LAPORAN AKHIR
Disusun Oleh:
LAPORAN AKHIR
Disusun Oleh :
1. Aditya Farrel Satrio (062030100648)
2. Dwiki Satria Alfariz (062030100652)
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT, berkat limpahan
rahmat dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhhir yang berjudul
“Pengaplikasian Penambahan Serbuk Cangkang Telur Terhadap Kuat Tekan
Beton” tepat pada waktunya. Tujuan dari penulisan skripsi ini ialah agar dapat
memperluas ilmu tentang rencana campuran dan kuat tekan fc’ 30 Mpa dengan baik
dan benar.
Keberhasilan dalam menyelesaikan Laporan Akhir ini tidak lepas dari
bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, atas
selesainya Laporan Akhir ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr.Ing. Ahmad Taqwa, M.T. selaku Direktur Politeknik Negeri
Sriwijaya.
2. Bapak Ibrahim, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Sriwijaya.
3. Bapak Andi Herius, S.T., M.T. selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil
PoliteknikNegeri Sriwijaya.
4. Bapak Ibrahim, S.T., M.T. selaku Ketua Program Studi Diploma III Teknik
SipilPoliteknik Negeri Sriwijaya.
5. Kepala Laboratorium Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya beserta staff.
6. Bapak Ahmad Syapawi, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing I, yang
telahmemberikan bimbingan dan pengarahan.
7. Ibu Sri Rezki Artini, S.T.,M,Eng. selaku Pembimbing II, yang telah
memberikanbimbingan dan pengarahan.
8. Dosen-dosen Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya yang telah
memberikan ilmunya serta bantuan kepada kami dalam penyusunan laporan
akhir.
9. Orang Tua dan keluarga yang telah memberi semangat serta doa dalam
penyelesaian penulisan laporan akhir ini.
Teman-teman seangkatan kelas 6 SE serta seluruh pihak yang terlibat yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian penulisan laporan akhir.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terimahkasih kepada semua pihak yang
telah ikut membantu dalam menyelesaikan penyusunan laporan akhir ini. Penulis
berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menunjang
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya mahasiswa Jurusan Teknik
Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya.
Penulis
DAFTAR ISI
Limbah cangkang telur yang terbuang diolah dengan cara dihancurkan sehingga
bisa menjadi serbuk. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk memanfaatkan
serbuk cangkang telur menjadi sebagai pengganti sebagian berat semen dalam
campuran beton. Melalui penelitian ini, akan diamati bagaimana karateristik beton
yang dihasilkan.
beton yang solid. Tingginya tingkat pembangunan dimasa kini membuat tingkat
perkembangan penggunaan beton semakin tinggi, untuk meminimalisir
penggunaan tersebut, perlu adanya inovasi untuk menekan angka produksi material,
semen misalnya. Perlu adanya alternatif untuk memanfaatkan limbah yang terbuang
seperti cangkang telur untuk digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan
beton. Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh pemanfaatan serbuk cangkang
telur terhadap kuat tekan beton. Serbuk cangkang telur digunakan sebagai
pengganti sebagian semen, dengan komposisi campuran 2%, 4%, 6%, 8%, dan
10%. Penelitian ini menggunakan SNI 03-2834-2000 untuk mix design beton.
Benda uji berupa silinder ukuran (150 mm × 300 mm), benda uji dirawat dan di uji
pada umur 28 hari. Berdasarkan penelitian penggunaan serbuk cangkang telur dapat
dilihat bahwa beton yang menggunakan campuran serbuk cangkang telur lebih
kental dibandingkan dengan beton yang tidak menggunakan campuran serbuk
cangkang telur lebih kental dibandingkan denngan beton yang tidak menggunakan
campuran serbuk cangkang telur. Semakin besar penambahan persentase serbuk
cangkang telur akan semakin rendah nilai slump yang diperoleh. Hasil kuat tekan
beton yang diperoleh dari penggunaan serbuk cangkang telur dengan komposisi
campuran 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%, nilai kuat tekan tertinggi diperoleh pada
persentase penambahan serbuk cangkang telur 6% yaitu 21.419 Mpa, kuat tekan
mengalami penurunan mutupada persentase penambahan 10% yaitu 16.701 Mpa.
"Pengaruh serbuk cangkang telur subtitusi semen terhadap karakteristik beton"
merupakan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yohanes (2017). Dunia
konstruksi saat ini mengalami peningkatan dan kemajuan yang sangat pesat.
Semakin tingginya kebutuhan matenal untuk pembangunan infrastruktur,
penyerapan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk pembangunan tentunya akan
semakin besar. Biaya pembangunan infrastruktur akan sangat tinggi dikarenakan
mahalnya biaya produksi bahan atau material yang dibutuhkan untuk
pembangunan. Untuk meminimalisir kebutuhan bahan dan materialpembangunan,
perl adanya inovasi untuk menekan angka produksi bahan dan material, misalnya
semen. Perlu adanya alternatif untuk memanfaatkan limbah
6
yang terbuang seperti cangkang telur untuk digunakan sebagai pengganti sebagian
atau keseluruhan semen, khususnya sebagai bahan campuran dalam pembuatan
beton. Dalam penelitian in dilakukan pembuatan beton untuk material konstruksi
structural dengan bahan baku campur yang terdiri dari eggshell powder (ESP),
semen, agregat kasar, agregat halus dan air. Variasi komposisi ESP antara lain: 0%.
5%, 10%, 12,5%, 15% dan 20% dari total penggunaan semen. Pengujian dilakukan
ketika beton berumur 7. 14 dan 28 hari. Sampel benda uji silinder dengan dimensi
tinggi (H) 30 cm dan diameter (D) 15 cm. Parameter pengujian yang dilakukan
meliputi kuat tekan dan modulus elastisitas, penyerapan air, densitas dan
penyusutan. Dari hasil pengujian kuat tekan beton umur 7, 14 dan 28 hari,
menunjukkan bahwa pada kadar 5%-10% eggshell powder dapat digunakan sebagai
bahan pengganti sebagian semen. Selanjutnya, ketika kadar ESP (eggshell powder)
ditingkatkan, terjadi penurunan kuat tekan. Semakin tinggi kadar ESP (eggshell
powder), kuat tekan beton semakin rendah. Modulus elastisitas tertingi terjadi pada
beton normal (0% ESP). Penyerapan air pada beton berkisar antara 9,414%
10,345%. Penyerapan air paling kecil terjadi pada beton umur 7 hari dan paling bear
terjadi pada beton berumur 28 hari. Dari hasil pengujian densitas, menunjukkan
bahwa densitas beton ESP berkisar antara 2,0193 gr/cm3 2,1845 gr/cm3 , serta
penyusutan beton yang beragam mulai dari 0,044% 0,184%. Dari hasil penelitian,
menunjukkan bahwa karakteristik beton untuk setiap variasi ESP memiliki
karakteristik yang sama dengan beton normal, sehingga dapat digunakansebagai
beton struktural.
Dinamakan beton massa karena digunakan untuk pekerjaan beton yang besar
dan massif misalnya untuk bendungan, kanal, pondasi jembatan, dll. Batuan yang
digunakan dapat lebih besar dari yang disyaratkan sampai 150 mm, dengan slump
rendah yang akan mengurangi jumlah semen. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan
alat getar dan manpower yang lebih banyak. Karenah rendahnya nilai slump, maka
panas hidrasi menjadi penting diperhatikan agar tidak retak-retak. Untuk
menanggulangi retak penuangan lapis demi lapis yang tipis selama beberapa hari
dapat membantu, termasuk juga pemberian pipa untuk pengaliran air dingin sebagi
perawatan.
4. Beton Serat (fiber concrete)
Beton serat merupakan campuran beton ditambah serat. Bahan srat bisa berupa
asbestos, serat plastic (poly-propylene), atau potongan kawat baja. Walaupun serat
dalam campuran tidak terlalu banyak meningkatkan kekuatan beton terhadap gaya
tarik, perilaku struktur beton tetap semakin baik misalnya meningkatkan regangan
yang dicapai sebelum runtuh, meningkatkab ketahanan beton terhadap benturan dan
menambah kerasnya beton. Selain itu kelemahannya ialah sulit dalam
pengerjaannya.
5. Beton Geopolimer
Geopolimer merupakan material ramah lingkungan yang biasa dikembangkan
sebagai alternatif pengganti beton semen di massa mendatang. Bahan dasar utama
pembuatan beton geopolimer adalah bahan yang banyak mengandung silicon dan
alumunium. Unsur-unsur ini, diantaranya banyak terdapat pada material buangan
hasil sampingan industry, seperti abu terbang (fly ash) sisa pembakaran batu bara.
Untuk melarutkan unsur-unsur silikon dan alumunium, serta memungkinkan
terjadinya reaksi kimiawi digunakan larutan bersifat alkalis. Material geopolimer
ini jika digabungkan dengan agregat batuan batuan akan menghasilkan beton
geopolimer tanpa perlu semen lagi. Sebuah perusahaan beton pracetak di Australia,
bahkan sudah mulai memproduksi prototipe beton geopolimer pracetak dalam
bentuk bantalan rel kereta, pipa beton untuk saluran pembuangan air kotor dan
lainnya.
6. Beton Polimer
10
Beton polimer pertama kali ditemukan oleh Prof. Ir. H Djuanda Suraatmadja.
Dibantu kedua rekannya yang berstatus mahasiswa, Dicky dan Budi. Ide dasar
penelitian beton polimer karena pemikiran awal yang menginginkan beton
memiliki sifatsifat yang lebih baik dibandingkan beton semen. Beton polimer
sendiri adalah gabungan dari rekayasa komposit beton klasik dan polimer. Seperti
yang sudah diketahui beton terbentuk dari beberapa bahan yang diikat oleh semen
bercampur air. Sedangkan polimer adalah suatu zat kimia yang terdiri dari molekul-
molekul besar dengan karbon dan hydrogen sebagai molekul utamanya. Adapun
bahan baku polimer didapatkan dari limbah plastik yang didaur ulang, kemudian
dicampur dengan bahan kimia lainnya.
Bahan dasar semen adalah batu kapur dan tanah liat dari alam yang memiliki
berbagai oksida. Standar Industri Indonesia (SID) 0013-1981 mendefenisikan
bahwa semen Portland ialah semen hidrolis, dibuat dengan menghaluskan klinker
yang mengandung silikat kalsium (bersifat hidrolis) dan gypsum.
Semen portland secara garis besar terdiri dari 4 (empat) senyawa kimia utama
yang masing-masing berfungsi sebagai (Mulyono, 2004):
1. Trikalsium silica (C₃S)
Trikalsium silica dalam semen memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Berpengaruh terhadap pengerasan semen, terutama sebelum umur 14hari
setelah mempengaruhi Kekuatan awal beton.
b. Apabila tercampur air Trikalsium silica segera mulai berhidrasi dan
menghasilkan panas hidrasi yang cukup tinggi.
2. Dikalsium silika (C₂S)
Dikalsium silika dalam semen memiliki fungi sebagai berikut:
a. Dikalsium silika bereaksi dengan air lebih lambat dan panas hidrasi lebih
rendah.
b. Pengaruh dikalsium silika terhadap pengerasan semen setelah berumur
lebih dari 7 hari dan memberikan kekuatan akhir padabeton.
3. Trikalsium alumina (C₄A)
Trikalsium alumina dalam semen memiliki fungi sebagai berikut:
13
2. Agregat Kasar
Adalah kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batu atau berupa batu
pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir
antar 5 mm - 40 mm.
SN1 - 03 - 2834 - 2000 memberikan syarat-syarat untuk gradasi agregat
yang diadopsi dari British Standard yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan
Tabel 2.3
Adapun gradasi agregat kasar yang baik, sebaiknya masuk dalam
batas batasan yang tercantum pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Ukuran Agregat Kasar (SNI-03-2834-2000)
dianjurkan (dosis) berkisar antara 0,2% - 0,5% dari pemakaian semen yang
dibutuhkan (Antoni, 2007).
2.4.5 Serbuk Cangkang Telur
Serbuk cangkang telur merupakan serbuk yang dihasilkan dari proses
penumbukan cangkang telur yang lolos saringan No.200. Cangkang telur
merupakan lapisan luar dari telur yang berfungsi melindungi semua bagian telur
dari luka atau kerusakan. Cangkang telur ayam yang membungkus telur umumnya
beratnya 9-12% dari berat telur total. Warna kulit telur ayam bervariasi, mulai dari
putih kekuningan sampai cokelat. Warna cangkang luar telur ayam ras (ayam
boiler) ada yang putih, ada yang cokelat. Bedanya pada ketebalan cangkang, yang
berwarna cokelat lebih tebal daripada yang berwarna putih (Wirakusumah, 2011).
Komposisi utama dalam cangkang ini adalah kalsium karbonat (CaCO3) sebesar
94% dari total bobot keseluruhan cangkang, kalsium fosfat (1%), bahan-bahan
organik (4%) dan magnesium karbonat (1%) (Rivera, 1999).Berdasarkan hasil
penelitian, serbuk cangkang telur ayam mengandung kalsium sebesar 401± 7,2
gram atau sekitar 39% kalsium, dalam bentuk kalsium karbonat.(Schaafsma, 2000).
Kandungan kalsium karbonat dari cangkang telur dapat digunakan sebagai sumber
kalsium yang efektif untuk metabolisme tulang (Rivera,1999).Lapisan kulit telur
memberikan perlindungan fisik, terutama terhadap mikroba, karena mengandung
enzim lisozim, maka membran kulit telur dipercaya bersifat membunuh mikroba
(bakteriosidal) terhadap Gram positif. Lapisan ini tidak efektif untuk mencegah
masuknya mikroba yang mneghasilkan enzim proteolitik, karena protein lapisan
tersebut akan mudah dihancurkan oleh enzim bakteri (Winarno dan Koswara,
2002). Kutikula berfungsi menutupi pori-pori sehingga mengurangi hilangnya air,
gas dan masuknya mikroba, tetapi fungsi kutikula akan hilang selama telur
disimpan (Romanoff, 1963). Kutikula pada telur segar merupakan garis pertahanan
pertama dari telur yang memberikan pembatasan fisikterhadap masuknya mikroba
(Winarno dan Koswara, 2002).
2.5 Perencanaan Campuran Beton
Setelah semua bahan sifat bahan baku yang digunakan dalam pengerjaan beton
diketahui, maka dilanjutkan ke tahap perencanaan pencampuran beton
17
Pengujian slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kelecekan beton segar yang
dihasilkan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan kerucut abrams,
pelaksanaan pengujian denagan cara kerucut abrams diletakan diatas talam baja
yang rata dan tidak menyerap air. Adukan beton dituang dalam 3 tahap, volume
berturut-turut 1/3, 2/3, hingga penuh. Tiap lapisan ditumbuk dengan menggunakan
batang baja dimeter 16 mm dan panjang 600 mm sebanyak 25 kali, penusukan
dilakukan secara merata keseluruh bidang dan dijaga agar tidak mengenai lapisan
dibawahnya. Kemudian kerucut diangkat tegak lurus keatas, maka lapisan beton
akan turun dari posisi semula, penurunan ini diukur dengan cara meletakan kerucut
abrams di sampingnya, kemudian diukur selisih beda tingginya penurunan dari
posisi seluma ini disebut slump.
Menurut (Antoni, 2007 ) ada tiga jenis slump yaitu:
1. Slump sejati merupakan penurunan umum dan seragam tanpa adukan
beton yang dipecahkan, pengukuran slump ini dengan mengukur
penurunan minimum dari puncak kerucut.
2. Slump geser terjadi apabila separuh puncak kerucut adukan beton tergeser
dan tergelincir kebawah pada bidang miring, pengambilan nilai slump
geser ada dua cara, yaitu penurunan minimum dan penurunan rata-rata dari
puncak tersebut.
3. Slump runtuh terjadi pada kerucut adukan beton yang runtuh seluruhnya
akibat adukan beton yang terlalu cair, pengambilan nilai slump ini dengan
cara mengukur penurunan minimum dari puncak tersebut.
2.7 Kekuatan Tekan Beton (fc’)
Kuat tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kuat tekan adalah
kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Walaupun dalam
beton terdapat tegangan tarik yang kecil, diasumsikan bahwa semua tegangan tekan
didukung oleh beton tersebut (Mulyono, 2004). Kuat tekan beton didapat melalui
pengujian kuat tekan dengan memakai alat uji tekan (compressive strength
machine). Pemberian beban tekan dilakukan bertahap dengan kecepatan beban
tertentu atas uji beton. Besarnya kuat tekan beton dapat dihitung dengan rumus
19
Keterangan :
𝑎 = presentase berat benda uji yang tertahan (%)
A = berat benda uji yang tertahan di atas ayakan a (mm)
B = berat benda uji total
3.2.2 Berat Jenis dan Penyerapan
a. Berat Jenis
Berat jenis agregat adalah rasio antara masa padat agregat dan masa air
dengan volume sama pada suhu sama. Sedangkan penyerapan adalah
kemampuan agregat untuk menyerap air dalam kondisi kering sampai dengan
kondisi jenuh permukaan kering ( SSD = Saturated Surface Dry).
Berat jenis digunakan untuk menentukan berat jenis agregat dalam
keadaan kering oven dan dalam keadaan kering permukaan jenuh air (SSD)
dan untuk menentukan presentase kadar air agregat dalam keadaan jenuh
kering (SSD).
b. Standard Pemeriksaan/Pengujian
1. AASHTD T-84-7 : Spesific Gravity and Absorptionof Fine Aggregates
2. ASTM C-127 : Test Methode for Density, Relative Density(Specific
Gravity) and Absorption of Coase Aggregates
c. Perhituungan
1. Berat jenis dan penyerapan agregat kasar
a) Berat jenis kering (Bulk specific gravity)
Berat jenis dilihat dengan persamaan sebagai berikut ini :
23
Berat jenis = 𝐵𝐾
(3.2)
𝑊2+𝐵𝑗−𝑊1
Keterangan :
Bk = berat benda uji kering oven
Bj = berat uji kering permukaan jenuh air
W1 = berat piknometer berisi air dan benda uji
W1 = berat piknometer berisi air
2. Berat jenis dan penyerapan agregat halus
a) Berat jenis kering (Bulk specific gravity)
Berat jenis kering dapat dilihat dengan persamaan berikut ini :
𝐵𝐾
Berat jenis kering = (3.6)
𝑊2+𝐵−𝑊1
ini :
Berat jenis semu = 𝐵𝐾
(3.8)
𝑊2+𝐵𝑘−𝑊1
25
Keterangan :
Bk = berat benda uji kering oven
B = berat benda uji dalam keadaan SSD
W1 = berat piknometer berisi air dan benda ujiW1
= berat piknometer berisi air
3.2.3 Kadar Air dan Kadar Lumpur Agregat
Kadar air agregat adalah besarnya perbandingan antara berat air yang
dikandung agregat dalam keadaan kering, dinyatakan dalam % (persen).
Secara umum pengujian ini bertujuan untuk mengetahui berat jenis dan
persentase berat air yang terkandung (dapat diserap) oleh agregat, dihitung terhadap
berat keringnya.
Secara khusus pengujian ini bertujuan untuk menentukan berat jenis agregat
kasar dalam keadaan kering oven, menentukan berat jenis agregat kasar dalam
keadaan jenuh air kering permukaan (SSD), menentukan kadar air agregat kasar
dalam keadaan jenuh air kering permukaan (SSD).
a. Standard pemeriksaan pengujian
1. SNI 03-1971-1990 : Metode Pengujian Kadar Air Agregat
2. SNI 03-4141-1996 : Metode Pengujian Kadar Lumpur Agregat
b. Perhitungan
1. Persentase kadar air
Persentase kadar air dapat dilihat dengan persamaan sebagai berikut ini :
𝑊1−𝑤2
𝑎= 𝑥100% (3.10)
𝑊2
Keterangan :
𝑎 = presentase kadar air agregat (%)
26
c. Saringan
Pada pengujian kadar lumpur pada agregat halus dan kasar, alat-
alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Bejana atau gelas ukur.
2. Cawan.
3. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
4. Oven
Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu :
1. Agregat halus sebanyak 1000 gram.
2. Agregat kasar sebanyak 2000 gram.
3. Air bersih dilaboratorium.
Langkah kerja pengujian kadar lumpur yaitu :
1. Timbang agregat kasar dan halus sebelum dicuci, catat berat
agregat.
2. Cuci agregat kasar dan halus dengan air secukupnya,sampai airnya
terlihat jernih, kemudian keringkan agregat yang telah dicuci ke
dalam oven selama 24 jam.
3. Setelah 24 jam keluarkan agregat-agregat yang dikeringkan dioven
kemudian timbang berat agregat, catat hasilpenimbanngan.
4. Mulailah mengelolah data yang didapat hingga mendapatkan hasil
kadar lumpur pada masing-masing agregat.
Gambar 3.2 Pengujian Kadar Lumpur Pada Agregat Halus Dan Kasar
Perhitungan :
Kadar Lumpur
𝑊1−𝑊2 𝑥 100%. (3.13)
𝑊1
Keterangan :
W1 = berat agregat awal
W2 = berat agregatsetelah dicuci dan dikeringkan dioven.
29
c) Pengujian Berat Jenis SSD dan Penyerapan Air Agregat Halus.
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan berat jenis agregat halus
dalam keadaan kering oven, menentukan berat jenis agregat halus
kering permukaan, menentukan kadar air agregat halus kering
permukaan jenuh air (SSD).
Berat jenis agregat adalah rasio antara masa padat agregat dan masa
air daengan volume sama pada suhu yang sama. Sedangkan penyerapan
adalah kemampuan agregat untuk menyerap air dalamkondisi kering
sampai dengan kondisi jenuh permukaan kering (SSD
= Saturated Surface Dry ).
Agregat halus yang akan dipakai didalam campuran beton akan
digabung dengan agregat kasar, untuk itu harus diketahui dahulu berapa
nilai berat jenisnya, begitu pula penyerapan agregat halus terhadap air
menentukan banyaknya air yang digunakan dalam campuran beton.
Pada pengujian berat jenis SSD dan penyerapan air alat-alat yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
2. 2 buah piknometer/gelas ukur kapasitas 1000 ml.
3. Kerucut terpancung untuk menentukan SSD beserta alasnya.
4. Batang penumbuk dengan permukaan rata.
5. Saringan No. 4 (4,75 mm).
6. Oven.
7. Cawan.
8. Kuas.
Adapun bahan-bahan yang digunakan :
1. Agregat halus yang lolos saringan No 4 (4,75) seberat 1000 gram.
2. Benda uji yang terlebih dahulu dibuat dalam keadaan jernih air
kering permukaan (SSD).
Langkah kerja pengujian berat jenis SSD dan penyerapan air
agregat halus :
a) Penentuan SSD agregat halus :
1. Masukan benda uji kedalam kerucut terpancung dalam 3 lapisan,
yang masing-masing lapisan ditumbuk sebanyak 8 kali ditambah
1 kali penumbukan dibagian atasnya (seluruhnya 23 kali
tumbukan).
2. Angkat cetakan kerucut terpancung perlahan-lahan.
a) Sebelum mengangkat cetakan, sekitar cetakan kerucut
30
terpancung harus dibersihkan dari butiran agregat dengan
menggunakan kuas.
b) Pengangkatan cetakan harus benar-benar vertikal.
c) Periksa bentuk agregat hasil pencetakan setelah kerucut
terpancung diangkat.
Bentuk hasil kerucut terpancung pada pengujian agregat umumnya
ada 3 jenis yang masing-masing menyatakan keadaan air dari agregat
tersebut, untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar ini :
Gambar 3.8 Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat Halus
Sumber : https://images.app.goo.gl/JrawnXrcXNvVGNjt6
Catatan :
1. Jika keadaan agregat kering, maka agregat-agregat perlu ditambah
air secukupnya.
2. Jika keadaan agregat basah, maka agregat perlu ditambah agregat
kering atau dikeringkan di udara.
b) Penentuan berat jenis dan penyerapan agregat halus :
1. Timbang agregat dalam keadaan SSD tersebut pada (a) seberat
500 gram dibuat dua sampel, lalu masukan ke dalam piknometer
masing-masing.
2. Masukan air bersih mencapai 90% isi piknometer, putar sambil
diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara didalamnya.
3. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas.
4. Timbang piknometer berisi air dan benda uji (B1).
5. Keluarkan benda uji, perhatikan jangan sampai benda uji
terbuang pada saat dikeluarkan, letakan ke dalam cawan dan
keringkan di oven.
Keterangan :
B1 = Berat piknometer berisi benda uji dan air (gram)
B2 = Berat piknometer berisi air (gram)
B3 = Berat benda uji dalam keadaan kering (gram)
B4 = Berat benda uji awal (gram
d) Pengujian berat jenis SSD dan penyerapan air agregat kasar
Pengujian ini dilakukan untuk menentukan berat jenis agregat kasar
dalam keadaan kering oven, menentukan berat jenis agregat kasar
dalam jenuh air kering permukaan (SSD), dan menentukan kadar air
agregat kasar dalam keadaan keadaan kering permukaan jenuh air
(SSD).
Berat jenis agregat kasar berkisar 2,0-2,6 semakin besar berat jenis
agregat semakin bagus beton yang dihasilkan. Penyerapan air umumnya
berkisar sekitar 0,2% - 5% penyerapan air menenujukan kepadatan butir
agregat atau keropos tidaknya butiran. Keadaan ini perlu
diperhitungkan dalam pengadukan beton, bila tidak maka f.a.s akan
selalu berubah-ubah.
Pada pengujian berat SSD dan penyerapan air agregat kasar alat-
alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
2. Oven.
3. Kain perca.
4. Bejana gelas.
5. Cawan.
Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu :
1. Agregat kasar sebanyak 500 gram
Langkah kerja pengujian berat jenis SSD dan penyerapan air
agregat kasar :
1. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain
yang melekat pada agregat.
2. Keringkan benda uji pada oven sampai mendapatkan berat konstan,
32
dinginkan melalui suhu ruangan dan timbang beratnya.
3. Rendam benda uji di dalam air pada suhu ruang selama 24 jam.
4. Keluarkan benda uji di air, lap dengan kain penyerap sampai
selaput air pada permukaan agregat hilang (agregat ini dinyatakan
dalam keadaan jenuh kering permukaan atau SSD). Perhatikan
untuk pengeringan butir yang besar harus satu persatu di lap.
5. Timbang berat benda uji dalam keadaan jenuh air kering
permukaan (Bj).
6. Masukan benda uji kedalam bejana gelas dan tambahkan air hingga
benda uji terendam dan permukan air tanda batas.
7. Timbang berat bejana yang berisi benda uji + air (W1).
8. Bersihkan bejanan dari benda uji dan masukan air lagi sampai
permukaanya ada tanda batas seperti langkah 6. Lalu timbang
beratnya (W2).
Perhitungan:
a) Berat jenis kering (bulk specific grafity)
𝐵𝑘
= (3.17)
𝑊2+𝐵𝑗−𝑊1
Bobot isi agregat merupakan perbandingan antara berat agregat dengan volume yang
ditempatinya. Hal ini bisa digunakan untuk mempermudah perhitungan adonan beton jika kita
menimbang agregat menggunakan ukuran volume, sebab umumnya agregat tersebut pada
keadaan padat, sedangkan pada kenyataannya di waktu penimbangan agregat tidak dilakukan
menggunakan dolak (wadah penakaran sehingga satuan volume agregat berada dalam
keadaan gembur, sehingga dibutuhkan faktor konversi (faktor pengali).
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui nilai bobot isi gembur dan nilai bobot isi
padat suatu agregat.Standar dari pemeriksaan pengujian Agregat ini SNI 03-4804-1998 :
Metode Pengujian Bobot Isi dan Rongga Udara dalam Agregat.
A. Peralatan dan Bahan
34
a. Peralatan
1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
2. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ± 5)°C
3. Cawan
4. Density spoon
5. Bejana silinder AK AH
6. Batang penumbuk
7. Mistar
b. Bahan
1. Agregat kasar 1/2 (split)
2. Agregat halus (pasir)
B. Prosedur Pelaksanaan
a. Bobot Isi Gembur Agregat
Adapun prosedur pelaksanaan dari bobot isi gembur agregat antara lain :
1. Bejana silinder ditimbang (A) dan dihitung volumenya (V).
2. Agregat dimasukkan kedalam bejana silinder dengan hati-hati agar tidak terjadi
pemisahan butir,dari ketinggian maksimum 5 cm diatas bejana silinder sampai
penuh.
3. Permukaan bejana silinder diratakan dengan batang penumbuk.
4. Berat bejana silinder + agregat (C) ditimbang.
5. Agregat dikeluarkan dari bejana silinder. Kemudian kegiatan diatas diulangi hingga
tiga kali untuk mendapatkan angka rata-rata bobot isi gembur agregat.
b. Bobot Isi Padat Agregat
Adapun prosedur pelaksanaan dari bobot isi gembur agregat antara lain:
1. Bejana silinder ditimbang (A) dan dihitung volumenya (V).
2. Agregat dimasukkan kedalam bejana silinder dalam 3 lapisan, setiap lapisan diisi
1/3 dari volume penuh, disetiap lapisan agregat ditusuk 25x menggunakan batang
penumbuk.
3. Setelah lapisan terakhir, permukaan bejana silinder diratakan dengan batang
penumbuk.
4. Berat bejana silinder + agregat (C) ditimbang.
5. Agregat dikeluarkan dari bejana silinder. Kemudian kegiatan diatas diulangi hingga
tiga kali untuk mendapatkan angka rata-rata bobot isi padat agregat
C. Perhitungan
Bobot isi agregat
𝐶−𝐴
Β= (3.12)
𝑉
35
Keterangan :
β = Bobot isi agregat (gr/cm3)
C = Berat agregat + berat bejana silinder (gram)
Keterangan :
V1 = pembacaan pertama pada tabung.
V2 = pembacaan kedua pada skala tabung.
(V2-V1) = isi cairan yang dipindahkan oleh semen .
d = berat isi air pada suhu ruangan yang tetap,
dipakai 1.
37
b) Konsitensi Semen
Pengujian ini berdasarkan SK SNI M-113-1990-03, tentang
”Metode Pengujian Waktu Ikat Awal Semen Portland”. Pengujian ini
dilakukan untuk menentukan adukan beton telah mencapai waktu
pengikat awal dan pengikat akhir. Waktu ikat awal adalah waktu yang
dibutuhkan sejak semen bercampur dengan air dari kondisi plastis
menjadi tidak plastis, sedangkan waktu ikat akhir adalah waktu yang
dibutuhkan sejak semen bercampur dengan air dari kondisi plastis
menjadi ‘keras’ yang dimaksud dengan keras pada waktu ikat akhir
adalah hanya bentuknya saja yang sudah kaku, tetapi pada pasta
semen tersebut belum boleh dibebani, baik oleh berat sendiri maupun
beban dari luar. Waktu ikat awal menurut standard SII maksimum 45
menit, sedangkan waktu ikat akhir maksimum 360 menit. Waktu ikat
awal tercapai apabila masuknya jarum vicat ke dalam sampel dalam
waktu 30 detik sedalam 25 mm, sedangkan waktu ikat akhir tercapai
apabila pada saat jarum vicat diletakan diatas sampel selama 30 detik.
Pada pengujian konsistensi semen, alat yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Gelas ukur.
2. Mesin pengaduk.
3. Spatula.
4. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.
5. Alat vicat.
Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu:
1. Semen
2. Air
Langkah kerja pada pengujian konsistensi semen yaitu :
1. Masukan air suling sebanyak jumlah air yang dipakai untuk
mencapai konsitensi normal semen sebanyak 25% dari jumlah
semen kedalam teromol pengaduk.
2. Masukan semen sebanyak 300 gram, diamkan selama 30 detik.
49
… Mpa pada
1. Kuat tekan yang
28 haribagian
disyaratkan (benda uji
Ditetapkan cacat 5% k =
silinder/kubus)
1,64
2. … Mpa
Butir 4.3.2.1.1).(2
Deviasi standar atau tanpa
tabel 1)
data
3. 1,64 x … = …
Nilai tambah (margin) Butir 4.2.3.1.2)
Mpa
Kekuatan rata-rata yang …+…=…
4.
ditargetkan Butir 4.2.3.1.3)
Mpa
5.
Jenis semen Ditetapkan …
9. Ditetapkan butir
Slump … mm
4.2.3.3
10.
Ukuran agregat Ditetapkan
Maksimum 4.2.3.4 … mm
11.
Tabel 3 butir
Kadar air bebas … kg/m3
4.2.3.4
49
12.
Jumlah semen 11 : 8 atau 7 … kg/m3
13.
Jumlah semen maksimum Ditetapkan … kg/m3
Grafik 7, 8, 9 atau
17. Susunan agregat kasaratau Tabel 7, Grafik 10,
gabungan ...
11, 12
Grafik 13 s/d 15atau
18.
Persen agregat halus perhitungan …%
… - (… + …) =
21. Kadar agregat gabungan 20-(12+11) …kg/m3
22. …x…=…
Kadar agregat halus 18x21
kg/m3
23. …-…=…
Kadar agregat kasar 21-22
kg/m3
Proporsi campuran :
24. - Semen … kg
- Air … kg/l
-
- Agregat Halus … kg
- Agregat Kasar … kg
Koreksi proporsi
25.
Campuran - ...
(Sumber : SNI 03-2834-1993)
Mix design
SNI 2847-2013
Tidak
Pembuatan Beton Segar
Pengujian slump
Ya
Pembuatan Benda Uji
Ya
Analisa Data
Selesai
47
BAB IV
1. Agregat Halus
90
80
70
60
50 % Minimum
40 % Maksimum
30 % AH Lolos
20
10
Berat Tertahan
Nomor Ayakan Kumulatif Lolos
(mm) (gr) (%) Tertahan (%) (%)
38,1 0 0 0 100
19 305,7 15,285 15,28 84,72
12,5 797,1 39,855 55,14 44,86
Berat Tertahan
Nomor Ayakan Kumulatif Lolos
(mm) (gr) (%) Tertahan (%) (%)
2,36 0 0 99,59 0,41
1,18 0 0 99,59 0,41
0,6 0 0 99,59 0,41
0,3 0 0 99,59 0,41
0,15 0 0 99,59 0,41
Pan 8,1 0,41 - -
Jumlah 2000 100 667,99 -
% kumulatif
Maka didapat nilai Modulus Halus Butir Agregat (MHB) =
100
667,99
=
100
= 6,67
Dari data diatas diperoleh nilai Modulus Halus Butir (MHB)
agregat kasar sebesar 6,67 nilai tersebut memenuhi syarat standar yaitu
sebesar 5 – 8 berdasarkan SNI 03-1968-1990.
4.1.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui berat jenis curah,
berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis semu serta
penyerapan air dari agregat.
1. Agregat Halus
Hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus dapat
dilihatpada Tabel 3.4.
Tabel 4.3 Hasil pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus
Pemeriksaan Satuan Berat Keterangan
Berat Benda Uji (BJ) gr 500 -
Piknometer + air (W2) gr 1652,1 -
Piknometer + air + agregat halus (W1) gr 1349,2 -
50
2. Agregat Kasar
Berdasarkan hasil perhitungan diatas didapat kadar air agregat halus sebesar
3,62% memenuhi syarat standar kadar air agregat halus yaitu 3 % - 5 % berdasarkan
SNI 03-1971-1990. Kadar lumpur agregat halus sebesar 2,46 % memenuhi syarat
standar kadar lumpur agregat halus yaitu < 5% berdasarkan
52
SNI 03-4141-1996.
2. Agregat Kasar
Dari hasil pemeriksaan kadar air dan kadar lumpur yang telah dilakukan
diperoleh data seperti pada tabel 4.6 berikut ini :
Tabel 4.6 Hasil pemeriksaan kadar air dan kadar lumpur agregat kasar
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan diperoleh nilai berat jenis semen
sebesar 3,01 gr/cm3. Hasil perhitungan memenuhi syarat standar berat jenissemen
yaitu sebesar 3,00 - 3,20 gram/cm3 berdasarkan SNI-15-2531-1991.
4.2.2 Pemeriksaan Konsistensi Semen
Dari hasil pemeriksaan di laboratorium diperoleh hasil konsistensi
semenpadai Tabel 4.12 berikut ini :
Tabel 4.12 Hasil pemeriksaan konsistensi semen
Waktu ikat
45
40 40.5 39
35 35
30
25
Penurunan (mm)
20
15 penurunan
10
7
0 2 1.5 0.5 0.3 0
30 45 60 75 90 105 120 130 150
Waktu (menit)
No Tabel/Grafik Nilai
Uraian
Perhitungan
1 30 Mpa pada
Kuat tekan yang diisyaratkan Ditetapkan
umur 28 hari
2 Deviasi Standar (S) Diketahui 7 Mpa
3 Nilai Tambah (Margin) 1.64 x (S) 11,5 Mpa
4 Kekuatan rata-rata yang
1+3 41,5 Mpa
ditargetkan
5 Semen Portland
Jenis Semen Ditetapkan
tipe I
6 Jenis Agregat : - Kasar - Split Merak
Ditetapkan - Tanjung Raja
- Halus
7 Tabel 2
Faktor air semen bebas 0,42
Grafik 1 atau 2
58
Kode benda uji selengkapnya dapat dilihat pada keterangan berikut ini :
BN = Beton normal
Dari perhitungan Tabel 4.18 dapat diperoleh perencanaan campuran
beton campuran untuk setiap 9 benda uji sebagai berikut.
Tabel 4.19 Perencanaan beton campuran untuk setiap 9 benda uji
Kode Semen Agregat Agregat Air Serbuk
Benda Uji (kg) Halus Kasar (kg/liter) Cangkang Telur
(kg) (kg) (kg)
BC 1 25,966 35,733 49,346 11,244 0,803
Berdasarkan Tabel 4.20 data hasil Slump Test beton, diperoleh grafik nilai
Slump Test sebagai berikut :
2
0
BC BC1 BC2 BC3
beton dilakukan pada benda uji berumur 7, 14 dan 28 hari dengan mutu
beton yang direncanakan yaitu fc’ 30 dengan jumlah benda uji sebanyak
36 sampel berbentuk silinder data kuat tekan dapat dilihat pada Tabel
4.21 – Tabel 4.24 berikut ini.
1. Pengujian Kuat Tekan Beton Umur 7 Hari
Data hasil pengujian kuat tekan beton umur 7 hari dapat dilihat pada
Tabel 4.21 Berikut ini.
Berdasarkan Tabel 4.21, 4.22, dan 4.23 data hasil kuat tekan beton umur
7, 14, dan 28 hari,diperoleh grafik nilai uji kuat tekan sebagai berikut :
Berikut ini adalah grafik hasil uji kuat tekan beton dari penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Ray (2019) Dengan presentase campuran 2% 4% 6% 8% 10% :
Benda BN BC 3% BC 6% BC 9%
Uji
% % %
Uji terhadap terhadap terhadap
BN BN BN
7 23,96 12,17 -11,79 15,28 -8,68 13,68 -10,28
BAB V
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan yaitu:
1. Kuat tekan beton normal yang dihasilkan pada umur 28 hari sebesar 30,958
Mpa. Sedangkan untuk beton campuran cangkang telur presentase 6% pada
umur 28 hari mendapatkan hasil kuat tekan tertinggi yaitu sebesar 19,15 Mpa
tetapi belum memenuhi kuat tekan utama yaitu fc 30.
2. Penambahan cangkang telur ayam sebagai pengganti sebagian semen untuk
campuran beton kurang efektif karena terjadi penurunan dari kuat
tekan beton normal.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka didapatkan saran yaitu:
1. Sebaiknya untuk campurannya ditambah bahan tambah lainnya sebagai
pendamping bahan cangkang telur untuk melihat apakah dapat memberikan
hasil yang lebih maksimal.
2. Sebaiknya campuran cangkang telur digunakan untuk beton fc yang lebih
rendah agar kuat tekannya lebih optimum.
3. aran saya pake cangkang telur merpati