SURVEY REKAYASA
“ANALISIS MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR METODE TEKNOLOGI
UAV”
Disusun Oleh :
Laporan Survey Rekayasa ini dapat diajukan sebagai syarat kelulusan mata
kuliah Survey Rekayasa di Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional Malang Tahun Ajaran 2022/2023.
Persetujuan ini diberikan kepada:
Laporan ini disetujui oleh dosen pembimbing mata kuliah Survey Rekayasa di
Institut Teknologi Naisonal Malang.
Menyetujui,
Ir. Ketut Tomy Suhari, S.T., M.T. Adkha Yulianandha Mabrur, S.T., M.T.
NIP. Y. 103200058 NIP. P. 1031700526
ii
LEMBAR ASISTENSI LAPORAN SURVEI REKAYASA
PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI S-1
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
LEMBAR ASISTENSI
Nama : Miftahul Latif Zakariya 1925009
Program Studi : Teknik Geodesi
Dosen : 1. Ir. Ketut Tomy Suhari, S.T., M.T.
Pembimbing 2. Adkha Yulianandha Mabrur, S.T., M.T.
Tanda
No Tanggal Catatan / Keterangan
Tangan
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur keharidat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat yang
senantiasa tercurah bagi kita semua. Atas izin-Nya saya dapat menyelesaikan
tugas Laporan Survey Rekayasa.
Dalam penulisan laporan ini, masih banyak kekurangan ataupun kesalahan
baik secara sengaja maupun sengaja. Namun, dalam penulisannya sendiri saya
mendapat banyak sekali ilmu baru mengenai ilmu Survey Rekayasa. Besar
harapan kami akan saran dan masukan yang membangun, sehingga kedepannya
dalam penyusunan laporan lainnya kami dapat melakukannya lebih baik lagi.
Dalam penulisan laporan ini, kami juga dibantu oleh banyak pihak dan kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dosen pengajar kami, bapak Ir. Ketut Tomy Suhari, S.T., M.T. dan bapak
Adkha Yulianandha Mabrur, S.T., M.T. selaku dosen pengampu mata
kuliah Survey Rekayasa yang banyak sekali memberikan kami ilmu serta
masukan pada waktu perkuliahan.
2. Rekan-rekan teknik geodesi yang memberikan semangat satu sama lain
untuk sama-sama menyelesaikan penugasan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas setiap perbuatan baik mereka dan
kiranya laporan ini dapat menjadi hal yang bermanfaat bagi kami dan para
pembaca lainnya.
Penulis
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3. Tujuan Praktikum...................................................................................2
1.4. Batasan Masalah......................................................................................2
BAB 2......................................................................................................................3
METODE DAN MATERIAL..................................................................................3
2.1. Bencana....................................................................................................3
2.2. Tanah Longsor.........................................................................................3
2.3. Mitigasi Dampak Tanah Longsor..........................................................4
2.3.1. Mitigasi Struktural............................................................................6
2.3.2. Mitigasi Non-Struktural...................................................................6
2.4. Unmanned Aerial Vehicle (UAV)..........................................................6
2.5. Foto udara................................................................................................7
BAB 3......................................................................................................................8
HASIL......................................................................................................................8
1.1. Hasil..........................................................................................................8
1.2. Analisis Titik GCP dan ICP...................................................................8
1.3. Orthophoto dan data RMSE..................................................................8
1.4. Klasifikasi Wilayah Terdampak............................................................9
1.5. Validasi Wilayah Terdampak..............................................................10
BAB 4....................................................................................................................12
DISKUSI................................................................................................................12
2.1. Diskusi....................................................................................................12
BAB 5....................................................................................................................13
vi
KESIMPULAN......................................................................................................13
5.1. Kesimpulan............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini:
1. Bagaimana analisis penggunaan lahan, zonasi risiko bencana tanah
longsor dan penurunan muka tanah terhadap wilayah terdampak hasil
pengamatan UAV ?
2. Bagaimana analisis mitigasi dampak bencana tanah longsor berdasarkan
hasil pengamatan UAV ?
2
BAB 2
METODE DAN MATERIAL
2.1. Bencana
Definisi bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.
3
Resiko bencana tanah longsor menurut BNPB (2012) dibentuk
dari parameter tingkat ancaman, tingkat kerentanan dan tingkat
kapasitas bencana tanah longsor.
4
Gambar 2. 2Akar pohon mencengkeram tebing sungai untuk mempertahankan stabilitas tebing dan
mengurangi longsor (Hairiah dkk.,2008)
5
2.3.1. Mitigasi Struktural
Mitigasi struktural itu dilakukan dengan mengurangi sudut
kemiringan lereng dengan membuat sistem terasering. Selain itu,
pembangunan dinding penahan yang berasal dari batuan dan tanah juga
dibangun untuk mengurangi bencana tanah longsor dan efek yang
ditimbulkannya. Pada mitigasi non-struktural, daerah rawan bencana
tanah longsor ditandai dengan adanya rambu-rambu. Mitigasi non-
struktural ini juga dilakukan dengan meningkatkan kesadaran
masyarakat daerah rawan tanah longsor. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui tanda tanda akan terjadinya tanah longsor, penyebabnya,
cara mengurangi dan mengatasi bahaya tanah longsor.
6
sangat rendah. Selain itu, kemungkinan melihat langsung fotografi di
lapangan dengan memungkinkan pengulangan jika terdeteksi kesalahan dan
risiko keamanan yang sangat rendah jika terjadi kecelakaan karena bobot
yang ringan dari perangkat ini adalah bagian dari banyak keuntungan lain
menggunakan UAV (Gonçalves & Henriques, 2015).
7
BAB 3
HASIL
3.1. H
asil
3.2. Analisis Titik GCP dan ICP
Koordinat pengolahan data GPS titik GCP dan ICP merupakan hasil
dari penggabungan data pengukuran di lapangan dengan data base CORS
UDIP dengan metode radial untuk menghasilkan koordinat definitif. Berikut
pada Tabel 1 adalah hasil koordinat definitif pengolahan data GPS tersebut.
Tabel 1 Koordinat Definitif Pengolahan
8
Gambar 3. 1Bentuk Orthofoto
GRMSE horizontal dan vertikal yang dihasilkan adalah sebesar 0,0058 m dan 0,0019 m. Hasil tersebut
menujukkan bahwa orthofoto telah terkoreksi geometrik dengan baik karena hasil selisih dari proses
transformasi koordinat foto ke koordinat lapangan yang dilakukan menghasilkan nilai 5,8 mm secara
horizontal dan 1,9 mm secara vertikal. Analisis Uji Ketelitian Foto Udara
9
Wilayah Terdampak 2
Wilayah Terdampak 1
Gambar 3. 2Peta Penurunan dan Kenaikan Muka Tanah Terhadap Wilayah Terdampak Bencana Tanah
Longsor
10
Dikaji dari penggunaan lahannya, wilayah terdampak 1 merupakan
wilayah pemukiman. Tanah longsor tersebut mengenai sebuah rumah yang
ada di Perumahan Bukitsari tepatnya di Jalan Bukit Bromo, Kelurahan
Ngesrep. Sedangkan pada wilayah terdampak
2 merupakan wilayah tegalan yang berada pada sisi Jalan Bukit
Khayangan, Kelurahan Ngesrep. Pada wilayah terdampak 2 terdapat
kerusakan sisi jalan akibat tanah longsor yang telah direnovasi.
Dikaji dari risiko bencana tanah longsor, hal yang terlihat dari wilayah
terdampak 1 memiliki kondisi yang curam. Lereng yang curam ini berada
pada belakang dari rumah yang terdampak. Sedangkan pada wilayah
terdampak 2 juga memiliki kondisi lereng yang curam.
Dikaji dari penurunan muka tanah, wilayah terdampak 1 dan 2 terlihat
mengalami pengurangan volume tanah yang jatuh akibat bencana tanah
longsor.
11
BAB 4
DISKUSI
4.1. Diskusi
Yang saya dapat dari pembahasan analisis mitigasi dampak bencana
tanah longsor menggunakan teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau
Drone adalah kita dapat mengetahui metode metode yang digunakan untuk
pengambilan data di lapangan, tentang memetakan zona yang rawan longsor
dengan menggunakan metode pembobotan parameter adalah dengan
melakukan overlay pada parameter kelerengan, penggunaan lahan, jenis
tanah, dan curah hujan yang memiliki bobot masing-masing dan juga nilai
bobot pada setiap kelas parameternya atau dari perbandingan peta tahun lama
dan peta pengukuran terbaru .
12
BAB 5
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat pengetahuan warga masyarakat tentang mitigasi
bencana alam tanah longsor berdasarkan hasil pengamatan UAV. Teknik
mitigasi dari aspek teknis dan manajemen sangat diperlukan di wilayah ini.
Aspek teknis meliputi bangunan fisik serta konservasi tanah dan air,
sedangkan aspek manajemen diantaranya regulasi baru maupun revisi,
kerjasama antar pihak yang berkepentingan serta penataan kelembagaan.
Diharapkan kedua aspek tersebut dapat membantu mengurangi risiko
bencana tanah longsor, serta meningkatkan kewaspadaan masyarakat yang
tinggal di daerah rawan longsor. Pada daerah kelurahan Ngesrep merupakan
daerah dengan kerentanan tanah yang rendah, sementara area perbukitan
merupakan daerah dengan kerentanan pergerakan tanah yang tinggi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Badan Informasi Geospasial. 2017. Peta Citra Area Terdampak Longsor Dusun
Tangkli Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo. Cibinong
Wacano, D., Hadmoko, D.S., Susmayana, I. M., Nurohman, S., Mujianto, B.A.,
Satriyo, A. (2013). Identifikasi Tipologi Longsor untuk Analisis Mitigasi
Bencana di Dusun Sidorejo, Desa Tieng, Kejajar,Wonosono. Chapter Buku
Seri Bunga Rampai, 99-107, ISSN: 978-602-7797-25-3.
14
LAMPIRAN
Tugas 1
ABSTRAK
Perhitungan earthmoving tambang merupakan suatu kegiatan survei yang dilakukan di area
penambangan untuk menghitung volume pemindahan tanah. Perhitungan earthmoving tambang harus
dilakukan dengan cepat, akurat dan detail. Kebutuhan akan hal tersebut bisa diperoleh dengan
menggunakan teknologi laser scanner.Kegiatan aplikatif ini untuk menghitung volume earthmoving
tambang dan melakukan kajian pada tahapan akuisisi data, pengolahan dan hasil volumetriknya.
Akuisisi data lapangan dilakukan pada April 2017 dan Mei 2017 menggunakan metode cloud to
cloud. Perangkat lunak yang digunakan dalam registrasi data dan pengolahan point clouds ialah RiScan
Pro yang merupakan perangkat lunak operasional alat TLS Riegl VZ 1000. Objek dari kegiatan aplikatif ini
adalah area penambangan PT Pamapersada Nusantara distrik PT Trubaindo Coal Mining. Titik kontrol
didapatkan dari pengukuran menggunakan GPS geodetik yang akan digunakan sebagai referensi titik
berdiri alat TLS. Untuk perhitungan volume dilakukan dengan metode cut and fill terhadap DTM dari
point clouds yang terbentuk. Hasil hitungan volume earthmoving dari software RiScan Pro dan AutoCad
Civil 2015 dilakukan uji perbandingan dengan membandingkan volume earthmoving hasil hitungan ritasi
alat angkut (truck count). Data truck count diasumsikan sebagai data yang benar.
16
3. Menghitung volume earthmoving (cut menggabungkan beberapa scan world yang berbeda
and fill) tambang yang dilakukan dengan dari proses akuisisi data yang kemudian menjadi satu
metode TLS.
kesatuan point clouds. Terdapat berbagai metode
registrasi data point clouds, namun secara umum
I.4. Ruang Lingkup
Adapun Ruang lingkup penelitian ini adalah: metode registrasi tersebut dibedakan menjadi tiga,
1. Area studi penelitian ini adalah yaitu registrasi berdasarkan target, registrasi dengan
area penambangan batubara PT menggunakan iterasi titik tedekat, dan registrasi
Pamapersada Nusantara distrik PT berdasarkan bentukan dari objek (Vosselman, G
Trubaindo Coal Mining, Kabupaten Kutai
Barat Provinsi Kalimantan Timur. dkk,2010).
2. Proses pengukuran data lapangan
menggunakan TLS bertipe static laser
scanner yaitu Riegl VZ-1000
3. Proses pengolahan data point clouds dan
hitungan volume cut and fill menggunakan
perangkat lunak RiScan Pro dan Autocad
Civil 3D 2015.
4. Perhitungan volume
earthmoving tambang dilakukan dengan
menggunakan data TLS bulan April 2017
dengan data TLS bulan Mei 2017
III.3. Pelaksanaan
1. Persiapan dan Studi Literatur
18
d. Georeferensi Data Scan : untuk
dari proses akuisisi data yang kemudian
mentransformasi data point clouds dari sistem
koordinat alat ke sistem koordinat tanah. menjadi satu kesatuan point clouds.
e. Plane Filter : untuk mempersiapkan sampel
polydata untuk proses registrasi MSA: 4. Analisis
f. Registrasi Multi Station Adjustment : untuk Secara spesifik metodologi penelitian tugas
menggabungkan beberapa scan world yang akhir ini dapat di lihat pada Gambar
berbeda dibawah.
IV. 2Hasil Filterisasi Point Clouds proses filterisasi Octree, jumlah point clouds menjadi
Filterisasi adalah tahap menghilangkan sekitar 5,3 juta titik. Setelah mengalami proses filterisasi
data point clouds yang tidak diperlukan. Pada
pengolahan data point cloud, rata-rata jumlah titik 2.5D Raster, jumlah point clouds menjadi sekitar 226 ribu
dalam point clouds mengalami penurunan hingga titik. Setelah mengalami proses filterisasi 2.5D Raster,
sekitar 99,2%, yaitu dari sekitar 23 juta titik jumlah point clouds menjadi sekitar 180 ribu titik. Gambar
menjadi hanya sekitar 180 ribu titik.
4 dan Gambar 5 menampilkan jumlah point cloud hasil
Sebelum mengalami proses filterisasi,
jumlah point clouds pada setiap pit tambang proses-proses filterisasi pada April dan Mei 2017.
secara rata-rata berkisar 23,1 juta titik. Setelah
mengalami proses
filterisasi Amplitude dan Range, jumlah point clouds
menjadi sekitar 21,4 juta titik. Setelah mengalami
19
Filtrasi point cloud April 2017
20
Algoritma dalam metode ini adalah Iterative Closest
Point (ICP).
Gambar 7 dan Gambar 8 merupakan nilai
negatif residu dan positif residu dari hasil
perbandingan parameter registrasi Multi Station
Adjustment. Negatif residu merupakan nilai
redisual yang bernilai kurang dari 0, sedangkan
positif residu merupakan nilai redisual yang
Hasil Pengolahan Point Clouds bernilai lebih dari 0. Ketentuan besar residual
tersebut (error antar plane) harus bernilai antara -
Gambar merupakan contoh hasil 0,150 m hingga 0,150 m. Semakin nilai residu
pengolahan point clouds pada pengukuran pit mendekati 0, maka data semakin baik untuk
tambang 3.000 blok 30 di akhir bulan April 2017 dijadikan model. Pada penelitian ini parameter
yang dilakukan dengan empat kali scanning, MSA yang memenuhi nilai residu kurang dari ±
dengan point clouds yang terekam sekitar 18 juta 0,150 m adalah parameter penulis dan parameter
titik dan ukuran file sebesar 213.2 MB. 3D Laser.
IV.4. Hasil Perbandingan Parameter Multi Station
Adjustment
Metode registrasi yang digunakan dalam
pengolahan TLS dalam penelitian ini adalah Multi
Station Adjustment. Prinsip dasar dari metode ini
adalah penggabungan data dari dua atau lebih
posisi (ScanPos) terhadap titik-titik data yang
secara otomatis akan menemukan titik-titik data
yang sama berdasarkan titik terdekat
menggunakan proses adjustment.
21
serta berdasarkan truck count dapat dilihat pada
Tabel
22
RiScan - Truck AutoCad - Truck
Periode Pit
% Hasil Uji % Hasil Uji
Mei-17 P3000B30 2,54% Memenuhi 2,42% Memenuhi
Mei-17 P4000B30 2,05% Memenuhi 1,91% Memenuhi
Mei-17 P4000B33 2,41% Memenuhi 2,41% Memenuhi
Mei-17 P7000B14 -2,01% Memenuhi -1,92% Memenuhi
Rata-rata (±) 2,25% Memenuhi 2,17% Memenuhi
23
4. Hitungan volume hasil truck count memiliki spesifikasi yang tinggi sangat diperlukan dalam
digunakan sebagai acuan hasil. Dari nilai-nilai tersebut penelitian ini, sebab data hasil pemindaian berupa data
diperoleh: point clouds dengan jumlah yang sangat banyak yang
a. Selisih perhitungan dengan RiScan Pro membutuhkan proses yang lama.
yaitu pada pit 3.000 blok 30 sebesar 2,54% dalam
persentase, pada pit 4.000 blok 30 sebesar 2,05%
dalam
persentase, pada pit 4.000 blok 33 sebesar
2,41% dalam persentase dan pada pit
7.000 blok 14 sebesar -2,01% dalam
persentase.
b. Selisih perhitungan dengan AutoCad Civil
2015 yaitu pada pit 3.000 blok 30 sebesar
2,42% dalam persentase, pada pit 4.000 blok 30
sebesar 1,91% dalam persentase, pada pit
4.000 blok 33
sebesar 2,41% dalam persentase dan pada pit
7.000 blok 14 sebesar -1,92% dalam
persentase.
c. Rata-rata selisih perhitungan dengan RiScan
Pro yaitu sebesar ± 2,25% dan dengan
Autocad Civil
yaitu sebesar ± 2,17%. Hasil yang diperoleh dari
survei
dapat diterima dalam toleransi kesalahan sesuai
dokumen ASTM tahun 2002, selisih tersebut
masuk dalam toleransi yang diberikan yaitu ±
2,78%.
V.2. Saran
Berdasar dari pengalaman peneliti, terdapat
beberapa saran untuk kemajuan
penelitian
mendatang, diantaranya :
1. Melakukan kajian
perbandingan pengukuran terrestrial laser
scanner pada waktu yang berbeda seperti siang atau
malam, karena pengukuran tambang dengan TLS
kadang juga dilakukan pada malam hari.
2. Penelitian selanjutnya terhadap alat ini
sebaiknya lebih difokuskan kepada resolusi bukaan
sudut alat TLS dengan registrasi target to target dan
cloud to cloud.
3. Penempatan station pengukuran sebisa
mungkin tersebar merata atau membentuk grid pada
keseluruhan area pengukuran sehingga semua area
pengukuran dapat dipindai dengan jelas atau
meminimalisasi adanya blocked area.
4. Memperbanyak membaca referensi
dalam pengolahan TLS menggunakan perangkat
lunak RiScan Pro sehingga lebih memperkaya
pengetahuan dan analisis penelitian.
5. Penggunaan komputer atau laptop yang
24
Daftar Pustaka
Kurnia, M.A. 2011. Evaluasi Penambangan di Pit 3
Berdasarkan Pengukuran Survei Kemajuan
Tambang Terhadap Ritase Alat Angkut
(Truck Count) Pada PT Tanjung Alam Jaya
Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan. Skripsi. Jurusan Teknik
Pertambangan. Fakultas Teknik. Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarmasin.
Mills, J dkk. 2003. An Addendum to the Metric Survei
Specifications for English Heritage– the
collection and archiving of point clouds data
obtained by terrestrial laser scanning or
other methods. Version 11/12/2003.
Pancarka, A. R. 2016. Penggunaan 3D Laser Scanner
Topcon Gls 2000
untuk Perhitungan Volumetrik
Stock Opname Batubara. Skripsi. Departemen
Teknik Geodesi. Fakultas Teknik. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Quentiro, M. S dkk. (2008) : 3D Risk Mapping Theory
and Practice on Terrestrial Laser
Scanning. Vlaams Leonardo Da Vinci Agentschap.
Europe. Rehsetyuk, Y. 2009. Self Calibration
and Direct Georeferencing in Terrestrial laser
Scanning. Doctoral Thesis. Division of
Geodesy. Department of Transport and Economics.
Royal
Institute of
Technology
(KTH).
Sitek dkk. 2006. Tomographic Reconstruction Using an
Adaptive Tetrahedral Mesh Defined by a Point
clouds, IEEE Trans. Med. Imag. 25 1172.
Triono dkk. 2014. Perhitungan Kemajuan Tambang
(Progress Survey) dengan Metode
Penampang
Melintang di CV. Wulu Bumi Sakti Kecamatan
Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara
Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Geologi
Pertambangan. Departemen Teknik
Pertambangan. Fakultas Teknik. Universitas
Kutai Kartanegara. Kutai Kartanegara.
Vosselman, G dkk. 2010. Airborne and Terrestrial laser
Scanning. Boca Raton, Florida: CRC Press
25
Tugas 2
ABSTRAKS
Dalam Digital Forensic terdapat empat tahapan pada proses implementasi yang harus diikuti
sepanjang proses investigasi Digital Forensics berlangsung yaitu: identifikasi, penyimpanan,
analisa, dan presentasi. Tahapan implementasi Digital Forensic yang selama ini dipublikasikan
belum pada tingkat memberikan gambaran detail pada tahapan analisis. Dalam makalah ilmiah
ini, penulis melakukan pengembangan model pada tahapan ketiga pada saat analisa dengan
menggunakan Zachman Frameworks untuk memberikan potret tentang bagaimana sebaiknya
tahapan analisa tersebut dapat memberikan hasil secara lengkap dan menyeluruh. Selain itu,
model tahapan Digital Forensik yang diusulkan sudah dapat memfasilitasi beberapa kaidah
dasar yang disampaikan dalam PERKAP No. 10 Tahun 2010 tentang tata cara pengelolaan
barang bukti digital, Pasal 5-6 Bab III UU ITE tentang pengakuan informasi/dokumen
elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah, serta Pasal 42-44 Bab X tentang penyidikan
barang bukti elektronik atau dokumen elektronik.
1. PENDAHULUAN
Dengan dibentuknya Asosiasi Forensik Digital Indonesia (AFDI) oleh Kementrian Komunikasi dan
Informatika pada tanggal 17 November 2015 yang lalu hal ini membuktikan bahwa Digital Forensik
merupakan bidang ilmu baru dalam dunia komputer yang berkembang pesat akhir-akhir ini dengan
makin maraknya kejahatan di bidang komputer serta semakin banyaknya buku-buku yang mengupas
mengenai digital forensik, sehingga semakin menambah refrensi pengetahuan bagi peneliti-peneliti
muda. Dengan lahirnya Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik nomor 11 Tahun 2008, maka
semakin membuat bidang ilmu ini menjadi perangkat wajib untuk membongkar kejahatan yang
melibatkan dunia komputer, karena pada umumnya kejahatan komputer ini meninggalkan jejak digital,
maka perlu adanya seorang ahli komputer forensik yang akan mengamankan barang bukti digital atau
biasa disebut digital evidence. Komputer Forensik tentu memerlukan suatu standart operational
procedure (SOP) dalam mengambil bukti-bukti digital agar tidak terkontaminasi pada saat data di ambil
dari digital evidence sehingga sangat memudahkan para ahli komputer forensik untuk melakukan
pemulihan sistem pasca kerusakan.
Menelisik lebih jauh, seperti yang pernah disampaikan oleh Dezfoli et. al (Dezfoli and A.
Dehghantanha,2013) bahwa digital forensics merupakan “the procedure of investigating computer
crimes in the cyber world”. Sementara itu, Agarwal dalam Prayudi, Ashari, et.al (Prayudi, Y., Ashari,
A.,2015) bahwa upaya pengungkapan Cybercrime dilakukan melalui proses investigasi yang dikenal
dengan istilahForensika Digital (Digital Forensics). Masih menurut Agarwal, juga menyebutkan bahwa
digital forensics adalah penggunaan ilmu dan metode untuk menemukan, mengumpulkan,
mengamankan, menganalisis, menginterpretasidan mempresentasikan barang bukti digital dalam
rangka kepentingan rekontruksi kejadian serta
memastikan keabsahan pada proses peradilan. Jauh sebebelumnya, Palmer yang dikutip oleh
Beebe & Clark (N. L. Beebe and
J. G. Clark,2005) sudah pernah menyampaikan terminologi awal dari istilah digital forensics,
yaitu “The use of scientifically derived and proven methods toward the preservation,
collection, validation, identification, analysis, interpretation, documentation, and presentation of
digital evidence1 derived from digital sources for the purpose of facilitation or furthering
thereconstruction of events found to be criminal, or helping to anticipate unauthorized actions
shown to be disruptive to planned operations.” Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan
investitasi digital forensics adalah Scientific Method, artinya setiap tahapan dan langkah
yang dilakukan oleh Tim investigasi ataupun oleh lembaga hukum harus menjunjung tinggi
kaidah metode ilmiah. Berdasarkan beberapa definisi dan deskripsi sebelumnya, dapat
dirumuskan bahwa digital forensics merupakan sebuah langkah yang terstruktur dalam
melakukan proses investigasi serta penanganan barang bukti untukmeminimalkan adanya
kesalahan dalam proses investigasi (EK. Mabuto and HS. Venter, 2011). Dengan
berpedomankan pada karakteristik scientific method inilah, maka dalam bidang digital forensics
harus mengacu pada langkah-langkah secara prosedural dan terstruktur. Oleh karena itulah,
bidang digital forensics dalam perkembangan selanjutnya dikenal dengan istilah framework.
Framework, dalam bahasa formalnya pernah dikemukakan oleh Petar & Maravi (P. Čisar and S.
M. Čisar, 2011) merupakan “a structure to support a successful forensic investigation”. Secara
umum, di lingkungan digital forensics setidaknya adabeberapa istilah terkait dengan langkah-
langkah terstruktur dalam
proses investigasi,diantaranya adalah Framework, Methodology, dan Forensics Process.
(http://zachmaninternational.com/index.php/home-article/13)
Zachman Framework tidak memberikan model dan arsitektur khusus yang dapat digunakan
untuk memberikan penjelasan lengkap. Pemakai Zachman Framework bebas memilih alat yang akan
digunakan untuk menerapkan rancangan yang akan dibuat.
Menurut Kemmish (Kemmish, R. M., 2012)secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi
empat tahapan, yaitu:
1. Identifikasi bukti digital
2. Penyimpanan bukti digital
3. Analisa bukti digital
4. Presentasi
Keempat tahapan ini secara terurut dan berkesinambungan digambarkan pada gambarberikut
Gambar 2
Tahapan Digital Forensik menurut Kemmish
Sedangkan rules of evidence artinya pengaturan barang bukti dimana barang bukti harus memiliki
keterkaitan dengan kasus yang diinvestigasi dan memiliki kriteria sebagai berikut: pertama, layak dan
dapat diterima (Admissible). Artinya barang bukti yang diajukan harus dapat diterima dan digunakan
demi hukum, mulai dari kepentingan penyidikan sampai ke pengadilan. Kedua, Asli (Authentic). Barang
bukti harus mempunyai hubungan keterkaitan yang jelas secara hukum dengan kasus yang diselidiki
dan bukan rekayasa. Ketiga, akurat (Accurate). Barang bukti harus akurat dan dapat dipercaya.
Keempat, lengkap (Complete). Bukti dapat dikatakan lengkap jika didalamnya terdapat petunjuk-
petunjuk yang lengkapdan terperinci dalam membantu proses investigasi.
Penyimpanan bukti digital. Tahapan ini mencakup penyimpanan dan penyiapan bukti- bukti yang ada,
termasuk melindungi bukti-bukti dari kerusakan, perubahan dan penghilangan oleh pihak-pihak tertentu.
Bukti harus benar-benar steril artinya belum mengalami proses apapun ketika diserahkan kepada ahli di
2. sementara (volatile), mudah rusak, berubah dan hilang, maka pengetahuan yang mendalam
dari seorang ahli digital forensik mutlak diperlukan. Kesalahan kecil pada penanganan bukti
digital dapat membuat barang bukti digital tidak diakui di pengadilan. Bahkan menghidupkan
dan mematikan komputer dengan tidak hati-hati bisa saja merusak/merubah barang bukti
tersebut. Sebagaimana diungkapkan Peter Plummer:
“When you boot up a computer, several hundred files get changed, the data of access, and so
on. Can you say that computer is still exactly as it was when the bad guy had it last?”.
Sebuah pernyataan yang patut dipikirkan bahwa bagaimana kita bisa menjamin kondisi komputer tetap
seperti keadaan terakhir ketika ditinggalkan oleh pelaku kriminal manakala komputer tersebut kita
matikan atau hidupkan kembali. Karena ketika komputer kita hidupkan terjadi beberapa perubahan pada
temporary file, waktu akses, dan seterusnya. Sekali file-file ini telah berubah ketika komputer dihidupkan
tidak ada lagi cara untuk mengembalikan (recover) file-file tersebut kepada keadaan semula. Komputer
dalam kondisi hidup juga tidak bisa sembarangan dimatikan. Sebab ketika komputer dimatikan bisa saja
ada program penghapus/perusak yang dapat menghapus dan menghilangkan bukti-bukti yang ada. Ada
langkah-langkah tertentu yang harus dikuasai olehseorang ahli digital forensik dalam
mematikan/menghidupkan komputer tanpa ikut merusak/menghilangkan barang bukti yang ada
didalamnya. Aturan utama pada tahap ini adalah penyelidikan tidak boleh dilakukan langsung padabukti
asli karena dikhawatirkan akan dapat merubah isi dan struktur yang ada didalamnya. Mengantisipasi hal ini
maka dilakukan copy data secara Bitstream Image dari bukti asli ke media penyimpanan lainnya. Bitstream
image adalah metode penyimpanan digital dengan mengkopi setiap bit demi bit dari data orisinil, termasuk
file yang tersembunyi (hidden files), file temporer (temporary file), file yang terdefrag (defragmented file),
dan file yang belum ter- overwrite. Dengan kata lain, setiap biner digit demi digit di-copy secara utuh dalam
media baru. Teknik ini umumnya diistilahkan dengan cloning atau imaging. Data hasil cloning inilah yang
selanjutnya menjadi objek penelitian dan penyelidikan.
Analisa bukti digital. Tahapan ini dilaksanakan dengan melakukan analisa secara mendalam terhadap
bukti-bukti yang ada. Bukti yang telah didapatkan perlu di-explore kembali ke dalam sejumlah skenario
yang berhubungan dengantindak pengusutan. Penelusuran bisa dilakukan pada data-data sebagai
berikut: alamat URL yang telah dikunjungi, pesan e-mail atau kumpulan
alamat e-mail yang terdaftar, program word processing atau format ekstensi yang dipakai, dokumen
spreedsheat yang dipakai, format gambar yang dipakai apabila ditemukan, file-file yang dihapus
maupun diformat, password, registry windows, hidden files, log event viewers, dan log application.
Termasuk juga pengecekan pada metadata. Kebanyakan file mempunyai metadata yang berisi
informasi yang ditambahkan mengenai file tersebut seperti computer name, total edit time, jumlah
editing session, dimana dicetak, berapa kali terjadi penyimpanan (saving), tanggal dan waktu
modifikasi. Selanjutnyamelakukan recovery dengan mengembalikan file dan folder yang terhapus,
unformat drive, membuat ulang partisi, mengembalikan password, merekonstruksi ulang halaman
web yang pernah dikunjungi, mengembalikan email- email yang terhapus dan seterusnya. Tahapan
analisis terbagi dua, yaitu: analisis analisis aplikasi (application analysis) pada barang bukti yang ada.
Beberapa tools analisismedia yang bisa digunakanantara lain:
a. TestDisk(http://www.cgsecurity.org/testdisk.html)
b. Explore2fs(http://uranus.it.swin.edu.au/~jn/linux/explore2fs.htm)
c. ProDiscoverDFT (http://www.techpathways.com)
Sedangkan untuk analisis aplikasi, beberapa tools yang bisa digunakan seperti:
EventLogParser(http://www.whitehats.ca/mai n/members/Malik/malik_eventlogs/malik_eve gital
forensik untuk diteliti. Karena bukti digit
a. nt logs.html)
b. Galleta(http://www.foundstone.com/resources/proddesc/galleta.htm)
c. Libpff (http://libpff.sourceforge.net
d. Md5deep(http://md5deep.sourceforge.net/)
e. MD5summer(http://www.md5summer.org/)
f. Outport(http://outport.sourceforge.net/)
g. Pasco(http://www.foundstone.com/resources/proddesc/pasco.htm)
h. RegRipper(http://windowsir.blogspot.com/2008/04/updated-regripper.html)
i. Rifiuti(http://www.foundstone.com/resources
/proddesc/rifiuti.htm)
3. Presentasi. Presentasi dilakukan dengan menyajikan dan menguraikan secara detail laporan
penyelidikan dengan bukti-bukti yang sudah dianalisa secara mendalam dan dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum di pengadilan. Laporan yang disajikan harus di cross-
check langsung dengan saksi yang ada, baiksaksi yang terlibat langsung maupun tidak
langsung. Hasil laporan akan sangat menentukan dalam menetapkan seseorang bersalah atau
tidak sehingga harus dipastikan bahwa laporan yang disajikan benar-benar akurat, teruji, dan
terbukti. Beberapa hal penting yang perlu dicantumkan pada saat presentasi/panyajian laporan
ini, antara lain:
a. Tanggal dan waktu terjadinya pelanggaran
b. Tanggal dan waktu pada saat investigasiPermasalahan yang terjadi
c. Masa berlaku analisa laporan
d. Penemuan bukti yang berharga (pada laporan akhir penemuan ini sangat ditekankan
sebagai bukti penting proses penyidikan)
e. Teknik khusus yang digunakan, contoh:password cracker
f. Bantuan pihak lain (pihak ketiga).
3. PEMBAHASAN
3.1. Usulan Model Tahapan Digital Forensik
Dalam makalah ilmiah ini metode yangdiusulkan untuk pengembangan model tahapan
Digital Forensik dengan menggunakan Zachman frameworks yang akan diimplementasikan pada tahapan
ke tiga Digital Forensik, yaitu pada tahapan Analisis. Pada makalah ini yang akan dijabarkan menggunakan
6 (enam) kolom.
Gambar 3
Usulan Model Tahapan Digital Forensik
Pada Tahapan ke tiga digital forensik yaitu Analisis akan dijabarkan menggunakan Zachman Framework,
yang dijelaskan sebagai berikut:
al bersifat Who: menganalisis siapa saja orang yang terlibat. Siapa saja yang berhubungan dengan bukti dan
otoritas struktur dan tanggung jawab. Mulai dari siapa yang mengumpulkan bukti, siapa yang memiliki
bukti, siapa saja yang dapat mengakses bukti tersebut sampai siapa saja yang melakukan dan yang terlibat.
2. When: menganalisis waktu atau hubungan event yang membuat kriteria dan level-level
kuantitatif untuk sumber-sumber bukti. Hal ini berguna untuk menganalisis waktu kejadian,
waktu pemrosesan dan timing.
3. Why: menganalisis dan mendeskripsikan motivasi- motivasi orang-orang yang terlibat
berdasarkan bukti yang didapat. Hal ini memperlihatkan sasaran- sasaran dan tujuan, rencana
pelaku.
4. What: mendeskripsikan dan menganalisis entitas- entitas yang terlibat di tiap perspektif bukti
yang didapat. Sebagai contoh termasuk obyek-obyek bukti,data sistem, dan definisi-definisi.
Mulai dari apa yangtelah dilakukan, Apa saja software yang digunakan sampai apa saja yang
dihasilkan.
5. How: menganalisis dan memperlihatkan fungsi- fungsi dalam setiap perspektif bukti-bukti
yang ditemukan. Sebagai contoh mencakup proses-proses yang telah dilakukan, fungsi
aplikasi software, fungsihardware komputer. Mulai dari Bagaimana penyimpanan dan
pemeliharaan bukti itu sampai bagaimana bagaimana proses-proses dilakukan?
6. Where: menganalisis lokasi-lokasi dan interkoneksi dalam bukti digital yang ditemukan. Hal
ini termasuk lokasi geografi utama, bagian terpisah dalam jaringan logistik, alokasi dari node-
node media (media analysis) dan sistem atau bahkan pengalamatan memori dalam sistem.
4. KESIMPULAN
Makalah ilmiah ini telah membahas tentang bagaimana pentingnya aktivitas digital
forensics dalam penanganan kasus-kasus Cybercrime. Sejalan dengan semakin meningkatnya kasus
Cybercrime maka tentunya harus diikuti pula dengan semakin siapnya institusi yang menjalankan aktivitas
digital forensics. Dalam hal ini, salah satu yang dirasakan masih lemah dikalangan intitusi tersebut adalah
belum adanya gambaran model tahapan digital forensic yang relevan untuk mengambarkan bagaimana
seharusnya menjalankan tahapan aktivitas digital
forensics. Model tahapan digital forensik yang diusulkan pada prinsipnya adalah
pengembangan dari tahapan yang sudah ada melalui metode pendekatan enam sel Zachman
Frameworks yang yang telah diusulkan, sehingga diharapkan dapat dihasilkan model tahapan
yang lebih utuh dan lengkap terhadap tahapan ke tiga digital forensics. Hal ini tentunya dapat
memberikan dukungan pada pihak penegak hukum untuk menangani kasus- kasus
Cybercrime yang semakin banyak dan semakin canggih di Indonesia pada umumnya dan di
kota serang pada khususnya. Ke depan, penelitian akan dilanjutkan dan difokuskan pada
bagaimana penjabaran proses digital forensic pada tiap sel dan tiap matrik Zachman
Frameworks secara terperinci.
PUSTAKA
Cook, Melissa A. ,1996, “Building Enterprise
Information Architectures”, Prentice Hall.
E. K. Mabuto and H. S. Venter, 2011, “State of the art of Digital Forensic Techniques”,
in Information Security for South Africa (ISSA, pp. 1–7).
F. Dezfoli and A. Dehghantanha, 2013, “Digital Forensic Trends and Future”,
Int. J. Cyber- Security Digit. Forensics, vol. 2, no. 2, pp. 48–76.
Kemmish, R. M., 2012 “What is ForensicComputer”. Australian
institute ofCriminology,Canberra.
(http://www.aic.gov.au/publications/tandi/ti1 18.pdf)
N. L. Beebe
investigations process”,Digit. Investig., vol. 2, no. 2, pp. 147–167.
Osvalds, G. ,2001. “Definition of Enterprise Architecture”, – Centric Models for The
Systems Engineers, TASC Inc.