Agardh
DALAM LARUTAN PUPUK PROVASOLI’S ENRICH SEAWATER
TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN
SECARA IN VITRO
Oleh :
YULIANA
H411 09 012
Skripsi ini dibuat untuk melengkapi Tugas Akhir dan memenuhi syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Sains pada
Jurusan Biologi
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui Oleh :
Pembimbing Utama
ii
KATA PENGANTAR
Tiada kata dan kalimat yang pantas terucap selain dari Alhamdulillah
Rabbil Alamin, kalimat yang mampu mengungkapkan rasa syukur penulis Kepada
Sang Pencipta atas segala karunia yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan bantuan semua pihak yang telah
memberikan partisipasi, semangat dan dorongan kepada penulis. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada :
- Bapak Dr. Eddy Soekandarsi, M.Sc selaku Ketua Jurusan Biologi Fakultas
Jurusan Biologi.
iii
- Bapak Sugeng Raharjho, A.Pi. selaku Kepala Balai yang telah
utama, dan Ibu Dr. Elis Tambaru, M.Si selaku pembimbing pertama. Serta
Ibu Dr. Irma Andriani, M.Si selaku pembimbing kedua. Kepada Bapak
Dr. Lideman, S.Pi, M.Sc selaku pembimbing lapangan, yang selama ini
- Kepada Dosen Tim Penguji, Bapak Dr. Fahruddin, M.Si selaku ketua
penguji, Ibu Dr. Rosana Agus, M.Si selaku Sekretaris penguji, serta Bapak
Drs. Munif S. Hassan, MS, Ibu Dr. Syahribulan, M.Si selaku anggota dari
tim penguji.
selama ini.
saudara se angkatanku.
- Kakak Syam, Kakak Helman, Bapak Akmal, Bapak Ilham, Bapak Suaib
iv
Takalar, atas segala bantuannya dan rasa kekeluargaan selama penulis
melakukan penelitian.
- Semua pihak yang tidak dapat penulis cantumkan satu persatu, semoga
Allah subuhana wa taala memberikan balasan yang lebih baik dan indah
Amin.
Penulis
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
Key words: Euchema spinosum, PES medium, dipping time, Growth rate
vii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................... vi
viii
II.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
E. Spinosum ................................................................................ 9
ix
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 38
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
(RGR) ................................................................................................... 28
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
ini belum banyak dimanfaatkan. Salah satu potensi lautan adalah rumput laut
(Sulistijo et al. 1980). Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara
dan sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir dan merupakan salah satu
sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai sumber pangan, obat-
obatan dan bahan baku industri (Indriani dan Sumiarsih, 1992). Salah satu jenis
(E. spinosum). Jenis ini mempunyai nilai ekonomis penting karena sebagai
mempunyai manfaat yang sama dengan agar-agar dan alginat yaitu karaginan
dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri farmasi, kosmetik dan
jamur, algae, dan binatang yang menempel (Loban dan Harisson, 1997). Cahaya
1
reaksi biokimia. Pengembangan budidaya E.spinosum dapat dilakukan dengan
(Lideman et al. 2011), dan Kappaphycus sp. (strain sumba) memerlukan suhu
22-23 oC dan intensitas cahaya matahari antara 122-167 µmol photons m-2 s-1
Rumput laut berbeda dengan sebagian tumbuhan darat, rumput laut tidak
nutrien biasanya akan menyebabkan rumput laut yang dipelihara akan kerdil,
perlu dilakukan. Pupuk yang sudah umum untuk makroalga adalah Provasoli’s
sangat sulit dilakukan, maka salah satu cara yang akan dilakukan adalah melalui
menggunakan pupuk bionik (Silea dan Mashita, 2009), pupuk NPK (Rukmi et al.
2012), fospat (Sari et al. 2012), dan menggunakan berbagai aplikasi pupuk
(Madeali et al. 2012). Penelitian ini akan menggunakan pupuk PES, dimana
pupuk PES ini merupakan pupuk buatan dengan komposisi yang lengkap, yang
2
memiliki sumber fosfat serta nitrogen, sehingga mengurangi aplikasi pupuk yang
menggunakan larutan pupuk PES. Penelitian ini dilakukan secara In vitro, untuk
menguji kemampuan dari pupuk PES dalam memengaruhi laju pertumbuhan pada
E. spinosum J. Agardh.
masyarakat, terutama petani rumput laut tentang pengaruh pupuk PES terhadap
Kabupaten Takalar. Perlakukan secara In vitro dan analisis data akan dilakukan di
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rumput laut merupakan bagian terbesar dari tumbuhan laut. Rumput laut
tersebut merupakan sumber produk bahan alam hayati lautan yang sangat
potensial dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan mentah maupun bahan hasil
Eucheuma spinosum merupakan salah satu jenis rumput laut dari kelas
Regnum : Plantae
Divisio : Thallophyta
Classis : Rhodophyceae
Ordo : Nemastomales
Familia : Rhodophyllidaceae
Genus : Eucheuma
4
Gambar 1. Morfologi Eucheuma spinosum J. Agardh (Sumber : Mubarak, 1978).
Rumput laut ini dikenal dengan nama daerah agar-agar. Dalam dunia
perdagangan, rumput laut ini dikenal dengan istilah spinosum yang berarti duri
yang tajam. Rumput laut ini berwarna cokelat tua, hijau cokelat, hijau kuning,
berupa duri lunak yang tersusun berputar teratur mengelilingi cabang, lebih
banyak dari yang terdapat pada Eucheuma cottonii. Ciri-ciri lainnya mirip seperti
E. cottoni. Jaringan tengah terdiri dari filamen tidak berwarna serta dikelilingi
oleh sel-sel besar, lapisan korteks, dan lapisan epidermis (luar). Pembelahan sel
5
II.1.2. Habitat Eucheuma spinosum
persyaratan tumbuhnya, antara lain tumbuh pada perairan yang jernih, dasar
perairannya berpasir atau berlumpur dan hidupnya menempel pada karang yang
mati. Persyaratan hidup lainnya yaitu ada arus atau terkena gerakan air. Kadar
(Aslan, 1998).
karang, batuan, benda keras, dan cangkang kerang. E. spinosum memerlukan sinar
matahari untuk proses fotosintesis sehingga hanya hidup pada lapisan fotik.
Habitat khas dari Eucheuma adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang
tetap, lebih menyukai variasi suhu harian yang kecil dan substrat batu karang mati
(Aslan, 1998).
kedalaman 200 meter. Jenis rumput laut ada yang hidup di perairan tropis,
subtropis, dan di perairan dingin. Rumput laut hidup dengan cara menyerap zat
membutuhkan faktor-faktor fisika dan kimia perairan seperti gerakan air, suhu,
kadar garam, nitrat, dan fosfat serta pencahayaan sinar matahari (Puncomulyo,
dkk, 2006).
dapat dilakukan sekitar 1-3 bulan dari saat penanaman. Selanjutnya dikatakan
6
bahwa persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi bagi budidaya Eucheuma
adalah:
a. Substrat stabil, terlindung dari ombak yang kuat dan umumnya di daerah
terumbu karang.
Perkembangbiakan rumput laut pada dasarnya ada dua macam yaitu secara
kawin dan tidak kawin. Pada perkembangbiakan secara kawin, gametofit jantan
melalui pori spermatogonia akan menghasilkan sel jantan yang disebut spermatia.
Spermatia ini akan membuahi sel betina pada cabang carpogonia dari gametofit
betina. Hasil pembuahan ini akan keluar sebagai carpospora. Setelah terjadi
proses germinasi akan tumbuh menjadi tanaman yang tidak beralat kelamin atau
vegetatif adalah dengan cara setek. Potongan dari seluruh bagian thallus akan
7
membentuk percabangan baru dan tumbuh berkembang menjadi tanaman biasa.
(65%), protein, karbohidrat, lemak, serat kasar, air, dan abu. Iota keraginan
28-35%. Komposisi kimia yang dimiliki rumput laut E. spinosum dapat dilihat
Komponen Jumlah
Kadar air (%) 12,90
Karbohidrat (%) 5,12
Protein (%) 0,13
Lemak (%) 13,38
Serat kasar (%) 1,39
Abu (%) 14,21
Mineral : Ca (ppm) 52,820
Fe (ppm) 0,0108
Cu (ppm) 0,768
Pb (ppm) -
Vitamin B1 (Thiamin) (mg/100 g) 0,21
Vitamin B2 (Riboflavin) (mg/100g) 2,26
Vitamin C (mg/100 g) 43,00
Karaginan (%) 65,75
Sumber : Mubarak, 1982.
iota karaginan. Karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester
8
kalium, natrium, magnesium, dan kalium sulfat dengan galaktosa
bahan). Selain itu keraginan juga berperan sebagai stabilizer (penstabil), thickener
manusia, dan secara ekonomi telah memberikan sumbangan devisa bagi negara
adalah menyediakan makanan bagi berbagai ikan dan invertebrate, terutama pada
bagian thallus muda rumput laut (Mann, 1982). Penelitian terbaru menemukan
antara lain adalah: suhu, cahaya, salinitas, arus, gerakan air, kekeruhan, pH
9
1. Suhu
sekunder bagi kehidupan rumput laut. Crebs (1972) dalam Apriyana (2006)
menyatakan, bahwa rumput laut akan dapat tumbuh dengan subur pada daerah
yang sesuai dengan temperatur di laut. Alga laut mempunyai kisaran suhu yang
spesifik karena adanya kandungan enzim pada alga laut. Alga laut akan tumbuh
masing-masing mencapai nilai optimum pada suhu 21-240C dan 21-270C yang
berada pada kondisi intensitas cahaya yang sama. Selanjutnya dikatakan pada
kondisi intensitas cahaya yang berbeda, laju fotosintesis dipengaruhi juga oleh
suhu perairan.
Menurut Sulistijo dan Atmadja (1996) kisaran suhu perairan yang baik
untuk rumput laut Eucheuma sp. adalah 27-300C, suhu akan naik dengan
hidup dan tumbuh pada perairan dengan kisaran suhu air antara 20–2800C, namun
masih ditemukan tumbuh pada suhu 3100C (Direktorat Jenderal Perikanan, 1990).
2. Salinitas
Namun banyak jenis makroalgae mampu hidup pada kisaran salinitas yang
besar. Salinitas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan
10
Rumput laut Eucheuma sp. tumbuh berkembang dengan baik pada
salinitas yang tinggi. Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar dari sungai
Dawes (1981), kisaran salinitas yang baik bagi pertumbuhan Eucheuma sp. adalah
30-35 ppt. Menurut Zatnika dan Angkasa (1994) menyatakan bahwa salinitas
perairan untuk budidaya rumput laut jenis Eucheuma sp. berkisar antar 28-34 ppt.
Sedangkan menurut Soegiarto et al. (1978), kisaran salinitas yang baik untuk
Eucheuma sp. adalah 32-35 ppt. Apabila salinitas berada dibawah 30 ppt maka
akan merusak rumput laut yang ditandai dengan timbulnya warna putih diujung
3. Cahaya Matahari
dimana hasilnya adalah fiksasi CO2. Selain itu ultraviolet juga dibutuhkan untuk
dengan bertambahnya kedalaman. Zona ini disebut zona photic. Perubahan pada
termasuk dalam golongan Rhodophyceae yang dapat hidup pada perairan yang
4. Arus
Arus dapat terjadi karena pasang dan angin. Arus pasang lebih mudah
diramalkan dibanding dengan arus karena angin. Arus tidak terlalu banyak
11
kecepatan arus yang cukup untuk pertumbuhan rumput laut antara 20–40 cm/detik
karena biasanya arus akan mempengaruhi sedimentasi dalam perairan yang pada
proses pertukaran oksigen antara udara yang terjadi pada saat turbelensi karena
adanya arus. Adanya ketersediaan oksigen yang cukup dalam perairan, maka
respirasi rumput laut dapat berlangsung pada malam hari, sehingga pertumbuhan
5. Pergerakan Air
komunitas alga laut. Arus dan gelombang memiliki pengaruh yang besar terhadap
aerasi, transportasi nutrien dan pengadukan air. Pengadukan air berperan untuk
menghindari fluktuasi suhu yang besar (Trono dan Fortes, 1988). Peranan lain
dari arus adalah menghindarkan akumulasi epifit yang melekat pada thallus yang
dapat menghalangi pertumbuhan alga laut. Soegiarto (1978) dalam Sinaga (1999),
mengemukakan bahwa semakin kuat arus suatu perairan maka pertumbuhan alga
laut akan semakin cepat karena difusi nutrien ke dalam sel thallus semakin
6. Substrat
Nontji (1993), menyatakan bahwa sedikitnya alga laut yang terdapat pada
perairan dengan dasar pasir atau berlumpur, disebabkan karena terbatasnya benda
keras yang cukup kokoh untuk tempat melekatnya. Susunan kimia dari substrat
12
tidak mempengaruhi kehidupan alga laut, hanya sebagai tempat melekatnya alga
laut pada dasar perairan. Alga laut Eucheuma sp. paling baik pertumbuhannya
7. Nutrien
hewani sebagai pakan. Kadar nitrat dan fosfat mempengaruhi stadia reproduksi
alga bila zat tersebut melimpah di perairan. Kadar nitrat dan fosfat di perairan
(Aslan, 1998),
a. Nitrat (NO3)
Nitrat merupakan salah satu senyawa nitrogen yang ada di perairan. Nitrat
(NO3) adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah senyawa yang
stabil. Nitrat merupakan salah satu unsur yang penting untuk sintesa protein
bahwa kandungan nitrat dalam kadar yang berbeda dibutuhkan oleh setiap jenis
dapat tumbuh dan optimal diperlukan kandungan nitrat 0,9-3,5 mg/l. Apabila
kadar nitrat dibawah 0,1 atau diatas 4,5 mg/l, merupakan faktor pembatas. Kisaran
nitrat terendah untuk pertumbuahan alga adalah 0,3-0,9 mg/l, sedangkan untuk
pertumbuhan optimal adalah 0,9-3,5 mg/l (Sulistijo, 2002). Menurut Boyd dan
Lichtkoppler (1982) batas toleransi nitrat terendah untuk pertumbuhan alga adalah
13
0,1 ppm sedangkan batas tertingginya adalah 3 ppm. Apabila kadar nitrat
dibawah 0,1 atau di atas 3 ppm maka nitrat merupakan faktor pembatas.
b. Fosfat (PO4)
Fosfat (PO4) dapat menjadi faktor pembatas baik secara temporal maupun
spasial karena sumber Fosfat yang lebih sedikit di perairan. Kisaran fosfat yang
optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah 0,051-1,00 ppm (Indriani dan
dari 2 ppm.
Kultur jaringan atau tissue culture berasal dari dua kata yaitu kultur atau
culture dan jaringan atau tissue. Kultur adalah budidaya, sedangkan jaringan
adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama (Nugroho
jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat sama seperti
induknya. Kultur jaringan tanaman yang juga disebut weefsel cultuss atau gewebe
sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. (Hendaryono dan
14
Wijayani, 1994). Pengertian In vitro secarah harfiah berarti di dalam kaca, di
menghasilkan thalus rumput laut sebagai bibit dalam jumlah besar dengan tetap
tersebut, perlu diperhatikan beberapa hal yaitu jenis alga yang bermutu, teknik
budidaya yang intensif, pasca panen yang tepat dan kelancaran hasil produksi.
Salah satu teknik yang optimal dalam produksi tersebut adalah teknik kultur
in-vitro. Kultur in vitro adalah suatu teknik mengisolasi bagian tanaman seperti
Teknik kultur in vitro pada rumput laut ini dipergunakan untuk untuk
mendapatkan suatu keturunan baru yang mempunyai sifat genetik asli sesuai sifat
menghasilkan kandungan agar-agar atau karaginan yang tinggi. Selain itu teknik
ini juga dapat dimanfaatkan sebagai alternatif penyediaan bibit dalam jumlah yang
besar tanpa memerlukan jumlah induk yang banyak dan bibit yang dihasilkan
berikut:
a. Mampu menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah lebih banyak dalam waktu
15
b. Tidak tergantung pada iklim atau cuaca.
c. Bisa menghasilkan tanaman sehat yang bebas cendawan, bakteri, virus, dan
hama penyakit.
setek batang.
a. Dibutuhkan biaya awal yang relatif tinggi untuk laboratorium dan bahan
kimia.
16
e. Biaya yang dikeluarkan untuk mikropropagasi (penggunaan lampu sebagai
pengganti sinar matahari dan AC untuk mengatur suhu) cukup besar. Namun,
biaya mahal untuk in vitro dapat ditekan dengan cara melakukan propagasi
yang sudah dikembangkan dalam budidaya rumput laut, pupuk PES digunakan
karena banyaknya kandungan nutrien yang dibutuhkan oleh rumput laut dalam
lingkungan alamianya. Pupuk PES memiliki sumber nitrogen dan fosfat yang
(Nursyam, 2013).
Media PES merupakan media kultur untuk alga yang kaya dengan
senyawa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrient pada rumput laut.
Beberapa unsur pada media ini dapat melengkapi kekurangan yang ada pada
provasoli sekitar tahun 1960 an dan telah dilakukan banyak modifikasi tahun-
tahun berikutnya baik oleh media kultur maupun oleh beberapa ahli tentang media
17
BAB III
METODE PENELITIAN
III. 1. 1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah: ruang kultur jaringan, lux
keranjang, lap tangan, gayung, cawan petri, sikat pembersih, erlenmeyer, pipet
III.1. 2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian adalah: rumput laut E. spinosum, air
laut steril, air tawar, akuades, pupuk PES (Komposisi dapat dilihat pada
lampiran 1), sabun sunlight, betadine 1 %, aluminium foil, kertas saring, tissue,
digunakan yaitu lima perlakuan perbedaan lama perendaman dalam media PES
18
III.2.1 Variabel yang diamati
WG = [ (W1-Wo) / Wo ] x 100%
RGR = [ (ln W1-ln Wo) / ( t1-to) ] x 100%
Ket:
WG : Weight Gain
RGR : Relative Growth Rate
Wo : berat awal
W1 : berat akhir
t1 : umur penimbangan terakhir
to : umur awal penimbangan
LG = [ (L1-Lo) / Lo ] x 100%
RLR = [ (ln L1-ln Lo) / ( t1-to) ] x 100%
Ket:
LG : Lenght Gain
RLR : Relative Lenght Rate
Lo : berat awal
L1 : berat akhir
t1 : umur penimbangan terakhir
to : umur awal penimbangan
19
III.3.1 Pengambilan Sampel
untuk penelitian ini adalah E. Spinosum yang memiliki kriteria yaitu, memiliki
ukuran yang besar, bersih, segar dan bebas dari penyakit yang menyerang rumput
20
III.3.2 Pemeliharaan untuk adaptasi
digunakan air laut sampai kotoran yang melekat pada rumput laut hilang dan
kedalam akuarium dan diberi aerasi. Proses ini berlangsung selama ± 2 minggu.
menggunakan sabun sunlight dan dibilas dengan air tawar mengalir, wadah yang
dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit dengan tekanan
20 psi. Setelah itu dimasukkan kedalam ruang kultur dengan suhu 250C.
Sedangkan alat-alat lain yang akan digunakan seperti selang, pipet, pinset dan
batu aerasi dicuci bersih dengan menggunakan sabun kemudian dibilas dengan air
tawar mengalir sampai bersih kemudian dibilas kembali dengan akuades dan
kedalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit dengan tekanan 20 psi.
21
III.3.4 Sterilisasi Air Laut
Air laut yang digunakan adalah air laut yang telah disaring dengan
dengan ukuran 1 Liter. Kemudian air laut disaring kembali menggunakan pompa
penampungan air laut yang steril dan kertas saring dengan ukuran 0.45 µm. Air
laut yang telah disaring dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berukuran 1 Liter
dan ditutup dengan aluminium foil serta diikat dengan karet gelang. Air dalam
erlenmeyer dimasukkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit dengan
tekanan 20 psi.
dimasukkan ke dalam wadah erlenmeyer yang berisi air laut steril dengan salinitas
cara mengojok-gojok selama ± 3-5 menit, sampai kotoran yang menempel pada
rumput laut hilang dan dilanjutkan dengan pembilasan menggunakan air laut steril
sebanyak 900 ml, tambahkan bahan-bahan Enrich Stock Solution seperti yang
menjadi 1000 ml, dan disterilkan melalui proses pasteurisasi. Pupuk PES
22
diperoleh dengan cara menambahkan 20 ml atau dengan konsentrasi 2 % dari
Enrich Stock Solution kedalam 980 ml air laut steril, lalu dipasteurisasi dan
simpan di refrigirator.
perlakuan 0 jam. Dimana pada perlakuan ini ekplan rumput laut langsung
dipelihara dengan media air laut steril tampa perendaman dengan pupuk PES.
kedalam wadah perendaman yang berisi air laut yang telah disterilkan. Setelah
data-data yang diperoleh dalam bentuk tabel dan grafik untuk mengetahui
perbandingan berat dan panjang dari eksplan, yang menunjukan laju pertumbuhan
dari perbedaan lama perendaman E. spinosum pada Pupuk PES. Data yang
penelitian ini akan dianalisis dengan analisis variansi (ANOVA) Gasperz (1991).
23
Jika terdapat perbedaan maka dilakukan uji lanjutan BNT (Beda Nyata Terkecil).
24
BAB IV
minggu selama 42 hari, diuji dengan menggunakan uji sidik ragam atau ANOVA
40,00
A=0 jam
35,00 (kontrol)
30,00 B=6 jam
berat (mg)
25,00
20,00 C=12 jam
15,00
D=18 jam
10,00
5,00 E=24 jam
0,00
0 7 14 21 28 35 42
Lama Pemeliharaan (Hari)
Gambar 4. Perbandingan laju pertambahan berat eksplan selama 42 hari.
pada tiap minggunya, dengan berbagai perlakuan yang diberikan. Data pada
perlakuan E (24 jam). Hasil penelitian dari pertambahan berat rata-rata eksplan
25
belum dapat menyimpulkan, bahwa perlakuan B (6 jam) lebih baik dari perlakuan
yang lain. Hasil analisis statistik uji sidik ragam menunjukkan perlakuan
pertambahan berat, hal ini dikarenakan besarnya nilai signifikansi pada tabel
ANOVA sebesar 0.435 yang berarti lebih besar dari taraf α 0.05. Setiap perlakuan
yang diberikan pada eksplan menunjukkan nilai yang berbeda, untuk lebih
25,00
20,00
berat (%)
15,00
10,00
5,00
0,00
0 6 12 18 24
WG 16,08 20,88 16,88 16,67 21,59
Lama Perendaman (Jam)
berat yang paling baik adalah pada perlakuan E (24 jam) dengan nilai 21,59 %.
Sama halnya dengan analisis sidik ragam pada penelitian Nursyam (2013) yang
26
penelitian ini menghasilkan pertumbuhan terbaik. Hal ini sesuai dengan hasil
Penelitian ini sejalan dengan pendapat Sulistijo (1985) dalam Silea dan
laut pada jenis Gellidium verrucosa, waktu yang efektif untuk penyerapan nutrien
(60 menit perendaman) dengan laju pertumbuhan spesifik 2% per hari selama 35
hari penanaman.
jam dan 18 jam. Perlakuan E (24 jam) memperoleh hasil tertinggi yaitu 21.59 %.
Nilai terendah pada perlakuan A (0 jam) sebagai kontrol, kemudian nilai terendah
Setiap laju pertumbuhan yang terjadi tidak terlepas dari berbagai faktor,
baik faktor internal maupun faktor eksternal terhadap eksplan yang dipelihara.
Kamla (2006) dalam Nursyam (2013) menyatakan bahwa faktor internal yang
berpengaruh antara lain jenis rumput laut, bagian tubuh (thalus) dan umur rumput
laut, sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain keadaan fisika dan
kimia perairan. Bird et al. (1997) dalam Ilknur dan Cirik (2004) menyatakan
bahwa faktor fisika dan kimia perairan yang berpengaruh antara lain gerakan
air, suhu, salinitas, nutrient, dan cahaya. Selain itu faktor-faktor parameter
oseonagrafi dari rumput laut pun ikut berpengaruh (Alam, 2011). Selanjutnya,
27
untuk melihat perbandingan laju pertumbuhan berat relatif eksplan selama
0,5
0,4
berat (%/hari)
0,3
0,2
0,1
0
0 6 12 18 24
RGR 0,35 0,45 0,37 0,37 0,46
Lama Perendaman (Jam)
berat relatif 0,35% per hari, perlakuan B (6 jam) dengan laju pertumbuhan 0,45%,
sedangkan pada perlakuan D (18 jam), dengan laju pertumbuhan 0,37% per hari,
dan terakhir pada perlakuan E (24 jam) memperoleh laju pertumbuhan 0,46% per
hari. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pada laju pertambahan berat relatif,
pada perlakuan E (24 jam) mengalami pertumbuhan terbaik, dengan nilai tertinggi
0,35 % per hari. Pada perlakuan A (0 jam) sebagai kontrol, tidak ada perlakuan
28
perendaman eksplan dalam larutan pupuk PES, sehingga pertumbuhannya rendah
jaringan baru atau dalam hal ini pembentukan tunas agar tetap dapat
yang hidup pada media yang memiliki kandungan nutrien yang cukup akan tetap
memiliki potensi untuk melakukan regenerasi sel pada setiap eksplan, sehingga
membentuk thallus yang utuh (plantlet). Riani (1994) dalam Alam (2011)
menjelaskan bahwa kandungan nitrat dalam kadar yang berbeda dibutuhkan oleh
setiap jenis alga untuk keperluan pertumbuhannya sedangkan kadar nitrat untuk
mikroalga dapat tumbuh dan optimal pada kandungan nitrat 0,9-3,5 mg/l. Jika
kadar nitrat di bawah 0,1 atau diatas 4,5 mg/l, merupakan faktor pembatas
pertumbuhan.
Nutrien yang dibutuhkan oleh rumput laut tidak cukup dari media asalnya,
yaitu air laut. maka perlakuan dengan penambahan pupuk untuk pertumbuhannya
akan memberikan hasil yang baik. Hal ini didukung oleh Aslan (1998) bahwa
salah satu faktor yang memengaruhi pertumbuhan rumput laut adalah nutrien yang
dapat diperoleh dari pupuk. Sejalan dengan pendapat Liao et al. (1983) dalam
Suryati et al. (2010) menyatakan bahwa kelangsungan hidup embrio rumput laut
K. alvarezii yang ditumbuhkan pada media padat yang diperkaya dengan beberapa
macam pupuk memperlihatkan bahwa media padat yang diperkaya dengan pupuk
29
Media kultur yang diperkaya dengan pupuk PES 1/20 memperlihatkan
pertumbuhan dan pembentukan embrio yang lebih kompak dengan filamen yang
lebih pendek dibandingkan dengan embrio yang dihasilkan dari media Conwy.
Hal ini didukung dengan adanya kebutuhan nutrient dari eksplan dapat dipenuhi
pada media semi padat (suryati et al. 2010). Oleh karena itu, larutan PES dalam
kegiatan penelitian ini memiliki peranan yang cukup penting dalam proses
E. spinosum.
Data tersebut adalah data awal. Data awal ini yang akan menjadi acuan untuk
pengukuran selanjutnya. Kemudian data hasil penelitian diuji dengan uji sidik
42 hari perendaman dalam pupuk PES. Laju pertumbuhan panjang rata-rata dapat
30
1,8
0 jam
1,6
(kontrol)
1,4
6 jam
Panjang (cm)
1,2
1 12 jam
0,8
0,6 18 jam
0,4
0,2 24 jam
0
0 7 14 21 28 35 42
Lama Pemeliharaan (Hari)
besarnya nilai signifikansi pada tabel ANOVA sebesar 0.09 yang berarti lebih
besar dari taraf α 0.05, tidak berpengaruh nyata. Hasil penelitian pada Gambar 7
pupuk PES.
31
60,00
50,00
Length Gain (%)
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0 6 12 18 24
LG 25,48 40,36 24,03 22,65 54,67
Lama Perendaman (Jam)
bahwa pada perlakuan E (24 jam) menunjukkan nilai tertinggi yaitu 54,67%,
menunjukkan nilai terendah dari semua perlakuan dengan nilai 22,65%. Perlakuan
A (0 jam) dan perlakuan C (12 jam) memiliki nilai yang sama yaitu 24,03%.
dengan perendaman 24 jam eksplan sangat efektif dalam menyerap nutrisi pada
larutan pupuk, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan. Hasil
32
3,00
panjang (%/hari) 2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00
0 6 12 18 24
RLR 0,53 1,13 0,51 0,46 2,73
Lama Perendaman (Jam)
pertambahan panjang relatif 2,73% per hari, sedangkan pada perlakuan D (18 jam)
memiliki nilai pertumbuhan terendah yaitu 0,46% per hari selama 42 hari
pemeliharaan.
Pertambahan panjang eksplan dapat terlihat jelas dari tunas yang mulai
tumbuh pada ujung thallus. Pada penelitian ini, pertumbuhan tunas dapat
mencapai panjang rata-rata 1,03-1,29 cm, nilai rata-rata ini diperoleh dari
perlakuan kontrol, berbeda lagi dengan perlakuan yang lain. Tunas rumput laut,
(planlet) (Mythli et al. 1997 dalam Kadir, 2007). Apa bila dibandingkan dengan
33
kultur in vitro rumput laut, Gracillaria verrucosa, maka pertumbuhan tunas E.
terbentuk karena adanya aktifitas pembelahan sel. Satu sel mengalami proses
tersebut didapatkan sekumpulan sel yang terus membelah yang disebut kallus.
penambahan media untuk pertumbuhan rumput laut, berupa pupuk, zat pengatur
Menurut Trigiano (2000), Asam Indol Asetat (IAA) merupakan salah satu
jenis auksin yang secara alami digunakan untuk pembentukan kalus. IAA
memiliki sifat kimia lebih stabil dan mobilitasnya di dalam tanaman rendah. Sifat-
sifat ini yang menyebabkan IAA dapat lebih berhasil karena sifat kimianya yang
stabil dan pengaruhnya yang lebih lama (Hendaryono dan Wijayani 1994).
Komposisi auksin dan sitokinin dalam media kultur in vitro memainkan peranan
penting dalam induksi dan regenerasi kalus menjadi tunas (Zheng et al. 1999;
34
George dan Sherrington (1984) dalam Aslamyah (2002) menyebutkan
bahwa sitokinin adalah kelompok zat pengatur tumbuh yang sangat penting dalam
pengaturan pertumbuhan dan morfogenesis pada kultur in vitro. Hal ini didukung
oleh pernyataan Wattimena et al. (1992) dalam Wahidah (2011) bahwa sitokinin
ekplan E. spinosum terdiri dari Perlakuan A (0 jam), B (6 jam), C (12 jam), D (18
jam) dan perlakuan E (24 jam), setelah eksplan direndam dengan semua
perlakuan, selanjutnya eksplan dipelihara pada media air laut steril. Penggunaan
air laut steril, bertujuan agar tidak ada senyawa atau unsur lain yang
mempengaruhi pertumbuhan eksplan selain dari kandungan yang ada pada pupuk
PES, sehingga akan terlihat jelas pengaruh pupuk PES terhadap laju pertumbuhan
eksplan. Pada perlakuan A (0 jam) sebagai kontrol, hasilnya tidak begitu buruk
meskipun tidak diberikan perlakuan perendaman pada pupuk PES. Eksplan tetap
selama 42 hari tidak terlepas dari berbagai faktor eksternal, diantaranya suhu,
rumput laut, seperti arus, kekeruhan, kedalaman dan substrat. Peelitian ini
dilakukan dalam skala laboratorium atau secara in vitro, sehingga faktor yang
sangat berpengaruh yaitu, suhu, salinitas, cahaya, nutrient, dan kualitas air.
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting bagi pertumbuhan rumput
laut (Raikar et al. 2001 dalam Nursyam, 2013). Hasil pengukuran suhu selama
penelitian yaitu berkisar antara 26–30ºC. Hal ini didukung oleh Aslan (1998)
35
menyatakan bahwa suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan
reproduksi, suhu yang optimum untuk pertumbuhan antara 20-28ºC. Rumput laut
hidup dan tumbuh pada perairan dengan kisaran suhu air antara 20–280C, namun
masih ditemukan tumbuh pada suhu 310C (Direktorat Jenderal perikanan, 1990).
yang mempunyai toleransi besar terhadap salinitas eurihalin akan tersebar lebih
antara 30‰–32‰. Jenis makroalgae mampu hidup pada kisaran salinitas yang
besar. Genus Fucus misalnya, mampu hidup pada kisaran salinitas antara
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan gangguan pada proses
30-37 ppt.
dari eksplan rumput (Amini dan Parengrengi, 1995), terutama dalam proses
fotosintesis dan induksi thallus sampai membentuk embrio. Hasil pengamatan dari
intensitas cahaya mulai dari 570,5-1.119,5 lux dengan interval 500 lux
Suryati et al. (2008), menyatakan bahwa intensitas cahaya yang baik dalam
pertumbuahan dan induksi thallus rumput laut yang baik adalah 1500 lux. Artinya
intensitas cahaya yang didapatkan dari hasil pengamatan penelitian 1500 lux tidak
36
Beberapa studi menunjukkan bahwa E. serra memerlukan suhu 24-280C
sp. (strain sumba) memerlukan suhu 22-23 oC dan intensitas cahaya matahari
antara 122-167 µmol photons m-2 s-1 (Lideman et al. 2012). Selanjutnya menurut
37
BAB V
V.1 Kesimpulan
J. Agardh.
adalah perlakuan E (24 jam) dengan nilai berat mutlak 21,59 % dan berat
relatif 0,46 %, nilai panjang mutlak 0,7 % dan panjang relatif 2,73 %.
V.2 Saran
pupuk baru yang memiliki kandungan lengkap untuk pertumbuhan rumput laut,
dengan menggunakan sampel percobaan dari strain rumput laut yang berbeda.
38
DAFTAR PUSTAKA
Aslan, L. M., 1998. Budidaya Rumput Laut. PT. Kanisius. Yogyakarta. 96 Hal.
Boyd, C.E. and Lichtkopper, 1982. Water Quality Management Inpond For
Aquaculture Experiment Station. Auburn University-Alabania.
Dawes, C.J., 1981 Marine Botany. John Wiley and Sons. University of South
Florida. New York.
Doty, M.S., 1973. Eucheuma Farming for Carrageenan. Univ. Hawaii. Sea
Grant Report. Unihi Seagrant. United States of Amerika.
39
Effendie, M.I., 1979. Biologi Perikanan Bagian I. Study Natural Histology,
Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 105 Hal.
Lideman, G.N. Nishihara, T. Noro, dan R. Terada, 2011. In Vitro Growth and
Photosynthesis of Three Edible Seaweeds, Betaphycus gelatinus,
Eucheuma serra, and Meristotheca papulosa (Solieriaceae,
Rhodophyta). Aquaculture Sci, Vol. 59 (4): 563-571.
40
, 2012. Effect of
Temperature and Light on the Photosyntetik Performance of Two
Edible Seaweeds: Meristotheca coacta Okamura and Meristotheca
papulosa J.Agardh (Soliareaceae, Rhodophyta). Aquaculture Sci. Vol.
60 (3): 377-388.
, 2013. Effect of
Temperature and Light on the Photosynthesis as Measured by
Chlorophyll Fluorescence of Cultured Eucheuma denticulatum,
Kappaphycus sp.(sumba strain) From Indonesia. Jurnal of Applied
Phycology. Vol 25 (2): 399-406.
Loban, C.S. and P.J Harrison, 1997. Seaweeds Ecology and Physiology.
Cambridge University Press. Cambridge. UK. 384 pp.
Mubarak, H., 1978. Rumput Laut (Algae), Manfaat, Potensi dan Usaha
Budidayanya. Lembaga Oseanologi Nasional – LIPI. Jakarta. 61 hal.
Nontji, A., 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. Hal 145.
41
Nursyam, 2013. Pengaruh Lama Perendaman Pupuk Provasoli’s enrich
Seawater (PES) Terahadap Laju pertumbuhan In Vitro Kappaphycus
alvarezii. Skripsi. Universitas 45. Makassar. 45 hal.
Rukmi, A.S., Sunaryo, dan A. Djunaedi, 2012. Sistem Budidaya Rumput Laut
Gracilaria verrecosa di Pertambakan dengan Perbedaan Waktu
Perendaman di Dalam Larutan NPK. Journal of Marine Research.
Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan.
Universitas Diponegoro Kampus Tembalang. Semarang. Vol 1. Hal 90.
42
Suryati, E., A. Tenriolu dan B.R Tampangalo, 2010. Laporan Penelitian.
Pelestarian Plasma Nutfah Rumput Laut Kappaphycus alvarezi (Doty).
Melalui Induksi Kalus dan Embriogenesis Secara In vitro.pdf. Balai
riset perikanan budidaya air payau pusat riset perikanan budidaya
kementrian kelautan dan perikanan. 25 hal.
Trono, G. C., Ganzon dan F. Fortes, 1988. Philippine Seaweeds. National Book
Store Inc. Philippines.
Zulkarnain, 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi aksara. Jakarta. Hal 45.
43
LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Tabel komposisi Pupuk Provasoli’s Enrich Seawater (PES)
(Andersen, 2005)
Bahan Satuan
1. NaNO3 5,0 g
5. Biotin (Vitamin H) 1 ml
6. Vitamin B12 1 ml
H3BO3 11,439 g
0,702 g
Fe (NH4)2 (SO4)2, 6H2O
45
Lampiran 2 . Laju Pertambahan Berat Eksplan selama 42 hari
46
Lampiran 3. Laju Pertambahan Panjang Eksplan Selama 42 hari
47
Lampiran 4. Denah Penelitian
A4 E3 D2 B4 D3 A2 B1
A1 D1 C4 C2 C1 C3 E2
A3 B2 B3 E1 E4 D4
48
Lampiran 5. Pengolahan data dengan program SPSS 16,0.
dilakukan dengan uji lanjutan BNT (LSD). Analisis laju pertumbuhan dilakukan
1. Pertambahan Panjang
sebagai berikut :
panjang
ANOVA
Pertambahan_Panjang
Total 22.860 19
49
Adapun kriteria pengujian ialah :
disimpulkan untuk menerima H0, yang berarti tidak terdapat perbedaan pengaruh
signifikansi pada tabel ANOVA sebesar 0,261 yang berarti lebih besar dari taraf
alpha 0.05. Karena tidak terdapat perbedaan pengaruh perlakuan, maka tidak perlu
2. Pertambahan Berat
sebagai berikut :
berat
ANOVA
Pertambahan_Berat
Total 26137.770 19
50
Adapun kriteria pengujian ialah :
disimpulkan untuk menerima H0, yang berarti tidak terdapat perbedaan pengaruh
signifikansi pada table ANOVA sebesar 0.075 yang berarti lebih besar dari taraf
alpha 0.05.
51
Lampiran 6. Dokumentasi Kegiatan penelitian
Eksplan dalam larutan Pemeliharaan eksplan dalam Pengukuran panjang eksplan dengan
betadine 1 % wadah multiwel chember menggunakan jangka sorong.
52
Penimbangan eksplan dengan Kegiatan analisis data.
menggunakan timbangan analitik
Lampian 7. Kualitas air pada media pemeliharaan eskplan Eucheuma spinosum untuk
setiap perlakuan
53