostan
rosenbergii
94 Udang Windu Penaeus monodon Udang Windu
96 Udang Baring acetes Sejenis udang yang
bentuknya kecil
97 Udang Bingkarung nephropidae Udang Lobster
98 Udang Kancing Udang Lobster
99 Udang Harimau Udang
100 Udang Putih thunnus Udang
101 Ula Lawik Hydrophiinae Ular laut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 3

11

Hewan laut
Hewan Darat
90

Gambar 1 Diagram jumlah leksikon fauna lingkungan kelautan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 4

Tabel 5 Leksikon Nomina Flora Lingkungan Kelautan

No Leksikon Gloss Nama Latin Deskripsi


Flora cermat
1 Bako Bakau Rhizopora Tumbuhan Bakau yang
pucuknya tertutupi daun
2 Cemara Cemara Casuarina Cemara sendiri merupakan
Equisetifolio tetumbuhan hijau abadi yang
sepintas lalu dapat disangka
sebagai tusam karena
rantingnya yang beruas pada
dahan besar kelihatan seperti
jarum, dan buahnya mirip
runjung kecil
3 Karambi Kelapa Cocos nucifera Pohon Kelapa
4 /Ketapang/ Ketapang Terminalia catappa Ketapang (Terminalia
catappa) adalah nama
sejenis pohon tepi laut
yang rindang. Lekas
tumbuh dan
membentuk tajuk
bertingkat-tingkat, ketapang
kerap dijadikan pohon
peneduh di taman-taman dan
tepi laut.
5 Pandan Pandan Pandanus Pandan merupakan
segolongan tumbuhan
monokotil dari genus
Pandanus. Sebagian besar
anggotanya merupakan
tumbuh di pantai-pantai
daerah tropika. Anggota
tumbuhan ini dicirikan
dengan daun yang
memanjang (seperti daun
palem atau rumput),
seringkali tepinya bergerigi.
Akarnya besar dan memiliki
akar tunjang yang menopang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tumbuhan ini. Buah pandan
tersusun dalam karangan
berbentuk membulat, seperti
buah durian. Ukuran
tumbuhan ini bervariasi,
mulai dari 50cm hingga 5
meter, bahkan di Papua
banyak pandan hingga
ketinggian 15 meter.
Daunnya selalu hijau (hijau
abadi, evergreen), sehingga
beberapa di antaranya
dijadikan tanaman hias.
6 Rumput Rumput Laut Acanthophora Salah satu sumber daya
Lawek spicifera hayati yang terdapat
diwilayah pesisir laut
7 Tarumbu Terumbu zooxanthellae Terumbu karang merupakan
Karang Karang habitat hidup sejumlah
species bintang laut,tempat
peneluran anak-anak ikan
8 Waru Waru Pantai Thespesia populnea Waru laut atau baru laut
(Thespesia populnea),
adalah sejenis pohon tepi
pantai anggota suku kapas-
kapasan atau Malvaceae.
Perdu atau pohon kecil ini
menyebar luas di pantai-
pantai tropis di seluruh
dunia, meski diyakini
memiliki asal-usul dari
Dunia Lama, dengan
kemungkinan dari India

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 5

Tabel 5 Leksikon Nomina Sarana dan Prasarana Aktifitas Kelautan Sibolga

No Leksikon Gloss Lancar


1 Pukek Pukat Penangkap ikan yaitu sejenis jaring besar dan
panjang untuk menangkap ikan
2 Pukek Udang Pukat Pukat Udang, atau sering juga disebut dengan
Udang nama Pukat Harimau adalah alat untuk
menangkap ikan yang berbentuk kantung
yang kemudian ditarik oleh satu atau dua
kapal secara bersamaan melalui samping atau
belakang kapal. Alat ini memang efektif
untuk menangkap ikan dalam jumlah yang
banyak namun tidak selektif, sehingga bisa
merusak semua yang dilewati alat ini.
Makanya alat ini lebih menjurus ke alat
tangkap ikan yang destruktif.
3 Pukek Pukat Pukat Kantung adalah alat untuk menangkap
Kantong Kantong ikan yang berbentuk kerucut yang terdiri dari
kantung (bag), badan (body), dua sayap
(wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut
jaringnya, dan tali penarik (warp). Alat ini
bisa dikatakan masih tradisional dan tidak
merusak lingkungan, serta ukurannya pun
relatif kecil
4 Pukek Cincin Pukat Pukat Cincin adalah alat untuk menangkap
Cincin ikan berbentuk 4 persegi panjang, dilengkapi
dengan tali kerut bercincin yang diikatkan
pada bawah jaring, sehingga membentuk
kerut seperti bentuk mangkok. Alat ini
digunakan untuk menangkap ikan yang
bergerombol dipermukaan.
5 Pukek Karang Pukat ikan Pukat Ikan Karang adalah alat untuk
karang menangkap ikan yang terbuat dari jaring,
terdiri dari kantung dan sayap. Dalam
pengunaannya dilakukan pengiringan ikan-
ikan yang akan ditangkap supaya masuk ke
bagian kantung tersebut. Biasanya alat ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dilakukan oleh beberapa nelayan dengan cara
berenang kemudian mengejutkan ikan-ikan
agar masuk ke kantung yang sudah dipasang
sebelumnya. Dinamakan Pukat Ikan Karang
karena tujuan utamanya yaitu untuk
menangkap jenis ikan karang.
6 Jaring Jaring Alat penangkap ikan yang berbentuk jaring
yang biasanya dibentuk oleh benang jahitan
yang relatif tipis mengikat.
7 Tombak Tombak Kalau alat untuk menangkap ikan yang satu
ini hanya terdiri dari batang kayu, mata
tombak diujungnya dengan mata kait terbalik,
dan tali penarik yang digunakan untuk
mengambil hasil tangkapan.
8 Jaring Insang Jaring Jaring Insang adalah alat untuk menangkap
Insang ikan berbentuk 4 persegi panjang dengan
mata jaring berukuran sama dan dilengkapi
dengan pelampung dibagian atasnya serta
pemberat dibagian bawahnya. Alat ini
digunakan untuk menangkap ikan yang
bergerak secara pasif. Tapi dalam operasinya,
biasanya para nelayang memasang beberapa
alat yang digabung menjadi satu unik jaring
yang cukup panjang.
9 Jaring Angkek Jaring Jaring Angkat adalah alat untuk menangkap
angkat ikan yang dalam pengunaannya dilakukan
dengan cara menurunkan dan mengangkat
jaring secara vertikal. Alat ini biasanya dibuat
dari nilon yang mirip kelambu dengan mata
jaring yang relatif kecil. Umumnya, dalam
pengoperasiannya mengunakan lampu atau
umpan lainnya untuk menarik ikan. Alat ini
biasanya juga dioperasikan di rakit, perahu,
dan sejenisnya.
10 Tanggok Keranjang Alat penangkap ikan yaitu berupa keranjang
dari rotan untuk menangkap ikan dan udang
11 Jala Jala Alat penangap ikan yang merupakan jaring
bulat yang dilemparkan atau ditebarkan ke air
12 /Bagan/ Bagan Alat penangkap ikan yang terbuat dari tiang
atau kayu yang digunakan untuk menangkap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ikan kecil
13 Bagan Apung Bagan Kontruksi bagan apung ini merupakan jaring
terapung berbentuk segi empat dan menggunakan dua
buah tiang sebagai penggantung dan pembuka
jaring, bagian atas jarring diberi alat
pelampung dan bagian sebelah bawah di
ikatkan pemberat. Bagian bawah dilengkapi
tali penarik bila dilakukan secara manual,
untuk kapal yang telah dilengkapi dengan
winch maka di kapal dilengkapi pula relling,
yang banyaknya sesuai dengan jumlah tali
yang dipergunakan. Tali ini berfungsi sebagai
penarik dan juga pengangkat jaring dalam air.

Bahan yang digunakan untuk membuat bagan


apung adalah jaring, tali, gantungan jarring,
bahan yang dipakai terutama bahan yang kuat
dan tahan lama, tahan terhadap beban dan
tahan terhadap gesekan, sifat bahan tersebut
umumnya terdapat pada bahan-bahan tali
jarring terbuat dari serat synthesis seperti
saran, campuran nilon, tetoran (polyster),
polypropelen, vinylon, dan nylon
14 Sampan Sampan transportasi laut yang kadang-kadang
12digunakan untuk menangkap ikan
15 Kai Kail Alat penangkap ikan yang digunakan yang
berasal dari kawat yang terkait dan tajam
16 Pancing Mata Pancing adalah alat untuk menangkap ikan
Pancing paling populer di Indonesia, mungkin juga di
dunia. Alat ini terdiri dari dua komponen
utama yaitu tali dan mata pancing. Dalam
pengunaannya, jumlah mata pancing berbeda-
beda. Prinsip dasar alat ini yaitu merangsang
ikan untuk memakan umpan yang dikaitkan
pada mata pancing. Selain dua komponen
utama diatas, pancing juga dilengkapi dengan
tangkai, pemberat, dan bisa juga mengunakan
pelampung.
17 Bubu Bubu Bubu adalah alat untuk menangkap ikan yang
bersifat statis, biasanya berbentuk kurungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan jebakan, dimana ikan bisa dengan mudah
masuk tanpa paksaan, tapi ikan akan sulit
untuk keluar karena dihalangi dengan
berbagai cara. Bahan yang digunakan untuk
membuat alat ini diantaranya, bambu, rotan,
kawat, jaring, dan sebagainya. Dalam
pengunakannya, alat ini digunakan
dipermukaan air seperti sungai dengan arus
yang cukup kuat atau di daerah pasang surut.
18 Pelabuhan Pelabuhan Tempat bersandarnya kapal, atau tempat naik
turunnya penumpang dan bingkar muat
barang
19 Jaring Banam Jaring Alat untuk menangkap ikan yang dibentuk
oleh benang jahitan yang relatif tipis
mengikat
20 Kasik Pasir Batu-batu kecil yang halus
21 Luluk Lumpur Tanah lunak dan berair
22 Garuk Breamm Biasanya alat ini hanya berhasil menangkap
Trawl sejenis udang dan ikan kecil. Bentuk umum
Garuk itu sendiri adalah memanjang ke
bawah dan melebar di ujung bawahnya. Lebih
ke bentuk kerucut. Garuk menggunakan
jaring-jaring untuk menangkap ikan atau
makhluk laut lain. Cara kerjanya yaitu alat ini
dibawa bergerak oleh perahu maupun kapal.
Nantinya garuk akan menjaring di bawah laut
hewan-hewan yang beraktivitas tidak jauh
dari permukaan laut.
23 Selambau Alat yang hanya digunakan semasa waktu air
surut yang memerlukan tiga orang penangkap
ikan untuk mengendalikannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 6

Tabel 6 Leksikon Verba Aktifitas Kelautan

No Leksikon Gloss Lancar


Verba
1 mambarsikan Membersihkan
2 Mampelokkan Mempersiapkan
3 Manangko Menangkap
4 manggalakkan Menghidupkan
5 Mamariek Memelihara
6 manyapu Menyapu
7 Manyorong Mendorong
8 mangagi Menyiram
9 manyerakkan Menebarkan
10 mangupuk Memupuk
11 Mampature Membenahi
12 Mamparikke Menyisihkan
13 Mangangkek Mengangkat
14 Mananduk Menimbang
15 Mansisik Mensisiki ikan
16 Manjamur Mengeringkan (menjemur ikan kering)
17 Mampasiang Membersihkan ikan untuk pembeli
18 Marapekkan Merapatkan kapal untu berlabuh
19 Manjangkar Melempar jangkar untuk berlabuh
20 Malabekkan Melebarkan layar/ jaring

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 7

Tabel 7.
Pemahaman Leksikon Fauna di Lingkungan kelautan Pesisir Sibolga

No Leksikon Tingkat Pemahaman


A B C
Total % Total % Total %
1 Aji-aji 36 50,70% 21 29,58% 14 19,72%
2 Aso – Aso 59 83, 09% 12 16, 91% - -
3 Agas 36 50,70% 31 43, 67% 4 65,63%
4 Balanak 17 23, 95% 36 50,70% 18 25,35%
5 Biang 66 92,96% 5 7,04 - -
6 Baledang 41 57,75% 19 26, 76% 11 15, 49%
7 Bada 44 61,97% 20 28,17% 7 9,86%
8 Baracun 52 73, 24% 7 9,86% 12 16,90%
9 Balato Kuning 64 90,14% 7 9,86% - -
10 Buttal 18 25,35% 41 57,75% 12 16,90%
11 Bajan 10 14,08% 19 26, 76% 42 59,16%
12 Bona 21 29,58% 26 36, 61% 24 33,81%
13 Bonta 14 19,72% 14 19,72% 43 60,56%
14 Bulam-Bulam 21 29,58% 31 43, 67% 19 26, 75%
15 Bawal 59 83, 09% 12 16, 91% - -
16 Biduan 14 19,72% 26 36, 61% 31 43, 67%
17 Beliung 10 14,08% 10 14,08% 51 71,84%
18 Bangao 42 59,16% 29 40,84% - -
19 Bulu Babi 50 70,42% 21 29,58% - -
20 Balautauce 47 66, 20% 14 19,72% 10 14,08%
21 Cakalang 16 22,53% 17 23, 94% 38 53, 53%
22 Cacing 71 100% - - - -
23 Cabe-cabe 61 85,92% 10 14,08% - -
24 Gambolo 57 80,28% 14 19,72% - -
25 Gurapu 54 76, 05% 14 19,72% 3 4,23%
26 Gaguk 31 43,67% 36 50,70% 4 5, 63%
27 Gabu 31 43, 67% 33 46,47% 7 9,86%
28 Gurita 17 23, 95% 45 63, 38% 9 12,67%
29 Jabung 9 12,67% 14 19,72% 48 67,61%
30 Jarang gigi 21 29,58% 43 60,56% 7 9,86%
31 Jumbo 7 9,86% 4 5,63% 60 84,51%
32 Jubaak 19 26, 76% 9 12,67% 43 60,57%
33 Iyu 64 90,14% 7 9,86% - -

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34 Karamojo 7 9,86% 3 4,23 % 61 85,91%
35 Kembung - - - - 71 100 %
perempuan
36 Tongo 11 15,49% 3 4,23% 57 80,28%
37 Kaling-kaling 14 19,72% 11 15,49% 46 64,79%
38 Kapur-Kapur 21 29,58% 9 12,67% 41 57,75%
39 Kunang-kunang 39 54,92% 29 40,89% 3 4, 23%
40 Kampi – kami 4 5,63% - - 67 94, 37%
41 Kakap 33 46, 47% 9 12,67% 29 40,66%
42 Kuciang 41 57,75% 7 9,86% 23 32,39%
43 Kape-kape 43 60,56% 21 29,58% 7 9,86%
44 Kapiting 71 100% - - - -
45 Kalilawar 60 84,51% - - 11 15,49%
46 Kura-kura 55 77,46% 16 22,54% -
47 Lidah-lidah 33 46, 47% 21 29,58% 17 23,94 %
48 Lipan 67 94, 37% - - 4 5,63%
49 Lulu Poang 29 40,66% 31 43, 67% 11 15,49%
50 Lumba – lumba 71 100% - - - -
51 Lokan 55 77, 47% 12 16, 90% 4 5, 63%
52 Lemuru 21 29,58% 26 36, 61% 24 33,81%
53 Layang Deles - - - - 71 100 %
54 Layang benggol - - - - 71 100 %
55 Marang 43 60,57% 26 36,62 % 2 2,81%
56 Madidihang - - - - 71 100 %
57 Mangsi-mangsi 31 43, 67% 24 33,80% 16 22,53%
58 Maning 45 63,38% 19 26,76% 7 9,85%
59 Macco Aji 21 29,58% 5 7,04% 45 63, 38%
60 Marlin 14 19,72% 7 9,85% 50 70,43%
61 Mancik 40 56, 34% 10 14,08% 21 29,58%
62 Pari 64 90,14% 7 9,86% - -
63 Porkis 11 15,49% - - 60 84,51%
64 Palu-palu 31 43, 67% 29 40,84% 11 15,49%
65 Rimis 23 32,40% 11 15,49% 37 52,11%
66 Sisik 46 64,79% 25 35,21% - -
67 Sepatu-sepatu - - - - 71 100%
68 Selar 7 9,86% - - 64 90,14%
69 Stermin 11 15, 49% - - 60 84,51%
70 Sambala 21 29,57% - - 50 70,43%
71 Sumbu-sumbu - - - 71 100%
72 Sumpit-sumpit - - - 71 100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73 Simarharuan 7 9,86% - -- 64 90,14%
74 Samuk 52 73,23% - - 19 26,77%
75 Semar - - - - 71 100 %
76 Sotong 49 69,01% 18 25,36% 4 5,63%
77 Sumbelang 4 5,63% - - 67 94,37%
78 Siput 44 61,98% 19 26,76% 8 11,26%
79 Tando 7 9,86% - - 64 90,14%
80 Tuan Deman 47 66,20% 18 25,35% 6 8,45%
81 Tabi-tabi 17 23,94% 12 16, 91% 42 59.15%
82 tongkol abu-abu 7 9,86% - - 64 90,14%
83 Tongkol Banya 7 9,86% - - 64 90,14%
84 Tongkol Sirara- 7 9,86% - - 64 90,14%
Gigi Anjing
85 Tongkol Pisang- 5 7,05% - - 66 92,95%
Balaki
86 Timpik 64 90,14% 7 9,86% - -
87 Tuna Mata besar 52 73,23 - - 19 26, 76%
88 Tenggiri 55 77,47% 11 15,49% 5 7,04%
89 Todak - - - - 71 100%
90 Turisi 21 29,57% 12 16, 91% 38 53,52%
91 Teter 67 94,37% - - 4 5, 63%
92 Ubur-ubur 33 46,48% 38 53,52% - -
93 Udang Gostan 11 15,49% 7 9,86% 53 74,65%
94 Udang Windu 21 29,58% - - 50 70,42%
95 Udang Baring 71 100% - - - -
96 Udang 12 16, 90% - - 59 83, 10%
bingkarung
97 Udang Kancing 11 15,49% - - 60 84,51%
98 udang harimau 16 22,53% - 55 77,47%
99 udang putih 14 19,72% 36 50,70% 21 29,58%
100 Lohan 71 100% - - - -
101 Ula Lawik 31 43,67 % - - 40 56, 33%
3065 45,26 % 1186 18,82% 2920 35,92%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 8

Tabel 8 Pemahaman Leksikon Nomina Flora kelautan yang digunakan oleh masyarakat
Pesisir Sibolga

Leksikon Tingkat Pemahaman


A B C
Total % Total % Total %

Bako 57 80,28% 14 19,72% -


Cemara 31 43, 66% 36 50,70% 4 5,64%
Karambi 71 100% - - - -
Ketapang 31 43, 66% 21 29,58% 19 26, 76%
Pandan 71 100% - - - -
Rumput Lawek 43 60,56% 28 39,44% - -
Tarumbu Karang 50 70,42% 21 29,58% - -
Waru 24 33,81% 40 56, 33% 7 9,86%
Total 378 66,55% 160 28,17% 30 5,28%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 9

Tabel 9. Pemahaman Leksikon Nomina Sarana dan Prasarana kelautan yang digunakan
oleh masyarakat Pesisir Sibolga

No Leksikon Tingkat Pemahaman


A B C
Total % Total % Total %
1 Pukek 45 63, 38% - - 26 36, 62%
2 Pukek Udang 36 50,70% 19 26, 76% 16 22,54%
3 Pukek Kantong 22 30,98% 26 36, 62% 23 32, 40%
4 Pukek Cincin 43 60,56% 28 39,44% - -
5 Pukek Karang 36 50,70% 22 30,98% 13 18,32%
6 Jaring 71 100% - -
7 Tombak 33 46, 47% 31 43, 67% 7 9,86%
8 Tanggok 23 32,40% 12 16, 90% 36 50,70%
9 Jala 67 94, 37% - 4 5, 63%
10 Bagan 57 80,28% 7 9,86% 7 9,86%
11 Bagan Apung 36 50,70% 19 26, 76% 16 22, 54%
12 Sampan 64 90,14% - - 7 9,86%
13 Kail 43 60,56% 13 18,32% 13 18,32%
14 Pancing 71 100% - - - -
15 Bubu 43 60,56% 19 26, 76% 10 14,08%
16 Pelabuhan 30 100% - - - -
17 Jaring Banam 36 50,70% 26 36, 62% 10 14,08%
18 Kasik 22 30,98% 12 16, 90% 37 52, 12%
19 Pasang 12 16, 90% 16 22,54% 43 60,56%
20 Luluk 22 30,98% 12 16, 90% 37 52,12%
21 Garuk 19 26, 76% 16 22,54% 36 50,70%
22 Jaring Insang 13 18,32% 10 14,08% 47 67, 60%
23 Selambau 13 18,32% 5 7,04% 53 74,64%
Total 1235 54,99% 417 17,94% 629 27,07%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 10

Tabel 10. Pemahaman Leksikon Verba dalam bidang kelautan yang digunakan
oleh masyarakat Pesisir Sibolga
No Leksikon Tingkat Pemahaman
A B
Total % Total %
1 mambarsikan 55 77,47% 16 22,53%
2 mampelokkan 26 36, 62% 45 63, 38%
3 Manangko 38 53, 52% 33 46, 47%
4 manggalakkan 31 43,66 % 40 56, 34%
5 Mamariek 51 71,83%% 20 28,17%
6 manyapu 71 100% -
7 Manyorong 71 100% -
8 mangagi 52 73, 24% 19 26, 76%
9 manyerakkan 71 100% -
10 Mangupuk 71 100% -
11 Mampature 71 100% -
12 Mamparikke 64 90,14% 7 9,86%
13 mangangkek 71 100% -
14 Mananduk 57 80,28% 14 19,72%
15 Mansisik 71 100% -
16 Manjamur 71 100% -
17 mampasiang 71 100% -
18 Marapekkan 71 100% -
19 Manjangkar 71 100% -
20 Malabekkan 64 90,14% 7 9,86%
Total 1219 85,85% 201 14,15%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 11

Pernah melihat dan


35,92% pernah mendengar
45,26%
pernah mendengar tapi
tidak pernah melihat
tidak pernah melihat
atau mendengar

18,82%

Diagram Pemahaman Leksikon Nomina Fauna kelautan yang digunakan oleh masyarakat
Pesisir Sibolga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 12

5.28%

pernah melihat dan


28.17% pernah mendengar
pernah mendengar tapi
66.55% tidak pernah melihat
tidak pernah melihat dan
mendengar

Diagram Pemahaman Leksikon Nomina flora kelautan yang digunakan oleh


masyarakat Pesisir Sibolga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 13

27.07% Pernah melihat dan pernah


mendengar
54.99% pernah mendengar tapi
17.94% tidak pernah melihat
tidak pernah melihat dan
mendengar

Diagram Pemahaman Leksikon sarana dan prasarana dalam bidang kelautan yang
digunakan oleh masyarakat Pesisir Sibolga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 14

14.15

pernah mendengar

tidak pernah
mendengar

85.85

Diagram Pemahaman Leksikon verba dalam bidang kelautan yang digunakan oleh
masyarakat Pesisir Sibolga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 15
LEMBAR KUESIONER

LEKSIKON BAHASA PESISIR SIBOLGA


DALAM LINGKUNGAN KELAUTAN
( KAJIAN EKOLINGUISTIK )

Petunjuk Pengisian

1. Bacalah pertanyaan dibawah ini dengan teliti dan cermat


2. Mohon isi dengan sejujur-jujurnya pertanyaan dibawah ini
3. Jawaban dikerjakan sendiri dan tidak boleh diwakilkan

I. KARAKTERISTIK RESPONDEN
Pilih salah satu jawaban dengan memberi tanda (  )

1. Nomor Responden :

2. Umur : 12- 17 thn 18- 40 thn 41-65 thn

3. Pekerjaan : Nelayan

Pedagang Ikan

Pelajar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 2

KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Berdasarkan Usia

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

No USIA Frekuensi Persentase


1 12-17 tahun 9 12,68%
2 18- 40 tahun 15 21, 12%
3 41- 65 tahun 47 66,20%
Total 71 100%

2. Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

NO Jenis Kelamin Frekuensi Persentase

1 Perempuan 12 16, 90%

2 Laki- Laki 59 83, 10%

Total 71 100%

3. Berdasarkan Pekerjaan

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

NO Pekerjaan Frekuensi Persentase


1 Pelajar 7 9, 86%
2 Nelayan 39 54, 93%
3 Pedagang Ikan 25 35,41%
Total 71 100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai