Anda di halaman 1dari 147

KELIMPAHAN SERANGGA TANAH PADA PERKEBUNAN APEL

ANORGANIK DAN SEMIORGANIK DI DESA JANJANGWULUNG


KECAMATAN PUSPO KABUPATEN PASURUAN

SKRIPSI

Oleh:
MAHENDRA PUTRA TAMA
NIM. 14620035

PRODI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2021
KELIMPAHAN SERANGGA TANAH DI KEBUN APEL SEMIORGANIK
DAN ANORGANIK PADA DESA JANJANGWULUNG KECAMATAN
PUSPO KABUPATEN PASURUAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada:
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh :
MAHENDRA PUTRA TAMA
14620035

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021

ii
KELIMPAHAN SERANGGA TANAH DI KEBUN APEL SEMIORGANIK
DAN ANORGANIK PADA DESA JANJANGWULUNG KECAMATAN
PUSPO KABUPATEN PASURUAN

SKRIPSI

Oleh :
MAHENDRA PUTRA TAMA
14620035

Telah Diperiksa dan Disetujui untuk Diuji


Tanggal: 30 Juni 2021

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Mujahid Ahmad M.Sc Dr. H. Ahmad Barizi, M.A


NIP. 19860512201608011060 NIP. 19731212 199803 1 001

iii
KELIMPAHAN SERANGA TANAH DI KEBUN APEL SEMIORGANIK
DAN ANORGANIK PADA DESA JANJANGWULUNG KECAMATAN
PUSPO KABUPATEN PASURUAN

SKRIPSI

Oleh:
MAHENDRA PUTRA TAMA
14620035

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi dan


Dinyatakan Diterima sebagai Salah Satu Persyaratan
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)
Tanggal: 30 Juni 2021

iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Mahendra Putra Tama

NIM : 14620035

Program Studi : Biologi

Fakultas : Sains dan Teknologi

Judul Skripsi : Kelimpahan Seranga Tanah Di Kebun Apel Semiorganik Dan

Anorganik Pada Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten

Pasuruan.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan data,

tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran

saya sendiri, kecuali dengan mencantumkan sumber cuplikan pada daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,

maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

v
PERSEMBAHAN

Assalamualaikum wr.wb
Saya panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
mana dengan rahmat dan hidayahnya saya bisa menyelesaikan karya
kecil ini, selanjutnya kepada Baginda Rasulullah SAW semoga syafaat
beliau kita dapatkan di hari pembalasan kelak.
Karya kecil ini saya persembahkan kepada semua orang-orang yang
berharga di hidup saya mulai dari saya kecil sampai tiba waktu sekarang.
Saya ucapkan terimakasih kepada keluarga terlebih kepada kedua orang
tua saya; Bapak Pujiadi dan Ibu Resminisih, terimakasih buk... pak...
selama ini atas semua yang sudah ibuk bapak berikan untuk saya sampai
saat ini. Tidak lupa untuk adikku satu-satunya dek Via Alviana.
✓ Selanjutnya untuk teman-teman SDN Pulorejo I, MTs Unggulan Amanatul
Ummah dan MA Unggulan Amanatul Ummah, terutama buat teman
seperjuangan dan orang spesial dari Sekolah sampai Kuliah; Abdul
Rahman, S.Kom serta M. Arif Hidayatullah, S. Kom. dan tidak lupa Resa
Andrian, S. Pd, Nuzulul Rahman, Sugeng Ulil Wafai, S. Pd.I, Dll
terimakasih atas semuanya.
✓ Untuk teman-teman UIN Maliki, teman satu angkatan Biologi 2014 yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu, Kuli Konservasi Team serta
pembimbing bapak Mujahidin Ahmad, M.Sc yang telah membantu selama
masa penelitian sampai pengerjaan karya kecil ini, teman-teman
kontrakan An-Naum Crew. Untuk sahabat-sahabat terbaik saya selama di
Malang kepada Mas Idris Hermawan, Ahmad Fatoni, Muhammad Naufal
A., Rasyadan Taufiq P., M. Riza F., Harits Amrullah, Syaiful Rijal P, M.
Farhan, Ubaidillah, Syahru Riza, Andri Setiawan, dll
Terimakasih atas semua semangat, pengetahuan, serta pengalamannya.
Waallahul Muaafiq Ila Aqwaamittoriq, Billahitaufiq Wal Hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.

vi
Motto

“Lebih baik sedikit tapi dilakukan


dengan baik, daripada banyak tapi
tidak sempurna”
-Plato

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah yang telah dilimpahkan-Nya sehingga skripsi dengan judul “Kelimpahan

Seranga Tanah Di Kebun Apel Semiorganik Dan Anorganik Pada Desa

Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan” ini dapat

diselesaikan dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah mengantarkan manusia ke jalan kebenaran.

Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, arahan, dan

bantuan dari berbagai pihak, baik berupa pikiran, motivasi, tenaga, maupun doa.

Karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Abdul Haris, M. Ag, selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim Malang.

2. Dr. Sri Harini, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

3. Dr. Evika Sandi Savitri, M.P, selaku Ketua Jurusan Biologi Universitas Islam

Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

4. Mujahid Ahmad M. Sc selaku dosen pembimbing Biologi, karena atas

bimbingan, pengarahan dan kesabaran beliau penulisan tugas akhir dapat

terselesaikan.

5. Dr. H. Ahmad Barizi, M.A selaku dosen pembimbing skripsi bidang agama,

karena atas bimbingan, pengarahan dan kesabaran beliau penulisan tugas

akhir dapat terselesaikan.

6. Ibu Ir. Liliek Harianie AR. M.P selaku dosen wali yang telah memberikan

saran dan nasehat yang berguna selama masa perkuliahan.

viii
7. Bapak dan Ibu dosen serta staf Jurusan Biologi maupun Fakultas yang selalu

membantu dan memberikan dorongan semangat semasa perkuliahan.

8. Kedua orang tua penulis Bapak Pujiadi dan Ibu Resminingsaih serta segenap

keluarga yang tidak pernah berhenti memberikan doa, kasih sayang, inspirasi,

dan motivasi serta dukungan kepada penulis semasa kuliah hingga akhir

pengerjaan skripsi ini.

9. Kuli Konservasi Team, terima kasih atas semua pengalaman, kerja keras dan

motivasinya yang diberikan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Mahasiswa Jurusan Biologi angkatan 2021. Teman-teman Seperjuangan.

Terima kasih atas dukungan semangat dan doanya.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas keikhlasan

bantuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT. membalas kebaikan mereka semua. Semoga skripsi

ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak terutama dalam pengembangan

ilmu biologi di bidang terapan. Amin.

Malang, Juni 2021

Penulis

ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
ABSTRAK ........................................................................................................... xii
ABSTRACT ........................................................................................................ xiii
‫ ملخص‬..................................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7
1.5 Batasan Masalah............................................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 9
2.1 Kajian Keislaman .......................................................................................... 9
2.1.1 Rayap...................................................................................................... 9
2.1.2 Semut.................................................................................................... 10
2.1.3 Kesuburan Tanah ................................................................................. 12
2.1.4 Perintah Menjaga Lingkungan ............................................................. 13
2.2 Serangga Tanah ........................................................................................... 15
2.2.1 Morfologi Serangga Tanah .................................................................. 17
2.2.2 Klasifikasi Serangga Tanah.................................................................. 18
2.3 Peran Serangga Tanah ................................................................................. 25
2.3.1 Serangga Yang Menguntungkan bagi manusia .................................... 25
2.3.2 Serangga yang Merugikan Bagi Manusia ............................................ 26
2.4 Lingkungan Tanah ...................................................................................... 27
2.4.1 Lahan Perkebunan Anorganik .............................................................. 30
2.4.2 Lahan Perkebunan Semi Organik......................................................... 32
2.5 Teori Kelimpahan........................................................................................ 33
2.5.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kelimpahan ............................................ 34

x
2.6 Deskripsi Lokasi.......................................................................................... 35
2.6.1 Perkebunan Apel Semiorganik ............................................................. 35
2.6.2 Perkebunan Apel Anorganik ................................................................ 36
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 38
3.1 Rancangan Penelitian .................................................................................. 38
3.2 Waktu Dan Tempat ..................................................................................... 38
3.3 Alat Dan Bahan ........................................................................................... 38
3.4 Objek penelitian .......................................................................................... 39
3.5 Langkah Penelitian ...................................................................................... 39
3.5.1 Observasi .............................................................................................. 39
3.5.2 Deskripsi Lokasi Penelitian.................................................................. 39
3.5.2 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel .............................................. 41
3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel................................................................ 42
3.5.4 Identifikasi............................................................................................ 45
3.6 Analisis Data ............................................................................................... 45
3.6.1 Menghitung kelimpahan....................................................................... 45
3.6.2 Uji Korelasi Kelimpahan Serangga Tanah Dengan Faktor Fisika-Kimia
Tanah ............................................................................................................. 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 48
4.1 Hasil Identifikasi serangga .......................................................................... 48
4.2 Pembahasan ................................................................................................. 81
4.2.1 Serangga Tanah yang Ditemukan di Lahan Perkebunan Apel............. 81
4.2.2 Peranan Ekologi Serangga Tanah ........................................................ 84
4.2.3 Kelimpahan Serangga Tanah ............................................................... 88
4.2.4 Faktor Fisika-Kimia Tanah .................................................................. 91
4.2.5 Korelasi Faktor Fisika Kimia Tanah dengan Kelimpahan Serangga
Tanah. ......................................................................................................... 97
4.2.6. Integrasi Kajian Keislaman ............................................................... 104
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 108
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 108
5.2 Saran.......................................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 110

xi
KELIMPAHAN SERANGGA TANAH PADA PERKEBUNAN APEL
ANORGANIK DAN SEMIORGANIK DI DESA JANJANGWULUNG
KECAMATAN PUSPO KABUPATEN PASURUAN

Mahendra Putra Tama, Mujahidin Ahmad, Ahmad Barizi.

ABSTRAK

Serangga tanah merupakan jenis dari serangga yang seluruh atau sebagian hidupnya
berada di tanah. Peranan dari serangga tanah bermacam-macam antara lain adalah
detritivor, dekomposer, herbivor, dan predator. Banyaknya peranan serangga
menjadikannya dapat dijadikan indikator kestabilan ekosistem dan dapat dijadikan
rujukan penanganan apabila terjadi ketidakstabilan ekosistem. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui perbedaan Kelimpahan Serangga Tanah Pada Perkebunan Apel
Anorganik Dan Semiorganik Di Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten
Pasuruan dengan pengaruh faktor biotik dan abiotiknya. Penelitian ini dilakukan
Perkebunan Apel Anorganik Dan Semiorganik Di Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo
Kabupaten Pasuruan pada bulan Maret 2021. Penelitian bersifat deskriptif kuantitatif
dengan metode eksplorasi. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan hand
sorted secara langsung berjumlah 30 plot di setiap lokasi penelitian, identifikasi hasil
yang didapat dengan menggunakan buku literarur dan website, pengamatan faktor fisika-
kimia tanah dilakukan di Lab. UPT Pengembangan Agribsnis Tanaman Pangan dan
Holtikultura, pemotretan spesimen dilakukan di laboratorium optik, Program Studi
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki Malang, selanjutnya dilakukan uji
korelasi dengan menggunakan PAST 4.03. Hasil yang didapatkan di perkebunan apel
semiorganik di desa Janjangwulung kabupaten pasuruan sebagai stasiun pertama
pengambilan data terdiri dari 21 genus yang termasuk pada 15 Famili dari 7 ordo.
Sedangkan pada stasiun kedua yakni perkebunan apel anorganik didapatkan 21 genus
yang termasuk dalam 12 Famili dari 6 Ordo. Peranan dari serangga pada perkebunan apel
anorganik adalah Dekomposer (107 individu), Detritivor (44 individu), Herbivora (37
individu), dan Predator (461 individu). Sedangkan Peranan dari serangga pada
perkebunan apel semiorganik adalah Dekomposer (467 individu), Detritivor (12
individu), Herbivora (22 Individu), dan Predator (398 Individu). Kelimpahan serangga
tanah pada perkebunan apel anorganik bernilai 0,035 sedangkan pada perkebunan apel
seemiorganik bernilai 0,048. 4. Korelasi antara faktor fisika-kimia tanah dengan
serangga tanah pada kebun apel semiorganik dan anorganik yang paling berpengaruh
adalah genus Parcoblatta berkolesai negatif dengan suhu, genus Blapstinus berkorelasi
negatif dengan pH tanah, genus Isthmocoris berkorelasi negatif dengan bahan organik
dan C organik tanah, genus Cyrtepistomusberkorelasi positif dengan N total tanah, genus
A phaenogaster berkorelasi negatif dengan C/N nisbah dan intensitas cahaya, genus
Lathrobrium berkorelasi positif dengan Fosfat (P), genus Neoscapteriscus berkorelasi
positif dengan Kalium (K), genus Camponotus berkorelasi positif dengan kelembaban
tanah, genus Leptogenys berkorelasi positif dengan kadar air tanah.

Kata Kunci: Kelimpahan, Serangga tanah, Kebun Apel, Semiorganik, Anorganik

xii
Abundance of Soil Insects in Anorganik and Semiorganic Apple Plantations
in Janjangwulung Village, Puspo District, Pasuruan Regency

Mahendra Putra Tama, Mujahidin Ahmad, Ahmad Barizi.

ABSTRACT

Soil insects are a type of insect that lives all or part of its life in the soil. The roles of
various soil insects include detritivores, decomposers, herbivores, and predators. The
many roles of insects make it an indicator of ecosystem stability and can be used as a
reference for handling in the event of ecosystem instability. This study was conducted to
determine the differences in the abundance of soil insects in anorganik and semiorganic
apple plantations in Janjangwulung Village, Puspo District, Pasuruan Regency with the
influence of biotic and abiotic factors. This research was carried out by Anorganik and
Semiorganic Apple Plantations in Janjangwulung Village, Puspo District, Pasuruan
Regency in March 2021. This research is descriptive quantitative with exploratory
methods. Data collection was carried out using hand sorted directly totaling 30 plot at
each research location, identification of results obtained using literature books and
websites, observations of soil physico-chemical factors were carried out in the Lab. UPT
Pengembangan Agribsnis Tanaman Pangan dan Holtikultura, specimens were
photographed in the optical laboratory, Biology Study Program, Faculty of Science and
Technology, UIN Maliki Malang, then performed a correlation test using PAST 4.03. The
results obtained in semi-organic apple plantations in Janjangwulung village, Pasuruan
district as the first station for data collection consisted of 21 genera belonging to 15
families from 7 orders. Meanwhile, at the second station, namely anorganik apple
plantations, there were 21 genera belonging to 12 families of 6 orders. The roles of
insects in anorganik apple plantations were decomposers (107 individuals), detritivores
(44 individuals), herbivores (37 individuals), and predators (461 individuals). Meanwhile,
the roles of insects in semiorganic apple plantations are decomposers (467 individuals),
detritivores (12 individuals), herbivores (22 individuals), and predators (398 individuals).
The abundance of soil insects in anorganik apple plantations was 0.035 while in
semiorganic apple plantations it was 0.048. 4. The correlation between soil physico-
chemical factors and soil insects in semiorganic and anorganik apple plantation with the
most influence was the genus Parcoblatta negatively correlated with temperature, genus
Blapstinus negatively correlated with soil pH, genus Isthmocoris negatively correlated
with organic matter and soil organic C, genus Isthmocoris negatively correlated with soil
organic matter and C Cyrtepistomus positively correlated with total soil N, genus
Aphaenogaster negatively correlated with C/N ratio and light intensity, genus
Lathrobrium positively correlated with phosphate (P), genus Neoscapteriscus positively
correlated with potassium (K), genus Camponotus positively correlated with soil
moisture, genus Leptogenys positively correlated with soil moisture content.

Keywords: Abundance, Soil Insect, Apple Plantations, Semiorganic, Anorganik

xiii
‫وفرة حشرات التربة في مزارع التفاح غير العضوية وشبه العضوية في قرية ‪ ، Janjangwulung‬مقاطعة‬
‫‪ ،Puspo‬مقاطعة ‪Pasuruan‬‬

‫ماهيندرا بوترا تاما ˓مجاهد أحمد ˓احمد بريزي‬

‫ملخص‬

‫حشرات التربة هي نوع من الحشرات التي تعيش كل أو جزء من حياتها في التربة‪ .‬تشمل األدوار التي تؤديها‬
‫حشرات التربة المختلفة الحيوانات المفترسة ‪ ،‬والمحلالت ‪ ،‬والحيوانات العاشبة ‪ ،‬والحيوانات المفترسة‪ .‬األدوار‬
‫مؤشرا على استقرار النظام البيئي ويمكن استخدامها كمرجع للتعامل في حالة عدم استقرار‬ ‫ً‬ ‫العديدة للحشرات تجعلها‬
‫النظام البيئي‪ .‬أجريت هذه الدراسة لتحديد االختالفات في وفرة حشرات التربة في مزارع التفاح غير العضوية وشبه‬
‫العضوية في قرية ‪ ، Janjangwulung‬مقاطعة ‪ ، Puspo‬مقاطعة ‪ Pasuruan‬مع تأثير العوامل الحيوية وغير‬
‫الحيوية‪ .‬تم إجراء هذا البحث من قبل مزارع التفاح غير العضوية وشبه العضوية في قرية ‪، Janjangwulung‬‬
‫مقاطعة ‪ ، Puspo‬مقاطعة ‪ Pasuruan‬في مارس ‪ .2021‬هذا البحث وصفي كمي مع األساليب االستكشافية‪ .‬تم جمع‬
‫البيانات باستخدام الفرز اليدوي مباشرة بإجمالي ‪ 30‬قطعة في كل موقع بحث ‪ ،‬وتحديد النتائج التي تم الحصول عليها‬
‫باستخدام الكتب األدبية والمواقع اإللكترونية ‪ ،‬وتم إجراء مالحظات للعوامل الفيزيائية والكيميائية للتربة في المختبر ‪.‬‬
‫‪ UPT‬لتطوير األعمال الزراعية للمحاصيل الغذائية والبستنة ‪ ،‬تم إجراء تصوير العينات في المختبر البصري ‪،‬‬
‫برنامج دراسة األحياء ‪ ،‬كلية العلوم والتكنولوجيا ‪ ،‬جامعة الوالية اإلسالمية موالنا مالك إبراهيم ماالنج ‪ ،‬ثم أجرى‬
‫اختبار االرتباط باستخدام‪ PAST 4.03.‬النتائج التي تم الحصول عليها في مزارع التفاح شبه العضوية في قرية‬
‫سا ينتمون إلى ‪ 15‬عائلة‬ ‫‪ ،Janjangwulung‬منطقة ‪ ، Pasuruan‬كانت أول محطة لجمع البيانات تتكون من ‪ 21‬جن ً‬
‫سا تم تضمينها في ‪12‬‬ ‫من ‪ 7‬أوامر‪ .‬بينما في المحطة الثانية ‪ ،‬وهي مزارع التفاح غير العضوي ‪ ،‬كان هناك ‪ 21‬جن ً‬
‫عائلة من ‪ 6‬أوامر‪ .‬كانت أدوار الحشرات في مزارع التفاح غير العضوية عبارة عن ُمحلِّالت (‪ 107‬أفراد) ‪ ،‬وآكالت‬
‫ُحفرة (‪ 44‬فردًا) ‪ ،‬وآكالت أعشاب (‪ 37‬فردًا) ‪ ،‬ومفترسات (‪ 461‬فردًا)‪ .‬وفي الوقت نفسه ‪ ،‬فإن أدوار الحشرات في‬
‫مزارع التفاح شبه العضوية هي ال ُمحلِّالت (‪ 467‬فردًا) ‪ ،‬وآكالت الحشرات (‪ 12‬فردًا) ‪ ،‬والحيوانات العاشبة (‪22‬‬
‫فردًا) ‪ ،‬والحيوانات المفترسة (‪ 398‬فردًا)‪ .‬كانت وفرة حشرات التربة في مزارع التفاح غير العضوية ‪ 0.035‬بينما‬
‫كانت في مزارع التفاح شبه العضوية ‪ - 4 .0.048‬كان االرتباط بين العوامل الفيزيائية والكيميائية للتربة وحشرات‬
‫التربة في بساتين التفاح شبه العضوية وغير العضوية األكثر تأثيرا ً هو جنس ‪ Parcoblatta‬المرتبط سلبيا ً بدرجة‬
‫الحرارة ‪ ،‬والجنس ‪ Blapstinus‬يرتبط سلبًا بدرجة حموضة التربة ‪ ،‬والجنس ‪ Isthmocoris‬يرتبط ارتبا ً‬
‫طا سلبيًا‬
‫طا سلبيًا بالمواد العضوية في التربة ‪،‬‬‫بالمواد العضوية والعضوية في التربة‪ .‬يرتبط ‪ ، C‬جنس ‪ Isthmocoris‬ارتبا ً‬
‫طا إيجابيًا برطوبة التربة ‪ ،‬والجنس ‪ Leptogenys‬يرتبط‬ ‫ويرتبط )‪ ، C. (K‬والجنس ‪ Camponotus‬يرتبط ارتبا ً‬
‫طا إيجابيًا بمحتوى رطوبة التربة‬ ‫ارتبا ً‬

‫الكلمات المفتاحية‪ :‬وفرة ‪ ،‬حشرات التربة ‪ ،‬غرس التفاح ‪ ،‬شبه عضوي ‪ ،‬غير عضوي‬

‫‪xiv‬‬
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem merupakan suatu sistem yang memiliki hubungan saling

ketergantungan antara satu komponen dengan komponen lainnya sehingga

terbentuklah suatu interaksi. Komponen yang membentuk interaksi tersebut

sehingga menjadi ekosistem adalah komponen biotik dan abiotik yang

berlangsung secara dinamis dan sangat terorganisir sehingga terjadilah

keseimbangan lingkungan (Oka, 2005)

Ekosistem secara umum dibagi menjadi dua kelompok yakni ekosistem

laut dan darat. Pada ekosistem darat ada dua kelompok ekosistem yang dibagi

berdasarkan bentukannya, yakni ekosistem alami dan ekosistem buatan.

Ekosistem buatan juga dikenal dengan istilah ekosistem buatan manusia dimana

ekosistem ini merupakan ekosistem yang proses pembentukan, peruntukan dan

pengembangannya berdasarkan campur tangan manusia yang mengelola

ekosistem tersebut. Ekosistem buatan juga diperuntukan untuk memenuhi

kebutuhan manusia seperti pada ekosistem perkebunan atau yang disebut juga

Agroekosistem. Untuk Ekosistem alami adalah ekosistem yang sudah terbentuk

dengan alami sehingga tidak membutuhkan campur tangan manusia, contoh dari

ekosistem alami adalah hutan tropis yang memiliki dua musim dan oasis yang

ditumbuhi berbagai macam tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya

dikarenakan sumber air yang hanya ada pada daerah tersebut (Untung, 2006).

Lahan dan tanaman perkebunan merupakan ekosistem darat, artinya

komunitas vegetasinya dapat dijadikan sebagai dasar keanekaragaman darat.


Komponen penyusun ekosistem kebun meliputi semua makhluk hidup yang ada di

dalamnya seperti tumbuhan yang ditanam juga gulma yang menjadi pengganggu

dan hewan yang menjadi herbivora maupun dekomposer untuk komponen

biotiknya. Sedangkan untuk komponen abiotiknya merupakan keadan fisik dan

kimia yang menjadi penunjang berlangsungnya kehidupan organisme pada

ekosistem tersebut. Interaksi kedua komponen ini harus diperhatikan untuk

menunjang kehidupan komoditas yang ditanam (Hadi, 2009).

Perkebunan dengan jenis yang dikomoditikan adalah lahan pertanian yang

menanam tanaman tahunan, yaitu tanaman yang yang bisa dipanen pada kurun

waktu 1 tahun maupun lebih. Tanaman tahunan tersebut dapat dipanen dan akan

tetap dimanfaatkan tanpa adanya penebangan selama beberapa tahun. Dengan

jenis dari tanaman perkebunan ini, akan mempengaruhi pula pada kelimpahan

seranggan yang ada pada lokasi tersebut. Berdasarkan Hadi (2009) bahwa penentu

kelimpahan seranggan di dalam sistem hidup suatu spesies merupakan gabungan

dari ciri bawaan individu dan atribut faktor lingkungan yang efektif. Dikarenakan

serangga tanah memiliki fungsi sebagai dekomposer mineralisasi pada siklus

nitrogen, dan juga detritifor.

Kelimpahan serangga merupakan suatu anugerah yang telah diciptakan

Tuhan di bumi ini karena kehadirannya memberikan pengaruh besar bagi

ekosistem kehidupan di bumi, dan ini adalah sebagian tanda dari kebesaran Sang

Pencipta bagi orang–orang yang berfikir (Rossidy, 2008). Dalam Al-Qur’an Surat

Al-Baqarah ayat 164:

‫ي فى ْالبَحْر ب َما يَ ْنفَ ُع‬ ْ ‫ي تَجْر‬ ْ ‫اخت َالف َّاليْل َوالنَّ َهار َو ْالفُ ْلك َّالت‬ ْ ‫اال ْرض َو‬ َ ْ ‫ي خ َْلق السَّمٰ ٰوت َو‬ ْ ‫ا َّن ف‬
ۤ َّ
ۖ ‫ض بَ ْعدَ َم ْوت َها َوبَث ف ْي َها م ْن ُك ِّل دَابَّ ٍة‬ ْ ۤ
َ ‫س َماء م ْن َّماءٍ فَا َ ْحيَا به‬
َ ‫اال ْر‬ ۤ ‫اس َو َما ٓ اَ ْنزَ َل ه‬
َّ ‫ّٰللاُ منَ ال‬ َ َّ‫الن‬
ُ ِّ
َ‫ت لقَ ْو ٍم يَّ ْعقل ْون‬ ٰ
ٍ ‫اال ْرض َال ٰي‬ ْ ۤ
َ ‫س َماء َو‬ َّ ‫س َّخر بَيْنَ ال‬ ْ
َ ‫س َحاب ال ُم‬ َّ ‫الر ٰيح َوال‬
ِّ ‫صريْف‬ ْ َ‫َّوت‬

2
Terjemah Kemenag, (2002) : Sesungguhnya pada penciptaan langit dan
bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan)
yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air,
lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di
dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-
tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti.
Ayat di atas diawali dengan huruf taukid “inna” menurut Abdullah (2005),

huruf taukid berfungsi untuk menguatkan pernyataan, ayat ini menerangkan

bahwa Allah SWT memeberi penjelasan kepada manusia tentang kekuasaannya,

dan hanya orang-orang yang berfikirlah yang mampu menemukan jalan atas

pencapaian ilmunya menuju kebesaran Allah SWT, salah satu kebesaran Allah

SWT telah menciptakan berbagai mahluk yang ada di bumi. Dalam ayat Al-

Qur’an surat Al-baqarah ayat: 164 Allah SWT menciptakan mahluk dari sebuah

proses, yaitu diturunkannya air hujan kebumi sehingga dihidupkannya bumi yang

kering lalu di sebarkanlah segala jenis hewan, yang berarti bahwa pada saat bumi

mengalami kekeringan tidak dapat ditempati oleh makhluk hidup sehingga air

adalah komponen penting dalam sebuah kehidupan, karena air sangat dibutuhkan

oleh mahluk hidup dalam melakukan metabolisme demi melangsungkan

kehidupannya. Oleh karena itu dalam ayat AL-Quran Allah SWT selalu berfirman

menurunkan air terlebih dahulu sebelum menciptakan mahluk hidup dan

menyebarkannya kepenjuru dunia yang saling melengkapi satu dengan lainnya

dan menjadi sebuah komunitas bahkan ekosistem yang beranekaragam, salah satu

bukti dari kebesaran tuhan adalah kelimpahan serangga tanah.

Keseimbangan alam dalam ayat tersebut jika dikhususkan lagi dalam suatu

lingkungan tanah seperti menghujani tanah yang tandus sehingga dapat dihuni

oleh hewan dan tumbuhan, sehingga terdapat hubungan timbal balik yang lebih

kecil lagi namun dapat memiliki dampak besar seperti kelimpahan serangga tanah.

3
Menurut Haneda (2012) tanah sebagai komponen abiotik dalam suatu ekosistem

merupakan sumberdaya alam yang sangat mempengaruhi kehidupan. Salah satu

sumber daya alam yang sangat berperan adalah serangga tanah. Serangga tanah

dibutuhkan untuk memperoleh energi dari serasah organik yang menumpuk di

tanah. Hal tersebut membuktikan bahwa serangga tanah memiliki peranan besar

dalam menentukan tingkat kesuburan tanah pada suatu ekosistem perkebunan.

Hasil produksi perkebunan dapat dimaksimalkan dengan pengelolaan

tanah sebagai media tanamnya sehuingga kondisi tanah juga menjadi indikator

penting pada tingkat produktifitas hasil perkebunan. Kondisi tanah dipengaruhi

juga oleh keberadaan fauna tanah yang menjadi pengurai bahan organik sehingga

dapat diserap oleh akar tumbuhan. Menurut Putra (2012) kondisi tanah sangat

mempengaruhi keberadaan fauna tanah yang menjadi pengurai bahan organik

tanah. Kualitas tanah dapat juga digunakan sebagai parameter keberadaan fauna

tanah seperti serangga tanah. Jumlah serangga tanah yang melimpah digunakan

sebagai sebagai indikator kesuburan tanah (Nurrohman, 2015).

Indonesia sebagai negara tropis banyak ditumbuhi oleh berbagai tanaman

dikarenakan faktor suhu yang cocok untuk tumbuh, tanahnya juga subur. Salah

satu tanaman yang dibudidayakan di indonesia sebagai komoditas perkebunan

yakni tanaman apel atau pada bahasa latin adalah Malus domestica. Tanaman ini

banyak dibudidayakan di beberapa daerah di Indonesia anatara lain pada daerah

Batu, Pasuruan, Lumajang, dan beberapa dataran tinggi yang tidak banyak

berkabut (Soemarno, 2010).

Jawa Timur merupakan provinsi yang berada di Negara Indonesia yak

memiliki sektor perkebunan dengan komoditas unggulan buah-buahan, salah

4
satunya adalah apel (Malus domestica). Salah satu sentra perkebunan apel yang

ada di Jawa Timur adalah perkebunan apel yang ada di kecamatan Tutur dan

Puspo Kabupaten Pasuruan yang menjadi perkebunan penghasil apel terbesar.

Masyarakat di Kecamatan Tutur dan Puspo mayoritas memiliki mata pencaharian

sebagai petani apel yang dikelola mandiri dari mulai tahap pembibitan sampai siap

untuk dipasarkan. Desa Tutur merupakan desa di Kecamatan Tutur yang memiliki

penduduk yang mayoritas bekerja sebagai petani apel (Nailul, 2018).

Kegiatan pemanenan apel yang dilakukan oleh mayoritas petani pada

setiap tahunnya adalah dua kali musim panen. Sehingga sebagian besar petani

menggunakan sistem pertanian yang sangat intensif dengan menggunakan

pestisida kimia dan pemakaian pupuk kimia yang dapat mempengaruhi

kelimpahan serangga tanah (Pramono, 2007). Dampak yang ditimbulkan oleh

pemakaian pupuk dan pestisida kimia tersebut selama bertahun-tahun dapat

menimbulkan pencemaran pada komponen abiotik (udara, air, dan tanah)

ekosistem perkebunan tersebut. Selain itu juga terjadinya degradasi tanah dan

penurunan kelimpahan serangga tanah sebagai dampak pencemaran pupuk dan

pestisida kimia sehingga menyebabkan penurunan potensi dan fungsi lahan untuk

mendukung kehidupan di sekitarnya (Indahwati, 2013).

Berdasarkan permasalah penggunaan pestisida dan pupuk kimia tersebut,

muncullah suatu gagasan untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, yakni

model pertanian semiorganik. Pertanian semiorganik adalah cara pengolahan

tanah dan juga budidaya tanaman dengan menggunakan pupuk organik sehingga

dapat meningkatkan kandungan hara tanah. Pertanian semiorganik juga dapat

dikategorikan sebagai model pertanian yang ramah lingkungan. Hal ini

5
dikarenakan oleh pemakaian pupuk kimia sampai di bawah 50% pada

pengaplikasiannya, dimana pada pertanian anorganik atau konvensional biasa

menggunakan 100% pupuk kimia (Agus, 2006).

Berdasarkan permasalahan tersebut dilakukan penelitian tentang

“Kelimpahan Serangga Tanah Pada Perkebunan Apel Anorganik Dan

Semiorganik Di Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan”

untuk mengetahui kelimpahan serangga tanah pada dua model perkebunan

sehingga dapat menjadi upaya penanggulangan ketergantungan pupuk kimia pada

perkebunan apel di pasuruan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil beberapa rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Apa saja Genus serangga tanah yang ada di kebun M. domestica anorganik

dan kebun apel semi organik Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo

Kabupaten Pasuruan?

2. Bagaimana kelimpahan serangga tanah yang ada di kebun M. domestica

anorganik dan kebun apel semi organik Desa Janjangwulung Kecamatan

Puspo Kabupaten Pasuruan?

3. Bagaimana keadaan Faktor Fisika-Kimia tanah pada kebun M. domestica

anorganik dan kebun apel semi organik Desa Janjangwulung Kecamatan

Puspo Kabupaten Pasuruan?

4. Bagaimana korelasi antara kelimpahan serangga dan faktor abiotik di kebun

M. domestica anorganik dan kebun apel semi organik Desa Janjangwulung

Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan?

6
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini berdasarkan latar belakang yang ada

adalah:

1. Mengidentifikasi Genus serangga tanah yang ada di kebun M. domestica

anorganik dan kebun apel semi organik beserta peranan ekologisnya di Desa

Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan.

2. Menganalisis kelimpahan serangga tanah yang ada di kebun M. domestica

anorganik dan kebun apel semi organik Desa Janjangwulung Kecamatan

Puspo Kabupaten Pasuruan.

3. Mengetahui keadaan Faktor Fisika-Kimia tanah pada kebun M. domestica

anorganik dan kebun apel semi organik Desa Janjangwulung Kecamatan

Puspo Kabupaten Pasuruan.

4. Mengetahui korelasi antara kelimpahan serangga dan faktor abiotik yang ada

di kebun M. domestica anorganik dan kebun apel semi organik Desa

Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan.

1.4 Manfaat Penelitian

Informasi kelimpahan serangga tanah yang ada di kebun M. domestica

anorganik dan kebun apel semi organik Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo

Kabupaten Pasuruan memiliki manfaat antara lain:

1. Memberikan informasi mengenai kelimpahan serangga tanah yang ada di

kebun M. domestica anorganik dan kebun apel semi organik Desa

Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan.

7
2. Menjadi upaya penanggulangan ketergantungan pupuk kimia pada

perkebunan apel di pasuruan didasarkan pada perbandingan kelimpahan

serangga tanah dan hubungan antara faktor biotik dan abiotiknya.

3. Dapat digunakan sebagai data bagi penelitian tentang peranan serangga tanah

bagi ekosistem perkebunan anorganik dan semiorganik di Desa

Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah penelitian ini adalah:

1. Identifikasi serangga tanah hanya sampai pada tingkat Genus.

2. Pengambilan sampel serangga tanah hanya yang berhasil diambil dengan soil

sampling (hand sorted) ukuran 25cm x 25cm x 30 cm sebanyak tiga kali

ulangan tiap kedalaman 10 cm.

3. Pengambilan sampel pada kebun M. domestica anorganik dan kebun apel

semi organik Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan

Faktor abiotik yang diamati meliputi suhu, kelembapan, intensitas cahaya,

dan kecepatan angin.

4. Pengambilan sampel dilakukan hanya pada serangga yang tertangkap

menggunakan metode handcollect.

5. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2021.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Keislaman

Serangga merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah SWTyang banyak

dicantumkan pada ayat Al-Quran. Salah satu kelompok serangga tersebut adalah

salah satu kelompok serangga tanah yang disebut bukan hanya pada ayat Al-quran

saja, melainkan sebagai penama salah satu surah yang ada di kitab suci Al-Quran

yakni pada surah An-Naml yang artinya adalah semut. Berikut adalah contoh dari

beberapa hewan yang termasuk pada kelompok serangga tanah yang disebut pada

beberapa Ayat Al-Quran

2.1.1 Rayap

Contoh kelompok serangga tanah yang ada di ayat Al-Quran Adalah

rayap, disebutkan pada surah Saba’ Ayat ke 34 yang berbunyi:

َ ‫ع ٰلى َم ْوتهٓ ا َّال دَ ۤابَّةُ ْاالَ ْرض تَأْ ُك ُل م ْن‬


‫ساَتَ ٗه ۚفَ َل َّما خ ََّر تَبَيَّنَت‬ َ ‫ع َليْه ْال َم ْوتَ َما دَ َّل ُه ْم‬ َ َ‫فَ َل َّما ق‬
َ ‫ض ْينَا‬
‫ْب َما َلبث ُ ْوا فى ْالعَذَاب ْال ُمهيْن‬ َ ‫ْالج ُّن اَ ْن َّل ْو كَانُ ْوا يَ ْع َل ُم ْونَ ْالغَي‬
Terjemah Kemenag (2002): Maka ketika Kami telah menetapkan kematian
atasnya (Sulaiman), tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu
kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka ketika dia telah tersungkur,
tahulah jin itu bahwa sekiranya mereka mengetahui yang gaib tentu mereka tidak
tetap dalam siksa yang menghinakan.

Nabi Sulaiman AS wafat dalam posisi bersandar pada tongkatnya sehingga

tidak diketahui kematiannya. Samapai pada saat Nabi Sulaiman AS jatuh

dikarenakan tongkat yang telah dimakan oleh rayap. Ketika beliau jatuh, maka

baru disadarilah kematian Nabi Sulaiman AS. Artinya penyebab terbongkarnya

kematian Nabi Sulaiman AS dikarenakan oleh rayap yang menggerogoti tongkat

Nabi Sulaiman AS sampai menyebabkan beliau terjatuh. Karena sebelum ajal

9
menjempu Nabi Sulaiman AS, beliau memohon kepada Allah SWT untuk

merahasiakan kematiannya dari jin hingga berlalu satu tahun (Al-Qurtubi, 2009).

Allah SWT menceritakan tentang wafatnya Nabi Sulaiman AS serta

bagaimana merahasiakan dihadapan para jin yang ditundukan baginya untuk

melakukan pekerjaan-pekerjaan benar. Beliau dian dalam keadaan bersandar pada

tongkatnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, dan

selain mereka: “yaitu dalam waktu yang cukup lama, hampisr satu tahun berlalu.

Ketika binatang-binatang tanah (rayap) memakan tongkat Nabi Sulaiman As,

rapuhlah tongkat eliau sehingga Nabi Sulaiman AS jatuh ke tanah. Barulah

diketahui bahwa beliau telah wafat sebelum itu dalam waktu yang cukup lama”

(Abdullah, 2004).

Al-Jazairi (2009) menjelaskan bahwa dalam firman Allah SWT Surah Saba’

Ayat ke-14 mengenai wafatnya Nabi Sulaiman AS tidak ada yang mengetahui

tentang wafat beliau kecuali rayang yang telah memakan tongkatnya. Maka

setelah rayap menggerogoti tongkat Nabi Sulaiman AS, beliau pun jatuh ke tanah.

Hal ini dikarenakan Nabi Sulaiman AS telah memohon kepada Allah SWT untuk

merahasiakan kematiannya dihadapan para jin yang menjadi bala tentaranya. Agar

manusia mengetahui bahwa bangsa jin tidaklah mengetahui hal-hal yang ghaib

sebagaiman mereka akui.

2.1.2 Semut

‫س َليْمٰ نُ َو ُجنُ ْودُ ِٗۙه‬ ْ ‫ع ٰلى َواد النَّ ْم ِۙل قَا َل‬
ُ ‫ت نَ ْم َلةٌ يٓهاَيُّ َها النَّ ْم ُل ادْ ُخلُ ْوا َمسٰ كنَ ُك ۚ ْم َال يَحْط َمنَّ ُك ْم‬ ٓ ‫َحت ه‬
َ ‫ى اذَآ اَت َْوا‬
َ‫َوهُ ْم َال يَ ْشعُ ُر ْون‬

Terjemah Kemenag (2002): “Hingga ketika mereka sampai di lembah semut,


berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-

10
sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya,
sedangkan mereka tidak menyadari.”

Ayat tersebut menceritakan tentang bagaimana semut tolong menolong

untuk menyelamatkan kawanannya, dimana salah satu semut diperintah Allah

SWT untuk mengabarkan pada kawanannya agar masuk ke dalam sarang sehingga

tidak terinjak oleh kelompok tentara Nabi Sulaiman AS. Ayat tersebut mnjelaskan

bahwa bukan hanya manusia saja yang dapat melakukan interaksi antar

sesamanya. Semut merupakan serangga tanah yang hidup berkoloni dan

terorganisir untuk melakukan sesuatu. Dalam suatu komunitas maupun ekosistem

terdapat faktor pembatas berupa keterbatasan sumber daya, misalnya makanan

dan tempat tinggal. Dalam komunitas maupun ekosistem terdapat suatu interaksi

antar komponen penyusunnya atau dapat dikategorikan sebabagi suatu populasi.

Interaksi tersebut dapat terjadi antar spesies berbeda seperti kompetisi dan

pemangsaan (Odum, 1996)

Pada salah satu kitab tafsir, yakni Tafsir Al Misbah dijelaskan bahwa ada

begitu besar jumlah tentara Nabi Sulaiman AS yang akan melintasi jalur para

semut, sedangkan para semut merupakan makhluk yang sangat kecil. Sehingga

para semut akan hancur apabila para tentara Nabi Sulaiman AS melintasinya.

Dikarenakan akan terinjak oleh kaki-kaki para tentara dan kendaraannya. Beribu-

ribu semut akan binasa, sedang para tentara Nabi Sulaiman AS tidak akan sadar.

Dan meskipun para tentara tersebut mengetahui bahwa ada semut, yang bisa

mereka lihat hanyalah bangkai semut yang telah bergelimpangan dan tidak akan

menjadi perhatian tentara tersebut. Karena mereka adalah bangsa semut yang

merupakan makhluk kecil dibandingkan dengan tentara-tentara tersebut.

11
Meskipun semut mampu memikul beban yang jauh lebih besar dari badannya

(Shihab, 2003).

2.1.3 Kesuburan Tanah

Tanah merupakan suatu habitat yang penting bagi serangga, khususnya

serangga tanah. Kondisi dalam tanah meliputi sifat fisika-kimia tanah atau biasa

disebut dengan faktor lingkungan juga mendukung untuk mencukupi kebutuhan

serangga tanah. Timbal balik dari serangga tanah adalah dengan melakukan peran

sebagai penjaga kesuburan tanah. Kesuburan tanah sangat menjadi faktor penting

untuk keseimbangan ekosistem seperti yang diterangkan pada Q.S Al-A’raf (7)

ayat ke-58:

ْٰ ‫ف‬
‫اال ٰيت لقَ ْو ٍم‬ َ ُ‫ج ا َّال نَكدًا ك َٰذلكَ ن‬
ُ ‫ص ِّر‬ ُ ‫ُث َال يَ ْخ ُر‬ ْ ‫ج نَبَاتُهٗ باذْن َربِّ ۚه َو َّالذ‬
َ ‫ي َخب‬ ُ ‫ب يَ ْخ ُر‬ َّ ُ‫َو ْالبَ َلد‬
ُ ِّ‫الطي‬
ࣖ َ‫يَّ ْش ُك ُر ْون‬

Terjemah Kemenag (2002): “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya


tumbuh subur dengan izin Tuhan; dan tanah yang buruk, tanaman-tanamannya
yang tumbuh merana. Demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang tanda-
tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”

Pada kitab tafsir Al Aisar, Surat Al A’raf ayat ke-58 memiliki sebuah

permisalan yang diberikan oleh Allah SWT bagi hamba yang mukmin dan orang-

orang kafir. Setelah Allah SWT sebelumnya telah memperlihatkan kekuasaanya

dengan menghidupkan kembali orang yang telah mati. Allah berfirman bahwa

“tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur” yaitu setelah Allah

menurunkan air yang menjadikan banyak makhluk hidup yang dapat

menempatinya. Ini merupakan perumpamaan bagi orang mukmin yang hatinya

hidup dan baik, apabila mendengar bahwa ada ayat yang diturunkan imannya akan

bertambah dan amal shalihnya semakin baik. “Dan tanah yang tidak subur”

12
merupakan tanah yang buruk dan berkerikil. Apabila hujan turun maka tanaman

tanamannya hanya akan tumbuh dan tidak terawat, sampai menua, susah, dan

tidak bagus. Ini merupakan perumpamaan pada orang-orang kafir ketika

mendengar lantunan ayat-ayat Al-Quran mereka tidak akan menerimanya dan

tidak pula memberikan manfaat dari sikap dan tindakannya. Merekan tidak

berbuat baik dan juga tidak meninggalkan yang baik (Al-Jazairi, 2009).

Kondisi tanah yang baik adalah tanah yang subur dan selalu dipelihara.

Dalam manajemen lingkungan, pengelolaan tanah merupakan hal yang terpenting.

Komponen yang berperan sebagai faktor kondisi tanah yang baik adalah serangga

tanah dan komponen abiotik lainnya berupa nitrogen. Sehingga dapat menjadikan

kondisi tanah tersebut dapat menjadi ekosistem yang seimbang. Menurut Syaufina

(2007), kehilangan serangga tanah akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem.

Manfaat dari serangga tanah sendiri adalah pendekomposisi bahan-bahan organik,

berperan dalam siklus nitrogen juga termasuk mineralisasi unsur-unsur tanah,

denitrifikasi, fiksasi nitrogen dan pengambilan nutrien unsur makro tanah. Apabila

serangga tanah terganggu sehingga dapat berkurang atau sampai hilang akan

berdampak pada ekosistem tanah itu sendiri.

2.1.4 Perintah Menjaga Lingkungan

Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua aspek di dalamnya

yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan kesejahteraan makhluk hidup.

Semua makhluk hidup yang ada dalam lingkungan tersebut berhubungan satu

dengan lainnya membentuk sebuah ikatan yang disebut simbiosis. Salah satu yang

menjadi aspek penting dari semua hubungan antara makhluk hisup adalah tatanan

13
mengenai lingkungan hidup yang memiliki keseimbangan. Salah satu lingkungan

atau disebut juga ekosistem yang ada adalah ekosistem tanah. Allah SWT telah

menjelaskan dalam firmannya di Al-Quran bahwa sesungguhnya segala sesuatu

yang diciptakan di muka bumi ini dalam keadaan yang seimbang, yakni

diterangkan pada Q.S Al-Hijr (15) ayat ke-19:

‫يءٍ َّم ْو ُز ْو ٍن‬ َ ‫ي َواَ ْۢ ْنبَتْنَا ف ْي َها م ْن ُك ِّل‬


ْ ‫ش‬ َ ‫ض َمدَد ْٰن َها َواَ ْلقَ ْينَا ف ْي َها َر َواس‬
َ ‫َو ْاالَ ْر‬
Terjemah Kemenag (2002): “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan
Kami pancangkan padanya gunung-gunung serta Kami tumbuhkan di sana segala
sesuatu menurut ukuran.”

Manusia yang berperan sebagai kholifah (pemimpin) di muka bumi ini

memiliki peran dan juga tanggung jawab yang besar untuk menjaga lingkungan.

Lingkungan yang dimaksud adalah sebuah lingkup yang di dalamnya terdapat

makhluk hidup selainnya sehingga terjadi keseimbangan hubungan yang terjadi.

Hubungan timbal balik antara makhluk hidup ini menjadi faktor keseimbangan

yang perlu dijaga dan diperhatikan sehingga dalam lingkungan tersebut menjadi

baik. Tanpa lingkungan juga makhluk hidup tidak memiliki tempat untuk

melangsungkan kehidupannya (Al-jazairi, 2009).

Allah melarang manusia membuat kerusakan di bumi dikarenakan Allah

swt menjadikan manusia sebagi kholifah. Larangan membuat kerusakn tersebut

untuk menghindarkan manusia membuat kehancuran pada lingkungan yang

mencakup komponen biotik dan abiotiknya. Seperti mengganggu pada sumber

sumber kehidupan organisme lain seperti yang dijelaskan pada Q.S Al Qass ayat

ke-4:

‫ط ۤا ِٕىفَ ًة ِّم ْن ُه ْم يُذَبِّ ُح اَ ْبن َۤا َءهُ ْم َو َي ْستَحْي‬


َ ‫ف‬
ُ ‫اال ْرض َو َج َع َل اَ ْه َل َها ش َي ًعا يَّ ْستَضْع‬ َ ْ ‫ع َال فى‬ َ َ‫ع ْون‬ َ ‫ا َّن ف ْر‬
َ‫س ۤا َءهُ ْم انَّهٗ َكانَ منَ ا ْل ُم ْفسديْن‬
َ ‫ن‬

14
Terjemah Kemenag (2002): “Sungguh, Fir‘aun telah berbuat sewenang-
wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dia menindas
segolongan dari mereka (Bani Israil), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan
membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, dia (Fir‘aun) termasuk
orang yang berbuat kerusakan.”

Demikian seruan Allah sehingga manusia disuruh menjaga lingkungan,

agar selalu diberikan kedamaian dan keseimbangan ekosistem di bumi antara

faktor biotik dan abiotiknya. Sehingga tercipta hubungan dan dapat hidup dengan

nyaman.

2.2 Serangga Tanah

Serangga merupakan spesies yang sebagian besar memiliki manfaat bagi

kehidupan manusia. Serangga memiliki 1.413.000 spesies yang telah berhasil

teridentifikasi dan dikenali, terdapat lebih dari 7.000 spesies yang baru ditemukan

pada hampir setiap tahunnya. Sedemikian besarnya jumlah serangga yang ada

dikarenakan serangga berhasil dalam mempertahankan kehidupannya di habitat

yang bervariasi. Serangga pula memiliki kapasitas reproduksi yang relatif tinggi

dan kemampuan dalam menyelamatkan diri dari musuhnya (Borror, 1996).

Serangga memiliki ciri umum yakni alat tambahan yang beruas atu juga disebut

appendage, pada tubuhnya terdiri dari sejumlah ruas atau bilateral simetri, tubuh

serangga juga dilapisi ileh zat kitin sehingga membentuk eksoskeleton. Ruas-ruas

pada tubuh serangga terdapat pada bagian yang tidak memiliki zat kitin sebagai

penghubung antara eksoskeleton sehingga mudah untuk menggerakkan alat

geraknya. Sistem syaraf pada serangga berbentuk tangga tali, Coelom pada

serangga dewasa berbebntuk kecil dan membentuk rongga yang berisi darah

(Hadi, 2009).

15
Tarumingkeng (2005) menjelaskan bahwa Serangga tanah merupakan

kelompok dari kelas insekta yang merupakan mahkluk hidup terbanyak sehingga

mendominasi bumi. Sekitar 1 juta spesies sudah dideskripsikan dan masih ada

kira-kira 10 juta spesies serangga tanah yang masih belum dideskripsikan.

Menurut Suin (2012) serangga tanah merupakan serangga yang memiliki tempat

hidup di tanah, baik yang berada di permukaan maupun dalam tanah. Secara

umum serangga tanah juga dikelompokan dari tempat hidupnya juga jenis

makananya.

Berdasarkan tempat hidupnya, serangga tanah dikelompokkan menjadi: 1)

Epigeon, yakni serangga tanah yang hidup pada lapisan tumbuh-tumbuhan.

Contohnya: Plecoptera dan Homoptera. 2) Hemiedafon, merupakan serangga

tanah yang memiliki temapat hidup pada lapisan organik tanah. Contohnya:

Dermaptera dan Heminoptera. 3) Eudafon merupakan serangga tanah yang

menghuni tanah pada lapisan mineralnya. Contohnya: Protura dan Collembola

(Rahmawati,2006).

Pengelompokan serangga berdasarkan jenis makanannya menurut

Rahmawati (2006) terdapat lima jenis, yakni: 1) Saprofag merupakan serangga

tanah yang memakan benda mati busuk. Contohnya: Collembola, Thysanura, dan

Diplura. 2) Herbivora atau juga disebut Fitofagus merupakan serangga tanah yang

memakan dedauan, akar, dan kayu. Contohnya: Orthoptera. 3) Mycrophytic

merupakan serangga tanah yang memakan spora atau juga hifa jamur. Contohnya

Diptera, Coleoptera, Hymenoptera. 4) Karnivora merupakan serangga tanah yang

memakan serangga tanah lain. Contohnya: Hymenoptera dan Coleoptera. 5)

Omnivora merupakan serangga tanah yang memakan tumbuhan baik itu daun,

16
akar maupun batang juga dapat pula memakan serangga tanah lainnya.

Contohnya: Orthoptera dan Dermaptera.

2.2.1 Morfologi Serangga Tanah

Umunya serangga tanah memiliki morfologi yang dapat dibedakan menjadi

tiga bagian yakni kepala, toraks, dan abdomen. Ketiga bagian tubuh tersebut

dilindungi oleh kutikula yang disusun oleh zat kitin yang keras. Pada bagian

terluar serangga tanah terbagi menjadi berbuku-buku (Borror, 1996). Serangga

tanah tergolong dalam filum Arthropoda di Subfilum Mandibulata masuk kelas

Insecta. (Hadi, 2009).

Gambar 2.1. Morfologi umum serangga, dicontohkan dengan belalang


(Orthoptera)(a) kepala, (b) toraks, (c) abdomen, (d) antena, (e) mata, (f) tarsus, (g)
koksa, (h) trokhanter, (i) timpanum, (j) spirakel, (k) femur, (l) tibia, (m) ovipositor,
(n) serkus (Hadi, 2007).

Bagian depan (frontal) serangga tanah jika diperhatikan dari sisi samping

(Lateral) akan dapat ditemukan frons, clypeus, vertex, gena, aciput, alat mulut,

mata majemuk, mata tunggal (Ocelli), postgena, dan antena. Lalu pada bagian

toraks terdiri dari prototorak, mesotorak, dan meta torak. Sedangkan sayap pada

serangga tanah tumbuh melalui dinding tubuhnya yang terletak pada dorso-lateral

antara nota dan pleura. Umumnya serangga tanah memiliki dua pasang sayap

17
yang terletak pada ruas mesotorak dan metatoraknya. Pada sayap serangga tanah

terdapat pola tertentu sehingga sangat berguna untuk identifikasi (Borror, 1996).

2.2.2 Klasifikasi Serangga Tanah

Serangga masuk dalam filum arthropoda. Arthropoda berasal dari bahasa

yunani arthro yang artinya ruas dan poda berarti kaki, jadi arthropoda adalah

kelompok hewan yang mempunyai ciri utama kaki beruas-ruas (Borror ,1996)

Hadi (2009), menyatakan bahwa Arthropoda terbagi menjadi 3 sub filum yaitu

Trilobita, Mandibulata dan Chelicerata. Sub filum Mandibulata terbagi menjadi 6

kelas, salah satu diantaranya adalah kelas Insecta (Hexapoda). Sub filum Trilobita

telah punah. Kelas Hexapoda atau Insecta terbagi menjadi sub kelas Apterygota

dan Pterygota. Sub kelas Apterygota terbagi menjadi 4 ordo, dan sub kelas

Pterygota masih terbagi menjadi 2 golongan yaitu golongan Exopterygota

(golongan Pterygota yang memetaforsisnya sederhana) yang terdiri dari 15 ordo,

dan golongan Endopterygota (golongan Pterygota yang metamorfosisnya

sempurna) terdiri dari 3 ordo. , membagi filum arthropoda menjadi tiga sub filum,

yaitu :

a. Subfilum Trilobita

Trilobita merupakan arthropoda yang hidup di laut, yang ada sekitar 245

juta tahun yang lalu. Anggota Subfilum trilobita sangat sedikit yang diketahui,

karena pada umumnya ditemukan dalam bentuk fosil.

b. Subfilum Chelicerata

18
Kelompok Subfilum Chelicerata merupakan hewan predator yang

mempunyai selicerae dengan kelenjar racun. Yang termasuk dalam kelompok ini

adalah laba-laba, tungau, kalajengking dan kepiting.

c. Subfilum Mandibulata

Kelompok ini mempunyai mandible dan maksila di bagian mulutnya.

Yang termasuk kelompok mandibulata adalah Crustacea, Myriapoda, dan Insecta

(serangga). Salah satu kelompok mandibulata, yaitu kelas crustacea telah

beradaptasi dengan kehidupan laut dan populasinya tersebar di seluruh lautan.

Anggota kelas Myriapoda adalah Millipedes dan Centipedes yang beradaptasi

dengan kehidupan manusia.

Gambar 2.2 Bagan Klasifikasi serangga (Albab, 2016)

Dalam pembahasan berikut akan diuraikan ciri-ciri serangga tanah

berdasarkan klasifikasi dari Borror dkk., (1992):

a. Ordo Thysanura

19
Serangga yang berukuran sedang sampai kecil, biasanya bentuknya

memanjang dan agak gepeng, mempunyai embelan-embelan seperti ekor pada

ujung posterior abdomen. Tubuh hampir seluruh tertutupi oleh sisik-sisik.

Bagianbagian mulut adalah mandibula. Mata majemuk kecil dan sangat lebar

terpisah, sedangkan mata tunggal dan atau tidak didapatkan. Tarsi 3-5, embelan-

embelan seperti ekor terdiri dari sersi. Abdomen 11 ruas, tetapi ruas yang terakhir

seringkali sangat menyusut. Anggota ordo Tysanura terbagi atas tiga famili yaitu:

Lepidotrichidae, Lepismatidae Dan Necoletiidae.

b. Ordo Diplura

Mempunyai 2 filamen ekor atau embelan-embelan. Tubuh tidak tertutup

dengan sisik-sisik, tidak terdapat mata majemuk dan mata tunggal, tarsi 1 ruas,

dan bagian-bagian mulut adalah mandibula dan tertarik ke dalam kepala. Terdapat

stili pada ruas-ruas abdomen 1-7 atau 2-7. panjang kurang dari 7 mm dan warna

pucat. Hidup di tempat lembab di dalam tanah, di bawah kulit kayu, pada kayu

yang sedang membusuk, di gua-gua, dan di tempat lembab yang serupa.

Serangga-serangga anggota ordo diplura terbagi atas beberapa famili yaitu:

japygidae, Campodeidae, Procampodeidae, dan Anajapygidae.

c. Ordo Protura

Tubuh kecil berwarna keputih-putihan, panjang 0,6-1,5 mm. kepala agak

bentuk konis, tidak memiliki mata maupun sungut. Bagian-bagian mulut tidak

menggigit, tetapi digunakan untuk mengeruk partikel-partikel makanan yang

kemudian dicampur dengan air liur dan dihisap masuk ke dalam mulut. Pasangan

tungkai pertama terutama berfungsi sensorik dan terletak dalam posisi yang

20
mengangkat seperti sungut. Serangga-serangga ordo diplura terbagi atas beberapa

famili yaitu: Eosentomidae, Protentomidae, Acerentomidae, dll.

d. Ordo Collembola

Abdomen mempunyai 6 segmen, tubuh kecil (panjang 2-5 mm), tidak

bersayap, antena beruas 4, dan kaki dengan tarsus beruas tunggal. Pada tengah

abdomen terdapat alat tambahan untuk meloncat yang disebut furcula.

Mempunyai alat untuk mengunyah dan mata majemuk. Pembagian famili

berdasarkan pada jumlah ruas abdomen, mata dan furcula. Serangga-serangga

ordo Colembolla terbagi atas beberapa famili yaitu: Onychiuridae, Podiridae,

Hypogastruridae, ntomobrydae, Isotomidae, Sminthuridae, dan Neelidae.

e. Ordo Isoptera

Berasal dari kata iso yang berarti sama dan ptera yang berarti sayap.

Isoptera hidup sebagai serangga sosial dengan beberapa golongan yang

reproduktif, pekerja, dan serdadu. Golongan serdadu mempunyai ciri kepala yang

sangat berskleretisasi, memanjang, hitam, dan besar yang berfungsi untuk

pertahanan. Mandibula berukuran sangat panjang, kuat, berkait, dan dimodifikasi

untuk memotong. Pada beberapa genus mempunyai kepala pendek dan persegi,

bentuk seperti itu sesuai dengan fungsinya untuk menutup pintu masuk ke dalam

sarang.

f. Ordo Orthoptera

Orthoptera ada yang bersayap dan ada yang tidak bersayap, dan bentuk

yang bersayap biasanya mempunyai 4 buah sayap. Sayap-sayap memanjang,

banyak rangka-rangka sayap, agak menebal dan disebut sebagai tegmina.

Sayapsayap belakang berselaput tipis, lebar, banyak rangka-rangka sayap, dan

21
pada waktu istirahat mereka biasanya terlipat seperti kipas di bawah sayap depan.

Tubuh memanjang, sersi bagus terbentuk, sungutnya relatif panjang, dan banyak

ruas. Bagian-bagian mulut adalah tipe mengunyah. Serangga-serangga ordo

orthoptera terbagi atas beberapa famili yaitu: Grillotalpidae, Tridactylidae,

Tetrigidae, Eusmastracidae, Acrididae, dan lain-lain.

g. Ordo Plecoptera

Serangga yang berukuran medium (kecil) agak gepeng, bertubuh lunak,

dan berwarna agak kelabu yang terdapat di dekat aliran-aliran air yang berbatu.

Sayap depan memanjang, agak sempit dan biasanya memiliki rangka-rangka

sayap yang menyilang. Sungut panjang, ramping, dan banyak ruas. Tarsi beruas 3,

terdapat sersi yang mungkin panjang atau pendek. Bagian-bagian mulut adalah

tipe pengunyah, walaupun pada banyak serangga dewasa agak menyusut.

Serangga-serangga ordo Plecoptera terbagi atas beberapa famili yaitu:

Pteronarcyidae, Capniidae, Leuctridae, Periidae, dan lain-lain.

h. Ordo Dermaptera

Tubuh memanjang, ramping, dan agak gepeng yang menyerupai

kumbangkumbang pengembara tetapi mempunyai sersi seperti apit. Yang dewasa

bersayap atau tidak mempunyai sayap dengan satu atau 2 pasang sayap. Bila

bersayap, sayap depan pendek, seperti kulit, tidak mempunyai rangka sayap,

sayap belakang berselaput tipis dan membulat. Mempunyai perilaku menangkap

mangsa dengan forcep yang diarahkan ke mulut dengan melengkungkan abdomen

melalui atas kepala. Binatang ini aktif pada malam hari. Pembagian famili

berdasarkan pada perbedaan antena. Serangga-serangga ordo Dermaptera terbagi

22
atas beberapa famili yaitu: Forficulidae, Chelisochidae, Labiidae, Labiduridae,

dan lain-lain.

i. Ordo Tysanoptera

Seranga bersayap duri (umbai) adalah serangga kecil berbentuk langsing,

panjang 0,5-5 mm. terdapat atau tidak ada sayap. Sayap-sayap bila berkembang

sempurna jumlahnya 4, sangat panjang, sempit dengan beberapa atau tidak ada

rangka rangka sayap dan berumbai dengan rambut-rambut yang panjang.

Bagianbagian mulut adalah tipe penghisap dan gemuk. Sungut pendek dengan 4-9

ruas. Tarsi 1 atau 2 ruas, dengan 1 atau 2 buku, dan seperti gelembung di ujung.

Serangga-serangga ordo Tysanoptera terbagi atas beberapa famili yaitu:

Phalaeothripidae, Aelothripidae, Thripidae, Merothripidae, dan Heterothripidae.

j. Ordo Homoptera

Homoptera adalah pemakan tumbuh-tumbuhan dan banyak jenis sebagai

hama yang merusak tanamana budidaya. Bagian-bagian mulut serupa dengan

Hemiptera. Mereka adalah penghisap dengan 4 penusuk. Mempunyai 4 sayap.

Sayap-sayap depan mempunyai sifat yang seragam seluruhnya, baik berselaput

tipis atau agak tebal, dan sayap belakang berselaput tipis. Sungut sangat pendek,

seperti rambut duri pada beberapa Homoptera, lebih panjang, dan biasanya

berbentuk benang pada yang lainnya. Mata majemuk biasanya berkembang bagus.

Serangga-serangga ordo Homoptera terbagi atas beberapa famili yaitu:

Delphacidae, Fulgoridae, Issidae, Derbidae, Achilidae, dan lain-lain.

k. Ordo Coleoptera

Coleoptera berasal dari kata coleo yang berarti selubung dan ptera yang

berarti sayap. Mempunyai 4 sayap dengan pasangan sayap depan menebal seperti

23
kulit, atau keras dan rapuh, biasanya bertemu dalam satu garis lurus di bawah

tengah punggung dan menutupi sayap-sayap belakang. Pembagian famili

berdasarkan perbedaan elytra, antena, tungkai, dan ukuran tubuh.

Seranggaserangga ordo Coleoptera terbagi atas beberapa famili yaitu: Carabidae,

Staphylinidae, Silphidae, Scarabaeidae, dan lain-lain.

l. Ordo Mecoptera

Berasal dari kata meco yang berarti panjang dan ptera yang berarti sayap.

Tubuh ramping dengan ukuran bervariasi. Kepala panjang, alat mulut penggigit,

dan memanjang ke arah bawah berbentuk paruh. Sayap panjang, sempit, seperti

selaput dengan bentuk, ukuran, dan susunan yang sama. Larva seperti ulat. Alat

kelamin jantan seperti capit pada kalajengking dan terletak di ujung abdomen.

Pembeda antar famili yaitu tungkai dan sayap. Serangga-serangga ordo Mecoptera

terbagi atas beberapa famili yaitu: Bittacidae, Boreidae, Meropeidae, Panorpidae,

dan Panorpodidae.

m. Ordo Diptera

Berasal dari kata di yang berarti dua dan ptera yang berarti sayap. Ukuran

tubuh bervariasi. Mempunyai sepasang sayap di depan karena sayap belakang

mereduksi, berfungsi sebagai alat keseimbangan. Larva tanpa kaki, kepala kecil,

tubuh halus, dan tipis. Mulut bertipe penghisap dengan variasi struktur mulut

seperti penusuk, penyerap dan seolah-olah berfungsi. Pembagian famili

berdasarkan pada perbedaan sayap dan antena. Serangga-serangga ordo diptera

terbagi atas beberapa famili yaitu: Nymphomylidae, Tricoceridae, Tanyderidae,

Xylophagidae, Tipulidae, dan lain-lain.

n. Ordo Hymenoptera

24
Berasal dakata Hymeno yang berarti selaput dan ptera yang berarti sayap.

Ukuran tubuh bervariasi. Mempunyai dua pasang sayap yang berselaput dengan

vena sedikit bahkan hampir tidak ada untuk yang berukuran kecil. Sayap depan

lebih lebar dari pada sayap yang belakang. Antena 10 ruas atau lebih. Mulut

bertipe penggigit dan penghisap. Serangga-serangga ordo Hymenoptera terbagi

atas beberapa famili yaitu: Orussidae, Siricidae, Xphydridae, Cephidae, Argidae,

Cimbicidae, dan lain-lain

2.3 Peran Serangga Tanah

2.3.1 Serangga Yang Menguntungkan bagi manusia

Serangga tanah memberi manfaat bagi kehidupan manusia secara langsung

maupun tidak langsung. Dari antuan serangga tanah dapat diperoleh beberapa

manfaat seperti peranan serangga tanah dalam mengolah komposisi tanah

sehingga dapat diproses oleh tumbuhan dan menyuburkan tanah. Diantara

banyaknya manfaat yang didapatkan dari bantuan serangga tanah juga dapat

menghasilkan sesuatu yang dapat dijual oleh manusia mislnya madu, malam

tawon, sutera, sirlak dan zat warna, pengontrol hama dan pemakan bahan organik

yang membusuk. Peran dalam penelitian ilmiah juga merupakan manfaat dari

serangga tanah yang ditujukan untuk menunjang kehidupan manusia seperti

pengendali gulma, pengurai sampah, dan nilai seni keindahan serangga (Borror,

1996)

Serangga tanah juga memiliki peran sebagai predator yang memakan

serangga lainnya secara langsung (Entomofagus). Sebagai musuh alami hama

selain berperan sebagai predatos ada pula serangga tanah yang berperan sebagai

25
parasitoid. Parasitoid hidup menumpang pada inangnyayang bertempat pada

dalam maupun luar tubuh inangnya. Parasitoid hanya menumpang pada inangnya

pada fase larva hingga berumur dewasa dan akan keluar. Parasitoid membunuh

inangnya dengan pelan dikarenakan larva akan menghisap cairan pada tubuh

inang untuk mendukung daya hidupnya dan akhirnya perlahan lahan inang

tersebut kan mengalami kematian (Suheriyanto, 2008).

Peran penting serangga tanah dalam ekosistem adalah sebagai perombak

bahan organik yang tersedia di tanah yang dapat mempercepat penyerapan nutrisi

oleh tumbuhan. Sehingga nutrisi tanaman yang berasal dari tanah dapat terbentuk

dengan cepat. Serangga tanah dapat mendekomposisi residu tanaman sehingga

terbentuk humus sebagai nutrisi tanah. Selain itu juga ada beberapa jenis serangga

tanah yang dapat dijadikan sebagai indikator terhadapa kesuburan tanah

(Sari,2014).

2.3.2 Serangga yang Merugikan Bagi Manusia

Menurut Borror (1996), peranan serangga selain menguntungkan pada

kehidupan manusia juga dapat merugikan. Serangga dapat juga merusak tanaman

yang dibudidayakan oleh manusia sehingga mengakibatkan tanaman tersebut

tidak dapat diambil manfaatnya. Serangga yang merusak tanaman dapat berupa

serangga yang memakan tumbuhan atau herbivor. Kerusakan juga dapat terjadi

dikarenakan serangga tersebut membutuhkan tempat untuk makan maupun

bertelur. Serangga pula merupakan agen dalam penularan penyakit yang ada pada

tumbuhan. Kerusakan ini memiliki dampak yang bervariasi. Dapat dimulai dari

penurunan hasil produksi tanaman dampai pada ke penghancuran sempurna dari

tanaman tersenut.

26
Serangga juga dapat mengganggu manusia melalui dampak langsung

seperti mengeluarkan bau yang tidak sedap juga dapat masuk ke mata maupun

telinga yang mengakibatkan ketakutan (Entomophobia). Beberapa serangga tanah

juga dapat mengeluarakan mengeluarkan racun yang bisa berbahaya bagi

manusia, seperti contohnya lebah, tabuhan, dan kutu busuk. Serangga juga dapat

hidup pada atau dalam tubuh manusia sebagai parasit dan dapat menyebabkan

penyakit (Suheriyanto, 2008).

Ordo serangga yang dapat ditemukan pada lingkungan perumahan juga

berpotensi menyebabkan kerusakan serta mengganggu aktifitas manusia antara

lain: Thysanura (serangga perak), Blattaria (kecoak), Isoptera (rayap),

Psocoptera (kutu buku), Coleoptera (kumbang karpet, kumbang lantai, kumbang

biji, kumbang beras), Hymenoptera(beberapa jenis semut), Syphonaptera (kutu

kucing), dan Lepidoptera (ngengat biji, ngengat baju) (Suheriyanto, 2008).

2.4 Lingkungan Tanah

Tanah merupakan suatu bentangan alam yang disusun oleh bahan mineral

dimana merupakan hasil dari pelapukan bebatuan dan bahan organik terdiri dari

organisme tanah dan pelapukan sisa sisa tumbuhan serta hewan lainnya. Maka

hewan tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah. Demikian pula kehidupan

hewan tanah ini sangatlah ditentukan oleh faktor fisika dan kimia tanah sehingga

penting bagi peneliti untuk memperhatikannya (Suin, 2012).

Lingkungan tanah adalah lingkungan atau ekosistem yang terdiri dari

faktor biotik dan abiotik. Seluruh kehidupan di alam bergantung kepada

lingkungan sehingga menyusun ekosfir. Ekosfir dihuni oleh berbagai komunitas

27
organisme yang menempati lingkungan biotik dan sumber sumber energi sehingga

hubungan tersebut dinamakan ekosistem. Setiap ekosistem dicirikan dengan

adanya kombinasi antara unsur biotik dan sumber abiotik yang berfungsi sebagai

pemelihara kesinambungan antara aliran energi dan nutrisi bagi kehidupan dalam

ekosistem tersebut (Hanafiah, 2007).

Terdapat beberapa faktor abiotik dalam lingkungan tanah, antara lain

(Suin, 2012):

a. Kelembapan tanah

Kelambapan tanah penting peranannya dalam mengubah efek suhu dalam

tanah. Pada lingkungan tanah terjadi interaksi antara suhu dan kelembapan yang

menghasilkan interaksi yang penting untuk melindungi keadaan organisme di

dalamnya dari kondisi cuaca dan iklim. Suhu tanah memberikan efek membatasi

pertumbuhan organisme pada suhu yang tinggi dan suhu yang rendah.

Kelembapan tanah juga memiliki pengaruh pada proses nitrifikasi, kelembapan

tinggi lebih baik bagi serangga permukaan tanah daripada saat kelembapan

rendah. Dalam prakteknya kelembapan yang optimum bagi tanaman juga baik

bagi bakteri nitrifikasi.

b. Suhu tanah

Suhu tanah adalah salah satu faktor yang penting untuk menghadirkan

organisme tanah juga untuk menjaga kepadatan dan kelimpahan serangga tanah.

Oleh sebab tersebut suhu tanah akan dapat meningkatkan dekomposisi material

organik tanah. Peningkatan dan penurunan suhu tanah tidak fluktuatif seperti suhu

udara akan tetapi suhu tanah juga bergantung pada suhu udara. Suhu tanah pada

lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam bergantung pada

28
musim. Fluktuasi tersebut juga bergantung pada keadaan cuaca, topografi daerah,

dan keadaan tanah.

c. pH tanah

Serangga tanah yang dapat hidup pada pH tanah yang tingkat keasaman

dan basanya relatif tinggi adalah Collembola. Collembola yang menempati pada

tanah yang asam disebut sebagai Collembola asidofil dikarenakan tempat

hidupnya pada tanah dengan pH lebih kecil dari 6,5. Sedangkan untuk Collembola

yang hidup pada tanah yang memiliki pH di atas 7,5 disebut sebagai Collembola

indifferent. Sehingga kisaran nilai pH tanah dapat mengkarakteristika tingkat

kandungan kimia dalam lingkungna tanah dan dapat menjadi acuan kesesuaian

tempat hidup serangga yang menempati lingkungan tanah tersebut. pH tanah juga

dapat menjadi indikator pada proses kimia yang terjadi dalam tanah juga acuan

defisiensi maupun toksisitas tanah (Hazelton, 2007). Nutrisi dalam tanah dibagi

menjadi dua, yakni nutrisi primer (N, P, K) dan nutrisi sekunder (Ca, Mg, S) juga

memiliki defisiensi makronutrien seperti Zn dan Mn dengan mudah dapat

dikoreksi dengan menjada optimumnya nilai pH tanah (Bhattacharya, 2010).

d. kadar Organik tanah

Material organik tanah sendiri merupakan sisa dari tumbuhan dan hewan

yang telah mati (jasad). Jasad tersebut dapat menambah kadar organik tanah pada

saat terdekomposisi atau setelah terdekomposisi. Material organik tanah yang

tidak mengalami proses dekomposisi akan menjadi humus yang berwarna coklat

sampai hitam, dan bersifat koloidal. Material organik tanah juga berperan dalam

menentukan kepadatan populasi organisme tanah. Serangga tanah golongan

saprova hidupnya bergantung pada sisa daun yang jatuh. Komposisi dan jenis

29
serasah daun menentukan jenis serangga yang dapat hidup di dalamnya, dan

banyaknya serasah juga menentukan kepadatan serangga tanah. Serangga tanah

selain golongan saprovora bergantung pada kehadiran serangga tanah golongan

saprovora tersebut. Contohnya adalah serangga karnivora yang makanannya

adalah serangga lain, termasuk serangga golongan saprovora. Sedangkan serangga

tanah golongan kaprovora memakan sisa atau kotoran serangga sprovora dan

karnivora. Organisme tanah yang tergolong mikroflora seperti jamur dan bakteri

juga bergantung pada serangga dan serasah yang ada di tanah. Bersama dengan

serangga tanah, tumbuhan mikroflora seperti jamur, aktinomisetes, dan bakteris

mendekomposisi serasah. Dengan kata lain mikroflora tanah juga bergantung pada

kadar material organik tanah sebagai penyedia energi kehidupan organisme dalam

ekosistem tanah.

2.4.1 Lahan Perkebunan Anorganik

Lahan perkebunan anorganik merupakan suatu tempat dilakukannya

proses pertanian mengguanakan sistem pertanian anorganik. Dimana sistem

tersebut menggunakan pestisida dan pupuk sintetik. Sehingga diharapkan

keuntungan dari sistem pertanian tersebut dengan menggunakan pupuk kimia

dapat memberikan berbagai sumber zat makan bagi tumbuhan dalam jumlah yang

cukup, dikarenakan pupuk kimia mudah larut dalam air. Sehingga pada proses

pemupukanya unsur hara yang dikandung pada pupuk kimia mudah tersedia bagi

tumbuhan. Pada kenyataanya penggunaan pupuk kimia secara terus menerus akan

memberi dampak negatif pada kualitas kesuburan tanah, penurunan tingkat

30
produktivitas tanah, rusaknya sistem hidrologi, pencemaran lingkungan, dan

hilangnya diversitas berbagai macam flora dan fauna tanah (Sukardi 2012).

Penerapan sistem pertanian anorganik memilik potensi sebagai

pengganggu kehidupan struktur komunitas serangga tanah yang ada. Dikarenakan

penambahan pupuk dan pestisida kimia memiliki dampak pada merendahnya

kandungan energi yang diperlukan oleh serangga tanah berupa bahan organik

alami pada lahan pertanian. Menurut Aulia (2016) sistem pertanian anorganik

memiliki tingkat kelimpahan serangga tanah yang rendah dikarenakan bahan

organik yang terkandung dalam tanah telah tergantikan oleh unsur kimia yang

merupakan residu dari pupuk dan pestisida kimia. Dan juga lebih lamanya tingkat

dekomposisi yang dilakukan oleh serangga tanah.

Pertanian anorganik merupakan sistem pertanian yang menggunakan

pupuk dan pestisida sintetis yang secara berkala memberi dampak seperti

pencemaran lingkungan, residu pestisida pada hasil panen, terganggunya

kesehatan manusia yang bekerja, matinya organisme tanah yang berguna, hama

menjadi resisten secara berkala terhadap pestisida sintetis, dan masalah resurgensi.

Penggunaan pupuk sintetis dapat meningkatkan hasil panen secara signifikan dan

menambah bahkan meningkatkan beberapa unsur hara tanah namun juga berakibat

pada terganggunya penyerapan unsur hara yang lain sehingga tidak seimbangnya

unsur hara pada tanah. Selain itu penggunaan pupuk sintetis juga meneken

pertumbuhan mikroba tanah sehingga berdapak pada pengurangan humus tanah

secara berkala (Zulkarnain, 2009).

Konsekuensi terhadap kurangnya unsur hara tanah dari penanaman

varietas unggul yang responsif terhadap pemupukan terutama pada pupuk sintetis.

31
Resistennya varietas unggul ini terhadap penggunaan pestisida dan herbisida

bertujuan untuk meningkatkan produksi, guna memenuhi kebutuhan pangan yang

semakin tinggi (Zulkarnain, 2009). Adanya pemberian pupuk dan pestisida

sintetis pada lahan dengan jangka waktu yang panjang menunjukan adanya

kecenderungan bahan organik tanah semakin menurun, struktur tanah yang

semakin rusak, dan pencemaran lingkungan. Kondisi seperti itu bila terus

dilanjutkan akan menurunkan kuallitas produksi dan kesehatan lingkungan

(Winarso, 2005).

2.4.2 Lahan Perkebunan Semi Organik

Pertanian semi organik merupakan cara pengolahan tanah dan budidaya

tanaman dengan memanfaatkan pupuk berasal dari bahan-bahan organik dengan

menambahkan sedikit pupuk anorganik tujuannya agar dapat meningkatkan hara

di miliki oleh pupuk organik. sistem pertanian semiorganik dapat di katakan

sebagai pertanian ramah lingkungan, karena bisa mengurangi pemanfaatan pupuk

anorganik diatas 50%. Hal tersebut di karenakan pupuk yang diberikan dari bahan

organik yang di masukan ke lahan akan bisa menjaga kondisi fisika, kimia dan

biologi tanah agar dapat memaksimalkan salah satu fungsinya yaitu melarutkan

hara yang tersedia di tanah bagi tanaman, selain untuk menyediakan ketersediaan

unsur mikro yang sulit tersedia oleh pupuk anorganik (Sari, 2010).

Menurut Nasirudin (2018) sistem pertanian semiorganik pada perkebunan

apel memiliki keanekaragaman serangga tanah yang baik daripada perkebunan

apel yang menggunakan sistem pertanian anorganik. Setelah diperhatikan kondisi

fisika dan kimia tanahnya, keadaan kebun apel yang menggunakan sistem

32
pertanian semi organik diketahui memiliki cukup sumer energi untuk

keberlangsungan hidup serangga tanah dibandingkan kebun apel yang

menggunakan sistem pertanian konvensional. Juga jenis dari makrofauna tanah di

kebun apel yang menggunakan sistem pertanian semi organik lebih beraneka

ragam dibandingkan pada kebun apel dengan sistem pertanian anorganik. Hal ini

dikarenakan oleh kandungan kimia tanah yang ada di kedua kebun tersebut,

dimana kebun apel yang menggunakan sistem pertanian semiorganik memiliki

kadar C-organik dan N yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebun apel yang

menggunakan sistem pertanian anorganik. Meskipun perbandingan pH pada kedua

kebun tersebut tidak jauh berbeda dimana kebun apel semiorganik memiliki pH

7,8 dan pH kebun apel anorganik adalah 7.

2.5 Teori Kelimpahan

Kelimpahan serangga tanah dapat dinyatakan dengan jumlah biomassa per

unit contoh, per satuan luas, per satuan volume, atau juga per satuan penangkapan.

Kelimpahan serangga tanah digunakan untuk menghitung produktivitas. Namun

untuk membandingkan suatu komunitas satu dengan yang lainnya parameter

kelimpahan tidaklah cocok. Sehingga digunakan kelimpahan relatif untuk

membandingkan hal tersebut. Kelimpahan relatif dihitung dengan

membandingkan kelimpahan satu jenis serangga tanah dengan kelimpahan seluruh

jenis serangga dalam satu satuan tempat (Hariyanto, 2008).

Kelimpahan jenis adalah jumlah individu satu spesies per satuan luas.

Kelimpahan serangga pada masing masing jenis di setiap stasiun dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut (Suin, 2012):

33
Ki = jumlah individu jenis A
jumlah unit contoh/luas/volume
Kelimpahan relatif adalah perbandingan antar jumlah individu sejenis

dengan jumlah total individu semua jenis yang berada dalan satu satuan ruang

(Suin, 2012):

Kr = Kelimpahan jenis A (Ki A) X 100%


Jumlah Ki semua jenis

Kelimpahan populasi serangga tanah sangat penting diukur untuk

menghitung produktivitas. Ketika kelimpahan menunjukan nilai yang tinggi, maka

diketahui pula bahwa tingkat produktivitas serangga tanah tersebut juga tinggi

(Suin, 2012).

2.5.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kelimpahan

Faktor lingkungan berperan penting dalam menentukan pola penyebaran

serangga tanah. Faktor biotik dan faktor abiotik berinteraksi dalam membangun

ekosistem, menentukan kehadiran serangga tanah, dan kelimpahanya. Menurut

Odum (1996) ada beberapa parameter yang dapat diukur untuk mengetahui

keadaan suatu ekosistem, contohnya dengan melihat kelimpahan organisme di

dalamnya. Ada dua faktor penting yang mempengaruhi kelimpahan serangga

tanah, yaitu kekayaan spesies (Richness index) dan kemerataan spesies (Eveness

index). Pada komunitas yang stabil indeks kekayaan jenis dan indek kemerataan

jenis tinggi, sedangkan pada komunitas yang tidak stabil atau terganggu

dikarenakan campur tangan manusia terdapat indeks kekayaan jenis dan indeks

kemerataan yang rendah. Campur tangan manusia tersebut dimaksudkan untuk

memenuhi kebutuhan manusia sehingga mempengaruhi faktor biotik dan faktor

abiotikpada suatu ekosistem. Ekosistem yang memiliki nilai diversitas tinggi

34
umumnya memiliki rantai makanan yang lebih panjangdan kompleks. Sehingga

memiliki peluang yang lebih besar terjadinya berbagai macam simbiosis, seperti

parasitisme, kompetisi, pemangsaan, komensalisme, dan mutualisme.

2.6 Deskripsi Lokasi

Lokasi yang menjadi tempat penelitian kelimpahan seranga tanah

dilakukan pada dua lokasi dengan daerah dan sistem pengelolaan kebun yang

berbeda.

2.6.1 Perkebunan Apel Semiorganik

Tempat penelitian kelimpahan serangga tanah yang pertama adalah

perkebunan apel semi organik yang berada di Desa Janjangwulung Kecamatan

Puspo Kabupaten Pasuruan. Pertanian semiorganik merupakan suatu cara

pengolahan tanah pada perkebunan atau pertanian, dan budidaya tanaman dengan

memanfaatkan pupuk dengan bahan organik dicampur dengan pupuk berbahan

kimia untuk meningkatkan kandungan hara tanah yang ada pada pupuk organik.

Sehingga bisa disebut pengoptimalan penggunaan pupuk organik dengan bantuan

pupuk kimia. Pertanian semiorganik merupakan pertanian yang ramah lingkungan

dikarenakan dapat mengurangi pemakaian pupuk kimia sampai di atas 50%.

Pertanian semiorganik juga menerapkan konsep Penerapan Hama Terpadu

(PHT) untuk pengendalian hama (Sari, 2010). Contoh Perkebunan apel

semiorganik adalah yang dimiliki oleh Pak Irwan. Luas lahan perkebunan apel ini

adalah 800 m² yang ditanami pohon apel dengan jumlah kurang lebih 600 batang.

perkebunan ini berada di tengah permukiman warga. Sebelah barat dibatasi

35
dengan jalan setapak, sebelah timur dibatasi dengan rumah warga dan sebelah

selatan dibatasi dengan pohon singkong milik warga sekitar.

Gambar 2.2 Perkebunan Apel Semiorganik Milik Pak Irwan (Dokumen Pribadi)

2.6.2 Perkebunan Apel Anorganik

Tempat kedua untuk penelitian kelimpahan serangga tanah dilakukan pada

perkebunan apel yang berada di Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo

Kabupaten Pasuruan. Perkebunan ini menggunakan metode pertanian anorganik.

Pertanian anorganik merupakan metode pertanian menggunakan varietas unggul

yang memiliki tingkat produksi buah tinggi, pengendalian hama menggunakan

pestisida kimia, pupuk kimia juga menggunakan mesin untuk memanen dan

mengelola tanahnya (Sutanto, 2002). Contoh perkebunan apel anorganik adalah

perkebunan milik Pak Dimas yang terletak agak jauh dari pemukiman warga.

Pembatas perkebunan ini di sebelah barat merupakan rumak pemilik perkebunan,

sebelah timur dibatasi dengan perkebunan cengkih milik warga, dan sebelah

selatan dibatasi dengan hutan pinus milik perhutani. Luas lahan perkebunan apel

ini adalah 740 m² di dalamnya terdapat sekitar 500 pohon apel.

36
Gambar 2.3 Perkebunan Apel Anorganik Milik Pak Dimas (Dokumen Pribadi).

37
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai kelimpahan serangga tanah ini berjenis deskriptif

kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi. Pengamatan dan

pengambilan sampel serangga tanah dilakukan langsung di tempat dengan

menggunakan metode Hand sorted. Parameter yang digunakan adalah parameter

kelimpahan (K) dan persamaan korelasi serangga tanah dengan faktor fisika-

kimia.

3.2 Waktu Dan Tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2021 bertempat di Perkebunan

Apel Semiorganik dan Perkebunan Apel Anorganik Desa Janjangwulung

Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan. Identifikasi serangga tanah dilakukan di

Laboratorium Optik Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

3.3 Alat Dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cangkul, roll meter, soil

sampling ukuran (25x25x30) cm, kertas label, pH meter, termohigrometer, GPS

(Global Position System), alat tulis, kertas milimeter blok, pinset, kuas, botol

koleksi, gunting, kuas kecil, alkohol 70%, plastik putih, mikroskop stereo

komputer, kamera, kertas label, serta buku indentifikasi (Borror, 1996).

38
3.4 Objek penelitian

Semua jenis serangga tanah yang terperangkap pada perangkap jebak soil

sampling.

3.5 Langkah Penelitian

3.5.1 Observasi

Observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi lokasi penelitian serangga

tanah yang bertempat di perkebunan apel Semiorganik dan perkebunan apel

Anorganik Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan. serta

dapat dijadikan dasar atau acuan sebagai pemilihan metode penelitian sebagai

dasar teknik pengambilan sampel penelitian.

3.5.2 Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Perkebunan Apel Semiorganik Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo

Kabupaten Pasuruan

Pengambilan sampel yang kedua bertempat di perkebunan apel

Semiorganik Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan

(Gambar 3.1). Penanaman dilakukan sejak tahun 2001 dengan luas 2800 m² yang

ditanami sebanyak 340 pohon apel dengan jarak tanam antar pohon 4x5 meter.

Pada perkebunan apel ini perawatan menggunakan pupuk kandang dan pupuk

kimia.

Pemberian pupuk dilakukan setiap dua kali musim yaitu 1 tahun 2x (enam

bulan sekali) dengan menggunakan pupuk kandang saja. Setiap pohon di beri

pupuk kandang sebanyak 25 kg di letakkan di atas permukaan tanah yang di

tanami pohon apel kemudian di tutup dengan tanah kembali.

39
Setelah 15 hari panen di lakukan perempesan pada daun yaitu semua daun

di potong, setelah itu dilakukan pembekukan pada ujung batang yang semakin

tinggi dengan cara di tali dengan tali rafia kemudian di sambung dengan pasak

yang ditancapkan kedalam tanah. Kemudian setelah tumbuh daun muda (semi)

pada masing-masing ujung batang dilakukan pemberian dormex (rangsang semi)

dan di semprot dengan menggunakan obat pupuk daun dan perangsang bunga

(antonik) setiap seminggu 1x, setelah tumbuh bunga kemudian dilakukan

pemberian obat perekat bunga dengan cara di semprot setiap seminggu 1x.

Peberian pupuk daun dilakukan setiap seminggu 1x hingga panen.

2. Perkebunan Apel Anorganik Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo

Kabupaten Pasuruan

Pengambilan sampel yang pertama bertempat di perkebunan apel

Anorganik Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan (Gambar

3.2). penanaman dilakukan sejak tahun 2000 dengan luas 2500 m² yang terdapat

sebanyak 250 pohon apel dengan jarak tanam antar pohon apel 4x5 meter. Pada

perkebunan apel ini perawatan menggunakan pupuk kandang dan pupuk kimia.

Pemberian pupuk dilakukan setiap satu kali musim yaitu 1 tahun 2x (enam

bulan sekali) dengan menggunakan pupuk kandang. Setiap pohon di beri pupuk

kandang sebanyak 20 kg di letakkan di atas permukaan tanah yang di tanami

pohon apel tersebut dan di campur dengan pupuk NPK serta di tutup dengan tanah

kembali.

Setelah 15 hari panen di lakukan perempesan pada daun yaitu semua daun

di potong, setelah itu dilakukan pembekukan pada ujung batang yang semakin

tinggi dengan cara di tali dengan tali rafia kemudian di sambung dengan pasak

40
yang ditancapkan kedalam tanah. Kemudian setelah tumbuh daun muda (semi)

pada masing-masing ujung batang dilakukan pemberian dormex (rangsang semi)

dan di semprot dengan menggunakan obat pupuk daun dan perangsang bunga

(antonik) setiap seminggu 1x, setelah tumbuh bunga kemudian dilakukan

pemberian obat perekat bunga dengan cara di semprot setiap seminggu 1x dan

juga pemberian insektisida setiap dua minggu 1x. Setelah membentuk bakal buah,

di lakukan penyemprotan dengan menggunakan pupuk buah, prepaton, inteksida

dan polikur racun dicampur air dengan perbandingan 5x1 setiap dua bulan 1x.

Pemberian pupuk daun dan pemngkasan rumput dilakukan setiap seminggu 2x

hingga panen.

3.5.2 Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel

Berdasarkan hasil observasi pengambilan sampel serangga tanah dibagi

menjadi 2 lokasi yaitu di perkebunan apel semiorganik Desa Janjangwulung

Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan dan lokasi stasiun kedua terletak di

perkebunan apel anorganik Desa Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten

Pasuruan dengan titik koordinat untuk stasiun 1 merupakan Kebun Apel

semiorganik (S’ 07˚52’00.08” dan E’ 112˚ 49’ 53,17”), sedangkan untuk stasiun 2

merupakan kebun apel anorganik (S’ 07˚51’51.53” dan E’ 112˚ 49’ 56,72”)

sebagai berikut:

41
Gambar 3.1 Lokasi I pengambilam sampel di perkebunan apel Semiorganik Desa
Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan

Gambar 3.2 Lokasi II pengambilam sampel di perkebunan apel Anorganik Desa


Janjangwulung Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan

3.5.3 Teknik Pengambilan Sampel

1. Membuat Plot Soil sampling

Pengambilan sampel pada kedua lokasi penelitian dilakukan dengan

menggunakan teknik garis transek sepanjang 50 m kemudian dibuat plot sebanyak

42
10 buah dengan tiga kali ulangan dengan jarak atas bawah 10 m dan jarak setiap

plotnya sepanjang 5 m, seperti pada (Gambar, 3.3).

Gambar 3.4 Peletakan plot pada setiap transek

Keterangan:
= Plot soil sampling 25x30 cm dengan kedalaman 0-30 cm
= Jarak antar plot 5 meter
= Panjang garis transek 50 meter
= Jarak 10 meter
A = Garis transek pengamatan 1
B = Garis transek pengamatan 2
C = Garis transek pengamatan 3

2. Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel serangga tanah pada tempat penelitian

dilakukan pada tiap-tiap titik plot sampling dengan menggunakan soil sampling

dengan ukuran 25x25 cm yang ditancapkan pada permukaan tanah sampai pada

kedalaman 30 cm. Posisi tanah yang dipilih ketika pengambilan sampel seperti

pada gambar pengambilan plot.

43
Gambar 3.4 Soil Sampler (Dokumen pribadi)

Metode yang digunakan dalam pengambilan serangga tanah menggunakan

soil sampler yakni untuk menghindari pindahnya serangga tanah saat pengambilan

sampel. Selanjutnya sampel tanah yang telah diambil dengan soil sampler

diletakan pada plastik putih. Kemudian dilakukan pengamatan dengan hand sorted

secara langsung. Sampel serangga tanah yang didapatkan selanjutnya dibersihkan

dan dimasukan ke botol koleksi yang telah diisi dengan alkohol 70% untuk

diawetkan. Penentuan kedalaman 30 cm didasarkan pada jenis lapisan tanah.

Lapisan tanah organik berada di kedalaman 1-5 cm, pada lapisan ini terdapat

banyak proses dekomposisi dan banyak serangga tanah yang hidup. Pada lapisan

kedua merupakan lapisan mineral yang berkisar pada kedalaman antara 13-25 cm

yang biasa disebut topsoil. Lapisan selanjutnya merupakan lapisan tumbuhan yang

berkisar pada kedalaman 20-50 cm, pada lapisan ini terjadi penumpukan mineral

yang tercuci dari lapisan atas (Suin, 2012).

Setelah dimasukan awetan sampel serangga diberi labeldari hasil

identifikasi di lapang dan cacah individu. Hasil identifikasi tersebut kemudian

dimasukkan pada tabel 3.1 sebagai berikut:

44
Lokasi
No Genus I
Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5 Plot n
1. Genus 1
2. Genus 2
3. Genus 3
4. Genus 4
5. Genus 5
Jumlah individu

3.1 Model Tabel Cacah Individu

3.5.4 Identifikasi

Identifikasi sampel serangga tanah yang ditemukan pada dua lokasi

tersebut dilakukan menggunakan mikroskop stereo komputer dan kaca pembesar

kemudian mengamati dan mencatat morfologi serangga tanah dan dicocokkan

dengan buku identifikasi An Introduction to the Study of Insect Sixth edition

(Borror, 1996) lalu mencari gambar literatur di website bugguide.net.

3.6 Analisis Data

3.6.1 Menghitung kelimpahan

Kelimpahan jenis adalah jumlah individu satu spesies per satuan luas.

Kelimpahan serangga pada masing masing jenis di setiap stasiun dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut (Suin, 2012):

Ki = jumlah individu jenis A

Jumlah unit contoh/luas/volume

Kelimpahan relatif adalah perbandingan antar jumlah individu sejenis

dengan jumlah total individu semua jenis yang berada dalan satu satuan ruang

(Suin, 2012):

45
Kr = Kelimpahan jenis A (Ki A) X 100%

Jumlah Ki semua jenis

3.6.2 Uji Korelasi Kelimpahan Serangga Tanah Dengan Faktor Fisika-Kimia

Tanah

Uji mengenai korelasi antara Kelimpahan Serangga Tanah dengan faktor

fisika-kimia tanah menggunakan rumus korelasi Pearson (Suin,2012):

Dengan: r = koefisien korelasi


x = variabel bebas (independent variable)
y = variabel tak bebas (dependent variable)
Uji korelasi dimaksudkan untuk mengatahui hubungan antara kelimpahan

serangga tanah dan kondisi fisika-kimia tanah yang meliputi beberapa faktor

seperti suhu udara, kelembapan tanah, intensitas cahaya dan beberapa faktor kimia

tanah. Uji korelasi dianalisis dengan korelasi Pearson menggunakan aplikasi

PAST 4.03.

Koefisien korelasi Pearson dilambangkan dengan huruf (r) merupaka suatu

ukuran arah dan kekuatan hubungan linear mencakup dua variabel bebas (X) dan

variabel terikat (Y) dengan ketentuan nilai korelasi pearson kisaran (-1 < r > 1).

Jika nilai dari r = -1 berarti memiliki korelasi negati sempurna (arah hubungan

antara variabel X dan Y adalah negatif dan sangat kuat), r = 0 berarti kedua

variabel tidak memiliki korelasi, r = 1 berarti kedua variabel memiliki korelasi

46
sangat kuat dengan arah positif. Arti nilai r dapat ditampilakn pada tabel 3.2

berikut (Sugiyono,2004):

Interval Koefisien Pearson (r) Tingkat Hubungan


0,00 – 0,199 Sangat Rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,00 Sangat Kuat

47
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi serangga

Hasil dari identifikasi serangga yang diemukan di perkebunan apel

semiorganik dan anorganik di desa janjang wulung kecamatan puspo kabupaten

pasuruan adalah sebagai berikut:

1. Spesimen 1

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 1

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 6,6

milimeter. Badan memiliki 3 segmen dan berbentuk bulat telur dan berwarna

kecoklatan. Kepala memiliki atena kecil dengan segmen yang kurang jelas dan

mata kecil. Punggung berbentuk setengah lingkaran dengan bagian atas perut

(penutup sayap) berbentuk oval.Terdapat duri pada paha yang terlihat jelas pada

ketiga pasang kaki spesimen 1 seperti terlihat pada gambar (4.1, a)

Menurut Borror, dkk (1996) pada genus blapstinus yang termasuk pada

famili tenebrionidae yakni berwarna hitam, bentuk tubuh bulat telur dengan

panjang tubuh kisaran 5 – 12 mmrwarna hitam kecoklatan b, gepeng pada sebelah

ventral dan cembung pada sisi dorsalnya. Terdapat rongga koksa anterior yang

terbuka di bagian belakang. Tungkainya sangat retraktil. Sungut ada yang beruas 2

atau 3 dan ditampung dalam lekuk-lekuk pada bagian bawahprotoraks.

48
(a) (b)
Gambar 4.1 Spesimen 1 Genus Blapstinus a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Coleoptera

Famili : Tenebrionidae

Genus : Blapstinus

2. Spesimen 2

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 2

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 9,4

milimeter badan memiliki 3 segmen dengan sekat yang terlihat jelas berwarna

hitam keabu-abuan. Kepala memiliki atena dengan 12 segmen, mata tidak terlihat

jelas dengan bentuk kepala trapezium dengan pangkal lebih sempit dariada bagian

moncong. Punggung membentuk perisai dan bagian atas perut (penutup sayap)

berbentuk oval. Tidak terdapat duri pada paha yang terlihat jelas pada ketiga

pasang kaki spesimen 2 seperti terlihat pada gambar (4.2, a).

49
Pencirian tersebut dapat memberikan gambaran bahwa spesimen 2

merupakan genus Anisodactylus yang masuk famili Carabidae. Borror, dkk

(1996) menyatakan bahwa genus ini dalam famili Carabidae memiliki sungut

timbuldi sebelah lateral, diantara mata dan kepala pada sisi-sisi kepala. Klipeus

tidak timbul secara lateral di belakang dasar sungut. Kumbang tanah umumnya

ditemukan pada bawah batu, kayu gelondong, dedaunan, kulit kayu, kotoran,

maupun aliran air di atas tanah.

(a) (b)
Gambar 4.2 Spesimen 2 Genus Anisodactylus. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Coleoptera

Famili : Carabidae

Genus : Anisodactylus

3. Specimen 3

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 3

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut Panjang tubuh 8

50
milimeter. Tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna coklat dengan agian

punggung lebih gelap. Kepala berbentuk bulat. Pada ujung kepala sekat segmen

pada atena kurang jelas. Mata pada kepala menonjol. Punggung berbentuk lonjong

dengan Perut berbentuk oval. Tidak terdapat duri pada paha sedangkan pada ujung

lututnya terdapat duri pada sepasang kaki depannya specimen 3 terlhat pada

gambar (4.3, a)

Ciri dari kumbang yang hidup di tanah (kumbang tanah) mempunyai

antena yang bertipe filiform dengan ruas-ruas yang berukuran hampir sama dari

panngkal antena sampai ke ujungnya. Borror, dkk (1996) menyatakan bahwa pada

genus dorminus yang merupakan famili carabidae dengan ukuran yang besar di

anggota familinya memiliwarna gelap mengkilat yang umumnya bertempat di

bawah batu, kayu gelondongan atau air yang mengalir di atas tanah.

(a) (b)
Gambar 4.3 Spesimen 3 Genus Dromius. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

51
Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Coleoptera

Famili : Carabidae

Genus : Dromius

4. Specimen 4
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 4

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 4,1

milimeter dengan tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna hitam mengkilap.

Antena terbagi menjadi 5 segmen, mata kecil mendekati pangkat kepala dengan

kepala berbentuk bulat punggung berbentuk setengah lingkaran dan perut oval.

Tidak terdapat duri pada paha sedangkan pada pangkal sampai ujung lututnya

terdapat duri pada specimen 4 terlhat pada gambar (4.4, a)

Borror, dkk (1996) dalam bukunya menyatakan bahwa genus pangaeus

merupakan famili cydnidae yakni kepik tanah dengan bentuk tubuh bulat telur,

kaki-kaki atau tibianya berduri dan memiliki warna hitam atau coklat kehitaman.

Dapat ditemukan di bawah batu atau sekitar akar rumput.

52
(a) (b)
Gambar 4.4 Spesimen 4 Genus Pangaeus. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hemiptera

Famili : Cydnidae

Genus : Pangaeus

5. Specimen 5
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 5

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 4

milimeter tubuh terbagi menjadi 4 segmen dengan perut yang terdiri dari 6

segmen berwarna coklat dengan ujung ruasnya lebih cerah. kepala berbentuk bulat

telur, mata tidak terlihat jelas. Antena memiliki 13 segmen. Punggung berbentuk

oval. Perut berbentuk lonjong dengan 6 segmen pada pangkal perutnya terdapat

sayap yang terlipat dan terbungkus dalam pelindung berbentuk kotak. Pada 3

pasang kakinya tidak terlihat duri di paha dan lututnya seperti terlihat pada

gambar (4.5, a)

53
Morfologi yang ditampakan pada spesimen 6 merupakan penggambaran

dari genus Lathrobrium yang merupakan famili Staphylinidae. Menurut Lilies

(1991) genus in dalam famili staphylinidae dapat ditemukan di bawah batu atau

benda lain yang ada di atas tanah. Hewan ini juga aktif dengan berlari atau terbang

cepat. Hampir semua genus dalam famili staphylinidae merupakan predator yang

memakan serangga kecil, mites, dan ada pula yang memakan jamur.

(a) (b)
Gambar 4.5 Spesimen 5 Genus Lathrobrium. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Coleoptera

Famili : Staphylinidae

Genus : Lathrobrium

6. Specimen 6
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 6

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 3,5

milimeter. Tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna hitam. kepala berbentuk

lonjong kebawah, terlihat moncong yang menyembul ke bawah, memiliki mata

54
kecil di bagian samping dekat antena. Pangkal antena panjang semakin membesar

sampai ke tengah di ujung antena terdapat tonjolan bulat. Perut berbentuk bulat

dengan ujung melancip. Pada 3 pasang kakinya paha tampak membesar dari

pangkal sampai batas lutut juga tidak terlihat duri di paha dan lututnya seperti

terlihat pada gambar (4.6, a)

Menurut Sulthoni dan Subyanto (1990) Famili Curculionidae memiliki

ciriciri morfologi yaitu: tubuh umumnya berwarna gelap, coklat hitam atau hitam

namun beberapa spesies berwarna cerah. Mempunyai moncong (rostum) yang

bervariasi dalam panjang, bentuk dan ketebalan. Antena muncul di pertengahan

moncong, berbentuk clubbed dan hampir menyiku. Ukuran tubuh sangat

bervariasi yakni 1-35 mm. larva putih, kepala kuat dan coklat biasanya

melengkung. Imago aktif pada siang hari dan dalam merusak tanaman sering

mengeluarkan suara bising.

(a) (b)
Gambar 4.6 Spesimen 6 Genus Cyrtepistomus. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

55
Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Coleoptera

Famili : Curculionidae

Genus : Cyrtepistomus

7. Specimen 7
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 7

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 3,4

milimeter berwarna hitam kecoklatan. Tubuh terbagi menjadi 3 segmen. kepala

berbentuk segitiga kecil, memiliki mata besar di bagian samping, letak antena

berada di tengah kepala. Antena berbentuk cerobong panjang dengan 2 segmen

dan ujungnya berwarna putih. Punggung berbentuk segitiga yang melingkar ke

samping dengan runcing ke ujung mengarah ke kepala. Perut berbentuk lonjong

dengan ujung melancip diselimuti oleh sayap yang tidak memiliki pelindung.

Pada 3 pasang kakinya paha tampak membesar dari pangkal sampai tengah dan

menyempit ke batas lutut juga tidak terlihat duri di paha dan lututnya seperti

terlihat pada gambar (4.7, a).

Pada spesimen 8 ditemukan beberapa ciri yang meupakan pencirian dari

genus isthmocoris dari famili lygaeidae yang disebut kepik biji. Dalam Borror,

dkk (1996) Genus ini mencakup jenis yang memiliki femora depan yang

membesar dimana mata terlihat jelas nampak seperti perenggut. Lygaedai

bervariasi dari panjang 6-18 milimeter.

56
(a) (b)
Gambar 4.7 Spesimen 7 Genus Isthmocoris. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hemiptera

Famili : Lygaeidae

Genus : Isthmocoris

8. Specimen 8
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 8

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: panjang tubuh 24

milimeter memiliki 3 ruas tubuh berwarna coklat kehitaman. kepala berbentuk

kotak kecil, memiliki mata besar di bagian samping dekat antena. Atena tidak

terlihat jelas. Punggung berbentuk setengah lingkaran dengan bagian yang

menempel pada perut lebih lebar dibandingkan bagian yang menempel pada

kepala. Perut berbentuk oval dengan ujung setengah lingkaran. Pada 3 pasang

kakinya terlihat duri di paha dan lututnya seperti terlihat pada gambar (4.8, a)

Dapat diketahui melalui morfologinya bahwa spesimen 8 merupakan

famili scarabaeidae yang memiliki genus Amblonoxia. Famili scarabaeidae

57
memiliki ciri tubuh kokoh, oval atau memanjang. elytra tidak sangat kasar.

mempunyai tanduk pada kepala/protonum. pada masa dewasa aktif di malam hari

dan tertarik pada cahaya. induk melletakan telur dekat dedaunan yang mulai

membusukatau tempat-temapat yang tersembunyi(Siwi, 1991).

(a) (b)
Gambar 4.8 Spesimen 8 Genus Amblonoxia. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Coleoptera

Famili : Scarabaeidae

Genus : Amblonoxia

9. Specimen 9

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 9

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 10

milimeter berwarna hitam. Tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna hitam.

kepala berbentuk bulat telur, terlihat moncong yang menyembul ke bawah,

memiliki mata kecil di bagian samping dekat antena. Pangkal antena panjang

58
semakin membesar sampai ke tengah di ujung antena meruncing. Puggung

berbentuk tabung. Perut berbentuk bulat telur dengan ujung melancip. Pada 3

pasang kakinya paha tampak membesar dari pangkal sampai batas lutut juga tidak

terlihat duri di paha dan lututnya seperti terlihat pada gambar (4.9, a).,

Menurut Borror, dkk (1996) famili carabidae termasuk genus agonum

mmemiliki antena yang timbul agak disebelah lateral, pada sisi-sisi kepala antara

mata dan mandibel, klipeus tidak timbul secara lateraldi belakang dasar sungut.

Sehingga mirip dengan morfologi spesimen 10.

(a) (b)
Gambar 4.10 Spesimen 10 Genus Agonum . a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Coleoptera

Famili : Carabidae

Genus : Agonum

10. Specimen 10
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 10

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: panjang tubuh 22

59
milimeter. Tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna hitam. kepala berbentuk

bulat telur, memiliki mata kecil di bagian samping dekat antena. Pangkal antena

panjang semakin mengecil sampai ke ujung antena. Punggung berbentuk tabung.

Perut berbentuk bulat dengan ujung melancip memiliki 9 ruas. Terdapat 1 pasang

ekor yang berada di ujung perut. Pada 3 pasang kakinya paha tampak membesar

dari pangkal sampai batas lutut juga tidak terlihat duri di paha dan lututnya. Paha

di sepasang kaki belakang membesar melebihi kaki lain seperti terlihat pada

gambar (4.10, a)

Anggota dari Ordo Orthoptera menyerupai jangkrik memiliki antena

panjang melancip. Sayap jangkrik jantan dapat mengeluarkan suara, organ

pendengaran berada di tibia muka, memiliki 3 tarsus, alat untuk peletakan telur

(Ovipositor) berbentuk silindris seperti jarum dan sayap depan membengkok ke

bawah menajam pada sisi tubuh. Peletakan telur ketika musim dingin dan

diletakan dalam tanah atau tumbuhan (Borror dkk, 1996)

(a) (b)
Gambar 4.10 Spesimen 10 Genus Gryllus. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

60
Ordo : Orthoptera

Famili : Gryllidae

Genus : Gryllus

11. Specimen 11
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 11

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 25

milimeter. Tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna coklat kehitaman. kepala

berbentuk segitinga kecil, memiliki mata kecil di bagian samping dekat antena.

Pangkal antena panjang semakin mengecil sampai ke ujung antena. Punggung

berbentuk bulat telur. Perut berbentuk bulat dengan ujung melancip. . Terdapat 1

pasang ekor yang berada di ujung perut. Pada 3 pasang kakinya paha tampak

membesar dari pangkal sampai batas lutut juga tidak terlihat duri di paha dan

lututnya dengan kaki depan yang membesar dibanding 2 pasang kaki belakang di

paha dan lututnya memiliki duri sebagai penggali tanah seperti terlihat pada

gambar (4.11, a)

Berdasarkan hasil pengamatan mengenai spesimen 11 dapat diketahui

merupakan genus neoscapteriscus yang teramsuk pada famili Gryllotalpidae atau

disebut sebagai jangkrik penggali tanah. Genus ini biasa menggali lunbang di

tanah yang lembab dengan memiliki bulu-bulu kecil lebat berwarna kecoklatan

dengan antena yang pendek. Tungkai depan yang lebar dan memiliki bentuk

sekop digunakan untuk menggali tanah (Borror dkk, 1996).

61
(a) (b)
Gambar 4.11 Spesimen 11 Genus Neoscapteriscus. a. Hasil pengamatan b.
Literatur (BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Orthoptera

Famili : Gryllotalpidae

Genus : Neoscapteriscus

12. Specimen 12

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 12

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 6

milimeter. Tubuh terbagi menjadi 5 segmen berwarna coklat kehitaman. kepala

berbentuk segitinga kecil, memiliki mata kecil di bagian samping dekat antena.

Terlihat 3 ruas antena dengan pangkal antena panjang semakin mengecil sampai

ke ujung antena. Punggung memiliki 3 ruas berbentuk perisai dengan ujung bulat

di dekat kepala. Perut berbentuk bulat dengan ujung melancip. Pada 3 pasang

kakinya paha tampak membesar dari pangkal sampai batas lutut juga tidak terlihat

62
duri di paha dan lututnya kecuali pada kaki depan yang memiliki pengait pada

ujung kakinya seperti terlihat pada gambar (4.12, a)

Famili Nabidae memiliki cir tubuh yang memanjang juga menyempit pada

bagian anterior, protonum terlihat dengan jelas menyempit daripada bagian yang

terlebar yakni abdomen. Penyempitan terdapat pada bagian tengah tubuh,

memiliki warna yang bervariasi antara kekuningan atau kuning kehijauan dengan

tanda coklat kemerahan (Borror dkk, 19996)

(a) (b)
Gambar 4.12 Spesimen 12 Genus Pagasa. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hemiptera

Famili : Nabidae

Genus : Pagasa

13. Specimen 13
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 13

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 9

milimeter tubuh terbagi menjadi 4 segmen dengan perut yang terdiri dari 7 ruas.

63
kepala berbentuk bulat telur, memiliki mata kecil di bagian samping dekat antena

berwarna hitam. Antena memiliki 13 segmen. Punggung berbentuk persegi

panjang. Perut berbentuk lonjong dengan 7 ruas pada pangkal perutnya terdapat

sayap yang terlipat dan terbungkus dalam pelindung berbentuk kotak. Terdapat

sepasang ekor yang melancip berukuran 2,1 milimeter dengan ujung berwara

hitam. Pada 3 pasang kakinya tidak terlihat duri di paha dan lututnya seperti

terlihat pada gambar (4.13, a)

Pencirian morfologi dengan jelas menunjukan bahwa spesimen 14

merupakan famili dermaptera dengan genus forfocula. Borror, dkk (1996)

menyatakan ordo dermaptera (Derma: Kulit, Ptera: Sayap) yakni sayap berbentuk

pendek dan menyerupai kulit serta memiliki rangka (Elitra). Famili Frficulidae

memiliki ciri sungut dengan ruas 12-16. Biasa berwarna kuning atu kecoklatan

dengan penyebaran yang luas.

(a) (b)
Gambar 4.13 Spesimen 13 Genus Forficula. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Dermaptera

64
Famili : Forficulidae

Genus : Forficula

14. Specimen 14
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 14

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 15

milimeter tubuh terbagi menjadi 4 segmen dengan perut yang terdiri dari 9 ruas

berwarna hitam. kepala berbentuk bulat telur, memiliki mata kecil di bagian

samping dekat antena. Antena memiliki 15 segmen, pada ruas ke-3 sampai ke-5

memiliki warna putih. Punggung berbentuk persegi panjang. Perut berbentuk

lonjong dengan 9 ruas pada pangkal perutnya terdapat sayap yang terlipat dan

terbungkus dalam pelindung berbentuk kotak. Terdapat sepasang ekor yang

melancip berukuran 1,8 milimeter berwarna hitam. Pada 3 pasang kakinya

berwarna coklat dengan tengah paha berwarna hitam, tidak terlihat duri di paha

dan lututnya seperti terlihat pada gambar (4.14, a)

Pencirian morfologi dengan jelas menunjukan bahwa spesimen 14

merupakan famili dermaptera dengan genus forfocula. Borror, dkk (1996)

menyatakan ordo dermaptera (Derma: Kulit, Ptera: Sayap) yakni sayap berbentuk

pendek dan menyerupai kulit serta memiliki rangka (Elitra). Famili

Carcinophoridae memiliki warna kFderehitaman, diantara ruas perut namapak pita

putuh, dan pada ujung antenanya memiliki bercak putih. Biasa ditemukan pada

lahan kering dan memiliki sarang dalam tanah di pangkal batang tanaman.

Larvanya menggerek bagian dalam batang dan membuat saluran untuk

menangkap mangsanya. Hewan ini nokturnal dan berperan sebagai predator.

65
(a) (b)
Gambar 4.14 Spesimen 14 Genus Euborellia. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Dermaptera

Famili : Carcinophoridae

Genus : Euborellia

15. Specimen 15
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 15

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 3

milimeter warna coklat transparan dengan garis dari punggung sampai ekor.

kepala berbentuk setengah bulat telur, memiliki mata kecil di bagian samping

dekat antena. Perut berbentuk lonjong dengan ditutkakinyaupi oleh sayap yang

menyelimuti sampai ke ekor. Kaki 3 pasang seperti terlihat pada gambar (4.15, a).

Terlihat morfologi diatas Borror, dkk (1996) menyatakan bahwa ordo

blattaria memiliki bentuk bulat telur dan gepeng, kepala tersembunyi dari atas

oleh protonom, biasa terdapat sayap tetapi ada pula yang menyusut. Sedangkan

66
ciri dari famili blattidae adalah berwarna coklat hingga coklat tua, berbentuk bulat

telur, sayap-sayapnya pendek.

(a) (b)
Gambar 4.15 Spesimen 15 Genus Periplaneta. a. Hasil pengamatan. b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : blattaria

Famili : blattidae

Genus : Periplaneta

16. Specimen 16
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 16

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: badan berukuran 10

milimeter warna coklat dengan garis coklat transparan dari kepala sampai sayap

bawah dengan antena 8 milimeter tubuh terbagi menjadi 2 segmen. kepala

berbentuk setengah bulat telur, memiliki mata kecil di bagian samping dekat

antena. Perut berbentuk lonjong dengan ditutkakinyaupi oleh sayap yang

menyelimuti sampai ke ekor. Kaki 3 pasang dengan paha sedikit duri dan tungkai

bawah berduri ukuran seperti terlihat pada gambar (4.16, a)

67
Menurut Borror, dkk (1996) famili blattellinae yang termasuk juga genus

Parcoblatta merupakan kelompok besar dari kecuak-kecuak kecil, panjangnya

hanya memiliki panjang sekitar 12 milimeter. Famili ini bersayap, sayap belakang

dengan bagian ujung belakangnya yang melipat ke atasbila sedang beristirahat.

Panjang sayap berkisar 8,5 milimeter atau kurang dengan warna kekuningan tidak

mengkilap, seringkali penampilanya seperti kumbang. Serangga ini dinamakan

kecuak kayu.

(a) (b)
Gambar 4.176 Spesimen 16 Genus Parcoblatta. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : blattaria

Famili : blattellinae

Genus : Parcoblatta

17. Specimen 17
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 17

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 13

milimeter tubuh terbagi menjadi 4 segmen dengan perut yang terdiri dari 7 ruas

68
berwarna hitam kecoklatan. kepala berbentuk bulat telur, memiliki mata kecil di

bagian samping dekat antena. Antena memiliki 3 segmen. Punggung berbentuk

persegi panjang. Perut berbentuk lonjong dengan 7 ruas pada pangkal perutnya

terdapat sayap yang terlipat dan terbungkus dalam pelindung berbentuk kotak.

Pada 3 pasang kakinya berwarna coklat, terlihat duri di lututnya seperti terlihat

pada gambar (4.17, a)

Anggota Famili Staphylinidae yang termasuk genus Atrecus memiliki

bentuk tubuh langsing dan mudah dikenali dengan elytranya yang pendek, elytra

tersebut tidak lebih panjang dari abdomennya yang besar dan terlihat dibelakang

ujungnya. Terdapat 6-7 sterna abdomen yang terihat. Apabila hewan ini berlari

maka seringkali menaikan ujung abdomennya seperti halnya yang dilakukan oleh

kalajengking. Hewan ini berperan sebagai predator (Borror dkk, 1996).

(a) (b)
Gambar 4.17 Spesimen 17 Genus Atrecus. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Coleoptera

Famili : Staphylinidae

69
Genus : Atrecus

18. Specimen 18
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 18

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 3,7

milimeter tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna kuning. kepala berbentuk

bulat telur, memiliki mata kecil di bagian samping dekat antena. Antena memiliki

2 segmen. Punggung berbentuk tabung melancip di ujung dan pangkalnya. Perut

berbentuk lonjong melancip di ujungnya. Pada 3 pasang kakinya berwarna

kuning, tidak terlihat duri di paha dan lututnya seperti terlihat pada gambar (4.18,

a)

Serangga ini tidak memiliki sayap dikarenakan telah mengalami proses

reduksi.perannya dalam ekosistem adalah sebagai predator sehingga memangga

serangga lainya (Suin, 2012). Habitat serangga ini hampir di semua tempat,

seperti di bangkai, tanah, tanaman, sampai rongga dalam rumah. Genus ini

merupakan serangga sosial dengan kasta yang berbeda: ratu, jantan yang memiliki

sayap dan semut pekerja yang tidak memiliki sayap (Lilies, 1991).

(a) (b)
Gambar 4.18 Spesimen 18 Genus Aphaenogaster. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

70
Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hymenopterae

Famili : Formicidae

Genus : Aphaenogaster

19. Specimen 19
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 19

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 7,7

milimeter tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna hitam dengan kepala

berwarna merah. kepala berbentuk bulat telur, memiliki mata kecil di bagian

samping dekat antena. Antena memiliki 2 segmen. Punggung berbentuk tabung

melancip di ujung dan pangkalnya. Perut berbentuk lonjong melancip di ujungnya

memiliki 4 ruas. Pada 3 pasang kakinya berwarna kuning, tidak terlihat duri di

paha dan lututnya seperti terlihat pada gambar (4.19, a)

Suin (2012) menyatakan bahwa genus Brachymyrmex dalam Family

Formicidae mempunyai kepala berbentuk bulat telur, cembung, toraks memanjang

ke belakang, metatonum cembung dan agak tinggi. Mata berada di bagian depan

pada tengah-tengah kepala. Abdomen berbentuk oval. Sedangkan kaki dan antena

panjang.

71
(a) (b)
Gambar 4.19 Spesimen 19 Genus Brachymyrmex. a. Hasil pengamatan b.
Literatur (BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hymenopterae

Famili : Formicidae

Genus : Brachymyrmex

20. Spesimen 20
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 20

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 8

milimeter tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna hitam mengkilap. kepala

berbentuk bulat telur dengan ukuran yang lebih besar dari perutnya, memiliki

mata kecil di bagian samping dekat antena. Antena menyiku memiliki 2 segmen.

Punggung berbentuk tabung melancip di ujung dekat dengan perutnya, punggung

terbagi menjadi 4 ruas. Perut berbentuk bulat telur melancip di ujungnya. Pada 3

pasang kakinya berwarna hitam, tidak terlihat duri di paha dan lututnya seperti

terlihat pada gambar (4.22, a)

72
Borror, dkk (1996) Menyatakan bahwa Famili Formicidae termasuk juga

Genus Pogonomyrmex memiliki sungut-sungut yang menyiku dan ruas pertama

seringkali panjang. Famili Formicidae atau biasa disebut semut berperan sebagai

predator dalam ekosistem. Menurut Siwi (1991), FAmili Formicidae memiliki

ruas abdomen pertama seperti bonggol tegak, antena 13 ruas atau kurang dan

sangat menyiku, ruas pertama panjang.

(a) (b)
Gambar 4.20 Spesimen 20 Genus Pogonomyrmex. a. Hasil pengamatan b.
Literatur (BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hymenopterae

Famili : Formicidae

Genus : Pogonomyrmex

21. Spesimen 21
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 21

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 2,6

milimeter. Tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna hitam mengkilap. kepala

berbentuk bulat telur, memiliki mata kecil di bagian samping dekat antena. Antena

73
memiliki 2 segmen. Punggung berbentuk tabung melancip di ujung dekat dengan

perutnya, punggung terbagi menjadi 4 ruas. Perut berbentuk oval melancip di

ujungnya. Pada 3 pasang kakinya berwarna hitam, tidak terlihat duri di paha dan

lututnya seperti terlihat pada gambar (4.21, a)

Berdasarkan hasil pengamatan pada spesimen 22 didapatkan pencirian

yang menandakan bahwa termasuk pada genus ponera dalam famili formicidae.

Borror, dkk (1996) menyatakan genus ponera sangat umu umu dan menyebar luas.

Satu dari cir struktural yang jelas adalah bentuk tungkai (pedicel), satu atau dua

ruas dan memiliki gelambar yang mengarah ke atas.

(a) (b)
Gambar 4.21 spesimen 21 Genus Ponera. a. Gambar pengamatan. b. Gambar
Literatur BugGuide.net (2021)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hymenoptera

Famili : Formicidae

Genus : Ponera

74
22. Spesimen 22
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 22

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 2,3

milimeter tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna coklat dengan kepala lebih

gelap. kepala berbentuk bulat telur dengan ukuran yang lebih besar dari perutnya,

memiliki mata kecil di bagian samping dekat antena. Antena memiliki 2 segmen.

Punggung berbentuk tabung melancip di ujung dekat dengan perutnya, punggung

terbagi menjadi 4 ruas. Perut berbentuk oval melancip di ujung warna lebih cerah

di ujungnya. Pada 3 pasang kakinya berwarna coklat kekuningan, tidak terlihat

duri di paha dan lututnya seperti terlihat pada gambar (4.22, a)

Menurt Suin (2012) Semut tanah (spesimen 22) masuk dalam Subfamili

Ponerinae. Memiliki ciri tubuh hitam, kecuali antena, kaki dan mandibula

berwarna kemerahan. Seluruh permukaan tubuh, kepala. Toraks, dan pedicel kasar

atau kesat. Abdomen bergaris memanjang.

(a) (b)
Gambar 4.22 Spesimen 22 Genus Camponotus. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hymenopterae

75
Famili : Formicidae

Genus : Camponotus

23. Spesimen 23
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 23

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 14

milimeter tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna hitam. kepala berbentuk bulat

telur dengan ukuran yang lebih besar dari perutnya, memiliki mata kecil di bagian

samping dekat antena. Antena memiliki 2 segmen. Punggung berbentuk tabung

melancip di ujung dekat dengan perutnya, punggung terbagi menjadi 4 ruas. Perut

berbentuk lonjong melancip di ujungnya terbagi menjadi 4 ruas. Pada 3 pasang

kakinya berwarna hitam, terlihat duri di paha pada sepasang kaki depan dan

belakangnya seperti terlihat pada gambar (4.23, a)

Borror, dkk (1996) menyatakan bahwa pada genus pranolepsis yang

termasuk pada famili formicidae sangat umu menyebar luas dan banyak orang

yang mengtahuinya. Semut ini memiliki habitat di darat dan jumlah individunya

melebihi kebanyakan hewan yang ada di darat lainnya.

(a) (b)
Gambar 4.23 spesimen 23 Genus Prenolepsis. a. Gambar pengamatan. b. Gambar
Literatur BugGuide.net (2021)

76
Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hymenoptera

Famili : Formicidae

Genus : Prenolepis

24. Spesimen 24
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 24

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 2,2

milimeter tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna merah. kepala berbentuk

bulat telur, memiliki mata kecil di bagian samping dekat antena. Antena memiliki

2 segmen. Punggung berbentuk tabung melancip di ujung dekat dengan perutnya.

Perut berbentuk bulat telur melancip di ujungnya. Pada 3 pasang kakinya

berwarna merah, tidak terlihat duri di paha dan lututnya seperti terlihat pada

gambar (4.24, a)

Spesimen 24 termasuk dalam Genus Aphaenogaster dalam famili

Formicidae dikarenakan memiliki panjang 2-5 milimeter dan berwarna merah

kehitaman. Antenanya menyiku dengan ruas pertama berukuran sangat panjang.

Hidup dengan kelompok yang memiliki 3 kasta, yakni: ratu, pejantan, dan pekerja.

Semut ini berperan sebagai predator sebagai pengurang hama di perkebunan

(Riyanto, 2007).

77
(a) (b)
Gambar 4. 24 Spesimen 24 Genus Aphaenogaster. a. Hasil pengamatan b.
Literatur (BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hymenopterae

Famili : Formicidae

Genus : Aphaenogaster 2

25. Spesimen 25
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 25

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: Panjang tubuh 5

milimeter. tubuh terbagi menjadi 3 segmen berwarna merah. kepala berbentuk

bulat telur, memiliki mata kecil di bagian samping dekat antena. Antena memiliki

2 segmen. Punggung berbentuk tabung melancip di ujung dekat dengan perutnya,

punggung terbagi menjadi 4 ruas. Perut berbentuk lonjong melancip di ujungnya

terbagi menjadi 4 ruas. Pada 3 pasang kakinya berwarna merah, terlihat duri di

paha pada sepasang kaki depan dan belakangnya seperti terlihat pada gambar

(4.25, a)

78
Leptogenys memiliki kekerabatan ciri morfologi yaitu tidak adanya

acidopore (It is a short nozzle with a fringe of setae) dan dibagi dalam tingkat ciri

morfologi adatidaknya sengat dan melekat-tidak melekatnya bagian

pygidium.memiliki ciri bagian petiole sedikit menempel, memiliki sengat pada

bagian gaster dan merupakan bagian subfamili Ponerinae (Suin, 2012).

(a) (b)
Gambar 4.25 Spesimen 25 Genus Leptogenys. a. Hasil pengamatan b. Literatur
(BugGuide.net)

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Hymenopterae

Famili : Formicidae

Genus : Leptogenys

26. Spesimen 26
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada spesimen 26

didapatkan beberapa gambaran morfologi sebagai berikut: panjang tubuhnya

kisaran 1 milimeter dengan sekat-sekata pada tubuhnya yang tidak tubuhnya tidak

nampak jelas. Memiliki ekor dan berkepala bulat. Terdapat antena yang berada di

79
bagian tengah kepala. Memiliki 3 pasang kaki. Ekornya berada di bagian paling

belakang tubuhnya sperti terlihat pada gambar (4.26, a).

Famili Oncopoduridae memiliki ukuran tubuh bervariasi, terdiri dari dua

genus dan hanya satu genus yang ditemukan pada lokasi penelitian ini. Hewan ini

memiliki ciri morfologi seperti tubuh membulat, memiliki tentakel pendek sama

besar yang berada di bagian cepal, memiliki 3 pasang kaki yang terdapat diantara

cepal dan abdomen (Khairuna, 2017). Menurut Janssens, F (2005) Genus

Oncopodura pada tekstur permukaan tubuhnya tidak berbentuk bulatan organ

melainkan rambut halus yang tidak merata sebagai sensor.

(a) (b)
Gambar 4.26 Spesimen 26, Genus Oncopodura. a. gambar pengamatan, b.
Gambar Literatur (Collembola.org/ Janssens,F (2005))

Klasifikasi menurut BugGuide.net (2021) adalah

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Collembola

Famili : Entomobridae

Genus : Oncopodura

80
4.2 Pembahasan

4.2.1 Serangga Tanah yang Ditemukan di Lahan Perkebunan Apel

Berdasarkan Hasil pengamatan yang dilakukan pada lahan Perkebunan

Apel Anorganik dan Semiorganik yang ada di Desa Andonosari didapatkan

Serangga Tanah yang dipaparkan pada tabel sebagai berikut:

Total serangga
Ordo Famili Genus
Anorganik Semiorganik
Collembola Entomobrydae Oncopodura 107 467
Carcinophoridae Euborellia 5 0
Dermaptera
Forficulidae forficula 6 1
Aphaenogaster 24 45
Brachymyrmex 4 0
Pogonomyrmex 3 9
Ponera 65 34
Hymenopterae Formicidae
Camponotus 159 227
Prenolepis 2 0
Leptogenys 0 24
Aphaenogaster 2 145 33
Gryllotalpidae Neoscapteriscus 1 1
Orthoptera
Gryllidae Gryllus 2 2
Tenebrionidae Blapstinus 25 2
Anisodactylus 3 0
Carabidae Dromius 13 20
agonum 16 5
Coleoptera
Lathrobrium 36 3
Staphylinidae
Atrecus 1 0
Scarabaeidae Amblonoxia 0 1
Curculionidae Cyrtepistomus 10 7
Cydnidae Pangaeus 13 10
Hemiptera Lygaeidae Isthmocoris 9 2
Nabidae Pagasa 0 1
Blattidae Periplaneta 0 3
Blattaria
Blattellinae Parcoblatta 0 2
Total 649 899

Tabel 4.1 Jumlah Serangga Tanah yang didapatkan pada Perkebunan Apel
Semiorganik dan Anorganik

81
Diketahui pada tabel di atas didapatkan serangga tanah yakni pada lahan

perkebunan apel semiorganik dengan hasil 7 ordo, 15 Famili, dengan 21 Genus.

Ordo yang didapatkan atara lain adalah Collembola, Dermaptera, Hymenoptera,

Orthoptera, Blattaria, Coleoptera, dan Hemiptera. Sedangkan pada lahan

perkebunan apel anorganik ditemukan 6 ordo, 12 Famili, dengan 21 Genus. Ordo

yang ditemukan yakni Collembola, Dermaptera, Hymenoptera, Orthoptera,

Coleoptera, dan Hemiptera. Dengan ditemukannya perbedaan jumlah ordo

tersebut akan ditampilkan pada diagram batang berikut:

6
5
5
4
Jumlah Famili

4
3
3
2 2 2 2
2
1 1 1 1 1 1
1
0
0

Semiorganik Anorgnaik

Gambar 4.27 Diagram Batang jumlah famili yang didapatkan pada lahan
perkebunan apel anorganik dan semiorganik.elahan dengan

Perbedaan jumlah ordo serangga tanah yang ditemukan pada kedua lahan

dikarenakan pada serasah yang terdapat pada lahan semiorganik di transek 3 yang

bersebelahan dengan kerumunan bambu yang ada di belakang rumah warga.

Serasah tersebut merupakan habitat serangga tanah dengan ordo Blattaria yang

tidak ditemukan pada lahan anorganik. Pada lahan anorganik tidak terdapat

82
serasah yang menumpuk dikarenakan perawatan dan pembersihan lahan yang

dilakukan secara bertahap selama 3 hari sekali.

Ordo Blattaria yang ditemukan pada lahan Semiorganik memiliki 2 Famili

yakni Famili Blattidae dan Blattelidae dimana kedua famili tersebut memiliki

kecenderungan bertempat pada serasah dan sampah organik yang ada di lahan

perkebunan, pertanian, maupun pemukiman warga. Menurut Siwi (1991),

beberapa jenis bertindak sebagai hama bahan makanan yang tersimpan di rumah

(gula, beras, kopra, dll.), sedangkan yang hidup di kebun atau pertanaman akan

memakan bahan-bahan organik yang telah mati.

Perbedaan antara dua lahan tersebut ada pada beberapa famili yang

memiliki lebih banyak genus seperti pada famili Formicidae, famili Carabidae,

dan famili Staphylinidae. Pada lahan perkebunan apel semiorganik ditemukan

famili Formicidae dengan 6 Genus, sedangkan pada lahan perkebunan apel

Anorganik ditemukan famili formicidae dengan 7 genus. Pada lahan perkebunan

apel Semiorganik ditemukan Famili Carabidae dengan 2 genus, sedangkan pada

lahan perkebunan apel anorganik ditemukan famili Carabidae dengan 3 genus.

Pada lahan perkebunan apel semiorganik ditemukan famili Staphylinidae dengan

1 genus, sedangkan pada lahan perkebunan apel anorganik ditemukan famili

Staphylinidae dengan 2 genus.

Pada kedua lahan tersebut dapat dikeahui bahwa indirupakan sevidu

terbanyak merupakan serangga tanah dengan ordo collembola dengan total pada

lahan perkebunan apel semiorganik sebanyak 467 individu sedangkan pada lahan

perkebunan apel anorganik sebanyak 107 individu dikarenakan sebaran dan

fungsinya yang dipengaruhi keadaan lahan tersebut. Menurut Amir (2008) dalam

83
jurnal Ganjari (2012) Collembola juga ditemukan pada lahan-lahan yang ditanami

komoditas seperti tanaman palawija dan perkebunan yang dapat mencapai ± 90

jenis. Setiap ekosistem memiliki karakteristik dan pengolahan lahan yang berbeda

antara yang satu dengan yang lainnya, yang selanjutnya mempengaruhi komposisi

Collembola yang hidup didalamnya.

Perbedaan jumlah individu pada ordo Collembola ditengarai pada

pengolahan lahan. Selain pada Ordo Collembola, jumlah serangga tanah yang

didapatkan pada pengamatan ini ditemukan lebih banyak serangga tanah pada

lahan perkebunan apel Semiorganik dibandingkan pada lahan perkebunan apel

Anorganik. Pada lahan perkebunan apel semiorganik perawatan pada gulma tidak

dilakukan secara bertahap, lain halnya pada lahan perkebunan apel anorganik

yang setiap 3 hari sekali mendapatkan perawatan gulma dan pemberian

insektisida. Hal tersebut dapat mempengaruhi perkembangan dan

perkembangbiakan serangga yang ada di lahan tersebut. Menurut Rahmawaty

(2006) Hubungan antara vegetasi dan fauna tanah saling bergantungan, pabila da

salah satu faktor atau komponen yang terganggu maka akan mempengaruhi

keberadaan komponen yang lainnya.

4.2.2 Peranan Ekologi Serangga Tanah

Peranan ekologi serangga tanah pada perkebunan apel semiorganik dan

anorganik desa janjang wulung adalah sebagai berikut:

84
Ordo Famili Genus Peranan Literatur

Collembola Entomobrydae Oncopodura Dekomposer A


Carcinophoridae Euborellia Herbivor B
Dermaptera
Forficulidae forficula Herbivor B
Aphaenogaster Predator C
Brachymyrmex Predator C
Pogonomyrmex Predator C
Ponera Predator C
Hymenopterae Formicidae
Camponotus Predator C
Prenolepis Predator C
Leptogenys Predator C
Aphaenogaster Predator B
Gryllotalpidae Neoscapteriscus Herbivor B
Orthoptera
Gryllidae Gryllus Herbivor B
Tenebrionidae Blapstinus Detritivor B
Anisodactylus Detritivor B
Carabidae Dromius Predator B
agonum Detritivor B
Coleoptera
Lathrobrium Predator C
Staphylinidae
Atrecus Predator C
Scarabaeidae Amblonoxia Predator D
Curculionidae Cyrtepistomus Herbivor B
Cydnidae Pangaeus Hebivor B
Hemiptera Lygaeidae Isthmocoris Predator C
Nabidae Pagasa Herbivor B
Blattidae Periplaneta Detritivor B
Blattaria
Blattellinae Parcoblatta Detritivor B
Keterangan: A; Khairuna, dkk (2017),
B; Borror, dkk (1996),
C; Jumar (2000),
D; Jumar (2000)
Tabel 4.2 Peranan Serangga Tanah pada Lahan Perkebunan Apel Semiorganik dan
Anorganik

Peranan serangga tanah pada lahan perkebunan apel dapat mempengaruhi

hasil panen dan keadaan ekosistem yang ada pada lahan tersebut. Diketahui pada

tabel pengamatan di atas bahwa pada kedua lahan tersebut perbedaan terlihat pada

genus serangga tanah yang berperan sebagai detritivor dan predator. Sedangkan

genus serangga tanah yang berperan sebagai dekomposer dan herbivor memiliki

85
jumlah yang sama pada kedua lahan. Jumlah genus tersebut dapat dilihat melalui

diagram batang berikut:

12
11
10
10
Jumlah Peranan Per-Genus

6 6
6 Anorganik
Semiorganik
4
4
3

2
1 1

0
Dekomposer Detritivor Herbivor Predator

Gambar 4.27 Diagram Batang jumlah pengelompokan peranan Serangga Tanah


pada Lahan perkebunan Apel Anorganik dan Semiorganik

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukan bahwa predator

merupakan peran ekologi yang memiliki kelimpahan genus tertinggi pada kedua

lahan perkebunan apel. Sedangkan untuk peranan genus yang terendah adalah

dekomposer dengan hasil masing-masing 1 genus pada perkebunan apel

semiorganik dan anorganik. Data tersebut menunjukan fluktuasi pada peranan

detritivor dan dekomposer dimana pada perkebunan anorganik memiliki 3 genus

yang berperan sebagai detritivor sedangkan pada perkebunan semiorganik lebih

banyak yakni 4 genus. Pada peranan predator pada perkebunan apel anorganik

lebih tinggi daripada perkebunan apel semiorganik dengan perbandingan 10:11.

86
Stasiun Anorganik Stasiun Semiorgnaik
Keterangan
Jumlah Presentase (%) Jumlah Presentase (%)
Dekomposer 107 16.5 467 51.9
Detritivor 44 6.8 12 1.3
Herbivor 37 5.7 22 2.4
Predator 461 71.0 398 44.3
Total 649 100% 899 100%
Tabel 4.3 presentase peranan jumlah individu serangga tanah pada lahan
perkebunan apel semiorganik dan anorganik.

Tabel diatas memaparkan bahwa jumlah individu yang ditemukan pada

perkebunan apel semiorganik dan anorganik. Dengan membaginya menjadi 4

peranan sehingga didapatkan data jumlah individu pada peranan ekologinya

masing-masing. Dapat dilihat bahwa pada peran dekomposer memiliki jumlah

yang lebih banyak daripada yang lainnya, hal tersebut dapat terjadi karena telah

terbagi dengan banyaknya genus yang ditemukan. Sedangkan pada individu

dengan peran predator secara kuantitas lebih banyak daripada peranan yang lain,

dengan menggabungkan semua genus yang ditemukan pada perkebunan apel

anornik dan semiorganik. Peranan herbivor dan detritivor terlihat memiliki jumlah

individu yang sedikit dibandingkan jumlah individu pada peranan dekomposer

dan predator.

Pada perkebunan apel anorganik terlihat memiliki jumlah individu dengan

peran ekologis sebagai detritivor yang lebih banyak dibandingkan pada jumlah

individu dengan peran yang sama pada perkebunan apel semiorganik. Begitu pula

pada jumlah individu yang berperan sebagai herbivor, pada perkebunan apel

anorganik lebih banyak dijumpai daripada di perkebunan apel semiorganik. pada

lahan perkebunan apel anorganik terlihat bahwa predator memiliki jumlah yang

87
terlampau banyak, sehingga terlihat mendominasi bagi serangga yang memiliki

peranan ekologis lainnya. Menurut Jumar (2000) predator memiliki sifat polifag

sehingga mampu betahan hidup tidak hanya bergantung pada mangsa herbivor

saja.

4.2.3 Kelimpahan Serangga Tanah

Hasil perhitungan kelimpahan serangga yang didapatkan pada perkebunan

apel semiorganik dan anorganik akan ditampilkan pada tabel berikut:

Anorganik Semiorganik
Ki KR Ki KR (%)
No Genus
(Individu (%) (Individu
/cm³) /cm³)
1 Oncopodura 0.006 16.49 0.025 51.95
2 Euborellia 0.000 0.77 0.000 0.00
3 Forficula 0.000 0.92 0.000 0.11
4 Aphaenogaster 0.001 3.70 0.002 5.01
5 Brachymyrmex 0.000 0.62 0.000 0.00
6 Pogonomyrmex 0.000 0.46 0.000 1.00
7 Ponera 0.003 10.02 0.002 3.78
8 Camponotus 0.008 24.50 0.012 25.25
9 Prenolepis 0.000 0.31 0.000 0.00
10 Leptogenys 0.000 0.00 0.001 2.67
11 Aphaenogaster 2 0.008 22.34 0.002 3.67
12 Neoscapteriscus 0.000 0.15 0.000 0.11
13 Gryllus 0.000 0.31 0.000 0.22
14 Blapstinus 0.001 3.85 0.000 0.22
15 Anisodactylus 0.000 0.46 0.000 0.00
16 Dromius 0.001 2.00 0.001 2.22
17 Agonum 0.001 2.47 0.000 0.56
18 Lathrobrium 0.002 5.55 0.000 0.33
19 Atrecus 0.000 0.15 0.000 0.00
20 Amblonoxia 0.000 0.00 0.000 0.11
21 Cyrtepistomus 0.001 1.54 0.000 0.78
22 Pangaeus 0.001 2.00 0.001 1.11
23 Isthmocoris 0.000 1.39 0.000 0.22
24 Pagasa 0.000 0.00 0.000 0.11
25 Periplaneta 0.000 0.00 0.000 0.33

88
26 Parcoblatta 0.000 0.00 0.000 0.22
Total 0.035 100 0.048 100
Tabel 4.4 Kelimpahan dan Kelimpahan Relatif serangga tanah pada lahan
perkebunan apel semiorganik dan anorganik
Keterangan: Ki; Kelimpahan Jenis sedangkan KR; Kelimpahan relatif

Berdasarkan hasil penelitian tentang kelimpahan serangga pada

perkebunan apel anorganik dan semiorganik di atas didapatkan hasil: pada

perkebunan apel anorganik meiliki total kelimpahan yang lebih sedikit

dibandingkan dengan kebun apel semiorganik dengan nilai pada tabel kelimpahan

diatas adalah 0,035 sedangkan nilai kelimpahan total kebun semiorganik adalah

0,048. Untuk Kelimpahan pada masing-masing kebun memiliki kelimpahan

serangga yang berbeda. Pada kebun apel anorganik serangga dengan genus

Camponotus yang memiliki nilai kelimpahan relatif 24,50 % ditotal dari

pengambilan serangga langsung di ketiga stasiun yang dibagi pada lahan tersebut.

Sedangkan pada perkebunan apel semiorganik adalah serangga tanah dengan

Genus Oncopodura dengan nilai kelimpahan relatif 51,95% ditotal dari

pengambilan serangga langsung di ketiga stasiun yang dibagi padal lahan tersebut.

Dikategorikan pada peranan serangga tersebut pada perebunan apel

anorganik serangga Camponotus merupakan dengan peran ekologinya sebagai

predator yang termasuk pada famili Formicidae. Oncopodura merupakan serangga

yang masuk pada Famili Entomobridae merupakan serangga tanah dengan peran

ekologis sebagai dekomposer yang memiliki nilai kalimpahan terbanyak di

perkebunan apel semiorganik.

Berbedanya genus yang didapatkan dengan kelimpahan terbanyak pada

kedua lahan tersebut dapat diakibatkan oleh berbedanya pengolahan lahan dan

kondisi lahan. Dikarenakan pada perkebunan apel semiorganik memiliki

89
perawatan pada gulma yang minim dapat menjadi habitat serangga Oncopodura

yang memiliki ketergantungan pada habitat semak belukar yang menutupi tanah

dan serasah yang masih dibiarkan menutupi tanah. Pertanian semi organik

merupakan cara pengolahan tanah dan budidaya tanaman dengan memanfaatkan

pupuk berasal dari bahan-bahan organik dengan menambahkan sedikit pupuk

anorganik tujuannya agar dapat meningkatkan hara di miliki oleh pupuk organik.

sistem pertanian semiorganik dapat di katakan sebagai pertanian ramah

lingkungan, karena bisa mengurangi pemanfaatan pupuk anorganik diatas 50%.

Hal tersebut di karenakan pupuk yang diberikan dari bahan organik yang di

masukan ke lahan akan bisa menjaga kondisi fisika, kimia dan biologi tanah agar

dapat memaksimalkan salah satu fungsinya yaitu melarutkan hara yang tersedia di

tanah bagi tanaman, selain untuk menyediakan ketersediaan unsur mikro yang

sulit tersedia oleh pupuk anorganik (Sari, 2010).

Sedangkan pada perkebunan apel anorganik merupakan perkebunan

dengan perawatan rutin pada gulma dan juga pemberian isektisida dan pupuk yang

rutin dilakukan selama 3 hari sekali. Sehingga pada serasah dan rerumputan yang

menutupi tanah tidak selebat pada perkebunan apel semiorganik. kondisi terseut

meruoakan habitat yang disukai oleh serangga tanah Camponotus yang memiliki

peran ekologis sebagai predator. Selain itu penggunaan pupuk sintetis juga

meneken pertumbuhan mikroba tanah sehingga berdapak pada pengurangan

humus tanah secara berkala (Zulkarnain, 2009).

Kondisi tanah pada kedua perkebunan tersebut juga mempengaruhi

keberadaan serangga tanah yang ada di dalamnya. Kondisi tanah pada perkebunan

semiorganik terlihat lebih lembab dan pada kedalaman 20 cm masih dapat

90
ditemukan serangga tanah seperti Blapstinus yang memiliki peran sebagai

Detritivor. Pada perkebunan apel anorganik memiliki kondisi tanah yang sedikit

kering dikarenakan semak yang menjadi tutupan tanahnya sering dipangkas dan

kondisi tanah pada kedalaman 20cm memiliki warna merah dan bertekstur seperti

pasir sehingga keberadaan serangga tanah nyaris tidak ditemukan kecuali pada

genus Aphaenogaster 2 yang bersarang di dalam tanah. Adanya pemberian pupuk

dan pestisida sintetis pada lahan dengan jangka waktu yang panjang menunjukan

adanya kecenderungan bahan organik tanah semakin menurun, struktur tanah

yang semakin rusak, dan pencemaran lingkungan. Kondisi seperti itu bila terus

dilanjutkan akan menurunkan kuallitas produksi dan kesehatan lingkungan

(Winarso, 2005).

4.2.4 Faktor Fisika-Kimia Tanah

Parameter lingkungan yang diamati pada penelitian ini adalah parameter

fisika dan kimia pada perkebunan apel yang ada di lokasi penelitian. Parameter

yang diamati pada faktor fisika adalah suhu, kelembapan tanah, kadar air tanah,

intensitas cahaya, dan pH tanah. Sedangkan parameter yang damati ada faktor

kimia adalah intensitas bahanoranik tanah, C organik, N total tanah C/N nisbah,

Fosfat, dan Kalium yang diperoleh pada sampel tanah perkebua ape semiorganik

dan anorganik di desa janjangwulung. Data tersebut akan ditamplkan pada

pembahasan mengenai kedua faktor di bawah.

91
4.2.4.1 Faktor fisika lahan perkebunan Apel

No parameter fisika Semiorganik Anorganik


1 suhu (C) 24.68 26.94
2 Kelembaban (%) 57.27 45.70
3 Kadar Air (%) 40.20 36.50
4 Intensitas Cahaya (LUX) 8909 22233
Tabel 4.5 Parameter Fisika pada lahan perkebunan apel semiorganik dan
anorganik.

Tabel di atas menerangkan tentang faktor fisika yang berada di perkebunan

apel semiorganik dan anorganik desa janjangwulung. Faktor fisika yang diukur

pada penelitian ini antara lain: Suhu, Kelembaban, Kadar Air Tanah, Intensitas

cahaya, dan pH tanah. Didapatkan Suhu pada perkebunan apel semiorganik

dengan rata rata 24,68 Celsiussedangkan pada perkebunan apel anorganik

memiliki suhu udara dengan rata-rata 26,94 Celsius. Dari data tersebut dapat

dilihat bahwa pada perkebunan apel semiorganik memiliki suhu udara yang lebih

rendah daripada perkebunan apel anorganik. Suhu udara dapat mempengaruhi

kehidupan serangga yang dikemukakan oleh Jumar (2000) bahwa kisaran suhu

udara yang efektif untuk perkembangan serangga adalah 15 – 40 ˚C, dengan

kisaran suhu optimumnya adalah 25 ˚C. sehingga dapat disimpulkan bahwa pada

lahan semiorganik memiliki rata-rata suhu optimum untuk perkembangbiakan

serangga.

Menurut Nurhadi (2011) Temperatur memiliki efek pembatasan terhadap

pertumbuhan organisme, apabila keadaan kelembaban ekstrim (terlalu tinggi atau

terlalu rendah). Namun pada kelembaban tinggi lebih baik untuk hewan tanah

daripada kelembaban yang rendah. Vegetasi juga menentukan kelembaban tanah,

juga kelembaban tanah dapat mempengaruhi kehadiran Arthropoda tanah.

92
Vegetasi memiliki peran sebagai pelindung dan juga sebagai penyedia makanan

bagi organisme yang ada.

Kelembapan tanah pada kedua perkebunan apel juga memiliki perbedaan

dimana pada perkebunan apel semiorganik memiliki nilai lebih tinggi yakni

57,27% sedangkan pada perkebunan apel anorganik lebih rendah yakni 45,7 %.

Perbedaan kadar air pada perkebunan semiorganik juga lebih tinggi yakni 40,2%

sedangkan pada perkebunan apel anorganik memiliki nilai 36,5%. Jumar (2000)

menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga tanah adalah

kelembapan tanah. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui banyaknya serangga

tanah yang didapatkan pada perkebunan apel semiorganik dibandingkan jumlah

serangga yang didapatkan pada perkebunan apel anorganik.

Rata-rata Intensitas Cahaya pada perkebunan apel semiorganik memiliki

nilai 8908,7 Lux sedangkan pada perkebunan apel anorganik memiliki nilai 22233

Lux. Hal tersebut dipengaruhi pada perontokan daun yang ditujukan pada

kemunculan bunga sehingga kanopi yang seharusnya ada dari daun pohon apel

menjadi hilang pada perkebunan apel anorganik. Kecerahan cahaya dapat

mempengaruhi aktifitas serangga sehingga ada penggolongan serangga

berdasarkan aktifitasnya pada pagi, siang, sore, dan malam. Cahaya memiliki

peranan penting dalam perkembangan, pertumbuhan dan daya tahan serangga

tanah baik secara langsung maupun tidak langsung. Cahaya dapat membantu

untuk mendapatkan makanan, berpengaruh pada aktifitas serangga, dan

mempengaruhi tempat keberadaannya. Setiap jenis serangga memiliki intensitas

cahaya yang tepat untuk aktifitasnya (Jumar,2000).

93
4.2.4.2 Faktor Kimia tanah

No Faktor Kimia Semiorganik Anorganik


1 bahan organik (%) 3.41 2.87
2 C organik (%) 1.98 1.67
3 N total (%) 0.15 0.15
4 C/N Nisbah 12.99 11.75
5 Fosfat (P) mg/kg 15.77 27.1
6 Kalium (K) mg/100 0.34 0.43
5 pH Tanah 7.56 7.52
Tabel 4.6 Faktor Kimia Tanah pada Lahan Perkebunan Apel Semiorganik dan
Anorganik.

Tabel diatas mejelaskan tentang faktor kimia yang diambil pada

perkebunan apel semiorganik dan anorganik. Faktor kimia pertama adalah bahan

organik dimana perkebunan apel semiorganik memiliki kadungan bahan organik

lebih banyak yakni 3,41 sedangkan ada perkebunan apel anorganik yakni 2,87.

Hal ini dikarenakan pada perkebunan apel semiorganik memiliki serasah yang

tinggi dan masih banyak semak yang jarang dibersihkan sehingga menambah

kandungan bahan organik yang ada di tanah. Sedangkan pada perkebunan apel

anorganik jarang terlihat semak tumbuh dikarenakan perawatan rutin setiap 3 hari

sekali. Menurut Suin (2012) material organik tanah didapatkan melalui sisa

tumbuhan, hewan, dan organisme tanah, baik yang telah terdekomposisi maupun

yang sedang terdekomposisi.

Parameter kimia yang diukur selanjutnya adalah C-organik tanah pada

perkebunan apel semiorganik memiliki kandungan 1,98% sedangkan pada

perkebunan apel anorganik memiliki kandungan 1,67%. Kandungan C-organik

pada perkebunan apel semiorganik lebih tinggi dibandingkan pada perkebunan

apel anorganik. Menurut Anwar (2009) proses dekomposisi merupakan lepasnya

94
ikatan karbon yang komplek menjadi ikatan sederhana. Akibat penggunaan unsur

karbon (C) oleh organisme untuk mendapatkan energi yang menjadi keperluan

hidupnya melalui proses respirasi dan biosintesis melepaskan CO2 sehingga

bahan organik yang telah melalui proses dekomposisi akan mempunyai kadar C

lebih rendah dibanding kadar C bahan segar.

Faktor kimia selanjutnya adalah N total dimana kedua macam perkebunan

apel tersebut memiliki nilai yang sama yakni 0,15 %. Nilai tersebut merupakan

nilai kandungan N total tanah yang rendah. Menurut Sulaeman dkk (2005)

Kriteria penilaian N total pada tanah memiliki rasio sebagai berikut:

Nilai
Parameter
Tanah Sangat
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Rendah
N Total (%) < 0,1 0,1 - 0,2 0,21 - 0,5 0,51 - 0,75 >0,76
Tabel 4.7 Kriteria Penilaian Hasil Analisis Tanah (Sulaeman dkk, 2005).

Salah satu faktor kimia bahan organik tanah yang mempengaruhi

pendekomposisian adalah nisbah carbon-nitrogen (C/N). Perkebunan Apel

semiorganik memiliki nisbah C/N sebesar 12,99 sedangkan di Perkebunan apel

anorganik memiliki nisbah C/N sebesar 11,75. Nisbah C/N pada kedua lokasi

tersebut tergolong rendah sehingga terjadi mineralisasi N oleh mikroba

dekomposer bahan organik. Hanafiah (2007) menyatakan bahwa nisbah C/N

merupakan indikator proses mineralisasi-immobilisasi N oleh mikroba

dekomposer bahan organik. Apabila nisbah C/N lebih kecil dari 20 menunjukkan

terjadinya mineralisasi N, apabila lebih besar dari 30 berarti terjadi immobilisasi

N, sedangkan jika diantara 20-30 mineralisasi seimbang dengan immobilisasi.

95
Kandungan unsur P pada perkebunan apel semiorganik adalah sebesar

15,77 (mg/kg) dan pada perkebunan apel anorganik adalah sebesar 27,1 (mg/kg),

dapat dilihat bahwa kandungan P pada perkebunan apel semiorganik adalah lebih

rendah apabila dibandingkan kandungan P pada perkebunan apel anorganik

dimana hal ini dikarenakan pengolahan dari tanah itu sendiri dimana di

perkebunan apel anorganik dilakukan pemberian pupuk buatan (anorganik),

sedangkan pada perkebunan apel semiorganik dilakukan pemupukan berbahan

organik. Menurut Prihatiningsih (2008), pupuk anorganik yang dikenal dan

banyak dipakai antara lain pupuk urea yang merupakan pupuk nitrogen

mengandung 45-46% N. Pupuk fosfat didalamnya terkandung hara P dalam

bentuk P2O5.

Kandungan unsur K pada perkebunan apel semiorganik adalah sebesar

0,34 (mg/100) dan pada perkebunan apel anorganik adalah sebesar 0,43 (mg/100)

dapat dilihat bahwa kandungan dari unsur K di perkebunan apel anrganik lebih

tinggi dibandingkan yang ada di perkebunan apel semiorganik. Hal ini

dikarenakan temperatur di perkebunan apel anorganik tinggi sehingga

mengakibatkan terjadinya pencucian K yang menyebabkan tanah di perkebunan

apel anorganik lebih asam dibandingkan dengan di kawasan perkebunan apel

semiorganik. Menurut Prihatiningsih (2008), tanah di daerah tropik kadar K tanah

bisa sangat rendah dikarenakan bahan induknya miskin K, curah hujan yang tinggi

dan temperatur tinggi. Kedua faktor terakhir memiliki pengaruh mempercepat

pelepasan mineral dan pencucian K tanah. Pencucian adalah kehilangan substansi

yang larut dan koloid di lapisan atas tanah oleh perkolasi air gravitasi. Pencucian

dapat terjadi jika terdapat perbedaan tekanan air diantara lapisan atas dan lapisan

96
bawah. Lapisan atas yang jenuh air memiliki tegangan yang rendah, sehingga air

bergerak ke bawah karena gaya gravitasi. Perpindahan air ke bawah mampu

membawa material terlarut keluar dari tanah lapisan atas. Kation basa seperti

Ca2+, Mg2+ dan K+ dengan mudah mengalami pencucian.

Nilai rata-rata pH perkebunan apel semiorganik adalah sebesar 7,56

sedangkan pada perkebunan apel anorganik nilai pH rata-rata adalah 7,52.

Berdasarkan nilai tersebut pH di perkebunan apel semiorganik mendekati netral

dan ideal bagi percepatan fermentasi bahan organik, juga pertumbuhan serangga,

sedangkan pada perkebunan apel anorganik memiliki nilai pH lebih rendah dari

perkebunan apel semiorganik. Nilai pH = 7 berarti ion H+ sama dengan kepekatan

ion OH- maka netral. Bila pH kurang dari 7 (<7) berarti ion H+ lebih besar dari

kepekatan ion OH- disebut masam. Bila pH lebih dari 7 (>7) berarti ion H+ lebih

kecil dari kepekatan ion OH- disebut basa (Sutanto, 2005).

4.2.5 Korelasi Faktor Fisika Kimia Tanah dengan Kelimpahan Serangga

Tanah.

Hasil korelasi antara Faktor Fisika Kimia Tanah dengan Kelimpahan

Serangga Tanah yang telah diuji menggunakan aplikasi PAST 4.03 akan

ditampilkan pada tabel berikut:

Faktor Fisika-Kimia
Genus
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11

Y1 -0.544 0.879 0.403 0.403 0.082 -0.138 -0.761 -0.213 0.516 0.804 -0.474

Y2 -0.125 -0.721 0.056 0.057 0.643 -0.203 0.431 0.004 -0.687 -0.376 -0.358

Y3 -0.204 -0.706 0.054 0.055 0.693 -0.250 0.444 -0.088 -0.686 -0.363 -0.435

Y4 -0.836 -0.048 -0.552 -0.552 -0.041 -0.861 0.151 -0.788 0.076 0.519 -0.890

97
Faktor Fisika-Kimia
Genus
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11

Y5 0.327 -0.318 0.045 0.046 -0.020 0.719 -0.067 -0.012 0.115 -0.511 0.609

Y6 -0.657 0.457 -0.416 -0.415 -0.534 -0.305 -0.559 -0.620 0.752 0.842 -0.404

Y7 -0.193 -0.525 0.088 0.088 0.556 -0.300 0.271 0.069 -0.583 -0.129 -0.453

Y8 -0.309 0.495 -0.097 -0.095 -0.459 0.353 -0.748 -0.452 0.871 0.488 0.132

Y9 0.365 -0.075 0.026 0.027 -0.234 0.779 -0.210 -0.013 0.342 -0.380 0.721

Y10 -0.754 0.795 -0.079 -0.079 -0.280 -0.402 -0.678 -0.546 0.709 0.990 -0.603

Y11 0.161 -0.741 -0.004 -0.002 0.371 0.314 0.316 -0.013 -0.403 -0.627 0.187

Y12 0.668 0.157 0.349 0.346 -0.033 0.131 0.140 0.869 -0.311 -0.189 0.412

Y13 0.068 -0.079 -0.007 -0.008 0.013 -0.415 0.146 0.441 -0.341 0.205 -0.247

Y14 0.566 -0.917 -0.083 -0.083 0.268 0.109 0.727 0.493 -0.793 -0.807 0.326

Y15 0.633 -0.373 -0.429 -0.431 -0.434 -0.260 0.711 0.554 -0.425 -0.350 0.368

Y16 0.263 0.290 -0.182 -0.185 -0.449 -0.380 0.174 0.409 -0.023 0.249 0.052

Y17 0.032 -0.535 0.243 0.244 0.529 0.310 0.063 0.054 -0.360 -0.416 0.027

Y18 0.419 -0.831 -0.348 -0.349 0.101 -0.415 0.954 0.428 -0.865 -0.570 0.018

Y19 0.633 -0.373 -0.429 -0.431 -0.434 -0.260 0.711 0.554 -0.425 -0.350 0.368

Y20 -0.451 0.174 -0.017 -0.017 0.217 -0.254 0.026 -0.546 0.089 0.121 -0.408

Y21 -0.062 -0.289 0.501 0.502 0.715 0.143 -0.063 0.215 -0.438 -0.191 -0.210

Y22 0.060 -0.394 -0.333 -0.335 0.073 -0.498 0.733 -0.039 -0.497 -0.302 -0.193

Y23 0.543 -0.289 -0.577 -0.579 -0.637 -0.298 0.605 0.435 -0.230 -0.187 0.354

Y24 -0.634 0.423 -0.506 -0.505 -0.585 -0.488 -0.424 -0.546 0.649 0.874 -0.476

Y25 -0.337 0.449 0.408 0.407 0.403 -0.039 -0.235 -0.266 0.103 0.172 -0.323

Y26 -0.858 0.472 -0.413 -0.413 -0.291 -0.587 -0.315 -0.863 0.584 0.787 -0.699

Tabel 4.8 Hasil Analisis Korelasi Antara Kelimpahan Serangga Tanah dengan
Faktor Fisika-Kimia
Keterangan:

Angka yang dicetak tebal: Nilai korelasi yang Paling Tinggi

98
X1: Suhu, X2: pH tanah, X3: Bahan Organik (BO), X4: C-Organik, X5: N-total,

X6: C/N nisbah, X7: Fosfat (P), X8: Kalium (K), X9: Kelembaban, X10: Kadar

Air, X11: Intensitas Cahaya (C).

Y1: Oncopodura, Y2: Euborellia, Y3: Forficula, Y4 Aphaenogaster, Y5:

Brachymyrmex, Y6: Pogonomyrmex, Y7: Ponera, Y8: Camponotus, Y9:

Prenolepsis, Y10: Leptogenys, Y11: Aphaenogaster 2, Y12: Neoscapteriscus,

Y13: Gryllus, Y14: Blapstinus, Y15: Anisodactylus, Y16: Dromius, Y17:

Agonum, Y18: Lathrobrium, Y19: Atrecus, Y20: Amblonoxia, Y21:

Cyrtepistomus, Y22: Pangaeus, Y23: Isthmocoris, Y24: Pagasa, Y25: Periplaneta,

Y26: Parcoblatta.

Hasil koefisien korelasi (Tabel 4.7) memuat hasil data korelasi antara

beberapa variabel yang didapatkan pada penelitian ini. Yang pertama merupakan

korelasi antara setiap variabel yang menunjukan keeratab hubungan antara kedua

variabel, jenis hubungan atau arah korelasi yang dilambangkan dengan hasil

positif atau negatif. Menentukan arah atau jenis korelasi dilakukan dengan melihat

hasil perhitungan korelasi tersebut, apakah menghasilkan hasil negatif atau positif.

Jika memiliki lebih banyak hasil negatif maka tergolong pada korelasi negatif

begitu pula sebaliknya. Faktor fisika dan kimia yang menjadi variabel terikat (X)

adalah Suhu, pH tanah, Bahan Organik (BO), C-Organik, N-total, C/N nisbah,

Fosfat (P), Kalium (K), Kelembaban, Kadar Air, Intensitas Cahaya (C).

Berdasarkan tabel 4.8 Hasil Korelasi antara Kelimpahan serangga tanah

dan faktor fisika dan kimia tanah, faktor suhu merupakan faktor pertama yang

dihitung korelasinya terhadapa serangga tanah yang didapatkan pada penelitian

ini. Faktor korelasi suhu memiliki nilai yang sedang dengan mengacu pada tabel

99
3.2. hal tersebut dapat dilihat pada rata-rata nilai korelasi semua genus yang

ditemukan. Nilai korelasi terbesar pada faktor suhu dimiliki oleh genus

Parcoblatta (-0.858) dengan nilai negatif yang menandakan bahwa sifat korelasinya

adalah negatif yakni suhu banyak mempengaruhi jumlah individunya, sehingga

semakin tinggi suhu maka semakin sedikit individu yang ditemukan. Sedangkan

nilai yang terendah adalah genus Agnonum ( 0.032). Genus Parcoblatta memiliki

nilai mendekati 1 sehingga korelasinya sangat berpengaruh, sedangkan genus

Agonum yang memiliki nilai dibawah 0,1 korelasinya sangat tidak berpengaruh.

Menurut Jumar (2000) Serangga memiliki kisaran suhu tertentu untuk bertahan

hidup.

Uji korelasi selanjutnya adalah kelimpahan serangga tanah dengan faktor

kimia pH tanah. Hasil yang didapatkan dari korelasi tersebut adalah dari rata-rata

nilai yang ada, serangga yang didapatkan memiliki nilai korelasi yang sedang.

Hasil nilai korelasi tertinggi adalah pada genus Blapstinus (-0.917) sedangkan

nilai terendah ada pada genus Aphaenogaster (-0.048). Dari hasil korelasi tersebut

dapat diketahui bahwa kehasiran genus Blapstinus sangat dipengaruhi oleh pH

tanah sedangkan pada genus Aphaenogaster sangat tidak dipengaruhi oleh pH

tanah. Juga arah dari korelasi genus Blapstinus dan genus Aphaenogaster adalah

negatif.

Korelasi selanjutnya adalah korelasi antara kelimpahan serangga tanah

dengan faktor kimia Bahan Organik tanah yang memiliki sifat korelasi sangat

rendah dimana banyak dari korelasi antara banyak genus yang didapatkan bernilai

dibawa 0,01. Korelasi yang paling besar adalah pada genus Isthmocoris (-0.577)

sedangkan korelasi dengan nilai terkecil adalah genus Aphaenogaster (-0.004).

100
Sehingga kehadiran Genus Isthmocoris memiliki pengaruh sedang terhadapat

faktor Bahan organik sedangkan untuk genus Aphaenogaster hampir tidak

memiliki pengaruh sama sekali terhadapa faktor bahan organik tanah. Kedua

genus tersebut juga memiliki arah korelasi yang negatif.

Korelasi antara faktor kimia C-organik tanah dengan kelimpahan serangga

tanah memiliki hasil yang rata-rata bersifat rendah dimana masih terdapat banyak

hasil korelasi yang berkisar 0,1. Hasil korelasi paling besar adalah pada genus

Isthmocoris (-0.579) sedangkan hasil yang paling rendah adalah genus

Aphaenogaster (-0.002). dapat diketahui bahwa kehadiran genus Isthmocoris

memiliki pengaruh sedang terhadap faktor kimia C-organik tanah, sedangkan

genus Ahaenogaster tidak berpengaruh pada Faktor kimia C-organik tanah. Arah

korelasi kedua genus tersebut juga negatif.

Uji korelasi selanjutnya adalah kelimpahan serangga tanah dengan faktor

kimia N total. Hasil yang didapatkan dari korelasi tersebut adalah dari rata-rata

nilai yang ada, serangga yang didapatkan memiliki nilai korelasi yang sedang.

Hasil nilai korelasi tertinggi adalah pada genus Cyrtepistomus (0.715) sedangkan

nilai terendah ada pada genus Gryllus (0.013). Dari hasil korelasi tersebut dapat

diketahui bahwa kehasiran genus Cyrtepistomus dipengaruhi oleh Faktor kimia N

total tanah sedangkan pada genus Gryllus sangat tidak dipengaruhi oleh Faktor

kimia N total. Juga arah dari korelasi genus Cyrtepistomus adalah

negatifsedangkan Gryllus mengarah ke positif.

Uji korelasi selanjutnya adalah kelimpahan serangga tanah dengan faktor

kimia C/N nisbah. Hasil yang didapatkan dari korelasi tersebut adalah dari rata-

rata nilai yang ada, serangga yang didapatkan memiliki nilai korelasi yang sedang.

101
Hasil nilai korelasi tertinggi adalah pada genus Aphaenogaster (-0.861) sedangkan

nilai terendah ada pada genus Pagasa (-0.039). Dari hasil korelasi tersebut dapat

diketahui bahwa kehasiran genus Aphaenogaster sangat dipengaruhi oleh faktor

kimia C/N nisbah tanah sedangkan pada genus Pagasa sangat tidak dipengaruhi

oleh faktor kimia C/N nisbah tanah. Juga arah dari korelasi genus Pagasa dan

genus Aphaenogaster adalah negatif.

Uji korelasi selanjutnya adalah kelimpahan serangga tanah dengan faktor

kimia Fosfat (P). Hasil yang didapatkan dari korelasi tersebut adalah dari rata-rata

nilai yang ada, serangga yang didapatkan memiliki nilai korelasi yang sedang.

Hasil nilai korelasi tertinggi adalah pada genus Lathrobrium (0.954) sedangkan

nilai terendah ada pada genus Amblonoxia (0.026). Dari hasil korelasi tersebut

dapat diketahui bahwa kehasiran genus Lathrobrium sangat dipengaruhi oleh

faktor kimia Fosfat (P) sedangkan pada genus Amblonoxia sangat tidak

dipengaruhi oleh faktor kimia Fosfat (P) tanah. Juga arah dari korelasi genus

Lathrobrium dan genus Amblonoxia adalah positif.

Uji korelasi selanjutnya adalah kelimpahan serangga tanah dengan faktor

kimia Kalium (K). Hasil yang didapatkan dari korelasi tersebut adalah dari rata-

rata nilai yang ada, serangga yang didapatkan memiliki nilai korelasi yang sedang.

Hasil nilai korelasi tertinggi adalah pada genus Neoscapteriscus (0.869)

sedangkan nilai terendah ada pada genus Euborellia (0.004). Dari hasil korelasi

tersebut dapat diketahui bahwa kehasiran genus Neoscapteriscus sangat

dipengaruhi oleh faktor kimia Kalium (K) tanah sedangkan pada genus Euborellia

sangat tidak dipengaruhi oleh faktor kimia Kalium (K) tanah. Juga arah dari

korelasi genus Neoscapteriscus dan genus Euborellia adalah positif.

102
Uji korelasi selanjutnya adalah kelimpahan serangga tanah dengan faktor

fisika Kelembaban tanah. Hasil yang didapatkan dari korelasi tersebut adalah dari

rata-rata nilai yang ada, serangga yang didapatkan memiliki nilai korelasi yang

sedang. Hasil nilai korelasi tertinggi adalah pada genus Camponotus (0.871)

sedangkan nilai terendah ada pada genus Dromius (-0.023). Dari hasil korelasi

tersebut dapat diketahui bahwa kehasiran genus Camponotus sangat dipengaruhi

oleh faktor fisika Kelembaban tanah sedangkan pada genus Dromius sangat tidak

dipengaruhi oleh faktor fisika Kelembaban tanah. Juga arah dari korelasi genus

Camponotus adalah positif sedangkan genus Dromius adalah negatif.

Uji korelasi selanjutnya adalah kelimpahan serangga tanah dengan faktor

fisika Kadar Air. Hasil yang didapatkan dari korelasi tersebut adalah dari rata-rata

nilai yang ada, serangga yang didapatkan memiliki nilai korelasi yang sedang.

Hasil nilai korelasi tertinggi adalah pada genus Leptogenys (0.990) sedangkan

nilai terendah ada pada genus Amblonoxia (0.121). Dari hasil korelasi tersebut

dapat diketahui bahwa kehasiran genus Leptogenys sangat dipengaruhi oleh faktor

fisika Kadar Air tanah sedangkan pada genus Amblonoxia sangat tidak

dipengaruhi oleh faktor fisika Kadar Air tanah. Juga arah dari korelasi genus

Leptogenys dan genus Amblonoxia adalah negatif.

Uji korelasi selanjutnya adalah kelimpahan serangga tanah dengan faktor

Fisika Intensias Cahaya. Hasil yang didapatkan dari korelasi tersebut adalah dari

rata-rata nilai yang ada, serangga yang didapatkan memiliki nilai korelasi yang

sedang. Hasil nilai korelasi tertinggi adalah pada genus Aphaenogaster (-0.890)

sedangkan nilai terendah ada pada genus Lathrobrium (0.018). Dari hasil korelasi

tersebut dapat diketahui bahwa kehasiran genus Aphaenogaster sangat

103
dipengaruhi oleh faktor Fisika Intensias Cahaya sedangkan pada genus

Lathrobrium sangat tidak dipengaruhi oleh faktor Fisika Intensias Cahaya. Juga

arah dari korelasi genus Aphaenogaster adalah negatif sedangkan genus

Lathrobrium adalah positif.

4.2.6. Integrasi Kajian Keislaman

Bumi memiliki berbagai macam jenis hewan dan tumbuhan, setiap hewan

diciptakan pastinya memiliki peranan di alam dan memiliki fungsi sebagai

penyeimbang alam, apabila hewan dan tumbuhan dibumi mengalami perubahan

sistem bisa dipastikan kestabilan alam akan terganggu, contoh salah satu hewan

yang berguna bagi alam dan kehidupan manusia adalah serangga tanah, serangga

tanah memiliki fungsi yang bermacam-macam, ada yang berfungsi sebagai

penyubur tanah dan juga sebagai pembuat produk yang berguna bagi kehidupan

manusia. Allah SWT menciptakan hewan dibumi tiada yang sia-sia dan semua

pasti ada manfaatnya. Seperti diterangkan pada QS An-Nahl ayat 69 di bawah ini:

‫اب‬ ُ ُ‫ال يَ ۡخ ُر ُج م ْۢن ب‬


ٞ ‫طون َها ش ََر‬ ۚ ٗ ُ‫سبُ َل َربِّك ذُل‬
ُ ‫ٱسلُكي‬ ۡ َ‫ث ُ َّم ُكلي من ُك ِّل ٱلث َّ َم ٰ َرت ف‬
٦٩ َ‫اس إ َّن في ٰذَل َك َألٓيَ ٗة لِّقَ ۡوم يَتَفَ َّك ُرون‬
ۚ َّ‫ء لِّلن‬ٞ ٓ ‫ف أ َ ۡل ٰ َونُ ۥهُ فيه شفَا‬
ٌ ‫ُّم ۡخت َل‬
Artinya: “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari
perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan” (QS
An-Nahl/16: 69).

Ayat diatas menerangkan bagaimana Allah SWT menciptakan hewan dan

tumbuhan yang memiliki manfaat bagi manusia, dalam ayat tersebut diterangkan

bermacam-macam buah-buahan hasil dari tumbuhan yang berguna bagi manusia

untuk bahan makanan dan Allah SWT menyerukan untuk memakannya karena itu

104
termasuk rizki dari Allah SWT bagi umat yang mengetahuinnya, selanjutnya

dalam ayat tersebut menerangkan tentang salah satu dari golongan serangga yaitu

lebah, dimana dalam ayat diatas menerangkan lebah mengeluarkan cairan dari

tubuhnya (madu) yang dapat dijadikan sebagai obat yang menyembuhkan bagi

manusia.

Serangga merupakan salah satu jenis makhluk hidup yang memiliki jumlah

populasi paling besar di dunia, dikarenakan serangga dapat hidup di berbagai

habitat seperti halnya di habitat perairan, daratan, gurun, dan sebagainya. Menurut

Suheriyanto (2008), serangga mempunyai jumlah terbesar dari seluruh spesies

yang ada di bumi ini, serangga tersebut mempunyai berbagai macam peranan dan

keberadaannya ada di mana-mana.

Keunggulan serangga inilah yang membuatnya memegang peranan

penting bagi ekosistem dan juga bagi kehidupan manusia, dalam Al-Qur’an surat

Lukman ayat 10 diterangkan:

ۡ
َ ‫ع َمد ت ََر ۡونَ َه ۖا َوأَلقَ ٰى في ۡٱأل َ ۡرض َر ٰ َوس‬
‫ي أَن ت َميدَ ب ُك ۡم‬ َ ‫س ٰ َم ٰ َوت بغ َۡير‬ َّ ‫َخلَقَ ٱل‬
َّ ‫ث في َها من ُك ِّل دَآب َّۚة َوأَنزَ ۡلنَا منَ ٱل‬
‫س َمآء َما ٓ ٗء فَأ َ ْۢنبَ ۡتنَا في َها من ُك ِّل زَ ۡوج‬ َّ َ‫َوب‬
١٠ ‫َكر ٍيم‬
Artinya: “Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia
meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu
tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya
segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari
langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-
tumbuhan yang baik” (QS. Lukman/31: 10).

Allah SWT menciptakan langit yang tinggi tanpa diimbangi dengan tiang.

Allah SWT juga menciptakan gunung-gunung yang sudah tertata untuk menjaga

keseimbangan bumi agar tidak bergoyang. Selain itu Allah SWT menciptakan

berbagai hewan termasuk serangga, bermacam-macam serangga hidup di bumi ini

105
dengan berbagai bentuk dan ukuran, ada yang berukuran kecil dan juga ada yang

berukuran besar, dan juga ada yang hidup di lautan dan juga didaratan dan itu juga

termasuk tanda-tanda kebesaran Allah SWT bagi orang yang berfikir.

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa indeks

kelimpahan serangga tanah pada kawasan kebun apel semiorganik memiliki

kelimpahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebun apel anorganik di desa

Janjangwulung. Hasil kelimpahan tersebut menunjukan bahwa wilayah tersebut

masih meregulasi tanahnya dengan baik, dan cocok untuk kehidupan serangga.

Melihat pentingnya hal itu sebaiknya kita menjaga kelestarian alam yang telah

memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia dan jangan sampai

merusaknya. Allah SWT juga memerintahkan hal tersebut di dalam Al-Qur’an

surat Al-A’raf ayat 56 yang berbunyi:

َّ ‫ت‬
‫ٱَّلل‬ َ ‫ط َم ًع ۚا إ َّن َر ۡح َم‬ ُ ‫َو َال ت ُ ۡفسدُواْ في ۡٱأل َ ۡرض بَعۡ دَ إصۡ ٰلَح َها َوٱ ۡد‬
َ ‫عوهُ خ َۡو ٗفا َو‬
٥٦ َ‫يب ِّمنَ ۡٱل ُم ۡحسنين‬ٞ ‫قَر‬
Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya
rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS.
Al-A’raf/7: 56)

Ayat diatas menerangkan bagaimana Allah SWT melarang manusia

membuat kerusakan dibumi, Allah SWT memerintahkan untuk menjaga dan

melestarikannya agar limgkungan tersebut tidak rusak dan tercemar karena bumi

sudah memberikan banyak manfaat untuk manusia. Apabila alam sudah mulai

rusak dan ekosistemnya tidak seimbang maka kerugian kembali kepada manusia

sebagai perusaknya, namun manusia juga berhak memanfaatkan alam bagi

kepentingan manusia itu sendiri namun dengan takaran yang sewajarnya.

106
Allah SWT memerintahkan untuk memanfaatkan bumi beserta isinya

namun juga diperintahkan untuk menjaganya karena apabila manusia terlalu

mengeksplorani bumi tanpa memikirkan keseimbangan ekosistemnya maka

kerugian akan berimbas kepada manusia itu sendiri.

107
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah melaksanakan penelitian mengenai kelimpahan serangga tanah

pada perkebunan apel di desa janjangwulung maka dapat ditarik kesimpulan dari

penelitian ini adalah:

1. Serangga tanah yang ditemukan pada perkebunan apel semiorganik di desa

Janjangwulung kabupaten pasuruan sebagai stasiun pertama pengambilan

data terdiri dari 21 genus yang termasuk pada 15 Famili dari 7 ordo.

Sedangkan pada stasiun kedua yakni perkebunan apel anorganik didapatkan

21 genus yang termasuk dalam 12 Famili dari 6 Ordo. Peranan dari serangga

pada perkebunan apel anorganik adalah Dekomposer (107 individu),

Detritivor (44 individu), Herbivora (37 individu), dan Predator (461

individu). Sedangkan Peranan dari serangga pada perkebunan apel

semiorganik adalah Dekomposer (467 individu), Detritivor (12 individu),

Herbivora (22 Individu), dan Predator (398 Individu).

2. Kelimpahan serangga tanah pada perkebunan apel anorganik bernilai 0,035

sedangkan pada perkebunan apel seemiorganik bernilai 0,048.

3. Nilai faktor fisika-kimia pada kebun apel semiorganik adalah suhu 24,68 ˚C,

kelembaban 57,27%, kadar air 40,2%, intensitas cahaya 8908,7 LUX, bahan

organik 3,414 %, C organik 1,98 %, N total 0,15 %, C/N nisbah 12,99,

Kalium (K) 0,34 mg/100, Fosfat (P) 15,77 mg/kg, pH tanah 7,56. Sedangkan

nilai faktor fisika-kimia pada kebun apel anorganik adalah suhu 26,9 ˚C,

kelembaban 45,7 %, kadar air 36,5 %, intensitas cahaya 22233 LUX, bahan

108
organik 2,87 %, C organik 1,67 %, N total 0,15 %, C/N nisbah 11,75, Kalium

(K) 0,43 mg/100, Fosfat (P) 27,1 mg/kg, pH tanah 7,52.

4. Korelasi antara faktor fisika-kimia tanah dengan serangga tanah pada kebun

apel semiorganik dan anorganik yang paling berpengaruh adalah genus

Parcoblatta berkolesai negatif dengan suhu, genus Blapstinus berkorelasi

negatif dengan pH tanah, genus Isthmocoris berkorelasi negatif dengan bahan

organik dan C organik tanah, genus Cyrtepistomusberkorelasi positif dengan

N total tanah, genus Aphaenogaster berkorelasi negatif dengan C/N nisbah

dan intensitas cahaya, genus Lathrobrium berkorelasi positif dengan Fosfat

(P), genus Neoscapteriscus berkorelasi positif dengan Kalium (K), genus

Camponotus berkorelasi positif dengan kelembaban tanah, genus Leptogenys

berkorelasi positif dengan kadar air tanah.

5.2 Saran

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam

pengelolaan perkebunan apel di Desa Janjangwulung, Kecamatan tutur,

Kabupaten Pasuruan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan penelitian selanjutnya

pada lokasi yang sama di musim kemarau agar diketahui apakah terdapat

perbedaan indeks kelimpahan serangganya.

109
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.A.I.S. (2004). Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 6. Jakarta: Pustaka Imam
Syafi’i.

Abdullah. 2005. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i

Agus, FX, Suyono dan R. Hermawan. 2006. Analisis Kelayakan Usaha Tani Padi
Pasa Sistem Pertanian Organik Di Kabupaten Bantul. Dalam Jurnal Ilmu
Pertanian. STPP. Yogyakarta

Albab, A.U., 2016. Studi keanekaragaman serangga tanah di cagar alam manggis
Gadungan dan lahan pertanian Desa Siman Kecamatan Puncu Kebupaten
Kediri. (Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

Al-Jazairi, A, J. 2009. Tafsir Al-Qur’an Al-Aisar, Jilid 3. Jakarta: Darus Sunah


Press.

Al-Qurtubi, Syaikh Imam. 2009. Al jami’li ahkaam al-Qur’an. Penerjemah


Fathurrahman, Dudi Rosyadi, Dan Marwan Affandi. Jakarta: Pustaka
Azzam.

Aulia, shifa, H., Hadi, M., Radihan, H., 2016. Komunitas Mikro Arthropoda Di
Lahan Pertanian Organik Dan Anorganik Di Desa Batur Kecamatan
Getasan Salatiga. BIOMA, Vol. 18, No. 02. Desember 2016. Hal. 157-166.

Bhattacharya, L. 2010. Textbook of Soil Chemistry. New Delhi: Discovery


Publishing House PVT.LTD.

Borror, D.J. Triplehorn, C.A. dan Johnson, N.F. 1996. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Terjemah oleh Soetiyono Partosoedjono. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Ganjari, Leo Eladisa. 2012. Kemelimpahan Jenis Collembola pada habitat


Vermikomposing. Jurnal Widya Warta No.1 ISSN 0854-1981.

Hadi, H. M., Udi. T., Rully, R. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Yogyakarta:
Graha Ilmu

Hanafiah, K.A. 2007. Biologi Tanah. Ekologi dan Mikrobiologi Tanah. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

Haneda, N, F., dan Sirait, B. A. 2012. Keanekaragaman Fauna tanah dan


Peranannya terhadap Laju Dekomposisi Serasah Kelapa Sawit (Elaeis
gineensi Jacq.). Jurnal Silvikultur Tropika, Vol. 03, No. 03, Desember
2012, Hal 161-167.

110
Hariyanto, S. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Surabaya: Airlangga University.

Indahwati, Retno dkk. 2013. Perbedaan Kualitas Lahan Apel Sistem Pertanian
Intensif dengan Sistem Pertanian Ramah Lingkungan (Studi Kasus Di
Kelompok Tani makmur Abadi Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji
Kota Batu). Vol. 15. No.2. Jurnal Bioma.

Jumar, 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: PT Renika Cipta.

Kemenag. 2008. Terjemahan Al-Quran. Quran Kemenag In. Ms Word.

Khairuna. Maida, L. Muliza, R. dan Sunarti. 2017. Jenis-Jenis Collembola di Desa


Iboih Kecamatan Sukakarya Kota Sabang. Prosiding Seminar Nasional
Biotik. Vol. 03. No. 08

Lilies, S.C, dan Siwi, S.S. 1991. Kunci Determinasi Serangga (Program Nasional
Pengandalian Hama Terpadu), Yogyakarta: Percetakan Kanisius.

Nailul, Siti. 2018. Alisis Kualitas Produksi Apel Pada Desa Tutur Kabupaten
Pasuruan. Vol. 8. No. 2. Malang: Jurnal Manajemen Bisnis

Nasirudin, M., Susanti, Ambar. 2018. Hubungan Kandungan Kimia Tanah


Terhadap Keanekaragaman Makrofauna Tanah Pada Perkebunan Apel
Semiorganik Dan Anorganik. Edubiotik. Vol. 03, No. 02. September 2018.
Hal 5-11.

Nurrohman, Endrik dkk. 2015. Keanekaragaman Makrofauna Tanah di Kawasan


Perkebunan Coklat (Theobroma cacao L.) Sebagai Bioindikator
Kesuburan Tanah dan Sumber Belajar Biologi. Vol. 1. No. 2. Jurnal
Pendidikan Biologi Indonesia

Odum, E. 1996. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Oka, Ida Nyoman. 2005. Pengendalian Hama Terpadu. Yogyakarta: Gadjah Mada

Pramono dan Siswanti. 2007. Teknologi Konservasi Energi dan Biomassa


Pertanian Bagi Rumah Tangga dan Usaha Tani Desa Tutur kabupaten
pasuruan. Vol. 2. No.1. Surabaya: Jurnal Ilmiah Pengabdian masyarakat

Putra, M. 2012. Makrofauna Tanah pada Ultisol di Bawah Tegakan Berbagai


Umur Kelapa Sawit (Elaeis gineensis Jacq). Riau: Universitas Riau

Rahmawati. 2006. Study Keanekaragaman Fauna Tanah Di Kawasan Hutan


Wisata Alam Sibolangit. Www.Journalfauna.Com. Diakses Pada Mei
2021.

111
Rahmawati. 2006. Study Keanekaragaman Mesofauna Tanah Di Kawasan Hutan
Wisata Alam Sibolangit. www. Journal Fauna. Com. Diakses tanggal 20
Juni 2015

Riyanto. 2007. Study Keanekaragaman Mesofauna Tanah Di Kawasan Hutan


Wisata Alam Sibolangit. www.journalfaua.com. Diakses pada Mei 2021.

Rossidy, I. 2008 fenomena Flora dan Fauna dalam Perspektif Islam Al-Quran,
Malang: UIN Malang Press

Sari, J. M. 2010. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Petani


Terhadap Pertanian Semiorganik Pada Komoditi Cabai Merah. Skripsi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Sari, Martala. 2014. Identifikasi Serangga Dekomposer Di Permukaan Tanah


Hutan Tropis Dataran Rendah (Study Kasus Di Arboretum Dan Komplek
Kampus UNILAK Dengan Luas 9,2 Ha). Bio Lentera Vol. 02, No. 01,
Oktober 2014. Biologi FKIP Universitas Lancang Kuning.

Shihab, M.Q. 2003. Tafsir Al- Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al Qur’an.
Volume 11. Jakarta: Lentera Hati.

Soemarno. 2010. Bahan Kajian MK Ekonomi Sumber Daya Alam. Malang:


FPUB.

Sugiyono, Eri Wibowo. 2004. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suheriyanto, Dwi. 2008. Ekologi Serangga. Malang: UIN Malang Press.

Suin, N. M. 2012. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardi. 2012. Sehat Biaya Murah Dengan Organik. Jurnal dedikasi. 9

Sulthoni, A. & Subyanto., 1990. Kunci Determinasi Serangga (Program Nasional


Pelatihan dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu) Penerbit
Kanisius.

Sutanto. 2002. Penerapan Pertanian Organik Permasyarakatan Dan


Pengembangan. Yogyakarta: Kanisius.

Syaufina, L. Farikhah, N., Buliyansih, A. 2007. Keanekaragaman Arthropoda


Tanah Di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Media Konservasi Vol. XII,
No. 2 Agustus 2007: 57-66.

Tarumingkeng, R. C. 2005. Serangga dan Lingkungan.


www.tumoutou.net/serangga Diakses tanggal 26 Februari 2021.

112
Untung, Kasumbogo. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah, Dasar Kesehatan Tanah dan Kualitas Tanah.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media

Zulkarnain. 2009. Dasar-dasar Holtikultura. Jakarta: PT Bumi Aksara.

113
Lampiran 1 Hasil Penelitian
Tabel 1. Serangga Tanah ynag Ditemukan di Kebun Apel Semiorganik Desa
Janjangwulung Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan
Stasiun Semiorganik
Ordo Famili Genus Total Peran
T1 T2 T3

Collembola Entomobryda Oncopodura 185 122 160 467 Dekompose


e r
Dermaptera Forficulidae Forficula 0 1 0 1 Herbivor
Hymenopterae Formicidae Aphaenogaster 0 23 22 45 Predator
Pogonomyrmex 1 1 7 9 Predator
Ponera 16 0 18 34 Predator
Camponotus 58 38 131 227 Predator
Aphaenogaster 8 14 11 33 Predator
2
Leptogenys 6 6 12 24 Predator
Orthoptera Gryllotalpida Neoscapteriscu 1 0 0 1 Herbivor
e s
Gryllidae Gryllus 1 0 1 2 Herbivor
Blattaria Blattidae Periplaneta 1 2 0 3 Detritivor
Blattellinae Parcoblatta 0 1 1 2 Detritivor
Coleoptera Tenebrionida Blapstinus 2 0 0 2 Detritivor
e
Carabidae Dromius 8 5 7 20 Predator
Agonum 3 0 2 5 Detritivor
Staphylinidae Lathrobrium 0 3 0 3 Predator
Curculionida Cyrtepistomus 5 0 2 7 Herbivor
e
Scarabaeidae Amblonoxia 0 1 0 1 Predator
Hemiptera Cydnidae Pangaeus 0 10 0 10 Hebivor
Lygaeidae Isthmocoris 0 0 2 2 Predator
Nabidae Pagasa 0 0 1 1 Herbivor
Total 295 227 377 899
Keterangan:
T 1; Transek 1
T 2: Transek 2
T 3: Transek 3

114
Tabel 2. Serangga Tanah ynag Ditemukan di Kebun Apel Semiorganik Desa
Janjangwulung Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan.
Stasiun Anorganik
Ordo Famili Genus Total Peran
T1 T2 T3

Collembola Entomobrydae Oncopodura 31 31 45 107 Dekompose


r
Dermaptera Carcinophorida Euborellia 0 0 5 5 Herbivor
e
Forficulidae Forficula 0 0 6 6 Herbivor
Hymenopterae Formicidae Aphaenogaster 0 8 16 24 Predator
Brachymyrmex 3 0 1 4 Predator
Pogonomyrmex 2 0 1 3 Predator
Ponera 0 8 57 65 Predator
Camponotus 131 3 25 159 Predator
Prenolepis 2 0 0 2 Predator
Aphaenogaster 58 16 71 145 Predator
2
Orthoptera Gryllotalpidae Neoscapteriscus 0 1 0 1 Herbivor
Gryllidae Gryllus 0 1 1 2 Herbivor
Coleoptera Tenebrionidae Blapstinus 6 8 11 25 Detritivor
Carabidae Anisodactylus 0 3 0 3 Detritivor
Dromius 0 13 0 13 Predator
Agonum 6 0 10 16 Detritivor
Lathrobrium 0 20 16 36 Predator
Staphylinidae Atrecus 0 1 0 1 Predator
Curculionidae Cyrtepistomus 2 0 8 10 Herbivor
Hemiptera Cydnidae Pangaeus 0 9 4 13 Hebivor
Lygaeidae Isthmocoris 1 8 0 9 Predator

Keterangan:
T 1; Transek 1
T 2: Transek 2
T 3: Transek 3

115
Tabel 3. Hasil Penghitungan Kelimpahan Serangga Tanah Pada Kedua Stasiun.
Anorganik Semiorganik
Ordo Famili Genus
Ki (%) Kr (%) Ki (%) Kr (%)
Collembola Entomobrydae Oncopodura 0.006 16.49 0.025 51.95
Carcinophoridae Euborellia 0.000 0.77 0.000 0.00
Dermaptera
Forficulidae forficula 0.000 0.92 0.000 0.11
Aphaenogaster 0.001 3.70 0.002 5.01
Brachymyrmex 0.000 0.62 0.000 0.00
Pogonomyrmex 0.000 0.46 0.000 1.00
Ponera 0.003 10.02 0.002 3.78
Hymenopterae Formicidae
Camponotus 0.008 24.50 0.012 25.25
Prenolepis 0.000 0.31 0.000 0.00
Leptogenys 0.000 0.00 0.001 2.67
Aphaenogaster 0.008 22.34 0.002 3.67
Gryllotalpidae Neoscapteriscus 0.000 0.15 0.000 0.11
Orthoptera
Gryllidae Gryllus 0.000 0.31 0.000 0.22
Tenebrionidae Blapstinus 0.001 3.85 0.000 0.22
Anisodactylus 0.000 0.46 0.000 0.00
Carabidae Dromius 0.001 2.00 0.001 2.22
agonum 0.001 2.47 0.000 0.56
Coleoptera
Lathrobrium 0.002 5.55 0.000 0.33
Staphylinidae
Atrecus 0.000 0.15 0.000 0.00
Scarabaeidae Amblonoxia 0.000 0.00 0.000 0.11
Curculionidae Cyrtepistomus 0.001 1.54 0.000 0.78
Cydnidae Pangaeus 0.001 2.00 0.001 1.11
Hemiptera Lygaeidae Isthmocoris 0.000 1.39 0.000 0.22
Nabidae Pagasa 0.000 0.00 0.000 0.11
Blattidae Periplaneta 0.000 0.00 0.000 0.33
Blattaria
Blattellinae Parcoblatta 0.000 0.00 0.000 0.22
Total 0.035 100 0.048 100

116
Lampiran 2. Data Analisis Fisika
Tabel 1. Suhu, Kelembaban, Intensitas Cahaya

No Stasiun / Transek Suhu (°C) Kelembapan (%) Lux


1 Stasiun 1 / Transek 1 27.46 52.2 19760
2 Stasiun 1 / Transek 2 23.8 53.5 4412
3 Stasiun 1 / Transek 3 22.79 66.1 2554
4 Stasiun 2 / Transek 1 28.27 59.2 35290
5 Stasiun 2 / Transek 2 29,78 41.9 25628.89
6 Stasiun 2 / Transek 3 25.6 36 5780

Tabel 2. Kadar Air Tanah

sebelum di oven setelah di oven


wra tana Kadar
No Sampel total wra tanah total A-B A-B/A
p h Air (%)
(A) p (gr (gr) (B)
(gr) (gr)
229.
1 S1 / T1 1 230.5 1 139.8 140.8 89.7 0.389 38.92
5
224.
2 S1 / T2 1.2 225.3 1.2 136.3 137.5 87.8 0.390 38.97
1
224.
3 S1 / T3 1 225.5 1 128 129 96.5 0.428 42.79
5
245.
4 S2 / T1 1.1 246.5 1.1 155.6 156.7 89.8 0.364 36.43
4
285.
5 S2 / T2 1 286.2 1 180.5 181.5 104.7 0.366 36.58
2
221.
6 S3 / T3 1.2 222.8 1.2 140.4 141.6 81.2 0.364 36.45
6

Keterangan:
S1: Stasiun 1
S2: Stasiun 2
T1: Transek 1
T2: Transek 2
T3: Transek 3

117
Lampiran 3. Hasil Analisis Korelasi
Tabel 1. Korelasi Antara Kelimpahan Serangga dengan Faktor Suhu.
OncopoduraEuborelliaforficula Aphaenogaster
Brachymyrmex
Pogonomyrmex
Ponera Camponotus PrenolepisLeptogenysAphaenogaster
Neoscapteriscus
Gryllus BlapstinusAnisodactylus
Dromius agonum LathrobriumAtrecus AmblonoxiaCyrtepistomus
Pangaeus IsthmocorisPagasa PeriplanetaParcoblattasuhu (C)
Oncopodura 0.48307 0.51552 0.71319 0.22128 0.37917 0.83318 0.63502 0.35899 0.024799 0.12341 0.79338 0.68183 0.046139 0.35899 0.61297 0.4678 0.16419 0.35899 0.72247 0.94338 0.53059 0.4058 0.3618 0.32088 0.3018 0.26405
Euborellia -0.3602 0.000291 0.68643 0.79897 0.71316 0.006517 0.493 0.704 0.432 0.093784 0.54147 0.54147 0.12158 0.704 0.27106 0.045947 0.29799 0.704 0.704 0.050761 0.97375 0.58078 0.704 0.57339 0.54147 0.8138
forficula -0.33559 0.98603 0.55168 0.86284 0.66045 0.018307 0.43224 0.64973 0.46514 0.11733 0.46216 0.68241 0.17863 0.64973 0.25101 0.078941 0.32251 0.64973 0.94902 0.08552 0.80914 0.50699 0.64973 0.77769 0.68241 0.69829
Aphaenogaster
0.19363 0.21223 0.30869 0.33882 0.40878 0.6875 0.8635 0.26622 0.31791 0.77121 0.24855 1 0.56576 0.75465 0.96254 0.7245 0.88403 0.75465 0.26622 0.78434 0.40843 0.82977 0.31791 0.6123 0.045551 0.038342
Brachymyrmex
-0.58635 0.13484 0.091694 -0.47695 0.90222 0.89529 0.32892 0.004636 0.26941 0.079064 0.39916 0.27621 0.43291 0.60529 0.10291 0.21284 0.72996 0.60529 0.60529 0.79003 0.43053 0.66252 0.60529 0.4386 0.39916 0.52734
Pogonomyrmex0.44283 -0.19365 -0.23045 0.41859 -0.06528 0.99442 0.077064 1 0.070484 0.70146 0.35952 0.77215 0.30811 0.4481 0.90545 0.90856 0.29673 0.4481 0.71316 0.88638 0.26635 0.77408 0.001497 0.58618 0.19626 0.15601
Ponera -0.11168 0.93334 0.88739 0.21149 -0.06992 0.003719 0.58916 0.45712 0.76012 0.27247 0.75625 0.20682 0.23373 0.70993 0.49614 0.08958 0.3773 0.70993 0.45712 0.021571 0.76158 0.63935 0.94817 0.46167 0.60028 0.71365
Camponotus0.24843 -0.35262 -0.39981 -0.09126 0.48554 0.76385 -0.28132 0.21026 0.36909 0.91868 0.33579 0.5829 0.39333 0.25835 0.46418 0.8298 0.066905 0.25835 0.65247 0.86046 0.077587 0.50912 0.21026 0.62146 0.5829 0.55139
Prenolepis -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.54237 0.94388 0 -0.38025 0.59765 0.432 0.30569 0.54147 0.17781 0.75983 0.704 0.27106 0.54289 0.49511 0.704 0.704 0.80517 0.42883 0.80517 0.704 0.57339 0.54147 0.47723
Leptogenys 0.86851 -0.4 -0.37401 0.4952 -0.53936 0.7746 -0.16132 0.45123 -0.4 0.14801 0.76481 0.76481 0.027479 0.432 0.64061 0.38108 0.18823 0.432 0.704 0.72873 0.59096 0.61702 0.056 0.57339 0.061199 0.083637
Aphaenogaster
-0.69751 0.73828 0.70549 -0.15374 0.76067 -0.20177 0.53649 0.054265 0.50608 -0.66683 0.3137 0.73457 0.081729 0.64111 0.048136 0.013765 0.59916 0.64111 0.59121 0.24382 0.73481 0.59636 0.51841 0.35639 0.32975 0.76035
Neoscapteriscus
0.13863 -0.31623 -0.37632 -0.55928 -0.4264 -0.45928 -0.16397 -0.47957 -0.31623 -0.15811 -0.49894 0.3125 0.87262 0.17781 0.071414 0.43367 0.56508 0.17781 0.54147 0.87635 0.83465 0.2719 0.54147 1 0.3125 0.14677
Gryllus 0.21544 0.31623 0.21504 -1.66E-17 -0.533 0.15309 0.60123 -0.28585 -0.63246 0.15811 -0.17886 0.5 0.62526 0.54147 0.35415 0.85099 0.39853 0.54147 0.17781 0.36531 0.71309 0.52233 0.54147 0.35523 0.63281 0.89769
Blapstinus -0.81908 0.6999 0.63154 -0.29835 0.39927 -0.50391 0.57383 -0.43117 0.16151 -0.86141 0.75649 0.085126 0.25538 0.46146 0.63272 0.16191 0.068625 0.46146 0.33007 0.3455 0.82415 0.57946 0.33007 0.20397 0.075646 0.242
Anisodactylus
-0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 0.097152 0.38108 0.1002 1.50E-20 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.17734
Dromius 0.26416 -0.53781 -0.5569 -0.02498 -0.72519 -0.06312 -0.35023 -0.37475 -0.53781 0.24446 -0.81507 0.77305 0.46383 -0.25006 0.73338 0.058085 0.6101 0.097152 0.92672 0.30738 0.501 0.096382 0.78156 0.89283 0.88427 0.61395
agonum -0.37195 0.81947 0.76086 -0.18581 0.59498 -0.06103 0.7445 0.11396 0.31518 -0.44125 0.90261 -0.39867 0.099668 0.65047 -0.44125 -0.79617 0.8012 0.38108 0.38108 0.032835 0.37441 0.34765 0.71972 0.35704 0.31437 0.95131
Lathrobrium-0.64784 0.51301 0.49116 0.077466 -0.18204 -0.51415 0.44439 -0.78063 -0.35101 -0.62102 0.27409 0.29884 0.42692 0.77771 0.72902 0.26622 0.13332 0.1002 0.71987 0.81576 0.21935 0.1852 0.49511 0.48892 0.39853 0.40834
Atrecus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 1 0.73338 -0.44125 0.72902 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.17734
Amblonoxia0.18721 -0.2 -0.034 0.54237 -0.26968 -0.19365 -0.38025 -0.23607 -0.2 0.2 -0.27983 -0.31623 -0.63246 -0.48454 -0.2 -0.04889 -0.44125 -0.18901 -0.2 0.37758 0.16446 0.58078 0.704 0.021312 0.17781 0.36926
Cyrtepistomus
0.037767 0.80992 0.75064 -0.14478 0.14092 -0.07589 0.87755 -0.0933 -0.13063 -0.18289 0.56388 -0.08262 0.45441 0.47121 -0.44415 -0.50456 0.84816 0.12345 -0.44415 -0.44415 0.36466 0.2954 0.80517 0.60802 0.36531 0.90699
Pangaeus -0.32431 0.017501 0.12793 0.41888 -0.40117 -0.54224 -0.16032 -0.76302 -0.40252 -0.28001 -0.1787 0.11068 -0.1937 0.11778 0.54253 0.34654 -0.44679 0.58831 0.54253 0.64753 -0.45495 0.42043 0.42883 0.38803 0.71309 0.90997
Isthmocoris-0.42101 -0.28739 -0.34201 -0.11398 -0.22899 -0.15178 -0.24535 -0.3404 -0.13063 -0.26126 -0.27611 0.53703 0.33048 0.28835 0.96668 0.73449 -0.46937 0.62431 0.96668 -0.28739 -0.51536 0.40923 0.96082 0.40618 0.69458 0.26508
Pagasa 0.45736 -0.2 -0.23801 0.4952 -0.26968 0.96825 0.034568 0.59765 -0.2 0.8 -0.33342 -0.31623 0.31623 -0.48454 -0.2 0.14668 -0.18911 -0.35101 -0.2 -0.2 -0.13063 -0.40252 0.026126 0.57339 0.17781 0.17626
Periplaneta 0.49259 -0.29277 -0.14932 0.26465 -0.39477 -0.28347 -0.37671 -0.25809 -0.29277 0.29277 -0.46192 -1.28E-17 -0.46291 -0.60422 -0.29277 0.071571 -0.46137 -0.35573 -0.29277 0.87831 -0.26772 0.43552 -0.4207 -0.29277 0.35523 0.5142
Parcoblatta 0.50957 -0.31623 -0.21504 0.82027 -0.4264 0.61237 -0.27328 0.28585 -0.31623 0.79057 -0.48481 -0.5 -0.25 -0.76613 -0.31623 0.077305 -0.49834 -0.42692 -0.31623 0.63246 -0.45441 0.1937 -0.20655 0.63246 0.46291 0.028821
suhu (C) -0.54442 -0.12478 -0.20397 -0.83555 0.32673 -0.65734 -0.19331 -0.3089 0.36468 -0.75353 0.16116 0.66833 0.068314 0.56567 0.63297 0.26346 0.032472 0.41895 0.63297 -0.45109 -0.06208 0.060094 0.54345 -0.63418 -0.33658 -0.85798

118
Tabel 2. Korelasi Antara Kelimpahan Serangga dengan Faktor pH Tanah

OncopoduraEuborelliaforficula Aphaenogaster
Brachymyrmex
Pogonomyrmex
Ponera Camponotus PrenolepisLeptogenysAphaenogaster
Neoscapteriscus
Gryllus BlapstinusAnisodactylus
Dromius agonum Lathrobrium Atrecus AmblonoxiaCyrtepistomus
Pangaeus IsthmocorisPagasa PeriplanetaParcoblattapH tanah
Oncopodura 0.48307 0.51552 0.71319 0.22128 0.37917 0.83318 0.63502 0.35899 0.024799 0.12341 0.79338 0.68183 0.046139 0.35899 0.61297 0.4678 0.16419 0.35899 0.72247 0.94338 0.53059 0.4058 0.3618 0.32088 0.3018 0.021215
Euborellia -0.3602 0.000291 0.68643 0.79897 0.71316 0.006517 0.493 0.704 0.432 0.093784 0.54147 0.54147 0.12158 0.704 0.27106 0.045947 0.29799 0.704 0.704 0.050761 0.97375 0.58078 0.704 0.57339 0.54147 0.10599
forficula -0.33559 0.98603 0.55168 0.86284 0.66045 0.018307 0.43224 0.64973 0.46514 0.11733 0.46216 0.68241 0.17863 0.64973 0.25101 0.078941 0.32251 0.64973 0.94902 0.08552 0.80914 0.50699 0.64973 0.77769 0.68241 0.11714
Aphaenogaster
0.19363 0.21223 0.30869 0.33882 0.40878 0.6875 0.8635 0.26622 0.31791 0.77121 0.24855 1 0.56576 0.75465 0.96254 0.7245 0.88403 0.75465 0.26622 0.78434 0.40843 0.82977 0.31791 0.6123 0.045551 0.92825
Brachymyrmex
-0.58635 0.13484 0.091694 -0.47695 0.90222 0.89529 0.32892 0.004636 0.26941 0.079064 0.39916 0.27621 0.43291 0.60529 0.10291 0.21284 0.72996 0.60529 0.60529 0.79003 0.43053 0.66252 0.60529 0.4386 0.39916 0.5385
Pogonomyrmex0.44283 -0.19365 -0.23045 0.41859 -0.06528 0.99442 0.077064 1 0.070484 0.70146 0.35952 0.77215 0.30811 0.4481 0.90545 0.90856 0.29673 0.4481 0.71316 0.88638 0.26635 0.77408 0.001497 0.58618 0.19626 0.36186
Ponera -0.11168 0.93334 0.88739 0.21149 -0.06992 0.003719 0.58916 0.45712 0.76012 0.27247 0.75625 0.20682 0.23373 0.70993 0.49614 0.08958 0.3773 0.70993 0.45712 0.021571 0.76158 0.63935 0.94817 0.46167 0.60028 0.28524
Camponotus0.24843 -0.35262 -0.39981 -0.09126 0.48554 0.76385 -0.28132 0.21026 0.36909 0.91868 0.33579 0.5829 0.39333 0.25835 0.46418 0.8298 0.066905 0.25835 0.65247 0.86046 0.077587 0.50912 0.21026 0.62146 0.5829 0.31846
Prenolepis -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.54237 0.94388 0 -0.38025 0.59765 0.432 0.30569 0.54147 0.17781 0.75983 0.704 0.27106 0.54289 0.49511 0.704 0.704 0.80517 0.42883 0.80517 0.704 0.57339 0.54147 0.88835
Leptogenys 0.86851 -0.4 -0.37401 0.4952 -0.53936 0.7746 -0.16132 0.45123 -0.4 0.14801 0.76481 0.76481 0.027479 0.432 0.64061 0.38108 0.18823 0.432 0.704 0.72873 0.59096 0.61702 0.056 0.57339 0.061199 0.058479
Aphaenogaster
-0.69751 0.73828 0.70549 -0.15374 0.76067 -0.20177 0.53649 0.054265 0.50608 -0.66683 0.3137 0.73457 0.081729 0.64111 0.048136 0.013765 0.59916 0.64111 0.59121 0.24382 0.73481 0.59636 0.51841 0.35639 0.32975 0.091607
Neoscapteriscus
0.13863 -0.31623 -0.37632 -0.55928 -0.4264 -0.45928 -0.16397 -0.47957 -0.31623 -0.15811 -0.49894 0.3125 0.87262 0.17781 0.071414 0.43367 0.56508 0.17781 0.54147 0.87635 0.83465 0.2719 0.54147 1 0.3125 0.76612
Gryllus 0.21544 0.31623 0.21504 -1.66E-17 -0.533 0.15309 0.60123 -0.28585 -0.63246 0.15811 -0.17886 0.5 0.62526 0.54147 0.35415 0.85099 0.39853 0.54147 0.17781 0.36531 0.71309 0.52233 0.54147 0.35523 0.63281 0.88233
Blapstinus -0.81908 0.6999 0.63154 -0.29835 0.39927 -0.50391 0.57383 -0.43117 0.16151 -0.86141 0.75649 0.085126 0.25538 0.46146 0.63272 0.16191 0.068625 0.46146 0.33007 0.3455 0.82415 0.57946 0.33007 0.20397 0.075646 0.010109
Anisodactylus
-0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 0.097152 0.38108 0.1002 1.50E-20 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.46662
Dromius 0.26416 -0.53781 -0.5569 -0.02498 -0.72519 -0.06312 -0.35023 -0.37475 -0.53781 0.24446 -0.81507 0.77305 0.46383 -0.25006 0.73338 0.058085 0.6101 0.097152 0.92672 0.30738 0.501 0.096382 0.78156 0.89283 0.88427 0.57766
agonum -0.37195 0.81947 0.76086 -0.18581 0.59498 -0.06103 0.7445 0.11396 0.31518 -0.44125 0.90261 -0.39867 0.099668 0.65047 -0.44125 -0.79617 0.8012 0.38108 0.38108 0.032835 0.37441 0.34765 0.71972 0.35704 0.31437 0.27367
Lathrobrium-0.64784 0.51301 0.49116 0.077466 -0.18204 -0.51415 0.44439 -0.78063 -0.35101 -0.62102 0.27409 0.29884 0.42692 0.77771 0.72902 0.26622 0.13332 0.1002 0.71987 0.81576 0.21935 0.1852 0.49511 0.48892 0.39853 0.040359
Atrecus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 1 0.73338 -0.44125 0.72902 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.46662
Amblonoxia0.18721 -0.2 -0.034 0.54237 -0.26968 -0.19365 -0.38025 -0.23607 -0.2 0.2 -0.27983 -0.31623 -0.63246 -0.48454 -0.2 -0.04889 -0.44125 -0.18901 -0.2 0.37758 0.16446 0.58078 0.704 0.021312 0.17781 0.74163
Cyrtepistomus
0.037767 0.80992 0.75064 -0.14478 0.14092 -0.07589 0.87755 -0.0933 -0.13063 -0.18289 0.56388 -0.08262 0.45441 0.47121 -0.44415 -0.50456 0.84816 0.12345 -0.44415 -0.44415 0.36466 0.2954 0.80517 0.60802 0.36531 0.57856
Pangaeus -0.32431 0.017501 0.12793 0.41888 -0.40117 -0.54224 -0.16032 -0.76302 -0.40252 -0.28001 -0.1787 0.11068 -0.1937 0.11778 0.54253 0.34654 -0.44679 0.58831 0.54253 0.64753 -0.45495 0.42043 0.42883 0.38803 0.71309 0.43995
Isthmocoris-0.42101 -0.28739 -0.34201 -0.11398 -0.22899 -0.15178 -0.24535 -0.3404 -0.13063 -0.26126 -0.27611 0.53703 0.33048 0.28835 0.96668 0.73449 -0.46937 0.62431 0.96668 -0.28739 -0.51536 0.40923 0.96082 0.40618 0.69458 0.57856
Pagasa 0.45736 -0.2 -0.23801 0.4952 -0.26968 0.96825 0.034568 0.59765 -0.2 0.8 -0.33342 -0.31623 0.31623 -0.48454 -0.2 0.14668 -0.18911 -0.35101 -0.2 -0.2 -0.13063 -0.40252 0.026126 0.57339 0.17781 0.40385
Periplaneta 0.49259 -0.29277 -0.14932 0.26465 -0.39477 -0.28347 -0.37671 -0.25809 -0.29277 0.29277 -0.46192 -1.28E-17 -0.46291 -0.60422 -0.29277 0.071571 -0.46137 -0.35573 -0.29277 0.87831 -0.26772 0.43552 -0.4207 -0.29277 0.35523 0.37201
Parcoblatta 0.50957 -0.31623 -0.21504 0.82027 -0.4264 0.61237 -0.27328 0.28585 -0.31623 0.79057 -0.48481 -0.5 -0.25 -0.76613 -0.31623 0.077305 -0.49834 -0.42692 -0.31623 0.63246 -0.45441 0.1937 -0.20655 0.63246 0.46291 0.34499
pH tanah 0.87859 -0.72088 -0.70574 -0.04787 -0.31843 0.4573 -0.52465 0.49472 -0.07457 0.79546 -0.74148 0.15722 -0.07861 -0.91674 -0.37287 0.28966 -0.53537 -0.83115 -0.37287 0.17401 -0.28901 -0.39371 -0.28901 0.42259 0.44879 0.47165

119
Tabel 3. Korelasi Antara Kelimpahan Serangga dengan Faktor Bahan Organik.

Oncopodura Euborelliaforficula Aphaenogaster


Brachymyrmex
Pogonomyrmex
Ponera Camponotus PrenolepisLeptogenysAphaenogaster
Neoscapteriscus
Gryllus BlapstinusAnisodactylus
Dromius agonum Lathrobrium Atrecus AmblonoxiaCyrtepistomus
Pangaeus IsthmocorisPagasa PeriplanetaParcoblattaBO
Oncopodura 0.48307 0.51552 0.71319 0.22128 0.37917 0.83318 0.63502 0.35899 0.024799 0.12341 0.79338 0.68183 0.046139 0.35899 0.61297 0.4678 0.16419 0.35899 0.72247 0.94338 0.53059 0.4058 0.3618 0.32088 0.3018 0.42877
Euborellia -0.3602 0.000291 0.68643 0.79897 0.71316 0.006517 0.493 0.704 0.432 0.093784 0.54147 0.54147 0.12158 0.704 0.27106 0.045947 0.29799 0.704 0.704 0.050761 0.97375 0.58078 0.704 0.57339 0.54147 0.91653
forficula -0.33559 0.98603 0.55168 0.86284 0.66045 0.018307 0.43224 0.64973 0.46514 0.11733 0.46216 0.68241 0.17863 0.64973 0.25101 0.078941 0.32251 0.64973 0.94902 0.08552 0.80914 0.50699 0.64973 0.77769 0.68241 0.91922
Aphaenogaster 0.19363 0.21223 0.30869 0.33882 0.40878 0.6875 0.8635 0.26622 0.31791 0.77121 0.24855 1 0.56576 0.75465 0.96254 0.7245 0.88403 0.75465 0.26622 0.78434 0.40843 0.82977 0.31791 0.6123 0.045551 0.2557
Brachymyrmex -0.58635 0.13484 0.091694 -0.47695 0.90222 0.89529 0.32892 0.004636 0.26941 0.079064 0.39916 0.27621 0.43291 0.60529 0.10291 0.21284 0.72996 0.60529 0.60529 0.79003 0.43053 0.66252 0.60529 0.4386 0.39916 0.93288
Pogonomyrmex 0.44283 -0.19365 -0.23045 0.41859 -0.06528 0.99442 0.077064 1 0.070484 0.70146 0.35952 0.77215 0.30811 0.4481 0.90545 0.90856 0.29673 0.4481 0.71316 0.88638 0.26635 0.77408 0.001497 0.58618 0.19626 0.41165
Ponera -0.11168 0.93334 0.88739 0.21149 -0.06992 0.003719 0.58916 0.45712 0.76012 0.27247 0.75625 0.20682 0.23373 0.70993 0.49614 0.08958 0.3773 0.70993 0.45712 0.021571 0.76158 0.63935 0.94817 0.46167 0.60028 0.86888
Camponotus 0.24843 -0.35262 -0.39981 -0.09126 0.48554 0.76385 -0.28132 0.21026 0.36909 0.91868 0.33579 0.5829 0.39333 0.25835 0.46418 0.8298 0.066905 0.25835 0.65247 0.86046 0.077587 0.50912 0.21026 0.62146 0.5829 0.8552
Prenolepis -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.54237 0.94388 0 -0.38025 0.59765 0.432 0.30569 0.54147 0.17781 0.75983 0.704 0.27106 0.54289 0.49511 0.704 0.704 0.80517 0.42883 0.80517 0.704 0.57339 0.54147 0.96144
Leptogenys 0.86851 -0.4 -0.37401 0.4952 -0.53936 0.7746 -0.16132 0.45123 -0.4 0.14801 0.76481 0.76481 0.027479 0.432 0.64061 0.38108 0.18823 0.432 0.704 0.72873 0.59096 0.61702 0.056 0.57339 0.061199 0.88134
Aphaenogaster -0.69751 0.73828 0.70549 -0.15374 0.76067 -0.20177 0.53649 0.054265 0.50608 -0.66683 0.3137 0.73457 0.081729 0.64111 0.048136 0.013765 0.59916 0.64111 0.59121 0.24382 0.73481 0.59636 0.51841 0.35639 0.32975 0.99436
Neoscapteriscus 0.13863 -0.31623 -0.37632 -0.55928 -0.4264 -0.45928 -0.16397 -0.47957 -0.31623 -0.15811 -0.49894 0.3125 0.87262 0.17781 0.071414 0.43367 0.56508 0.17781 0.54147 0.87635 0.83465 0.2719 0.54147 1 0.3125 0.49785
Gryllus 0.21544 0.31623 0.21504 -1.66E-17 -0.533 0.15309 0.60123 -0.28585 -0.63246 0.15811 -0.17886 0.5 0.62526 0.54147 0.35415 0.85099 0.39853 0.54147 0.17781 0.36531 0.71309 0.52233 0.54147 0.35523 0.63281 0.98984
Blapstinus -0.81908 0.6999 0.63154 -0.29835 0.39927 -0.50391 0.57383 -0.43117 0.16151 -0.86141 0.75649 0.085126 0.25538 0.46146 0.63272 0.16191 0.068625 0.46146 0.33007 0.3455 0.82415 0.57946 0.33007 0.20397 0.075646 0.87628
Anisodactylus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 0.097152 0.38108 0.1002 1.50E-20 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.39658
Dromius 0.26416 -0.53781 -0.5569 -0.02498 -0.72519 -0.06312 -0.35023 -0.37475 -0.53781 0.24446 -0.81507 0.77305 0.46383 -0.25006 0.73338 0.058085 0.6101 0.097152 0.92672 0.30738 0.501 0.096382 0.78156 0.89283 0.88427 0.72962
agonum -0.37195 0.81947 0.76086 -0.18581 0.59498 -0.06103 0.7445 0.11396 0.31518 -0.44125 0.90261 -0.39867 0.099668 0.65047 -0.44125 -0.79617 0.8012 0.38108 0.38108 0.032835 0.37441 0.34765 0.71972 0.35704 0.31437 0.64317
Lathrobrium -0.64784 0.51301 0.49116 0.077466 -0.18204 -0.51415 0.44439 -0.78063 -0.35101 -0.62102 0.27409 0.29884 0.42692 0.77771 0.72902 0.26622 0.13332 0.1002 0.71987 0.81576 0.21935 0.1852 0.49511 0.48892 0.39853 0.49925
Atrecus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 1 0.73338 -0.44125 0.72902 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.39658
Amblonoxia 0.18721 -0.2 -0.034 0.54237 -0.26968 -0.19365 -0.38025 -0.23607 -0.2 0.2 -0.27983 -0.31623 -0.63246 -0.48454 -0.2 -0.04889 -0.44125 -0.18901 -0.2 0.37758 0.16446 0.58078 0.704 0.021312 0.17781 0.97429
Cyrtepistomus 0.037767 0.80992 0.75064 -0.14478 0.14092 -0.07589 0.87755 -0.0933 -0.13063 -0.18289 0.56388 -0.08262 0.45441 0.47121 -0.44415 -0.50456 0.84816 0.12345 -0.44415 -0.44415 0.36466 0.2954 0.80517 0.60802 0.36531 0.31139
Pangaeus -0.32431 0.017501 0.12793 0.41888 -0.40117 -0.54224 -0.16032 -0.76302 -0.40252 -0.28001 -0.1787 0.11068 -0.1937 0.11778 0.54253 0.34654 -0.44679 0.58831 0.54253 0.64753 -0.45495 0.42043 0.42883 0.38803 0.71309 0.51901
Isthmocoris -0.42101 -0.28739 -0.34201 -0.11398 -0.22899 -0.15178 -0.24535 -0.3404 -0.13063 -0.26126 -0.27611 0.53703 0.33048 0.28835 0.96668 0.73449 -0.46937 0.62431 0.96668 -0.28739 -0.51536 0.40923 0.96082 0.40618 0.69458 0.23099
Pagasa 0.45736 -0.2 -0.23801 0.4952 -0.26968 0.96825 0.034568 0.59765 -0.2 0.8 -0.33342 -0.31623 0.31623 -0.48454 -0.2 0.14668 -0.18911 -0.35101 -0.2 -0.2 -0.13063 -0.40252 0.026126 0.57339 0.17781 0.30619
Periplaneta 0.49259 -0.29277 -0.14932 0.26465 -0.39477 -0.28347 -0.37671 -0.25809 -0.29277 0.29277 -0.46192 -1.28E-17 -0.46291 -0.60422 -0.29277 0.071571 -0.46137 -0.35573 -0.29277 0.87831 -0.26772 0.43552 -0.4207 -0.29277 0.35523 0.42231
Parcoblatta 0.50957 -0.31623 -0.21504 0.82027 -0.4264 0.61237 -0.27328 0.28585 -0.31623 0.79057 -0.48481 -0.5 -0.25 -0.76613 -0.31623 0.077305 -0.49834 -0.42692 -0.31623 0.63246 -0.45441 0.1937 -0.20655 0.63246 0.46291 0.41536
BO 0.40257 0.055705 0.053907 -0.55239 0.044779 -0.41628 0.087641 -0.09684 0.02571 -0.07927 -0.00376 0.34892 -0.00678 -0.08267 -0.4285 -0.18227 0.24265 -0.34787 -0.4285 -0.01714 0.50099 -0.33296 -0.57656 -0.50563 0.40772 -0.41329

120
Tabel 4. Korelasi Antara Kelimpahan Serangga dengan Faktor C Organik.

OncopoduraEuborelliaforficula Aphaenogaster
Brachymyrmex
Pogonomyrmex
Ponera Camponotus PrenolepisLeptogenysAphaenogaster
Neoscapteriscus
Gryllus BlapstinusAnisodactylus
Dromius agonum Lathrobrium Atrecus AmblonoxiaCyrtepistomus
Pangaeus IsthmocorisPagasa PeriplanetaParcoblattaC organik
Oncopodura 0.48307 0.51552 0.71319 0.22128 0.37917 0.83318 0.63502 0.35899 0.024799 0.12341 0.79338 0.68183 0.046139 0.35899 0.61297 0.4678 0.16419 0.35899 0.72247 0.94338 0.53059 0.4058 0.3618 0.32088 0.3018 0.42872
Euborellia -0.3602 0.000291 0.68643 0.79897 0.71316 0.006517 0.493 0.704 0.432 0.093784 0.54147 0.54147 0.12158 0.704 0.27106 0.045947 0.29799 0.704 0.704 0.050761 0.97375 0.58078 0.704 0.57339 0.54147 0.91515
forficula -0.33559 0.98603 0.55168 0.86284 0.66045 0.018307 0.43224 0.64973 0.46514 0.11733 0.46216 0.68241 0.17863 0.64973 0.25101 0.078941 0.32251 0.64973 0.94902 0.08552 0.80914 0.50699 0.64973 0.77769 0.68241 0.91783
Aphaenogaster
0.19363 0.21223 0.30869 0.33882 0.40878 0.6875 0.8635 0.26622 0.31791 0.77121 0.24855 1 0.56576 0.75465 0.96254 0.7245 0.88403 0.75465 0.26622 0.78434 0.40843 0.82977 0.31791 0.6123 0.045551 0.25625
Brachymyrmex
-0.58635 0.13484 0.091694 -0.47695 0.90222 0.89529 0.32892 0.004636 0.26941 0.079064 0.39916 0.27621 0.43291 0.60529 0.10291 0.21284 0.72996 0.60529 0.60529 0.79003 0.43053 0.66252 0.60529 0.4386 0.39916 0.93033
Pogonomyrmex0.44283 -0.19365 -0.23045 0.41859 -0.06528 0.99442 0.077064 1 0.070484 0.70146 0.35952 0.77215 0.30811 0.4481 0.90545 0.90856 0.29673 0.4481 0.71316 0.88638 0.26635 0.77408 0.001497 0.58618 0.19626 0.41348
Ponera -0.11168 0.93334 0.88739 0.21149 -0.06992 0.003719 0.58916 0.45712 0.76012 0.27247 0.75625 0.20682 0.23373 0.70993 0.49614 0.08958 0.3773 0.70993 0.45712 0.021571 0.76158 0.63935 0.94817 0.46167 0.60028 0.86779
Camponotus0.24843 -0.35262 -0.39981 -0.09126 0.48554 0.76385 -0.28132 0.21026 0.36909 0.91868 0.33579 0.5829 0.39333 0.25835 0.46418 0.8298 0.066905 0.25835 0.65247 0.86046 0.077587 0.50912 0.21026 0.62146 0.5829 0.85817
Prenolepis -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.54237 0.94388 0 -0.38025 0.59765 0.432 0.30569 0.54147 0.17781 0.75983 0.704 0.27106 0.54289 0.49511 0.704 0.704 0.80517 0.42883 0.80517 0.704 0.57339 0.54147 0.95939
Leptogenys 0.86851 -0.4 -0.37401 0.4952 -0.53936 0.7746 -0.16132 0.45123 -0.4 0.14801 0.76481 0.76481 0.027479 0.432 0.64061 0.38108 0.18823 0.432 0.704 0.72873 0.59096 0.61702 0.056 0.57339 0.061199 0.88206
Aphaenogaster
-0.69751 0.73828 0.70549 -0.15374 0.76067 -0.20177 0.53649 0.054265 0.50608 -0.66683 0.3137 0.73457 0.081729 0.64111 0.048136 0.013765 0.59916 0.64111 0.59121 0.24382 0.73481 0.59636 0.51841 0.35639 0.32975 0.99681
Neoscapteriscus
0.13863 -0.31623 -0.37632 -0.55928 -0.4264 -0.45928 -0.16397 -0.47957 -0.31623 -0.15811 -0.49894 0.3125 0.87262 0.17781 0.071414 0.43367 0.56508 0.17781 0.54147 0.87635 0.83465 0.2719 0.54147 1 0.3125 0.50109
Gryllus 0.21544 0.31623 0.21504 -1.66E-17 -0.533 0.15309 0.60123 -0.28585 -0.63246 0.15811 -0.17886 0.5 0.62526 0.54147 0.35415 0.85099 0.39853 0.54147 0.17781 0.36531 0.71309 0.52233 0.54147 0.35523 0.63281 0.98832
Blapstinus -0.81908 0.6999 0.63154 -0.29835 0.39927 -0.50391 0.57383 -0.43117 0.16151 -0.86141 0.75649 0.085126 0.25538 0.46146 0.63272 0.16191 0.068625 0.46146 0.33007 0.3455 0.82415 0.57946 0.33007 0.20397 0.075646 0.87601
Anisodactylus
-0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 0.097152 0.38108 0.1002 1.50E-20 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.3937
Dromius 0.26416 -0.53781 -0.5569 -0.02498 -0.72519 -0.06312 -0.35023 -0.37475 -0.53781 0.24446 -0.81507 0.77305 0.46383 -0.25006 0.73338 0.058085 0.6101 0.097152 0.92672 0.30738 0.501 0.096382 0.78156 0.89283 0.88427 0.72599
agonum -0.37195 0.81947 0.76086 -0.18581 0.59498 -0.06103 0.7445 0.11396 0.31518 -0.44125 0.90261 -0.39867 0.099668 0.65047 -0.44125 -0.79617 0.8012 0.38108 0.38108 0.032835 0.37441 0.34765 0.71972 0.35704 0.31437 0.64064
Lathrobrium-0.64784 0.51301 0.49116 0.077466 -0.18204 -0.51415 0.44439 -0.78063 -0.35101 -0.62102 0.27409 0.29884 0.42692 0.77771 0.72902 0.26622 0.13332 0.1002 0.71987 0.81576 0.21935 0.1852 0.49511 0.48892 0.39853 0.4973
Atrecus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 1 0.73338 -0.44125 0.72902 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.3937
Amblonoxia0.18721 -0.2 -0.034 0.54237 -0.26968 -0.19365 -0.38025 -0.23607 -0.2 0.2 -0.27983 -0.31623 -0.63246 -0.48454 -0.2 -0.04889 -0.44125 -0.18901 -0.2 0.37758 0.16446 0.58078 0.704 0.021312 0.17781 0.97415
Cyrtepistomus
0.037767 0.80992 0.75064 -0.14478 0.14092 -0.07589 0.87755 -0.0933 -0.13063 -0.18289 0.56388 -0.08262 0.45441 0.47121 -0.44415 -0.50456 0.84816 0.12345 -0.44415 -0.44415 0.36466 0.2954 0.80517 0.60802 0.36531 0.31018
Pangaeus -0.32431 0.017501 0.12793 0.41888 -0.40117 -0.54224 -0.16032 -0.76302 -0.40252 -0.28001 -0.1787 0.11068 -0.1937 0.11778 0.54253 0.34654 -0.44679 0.58831 0.54253 0.64753 -0.45495 0.42043 0.42883 0.38803 0.71309 0.51685
Isthmocoris-0.42101 -0.28739 -0.34201 -0.11398 -0.22899 -0.15178 -0.24535 -0.3404 -0.13063 -0.26126 -0.27611 0.53703 0.33048 0.28835 0.96668 0.73449 -0.46937 0.62431 0.96668 -0.28739 -0.51536 0.40923 0.96082 0.40618 0.69458 0.22894
Pagasa 0.45736 -0.2 -0.23801 0.4952 -0.26968 0.96825 0.034568 0.59765 -0.2 0.8 -0.33342 -0.31623 0.31623 -0.48454 -0.2 0.14668 -0.18911 -0.35101 -0.2 -0.2 -0.13063 -0.40252 0.026126 0.57339 0.17781 0.3072
Periplaneta 0.49259 -0.29277 -0.14932 0.26465 -0.39477 -0.28347 -0.37671 -0.25809 -0.29277 0.29277 -0.46192 -1.28E-17 -0.46291 -0.60422 -0.29277 0.071571 -0.46137 -0.35573 -0.29277 0.87831 -0.26772 0.43552 -0.4207 -0.29277 0.35523 0.42288
Parcoblatta 0.50957 -0.31623 -0.21504 0.82027 -0.4264 0.61237 -0.27328 0.28585 -0.31623 0.79057 -0.48481 -0.5 -0.25 -0.76613 -0.31623 0.077305 -0.49834 -0.42692 -0.31623 0.63246 -0.45441 0.1937 -0.20655 0.63246 0.46291 0.41616
C organik 0.40261 0.056628 0.054832 -0.55185 0.046478 -0.4148 0.088372 -0.09484 0.027083 -0.07879 -0.00213 0.34647 -0.00779 -0.08285 -0.43087 -0.18478 0.24444 -0.34934 -0.43087 -0.01724 0.50206 -0.33458 -0.57861 -0.50473 0.40727 -0.41265

121
Tabel 5. Korelasi Antara Kelimpahan Serangga dengan Faktor N Total.

OncopoduraEuborelliaforficula Aphaenogaster
Brachymyrmex
Pogonomyrmex
Ponera Camponotus PrenolepisLeptogenysAphaenogaster
Neoscapteriscus
Gryllus BlapstinusAnisodactylus
Dromius agonum Lathrobrium Atrecus AmblonoxiaCyrtepistomus
Pangaeus IsthmocorisPagasa PeriplanetaParcoblattaN total (%)
Oncopodura 0.48307 0.51552 0.71319 0.22128 0.37917 0.83318 0.63502 0.35899 0.024799 0.12341 0.79338 0.68183 0.046139 0.35899 0.61297 0.4678 0.16419 0.35899 0.72247 0.94338 0.53059 0.4058 0.3618 0.32088 0.3018 0.87766
Euborellia -0.3602 0.000291 0.68643 0.79897 0.71316 0.006517 0.493 0.704 0.432 0.093784 0.54147 0.54147 0.12158 0.704 0.27106 0.045947 0.29799 0.704 0.704 0.050761 0.97375 0.58078 0.704 0.57339 0.54147 0.16832
forficula -0.33559 0.98603 0.55168 0.86284 0.66045 0.018307 0.43224 0.64973 0.46514 0.11733 0.46216 0.68241 0.17863 0.64973 0.25101 0.078941 0.32251 0.64973 0.94902 0.08552 0.80914 0.50699 0.64973 0.77769 0.68241 0.12697
Aphaenogaster0.19363 0.21223 0.30869 0.33882 0.40878 0.6875 0.8635 0.26622 0.31791 0.77121 0.24855 1 0.56576 0.75465 0.96254 0.7245 0.88403 0.75465 0.26622 0.78434 0.40843 0.82977 0.31791 0.6123 0.045551 0.93799
Brachymyrmex-0.58635 0.13484 0.091694 -0.47695 0.90222 0.89529 0.32892 0.004636 0.26941 0.079064 0.39916 0.27621 0.43291 0.60529 0.10291 0.21284 0.72996 0.60529 0.60529 0.79003 0.43053 0.66252 0.60529 0.4386 0.39916 0.97044
Pogonomyrmex 0.44283 -0.19365 -0.23045 0.41859 -0.06528 0.99442 0.077064 1 0.070484 0.70146 0.35952 0.77215 0.30811 0.4481 0.90545 0.90856 0.29673 0.4481 0.71316 0.88638 0.26635 0.77408 0.001497 0.58618 0.19626 0.27541
Ponera -0.11168 0.93334 0.88739 0.21149 -0.06992 0.003719 0.58916 0.45712 0.76012 0.27247 0.75625 0.20682 0.23373 0.70993 0.49614 0.08958 0.3773 0.70993 0.45712 0.021571 0.76158 0.63935 0.94817 0.46167 0.60028 0.25216
Camponotus0.24843 -0.35262 -0.39981 -0.09126 0.48554 0.76385 -0.28132 0.21026 0.36909 0.91868 0.33579 0.5829 0.39333 0.25835 0.46418 0.8298 0.066905 0.25835 0.65247 0.86046 0.077587 0.50912 0.21026 0.62146 0.5829 0.35994
Prenolepis -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.54237 0.94388 0 -0.38025 0.59765 0.432 0.30569 0.54147 0.17781 0.75983 0.704 0.27106 0.54289 0.49511 0.704 0.704 0.80517 0.42883 0.80517 0.704 0.57339 0.54147 0.6556
Leptogenys 0.86851 -0.4 -0.37401 0.4952 -0.53936 0.7746 -0.16132 0.45123 -0.4 0.14801 0.76481 0.76481 0.027479 0.432 0.64061 0.38108 0.18823 0.432 0.704 0.72873 0.59096 0.61702 0.056 0.57339 0.061199 0.59125
Aphaenogaster
-0.69751 0.73828 0.70549 -0.15374 0.76067 -0.20177 0.53649 0.054265 0.50608 -0.66683 0.3137 0.73457 0.081729 0.64111 0.048136 0.013765 0.59916 0.64111 0.59121 0.24382 0.73481 0.59636 0.51841 0.35639 0.32975 0.46955
Neoscapteriscus
0.13863 -0.31623 -0.37632 -0.55928 -0.4264 -0.45928 -0.16397 -0.47957 -0.31623 -0.15811 -0.49894 0.3125 0.87262 0.17781 0.071414 0.43367 0.56508 0.17781 0.54147 0.87635 0.83465 0.2719 0.54147 1 0.3125 0.9505
Gryllus 0.21544 0.31623 0.21504 -1.66E-17 -0.533 0.15309 0.60123 -0.28585 -0.63246 0.15811 -0.17886 0.5 0.62526 0.54147 0.35415 0.85099 0.39853 0.54147 0.17781 0.36531 0.71309 0.52233 0.54147 0.35523 0.63281 0.98019
Blapstinus -0.81908 0.6999 0.63154 -0.29835 0.39927 -0.50391 0.57383 -0.43117 0.16151 -0.86141 0.75649 0.085126 0.25538 0.46146 0.63272 0.16191 0.068625 0.46146 0.33007 0.3455 0.82415 0.57946 0.33007 0.20397 0.075646 0.60825
Anisodactylus
-0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 0.097152 0.38108 0.1002 1.50E-20 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.38949
Dromius 0.26416 -0.53781 -0.5569 -0.02498 -0.72519 -0.06312 -0.35023 -0.37475 -0.53781 0.24446 -0.81507 0.77305 0.46383 -0.25006 0.73338 0.058085 0.6101 0.097152 0.92672 0.30738 0.501 0.096382 0.78156 0.89283 0.88427 0.37153
agonum -0.37195 0.81947 0.76086 -0.18581 0.59498 -0.06103 0.7445 0.11396 0.31518 -0.44125 0.90261 -0.39867 0.099668 0.65047 -0.44125 -0.79617 0.8012 0.38108 0.38108 0.032835 0.37441 0.34765 0.71972 0.35704 0.31437 0.28039
Lathrobrium-0.64784 0.51301 0.49116 0.077466 -0.18204 -0.51415 0.44439 -0.78063 -0.35101 -0.62102 0.27409 0.29884 0.42692 0.77771 0.72902 0.26622 0.13332 0.1002 0.71987 0.81576 0.21935 0.1852 0.49511 0.48892 0.39853 0.8483
Atrecus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 1 0.73338 -0.44125 0.72902 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.38949
Amblonoxia0.18721 -0.2 -0.034 0.54237 -0.26968 -0.19365 -0.38025 -0.23607 -0.2 0.2 -0.27983 -0.31623 -0.63246 -0.48454 -0.2 -0.04889 -0.44125 -0.18901 -0.2 0.37758 0.16446 0.58078 0.704 0.021312 0.17781 0.67938
Cyrtepistomus
0.037767 0.80992 0.75064 -0.14478 0.14092 -0.07589 0.87755 -0.0933 -0.13063 -0.18289 0.56388 -0.08262 0.45441 0.47121 -0.44415 -0.50456 0.84816 0.12345 -0.44415 -0.44415 0.36466 0.2954 0.80517 0.60802 0.36531 0.11052
Pangaeus -0.32431 0.017501 0.12793 0.41888 -0.40117 -0.54224 -0.16032 -0.76302 -0.40252 -0.28001 -0.1787 0.11068 -0.1937 0.11778 0.54253 0.34654 -0.44679 0.58831 0.54253 0.64753 -0.45495 0.42043 0.42883 0.38803 0.71309 0.89057
Isthmocoris-0.42101 -0.28739 -0.34201 -0.11398 -0.22899 -0.15178 -0.24535 -0.3404 -0.13063 -0.26126 -0.27611 0.53703 0.33048 0.28835 0.96668 0.73449 -0.46937 0.62431 0.96668 -0.28739 -0.51536 0.40923 0.96082 0.40618 0.69458 0.17357
Pagasa 0.45736 -0.2 -0.23801 0.4952 -0.26968 0.96825 0.034568 0.59765 -0.2 0.8 -0.33342 -0.31623 0.31623 -0.48454 -0.2 0.14668 -0.18911 -0.35101 -0.2 -0.2 -0.13063 -0.40252 0.026126 0.57339 0.17781 0.22294
Periplaneta 0.49259 -0.29277 -0.14932 0.26465 -0.39477 -0.28347 -0.37671 -0.25809 -0.29277 0.29277 -0.46192 -1.28E-17 -0.46291 -0.60422 -0.29277 0.071571 -0.46137 -0.35573 -0.29277 0.87831 -0.26772 0.43552 -0.4207 -0.29277 0.35523 0.42763
Parcoblatta 0.50957 -0.31623 -0.21504 0.82027 -0.4264 0.61237 -0.27328 0.28585 -0.31623 0.79057 -0.48481 -0.5 -0.25 -0.76613 -0.31623 0.077305 -0.49834 -0.42692 -0.31623 0.63246 -0.45441 0.1937 -0.20655 0.63246 0.46291 0.57646
N total (%) 0.081743 0.64312 0.69292 -0.04136 -0.01971 -0.53374 0.55579 -0.45893 -0.23386 -0.2798 0.3706 -0.03302 0.013206 0.26755 -0.43431 -0.44919 0.52912 0.10148 -0.43431 0.21716 0.71465 0.073085 -0.63718 -0.58465 0.40347 -0.29053

122
Tabel 6. Korelasi Antara Kelimpahan Serangga dengan Faktor C/N Nisbah.

OncopoduraEuborelliaforficula Aphaenogaster
Brachymyrmex
Pogonomyrmex
Ponera Camponotus PrenolepisLeptogenysAphaenogaster
Neoscapteriscus
Gryllus BlapstinusAnisodactylus
Dromius agonum Lathrobrium Atrecus AmblonoxiaCyrtepistomus
Pangaeus IsthmocorisPagasa PeriplanetaParcoblattaC/N Nisbah
Oncopodura 0.48307 0.51552 0.71319 0.22128 0.37917 0.83318 0.63502 0.35899 0.024799 0.12341 0.79338 0.68183 0.046139 0.35899 0.61297 0.4678 0.16419 0.35899 0.72247 0.94338 0.53059 0.4058 0.3618 0.32088 0.3018 0.79488
Euborellia -0.3602 0.000291 0.68643 0.79897 0.71316 0.006517 0.493 0.704 0.432 0.093784 0.54147 0.54147 0.12158 0.704 0.27106 0.045947 0.29799 0.704 0.704 0.050761 0.97375 0.58078 0.704 0.57339 0.54147 0.70017
forficula -0.33559 0.98603 0.55168 0.86284 0.66045 0.018307 0.43224 0.64973 0.46514 0.11733 0.46216 0.68241 0.17863 0.64973 0.25101 0.078941 0.32251 0.64973 0.94902 0.08552 0.80914 0.50699 0.64973 0.77769 0.68241 0.63303
Aphaenogaster
0.19363 0.21223 0.30869 0.33882 0.40878 0.6875 0.8635 0.26622 0.31791 0.77121 0.24855 1 0.56576 0.75465 0.96254 0.7245 0.88403 0.75465 0.26622 0.78434 0.40843 0.82977 0.31791 0.6123 0.045551 0.02767
Brachymyrmex
-0.58635 0.13484 0.091694 -0.47695 0.90222 0.89529 0.32892 0.004636 0.26941 0.079064 0.39916 0.27621 0.43291 0.60529 0.10291 0.21284 0.72996 0.60529 0.60529 0.79003 0.43053 0.66252 0.60529 0.4386 0.39916 0.10728
Pogonomyrmex0.44283 -0.19365 -0.23045 0.41859 -0.06528 0.99442 0.077064 1 0.070484 0.70146 0.35952 0.77215 0.30811 0.4481 0.90545 0.90856 0.29673 0.4481 0.71316 0.88638 0.26635 0.77408 0.001497 0.58618 0.19626 0.55644
Ponera -0.11168 0.93334 0.88739 0.21149 -0.06992 0.003719 0.58916 0.45712 0.76012 0.27247 0.75625 0.20682 0.23373 0.70993 0.49614 0.08958 0.3773 0.70993 0.45712 0.021571 0.76158 0.63935 0.94817 0.46167 0.60028 0.56403
Camponotus0.24843 -0.35262 -0.39981 -0.09126 0.48554 0.76385 -0.28132 0.21026 0.36909 0.91868 0.33579 0.5829 0.39333 0.25835 0.46418 0.8298 0.066905 0.25835 0.65247 0.86046 0.077587 0.50912 0.21026 0.62146 0.5829 0.49225
Prenolepis -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.54237 0.94388 0 -0.38025 0.59765 0.432 0.30569 0.54147 0.17781 0.75983 0.704 0.27106 0.54289 0.49511 0.704 0.704 0.80517 0.42883 0.80517 0.704 0.57339 0.54147 0.068091
Leptogenys 0.86851 -0.4 -0.37401 0.4952 -0.53936 0.7746 -0.16132 0.45123 -0.4 0.14801 0.76481 0.76481 0.027479 0.432 0.64061 0.38108 0.18823 0.432 0.704 0.72873 0.59096 0.61702 0.056 0.57339 0.061199 0.42958
Aphaenogaster
-0.69751 0.73828 0.70549 -0.15374 0.76067 -0.20177 0.53649 0.054265 0.50608 -0.66683 0.3137 0.73457 0.081729 0.64111 0.048136 0.013765 0.59916 0.64111 0.59121 0.24382 0.73481 0.59636 0.51841 0.35639 0.32975 0.54455
Neoscapteriscus
0.13863 -0.31623 -0.37632 -0.55928 -0.4264 -0.45928 -0.16397 -0.47957 -0.31623 -0.15811 -0.49894 0.3125 0.87262 0.17781 0.071414 0.43367 0.56508 0.17781 0.54147 0.87635 0.83465 0.2719 0.54147 1 0.3125 0.80416
Gryllus 0.21544 0.31623 0.21504 -1.66E-17 -0.533 0.15309 0.60123 -0.28585 -0.63246 0.15811 -0.17886 0.5 0.62526 0.54147 0.35415 0.85099 0.39853 0.54147 0.17781 0.36531 0.71309 0.52233 0.54147 0.35523 0.63281 0.41324
Blapstinus -0.81908 0.6999 0.63154 -0.29835 0.39927 -0.50391 0.57383 -0.43117 0.16151 -0.86141 0.75649 0.085126 0.25538 0.46146 0.63272 0.16191 0.068625 0.46146 0.33007 0.3455 0.82415 0.57946 0.33007 0.20397 0.075646 0.83755
Anisodactylus
-0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 0.097152 0.38108 0.1002 1.50E-20 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.61811
Dromius 0.26416 -0.53781 -0.5569 -0.02498 -0.72519 -0.06312 -0.35023 -0.37475 -0.53781 0.24446 -0.81507 0.77305 0.46383 -0.25006 0.73338 0.058085 0.6101 0.097152 0.92672 0.30738 0.501 0.096382 0.78156 0.89283 0.88427 0.45772
agonum -0.37195 0.81947 0.76086 -0.18581 0.59498 -0.06103 0.7445 0.11396 0.31518 -0.44125 0.90261 -0.39867 0.099668 0.65047 -0.44125 -0.79617 0.8012 0.38108 0.38108 0.032835 0.37441 0.34765 0.71972 0.35704 0.31437 0.55027
Lathrobrium-0.64784 0.51301 0.49116 0.077466 -0.18204 -0.51415 0.44439 -0.78063 -0.35101 -0.62102 0.27409 0.29884 0.42692 0.77771 0.72902 0.26622 0.13332 0.1002 0.71987 0.81576 0.21935 0.1852 0.49511 0.48892 0.39853 0.41372
Atrecus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 1 0.73338 -0.44125 0.72902 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.61811
Amblonoxia0.18721 -0.2 -0.034 0.54237 -0.26968 -0.19365 -0.38025 -0.23607 -0.2 0.2 -0.27983 -0.31623 -0.63246 -0.48454 -0.2 -0.04889 -0.44125 -0.18901 -0.2 0.37758 0.16446 0.58078 0.704 0.021312 0.17781 0.62764
Cyrtepistomus
0.037767 0.80992 0.75064 -0.14478 0.14092 -0.07589 0.87755 -0.0933 -0.13063 -0.18289 0.56388 -0.08262 0.45441 0.47121 -0.44415 -0.50456 0.84816 0.12345 -0.44415 -0.44415 0.36466 0.2954 0.80517 0.60802 0.36531 0.78746
Pangaeus -0.32431 0.017501 0.12793 0.41888 -0.40117 -0.54224 -0.16032 -0.76302 -0.40252 -0.28001 -0.1787 0.11068 -0.1937 0.11778 0.54253 0.34654 -0.44679 0.58831 0.54253 0.64753 -0.45495 0.42043 0.42883 0.38803 0.71309 0.31469
Isthmocoris-0.42101 -0.28739 -0.34201 -0.11398 -0.22899 -0.15178 -0.24535 -0.3404 -0.13063 -0.26126 -0.27611 0.53703 0.33048 0.28835 0.96668 0.73449 -0.46937 0.62431 0.96668 -0.28739 -0.51536 0.40923 0.96082 0.40618 0.69458 0.56609
Pagasa 0.45736 -0.2 -0.23801 0.4952 -0.26968 0.96825 0.034568 0.59765 -0.2 0.8 -0.33342 -0.31623 0.31623 -0.48454 -0.2 0.14668 -0.18911 -0.35101 -0.2 -0.2 -0.13063 -0.40252 0.026126 0.57339 0.17781 0.32568
Periplaneta 0.49259 -0.29277 -0.14932 0.26465 -0.39477 -0.28347 -0.37671 -0.25809 -0.29277 0.29277 -0.46192 -1.28E-17 -0.46291 -0.60422 -0.29277 0.071571 -0.46137 -0.35573 -0.29277 0.87831 -0.26772 0.43552 -0.4207 -0.29277 0.35523 0.9409
Parcoblatta 0.50957 -0.31623 -0.21504 0.82027 -0.4264 0.61237 -0.27328 0.28585 -0.31623 0.79057 -0.48481 -0.5 -0.25 -0.76613 -0.31623 0.077305 -0.49834 -0.42692 -0.31623 0.63246 -0.45441 0.1937 -0.20655 0.63246 0.46291 0.22098
C/N Nisbah-0.13761 -0.20266 -0.24985 -0.86092 0.7191 -0.30518 -0.29961 0.35318 0.77862 -0.40192 0.31395 0.13131 -0.415 0.10873 -0.26048 -0.37978 0.30972 -0.41461 -0.26048 -0.25368 0.14266 -0.49806 -0.2981 -0.48837 -0.03942 -0.58664

123
Tabel 7. Korelasi Antara Kelimpahan Serangga dengan Faktor Fosfat (P).

OncopoduraEuborelliaforficula Aphaenogaster
Brachymyrmex
Pogonomyrmex
Ponera Camponotus PrenolepisLeptogenysAphaenogaster
Neoscapteriscus
Gryllus BlapstinusAnisodactylus
Dromius agonum Lathrobrium Atrecus AmblonoxiaCyrtepistomus
Pangaeus IsthmocorisPagasa PeriplanetaParcoblattaFosfat (P) mg/kg
Oncopodura 0.48307 0.51552 0.71319 0.22128 0.37917 0.83318 0.63502 0.35899 0.024799 0.12341 0.79338 0.68183 0.046139 0.35899 0.61297 0.4678 0.16419 0.35899 0.72247 0.94338 0.53059 0.4058 0.3618 0.32088 0.3018 0.078805
Euborellia -0.3602 0.000291 0.68643 0.79897 0.71316 0.006517 0.493 0.704 0.432 0.093784 0.54147 0.54147 0.12158 0.704 0.27106 0.045947 0.29799 0.704 0.704 0.050761 0.97375 0.58078 0.704 0.57339 0.54147 0.39334
forficula -0.33559 0.98603 0.55168 0.86284 0.66045 0.018307 0.43224 0.64973 0.46514 0.11733 0.46216 0.68241 0.17863 0.64973 0.25101 0.078941 0.32251 0.64973 0.94902 0.08552 0.80914 0.50699 0.64973 0.77769 0.68241 0.37759
Aphaenogaster0.19363 0.21223 0.30869 0.33882 0.40878 0.6875 0.8635 0.26622 0.31791 0.77121 0.24855 1 0.56576 0.75465 0.96254 0.7245 0.88403 0.75465 0.26622 0.78434 0.40843 0.82977 0.31791 0.6123 0.045551 0.77491
Brachymyrmex-0.58635 0.13484 0.091694 -0.47695 0.90222 0.89529 0.32892 0.004636 0.26941 0.079064 0.39916 0.27621 0.43291 0.60529 0.10291 0.21284 0.72996 0.60529 0.60529 0.79003 0.43053 0.66252 0.60529 0.4386 0.39916 0.89946
Pogonomyrmex 0.44283 -0.19365 -0.23045 0.41859 -0.06528 0.99442 0.077064 1 0.070484 0.70146 0.35952 0.77215 0.30811 0.4481 0.90545 0.90856 0.29673 0.4481 0.71316 0.88638 0.26635 0.77408 0.001497 0.58618 0.19626 0.24886
Ponera -0.11168 0.93334 0.88739 0.21149 -0.06992 0.003719 0.58916 0.45712 0.76012 0.27247 0.75625 0.20682 0.23373 0.70993 0.49614 0.08958 0.3773 0.70993 0.45712 0.021571 0.76158 0.63935 0.94817 0.46167 0.60028 0.60384
Camponotus0.24843 -0.35262 -0.39981 -0.09126 0.48554 0.76385 -0.28132 0.21026 0.36909 0.91868 0.33579 0.5829 0.39333 0.25835 0.46418 0.8298 0.066905 0.25835 0.65247 0.86046 0.077587 0.50912 0.21026 0.62146 0.5829 0.087349
Prenolepis -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.54237 0.94388 0 -0.38025 0.59765 0.432 0.30569 0.54147 0.17781 0.75983 0.704 0.27106 0.54289 0.49511 0.704 0.704 0.80517 0.42883 0.80517 0.704 0.57339 0.54147 0.68949
Leptogenys 0.86851 -0.4 -0.37401 0.4952 -0.53936 0.7746 -0.16132 0.45123 -0.4 0.14801 0.76481 0.76481 0.027479 0.432 0.64061 0.38108 0.18823 0.432 0.704 0.72873 0.59096 0.61702 0.056 0.57339 0.061199 0.139
Aphaenogaster
-0.69751 0.73828 0.70549 -0.15374 0.76067 -0.20177 0.53649 0.054265 0.50608 -0.66683 0.3137 0.73457 0.081729 0.64111 0.048136 0.013765 0.59916 0.64111 0.59121 0.24382 0.73481 0.59636 0.51841 0.35639 0.32975 0.54187
Neoscapteriscus
0.13863 -0.31623 -0.37632 -0.55928 -0.4264 -0.45928 -0.16397 -0.47957 -0.31623 -0.15811 -0.49894 0.3125 0.87262 0.17781 0.071414 0.43367 0.56508 0.17781 0.54147 0.87635 0.83465 0.2719 0.54147 1 0.3125 0.79123
Gryllus 0.21544 0.31623 0.21504 -1.66E-17 -0.533 0.15309 0.60123 -0.28585 -0.63246 0.15811 -0.17886 0.5 0.62526 0.54147 0.35415 0.85099 0.39853 0.54147 0.17781 0.36531 0.71309 0.52233 0.54147 0.35523 0.63281 0.78274
Blapstinus -0.81908 0.6999 0.63154 -0.29835 0.39927 -0.50391 0.57383 -0.43117 0.16151 -0.86141 0.75649 0.085126 0.25538 0.46146 0.63272 0.16191 0.068625 0.46146 0.33007 0.3455 0.82415 0.57946 0.33007 0.20397 0.075646 0.10171
Anisodactylus
-0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 0.097152 0.38108 0.1002 1.50E-20 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.11345
Dromius 0.26416 -0.53781 -0.5569 -0.02498 -0.72519 -0.06312 -0.35023 -0.37475 -0.53781 0.24446 -0.81507 0.77305 0.46383 -0.25006 0.73338 0.058085 0.6101 0.097152 0.92672 0.30738 0.501 0.096382 0.78156 0.89283 0.88427 0.74202
agonum -0.37195 0.81947 0.76086 -0.18581 0.59498 -0.06103 0.7445 0.11396 0.31518 -0.44125 0.90261 -0.39867 0.099668 0.65047 -0.44125 -0.79617 0.8012 0.38108 0.38108 0.032835 0.37441 0.34765 0.71972 0.35704 0.31437 0.90512
Lathrobrium-0.64784 0.51301 0.49116 0.077466 -0.18204 -0.51415 0.44439 -0.78063 -0.35101 -0.62102 0.27409 0.29884 0.42692 0.77771 0.72902 0.26622 0.13332 0.1002 0.71987 0.81576 0.21935 0.1852 0.49511 0.48892 0.39853 0.003189
Atrecus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 1 0.73338 -0.44125 0.72902 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.11345
Amblonoxia0.18721 -0.2 -0.034 0.54237 -0.26968 -0.19365 -0.38025 -0.23607 -0.2 0.2 -0.27983 -0.31623 -0.63246 -0.48454 -0.2 -0.04889 -0.44125 -0.18901 -0.2 0.37758 0.16446 0.58078 0.704 0.021312 0.17781 0.96164
Cyrtepistomus
0.037767 0.80992 0.75064 -0.14478 0.14092 -0.07589 0.87755 -0.0933 -0.13063 -0.18289 0.56388 -0.08262 0.45441 0.47121 -0.44415 -0.50456 0.84816 0.12345 -0.44415 -0.44415 0.36466 0.2954 0.80517 0.60802 0.36531 0.9049
Pangaeus -0.32431 0.017501 0.12793 0.41888 -0.40117 -0.54224 -0.16032 -0.76302 -0.40252 -0.28001 -0.1787 0.11068 -0.1937 0.11778 0.54253 0.34654 -0.44679 0.58831 0.54253 0.64753 -0.45495 0.42043 0.42883 0.38803 0.71309 0.097429
Isthmocoris-0.42101 -0.28739 -0.34201 -0.11398 -0.22899 -0.15178 -0.24535 -0.3404 -0.13063 -0.26126 -0.27611 0.53703 0.33048 0.28835 0.96668 0.73449 -0.46937 0.62431 0.96668 -0.28739 -0.51536 0.40923 0.96082 0.40618 0.69458 0.20368
Pagasa 0.45736 -0.2 -0.23801 0.4952 -0.26968 0.96825 0.034568 0.59765 -0.2 0.8 -0.33342 -0.31623 0.31623 -0.48454 -0.2 0.14668 -0.18911 -0.35101 -0.2 -0.2 -0.13063 -0.40252 0.026126 0.57339 0.17781 0.4023
Periplaneta 0.49259 -0.29277 -0.14932 0.26465 -0.39477 -0.28347 -0.37671 -0.25809 -0.29277 0.29277 -0.46192 -1.28E-17 -0.46291 -0.60422 -0.29277 0.071571 -0.46137 -0.35573 -0.29277 0.87831 -0.26772 0.43552 -0.4207 -0.29277 0.35523 0.6535
Parcoblatta 0.50957 -0.31623 -0.21504 0.82027 -0.4264 0.61237 -0.27328 0.28585 -0.31623 0.79057 -0.48481 -0.5 -0.25 -0.76613 -0.31623 0.077305 -0.49834 -0.42692 -0.31623 0.63246 -0.45441 0.1937 -0.20655 0.63246 0.46291 0.54331
Fosfat (P) mg/kg
-0.76108 0.43116 0.44414 0.15122 -0.06713 -0.55898 0.27072 -0.74786 -0.2101 -0.6778 0.31593 0.1401 0.14588 0.72688 0.71068 0.17373 0.06334 0.95353 0.71068 0.025577 -0.06348 0.73298 0.60452 -0.42385 -0.23534 -0.31486

124
Tabel 8. Korelasi Antara Kelimpahan Serangga dengan Faktor Kalium (K).

OncopoduraEuborelliaforficula Aphaenogaster
Brachymyrmex
Pogonomyrmex
Ponera Camponotus PrenolepisLeptogenysAphaenogaster
Neoscapteriscus
Gryllus BlapstinusAnisodactylus
Dromius agonum Lathrobrium Atrecus AmblonoxiaCyrtepistomus
Pangaeus IsthmocorisPagasa PeriplanetaParcoblattaKalium (K) mg/100
Oncopodura 0.48307 0.51552 0.71319 0.22128 0.37917 0.83318 0.63502 0.35899 0.024799 0.12341 0.79338 0.68183 0.046139 0.35899 0.61297 0.4678 0.16419 0.35899 0.72247 0.94338 0.53059 0.4058 0.3618 0.32088 0.3018 0.68541
Euborellia -0.3602 0.000291 0.68643 0.79897 0.71316 0.006517 0.493 0.704 0.432 0.093784 0.54147 0.54147 0.12158 0.704 0.27106 0.045947 0.29799 0.704 0.704 0.050761 0.97375 0.58078 0.704 0.57339 0.54147 0.99356
forficula -0.33559 0.98603 0.55168 0.86284 0.66045 0.018307 0.43224 0.64973 0.46514 0.11733 0.46216 0.68241 0.17863 0.64973 0.25101 0.078941 0.32251 0.64973 0.94902 0.08552 0.80914 0.50699 0.64973 0.77769 0.68241 0.86781
Aphaenogaster
0.19363 0.21223 0.30869 0.33882 0.40878 0.6875 0.8635 0.26622 0.31791 0.77121 0.24855 1 0.56576 0.75465 0.96254 0.7245 0.88403 0.75465 0.26622 0.78434 0.40843 0.82977 0.31791 0.6123 0.045551 0.062722
Brachymyrmex
-0.58635 0.13484 0.091694 -0.47695 0.90222 0.89529 0.32892 0.004636 0.26941 0.079064 0.39916 0.27621 0.43291 0.60529 0.10291 0.21284 0.72996 0.60529 0.60529 0.79003 0.43053 0.66252 0.60529 0.4386 0.39916 0.98262
Pogonomyrmex0.44283 -0.19365 -0.23045 0.41859 -0.06528 0.99442 0.077064 1 0.070484 0.70146 0.35952 0.77215 0.30811 0.4481 0.90545 0.90856 0.29673 0.4481 0.71316 0.88638 0.26635 0.77408 0.001497 0.58618 0.19626 0.18944
Ponera -0.11168 0.93334 0.88739 0.21149 -0.06992 0.003719 0.58916 0.45712 0.76012 0.27247 0.75625 0.20682 0.23373 0.70993 0.49614 0.08958 0.3773 0.70993 0.45712 0.021571 0.76158 0.63935 0.94817 0.46167 0.60028 0.89684
Camponotus0.24843 -0.35262 -0.39981 -0.09126 0.48554 0.76385 -0.28132 0.21026 0.36909 0.91868 0.33579 0.5829 0.39333 0.25835 0.46418 0.8298 0.066905 0.25835 0.65247 0.86046 0.077587 0.50912 0.21026 0.62146 0.5829 0.36846
Prenolepis -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.54237 0.94388 0 -0.38025 0.59765 0.432 0.30569 0.54147 0.17781 0.75983 0.704 0.27106 0.54289 0.49511 0.704 0.704 0.80517 0.42883 0.80517 0.704 0.57339 0.54147 0.98067
Leptogenys 0.86851 -0.4 -0.37401 0.4952 -0.53936 0.7746 -0.16132 0.45123 -0.4 0.14801 0.76481 0.76481 0.027479 0.432 0.64061 0.38108 0.18823 0.432 0.704 0.72873 0.59096 0.61702 0.056 0.57339 0.061199 0.26289
Aphaenogaster
-0.69751 0.73828 0.70549 -0.15374 0.76067 -0.20177 0.53649 0.054265 0.50608 -0.66683 0.3137 0.73457 0.081729 0.64111 0.048136 0.013765 0.59916 0.64111 0.59121 0.24382 0.73481 0.59636 0.51841 0.35639 0.32975 0.98101
Neoscapteriscus
0.13863 -0.31623 -0.37632 -0.55928 -0.4264 -0.45928 -0.16397 -0.47957 -0.31623 -0.15811 -0.49894 0.3125 0.87262 0.17781 0.071414 0.43367 0.56508 0.17781 0.54147 0.87635 0.83465 0.2719 0.54147 1 0.3125 0.024495
Gryllus 0.21544 0.31623 0.21504 -1.66E-17 -0.533 0.15309 0.60123 -0.28585 -0.63246 0.15811 -0.17886 0.5 0.62526 0.54147 0.35415 0.85099 0.39853 0.54147 0.17781 0.36531 0.71309 0.52233 0.54147 0.35523 0.63281 0.38083
Blapstinus -0.81908 0.6999 0.63154 -0.29835 0.39927 -0.50391 0.57383 -0.43117 0.16151 -0.86141 0.75649 0.085126 0.25538 0.46146 0.63272 0.16191 0.068625 0.46146 0.33007 0.3455 0.82415 0.57946 0.33007 0.20397 0.075646 0.32045
Anisodactylus
-0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 0.097152 0.38108 0.1002 1.50E-20 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.2539
Dromius 0.26416 -0.53781 -0.5569 -0.02498 -0.72519 -0.06312 -0.35023 -0.37475 -0.53781 0.24446 -0.81507 0.77305 0.46383 -0.25006 0.73338 0.058085 0.6101 0.097152 0.92672 0.30738 0.501 0.096382 0.78156 0.89283 0.88427 0.42049
agonum -0.37195 0.81947 0.76086 -0.18581 0.59498 -0.06103 0.7445 0.11396 0.31518 -0.44125 0.90261 -0.39867 0.099668 0.65047 -0.44125 -0.79617 0.8012 0.38108 0.38108 0.032835 0.37441 0.34765 0.71972 0.35704 0.31437 0.91952
Lathrobrium-0.64784 0.51301 0.49116 0.077466 -0.18204 -0.51415 0.44439 -0.78063 -0.35101 -0.62102 0.27409 0.29884 0.42692 0.77771 0.72902 0.26622 0.13332 0.1002 0.71987 0.81576 0.21935 0.1852 0.49511 0.48892 0.39853 0.39701
Atrecus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 1 0.73338 -0.44125 0.72902 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.2539
Amblonoxia0.18721 -0.2 -0.034 0.54237 -0.26968 -0.19365 -0.38025 -0.23607 -0.2 0.2 -0.27983 -0.31623 -0.63246 -0.48454 -0.2 -0.04889 -0.44125 -0.18901 -0.2 0.37758 0.16446 0.58078 0.704 0.021312 0.17781 0.26289
Cyrtepistomus
0.037767 0.80992 0.75064 -0.14478 0.14092 -0.07589 0.87755 -0.0933 -0.13063 -0.18289 0.56388 -0.08262 0.45441 0.47121 -0.44415 -0.50456 0.84816 0.12345 -0.44415 -0.44415 0.36466 0.2954 0.80517 0.60802 0.36531 0.6826
Pangaeus -0.32431 0.017501 0.12793 0.41888 -0.40117 -0.54224 -0.16032 -0.76302 -0.40252 -0.28001 -0.1787 0.11068 -0.1937 0.11778 0.54253 0.34654 -0.44679 0.58831 0.54253 0.64753 -0.45495 0.42043 0.42883 0.38803 0.71309 0.94083
Isthmocoris-0.42101 -0.28739 -0.34201 -0.11398 -0.22899 -0.15178 -0.24535 -0.3404 -0.13063 -0.26126 -0.27611 0.53703 0.33048 0.28835 0.96668 0.73449 -0.46937 0.62431 0.96668 -0.28739 -0.51536 0.40923 0.96082 0.40618 0.69458 0.38881
Pagasa 0.45736 -0.2 -0.23801 0.4952 -0.26968 0.96825 0.034568 0.59765 -0.2 0.8 -0.33342 -0.31623 0.31623 -0.48454 -0.2 0.14668 -0.18911 -0.35101 -0.2 -0.2 -0.13063 -0.40252 0.026126 0.57339 0.17781 0.26289
Periplaneta 0.49259 -0.29277 -0.14932 0.26465 -0.39477 -0.28347 -0.37671 -0.25809 -0.29277 0.29277 -0.46192 -1.28E-17 -0.46291 -0.60422 -0.29277 0.071571 -0.46137 -0.35573 -0.29277 0.87831 -0.26772 0.43552 -0.4207 -0.29277 0.35523 0.61015
Parcoblatta 0.50957 -0.31623 -0.21504 0.82027 -0.4264 0.61237 -0.27328 0.28585 -0.31623 0.79057 -0.48481 -0.5 -0.25 -0.76613 -0.31623 0.077305 -0.49834 -0.42692 -0.31623 0.63246 -0.45441 0.1937 -0.20655 0.63246 0.46291 0.027043
Kalium (K) mg/100
-0.21294 0.004295 -0.08836 -0.78788 -0.01158 -0.6197 0.068881 -0.45176 -0.01289 -0.54552 -0.01266 0.86933 0.44146 0.49297 0.55411 0.40917 0.053702 0.42816 0.55411 -0.54552 0.21491 -0.03947 0.43487 -0.54552 -0.26619 -0.86254

125
Tabel 9. Korelasi Antara Kelimpahan Serangga dengan Faktor Kelembaban.

OncopoduraEuborelliaforficula Aphaenogaster
Brachymyrmex
Pogonomyrmex
Ponera Camponotus PrenolepisLeptogenysAphaenogaster
Neoscapteriscus
Gryllus BlapstinusAnisodactylus
Dromius agonum Lathrobrium Atrecus AmblonoxiaCyrtepistomus
Pangaeus IsthmocorisPagasa PeriplanetaParcoblattaKelembaban (%)
Oncopodura 0.48307 0.51552 0.71319 0.22128 0.37917 0.83318 0.63502 0.35899 0.024799 0.12341 0.79338 0.68183 0.046139 0.35899 0.61297 0.4678 0.16419 0.35899 0.72247 0.94338 0.53059 0.4058 0.3618 0.32088 0.3018 0.2947
Euborellia -0.3602 0.000291 0.68643 0.79897 0.71316 0.006517 0.493 0.704 0.432 0.093784 0.54147 0.54147 0.12158 0.704 0.27106 0.045947 0.29799 0.704 0.704 0.050761 0.97375 0.58078 0.704 0.57339 0.54147 0.13154
forficula -0.33559 0.98603 0.55168 0.86284 0.66045 0.018307 0.43224 0.64973 0.46514 0.11733 0.46216 0.68241 0.17863 0.64973 0.25101 0.078941 0.32251 0.64973 0.94902 0.08552 0.80914 0.50699 0.64973 0.77769 0.68241 0.13269
Aphaenogaster
0.19363 0.21223 0.30869 0.33882 0.40878 0.6875 0.8635 0.26622 0.31791 0.77121 0.24855 1 0.56576 0.75465 0.96254 0.7245 0.88403 0.75465 0.26622 0.78434 0.40843 0.82977 0.31791 0.6123 0.045551 0.88629
Brachymyrmex
-0.58635 0.13484 0.091694 -0.47695 0.90222 0.89529 0.32892 0.004636 0.26941 0.079064 0.39916 0.27621 0.43291 0.60529 0.10291 0.21284 0.72996 0.60529 0.60529 0.79003 0.43053 0.66252 0.60529 0.4386 0.39916 0.82872
Pogonomyrmex0.44283 -0.19365 -0.23045 0.41859 -0.06528 0.99442 0.077064 1 0.070484 0.70146 0.35952 0.77215 0.30811 0.4481 0.90545 0.90856 0.29673 0.4481 0.71316 0.88638 0.26635 0.77408 0.001497 0.58618 0.19626 0.084671
Ponera -0.11168 0.93334 0.88739 0.21149 -0.06992 0.003719 0.58916 0.45712 0.76012 0.27247 0.75625 0.20682 0.23373 0.70993 0.49614 0.08958 0.3773 0.70993 0.45712 0.021571 0.76158 0.63935 0.94817 0.46167 0.60028 0.2241
Camponotus0.24843 -0.35262 -0.39981 -0.09126 0.48554 0.76385 -0.28132 0.21026 0.36909 0.91868 0.33579 0.5829 0.39333 0.25835 0.46418 0.8298 0.066905 0.25835 0.65247 0.86046 0.077587 0.50912 0.21026 0.62146 0.5829 0.023793
Prenolepis -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.54237 0.94388 0 -0.38025 0.59765 0.432 0.30569 0.54147 0.17781 0.75983 0.704 0.27106 0.54289 0.49511 0.704 0.704 0.80517 0.42883 0.80517 0.704 0.57339 0.54147 0.50641
Leptogenys 0.86851 -0.4 -0.37401 0.4952 -0.53936 0.7746 -0.16132 0.45123 -0.4 0.14801 0.76481 0.76481 0.027479 0.432 0.64061 0.38108 0.18823 0.432 0.704 0.72873 0.59096 0.61702 0.056 0.57339 0.061199 0.11448
Aphaenogaster
-0.69751 0.73828 0.70549 -0.15374 0.76067 -0.20177 0.53649 0.054265 0.50608 -0.66683 0.3137 0.73457 0.081729 0.64111 0.048136 0.013765 0.59916 0.64111 0.59121 0.24382 0.73481 0.59636 0.51841 0.35639 0.32975 0.42804
Neoscapteriscus
0.13863 -0.31623 -0.37632 -0.55928 -0.4264 -0.45928 -0.16397 -0.47957 -0.31623 -0.15811 -0.49894 0.3125 0.87262 0.17781 0.071414 0.43367 0.56508 0.17781 0.54147 0.87635 0.83465 0.2719 0.54147 1 0.3125 0.54845
Gryllus 0.21544 0.31623 0.21504 -1.66E-17 -0.533 0.15309 0.60123 -0.28585 -0.63246 0.15811 -0.17886 0.5 0.62526 0.54147 0.35415 0.85099 0.39853 0.54147 0.17781 0.36531 0.71309 0.52233 0.54147 0.35523 0.63281 0.5077
Blapstinus -0.81908 0.6999 0.63154 -0.29835 0.39927 -0.50391 0.57383 -0.43117 0.16151 -0.86141 0.75649 0.085126 0.25538 0.46146 0.63272 0.16191 0.068625 0.46146 0.33007 0.3455 0.82415 0.57946 0.33007 0.20397 0.075646 0.059613
Anisodactylus
-0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 0.097152 0.38108 0.1002 1.50E-20 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.40054
Dromius 0.26416 -0.53781 -0.5569 -0.02498 -0.72519 -0.06312 -0.35023 -0.37475 -0.53781 0.24446 -0.81507 0.77305 0.46383 -0.25006 0.73338 0.058085 0.6101 0.097152 0.92672 0.30738 0.501 0.096382 0.78156 0.89283 0.88427 0.96502
agonum -0.37195 0.81947 0.76086 -0.18581 0.59498 -0.06103 0.7445 0.11396 0.31518 -0.44125 0.90261 -0.39867 0.099668 0.65047 -0.44125 -0.79617 0.8012 0.38108 0.38108 0.032835 0.37441 0.34765 0.71972 0.35704 0.31437 0.48373
Lathrobrium-0.64784 0.51301 0.49116 0.077466 -0.18204 -0.51415 0.44439 -0.78063 -0.35101 -0.62102 0.27409 0.29884 0.42692 0.77771 0.72902 0.26622 0.13332 0.1002 0.71987 0.81576 0.21935 0.1852 0.49511 0.48892 0.39853 0.025953
Atrecus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 1 0.73338 -0.44125 0.72902 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.40054
Amblonoxia0.18721 -0.2 -0.034 0.54237 -0.26968 -0.19365 -0.38025 -0.23607 -0.2 0.2 -0.27983 -0.31623 -0.63246 -0.48454 -0.2 -0.04889 -0.44125 -0.18901 -0.2 0.37758 0.16446 0.58078 0.704 0.021312 0.17781 0.86612
Cyrtepistomus
0.037767 0.80992 0.75064 -0.14478 0.14092 -0.07589 0.87755 -0.0933 -0.13063 -0.18289 0.56388 -0.08262 0.45441 0.47121 -0.44415 -0.50456 0.84816 0.12345 -0.44415 -0.44415 0.36466 0.2954 0.80517 0.60802 0.36531 0.38458
Pangaeus -0.32431 0.017501 0.12793 0.41888 -0.40117 -0.54224 -0.16032 -0.76302 -0.40252 -0.28001 -0.1787 0.11068 -0.1937 0.11778 0.54253 0.34654 -0.44679 0.58831 0.54253 0.64753 -0.45495 0.42043 0.42883 0.38803 0.71309 0.31576
Isthmocoris-0.42101 -0.28739 -0.34201 -0.11398 -0.22899 -0.15178 -0.24535 -0.3404 -0.13063 -0.26126 -0.27611 0.53703 0.33048 0.28835 0.96668 0.73449 -0.46937 0.62431 0.96668 -0.28739 -0.51536 0.40923 0.96082 0.40618 0.69458 0.66074
Pagasa 0.45736 -0.2 -0.23801 0.4952 -0.26968 0.96825 0.034568 0.59765 -0.2 0.8 -0.33342 -0.31623 0.31623 -0.48454 -0.2 0.14668 -0.18911 -0.35101 -0.2 -0.2 -0.13063 -0.40252 0.026126 0.57339 0.17781 0.16349
Periplaneta 0.49259 -0.29277 -0.14932 0.26465 -0.39477 -0.28347 -0.37671 -0.25809 -0.29277 0.29277 -0.46192 -1.28E-17 -0.46291 -0.60422 -0.29277 0.071571 -0.46137 -0.35573 -0.29277 0.87831 -0.26772 0.43552 -0.4207 -0.29277 0.35523 0.84626
Parcoblatta 0.50957 -0.31623 -0.21504 0.82027 -0.4264 0.61237 -0.27328 0.28585 -0.31623 0.79057 -0.48481 -0.5 -0.25 -0.76613 -0.31623 0.077305 -0.49834 -0.42692 -0.31623 0.63246 -0.45441 0.1937 -0.20655 0.63246 0.46291 0.22403
Kelembaban0.51599
(%) -0.6871 -0.68565 0.075956 0.11469 0.75194 -0.58348 0.87126 0.34244 0.70929 -0.40315 -0.31107 -0.34148 -0.79341 -0.42528 -0.02332 -0.35969 -0.86541 -0.42528 0.089494 -0.43836 -0.49711 -0.23024 0.64864 0.10286 0.58355

126
Tabel 10. Korelasi Antara Kelimpahan Serangga dengan Faktor Kadar Air.

OncopoduraEuborelliaforficula Aphaenogaster
Brachymyrmex
Pogonomyrmex
Ponera Camponotus PrenolepisLeptogenysAphaenogaster
Neoscapteriscus
Gryllus BlapstinusAnisodactylus
Dromius agonum Lathrobrium Atrecus AmblonoxiaCyrtepistomus
Pangaeus IsthmocorisPagasa PeriplanetaParcoblattaKadar Air (%)
Oncopodura 0.48307 0.51552 0.71319 0.22128 0.37917 0.83318 0.63502 0.35899 0.024799 0.12341 0.79338 0.68183 0.046139 0.35899 0.61297 0.4678 0.16419 0.35899 0.72247 0.94338 0.53059 0.4058 0.3618 0.32088 0.3018 0.054078
Euborellia -0.3602 0.000291 0.68643 0.79897 0.71316 0.006517 0.493 0.704 0.432 0.093784 0.54147 0.54147 0.12158 0.704 0.27106 0.045947 0.29799 0.704 0.704 0.050761 0.97375 0.58078 0.704 0.57339 0.54147 0.46254
forficula -0.33559 0.98603 0.55168 0.86284 0.66045 0.018307 0.43224 0.64973 0.46514 0.11733 0.46216 0.68241 0.17863 0.64973 0.25101 0.078941 0.32251 0.64973 0.94902 0.08552 0.80914 0.50699 0.64973 0.77769 0.68241 0.47942
Aphaenogaster0.19363 0.21223 0.30869 0.33882 0.40878 0.6875 0.8635 0.26622 0.31791 0.77121 0.24855 1 0.56576 0.75465 0.96254 0.7245 0.88403 0.75465 0.26622 0.78434 0.40843 0.82977 0.31791 0.6123 0.045551 0.29172
Brachymyrmex-0.58635 0.13484 0.091694 -0.47695 0.90222 0.89529 0.32892 0.004636 0.26941 0.079064 0.39916 0.27621 0.43291 0.60529 0.10291 0.21284 0.72996 0.60529 0.60529 0.79003 0.43053 0.66252 0.60529 0.4386 0.39916 0.30018
Pogonomyrmex 0.44283 -0.19365 -0.23045 0.41859 -0.06528 0.99442 0.077064 1 0.070484 0.70146 0.35952 0.77215 0.30811 0.4481 0.90545 0.90856 0.29673 0.4481 0.71316 0.88638 0.26635 0.77408 0.001497 0.58618 0.19626 0.035561
Ponera -0.11168 0.93334 0.88739 0.21149 -0.06992 0.003719 0.58916 0.45712 0.76012 0.27247 0.75625 0.20682 0.23373 0.70993 0.49614 0.08958 0.3773 0.70993 0.45712 0.021571 0.76158 0.63935 0.94817 0.46167 0.60028 0.80746
Camponotus0.24843 -0.35262 -0.39981 -0.09126 0.48554 0.76385 -0.28132 0.21026 0.36909 0.91868 0.33579 0.5829 0.39333 0.25835 0.46418 0.8298 0.066905 0.25835 0.65247 0.86046 0.077587 0.50912 0.21026 0.62146 0.5829 0.32587
Prenolepis -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.54237 0.94388 0 -0.38025 0.59765 0.432 0.30569 0.54147 0.17781 0.75983 0.704 0.27106 0.54289 0.49511 0.704 0.704 0.80517 0.42883 0.80517 0.704 0.57339 0.54147 0.45747
Leptogenys 0.86851 -0.4 -0.37401 0.4952 -0.53936 0.7746 -0.16132 0.45123 -0.4 0.14801 0.76481 0.76481 0.027479 0.432 0.64061 0.38108 0.18823 0.432 0.704 0.72873 0.59096 0.61702 0.056 0.57339 0.061199 0.000139
Aphaenogaster
-0.69751 0.73828 0.70549 -0.15374 0.76067 -0.20177 0.53649 0.054265 0.50608 -0.66683 0.3137 0.73457 0.081729 0.64111 0.048136 0.013765 0.59916 0.64111 0.59121 0.24382 0.73481 0.59636 0.51841 0.35639 0.32975 0.18249
Neoscapteriscus
0.13863 -0.31623 -0.37632 -0.55928 -0.4264 -0.45928 -0.16397 -0.47957 -0.31623 -0.15811 -0.49894 0.3125 0.87262 0.17781 0.071414 0.43367 0.56508 0.17781 0.54147 0.87635 0.83465 0.2719 0.54147 1 0.3125 0.71962
Gryllus 0.21544 0.31623 0.21504 -1.66E-17 -0.533 0.15309 0.60123 -0.28585 -0.63246 0.15811 -0.17886 0.5 0.62526 0.54147 0.35415 0.85099 0.39853 0.54147 0.17781 0.36531 0.71309 0.52233 0.54147 0.35523 0.63281 0.69714
Blapstinus -0.81908 0.6999 0.63154 -0.29835 0.39927 -0.50391 0.57383 -0.43117 0.16151 -0.86141 0.75649 0.085126 0.25538 0.46146 0.63272 0.16191 0.068625 0.46146 0.33007 0.3455 0.82415 0.57946 0.33007 0.20397 0.075646 0.052113
Anisodactylus
-0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 0.097152 0.38108 0.1002 1.50E-20 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.49592
Dromius 0.26416 -0.53781 -0.5569 -0.02498 -0.72519 -0.06312 -0.35023 -0.37475 -0.53781 0.24446 -0.81507 0.77305 0.46383 -0.25006 0.73338 0.058085 0.6101 0.097152 0.92672 0.30738 0.501 0.096382 0.78156 0.89283 0.88427 0.63386
agonum -0.37195 0.81947 0.76086 -0.18581 0.59498 -0.06103 0.7445 0.11396 0.31518 -0.44125 0.90261 -0.39867 0.099668 0.65047 -0.44125 -0.79617 0.8012 0.38108 0.38108 0.032835 0.37441 0.34765 0.71972 0.35704 0.31437 0.41219
Lathrobrium-0.64784 0.51301 0.49116 0.077466 -0.18204 -0.51415 0.44439 -0.78063 -0.35101 -0.62102 0.27409 0.29884 0.42692 0.77771 0.72902 0.26622 0.13332 0.1002 0.71987 0.81576 0.21935 0.1852 0.49511 0.48892 0.39853 0.23782
Atrecus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 1 0.73338 -0.44125 0.72902 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.49592
Amblonoxia0.18721 -0.2 -0.034 0.54237 -0.26968 -0.19365 -0.38025 -0.23607 -0.2 0.2 -0.27983 -0.31623 -0.63246 -0.48454 -0.2 -0.04889 -0.44125 -0.18901 -0.2 0.37758 0.16446 0.58078 0.704 0.021312 0.17781 0.81944
Cyrtepistomus
0.037767 0.80992 0.75064 -0.14478 0.14092 -0.07589 0.87755 -0.0933 -0.13063 -0.18289 0.56388 -0.08262 0.45441 0.47121 -0.44415 -0.50456 0.84816 0.12345 -0.44415 -0.44415 0.36466 0.2954 0.80517 0.60802 0.36531 0.71662
Pangaeus -0.32431 0.017501 0.12793 0.41888 -0.40117 -0.54224 -0.16032 -0.76302 -0.40252 -0.28001 -0.1787 0.11068 -0.1937 0.11778 0.54253 0.34654 -0.44679 0.58831 0.54253 0.64753 -0.45495 0.42043 0.42883 0.38803 0.71309 0.56116
Isthmocoris-0.42101 -0.28739 -0.34201 -0.11398 -0.22899 -0.15178 -0.24535 -0.3404 -0.13063 -0.26126 -0.27611 0.53703 0.33048 0.28835 0.96668 0.73449 -0.46937 0.62431 0.96668 -0.28739 -0.51536 0.40923 0.96082 0.40618 0.69458 0.72221
Pagasa 0.45736 -0.2 -0.23801 0.4952 -0.26968 0.96825 0.034568 0.59765 -0.2 0.8 -0.33342 -0.31623 0.31623 -0.48454 -0.2 0.14668 -0.18911 -0.35101 -0.2 -0.2 -0.13063 -0.40252 0.026126 0.57339 0.17781 0.022694
Periplaneta 0.49259 -0.29277 -0.14932 0.26465 -0.39477 -0.28347 -0.37671 -0.25809 -0.29277 0.29277 -0.46192 -1.28E-17 -0.46291 -0.60422 -0.29277 0.071571 -0.46137 -0.35573 -0.29277 0.87831 -0.26772 0.43552 -0.4207 -0.29277 0.35523 0.74417
Parcoblatta 0.50957 -0.31623 -0.21504 0.82027 -0.4264 0.61237 -0.27328 0.28585 -0.31623 0.79057 -0.48481 -0.5 -0.25 -0.76613 -0.31623 0.077305 -0.49834 -0.42692 -0.31623 0.63246 -0.45441 0.1937 -0.20655 0.63246 0.46291 0.063305
Kadar Air (%)0.80359 -0.37603 -0.363 0.5187 -0.51103 0.8418 -0.12908 0.48821 -0.37998 0.99037 -0.62729 -0.18918 0.20477 -0.80732 -0.35039 0.24926 -0.41585 -0.56978 -0.35039 0.12096 -0.19125 -0.30172 -0.18738 0.87434 0.17226 0.78685

127
Tabel 11. Korelasi Antara Kelimpahan Serangga dengan Faktor Intensitas Cahaya

OncopoduraEuborelliaforficula Aphaenogaster
Brachymyrmex
Pogonomyrmex
Ponera Camponotus PrenolepisLeptogenysAphaenogaster
Neoscapteriscus
Gryllus BlapstinusAnisodactylus
Dromius agonum Lathrobrium Atrecus AmblonoxiaCyrtepistomus
Pangaeus IsthmocorisPagasa PeriplanetaParcoblattaIntensitas Cahaya
Oncopodura 0.48307 0.51552 0.71319 0.22128 0.37917 0.83318 0.63502 0.35899 0.024799 0.12341 0.79338 0.68183 0.046139 0.35899 0.61297 0.4678 0.16419 0.35899 0.72247 0.94338 0.53059 0.4058 0.3618 0.32088 0.3018 0.3426
Euborellia -0.3602 0.000291 0.68643 0.79897 0.71316 0.006517 0.493 0.704 0.432 0.093784 0.54147 0.54147 0.12158 0.704 0.27106 0.045947 0.29799 0.704 0.704 0.050761 0.97375 0.58078 0.704 0.57339 0.54147 0.4859
forficula -0.33559 0.98603 0.55168 0.86284 0.66045 0.018307 0.43224 0.64973 0.46514 0.11733 0.46216 0.68241 0.17863 0.64973 0.25101 0.078941 0.32251 0.64973 0.94902 0.08552 0.80914 0.50699 0.64973 0.77769 0.68241 0.38917
Aphaenogaster0.19363 0.21223 0.30869 0.33882 0.40878 0.6875 0.8635 0.26622 0.31791 0.77121 0.24855 1 0.56576 0.75465 0.96254 0.7245 0.88403 0.75465 0.26622 0.78434 0.40843 0.82977 0.31791 0.6123 0.045551 0.017507
Brachymyrmex-0.58635 0.13484 0.091694 -0.47695 0.90222 0.89529 0.32892 0.004636 0.26941 0.079064 0.39916 0.27621 0.43291 0.60529 0.10291 0.21284 0.72996 0.60529 0.60529 0.79003 0.43053 0.66252 0.60529 0.4386 0.39916 0.19986
Pogonomyrmex 0.44283 -0.19365 -0.23045 0.41859 -0.06528 0.99442 0.077064 1 0.070484 0.70146 0.35952 0.77215 0.30811 0.4481 0.90545 0.90856 0.29673 0.4481 0.71316 0.88638 0.26635 0.77408 0.001497 0.58618 0.19626 0.42713
Ponera -0.11168 0.93334 0.88739 0.21149 -0.06992 0.003719 0.58916 0.45712 0.76012 0.27247 0.75625 0.20682 0.23373 0.70993 0.49614 0.08958 0.3773 0.70993 0.45712 0.021571 0.76158 0.63935 0.94817 0.46167 0.60028 0.36711
Camponotus0.24843 -0.35262 -0.39981 -0.09126 0.48554 0.76385 -0.28132 0.21026 0.36909 0.91868 0.33579 0.5829 0.39333 0.25835 0.46418 0.8298 0.066905 0.25835 0.65247 0.86046 0.077587 0.50912 0.21026 0.62146 0.5829 0.80348
Prenolepis -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.54237 0.94388 0 -0.38025 0.59765 0.432 0.30569 0.54147 0.17781 0.75983 0.704 0.27106 0.54289 0.49511 0.704 0.704 0.80517 0.42883 0.80517 0.704 0.57339 0.54147 0.10583
Leptogenys 0.86851 -0.4 -0.37401 0.4952 -0.53936 0.7746 -0.16132 0.45123 -0.4 0.14801 0.76481 0.76481 0.027479 0.432 0.64061 0.38108 0.18823 0.432 0.704 0.72873 0.59096 0.61702 0.056 0.57339 0.061199 0.20471
Aphaenogaster
-0.69751 0.73828 0.70549 -0.15374 0.76067 -0.20177 0.53649 0.054265 0.50608 -0.66683 0.3137 0.73457 0.081729 0.64111 0.048136 0.013765 0.59916 0.64111 0.59121 0.24382 0.73481 0.59636 0.51841 0.35639 0.32975 0.72274
Neoscapteriscus
0.13863 -0.31623 -0.37632 -0.55928 -0.4264 -0.45928 -0.16397 -0.47957 -0.31623 -0.15811 -0.49894 0.3125 0.87262 0.17781 0.071414 0.43367 0.56508 0.17781 0.54147 0.87635 0.83465 0.2719 0.54147 1 0.3125 0.41711
Gryllus 0.21544 0.31623 0.21504 -1.66E-17 -0.533 0.15309 0.60123 -0.28585 -0.63246 0.15811 -0.17886 0.5 0.62526 0.54147 0.35415 0.85099 0.39853 0.54147 0.17781 0.36531 0.71309 0.52233 0.54147 0.35523 0.63281 0.63636
Blapstinus -0.81908 0.6999 0.63154 -0.29835 0.39927 -0.50391 0.57383 -0.43117 0.16151 -0.86141 0.75649 0.085126 0.25538 0.46146 0.63272 0.16191 0.068625 0.46146 0.33007 0.3455 0.82415 0.57946 0.33007 0.20397 0.075646 0.52785
Anisodactylus
-0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 0.097152 0.38108 0.1002 1.50E-20 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.47317
Dromius 0.26416 -0.53781 -0.5569 -0.02498 -0.72519 -0.06312 -0.35023 -0.37475 -0.53781 0.24446 -0.81507 0.77305 0.46383 -0.25006 0.73338 0.058085 0.6101 0.097152 0.92672 0.30738 0.501 0.096382 0.78156 0.89283 0.88427 0.92249
agonum -0.37195 0.81947 0.76086 -0.18581 0.59498 -0.06103 0.7445 0.11396 0.31518 -0.44125 0.90261 -0.39867 0.099668 0.65047 -0.44125 -0.79617 0.8012 0.38108 0.38108 0.032835 0.37441 0.34765 0.71972 0.35704 0.31437 0.96001
Lathrobrium-0.64784 0.51301 0.49116 0.077466 -0.18204 -0.51415 0.44439 -0.78063 -0.35101 -0.62102 0.27409 0.29884 0.42692 0.77771 0.72902 0.26622 0.13332 0.1002 0.71987 0.81576 0.21935 0.1852 0.49511 0.48892 0.39853 0.97277
Atrecus -0.45973 -0.2 -0.23801 -0.16507 -0.26968 -0.3873 -0.19589 -0.54984 -0.2 -0.4 -0.24411 0.63246 0.31623 0.37687 1 0.73338 -0.44125 0.72902 0.704 0.37758 0.26605 0.001647 0.704 0.57339 0.54147 0.47317
Amblonoxia0.18721 -0.2 -0.034 0.54237 -0.26968 -0.19365 -0.38025 -0.23607 -0.2 0.2 -0.27983 -0.31623 -0.63246 -0.48454 -0.2 -0.04889 -0.44125 -0.18901 -0.2 0.37758 0.16446 0.58078 0.704 0.021312 0.17781 0.42189
Cyrtepistomus
0.037767 0.80992 0.75064 -0.14478 0.14092 -0.07589 0.87755 -0.0933 -0.13063 -0.18289 0.56388 -0.08262 0.45441 0.47121 -0.44415 -0.50456 0.84816 0.12345 -0.44415 -0.44415 0.36466 0.2954 0.80517 0.60802 0.36531 0.68953
Pangaeus -0.32431 0.017501 0.12793 0.41888 -0.40117 -0.54224 -0.16032 -0.76302 -0.40252 -0.28001 -0.1787 0.11068 -0.1937 0.11778 0.54253 0.34654 -0.44679 0.58831 0.54253 0.64753 -0.45495 0.42043 0.42883 0.38803 0.71309 0.71449
Isthmocoris-0.42101 -0.28739 -0.34201 -0.11398 -0.22899 -0.15178 -0.24535 -0.3404 -0.13063 -0.26126 -0.27611 0.53703 0.33048 0.28835 0.96668 0.73449 -0.46937 0.62431 0.96668 -0.28739 -0.51536 0.40923 0.96082 0.40618 0.69458 0.4909
Pagasa 0.45736 -0.2 -0.23801 0.4952 -0.26968 0.96825 0.034568 0.59765 -0.2 0.8 -0.33342 -0.31623 0.31623 -0.48454 -0.2 0.14668 -0.18911 -0.35101 -0.2 -0.2 -0.13063 -0.40252 0.026126 0.57339 0.17781 0.33992
Periplaneta 0.49259 -0.29277 -0.14932 0.26465 -0.39477 -0.28347 -0.37671 -0.25809 -0.29277 0.29277 -0.46192 -1.28E-17 -0.46291 -0.60422 -0.29277 0.071571 -0.46137 -0.35573 -0.29277 0.87831 -0.26772 0.43552 -0.4207 -0.29277 0.35523 0.53171
Parcoblatta 0.50957 -0.31623 -0.21504 0.82027 -0.4264 0.61237 -0.27328 0.28585 -0.31623 0.79057 -0.48481 -0.5 -0.25 -0.76613 -0.31623 0.077305 -0.49834 -0.42692 -0.31623 0.63246 -0.45441 0.1937 -0.20655 0.63246 0.46291 0.12234
Intensitas Cahaya
-0.4737 -0.35803 -0.43458 -0.88993 0.60855 -0.40387 -0.45289 0.13177 0.72109 -0.60343 0.18702 0.41188 -0.24748 0.32635 0.36781 0.05172 0.026666 0.018154 0.36781 -0.40806 -0.21007 -0.19272 0.35421 -0.476 -0.32347 -0.69891

128
Lampiran 4 Dokumentasi Kegiatan.

A B

C D
Keterangan:
A. Penghitungan Kadar Air Tanah
B. Pengambilan Sampel di plot
C. Pengukuran Faktor Fisika-Kimia
D. Pengukuran transek

129
Gambar Hasil Analisis kimia Tanah (Lab. UPT Pengembangan Agribsnis Tanaman Pangan dan
Holtikultura)

130
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144 Telp./ Faks. (0341) 558933
Website: http://biologi.uin-malang.ac.id Email: biologi@uin-malang.ac.id

BUKTI KONSULTASI SKRIPSI

Nama : Mahendra putra tama


NIM : 14620035
Program Studi : S1 Biologi
Semester : Ganjil / Genap TA. 2020/2021
Pembimbing : Mujahidin Ahmad, M.Sc.
Judul Skripsi : Kelimpahan Serangga Tanah Di Kebun Apel
Semiorganik Dan Anorganik Pada Desa
Janjangwulung Kecamatan Tutur Kabupaten
Pasuruan

No Tanggal Uraian Materi Konsultasi Ttd. Pembimbing

1 25 Februari 2021 Konsultasi Pengajuan Judul Skripsi


2 11 Maret 2021 Konsultasi Penulisan Latar Belakang
3 7 April 2021 Konsultasi Penulisan BAB I
4 21 April 2021 Konsultasi Penulisan BAB II
5 11 Mei 2021 Konsultasi Penulisan BAB I, II, III
6 17 Mei 2021 Konsultasi Penulisan BAB IV
7 24 Mei 2021 Konsultasi Penulisan Abstrak
8 4 Juni 2021 Konsultasi Keseluruhan

c
Malang, 12 Juni 2021

Pembimbing Skripsi, ,

Mujahidin Ahmad, M.Sc. .


NIP. 19860512201608011060

131
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
Jl. Gajayana No. 50 Malang 65144 Telp./ Faks. (0341) 558933
Website: http://biologi.uin-malang.ac.id Email: biologi@uin-malang.ac.id

BUKTI KONSULTASI AGAMA SKRIPSI

Nama : Mahendra Putra Tama


NIM : 14620035
Program Studi : S1 Biologi
Semester : Ganjil / Genap TA. 2020/2021
Pembimbing : DR. H. Ahmad Barizi, M.A
Judul Skripsi : Kelimpahan Serangga Tanah Di Kebun Apel
Semiorganik Dan Anorganik Pada Desa
Janjangwulung Kecamatan Tutur Kabupaten
Pasuruan

No Tanggal Uraian Materi Konsultasi Ttd. Pembimbing

1 2 Maret 2021 Konsultasi BAB I


2 21 Maret 2021 Konsultasi BAB II
3 12 Mei 2021 Konsultasi BAB IV
4 3 Juni 2021 Konsultasi BAB IV kedua

c
Malang, 12 Juni 2021
Pembimbing Skripsi,

DR. H. Ahmad Barizi, M.A .


NIP. 19731212 199803 1 008

132

Anda mungkin juga menyukai