SKRIPSI
Oleh:
Oleh:
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Mengetahui,
Dekan
Fakultas ILmu Kelautan dan Perikanan, Ketua Program Studi
Universitas Hasanuddin Budidaya Perairan,
Kata kunci: Konsumsi Oksigen, Tambak, Juvenil Ikan Bandeng (Chanos chanos
Forsskal), Kepadatan yang berbeda
RIWAYAT HIDUP
SMAN 1 Makassar hingga tamat pada tahun 2006. Di tahun 2007 melalui
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas
skripsi ini, yang hanya berkat bantuan berbagai pihak, maka skripsi ini dapat
2. Bapak Dr. Ir. Muh. Iqbal Djawad, M.Sc selaku pembimbing utama dan
Bapak Dr. Ir. H. Zainuddin, M.Si yang telah meluangkan waktunya dalam
3. Dr. Ir. St. Aslamyah, MP selaku Ketua Program Studi yang telah setia
4. Dr. Ir. Gunarto Latama, M.Sc selaku Pembimbing Akademik yang telah
5. Dr. Ir. H. Hamzah Sunusi, M.Sc dan Dr. Andi Amri, S.Pi, M.Si selaku
penguji ujian skripsi yang telah memberikan kritik dan saran tentang
Myta, Aya, Narti, Eka, Dnok, Safwa, Yayank, Ryan Dan Mary) serta Rahmi
9. Kak Rahmi yang telah memberikan bantuan kepada kami, sehingga skripsi
sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan ini.
HALAMAN JUDUL.................................................................................... ii
I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
Latar Belakang ......................................................................... 1
Tujuan dan Kegunaan .............................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 4
Faktor-faktor yang mempengaruhi Konsumsi Oksigen ............. 8
Kualitas Air ............................................................................. 9
III. METODE PENELITIAN.................................................................. 13
Waktu dan Tempat ................................................................... 13
Materi Penelitian....................................................................... 13
Hewan Uji ........................................................................... 13
Wadah Percobaan.............................................................. 13
Alat dan Bahan yang digunakan ......................................... 13
Metode Penelitian ................................................................... 15
Rancangan Percobaan ....................................................... 15
Prosedur Penelitian ............................................................ 15
Pengamatan Kualitas Air .................................................... 16
Pengukuran DO awal ........................................................ 16
Pengukuran DO akhir ....................................................... 16
Pengukuran dan Pengamatan Peubah..................................... 17
Analisis Data ............................................................................ 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 20
Kualitas Air ............................................................................... 25
V. PENUTUP...................................................................................... 28
Kesimpulan .............................................................................. 28
Saran ....................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 29
LAMPIRAN................................................................................................ 32
DAFTAR TABEL
Latar Belakang
Benih bandeng (nener) merupakan salah satu produksi yang utama dalam
Menurut Arwis dkk (2008), Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu
kendala dalam meningkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini benih ikan
bandeng yang digunakan untuk pembesaran ikan bandeng itu sendiri masih
itu, peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah
sendiri, ukuran ikan, kebugaran/mutu ikan, kualitas air (suhu, DO, pH, CO2 dan
suhu rendah atau bahan kimia serta metabolit alam dan lama penggangkutan
hidup selalu terjadi kompetisi penggunaan ruang dan pemanfaatan oksigen yang
dibutuhkan oleh suatu organisme (ikan). Konsumsi oksigen pada ikan digunakan
sebagai parameter laju metabolisme pada ikan dalam satuan mg/g/jam (Julian,
mengalami proses respirasi insang. Menurut Fujaya (1999), faktor biotik seperti
aktivitas, bobot badan, umur, stres dan puasa mempengaruhi tingkat
budidaya. Hal ini terlihat dari kondisi visual air selama pemeliharaan air media
agak keruh, berlendir dan Respon ikan terhadap perubahan lingkungan suhu,
untuk membantu proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Oksigen yang
masuk tersebut mengalami proses respirasi insang. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Wibowo dkk. (1987) yang menyatakan bahwa pada suhu 21-27oC
makin meningkatnya tingkat kepadatan dan lama waktu transportasi. Hal ini
kepadatan sehingga dari kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa peranan faktor
kepadatan.
budidaya ikan bandeng agar mendapatkan hasil produksi yang maksimal akibat
faktor lingkungan ataupun faktor fisiologinya. Konsumsi oksigen salah satu faktor
bersama dengan bahan bakar dan makanan, yang berasal dari makanan hasil
berkembangbiak. Oleh karena itu, kadar oksigen yang rendah akan mengganggu
terjadi dalam tubuh ikan. Dalam usaha pembenihan ikan, konsentrasi oksigen
terlarut dalam air akan berkurang karena oksigen digunakan untuk pernapasan
ikan dan organisme lain serta untuk reaksi kimia pada bahan organik (kotoran
ikan, sisa pakan dan hewan mati). Penambahan dan penurunan akan diimbangi
dari hasil fotosintesis yang berlangsung siang hari dan percampuran udara dalam
air yang disebabkan oleh angin di permukaan (Sutina dan Sutarmanto, 1995).
Perairan yang sedikit mengandung oksigen terlarut tidak baik bagi pertumbuhan
ikan karena akan mempengaruhi kecepatan makan atau laju metabolisme ikan.
beberapa faktor yaitu aktivitas tubuh, ukuran tubuh, tinggi badan, umur, dan berat
badan. Hal ini sesuai juga dengan pernyataan Schmidt dan Nielson (1990) yang
menyatakan bahwa nilai konsumsi oksigen per gram berat tubuh menurun
dengan meningkatnya ukuran tubuh. Ikan kecil cenderung lebih aktif bergerak
(Sudibyo, 1999). Jadi, semakin besar volume ikan menyebabkan semakin kecil
pula konsumsi oksigennya. Pada ikan yang aktif berenang mempunyai insang
yang lebih lebar sehingga kebutuhan oksigennya dapat terpenuhi tanpa harus
rendah, karena organisme yang digunakan kurang aktif bergerak dan dalam
keadaan lapar. Organisme yang aktif makan atau dalam keadaan kenyang akan
menggunakan oksigen terlarut yang lebih banyak pada spesies dan ukuran yang
sama. Sebagai contoh pada ikan setelah makan konsumsi oksigennya 380
380 mg/kg/jam dilaparkan selama 3 hari sebesar 290 mg/kg/jam (Boyd, 1990).
perairan, maka tingkat kadar oksigen terlarutnya akan semakin rendah (Gordon,
1972). Volume tubuh ikan juga akan mempengaruhi konsumsi oksigen, semakin
besar volume tubuh ikan semakin rendah kadar oksigen yang dibutuhkan dalam
mengalami proses respirasi insang. Hal sesuai dengan pernyataan Wibowo et al.
tingkat kepadatan dan lama waktu transportasi. Hal ini membuktikan bahwa
dibandingkan dengan ikan yang berukuran kecil. Tetapi berdasarkan bobot ikan,
dengan ikan yang berukuran besar pada spesies yang sama. Hal ini disebabkan
oleh perubahan ontogenetik pada ukuran pada ukuran relatif organ-organ tubuh.
Sebagai contoh ikan yang sedang tumbuh, jaringannya yang aktif dalam proses
metabolismenya seperti usus dan jantung memiliki proporsi yang lebih kecil pada
(Zonneveld, 1991).
Menurut Prosser dan Brown, (1961), standar nilai konsumsi oksigen untuk
hewan poikiloterm dari ikan air tawar adalah 0,349 mg/g/jam pada suhu 15OC.
Kecepatan konsumsi oksigen hewan poikiloterm akan naik dua kali lipat setiap
dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya
tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan dalam sel darah.
hanya 1,5 mg/L maka kadar oksigennya berkurang. Konsumsi oksigen pada
juvenil ikan bandengan dipengaruhi oleh jumlah kadar Zn pada air. Juvenil ikan
oksigen lebih tinggi dari pada ikan yang tidak terkontaminasi. Menurut Hickling
(1986), oksigen terlarut apabila dalam jumlah banyak ikan-ikan memang jarang
sekali mati tetapi pada keadaan tertentu hal yang demikian dapat mengakibatkan
ikan mati juga, sebab dalam pembuluh darah terjadi emboli gas yang
insang.
terlarut. Pada konsentrasi oksigen rendah dan temperatur meningkat, maka laju
temperature rendah, maka laju metabolism juga rendah (Julian et al., 2003).
Konsentrasi oksigen yang baik yang dikonsumsi ikan untuk hidup dengan
baik adalah 5 ppm. Ikan masih dapat bertahan hidup pada perairan dengan
konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, namun nafsu makannya rendah atau tidak
ada sama sekali sehingga pertumbuhannya terhambat. Ikan akan mati atau
mengalami stres bila konsentrasi oksigen terlarut mencapai nol (Afrianto dan
Liviawaty, 1992). Oksigen terlarut dalam jumlah banyak dalam perairan juga tidak
baik bagi pertumbuhan ikan. Oksigen terlarut dalam jumlah banyak dapat
mematikan ikan karena dalam pembuluh ikan terjadi akumulasi gas yang dapat
aktivitas organisme dimana organisme yang aktif memiliki laju metabolism tinggi
yang berukuran besar karena tempat respirasi insangnya lebih besar keseluruh
bergerak memerlukan energi yang berasal dari oksigen dan makanan. Selain itu
umur juga mempengaruhi tingkat konsumsi oksigen yaitu semakin tua suatu
besar karena ukuran tubuhnya lebih besar, sedangkan ikan yang muda
tingkat konsumsi oksigen juga akan tinggi (sampai batas toleransi organisme)
(Djawad dkk.,2009).
Kualitas Air
keberhasilan usaha budidaya perairan adalah kondisi kualitas airnya. Air yang
tidak memenuhi syarat atau terjadi perubahan mendadak akan dapat berakibat
kelangsungan hidup ikan bandeng antara lain : suhu, salinitas, oksigen terlarut,
pH dan ammoniak.
Suhu
mempengaruhi aktivitas organisme air seperti halnya ikan. Suhu air berpengaruh
terhadap fisiologi hewan dalam hal metabolism dan kelarutan oksigen dalam air.
dan sebaliknya menurunkan daya larut oksigen dalam air (Achmad, 1993).
hewan aquatic dan naik hampir dua kali lipat. Suhu optimum untuk pertumbuhan
15 oC ikan bandeng hanya dapat bergerak lemah, pda suhu 13 oC pingsan dan
pada suhu 12 oC ikan mati. Suhu air 23 oC sudah dapat menurunkan nafsu
makan, aktivitas, pertumbuhan dan perkembangan larva. Larva mati pada suhu
43 oC dan gelondongan mati pada suhu 39 oC. suhu tertinggi yang dapat ditolerir
oleh ikan bandeng berkisar 40 oC. suhu optimum untuk perkembangan larva
o o
26-30 C. Induk bandeng aktif memijah pada suhu air antara 24-33 C.
pertumbuhan dan sintasan ikan sangat dipengaruhi olh suhu air. Dan daya
sintasan ikan menurun pada suhu yang lebih tinggi karena terbatas pada jumlah
Salinitas
kelarutan oksigen akan rendah apabila tingkat salinitas tinggi atau sebaliknya
Salinitas dan suhu menjadi variable lingkungan yang sangat penting karena
prtumbuhan dan sintasan organisme laut (Jian et.al., 2003). Menurut Achmad
dipertahankan antara 25-25 ppt, sedangkan untuk ikan bandeng dewasa salinitas
ion hidronik (H+) yang merupakan indicator keasaman serta kebasaan air.
dan menurunkan konsentrasi NaCl dalam darah yang pada akhirnya akan
mengacaukan kerja osmotik tubuh organisme akuatik dan daya racun nitrit
menjadi meningkat (Wang et al., 2002). Kondisi pH yang ditolerir oleh larva ikan
pH yang baik untuk kehidupan ikan berkisar 6,5-8,5, pH air yang berkisar
dibawah 4 dan diatas 11 merupakan titik asam dan alkali yang mematikan (Boyd,
1990). Dijelaskan pula oleh Rumawan (1991) bahwa pH yang biasanya berada
sedikit diatas netral dan jarang keluar dari batasan pH 7-9 sangat
Oksigen Terlarut
1990). Secara umum kandungan oksigen yang terlalu rendah (<3 ppm) akan
berpengaruh pada tingkah laku dan proses fisiologi seperti tingkat kelangsungan
kondisi ini berlanjut untuk waktu yang relative lama maka konsumsi pakan akan
terhenti dan akibatnya pertumbuhan menjadi terhenti (Boyd, 1990). Penurunan
mendukung kebutuhan energi bagi organisme untuk makan dengan baik. Jika
turun dibawah batas tertentu maka proses metabolisme akan menurun dan
dengan salinitas, kelarutan oksigen akan rendah bilamana salinitas tinggi atau
bergantung pada kepada jenis yang mentolerir fluktuasi oksigen. Pada umumnya
fluktuasi oksigen yag ekstrim (mendadak). Oleh karena itu, untuk mempertinggi
(1995), kadar oksigen terlarut yang optimum untu ikan bandeng (>5 ppm-
>4ppm).
Ammoniak
perairan yang berasal dari organisme akuatik. Ammoniak juga dapat berasal dari
Ammoniak uga dihasilkan melalui amonifikasi bahan organik seperti pakan yang
melebihi 0,1 ppm dan nitrit tidak lebih dari 0,5 ppm (Boyd, 1990).
III. Metode Penelitian
Ektosikologi dan Fisiologi Biota Laut Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Materi Penelitian
berikut :
Hewab Uji
Wadah Percobaan
buah. Tiap aquarium diisi air media sebanyak 45 L. Air media yang digunakan
menggunakan kaporit selama 1-2 hari dan diaerasi kuat. Selanjutnya dinetralisir
di tes chlorine dengan menggunkan chlorine test. Apabila hasil test menunjukkan
merupakan Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan selama penelitian beserta
fungsi masing-masing.
Alat dan Bahan Fungsi
Alat
Akuarium volume 45 liter sebanyak 12 Wadah pemeliharaan ikan
buah
Tempat memasukkan sampel yang
Glass syringes volume 10 ml 10 buah akan diukur oksigen terlarutnya
Alat yang digunakan untuk mengukur
Ultra DO Meter (UD-901) oksigen terlarut
Bahan
Ikan bandeng (usia 50 hari) Hewan sampel yang diberi perlakuan
Air laut Wadah
1. Rancangan Percobaan
1991).
C1 C2 A1 D3
A3 B2 D2 D1
A2 B1 B3 C3
2. Prosedur Penelitian
panjang tubuh awal rata-rata ikan uji. Selanjutnya dilakukan penebaran ikan uji
ekor, dan D : 45 ekor. Setelah itu dilakukan aklimatisasi terhadap wadah masing-
yang berbeda. Setelah tahap adaptasi, dilakukan penimbangan hewan uji untuk
parameter kualitas air yang meliputi suhu, oksigen terlarut, pH, dan ammoniak.
(NH3) dengan menggunakan titrasi. Pengukuran kualitas air dilakukan 2 kali yaitu
dan pergantian air sebanyak 30-50 % dari volume air wadah. Pengukuran
(Sugama,1997).
4. Pengukuran DO awal
Pengukuran dilakukan pada pukul 10.00 pagi setelah pemberian pakan pagi dan
mengambil air sampel dan dimasukkan ke dalam botol syringe dan mencatat
volume air sampel yang dimasukkan kedalam botol syringe dan mengukur
5. Pengukuran DO akhir
sampel yang dimasukkan, kemudian botol syringe ditutup rapat dan dibiarkan
Meter.
Setelah pengukuran konsumsi oksigen, sampel dikeluarkan dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama ±5 jam. Setelah kering
A A
Botol Syringe
Ultra DO meter
Akuarium
B
B C
Timbangan Elektrik
Oven
Keterangan :
A = Pengukuran DO awal
B = Pengukuran DO akhir
C = Pengukuran bobot kering
oksigen yang diukur pada awal dan akhir pengukuran, dihitung dengan formula
digunakan rumus :
rumus :
Dimana :
digunakan rumus :
Z=Y–X
Z x 1000
W=
Berat molekul oksigen
U
N=
Mg Berat Badan
Dimana :
N = Konsumsi Oksigen
Analisis Data
nyata maka dilakukan Uji Beda Nyata Kecil (BNT) sesuai dengan petunjuk
Gasperz (1991). Sebagai alat bantu untuk melaksanakan uji statistik digunakan
kepadatan yang berbeda dalam satuan µL O2/mg BB/jam selama tujuh hari masa
dibawah ini.
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat pada hari pertama dan kedua
relatif stabil, akan tetapi mengalami penurunan dihari ketujuh sekitar 0,00417
kenaikan dan penurunan jumlah konsumsi oksigen. Pada hari keempat hingga
ketujuh terjadi penurunan jumlah konsumsi oksigen Hal ini kemungkinan terjadi
juga dimungkinkan adanya faktor dimana benih bandeng sudah terbiasa atau
(Fujaya, 1999).
yang meliputi kolom air maupun aktivias organisme dalam mencari makan.
Organisme yang berada pada media ini cepat melakukan adaptasi dan memiliki
pernyataan Fujaya (1999) bahwa pada keadaan cukup makanan, ikan akan
Pada grafik dimana perlakuan D hari pertama hingga hari keempat terjadi
peningkatan konsumsi oksigen. Hal ini diduga akibat adanya pengaruh dari
laju konsumsi oksigen (Y) semakin meningkat berpola linear dengan persamaan
menunjukkan bahwa penurunan dari jumlah kepadatan akan diikuti juga oleh
tersebut mendekati +1. Hal ini menunjukkan bahwa persamaan hubungan tingkat
konsumsi oksigen dengan jumlah kepadatan yang berbeda pada ikan bandeng
sempurna terdapat antara nilai-nilai X dan Y dalam contoh, bila R=+1 atau R=-1,
hubungan antara kedua peubah itu kuat dan kita katakan terdapat korelasi yang
tinggi antara keduanya. Akan tetapi, bila R mendekati nol, hubungan linear
antara X dan Y sangat lemah atau mungkin tidak ada sama sekali (Walpole,
1997).
bobot ikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fujaya (1999) yang menyatakan
(1988) bahwa pada umumnya laju metabolisme dan aktivitas meningkat dengan
karena pertambahan bobot dari benih bandeng. Perubahan dari berat badan
Pada nilai analisis data konsumsi oksigen (Lampiran 2), dapat dilihat
bahwa nilai F tabel<F hitung Tinggi. Data ini menandakan bahwa Perlakuan
Uji Lanjut BNT (Lampiran 2), dapat diambil kesimpulan bahwa pada Perlakuan A
perbedaan yang nyata. Hal ini menandakan Tinggi rendahnya konsumsi oksigen
merupakan gambaran dari proses metabolisme yang terjadi pada tubuh ikan.
Energi yang digunakan dalam proses metabolisme ini adalah merupakan hasil
dalam bentuk ATP. Dalam sel ATP digunakan sebagai sumber energi bagi
Kualitas Air
Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air pada awal dan akhir penelitian
Parameter A B C D
pada media pemeliharaan dalam kisaran yang normal. Menurut Boyd (1982),
et.al., 2002).
berpengaruh terhadap tingkah laku bandeng. Pada suhu 15oC bandeng hanya
dapat bergerak lemah, pada suhu 13oC pingsan dan pada suhu air 23oC sudah
Suhu yang ada pada media pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara
26-29 oC. hal ini sesuai dengan pernyataan Matosudarmo dkk (1984), yang
menyatakan bahwa toleransi nener terhadap suhu berkisar 12-35 oC. batas
toleransi suhu menurut pernyataan Pillay (1990) berkisar 15-40 oC dengan suhu
pertumbuhan dan sintasan organism laut (Jian, et.al.,2003). Ikan bandeng sangat
ikan bandeng terhadap perbedaan salinitas cukup besar yaitu 0-40 ppt dan jika
30-35 ppt. hal ini sesuai dengan pernyataan Anindiastusti dkk (1995) yang
adalah 30-35 ppt. selanjutnya dikatakan bahwa pemeliharaan larva ikan bandeng
sebaiknya salinitas air dipertahankan antara 25-35 ppt, sedangkan untuk ikan
suatu perairan apakah bersifat asam atau basa. Menurut Boyd (1990, pH yang
didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion Hidrogen (H+) yang
Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd (1990), bahwa pH yang baik untuk
kehidupan ikan berkisar antara 6,5-8,5, pH air yang berkisar 4,0-6,5
diatas 11 merupakan titik asam dan alkali yang mematikan. Dijelaskan pula oleh
diatas netral dan jarang keluar dari batasan pH 7-9 sangat menguntungkan
fluktuasi oksigen yang ekstrim (mendadak). Oleh karena itu, untuk mempertinggi
harus selalu dipertahankan dalam kondisi optimum. Nilai oksigen terlarut pada
media pemeliharaan berkisar 3,0-8,0 ppm. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Anindiastuti dkk (1995) yang menyatakan bahwa batas normal oksigen terlarut
perairan yang berasal dari organisme aquatik. Ammoniak juga berasal dari
pemeliharaan hendaknya tidak melebihi 0,1 ppm dan nitrit tidak lebih 0,5 ppm
(Boyd, 1990). Pada pemeliharaan ikan bandeng kadar ammoniak optimal pada
Kesimpulan
bahwa Kepadatan yang sesuai untuk juvenil ikan bandeng adalah perlakuan C
Saran
pada juvenil ikan bandeng yang dilihat bagaimana tingkah laku dan respon
Afrianto, E., E. Liviawaty, 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit
Kanisius, Jakarta.
Berka. R. 1986. The transport of live fish EIFAC Tech. Pap. No. 48. p.52
Gonzalez, M.L., D.A. Lopez, M.C. Perez and J.M. Castro. 2002. Effect of
temperature on the scope for the growth in Juvenil Scallops Argopecten
purpuratus (Lamark, 1819). Aquaculture Internasional, 10:339-349.
Hurkat. 1976. A Text Book of Animal physiology. Schandand Co. Ltd, New Delhi.
Idrus, Ikram. 2011. http://ikramidrussmaros.blogspot.com/2011/05/cara-baca-
koefien-dalam-persamaan.html. Diakses pada tanggal 06 Februari 2012,
pukul 17.37 Wita di Makassar.
Jian, C.Y., S.Y. Chang and J.C, Chan. 2003. Temperature and Salinity
Tolerances pf Yellowfin sea Bream, Acanthopagrus latus, at Different
Salinity and Temperature levels. Aquaculture Research, 34:175-185.
Jobling. 1994. Respiration and Metabolism. In Fish and Fisheries Series 13: Fish
Bioenergetics, PP 121-145. Chapman and Hall. London.
Lesmana, D.S. 2001. Kualitas Air Untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Pillay, T.V.R. 1990. Aquaculture Principle and Practise. Fishing New Books.
Toronto.
Suryaningrum, T.D., Abdul Sari dan Ninoek Indiarti (2000). Pengaruh Kapasitas
Angkut Terhadap Sintasan dan Kondosi Ikan pada Transportasi Kerapu
Hidup Sistim Basah. Dalam Proseding Seminar Hasil Penelitian Perikanan
1999/2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan
Perikanan Jakarta. P; 259-268.
Sutisna, D.H. dan R. Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Kanisius.
Yogyakarta.
Tjasyono, B. H. 1987. Iklim dan Lingkungan. Cendekia Daya Utama. Bandung.
Wang, W.N., A.L. Wang, I. Chen, Y. Liu and R.Y. Sun. 2002. Effect of pH on
Survival, Phosphorous Concentration, adenylate energy Charge and Na+-
K+ ATPase Activities of Penaeus Chinensis Osbeck Juvenils, Aquat To
xicol 60:75-83.
Wibowo, S, Utomo, B S.V. and Suryaningrum, T.D. 1987. Kajian Sifat Fisiologi
Ikan Sebagai Dasar Dalam Pengembangan Transportasi Ikan Kerapu
Lumpur (Epinephelus tauvina) Hidup untuk Eksport. Makalah disampaikan
sebagai penelitian unggulan Puslitbang Perikanan.
Uji Lanjut
Perbandingan antar
perlakuan
kepadatan
Tukey HSD
Penjelasan:
Perlakuan a: berbeda nyata dengan perlakuan b, c dan d
Perlakuan b: berbeda nyata dengan perlakuan a, c, dan d
Perlakuan c: berbeda nyata dengan perlakuan a dan b, namun tidak berbeda
dengan d
Perlakuan d: berbeda nyata dengan perlakuan a dan b, namun tidak berbeda
dengan c.