Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN

SURVEY REKAYASA
“ANALISIS MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR METODE TEKNOLOGI
UAV”

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Mata Kuliah


Survey Rekayasa

Yang Dibina Oleh :


Ir. Ketut Tomy Suhari, S.T., M.T.
Adkha Yulianandha Mabrur, S.T., M.T.

Disusun Oleh :

Miftahul Latif Zakariya 1925009

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI S-1


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
MALANG
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Survey Rekayasa ini dapat diajukan sebagai syarat kelulusan mata
kuliah Survey Rekayasa di Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional Malang Tahun Ajaran 2022/2023.
Persetujuan ini diberikan kepada:

Nama : Miftahul Latif Zakariya 1925009


Program Studi : Teknik Geodesi S-1

Laporan ini disetujui oleh dosen pembimbing mata kuliah Survey Rekayasa di
Institut Teknologi Naisonal Malang.

Menyetujui,

Dosen Pengampu 1 Dosen Pengampu 2

Ir. Ketut Tomy Suhari, S.T., M.T. Adkha Yulianandha Mabrur, S.T., M.T.
NIP. Y. 103200058 NIP. P. 1031700526

ii
LEMBAR ASISTENSI LAPORAN SURVEI REKAYASA
PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI S-1
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

LEMBAR ASISTENSI
Nama : Miftahul Latif Zakariya 1925009
Program Studi : Teknik Geodesi
Dosen : 1. Ir. Ketut Tomy Suhari, S.T., M.T.
Pembimbing 2. Adkha Yulianandha Mabrur, S.T., M.T.

Tanda
No Tanggal Catatan / Keterangan
Tangan

iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur keharidat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat yang
senantiasa tercurah bagi kita semua. Atas izin-Nya saya dapat menyelesaikan
tugas Laporan Survey Rekayasa.
Dalam penulisan laporan ini, masih banyak kekurangan ataupun kesalahan
baik secara sengaja maupun sengaja. Namun, dalam penulisannya sendiri saya
mendapat banyak sekali ilmu baru mengenai ilmu Survey Rekayasa. Besar
harapan kami akan saran dan masukan yang membangun, sehingga kedepannya
dalam penyusunan laporan lainnya kami dapat melakukannya lebih baik lagi.
Dalam penulisan laporan ini, kami juga dibantu oleh banyak pihak dan kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dosen pengajar kami, bapak Ir. Ketut Tomy Suhari, S.T., M.T. dan bapak
Adkha Yulianandha Mabrur, S.T., M.T. selaku dosen pengampu mata
kuliah Survey Rekayasa yang banyak sekali memberikan kami ilmu serta
masukan pada waktu perkuliahan.
2. Rekan-rekan teknik geodesi yang memberikan semangat satu sama lain
untuk sama-sama menyelesaikan penugasan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas setiap perbuatan baik mereka dan
kiranya laporan ini dapat menjadi hal yang bermanfaat bagi kami dan para
pembaca lainnya.

Malang, Juni 2022

Penulis

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR.............................................................................................v
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3. Tujuan Praktikum...................................................................................2
1.4. Batasan Masalah......................................................................................2
BAB 2......................................................................................................................3
METODE DAN MATERIAL..................................................................................3
2.1. Bencana....................................................................................................3
2.2. Tanah Longsor.........................................................................................3
2.3. Mitigasi Dampak Tanah Longsor..........................................................4
2.3.1. Mitigasi Struktural............................................................................6
2.3.2. Mitigasi Non-Struktural...................................................................6
2.4. Unmanned Aerial Vehicle (UAV)..........................................................6
2.5. Foto udara................................................................................................7
BAB 3......................................................................................................................8
HASIL......................................................................................................................8
1.1. Hasil..........................................................................................................8
1.2. Analisis Titik GCP dan ICP...................................................................8
1.3. Orthophoto dan data RMSE..................................................................8
1.4. Klasifikasi Wilayah Terdampak............................................................9
1.5. Validasi Wilayah Terdampak..............................................................10
BAB 4....................................................................................................................12
DISKUSI................................................................................................................12
2.1. Diskusi....................................................................................................12
BAB 5....................................................................................................................13

vi
KESIMPULAN......................................................................................................13
5.1. Kesimpulan............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Ilustrasi Risiko Bencana Tanah Longsor (Bakornas PB, 2006)..........3


Gambar 2. 2Akar pohon mencengkeram tebing sungai untuk mempertahankan
stabilitas tebing dan mengurangi longsor (Hairiah dkk.,2008)................................5
Gambar 3. 1Bentuk Orthofoto.................................................................................9
Gambar 3. 2Peta Penurunan dan Kenaikan Muka Tanah Terhadap Wilayah
Terdampak Bencana Tanah Longsor.....................................................................10
Gambar 3. 3Wilayah Terdampak 1 dan 2..............................................................10

viii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan tingkat kerawanan bencana
yang tinggi, terutama bencana hidrometeorologi.Bencana tersebut, dapat
dipicu oleh perubahan iklim.Menurut (Surmaini at al., 2011)perubahan
iklim yang terjadi saat ini memiliki dampak terhadap kenaikan
frekuensi dan intensitas kejadian cuaca yang cukup ekstrim, perubahan
musim hujan serta suhu dan permukaan air laut yang semakin
meningkat. Lebih lanjut Paimin et al., (2009) menambahkan bahwa
perubahan iklim global ini mengakibatkan perubahan perwatakan hujan
baik intensitas, tinggi hujan, pola sebaran hujan serta perubahan tempat
dan waktu sehingga akan memicu terjadinya bencana.
Oleh karena itu, kegiatan mitigasi bencana berupa identifikasi
dampak bencana tanah longsor perlu dilakukan untuk membantu dalam
pengambilan keputusan dan meminimalkan terjadinya bencana. Salah
satu proses identifikasi dampak tanah longsor adalah dengan
memanfaatkan teknologi pesawat tanpa awak (UAV) yang mana dalam
proses pengidentifikasian dapat mencakup wilayah yang luas, murah
dari segi biaya dan tidak membahayakan jiwa manusia.
Pada penelitian ini, peneliti bermaksud memanfaatkan teknologi
UAV untuk mengidentifikasi terhadap wilayah terdampak melalui hasil
orthofoto UAV. Proses identifikasi dilakukan untuk mengetahui luas
wilayah dan penggunaan lahan yang terdampak. Sebagai pendukung
proses identifikasi, dilakukan analisis risiko bencana terhadap wilayah
terdampak melalui proses kajian risiko bencana tanah longsor dan
analisis penurunan dan kenaikan muka tanah terhadap wilayah
terdampak menggunakan metode penginderaan jauh.

1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini:
1. Bagaimana analisis penggunaan lahan, zonasi risiko bencana tanah
longsor dan penurunan muka tanah terhadap wilayah terdampak hasil
pengamatan UAV ?
2. Bagaimana analisis mitigasi dampak bencana tanah longsor berdasarkan
hasil pengamatan UAV ?

1.3. Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari penelitian ini:
1. Mengetahui ketelitian foto udara yang dibentuk dari hasil pengamatan
UAV untuk proses identifikasi dampak bencana tanah longsor.
2. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat kerawanan tanah longsor.
3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan bencana tanah longsor
berdasarkan hasil pengamatan UAV.

1.4. Batasan Masalah


Adapun Batasan masalah pada penelitian ini:
1. Ketinggian terbang UAV yang digunakan dalam penelitian adalah 150 m
di atas permukaan tanah yang merupakan batas maksimal pengoperasian
pesawat udara tanpa awak .
2. Metode yang digunakan dalam pengukuran GCP dengan menggunakan
GPS Geodetik adalah metode static.

2
BAB 2
METODE DAN MATERIAL

2.1. Bencana
Definisi bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.

2.2. Tanah Longsor


Bencana gerakan tanah atau dikenal sebagai tanah longsor
merupakan fenomena alam yang dikontrol oleh kondisi geologi, curah
hujan dan pemanfaatan lahan pada lereng. Longsor atau sering
disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang terjadi
karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan
jenis seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara
umum kejadian longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
pendorong dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-faktor
yang memengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu
adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut. 
Dalam beberapa tahun terakhir, intensitas terjadinya bencana gerakan
tanah di Indonesia semakin meningkat, dengan sebaran wilayah
bencana semakin luas.

Gambar 2. 1 Ilustrasi Risiko Bencana Tanah Longsor (Bakornas PB, 2006)

3
Resiko bencana tanah longsor menurut BNPB (2012) dibentuk
dari parameter tingkat ancaman, tingkat kerentanan dan tingkat
kapasitas bencana tanah longsor.

2.3. Mitigasi Dampak Tanah Longsor


Mitigasi tanah longsor dilakukan sebagai salah satu upaya
pencegahan dan penanggulangan dalam menghadapi dampak yang
ditimbulkan akibat tanah longsor. Mitigasi tidak sepenuhnya
menghilangkan kerugian ataupun dampak yang ditimbulkan tanah
longsor. Namun demikian, mitigasi diharapkan mampu untuk
mengurangi atau meminimalisasi dampak yang ditimbulkan bagi
masyarakat maupun lingkungan (Paimin dkk., 2009).
Mitigasi tanah longsor dilakukan dengan memperhatikan
keberlangsungan kondisi tanah pada suatu lereng. Oleh karena itu,
perlakuan khusus melalui upaya konservasi tanah menjadi suatu hal
yang penting. Upaya konservasi tanah sangat membantu dalam
menstabilkan tanah, terutama untuk membuat lereng stabil (Erfandi,
2013). Konservasi tanah erat kaitannya dengan kondisi lereng tempat
terjadinya longsor. Perlu diperhatikan bahwa dalam menghadapi tanah
longsor, kondisi lereng perlu mendapat perlakuan khusus. Stabilisasi
lereng umumnya dilakukan di bagian lereng pada suatu lahan
menggunakan rekayasa vegetatif (Santoso dkk.,2004;Paimin dkk.,
2009).
Arsyad (2006) menyatakan bahwa rekayasa vegetatif merupakan
teknik penggunaan tumbuhan dan sisa-sisa tumbuhan untuk mengurangi
daya rusak akibat hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan daya rusak
aliran permukaan serta erosi. Teknik ini menjadi salah satu teknik
pencegahan tanah longsor yang efektif dan efisien bagi kondisi lereng
karena mampu memperbaiki kapasitas infiltrasi lereng dengan biaya
yang relatif lebih murah dan menambah keindahan bentang alam
(Santoso dkk., 2004).

4
Gambar 2. 2Akar pohon mencengkeram tebing sungai untuk mempertahankan stabilitas tebing dan
mengurangi longsor (Hairiah dkk.,2008)

Melalui rekayasa vegetatif, akar tanaman akan berfungsi untuk


mencegah terjadinya longsor (Gambar 1), yaitu dengan cara
mencengkeram tanah di lapisan permukaan (0 - 5 cm) oleh akar pohon
yang menyebar horizontal dan menopang tegaknya batang (sebagai
jangkar) sehingga tidak mudah tumbang oleh dorongan massa tanah
(Abe dan Ziemer, 1991; dalam Hairiah dkk., 2008).
Rekayasa vegetatif yang digunakan untuk teknik pencegahan
tanah longsor dan konservasi tanah memerlukan jenis tanaman berakar
dalam dan mencapai batuan dasar, perakaran rapat dan mampu
mengikat agregat tanah, serta biomassanya ringan (Santoso dkk., 2004;
Paimin dkk., 2009; Erfandi, 2013). Pada lereng yang berpotensi
longsor, perlu diperhatikan jarak atau kerapatan tanaman antara di
bagian kaki, tengah, dan puncak lereng. Di bagian kaki lereng, vegetasi
ditanam dengan kondisi paling rapat. Di bagian tengah lereng, vegetasi
ditanam dengan kondisi agak jarang. Adapun di bagian puncak lereng,
vegetasi ditanam dengan kondisi jarang. Kekosongan antar vegetasi tadi
kemudian diisi dengan tanaman penutup tanah (cover crop) atau rumput
yang didukung kondisi drainase baik. Rekayasa vegetatif sekaligus
sebagai bentuk adaptasi dan mitigasi tanah longsor melalui peningkatan
produksi lahan yang berkelanjutan dikenal sebagai sistem agroforestri
(Paimin dkk., 2009; Hairiah dkk., 2003; Nugroho dkk.,2013).

5
2.3.1. Mitigasi Struktural
Mitigasi struktural itu dilakukan dengan mengurangi sudut
kemiringan lereng dengan membuat sistem terasering. Selain itu,
pembangunan dinding penahan yang berasal dari batuan dan tanah juga
dibangun untuk mengurangi bencana tanah longsor dan efek yang
ditimbulkannya. Pada mitigasi non-struktural, daerah rawan bencana
tanah longsor ditandai dengan adanya rambu-rambu. Mitigasi non-
struktural ini juga dilakukan dengan meningkatkan kesadaran
masyarakat daerah rawan tanah longsor. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui tanda tanda akan terjadinya tanah longsor, penyebabnya,
cara mengurangi dan mengatasi bahaya tanah longsor.

2.3.2. Mitigasi Non-Struktural


Mitigasi non-struktural ini juga dilakukan dengan meningkatkan
kesadaran masyarakat daerah rawan tanah longsor. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui tanda tanda akan terjadinya tanah longsor,
penyebabnya, cara mengurangi dan mengatasi bahaya tanah longsor.

2.4. Unmanned Aerial Vehicle (UAV)


Proses Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau Drone yang dilengkapi
dengan kamera digital ringan sehingga dapat mengambil gambar muka bumi
dengan kualitas yang baik. Semua gambar-gambar yang diambil melalui
UAV memiliki skala yang seragam dan berbasis pada sistem koordinat yang
sama karena telah dikoreksi secara geometri. Selanjutnya gambar-gambar
tersebut digabungkan untuk membentuk mosaik yang tegak (orthomosaic)
yang menjadi dasar pembuatan peta yang cukup akurat.UAV dilengkapi
dengan unit GPS yang ringan, yang sangat andal dan dapat mengisi jika
terdapat celah pada peta, dengan kata lain, pemetaan dengan UAV dapat
mengisi celah peta yang tidak dapat dicakup oleh peta satelit seperti Google.
Sebagian besar keuntungan nyata dari UAV dalam pemetaan fotogrametri
umum Keunggulan ini termasuk biaya perangkat keras yang relatif rendah,
otomatisasi survei fotografi tingkat tinggi dan biaya pengoperasian yang

6
sangat rendah. Selain itu, kemungkinan melihat langsung fotografi di
lapangan dengan memungkinkan pengulangan jika terdeteksi kesalahan dan
risiko keamanan yang sangat rendah jika terjadi kecelakaan karena bobot
yang ringan dari perangkat ini adalah bagian dari banyak keuntungan lain
menggunakan UAV (Gonçalves & Henriques, 2015).

2.5. Foto udara


Foto udara adalah foto yang didapat dari survei udara yaitu melakukan
pemotretan lewat udara pada daerah tertentu dengan aturan fotogrametri
tertentu, diantaranya adalah pemilihan kedudukan geografis yang tepat untuk
tempat pengambilan foto, sudut matahari yang betul, film yang mempunyai
resolusi yang baik, jarak titik api yang tepat, ketinggian terbang yang
seimbang dengan panjang fokus, tampalan ujung dan tepi yang memenuhi
syarat pengerjaan. Hasilnya berupa satu rekaman detail permukaan bumi yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor panjang fokus lensa kamera, ketinggian
terbang pesawat, waktu pemotretan (Wolf, 1993). Foto udara dapat juga
didefinisikan sebagai gabungan dari gambar atau citra foto yang dibuat untuk
mengenal unsur-unsur dalam penafsiran atau interpretasi. Foto udara pada
dasarnya merupakan foto perspektif yang secara geometri berhubungan
dengan jenis kamera yang dipakai dalam pemotretan (Noor, 2012). Foto
udara didapatkan dari pelaksanakan akuisis foto udara menggunakan
perangkat keras berupa drone, dan selanjutnya akan dilaksanakan tahap
pengolahan foto udara.
Teknik pemetaan dari foto udara adalah salah satu aspek yang
terpenting dalam ilmu Fotogrametri / Penginderaan jauh. Fotogrametri /
Penginderaan Jauh sendiri didefinisikan sebagai seni, sains, dan teknonologi
dalam memperoleh informasi yang andal (reliable) tentang obyek fisik dan
lingkungan melalui proses rekaman, pengukuran, dan interpretasi citra dan
polaradiasi elektromagnetis serta gejala lainnya.

7
BAB 3
HASIL

3.1. H
asil
3.2. Analisis Titik GCP dan ICP
Koordinat pengolahan data GPS titik GCP dan ICP merupakan hasil
dari penggabungan data pengukuran di lapangan dengan data base CORS
UDIP dengan metode radial untuk menghasilkan koordinat definitif. Berikut
pada Tabel 1 adalah hasil koordinat definitif pengolahan data GPS tersebut.
Tabel 1 Koordinat Definitif Pengolahan

Tabel 1 Koordinat Definitif Pengolahan (Lanjutan)

3.3. Orthophoto dan data RMSE


Berikut adalah hasil dari pembentukan orthofoto dari proses pengolahan
foto udara UAV dapat dilihat pada Gambar 3

8
Gambar 3. 1Bentuk Orthofoto

GRMSE horizontal dan vertikal yang dihasilkan adalah sebesar 0,0058 m dan 0,0019 m. Hasil tersebut
menujukkan bahwa orthofoto telah terkoreksi geometrik dengan baik karena hasil selisih dari proses
transformasi koordinat foto ke koordinat lapangan yang dilakukan menghasilkan nilai 5,8 mm secara
horizontal dan 1,9 mm secara vertikal. Analisis Uji Ketelitian Foto Udara

Ketelitian foto udara mengacu pada Peraturan Kepala BIG Nomor 15


Tahun 2014 yang diterapkan pada titik uji atau titik ICP. Berikut adalah hasil
RMSE secara horizontal maupun vertikal yang telah dikonversi dalam nilai
CE90 dan LE90 pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 2 RMSE Horizontal dalam Bentuk CE90

Tabel 3 RMSE Vertikal dalam Bentuk LE90

Berdasarkan hasil perhitungan CE90 dam LE90, ketelitian geometrik


secara horizontal maupun secara vertikal memenuhi standar ketelitian kelas 1
dengan nilai kurang dari 0,25 secara horizontal maupun vertikal untuk peta
skala 1:1000. Hal ini menujukkan bahwa hasil orthofoto dan DEM yang
dibentuk memiliki ketelitian yang baik secara horizontal dan vertikal.

3.4. Klasifikasi Wilayah Terdampak


Berikut adalah hasil penggabungan dari klasifikasi wilayah terdampak
dengan penurunan dan kenaikan muka tanah pada Gambar 4

9
Wilayah Terdampak 2

Wilayah Terdampak 1

Gambar 3. 2Peta Penurunan dan Kenaikan Muka Tanah Terhadap Wilayah Terdampak Bencana Tanah
Longsor

Berdasarkan Gambar 4 pada wilayah terdampak 1 mengalami


penurunan tertinggi sebesar -0,0563 m dan penurunan terendah sebesar -
0,0549 m dengan rata-rata penurunan pada wilayah terdampak 1 adalah
sebesar -0,0556 m. Sedangkan wilayah terdampak 2 mengalami penurunan
tertinggi sebesar -0,0591 m dan penurunan terendah sebesar -0,0581 m
dengan rata-rata penurunan pada wilayah terdampak 2 adalah sebesar -0,589
m.

3.5. Validasi Wilayah Terdampak


Pada Gambar 5 merupakan gambaran wilayah yang terdampak bencana
tanah longsor.

Gambar 3. 3Wilayah Terdampak 1 dan 2

Validasi yang dilakukan pada wilayah terdampak terbagi menjadi tiga


yakni :

10
Dikaji dari penggunaan lahannya, wilayah terdampak 1 merupakan
wilayah pemukiman. Tanah longsor tersebut mengenai sebuah rumah yang
ada di Perumahan Bukitsari tepatnya di Jalan Bukit Bromo, Kelurahan
Ngesrep. Sedangkan pada wilayah terdampak
2 merupakan wilayah tegalan yang berada pada sisi Jalan Bukit
Khayangan, Kelurahan Ngesrep. Pada wilayah terdampak 2 terdapat
kerusakan sisi jalan akibat tanah longsor yang telah direnovasi.
Dikaji dari risiko bencana tanah longsor, hal yang terlihat dari wilayah
terdampak 1 memiliki kondisi yang curam. Lereng yang curam ini berada
pada belakang dari rumah yang terdampak. Sedangkan pada wilayah
terdampak 2 juga memiliki kondisi lereng yang curam.
Dikaji dari penurunan muka tanah, wilayah terdampak 1 dan 2 terlihat
mengalami pengurangan volume tanah yang jatuh akibat bencana tanah
longsor.

11
BAB 4
DISKUSI

4.1. Diskusi
Yang saya dapat dari pembahasan analisis mitigasi dampak bencana
tanah longsor menggunakan teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau
Drone adalah kita dapat mengetahui metode metode yang digunakan untuk
pengambilan data di lapangan, tentang memetakan zona yang rawan longsor
dengan menggunakan metode pembobotan parameter adalah dengan
melakukan overlay pada parameter kelerengan, penggunaan lahan, jenis
tanah, dan curah hujan yang memiliki bobot masing-masing dan juga nilai
bobot pada setiap kelas parameternya atau dari perbandingan peta tahun lama
dan peta pengukuran terbaru .

12
BAB 5
KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat pengetahuan warga masyarakat tentang mitigasi
bencana alam tanah longsor berdasarkan hasil pengamatan UAV. Teknik
mitigasi dari aspek teknis dan manajemen sangat diperlukan di wilayah ini.
Aspek teknis meliputi bangunan fisik serta konservasi tanah dan air,
sedangkan aspek manajemen diantaranya regulasi baru maupun revisi,
kerjasama antar pihak yang berkepentingan serta penataan kelembagaan.
Diharapkan kedua aspek tersebut dapat membantu mengurangi risiko
bencana tanah longsor, serta meningkatkan kewaspadaan masyarakat yang
tinggal di daerah rawan longsor. Pada daerah kelurahan Ngesrep merupakan
daerah dengan kerentanan tanah yang rendah, sementara area perbukitan
merupakan daerah dengan kerentanan pergerakan tanah yang tinggi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Badan Informasi Geospasial. 2017. Peta Citra Area Terdampak Longsor Dusun
Tangkli Desa Banaran Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo. Cibinong

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2012. Peraturan Kepala Badan


Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pedoman
Umum Pengkajian Risiko Bencana. BNPB. Jakarta.

Ariyani, A. D., 2009. Aplikasi Sistem Informasi Geospasial dalam Penyusunan


Peta Rawan Longsor. Semarang: Teknik Geodesi Universitas Diponegoro.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2014. Info Bencana. Badan Nasional


Penanggulangan Bencana. Edisi Desember 2014.

Hardiyatmo. H. C. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi.Gadjah Mada


University Press.450 hal.

Indiantoro. Pengetahuan Masyarakat terhadap Mitigasi Bencana Kekeringan di


Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo. Universita Gadjah Mada
Yogyakarta; 2009.

Wacano, D., Hadmoko, D.S., Susmayana, I. M., Nurohman, S., Mujianto, B.A.,
Satriyo, A. (2013). Identifikasi Tipologi Longsor untuk Analisis Mitigasi
Bencana di Dusun Sidorejo, Desa Tieng, Kejajar,Wonosono. Chapter Buku
Seri Bunga Rampai, 99-107, ISSN: 978-602-7797-25-3.

Radlis. 2016. “Longsor di Bukitsari Semarang, Dua Penghuni Rumah Tertimbun”.


Jawa Tengah: Tribun Jateng. Diakses pada 3 Februari 2017
(http://www.jateng.tribunnews.com).

14
LAMPIRAN
Tugas 1

PEMANFAATAN TERRESTRIAL LASER SCANNER METODE CLOUD TO


CLOUD UNTUK EARTHMOVING TAMBANG
Miftahul Latif Zakariya, Dwi Setyo Nugroho, Fahmi Rizal Ma’arif
Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional Malang Jl. Bendungan
Sigura-gura No.2 Malang Telp. 0341-551431 , 65145

ABSTRAK
Perhitungan earthmoving tambang merupakan suatu kegiatan survei yang dilakukan di area
penambangan untuk menghitung volume pemindahan tanah. Perhitungan earthmoving tambang harus
dilakukan dengan cepat, akurat dan detail. Kebutuhan akan hal tersebut bisa diperoleh dengan
menggunakan teknologi laser scanner.Kegiatan aplikatif ini untuk menghitung volume earthmoving
tambang dan melakukan kajian pada tahapan akuisisi data, pengolahan dan hasil volumetriknya.
Akuisisi data lapangan dilakukan pada April 2017 dan Mei 2017 menggunakan metode cloud to
cloud. Perangkat lunak yang digunakan dalam registrasi data dan pengolahan point clouds ialah RiScan
Pro yang merupakan perangkat lunak operasional alat TLS Riegl VZ 1000. Objek dari kegiatan aplikatif ini
adalah area penambangan PT Pamapersada Nusantara distrik PT Trubaindo Coal Mining. Titik kontrol
didapatkan dari pengukuran menggunakan GPS geodetik yang akan digunakan sebagai referensi titik
berdiri alat TLS. Untuk perhitungan volume dilakukan dengan metode cut and fill terhadap DTM dari
point clouds yang terbentuk. Hasil hitungan volume earthmoving dari software RiScan Pro dan AutoCad
Civil 2015 dilakukan uji perbandingan dengan membandingkan volume earthmoving hasil hitungan ritasi
alat angkut (truck count). Data truck count diasumsikan sebagai data yang benar.

Kata Kunci : Point Clouds, RiScan Pro, Terrestrial Laser


Scanner 3. Berapa hasil volume earthmoving
tambang dengan memanfaatkan teknik
pengukuran TLS?
I. Pendahuluan 4. Berapa besar perbedaan hasil pengukuran
I.1 Latar Belakang TLS
Pada pengelolaan tambang, diantaranya jika dibandingkan dengan pengukuran truck
dibutuhkan perhitungan terkait earthmoving count?
tambang, data tersebut dapat diperoleh dengan
teknik pengukuran geodesi. Salah satu alat
pengukuran
geodesi tersebut adalah Terrestrial Laser Scanner
(TLS). Pada pengolahan TLS, dibutuhkan data topografi skala besar. Keterbatasan waktu
perekaman TLS dan data titik kontrol. Pada tersebut, memiliki dampak pada tingkat
kegiatan pertambangan, perhitungan ketelitian/kerapatan spot height. Ilmu
earthmoving tambang tersebut diperlukan pengetahuan dan teknologi terkait survei tambang
untuk menghitung besarnya volume terus berkembang dan terus mengalami kemajuan
pemindahan lapisan tanah. Survei tambang dan memberikan kemudahan dalam melakukan
tersebut memerlukan pengukuran yang akuisisi data serta pengolahannya. Salah satu
memenuhi aspek efisien, efektif, presisi dan teknologi tersebut yaitu penggunaan pemindaian
juga akurat. laser untuk memetakan lahan tambang secara tiga
Pemetaan tambang menggunakan alat dimensi dan berkerapatan tinggi serta akurasi data
Electronic Total Station (ETS) terasa kurang yang baik. Teknologi tersebut adalah teknologi
efektif, dikarenakan memerlukan waktu yang Terrestrial Laser Scanning dengan alat TLS.
cukup lama untuk melakukan pemetaan
15
I.2 Rumusan Masalah I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Adapun rumusan masalah dalam Adapun maksud dan tujuan penelitian ini
penelitian ini adalah: adalah:
1. Bagaimana tahapan dan kendala pengolahan 1. Menerapkan teknologi TLS sebagai salah
data satu
TLS dengan metode cloud to cloud? alternatif solusi dalam pekerjaan survei
2. Bagaimana konsep penghitungan topografi tambang.
earthmoving 2. Mengetahui permasalahan terkait
berdasarkan truck count? pemanfaatan
TLS untuk pemetaan topografi tambang.

16
3. Menghitung volume earthmoving (cut menggabungkan beberapa scan world yang berbeda
and fill) tambang yang dilakukan dengan dari proses akuisisi data yang kemudian menjadi satu
metode TLS.
kesatuan point clouds. Terdapat berbagai metode
registrasi data point clouds, namun secara umum
I.4. Ruang Lingkup
Adapun Ruang lingkup penelitian ini adalah: metode registrasi tersebut dibedakan menjadi tiga,
1. Area studi penelitian ini adalah yaitu registrasi berdasarkan target, registrasi dengan
area penambangan batubara PT menggunakan iterasi titik tedekat, dan registrasi
Pamapersada Nusantara distrik PT berdasarkan bentukan dari objek (Vosselman, G
Trubaindo Coal Mining, Kabupaten Kutai
Barat Provinsi Kalimantan Timur. dkk,2010).
2. Proses pengukuran data lapangan
menggunakan TLS bertipe static laser
scanner yaitu Riegl VZ-1000
3. Proses pengolahan data point clouds dan
hitungan volume cut and fill menggunakan
perangkat lunak RiScan Pro dan Autocad
Civil 3D 2015.
4. Perhitungan volume
earthmoving tambang dilakukan dengan
menggunakan data TLS bulan April 2017
dengan data TLS bulan Mei 2017

II. Tinjauan Pustaka


II.1. Terrestrial Laser Scanner
TLS adalah suatu peralatan atau teknologi
pemetaan yang memanfaatkan aplikasi sinar
laser untuk mengukur koordinat tiga dimensi
suatu kenampakan objek secara otomatis dan
real time dengan memanfaatkan sensor aktif
(Mills, J dkk, 2003). Alat TLS Riegl VZ-1000 dan
GNSS Trimble R5 TSC3 yang digunakan pada
penelitian ini dapat di lihat pada Gambar
dibawah.

Gambar TLS Riegl VZ-1000 dan GNSS


Trimble R5 TSC3
Hasil dari penyiaman ini akan
memperoleh suatu data yang dinamakan point
clouds. Point clouds adalah kumpulan titik - titik
tiga dimensi yang memiliki koordinat (X, Y dan Z)
dalam suatu sistem koordinat yang sama (Sitek
dkk, 2006).
Georeferensi adalah transformasi data
scanner (point clouds) dalam sistem koordinat
lokal ke sistem koordinat tanah yang mana
sangat penting dalam integrasi dengan data
geospasial lainnya (Rehsetyuk, Y, 2009).

Proses registrasi adalah tahap yang


17
II.2. Pengukuran dan Pemetaan 2. Pengumpulan Data
Tambang a. Pengumpulan Data Tie Point
Kegiatan survei pada usaha b. Pengumpulan Data Hasil Scanning TLS
pertambangan merupakan kegiatan c. Pengumpulan Data EWACS Truck Count
3. Pengolahan Data dengan RiScan Pro
pendukung yang sangat penting, baik pada a. Membuat Project : agar project dapat dibuka
tahap persiapan (eksplorasi), selama kegiatan kembali pada lain waktu
operasional, maupun pada tahap penutupan b. Download dan Konversi Data Scan : untuk
tambang (pasca operasi). merubah data dari *.rxp (format data hasil
Pada saat kegiatan eksploitasi juga scan alat Riegl) ke *.rsp (format pengolahan
data software RiScan Pro)
dilakukan survei yaitu dengan tujuan c. Mengimpor Control Point : untuk
mengevaluasi kemajuan dari tambang atau mendapatkan koordinat center of beam output
untuk mengetahui total volume dari bahan alat TLS.
galian yang telah ditambang atau OB yang
telah dipindahkan serta sisa cadangan dari
bahan galian yang belum tergali (Kurnia, M.A,
2015).
Triono dkk pada tahun 2014
menjelaskan bahwa urutan proses kegiatan
penambangan antara lain adalah land
clearing, pengupasan tanah pucul (top soil),
pengupasan dan pemindahan lapisan tanah
penutup (overburden), penimbunan tanah
serta penggalian dan pengangkutan batubara.

III. Metodologi Penelitian


III.1. Alat yang Digunakan
1) Perangkat Komputer dengan Spesifikasi :
a. Laptop Acer Aspire V15 Nitro
b. Sistem Operasi Windows 10 Home 64-bit
c. Processor Intel® Core™ i7-6500U @
2.5GHz with Turbo Boost up to 3,1 GHz;
NVIDIA GTX 950M
d. RAM 20 GB DDR4
e. SSD 500 GB
2) Perangkat Lunak :
a. RiScan Pro 1.7.8
b. Autocad Civil 3D 2015
c. VRmesh v9.5 Trial Demo
d. Arcmap 10.3
e. Microsoft Office 2013
III.2. Bahan yang Dibutuhkan
1) Data scanning Terrestrial Laser Scanner:
a. Data pit 3.000 blok 30 pada April 2017
b. Data pit 4.000 blok 30 pada April 2017
c. Data pit 4.000 blok 33 pada April 2017
d. Data pit 7.000 blok 14 pada April 2017
e. Data pit 3.000 blok 30 pada Mei 2017
f. Data pit 4.000 blok 30 pada Mei 2017
g. Data pit 4.000 blok 33 pada Mei 2017
h. Data pit 7.000 blok 14 pada Mei 2017
2) Data tie point sebagai titik kontrol
melalui
pengukuran GPS.
3) Data EWACS truck count tambang
periode April 2017 dan Mei 2017.

III.3. Pelaksanaan
1. Persiapan dan Studi Literatur

18
d. Georeferensi Data Scan : untuk
dari proses akuisisi data yang kemudian
mentransformasi data point clouds dari sistem
koordinat alat ke sistem koordinat tanah. menjadi satu kesatuan point clouds.
e. Plane Filter : untuk mempersiapkan sampel
polydata untuk proses registrasi MSA: 4. Analisis
f. Registrasi Multi Station Adjustment : untuk Secara spesifik metodologi penelitian tugas
menggabungkan beberapa scan world yang akhir ini dapat di lihat pada Gambar
berbeda dibawah.

yang antena GPS tersebut dipasang di bagian atas


alat TLS. Nilai koordinat hasil pengukuran GPS
tersebut dalam sistem koordinat UTM dengan zona
50S dengan menggunakan koordinat X,Y, Z. Pada
pengukuran TLS menggunakan GPS, nilai offset dari
plat antena GPS ke center of beam output TLS
adalah -0,1555 meter. Gambar 3 merupakan
contoh peta sebaran titik berdiri alat TLS.

IV. Hasil dan Pembahasan


IV.1. Tie Point Titik Berdiri Alat Laser Scanner
Registrasi pada pengolahan laser scanner
memerlukan data tie point, data tie point tersebut
didapat melalui pengukuran GPS RTK Trimble.
Koordinat tie point dilakukan untuk mendapatkan
koordinat tanah center of beam output alat TLS.
Koordinat tie point tersebut didapatkan melalui
pengukuran survey secara terestris dengan GPS RTK

IV. 2Hasil Filterisasi Point Clouds proses filterisasi Octree, jumlah point clouds menjadi
Filterisasi adalah tahap menghilangkan sekitar 5,3 juta titik. Setelah mengalami proses filterisasi
data point clouds yang tidak diperlukan. Pada
pengolahan data point cloud, rata-rata jumlah titik 2.5D Raster, jumlah point clouds menjadi sekitar 226 ribu
dalam point clouds mengalami penurunan hingga titik. Setelah mengalami proses filterisasi 2.5D Raster,
sekitar 99,2%, yaitu dari sekitar 23 juta titik jumlah point clouds menjadi sekitar 180 ribu titik. Gambar
menjadi hanya sekitar 180 ribu titik.
4 dan Gambar 5 menampilkan jumlah point cloud hasil
Sebelum mengalami proses filterisasi,
jumlah point clouds pada setiap pit tambang proses-proses filterisasi pada April dan Mei 2017.
secara rata-rata berkisar 23,1 juta titik. Setelah
mengalami proses
filterisasi Amplitude dan Range, jumlah point clouds
menjadi sekitar 21,4 juta titik. Setelah mengalami
19
Filtrasi point cloud April 2017

20
Algoritma dalam metode ini adalah Iterative Closest
Point (ICP).
Gambar 7 dan Gambar 8 merupakan nilai
negatif residu dan positif residu dari hasil
perbandingan parameter registrasi Multi Station
Adjustment. Negatif residu merupakan nilai
redisual yang bernilai kurang dari 0, sedangkan
positif residu merupakan nilai redisual yang
Hasil Pengolahan Point Clouds bernilai lebih dari 0. Ketentuan besar residual
tersebut (error antar plane) harus bernilai antara -
Gambar merupakan contoh hasil 0,150 m hingga 0,150 m. Semakin nilai residu
pengolahan point clouds pada pengukuran pit mendekati 0, maka data semakin baik untuk
tambang 3.000 blok 30 di akhir bulan April 2017 dijadikan model. Pada penelitian ini parameter
yang dilakukan dengan empat kali scanning, MSA yang memenuhi nilai residu kurang dari ±
dengan point clouds yang terekam sekitar 18 juta 0,150 m adalah parameter penulis dan parameter
titik dan ukuran file sebesar 213.2 MB. 3D Laser.
IV.4. Hasil Perbandingan Parameter Multi Station
Adjustment
Metode registrasi yang digunakan dalam
pengolahan TLS dalam penelitian ini adalah Multi
Station Adjustment. Prinsip dasar dari metode ini
adalah penggabungan data dari dua atau lebih
posisi (ScanPos) terhadap titik-titik data yang
secara otomatis akan menemukan titik-titik data
yang sama berdasarkan titik terdekat
menggunakan proses adjustment.

Gambar 7 perbandingan Negatif Residu Gambar 8 perbandingan Positif Residu


IV.4. Hasil Volume Earthmoving
Tambang
Analisis earthmoving atau pemindahan
lapisan tanah pada tambang batubara PT
Pamapersada Nusantara distrik
PT Trubaindo Coal Mining
dilakukan dengan membandingkan hasil
pengolahan data TLS dengan data Truck
Count. Volume
earthmoving berdasarkan pengukuran TLS dengan
perangkat lunak RiScan Pro dan AutoCad Civil 2015

21
serta berdasarkan truck count dapat dilihat pada
Tabel

RiScan Pro - Truck Count Autocad Civil - Truck Count


Periode Pit Truck Count (BCM) RiScan Pro Selis ih Autocad Civil
(BCM) (BCM) % (BCM) Selis ih (BCM) %
Mei-17 P3000B30 347.890,154 356.716,191 8.826,037 2,54 356.299,070 8.408,916 2,42
Mei-17 P4000B30 335.531,792 342.410,078 6.878,286 2,05 341.955,440 6.423,648 1,91
Mei-17 P4000B33 326.974,207 334.854,588 7.880,381 2,41 334.867,290 7.893,083 2,41
Mei-17 P7000B14 427.426,665 418.815,374 -8.611,291 -2,01 419.227,640 -8.199,025 -1,92

perbandingan yang diperoleh pada penelitian ini


Toleransi perbedaan antara perhitungan TLS dan dapat dilihat pada Tabel
Truck Count adalah sebesar ± 2,78%. Hasil uji

22
RiScan - Truck AutoCad - Truck
Periode Pit
% Hasil Uji % Hasil Uji
Mei-17 P3000B30 2,54% Memenuhi 2,42% Memenuhi
Mei-17 P4000B30 2,05% Memenuhi 1,91% Memenuhi
Mei-17 P4000B33 2,41% Memenuhi 2,41% Memenuhi
Mei-17 P7000B14 -2,01% Memenuhi -1,92% Memenuhi
Rata-rata (±) 2,25% Memenuhi 2,17% Memenuhi

V. Penutup blok 33 adalah 334.854,588 BCM dan pada pit 7.000


V.1. Kesimpulan blok 14 adalah 418.815,374 BCM.
Berdasarkan hasil dan analisis pada b. TLS dan perangkat lunak Autocad Civil 2015
penelitian ini, dapat diambil beberapa yaitu pada pit 3.000 blok 30 adalah 356.299,070
BCM, pada pit 4.000 blok 30 adalah 341.955,440
kesimpulan akhirnsebagai
BCM, pada pit 4.000 blok 33 adalah 334.867,290
berikut :
BCM dan pada pit 7.000 blok 14 adalah
419.227,640 BCM.
1. Tahapan pengolahan data Terrestrial Laser
Scanner dengan metode Cloud to Cloud adalah konversi
data hasil pengukuran TLS, georeferensi, registrasi Multi
Station Adjustment, filterisasi, meshing atau triangulated
data, perhitungan volume dengan metode cut and fill.
Kendala pengolahan data Terrestrial Laser Scanner
dengan metode Cloud to Cloud adalah penentuan titik
berdiri alat Terrestrial Laser Scanner sangat
mempengaruhi kenampakan suatu objek. Apabila
banyak halangan terhadap objek, maka hasil pengukuran
akan mempunyai banyak noise. Dan juga apabila terdapat
air pada objek yang terekam, maka point clouds
yang terekam akan mengalami bias. Tahapan pengolahan
data yang terpenting adalah tahapan registrasi Multi
Station Adjustment dan tahapan filterisasi-filterisasi
point clouds. Tahapan registrasi akan berpengaruh
terhadap proses menggabungkan scan menjadi satu dan
filterisasi point clouds akan mempengaruhi bentuk
surface (DTM) permukaan tambang.
2. Konsep penghitungan volume pemindahan
lapisan tanah dengan metode truck count pada penelitian
ini adalah dengan mengkonversi satuan berat tonase
material ke satuan volume Bank Cubic Meter
(BCM). Dimana pada setiap Dump Truck (alat berat
angkut) telah terpasang alat timbangan berat material
digital untuk menghitung berat material yang dimuat
oleh Exavator (alat berat muat) ke Dump Truck. Untuk
menghitung volume material berdasarkan berat tonase,
dilakukan dengan membagi berat tonase dengan
faktor konversi (massa jenis material). Umumnya standar
kapasitas vessel dari dump truck bertipe HD 1500 adalah
56 BCM, HD 785 adalah 42 BCM, HD 465 adalah 21
BCM dan Volvo adalah 15 BCM.
3. Estimasi volume earthmoving tambang
yang diperoleh dengan menggunakan:
a. TLS dan perangkat lunak RiScan Pro yaitu
pada pit 3.000 blok 30 adalah 356.716,191 BCM,
pada
pit 4.000 blok 30 adalah 342.410,078 BCM, pada pit
4.000

23
4. Hitungan volume hasil truck count memiliki spesifikasi yang tinggi sangat diperlukan dalam
digunakan sebagai acuan hasil. Dari nilai-nilai tersebut penelitian ini, sebab data hasil pemindaian berupa data
diperoleh: point clouds dengan jumlah yang sangat banyak yang
a. Selisih perhitungan dengan RiScan Pro membutuhkan proses yang lama.
yaitu pada pit 3.000 blok 30 sebesar 2,54% dalam
persentase, pada pit 4.000 blok 30 sebesar 2,05%
dalam
persentase, pada pit 4.000 blok 33 sebesar
2,41% dalam persentase dan pada pit
7.000 blok 14 sebesar -2,01% dalam
persentase.
b. Selisih perhitungan dengan AutoCad Civil
2015 yaitu pada pit 3.000 blok 30 sebesar
2,42% dalam persentase, pada pit 4.000 blok 30
sebesar 1,91% dalam persentase, pada pit
4.000 blok 33
sebesar 2,41% dalam persentase dan pada pit
7.000 blok 14 sebesar -1,92% dalam
persentase.
c. Rata-rata selisih perhitungan dengan RiScan
Pro yaitu sebesar ± 2,25% dan dengan
Autocad Civil
yaitu sebesar ± 2,17%. Hasil yang diperoleh dari
survei
dapat diterima dalam toleransi kesalahan sesuai
dokumen ASTM tahun 2002, selisih tersebut
masuk dalam toleransi yang diberikan yaitu ±
2,78%.

V.2. Saran
Berdasar dari pengalaman peneliti, terdapat
beberapa saran untuk kemajuan
penelitian
mendatang, diantaranya :
1. Melakukan kajian
perbandingan pengukuran terrestrial laser
scanner pada waktu yang berbeda seperti siang atau
malam, karena pengukuran tambang dengan TLS
kadang juga dilakukan pada malam hari.
2. Penelitian selanjutnya terhadap alat ini
sebaiknya lebih difokuskan kepada resolusi bukaan
sudut alat TLS dengan registrasi target to target dan
cloud to cloud.
3. Penempatan station pengukuran sebisa
mungkin tersebar merata atau membentuk grid pada
keseluruhan area pengukuran sehingga semua area
pengukuran dapat dipindai dengan jelas atau
meminimalisasi adanya blocked area.
4. Memperbanyak membaca referensi
dalam pengolahan TLS menggunakan perangkat
lunak RiScan Pro sehingga lebih memperkaya
pengetahuan dan analisis penelitian.
5. Penggunaan komputer atau laptop yang

24
Daftar Pustaka
Kurnia, M.A. 2011. Evaluasi Penambangan di Pit 3
Berdasarkan Pengukuran Survei Kemajuan
Tambang Terhadap Ritase Alat Angkut
(Truck Count) Pada PT Tanjung Alam Jaya
Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan. Skripsi. Jurusan Teknik
Pertambangan. Fakultas Teknik. Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarmasin.
Mills, J dkk. 2003. An Addendum to the Metric Survei
Specifications for English Heritage– the
collection and archiving of point clouds data
obtained by terrestrial laser scanning or
other methods. Version 11/12/2003.
Pancarka, A. R. 2016. Penggunaan 3D Laser Scanner
Topcon Gls 2000
untuk Perhitungan Volumetrik
Stock Opname Batubara. Skripsi. Departemen
Teknik Geodesi. Fakultas Teknik. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Quentiro, M. S dkk. (2008) : 3D Risk Mapping Theory
and Practice on Terrestrial Laser
Scanning. Vlaams Leonardo Da Vinci Agentschap.
Europe. Rehsetyuk, Y. 2009. Self Calibration
and Direct Georeferencing in Terrestrial laser
Scanning. Doctoral Thesis. Division of
Geodesy. Department of Transport and Economics.
Royal
Institute of
Technology
(KTH).
Sitek dkk. 2006. Tomographic Reconstruction Using an
Adaptive Tetrahedral Mesh Defined by a Point
clouds, IEEE Trans. Med. Imag. 25 1172.
Triono dkk. 2014. Perhitungan Kemajuan Tambang
(Progress Survey) dengan Metode
Penampang
Melintang di CV. Wulu Bumi Sakti Kecamatan
Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara
Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Geologi
Pertambangan. Departemen Teknik
Pertambangan. Fakultas Teknik. Universitas
Kutai Kartanegara. Kutai Kartanegara.
Vosselman, G dkk. 2010. Airborne and Terrestrial laser
Scanning. Boca Raton, Florida: CRC Press
25
Tugas 2

PENGEMBANGAN MODEL TAHAPAN DIGITAL FORENSIC UNTUK MENDUKUNG


SERANG SEBAGAI KOTA BEBAS CYBERCRIME

Miftahul Latif Zakariya


Geodesy Engineering Study Program
Department Of Civil Engineering And Planning
Institut Teknologi Nasional Malang

ABSTRAKS
Dalam Digital Forensic terdapat empat tahapan pada proses implementasi yang harus diikuti
sepanjang proses investigasi Digital Forensics berlangsung yaitu: identifikasi, penyimpanan,
analisa, dan presentasi. Tahapan implementasi Digital Forensic yang selama ini dipublikasikan
belum pada tingkat memberikan gambaran detail pada tahapan analisis. Dalam makalah ilmiah
ini, penulis melakukan pengembangan model pada tahapan ketiga pada saat analisa dengan
menggunakan Zachman Frameworks untuk memberikan potret tentang bagaimana sebaiknya
tahapan analisa tersebut dapat memberikan hasil secara lengkap dan menyeluruh. Selain itu,
model tahapan Digital Forensik yang diusulkan sudah dapat memfasilitasi beberapa kaidah
dasar yang disampaikan dalam PERKAP No. 10 Tahun 2010 tentang tata cara pengelolaan
barang bukti digital, Pasal 5-6 Bab III UU ITE tentang pengakuan informasi/dokumen
elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah, serta Pasal 42-44 Bab X tentang penyidikan
barang bukti elektronik atau dokumen elektronik.

Key words: Cibercrime, Digital Forensik, Pengembangan Model, Zachman Framework

1. PENDAHULUAN
Dengan dibentuknya Asosiasi Forensik Digital Indonesia (AFDI) oleh Kementrian Komunikasi dan
Informatika pada tanggal 17 November 2015 yang lalu hal ini membuktikan bahwa Digital Forensik
merupakan bidang ilmu baru dalam dunia komputer yang berkembang pesat akhir-akhir ini dengan
makin maraknya kejahatan di bidang komputer serta semakin banyaknya buku-buku yang mengupas
mengenai digital forensik, sehingga semakin menambah refrensi pengetahuan bagi peneliti-peneliti
muda. Dengan lahirnya Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik nomor 11 Tahun 2008, maka
semakin membuat bidang ilmu ini menjadi perangkat wajib untuk membongkar kejahatan yang
melibatkan dunia komputer, karena pada umumnya kejahatan komputer ini meninggalkan jejak digital,
maka perlu adanya seorang ahli komputer forensik yang akan mengamankan barang bukti digital atau
biasa disebut digital evidence. Komputer Forensik tentu memerlukan suatu standart operational
procedure (SOP) dalam mengambil bukti-bukti digital agar tidak terkontaminasi pada saat data di ambil
dari digital evidence sehingga sangat memudahkan para ahli komputer forensik untuk melakukan
pemulihan sistem pasca kerusakan.
Menelisik lebih jauh, seperti yang pernah disampaikan oleh Dezfoli et. al (Dezfoli and A.
Dehghantanha,2013) bahwa digital forensics merupakan “the procedure of investigating computer
crimes in the cyber world”. Sementara itu, Agarwal dalam Prayudi, Ashari, et.al (Prayudi, Y., Ashari,
A.,2015) bahwa upaya pengungkapan Cybercrime dilakukan melalui proses investigasi yang dikenal
dengan istilahForensika Digital (Digital Forensics). Masih menurut Agarwal, juga menyebutkan bahwa
digital forensics adalah penggunaan ilmu dan metode untuk menemukan, mengumpulkan,
mengamankan, menganalisis, menginterpretasidan mempresentasikan barang bukti digital dalam
rangka kepentingan rekontruksi kejadian serta
memastikan keabsahan pada proses peradilan. Jauh sebebelumnya, Palmer yang dikutip oleh
Beebe & Clark (N. L. Beebe and
J. G. Clark,2005) sudah pernah menyampaikan terminologi awal dari istilah digital forensics,
yaitu “The use of scientifically derived and proven methods toward the preservation,
collection, validation, identification, analysis, interpretation, documentation, and presentation of
digital evidence1 derived from digital sources for the purpose of facilitation or furthering
thereconstruction of events found to be criminal, or helping to anticipate unauthorized actions
shown to be disruptive to planned operations.” Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan
investitasi digital forensics adalah Scientific Method, artinya setiap tahapan dan langkah
yang dilakukan oleh Tim investigasi ataupun oleh lembaga hukum harus menjunjung tinggi
kaidah metode ilmiah. Berdasarkan beberapa definisi dan deskripsi sebelumnya, dapat
dirumuskan bahwa digital forensics merupakan sebuah langkah yang terstruktur dalam
melakukan proses investigasi serta penanganan barang bukti untukmeminimalkan adanya
kesalahan dalam proses investigasi (EK. Mabuto and HS. Venter, 2011). Dengan
berpedomankan pada karakteristik scientific method inilah, maka dalam bidang digital forensics
harus mengacu pada langkah-langkah secara prosedural dan terstruktur. Oleh karena itulah,
bidang digital forensics dalam perkembangan selanjutnya dikenal dengan istilah framework.
Framework, dalam bahasa formalnya pernah dikemukakan oleh Petar & Maravi (P. Čisar and S.
M. Čisar, 2011) merupakan “a structure to support a successful forensic investigation”. Secara
umum, di lingkungan digital forensics setidaknya adabeberapa istilah terkait dengan langkah-
langkah terstruktur dalam
proses investigasi,diantaranya adalah Framework, Methodology, dan Forensics Process.

2. METODE YANG DIGUNAKAN


Zachman Frameworks merupakan kerangka arsitekural yang paling banyak dikenal dan
diadaptasi. Para arsitek data enterprise mulai menerima dan menggunakan framework ini sejak pertama
kali diperkenalkan oleh John A Zachman di IBM System Journal pada tahun 1987 dan kemudian
dikembangkan pada tahun 1992 dengan tujuan untuk menyediakan struktur dasar organisasi yang
mendukung akses, integrasi, interpretasi, pengembangan, pengelolaan, dan perubahanperangkat
arsitektural dari sistem informasiorganisasi (enterprise) ( Radwan, A. and Majid Aarabi , 2011)
Menurut Melissa A Cook (Cook, Melissa A.,1996), John A Machan pada akhir tahun '80-an
memperkenalkan sebuah kerangka untuk membantu manajemen dalam melaksanakan dua hal utama.
Hal pertama adalah untuk memisahkan antara komponen-komponen utama dalam sistem informasi agar
mempermudah manajemen dalam melakukan perencanaan dan pengembangan. Sementara hal kedua
adalah bagaimana membangun sebuah perencanaan strategis dari tingkat yang paling global dan
konseptual sampai dengan teknis pelaksanaan.Secara prinsip Zachman membagi sistem informasi
menjadi tiga komponen besar, yaitu: Data, Proses, dan Teknologi yang pada perkembangannya menjadi
enam buah entiti utama. Seorang praktisi bernama John Zachman di akhir tahun '80-an menganalisa hal
ini dan memberikan salah satu solusinya yang hingga saat ini masih relevan untuk dipergunakan.
Untukmengenang namanya, kerangka ini dinamakan Kerangka Zachman. Zachman
Frameworkmerupakan matrik 6×6 yang merepresentasikan interseksi dari dua skema klasifikasi –
arsitektur sistem dua dimensi. Pada dimensi pertama, Zachman menggambarkannya sebagai baris yang
terdiri dari 6 perspektif yaitu (Osvalds, G.,2001):
a)The Planner Perspective (Scope Context) : Daftar lingkup penjelasan unsur bisnis yang
dikenali oleh para ahli strategi sebagai ahli teori.
b) The Owner Perspective (Business Concept) : Model semantik keterhubungan bisnis antara
komponen-komponen bisnis yang didefenisikan oleh pimpinan eksekutif sebagai pemilik.
c) The Designer Perspective (System Logic) : Model logika yang lebih rinci yang berisi
kebutuhan dandesain batasan sistem yang direpresentasikan oleh para arsitek sebagai desainer.
d) The Builder Perspective (Technology Physics) : Model fisik yang mengoptimalkan desain
untuk kebutuhan spesifik dalam batasan teknologi spesifik, orang, biaya dan lingkup waktu yang
dispesifikasikanoleh engineer sebagai builder.
e) The Implementer Perspective (Component Assemblies) : Teknologi khusus, tentang
bagaimana komponen dirakit dan dioperasikan, dikonfigurasikanoleh teknisi sebagai
implementator.
f) The Participant Perspective (Operation Classes):Kejadian-kejadian sistem berfungsi nyata
yang digunakan oleh para teknisi sebagai participant. Framework Zachman diharapkan dapat
menyediakanpengertian dari aspek khusus manapun dari sebuahsistem pada sudut
pandang apapun dalam pengembangan sistem. Tool ini dapat berguna untuk
membuat keputusan mengenai perubahan dan penambahan. Zachman
Framework mengandungenam baris dan enam kolom menghasilkan 36 selatau aspek.
Kolom-kolom pada Zachman Frameworks mencakup(Zachman, J.A.,2012):
1. Who: merepresentasikan hubungan orang dalam perusahaan. Desain dari organisasi
perusahaan harus berhubungan dengan alokasi kerja dan otoritas struktur dan tanggung jawab.
2. When: merepresentasikan waktu atau hubungan event yang membuat kriteria kinerja dan level-
level kuantitatif untuk sumber-sumber perusahaan. Hal ini berguna untuk mendesain jadwal,
arsitekturpemrosesan, arsitektur kontrol, dan perangkat- perangkat timing.
3. Why: mendeskripsikan motivasi-motivasi perusahaan. Hal ini memperlihatkan sasasaran dan
tujuan, rencana bisnis, arsitektur pengetahuan,dan desain pengetahuan.
4. What: mendeskripsikan entitas-entitas yang terlibat di tiap perspektif perusahaan. Sebagai
contoh termasuk obyek-obyek bisnis, data sistem, Tabel- Tabel relasional dan definisi-definisi.
5. How: memperlihatkan fungsi-fungsi dalam setiap perspektif. Sebagai contoh mencakup
proses- proses bisnis, fungsi aplikasi software, fungsi hardware komputer, dan bahasa control
loop.
6. Where: memperlihatkan lokasi-lokasi dan interkoneksi dalam perusahaan. Hal ini termasuk
lokasi geografi utama, bagian terpisah dalam jaringanlogistik, alokasi dari node-node sistem atau
bahkan pengalamatan memori dalam sistem.

Gambar 1 Zachman Framework

(http://zachmaninternational.com/index.php/home-article/13)

Zachman Framework tidak memberikan model dan arsitektur khusus yang dapat digunakan
untuk memberikan penjelasan lengkap. Pemakai Zachman Framework bebas memilih alat yang akan
digunakan untuk menerapkan rancangan yang akan dibuat.
Menurut Kemmish (Kemmish, R. M., 2012)secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi
empat tahapan, yaitu:
1. Identifikasi bukti digital
2. Penyimpanan bukti digital
3. Analisa bukti digital
4. Presentasi
Keempat tahapan ini secara terurut dan berkesinambungan digambarkan pada gambarberikut

Gambar 2
Tahapan Digital Forensik menurut Kemmish

Penjelasan empat tahapan Digital Forensik menurutKemmish:


saran-
a. Identifikasi bukti digital. Pada tahap ini segala bukti-bukti yang mendukung penyelidikan
dikumpulkan. Media digital yang bisa dijadikan sebagai barang bukti mencakup sebuah sistem
komputer, media penyimpanan (seperti flash disk, pen drive, hard disk, atau CD-ROM), PDA,
handphone, smart card, sms, e-mail, cookies, source code, windows registry, web browser bookmark,
chat log, dokumen, log file, atau bahkan sederetan paket yang berpindah dalam jaringan komputer.
Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat menentukan karena bukti-bukti yang didapatkan akan
sangat mendukung penyelidikan untuk mengajukan seseorang ke pengadilan dan diproses sesuai
hukum hingga akhirnya dijebloskan ke tahanan. Penelusuran bisadilakukan untuk sekedar mencari
"ada informasi apa disini?" sampai serinci pada "apa urutan peristiwa yang menyebabkan terjadinya
situasi terkini?". Berdasarkan klasifikasinya file yang menjadi objek penelusuran terbagi kepada tiga
kategori, yaitu: file arsip (archieved files), file aktif (active files) dan file sisa (residual data).File Arsip
adalah file yang tergolong arsip karena kebutuhan file tersebut dalam fungsi pengarsipan. Mencakup
penanganan dokumen untuk disimpan dalam format yang ditentukan, proses mendapatkannya
kembali dan pendistribusian untuk kebutuhan yang lainnya, misalnya beberapadokumen yang
didigitalisasi untuk disimpan dalam format TIFF untuk menjaga kualitas dokumen. File aktif adalah file
yang memang digunakan untuk berbagai kepentingan yang berkaitan erat dengan kegiatan yang
sedang dilakukan, misalnya file-file gambar, dokumen teks, dan lain-lain. Sedangkan file yang
tergolong residual mencakup file- file yang diproduksiseiring proses komputer dan aktivitas
pengguna, misalkan catatan penggunan dalam menggunakan internet, database log, berbagai
temporary file,dan lain sebagainya. Beberapa software atau tools yang bisa digunakan dalam
mendukung tahapan ini antara lain:
a. Forensic Acquisition Utilities(http://users.erols.com/gmgarner/forensics/)
b. FTimes(http://ftimes.sourceforge.net/FTimes/index.shtml)
c. Liveview (http://liveview.sourceforge.net/)
d. Netcat(http://www.atstake.com/research/tools/network_utilities/pdd)
e. ProDiscoverDTF(www.techpathways.com)
f. Psloggedon(http://www.sysinternals.com/ntw2k/freeware/psloggedon.shtml)
g. TULP2G(http://sourceforge.net/projects/tulp2g/)
h. UnxUtils (http://unxutils.sourceforge.net)
i. Webjob(http://webjob.sourceforge.net/WebJob
/index.shtml).
j. dan lain sebagainya

Sedangkan rules of evidence artinya pengaturan barang bukti dimana barang bukti harus memiliki
keterkaitan dengan kasus yang diinvestigasi dan memiliki kriteria sebagai berikut: pertama, layak dan
dapat diterima (Admissible). Artinya barang bukti yang diajukan harus dapat diterima dan digunakan
demi hukum, mulai dari kepentingan penyidikan sampai ke pengadilan. Kedua, Asli (Authentic). Barang
bukti harus mempunyai hubungan keterkaitan yang jelas secara hukum dengan kasus yang diselidiki
dan bukan rekayasa. Ketiga, akurat (Accurate). Barang bukti harus akurat dan dapat dipercaya.
Keempat, lengkap (Complete). Bukti dapat dikatakan lengkap jika didalamnya terdapat petunjuk-
petunjuk yang lengkapdan terperinci dalam membantu proses investigasi.
Penyimpanan bukti digital. Tahapan ini mencakup penyimpanan dan penyiapan bukti- bukti yang ada,
termasuk melindungi bukti-bukti dari kerusakan, perubahan dan penghilangan oleh pihak-pihak tertentu.
Bukti harus benar-benar steril artinya belum mengalami proses apapun ketika diserahkan kepada ahli di
2. sementara (volatile), mudah rusak, berubah dan hilang, maka pengetahuan yang mendalam
dari seorang ahli digital forensik mutlak diperlukan. Kesalahan kecil pada penanganan bukti
digital dapat membuat barang bukti digital tidak diakui di pengadilan. Bahkan menghidupkan
dan mematikan komputer dengan tidak hati-hati bisa saja merusak/merubah barang bukti
tersebut. Sebagaimana diungkapkan Peter Plummer:
“When you boot up a computer, several hundred files get changed, the data of access, and so
on. Can you say that computer is still exactly as it was when the bad guy had it last?”.
Sebuah pernyataan yang patut dipikirkan bahwa bagaimana kita bisa menjamin kondisi komputer tetap
seperti keadaan terakhir ketika ditinggalkan oleh pelaku kriminal manakala komputer tersebut kita
matikan atau hidupkan kembali. Karena ketika komputer kita hidupkan terjadi beberapa perubahan pada
temporary file, waktu akses, dan seterusnya. Sekali file-file ini telah berubah ketika komputer dihidupkan
tidak ada lagi cara untuk mengembalikan (recover) file-file tersebut kepada keadaan semula. Komputer
dalam kondisi hidup juga tidak bisa sembarangan dimatikan. Sebab ketika komputer dimatikan bisa saja
ada program penghapus/perusak yang dapat menghapus dan menghilangkan bukti-bukti yang ada. Ada
langkah-langkah tertentu yang harus dikuasai olehseorang ahli digital forensik dalam
mematikan/menghidupkan komputer tanpa ikut merusak/menghilangkan barang bukti yang ada
didalamnya. Aturan utama pada tahap ini adalah penyelidikan tidak boleh dilakukan langsung padabukti
asli karena dikhawatirkan akan dapat merubah isi dan struktur yang ada didalamnya. Mengantisipasi hal ini
maka dilakukan copy data secara Bitstream Image dari bukti asli ke media penyimpanan lainnya. Bitstream
image adalah metode penyimpanan digital dengan mengkopi setiap bit demi bit dari data orisinil, termasuk
file yang tersembunyi (hidden files), file temporer (temporary file), file yang terdefrag (defragmented file),
dan file yang belum ter- overwrite. Dengan kata lain, setiap biner digit demi digit di-copy secara utuh dalam
media baru. Teknik ini umumnya diistilahkan dengan cloning atau imaging. Data hasil cloning inilah yang
selanjutnya menjadi objek penelitian dan penyelidikan.
Analisa bukti digital. Tahapan ini dilaksanakan dengan melakukan analisa secara mendalam terhadap
bukti-bukti yang ada. Bukti yang telah didapatkan perlu di-explore kembali ke dalam sejumlah skenario
yang berhubungan dengantindak pengusutan. Penelusuran bisa dilakukan pada data-data sebagai
berikut: alamat URL yang telah dikunjungi, pesan e-mail atau kumpulan
alamat e-mail yang terdaftar, program word processing atau format ekstensi yang dipakai, dokumen
spreedsheat yang dipakai, format gambar yang dipakai apabila ditemukan, file-file yang dihapus
maupun diformat, password, registry windows, hidden files, log event viewers, dan log application.
Termasuk juga pengecekan pada metadata. Kebanyakan file mempunyai metadata yang berisi
informasi yang ditambahkan mengenai file tersebut seperti computer name, total edit time, jumlah
editing session, dimana dicetak, berapa kali terjadi penyimpanan (saving), tanggal dan waktu
modifikasi. Selanjutnyamelakukan recovery dengan mengembalikan file dan folder yang terhapus,
unformat drive, membuat ulang partisi, mengembalikan password, merekonstruksi ulang halaman
web yang pernah dikunjungi, mengembalikan email- email yang terhapus dan seterusnya. Tahapan
analisis terbagi dua, yaitu: analisis analisis aplikasi (application analysis) pada barang bukti yang ada.
Beberapa tools analisismedia yang bisa digunakanantara lain:
a. TestDisk(http://www.cgsecurity.org/testdisk.html)
b. Explore2fs(http://uranus.it.swin.edu.au/~jn/linux/explore2fs.htm)
c. ProDiscoverDFT (http://www.techpathways.com)
Sedangkan untuk analisis aplikasi, beberapa tools yang bisa digunakan seperti:
EventLogParser(http://www.whitehats.ca/mai n/members/Malik/malik_eventlogs/malik_eve gital
forensik untuk diteliti. Karena bukti digit
a. nt logs.html)
b. Galleta(http://www.foundstone.com/resources/proddesc/galleta.htm)
c. Libpff (http://libpff.sourceforge.net
d. Md5deep(http://md5deep.sourceforge.net/)
e. MD5summer(http://www.md5summer.org/)
f. Outport(http://outport.sourceforge.net/)
g. Pasco(http://www.foundstone.com/resources/proddesc/pasco.htm)
h. RegRipper(http://windowsir.blogspot.com/2008/04/updated-regripper.html)
i. Rifiuti(http://www.foundstone.com/resources
/proddesc/rifiuti.htm)
3. Presentasi. Presentasi dilakukan dengan menyajikan dan menguraikan secara detail laporan
penyelidikan dengan bukti-bukti yang sudah dianalisa secara mendalam dan dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum di pengadilan. Laporan yang disajikan harus di cross-
check langsung dengan saksi yang ada, baiksaksi yang terlibat langsung maupun tidak
langsung. Hasil laporan akan sangat menentukan dalam menetapkan seseorang bersalah atau
tidak sehingga harus dipastikan bahwa laporan yang disajikan benar-benar akurat, teruji, dan
terbukti. Beberapa hal penting yang perlu dicantumkan pada saat presentasi/panyajian laporan
ini, antara lain:
a. Tanggal dan waktu terjadinya pelanggaran
b. Tanggal dan waktu pada saat investigasiPermasalahan yang terjadi
c. Masa berlaku analisa laporan
d. Penemuan bukti yang berharga (pada laporan akhir penemuan ini sangat ditekankan
sebagai bukti penting proses penyidikan)
e. Teknik khusus yang digunakan, contoh:password cracker
f. Bantuan pihak lain (pihak ketiga).
3. PEMBAHASAN
3.1. Usulan Model Tahapan Digital Forensik
Dalam makalah ilmiah ini metode yangdiusulkan untuk pengembangan model tahapan
Digital Forensik dengan menggunakan Zachman frameworks yang akan diimplementasikan pada tahapan
ke tiga Digital Forensik, yaitu pada tahapan Analisis. Pada makalah ini yang akan dijabarkan menggunakan
6 (enam) kolom.

IDENTIFIKASI PENYIMPANAN ANALISA PRESENTASI

WHO WHEN WHY WHAT HOW WHERE

Gambar 3
Usulan Model Tahapan Digital Forensik

Pada Tahapan ke tiga digital forensik yaitu Analisis akan dijabarkan menggunakan Zachman Framework,
yang dijelaskan sebagai berikut:
al bersifat Who: menganalisis siapa saja orang yang terlibat. Siapa saja yang berhubungan dengan bukti dan
otoritas struktur dan tanggung jawab. Mulai dari siapa yang mengumpulkan bukti, siapa yang memiliki
bukti, siapa saja yang dapat mengakses bukti tersebut sampai siapa saja yang melakukan dan yang terlibat.
2. When: menganalisis waktu atau hubungan event yang membuat kriteria dan level-level
kuantitatif untuk sumber-sumber bukti. Hal ini berguna untuk menganalisis waktu kejadian,
waktu pemrosesan dan timing.
3. Why: menganalisis dan mendeskripsikan motivasi- motivasi orang-orang yang terlibat
berdasarkan bukti yang didapat. Hal ini memperlihatkan sasaran- sasaran dan tujuan, rencana
pelaku.
4. What: mendeskripsikan dan menganalisis entitas- entitas yang terlibat di tiap perspektif bukti
yang didapat. Sebagai contoh termasuk obyek-obyek bukti,data sistem, dan definisi-definisi.
Mulai dari apa yangtelah dilakukan, Apa saja software yang digunakan sampai apa saja yang
dihasilkan.
5. How: menganalisis dan memperlihatkan fungsi- fungsi dalam setiap perspektif bukti-bukti
yang ditemukan. Sebagai contoh mencakup proses-proses yang telah dilakukan, fungsi
aplikasi software, fungsihardware komputer. Mulai dari Bagaimana penyimpanan dan
pemeliharaan bukti itu sampai bagaimana bagaimana proses-proses dilakukan?
6. Where: menganalisis lokasi-lokasi dan interkoneksi dalam bukti digital yang ditemukan. Hal
ini termasuk lokasi geografi utama, bagian terpisah dalam jaringan logistik, alokasi dari node-
node media (media analysis) dan sistem atau bahkan pengalamatan memori dalam sistem.

4. KESIMPULAN
Makalah ilmiah ini telah membahas tentang bagaimana pentingnya aktivitas digital
forensics dalam penanganan kasus-kasus Cybercrime. Sejalan dengan semakin meningkatnya kasus
Cybercrime maka tentunya harus diikuti pula dengan semakin siapnya institusi yang menjalankan aktivitas
digital forensics. Dalam hal ini, salah satu yang dirasakan masih lemah dikalangan intitusi tersebut adalah
belum adanya gambaran model tahapan digital forensic yang relevan untuk mengambarkan bagaimana
seharusnya menjalankan tahapan aktivitas digital
forensics. Model tahapan digital forensik yang diusulkan pada prinsipnya adalah
pengembangan dari tahapan yang sudah ada melalui metode pendekatan enam sel Zachman
Frameworks yang yang telah diusulkan, sehingga diharapkan dapat dihasilkan model tahapan
yang lebih utuh dan lengkap terhadap tahapan ke tiga digital forensics. Hal ini tentunya dapat
memberikan dukungan pada pihak penegak hukum untuk menangani kasus- kasus
Cybercrime yang semakin banyak dan semakin canggih di Indonesia pada umumnya dan di
kota serang pada khususnya. Ke depan, penelitian akan dilanjutkan dan difokuskan pada
bagaimana penjabaran proses digital forensic pada tiap sel dan tiap matrik Zachman
Frameworks secara terperinci.

PUSTAKA
Cook, Melissa A. ,1996, “Building Enterprise
Information Architectures”, Prentice Hall.
E. K. Mabuto and H. S. Venter, 2011, “State of the art of Digital Forensic Techniques”,
in Information Security for South Africa (ISSA, pp. 1–7).
F. Dezfoli and A. Dehghantanha, 2013, “Digital Forensic Trends and Future”,
Int. J. Cyber- Security Digit. Forensics, vol. 2, no. 2, pp. 48–76.
Kemmish, R. M., 2012 “What is ForensicComputer”. Australian
institute ofCriminology,Canberra.
(http://www.aic.gov.au/publications/tandi/ti1 18.pdf)
N. L. Beebe
investigations process”,Digit. Investig., vol. 2, no. 2, pp. 147–167.
Osvalds, G. ,2001. “Definition of Enterprise Architecture”, – Centric Models for The
Systems Engineers, TASC Inc.

P. Čisar and S. M. Čisar, “Methodological frameworks of digital forensics”, in SISY


2011 -9th International Symposium on Intelligent Systems and
Informatics,Proceedings, 2011, pp. 343–347. Prayudi, Y., Ashari, A. , 2015 “Digital
Chain of Custody!: State Of The Art”, Int. J. Comput. Appl., vol. 114(5), pp. 1–9.
Radwan, A., and Majid Aarabi, 2011, “Study of Implementing Zachman Framework
for Modeling Information Systems for Manufacturing Enterprises
AggregatePlanning”, Proceedings of the 2011 International Conference on
IndustrialEngineering and Operations Management, January 22 – 24, Kuala Lumpur,
Malaysia.
Zachman, J.A., 12 Agustus 2012, John Zachman'sConcise “Definition of
the Enterprise Framework”, http://www.zachman.com/aboutthe-
zachman-
framework.
Zifa, Zachman Framework, http://www.zifa.com
and J. G. Clark, 2005, “A hierarchical, objectives-based framework for the digital

Anda mungkin juga menyukai