DISUSUN
Oleh
IZWAR
NIM: 168106005
DISERTASI
Oleh
IZWAR
NIM: 168106005
Program Doktor (S3)
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberi rahmat dan Berkah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penulisan Disertasi pada Program Doktor (S3) Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara. Selawat beriring salam kita sanjung sajikan kepangkuan Nabi Besar
Muhammad SAW beserta Al-sahabat dan Keluarga, yang telah membawa kita
dari alam kebodohan menuju alam ilmu pengetahuan. Disertasi dengan judul
“Pengelolaan Pulau Reusam–Kabupaten Aceh Jaya Menjadi Kawasan Ekowisata
Berbasis Syariah” adalah merupakan syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Pengelolaan Lingkungan dan Sumberdaya Alam pada Universitas Sumatera Utara.
Selama melakukan penulisan disertasi ini, penulis banyak memperoleh bantuan
moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MH, selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr, Robert Sibarani, MS., selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si, M.Si dan Dr. Delvian, SP. MP.,
selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Doktor Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
menyelesaikan disertasi ini.
5. Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, S.Si, M.Si dan Bapak Prof. Dr, Robert
Sibarani, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan disertasi
ini.
6. Bapak Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si, M.Si., dan Bapak Dr. Agus
Purwoko, S.Hut,. M.Si., selaku Komisi Pembanding dalam institusi
serta Prof. Dr. Hasballah Taib, MA selaku Komisi Pembanding dari
luar institusi atas saran dan kritik yang diberikan.
7. Menristek Dikti dan Tim BUDI DN Universitas Sumatera Utara atas
dukungan beasiswa selama penulis menjalani pendidikan ini.
8. Orang tua saya Bapak, Ibu dan Adek yang selama hidupnya selalu
mendoakan, memberi semangat, dorongan moril dan materi serta doa
yang tulus kepada penulis menuju kehidupan yang lebih baik di saat ini.
9. Istriku Dian Kristanti, M.Pd dan anakku Akklema Zia Azzahra, yang
kehadirannya memberikan kesejukan, senyuman dan semangat yang
membuahkan optimisme kepada penulis untuk terus maju menampaki
jalan yang baik dalam hidup ini.
Izwar
DATA PENDIDIKAN :
DATA PEKERJAAN
Jabatan : Lektor
Pangkat : Penata Tk. (III/c)
DATA JABATAN :
Menyetujui
~rrI'IJ!N'embimbing
Tanggallulus:
Ketua
Prof. Dr. Badaruddin, M.Si
Anggota
Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si)
Prof. Dr. Robert Sibarani, MS
Dr. Hesti Wahyuningsih, S.Si,. M.Si
Dr. Agus Purwoko, S.Hut,. M.Si
Prof. Dr. Hasbalah Taib, MA
Aceh Province is a special area with the application of Islamic Sharia, thus
making Aceh different from other regions. This difference is one factor in the
increase in tourists to Aceh. Reusam Island is located in Aceh Jaya Regency to be
precise in Rigaih Bay, a tourist area that has natural potential with an attractive
coastal area and beautiful ecological wealth. The increase in tourists contributes to
environmental damage, and unpleasant events between local residents and tourists
often occur, ignoring this problem, will have an effect on other social problems,
resulting in the death of tourism activities on Reusam Island. One of the efforts to
overcome the above problems is by accommodating various interests and
adjusting to wisdom regarding the implementation of Islamic Sharia in Aceh Jaya,
so that tourist areas can be developed without injuring the application of Islamic
Sharia, and the environment is also maintained because the surrounding
community is the spearhead of the ecotourism area. . The scope of this sharia-
based ecotourism research, the study is not limited to halal tourism, but will carry
out further studies in an effort to integrate Islamic Sharia values and norms in the
development and management of ecotourism areas on Reusam Island, including in
terms of all accommodations, and other tourism activities in accordance with the
implementation of Islamic Sharia in Aceh Jaya. From the description above,
researchers are interested in conducting research that has a direct impact on
environmental and community management, it is hoped that this research can
improve the standard of living of the people of Aceh Jaya, related to these
conditions, the objectives of this study are 1). Analyze the carrying capacity
provided by Reusam Island in sharia-based ecotourism management, 2).
Assessing the capacity of available resources based on the suitability of
ecotourism for the management of Reusam Island into an ecotourism area, 3).
Finding a management model for Reusam Island as an ecotourism area that is in
accordance with the management of Islamic Law in Aceh Jaya Regency. This
study applies a mixed sequential explanatory method, which involves two stages,
the first stage is collecting quantitative data and analyzing the results, and then the
stage is using quantitative result data to plan (build) qualitative data. The results
of this study indicate that the resources of Reusam Island based on the suitability
of Maanema have the suitability of being an ecotourism area, and the carrying
capacity of the Reusam Island area is 4,153 people per day, besides that the
conceptual model of sharia-based ecotourism management on Reusam Island,
consists of 3 (three) sub-systems. Ecotourism, namely the environmental, socio-
cultural and economic sub-system, which is synergized with the application of
Islamic Sharia, is guided by Qanun No. 6 of 2014 concerning Law of Jinayat and
Qanun No. 8 of 2013 concerning tourism.
Halaman
3.1. Kelas Kemiringan Lereng Dan Nilai Skor Kemiringan Lereng…. ......... 68
3.2. Pedoman Analisis Kesesuaian Ekowisata Pantai Maanena ..................... 72
4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Kuesioner ................................... 78
4.2. Tangapan Masyarakat Terhadap Daya Dukung…. ................................. 81
4.3. Tanggapan Masyarakat Terhadap Kapasistas SDA ................................ 83
4.4. Tanggapan Masyarakat terhadap Potensi Ekowsiata…. ......................... 85
4.5. Tangapan Masyarakat Terhadap Penerapan Syariat Islam di
kawasan ekowisata Pulau Reusam…. .................................................... 87
4.6. Indeks faktor koreksi kelas kemiringan lereng Pulau Reusam …. ......... 94
4.7. Kesesuaian Pulau Reusam menjadi Kawasan Ekowisata …. ................. 96
4.8. Kelayakan Ekowisata …. ........................................................................ 97
4.9. Perbedaan Wisata Halal dan Ekowisata Syariah di Pulau Reusam ........ 116
4.10. Vegetasi Pulau Reusam …. ................................................................... 121
4.11. Perbedaan Kebijakan Wisata Konvensional dengan Ekowisata
Syariah di Pulau Reusam …. ................................................................. 155
Ekowisata…. ............................................................................................ 12
2.2. Destinasi Wisata Syariah di Indonesia ..................................................... 60
2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian…. .......................................................... 63
3.1. Peta Pulau Reusam – Aceh Jaya.............................................................. 64
3.2. Nomogram Harry King…........................................................................ 66
4.1. Komponen Sub Sistem Lingkungan …. .................................................. 119
4.2. Komponen Sub Sistem Sosial Budaya …. .............................................. 124
4.3. Komponen Sub Sistem Ekonomi …........................................................ 128
4.4. Bagan Interaksi Sub Sistem Ekonomi dengan Lingkungan …. .............. 134
4.5. Bagan Interaksi Sub Sistem Ekonomi dengan Sosial Budaya …. .......... 135
4.6. Bagan Interaksi Sub Sistem Sosial Budaya dengan Lingkungan …. ...... 137
4.7. Model Konseptual Sistem Pengelolaan Pulau Reusam Menjadi
Kawasan Menjadi Kawasan Ekowisata Berbasis Syariah…………….. 160
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
dalam berbagai bentuk, baik wisata budaya, alam dan relegi. Untuk wisata budaya
dapat kita lihat dengan keberagaman suku dan budaya yang ada di Indonesia,
keindahan alam yang ada di Indonesia, seperti daerah Bali dan NTB. Selain wisata
budaya dan alam, perkembangan wisata relegi ikut mengalami peningkatan, hal
ini dapat kita lihat, salah satunya dari kunjungan masyarakat menziaarahi Kuburan
Ulama, serta situs peninggalan sejarah yang berkaitan dengan agama lainya.
Menurut Butar dan Soemarno (2013), Indonesia merupakan negara yang kaya
akan alam dan sumber daya budaya. Wilayah negara yang terdiri dari lebih 17.000
pulau yang membentang sepanjang 6400 km dari Barat ke Timur, dan sekitar
3.000 km dari Utara dan Selatan, secara alami mempunyai keanekaragaman yang
tinggi. Indonesia memiliki sumber daya yang beragam seperti tersedianya Greater
alam, menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi wisata dunia, sehingga
karena modal utama berupa kekayaan budaya dan alam telah dimiliki Bangsa
Indonesia. Di samping itu, saat ini sedang terjadi pergeseran orientasi parawisata,
dari mass tourism menuju special interst tourism (Tondang, 2007). Pergeseran
yang terjadi dari wisata budaya menuju wisata yang lebih bersifat alam (Lubis,
2013).
Hal senada juga disampaikan oleh Kilipiris dan Zardaya (2012), di mana
lingkungan dan budaya yang berorientasi pada obyek wisata (pariwisata alternatif
perlindungan alam dan membangun lingkungan dan budaya. Hal inilah yang
menjadikan wisata berbasis alam, baik itu taman nasional maupun kawasan
khas. Salah satu propinsi yang ada di Indonesia yang memiliki keadaan alam yang
indah dan mempunyai kekhasan daerah yang tidak terdapat di daerah lain adalah
Syariah Islam, sehingga menjadikan Aceh berbeda dengan daerah lain. Perbedaan
Aceh mengalami peningkatan, yaitu dari 23.894 orang wisman pada tahun 2015
(BPS Banda Aceh, 2015), meningkat menjadi 29.300 orang wisman pada tahun
2017 (BPS Banda Aceh, 2017). Salah satu faktor pertambahan jumlah wisatawan
dengan jumlah umat Islam di dunia, sekarang melebihi +1,5 miliar, dan
diperkirakan meningkat menjadi 2,2 miliar pada tahun 2030 (Carboni et.al,
seperti Malaysia dan Indonesia, menikmati preferensi yang lebih besar sebagai
tujuan yang dipilih untuk pariwisata Halal oleh umat Islam di seluruh dunia.
adalah Kabupaten Aceh Jaya. Aceh Jaya merupakan kabupaten yang terbentuk
pada tahun 2002 tepatnya tanggal 10 April, hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh
Barat. Keadaan geografis Kabupaten Aceh Jaya tidak jauh berbeda dengan daerah
Barat Selatan Aceh lainnya, sebagian besar daerahnya merupakan daerah pesisir
dengan luas wilayah 3,813 km² (BPS, 2013), dengan panjang garis pantai +- 160
Bila dilihat dari luas kawasan pantai Aceh Jaya tersebut yang sebagian besar
kawasan pantai, mempunyai daya tarik destinasi wisata untuk dikunjungi antara
lain, Pantai Ceumara Teunom, Pantai Pasi Panga, Pulau Reusam. Pantai Calang,
Salah satu tempat wisata di atas, merupakan objek dari penelitian ini, yaitu
Pulau Reusam. Pulau Reusam terletak di Kabupaten Aceh Jaya tepatnya di Teluk
potensi alam dengan kawasan pantai yang menarik dan kekayaan ekologis yang
masih asri, hal ini didukung oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya, dengan
Berbagai potensi wisata yang ada di Aceh Jaya tersebut belum sepenuhnya
dapat dilihat dari belum tersedianya sarana dan prasarana seperti tempat ibadah
pemerintah daerah apalagi semua situs wisata tersebut dikelola oleh Pemda Aceh
Jaya.
perkembangan kawasan wisata Pulau Reusam tanpa adanya tindakan prefentif dan
pengelolaan secara profesional akan berakibat pada rusak dan tidak terjaganya
masyarakat sekitar, lebih berorientasi pada jasa transfortasi antara pulau dan
sering terjadi, dan juga keluhan terhadap pemandu non lokal yang membawa turis
jauh di dalam pulau muncul dari warga setempat (Song dan Kuwahara, 2016).
Salah satu cara mengatasi persoalan di atas ialah dengan menerapkan teori
ekosistem komplek yang diprakarsai oleh Ma & Wang (1984) dan konsep Cooper
lingkungan.
hal ini pemberlakuan Syariah Islam di Kabupaten Aceh Jaya, dengan demikian
serta lingkungan ikut terjaga kerena melibatkan masyarakat sekitar sebagai ujung
dan budaya (Auesriwong et. al, 2015). Dengan ini diharapkan dapat meningkatkan
taraf pendapatan masayarakat lokal di Aceh Jaya, yang tingkat kemiskinan berada
Pengaplikasian konsep 4A pada destinasi wisata Pulau Reusam sudah sangat tepat
utama, yaitu lingkungan, sosial budaya dan ekonomi. Proses pelaksanaan dan
dengan kaidah kaidah Syariah Islam yang berlaku di Propinsi Aceh Qanun Aceh
nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Pemahaman tentang qanun jinayat
yang masih kurang di kalangan masyarakat, menjadi salah satu faktor penghambat
aktivitas ekowisata di Pulau Reusam dan Qanun Jinayat yang berlaku di Aceh
Jaya tidak saling bertentangan di antara kedua perlu terus di giatkan. Kegiatan
media lainya, masyarakat perlu diyakinkan bahwa dengan model pengelolaan dan
manajemen yang baik maka aktivitas ekowisata tidak akan bertentangan dengan
penerapan Syariat Islam di Aceh, dan lebih lanjut Agama Islam mengharuskan
keimanan.
terbatas pada wisata halal, yang hanya beorientasi pada makanan halal dikonsumsi
oleh masyarakat Muslim saja, namun akan melakukan kajian lebih jauh dalam
dalam hal segala akomodasi, dan aktivitas wisata lainya yang sesuai dengan
kaidah penerapan Syariah Islam di Aceh Jaya. Selain itu, untuk mendukung unsur
perlindungan lingkungan juga akan diperkuat dengan penerapan (1) Analisis daya
dukung, baik daya dukung fisik, riil dan efektif, (2) Analisis Kesesuaian SDA
menikmati keindahan alam diharapkan dapat menambah rasa syukur atas ciptaan
Allah SWT bagi kaum muslimin ketika melakukan kunjungan di Pulau Reusam.
Menurut Jafari dan Scott (2014) Umat Islam diharuskan melakukan berbagai
(secara harfiah) menjelaskan satu di antara lain tujuan turisme meminta manusia
Ciptaan Tuhan.
Jaya. Walaupun belum ada penelitian yang secara khusus membahas ekowisata
Syariat, dengan menjadikan Qanun Jinayat dan qanun kepariwisataan Aceh sudah
persatuan dalam keberagaman, integritas, dan toleransi untuk budaya lain dan
pencaharian. Saat ini ekowisata bukan lagi pariwisata khusus untuk sebagian kecil
orang, namun menjadi hal biasa bagi semua orang lintas usia, penghasilan, tingkat
pendidikan dan ras apapun, kebutuhan pasar ekowisata saat ini akan menjadi lebih
namun masih sekedar melihat potensi alam dan sosial ekonomi masyarakat, yang
berbeda dari penelitian ini antara lain adanya penyatuan konsep ekowisata, syariah
dan sosial ekonomi, sehingga dari penelitian ini diharapkan dapat menjawab
berbagai masalah terkait ekowisata syariah yang ada di Kabupaten Aceh Jaya
masyarakat khususnya dan APBK Kabupaten Aceh Jaya umumnya, yang masih
ekowisata?
Jaya?
bawah ini:
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
yang tidak dimiliki oleh sistem wisata lainya, tidak hanya menikmati keindahan
mempromosikan sosial budaya setempat. Sesuai dengan Chiutsi et. al, (2011)
ekowisata, terutama di daerah yang masih alami. Dilihat dari variable yang
kawasan ekowisata. Sistem ekosistem komplek dari Ma dan Wang tersebut, saat
11
yang juga menekankan pada kesesuaian antara unsur sosial, ekonomi dan
lingkungan.
ekowisata seperti dalam perspektif teori ekosistem komplek sosial, ekonomi dan
& Wang ini, diharapkan permasalahan dan kendala dalam pengembangan dan
Reusam khususnya dapat diatasi. Menjadikan berbagai potensi wisata yang ada di
dilandasi keseimbangan tiga (3) pilar utama dalam pengelolaan lingkungan, yaitu
hiburan dan shoping), dan memperbaiki atau memelihara unsur sosial budaya
budaya).
Ketiga (3) pilar (Lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya) mempuyai siklus
alam.
Hubungan antara unsur ekonomi dan unsur sosial budaya dalam sistem ini,
sekitar, di sisi yang lain, unsur sosial budaya ikut mendukung dan menjamin
masyarakat hingga tercipta sistem pemanfaatan SDA yang terintegrasi, dan unsur
ketiga aspek dalam kehidupan manusia (lingkungan, ekonomi dan sosial budaya)
dapat tercapai. Dilihat dari keadaan sosial masyarakat Aceh Jaya, yang
Aceh Jaya.
antara keberlanjutan lingkungan, ekonomi dan sosial budaya di satu sisi dan
keuangan. Dengan menjadikan teori ekosistem komplek dan pendapat ahli tentang
pendapatan masyarakat Aceh Jaya, yang tingkat kemiskinan berada pada taraf
kebijaksanaan konvensional baru yang mendorong unsur bisnis agar tidak hanya
mempuyai fokus tunggal pada keuntungan tetapi juga memperhatikan tiga garis
budaya dan juga dimensi ekologis, dan menekankan bahwa industri pariwisata
pariwisata.
Dalam sebuah studi kasus Weaver (2008) pada tiga desa di Daerah Tanzania
ekowisata, tentu hal ini tidak bisa berharap pada lembaga donor saja, baik
melalui melestarikan atraksi dan konsumsi khas daerah menjadi salah satu kunci
maka ekowisata Pulau Reusam akan menjadi contoh bagi daerah lain di Aceh
diberdayakan, dan dari segi sosial budaya masyarakat serta penerapan Syariat
Dalam sebuah kasus Van Amerom (2006) tentang penutupan usaha ekowisata
sebagai tujuan wisata yang rentan terjadi dan tidak aman. Selain itu mengingat
dan Ravi (2015) unsur-unsur utama pariwisata yang menarik wisatawan ke tujuan
1) Atraksi; meliputi keindahan alam, iklim dan cuaca, budaya, sejarah, suku atau
menjadi "6 A", (Atraksi, Aksesibilitas, Fasilitas, Paket yang tersedia, Aktivitas,
Cooper et. al, (1993) sebagai salah seorang pakar di bidang pariwisata dalam
2.1.2.1. Attraction
Atraksi berkaitan dengan apa yang bisa dilihat (what to see), apa yang bisa
dilakukan (what to do), apa yang bisa dibeli (what to buy) di suatu destinasi wisata
sehingga bisa menjadi unsur daya tarik dan magnet bagi kedatangan wisatawan di
keindahan alam Hasil Ciptaan Allah SWT, kegiatan pertunjukan seni dan budaya,
sehingga memaknai atraksi tidak hanya sebatas tontonan bagi wisatawan semata,
namun wisatawan juga dapat terlibat aktif menjadi pelaku dalam menikmati
atraksi wisata.
(alami), 2) Atraksi wisata budaya, dan 3) Atraksi buatan manusia itu sendiri.
dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata di tempat modal wisata ditemukan (in
Pulau Reusam, atraksi yang selama ada, masih berbasis apa yang bisa dilihat,
lebih tepatnya keindahan alamnya, sedangkan atraksi dari segi yang bisa
2.1.2.2. Accessibility
yang satu ke daerah yang lain. Jika suatu daerah tidak tersedia aksesibilitas yang
baik seperti bandara, pelabuhan dan jalan raya, maka tidak akan ada wisatawan
2015).
alam dan tersebar di seluruh Indonesia, namun dari sekian banyak destinasi, hanya
sedikit yang layak dikatakan destinasi wisata dan dapat dikunjungi oleh
wisata terkait”.
menuju dan dari Pulau Reusam sudah sangat maksimal, dapat dilihat dari adanya
2.1.2.3. Amenities
Amenitas tidak kalah penting dengan fasilitas aksebilitas, dalam hal ini sarana
lokasi. Meskipun fasilitas dan layanan tambahan tidak terkait langsung dengan
wisatawan. Tidak dapat kita bayang dalam suatu lokasi wisata tidak tersedia
hasilnya dapat dilihat dari pertambahan jumlah dan lamanya pengunjung di lokasi
wisata.
memadai, dapat dilihat dari fasilitas Ibadah, kafe dan MCK, yang menjadi
persoalan adalah tidak adanya perawatan sehingga fasilitas yang sudah ada
tersebut, rusak dengan sedirinya, sehingga banyak yang tidak dapat digunakan
2.1.2.4. Ancilliary
tidak akan berguna tanpa ada pengelola. Ancilliary juga merupakan hal–hal yang
(Setiawan, 2015).
tersebut.
Jaya, diharapkan dapat menjadi dorongan dan pedoman Pemda Aceh Jaya dalam
maksimal dapat dilihat dari belum tersedianya sarana dan prasarana di seluruh
investasi dari pemerintah daerah apalagi semua situs wisata tersebut dikelola oleh
terdiri dari dua kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali dan berkeliling,
sedangkan wisata sendiri mempuyai arti perjalanan atau berpergian (Yoeti, 2010).
perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek ke tujuan-
tujuan di luar tempat di mana mereka biasa hidup dan bekerja dan juga kegiatan-
merupakan kata dari bahasa Perancis yang berasal dari akar tour, di Perancis, tour
berarti gerakan rotasi, perjalanan secara terus menerus. Pada Maret 1993,
orang yang tinggal dan bekerja di luar rumah untuk beristirahat dan melakukan
Selain pengertian dari para ahli di atas, dalam memaknai arti pariwisata tidak
cukup hanya pada unsur perjalanan saja, namun dapat ditinjau dari berbagai sudut
padang dan memiliki makna yang lebih komplit, seperti daya tarik, sarana-
prasarana serta hail yang berkaitan lainya. Pejabaran di atas turut diperkuat oleh
sesuatu yang berkaitan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik
maupun di dunia, maka Pemerintah Indonesia menyusun regulasi dan aturan yang
kepariwisataan yang terdiri atas tujuh belas bab dan tujuh puluh pasal yang
sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara
budaya, dan hasil buatan manusia orang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.
7) Usaha pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan atau jasa
pariwisata.
Selama 20 tahun terakhir pariwisata telah menjadi bagian dari wacana utama
semua jenis pariwisata dan untuk semua jenis kawasan wisata Dydoldxvno
(2014).
pariwisata yang di dasarkan pada motif wisata antara lain : (1) Pariwisata untuk
pindah tempat, (2) pariwisata untuk rekreasi (recreation tourism), (3) pariwisata
tourism), (5) pariwisata untuk urusan dagang (business tourism), (6) pariwisata
tourism), (8) pariwisata sosial (social tourism), dan (9) pariwisata untuk
1) Wisata Budaya
adat istiadat, budaya, seni dan kekhasan lainya yang terdapat pada suatu
4) Wisata Konvensi
dan pameran merupakan usaha dengan kegiatan memberi jasa pelayanan bagi
bersama.
wisata dengan aktivtas pertanian. Hal senada juga di sampaikan oleh Aref
seperti dapat berlangsung out dor maupun di dalam ruangan seperti mesium
6) Wisata Buru
Afrika yang memberi izin memburuh gajah dan singa pada kawasan hutan
7) Wisata Ziarah
Wisata ziarah sangat erat kaitannya dengan agama, adat istiadat suatu
8) Ekowisata
tahun 1987 yaitu: Wisata alam atau pariwisata ekologis dengan perjalanan
bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau
menurut ajaran Islam untuk digunakan atau dilakukan oleh umat Islam di
kepada pelanggan terutama yang beragama Islam, seperti hotel Halal, Halal
Perbedaan antara wisata halal dan syariah hanya sebatas pada ruang lingkup
penerapan kaidah Islam dalam berwisata. Wisata halal hanya terfokus dalam hal
halal, dengan kata lain, wisata halal merupakan bagian dari wisata syariah.
Syariat Islam, hal inilah yang menjadi pembeda dalam pengembangan kawasan
tahun 1987 yaitu: Wisata alam atau pariwisata ekologis dengan perjalanan
budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini (Priyono,
2012).
manusia dalam sektor parawisata, baik secara sengaja maupun tidak. Potensi
dan sosial. Akar dari ekowisata terletak pada pariwisata alam dan ruang terbuka.
Jadi dengan kata lain ekowisata menggabungkan suatu komitmen yang kuat
terhadap alam dan rasa tanggung jawab sosial. Dengan kata lain ekowisata
Dari paparan pendapat para ahli di atas, ekowisata merupakan aktivitas wisata
alam dan mempuyai tujuan di samping menikmati keindahan alam juga ikut
dikunjungi wisatawan. dan di saat yang sama juga menghasilkan pendapatan bagi
daratan, hal ini di karenakan kawasan pesisir mempunyai hubungan bebas dengan
laut terbuka dan menerima masukan air tawar dari daratan. Di samping keindahan
pantai, wilayah pesisir juga mempuyai sumber daya yang tidak dimiliki kawasan
lain, pada daerah pesisir komplek akan didapati tiga ekosistem utama saling
unsur hara dan sedimentasi dari daratan sehingga meningkatkan kualitas air
kualitas air). Pada saat bersamaan ekosistem Terumbu Karang bertindak sebagai
yaitu : (1) wilayah perairan lepas pantai (coastal offshore zone); wilayah pantai
(beach zone); (3) wilayah dataran rendah pesisir (coastal lowland zone); (4)
wilayah pesisir pedalaman (inland zone). Dilihat dari komplesistas dan keindahan
Potensi dan peluang daerah pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi kawasan
ekowisata sangat besar. Dengan adanya aktivitas wisata akan menberi tambahan
pendapatan baik bagi daerah maupun masyarakat yang ada di kawasan tersebut.
ekowisata juga memiliki dampak negatif, apalagi bila tidak ada rasa memiliki
bahwa lingkungan milik kita bersama dan harus dijaga bersama, baik pengunjung
parawisata tersebut.
pencemaran fisik, biologi dan dampak terhadap satwa liar termasuk gangguan dan
koleksi artefak, grafiti dan kerusakan terumbu karang (Farrell & Marion, 2001).
Pemda dan NGO, lebih disebabkan oleh kurangnya perhatian dan perawatan
lingkungan yang terjadi di Honduras yang di temukan oleh Stonich (1998) dalam
lokal.
global karena semakin jauh tujuan ekowisata maka akan semakin banyak energi
fosil yang di butuhkan (Marzouki et. Al, 2012). Upaya mengantisipasi degradasi,
ialah dengan mengharuskan kawasan pulau dan pesisir yang dijandikan daerah
daya pulau-pulau kecil yang luas areanya = 2.000 km 2, secara fungsional saling
berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial budaya, baik secara individual
tersebut, dapat terus melindungi dan mempertahankan keindahan serta daya tarik
melalui kementrian parawisata memiliki enam target utama untuk periode 2014-
2019:
(PDB) meningkat dari 9 persen pada 2014 menjadi 15 persen pada 2019.
persen.
b. Kedua, devisa meningkat dari Rp 140 triliun pada 2014 menjadi Rp 280
triliun pada 2019. Saat ini kontribusi pariwisata terhadap PDB Nasional
dari 9,4 juta pada 2014 menjadi 20 juta pada 2019. Hingga September
2015, jumlah wisman adalah 8,69 juta. Hingga September 2015, jumlah
pada 2014 menjadi 275 juta pada 2019. (Kemenpar, 2015 dalam
Widagdyo. 2015).
sempit, sehingga sumber air tawar yang tersedia sangat rentan terhadap
antara panjang garis pantai dengan luas area relatif besar), sehingga
sekitarnya.
bersifat endemik.
terbatas, baik yang berkaitan dengan sumber daya alam mineral, air
penanganan tersendiri, ditambah lagi ketahanan sumber daya baik fisik maupun
non fisik yang ada di palau rentan terhadap kerusakan. Apabila terdapat kegiatan
Bab VIII pasal 121 Ayat 1 yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui
Undang Undang Nomor 17 Tahun 1985 menyatakan bahwa Pulau adalah daerah
daratan yang di bentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air dan yang ada di
atas permukaan air pasang (Peuru. 2012). Dari definisi yang telah diakui oleh
Menurut De Haas (2003) ada tiga konsep ekowisata skala kecil yang harus di
pariwisata Niue hanya berkelanjutan dalam aspek lingkungan dan sosial budaya,
namun, karena kunjungan wisatawan yang tidak mencukupi, hal itu tidak layak
secara ekonomi.
secara menyeluruh, artinya tidak cukup hanya pada perlindungan lingkungan saja,
perkembangan pesat di pulau Penang, sebuah pulau kecil yang sangat urban di
lepas pantai barat Semenanjung Malaysia, dan menunjukkan bahwa banyak aspek
alami, dengan karang yang melimpah dan perairan jernih dan kaya akan
peningkatan jumlah wisatawan yang luar biasa dalam dekade terakhir ini telah
Pulau Reusam maupun sekitarnya, untuk menjcapai hal tersebut, masyarakat harus
Pulau Reusam maupun sekitarnya, untuk menjcapai hal tersebut, masyarakat harus
dukung yang ada juga sangat penting dalam upaya konservasi kawasan ekowisata
tersebut, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Song dan Kuwahara (2016),
memasuki Pulau tersebut melebihi jumlah maksimum turis yang diizinkan setiap
sisi pantai di mana komponen biotik dan abiotik lingkungan laut dan terestrial
berinteraksi untuk membentuk sistem sumber daya ekologis dan ekonomi yang
satu pusat peradaban dunia, maka tidak mustahil kita lihat, ketika terjadi bencana
gempa bumi dan Tsunami di Propinsi Aceh, ribuan masyarakat menjadi korban,
manusia. Menurut Ozyurt dan Ergin (2009) Wilayah pesisir secara historis telah
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dan pembangunan (Ozyurt dan Ergin,
2009).
Kawasan pesisir yang masih alami, termasuk pantai, bukit pasir, lahan
basah, dan hutan, memberikan manfaat ekosistem yang berharga, seperti terjangan
suhu, dan peningkatan kualitas air (Spalding et. al, 2014). Kawasan yang
dilindungi ini dapat menjaga masyarakat dari beberapa dampak perubahan iklim
mannfaat kawasan pesisir di Inggris, seperti dijabarkan oleh Jones et.al (2011)
mengidentifikasi bahwa meskipun habitat pesisir hanya menempati 0,6% dari luas
Sementara di Amerika serikat, yang secara total, 14,7 juta hektar lahan yang
lebih dari 20 persen dari luas daratan di wilayah pesisir timur (Niell et.al,
dampak dari perubahan iklim seperti naiknya permukaan air laut. Tingkatan
kenaikan permukaan air global rata-rata mencapai 0,13 inci (3,11 mm) per tahun
antara tahun 1993 dan 2008, seperti yang diidentifikasi oleh data satelit (Ablain et.
al, 2009).
sub tropis atau tropis. Ekosistem ini memiliki peran kunci dalam (i) siklus
laut, (iii) dukungan untuk akuakultur atau (iv) stabilisasi garis pantai pesisir tropis
(Kurniawan et.al, 2014). Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh
Gong et.al (2017), Ekosistem mangrove memiliki kapasitas besar dalam menahan
Akar mangrove yang kuat dan kokoh menjadikan ekosistem ini berfungsi
untuk menjaga kestabilan pantai dari dampak erosi, ombak dan abrasi, proteksi
daratan (filter), tsunami, angin topan, intrusi air laut, dan ancaman berbagai
dan Asbar, 2016). Selain itu tumbuhan bakau juga menjadi sumber energi bagi
banyak spesies biota laut seperti ikan, udang, kerang, kepiting dan berbagai jenis
(pakan ternak) dan sebagai tempat tinggal (Umilia dan Asbar, 2016).
rekreasi, pendidikan, budidaya (budidaya laut) dan peternakan (lebah madu), dan
penyedia produk untuk keperluan bahan bakar (arang), kertas (pulp), konstruksi,
peralatan rumah tangga, tekstil, kulit, makanan, minuman dan obat-obatan (anti
kepada manusia selama dijaga dan dikelola dengan baik, namun akan berdampak
Menurut Nanlohy et.al (2015), hal ini disebabkan oleh pengetahuan dan
kepedulian yang masih sangat rendah. Dalam penelitian Nanlohy et.al (2015) data
perubahan iklim sangat rendah hanya pada 26,67 % orang di teluk Kotania yang
padang rumput luas di perairan pantai dangkal di semua benua kecuali Antartika
(Short et.al, 2007). Selain itu lamun juga dikenal sebagai salah satu ekosistem laut
yang paling produktif setelah mangrove dan terumbu karang (Blankenhorn, 2007).
Padang lamun menyediakan kebutuhan manusia dari sejak lama, sebagai contoh,
Posidonia litter yang telah digunakan sebagai tempat penyimpanan untuk tempat
Padang lamun ikut memberi manfaat bagi ekosistem laut secara keseluruhan,
baik dalam bidang ekologi maupun ekonomi, termasuk kapasitas lamun dalam
siklus karbon dan nutrisi, serta juga berfungsi untuk menyediakan habitat bagi
Nadiarti et. al 2012). Dalam hal kesetabilan ekosistem padang lamun ikut
and Cullen, 2010), karena lamun mempuyai kemapuan dalam menyaring unsur
saat ini diperkiraan berkisar antara 177.000-600.000 km, namun karena berbagai
faktor, baik karena ulah manusia maupun peningkatan iklim global menyebabkan
% secara global (Waycott et.al, 2009). Secara global, kehilangan padang lamun
antara tahun 1879 dan 2006 sebesar 27 km2 (Waycott et. al, 2009).
Data dari UMCES menunjukkan bahwa 58 % padang lamun di dunia saat ini
yang disebabkan oleh reklamasi pelabuhan dan kawasan industri, dan di bagian
Upaya konservasi ekosistem lamun dan pesisir secara umum telah dilakukan
hukum 27 tahun 2007 tentang pengelolaan daerah pesisir dan pulau-pulau kecil,
daerah tropis, yang terbentuk dari endapan kalsium karbonat (CaCO3) yang
sedikit tambahan dari algae berkapur serta organism lain yang menyekresi
terumbu karang dunia bernilai di sektor pariwisata, dengan total nilai diperkirakan
mencapai hampir US $ 36 miliar, atau lebih dari 9 % dari nilai pariwisata pesisir
merupakan negara kepulauan, yang menjadi salah satu tempat terbesar ekosistem
terumbu karang. Terumbu karang di Indonesia memiliki luas wilayah 50.875 km2
yang merupakan 18 % dari total terumbu karang dunia (Burke et. al, 2002).
Kekayaan ekosistem terumbu karang dunia, mulai terancam baik oleh gejala
alam maupun aktivitas manusia. Perubahan iklim dianggap sebagai risiko paling
serius bagi terumbu karang di seluruh dunia, polusi pertanian mengancam sekitar
25 % dari total luas terumbu karang global (Burke, 2011 dalam Kroon et. al
Indonesia dianugrahi oleh keindahan alam dan keanekaragaman hayati. Hal ini
kemampuan ekonomi nasional dan APBN terus menurun dalam berbagai bidang,
pembangunan infrastruktur.
menambah devisa Negara dirasa tepat. Potensi pasar ekowisata yang semakin
ini di tekankan oleh TIES, yang dimulai pada tahun 1990an; Ekowisata tumbuh
pendapatan devisa daerah, tentu hal ini membutuhkan usaha, menjaga lingkungan
sumber keuangan yang berasal dari pariwisata bergantung pada lingkungan yang
asri tersebut. Tujuan pariwisata yang sangat diinginkan ialah agar pengeluaran
dan penduduk sekitar kawasan ekowisata khususnya, hal ini sesuai dengan
tenaga kerja lokal dan produk domestik regional secara signifikan, Pengembangan
ekowisata akan menciptakan lapangan kerja, tidak hanya di bidang jasa pariwisata
seperti restoran, toko souvenir, dan makanan, namun juga akan berdampak pada
menurut Hasan ( 2015) terdapat 7 (tujuh) dimensi penting green tourism yaitu:
akan memberikan tambahan PAD bagi PEMDA Aceh Jaya, sehingga menambah
Ekowisata merupakan jenis wisata baru yang tidak hanya berfokus pada
terfokus pada situs alam, budaya dan sejarah yang jarang dikembangkan dan
Bangsa, ada tiga jenis ekowisata: ekowisata keras, ekowisata lembut dan
senada juga disampaikan oleh Bansal dan Eiselt, (2004) di mana tujuan wisata
yang dikunjungi oleh pengunjung karena berbagai motif dan kepentingan masing-
oleh latar belakang pengunjung dan turis yang berbeda-beda. Persoalan tersebut
hal ini disebabkan karakteristik sebagian besar aktivitas ekowisata dalam bentuk
untuk menikmati dan menghargai alam (dan setiap fitur budaya yang
motivasi utama wisatawan (sekitar 80%) merupakan laut, pasir, dan matahari yang
tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai pada kawasan wisata, dan
yang lainnya sekitar 20% wisatawan memilih waktu yang lama dalam perjalanan
seperti kunjungan gurun di Selatan atau bentuk lain dari pesiar di Utara.
melakukan perjalanan jauh menuju tempat wisata, tidak heran kita lihat daerah
kepulauan menjadi daya tarik sebagian besar masyarakat di karenakan akses yang
mudah. Selain kawasan laut dan pasir, daya tarik wisatawan yang paling banyak
di minati antara lain di lingkungan gunung dan hutan (sub Montana) yang masih
sumber daya untuk selama-lamanya (WCED, 1987 dalam Farrell & Marion,
• Melibatkan apresiasi bukan hanya tentang alam, tapi juga budaya asli yang
kelompok kecil oleh usaha kecil, khusus-ised dan milik lokal (sambil
ekowisata);
budaya;
lokal;
2001).
melalui upaya langsung (misalnya reboisasi di tempat, restorasi habitat , dll.) dan
kombinasi antara manfaat sosial dan ekonomi yang sesuai dengan budaya dengan
masyarakat lokal.
apalagi untuk mencapai ketiga tujuan sekaligus, banyak faktor penghalang seperti
adanya interversi politik, ekonomi dan lainnya. Menurut madu (2002) dalam
Zambrano et. al, (2009) untuk mencapai setiap tujuan ekowisata harus didukung
oleh seperangkat standar yang jelas dan diterapkan secara konsisten, seperti yang
terjadi pada area dengan program sertifikasi ekowisata nasional atau regional,
ekonomi masyarakat khusunya dan daerah secara umum. Dalam hal ini
ekoturisme menjadi alat yang handal untuk memperbaiki ekonomi lokal, terutama
2015).
hal ini sesuai dengan teori ekosistem komplek dalam ekowisata, yang
ketiga unsur di atas terdapat interaksi yang saling terkait dan melengkapi satu
sama lain. Peran masyarakat sekitar juga kita temukan dalam konsep 4A produk
wisata, di mana salah satunya adalah Ancillary Services yang merupakan lembaga
wisata tidak bisa dipisahkan dari peran serta masyarakat sekitar kawasan
ekowisata.
paling bawah. Di samping itu, dengan pelibatan masyarakat dari tahap awal, akan
terhindar dari kerugian salah satu pihak, dan masyarakat akan merasa lebih
perencanaan pariwisata.
(Sebele, 2010).
Kehadiran kawasan ekowisata bisa bersifat positif dan negatif. Secara positif
terlindungi dengan baik. Ancaman paling dekat berasal dari masyarakat yang
hidup di dalam dan sekitar kawasan ekowisata. Sering terjadi konflik kepentingan
penggunaan sumber daya alam yang tidak hanya bersifat konsumtif, (Farrell &
Marion, 2001). Hal senada juga disampaikan oleh Tsung (2013) yang
menjadikan pasar wisata syariah semakin diminati, sehingga tidak heran, banyak
muslim. Dalam hal pelaksanaan, terdapat perbedaan antara wisata syariah yang
ada di negara mayoritas dan minoritas muslim. Penerapan wisata syariah di negera
Perbedaan antara wisata halal dan syariah hanya sebatas pada ruang lingkup
penerapan kaidah Islam dalam berwisata. Wisata halal hanya terfokus dalam hal
halal, dengan kata lain, wisata halal merupakan bagian dari wisata syariah.
populasi muslim, juga dorongan dari ajaran Islam itu sendiri, yang mengharuskan
Umat Islam untuk melakukan perjalan dalam rangka menambah keimanan dengan
Menurut Jafari and Scott, (2014) Umat Islam diharuskan melakukan berbagai
keajaiban alam dan buatan manusia, sebagaimana di sebutkan dalam Surat Al-
Ankabut (secara harfiah) menjelaskan satu tujuan turisme meminta orang untuk
Tuhan.
sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.'' (Surat Al-
Ankabout, 20; ). Demikian juga, dalam Surat Al-An'am ayat 11 yang Mendesak
menurut ajaran Islam untuk digunakan atau dilakukan oleh umat Islam di industri
terutama yang beragama Islam, seperti hotel Halal, Halal Resorts, restoran halal,
Esensi utama wisata dalam pandangan Islam ialah sebagai sarana ibadah,
untuk memperkokoh keimanan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam. Melalui
maupun manusia itu sendiri yang dilengkapai dengan akal dan kemampuan
berfikir.
umat Islam untuk mengabdi Kepada Tuhan dengan lebih baik. Ini mengarah pada
berbasis syariah, sangat jarang ditemukan investor atau pengusaha yang mampu
sarana dan prasarana untuk ibadah seperti sholat tidak boleh di kesampingkan.
menurut de Haas, dalam Zambrano et.al, (2010) Pariwisata sering di salahkan atas
dengan meniru perilaku wisatawan, sehingga banyak yang berasumsi wisata tidak
Syari'ah dan Islam yang dihasilkan dari Al Qur'an dan Sunnah didapatkan
sehingga para wisatawan muslim dianggap lebih dekat kepada Tuhan (Farahani &
Eid. 2016). Konsep wisata Syariah merupakan aktualisasi dari konsep ke Islaman
di mana nilai halal dan haram menjadi tolak ukur utama, hal ini berarti seluruh
aspek kegiatan wisata tidak terlepas dari sertifikasi halal yang harus manjadi
pariwisata konvensional.
penyajiannya mulai dari akomodasi, restaurant, hingga aktifitas wisata yang selalu
Widagdyo. 2015). Sebagi contoh ketersediaan baju renang Muslim untuk wanita,
Burqini merupakan jenis baju renang untuk wanita yang di maksudkan untuk
mematuhi peringatan Alquran agar wanita Muslim berpakaian sopan. Setelan itu
menutupi seluruh tubuh kecuali wajah, tangan dan kaki, sementara cukup ringan
untuk memungkinkan berenang, agak longgar dan terbuat dari bahan baju renang
bukan neoprene (Al Arabiya News, 2014 dalam Battour et. al, 2016).
Konsep wisata Syariah dapat juga diartikan sebagai kegiatan wisata yang
berlandaskan ibadah dan dakwah di saat wisatawan Muslim dapat berwisata serta
menjalankan kewajiban sholat wajib sebanyak lima kali dalam satu hari dan
semua ini terfasilitasi dengan baik serta menjauhi segala yang di larang olehNya
(Kamarudin, 2013).
agama dunia lainnya, pada tahun 2010 populasi Muslim global melampaui satu
miliar setengah dan diperkirakan akan meningkat menjadi 2,2 miliar pada tahun
2030 (Pew Forum, 2011 dalam Carboni dan Janati (2016). Pertambahan
peningkatan minat wisatawan Halal baik dari sudut pandang praktisi maupun
peneliti. Kenaikan minat wisata halal ini sebagian disebabkan oleh pertumbuhan
segmen pasar yang paling cepat berkembang dan kebutuhannya tidak dapat
diabaikan oleh penyedia tujuan dan operator pariwisata (Battour & Ismail, 2014).
global bernilai $ 140 miliar pada tahun 2013, yang sebanding dengan 11,5 % dari
diperkirakan bernilai $ 238 miliar pada tahun 2019 dan mewakili 13% dari
pengeluaran global (Battour et. al, 2016). Saat ini terjadi Perebutan pasar
mereka agar sesuai dengan kebutuhan para pengunjung Muslim (Al-Hamarneh &
Steiner, 2004).
Persiapan wisata syariah tidak hanya di lakukan oleh Malaysia saja, berbagai
pertumbuhan tercepat dan alat yang efektif untuk investasi asing dan cadangan
pendapatan devisa bagi beberapa Negara Anggota OKI seperti Benin, Chad,
Gambia, Maladewa, Mali, Senegal, Sierra Leone, dan Uganda (Farahani & Eid,
2016).
Carboni dkk. (2014) menambahkan bahwa wisata Islam tidak dibatasi hanya
untuk tujuan keagamaan dan tidak eksklusif di negara-negara Muslim saja, wisata
Islam banyak menarik wisatawan non muslim yang tertarik dengan apa yang di
sebut 'Budaya Islam. Budaya Islam dalam hal ini syariah dan prakteknya oleh
Barat dalam memenuhi kebutuhan pengunjung Muslim (Jafari and Scott, 2014)
dengan jumlah umat Islam di dunia, sekarang melebihi +1,5 miliar, dan
diperkirakan meningkat menjadi 2,2 miliar pada tahun 2030 (Carboni et.al,
2015). Pendapat di atas ikut didukung oleh Mohsin et.al (2016), negara-
negara yang memiliki populasi Muslim yang tinggi seperti Malaysia dan
Indonesia, menikmati preferensi yang lebih besar sebagai tujuan yang dipilih
Dalam satu laporan yang di rilis UNWTO (Utilizing the World Tourism
126 miliar dolar AS pada 2011. Jumlah itu mengalahkan wisatawan dari Jerman,
Amerika Serikat dan Cina (Aulia. 2017), hal senada dan yang terbaru berdasarkan
studi Global Muslim Travel Index (GMTI, 2016), menjelaskan total jumlah
wisatawan Muslim dunia mencapai 117 juta pada 2015, jumlah itu diperkirakan
terus bertambah hingga mencapai 168 juta wisatawan pada 2020 dengan
pengeluaran di atas 200 miliar dollar AS atau sekitar Rp 2,6 triliun, Sedangkan
Indoensia berdasarkan data World Travel Tourism Council atau WTTC baru bisa
mendatangkan devisa negara dari pariwisata halal sebesar 11,9 miliar dollar AS
(Kompas. 2017).
Setelah terjadi tragedi WTC pada tahun 2001 di Amerika Serikat, dan
negara-negara eropa dan barat lainnya, di antaranya pembuatan film kartun Nabi
terjadinya pergeseran detinasi wisata bagi Umat Islam, untuk mencari tempat
muslim yang begitu cepat, dan persoalan ketidak nyamanan yang dirasakan oleh
wisatawan muslim dunia. Harusnya menjadi pendorong dan modal bagi bangsa
Indonesia untuk bersaing merebut pasar wisata syariah dunia, karena Indonesia
saat ini merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar dunia, dengan
Perkembangan dan kemajuan wisata syariah di Indonesia saat ini, juga tidak
kalah dengan negara Islam lainnya seperti Malaysia. Dalam sebuah acara World
Halal Travel Award 2015 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), Indonesia
berhasil memenangkan tiga kategori yaitu: World’s Best Family Friendly Hotel,
World’s Best Halal Honeymoon Destination, dan World’s Best Halal Tourism
Dari prestasi di atas kita berharap, dapat memenuhi enam (6) target utama
(PDB) meningkat dari 9 persen pada 2014 menjadi 15 persen pada 2019.
persen.
b. Kedua, devisa meningkat dari Rp 140 triliun pada 2014 menjadi Rp 280
triliun pada 2019. Saat ini kontribusi pariwisata terhadap PDB Nasional
dari 9,4 juta pada 2014 menjadi 20 juta pada 2019. Hingga September
2015, jumlah wisman adalah 8,69 juta. Hingga September 2015, jumlah
pada 2014 menjadi 275 juta pada 2019. (Kemenpar, 2015 dalam
Widagdyo. 2015).
destinasi wisata syariah, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Aceh, Sumatera
Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali. Namun dari ke-13 provinsi
tersebut yang dinyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa Barat, NTB, Yogyakarta, dan
Sampai saat ini, periode bulan agustus 2017, gambaran jumlah wisman ke
2017 naik 36,11 persen dibanding jumlah kunjungan pada Agustus 2016, yaitu
dari 1,03 juta kunjungan menjadi 1,40 juta kunjungan. Begitu pula, jika di
bandingkan dengan Juli 2017, jumlah kunjungan wisman pada Agustus 2017
kondisi pantai pasir putih yang masih alami, perairan yang jernih serta terdapat
wisatawan. Hal ini terbukti dari terus meningkatnya kunjungan wisatawan baik
lokal maupun luar daerah, rata-rata jumlah wisatawan tidak kurang dari 500 orang
khususnya hari minggu, dan pada hari PHBI dan PHBN dapat mencapai 1.600
orang wisatawan, sedangkan pada hari lain menjadi objek pemancingan bagi yang
hobi memancing (hasil observasi dan diskusi awal dengan Geuchik Gampong
positif semata dalam penyediaan lapangan kerja, namun juga memiliki efek
negatif terjadinya pencemaran dan degradasi lingkungan. Hal ini perlu mendapat
perhatian, mengingat ekologi di Pulau Reusam masih sangat alami. Perlu adanya
melakukan upaya konservasi dan menjadikan Pulau Reusam sebagai salah satu
kajiannya tidak terbatas pada wisata halal dalam kontek makanan semata, namun
akan melakukan kajian lebih jauh dalam upaya meingtegrasikan nilai-nilai dan
akomodasi, konsumsi dan aktivitas wisata lainya yang sesuai dengan kaidah
penerapan Syariah Islam di Aceh Jaya, dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut,
diperlukan berbagai langkah ilmiah yang terstruktur dan sistematis yang berkaitan
Reusam. Dalam proses mengkaji potensi sosial, budaya dan ekonomi, didasari
langsung pada Qanun Aceh Qanun Aceh no 6 Tahun 2014 tentang Hukum
Jinayat.
daya dukung yaitu daya dukung fisik, riil dan efektif. Analisis daya dukung ini,
selain menggali potensi lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi, dalam penelitian
ini juga dilakukan tindakan analisis kesesuaian SDA dengan ketetapan ideal dari
para ahli, dalam hal ini kesesuaian ekowisata pantai dan kesesuaian ekowisata
Islam, untuk lebih lengkap maka di susunlah kerangka pemikiran seperti pada
Gambar 2.3.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di kawasan wisata Pulau Reusam Teluk Rigaih Desa
Lhok Timon, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Jaya, Propinsi Aceh,
bulan Mei 2018 sampai dengan Juli 2019. Penentuan Pulau Reusam sebagai
kawasan penelitian, di dasarkan pada pertimbangan bahwa riset ini ingin melihat
pada pengelolaan kawasan wisata, sehingga untuk menjadi objek penelitian ini
harus merupakan daerah yang sudah ada dan berjalan kegiatan parawisatanya
selama ini. Selain kegiatan wisata yang sudah ada di Pulau Reusam, penentuan ini
juga didukung oleh unsur penerapan Syariah Islam di Kabupaten Aceh Jaya, yang
64
3.2.1. Populasi
penelitian ini adalah seluruh wisatawan yang berkunjung khusus pada hari
minggu. Penentuan populasi khusus pada hari minggu karena tempat wisata Pulau
Reusam hanya ramai di kunjungi pada hari minggu. Dari hasil observasi awal
dengan Kepala Desa (Geuchik) Lhok Timon Kecamatan Setia Bakti diperkirakan
jumlah kunjungan wisatawan pada hari minggu kurang lebih 500 orang, dengan
asumsi pengambilan data dilakukan selama 3 (tiga) bulan/12 Minggu. Maka (500
3.2.2. Sampel
Keterangan n = Sampel
(%) = Persentase populasi
N = Jumlah Populasi
Hasil analisis Nomogram Harry King, dari 500 pengunjung hari minggu,
dengan total populasi (500 orang x 12 minggu) sebanyak 6.000 orang wisatawan
yang melakukan kunjungan pada hari minggu selama 12 minggu, dengan tingkat
populasi wisatawan pada hari minggu atau sebanyak 55 orang setiap hari minggu,
maka didapatkan (55 orang x 12 minggu) total sampel adalah 660 orang sampel.
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapangan yang berkaitan dengan
biofisik, sosial, budaya dan ekonomi. Data primer biofisik diperoleh melalui
pengukuran dan pengamatan langsung dapat dilihat pada Tabel 3.1 tentang
untuk mendapatkan faktor koreksi tentang tingkat kelerengan tanah dalam rangka
Syariat Islam diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada 660 orang sampel
FGD dilakukan kepada Dinas Pariwisata dan Dinas Syariat Islam, Sekda Aceh
Jaya dan Kepala Desa Gampong Lhok Timon yang juga menjadi responden dalam
sekunder terdiri dari seluruh infomasi pendukung yang diperoleh dari dokumen-
dokumen yang berasal dari instansi terkait maupun dari studi literatur yang
explanatory sequensial, metode campuran ini melibatkan dua tahapan, yaitu pada
(atau membangun) data kualitatif, dalam penelitian ini, tahapan pertama dimulai
dari pengumpulan data tentang daya dukung dan analisis kesesuaian SDA
yang tersedia pada waktu tertentu. Rumus PCC yang digunakan dan
PCC = A x 1/B x Rf
Di mana :
A = Luas areal yang digunakan untuk wisata
B = Luas areal yang dibutuhkan seorang wisatawan untuk
berwisata dengan tetap memperoleh kepuasan
Rf = Faktor rotasi
faktor koreksi (Cf) dan diambil dari karakteristik obyek yang diterapkan
berikut :
Cf = Mi/Mt x 100%
sebagai berikut
Tabel 3.1. Kelas kemiringan lereng dan nilai skor kemiringan lereng
Kelas Kemiringan (%) Klasifikasi
I 0–8 Datar
II > 8 – 15 Landai
III > 15 – 25 Agak curam
IV > 25 – 45 Curam
V > 45 Sangat curam
Sk. Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/11/1980
lapangan (hasil penelitian) dengan kondisi ideal yang ditetapkan oleh ahli, antara
lain Maanema (2003) tentang analisis kesesuaian ekowisata pantai dan ekowisata
bahari di antara yang diukur adalah 1). Ke dalaman perairan, materi dasar laut,
kecepatan arus, kecerahan perairan, tipe pantai, penutup lahan dan jarak dengan
air tawar, pedoman kesesuaian unsur-unsur di atas dapat dilihat pada Tabel 3.1 di
bawah ini:
Tabel 3.2 Pedoman analisis kesesuaian ekowisata pantai menurut Maamena (2003)
lain :
fenomena empiris.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gampong Lhok Timon, Kecamatan Setia Bakti Kabupaten Aceh Jaya Propinsi
Aceh, Pulau Reusam merupakan Pulau terbesar dari 3 (tiga) Pulau kecil yang ada
di kawasan teluk Lhok Sedu, yang berada pada koordinat 04°38’0912 LU dan
berjarak sekitar 8 km. Pulau Reusam berbatasan langsung dengan daratan Teluk
Rigah di sebelah utara, sebelah barat berbatasan dengan Desa Lhok Timon,
sebelah timur berbatasan langsung dengan Kota Calang Ibukota Kabupaten Aceh
Jaya, dan sebelah selatan berbatasan dengan laut lepas Samudra Hindia.
sangat kecil, dengan luas sekitar 22 hektar, yang terbagi ke dalam 4 wilayah,
wilayah semak belukar memiliki luas 14,22 Ha, tebing atau daerah batu cadas
memiliki luas 4,6 Ha, selain itu juga terdapat daerah karang bertebing yang
menjadi kawasan pemancingan bagi yang berminat, memiliki luas 1,71 Ha, dan
yang terakhir adalah wilayah pantai berpasir, yang menjadi kawasan wisata,yang
73
Dalam hal kemiringan tebing, Pulau Reusam, tidak memiliki wilayah curam
maupun sangat curam, sehingga ketinggian tebing tidak menjadi ancaman bagi
wisatawan. Katagori paling tinggi ialah Agak curam, yang memiliki luas sekitar
0,58% wilayah Pulau, sedangkan sisanya merupakan wilayah landai dan datar,
landai memiliki luas sebesar 21,33 % dan datar memiliki luas 78,09 % dari total
Pulau Reusam.
dengan suhu maksimum 24°C sampai dengan 34°C pada bulan Mei 2019
(BMKG, 2019). Curah hujan berkisar 151 mm – 300 mm, kelembaban tertinggi
tanpa di huni oleh masyarakat, namun secara umum data bulan April 2019 jumlah
penduduk di Gampong Lhok Timon adalah 1.795 jiwa, dengan rincian laki-laki
915 jiwa dan perempuan 843 jiwa yang tergabung dalam 534 KK. Di Gampong
Lhok Timon terdapat 3 dusun yaitu Dusun Gunong Teungoh, Jabie dan
beberapa sektor, antara lain Sektor Pertanian 216 orang, Sektor Perkebunan 117
orang, sektor Perternakan 17 jiwa, Sektor Perikanan dan nelayan 100 orang,
orang, sektor industri sebanyak 68 orang, sektor industri menegah dan besar
sebanyak 16 orang dan sektor jasa, PNS dll sebanyak 26 orang, sedangkan yang
Timon, 2018)
banyak sektor usaha ekonomi, misalnya, lahan Perkebunan, tanaman keras, usaha
basah/kering, pertukangan, dan lain-lain. Gampong Lhok Timon adalah salah satu
gampong di antara 13 Gampong yang ada dalam wilayah Kecamatan Setia Bakti
Selain itu, masyarakat juga memiliki mata pencaharian ganda, hal ini
disebabkan oleh faktor kesempatan kerja, apabila sedang ada peluang bekerja di
proyek bangunan mereka menjadi tukang atau buruh, jika tidak ada mereka
beralih kepada usaha beternak dan juga faktor ketergantung pada musim yang
sosial kemasyarakatan berjalan dengan baik, hal ini terjadi karena adanya ikatan
meringankan beban saudaranya dan dituntut pula untuk membina dan memelihara
hubungan ukhwah Islamiah antar sesama. Atas landasan inilah sehingga tumbuh
kondisi ini perlahan-perlahan juga mulai pulih meskipun tidak sama seperti
sebelum konflik.
4.1.6. Transportasi
Banda Aceh – Calang dengan menempuh jarak 164 km,sedangkan untuk menuju
ke Pulau Reusam dari daratan harus menggunakan sarana transportasi laut berupa
Boad atau Kapal nelayan selama 10 atau 15 menit, tergantung kecepatan dan
hasil wawancara dengan Geuchik gampong, setiap hari minggu bisa mencapai
jumlah 500 orang berkunjung ke Pulau Reusam, namun seiring waktu dengan
rusaknya dermaga di Pulau, dan pengelolaan Pulau yang tidak jelas, menjadikan
minat wisatawan sangat menurun, hal ini dibuktikan ketika lebaran Aidil Fitri
tahun 2019, hanya tidak lebih dari 50 keluarga yang berkunjung ke Pulau Reusam,
informasi ini didapat dari hasil wawancara dengan Sekdes Gampong Lhok Sudu.
Sarana wisata di Pulau Reusam secara umum sudah lengkap, WC, Warung
dalam masalah pegelolaan yang tidak jelas, sehingga menjadikan tidak ada yang
merawat fasilitas yang telah dibangun, yang menyebabkan fasilitas yang sudah
ada rusak dengan sendirinya. Hal ini dipengaruhi oleh terus berkurangnya
Reusam telah rusak oleh gelombang, sehingga menjadikan Boat dan kapal tidak
pariwisata di pulau tersebut, hal ini dapat dilihat dari sedang di bangunnya
telah di bangun musalla, toilet, kantin, dan beberapa balai persingahan wisatawan.
menempuh jarak 8 Km. di Kota Calang terdapat 2 hotel yaitu Hotel Pantai Barat
Reusam
Berdasarkan hasil analisis Nomogram Harry King, dari 500 setiap minggu,
kunjungan pada hari minggu, dengan asumsi pengambilan data dilakukan selama
3 (tiga) bulan (12 Minggu), serta tingkat kesalahan 10 % maka didapatkan jumlah
sampel wisatawan sebanyak 11 % dari populasi wisatawan pada hari minggu atau
sebanyak 55 orang, dengan total sampel adalah 660 orang sampel dalam
penyebaran kuesioner, berikut ini hasil sebaran angket kepada pengunjung Pulau
Reusam.
responden dan tujuan mengunjungi Pulau Reusam, untuk lebih jelasnya dapat
dalam mengunjungi
lokasi wisata ini?
Jumlah orang 587 73 660
Persentase (%) 88,94 11,06 100
10. Berapa kali anda
telah mengunjungi
1 kali 2 kali lainya..….
Objek Wisata Pulau
Reusam ?
Jumlah orang 437 163 60 660
Persentase (%) 66,21 24,70 9,09 100
11. Dengan siapakah
anda berkunjung ke Sendiri Keluarga Teman lainya
Pulau Reusam ?
Jumlah orang 23 310 303 24 660
Persentase (%) 3,48 46,97 45,91 3,64 100
12. Darimanakah anda Biro
Media Media Informasi
mengetahui objek perjalanan &
cetak elektronik lisan
wisata Pulau Reusam ? lainya
Jumlah orang 15 353 266 26 660
Persentase (%) 2,27 53,48 40,30 3,94 100
Sebagai
13. Sifat kunjungan Tujuan Persinggah
tujuan lainya
anda ke Pulau Reusam ? berikutnya an (transit)
utama
Jumlah orang 415 171 26 48 660
Persentase (%) 62,88 25,91 3,94 7,27 100
14. Apakah bapak / ibu
mengetahui tentang Ya Tidak
ekowisata :
Jumlah orang 213 447 660
Persentase (%) 32,27 67,73 100
15. Seandainya jawaban
poin di atas ya,
setujukah anda bila
Ya Tidak
ekowisata
dikembangkan di
daerah ini :
Jumlah orang 213 0 213
Persentase (%) 100 0 100
menarik minat wisatawan, secara langsung akan mampu meningkatkan PAD Aceh
Jaya umumya dan masyarakat lokal sekitar Pulau Reusam Khususnya. Distribusi
perputaran ekonomi di Kabupaten Aceh Jaya tidak kurang dari 4 miliar setiap
minggu dengan asumsi daya dukung Pulau Reusam sebanyak 4.153 orang / hari,
tentu dalam mencapai target ini, dibutuhkan usaha dan komitmen dari semua
kegiatan sosialisasi dan publikasi yang baik, berdasarkan data responden diketahui
bahwa informasi tentang Pulau Reusam didapatkan oleh pengunjung dari media
elektronik sebanyak 53,48 %. dan 2,27 % dari media cetak, 40,30 % dari lisan
atau informasi orang lain, biro perjalanan 1,36 % dan 2,58 % unsur lain, baik dari
papan pengumuman atau reklame dan lain-lainya, dari data responden dapat
menjadi acuan dalam kegiatan sosialisasi melalui media elektronik dan media
sosial lainya.
bagi pengunjung, hal ini terlihat dari jumlah pengunjung yang memahami tentang
menjadi kawasan ekowisata, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
tinggi gelombang laut. Hal ini dapat dilihat terhadap respon pengunjung sebanyak
17,42 % dan 14,85 % sangat tidak setuju dan tidak setuju, sedangkan 18,33 %
memilih netral dalam hal ini, selain itu sebanyak 29,70 % dan 19,70 % memilih
sampai cuaca mendukung menuju ke Pulau Reusam, kebijakan ini diambil dalam
pengelolaan, hal ini dapat kita lihat dalam respon responden tentang sudah
45,30 % dan 36,52 %, menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju, sedangkan
7,9 % netral dan 5,76 %, 4,09 % menyatakan setuju dan sanggat setuju, pada poin
pengelola kawasan Pulau Reusam, jumlah personil yang terdiri dari Pemuda
Gampong lhok Timon sebanyak 3 orang dalam menjaga kawasan pantai seluas 1,4
memadai, dalam hal ini sebanyak 46,82 % dan 40,61 % menjawab sangat tidak
setuju dan tidak setuju. 6,82 % menjawab netral, sedangkan 3,33 % dan 2,42 %
pengelola ini, selain itu, dibutuhkan penglibatan Wilayatul Hisbah (Polisi Syariah)
masyarakat tentang keadaan kelayakan sumber daya alam yang ada di Pulau
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tangapan Masyarakat Terhadap Kapasistas
dijadikan kawasan ekowisata, hampir semua item mendapat tanggapan positif dari
pengunjung, kecuali mengenai terumbu karang yang ada di Pulau Reusam yang
diving dan snorkeling. 49,85 % dan 28,64 % pengunjung menjawab sangat tidak
setuju dan tidak setuju, 11,82 % netral. Sedangkan 5,61 % pengujung memilih
setuju, dan 3,64 % pengunjung sangat setuju, selain itu terdapat 0,45 % tidak
memberikan pilihan.
Aceh Jaya lintas sektor lainya, dalam pengembangan lanjutan terhadap budidaya
Potensi Ekowisata
Menjadikan Pulau Reusam,
menjadi kawasan ekowisata,
1 akan memberi perlindungan 7 14 98 332 209 660
terhadap unsur Flora dan
Fauna di Pulau Reusam
Persentase (%) 1,06 2,12 14,85 50,30 31,67 100
Ekowisata merupakan sarana
2 dalam pengelolaan 8 9 59 291 285 660
lingkungan
Persentase (%) 1,21 1,36 8,94 44,09 43,18 100
Penerapan konsep ekowisata
di Pulau Reusam, akan
3 7 10 33 299 306 660
mengurangi dampak
degradasi lingkungan.
Persentase (%) 1,06 1,52 5,00 45,30 46,36 100
Dukungan Pemerintah
4 Kabupaten Aceh Jaya 55 80 127 219 179 660
terhadap pengembangan
komitmen pemerintah daerah, hal ini dapat dilihat dari 660 pengujung, sebanyak
8,33 % dan 12,12 % menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju, 19,24 %
netral dan sebanyak 33,18 % memilih setuju, sisanya 27,12 % sangat setuju.
Kabupaten Aceh Jaya, dalam hal pengembangan Pulau Reusam, dalam hal ini,
perhatian Pemda Aceh Jaya terhadap fasilitas dan aksebilitas menuju ke Pulau
Reusam tidak bisa dikatakan tidak sama sekali, hal ini dapat dilihat fasilitas yang
sudah ada di Pulau Reusam maupun dermaga permanen menuju ke Pulau Reusam.
terhadap kawasan ekowisata Pulau Reusam, termasuk fasilitas yang ada di Pulau,
sehingga fasilitas yang sudah sangat memadai akan rusak dengan sendirinya
selama ini, dan tanggapan masyarakat terhadap ekowsiata berbasis syariah itu
penerapan Syariat Islam, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.5. di
bawah ini:
Reusam, apakah sudah sesuai dengan Kaidah penerapan Syariat Islam di Aceh,
tidak setuju dan 12,73 % memilih jawaban netral. 13,94 % menjawab setuju dan
Persoalan yang sama juga terjadi dalam hal operasional sarana transportasi
menuju Pulau Reusam, apakah sudah sesuai dengan aturan Syariat Islam di Aceh,
sebanyak 25,91 % pengujung menjawab sangat tidak setuju, 31,97 % tidak setuju,
dan 11,67 % netral, 15,45 % setuju dan sisanya 14,55 % menjawab sangat setuju,
sesuai dengan konsep penerapan Syariat Islam di Aceh, sebanyak 24,09 % sangat
tidak setuju, dan 29,39 % tidak setuju, dan 11,82 % netral dan 16,82 % setuju,
sisanya 15,91 % memilih sangat setuju, selain itu terdapat 1,97% responden tidak
memberikan jawaban.
atraksi yang terdapat di Pulau Reusam dengan penerapan Syariat Islam di Aceh,
salah satunya dengan membuat zonasi, atau pemisahan antara laki-laki dan
perempuan, hal ini di dalam Qanun Aceh no 8 tahun 2013 Pasal 83 mengenai
pemisahan area pemandian dan atraksi lainya wisata lainya antara laki-laki dan
perempuan.
Reusam kedepan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Jaya. Kegiatan atraksi
dan upacara budaya belum ada sampai saat ini,salah satu kendalanya adalah tidak
pendaratan kapal.
Selain itu, salah satu nilai kelebihan dari Pulau Reusam ini adalah keindahan
alam, di antaranya kondisi pantai dan ombat yang tidak terlalu besar, sehingga bisa
untuk berenang, untuk surfing masih bisa dilakukan, namun lokasinya terbatas, karena
kedepan, dapat dinikmati oleh semua kalangan, mulai dari orang tua sampai
Jaya,
masyarakat selama ini hanya dari jasa transportasi perahu dan beberapa
pengunjung yang ingin didampingi oleh penduduk lokal ketika berada di Pulau
Reusam.
ada persoalan, karena pengunjung dapat memilih jenis kapal/boat besar atau kecil
untuk melakukan penyebarangan, hal ini juga didukung oleh biaya penyebrangan
sangat terjangkau untuk semua kalangan, sekitar Rp. 30.000 s/d Rp. 40.000
Lokasi Pulau Reusam sangat strategis, karena dilihat dari lokasinya langsung
terlihat ketika melintas di jalan raya Banda Aceh- Meulaboh, selain itu tidak terlalu
jauh dari ibukota Provinsi dan Kabupaten Aceh Barat selaku kabupaten
besar pengunjung membatalkan kunjungan ke Pulau Reusam, hal ini telah di antisipasi
oleh Pemerintah Gampong, di mana pada tahun 2020 akan mengalokasikan Dana
Selain dermaga, yang masih perlu dilengkapi antara lain adalah pentunjuk jalan
menuju dan di Pulau Reusam itu sendri, sehingga pengunjung merasa di arahkan
ketika mengunjungi Pulau Reusam, memang di tepi jalan Nasional sudah ada,
petunjuk arah, namun di Pulau belum ada, termasuk petunjuk larangan-larangan area
mandi dan lain sebagainya.Fasilitas Pendukung selain dermaga, sarana yang masih
sangat perlu di kembangkan antara lain mushala yang masih sangat kecil, selain
itu tempat mengambil air sembayang dan Toilet yang tidak terurus, sehingga perlu
Dalam hal ketersediaan warung nasi dan sejenisnya, lokasinya sudah tersedia,
tidak berjualan lagi di Pulau Reusam, sedangkan untuk area parkir kendaraan
pengujung sudah sangat memadai baik, di halaman TPI maupun di Tepi Pantai
karena belum adanya lembaga pengelola Resmi di Pulau Reusam dan masih
Lhok Timon, berakibat pada tidak adanya pusat informasi kawansan wisata Pulau
Reusam ini.
di Pulau Reusam, yang selama ini masih sangat kurang, baik dalam hal pemandian
khawatir ketika berada di Pulau Reusam, baik dai binatang buas maupun bencana
alam lonsor dan badai, khusus masalah badai, selama ini penduduk sekitar
dari kebisingan dan aroma serta bau bauan yang tidak sedap, kenyamanan
pengujung juga didukung oleh keindahan pulau yang masih alami dan sambutan
masyarakat di sekitar Pulau Reusam yang ramah dan baik. Kekurangan utama saat
ini antara lain kebersihan pulau yang masih tidak terjaga, tentu hal ini berkaitan
dengan tidak adanya tim pengelola resmi terhadap Pulau ini sendiri, selain itu
beberapa sarana pendukung lainnya yang masih perlu dilengkapi atau diperbaiki,
seperti toilet umum, tempat mengambil air wudhu dan tempat bersandar boat di
Pulau.
Permen Menteri Argaria dan Tata Ruang no 17 tahun 2016 Pasal 9 poin 3 dan 4
demikian saat ini baru kawasan pantai saja yang dimanfaat sebagai kawasan
wisata. Menurut Marsiglio (2017) Istilah daya dukung umumnya diartikan sebagai
Tujuan analisis daya dukung ini, lebih untuk membatasi turis yang datang,
penggunaan maksimum dari tanah dan ruang yang tersedia. Hal ini sesuai dengan
Chapman & Byron (2018), yang menjelaskan bahwa daya dukung paling sering
Daya dukung fisik atau physical carrying capacity (PCC) merupakan jumlah
220.000m²
Muhammad, 2009)
b. Kawasan di buka sekitar 9 jam per hari, mulai dari jam 8.30 wib s/d 17.30
wib
Daya dukung riil atau real carrying capacity (RCC) merupakan jumlah
koreksi (Cf) dan diambil dari karakteristik obyek yang diterapkan pada PCC.
kelerengan di Pulau Reusam, data kelas lereng diturunkan dari data DSM (Digital
Surface Model) Terra SAR-X dengan resolusi spasial 7,5 meter, yang bersumber
Tabel 4.6. Indeks faktor koreksi kelas kemiringan lereng Pulau Reusam
Kelas Kemiringan Klasifikasi Luas Nilai Indeks tingkat
(%) Area (%) skor kelerengan
I 0–8 Datar 78,09 % 20 15,61
II > 8 – 15 Landai 21,33 % 40 8,53
III > 15 – 25 Agak curam 0,58 % 60 0,34
IV > 25 – 45 Curam 0% 80 0
V > 45 Sangat curam 0% 100 0
Jumlah 24,48
Berdasarkan Sk. Menteri Pertanian No. 837/KPTS/UM/11/1980.
Sumber data: PR-PIDS Unsyiah.
lingkungan Pulau Reusam adalah 6.820 orang, artinya dalam satu hari Pulau
menurut Briguglio (2008) konsep daya dukung perlu diperluas untuk mencakup
aspek lingkungan, antara lain untuk menentukan ambang batas di mana kerusakan
Daya dukung efektif atau efective carrying capacity (ECC) merupakan jumlah
kunjungan maksimum namun obyek tetap terjaga pada tingkat manajemen yang
kawasan perlindungan yang dapat difungsikan secara obyek tidak sesuai dengan
dalam satu hari ialah sebanyak 3.410 orang. Hal ini menunjukkan kapasitas daya
dukung saat ini belum terlampaui oleh rata-rata jumlah pengujung pada hari
minggu, tentu hal ini perlu di manfaatkan lebih maksimal, sehingga perputaran
Reusam, maka aka nada peningkatan yang signifikan PAD Aceh Jaya dari Sektor
lingkungan, apalagi lingkungan dan sumber daya pesisir sangat rentan terjadinya
Tuwo (2011) ancaman terhadap sumber daya pesisir antara lain: a). sedimentasi,
keanekaragaman hayati.
antaranya kesiapan sarana transportasi yang memadai, sehingga aman dan nyaman
bagi semua kalangan, serta sesuai dengan kaidah penerapan Syariat Islam dalam
fasilitas lain seperti sarana peribadatan dan atraksi lainya yang sesuai dan
sarana peribadatan yang belum sesuai dengan konsep syariah sesuai dengan
dibagi 3 (tiga) zona, yang pertama 1). Kawasan pemandian anak-anak dan
sesuai dengan kaidah qanun nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayah, dan qanun
sudah sangat memadai, hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yang di
temukan, antara lain: (1) kedalaman perairan rata-rata 0 s/d 3 meter, (2) material
dasar dari unsur pasir (3) kecepatan arus 0 s/d 0,12 m/detik. (4) sementara
kecerahan perairan ada pada ke dalaman 7 meter, (5) tipe pantai berpasir, (6)
penutup lahan semak belukar rendah dan yang terakhir (7) jarak dengan sumber
Dengan menyandingkan kondisi riil sumber daya yang ada di Pulau Reusam
kedalaman perairan memiliki skor 18, material dasar 16, kecepatan arus 14,
kecerahan perairan memiliki skor 2, tipe pantai berpasir dengan skor 12, penutup
Setiap skor yang didapat kemudian di kalikan dengan bobot masing- masing
variabel yang ada, sehingga didapatkan total nilai kelayakan ekowisata pantai
ekowisata skor total 632 di sandingkan dengan Tabel 5.2, sehingga ditemukan
bahwa total skor 632 berada pada kisaran 544 – 704 masuk ke dalam katagori S1
Selain indikator di atas, peneliti juga mengamati dan mengabil data tentang
kawasan ekowisata, hal ini dibuktikan kawasan Pulau Reusam menjadi salah satu
kawasan wisata favorit di Aceh Jaya. Sementara itu untuk derajat pH, suhu dan
salinitas sesuai dengan kadar alami air laut, pH 7.5, suhu alami (26) dan salinitas
32.94 ppt.
kecerahan air, dalam hal ini tingkat kecerahan air berada sekitar 7 m, taraf oksigen
terlarut sekitar 6,9 ppm, akselinitas, untuk kemudahan transportasi tidak menjadi
masalah menuju dan dari Pulau Reusam, karena selalu ada Boat nelayan yang
bahwa keadaan alam dan SDA di Pulau Reusam masih dalam kondisi alami air
laut, hal akan membatu berbagai organisme laut untuk berkembang di sekitar
maupun di luar Aceh, sehingga perlu dilakukan sosialisasi yang lebih inten kepada
masyarakat oleh Pemerintah atau dinas terkait di Aceh Jaya. Hukum Islam sebagai
dalam penelitiannya.
Jinayat adalah hukum yang mengatur tentang Jarimah dan Uqubat. Jarimah
adalah perbuatan yang dilarang oleh Syariat Islam yang dalam qanun ini diancam
dapat dijatuhkan oleh hakim terhadap pelaku Jarimah. Terdapat 10 (sepuluh) jenis
yaitu:
tertentu dari pihak yang kalah baik secara langsung atau tidak langsung.
antara 2 (dua) orang yang berlainan jenis kelamin yang bukan mahram
dan tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak yang
sentuhan, berpelukan dan bercium antara laki- laki dan perempuan yang
bukan suami istri dengan kerelaan kedua belah pihak, baik pada tempat
korban.
lain sebagai korban dengan zakar pelaku atau benda lainnya yang
digunakan pelaku atau terhadap faraj atau zakar korban dengan mulut
belah pihak.
9) Musahaqah adalah perbuatan dua orang wanita atau lebih dengan cara
belah pihak.
2) Ta’zir adalah jenis ‘Uqubat yang telah ditentukan dalam qanun yang
Ta’zir tambahan.
syariah, yang merujuk pada qanun jinayah saat ini belum berjalan sebagai mana
mestinya, dalam berbagai hal, baik fasilitas tim pengawas maupun kebijakan
yang diambil, hal pertama yang harus dilakukan ialah memperkuat pada sektor
sosialisasi aturan melalui rambu-rambu dan media lainya tentang aturan yang
bahasa daerah, namun juga dengan bahasa internasional salah satunya Bahasa
Inggris tentang aturan-aturan yang berlaku ketika berwisata di Pulau Reusam. hal
ini sangat penting bagi wisatawan internasional dan yang beragama selain Islam
Aturan jarimah dalam qanun jinayah tidak berlaku bagi yang bukan
beragama Islam, hal ini ditegaskan pada pasal 5 qanun nomor 6 tahun 2014, yang
menjelaskan bahwa hukum jinayat hanya berlaku kepada umat Islam yang
apabila termasuk dalam 2 (dua) katagori yaitu: a) Setiap orang beragama bukan
Islam yang melakukan Jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan
memilih serta menundukkan diri secara sukarela pada Hukum Jinayat. b). Setiap
orang beragama bukan Islam yang melakukan perbuatan Jarimah di Aceh yang
tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau ketentuan
Budaya
jinayat dengan komponen yang ada pada unsur sosial budaya, merupakan
berbasis syariah di Pulau Reusam. Penerapan Syariat Islam di Aceh, secara tidak
langsung akan membentuk karakter dan pola hidup masyarakat Aceh umunya dan
Dalam Al-Qur,an surah Al-Hujarat ayat 11, yang berbunyi: “Hai orang-
kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan
yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang
tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. (QS. Al-Hujarat:
11).
menghargai orang lain dan dilarang memanggil dengan panggilan yang tidak baik,
ajuran ayat tersebut, mengharuskan penduduk lokal sekitar Pulau Reusam untuk
menghargai pengujung yang datang dari berbagai latar belakang, demikian pula
Pemerintah. Selain itu, konsep ekowisata berbasis syariah juga berdampak positif
dalam aktivitas asusila, narkoba dan lain sebagainya. Hal ini juga didukung oleh
kawasan sekitar Pulau Reusam, tidak boleh berhenti di situ saja, harus ada peran
aktif dari masyarakat Aceh Jaya umunya dan Gampong Lhok Timon khususnya,
langkah nyata tersebut ialah dengan menyediakan sarana dan prasarana yang
Disbudpar Aceh (2018) kehadiran Qanun Syariah yang berlaku ketat di Aceh
populasi muslim dunia, dan Indonesia yang merupakan salah satu populasi
muslim terbesar, juga dorongan dari ajaran Islam itu sendiri, yang mengharuskan
Umat Islam untuk melakukan perjalan dalam rangka menambah keimanan dengan
penjuru yang bertujuan, untuk membuat Umat Islam menyadari kehebatan Tuhan,
dengan mengamati' 'tanda-tanda' sejarah dan keajaiban alam dan buatan manusia,
salah satu tujuan turis mememinta orang untuk melakukan perjalanan kesana
sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.''(Surat Al-
Ankabout, 20;). Demikian juga, dalam Surat Al-An'am ayat 11 yang Mendesak
dengan berpedoman pada Qanun nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayah.
Hukum jinayah salah satunya mengatur tentang larangan dan sanksi dalam
dipengaruhi oleh promosi yang dilakukan, semakin baik sistem promosi dan
sosialisasi suatu kwasan wisata, semakin banyak turis yang datang. Khusus
dari masyarakat Aceh Jaya, salah satunya tokoh pemuda yang tergabung sebagai
Ketua Ikatan Sarjana NU (ISNU) Aceh Jaya, dalam acara FGD menyebutkan
dengan kaidah penerapan Syariah Islam di Aceh Jaya. b) Ikut mendukung dan
tentang jenis-jenis usaha yang di kawasan pariwisata, kewajiban dan sanksi bagi
pengusahaan objek dan daya tarik wisata; dan c. usaha sarana pariwisata.
jasa wisata syariat; b. jasa biro perjalanan wisata; c. jasa pramuwisata; d. jasa
jasa makanan dan minuman; i. jasa penyediaan akomodasi; j. jasa spa; dan k. jasa
wisata kesehatan.
usaha jasa ini, akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat Aceh Jaya
dibutuhkan.
dalam bidang usaha jasa, masih kurangnya lembaga professional yang mengelola
dan melakukan sertifikasi bagi pekerja sektor wisata di Aceh Jaya, sehingga
masyarakat yang aktif dalam kegiatan ekowisata Pulau Reusam belum bisa
memberikan pelayanan maksimal terhadap turis yang datang, baik dalam kegiatan
terkait, telah melakukan upaya peningkatan SDA bagi masyarakat yang terlibat
aktif dalam kegiatan wisata, hal ini dilaksanakan di samping memajukan kawasan
memfasilitas Aceh Jaya menjadi salah satu kawasan KEK (Kawasan Ekonomi
Khusus) yang telah ditetapkan Oleh Plt Gubernur Aceh, salah satunya sektor
Ekowisata.
istiadat, serta kearifan lokal, ekonomi, kelestarian budaya dan yang lebih penting
lingkungan yang di barengi dengan upaya konservasi. Selain usaha di bidang jasa,
objek dan daya tarik wisata, tidak kalah penting adalah usaha sarana pariwisata,
ini sesuai dengan ayat Al Quran surat Al A’rah ayat 56 yang berbunyi “dan
Rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan (Qs. Al A’rah:
56)
maupun pengunjung Pulau Reusam, agar mensyukuri nikmat yang telah Allah
syukur terhadap keindahan alam dan nikmat lainya yang telah di terima, dengan
menjaga kelestarian lingkungan maka nikmat tersebut akan dapat dinikmati oleh
merusak sebagian atau seluruh fisik objek dan daya tarik wisata termasuk dalam
hal ini lingkungan. Mensyukuri dan mengagumi Ciptaan Allah SWT di atas sesuai
memperhatikan keadaan sosial masyarakat saja, namun harus melihat SDA secara
holistik sesuai dengan qanun keparawisataan dan qanun jinayat, sebagai contoh
memperhatikan daya tampung fasilitas sholat, sumber daya manusia serta sarana
Perkembangan wisata halal berawal dari adanya jenis wisata ziarah atau religi
Definisi wisata syariah sangat luas dan bukan sekedar wisata religi. Adapun
dengan keagamaan.
disediakan pada tempat atau lokasi tersebut; hotel, makanan, dan lain-lain.
Menurut Sofyan (2012) definisi wisata syariah lebih luas dari wisata religi
yaitu wisata yang didasarkan pada nilai-nilai syariah Islam. Seperti yang
Namun, bukan berarti turis nonmuslim tidak bisa menikmati wisata halal dan
kearifan lokal.
sejalan dengan prinsip-prinsip nilai syariah Islam, dimulai dari niatnya semata-
mata untuk ibadah dan mengagumi ciptaan Allah, selama dalam perjalannya tidak
meninggalkan ibadah dan setelah sampai tujuan wisata, tidak mengarah ke hal-hal
yang bertentangan dengan syariah, makan dan minum yang halalan thayyiban,
hingga kepulangannya pun dapat menambah rasa syukur kita kepada Allah
Perbedaan antara wisata halal dan syariah hanya sebatas pada ruang lingkup
penerapan kaidah syariah dalam berwisata. Wisata halal hanya terfokus dalam hal
halal, Berbeda dengan wisata halal di luar Provinsi Aceh, maka ekowisata
etika dan nilai luhur kemanusiaan, seperti tidak bersikap hedonis dan asusila. f.
kearifan.
Obyek dalam pariwisata syariah dapat berupa: wisata alam, wisata budaya,
wisata religi, wisata cagar alam (taman konservasi), wisata pertanian (agrowisata)
dan wisata buatan yang dibingkai dalam nilai-nilai Islam. Sebenarnya destinasi
wisata syariah tidak bisa dispesifikkan, hanya saja wisata syariah ini sebagaimana
dengan kata lain penerapan nilai-nilai syariah tidak hanya dalam hal makanan
konsumsi dan aktivitas wisata yang sesuai dengan kaidah penerapan Syariah Islam
di Aceh berdasarkan Qanun Aceh nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat,
untuk wisatawan muslim manca negara dengan cukup baik. Aceh yang dijuluki
sebagai serambi mekah memiliki Budaya Islam yang cukup kental dan kuat
dibandingkan daerah lain. Hal ini dilihat dari penerapan sistem berbasis syariah
yang sudah menjadi bagian dari gaya hidup (lifestyle) masyarakatnya sehari-hari
Keberhasilan penerapan wisata halal (halal tourism) di Aceh dapat dilihat dari
pencapaian dalam segi pariwisata. Aceh meraih tiga kategori dalam kompetisi
pariwisata halal nasional tahun 2016 yaitu “Aceh sebagai destinasi budaya ramah
ramah wisatawan muslim terbaik”, dan “Masjid Raya Baiturrahman sebagai daya
tarik wisata terbaik”. Berdasarkan data Kementerian Pariwisata dan BPS pada
tahun 2017, sektor pariwisata Aceh bernilai sekitar Rp 10,87 Triliun atau setara
dengan 8,97% dari total perekonomian Aceh (Satriana & Faridah. 2018).
Penekanan wisata halal lebih kepada material dan cara pengandaan yang
halal. Sehingga hotel, rumah makan, restoran dan lain sebagainya sangat
Selain itu, wisata halal tidak seperti istilah syariah yang memiliki cakupan lebih
luas. Istilah syariah lebih kepada mengatur manusia dan seluruh aspeknya,
penanganannya. Sehingga tidak ada istilah atraksi halal, kolam renang halal, yang
ada atraksi sesuai syariah dan kolam renang syariah, yang penerapannya berupa
menutup aurat.
Menurut Qhardhawi dalam (Satriana & Faridah. 2018) Kata halal berasal dari
bahas Arab halla, yahillu, hillan, wahalalan yang memiliki makna dibenarkan
atau dibolehkan oleh hukum syarak. Memiliki arti sebagai sesuatu yang
tentang istilah “Halal” yang merupakan terminologi dalam hukum Islam, yang
kegiatan atau objek tertentu yang lazimnya dipakai seperti menunjukkan pada
dilawankan dengan Haram, yaitu segala objek atau kegiatan yang dilarang
Halal ialah segala sesuatu yang bebas dari bahaya, yang digunakan untuk fisik
dan bathin manusia. Seperti harta, makanan dan minuman, yang material dan
tujuan wisata berupa hotel, rumah makan, restoran dan lain sebagainya yang
yang halal antara lain yang dimuat dalam: (1). Firman Allah QS. Al-Baqarah (2) :
168 yang artinya “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah langkah setan.
Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (2). Firman Allah QS. Al-Maidah
(5): 88, yang artinya “Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah
kepadamu sebagai rizki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang
Kedua dasar hukum tersebut menitik beratkan pada kehalalan makanan dan
minuman sebagai objek konsumsi manusia yang dibolehkan menurut syariat serta
(halal dan baik) sangat perlu untuk diinformasikan dan diformulasikan secara
dan prasarana. Salah satu sarana penting untuk mengawal doktrin halalan
penyediaan produk kegiatan wisata, dan layanannya sesuai aturan dan prinsip
kepercayaan masyarakat umum bahwa semua praktik dan kegiatan telah sesuai
industri halal semakin meningkat (Hamdan et al. 2013; Satriana & Faridah. 2018).
(halal tourism) sebagai fenomena baru (Samori et al. 2016). Hal ini juga didukung
oleh berbagai literatur yang menjelaskan bahwa wisatawan muslim sangat peduli
terhadap produk makanan dan layanan sesuai syariah ketika berkunjung ketempat
sekarang tidak ada pedoman hukum atau standar yang mengatur perhotelan untuk
dengan Syariah secara keseluruhan, yang mereka miliki hanyalah pedoman dan
sertifikat halal pada outlet makanan dan minuman tetapi tidak mencakup
Hingga kini, belum ada prinsip-prinsip atau syarat utama wisata halal yang
disepakati dan tidak banyak literatur atau praktisi yang mendiskusikan dan
Literatur yang mengangkat hal tersebut salah satunya dapat dilihat dalam
dan atau syarat utama wisata halal dari sumber tersebut: 1). Makanan halal. 2).
Tidak ada minuman keras (mengandung alkohol). 3). Tidak menyajikan produk
dari babi. 4). Tidak ada diskotik. 5). Staf pria untuk tamu pria, dan staf wanita
untuk tamu wanita. 6). Hiburan yang sesuai. 7). Fasilitas ruang ibadah (Masjid
atau Mushalla) yang terpisah gender. 8). Pakaian islami untuk seragam staf. 9).
kiblat. 11). Seni yang tidak menggambarkan bentuk manusia. 12). Toilet
diposisikan tidak menghadap kiblat. 13). Keuangan syariah. 14). Hotel atau
Berdasarkan prinsip dan atau syarat utama wisata halal diatas, beberapa
dan kajian mengenai hal tersebut, oleh para peneliti, praktisi, termasuk ulama
yang paham akan hal ini. Namun, dari prinsip-prinsip atau syarat utama wisata
halal diatas, makanan halal, produk yang tidak mengandung babi, tidak ada
peralatan ibadah (shalat) dikamar, petunjuk kiblat, dan pakaian staf yang sopan
merupakan hal yang penting bagi wisatawan muslim (The World Halal Travel
Summit, 2015).
wisata halal merupakan bagian dari penerapan wisata syariah, khususnya dalam
hal akomodasi dan konsumsi, wisata halal lebih menekankan kepada material dan
cara pengandaan yang halal. Sehingga hotel, rumah makan, restoran dan lain
perbedaan wisata halal dan ekowisata syariah dapat di lihat pada Tabel 4.9. di
bawah ini.
Tabel 4.9. Perbedaan Wisata Halal dan Ekowisata Syariah di Pulau Reusam
Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH) dan Fatwa
mengatur salah satunya hak dan kewajiban Pelaku Usaha degan memberikan
pengecualian terhadap Pelaku Usaha yang memproduksi produk dari bahan yang
tegas keterangan tidak halal pada kemasan produk atau pada bagian tertentu dari
produk yang mudah dilihat, dibaca, tidak mudah terhapus, dan merupakan bagian
atau yang berkaitan dengan produk halal belum memberikan kepastian hukum dan
2). tidak ada kepastian hukum kepada institusi mana keterlibatan negara
secara jelas di dalam jaminan produk halal. Sistem yang ada belum secara jelas
3). peredaran dan produk di pasar domestik makin sulit dikontrol akibat
kimia biologis.
4). produk halal Indonesia belum memiliki standar dan tanda halal resmi
5). sistem informasi produk halal belum sesuai dengan tingkat pengetahuan
4.6.1. Lingkungan
kegiatan ini bisa dipastikan degradasi lingkungan akan terus terjadi di Pulau
kelestarian lingkungan dapat meningkat, yang selama ini masih kurang, upaya
Pemerintah Daerah dalam melakukan sosialisasi ini perlu melibatkan LSM yang
berkaitan dengan kepariwisataan sehingga sosialisasi lebih efektif, pada akhirnya akan
merupakan terciptanya keadilan dalam pemamfaatan sumber daya alam intra maupun
intergenerasi.
untuk menikmati dan menghargai alam (dan setiap fitur budaya yang
Persoalan ini tidak dapat kita bebankan kepada masyarakat saja, belum adanya
Daerah Aceh Jaya maupun Pimpinan Gampong Lhok Timon menjadi persoalan
utama. Dengan adanya penanggung jawab yang jelas terhadap kawasan ekowisata
termasuk Pulau Reusam, dalam hal ini meningkatkan kapasistas SDMnya, baik
kedepan Pemda Aceh Jaya menjadikan usaha Pariwisata menjadi salah satu usaha
Program Kabupaten.
komponen penting dalam sub sistem lingkungan, antara lain sumber daya alam,
unsur lingkungan.
Sumber daya dan keadaan alam Pulau Reusam tidak berbeda dengan daerah
yang beriklim tropis lainya, ketinggian gelombang berada pada tingkat 63 cm dan
kecepatan arus berada pada 12 cm/detik. Sementara itu untuk derajat pH, Suhu
dan salinitas sesuai dengan kadar alami air laut, pH 7.5, suhu alami dan salinitas
ekowisata, sangat sesuai untuk habitat berbagai flora dan fauna, salah satunya
terumbu karang yang menjadi salah satu daya tarik pariwisata, kegiatan
konservasi terumbu karang sudah pernah digiatkan oleh Pemda Aceh Jaya pada
tahun 2016, namun di karenakan belum ada tanggul dan gelombang yang terlalu
besar dari samping pulau, menyebabkan kegiatan tersebut tidak berhasil. Selain
tumbuhan tropis, untuk lebih jelas dapat dilihat dapat Tabel 4.9. tentang beberapa
Jumlah pengunjung maksimum dalam satu hari dan pada waktu yang sama
berada di Pulau Reusam ialah sebanyak 3.410 orang / hari. Penentuan jumlah ini,
tidak terlepas dari kemampuan tim pengelola Pulau Reusam dan tingkat
kelerengan dan luas Pulau Reusam itu sendiri, selain itu berhubung proses menuju
3). Pemandangan
kepuasan pengunjung tidak maksimal, persoalan ini harus di dukung oleh sarana dan
termasuk untuk fasilitas dokumentasi di bawah air di antaranya alat penyelaman dapat
disediakan di Gampong yang di bantu oleh lembaga-lembaga lain dan panglima Laot
Lhok Rigaih.
positif semata dalam penyediaan lapangan kerja, namun juga memiliki efek
negatif terjadinya pencemaran dan degradasi lingkungan. Hal ini perlu mendapat
dengan melakukan upaya konservasi dan menjadikan Pulau Reusam sebagai salah
masyarakat Aceh Jaya umumnya dan Gampong Lhok Timon khususnya, juga
Gampong Lhok Timon sangat kental dengan sikap solidaritas sesama, kegiatan-
kegiatan sosial kemasyarakatan sangat berjalan dan dipelihara hal ini terjadi
karena adanya ikatan emosional keagamaan yang sangat kuat antara sesama
masyarakat di mana dalam agama Islam memang sangat di tekankan untuk saling
saling melakukan interaksi dengan baik. Pasca konflik kondisi ini perlahan-
perlahan juga mulai pulih meskipun tidak sama seperti sebelum konflik. Hal ini
dapat dilihat dari keadaan masyarakat pada umunya sangat berpartisipasi dalam
kegiatan sosial seperti gotong royong, kegiatan keagamaan, dan yang bersifat
sama dan saling saling tolong - menolong dalam proses pelaksanaan kegiatan
tersebut di atas, untuk lebih jelas tentang komponen sosial dan budaya dapat dilihat
Jaya dan Gampong Lhok Timon, membutuhkan tindakan penguatan dari berbagai
Aceh Jaya, dengan adanya penguatan, akan member manfaat langsung, antara lain
dapat menggali kembali keadaan sosial budaya dan kerarifan lokal di daerah
tersebut. selain itu ikut memberi pengetahuan kepada generasi baru tentang
kehidupan sosial dan budaya Aceh Jaya, sehingga diketahui oleh lintas generasi.
Penguatan komponen pada sub sistem sosial dan budaya juga perlu dilakukan,
penerapan Syariat Islam, yang selama ini masih ada sebagian penduduk sekitar
Islam. Penguatan ini dapat dilakukan oleh pemerintah maupun LSM dengan
1) Partisipasi Masyarakat
di samping itu, dengan pelibatan masyarakat dari tahap awal. Dengan demikian
akan terhindar dari kerugian salah satu pihak, dan masyarakat akan merasa lebih
dihargai dan bertanggung jawab dalam mengelola dan menjaga lingkungan. Selain
ekonomi kreatif masyarakat lokal, dengan demikian keberadaan wisata ini akan
memberi manfaat kepada semua komponen yang terlibat langsung maupun tidak
langsung.
lingkungan, pengembangan kawasan, upacara adat istiadat dan budaya lokal serta
kegiatan sosial lainya. Hal ini sangat didukung masyarakat Gampong Lhok Timon
sehingga kegiatan seperti itu sudah berjalan 2 tahun, dengan mejadikan Pulau Reusam
ekowisata Pulau Reusam selaras dengan regulasi yang ada, salah satunya undang-
undang no 6 tahun 2014 tentang desa, menurut Badaruddin et.al, (2017) menjelaskan
bahwa melalui UU nomor 6 tahun 2014 selain pengakuan kembali desa adat, juga
memberikan otonomi yang lebih besar bagi desa untuk dapat mengelola dan
tercapai masyarakat yang makmur dan adil, selain itu pemberian otonomi diikuti
orang untuk bekerja bersama, baik sesama warga desa maupun dengan berbagai
upacara adat istiadat dan budaya lokal, bahkan kegiatan kearifan lokal tersebut
akan menjadi daya tarik dan nilai jual tersendri bagi pengunjung yang datang,
tentu harus ada konsep dengan yang bagus seperti Bali dan Jogjakarta.
Potensi kearifan lokal tersebut tidak dapat di manfaat oleh masyarakat Aceh
Jaya dan Pemerintah Gampong, hal ini disebabkan tidak adanya kejelasan sistem
pengelolaan Pulau Reusam, selain itu masih terkendala dengan sarana pendukung
seperti dermaga untuk pendaratan kapal, dan kegiatan ini masih hanya bersifat lokal
dan budaya, hal ini sesuai dengan pendapat Auesriwong et. al (2015).
informasi yang jelas terhadap tamu, kenyamanan dan kebersihan, baik fasilitas
sinkronisasi antara program Pemerintah Daerah dan BUMG Desa Lhok Timon.
dengan penerapan Syariat Islam, sehingga kenyamanan ini tidak hanya kepada
pengunjung, namun juga terhadap masyarakat itu sendiri, tentang aktivitas wisata
4.6.3. Ekonomi
yang tidak dimiliki oleh sistem wisata lainya, tidak hanya menikmati keindahan
sumber, di antaranya, masyarakat lokal dapat menjadi pemandu wisata bagi turis
yang datang, menjual makanan dan souvenir khas Pulau Reusam, menyediakan
perhotelan, gambaran di atas hanya sebagian dari maanfat ekonomi yang diterima
oleh masyarakat Aceh Jaya khususnya apabila destinasi wisatanya hidup, untuk
lebih jelasnya dijelaskan dalam gambar 4.3. tentang Komponen Sub Sistem
Ekonomi:
promosi yang benar dan efektif, maka potensi sub sistem bidang ekonomi di Aceh
Jaya tidak akan bisa dijual, hal itulah yang sedang terjadi di Aceh Jaya, dengan
pemasukan terhadap APBK Kabupaten Aceh Jaya, sangat ironis bila dilihat Aceh
Jaya akan menjadi kawasan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) salah satunya di
sebagai pusat usaha, pembenahan diawali dari manajemen pengelolaan agar lebih
rancangan itu berjalan, akan direncanakan lagi kebutuhkan dalam pengelolaan ini.
1). Makanan
melalui melestarikan atraksi dan konsumsi khas daerah menjadi salah satu kunci
menjual makanan khas Aceh Jaya, snack, nasi dan konsumsi lainnya, maka
Pemerintah Gampong dan Pemda Aceh Jaya memfasilitas usaha masyarakat ini,
karena sampai saat ini, belum adanya restoran dan supermarket yang memadai di
sekitaran Pulau Reusam termasuk menjadi keluhan bagi wisatawan, saat ini hanya
satu warung nasi yang tersedia di dermaga menuju ke Pulau, tentu ini tidak
2). Atraksi
syariah, juga bersumber dari atraksi, atraksi tidak hanya berkaitan dengan
penampilan saja, namun atraksi merupakan apa yang bisa dilihat, apa yang bisa
dilakukan, apa yang bisa dibeli pada suatu destinasi wisata sehingga bisa menjadi
unsur daya tarik dan magnet bagi kedatangan wisatawan di suatu lokasi wisata,
Allah SWT, kegiatan pertunjukan seni dan budaya, sehingga memaknai atraksi
tidak hanya sebatas tontonan bagi wisatawan semata, namun wisatawan juga dapat
terlibat aktif menjadi pelaku dalam menikmati atraksi wisata, Selain itu modal
atraksi yang menarik kedatangan wisatawan itu ada tiga, yaitu 1) Natural
Resources (alami), 2) Atraksi wisata budaya, dan 3) Atraksi buatan manusia itu
sendiri.
Melihat pengertian dan batasan atraksi yang begitu luas, tidak seharusnya
Pulau Reusam hanya menjual dan mengandalkan keindahan alam semata, padahal
cukup banyak kearifan lokal di Kabupaten Aceh Jaya yang dapat ditampilkan
Ranup Lampuan, Daboh, Kenduri laut, dan aktivitas berbasis kedaerahan lainya.
Reusam, harus mengikuti aturan yang berlaku di Aceh Jaya khususnya, antara lain
Qanun Hukum Jinayat dan Qanun kepariwisataan, dalam pasal Pasal 83 ayat 1
(2) Bagi wisatawan muslim diwajibkan berbusana sesuai dengan Syariat Islam. (3)
Pemandian di tempat umum dipisahkan antara laki-laki dan perempuan. (4) Bagi
perempuan.
3). Transportasi
Reusam.
Persoalan di atas menjadi komitmen Pemda Aceh Jaya dalam mengatasi hal
tersebut, seperti tertuang dalam hasil Focus Group Discussion (FGD) yang
dilaksanakan Pada hari kamis, tanggal lima bulan desember tahun dua ribu
sembilan belas (05-12-2019) bertempat Café Pantai Pasie Luah Kota Calang, a).
ekowisata Pulau Reusam Berbasis Syariah. b). Membangun sarana dan prasarana
dasar dalam pengembangan Pulau Reusam, seperti pelabuhan dan fasilitas umum
kawasan wisata Pulau Reusam berbasis ekowisata dan Syariah. d). Membagun
Selain masalah itu tidak ada persoalan, karena masyarakat dapat memilih jenis
kapal/boat besar atau kecil untuk melakukan penyeberangan. Hal ini juga
sekitar Rp. 30.000 s/d Rp. 40.000 pulang pergi ke Pulau Reusam. Lokasi Pulau
Reusam sangat strategis, karena dilihat dari lokasinya langsung terlihat ketika
melintas di jalan raya Banda Aceh- Meulaboh, selain itu tidak terlalu jauh dari ibukota
Provinsi dan Kabupaten Aceh Barat selaku kabupaten tetangga. Namun di karenakan
tidak ada lagi fasilitas dermaga di Pulau, menyebabkan sebagian besar pengunjung
membatalkan kunjungan ke Pulau Reusam, hal ini telah di antisipasi oleh Pemda Aceh
Jaya, pada tahun 2020 akan mengalokasikan dana untuk pembangunan sarana
Selain dermaga, yang masih perlu di lengkapi antara lain adalah pentunjuk jalan
menuju dan di Pulau Reusam itu sendri, sehingga pengunjung merasa di arahkan
ketika mengunjungi Pulau Reusam, memang di tepi jalan Nasional sudah ada,
petunjuk arah, namun di Pulau belum ada, termasuk petunjuk larangan-larangan area
4). Akomodasi
Perbedaan antara wisata halal dan syariah hanya sebatas pada ruang lingkup
penerapan kaidah syariah dalam berwisata. Wisata halal hanya terfokus dalam hal
halal, Berbeda dengan wisata halal di luar Provinsi Aceh, maka ekowisata
aktivitas pariwisata yang sesuai dengan kaidah penerapan Syariat Islam atau
Kota Kabupaten Aceh Jaya, dengan menempuh jarak 8 Km. di Kota calang
terdapat 2 hotel yaitu Hotel Pantai Barat dan Hotel kana, selain itu juga terdapat 1
wisma.
4.7. Hubungan Antar Sub Sistem Ekowisata Berbasis Syariah Pulau Reusam
4.7.1. Ekonomi dan Lingkungan
pengunjung yang datang, hal tersebut, ikut memperbesar beban yang harus di
tentu keadaan ini tidak boleh dibiarkan terus menurus, maka diperlukan aksi nyata
pariwisata.
dari usaha dan aktivitas parawisata untuk menanggulangi dampak lingkungan dan
ekonomi ini, termasuk dalam hasil FGD salah satunya disampaikan oleh Geuchik
Gampong Lhok Timon Aceh Jaya, antara lain: a). Menigkatkan aktivitas swadaya
kelestarian lingkungan.
kawasan ekowisata, khususnya ekowisata pesisir dan laut, antara lain: 1).
alam dan budaya masyarakat lokal. 2). Mendidik dan menyadarkan wisatawan dan
proporsional dan adil dalam pembagian devisa dan belanja wisatawan antara
ekonomi masyarakat di sekitar Pulau Reusam, maka perlu digiatkan sumber daya
yang terintegrasi dengan alam sekitar, seperti mengunakan semua fasilitas dan
aktivitas menuju dan di Pulau Reusam bersifat ramah lingkungan, selain itu SDM
pemanfaatan SDA yang terintegrasi, sehingga unsur sosial dan budaya, dapat
atraksi tersebut secara langsung akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat
lokal, semakin maju suatu kawasan ekowisata, semakin besar lapangan kerja,
Hubungan antara unsur ekonomi dan unsur sosial budaya dalam sistem ini,
sekitar, di sisi lain, unsur sosial budaya ikut mendukung dan menjamin dalam
Gambar 4.5. Bagan interaksi sub sistem ekonomi dengan sosial budaya.
Pulau Reusam dan Aceh Jaya umunya, dibutuhkan tindakan langsung dari
pariwisata.
Hal ini ikut menjadi komitmen dari hasil FGD salah satunya disampaikan oleh
kesenian daerah dan kearifan lokal lainnya. c). Mengiatkan aktivitas promosi
langsung terhadap struktur sosial dan aspek budaya masyarakat lokal, kerena
penjajahan budaya apabila budaya pendatang lebih dominan dari pada budaya
daya dukungnya, maka cepat atau lambat degradasi lingkungan tidak dapat
Gambar 4.6. Bagan interaksi sub sistem sosial budaya dengan lingkungan.
kesan ketika akan meningalkan destinasi tersebut, hal ini sangat di pengaruhi oleh
Konsep 4A menjadi salah satu konsep dasar dan pedoman dalam pengelolaan
yang dimiliki Aceh, salah satunya Penerapan Syariat Islam, merujuk kepada
Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat dan Qanun Aceh nomor 8
tahun 2013. Penerapan Syariat Islam di Aceh, mendapat berbagai tanggapan dari
khawatir dengan penerapan hukum jinayat (cambuk dan lainya). tentu hal ini di
perlukan sosialisasi yang lebih banyak tentang penerapan Syariat Islam di Aceh,
Qanun jinayat hanya berlaku bagi masyarakat Aceh yang beragama Islam,
sedangkan bagi yang bukan beragama Islam ada perlakuan khusus dalam
disebutkan: Qanun ini berlaku untuk: a. Setiap orang beragama Islam yang
melakukan Jarimah di Aceh bersama-sama dengan orang Islam dan memilih serta
menundukkan diri secara sukarela pada Hukum Jinayat; c. Setiap orang beragama
bukan Islam yang melakukan perbuatan Jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam
KUHP, tetapi diatur dalam Qanun ini; dan d. Badan Usaha yang menjalankan
hak seluruh masyarakat Aceh termasuk yang non muslim, hal ini juga berlaku
melindungi dan memfasilitasi turis yang berasal dari luar Aceh sehingga dapat
bagi masyarakat, terutama masyarakat sekitar objek dan daya tarik wisata, dan
Pariwisata Aceh sebagaimana yang di maksud pada ayat (1), Pemerintah Aceh
4.8.1. Attraction.
Aktivitas Atraksi ekowisata tidak hanya terfokus pada permainan saja, namun
berkaitan dengan apa yang bisa dilihat, apa yang bisa dilakukan, apa yang bisa
dibeli di suatu destinasi wisata sehingga bisa menjadi unsur daya tarik dan magnet
bagi kedatangan wisatawan di suatu lokasi wisata. Menurut Goeldner dan Ritchie
(2009) mengatakan elemen tunggal yang paling penting dalam berbelanja adalah
keaslian produk termasuk kerajinan tangan yang di tawarkan untuk dijual dan
membatasi satu aspek atraksi saja dalam pengembangan ekowisata, Pasal 14 ayat
(1) menjelaskan Objek dan daya tarik wisata digolongkan berdasarkan jenis dan
pemanfaatannya. (2) Objek dan daya tarik wisata terdiri atas: a. Objek dan daya
tarik wisata ciptaan Allah yang berwujud alam, flora, dan fauna; b. Objek dan
daya tarik wisata hasil karya manusia seperti museum, peninggalan purbakala,
peniggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata
petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan; dan (3) Selain objek dan
daya tarik wisata sebagaimana di maksud pada ayat (2), Pemerintah Aceh dapat
Selain itu, pada pasal Pasal 18 Pengusahaan objek dan daya tarik wisata
meliputi kegiatan membangun dan mengelola objek dan daya tarik wisata beserta
prasarana dan sarana yang di perlukan, dilanjutkan dengan pasal pasal 19 ayat (1)
pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam; b. pengusahaan objek dan daya
tarik wisata budaya; c. pengusahaan objek dan daya tarik wisata minat khusus;
harus dipenuhi oleh pengusaha dan investor yang bergerak di bidang atraksi ini, di
pengelolaannya.
Sesuai dengan qanun kepariwisataan, Pasal 24 Pelaku usaha objek dan daya
Selain syarat di atas, pada pasal yang sama di atas poin (g), pengusaha
sudah berjalan, harus melakukan pengendalian limbah padat, cair dan gas yang
dapat merusak lingkungan hidup serta dapat memenuhi standar baku mutu
Regulasi yang diatur melalui qanun nomor 8 tahun 2013, tidak hanya
mengatur tata laksana kegiatan atraksi di lapangan, sebagai mana diatur dalam
Pasal 83 (1) Bagi wisatawan nusantara dan wisatawan manca negara diwajibkan
dan wisatawan manca negara, selain itu yang lebih penting, berhubung ini
merupakan wisata pulau yang indentik dengan pantai maka perlu disediakan
Masih dalam Pasal 83, selain busana, juga diatur zonasi antara laki-laki dan
perempuan, pada ayat 3 sampai dengan 5 yaitu: (3) Pemandian di tempat umum
dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, dan ayat (4) Bagi masyarakat yang
Bagi pengusaha, kelompok masyarakat atau aparatur pemerintah dan badan usaha
mensosialisasikan aturan dan kearifan lokal yang berlaku di Aceh Jaya, sehingga
pengunjung dan pengusaha dari pelanggaran Syariat Islam tersebut, sebagai mana
diatur pada qanun nomor 6 tahun 2016, termasuk dengan sanksinya (Uqubat).
Perjelasan di atas sesuai dengan hasil FGD salah satunya di sampaikan oleh
Kadis Syariat Islam Aceh Jaya antara lain: a). Mendukung sepenuhnya
Jaya. b). Memfasilitasi Wilayatul Hisbah (Polisi Syariah Aceh Jaya) yang
4.8.2. Accessibility.
ketika berada di tempat wisata tersebut, jika suatu daerah tidak tersedia
aksesibilitas yang baik seperti bandara, pelabuhan dan jalan raya, dan jalan (alur)
mengunjungi kawasan tersebut, hal ini sesuai dengan pendapat Setiawan (2015)
dalam penelitianya.
sesuai dengan penerapan Syariat Islam di Aceh Jaya. hal ini diatur dalam Pasal 56
qanun nomor 8 tahun 2013 yaitu: usaha penyediaan angkutan wisata dapat
dilakukan oleh usaha angkutan khusus wisata, atau usaha angkutan umum yang
juga menyediakan angkutan khusus wisata, atau usaha angkutan umum yang dapat
Ketentuan lebih lanjut tentang mekanisme dan syarat perizinan usaha penyediaan
angkutan wisata diatur dalam Peraturan Gubernur. Berdasarkan hasil FGD Salah
satu syarat yang harus dipenuhi adalah kelayakan sarana penyeberangan serta
4.8.3. Amenities.
Amenitas tidak kalah penting dengan fasilitas aksebilitas, dalam hal ini sarana
lokasi. Meskipun fasilitas dan layanan tambahan tidak terkait langsung dengan
wisatawan. Tidak dapat kita bayang dalam suatu lokasi wisata tidak tersedia
yang berlaku di Aceh, salah satunya Penerapan Syariat Islam sebagai contoh
penyediaan makanan dan minuman secara umum berupa: a. usaha restoran; dan b.
kegiatan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum serta melanggar
Syariat Islam, e. melakukan upaya peningkatan sumber daya manusia secara terus
oleh pengusaha maupun pengelolaan, diatur sanksi dalam qanun nomor 6 tahun
2016 tentang hukum jinayat, di antaranya pada Pasal 6 (1) Setiap Orang yang
paling banyak sama dengan ‘Uqubat yang diancamkan kepada pelaku Jarimah. (2)
paling banyak 1 1/2 (satu setengah) kali ‘Uqubat yang diancamkan kepada pelaku
Jarimah. (3) Setiap Orang yang memaksa melakukan Jarimah di kenakan ‘Uqubat
paling banyak 2 (dua) kali ‘Uqubat yang diancamkan kepada pelaku Jarimah.
Selain itu, pada pasal 20 dituliskan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali
dan/atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni
Bagi badan usaha yang melanggar. Salah satunya diatur pada pasal 33 ayat (3)
di mana setiap orang dan/atau badan usaha yang dengan sengaja menyediakan
cambuk paling banyak 100 (seratus) kali dan/atau denda paling banyak 1000
(seribu) gram emas murni dan/atau penjara paling banyak 100 (seratus) bulan.
yang harus dipenuhi, tentu rangka memfasilitasi penerapan Syariat Islam di Aceh
dimulai dari political will semua pihak, disebabkan otoritas Pemerintah didukung
oleh peran serta masyarakat dalam membuka usaha yang berkaitan langsung
aktivitas tersebut.
unsur Attraction, Accessibility, Amenities, dalam suatu kawasan wisata, tentu tidak
masyarakat setempat dan penduduk lokal untuk ikut serta dalam pembangunan,
hal ini diatur dalam pasal 72 (1) Pemerintah Aceh berkewajiban mendidik,
pada sektor amenities ini, di antaranya diatur di dalam pasal 12 yang berbunyi (1)
Setiap Orang yang melakukan pekerjaan di tempat kerja dan pada waktu kerja
tidak dapat dituduh melakukan Jarimah khalwat dengan sesama pekerja, dan pada
Pasal 13 diatur bahwa setiap orang yang memberikan pertolongan kepada orang
lain yang berbeda jenis kelamin dalam keadaan darurat, tidak dapat dituduh
4.8.5. Security
yang telah menjadi area aktivitas tunggal terbesar di dunia. Mobilitas para
satu sisi mempolarisasi arus besar pariwisata massal di Eropa, di sisi lain,
menandai pertumbuhan pesat destinasi baru di Asia dan Pasifik. Dalam beberapa
tahun terakhir, resor baru ini telah menyebabkan penurunan signifikan dalam
Perubahan di Dunia selama dua dekade terakhir sangat besar, karena perang
lokal, bencana alam, epidemi dan pandemi, menjadikan sektor, keamanan telah
menghindari dampak negatif dan konsekuensi dari peristiwa ini. Terlebih lagi
perjalanan dan pariwisata disebabkan oleh evolusi pariwisata massal dari awal
1. Perjalanan dan pariwisata bukan lagi kegiatan strata sosial atau kelas yang
sempit tetapi seluruh kelas menengah yang semakin luas ikut terlibat di
negara maju.
arus pariwisata yang keluar, tetapi juga negara-negara yang belum maju,
Pariwisata merupakan industri yang rentan dan rapuh, sangat tergantung pada
stabilitas politik, penyediaan fasilitas dan layanan wisata, dan yang paling penting
menurut Demos (1992), menciptakan dan mengelola isu sangat penting untuk
Pendapat di atas turut didukung oleh Sidhu (2006) yang menyatakan total
utama bagi wisatawan Hong Kong dan Taiwan. Ketakutan akan kejahatan masih
spontan oleh 26% dari semua pengunjung asing selama periode dari tahun 1996
yang tidak aman untuk dikunjungi. Klaim ini didukung oleh statistik International
standar apa pun, Afrika Selatan memiliki tingkat kejahatan kekerasan yang sangat
tinggi. Misalnya, menurut laporan Interpol pada tahun 1998, Afrika Selatan
dengan sejumlah negara di Amerika Latin, Utara, dan Eropa (George, 2003).
Data Interpol tahun 1998 dikutip dari Masuku (2001), menunjukkan bahwa
mengikuti di posisi tiga dan empat, dari negara-negara yang di survei, Afrika
kunjungan turis dunia ke negara tersebut, isu keamanan menutupi faktor kebaruan
negara itu selama beberapa tahun terakhir. Angka yang dikeluarkan oleh Statistics
South Africa (2002), menunjukkan bahwa Afrika Selatan menerima 5,7 juta
pengunjung selama tahun 2001. 1,4 juta di antaranya berasal dari luar negeri dan
4,2 juta di antaranya dari Afrika. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya
(2000), jumlah pengunjung luar negeri turun 3,7% dan jumlah pengunjung Afrika
lainnya yang terjadi di masyarakat, sehingga jelas bahwa industri pariwisata itu
Bach, 1999).
di area wisata tersebut, hal tersebut tidak jauh berbeda dengan wisata di Propinsi
Aceh dan Aceh Jaya khususnya, sektor keamanan menjadi salah satu penentu
perkembangan kawasan wisata. Kearifan lokal yang belaku di Aceh, yang kental
dengan budaya timur dan nuansa Islam, secara tidak langsung ikut memberi
masyarakat lokal.
Selain faktor kearifan lokal, Aceh merupakan daerah dengan status daerah
sehari-hari harus sesuai dengan kaidah penerapan Syariat Islam, hal ini diatur
dalam Qanun nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat. Sehingga setiap
Salah satu contoh, qanun jinayat melalui pasal 46 dan 47 ikut mengatur
tentang tindakan pelecehan seksual, dan pasal 48, 49, 50 mengatur tentang
hukuman dalam bentuk uqubat baik cambuk, denda dan penjara, sesuai dengan
tingkat pelanggaran. Aturan ini hanya belaku bagi yang beragama Islam,
kesempatan memilih tunduk kepada hukum jinayat atau mengikuti hukum KUHP
yang berlaku universal, hal ini diatur dalam pasal 5 hukum jinayat.
masyarakat lokal.
4.8.6. Comfort
jaminan keamanan, semakin nyaman pengunjung di suatu destinasi, hal ini juga
ditekankan oleh (Barker dan Page, 2002) mengatakan keselamatan dan keamanan
demikian, dalam penerapan sektor keamanan, juga harus diikuti dengan strategi
yang tepat, agar tidak menimbulkan persepsi wisatawan keamanan yang ketat di
rentan secara fisik dan karenanya menganggap bahwa mereka bisa menjadi
sasaran utama penjahat. Berjalan di Kuala Lumpur pada siang hari dinilai sangat
aman tetapi persepsi sedikit menurun pada waktu malam hari. Sehingga dapat
Dalam penelitian George (2003) menjelaskan jika seorang turis merasa tidak
destinasi tersebut. Ini dapat sangat merusak industri pariwisata dan dapat
2. Jika wisatawan merasa tidak aman di suatu tempat tujuan, mereka tidak
3. Turis yang merasa terancam atau tidak aman kemungkinan tidak akan
melarikan diri dari kehidupan sehari-hari atau mencari eksplorasi dan pengalaman
baru, tetapi juga keadaan objek tujuan yang dapat memuaskan kebutuhan pikiran
faktor pendorong dan daya tarik melebur bersama di pikiran wisatawan (Goosens,
2000). dalam prakteknya, hampir semua studi baru dalam pengambilan keputusan
pariwisata mencakup kedua jenis kekuatan tersebut (Hsu et al, 2009). Hal penting
lembaga hukum formal seperti otoritas polisi dan militer belum tentu dapat
menjadi solusi. Masalahnya keterlibatan polisi dan militer yang terlalu tinggi di
ruang publik dapat memberikan kesan kepada wisatawan bahwa destinasi tersebut
tidak aman dan nyaman untuk dikunjungi (Jensen dan Svendsen, 2016).
aman dan nyaman wisatawan sehingga dapat menarik lebih banyak wisatawan.
tertinggi di dunia, memiliki lebih dari 70 persen kepercayaan sosial, diikuti oleh
sosial kepada warga negara lain dengan melindungi wisatawan dan menghukum
sosial yang tepat, dan memberikan perasaan aman dan nyaman yang lebih tinggi
bagi wisatawan.
wisatawan. Visibilitas polisi dan militer di jalan dan tempat wisata, di satu sisi,
menandakan negara yang fokus pada keamanan dan keselamatan; di sisi lain,
tidak aman untuk dikunjungi. Akibatnya, memberikan citra negatif bagi Negara
yang dapat diprediksi, jika seseorang tidak mengikuti aturan-aturan informal ini,
orang itu secara sosial di kenai sanksi, di asingkan oleh kelompok, menerima
dengan sistem yang berlaku di Aceh Jaya khususnya, selain kearifan lokal yang
juga diatur dalam qanun nomor 8 tahun 2013 tentang kepariwisataan, yang
menjadikan kenyamanan sebagai salah satu asas pariwisata Aceh yang diatur pada
keterbukaan, dan h. adat, budaya dan kearifan lokal. Dengan azas tersebut
Hal ini terlihat pada pasal 51 qanun kepariwisataan yang mengatur mekanisme
memperoleh izin bagi pengusaha pariwisata salah satunya harus memiliki surat
masyarakat lokal juga diatur dalam bab ix pasal 69 dan 70 tentang peran serta
khususnya. Melalui tabel 4.11. di bawah ini, akan lebih jelas menggabarkan
Reusam.
model konseptual memiliki 3 fungsi utama, ketiga fungsi ini sesuai dengan
empiris.
Dengan menghubungkan dengan teori yang sudah ada, dan terpercaya, akan
tempat lain, sehingga terlihat keunggulan dan kelebihan penerapan model di suatu
tempat, termasuk model pengelolaan Pulau Reusam di Aceh Jaya dengan bentuk
komponen tersebut dicarikan interrelasi satu dengan yang lain dengan berbagai
metode, diagram kotak dan panah, dan lainnya. Penyusunan model konseptual
keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem wisata lainya, tidak hanya menikmati
kawasan ekowisata. Sistem ekosistem komplek dari Ma dan Wang tersebut, saat
yang juga menekankan pada kesesuaian antara unsur sosial, ekonomi dan
Menurut Wee & Ettema (2016) menyimpulkan bahwa penelitian dapat dengan
mudah sampai pada kesimpulan yang 'salah jika hubungan kausal yang kompleks
ekowisata berbasis syariah menjadi nilai lebih dan kebaruan dalam penelitian ini,
dengan dasar pengelolaan berbasis syariah berpedoman pada qanun nomor tahun
2014 tentang hukum jinayah dan qanun nomor 8 tahun 2013 tentang
keparawisatan Aceh, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.7 tentang
berbasis syariah.
syariah sebagai salah satu dasar dalam pengembangan dan pengelolaan Pulau
Reusam menjadi kawasan ekowisata berbasis Syariah di Aceh Jaya dan Propinsi
Aceh Umumnya. Dalam rangka membatasi istilah berbasis syariah, maka peneliti
menjadikan Qanun no 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayah, qanun ini merupakan
dan ekonomi, dan Syariat Islam, diharapkan permasalahan dan kendala dalam
umumnya dan Pulau Reusam khususnya dapat di atasi. Potensi wisata yang ada di
Selain itu ikut memperkuat penerapan Syariat Islam di Aceh Jaya sebagai
salah satu unsur ke khususan yang di miliki Propinsi Aceh setelah penanda
tanganan MoU Helsinki pada tanggal 15 agustus 2005 antara Pemerintah RI dan
GAM, dengan menjadikan qanun nomor tahun 2014 tentang hukum jinayah dan
pengembangan ekowisata.
Ketiga (3) pilar (Lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya) mempuyai siklus
alam.
Hubungan antara unsur ekonomi dan unsur sosial budaya dalam sistem ini,
sekitar, di sisi yang lain, unsur sosial budaya ikut mendukung dan menjamin
ekonomi, akan tetapi juga sebagai fenomena sosial, budaya, lingkungan dan
Aceh Jaya, akan menjadi nilai tambah dalam pengembangan kawasan ekowisata
dengan minat khusus, dalam hal ini Syariat Islam. Hal yang lebih penting ialah
Pemda Aceh Jaya melalui Dinas Syariat Islam Kabupaten Aceh Jaya menjelaskan
bahwa dalam pengembangan Pariwisata, perlu wisata yang Islami, karena Aceh Jaya
hidup dalam suasana Islam, jadi semua aktivitas baik pendidikan, pendidikan
menuju ke Pulau Reusam harus menutup aurat, tersedia sarana ibadah, dan mengikuti
rambu-rabu Agama Islam, tidak boleh berduaan di tempat yang sepi dan berkhalwat di
tempat umum, untuk memfasilitasi ini diperlukan tenaga pengawas Satpol PP, WH
dan kepolisian.
Berdasarkan deskripsi dari Dinas Syariat Islam Aceh Jaya tersebut, menjelaskan
bahwa keberadaan kawasan wisata tidak akan bertentang dengan Syariah Islam khusus
qanun No 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat yang berlaku di Aceh, namun dalam
yang ada pada model konseptual di atas, maka akan tercipta hubungan mutualisme
semua sektor yang ada di Aceh Jaya. Kawasan ekowsiata Pulau Reusam akan
syariah di Aceh Jaya, tepatnya Pulau Reusam, diharapkan akan lebih mendukung
dan Syariat Islam) dapat tercapai. Dilihat dari keadaan sosial masyarakat Aceh
Jaya, yang menerapkan Syariat Islam sebagai pedoman dalam pergaulan sehari-
halal yang menjadi bagian dari wisata syariah, maka diperoleh kebaruan dalam
Pulau Reusam.
Penerapan nilai-nilai syariah tidak hanya dalam hal makanan halal, namun
aktivitas wisata yang sesuai dengan kaidah penerapan Syariah Islam di Aceh
berdasarkan Qanun Aceh nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, dan
Qanun nomor 8 tahun 2013 tentang kepariwisataan, selain itu melalui penelitian
ekowisata berbasis syariah, juga diikuti oleh analisis daya dukung, baik daya
dukung fisik, riil dan efektif dan analisis kesesuaian SDA dengan ketetapan ahli.
Selain ketiga analisis ini, peneliti juga melakukan pengumpulan data melalui
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
4. Daya dukung kawasan Pulau Reusam sebanyak 3.410 orang per hari, nilai
daya dukung ini disesuaikan dengan luas wilayah Pulau Reusam 22 hektar,
hal ini menunjukkan kapasistas daya dukung belum terlampaui oleh rata-
ekowisata.
Jaya, terdiri dari 3 (tiga) sub sistem ekowisata yaitu, sub sistem
165
5.2. Saran-Saran.
1. Disarankan kepada Pemerintah Aceh dan Pemda Aceh Jaya supaya dapat
Daftar Pustaka
Aabadi, ANM,. Reza, M,. and Vazirizadeh, H. 2016. Investigation Of The Role
of Tourism Areas In Kerman Province On The Tourism Development
(Case Study: Khaber National Park's Tourist Area). International
Journal of Advanced Biotechnology and Research (IJBR) ISSN 0976-
2612.
Abang, A,B,. Khedif, A,. Bohari, Z,. Ali,J,K,. Ahmad, J,A,. Bujang, L,Y,. Kibat,
S,A. 2016. Ecotourism Product Attributes And Tourist Attractions: Uitm
Undergraduate Studies. Procedia - Social and Behavioral Sciences 224
360 – 367.
Ainina,S,. Feizollaha, A,. Anuarb, NB,. Abdullahb, NA. 2020. Sentiment analyses
of multilingual tweets on halal tourism. Touris Management
Perspectives (34) 100658.
Asshiddiqie, J. 2009. Green Constitutuion, Nuansa Hijau UUD 45. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Al-Hamarneh, A., & Steiner, C. 2004. Islamic Tourism: Rethinking The Strategies
Of Tourism Development In The Arab World After September 11, 2001.
Comparative Studies of South Asia, Africa and the Middle East, 24 (1),
175-186.
Amir, A,F,. Ismail, M,N,I,. Hanafiah, M,H,M,. Baba, N. 2012. Foreign tourists’
perception on the safety and security measures in Kuala Lumpur. Current
Issues in Hospitality and Tourism Research and Innovations - Zainal et al
(eds)Taylor & Francis Group, London, ISBN 978-0-415-62133-5
Aref, F and Gill, S.S, 2009, Rural Tourism Development Through Rural
Cooperatives, Nature and Science Vol. 7 No. 10, Marsland Press, New
York.
Arsic,S,. Nikolic, D,. Zivkovic, Z. 2017. Hybrid Swot – Anp - Fanp Model For
Prioritization Strategies Of Sustainable Development Of
Ecotourism In National Park Djerdap, Serbia. Forest Policyand
Economics. 80. 11-26.
Aryanty, Y,. and Othman, NA. (2010). Awareness and Attitudes Towards Hotel
Operation According to Syariah Compliance In Malaysia. In Prosiding
Seminar Pengurusan Perhotelan & Pelancongan Islam 2010, CITU,
UiTM, 268-275.
Badaruddin & Ermansyah. 2017. Proposing a Model for Law Number 6 of 2014:
Evidence from North Sumatra. International Journal of Economic
Perspectives 11 (4) 188-198.
Barker, M. and Page S.J. 2002. Visitor Safety in Urban Tourism Environments:
the case of Auckland, New Zealand. Cities 19(4): 273–282.
Battour, M., Battor, MM, dan Ismail M, N. 2012. The Mediating Role of Tourist
Statisfaction: A Study of Muslim Tourists in Malaysia. Journal of Travel
and Tourism Marketing. 29(3): 279-297.
Battour, M., & Ismail, M. N. 2014. The Role Of Destination Attributes In Islamic
Tourism. SHS Web of Conferences, 12, 01077. http://dx.doi.org/10.1051/
shsconf/20141201077.
Battour, M,. Nazari, M, and Ismail. 2016. Halal Tourism: Concepts, Practises,
Challenges And Future. Tourism Management Perspectives 19 150-154.
[BPS] Kab Aceh Jaya. 2013. Luas Wilayah Kabupaten Aceh Jaya.
[BPS]. 2015. Penduduk Indonesia. Hasil Survei Penduduk Antas Sensus 2015.
Katalog BPS. 2101014.
Brewer, J.E,. Cinner, R. Fisher, A,. Green, S.K,. Wilson. 2012. Market Access,
Population Density, And Socio Economic Development Explain Diversity
And Functional Group Biomass Of Coral Reef Fish Assemblages, Global.
Eviromental change 22. 399-406.
Burke L, Kathleen R, Mark S dan Allison P. 2017. Reef at Risk in Sout heast
Asia. World Resources Institute. Washington DC. [Internet].
[Retrievedon Oct 30\rd,2017]. Available at:
http://www.wri.org/sites/default/ files/pdf/ rrseasia_ full. pdf;
Burke L, Kathleen R, Mark, S dan Allison, P . 2002. Reef at Risk Revisitedin The
Coral Triangle. Washington DC: World Resources Institute.
Carboni, M,. Perelli, C. and Sistu, G. 2014. Is Islamic Tourism Viable Option
For Tunisian Tourism? Insights From Djerba. Taurism
Management Perspective 1.1-9.
Carboni, M and Janati, M.I. 2016. Halal Tourism De Facto: A Case From Fez
Tourism Management Perspectives 19. 155–15.
Chan, N.W. 2000. Penang Island: Hill Development and Impacts Onthe
Environment. Teh, T.S. (Ed.). Islands in Malaysia: Issues and Challenges:
139 - 150. Kuala Lumpur: University of Malaya.
Chapman, E,J, and Byron, C,J. 2018. The Flexible Application of Carrying
Capacity in Ecology. J.Global Ecology And Conservation. (13)
Chiutsi, S,. Mukoroverwa, M,. Karigambe, P,. and Mudzengi, BM. 2011. The
Teory And Practice of Ecotourism in Southern Afrika. Journal of
Hospitality Management and Tourism . 2 (2) 14-21
Cooper, C., Fletcher, J., Gilbert, D., and Wanhill, S. 1993. Tourism: Principle and
Practice. Longman Scientific & Technical, Harlow.
Demos, E. 1992. Concern for safety: A potential problem in the tourist industry.
Journal of Tourism Marketing, 1 (1), 81–88.
Dwyer, L., & Edwards, D. 2000. Nature-Based Tourism On The Edge of Urban
Development. Journal of Sustainable Tourism, 8 (4), 267-287.
Dwyer, L., Edwards, D., Mistilis, N., Scott, N., & Cooper, C. (2008). Megatrends
Nderpinning Tourism to 2020: Analysis of Key Drivers for Change, CRC
for Sustainable Tourism, Pty Ltd, Sydney.
Eagles, PFJ., McCool, S.F., & Haynes, C.F. 2002. Sustainable Tourism In
Protected Area: Guidelines Or Planning And Management Gland,
Switzerland: International Union For The Conservation Of Nature.
Farahani, HZ,. EID, R. 2016. Muslim world: A Study of Taorism & Pilgrimage
Among OIC Member States. Tourism Management Perspectives 19, 144-
149.
George, R. 2003. Tourist’s perceptions of safety and security while visiting Cape
Town. Tourism Management (24) 575–585.
Ghorbani, A., Raufirad, V., Rafiani, P., Azadi, H., 2015. Ecotaurism Sistainable
Develoipment Strategies Using SWOT and QSPM Model: a Case Study
Of Kaji Namakzar Wetland, South Khorsan Province, Iran. Tour
Management Perspect, 16, 290-297.
Gong, B,. Liu, G.,Liao, R., Song, J., Zhang, H. 2017. Endophytic Funguspur pure
ocilliumsp. A5 Protect Mangrove Plant Kandelia Can Del Under Copper
Stress. Brazilian journal of microbiology 48 530-536530.
Hamdan, H., Issa, ZM., Abu, N, dan Jusoff, K. 2013. Purchasing Decisions among
Muslim Consumers of Processed Halal Food Products. Journal of Food
Products Marketing. 19(1): 54-61.
Hsu, T.-Z., Tsai, Y.-F., & Wu, H. H. 2009. The Preference Analysis for Tourist
Choice Of Destination: A Case Study. Tourism Management, 30, 288-297.
Hunt, CA. and Stronza, 2009. Bringing Ecotourism Into Focus: Applying a
Hierarchical Perspective To Ecotourism Research. Journal of Ecotourism,
8(1):1-17.
Jafari, J and Scott, N, 2014. Muslim World And Its Tourisms. Annals of Tourism
Research. 44-1-19.
Jalani, J.O. 2012. Local People’s Perception On the Impact sand Importance of
Ecotourism In Sabang, Palawan, Philippines. Procedia-Social and
Behavioral Sciences 57. 247- 254.
Jensen, S,. Svendsen, G.T. 2016. Social Trust, Safety and the Choice of Tourist
Destination. Business and Management Horizons ISSN 2326-0297 (4) - 1
Kovari, I,. Zimanyi, K. 2015. Safety and Security in the age of global taourism
(The changing role and conception of safety and security in tourism).
APSTRACT. Agroinform Publishing House, Budapest.
Kumparan News. 2018. Terapkan Perda Syariat, Jumlah Wisatawan Aceh Terus
Meningkat.
Kurniawan, A.,Hasan, J.,Ooi, S, K.,Kit, L, W., Leng, L., and Stephane. 2014.
Understanding Hydrodynamic Flow Characteristics in a Model
Mangrove Ecosystem in Singapore. APCBEE Procedia 10.286 – 291.
Ma, S., and Wang, R. 1984. The Social-Economic Natural Complex Ecosystem.
Acta Ecologica Sinica, 4 (01), 1-9.
Marsiglio, S,. 2017. On the carrying capacity and the optimal number of visitors
in tourism destinations. University of Wollongong, simonem@uow.edu.au.
Masuku, S. 2001. South Africa: World crime capital? Institute for Security
Studies, 5 (1), 16-21.
Mengko, S,. Wenas, P,. Kalele. 2018. Pal Beach Tourism Development in
Marinsow Village, North Minahasa Regency.Journal of Indonesian
Tourism and evelopment Studies.doi:10.21776/ub.jitode. 2018.006.02.01.
E-ISSN:2338-647
Milman, A., & Bach, S. 1999. The impact of security devices on tourists’
perceived safety: The central Florida example. Journal of Hospitality and
Tourism Research, 23(4), 371–386.
Mohsin, A,. Ramli, N. and Alkhulayfi, B.A. 2016. Halal Tourism: Emerging
Opportunities. Tourism Management Perspective 19.137-143.
Nadiarti,. Riani, E,. Djuwita, I,. Budiharsono,S,. Purbayanto, U,. Asmus, U. 2012.
Challenging For Seagrass Management InIndonesia. Journal of Coastal
Develpopment.Vol 15, (3) 2012 : 234-242.
Nanlohy, H,.Bambang, AN,. Ambariyanto,. Hutabarat, S. 2015. Coastal
Communities Knowledge Level on Climate Change As a Consideration In
Mangrove Ecosystems Management In The Kotania Bay, West Seram
Regency. Procedia Environmental Sciences 23. 157 – 163.
Navrátil, J., Pícha, K., Rajchard, J. & Navrátilová, J. 2011. Impact Of Visit On
Visitors’ Perceptions Of The Environments Of Nature-Based Tourism
Sites. TourismAn International Interdisciplinary Journal, 59 (1), pp.723.
Navrátil, J., Pícha, K., Rajchard, J,. Navrátilová, J & Rajchard. 2013. Comparison
Of Attractiveness Of Tourist Sites For Ecotourism And Mass Tourism:
The Case of Waters In Mountainous Protected Areas. Tourismos: an
International Multidisciplinary Journal Of Tourism 8 (1), Spring, pp. 5-51.
Nordlund, L,M,. Jackson, E,M,. Nakaoka, M,. Villarreal, J,P,. Carretero, PB,.
Creed, J. 2017. Seagrass Ecosystem Services – What's Next?. Marine
Pollution Bulletin 8 50-536530.
Rao, P, S,. Ravi, A. 2015. A Study On Green Tourism - A Way For A Sustainable
Development In Tourism Industry. International Journal of Research in
Management & Technology. ISSN: 2249-9563. 5 (4).
Samoria, Z,. Sabtu, N. 2012. Developing Halal Standard for Malaysian Hotel
Industry: An Exploratory Study. Procedia - Social and Behavioral
Sciences 121 -144
Salm, R.V.,J.R. Clark & E. Siirila, 2000. Marine and coastal protected area: A
Guide For Planners and Managers. Third Edition. International Union
For Conservation of Natureand Natural Resources. Gland, Switzerland.
Satriana, E,D, dan Faridah, H,D. 2018. Halal Tourism: Development, Chance And
Challenge. Journal of Halal Product and Research (JHPR). 01 (02)
Short, F., Carruthers, T., Dennison, W., Waycott, M., 2007. Global Seagrass
Istribution And Diversity: a Bioregional Model. J. Exp. Mar. Biol. Ecol.
350, 3–20. http://dx.doi. org/10.1016/j.jembe.2007.06.012.
Sidhu, A.S. 2006. Crime Levels and Trends in the Next Decade. Journal of Kuala
Lumpur Royal Malaysia Police College 5.
Song, H. and Kuwahara, S. 2016. Ecotourism and World Natural Heritage: Its
Influenceon Islands in Japan. Journal of Marine and Island Cultures
5,36-46.
Songjun, X,. Liang, M,.Naipeng, B,. Pan, S. 2017. Regulatory Frameworks for
Ecotourism: an Application of Total Relationship Flow Management
Theorems. Taourism Management. 61. 321-330.
Statistics South Africa (2002). Midyear estimates 2001. Cape Town: Statistics
South Africa.
Svendsen, G. T., & Svendsen, G. L. H. 2010. Social capital and the welfare state.
In M. Böss (Ed.), The Nation State in Transformation (pp. 315-39).
Aarhus, Denmark: Aarhus University Press.
Terrados, J., Bodrum, J., 2004. Why are Seagrasses Important? - Goods and
Services Provided by Seagrass. pp. 8–10.
The World Halal Travel Summit. 2015. Halal Tourism- An Overview, The World
Halal Travel Summit and Exhibition 2015.
Tondang, B. 2007. Nias Island Pusatwisata Minat Khusus.Jurnal Ilmiah
Parawisata. 3 (1).
Unsworth, R.K.F. and L.C. Cullen. 2010. Recognising the Necessity for Indo-
Pacific Seagrass Conservation. Conserv. Letter.63-73.
Vitasurya, V.R. 2016. Local Wisdom for Sustainable Deve Lopmentof Rural
Tourism, Case on Kalibiru and Lopati Village, Province of Daerah
Istimewa Yogyakarta. Procedia - Social and Behavioral Sciences 216. 97
– 108.
Waycott, M., Duarte, C.M., Carruthers, T.J.B., Orth, R.J., Dennison, W.C.,
Olyarnik, S., Calladine, A., Fourqurean, J.W., Heck, K.L., Hughes, A.R.,
Kendrick, G.A., Kenworthy, W.J., Short, F.T., Williams, S.L., 2009.
Accelerating Loss ofSeagrassesAcross the Globe Threatens Coastal
Ecosystems. Proc. Natl. Acad. Sci.106,12377–2381.Dikutip dari
http://www.pnas.org/content/106/30/1277.full. pada 28 Oktober 2017.
Widagdyo, K.G. 2015. Analisis Pasar Pariwisata Halal Indonesia. The Journal of
Tauhidinomics Vol. 1 (1): 73-80.
Yang, ECL., Sharif, S. P., & Khoo-Lattimore, C. 2015. Tourists’ risk perception
of risky destinations: The case of Sabah’s eastern coast. Tourism and
Hospitality Research, 15 (3), 206-211.
http://dx.doi.org/10.1177/1467358415576085
Lampiran1
KUESIONER
Assalamualikum, Wrwb
Yth.Bapak/Ibu/Sdr/i
Saya Izwar Mahasiswa Program Doktor Prodi Pengelolaan SDA dan Lingkungan Universitas
Sumatera Utara (USU) yang sedang melakukan penelitian Tugas Akhir (Disertasi). Kuesioner
ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan Objek Wisata Pulau Reusam menjadi kawasan
Ekowisata berbasis Syariah. Mohon sekiranya bapak/ ibu/sdr/I untuk dapat memberikan
tanggapan terhadap pertanyaan kuesioner ini, dengan cara memilih dan memberikan tanda (√)
pada salah satu pernyataan yang telah disediakan yang dianggap yang paling tepat.
1. Umur:
b.Wiraswasta.Pegawai
c.Pelajar/Mahasiswaf. Lainnya
b. SMA d. PerguruanTinggi
a. Rp1.000.000 c. Rp.3.000.000
b. Rp.2.000.000 d. Rp…………………
a. Ya d. Tidak
a. Wisma c. Hotel
b. TempatF amili d. ………………………
12. Dari manakah anda mengetahui objek wisata Pulau Reusam ini ?
a. Dari media cetak, sebutkan nama media....................
b. Dari media elektronik sebutkan nama media....................
c. Dari informasi lisan, sebutkan nama informan....................
d. Dari biro perjalanan wisata sebutkan nama biro....................
e. Lainnya (sebutkan) ..............................................
15. Seandainya jawaban poin di atas ya, setujukah Anda bila ekowisata dikembangkan di
Daerah ini :
a.Ya b.Tidak
A. IdentitasNarasumber
Kategori: Penduduk Pengunjung Pejabat
Nama :
JenisKelamin : L P
Umur : tahun
Asal: Pekerjaan:
185
186
187
Catatan.
188
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………
(_________________________)
189
Pada hari ini, kamis, tanggal lima bulan desember tahun dua ribu Sembilan belas (05-12-
2019) pukul 11.30 wib bertempat Café Pantai Pasie Luah Kota Calang – Aceh Jaya, telah
dilaksanakan FGD dalam rangka diskusi Pengelolaan Pulau Reusam Menjadi Kawasan
Ekowisata Berbasis Syariah, adapun beberapa hal, tanggung jawab dan komitmen yang
dihasilkan dalam FGD ini antara lain :
1. PEMDA Aceh Jaya (Staf Khusus / Juru bicara Bupati Aceh Jaya)
a. Mendukung dan menyiapkan kebutuhan sarana prasarana dalam
pengembangan ekowisata Pulau Reusam Berbasis Syariah.
b. Membangun sarana dan prasarana dasar dalam pengembangan Pulau Reusam,
seperti pelabuhan dan fasilitas umum lainya.
c. Mendukung dan memfasilitasi peningkatan SDM lokal pengelolaan kawasan
wisata Pulau Reusam berbasis ekowisata dan Syariah.
d. Membagun sarana yang berkaitan langsung dengan peningkatan pendapatan
masyarakat Aceh Jaya, di Pulau Reusam dan sekitarnya.
Dengan Tema Pengelolaan Pulau Reusam Menjadi Kawasan Ekowisata Berbasis Syariah.
Lampiran IV
Dalam mengetahui daya dukung fisik, terdapat beberapa asumsi dasar yang harus
2009)
b. Kawasan di buka sekitar 9 jam per hari, mulai dari jam 8.30 wib s/d 17.30 wib
A = 220.000 m2
B = 60 m2
Rf =3
PCC = A x 1/B x Rf
= 220.000x 1/60 x 3
= 11.000
berdasarkan data lapangan kelas kelerengan di Pulau Reusam, data kelas lereng diturunkan dari
data DSM (Digital Surface Model) Terra SAR-X dengan resolusi spasial 7,5 meter, yang
Cf = Mi/Mt x 100%
= 24,48 / 65 x 100 %
= 37,66
Sehingga didapatkan daya dukung riil dengan factor koreksi kelerengan adalah:
Dimana :
RCC = Real Carrying Capacity
Rn = sumber daya yang aktif di lokasi (15 orang)
Rt = jumlah sumber daya tetap pengelola (30 Orang)
Sehingga didapatkan MC = 15/30 x 100 %
= 0,5 x 100 %
= 50 %
ECC = 6.820 x 0.5
= 3.410 orang / hari.
19 Perubahan cuaca membuat saya khawatir terhadap 115 98 121 196 130 660.00
perubahan tinggi gelombang laut
Persentase (%) 17.42 14.85 18.33 29.70 19.70 0.00 100.00
Jumlah petugas pengelolaan yang ada sudah mencukupi
20 299 241 52 38 27 3 660.00
untuk mengelolaan kegiatan parawisata Pulau Reusam
Persentase (%) 45.30 36.52 7.88 5.76 4.09 0.45 100.00
30 Terdapat bermacam-macam jenis ikan untuk pemancingan 46 47 234 188 126 19 660.00
201
Universitas Sumatera Utara
DERMAGA DI PULAU REUSAM SEBELUM RUSAK
202
Universitas Sumatera Utara
PANTAI PULAU REUSAM SETELAH DERMAGA RUSAK
203
Universitas Sumatera Utara
KEADAAN FASILITAS DI PULAU REUSAM
204
Universitas Sumatera Utara
KEADAAN FASILITAS DI PULAU REUSAM
205
Universitas Sumatera Utara
BEBERAPA KEGIATAN PENGAMBILAN DATA
LAPANGAN
206
Universitas Sumatera Utara
BEBERAPA KEGIATAN PENGAMBILAN DATA
LAPANGAN
207
Universitas Sumatera Utara
FGD DAN WAWANCARA
208
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Scanned by CamScanner
Universitas Sumatera Utara
Scanned by CamScanner
Universitas Sumatera Utara
Scanned by CamScanner