Anda di halaman 1dari 62

RESPON PERTUMBUHAN TUMBUHAN AIR (Eichhornia crassipes,

Echinodorus palaefolius dan Fimbritylis globulosa) TERHADAP


PERLAKUANAIR ASAM TAMBANG MENGGUNAKAN MEDIA
KOMPOS TANDAN KOSONG SAWIT

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Nilai Serta


MelakukanKegiatan Penelitian Tugas Akhir di Jurusan Biologi
FakultasMatematika danIlmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya

Oleh:

APRILIA SAPITRI
08041381924055

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILM PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023

Universitas Sriwijaya
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan Tanaman Air


(Eicchornia crassipes, Echinodorus palaefolius,
dan Fimbrytilis globulosa) Terhadap Perlakuan
Air Asam Tambang Menggunakan Media
KomposTandan Kosong Sawit.
Nama Mahasiswa : Aprilia Sapitri

NIM : 08041381924055

Jurusan : Biologi

Telah disetujui untuk diseminar hasil pada tanggal ......................................... 2023.

Indralaya, M2023

Pembimbing

1. Dr. Sarno, M.Si.

NIP. 196507151992031004

Universitas Sriwijaya
HALAMAN PERSETUJUAN MAKALAH SEMINAR HASIL

Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan Tanaman Air


(Eicchornia crassipes, Echinodorus palaefolius,
dan Fimbrytilis globulosa) Terhadap Perlakuan
Air Asam Tambang Menggunakan Media
KomposTandan Kosong Sawit.
Nama Mahasiswa : Aprilia Sapitri
NIM : 08041381924055
Jurusan : Biologi

Telah disetujui untuk diseminarkan pada tanggal .................................. 2023.

Indralaya, Mei 2023


Pembimbing :

1. Dr. Sarno, M.Si

NIP.196507151992031004
Pembahas :
1. Singgih Tri Wardana, S.Si.M.Si
NIP.197109111999031004 ( .......................... )

Mengetahui, Ketua Jurusan Biologi


Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam
Universitas Sriwijaya

Dr. Arum Setiawan, M.Si.


NIP. 197211221998031001

iii Universitas Sriwijaya


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Aprilia Sapitri


Nim : 08041381924055
Fakultas/Jurusan : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam/Biologi

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan karya ilmiah ini
belum pernah diajukan sebagai pemenuhan persyaratan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan Strata Satu (S1) dari Universitas Sriwijaya maupun perguruan tinggi
lain.
Semua informasi yang dimuat dalam skripsi ini yang berasal dari penulis lain baik
yang dipublikasikan atau tidak telah diberikan penghargaan dengan mengutip
nama sumber penulis secara benar. Semua isi dari skripsi sepenuhnya menjadi
tanggung jawab saya sebagai penulis.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Indralaya, Juni 2023


Penulis,

Aprilia Sapitri
NIM. 08041381924055

iv Universitas Sriwijaya
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sriwijaya, yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama Mahasiswa : Aprilia Sapitri


NIM : 08041381924055
Fakultas/Jurusan : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam/ Biologi

Jenis karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Sriwijaya “Hak bebas royaliti non-eksklusif (non-exclusively
royality-free right)” atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Respon Pertumbuhan Tanaman Air (Eichhornia crassipes, Echinodorus
palaefolius, dan Fimbrytilis globulosa) terhadap perlakuan Air Asam Tambang
menggunakan media KomposTandan Kosong Sawit.”
Dengan hak bebas royaliti non-eksklusif ini Universitas Sriwijaya berhak
menyimpan, mengalih media/memformatkan, mengelolah dalam bentuk pangkalan
data (data base), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir atau skripsi saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Indralaya, Juni 2023


Penulis,

Aprilia Sapitri
NIM. 08041281924035

v Universitas Sriwijaya
HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan skripsi ini untuk Keluarga, Harta yang paling


berharga dalam hidup saya (Ayah: Aswad dan Ibu: Lindawati), dan Diri
saya sendiri yang telah bertahan sampai titik ini.

MOTTO

“Karya mu akan menempati bagian tersendiri dalam hidupmu”

“Untuk masa-masa sulitmu, biarlah Allah yang menguatkanmu. Tugasmu


hanya berusah agar jarak antara kamu dengan Allah tidak pernah jauh”

vi Universitas Sriwijaya
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Shalawat beriring salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa dari zaman kegelapan hingga zaman
terang benderang ini. Peneitian ini Respon Pertumbuhan Tanaman Air (Eichonia
crassipes, Echinodorus palaefolius, dan Fimbrytilis globulosa) terhadap
perlakuan Air Asam Tambang menggunakan media Kompos Tandan Kosong
Sawit.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal Penelitian ini tidak
luput dari bantuan dan dukungan para dosen dan teman-teman sekalian, untuk itu
penulis berterimakasih kepada Bapak Dr. Arum Setiawan. S.Si., M.Si selaku ketua
jurusan biologi, dan Bapak Dr. Sarno. M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu penulis dan Pak Agung selaku pembimbing dalam
mengerjakan Tugas Akhir ini. mohon maaf apabila ada kesalahan dan penulis
mengharapkan kritik dan saran kepada para pembaca terkait penulisan tugas akhir
ini untuk perbaikan dimasa yang akan datang dan Penulis berharap dapat
bermanfaat dan berguna bagi para pembaca.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Yth:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Anis Saggaf, MSCE selaku rektor Universitas Sriwijaya.
Prof. Hermansyah, S.Si., M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya.
2. Dr. Arum Setiawan, M.Si. selaku Ketua Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya.
3. Dr. Arwinsyah Arka, M.Kes selaku dosem pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan selama perkuliahan.
4. Bapak Singgih Tri Wardana, S.Si.M.Si selaku Dosen Pembahas dalam pengerjaan tugas
akhir saya.
5. Seluruh dosen dan staff karyawan Ju rusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya.

vii Universitas Sriwijaya


6. Kepada Keluarga saya yang sangat berharga dalam hidup saya, Ayah saya Aswad,
Ibu Lindawati S.Pd.I Saudara saya M.Akmal Saputra S.Pd & Istrinya Fitria
Anjelina S.Kom, M. Meiladi Saputra S.Pd & Istrinya Evi Kusanti S.Pd Serta
kedua ponakanku Al-Kafi Atthallah dan Arshaka Narendra yang menjadi alasan
untuk jadi panutan.
7. Kepada pemilik NIP 200105052022101001 yang telah membersamai setiap
langkahku dalam penyelesaian tugas akhir dan insyallah selamanya.
8. Kepada sahabatku yang telah banyak membantu selama perkuliahan (Fifi, Indri,
Despi, Anggi (uney) dan kak alya) yang kenal karena BEM-FMIPA hingga
menuntaskan perkuliahan ini bersama.
9. Kepada rekan/ sahabat ku SMA (Rahajeng, Vika, Dita, Ainaya, Diajeng, Tiara,
Yasmin) yang sampai sekarang selalu memberi arti sahabat tanpa kenal jarak dan
waktu.
10. Kepada sahabat ku sedari kecil (Riri, Rina, dan Dian Yofita) yang telah menjadi
support sistem dalam segala hal hidupku.
11. Kepada temanku sedari maba 7 icons (Safa, Zarah, Dhea, Margareth, Nisa,
Radhelpia, dan Meisya) yang telah membersamai disetiap semester hingga akhir.
12. Kepada teman-teman yang kutemukan di akhir perkuliahan Maya, Yasep, wawan,
Handini, Anggi ilkel yang telah membantu banyak hal dalam akhir perkuliahanku.
13. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa/I Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Khususnya angkatan 2019.
Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini,
sehingga kritik dan saran terkait skripsi ini sangat diterima untuk kebaikan di
masa yang akan datang.
Indralaya, Juni 2023
Penulis

Aprilia Sapitri
08041381924055

viii Universitas Sriwijaya


GROWTH RESPONSES OF WATER PLANTS (Eichhornia crassipes,
Echinodorus palaefolius and Fimbritylis globulosa) TO THE TREATMENT
OF ACID MINER WATER USING EMPTY PALM OIL FRUIT
COMPOST MEDIA

Aprilia Sapitri
08041381924055

SUMMARY
Acid mine drainage is water that is formed at mining sites with a low pH
value of 1.5 to 4. Management of acid mine drainage should be carried out at
every mining company in accordance with the obligations based on Minister of
Energy and Mineral. One of the efforts to cope with aquatic plants requires input
to be able to grow, namely the addition of compost/organic fertilizer, namely
using empty palm compost bunches which have a fairly high nutrient content such
as N, P, and K. This was carried out by observing the growth response in acid
mine water OPEFB treatment media. and Limestone.
This study aims to determine the types of aquatic plants that have the most
potential, the best treatment media from different compositions and combinations
of interactions between plant species and treatment media. Parameters measured
were number of leaves, initial and final wet weight were analyzed using ANOVA
and Duncan's test for further testing. The data obtained was tested by analysis of
variance and then continued with the Least Significant Difference Test at the 0.01
and 0.05 confidence levels. The results of this study indicate that the percentage of
water hyacinth and in used lime mining plant media is classified as very high and
reaches 100%. All plant growth parameters with 75% palm oil compost had better
values compared to other plants and compositions.

Keywords: Mine Acid Water, Aquatic plants (water hyacinth, water jasmine, and
mendong), Palm Oil Bunches Compost, and Limestone.

ix Universitas Sriwijaya
RESPON PERTUMBUHAN TUMBUHAN AIR (Eichhornia crassipes,
Echinodorus palaefolius dan Fimbritylis globulosa) TERHADAP
PERLAKUANAIR ASAM TAMBANG MENGGUNAKAN MEDIA
KOMPOS TANDAN KOSONG SAWIT

Aprilia Sapitri
08041381924055
RINGKASAN
Air asam tambang merupakan air yang terbentuk di lokasi penambangan
dengan nilai pH yang rendah yaitu 1,5 hingga 4, Pengelolaan air asam tambang
seharusnya dilakukan pada setiap perusahaan pertambangan. Salah satu upaya
menanggulangi dengan penanaman Tumbuhan air memerlukan asupan untuk
dapat tumbuh yaitu penambahan kompos/pupuk organik yaitu menggunakan
Tandan kompos kosong sawit memiliki kandungan hara yang cukup tinggi seperti
N, P, dan K. Dilakukan dengan pengamatan respon pertumbuhan pada air asam
tambang media perlakuan TKKS dan Batu kapur.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan air yang paling
berpotensi, media perlakuan yang terbaik dari berbeda komposisi dan kombinasi
interakasi antara jenis tumbuhan dan media perlakuan. Parameter yang diukur
ialah Jumlah daun, Berat basah awal dan akhir dianalisis dengan menggunakan
ANOVA dan Uji Duncan untuk uji lanjut. Data yang diperoleh, diuji dengan analisis
ragam lalu dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil pada taraf kepercayaan 0,01 dan
0,05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase tumbuhan eceng gondok dan
pada media tanaman bekas tambang kapur tergolong sangat tinggi dan mencapai 100%.
Seluruh parameter pertumbuhan tanaman dengan kompposisi kompos sawit 75 %
memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman dan komposisi lainnya.

Kata Kunci : Air Asam Tambang, Tumbuhan air (Eceng gondok, melati air, dan
mendong), Kompos Tandan Sawit, dan Batu Kapur.

x Universitas Sriwijaya
DAFTAR ISI

SKRIPSI.................................................................................................................. 1

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ............................................................. 2

HALAMAN PERSETUJUAN MAKALAH SEMINAR HASIL .................... III

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ...................... IV

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK


KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................................ V

HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... VI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ VII

DAFTAR ISI........................................................................................................ XI

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ XIV

DAFTAR TABEL .............................................................................................. XV

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................ XV

BAB 1 ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG ..................................................................................... 1


1.2 RUMUSAN MASALAH ................................................................................. 4
1.3 TUJUAN ...................................................................................................... 4
1.3 MANFAAT PENELITIAN ............................................................................... 5

BAB 2 ...................................................................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6

2.1 FITOREMIDIASI ........................................................................................... 6


2.2 DERAJAT KEASAMAN ................................................................................. 6
2.4 SUMBER-SUMBER AIR ASAM TAMBANG .................................................... 8
2.6 TUMBUHAN MELATI AIR (ECHINODORUS PALAEFOLIUS). .......................... 10
2.8 TUMBUHAN MENDONG (FIMBRITYLIS GLOBULOSA) ................................... 15

xi Universitas Sriwijaya
BAB 3 .................................................................................................................... 20

METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 20

3.1 WAKTU DAN TEMPAT .................................................................................... 20


3.2 ALAT DAN BAHAN ......................................................................................... 20
3.3 RANCANGAN PERCOBAAN ............................................................................. 20
3.4. CARA KERJA................................................................................................. 21
3.4.1 Sampel Air Asam Tambang ................................................................. 19
3.4.2. Pengambilan Sampel Tumbuhan air (Eichhornia Crassipes,
Echinodorus Palaefolius dan Fimbritylis Globulosa) ..................................... 19
3.4.3. Pengambilan Sampel Tumbuhan Air .................................................... 21
3.4.4. Persiapan Media Tumbuh (Bioreaktor) ................................................ 22
3.4.5. Aklimatisasi Tumbuhan Air ................................................................. 22
3.4.6. Tahapan Proses Penanaman Tumbuhan Air ....................................... 233
3.5. Parameter Pengamatan .................................................................................... 23
3.5.1. Pengamatan Jumlah Daun Pada Perlakuan ........................................... 23
3.5.2. Pengamatan Perubahan Berat Basah (gram) 3 Jenis Tumbuhan Air .... 23
3.5.3 Pengamatan Morfologi Tumbuhan Air .................................................. 21
3.6 ANALISIS DATA................................................................................................. 22

BAB 4 .................................................................................................................... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 25

4.1. Respon Pertumbuhan Air Eceng Gondok, Melati Air dan Mendong ............. 25
4.1.1. Pertambahan Jumlah Daun ................................................................... 25
4.1.2. Berat Basah Tumbuhan Air .................................................................. 27
4.2. Analisis Komposisi Media Perlakuan ............................................................. 28
4.3. Interaksi Kenampakan Pada Jenis Tumbuhan Air dan Komposisi Media
Perlakuan ........................................................................................................ 30
4.4. Pengamatan Secara Morfologi Tumbuhan Air ............................................... 32

BAB 5 .................................................................................................................... 33

5.1 KESIMPULAN ............................................................................................. 34

5.2 SARAN ............................................................................................................ 33

xii Universitas Sriwijaya


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33

LAMPIRAN .......................................................................................................... 38

xiii Universitas Sriwijaya


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Melati Air (Echinodorus palaefolius) .................................................. 10


Gambar 2. Tumbuhan Eceng Gondok ................................................................... 13
Gambar 3. Mendong (Fimbritylis globulosa) ........................................................ 15
Gambar 4. Susunan media dan tumbuhan air pada bak reaktor ............................. 20
Gambar 5. Kenampakan tanaman kombinasi terbaik ............................................ 31

xiv Universitas Sriwijaya


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penelitian tumbuhan air eceng gondok, melat air dan mendong pada air
asam tambang ........................................................................................ 17
Tabel 2. Rancangan Percobaan Rancangan Acak Lengkap Faktorial .................. 19
Tabel 3. Rata-rata Pertambahan Jumlah Daun Terhadap Media Perlakuan ......... 24
Tabel 4.Rata-rata pertambahan jumlah daun dan berat basah dan terhadap
komposisi media perlakuan. .................................................................. 27
Tabel 5. Uji lanjut interaksi tumbuhan air dan media perlakuan. ......................... 29

xv Universitas Sriwijaya
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air asam tambang merupakan air yang terbentuk di lokasi penambangan

dengan nilai pH yang rendah yaitu 1,5 hingga 4 (Nasir et al., 2014). Air asam

tambang ini terbentuk dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu air, udara, dan

material yang mengandung mineral-mineral sulfida (Nurisman et al., 2012).

Senyawa-senyawa pyrite yang terlarut menyebabkan pH air menurun dan juga

memiliki logam Fe serta Mn yang tinggi.

Dampak yang ditimbulkan air asam tambang bukan hanya di dalam lokasi

pertambangan saja, namun yang lebih dikhawatirkan adalah tercemarnya sumber

air yang terdapat di luar kawasan tambang dan sangat membahayakan lingkungan

khususnya bagi makhluk hidup. Pengelolaan air asam tambang seharusnya

dilakukan pada setiap perusahaan pertambangan sesuai dengan kewajiba

berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.7 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan

Reklamasi dan Pasca Tambang pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan

Batubara. Umumnya penanganan air asam tambang yang dilakukan di banyak

perusahaan tambang adalah dengan menggunakan teknologi aktif dan pasif.

Kedua pendekatan tersebut memiliki keunggulan dan keterbatasan masing-

masing dalam segi efektivitas.

Logam berat yang bersifat toksik salah satunya yaitu logam kromium (Cr).

Logam ini pada umumnya ditemukan dalam bentuk persenyawaan kimia.

Kromium merupakan logam yang memiliki daya racun tinggi. Daya racun logam

ini ditentukan oleh valensi- valensi ionnya. Ion Cr6⁺ merupakan bentuk logam

1 Universitas Sriwijaya
2

berat yang sering dipelajari sifat racunnya. Logam ini terdapat biasanya di

lingkungan perairan, tanah maupun udara. Logam ini umumnya bersumber dari

kegiatan perindustrian, pembakaran serta mobilisasi bahan-bahan bakar (Asmadi

2009).

Salah satu cara dalam menangani pencemaran air oleh logam Cr

diperlukan teknik pengolahan limbah yang tepat, praktis, dan murah. Salah satu

cara pengolahan limbah industri yaitu dengan teknik fitoremediasi. Fitoremediasi

adalah suatu sistem tanaman tertentu yang dapat melakukan kerja sama dengan

mikroorganisme dalam media (tanah, koral, dan air), dapat mengubah zat

kontaminan (pencemar/ polutan)menjadi kurang atau tidak berbahaya atau bahkan

menjadi bahan berguna secara ekonomi. Tanaman yang dapat digunakan pada

penelitian fitoremediasi adalah tanaman yang cepat tumbuh dan mampu

mengonsumsi air pada waktu yang singkat dan dalam jumlah yang banyak,

mampu meremediasi lebih dari satu polutan, dan toleransi yang tinggi terhadap

polutan (Hasyim, 2016).

Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan untuk meremediasi limbah

adalah eceng gondok (Eichhornia crassipes). Eceng gondok merupakan gulma

air karena petumbuhannya yang begitu cepat, menyebabkan menutupi

permukaan air dan menimbulkan masalah pada lingkungan. Namun disisi lain,

eceng gondok bermanfaat karena mampu menyerap zat organik, zat anorganik

serta logam berat yang merupakan bahan pencemaran (Djo et al., 2017). Eceng

gondok juga termasuk tumbuhan yang memiliki toleransi tinggi terhadap logam

berat karena mempunyai kemampuan membentuk fitokelatin dimana senyawa

peptide yang dihasilkan oleh tanaman mampu mengkhelat logam dalam jumlah

Universitas Sriwijaya
3

yang besar.

Sebagai media tumbuh pada tumbuhan air digunakan Kompos/pupuk

organik yang sudah matang umumnya berwarna gelap (coklat kehitaman)

teksturnya remah dan tidak lagi terlihat bentuk asalnya. Tumbuhan air

memerlukan asupan untuk tumbuh yaitu penambahan kompos/pupuk organik yang

masih mentah (belum terurai) dapat mengakibatkan N tanah yang diserap tanaman

akan berkurang. Sebaliknya jika menambah kompos/pupuk organik yang sudah

matang maka akan menyumbang N kedalam tanah dan tanaman mendapatkan

tambahan N untuk pertumbuhan tanaman (Firmansyah, 2011).

Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) juga mampu memperbaiki

sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Jika diberikan dalam jumlah banyak maka

akan semakin baik dalam memperbaiki kesuburan tanah. Limbah TKKS dapat

dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang dibutuhkan oleh tanah dan

tanaman. TKKS memiliki kandungan hara yang cukup tinggi seperti N, P, dan K

dan pH sebesar 10,9 (Udoetok, 2012).

Ketersediaan tandan kosong sebagai sumber bahan organik di Sumatera

Selatan sangat melimpah, mengingat ada 73 pabrik pengelolaan Kelapa Sawit

yang beroperasi di wilayah tersebut. Ketersediaan dan keberlimpahan tandan

sawit menjadi pertimbangan untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengolahan air

asam tambang. Kualitas bahan organik harus menjadi pertimbangan sebelum

digunakan dalam pengolahan air asam tambang. Selain itu, menurut studi yang

dilakukan menunjukan bahwa tandan kosong kelapa sawit memiliki kemampuan

mengurangi kekeruhan dan kandungan logam dalam air terutama Fe dan Mn.

Kandungan gugus fungsial seperti hidroksil dan asam karboksilat diklaim sebagai

Universitas Sriwijaya
4

proses utama dalam adsorpsi zat warna dan ion logam dalam bentuk khelasi. Ion

logam, seperti besi (Fe), mangan (Mn) dan timbal (Pb) mengalami adsorpsi yang

kuat sehingga menjadi stabil ikatannya(Khosravihaftkhany et al., 2013).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manakah Jenis Tumbuhan Air (Eichhornia crassipes, Echinodorus palaefolius

dan Fimbritylis globulosa) yang paling baik dalam proses Respon

Pertumbuhan dengan media perlakuan?

2. Komposisi media yang manakah yang terbaik dalam proses media perlakuan

pertumbuhan?

3. Bagaimanakah interaksi kombinasi antara Jenis Tumbuhan air (Eichhornia

crassipes, Echinodorus palaefolius dan Fimbritylis globulosa) dan komposisi

media perlakuan pada Respon Pertumbuhan.

1.3 Tujuan

Dengan mengacu pada permasalahan penelitian di atas, maka tujuan dari

peneliatian ini adalah:

1. Mengetahui jenis tumbuhan air (Eichhornia crassipes, Echinodorus

palaefolius dan Fimbritylis globulosa) yang paling baik dalam respon

pertumbuhan dengan perlakuan yang berbeda.

2. Mengetahui komposisi media yang terbaik dalam proses perlakuan respon

pertumbuhan tumbuhan air.

3. Mengetahui interaksi antara jenis tumbuhan dan komposisi perlakuan

tumbuhan air (Eichhornia crassipes, Echinodorus palaefolius dan Fimbritylis

globulosa).

Universitas Sriwijaya
5

1.3 Manfaat Penelitian

Berdasarkan pemaparan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan

di atas, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian mengenai efektifitas,

respon dan kemampuan tumbuh dari air asam tambang adalah sebagai berikut:

1. Manfaat untuk praktisi (industri), sebagai referensi bagi perusahaantambang

dalam menentukan jenis tanaman air pada proses fitoremediasi air asam

tambang.

2. Manfaat untuk ilmu pengetahuan (akademis), penelitian ini diharapkan dapat

dijadikan referensi dalam menentukan jenis tumbuhan air pada proses

fitoremediasi Air Asam Tambang (AAT).

Universitas Sriwijaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Fitoremidiasi

Metode dengan fitoremediasi merupakan metode perbaikan, pemulihan, dan

pengembalian fungsi serta keseimbangan lingkungan sekitar. Fitoremediasi

dikenal dengan istilah yang luas sejak tahun 1991 yang menggambarkan

kemampuan tumbuhan untuk mengurangi mobilitas, tekanan, volume, atau

toksisitas kontaminan yang terjadi didalam tanah, air, dan media yang

terkontaminasi lainnya pada proses fitoremediasi. Teknologi yang dilakukan

secara insitu ini dapat memanfaatkan kemampuan tumbuhan dalam membersihkan

lingkungan (Sukono et al., 2020).

Dalam penanggulangan logam berat banyak cara dilakukan untuk menjaga

lingkungan, salah satunya secara biologi dengan teknik fitoremediasi. Keunggulan

dalam teknik fitoremediasi ini yaitu pengoperasian yang udah, biaya yang murah,

efektif dalam meremediasi dan tidak merusak lingkungan (Musapana et al., 2020).

Sistem kerja yang dilakukan pada teknik fitoremediasi ini dapat berupa penarikan

polutan, residu pestisida, logam berat, dan minyak mentah. Penerapan

fitoremediasi salah satunya dengan metode wet land dan waste water garden

(Marzuki dan Sattar, 2019).

2.2 Derajat Keasaman

Derajat Keasaman merupakan nilai yang digunakan untuk dapat menyatakan nilai

keasaman atau derajat kebasaan pada suatu larutan. Nilai pH dapat dinyatakan dengan

banyaknya H+ dalam larutan derajat nilai keasaman, dan banyaknya nilai dari OH- yang

menunjukan nilai basa. Saat ini nilai pH digunakan dalam

6 Universitas Sriwijaya
7

menyatakan suatu parameter uji dalam berbagai bidang, sebagai contoh bidang kimia,

lingkungan, biomedis, dan lain sebagainya (Hidayat, 2014).

2.3 Air Asam Tambang

Air Asam Tambang merupakan air limbah yang didapatkan dari

lingkungan industri pertambangan. Air Asam Tambang dapat terbentuk

dikarenakan adanya campuran kontak antara oksigen, air, dan mineral sulfide

yang dapat bereaksi dan membentuk asam. Air Asam Tambang dapat melarutkan

logam-logam berat yang terdapat pada batuan dan juga dapat mengkontaminasi

alat-alat yang bersentuhan dan mengandung kadar asam.. Air Asam Tambang juga

dapat merusaklingkungan sekitar, baik dari biotik maupun abiotik seperti danau,

sungai bahkan laut yang terdeteksi air asam tambang akan menyebabkan

keracunan bagi makhluk hidup (Hasyim dan Arief, 2014).

Air Asam Tambang dapat terbentuk dikarenakan mineral sulfida yang

terkandung dalam batuan pada saat dilakukan penambangan berlangsung yang

bereaksi dengan air dan oksigen. Reaksi yang terjadi antara besi, oksigen dan air

selanjutnya dapat membentuk asam sulfat dan endapan besi hidroksida. Reaksi

umum pembentukan Air Asam Tambang terjadi empat reaksi yang dapat

menghasilkan ion-ion hidrogen yang apabila berkaitan dengan ion-ion negative

dapat membentuk asam yang terjadi pada pirit. Karakteristik sifat kimia dari Air

Asam Tambang yaitu pH rendah nilainya berkisar antara 1,5 hingga 4,

konsentrasi yang terjadi dapat larut dengan tinggi seperti besi, aluminium,

kadmium, mangan,dan merkuri (Nasir et al., 2014).

Universitas Sriwijaya
8

2.4 Sumber-Sumber Air Asam Tambang

Sumber-sumber air asam tambang menurut Hidayat (2017), antara lain berasal

dari:

1. Air dari Tambang Terbuka

Lapisan batuan akan terbuka sebagai akibat dari terkelupasnya lapisan penutup,

sehingga unsur sulfur yang ada dalam batuan sulfida akan terpapar oleh udara

maka terjadilah oksidasi yang apabila hujan atau air tanah mengalir diatasnya

maka jadilah air asam tambang.

2. Air dari Unit Pengolahan Batuan Buangan

Material yang banyak tedapat dalam limbah kegiatan penambangan adalah batuan

buangan (waste rock). Jumlah batuan akan meningkat dengan bertambahnya

kegiatan penambangan sehingga batuan buangan yang mengandung sulfur akan

berhubungan langsung dengan udara membentuk senyawa sulfur oksida,

selanjutnya dengan adanya air akan membentuk air asam tambang.

3. Air dari Lokasi Penimbunan Batuan

Timbunan batuan yang berasal dari batuan sulfida dapat menghasilkan air asam

tambang karena berhubungan langsung dengan udara yang selanjutnya terjadi

pelarutan akibat adanya air.

4. Air dari Unit Pengolahan Limbah Tailing

Kandungan unsur sulfur di dalam tailing diketahui mempunyai potensi dalam

membentuk air asam tambang, pH dalam tailing pond ini biasanya cukup tingg

karena adanya penambahan hydrated lime untuk menetralkan air yang

bersifatasamyang dibuang kedalamnya.

5. Air dari Stockpile

Universitas Sriwijaya
9

Bahan galian batubara yang dihasilkan dari kegiatan penambangan dan

dikumpulkan di stockpile untuk diolah dan dipasarkan. Proses pengiriman

batubara ke konsumen terlebih dahulu dikecilkan ukurannya dengan metode

penghancuran (crusbing).

2.5. Lahan Basah Buatan

Lahan basah merupakan suatu kawasan wilayah rawa, air, dan lahan

gambut baik itu alami maupun buatan yang bersifat tawar, asin, atau payau. Dapat

mencakupi wilayah air marin yang didalamnya pada waktu surut kurang lebih

enam meter. Menurut, (Dugan, 1990). Lahan basah mencakup suatu rentangan

luas habitat pedalaman, pantai, dan marin yang memiliki sejumlah tampakan

sama. Salah satunya yaitu sistem pengolahan limbah cair yang menirukan proses

alam yang bertujuan memperbaiki kualitas air dengan menyisihkan polutan-

polutan yang terkandung di dalam air limbah melalui proses fisik fisik

(penyaringan dan sedimentasi), proses biologi (pertumbuhan mikroba dan

tanaman air), dan proses mekanik (Kadleck dan Knight, 1996).

Komponen yang terkandung didalam proses lahan basan buatan media

lolos air (substrate), mikroorganisme, dan tanaman air. Komponen media lolos air

yang digunakan biasanya menggunakan substrate alami seperti pada pasir, kerikil,

atau pecahan batu. Menurut, (USEPA, 2000). Substrat tersebut disyaratkan

bersih, durable, keras dan tidak berubah morfologi atau bentuknya untuk menjaga

permeabilitasdari kondisi tanah. Terdapat dua macam tipe lahan basah, yaitu: Free

Water Surface (FWS) atau Surface Flow (SF), dan SubSurface Flow (SSF). Pada

sistem SF, adanya aliran air berada di atas permukaan tanah. Pada sistem SSF,

permukaan air berada di bawah muka tanah. Berdasarkan arah aliran limbah, terdapat dua

Universitas Sriwijaya
10

tipe SSF, yaitu arah horizontal dan arah vertikal (Kadlec dan Wallace, 2009).

2.6 Tumbuhan Melati Air (Echinodorus palaefolius).

Tanaman Melati Air merupakan tumbuhan air memiliki daun tunggal dan

kaku dengan tangkai bersegi hingga membulan ke arah pangkal daun. Panjang

tangkainya berkisar 50-100 cm dengan diameter berukuran 1-3 cm. Struktur daun

keras, beralur sepanjang tangkai dan berbintik-bintik putih dengan warna dasar

hijau muda. Tumbuhan Melati air memiliki bentuk daun bulat telur dengan

pangkal daun yang melekung dan ujung yang membulat. Tulang daun menjari

banyak dan menonjol jelas kearah permukaan bawah. Tepi daun berbentuk rata

dengan anak tulang daun yang menyatu dari pangkal sampai ke ujung daun.

Bunga yang muncul di tengah-tengah tangkai daun, tersusun seperti untaian

payung (Tjitroseopomo et al., 1987).

Gambar 1. Melati Air (Echinodorus palaefolius)


Melati air merupakan tanaman akuatik atau tanaman air yang berasal dari

Brazil, Peru, Meksiko, dan Uruguay. Bunga melati air berwarna putih bersih,

kelopaknya terlihat agak tipis, dan tengah bunga terdapat benang sari berwarna

kuning. Melati air hampir sama dengan melati biasa. Melati air kerap berbunga tak

kenal musim dan tidak perlu penanganan khusus karena mudah untuk hidup. Daun

melati air agak kaku, permukaan dan bagian bawah daun ditumbuhi bulu- bulu

Universitas Sriwijaya
11

yang kasar. Melati air tidak tahan dengan sinar matahari sepanjang hari. Jika

daunnya berwarna kekuning-kuningan, sebaiknya dipindah ke tempat yang

sedikitterlindung (Marianto, 2001).

Habitat melati air biasanya berada di air yang bervariasi. Persebarannya

berada di Amerika tengah, lembah Mississippi dan Venezuela. Perkembangannya

menggunakan biji dan anakan. Melati air memiliki manfaat sebagai tanaman hias

di tepi rawa dan akuarium (Baroroh dan Irawanto, 2016). Melati air mampu

menghisap oksigen dan udara melawati daun, batang dan akar yang kemudian

dilepaskan kembali ke daerah sekitar perakarannya (rhizosphere). Hal ini terjadi

lantaran tanaman melati air memiliki ruang antar sel atau lubang saluran udara

sebagai media transportasi dari atmosfer ke bagian perakaran. Oksigen yang

dilepaskan oleh melati air ini nantinya akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme

dalam penguraian bahan organik (Koesputri et al., 2016).

Melati air dalam keadaan segar mengandung bahan organik 37,59%, C-

organik 21,23%, N total 0,28%, P total 0,0011% dan K total 0,016%. Menurut

Rochyati dalam Kurniawati (2018), tangkai segar tanaman melati air memilki

kandungan kimia air 95,6%, abu 0,44%, serat kasar 2,09%, karbohidrat 0,17%,

lemak 0,35%, protein 0,16%,fosfor 0,52%, kalium 0,42%, klorida 0,26%,

alkanoid 2,22%. Sedangkan dalam keadaan kering mengandung kandungan

selulosa 64,51%, pentose 15,61%, silica 5,56%, abu 12% dan lignin 7,69%

Kurniawati (2018), Proses aklimatisasi tanaman melati air dibutuhkan guna

pengadaptasian tanaman dengan lingkungan baru agar dapat mengkondisikan

tanaman dengan limbah yang akan diolah nantinya (Kasman et al., 2019).

Universitas Sriwijaya
12

Klasifikasi Tanaman Melati Air adalah sebagai berikut


(Tjitrosoedirdjo,2010).
Kingdom : Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo :Alismateles
Famili : Alismataceae
Genus : Echinodorus
Spesies : Echinodorus palaefolius

2.7 Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

Berdasarkan deskripsi yang digambarkan oleh Tjitrosoepomo (1987),

Enceng Gondok merupakan tanaman tahunan yang mengapung (atau berakar di

air dangkal) dengan ketiak daun membentuk tanaman baru yang mudah dilepas di

bagian ujungnya. Batang tertutup rapat dengan pangkal tangkai daun dan akar,

ditutupi dengan banyak akar kecil dengan tudung akar yang mencolok. Daun

muncul dalam roset, tebal, hijau mengkilap, bulat telur lebar, dengan pangkal

subkordat, terpotong atau bulat dan puncak tumpul, diameter 7-25 cm, gundul,

berurat saraf, tangkai daun sepon, pada tumbuhan muda pendek dan seperti buli-

buli, pada daun dewasa panjang dan berangsur-angsur menyempit ke atas hingga

30 cm.

Universitas Sriwijaya
13

Gambar 2. Tumbuhan Eceng Gondok

(Sumber: Wang et al., 2018)

Tumbuhan Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga

tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan.

Tumbuhan air eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar

dalam tanah. Kemampuan untuk beradaptasi dan pertumbuhannya yang cepat

menjadikan eceng gondok sebagai fitoremediator. Tumbuhan air eceng gondok

telah terbukti dapat menurunkan pencemaran air yang diakibatkan limbah air

asam tambang (Ariyani et al., 2014).

Wilayah Sumatera Selatan sebagian adalah rawa dengan vegetasi

tumbuhan air yang sangat beragam. Salah satu tumbuhan air yang sangat

dominan adalah Eceng Gondok (Eichornia crassipes). Tumbuhan air ini dapat

tumbuh dan berkembang pada daerah rawa dan tergolong sebagai

hiperakumulkator logam berat. Menurut, Krisdianto et al., (2006), menemukan

bahwa Eceng gondok mampu mengakumulasi beberapa jenis logam, seperti Al,

Pb, Cu, Fe, Mn, Ni, Cd, Cr, Co, Zn, dan Hg (Skinner et al., 2007). Eceng

gondok dapat mengakumulasi As yang terlarut pada AAT (Michelle et al., 2010).

Universitas Sriwijaya
14

Bunga zygomorphic, bunga sempurna, ephemerous, bertangkai panjang, tegak

(panjang hingga 50 cm) dari 18-35 bunga membuka secara bersamaan,

membungkuk ke bawah setelah berbunga; tangkai dengan 2 bracts (spathes), yang

lebih rendah seperti daun dengan selubung tubular panjang dan lamina kecil:

bagian atas seperti bract, hampir seluruhnya di dalam selubung yang lebih rendah,

berbentuk tabung, berakhir dengan mucro; perianth sympetalous, persisten dalam

keadaan kering, mengelilingi buah: tabung panjang 15-18 mm, melengkung, dasar

hijau, bagian atas lebih pucat: lobus 6, ukurannya mengecil.

Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan

ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan. Eceng

gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah.

Kemampuan untuk beradaptasi dan pertumbuhannya yang cepat mejadikan

Eceng gondok sebagai fitoremediator yang bagus. Tumbuhan eceng gondok telah

terbukti dapat menurunkan pencemaran yang diakibatkan limbah air asam

tambang (Ariyani et al., 2014).

Wilayah Sumatera Selatan sebagian adalah rawa dengan vegetasi

tumbuhan air yang sangat beragam. Salah satu tanaman air yang sangat dominan

adalah Eceng Gondok (Eichornia crassipes). Tumbuhan air ini dapat tumbuh

dan berkembang biak di daerah rawa dan tergolong sebagai hiperakumulkator

logam berat. Menurut Krisdianto dkk. (2006), menemukan bahwa Eceng gondok

mampu mengakumulasi beberapa jenis logam, seperti Al, Pb, Cu, Fe, Mn, Ni,

Cd, Cr, Co, Zn, dan Hg (Skinner et al., 2007). Eceng gondok dapat

mengakumulasi As yang terlarut pada AAT (Michelle et al., 2010). Bunga

zygomorphic, bunga sempurna, ephemerous, bertangkai panjang, tegak (panjang

Universitas Sriwijaya
15

hingga 50 cm) dari 18-35 bunga membuka secara bersamaan, membungkuk ke

bawah setelah berbunga; tangkai dengan 2 bracts (spathes), yang lebih rendah

seperti daun dengan selubung tubular panjang dan lamina kecil; bagian atas

seperti bract, hampir seluruhnya di dalam selubung yang lebih rendah, berbentuk

tabung, berakhir dengan mucro; perianth sympetalous, persisten dalam keadaan

kering, mengelilingibuah; tabung panjang 15-18 mm, melengkung, dasar hijau dan

bagian atas lebih pucat.

2.8 Tumbuhan Mendong (Fimbritylis globulosa)

Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan untuk fitoremediasi logam

berat adalah tumbuhan mendong (Fimbristylis globolusa Retz. Kunth) yang

termasuk famili Cyperaceae (Dewi dan Reginawanti, 2009). Tumbuhan mendong

merupakan tumbuhan hiperakumulator yang memiliki kemampuan fitoekstraksi

logam berat, pertumbuhannya cepat, daya tahannya cukup tinggi dalam kategori

respon tanaman (Sulistiyarto, 2017).

Gambar 3. Mendong (Fimbritylis globulosa)


(Sumber: Prasetya et al., 2020)

Universitas Sriwijaya
16

Berdasarkan Tjitrosoepomo (1887), deskirpsi tumbuhan mendong sebagai

berikut: tumbuhan Mendong dapat digunakan untuk fitoremediasi karena mampu

menurunkan kadar merkuri pada limbah air tambang. Menurut Gunarsa (2018),

melaporkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Mendong (F. globolusa)

mampu mengurangi kadar merkuri pada air limbah tambang emas rakyat.

Konsentrasi merkuri pada air limbah tambang emas sebelum diberikan perlakuan

dengan tumbuhan mendong (F. globolusa) yaitu 4,019 mg/L.

Setelah diberikan perlakuan dengan tumbuhan mendong, konsentrasi

merkuri pada air limbah turun menjadi 0,170-0,340 mg/L. Penyerapan merkuri

tertinggi (sebesar96%) terdapat pada perlakuan menggunakan tumbuhan Mendong

(F. globolusa) sebanyak 2 kg. Akumulasi logam berat Fe dan Mn yang terserap

pada tumbuhan F. globulosa menjadi penting, karena dengan adanya data

mengenai akumulasi logam berat pada F. globulosa dapat digunakan sebagai

pemantauankeberhasilan fitoremediasi AAT (Putri dan Estuningsih, 2021).

Klasifikasi Tanaman Mendong (Fimbritylis globulosa) adalah


sebagaiberikut (Tjitrosoedirdjo, 2010) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Fimbristylis
Spesies : Fimbritylis globulosa.

Universitas Sriwijaya
17

Adapun beberapa hasil penelitian penanaman tumbuhan air eceng gondok, melati
air, dan mendong terhadap air asam tambang ditampilkan pada tabel 1.
Tabel 1. Penelitian tumbuhan air eceng gondok, melati air dan mendong pada air
asam tambang.

Judul, Peneliti, Tahun terbit. Tahun Terbit. Hasil Penelitian

Hasilyang didapat dari


“Phytoremediation of Batik 2019 penelitian ini merupakan
Industry Effluents Using E.palaefolius dapat
Aquatic Plants (Equisetum Menurunkan kadarammonia
hymale and echinodorus”, nitrogen 27,10
Mutiara Triwiswara ± 2,42%, nitrir
45,03% ± 9,77%,
nitrat 20,94% ± 1,29%
dan ortofosfat 14,19%

± 3,05%.

“Eksplorasi Tanaman 2013 Rata-rata menyerap logam Al


Fitoremediasi Aluminium berturut-turut yaitu 96,46%
(Al) yang ditumbuhkan untuk melati air, 94,65% untuk
PadaLimbah Pipa PDAM 80,21% untuk Tanaman eceng
Khaulistiwa Pontianak”, gondok.
Dery Diah Santriyan Ir.
Rita Hayati, M.Si. Isna
Apriani, S. M.S

Mei 2015
“Pemanfaatan Eceng Semakin berat eceng
GondoK Terhadap gondok maka semakin
Penurunan Kadar banyak penyerapan
Merkuri (Hg) Limbah yang dilakukan dengan
Cair Pada Pertambangan berat 300 gr eceng
Emas Tanpa gondok mampu menyerap
Izin (PETI)”, logam berat
Shelga Sapta Lahenda, sebanyak 26,46%.
Ellyke, Khoiron

Universitas Sriwijaya
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2022,

bertempat di Rumah Kaca, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya. Pengambilan sampel air asam tambang

di Void PIT 2 PT. Baturona Adimulya, Kabupaten Musi Banyuasin. Tumbuhan air

yang digunakan yaitu Eichhornia crassipes, Echinodorus palaefolius dan

Fimbritylis globulosa diambil dari lahan basah (rawa) di Kabupaten Ogan Ilir

sedangkan Bahan Organik Tandan Kosong Sawit diambil dari Perkebunan Kelapa

Sawit PT. Guthrie Pecconina Indonesia III Kabupaten Musi Banyuasin.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah alat tulis, meteran, penggaris, kertas label,

ember plastik dan jerigen. Sedangkan bahan yang dibutuhkan adalah air asam

tambang, 30 kg Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) masing-masing 500 gram,

Tumbuhan air yang digunakan eceng gondok, melati air dan mendong.

3.3 Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial

9 kombinasi perlakuan dan 3 kali pengulangan. Faktor A yaitu jenis tumbuhan air

seperti: Eceng gondok (Eichhornia crassipes), Melati air (Echinodorus

palaefolius), dan Mendong (Fimbrytlis globulosa). Faktor B berupa komposisi

tandan kosong sawit dan batu kapur masing- masing konsetrasi 25%:75%,

50%:50%, dan 75%: 25%.

18 Universitas Sriwijaya
19

Tabel 2. Rancangan Percobaan Rancangan Acak Lengkap Faktorial

jenis tumbuhan
Komposisi media tumbuhan melati eceng rata-rata
air (t1) gondok (t2) Mendong(t3)
K1: tandan kosong 25% t1k1 t2k1 t3k1
batu kapur 75%
K2: tandan kososng 50% t1k2 t2k2 t3k2
batu kapur 50%
K3: tandan kosong 75% t1k3 t2k3 t3k3
batu kapur 25%
rata-rata
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Sampel Air Asam Tambang

Air Asam Tambang diambil dari void PIT 2 PT. Baturona Adimulya

Kabupaten Musi Banyuasin. Sampel air diambil sebanyak 250 Liter dan

ditampung menggunakan tempat khusus berupa Jerigen dengan kapasitas 30 Liter

sebanyak 9 Jerigen yang nantinya akan digunakan sebagai substrat dari sampel

yang akan diuji.

3.4.2 Sampel Bahan Organik dari Tandan Kosong Kelapa Sawit

Sampel Bahan Organik dari Tandan Kosong Kelapa Sawit diambil dari

Perkebunan Kelapa Sawit PT. Guthrie Pecconina Indonesia III Kabupaten Musi

Banyuasin. Sampel yang diambil sebanyak 100 kg menggunakan wadah berupa

karung. Untuk kebutuhan analisa kandungan bahan organik, sampel diambil

sebanyak 2 kg dan dianalisa kandungan N, P, K, Fe dan Mn di Laboratorium PT.

Sampoerna Agro Palembang, Sumatera Selatan.

3.4.3. Pengambilan Sampel Tumbuhan air (Eichhornia Crassipes,


Echinodorus Palaefolius dan Fimbritylis Globulosa)

Tumbuhan air yang digunakan dalam penelitian diambil dari lahan basah

(rawa) di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, masing-masing tumbuhan

Universitas Sriwijaya
20

sebanyak 500 gram (berat basah). Tumbuhan air diamati banyaknya jumlah daun,

morfologi dari tumbuhan sebagai data awal. Pengamatan dilakukan di Rumah

Kaca, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengatahuan Alam,

Universitas Sriwijaya.

3.4.4 Persiapan Media Tumbuh (Bioreaktor)

Pada bak reaktor menggunakan bak plastik dengan diameter 138 cm

(diukur menggunakan meteran) dan kapasitas 8 liter. Susunan media dan tanaman

pada bak reaktor disajikan pada Gambar 3.1.

B
B

Gambar 4. Susunan media dan tumbuhan air pada bak reaktor


Keterangan: A = Tumbuhan air, B = Tandan kosong sawit, C = Batu kapur, dan D = Air
asam tambang.
3.4.5 Aklimatisasi Tumbuhan Air

Jenis tumbuhan air eceng gondok (Eichhornia crassipes), melati air

(Echinodorus palaefolius) dan mendong (Fimbritylis globulosa) diambil dari rawa

lebak sekitar kampus Unsri, Indralaya, Sumatera Selatan dengan kondisi

lingkungan yang berlumpur. Kemudian di aklimatisasi dengan media 90% air

yang berasal dari habitat alaminya dan ditambahkan 10% AAT dan media kompos

tandan kosong sawit sebanyak 1 kg selama 14 hari. Tumbuhan air yang

diaklimatisasi juga ditambahkan bahan-bahan organik di setiap bioreactor

tersebut.

Universitas Sriwijaya
21

Tumbuhan air yang telah diaklimatisasi, dipilih yang memiliki kriteria daun

berwarna hijau, organ tumbuh lengkap, sehat dan dalam fase vegetatif dengan

berat segar masing-masing 300gram untuk satu bioreaktor Setelah itu dilakukan

pengamatan dengan melihat parameter yang akan dihitung dan mencatat

parameter awal yang akan dilakukan, (Estuningsih et al., 2013). Selanjutnya,

ditanam pada masing-masing bioreaktor dengan penambahan kompos sawit.

Kemudian bioreaktor dihomogenkan setiap hari dengan cara diaduk selama 30

hari.

3.4.6 Tahapan Proses Penanaman Tumbuhan Air

Tumbuhan air eceng gondok, melati air, dan mendong dengan perlakuan di

setiap bioreaktor dengan dimasukkan tanaman sebanyak 300gram tumbuhan

dengan berbeda individu ditambah dengan air asam tambang dan batu kapur

kemudian diamati selama per-10 hari sampai dengan hari ke- 30.

3.5 Parameter Pengamatan

3.5.1 Pengamatan Jumlah Daun Pada Perlakuan

Pengamatan jumlah Daun pada masing-masing perlakuan dapat dilakukan

dengan cara menghitung jumlah daun di awal sampel kemudian dilakukan

perhitungan pertambahan jumlah daun pada hari ke: 10, 20, dan 30.

3.5.2 Pengamatan Perubahan Berat Basah (gram) 3 Jenis Tumbuhan Air

Pengamatan perubahan selisih berat basah akhir dan berat basah awal 3 jenis

tumbuhan air pada masing-masing perlakuan dapat dilakukan dengan cara

menghitung selisih jumlah berat awal dan akhir sampel. Pengukuran berat basah

tumbuhan air Eceng Gondok (Eichhornia crassipes), Melati Air (Echinodorus

palaefolius) dan Mendong (Fimbritylis globulosa) dilakukan pada:

Universitas Sriwijaya
22

Hari ke-1 (sebagai berat awal, sebelum pelakuan)

Hari ke-30 (sebagai berat akhir, setelah perlakuan)

Proses Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur tumbuhan

menggunakan timbangan digital. Tumbuhan Air diambil kemudian dicuci dengan

air untuk menghilangkan kotoran terutama pada bagian akar (Muhajir, 2013).

Kemudian ditiriskan dan ditimbang barat basahnya. Menurut, Aeni et al., (2011).

Menemukan bahwa pertumbuhan dapat diketahui dari berat segar tanaman yang

merupakan gambaran biomassa tumbuhan.

3.5.3 Pengamatan Morfologi Tumbuhan Air Media Perlakuan

Pengamatan morfologi dilakukan dengan melihat perubahan yang terjadi

seperti warna daun, batang, dan akar kemudian bentuk daun, akar, batang pada 3

jenis tumbhan air tersebut. Data dapat disajikan dalam bentuk deskripsi dari setiap

dokumentasi yang telah didapatkan saat melakukan observasi.

3.6 Analisis Data

Penelitian ini menghasilkan data kuantitaif dianalisis dengan software Mr.

Excel dan Statistikal Package for the Social Sciens (SPSS). Pengaruh perlakuan

ada variabel diamati dilakukan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) pada

taraf kepercayaan 95%. Kriteria pengambilan keputusan data, yakni:

1. Nilai P. Value. Sig. > 0,05 maka perlakuan tidak memberikan

pengaruh nyata pada variabel yang diamati.

2. Nilai Nilai P. Value. Sig. < 0,05 maka perlkuan memberikan dampak

pengaruh nyata trhadap variabel diamati dan dilanjutkan dengan uji

jarak Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

Universitas Sriwijaya
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis pada 3 jenis tumbuhan air dengan kombinasi media tumbuhan

perlakuan dapat dilihat dari jumlah daun, selisih pertambahan berat basah awal

dan berat basah akhir dari tumbuhan air. Kandungan yang terdapat pada media

perlakuan yaitu kompos tandan kosong sawit dan batu kapur dengan masing-

masing perbedaan komposisi yang digunakan.

4.1 Respon Pertumbuhan Tumbuhan Air Eceng Gondok, Melati Air, dann
Mendong.

4.1.1 Pertambahan Jumlah Daun

Hasil ANOVA (Analisis of variance) pada perlakuan jenis tumbuhan air

berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun dan berat basah pada daun.

Muncul daun yang baru ada tumbuhan dilakukan dan diamati setiap per-10 hari

pengamatan sampai hari ke-30. Pengamatan munculnya daun disajikan pada

berikut.

Tabel 3. Rata-rata pertambahan jumlah daun dan berat basah dan terhadap jenis
tumbuhan air.

NO Jenis Tumbuhan Jumlah Daun Berat Basah Daun


(gram)
1 t1 (Melati Air) 7,67 b 163,7 b
2 t2 (Eceng gondok) 8,17 b 267,92 c
3 t3 (Mendong) 3,92 a 35,83 a
Keterangan: Angka disertai dengan notasi huruf yang sama artinya tidak ada
perbedaan yang nyata berdasarkan uji lanjut Duncan dengan taraf 5%.

23 Universitas Sriwijaya
24

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Tabel 3 parameter jumlah daun

dan berat basah terhadap jenis tumbuhan air menunjukan jumlah pertambahan

jumlah daun dan berat basah tumbuhan pada t2 eceng gondok dengan rerata

jumlah daun sebesar 8,17 b sedangkan nilai terendah pada t3 mendong dengan

rerata jumlah sebesar 3,92 a. Hasil uji Duncan pada taraf 0,05 diperoleh data

signifikan 0,05 < 0,028 yang menunjukan tumbuhan air lebih efektif berkembang

biak dengan baik yaitu eceng gondok (t2).

Hasil tersebut menjelaskan bahwa tumbuhan eceng gondok dapat

beradaptasi dengan kondisi lingkungan dengan air asam tambang yang lebih kuat

dibandingkan dengan tumbuhan air mendong, sehingga proses pertumbuhan

tanaman lebih signifikan dari segi pertumbuhan jumlah daun dan berat basah

tumbuhan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Yunus (2018), bahwa purun tikus

memiliki waktu adaptasi yang lebih singkat terhadap kondisi lingkungan (pH)

dibandingkan eceng gondok saat menyerap Fe dari rangkaian asam tambang,

namun tidak pada saat proses pengangkutan dan pemukiman kembali. Ini terbukti

setelah konsentrasi faktor bioakumulasi tertinggi, Purun tikus membutuhkan

waktu lebih lama untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi.

Pertambahan jumlah daun tumbuhan air eceng gondok berbeda nyata

dengan tumbuhan mendong dapat juga disebabkan dari proses metabolisme

tumbuhan air eceng gondok lebih tinggi dan pesat dalam pertumbuhannya sifat

eceng gondok tumbuh secara vegetative yang didasari dari kemampuan dalam

menyerap unsur zat hara pada Air Asam Tambang (AAT), Hal ini juga dapat

disesuaikan dengan penelitian dari Yonathan et al., (2013), Eichornia crassipes

merupakan jenis gulma yang pertumbuhannya sangat cepat mencapai 1,9% per-

Universitas Sriwijaya
25

hari dan kondisi optimum bagi perbanyakannya memerlukan wwaktu kisaran

antara 11-18 hari, eceng gondok dapat berpengaruh terhadap kadar CO2 pada air

yang akan mengawali rata-rata bersih fotosintesis.

Tumbuhan dapat mengalami pertumbuhan dengan baik dapat disebabkan

adanya toleransi dengan lingkungan atau media tumbuh yang cukup tinggi yang

membuat dapatnya berkembang biak menghasilkan tunas, daun, batang, bahkan

akar yang kokoh. Tumbuhan air eceng gondok dapat melakukan adaptasi yang

baik terhadap air asam tambang dan menyerap kandungan logam pada air asam

tambang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hall (2022), Toleransi eceng gondok

dan detoksifikasi terjadi melalui pengumpulan sebagian besar logam berat di akar.

Eceng gondok juga bisa adaptasi dan membersihkan racun dengan

mengakumulasi logam berat di rongga struktur selulernya. Vakuola merupakan

tempat yang aman bagi logam untuk menumpuk karena vakuola jauh dari proses

metabolisme.

4.1.2 Berat Basah Tumbuhan Air

Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa tumbuhan terbaik

diidentifikasi berdasarkan bobot tumbuhan air sebelum dan sesudah perlakuan

yang diamati pada bobot basah awal akhir pada hari ke-1 dan hari ke-30. Tanaman

air terberat menunjukkan t2 (eceng gondok) ) dengan berat rata-rata 267.917 gram

merupakan tumbuhan air terbaik.

Proses respon pertumbuhan tumbuhan air dapat juga dilihat dari penurunan

berat basah yang terjadi mendong (35,83gr), melati air (163,7gr), dan eceng

gondok (267,92gr) yang mengalami penurunan dan pertambahan berat basah

tumbuhan yang disebabkan oleh proses penyerapan unsur hara yang berbeda

Universitas Sriwijaya
26

menyebabkan perbedaan dalam pertambahan berat basah tumbuhan. Hal ini dapat

sejalan dengan penelitian Imtiya dan Rachmadiarti, (2020), Penurunan biomassa

ini juga berkaitan dengan titik jenuh tumbuhan. Ketika tumbuhan telah melewati

titik jenuh, maka pertumbuhan tanaman dapat terganggu serta penyerapan unsur

hara menjadi terhambat sehingga metabolisme tumbuhan juga menjadi

terganggu.

Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa tumbuhan terbaik dilihat

dari berat tumbuhan air sebelum dan sesudah perlakuan yaitu berat tumbuhan

pada hari ke-0 dan hari ke-30. Terdapat perbedaan berat basah tanaman air

Eichornia Crassipes (t2) yang besar pada sampel karena eceng gondok paling

banyak menyerap unsur hara dan memiliki proses pertumbuhan yang lebih cepat

dibandingkan dengan melati air dan mendong. Hal ini sesuai dengan penelitian

Purnamawati et al., (2020), tumbuhan eceng gondok pada sampel dengan

perlakuan 0 ppm (kontrol) dengan selisih kenaikan berat awal dan akhir yang

paling besar dibandingkan dengan eceng gondok yang diberi.

Perhitungan selisih berat basah daun pada percobaan lanjutan Duncan

dengan tiga jenis tumbuhan air, didapatkan berat basah tertinggi pada eceng

gondok karena pertumbuhan eceng gondok nyata lebih baik dibandingkan dengan

mendong, tumbuhan mendong mengalami Pengurangan berat basas juga dapat

disebabkan oleh adanya zat beracun yang mempengaruhi kemampuan untuk

mendapatkan air karena efek osmotik yang ditimbulkan oleh larutan dalam jumlah

yang berlebihan dan kesulitan dalam menyerap nutrisi karena persaingan antar

ion. Hal ini sesuai dengan penelitian Caroline (2015), sedangkan peningkatan

berat basah menunjukkan pertumbuhan tanaman yang seragam karena dibantu

Universitas Sriwijaya
27

oleh suhu dan pH lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman.

4.2 Analisis komposisi media perlakuan

Hasil ANOVA (Analisis of variance) pada perlakuan komposisi yang

berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan selisih berat basah

awal dan akhir tumbuhan air dan tidak diperlukan uji lanjut berdasarkan variabel

tersebut. Pertambahan jumlah daun dan berat basah dilakukan dan diamati setiap

per-10 hari pengamatan sampai hari ke-30 dapat disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata pertambahan jumlah daun dan berat basah dan terhadap
komposisi media perlakuan.

NO Persentase Komposisi Media Jumlah Daun Berat Basah Daun


(Tandan Sawit: Batu Kapur) (gram)
1 K1 (25%: 75%) 6,75 177,5
2 K2 (50%: 50%) 6,67 152,50
3 K3 (75%: 25%) 6,33 137,50
Berdasarkan Tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa media perlakuan berupa

komposisi yang berbeda dari tandan sawit dan batu kapur tidak berpengaruh nyata

dalam proses respon pertumbuhan yang diamati dari jumlah daun dan berat basah

tumbuhan, media perlakuan digunakan sebagai media tumbuh pengganti pupuk

sebagai unsur hara bagi proses pertumbuhan tanaman yang diamati. Hal ini sesuai

penelitian Subagio et al., (2018), yang menunjukan kompos dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman di area pasca tambang dengan membantu tanaman

menyediakan nutrisi dan menahan lebih banyak air di tanah kritis.

Hasil pengukuran pH awal pada Lampiran 2 untuk air asam tambang

adalah 4,00, dan setelah lahan basah buatan dengan eceng gondok, melati air dan

mendong diberi perlakuan media inti sawit dan kapur, pengukuran dilakukan

berdasarkan perubahan pH yang terjadi dengan aditif antara pH 6-7. Namun pH

Universitas Sriwijaya
28

semua perlakuan tidak memenuhi baku mutu lingkungan, yaitu terkait kandungan

kompos dan inti sawit. Hal ini sesuai dengan pendapat Faida et al., (2014), Pada

dasarnya konsentrasi amoniak dan senyawa alkalin lainnya dalam kompos

menyebabkan peningkatan pH. Bahan organik dapat menetralkan air asam

tambang karena tersedianya beberapa basa (Na, K, Ca, Mg).

Kompos tandan sawit dengan komposisi 75%: batu kapur 25%

menghasilkan berat basah tumbuhan 137,50gram, dan jumlah daun terkecil 6,33

yang artinya meskipun dari uji lanjut Duncan tidak berpengaruh tetapi dari nilai

jumlah daun dan berat basah tumbuhan air semakin besar persentase tandan sawit

dapat menyebabkan perubahan pH yang dihasilkan dan batu kapur berperan

dalam menetralkn bersifat basa. Hal ini dapat sejalannya pendapat penelitian

Nassar et al., (2004) tandan sawit memiliki kemampuan adsorpsi kandungan besi

(Fe) dan mangan (Mn) ttapi secara terbatas disebabkan kandungan gugus fungsi

oksigen yang terkandung dalam permukaan tandan sawit seperti hidoksil dan

Asam alkanoat.

Universitas Sriwijaya
29

4.3 Interaksi jenis tumbuhan air dan media perlakuan terhadap jumlah daun

Hasil ANOVA (Analisis of variance) menyatakan tidak berbeda nyata atau

tidak adanya interaksi kombinasi dari jenis tumbuhan dan media perlakuan

kompos sawit, data rata-rata jumlah daun dan berat basah tumbuhan air dapat

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata interaksi jenis tumbuhan dan komposisi

No Nama sampel Jumlah Daun Berat basah tumbuhan


(gram)
1 t1k1 143,75 5,75
2 t1k2 197,50 8,75
3 t1k3 150,00 8,50
4 t2k1 286,25 9,00
5 t2k2 282,50 7,25
6 t2k3 267,92 8,25
7 t3k1 27,50 5,50
8 t3k2 52,50 4,00
9 t3k3 27,50 2,25
keterangan: t1: eceng gondok, t2: melati air, dan t3: mendong
k1: komposisi 25% tandan sawit: 75% batu kapur
k2: komposisi 50% tandan sawit: 50% batu kapur
k3: komposisi 75% tandan sawit :25% batu kapur
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada lampiran 3 diketahui dari

faktor asam tambang, jenis tumbuhan dan interaksinya tidak memberi pengaruh

terhadap parameter pertumbuhan pada parameter penelitian ini, tetapi hanya pada

jenis tumbuhan yang memiliki niiai signifikan 0,028 berpengaruh nyata sebagai

faktor tunggal yang diamati sedangkan kombinasi jenis tumbuhan dan media

perlakuan berupa kompos sawit dan batu kapur memliki nilai signifikan 0,559

yang artinya kompos sawit dan jenis tumbuhan air tidak berpengaruh dalam

respon pertumbuhan.

Universitas Sriwijaya
30

Berdasarkan analisis yang dilakukan walaupun tidak berpengaruh pada

interaksi kombinasi antara jenis tumbuhan air dan komposisi tetapi dapat dilihat

dar tabel 5 untuk melihat rata-rata pertambahan jumlah daun tertinggi pada sampel

t2k1 (eceng gondok) yang bisa menentukan bahwa interaksi paling baik terhadap

jumlah daun yaitu tumbuhan eceng gondok dengan nilai 286,25. Hal ini sejalan

dengan pendapat dari Rauf et al., (2000), Pupuk organik (kompos tandan kosong

sawit dan batu kapur) memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang

dibutuhkan tanaman, tetapi kandungan atau kadar dari unsur-unsur tersebut

tergolong rendah, oleh karena itu aplikasinya dalam jumlah yang banyak. Pada

penelitian ini jelas terlihat bahwa semakin tinggi perlakuan pupuk yang diberikan

maka semakin banyak jumlah daun dari tanaman sawit tersebut.

Berdasarkan analisis terhadap berat basah tumbuhan menentukan bahwa

kombinasi dari jenis tumbuhan air dan media perlakuan yang memiliki rata-rata

paling tinggi yaitu pada interaksi t2k1 (eceng gondok) dengan nilai 9,00 (gram)

yang bisa disebabkan dari eceng gondok, melati air dan mendong dapat

dinyatakan yang bisa dijadikan tanaman yang cukup bertahan dengan kokoh

dalam pada air asam tambang dikarenakan juga dengn struktur tumbuhan tersebut

batang, akar, dan daunnya. Penelitian lainnya pernah dilakukan oleh Sukawan,

(2000), mengenai pertumbuhan tumbuhan eceng gondok pada air asam tambang

dimana hasilnya menunjukkan pembentukan akar selain dipengaruhi oleh

pemberian hormon auksin eksogen dan juga dapat dipengaruhi oleh unsur

perbedaan genetik yang disebabkan oleh eksplan dan sitokinin endogennya.

Universitas Sriwijaya
31

4.4 Pengamatan secara morfologi tumbuhan air

Gambar 5. Kenampakan tumbuhan kombinasi terbaik.


Kenampakan sampel selama proses pengamatan 30 hari dengan pengamatan

per-10 hari tumbuhan air yang terjadi yaitu ada beberapa faktor yang

mempengaruhi respon pertumbuhan tumbuhan air adalah Ph, unsur hara, daya

serap tanaman dan faktor tak terduga dari lingkungan sekitar, ada unsur hara yang

berada pada air asam tambang tidak tersedia dalam jumlah yang cukup untuk

mendukung proses pertumbuhan tanaman yang menyebabkan kerusakan

Beberapa bibit mengalami gejala daun kuning dan layu bahkan hingga akhir

pengamatan (Gambar 5). Hal ini bisa disebabkan oleh defisiensi unsur hara atau

keracunan logam berat yang menyebabkan zat hijau daun (nekrosis). Tumbuhan

yang berwarna kuning dan layu akan mati atau hidup dengan keadaan merana

karenatidak mampu melakukan metabolisme dengan baik.

Universitas Sriwijaya
32

Tumbuhan eceng gondok dapat dilihat pada gambar lebih signifikan

terjadinya perubahan warna pada daun, akar, maupun batang tanaman. berbeda

dengan tanaman mendong (t3) yang terlihat masih tetap kokoh, kuat bahkan

setelah 30 hari pengamatan dari penampakan morfologi tanaman. Hal ini sejalan

dengan penelitian Fachruddin Azwari et al, (2019), Kemampuan tumbuhan air

eceng gondok dalam proses fitoremediasi dengan cara rizofiltrasi yaitu dengan

pemanfaatan kemampuan akar dalam menyerap, mengendapkan dan

mengakumulasi logam Namun logam berat Fe tersebut akan terakumulasi dalam

batang dan daun eceng gondok sehingga mengakibatkan tumbuhan menjadi

berwarna kuning dan layu. Logam Fe yang diserap oleh eceng gondok melebihi

dari kemampuan tanaman eceng gondok untuk dimanfaatkan dalam proses

metabolisme sehingga logam Fe justru menjadi racun bagi Eceng gondok karena

melebihi kemampuan daya dukungnya.

Keguguran daun adalah respon dari proses pertumbuhan akibat pemberian

air asam tambang yang diduga mengalami defisiensi unsur hara dari keadaan

media yang tercemar air asam tambang. Tumbuhan yang mengalami keguguran

daun yang berlebihan akan mati seperti pada gambar 5 secara morfologi dan dari

jumlah daun tumbuhan mendong mengalami beberapa penuruan dan kematian

dikarenakan tidak dapat melakukan proses fotosintesis. Kemampuan tumbuhan

dalam memanfaatkan unsur hara yang tersedia menjadi faktor penting untuk

bertahan pada tanah yang tercemar air asam tambang. Hal ini menunjukkan

ketahanan bibit kayu putih yang cukup baik untuk bertahan pada kondisi

tercemar air asam tambang sesuai dengan yang disampaikan Mohd et al.,

Universitas Sriwijaya
33

(2013), bawa bibit kayu putih dapat bertahan pada lahan yang tergenang dan

terkontaminasi air asam tambang yang memiliki bahan berbahaya melalui proses

fisiologinya mereduksinya menjadi bahan yang tidak berbahaya dalam bentuk

biomassa.

Akar merupakan salah satu organ yang berinteraksi langsung dengan

media Air Asam Tambang (AAT), penyerapan kontaminan dilakukan bersamaan

dengan penyerapan nutrien dan air. Akar eceng gondok, mending, dan melati air

menyerap logam berat lalu diakumulasikan ke organ lain. Penyerapan AAT

dilakukan melalui rhizofiltrasi yaitu kontaminan akan menempel lalu diserap oleh

akar tmbuhan. Hal ini seperti dijelaskan Rika Aulina N et al., (2021), bahwa akar

tumbuhan air memiliki rongga akar yang besar sehingga penyerapan berlangsung

cepat. Penyerapan logam berupa ion terjadi melalui epidermis akar dan

selanjutnya ditransportasikan ke sitoplasma atau sel-sel jaringan akar yaitu

korteks, endodermis, perisikel dan xilem.

Universitas Sriwijaya
BAB 5
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Jenis tumbuhan air yang dihasilkan dari pengamatan dengan respon

pertumbuhan terbaik adalah eceng gondok (t2).

2. Komposisi perlakuan dalam respon pertumbuhan tanaman yang paling

baik tedapat pada media tanaman kompos sawit 75%: 25% batu kapur.

3. Berdasarkan uji anova yang dilakukan interaksi jenis tumbuhan air dan

media perlakuan (kompos sawit dan batu kapur) tidak berpengaruh beda

nyata, tetapi dapat dilihat dari rata-rata jumlah daun dan berat basah

tertinggi pada interaksi t2k1 (eceng gondok, komposisi 25% sawit dan :

75% batu kapur).

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan terhadap penelitian ini adalah 3 jenis

tumbuhan air untuk penelitian selanjutnya mengenai fitoremediasi dikarenakan

berpotensi dari tumbuhan ini bisa dijadikan referensi. Sebaiknya penelitian ini

dilakukan Perlu dilakukan uji lanjutan di lapangan dengan air asam tambang yang

mengalir dan pada tempat yang tertutup (rumah kaca) agar terhindar dari

Kontaminan yang dapat merusak tumbuhan air baik itu cuaca, suhu, dan hewan

yang menggangu laju pertumbuhan.

32 Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L. 2011. Unsur Hara Mikro I (Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, Co): Manfaat
Kebutuhan Kahat dan Keracunan, Ed ke-1.

Ariyani, D., Ramlah, S., Umi, B., dan Rd, Indah. 2014. Kajian Absorpsi Logam
Fe dan Mn oleh Tumbuhan Purun Tikus (Eleochris dulcis) pada Air
Asam Tambang Secara Fitoremediasi. Jurnal Sains dan Terapan Kimia.
8(2): 87- 93.

Arisandy, F., Estuningsih, S. P., & Juswardi, J. (2018). Pengaruh Penambahan


Beberapa Konsentrasi Pupuk NPK dan Air Asam Tambang Pada Proses
Fitoremediasi oleh Eleocharis dulcis (Burm. F) Trin. Ex. Henschel.
Jurnal Penelitian Sains, 20(2), 44-49.

Asra, G., Simanungkalit, T., & Rahmawati, N. (2014). Respons pemberian


kompos tandan kosong kelapa sawit dan zeolit terhadap pertumbuhan bibit
kelapa sawitdi pre nursery. Agroekoteknologi, 3(1).

Azwari, F., & Joko, T. (2019). Fitoremediasi Logam Fe dalam Air Asam
Tambang Menggunakan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes). Buletin
Loupe, 15(2),42-45.

Baroroh, F., & Irawanto, R. (2016). Seleksi Tumbuhan Akuatik Berpotensi Dalam
Fitoremediasi Air Limbah Domestik di Kebun Raya Purwodadi. In
Prosiding Seminar Nasional Biologi. Universitas Negeri Malang, Malang.

Caroline, J., & Moa, G. A. (2015, October). Fitoremediasi logam timbal (Pb)
menggunakan tanaman melati air (Echinodorus palaefolius) pada limbah
industri peleburan tembaga dan kuningan. In Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Terapan III (pp. 733-744).

Dewi, T., & Hindersah, R. (2009). Konsentrasi kadmium dan timbal di tanaman
mendong yang ditanam di tanah sawah dengan aplikasi azotobacter dan
arang aktif. Agrikultura, 20(3).

Djo, Y. H. W., Suastuti, D. A., Suprihatin, I. E., & Sulihingtyas, W. D. (2017).


Fitoremediasi menggunakan tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes)
untuk menurunkan COD dan kandungan Cu dan Cr limbah cair
laboratorium analitik Universitas Udayana. Cakra Kimia (Indonesian E-
Journal of Applied Chemistry), 5(2), 137-144.

Faridah, A., Sumiyati, S. & Handayani, D. S. (2014) „Studi Perbandingan


Pengaruh Penambahan Aktivator Agri Simba Dengan Mol Bonggol Pisang
Terhadap Kandungan Unsur Hara Makro (Cnpk) Kompos Dari Blotong
(Sugarcane Filter Cake) Dengan Variasi Penambahan Kulit Kopi‟, Jurnal
Teknik Lingkungan, Vol. 3, No.1: 1-9.

33 Universitas Sriwijaya
Fitra, F. K. (2022). Overview Metode Fitoremediasi Terhadap Penyerapan Logam
Berat Pada Air Terkontaminasi Menggunakan Jenis Tumbuhan Air. ReTII,
247-254.

GUNARSA, A. A. S. S. C. (2018). FITOREMEDIASI MERKURI PADA AIR


LIMBAH TAMBANG EMAS RAKYAT MENGGUNAKAN
MENDONG(FIMBRISTYLIS GLOBULOSA)(RETZ.) KUNTH (Doctoral
dissertation UniversitasGadjah Mada).

Hall Jl. 2002. Cellular Mechanism For Heavy Metals Detoxification And
Tolerance. J. Experimental Botany 53 (366): 1-11.

Haryanti, S., Setiari, N., Hastuti, R. B., Hastuti, E. D., & Nurchayati, Y. (2009).
Respon Fisiologi dan Anatomi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart)
Solm) di Berbagai Perairan Tercemar.

Hasyim, N. A. (2016). Potensi Fitoremediasi Eceng Gondok (Eichornia


Crassipes) Dalam mereduksi logam berat seng (Zn) dari perairan danau
tempe kabupaten wajo (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar).

Hidayat, L. (2017). Pengelolaan lingkungan areal tambang batubara (studi kasus


pengelolaan air asam tambang (Acid Mining Drainage) di PT. Bhumi rantau
energi kabupaten tapin kalimantan selatan). ADHUM (Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Ilmu Administrasi dan Humaniora), 7(1), 44-52.

Hidayat, M. F. (2014). Penurunan Kandungan Zat Warna pada Limbah Songket


Menggunakan membrane Komposit Berbasis Kitosan-PVA secara
Ultrafiltrasi.

Hirliana, N., & Ariati, Z. (2021). Pengaruh BAP dan NAA terhadap Waktu
Pertumbuhan Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) secara
In Vitro. Biocaster: Jurnal Kajian Biologi, 1(1), 10-18.

Imtiyaz, J. D., dan Rachmadiarti, F. (2020). Kemampuan Tapak Dara Air


(Ludwigia adscendens) sebagai Agen Fitoremediasi LAS
Detergen.LenteraBio, 9 (1), 51-57.

Kasman, M., Riyanti, A., & Kartikawati, C. E. (2019). Fitoremediasi Logam


Aluminium (Al) Pada Lumpur Instalasi Pengolahan Air Menggunakan
Tanaman Melati Air (Echinodorus palaefolius). Jurnal Daur Lingkungan,
2(1),7-10.

Khosravihaftkhany, S., Morad, N., Teng, T. T., Abdullah, A. Z., & Norli, I.
2013„Biosorption of Pb(II) and Fe(III) from aqueous solutions using oil
palm biomassesadsorbents‟, Water, Air, and Soil Pollution, 224(3), 1455 –
1468.

34 Universitas Sriwijaya
Koesputri, A. S., Nurjazuli, N., & Dangiran, H. L. (2016). Pengaruh Variasi Lama
Kontak Tanaman Melati Air (Echinodorus Palaefolius) Dengan Sistem
Subsurface Flow Wetlands Terhadap Penurunan Kadar Bod, Cod Dan
Fosfat Dalam Limbah Cair Laundry. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip),
4(4), 771-778.

Kurniawati, L. D. (2018). Pemanfaatan Tanaman Melati Air (Echinodorus


Palaefolius Nees & Mart. Jf Macbr.) Sebagai Agen Fitoremediasi Pada Air
Di Daerah Aliran Sungai Opak Desa Banyakan, Piyungan Bantul. 78.

Lewenussa A. 2009. Pengaruh mikoriza dan bio Organik terhadap pertumbuhan


bibit Cananga odorata (Lamk) Hook.fet & Thoms [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan IPB.

Mansur, I., Rizkyandana, A., & Priyanto, P. (2022). Ketahanan Bibit Kayu Putih
(Melaleuca cajuputi) pada Berbagai Media Tercemar Air Asam
Tambang. Journal of Tropical Silviculture, 13(03), 208-217.

Marianto, L. A. (2001). Merawat dan Menata Tanaman Air. AgroMedia Pustaka


Jakarta.

Marzuki, I., & Sattar, S. (2019). Aplikasi Mikrosimbion Spons dalam


Bioremediasi Lingkungan. CV. Tohar Media.

Michelle B. Da Cruz, Rosane Aguiar, dan Jaime W. Vargas de Mello. 2010.


Phytoremediation of Acid Mine Drainage by Aquatic Floating Macrophytes.
INCT-ACQUA – Annual Report-Institute of Science dan Technology for
Mineral Resource. Water dan Biodiversity.

Moi, A. R. (2015). Pengujian pupuk organik cair dari eceng gondok (Eichhornia
crassipes) terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea). Jurnal
MIPA, 4(1), 15-19.
Musapana, S., Dewi, E. R. S., & Rahayu, R. C. (2020). EFEKTIVITAS
SEMANGGI AIR (Marsilea crenata) TERHADAP KADAR TSS PADA
Fitoremedia. Florea: Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya, 7(2), 92-97.

Nasir, S., Purba, M., Sihombing, O., 2014. Pengolahan Air Asam Tambang
DenganMenggunakan Membran Keramik Berbahan Tanah Liat, Tepung
Jagung dan Serbuk Besi.Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Sriwijaya.

Nassar, M. M., Ewida, K. T., Ebrahiem, E. E., Magdy, Y. H., & Mheaedi, M. H.
(2004) „Adsorption Of Iron And Manganese Using Low Cost Materials As
Adsorbents‟, Journal Of Environmental Science And Health. Part A,
Toxic/Hazardous Substances & Environmental Engineering, Vol. 39, No. 1:
421 – 434.

Notohadiprawiro,T. (1997, December). Lahan Basah: Terra Incognita. In

35 Universitas Sriwijaya
Prosiding Seminar Nasional Pemberdayaan Lahan Basah Pantai Timur
Sumatera yang Berwawasan Lingkungan Menyongsong Abad ke (Vol. 21,
pp. 1-10).

Nur, F. (2013). Fitoremediasi Logam Berat Kadmium (Cd). Biogenesis: Jurnal


Ilmiah Biologi, 1(1), 74–83.

Nurisman, E., Cahyadi, R., & Hadriansyah, I. (2012). Studi terhadap Dosis
Penggunaan Kapur Tohor (CaO) pada Proses Pengolahan Air Asam
Tambang pada Kolam Pengendap Lumpur Tambang Air Laya PT. Bukit
Asam (Persero),Tbk. Jurnal Teknik Patra Akademika, 5.

Prasetya, A., Prihutami, P., Warisaura, A. D., Fahrurrozi, M., & Petrus, H. T.
B.M. (2020). Characteristic of Hg removal using zeolite adsorption and
Echinodorus palaefolius phytoremediation in subsurface flow constructed
wetland (SSF-CW) model. Journal of Environmental Chemical Engineering,
8(3), 103781.

Purwanti, P., Elystia, S., & Sasmita, A. (2014). Pengolahan Limbah Cair Pabrik
Kelapa Sawit dengan Metode Fitoremediasi Menggunakan Typha latifolia
(Doctoral dissertation, Riau University).

Purnamawati, R., Taufikurahman, R. A., Putra, C. R., Dzakamala, D., Rahmatilah,


F., & Ashgi, F. (2020). The physiological responses of water hyacinth
(Eichhornia crassipes (mart). Solms) and water lettuce (Pistia stratiotes L.)
as trivalent chromium bioaccumulator. 3BIO Journal of Biological Science
Technology and Management, 2(1), 2655-8777.

Putri, R. W. P., & Estuningsih, S. P. (2021, September). Akumulasi


LogamTerserap pada Mendong (Fimbristylis globulosa Retz. Kunth) dalam
Fitoremediasi Air Asam Tambang di Wetland PIT 07 Banko Barat. In
Prosiding Seminar Nasional Biologi (Vol. 1, No. 1, pp. 29-36).

Qomariyah, S., Sobriyah, S., Koosdaryani, K., & Muttaqien, A. Y. (2017). Lahan
Basah Buatan sebagai Pengolah Limbah Cair dan Penyedia Air Non-
Konsumsi. Jurnal Riset Rekayasa Sipil, 1(1), 25-32.

Riwandi Dan Munawar. (2007) Uji Laboratorium Sifat-Sifat Limbah Organik Dan
Mekanisme Remediasi Air Asam Tambang. Program Ilmu Tanah Jurusan
Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.

Said, N. I. (2014). Teknologi Pengolahan Air Asam Tambang Batubara“Alternatif


Pemilihan Teknologi”. Jurnal Air Indonesia, 7(2).

Skinner, K., Wright, N., & Porter-Goff, E. (2007). Mercury uptake and
accumulation by four species of aquatic plants. Environmental pollution,
145(1), 234-237.

36 Universitas Sriwijaya
Subagio, A. A., Mansur, I., & Sari, R. K. (2018). Pemanfaatan Kompos Tandan
Kosong Kelapa Sawit untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Kayu
Putih (Melaleuca cajuputi) di Lahan Pasca Tambang Batubara. Journal of
Tropical Silviculture, 9(3), 160-166.

Sukono, G. A. B., Hikmawan, F. R., Evitasari, D. S., & Satriawan, D.


(2020).zMekanisme Fitoremediasi. Jurnal Pengendalian Pencemaran
Lingkungan (JPPL), 2(02).

Sulistiyarto, B. (2017). Akumulasi logam besi (Fe) pada tumbuhan air di sungai
Sebangau, Kalimantan Tengah. JURNAL ILMU HEWANI TROPIKA
(JOURNAL OF TROPICAL ANIMAL SCIENCE), 6(2), 85-89.

Suryanto, H., Marsyahyo, E., Irawan, Y. S., & Soenoko, R. (2014). Morphology,
structure, and mechanical properties of natural cellulose fiber from mendong grass
(Fimbristylis globulosa). Journal of Natural Fibers, 11(4), 333-351.

Udoetok, I. A. (2012). Characterization of ash made from oil palm empty fruit
bunches (oefb). International Journal of Environmental Sciences, 3(1), 518-
524.

W. Larcher, Physiological plant ecology: ecophysiology and stress physiology of


functional groups. 2003.

Wang, J., Fu, G., Li, W., Shi, Y., Pang, J., Wang, Q., ... & Liu, J. (2018). The
effects of two free-floating plants (Eichhornia crassipes and Pistia
stratiotes) on the burrow morphology and water quality characteristics of
pond loach (Misgurnus anguillicaudatus) habitat. Aquaculture and
Fisheries, 3(1), 22- 29.

Widodo, A., Suharti, P., & Listiana, L. (2016). PENGARUH FILTRAT ECENG
GONDOK (Eichornia crassipes) PADA MEDIA AB MIX TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN KANGKUNG (Ipomoea reptans, Poir)
DENGAN HidroponikWick SystemDAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI
MEDIA INFORMASI BAGI PENDIDIKAN KE MASYARAKAT (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surabaya).

Yonathan, A., Prasetya, A. R., & Pramudono, B. (2013). Produksi Biogas dari
Eceng Gondok (Eicchornia crassipes): Kajian Konsistensi dan pH Terhadap
Biogas Dihasilkan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 211-215.

Yunus, R., dan Nopi, S. 2018. Fitoremediasi Fe dan Mn Air Asam Tambang
Batubara dengan Eceng Gondok (Eichornia crasssipes) dan Purun Tikus
(Eleocharis dulcis) pada Sistem LBB di PT. JBG Kalimantan Selatan.
Jurnal Sainsmat. 7(1): 73-85.

37 Universitas Sriwijaya
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Tabel Data Rerata Jumlah Tunas/Daun Pada hari-1 sampai Hari-30
Nama Hari Hari Hari Hari ke Pertambahan
Sampel ke-1 ke-10 ke-20 30 jumlah daun
t1k1 36 39 42 45 9
t1k2 39 42 42 42 3
t1k3 40 44 46 51 11
t1k1(1) 38 44 44 50 12
t1k2(1) 42 46 52 54 12
t1k3(1) 47 50 50 56 9
t1k1(2) 26 29 30 32 6
t1k2(2) 24 29 30 31 7
t1k3(2) 20 22 24 25 5
t1k1(3) 14 20 21 23 9
t1k2(3) 18 23 23 25 7
t1k3(3) 12 16 17 20 8
t2k1 38 43 45 45 7
t2k2 40 44 48 52 3
t2k3 34 38 44 47 11
t2k1(1) 37 40 41 46 12
t2k2(1) 40 42 47 50 12
t2k3(1) 47 50 50 53 9
t2k1(2) 47 53 49 50 6
t2k2(2) 43 50 48 45 7
t2k3(2) 46 49 48 46 5
t2k1(3) 50 56 54 54 9
t2k2(3) 8 10 12 14 7
t2k3(3) 4 6 10 11 8
t3k1 4 4 6 9 5
t3k2 6 9 9 5 0
t3k3 8 8 6 4 0
t3k1(1) 6 7 8 11 5
t3k2(1) 4 4 6 7 3
t3k3(1) 4 7 4 2 0
t3k1(2) 4 5 7 8 4
t3k2(2) 6 8 8 9 3
t3k3(2) 4 5 8 12 9
t3k1(3) 3 7 9 11 8
t3k2(3) 4 4 6 10 10
t3k3(3) 8 10 8 5 0
Keterangan: K= Komposisi media perlakuan
T= 3 Jenis Tumbuhan (Melati Air, Eceng Gondok, dan Mendong). Pengamatan 1,2,3.4= Minggu ke
1, 10, 20, dan 30.

38 Universitas Sriwijaya
Tabel Rerata Berat Basah Awal dan Akhir Tumbuhan

Berat Berat Selisih


No perlakuan awal(gr) akhir(gr) Pertambuhan(gr)
1 t1k1 300 455 155
2 t1k2 300 680 380
3 t1k3 300 500 200
4 t1k1(1) 300 490 190
5 t1k2(1) 300 650 350
6 t1k3(1) 300 520 220
7 t1k1(2) 300 480 180
8 t1k2(2) 300 340 40
9 t1k3(2) 300 460 160
10 t1k1(3) 300 350 50
11 t1k2(3) 300 320 20
12 t1k3(3) 300 320 20
13 t2k1 300 725 425
14 t2k2 300 570 270
15 t2k3 300 630 330
16 t2k1(1) 300 480 180
17 t2k2(1) 300 600 300
18 t2k3(1) 300 600 300
19 t2k1(2) 300 590 290
20 t2k2(2) 300 670 370
21 t2k3(2) 300 490 190
22 t2k1(3) 300 550 250
23 t2k2(3) 300 490 190
24 t2k3(3) 300 420 120
25 t3k1 300 350 50
26 t3k2 300 320 20
27 t3k3 300 320 20
28 t3k1(1) 300 300 0
29 t3k2(1) 300 340 40
30 t3k3(1) 300 350 50
31 t3k1(2) 300 330 30
32 t3k2(2) 300 350 50
33 t3k3(2) 300 310 10
34 t3k1(3) 300 330 30
35 t3k2(3) 300 400 100
36 t3k3(3) 300 330 30

39 Universitas Sriwijaya
Nilai perubahan pH disajikan pada tabel berikut:
pH pH
Sebelum Sesudah Nilai Perubahan
No. Perlakuan
Perlakuan Perlakuan pH (mg/L)
(Unit) (Unit)
1. t1k1 4 7 +3
2. t1k2 4 7 +3
3. t1k3 4 7 +3
4. t1k1 (1) 4 6 +2
5. t1k2 (1) 4 6 +2
6. t1k3 (1) 4 6 +2
7. t1k1 (2) 4 6 +2
8. t1k2 (2) 4 6 +2
9. t1k3 (2) 4 7 +3
10. t1k1 (3) 4 5 +1
11. t1k2 (3) 4 6 +2
12. t1k3 (3) 4 6 +2
13. t2k1 4 6 +2
14. t2k2 4 6 +2
15. t2k3 4 6 +2
16. t2k1 (1) 4 6 +2
17. t2k2 (1) 4 6 +2
18. t2k3 (1) 4 6 +2
19. t2k1 (2) 4 6 +2
20. t2k2 (2) 4 5 +1
21. t2k3 (2) 4 6 +2
22. t2k1 (3) 4 6 +2
23. t2k2 (3) 4 6 +2
24. t2k3 (3) 4 6 +2
25. t3k1 4 7 +3
26. t3k2 4 7 +3
27. t3k3 4 7 +3
28. t3k1 (1) 4 6 +2
29. t3k2 (1) 4 6 +2
30. t3k3 (1) 4 6 +2
31. t3k1 (2) 4 7 +3
32. t3k2 (2) 4 7 +3
33. t3k3 (2) 4 7 +3
34. t3k1 (3) 4 6 +2
35. t3k2 (3) 4 6 +2
36. t3k3 (3) 4 6 +2

40 Universitas Sriwijaya
Lampiran 2
Analisis Jumlah Daun dan Komposisi Media Perlakuan
Between-Subjects Factors
Value Label N
JenisTumbuhan 1 melati air 12
2 eceng gondok 12
3 mendong 12
Komposisi 1 25%:75% 12
2 50%:50% 12
3 75%:25% 12

Descriptive Statistics
Dependent Variable: JumlahDaun
Std.
JenisTumbuhan Komposisi Mean Deviation N
melati air 25%:75% 5,75 2,754 4
50%:50% 8,75 4,573 4
75%:25% 8,50 6,856 4
Total 7,67 4,755 12
eceng gondok 25%:75% 9,00 2,449 4
50%:50% 7,25 3,686 4
75%:25% 8,25 2,500 4
Total 8,17 2,758 12
mendong 25%:75% 5,50 1,732 4
50%:50% 4,00 4,243 4
75%:25% 2,25 4,500 4
Total 3,92 3,630 12
Total 25%:75% 6,75 2,701 12
50%:50% 6,67 4,313 12
75%:25% 6,33 5,399 12
Total 6,58 4,164 36

Descriptive Statistics
Dependent Variable: Berat
JenisTumbuhan komposisi Mean Std. Deviation N
melati air 25%:75% 143,75 64,210 4
50%:50% 197,50 193,972 4
75%:25% 150,00 90,185 4

41 Universitas Sriwijaya
Total 163,75 119,300 12
eceng gondok 25%:75% 286,25 103,068 4
50%:50% 282,50 74,554 4
75%:25% 235,00 97,468 4
Total 267,92 87,164 12
mendong 25%:75% 27,50 20,616 4
50%:50% 52,50 34,034 4
75%:25% 27,50 17,078 4
Total 35,83 25,746 12
Total 25%:75% 152,50 127,876 12
50%:50% 177,50 148,086 12
75%:25% 137,50 113,147 12

Dependent Variable: JumlahDaun


Type III Sum Mean
Source of Squares df Square F Sig.
Model 1739,250a 9 193,250 12,198 ,000
JenisTumbuhan 129,500 2 64,750 4,087 ,028
Komposisi 1,167 2 ,583 ,037 ,964
JenisTumbuhan * 48,333 4 12,083 ,763 ,559
Komposisi
Error 427,750 27 15,843
Total 2167,000 36
Total 155,83 127,808 36

Analisis Uji Lanjut LSD (BNT)


Multiple Comparisons
Dependent Variable: JumlahDaun
LSD
95%
Confidence
Mean Interval
(I) (J) Difference (I- Std. Lower
JenisTumbuhan JenisTumbuhan J) Error Sig. Bound
melati air eceng gondok -,50 1,625 ,761 -3,83
mendong 3,75* 1,625 ,029 ,42
eceng gondok melati air ,50 1,625 ,761 -2,83
mendong 4,25* 1,625 ,014 ,92

42 Universitas Sriwijaya
mendong melati air -3,75* 1,625 ,029 -7,08
eceng gondok -4,25* 1,625 ,014 -7,58

a. R Squared = ,803 (Adjusted R Squared = ,737)

JumlahDaun
Duncana,b
Subset
JenisTumbuhan N 1 2
mendong 12 3,92
melati air 12 7,67
eceng gondok 12 8,17
Sig. 1,000 ,761

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 15,843.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12,000.
b. Alpha = ,05.

Uji lanjut Duncan Komposisi


JumlahDaun
a,b
Duncan
Subset
Komposisi N 1
75%:25% 12 6,33
50%:50% 12 6,67
25%:75% 12 6,75
Sig. ,811

Means for groups in homogeneous


subsets are displayed.
Based on observed means.

b. Alpha = ,05.
Grafik Kenampakan Rata- rata jumlah daun

43 Universitas Sriwijaya
Grafik kombinasi jumlah daun dan komposisi media

44 Universitas Sriwijaya
Lampiran 3

36 Sampel yang diamati Pemindahan sampel setelah aklimatisai

Perhitungan jumlah daun Pengukuran bak reaktor

Pengamatan Jumlah Tunas Melati air Pengamatan morfologi daun eceng


gondok

45 Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai