ISBIR
NIM 2018510021
PAMEKASAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini hingga selesai.
4. Ibu Nurul Lia Suryani, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu
pelaksanaan laporan ini .
7. Ucapan terima kasih yang kepada keluarga saya. Ayah, ibu dan
saudara- saudara saya yang telah memberi kasih sayang, materi,
dukungan moral, dan do’a yang tiada henti untuk melancarkan kerja
i
praktek dan penulisan laporan kerja praktek saya.
Penyusun :
Isbir
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3. Batasan Masalah ..................................................................................... 2
1.4. Tujuan ..................................................................................................... 3
1.5. Manfaaat ................................................................................................. 3
iii
3.2. Pekerjaan Kolom .................................................................................... 37
3.2.1. Pemasangan Tulangan Kolom .................................................... 37
3.2.2. Pemasangan Bekisting Kolom .................................................... 38
3.2.3. Pekerjaan Pengecoran Kolom ..................................................... 39
3.2.4. Pekerjaan Pembongkaran Bekisting ........................................... 40
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 59
5.2. Saran ....................................................................................................... 60
iv
DAFTAR PUSTAKA
Aprilian, F.V. 2018. Program Bantu Analisis Kolom Segi Empat (Js-Column)
Berbasis Web Berdasarkan SNI 2847:2013. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. Yogyakarta.
Barus, E.A. 2019. Laporan Kerja Praktek Pada Proyek Pembangunan Gedung
Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provsu. Universitas Medan
Area. Medan.
Putra, D.M. 2019. Laporan Kerja Praktek Pada Proyek Pembangunan Skyview
Setia Budi Apartement Medan. Universitas Medan Area. Medan.
Teknik Sipil, Seputar. 2017. Teknik Pondasi: Pengertian, Jenis Pondasi dan
Analisa . https://www.situstekniksipil.com/2017/02/pengertian-fondasijenis-
jenis-fondasi.html. 09 Desember 2021(21:57)
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
kejadian berada dan akan mengarahkan ambulans dari Puskesmas, pos
kesehatan, rumah sakit pemerintah yang paling dekat dengan lokasi kejadian.
Gedung Public Safety Center ini untuk kegiatan pembangunannya di
lakukan oleh Kontraktor bernama “ CV. Cendana Indah“ yang dipimpin oleh
bapak Zainulloh dan di rencanakan oleh sebuah konsultan perencana yang
bernama “Global Design Consultant“.
Pada perencanaan pembangunan Gedung Kantor Dinas Perdagangan
Dan Perindustrian sampang ini, seluruh pekerjaan struktural dilakukan secara
manual yaitu menggunakan metode cor ditempat (cast in situ). Maka Laporan
Praktek Kerja Lapangan ini mengangkat tema, yaitu : “Perencanaan Dan
Pelaksanaan Struktur Pondasi Dan Kolom Beton Bertulang Pada
Pembangunan Gedung Public safety Center 119 Kabupaten Sampang”.
Dalam penyusunan laporan kerja praktek (KP) ini tidak semua item pekerjaan
dihitung dikarenakan waktu yang terbatas, sehingga penyusunan hanya
mengambil beberapa pekerjaan saja, seperti pekerjaan pondasi dan kolom.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang dihadapi
adalah sebagai berikut :
1. Berapa dimensi struktur pondasi dan kolom?
2. Berapa ukuran tulangan pada struktur pondasi dan kolom tersebut?
3. Bagaimana tahapan metode pelaksanaan konstruksi di lapangan?
4. Permasalahan apa saja yang terjadi di lapangan?
1.3 Batasan Masalah
Mengingat bahwa tidak semua bidang dapat di pelajari serta terbatasnya
waktu yang di berikan untuk penyusunan laporan kerja praktek ini, maka
kerja praktek ini difokuskan pada perencanaan Pekerjaan Pondasi dan Kolom:
a. Pekerjaan Bekisting
b. Pekerjaan Pembesian
c. Pekerjaan Pengecoran
d. Pekerjaan Perhitungan Struktur Pondasi dan Kolom
2
1.4 Tujuan
Kegiatan kerja praktek ini dilakukan dengan beberapa tujuan :
1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan kurikulum bagi mahasiswa Teknik
pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Madura.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses Metode Pelaksanaan di lapangan .
3. Untuk mengetahui permasalahan apa saja yang terjadi di lapangan pada
saat proses pelaksanaan.
4. Untuk mengetahui bagaimana cara menghitung dimensi struktur dan
dimensi tulangan pada Pondasi dan Kolom agar menghasilkan struktur
yang aman.
1.5 Manfaat
Manfaat Kegiatan Kerja Praktek yaitu :
1. Agar dapat menerapkan teori dan ilmu yang telah diperoleh di bangku
kuliah dengan di lapangan.
2. Memperoleh pengalaman, keterampilan dan wawasan di dunia kerja.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Pemilik proyek atau Pengguna jasa adalah orang/badan yang
memiliki proyek dan memberikan pekerjaan atau menyuruh
memberikan pekerjaan kepada pihak penyedia jasa dan yang membayar
biaya pekerjaan tersebut. (Elieser, A.B. 2019)
Hak dan kewajiban seorang pemberi tugas (owner) adalah:
a. Menunjuk Konsultan Perencana dan Konsultan Pengawas.
b. Menunjuk Kontraktor Perencana.
c. Meminta laporan secara periodic mengenai pelaksanaan pekerjaan
yang telah dilakukan oleh penyedia jasa.
d. Menerima dan mengomentari laporan dari kontraktor melalui
Konsultan Pengawas.
e. Memberikan fasilitas baik berupa sarana dan prasarana yang
dibutuhkan oleh pihak penyedia jasa untuk kelancaran pekerjaan.
f. Menyediakaii site/lahan untuk tempat pelaksanaan pekeijaan.
g. Mengurus dan membiayai perizinan.
h. Menyediakan dana dan kemudian membayar kepada pihak penyedia
jasa sejumlah biaya yang diperlukan untuk mewujudkan sebuah
bangunan.
i. Ikut mengawasi jalannya pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan
dengan Gara menempatkan atau menunjuk suatu badan atau orang
untuk bertindak atas nama pemilik.
j. Mengesahkan perubahan dalam pekerjaan bila terjadi perubahan.
k. Menerima dan mengesahkan pekerjaan yang telah selesai
dilaksanakan oleh penyedia jasa jika produknya telah sesuai dengan
apa yang dikehendaki.
l. Menerima laporan akhir/menutup proyek.
Wewenang pemberi tugas adalah:
a. Memberitahukan hasil lelang secara tertulis kepada masing-masing.
kontraktor.
b. Dapat mengambil alih pekerjaan secara sepihak dengan cara
memberitahukan secara tertulis kepada kontraktor jika telah terjadi
hal-hal diluar kontrak yang telah ditetapkan. (Elieser, A.B. 2019)
5
2.1.2. Konsultan Perencana
Konsultan perencana adalah orang/badan yang membuat
perencanaan pembangunan secara lengkap dalam semua bidang seperti
melakukan desain struktur, membuat gambar struktur lengkap dengan
dimensi dan gambar-gambar pelengkap lainnya. Konsultan perencana
dapat berupa perseorangan/perseorangan berbadan hukum/badan
hukum yang bergerak dalam bidang perencanaan pekerjaan bangunan.
(Elieser, A.B. 2019)
2.1.3. Konsultan Pengawas
Konsultan Pengawas bertujuan untuk mengawasi teknik
pelaksanaan, waktu, biaya dan mutu agar pelaksanaan dapat berjalan
sesuai dengan perjanjian/spesifikasi yang telah direncanakan/disepakati.
Hak dan kewajiban Konsultan Pengawas adalah:
a. Menyelesaikan pelaksanaan pekerjaan dalam waktu yang telah
ditetapkan
b. Membimbing dan mengadakan pengawasan secara periodik dalam
pelaksanaan pekerjaan, seperti:
- Mengawasi proyek
- Mengawasi kualitas dan kuantitas konstruksi
- Mengawasi keadaan
c. Mengoordinasi dan mengendalikan kegiatan konstruksi serta aliran
informasi antara berbagai bidang agar pelaksanaan pekerjaan
berjalan lancar.
d. Menghindari kesalahan yang terjadi sedini mungkin serta
menghindari pembengkakan kesalahan.
e. Mengajukan desain perubahan pada konsultan apabila diperlukan
f. Menerima atau menolak material / peralatan yang didatangkan
kontraktor.
g. Menghentikan sementara bila terjadi penyimpangan dari peraturan
yang berlaku.
h. Melakukan perhitungan prestasi proyek.
i. Menyusun laporan kemajuan pekerjaan (harian, mingguan, bulanan).
6
j. Menyusun dan rnenghitung adanya kemungkinan pekerjaan
tambah/kurang.
k. Menjadi jembatan penghubung antara owner dan kontraktor.
l. Menerima pembayaran (fee). (Elieser, A.B. 2019)
2.1.4. Kontraktor Pelaksana
Kontraktor pelaksana adalah orang/badan yang menerima
pekerjaan dan menyelenggarakan pelaksanaan pekerjaan sesuai biaya
yang telah ditetapkan berdasarkan gambar rencana dan peraturan serta
syarat-syarat yang ditetapkan. (Elieser, A.B. 2019)
Hak dan kewajiban kontraktor pelaksana adalah:
a. Melaksanakan pekerjaan sesuai ganibar rencana, spesifikasi teknis,
peraturan dan syarat - syarat, risalah penjelasan pekerjaan
(aanwizing) dan syarat-syarat tambahan yang telah ditetapkan oleh
pengguna jasa.
b. Menyediakan alat keselamatan kerja seperti yang diwajibkan dalam
peraturan untuk menjaga keselamatan pekerja dan masyarakat.
c. Menyediakan material, tenaga kerja dan peralatan sesuai dengan
jadwal yang ada.
d. Manajemen biaya proyek sesuai dengan rencana anggaran dan cash
flownya.
e. Membuat gambar-gambar pelaksanaan yang telah disahkan oleh
konsultan pengawas sebagai wakil dari pengguna jasa.
f. Membuat jadwal pelaksanaan pekerjaan, jadwal material, jadwal
tenga kerja dan peralatan.
g. Tidak berhak mengajukan biaya tambahan bila temyata ada
perbedaan volume pekerjaan antara kontrak dengan di lapangan,
kecuali ada pekerjaan tambahan atau perubahan dari owner dan
biasanya ada perhitungan tambah kurang, karena biasanya gambar
tidak selalu sama dengan keadaan lapangan.
h. Membuat laporan hasil pekerjaan berupa laporan harian, mingguan
dan bulanan.
7
i. Menyerahkan seluruh atau sebagian pekerjaan yang telah
diselesaikannya sebagai ketetapan yang berlaku.
j. Menerima seluruh pembayaran sesuai dengan perjanjian kontrak.
(Elieser, A.B. 2019)
2.2. Beton Bertulang
Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar
yaitu pasir, batu-batu pecah atau semacam bahan lainnya, dengan
menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan
pembantu guna keperluan reaksi bahan kimia selama proses pengerasan dan
perawatan beton berlangsung. Nilai kekuatan serta daya tahan ( durability )
beton merupakan fungsi dari banyak faktor, diantaranya ialah nilai banding
campuran dan mutu bahan, metode pelaksana pengecoran, pelaksana
finishing, temperatur, dan kondisi perawatan pengerasan. (Dedy, M.P. 2019)
Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibanding dengan nilai kuat
tariknya, dan beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tarik nya
berkisar 9%-15% saja dari kuat tekannya. (Dedy, M.P. 2019)
Beton kuat terhadap tekan, tetapi lemah terhadap tarik. Oleh karena itu ,
perlu tulangan untuk memikul beban-beban yang bekerja pada beton. Adanya
tulangan ini sering kali digunakan untuk memperkuat daerah tekan pada
penampang balok. Tulangan baja tersebut perlu untuk beban-beban berat
dalam hal mengurangi lendutan jangka panjang. Struktur beton harus cukup
mampu menerima kondisi beban kerja dalam kaitan agar memperoleh
kekuatan cadangan yang diperlukan untuk menahan beban batas, karena itu
dipengaruhi pula faktor-faktor beban, keamanan dan keandalan. Dengan
sendirinya untuk mengatur kerjasama antara dua macam bahan yang berbeda
sifat dan perilakunya dalam rangka membentuk satu kesatuan perilaku
struktural untuk mendukung beban. (Dedy, M.P. 2019)
Bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan beton bertulang
adalah sebagai berikut:
8
2.2.1. Semen
a. Untuk konstruksi beton bertulang pada umunya dapat dipakai jenis-
jenis semen yang memenuhi ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat
yang ditentukan.
b. Apabila diperlukan persyaratan-persyaratan khusus mengenai sifat
betonnya, maka dipakai jenis-jenis semen seperti: semen Portland-
tras, semen almunium, semen tahan sulfat, dan lain lain. Dalam hal
ini, pelaksanaan diharuskan untuk meminta pertimbangan dari
lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui.
c. Kehalusan butir diperoleh dengan menggunakan ayakan 0,009 mm.
d. lkatan awal tidak boleh dimulai dalam satu jam setelah dicampur
dengan air. Hal ini diperlukan untuk mengolah, mengangkut,
menempatkan atau mengecor adukan betonnya.
e. Kuat desak adukan, diperoleh dari basil uji kuat desak adukan oleh
mesin uji. (Dedy, M.P. 2019)
2.2.2. Agregat Halus (pasir)
a. Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil
desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang di
hasilkan oleh alatalat pemecah batu. Sesuai dengan syarat-syarat
pengawasan mutu agregat untuk berbagai mutu beton.
b. Agregat halus harus terdiri dari butir-butiran yang tajam dan keras.
Butiran butiran agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah
atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, terik matahari dan hujan.
c. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (
ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur
adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. apabila
kadar lumpur melalui 5% rnaka agregat halus harus di cuci.
d. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu
banyak yang harus dibuktikan dengan percobaan wama dari Abrams-
Hander ( dangan larutan NaOH ). Agregat halus yang tidak memenuhi
percobaan warna ini dapat juga dipakai, asal tekan adukan agregat
tesebut pada 7 dan 38 hari tidak kurang dari 95% dari kekuatan
9
adukan agregat yang sarna tetapi dicuci dalam larutan 3% NaOH yang
kemudian dicuci hingga bersih dengan air pada umur yang sarna.
e. Agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran yang beraneka ragam
besamya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang harus
memenuhi syarat-syarat berikut:
Sisa diatas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat
Sisa ayakan diatas 1 mm, harus minimum dari 10% berat
Sisa ayakan diatas 0,2mm, harus berkisar antara 80% dan 95%
berat.
f. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu
beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan
bahan-bahan yang diakui. (Dedy, M.P. 2019)
2.2.3. Agregat kasar ( Krikil dan Batu Pecah )
a. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai basil
desintegrasi alami dari pemecahan batu. Pada umumnya yang
dimaksudkan dengan agregat kasar adalah agregat dengan besar butir
lebih dari 5 mm. sesuai dengan syarat-syarat pengawasan mutu
agregat untuk berbagai mutu beton.
b. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori.
Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat
dipakai, apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melampaui
20% dari berat agregat seluruhnya, butir-butir agregat kasar halus
bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca,
seperti terik matahari dan hujan .
c. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 % (
ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur
adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,63 mm . apabila
kadar lumpur melampaui 1 % maka agregat kasar harus dicuci.
d. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak
beton seperti zat reaktif alkhali.
e. Kekerasan dari butir-butir agragat kasar diperiksa dengan bejana
penguji 20 L dengan mana hams dipenuhi syarat-syarat berikut:
10
- Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19mm lebih dari 24%
berat;
- Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19-30 mm dari 22%
Atau dengan mesin pengaus angelos, dengan mana tidak boleh terjadi
kehilangan berat lebih berat dari 50%
f. Agregat kasar harus terjadi dari butir-butir yang beraneka ragam besar
nya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang hams
mempunyai syarat-syarat berikut:
- Sisa diatas ayakan 3 l ,5mm, harus 0% berat
- Sisa ayakan 4 mm, harus berkisar 90% dan 98%berat
- Selisih sisa-sisa komulatif diatas dua ayakan yang berurutan,
adalah maksimum 60% dan minimum 10%.
g. Berat butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari pada seperlima
jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan, sepertiga
dari tebal plat atau tiga perempat dari jarak bersin minimum diantara
batang-batang atau bekas-bekas tulangan. Penyimpangan dari
pembatasan ini diijinkan, apabila menurut penilaian pengawas ahli,
cara-cara pengecoran beton adalah sedemikian rupa hinga menjamin
tidak terjadinya sarang-sarang terkecil. (Dedy, M.P. 2019)
2.2.4. Air
a. Air dalam pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung
misalnya, asam, alkhali, garam-garam, bahan-bahan organis atau
bahan-bahan lainnya yang beton atau baja tulangan. Dalam hal ini
sebaiknya dipakai air bersih yang dapat diminum.
b. Apabila terdapat keraguan mengenai air, dianjurkan untuk dapat
mengirimkan contoh air itu kelembaga pemeriksa bahan-bahan yang
diakui untuk diselidiki sampai seberapa jauh air itu mengandung zat-
zat yang dapat merusak beton dan tulangan.
c. Apabila contoh air itu tidak dapat dilakukan maka dalam hal adanya
keraguanraguan mengenai air harus percobaan perbandingan antara
kekuatan tekan mortel semen+ pasir dengan memakai air itu dan
dengan memakai air suling. Air tersebut dapat dipakai apabila
11
kekuatan tekan mortel dengan memakai air itu pada umur 7 dan 28
hari palingsedikit adalah 90% dari kekuatan mortel dengan memakai
air suling pada umur yang sama.
h. Jumlah air yang dipakai untuk menggunakan aduk:an beton dapat
ditentukan dengan ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
(Dedy, M.P. 2019)
2.2.5. Baja Tulangan
a. Setiap jenis baja tulangan yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik baja
yang terkenal dapat dipakai. Pada umumnya setiap pabrik baja
mempunyai standar mutu dan jenis baja, sesuai dengan yang belaku di
Negara yang bersangkutan.
b. Baja tulangan dengan mutu meragukan harus diperiksa di lembaga
pemeriksaan bahan-bahan yang diakui. Lembaga tersebutnya akan
memberikan pertimbangan-pertimbangan dan petunjuk-petunjuk
dalam penggunaan jenis baja tersebut.
c. Batang tulangan menurut bentuknya dibagi dalam batang polos adalah
clan batang yang diprofilkan. Yang dimaksudkan dengan batang polos
adalah batang primatis berpenampang bulat, persegi, lonjong, dan
lain-lain, dengan permukaan licin. Yang dimaksud batang yang di
profilkan adalah batang primatis atau batang yang dipuntir yang
pertnukaan nya diberi rusuk-rusuk yang dipasang tegak lurus atau
miring terhadap sumbu batang, dengan jarak antara rusuk-rusuk tidak
lebih dari 0,7 kali diameter pengenalnya. Apabila tidak ada data yang
meyakinkan ( misalnya keterangan dari pabriknya atau hasil-hasil
pemeriksaan dari laboraturium), maka batang yang diprofilkan dengan
jarak rusuk yang tidak memenuhi syarat diatas atau barang lain yang
dipuntir dengan penampang persegi, lonjong atau berbentuk salib
yang permukaannya tertarik, harus dianggap sebagai batang polos
i. Kawat pengikat harus terbuat dari baja lunak dengan diameter
minimum 1 mm dan tidak bersepuh seng. (Dedy, M.P. 2019)
Tulangan baja untuk beton dibedakan menjadi tulangan polos dan
ulir. (SNI 2052:2017 pasal 3.1 dan 6.1)
12
1. Baja tulangan beton polos (BjTP)
Batang baja tulangan beton berpenampang bundar dan
permukaan harus rata tidak bersirip/berulir. (SNI 2052:2017
pasal 4.1)
2. Baja tulangan beton sirip/ulir (BjTS)
Permukaan batang baja tulangan beton sirip/ulir harus
bersirip/berulir secara teratur. Setiap batang dapat mempunyai
sirip/ulir memanjang yang searah tetapi harus mempunyai sirip-
sirip dengan arah melintang terhadap sumbu batang. (SNI
2052:2017 pasal 4.2)
2.3. Faktor Reduksi Kekuatan
Faktor reduksi kekuatan merupakan suatu bilangan yang bersifat
mereduksi kekuatan bahan dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi paling
buruk jika pada saat pelaksanaan nanti terdapat perbedaan mutu bahan yang
ditetapkan sesuai standart bahan yang ditetapkan dalam perencanaan
sebelumnya. Menurut SNI 03-2847-2002 Pasal 11.3, nilai faktor reduksi (ɸ)
untuk berbagai jenis besaran gaya yang didapat dari perhitungan struktur.
Ketentuan faktor reduksi kekuatan ditentukan dalam SNI 03-2847-2002
dijelaskan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tabel Reduksi Kekuatan
Kondisi Pembebanan Faktor Reduksi (ɸ)
Beban lentur tanpa gaya aksial 0,80
Beban aksial dan beban aksial dengan lentur
1. Gaya aksial tarik, aksial tekan dengan lentur 0,80
2. Gaya aksial tekan, aksial tekan dengan lentur
Dengan tulangan spiral 0,70
Dengan tulangan biasa 0,65
13
diagonal 0,80
14
4 Batu karang 700 kg/m3 Berat tumpuk
5 Batu pecah 1450 kg/m3
6 Besi tuang 7350 kg/m3
7 Beton 2200 kg/m3
8 Beton bertulang 2400 kg/m3
9 Kayu 1000 kg/m3
10 Kerikil, koral 1650 kg/m3 Kering udara
sampai lembab,
tanpa diayak
11 Pasangan bata merah 1700 kg/m3
12 Pasangan batu belah, batu bulat, 2200 kg/m3
batu gunung
13 Pasangan batu cetak 2200 kg/m3
14 Pasangan batu karang 1450 kg/m3
15 Pasir 1600 kg/m3 Kering udara
sampai lembab
16 Pasir 1800 kg/m3 Jenuh air
3
17 Pasir kerikil, koral 1850 kg/m Kering udara
sampai lembab
18 Tanah lempung dan lanau 1700 kg/m3 kering udara
sampai lembab
19 Tanah, lempung, dan lanau 2000 kg/m3 Basah
3
20 Timah hitam/ timbel 11400 kg/m
Sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung (PPIUG) 1983
Tabel 2.3 Beban Mati Komponen Gedung
No Material Berat Keterangan
1 Adukan per cm tebal :
Dari semen 21 kg/m2
Dari kapur, semen 17 kg/m2
merah/tras
2 Aspal per cm tebal: 14 kg/m2
3 Dinding pasangan bata merah :
Satu batu 450 kg/m2
Setengah batu 250 kg/m2
15
4 Dinding pasangan batako :
Berlubang :
Tebal dinding 20 cm 200 kg/m2
(HB20) 120 kg/m2
Tebal dinding 10 cm
300 kg/m2
(HB10)
200 kg/m2
Tanpa lubang :
Tebal dinding 15 cm
Tebal dinding 10 cm
5 Langit-langit & dinding, Termasuk rusuk-
terdiri: 11 kg/m2 rusuk tanpa
Semen asbes (eternit) tebal penggantung
maks 4mm 10 kg/m2 atau pengaku
Kaca, tebal 3-5 mm
6 Lantai kayu sederhana dengan 40 kg/m2 Tanpa langit-
balok kayu langit, bentang
maks 5 m, beban
hidup maks 200
kg/m2
16
Tabel 2.4 Beban Hidup
No Penggunaan Berat Keterangan
1 Lantai dan tangga rumah tinggal 200 kg/m2 Kecuali yang
disebut no 2
17
2.4.3. Beban Lingkungan
Adalah beban yang disebabkan oleh lingkungan dimana struktur
berada. Berbagai jenis beban lingkungan misalnya salju, hujan, angin,
dan gempa.
2.5. Kombinasi Pembebanan
Berdasarkan SNI 03-1726-2002 dikatakan bahwa beban yang bekerja
pada struktur harus dikalikan dengan faktor beban :
a. Untuk beban hidup : 1,6
b. Untuk beban mati : 1,2
Beberapa kombinasi pembebanan yang harus ditinjau :
a) Kombinasi pembebanan tetap :
U = 1,2 D +1,6 L ( 2.1 )
b) Kombinasi pembebanan sementara akibat gempa:
U = 1,2 D+ 0,5 L 1,0 (I/R) E ( 2.2 )
Dengan :
D = Beban Mati
L = Beban Hidup
E = Beban Gempa
I = Faktor Keutamaan Struktur
R = Faktor Reduksi Gempa
2.6. Kolom
a. Pengertian Kolom
Kolom merupakan bagian dari suatu kerangka bangunan yang
menempati posisi terpenting dalam sistem struktur bangunan. Bila terjadi
kegagalan pada kolom maka dapat berakibat keruntuhan komponen
struktur lain yang berhubungan dengannya, atau bahkan terjadi keruntuhan
total pada keseluruhan struktur bangunan. Kolom meneruskan beban –
beban dari elevasi atas ke elevasi di bawahnya hingga akhirnya sampai ke
tanah melalui pondasi. Didalam analisa maupun perencanaan kolom,
dasar-dasar teori yang digunakan dalam analisis balok dapat diterapkan
dalam analisis kolom, tetapi ada tambahan faktor baru (selain momen
lentur) yaitu gaya-gaya normal tekan yang diikutkan dalam perhitungan.
18
Karena itu perlu adanya penyesuaian dalam menyusun persamaan
keseimbangan dengan meninjau kombinasi momen lentur dan gaya normal
tekan. (Feliciano, V.A. 2018)
Pada lentur balok, banyaknya tulangan yang terpasang dapat
direncanakan agar balok berperilaku daktail, tetapi pada kolom biasanya
gaya normal tekan adalah dominan sehingga keruntuhan yang bersifat
tekan sulit untuk dihindari. (Feliciano, V.A. 2018)
Jenis kolom berdasarkan bentuk dan macam penulangannya dapat
dibagi menjadi tiga katagori yaitu :
a. Kolom segi empat atau bujur sangkar dengan tulangan
memanjangdan sengkang
b. Kolom b u n d a r dengan tulangan memanjang dan sengkang
berbentukspiral
c. Kolom k o m p o s i t yaitu gabungan antara beton dan profil baja
sebagaipengganti tulangan didalamnya. (Feliciano, V.A. 2018)
b. Dasar-dasar perhitungan Kolom
Dalam perencanaan suatu kolom ada ketentuan-ketentuan yang harus
diperhatikan. Menurut SNI Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk
Bangunan Gedung 03-2847-2002 pasal 10.8 ada empat ketentuan terkait
perhitungan kolom :
1) Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang
bekerja pada semua lantai ataupun atap dan momen maksimum yang
berasal dari beban terfaktor pada suatu bentang terdekat dari lantai atau
atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio
maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harus
diperhitungkan.
2) Pada konstruksi rangka atau struktur menerus pengaruh dari adanya
beban tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar atau
dalam harus diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban
eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan.
19
3) Dalam menghitung momen akibat beban grafitasi yang bekerja pada
kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat diaggap jepit, sama ujung-
ujung tersebut menyatu (monolit) dengan komponen struktur lainnya.
4) Momen- momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus
didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut
berdasarkan kekakuan relatif kolom dengan juga memperhatikan
kondisi kekekangan pada ujung kolom.
1. Perencanaan Kolom
a. Perencanaan dimensi kolom
(2.3)
Dengan :
I Kolom = inersia kolom (1/12 x b x h³)
I Balok = inersia balok (1/12 x b x h³)
Ɩ Kolom = tinggi bersih kolom
Ɩ Balok = panjang balok
b. Penulangan Kolom
1) Kontrol kelangsingan Kolom (SNI 03-2847-2002)
EI / Kolom
Ø= (SNI 03-2847-2002 pasal 12.11.6) (2.4)
EI / Balok
( ) ( )
EI = (SNI 03-2847-2002 pasal 12.12.3) (2.5)
20
2) Pembesaran momen SNI 03-2847-2002
Untuk rangka portal tak bergoyang (pasal 12.12.2)
(2.10)
(2.11)
(2.18)
(2.19)
x (2.21)
21
c. ρperlu didapat dari diagram interaksi As = ρperlu x b x h (2.22)
( 2.24)
Vc = (1+ ) ( √ (2.25)
(SNI 03-2847-2002)
(untuk daerah tumpuan nilai Vc diambil setengahnya).
22
b. Cek kondisi
Vu ≤ 0,5 x Ø x Vc (2.28)
(tidak perlu tulangan geser minimum)
0,5 x Ø x Vc ≤ Vu ≤ ØVc (2.29)
(Perlu tulangan geser minimum)
Vs perlu = Vs min
Ø Vc < Vu < (Ø Vc + Ø Vs min) (2.30)
(perlu tulangan geser minimum)
Vs perlu = Vs min
(Ø Vc + Ø Vs min) < Vu < (Ø Vc + Ø Vs max) ( 2.31)
(perlu tulangan geser minimum)
Ø Vs perlu = Vu – Ø Vc
(Ø Vc + Ø Vs max) < Vu ≤ (Ø Vc + 2 Ø Vs max) (2.32)
(perlu tulangan geser minimum)
Ø Vs perlu = Vu – Ø Vc
c. Kontrol Kekuatan Geser
ØVn = Vu (2.33)
Vn = Vc + Vs (2.34)
Vs = (2.35)
Mm = Mu – Nu ( ) (2.36)
Tetapi dalam hal ini V tidak boleh di ambil lebih besar dari pada :
Mm = 0,3√ √ (2.37)
Qu = +
dengan,
Qu = Daya dukung tiang tunggal (kg)
Qc = Perlawanan konus berdasarkan data sondir (kg)
A = Luas tiang (cm)
Kel = Keliling tiang (cm)
JHP = Jumlah hambatan pelekat (kg/ )
Keterangan : rumus diatas diambil dari buku tiang pancang 1 (Ir. Sardjono HS :
45)
3) Menentukan daya dukung kelompok tiang
( ) ( )
* (2.44)
dengan,
Eg = Efisiensi kelompok tiang
m = Jumlah barisan tiang
n = Jumlah tiang per baris
ϴ = D/S (dalam derajat)
S = Jarak tiang pusat ke pusat (m)
25
ditentukan oleh gaya momen dan gaya geser yang bekerja pada pondasi
tersebut. Dengan perhitungannya sebagai berikut.
Untuk menentukan presentasi tulangan kolom mengunakan grafik
interaksi kolom dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menentukan momen nominal (Mn)
(2.45)
(2.46)
( ) (2.47)
= (1-√ ) (2.49)
26
Gambar 2.2 : Gaya Lintang Pada Kolom(SNI 03-2847-2002 pasal 23.10.3.2).
( 2.54)
Vc = (1+ ) ( √ (2.55)
(SNI 03-2847-2002)
(untuk daerah tumpuan nilai Vc diambil setengahnya).
b. Cek kondisi
Vu ≤ 0,5 x Ø x Vc (2.58)
(tidak perlu tulangan geser minimum)
0,5 x Ø x Vc ≤ Vu ≤ ØVc (2.59)
(Perlu tulangan geser minimum)
Vs perlu = Vs min
Ø Vc < Vu < (Ø Vc + Ø Vs min) (2.60)
(perlu tulangan geser minimum)
Vs perlu = Vs min
27
(Ø Vc + Ø Vs min) < Vu < (Ø Vc + Ø Vs max) ( 2.61)
(perlu tulangan geser minimum)
Ø Vs perlu = Vu – Ø Vc
(Ø Vc + Ø Vs max) < Vu ≤ (Ø Vc + 2 Ø Vs max) (2.62)
(perlu tulangan geser minimum)
Ø Vs perlu = Vu – Ø Vc
c. Kontrol Kekuatan Geser
ØVn = Vu (2.63)
Vn = Vc + Vs (2.64)
Vs = (2.65)
Kuat geser Vc dapat diganti dengan nilai Mm menggantikan nilai Mu dan Vu.
Mu boleh diambil lebih besar daripada 1,0.
Mm = Mu – Nu ( ) (2.66)
Tetapi dalam hal ini V tidak boleh di ambil lebih besar dari pada :
Mm = 0,3√ √ (2.67)
28
BAB III
METODE PELAKSANAAN
29
3.1.3. Pekerjaan Galian
Sebelum melakukan pekerjaan pengeboran pada pondasi strauss,
pada proyek ini dilakukan penggalian tanah terlebih dahulu. Pekerja
membongkar keramik karena lahan ini berada dibangunan eksisting
yang tidak digunakan. Proses penggalian menyesuaikan dengan gambar
kerja rencana yaitu P=1,2 m dan L=1,2 m dengan kedalaman 1,37 m.
Pekerjaan galian pondasi seperti tampak pada Gambar 3.1.3
30
3.1.5. Pemasangan Tulangan Strauss
Pekerjaan pemasangan tulangan dilakukan setelah perakitan
tulangan selesai, dalam perakitan tulangan strauss terlebih dahulu
dilakukan pembuatan tulangan sengkang dengan menggunakan Ø10
mm dibuat berbentuk spiral dengan jarak sengkang 100 mm.
Untuk tulangan utama digunakan 8 D13 mm dipotong dengan
panjang sesuai kedalaman lubang yang direncanakan yaitu 3 m, Setelah
itu sengkang diikat dengan kawat bindrat dengan tulangan utama
strouss tersebut seperti Gambar 3.1.5.
31
menghilangkan rongga-rongga udara sehingga dapat mencapai
kepadatan maksimal.
32
3.1.8. Pengecoran Poer
Pengecoran poer dilakukan menggunakan cor manual dengan
mutu beton K-250 dengan menggunakan 1 molen mixer untuk
melakukan proses pencampuran beton, setelah proses pencampuran
selesai dilakukan penuangan ke tulangan poer yang sudah di pasang
seperti terdapat pada gambar.
Setelah pengecoran poer maka dilakukan pemadatan dengan cara
manual yaitu dengan cara menusukkan sebatang tongkat besi tulangan
kedalam secara berulang-ulang, tujuannya untuk menghilangkan
rongga-rongga udara sehingga dapat mencapai kepadatan
maksimal.seperti terdapat pada Gambar 3.1.8.
33
lantai 1. Pemasangan komponen tulangan dilakukan dengan diangkat
secara bersamaan oleh 5 orang, serta pemasangan dilakukan hati-hati
agar akurat dan tidak terjadi dislokasi.seperti gambar 3.1.9.
34
3.1.11. Pekerjaan Pengecoran Kolom Pedestal
Pekerjaan pengecoran kolom pedestal dilaksanakan setelah
melakukan pengontrolan secara menyeluruh terhadap hasil pekerjaan
bekisting dan tulangan agar terhindar dari kesalahan yang mungkin
terjadi. Pada proyek ini, pengecoran kolom dilakukan secara manual
dan bertahap. Adapun hasil dari pengecoran kolom pedestal seperti
Gambar 3.1.11.
Gambar 3.1.11. Hasil Pengecoran Kolom Pedestal.
35
Gambar 3.1.12. Pemasangan Tulangan Sloof
3.1.13. Pemasangan Bekisting Sloof
Apabila pemasangan tulangan sloof selesai maka pekerjaan
selanjutnya yaitu pekerjaan pemasangan bekisting sloof yang
sebelumnya sudah dirakit dan diukur. Pelaksanaan pekerjaan bekisting
sloof bahan yang digunakan terbuat dari multipleks 12 mm dengan
didukung kayu usuk 4x6 sebagai penguat seperti pada Gambar 3.11.13.
36
Gambar 3.1.14. Pengecoran Sloof
3.2. Pekerjaan Kolom
Kolom adalah bagian terpenting dari sebuah bangunan yang merupakan
penghubung antar dinding yang juga berfungsi sebagai pengaku dan penerus
beban baik dari dinding maupun dari bangunan atas atau atap ke pondasi lalu
ke tanah keras.. Berikut adalah skematik pengerjaan kolom :
3.2.1. Pemasangan Tulangan Kolom
Pekerjaan pertama dalam pekerjaan Kolom yaitu pekerjaan
tulangan Terlihat pada Gambar 3.2.1. yaitu penulangan Kolom
dilakukan setelah pekerjaan pondasi dan sloof selesai. Dimensi kolom
sama dengan kolom pedestal dengan ukuran 40 x 40 cm dengan tinggi
340 cm setelah dikurangi balok. Tulangan utama menggunakan 4D16,
tulangan bantu 8D13 dan tulangan sengkang Ø8-120 untuk tulangan
tumpuan serta Ø8-150 untuk tulangan lapangan dipasang sejumlah yang
dibutuhkan lalu diikat dengan kawat bindrat dengan tulangan pokok
kolom tersebut.
Setelah tulangan selesai dirangkai, kemudian dilanjutkan
pemasangan tulangan kolom di sambungkan antara ujung bawah
tulangan kolom utama di steak dengan tulangan kolom pedestal
kemudian diikat dengan kawat bindrat pada posisi sesuai dengan
gambar bestek.
37
Gambar 3.2.1. Pemasangan tulangan kolom
3.2.2. Pemasangan Bekisting Kolom
Bekisting adalah suatu cetakan sementara yang digunakan untuk
menahan beban selama beton dituang dan dibentuk sesuai dengan
bentuk yang diinginkan. Pemasangan bekisting kolom dilakukan setelah
pekerjaan pondasi, sloof dan penulangan kolom telah terpasang selesai.
Pekerjaan pertama yaitu melakukan pengukuran pada tulangan kolom
yang sudah terpasang supaya posisi bekisting sesuai (menyiku). Untuk
menyikukan posisi bekisting dapat dilaksanakan dengan mengacu pada
letak siku pada sloof. Selain itu, untuk mempermudah pemasangan
semua bekisting kolom maka hal yang dikerjakan terlebih dahulu
adalah bekisting bagian pojok pada setiap sudut bangunan dengan cara
mengepaskan sudut pada bekisting tersebut baru kemudian ditarik
benang dari masing – masing pojok kebagian titik kolom yang lain. Hal
ini bisa menjadi acuan untuk pemasangan bekisting kolom yang lain.
Sementara itu, didalam pelaksanaan pekerjaan bekisting kolom ini ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:
a. Ketetapan letak as kolom baik arah horizontal maupun vertikal.
b. Kekuatan bekisting kolom, terutama bagian bawah sebagai akibat
tekanan adukan beton yang besar dan baru dicor yang mempunyai
tekanan semakin kebawah semakin besar.
c. Bekisting harus dapat dengan mudah dipasang, dilepas dan
dipindahkan.
Dalam pekerjaannya menggunakan multipleks ketebalan 12 mm
dibuat dengan dimensi sesuai dengan rencana yaitu 40 cm x 40 cm.
Kemudian pada bekisting kolom diberi kayu usuk sebagai penguat
dengan jarak antar usuk 40 cm dan semakin kebawah semakin dekat
jaraknya.
38
Pemasangan penyangga dilakukan setelah bekisting kolom sudah
berada di atas sloof. Fungsi dari penyangga ini adalah untuk
menyeimbangkan kolom supaya tidak roboh pada saat melakukan
pengecoran.
Adapun cara pemasangan penyangga adalah sebagai berikut:
a. Penyangga pada pekerjaan kolom menggunakan kayu usuk 4x6 cm.
b. Setiap kaki penyangga diarahkan pada pasangan sloof agar tidak
terjadi pergeseran maupun miring dan terperosok saat menerima
beban.
c. Tinggi peyangga disesuaikan dengan tinggi antara pijakan yaitu
sloof dengan bekisting kolom yang dibutuhkan sesuai dengan
Gambar rencana.
39
Gambar 3.2.3. Pekerjaan pengecoran kolom
3.2.4. Pekerjaan Pembongkaran Bekisting
Dalam pelaksanaan pembongkaran bekisting dilakukan setelah
tiga hari dari waktu pengecoran. Pekerjaan pembongkaran harus
dilakukan secara teliti supaya tidak merusak beton dan tidak merusak
bekisting itu sendiri, karena bekisting dipakai lagi supaya memberikan
efisiensi biaya bagi pelaksana pekerja tersebut. seperti pada Gambar
3.2.5.
40
BAB IV
PERHITUNGAN DAN ANALISIS KONSTRUKSI
1. Gambar Rencana
Perencaan Perhitungan Beban atap dapat dilihat dari Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2.
120
840 120 C
20
b3 150
B
b2
b4
30 b1 8°
A D
830
830
41
2. Data perencanaan
Jarak antar kuda-kuda : 4,50 m dan 3,50 m
Jarak antar gording : 1,20 m
Bentuk rangka kuda-kuda : Setengah Segitiga
Kemiringan atap (α) : 8°
Profil Rangka : CNP 100.50.20.3,2(Gording)
C.75.0,75 (Usuk)
R.40.0,45 (Reng)
Profil Rangka : WF 150.75.5.7
Mutu Baja : BJ37, σ ijin = 1600 kg/m²
Bentang Rangka : 8,30 m
Jenis alat sambung : Mur Baut Dia. 16mm dan Las 5mm
Bahan penutup atap : zincalum
Data gording dari table :A = 7,01 cm2
:q = 5,50 kg/m
: Ix = 107 cm4
: Iy = 25 cm4
: Zx = 21,3 cm3 = 21.300 mm3
: Zy = 7,81 cm3 = 7.810 mm3
3. Pembebanan
a. Beban Mati
Beban Penutup Atap
Penutup atap Zincalum dg reng dan usuk/kaso = 10 kg/m² (PPI- 1983)
42
= (½ beban atap area A+ ½ beban area B) + q
= ( ½ .54 + ½ . 54)+ 5,50 = 59,5 Kg
- Beban pada titik A = D
= jumlah total beban pada gording /2
= 59,5/2 = 29,75 Kg
Beban Sendiri
- Berat baja : 14,000 kg/m1
- Simpul A
= (½b1) * Bj
= (½*0,3) * 14,000 = 2,1 Kg
- Simpul B
= (½.b1 + ½.b2+ ½.b3) * Bj
= (½*0,3 +½* 0,2+½* 8,4) * 14,000 = 62,3 Kg
- Simpul C
= (½.b3 + ½.b4) * Bj
= (½*8,4 +½* 1,5) * 14,000 = 94,05 Kg
- Simpul D
= (½b1) * Bj
= (½*1,5) * 14,000 = 10,5 Kg
b. Beban Angin
Tekanan angin = 40 Kg/m² (PPPURG 1987)
Koef angin (α <65°) = 0,02 α – 0,4 (PPPURG 1987)
= 0,02 (8) – 0,4 = 0,24
Berat angin = 40 * 0,24 = 9,6 kg
- Simpul B
X
8⁰
- = (½.b1 + ½.b2+ ½.b3) * Bj
Sudut rangka atap
- = (½*0,3 +½* 0,2+½* 8,4) * 14,000
W
= 62,3 Kg Y
43
- Simpul C
- = (½.b3 + ½.b4) * Bj
- = (½*8,4 +½* 1,5) * 14,000 = 94,05 Kg
X = W * Sin 8° = 94,05* Sin 8° = 13,09 Kg
Y = W * Cos 8° = 94,05* Cos 8° = 93,13 Kg
c. Beban Hidup
Beban pekerjaan dan peralatan disetiap titik simpul sebesar 100 Kg/m²
(PPURG 1987). Adapun tabel pembebanan atap dapat dilihat seperti Tabel
4.1.
44
d. Tabel 4.1 Pembebanan atap
Kombinasi Pembebanan = 1,2D + 1,6L + 0,8W (PPURG 1987)
BEBAN MATI
KOMBINASI (1,2 D + 1,6 L + 0,8 W)
BEBAN TOTAL
BEBAN ANGIN
ATAP B.SENDIRI TOTAL HIDUP
SIMPUL 1,2 D 1,6 L 0,8 W
x x X Y X
X Y X Y X Y X Y X Y Y Y X Y X Y
e. Total Beban
Vertikal
- P1 = 162,52 Kg
- P2 = 319,81 Kg
- P3 = 383,06 Kg
- P4 = 172,6 Kg
Horisontal
- P2 = 6,9 Kg
- P3 = 10,47 Kg
45
4.2.PEMBAGIAN BEBAN PADA PELAT
1. Beban-beban yang bekerja pada balok
a. Beban Mati
- Berat sendiri pelat : 2400 x 0,12 = 288 kg/m²
- Berat spesi (0,01) : 21 kg/m²
- Berat penutup lantai(0,02) : 24 kg/m²
- Aksesoris/Instalasi (Asumsi) : 25 kg/m²
b. Beban hidup gedung : 250 kg/m²
2. Kombinasi Pembebanan
Kombinasi yang digunakan : 1,2 DL + 1,6 LL
q = 1,2 (288+21+24+ 25) + 1,6 (250) = 833,2 kg/m²
360
VOID
108
Lx Lx
Ly Ly
q1 = .q.Lx q2 = .q.Lx[1-⅓(
46
Type Pelat A
1,72 1,72
3,6
3,5
A1 = ⅓.q.Lx A2 = ⅓.q.Lx[1-⅓(
kg/m
Type Pelat B
1,75
1,75
4,5
3,6
B1 = ⅓.q.Lx B2 = .q.Lx[1-⅓(
Type Pelat C
0,55
0,55
3,5
1,08
C1 = ⅓.q.Lx C2 = .q.Lx[1-⅓(
47
= 152,75 kg/m = 152,62 kg/m
Type Pelat D
0,55
0,55
4,5
1,08
D1 = ⅓.q.Lx D2 = .q.Lx[1-⅓(
Ln = 7200 mm
Ec = 4700√
= 21409,5 Mpa
= 40 + 8 + ½ 16
= 56 mm
48
Direncanakan : b = h
I kolom : x b x h3 = x h x h3 = x h4
360000 : x h4
h4 : 6480000
h : 50,45 ≈ 50 cm
b : h = x 50 = 33,33 ≈ 35 cm
jadi untuk perhitungan digunakan ukuran kolom yang ada di lapangan yaitu 35/50
cm
49
Icr = 0,35 x Ig = 3,73 x 108 mm4
( c/Lc)kolom ( ) ( )
Ѱa = = = 1,11
( c/Lc) alok ( ) ( )
( c/Lc)kolom ( ) ( )
Ѱb = = = 1,93
( c/Lc)sloof ( ) ( )
Gambar Nomogram kolom dari buku Gideon dapat dilihat dari gambar 4.5
b. Kontrol kelangsingan
(SNI 03-2847-2002 pasal 12.13.2)
50
r =√ r : jari-jari girasi
=√ = 353,55 mm
= = = 0,63
=* +. * + et = Mu/Pu = = 101,08 mm
As erlu = x b x h
= 0,008 x 350 x 500
= 1400
D13 Ast = . . = 132,67
n= = 10,55 ≈ 12 buah
51
d = h-s- Ø sengkang- Ø tulangan
= 500 – 40 – 8 - .16
= 444 mm
Menghitung kekuatan geser sambungan beton
√
Vc = (1 ( ) (SNI 03-2874-2002 Pasal 13.3.2)
= (1 (√ )
= 223656,64 N
4.3.5. Kontrol geser
Vu < 0,5 x ØVc
8440,97< 0,5 x 0,75x 223656,64
8440,97< 83871,24 N
Tidak perlu tulangan geser minimum
Maka dipakai sengkang Ø8-150 mm
Dari analisa SAP 2000(terlampir) Line C-1
Pu = 219450,1 N = 2,19 x 105 N
Vu = 8440,97 = 8,44 x 103 N
= 500 – 40 – 8 - .16
= 444 mm
√
Vc = (1 ( )
= (1 (√ )
= 223656,64 N
4.3.6. Kuat geser sengkang
Vs = = 223656,64 N= -210670,53 N
Vs min = = = 51800 N
Vs max = √ = √ = 471920,50 N
52
Vs = 210670,53 N < Vs max = 471920,50 N (Ukuran Penampang Cukup)
DETAIL KOLOM
12 D 13
35 Ø8-150
POTONGAN
50
H = 300 cm
F’c = 20,75 MPa
Fy = 300 Mpa
Ø = 30 cm
Jarak antar tiang (s) = 2,5 x Ø
=2,5 x 30
=75 cm
53
Vu = 8440,97 N = 8,44 x 103 N
Ab =
= 706,5
K. lingkaran =
= 3,14 x 30 =94,2
K.Tiang = K. lingkaran x L.Tiang
=94,2 x 300 =56520
Q =
= = 11775
Eq = 1-Ø x
= 1-0,38 x = 0,99
54
∑
Pmax = ∑ + ∑
= +
min =
= = 0,0047
= ( ) = 0,033 Mpa
Mn = = = 31714285,71
Rn = = = 1,754
m = = = 17
55
Aspakai> Asperlu (132,6 x 4= 530,4 ) > (456,63 ) .......Ok.!!
Dipakai 4 Ø 13
4.4.4. Perhitungan tulangan geser strauss
= (1 (√ )
= 65633,89 N
4.4.5. Kontrol geser
Vu < 0,5 x ØVc
8440,97< 0,5 x 0,75x 65633,89
8440,97< 24612,71 N
Tidak perlu tulangan geser minimum
Maka dipakai sengkang Ø8-100 mm
Perhitungan di atas di tujukan pada Gambar 4.6.
4D13
Ø8-100
30
56
4.4.6. Perhitungan Poer
Perencanaan pondasi Poer line C-1
4.4.7. Data perencanaan Poer
Tebal poer = 25 cm
Diameter tulangan = 13
- Rasio Penulangan
min =
= = 0,0047
= ( ) = 0,033 Mpa
Mn = = = 34153846,15
Rn = = = 0,78
m = = = 17
57
Digunakan tulangan Ø 13 = ¼ . π . 13² = 132,6 mm2
Jumlah Tulangan = = 8,10 ≈ 9 buah
bo = 4 (350+444) = 3176
√
Vc = (1 ( )
= (1 (√ )
= 1101770 N
Vu < ØVc
8440,97 N < 0,75 x 1101770 N
8440,97 N < 82632,75 N ..... ok
D13 - 130
D13 - 130
D13 - 130
D13 - 130
120
120
58
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dari hasil analisa perhitungan didapat dimensi Kolom dan Pondasi:
- Kolom menggunakan dimensi 35x50 cm
- Pondasi Strauss menggunakan diameter 30 cm sebanyak 2 buah dengan
kedalaman 3 m
- Pondasi Poer menggunakan dimensi 120x120x25 cm
2. Dari hasil analisa perhitungan didapat Penulangan Kolom dan Pondasi:
- Penulangan lentur Kolom menggunakan 12D13 dan penulangan geser
8-150.
- Penulangan lentur pondasi Strauss Menggunakan 4D13 dan penulangan
geser 8-100.
- Penulangan Poer Menggunakan tulangan D13 – 130
3. Untuk tahapan metode pelaksanaan adalah sebagai berikut :
Pekerjaan Pondasi
- Pembersihan Lokasi dan Pengukuran
- Pemasangan Bouwplank
- Pekerjaan Galian
- Pengeboran Pondasi Strauss
- Pemasangan Tulangan Strauss
- Pengecoran Pondasi Strauss
- Pemasangan Tulangan Poer
- Pengecoran Poer
- Pemasangan Tulangan Kolom Pedestal
- Pekerjaan Bekisting Kolom Pedestal
- Pekerjaan Pengecoran Kolom Pedestal
- Pemasangan Tulangan Sloof
- Pemasangan Bekisting Sloof
- Pengecoran Sloof
59
Pekerjaan Kolom
- Pemasangan Tulangan Kolom
- Pemasangan Bekisting Kolom
- Pekerjaan Pengecoran Kolom
- Pekerjaan Pembongkaran Bekisting
4. Adapun berbagai masalah yang timbul pada pelaksanaan proyek
Pembangunan tersebut adalah :
- Saat pekerjaan bor Strouss telah dilakukan, selang beberapa waktu
air keluar dari lubang yang di bor. Air tidak dibuang melainkan
pekerja langsung memasang tulangan strauss ke lubang,
- Tidak adanya perhatian terhadap K3 ( Keamanan, Kesehatan, dan
Keselamatan Kerja ), pekerja maupun tukang tidak memakai
perlengkapan K3 yang merupakan salah satu bentuk keamanan bagi
pekerja atau tukang untuk menghindari resiko terjadinya kecelakaan
kerja.
- Proses pemadatan beton yang kurang baik, Karena pada proyek ini
proses pemadatan tidak menggunakan vibrator dan hanya
menggunakan tongkat besi yang ditusuk-tusukan. Sehingga saat
bekisting dilepas tampak beberapa bagian beton yang dihasilkan
terlihat berongga.
- Tidak adanya pengujian slump untuk mengetahui mutu beton yang
akan digunakan sebelum pengerjaan pengecoran dilaksanakan.
5.2 Saran
60
menggunakan helm pelindung, maka dari itu sangat disarankan
penggunaan K3 serta perhatian kontraktor terhadap pekerja untuk
menjamin keamanan dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
3. Untuk mendapatkan kualitas beton yang bagus dan sesuai dengan
rencana,sangat dianjurkan untuk menggunakan vibrator pada pekerjaan
pemadatan atau mengecor setengah Kolom sehingga saat pelepasan
bekisting tidak tampak ada rongga-rongga yang mengurangi kekuatan
beton.
4. Seharusnya sebelum pengecoran dilakukan uji slump terlebih dahulu untuk
mengetahui workability / kekentalan dalam suatu campuran sehingga
terlihat apakah campuran tersebut kelebihan atau kekurangan air atau
cukup air. Karena kelebihan atau kekurangan air menyebabkan mutu beton
yang dihasilkan tidak sesuai rencana.
61