Anda di halaman 1dari 47

PENGARUH KEPADATAN BERBEDA TERHADAP

KONSUMSI OKSIGEN PADA JUVENIL IKAN


BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

SKRIPSI

Oleh:

Dian Pratiwi Rukka

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
PENGARUH KEPADATAN BERBEDA TERHADAP
KONSUMSI OKSIGEN PADA JUVENIL IKAN
BANDENG (Chanos chanos Forsskal)

Oleh:

Dian Pratiwi Rukka

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pengaruh Kepadatan terhadap Konsumsi Oksigen pada


Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal)
Nama : Dian Pratiwi Rukka

Stambuk : L 221 07 032

Prog. Studi : Budidaya Perairan

Skripsi Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh :

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Dr. Ir. M. Iqbal Djawad, M.Sc Dr. Ir. H. Zainuddin, M.Si


NIP. 196703181989031002 NIP. 196407211991031001

Mengetahui,

Dekan
Fakultas ILmu Kelautan dan Perikanan, Ketua Program Studi
Universitas Hasanuddin Budidaya Perairan,

Prof. Dr. Ir. Hj. A. Niartiningsih, MP Dr.Ir. Siti Aslamyah, MP


NIP. 196112011987032002 NIP. 196909011993032003

Tanggal Lulus : 25 Januari 2012


RINGKASAN

Dian Pratiwi Rukka. Pengaruh Tingkat Konsumsi Oksigen


terhadap Kepadatan pada Juvenil Ikan Bandeng (chanos chanos
Forsskal) Di Tambak. Dibimbing oleh Bapak M. Iqbal Djawad dan Bapak
Zainuddin.

Ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) merupakan sarana produksi


utama tambak di Indonesia. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di
tambak dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang.
Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam meningkatkan
teknologi budidaya bandeng. Selama ini benih ikan bandeng yang digunakan
untuk pembesaran ikan bandeng itu sendiri masih mengandalkan dari
alam.Sedangkan produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi
kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan
usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan
nener tersebut menjadi sangat penting. Tujuan dilakukan penelitian untuk
mengevaluasi pengaruh tingkat konsumsi oksigen terhadap jumlah kepadatan
berbeda pada ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal). Penelitian ini
dilaksanakan di Hatchery Mini dan di Laboratorium Ektosikologi dan Fisiologi
Biota Laut Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin
Makassar pada bulan September 2011. Hewan Uji yang digunakan adalah
Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). yang diperoleh dari tambak
Ikan Bandeng di Kabupaten Maros. Data konsumsi oksigen diperoleh dan
dianalisi menggunakan sidik ragam (ANOVA). Selanjutnya jika terdapat
perlakuan memiliki pengaruh yang sangat nyata maka dilakukan Uji Beda Nyata
Kecil (BNT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepadatan yang berbeda
berpengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen. Semakin tinggi kepadatan
organisme maka tingkat konsumsi oksigen akan semakin tinggi pula. kepadatan
yang sesuai untuk juvenile ikan bandeng adalah 35 per45 L.

Kata kunci: Konsumsi Oksigen, Tambak, Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos
Forsskal), Kepadatan yang berbeda
RIWAYAT HIDUP

Dian Pratiwi Rukka anak bungsu dari dua

orang bersaudara buah cinta kasih Ayahanda

SjamsuRidzal Rukka S.E dan Ibunda Itje

Syanne K. dilahirkan di Ujung Pandang pada

tanggal 09 Oktober 1988. Penulis memulai

jenjang pendidikan di SDN Mangkura 5 pada

tahun 1994-2000. Pada tahun 2003 penulis

menamatkan sekolah di SLTPN 2 Makassar, kemudian dilanjutkan ke

SMAN 1 Makassar hingga tamat pada tahun 2006. Di tahun 2007 melalui

jalur SPMB, penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas

Hasanuddin Makassar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Jurusan

Perikanan Program Studi Budidaya Perairan. Selama menjadi mahasiswa

di Perikanan, penulis pernah menjadi anggota Paskibra SMAN 1

Makassar, anggota HMP BDP, anggota ASCM dan melakukan Praktek

Kerja Lapang di Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pembinaan dan

Pengembangan Budidaya Air Tawar (PPBAT) Lajoa Kabupaten Soppeng.


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas

rahmat dan hidayah-Nya sehingga kegiatan penelitian dan penulisan laporan

akhir ini dapat terselesaikan.

Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan

skripsi ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka skripsi ini dapat

selesai pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus

menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Ayahanda SjamsuRidzal Rukka, S.E dan Ibunda Itje Syanne K, kakakku

yang tercinta Diah Febriana Rizka Rukka yang telah mencurahkan

perhatian lebih kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir. Muh. Iqbal Djawad, M.Sc selaku pembimbing utama dan

Bapak Dr. Ir. H. Zainuddin, M.Si yang telah meluangkan waktunya dalam

memberi bimbingan dan dampingan kepada penulis.

3. Dr. Ir. St. Aslamyah, MP selaku Ketua Program Studi yang telah setia

memberikan kami arahan tentang kelancaran kegiatan penelitian hingga

penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Gunarto Latama, M.Sc selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan perhatian terhadap kami.

5. Dr. Ir. H. Hamzah Sunusi, M.Sc dan Dr. Andi Amri, S.Pi, M.Si selaku

penguji ujian skripsi yang telah memberikan kritik dan saran tentang

penyusunan skripsi ini.


6. Bapak Julius yang telah memberikan bantuan dan arahan kepada kami

sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

7. Bapak Kamaruddin yang telah memberikan bantuan kepada kami.

8. Teman-teman seangkatan BDP 07 khususnya anak-anak ALESHI (Sry,

Myta, Aya, Narti, Eka, Dnok, Safwa, Yayank, Ryan Dan Mary) serta Rahmi

Octavia yang selalu setia membantu selama menjalani kegiatan penelitian

dan penyusunan skripsi ini.

9. Kak Rahmi yang telah memberikan bantuan kepada kami, sehingga skripsi

ini bisa berjalan dengan lancar.

10. Teman seperjuangan Ryan Ardiyanti atas kerjasamanya dan bantuannya

sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

11. Teman-teman Alumni SDN Mangkura 5 yang senantiasa telah memberikan

support dan bantuan selama proses kegiatan penelitian dan penyusunan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis mengharapkan kritik

dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan

laporan ini.

Makassar, 20 Januari 2012

Dian Pratiwi Rukka


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i

HALAMAN JUDUL.................................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iv

DAFTAR ISI .............................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix

I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................... 1
Tujuan dan Kegunaan .............................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsumsi Oksigen ............. 8
Kualitas Air ............................................................................. 9
III. METODE PENELITIAN.................................................................. 13
Waktu dan Tempat ................................................................... 13
Materi Penelitian....................................................................... 13
Hewan Uji ........................................................................... 13
Wadah Percobaan.............................................................. 13
Alat dan Bahan yang digunakan ......................................... 13
Metode Penelitian ................................................................... 15
Rancangan Percobaan ....................................................... 15
Prosedur Penelitian ............................................................ 15
Pengamatan Kualitas Air .................................................... 16
Pengukuran DO awal ........................................................ 16
Pengukuran DO akhir ....................................................... 16
Pengukuran dan Pengamatan Peubah..................................... 17
Analisis Data ............................................................................ 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 20
Kualitas Air ............................................................................... 25
V. PENUTUP...................................................................................... 28
Kesimpulan .............................................................................. 28
Saran ....................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 29

LAMPIRAN................................................................................................ 32
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Alat dan bahan yang digunakan .................................................. 13


2. Hasil pengukuran kualitas air pada awal dan akhir penelitian...... 25
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Tata letak Wadah Penelitian Setelah Pengacakan ......................... 16


2. Skema Penelitian Yang Dilakukan Dengan Metode Botol
Tertutup ............................................................................................ 18
3. Grafik konsumsi Oksigen Benih Ikan Bandeng
(Chanos chanos Forsskal) pada semua Perlakuan …................... . 21
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Data Nilai Konsumsi Oksigen ........................................................... 34

2. Analisis ragam konsumsi oksigen juvenil ikan bandeng

(Chanos chanos Forskal) ................................................................... 36


I. Pendahuluan

Latar Belakang

Benih bandeng (nener) merupakan salah satu produksi yang utama dalam

usaha budidaya bandeng. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di

tambak dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang.

Menurut Arwis dkk (2008), Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu

kendala dalam meningkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini benih ikan

bandeng yang digunakan untuk pembesaran ikan bandeng itu sendiri masih

mengandalkan dari alam.Sedangkan produksi nener alam belum mampu untuk

mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang. Oleh karena

itu, peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah

kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting.

Keberhasilan budidaya ikan selalu dipengaruhi oleh sifat fisiologi ikan

sendiri, ukuran ikan, kebugaran/mutu ikan, kualitas air (suhu, DO, pH, CO2 dan

amoniak), kepadatan ikan dalam wadah, teknik mobilitasi dengan menggunakan

suhu rendah atau bahan kimia serta metabolit alam dan lama penggangkutan

(Suryaningrum, 2000). Pada kenyataan dalam melakukan kegiatan budidaya ikan

hidup selalu terjadi kompetisi penggunaan ruang dan pemanfaatan oksigen yang

tersedia (Berka, 1986).

Konsumsi oksigen merupakan pengkuantitatifan banyaknya oksigen yang

dibutuhkan oleh suatu organisme (ikan). Konsumsi oksigen pada ikan digunakan

sebagai parameter laju metabolisme pada ikan dalam satuan mg/g/jam (Julian,

2003). Penggunaan konsumsi oksigen sangat dipengaruhi oleh kepadatan ikan

bandeng. Oksigen dibutuhkan oleh organisme untuk membantu proses

metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Oksigen yang masuk tersebut

mengalami proses respirasi insang. Menurut Fujaya (1999), faktor biotik seperti
aktivitas, bobot badan, umur, stres dan puasa mempengaruhi tingkat

metabolisme yang selanjutnya akan mempengaruhi laju konsumsi oksigennya.

Peningkatan kepadatan menyebabkan penurunan mutu air selama

budidaya. Hal ini terlihat dari kondisi visual air selama pemeliharaan air media

agak keruh, berlendir dan Respon ikan terhadap perubahan lingkungan suhu,

oksigen terlarut, serta peningkatan metabolik ikan ditunjukkan oleh perubahan

warna (Suryaningrum, 2000). Kepadatan ikan bandeng sangat dipengaruhi oleh

penggunaan konsumsi oksigen. Oksigen dibutuhkan oleh organisme aquatik

untuk membantu proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Oksigen yang

masuk tersebut mengalami proses respirasi insang. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Wibowo dkk. (1987) yang menyatakan bahwa pada suhu 21-27oC

cenderung terjadi peningkatan metabolisme sehingga respirasi meningkatkan

ekskresi ammonia. Kandungan oksigen terlarut menunjukan penurunan dengan

makin meningkatnya tingkat kepadatan dan lama waktu transportasi. Hal ini

membuktikan bahwa tingkat konsumsi oksigen sangat dipengaruhi oleh faktor

kepadatan sehingga dari kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan faktor

kepadatan.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas diperlukan informasi fisiologi

untuk memecahkan masalah tersebut dengan melakukan penelitian tentang

pengaruh tingkat konsumsi oksigen terhadap kepadatan yang berbeda pada

juvenil ikan bandeng.


Tujuan dan kegunaan

Tujuan dilakukan penelitian untuk mengevaluasi pengaruh tingkat

konsumsi oksigen terhadap jumlah kepadatan berbeda pada ikan bandeng

(Chanos chanos Forsskal).

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam peningkatan

budidaya ikan bandeng agar mendapatkan hasil produksi yang maksimal akibat

pengaruh kepadatan yang dapat mengakibatkan stres sehingga dapat mencegah

kematian dalam proses budidaya.


II. Tinjauan Pustaka

Dalam kegiatan budidaya, keberhasilan sangat dipengaruhi oleh faktor-

faktor lingkungan ataupun faktor fisiologinya. Konsumsi oksigen salah satu faktor

untuk menentukan keberhasilan suatu kegiatan tersebut. Oksigen dibutuhkan

oleh organisme perairan dalam melakukan pernapasan untuk proses metabolism

dalam tubuhnya. Kebutuhan oksigen organisme akuatik akan diambil dari

perairan. Pada prose pernafasan terjadi pertukaran antara O2 dengan CO2. O2

diserap sedangkan CO2 dibuang. Oksigen yang diserap tersebut akan

diambil/diterima oleh pigmen dalam darah, yaitu haemoglobin melalui ikatan.

Sebelum digunakan oleh sel-sel tubuh, oksigen digunakan untuk pembakaran

bersama dengan bahan bakar dan makanan, yang berasal dari makanan hasil

pembakaran ini, akan menghasilkan energy yang selanjutnya digunakan untuk

aktivitas tubuh seperti bergerak, bertumbuh dan bereproduksi atau

berkembangbiak. Oleh karena itu, kadar oksigen yang rendah akan mengganggu

kehidupan organisme (Lesmana, 2001).

Oksigen merupakan gas terpenting untuk respirasi dan metabolisme yang

terjadi dalam tubuh ikan. Dalam usaha pembenihan ikan, konsentrasi oksigen

terlarut dalam air akan berkurang karena oksigen digunakan untuk pernapasan

ikan dan organisme lain serta untuk reaksi kimia pada bahan organik (kotoran

ikan, sisa pakan dan hewan mati). Penambahan dan penurunan akan diimbangi

dari hasil fotosintesis yang berlangsung siang hari dan percampuran udara dalam

air yang disebabkan oleh angin di permukaan (Sutina dan Sutarmanto, 1995).

Oksigen merupakan unsur organik terlarut dalam perairan yang berperan

sebagai faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan metabolisme ikan.

Perairan yang sedikit mengandung oksigen terlarut tidak baik bagi pertumbuhan
ikan karena akan mempengaruhi kecepatan makan atau laju metabolisme ikan.

Oksigen diperlukan ikan dalam proses metabolisme aerobik (Asmawi, 1983).

Menurut Hurkat (1976), konsumsi oksigen pada hewan dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu aktivitas tubuh, ukuran tubuh, tinggi badan, umur, dan berat

badan. Hal ini sesuai juga dengan pernyataan Schmidt dan Nielson (1990) yang

menyatakan bahwa nilai konsumsi oksigen per gram berat tubuh menurun

dengan meningkatnya ukuran tubuh. Ikan kecil cenderung lebih aktif bergerak

sehingga membutuhkan lebih banyak energi dibandingkan dengan ikan besar

(Sudibyo, 1999). Jadi, semakin besar volume ikan menyebabkan semakin kecil

pula konsumsi oksigennya. Pada ikan yang aktif berenang mempunyai insang

yang lebih lebar sehingga kebutuhan oksigennya dapat terpenuhi tanpa harus

mengganggu aktivitasnya (Ville, 1988). Penurunan aktivitas ikan akan

mempengaruhi metabolisme dalam tubuh sehingga konsumsi oksigen akan

mengalami penurunan pula (Tjasyono, 1987).

Rata-rata laju konsumsi oksigen pada ikan yang dipuasakan tergolong

rendah, karena organisme yang digunakan kurang aktif bergerak dan dalam

keadaan lapar. Organisme yang aktif makan atau dalam keadaan kenyang akan

menggunakan oksigen terlarut yang lebih banyak pada spesies dan ukuran yang

sama. Sebagai contoh pada ikan setelah makan konsumsi oksigennya 380

mg/kg/jam, 1 jam setelah makan 680 mg/kg/jam. Dipuasakan selama semalam

380 mg/kg/jam dilaparkan selama 3 hari sebesar 290 mg/kg/jam (Boyd, 1990).

Dalam suatu perairan kadar oksigen terlarut di dalamnya dapat diestimasi

dengan mengetahui tingkat kepadatannya. Semakin tinggi kepadatan suatu

perairan, maka tingkat kadar oksigen terlarutnya akan semakin rendah (Gordon,

1972). Volume tubuh ikan juga akan mempengaruhi konsumsi oksigen, semakin

besar volume tubuh ikan semakin rendah kadar oksigen yang dibutuhkan dalam

tubuh ikan (Zonneveld, 1991).


Kepadatan ikan bandeng sangat dipengaruhi oleh penggunaan konsumsi

oksigen. Oksigen dibutuhkan oleh organisme akuatik untuk membantu proses

metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Oksigen yang masuk tersebut

mengalami proses respirasi insang. Hal sesuai dengan pernyataan Wibowo et al.

(1987) yang menyatakan bahwa pada suhu 21-27oC cenderung terjadi

peningkatan metabolisme sehingga respirasi meningkatkan ekskresi ammonia.

Kandungan oksigen terlarut menunjukan penurunan dengan makin meningkatnya

tingkat kepadatan dan lama waktu transportasi. Hal ini membuktikan bahwa

tingkat konsumsi oksigen sangat dipengaruhi oleh faktor kepadatan sehingga

dari kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan faktor kepadatan.

Ikan berukuran besar umumnya mengkonsumsi oksigen lebih banyak

dibandingkan dengan ikan yang berukuran kecil. Tetapi berdasarkan bobot ikan,

ikan kecil lebih banyak mengkonsumsi oksigen lebih banyak dibandingkan

dengan ikan yang berukuran besar pada spesies yang sama. Hal ini disebabkan

oleh perubahan ontogenetik pada ukuran pada ukuran relatif organ-organ tubuh.

Sebagai contoh ikan yang sedang tumbuh, jaringannya yang aktif dalam proses

metabolismenya seperti usus dan jantung memiliki proporsi yang lebih kecil pada

berat tubuhnya (Jobling, 1994).

Berat tubuh ikan berpengaruh terhadap konsumsi oksigen, semakin

ringan berat ikan maka nilai konsumsi oksigennya semakin besar

(Prosser, 1961). Konsumsi oksigen seiring dengan peningkatan berat tubuh

(Zonneveld, 1991).

Salah satu faktor lain yang mempengaruhi konsumsi oksigen adalah

suhu. Menurut Gordon (1972) yang mengatakan bahwa pengaruh lingkungan

terhadap konsumsi oksigen dapat berbeda, temperatur perairan juga

mempengaruhi metabolisme ikan. Dalam temperatur yang tinggi terjadi juga


peningkatan metabolisme dalam tubuh ikan dan hal tersebut akan

mengakibatkan konsumsi oksigen yang dibutuhkan semakin banyak.

Menurut Prosser dan Brown, (1961), standar nilai konsumsi oksigen untuk

hewan poikiloterm dari ikan air tawar adalah 0,349 mg/g/jam pada suhu 15OC.

Kecepatan konsumsi oksigen hewan poikiloterm akan naik dua kali lipat setiap

kenaikan suhu sebesar 10OC.

Kebutuhan konsumsi oksigen ikan mempunyai spesifitas yaitu kebutuhan

lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang bergantung

pada kebutuhan dan keadaan metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen

dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya

perbedaan struktural molekul darah yang mempengaruhi hubungan antara

tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan dalam sel darah.

Ketersediaan oksigen bagi ikan menentukan aktifitas ikan (Barner, 1963).

Menurut Fathuddin et al (2003), jumlah oksigen terlarut dalam air apabila

hanya 1,5 mg/L maka kadar oksigennya berkurang. Konsumsi oksigen pada

juvenil ikan bandengan dipengaruhi oleh jumlah kadar Zn pada air. Juvenil ikan

bandeng yang terkontaminasi logam Zn sebanyak 0.01 ppm mengkonsumsi

oksigen lebih tinggi dari pada ikan yang tidak terkontaminasi. Menurut Hickling

(1986), oksigen terlarut apabila dalam jumlah banyak ikan-ikan memang jarang

sekali mati tetapi pada keadaan tertentu hal yang demikian dapat mengakibatkan

ikan mati juga, sebab dalam pembuluh darah terjadi emboli gas yang

mengakibatkan tertutupnya pembuluh-pembuluh rambu didalam daun-daun

insang.

Laju metabolisme berbanding terbalik dengan konsentrasi oksigen

terlarut. Pada konsentrasi oksigen rendah dan temperatur meningkat, maka laju

metabolisme meningkat, sedangkan bila konsentrasi oksigen tinggi pada

temperature rendah, maka laju metabolism juga rendah (Julian et al., 2003).
Konsentrasi oksigen yang baik yang dikonsumsi ikan untuk hidup dengan

baik adalah 5 ppm. Ikan masih dapat bertahan hidup pada perairan dengan

konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, namun nafsu makannya rendah atau tidak

ada sama sekali sehingga pertumbuhannya terhambat. Ikan akan mati atau

mengalami stres bila konsentrasi oksigen terlarut mencapai nol (Afrianto dan

Liviawaty, 1992). Oksigen terlarut dalam jumlah banyak dalam perairan juga tidak

baik bagi pertumbuhan ikan. Oksigen terlarut dalam jumlah banyak dapat

mematikan ikan karena dalam pembuluh ikan terjadi akumulasi gas yang dapat

mengakibatkan tertutupnya pembuluh rambut pada insang ikan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Oksigen

Beberapa faktor yang mempengaruhi keutuhan oksigen diperairan adalah

aktivitas organisme dimana organisme yang aktif memiliki laju metabolism tinggi

dibandingkan dengan organisme yang lambat, ukuran dimana organisme yang

berukuran kecil mempunyai laju metabolism tinggi/unit berat/waktu dibandingkan

yang berukuran besar karena tempat respirasi insangnya lebih besar keseluruh

tubuhnya. Namun sebaliknya semakin besar suatu organisme maka akan

mengkonsumsi oksigen semakin besar pula Karena semua anggota tubuhnya

bergerak memerlukan energi yang berasal dari oksigen dan makanan. Selain itu

umur juga mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen yaitu semakin tua suatu

organisme maka laju metabolismenya rendah tetapi konsumsi oksigennya lebih

besar karena ukuran tubuhnya lebih besar, sedangkan ikan yang muda

metabolismenya cepat untuk pembentukan jaringan. Bila temperatur tinggi maka

tingkat konsumsi oksigen juga akan tinggi (sampai batas toleransi organisme)

(Djawad dkk.,2009).

Proses pernafasan dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu pertukaran udara

melalui permukaan alat pernafasan, difusi oksigen dan karbondioksida antara


insang dan darah, transpor oksigen dan karbondioksida dalam darah dan cairan

tubuh dari sel, dan pengaturan pernafasan (Fujaya, 1999).

Kualitas Air

Kualitas air sangat menentukan kelayakan suatu perairan sebagai

lingkungan hidup organisme. Salah satu faktor yang sangat menentukan

keberhasilan usaha budidaya perairan adalah kondisi kualitas airnya. Air yang

tidak memenuhi syarat atau terjadi perubahan mendadak akan dapat berakibat

buruk bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan biota yang dibudidayakan

(Mulyanto, 1990). Beberapa parameter kualitas air yang penting untuk

kelangsungan hidup ikan bandeng antara lain : suhu, salinitas, oksigen terlarut,

pH dan ammoniak.

Suhu

Suhu air adalah faktor lingkungan yang sangat penting yang

mempengaruhi aktivitas organisme air seperti halnya ikan. Suhu air berpengaruh

terhadap fisiologi hewan dalam hal metabolism dan kelarutan oksigen dalam air.

Selanjutnya dikatakan bahwa meningkatnya suhu akan meningkatkan oksigen

dan sebaliknya menurunkan daya larut oksigen dalam air (Achmad, 1993).

Setiap kenaikan suhu sebesar 10 oC meningkatkan kebutuhan oksigen

hewan aquatic dan naik hampir dua kali lipat. Suhu optimum untuk pertumbuhan

organisme adalah 29-30 oC, sedangkan batas toleransi untuk kelangsungan

hidup udang 26-32 oC (Poernomo, 1988).

Pengaruh suhu terhadap aktivitas fisiologi tubuh ikan dapat bersifat

mematikan, mengontrol, melindungi atau member intruksi. Suhu terutama

fruktuasinya sangat berpengaruh terhadap tingkah laku bandeng. Pada suhu

15 oC ikan bandeng hanya dapat bergerak lemah, pda suhu 13 oC pingsan dan

pada suhu 12 oC ikan mati. Suhu air 23 oC sudah dapat menurunkan nafsu
makan, aktivitas, pertumbuhan dan perkembangan larva. Larva mati pada suhu

43 oC dan gelondongan mati pada suhu 39 oC. suhu tertinggi yang dapat ditolerir

oleh ikan bandeng berkisar 40 oC. suhu optimum untuk perkembangan larva
o o
26-30 C. Induk bandeng aktif memijah pada suhu air antara 24-33 C.

pertumbuhan dan sintasan ikan sangat dipengaruhi olh suhu air. Dan daya

sintasan ikan menurun pada suhu yang lebih tinggi karena terbatas pada jumlah

oksigennya (Cholik dkk, 1990).

Salinitas

Sehubungan dengan variable lingkungan, suhu dan salinitas berpengaruh

pada konsentrasi oksigen terlarut menjadi rendah. Demikiaan juga salinitas,

kelarutan oksigen akan rendah apabila tingkat salinitas tinggi atau sebaliknya

(Riley dan Chester, 1981).

Salinitas adalah konsentrai garam-garam terlarut dalam air. Salinitas air

media dapat berpengaruh terhadap efisiensi pemanfaatan pakan, sintasan dan

pertumbuhan ikan bandeng. Apabila salinitas tinggi maka kecepatan

pertumbuhan menjadi terhambat karena sematik tinggi pula tekanan osmotiknya.

Salinitas dan suhu menjadi variable lingkungan yang sangat penting karena

berpengaruh secara langsung terhadap metabolisme, konsumsi oksigen,

prtumbuhan dan sintasan organisme laut (Jian et.al., 2003). Menurut Achmad

(1993 ), salinitas media pemeliharaan larva berkisar 30 ppt. selanjutnya

dikatakan bahwa pemeliharaan larva bandeng berkisar 30 ppt. Selanjutnya

dikatakan bahwa pemeliharaan ikan bandeng sebaiknya salinitas air

dipertahankan antara 25-25 ppt, sedangkan untuk ikan bandeng dewasa salinitas

air adalah 30-35 ppt.

Ikan bandeng sangat peka terhadap perubahan salinitas yang mendadak,

sehingga tidak boleh dipindahkan secara mendadak terhadap air yang

salinitasnya berbeda. Toleransi ikan bandeng terhadap perbedaan salinitas


cukup besar yaitu 0-40 ppt dan jika terjadi perubahan secara mendadak

melebihi kadar tersebut dapat menyebabkan kematian (Martosudarmo, 1984).

Derajat Keasaman (pH)

Keasaman (pH) didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi

ion hidronik (H+) yang merupakan indicator keasaman serta kebasaan air.

Kondisi pH perairan rendah akan mengganggu keseimbangan asam-basa darah

dan menurunkan konsentrasi NaCl dalam darah yang pada akhirnya akan

mengacaukan kerja osmotik tubuh organisme akuatik dan daya racun nitrit

meningkat (Boyd, 1990). Sedangkan pada pH tinggi daya racun ammoniaknya

menjadi meningkat (Wang et al., 2002). Kondisi pH yang ditolerir oleh larva ikan

yaitu betkisar 6,0-8,0.

pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar 6,5-8,5, pH air yang berkisar

antara 1,0-6,5 menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lambat, sedangkan pH

dibawah 4 dan diatas 11 merupakan titik asam dan alkali yang mematikan (Boyd,

1990). Dijelaskan pula oleh Rumawan (1991) bahwa pH yang biasanya berada

sedikit diatas netral dan jarang keluar dari batasan pH 7-9 sangat

menguntungkan organisme yang ada didalamnya. Menurut Sumartono (1995),

pH optimum untuk pemeliharaan larva ikan bandeng adalah 6,5-7,5.

Oksigen Terlarut

Konsentrasi oksigen terlarut dalam air berpengaruh terhadap proses

metabolisme. Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor lingkungan yang

sangat esensial yang mempengaruhi proses fisiologi organisme akuatik (Boyd,

1990). Secara umum kandungan oksigen yang terlalu rendah (<3 ppm) akan

menyebabkan nafsu makan organisme dan tingkat pernapasannya rendah,

berpengaruh pada tingkah laku dan proses fisiologi seperti tingkat kelangsungan

hidup, pernafasan, sirkulasi, makanan, metabolisme dan pertumbuhan. Bila

kondisi ini berlanjut untuk waktu yang relative lama maka konsumsi pakan akan
terhenti dan akibatnya pertumbuhan menjadi terhenti (Boyd, 1990). Penurunan

ketersediaan oksigen menyebabkan ketidakmampuan organisme air untuk

mendukung kebutuhan energi bagi organisme untuk makan dengan baik. Jika

turun dibawah batas tertentu maka proses metabolisme akan menurun dan

aktifitas organisme berkurang (Jobling, 1994).

Sehubungan dengan variable lingkungan, suhu dan salinitas berpengaruh

terhadap konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Peningkatan suhu dapat

menyebabkan kadar oksigen terlarut menjadi rendah. Demikian pula halnya

dengan salinitas, kelarutan oksigen akan rendah bilamana salinitas tinggi atau

sebaliknya (Rily dan Cheater, 1981).

Kebutuhan oksigen terlarut untuk setiap organisme air berbeda,

bergantung pada kepada jenis yang mentolerir fluktuasi oksigen. Pada umumnya

semua organisme yang dibudidayakan tidak mampu mentolerir perubahan

fluktuasi oksigen yag ekstrim (mendadak). Oleh karena itu, untuk mempertinggi

sintasan dan pertumbuhan ikan kandungan oksigen dalam media pemeliharaan

larva harus selalu mempertahankan dalam kondisi optimum. Menurut Sumartono

(1995), kadar oksigen terlarut yang optimum untu ikan bandeng (>5 ppm-

>4ppm).

Ammoniak

Ammoniak merupakan senyawa produk utama dari limbah nitrogen dalam

perairan yang berasal dari organisme akuatik. Ammoniak juga dapat berasal dari

buangan bahan organik yang mengandung senyawa nitrogen seperti protein

maupun hasil ekskresi organisme budidaya dan mineralisasi detritus organik.

Ammoniak uga dihasilkan melalui amonifikasi bahan organik seperti pakan yang

tidak terkonsumsi dan feses. Untuk keperluan kelangsungan hidup dan

pertumbuhan kadar ammoniak dalam media pemeliharaan hendaknya tidak

melebihi 0,1 ppm dan nitrit tidak lebih dari 0,5 ppm (Boyd, 1990).
III. Metode Penelitian

Tempat dan waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Mini dan di Laboratorium

Ektosikologi dan Fisiologi Biota Laut Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Hasanuddin Makassar pada bulan September 2011.

Materi Penelitian

Materi penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Hewab Uji

Hewan uji yang digunakan adalah ukuran gelondongan ikan bandeng

yang berumur ± 2 bulan dengan kisaran bobot 0,7-0,9 g/ekor.

Wadah Percobaan

Wadah percobaan yang digunakan adalah aquarium dengan ukuran

panjang x lebar x tinggi masing-masing 50 cm x 40 cm x 35 cm sebanyak 12

buah. Tiap aquarium diisi air media sebanyak 45 L. Air media yang digunakan

salinitasnya adalah 30 ppt (air laut).

Air media sebelum digunakan terlebih dahulu disterilkan dengan

menggunakan kaporit selama 1-2 hari dan diaerasi kuat. Selanjutnya dinetralisir

dengan menggunakan Natrium-thiosulfat (Na2S2O3) setelah 1-2 hari air tersebut

di tes chlorine dengan menggunkan chlorine test. Apabila hasil test menunjukkan

air sudah netral, maka air tersebut sudah dapat digunakan.

Alat dan Bahan

Sebelum memulai penelitian dibutuhkan alat dan bahan. Dibawah ini

merupakan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan selama penelitian beserta

fungsi masing-masing.
Alat dan Bahan Fungsi

Alat
Akuarium volume 45 liter sebanyak 12 Wadah pemeliharaan ikan
buah
Tempat memasukkan sampel yang
Glass syringes volume 10 ml 10 buah akan diukur oksigen terlarutnya
Alat yang digunakan untuk mengukur
Ultra DO Meter (UD-901) oksigen terlarut

Neraca analitik Menimbang bobot kering ikan

Termometer Mengukur suhu air

Refractometer Mengukur salinitas air

pH meter Mengukur keasaman air


Mengambil aquades dalam
Pipet tetes pengukuran oksigen terlarut

Gayung Mengambil air

Serok Mengambil ikan dari wadah fiber

Cawan petri Meletakkan ikan yang akan


dimasukkan ke dalam oven

Pinset Mengambil ikan yang berukuran kecil


yang akan dimasukkan ke dalam oven

Peralatan aerasi Mengalirkan oksigen di dalam air

Mengalirkan air dari dan ke dalam


Pompa
wadah akuarium

Bahan
Ikan bandeng (usia 50 hari) Hewan sampel yang diberi perlakuan
Air laut Wadah

Menetralkan nilai oksigen terlarut pada


Aquades
alat dan untuk membersihkan syringe
glass
Mengeringkan alat
Tissue
Memberi label pada wadah dan glass
Kertas label syringe

Menutupi wadah akuarium agar tidak


Plastik hitam
terlalu terekspos cahaya matahari
Metode Penelitian

1. Rancangan Percobaan

Peneitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4

perlakuan yaitu : A : 15 ekor, B : 25 ekor, C : 35 ekor, dan D : 45 ekor. Masing-

masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali, dengan demikian terdapat 12 satuan

percobaan, penempatan wadah peneitian dilakukan secara acak (Gaspersz,

1991).

Adapun tata letak wadah penelitian dari setiap perlakuan sesudah

ilakukan pengacakan dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :

C1 C2 A1 D3

A3 B2 D2 D1

A2 B1 B3 C3

Gambar 1. Tata letak Wadah Penelitian Setelah Pengacakan

2. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan tahap persiapan yang meliputi pembersihan

alat dan wadah pemeliharaan yang akan digunakan, kemudian masing-masing

wadah pemeliharaan diisi dengan air laut sebanyak ± 45 L. Wadah tersebut

dihubungkan dengan selang aerator untuk mensuplai oksigen. Sebelum

penebaran terlebih dahulu dilakukan penimbangan berat dan pengukuran

panjang tubuh awal rata-rata ikan uji. Selanjutnya dilakukan penebaran ikan uji

sesuai perlakuan masing-masing yaitu perlakuan A : 15 ekor, B : 25 ekor, C : 35

ekor, dan D : 45 ekor. Setelah itu dilakukan aklimatisasi terhadap wadah masing-

masing sebelum melakukan penelitian tersebut. Aklimatisasi ini bertujuan


menghindari hewan uji agar tidak stres saat dibiasakan hidup pada kepadatan

yang berbeda. Setelah tahap adaptasi, dilakukan penimbangan hewan uji untuk

mengetahui bobot hewan uji awal pengamatan.

3. Pengamatan Kualitas Air

Sebagai data penunjang, maka dilakukan pengukuran beberapa

parameter kualitas air yang meliputi suhu, oksigen terlarut, pH, dan ammoniak.

Untuk temperatur (suhu) pengukuran dengan menggunakan thermometer skala

100oC, derajat keasaman (pH) dengan menggunakan kertas lakmus atau pH

meter, salinitas dengan menggunakan refraktometer dan kandungan amoniak

(NH3) dengan menggunakan titrasi. Pengukuran kualitas air dilakukan 2 kali yaitu

pada awal penelitian dan akhir penelitian.

Untuk mempertahankan kualitas air setiap harinya dilakukan penyiponan

dan pergantian air sebanyak 30-50 % dari volume air wadah. Pengukuran

parameter kualitas air dilakukan sebelum dan sesudah pergantian air

(Sugama,1997).

4. Pengukuran DO awal

Pengukuran konsumsi oksigen dilakukan setelah pemberian pakan.

Pengukuran dilakukan pada pukul 10.00 pagi setelah pemberian pakan pagi dan

sebelum pemberian pakan siang. Pengukuran DO awal dilakukan dengan

mengambil air sampel dan dimasukkan ke dalam botol syringe dan mencatat

volume air sampel yang dimasukkan kedalam botol syringe dan mengukur

oksigen terlarut dengan Ultra DO Meter.

5. Pengukuran DO akhir

Air sampel dimasukkan ke dalam botol syringe. Mencatat volume air

sampel yang dimasukkan, kemudian botol syringe ditutup rapat dan dibiarkan

±10 Menit kemudian diukur oksigen terlarutnya dengan Menggunakan Ultra DO

Meter.
Setelah pengukuran konsumsi oksigen, sampel dikeluarkan dan

dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama ±5 jam. Setelah kering

kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik.

A A

Botol Syringe
Ultra DO meter
Akuarium
B

B C

Timbangan Elektrik
Oven

Gambar 2. Skema Penelitian Yang Dilakukan Dengan Metode Botol Tertutup

Keterangan :

A = Pengukuran DO awal
B = Pengukuran DO akhir
C = Pengukuran bobot kering

Pengukuran dan Pengamatan Peubah

Laju konsumsi oksigen ditentukan berdasarkan jumlah konsentrasi

oksigen yang diukur pada awal dan akhir pengukuran, dihitung dengan formula

laju konsumsi oksigen yang dikemukakan oleh Djawad dkk (1996).


Untuk mengetahui jumlah oksigen terlarut tanpa sampel (mg/jam)

digunakan rumus :

X = (DO awal – DO akhir) x v/1000 : T/60

Untuk mengetahui jumlah oksigen dengan sampel (mg/jam) digunakan

rumus :

Y = (DO awal – DO akhir) x V/1000 : T/60

Dimana :

X = Konsumsi oksigen dalam syringe tanpa sampel (mg/jam)


Y = Konsumsi oksigen dalam syringe menggunakan sampel (mg/jam)
V = Volume syringe (mL)
DO awal = Kelarutan oksigen awal (mg/L)
DO akhir = Kelarutan oksigen akhir (mg/L)
T = Waktu (menit/jam)

Untuk mengetahui jumlah oksigen terlarut sebenarnya (mg/jam)

digunakan rumus :

Z=Y–X

Untuk mengubah satuan jumlah oksigen sebenarnya kedalam satuan

µO2/jam) digunakan rumus :

Z x 1000
W=
Berat molekul oksigen

Untuk mengubah satuan jumlah oksigen terlarut sebenarnya kedalam

µLO2/jam digunakan rumus :

U = W x 22,4 dengan asumsi bahwa 1 mol gas O2 = 22,4

Untuk mengetahui laju konsumsi O2 per berat badan ikan

(µO2/mgBB/jam) digunakan rumus :

U
N=
Mg Berat Badan
Dimana :

N = Konsumsi Oksigen
Analisis Data

Data konsumsi oksigen diperoleh dan dianalisi menggunakan sidik ragam

(ANOVA). Selanjutnya jika terdapat perlakuan memiliki pengaruh yang sangat

nyata maka dilakukan Uji Beda Nyata Kecil (BNT) sesuai dengan petunjuk

Gasperz (1991). Sebagai alat bantu untuk melaksanakan uji statistik digunakan

paket program SPSS versi 16 (Santoso, 2001).


IV. Hasil dan Pembahasan

Tingkat konsumsi oksigen juvenil ikan bandeng dengan perlakuan

kepadatan yang berbeda dalam satuan µL O2/mg BB/jam selama tujuh hari masa

pemeliharaan pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 3

dibawah ini.

Gambar 3. Grafik Konsumsi Oksigen Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos


Forsskal) pada Semua Perlakuan

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat pada hari pertama dan kedua

masa pemeliharaan perlakuan B, dan D mengalami peningkatan dan perlakuan

C mengalami penurunan. Sedangkan Perlakuan A relatif stabil. Ini menandakan

bahwa terjadi penyesuaian antara kondisi media pemeliharaan dengan habitat

sebelumnya. Pada hari ketiga dan keempat masa pemeliharaan perlakuan A, B

dan C mengalami penurunan konsumsi oksigen sebanyak ± 0,0006-0,0169

µO2/mgBB/jam. Sedangkan pada perlakuan D mengalami peningkatan sebanyak

0,00934 µO2/mgBB/jam. Hal ini disebabkan Peningkatan penggunaan konsumsi

oksigen diakibatkan terjadinya penikatan aktivitas ikan dalam mencari makanan.


Dimana laju makanan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan

laju metabolismenya. Jumlah oksigen yang dibutuhkan organisme dipengaruhi

oleh laju metabolismenya. Bila laju metabolismenya cepat menunjukkan bahwa

organism membutuhkan oksigen yang lebih banyak dibandingkan jika laju

metabolismenya lambat (Djawad dkk., 2004).

Perlakuan A mengalami peningkatan jumlah konsumsi oksigen pada hari

keempat hingga hari ketujuh sedangkan perlakuan D sebaliknya mengalami

penurunan hingga akhirn masa pemeliharaan. Hal ini terjadinya perbedaan

konsumsi oksigen kemungkinan dipengaruhi oleh kondisi ikan yang melemah

yang disebabkan oleh stres terhadap lingkungan tersebut. Kepadatan yang

berbeda pada setiap perlakuan mempengaruhi aktivitas organisme seperti

persaingan mencari makanan, penyesuaian dengan lingkungan, peningkatan

suhu (kualitas air), penggunaan konsumsi oksigen dan laju metabolismee

organisme. Beberapa faktor yang mempengaruhi keutuhan oksigen diperairan

adalah aktifitas organisme dimana organisme yang aktif memiliki laju

metabolisme tinggi dibandingkan dengan organisme yang lambat, ukuran dimana

organisme yang berukuran kecil mempunyai laju metabolisme tinggi/unit

berat/waktu dibandingkan yang berukuran besar karena tempat respirasi

insangnya lebih besar keseluruh tubuhnya (Djawad, 2009).

Pada perlakuan C hari keempat hingga hari ketujuh konsumsi oksigen

relatif stabil, akan tetapi mengalami penurunan dihari ketujuh sekitar 0,00417

µO2/mgBB/jam. Ini menandakan bahwa organisme dapat beradaptasi dengan

baik terhadap media pemeliharaannya. Sedangkan pada perlakuan B mengalami

kenaikan dan penurunan jumlah konsumsi oksigen. Pada hari keempat hingga

kelima mengalami kenaikan sebesar 0,00583 µO2/mgBB/jam dan penurunan

pada hari keenam sebanyak 0,0052 µO2/mgBB/jam dan kembali mengalami


o
kenaikan pada hari ketujuh masa pemeliharaan. Peningkatan suhu 10 C
menyebabkan peningkatan metabolisme 3-5 kali. Pada hari keempat sampai hari

ketujuh terjadi penurunan jumlah konsumsi oksigen Hal ini kemungkinan terjadi

penurunan konsumsi oksigen akibat dari melemahnya kondisi ikan. Peningkatan

konsumsi oksigen serta kecepatan renang secara terus menerus akan

menyebabkan kelelahan dan menimbulkan oxygen debt (utang oksigen).

Pembayaran utang oksigen ini menggunakan metabolisme basal (resting) dan

juga dimungkinkan adanya faktor dimana benih bandeng sudah terbiasa atau

beradaptasi dengan pakan dan lingkungannya . Pada hari berikutnya terjadi

peningkatan konsumsi oksigen namun sudah cukup stabil kemungkinan karena

ikan sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan maupun pakannya

(Fujaya, 1999).

Pada perlakuan C memiliki nilai konsumsi oksigen relatif stabil

dibandingkan dengan masing-masing perlakuan lainnya. Juvenil ikan bandeng

yang berada pada perlakuan C dapat beradaptasi baik dengan lingkungannya

yang meliputi kolom air maupun aktivias organisme dalam mencari makan.

Organisme yang berada pada media ini cepat melakukan adaptasi dan memiliki

konsumsi oksigen ±0,0001-0,0003 µO2/mgBB/jam. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Fujaya (1999) bahwa pada keadaan cukup makanan, ikan akan

mengkonsumsi makanan hingga memenuhi kebutuhan energinya.

Pada grafik dimana perlakuan D hari pertama hingga hari keempat terjadi

peningkatan konsumsi oksigen. Hal ini diduga akibat adanya pengaruh dari

cahaya, suhu, proses metabolisme yang berlangsung terus menerus, stres

terhadap lingkungan dan proses pemberian pakan. Menurut Gonzales dkk

(2002), yang menyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap metabolisme dan

pemangsaan pakan. Fujaya (1999) menambahkan bahwa temperature, oksigen

dan aktivitas paling besar pengaruhnya terhadap metabolisme.


Gambar 4. Grafik Konsumsi Oksigen Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos
Forsskal) pada semua perlakuan kepadatan

Perbedaan nilai konsumsi oksigen ini disebabkan terjadinya perbedaan

kepadatan dalam suatu wadah yang akan mempengaruhi metabolisme dalam

upaya adaptasi lingkungan organisme. Hubungan antara Kepadatan (X) dengan

laju konsumsi oksigen (Y) semakin meningkat berpola linear dengan persamaan

regresi Y1= -0,0011x + 0,067 (Gambar 7).

Pengaruh nilai kepadatan (variabel Χ) adalaah negatif yaitu -0,001 yang

menunjukkan bahwa penurunan dari jumlah kepadatan akan diikuti juga oleh

penurunan nilain konsumsi oksigen. Nilai pendugaan regresi sebesar 0,9157

yang menunjukkan besar pengaruh kepadatan terhadap jumlah konsumsi

oksigen ikan bandeng (Idrus, 2012).

Pada semua perlakuan diperoleh nilai R2=0,9157. Nilai R dari persamaan

tersebut mendekati +1. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan hubungan tingkat

konsumsi oksigen dengan jumlah kepadatan yang berbeda pada ikan bandeng

tersebut memperlihatkan korelasi positif yang sangat kuat. Hubungan linear

sempurna terdapat antara nilai-nilai X dan Y dalam contoh, bila R=+1 atau R=-1,

hubungan antara kedua peubah itu kuat dan kita katakan terdapat korelasi yang
tinggi antara keduanya. Akan tetapi, bila R mendekati nol, hubungan linear

antara X dan Y sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali (Walpole,

1997).

Peningkatan konsumsi oksigen juga berpengaruh terhadap penambahan

bobot ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fujaya (1999) yang menyatakan

bahwa pada keadaan cukup makanan hingga memenuhi kebutuhan energinya

peningkatan konsumsi oksigen yang sangat cepat diiringi dengan meningkatnya

aktivitas (kecepatan renang ikan). Ditambahkan oleh Heming dan Buddington

(1988) bahwa pada umumnya laju metabolisme dan aktivitas meningkat dengan

adanya peningkatan suhu, tetapi seringkali dimodifikasi oleh faktor-faktor lain

seperti salinitas dan oksigen.

Proses penurunan grafik pada setiap perlakuan juga dimungkinkan

karena pertambahan bobot dari benih bandeng. Perubahan dari berat badan

menyebabkan perubahan tingkat konsumsi oksigen sangat kecil karena pada

saat total konsumsi oksigen meningkat akibat meningkatnya ukuran, konsumsi

oksigen per unit berat badan menurun (Fujaya, 1999).

Pada nilai analisis data konsumsi oksigen (Lampiran 2), dapat dilihat

bahwa nilai F tabel<F hitung Tinggi. Data ini menandakan bahwa Perlakuan

(Kepadatan) berpengaruh sangat nyata pada konsumsi oksigen ikan bandeng.

Uji Lanjut BNT (Lampiran 2), dapat diambil kesimpulan bahwa pada Perlakuan A

: berbeda nyata dengan perlakuan B, C dan D. Perlakuan B : berbeda nyata

dengan perlakuan A, C dan D. Sedangkan Perlakuan C dan D berbeda nyata

dengan perlakuan A dan B. akan tetapi perlakuan C dan d tidak terjadi

perbedaan yang nyata. Hal ini menandakan Tinggi rendahnya konsumsi oksigen

merupakan gambaran dari proses metabolisme yang terjadi pada tubuh ikan.

Energi yang digunakan dalam proses metabolisme ini adalah merupakan hasil

dari reaksi pemecahan atau pembongkaran senyawa kimia kompleks yang


mengandung energi tinggi menjadi senyawa sederhana yang mengandung

energi rendah dengan membebaskan energi, energi bebas tersebut ditimbun

dalam bentuk ATP. Dalam sel ATP digunakan sebagai sumber energi bagi

seluruh aktivitas hidup yang memerlukan energi (Prawirohartono et al, 2007).

Kualitas Air

Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air pada awal dan akhir penelitian
Parameter A B C D

Suhu (oC) 26-29 26-29 26-29 26-29

Salinitas (ppt) 30-34 31-35 31-34 30-35

Ammoniak (ppm) 0,008-0,018 0,006-0,018 0,011-0,022 0,010-0,033

pH 6,35-7,36 6,86-7,23 6,85-7,40 7,13-7,43

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa kualitas air

pada media pemeliharaan dalam kisaran yang normal. Menurut Boyd (1982),

parameter kualitas air yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan

pertumbuhan organism adalah suhu, pH, oksigen terlarut dan ammoniak.

Suhu air berpengaruh terhadap fisiologi hewan dalam hal metabolisme

dan kelarutan oksigen dalam air (Achmad, 1993). Suhu mempengaruhi

kecepatan metabolisme dan aktivitas organisme. Suhu berpengaruh terhadap

metabolisme dan laju pemangsaan pakan, kemudian memodifikasi ketersediaan

pakan tersebut untuk penyediaan energy bagi pertumbuhan ikan (Gonzalez

et.al., 2002).

Menurut Cholik dkk (1990), suhu terutama fluktuasinya sangat

berpengaruh terhadap tingkah laku bandeng. Pada suhu 15oC bandeng hanya

dapat bergerak lemah, pada suhu 13oC pingsan dan pada suhu air 23oC sudah

dapat menurunkan nafsu makan, aktivitas, pertumbuhan dan perkembangan


larva. Larva mati pada suhu 43 oC dan gelondongan mati pada suhu 39 oC. suhu

tertinggi yang dapat ditolerir oleh ikan bandeng berkisar 40 oC.

Suhu yang ada pada media pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara

26-29 oC. hal ini sesuai dengan pernyataan Matosudarmo dkk (1984), yang

menyatakan bahwa toleransi nener terhadap suhu berkisar 12-35 oC. batas

toleransi suhu menurut pernyataan Pillay (1990) berkisar 15-40 oC dengan suhu

optimum antara 20-33 oC.

Salinitas dan suhu merupakan variable lingkungan yang sangat penting

karena berpengaruh secara langsung terhadap metabolisme, konsumsi oksigen,

pertumbuhan dan sintasan organism laut (Jian, et.al.,2003). Ikan bandeng sangat

peka terhadap perubahan salinitas yang mendadak, sehingga tidak boleh

dipindahkan secara mendadak terhadap air yang salinitasnya berbeda. Toleransi

ikan bandeng terhadap perbedaan salinitas cukup besar yaitu 0-40 ppt dan jika

terjadi perubahan mendadak melebihi kadar tersebut dapat menyebabkan

kematian (Martosudarmo, 1985).

Salinitas yang terdapat pada media pemeliharaan ikan bandeng berkisar

30-35 ppt. hal ini sesuai dengan pernyataan Anindiastusti dkk (1995) yang

menyatakan bahwa kisaran yang baik untuk keperluan pembenihan bandeng

adalah 30-35 ppt. selanjutnya dikatakan bahwa pemeliharaan larva ikan bandeng

sebaiknya salinitas air dipertahankan antara 25-35 ppt, sedangkan untuk ikan

bandeng dewasa salinitas air adalah 30-35 ppt.

pH adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hydrogen dan menunjukkan

suatu perairan apakah bersifat asam atau basa. Menurut Boyd (1990, pH yang

didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion Hidrogen (H+) yang

merupakan indikator keasaman serta kebasaan air.

Nilai pH yang diperoleh dari median pemeliharaan ikan berkisar 6,0-8,0.

Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd (1990), bahwa pH yang baik untuk
kehidupan ikan berkisar antara 6,5-8,5, pH air yang berkisar 4,0-6,5

menyebabkan pertumbuhan ikan menjadi lambat, sedangkan pH dibawah 4 dan

diatas 11 merupakan titik asam dan alkali yang mematikan. Dijelaskan pula oleh

Runawan (1991) yang menyatakan bahwa pH yang biasanya berada sedikit

diatas netral dan jarang keluar dari batasan pH 7-9 sangat menguntungkan

organism yang ada didalamnya. Menurut anindiastuti dkk (1991), pH optimum

untuk pemeliharaan larva ikan bandeng adalah 6,5-7,5. Sedangkan menurut

Watanabe (1986) menyatakan bahwa pH yang baik untuk pemeliharaan larva

bandeng adalah 8-8,5.

Kebutuhan oksigen terlarut untuk setiap jenis organisme air berbeda,

bergantung kepada jenis yang mentolerir flluktuasi oksigen. Pada umumnya

semua organisme yang dibudidayakan tidak mampu mentolerir perubahan

fluktuasi oksigen yang ekstrim (mendadak). Oleh karena itu, untuk mempertinggi

sintasan dan pertumbuhan ikan, kandungan oksigen dalam media pemeliharaan

harus selalu dipertahankan dalam kondisi optimum. Nilai oksigen terlarut pada

media pemeliharaan berkisar 3,0-8,0 ppm. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Anindiastuti dkk (1995) yang menyatakan bahwa batas normal oksigen terlarut

untuk kehidupan ikan bandeng adalah 3,0-8,5 ppm.

Ammoniak merupakan senyawa produk utama dari limbah nitrogen dalam

perairan yang berasal dari organisme aquatik. Ammoniak juga berasal dari

buangan bahan organik yang mengandung senyawa nitrogen seperti protein

maupun hasil ekskresi organism budidaya dan mineralisasi detritus organic.

Untuk kelangsunga hidup dan pertumbuhan kadar ammoniak dalam media

pemeliharaan hendaknya tidak melebihi 0,1 ppm dan nitrit tidak lebih 0,5 ppm

(Boyd, 1990). Pada pemeliharaan ikan bandeng kadar ammoniak optimal pada

media pemeliharaan larva sebesar 0,1-0,2 ppm (Anindiastuti, 1995).


V. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan

bahwa Kepadatan yang sesuai untuk juvenil ikan bandeng adalah perlakuan C

yaitu 35 Individu per45 L.

Saran

Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut mengenai konsumsi oksigen

pada juvenil ikan bandeng yang dilihat bagaimana tingkah laku dan respon

fisiologi organisme dalam perlakuan kepadatan yang berbeda.


Daftar Pustaka

Achmad, T.A., T. Prijono., T. Aslianti., Setiadharma., dan Kasprijo. 1993.


Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Seri Pengembangan Hasil
Penelitian Perikanan No. PHP/KAN/24/1993. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan. Jakarta. 68 Hal.

Afrianto, E., E. Liviawaty, 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit
Kanisius, Jakarta.

Anindiastuti., B. Sumartono., W. Hardanu., K. Tatg., T. Arief., dan B. Saleh. 1995.


Biologi Bandeng Chanos chanos (Forsskal). Balai Budidaya Air Payau.
Jepara.

Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Gramedia. Jakarta.

Arwis.U.Gaib, Nursyamsiah, F. Sudrajat, H. Taher, Meti Kamilah. Fajar, Rezky.


Fitria, Sopi. 2008. Pembenihan Ikan Bandeng. Pusat Pengembangan Dan
Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Pertanian.
Cianjur.

Barner, R. D. 1963. Invertebrata Zoologi. W. B. Saunders Company,


Philadelphia.

Berka. R. 1986. The transport of live fish EIFAC Tech. Pap. No. 48. p.52

Boyd, C.E. 1990. Water quality management in pond aquaculture. Birmingham.


Publish Co. Alabama, p. 3-163.

Cholik F, Z. I Anwar, Prijono, G. Sumiarsa, Badraeni, S, N. Irianti. 1990.


Teknologi Pembenihan Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Balai
Penelitian Budidaya Pantai. Bali.

Fathuddin, M. Iqbal Djawal dan Liestiati Fachruddin. 2003. Konsumsi Oksigen


Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskall) Terhadap Air Tercemar
Seng (Zn). J. Sains dan Tekhnologi, 3 (3): 81-86.s

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. PT


Rineka Cipta. Jakarta.

Gonzalez, M.L., D.A. Lopez, M.C. Perez and J.M. Castro. 2002. Effect of
temperature on the scope for the growth in Juvenil Scallops Argopecten
purpuratus (Lamark, 1819). Aquaculture Internasional, 10:339-349.

Gordon, M. S. 1982. Animal Physiology Principles. Mac Millan Publishing Co.


New York.

Hurkat. 1976. A Text Book of Animal physiology. Schandand Co. Ltd, New Delhi.
Idrus, Ikram. 2011. http://ikramidrussmaros.blogspot.com/2011/05/cara-baca-
koefien-dalam-persamaan.html. Diakses pada tanggal 06 Februari 2012,
pukul 17.37 Wita di Makassar.

Jian, C.Y., S.Y. Chang and J.C, Chan. 2003. Temperature and Salinity
Tolerances pf Yellowfin sea Bream, Acanthopagrus latus, at Different
Salinity and Temperature levels. Aquaculture Research, 34:175-185.

Jobling. 1994. Respiration and Metabolism. In Fish and Fisheries Series 13: Fish
Bioenergetics, PP 121-145. Chapman and Hall. London.

Julian, William G. R, Stephanie E.W. and James S Albert. Oxygen Consumption


in weakly electric neotropical fishes. Journal of Oecologia 2003; 137:502-
511.

Lesmana, D.S. 2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Martosudarmono, B. 1994. Biologi Bandeng (Chanos chanos Forskal). Dirjen


Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta.

1984. Biologi Bandeng (Chanos chanos Forskal). Dirjen


Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta.

Pillay, T.V.R. 1990. Aquaculture Principle and Practise. Fishing New Books.
Toronto.

Prosser, C. L. and F. A. Brown. 1961. Comparative Animal Physiology. W. B.


Saunders Company, Philadelphia and London.

Riley, J.P. and R. Cheater. 1981. Introduction ti Marine Chemistry. Academic


Press Inc. London.

Rumawan. 1991. Pengaruh Berbagai Tingkat Salinitas Terhadap Pertumbuhan


Larva Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal). Universitas Warmadewa.
Denpasar.

Schmidt and Nielson K. 1990. Animal Physiology and Environment. Combridge


University Press. Combridge.

Sumartono, B., Utaminingsih, S. Rahardjo. 1995. Pemilihan Lokasi Pembenihan


Ikan Bandeng (eds). Teknologi Pembenihan Bandeng Secara Terkendali.
Balai Budidaya Air Payau. Jepara.

Suryaningrum, T.D., Abdul Sari dan Ninoek Indiarti (2000). Pengaruh Kapasitas
Angkut Terhadap Sintasan dan Kondosi Ikan pada Transportasi Kerapu
Hidup Sistim Basah. Dalam Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan
1999/2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan
Perikanan Jakarta. P; 259-268.

Sutisna, D.H. dan R. Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius.
Yogyakarta.
Tjasyono, B. H. 1987. Iklim dan Lingkungan. Cendekia Daya Utama. Bandung.

Ville, C. A. Walker, W. F. Barnes, R. D. 1988. Zoologi Umum. Erlangga. Jakarta.

Walpole. 1997. Pengantar Statistika. edisi 3, PT Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta

Wang, W.N., A.L. Wang, I. Chen, Y. Liu and R.Y. Sun. 2002. Effect of pH on
Survival, Phosphorous Concentration, adenylate energy Charge and Na+-
K+ ATPase Activities of Penaeus Chinensis Osbeck Juvenils, Aquat To
xicol 60:75-83.

Wibowo, S, Utomo, B S.V. and Suryaningrum, T.D. 1987. Kajian Sifat Fisiologi
Ikan Sebagai Dasar Dalam Pengembangan Transportasi Ikan Kerapu
Lumpur (Epinephelus tauvina) Hidup untuk Eksport. Makalah disampaikan
sebagai penelitian unggulan Puslitbang Perikanan.

Zonneveld N. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta.
LAMPIRAN
A
Penelitian: Perubahan tingkat konsumsi oksigen terhadap jumlah
kepadatan yang berbeda pada ikan bandeng (Chanos chanos forskal).
Anova
Kepadatan
Sumber F tab
JK db KT F hit
Keragaman 5% 1%

Perlakuan 0,004 3 0,001 75,869 3,0088 4,7181

Galat 0,000 24 0,000


Total 0,005 27
Keterangan: berpengaruh sangat nyata (p<0,01)

Penjelasan: perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap ikan


bandeng.

Uji Lanjut
Perbandingan antar
perlakuan
kepadatan
Tukey HSD

(I) perlakuan (J) perlakuan Selisih (I-J) Std. Error Sig.


a b .01087* .00227 .000
c .02545* .00227 .000
d .03073* .00227 .000
*
b a -.01087 .00227 .000
*
c .01459 .00227 .000
*
d .01986 .00227 .000
*
c a -.02545 .00227 .000
*
b -.01459 .00227 .000
d .00527 .00227 .121
*
d a -.03073 .00227 .000
*
b -.01986 .00227 .000
c -.00527 .00227 .121
Uji Lanjut
Perbandingan antar
perlakuan
kepadatan
Tukey HSD

(I) perlakuan (J) perlakuan Selisih (I-J) Std. Error Sig.


a b .01087* .00227 .000
c .02545* .00227 .000
d .03073* .00227 .000
b a -.01087* .00227 .000
c .01459* .00227 .000
d .01986* .00227 .000
c a -.02545* .00227 .000
b -.01459* .00227 .000
d .00527 .00227 .121
d a -.03073* .00227 .000
b -.01986* .00227 .000
c -.00527 .00227 .121
(*)
Keterangan: Berbeda nyata antar perlakuan pada taraf (P<0,05)

Penjelasan:
Perlakuan a: berbeda nyata dengan perlakuan b, c dan d
Perlakuan b: berbeda nyata dengan perlakuan a, c, dan d
Perlakuan c: berbeda nyata dengan perlakuan a dan b, namun tidak berbeda
dengan d
Perlakuan d: berbeda nyata dengan perlakuan a dan b, namun tidak berbeda
dengan c.

Anda mungkin juga menyukai