KELOMPOK 4
Kelompok :4
Nama Kelompok : Saidah ahadiddin (1825063)
M Husyein Alfarizi (1825081)
Helmi Yunan Ramadhan (1825011)
Muhammad Rofi'uddin P (1825045)
Nur Hidayati (1625061)
i
No Tanggal Catatan / Keterangan Tanda tangan
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Oleh Kelompok 4:
Menyetujui, Menyetujui,
Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas Survey
Rekayasa Laut.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
terlibat dalam proses pembuatan tugas Survey Rekayasa Laut ini, untuk itu kami
menyampaikan terima kasih kepada Dosen Bapak Ketut Tomy Suhari, ST., MT dan
Hery Purwanto, ST, M. Sc. yang telah memberi saran dan masukan hingga tugas
ini terselesaikan dengan baik.
Demikianlah tugas Survey Rekayasa Laut yang kami susun masih jauh dari
kata sempurna, maka tidak lupa kritik dan saran kami harapkan agar laporan ini
dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR ASISTENSI .......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Tujuan ........................................................................................... 2
1.3. Manfaat ......................................................................................... 3
BAB II DASAR TEORI ....................................................................................... 4
2.1. Survey Hidrografi ......................................................................... 4
2.2 Pengamatan Pasang Surut ............................................................. 5
2.2.1. Tipe Pasang Surut ......................................................................... 6
2.2.2. Komponen Pasang Surut ............................................................... 7
2.2.3. Definisi Elevasi Muka Air ............................................................ 9
2.3 Pemeruman ................................................................................... 9
2.4 Global Positioning System (GPS)............................................... 11
2.5 Pengukuran Detail Situasi dan Garis Pantai ............................... 12
2.6 Perhitungan Volume dengan Metode Cut and Fill ..................... 14
BAB II METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 18
3.1 Lokasi Penelitian......................................................................... 18
3.2 Diagram Alir ............................................................................... 18
3.2.1. Persiapan ..................................................................................... 19
3.2.2. Pengambilan Data Lapangan ...................................................... 20
3.2.3. Pengolahan Data ......................................................................... 21
3.2.4. Analisis Hasil .............................................................................. 21
3.2.5. Pembuatan Laporan .................................................................... 21
3.3 Pengambilan Data Pekerjaan ........................................................ 21
v
3.2.6. Pembuatan Laporan ...................................................................... 21
3.2.7. Data Batimetri (Pemeruman) ........................................................ 22
3.4 Pengolahan Data Pekerjaan........................................................... 24
3.4.1. Pengolahan Data Pasang Surut ..................................................... 24
3.4.2. Pengolahan Data Bathimetri (Pemeruman) .................................. 25
3.4.2. Pengeplotan Data Hasil Sounding ................................................ 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 30
4.1. Hasil Pengolahan Data Pekerjaan ................................................. 30
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 32
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 32
5.2. Saran ............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dipelabuhan- pelabuhan yang sedimentasinya tinggi yang banyak membawa
material erosi atau sampah dari hulu sungai. Berdasarkan fungsi tersebut,
banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pembuatan
suatu dermaga pelabuhan. PT.PELINDO II (PERSERO) merupakan
perusahaan pengelola pelabuhan yang banyak menerapkan aplikasi ilmu dan
teknologi perencanaan, khususnya di bidang hidrografi. Bidang ini
merupakan salah satu subject penting yang dipelajari di Jurusan Teknik
Geomatika.
Sebagaimana kita tahu bahwa laut sifatnya adalah dinamis. Perlu
berbagai penelitian yang mendalam terhadap laut mencakup pasang surut air
laut, gelombang laut, angin, current (arus), sedimen dasar dermaga, serta peta
bathimetri. Jika lima faktor ini diabaikan, maka dikhawatirkan akan terjadi
hal-hal berikut :
• Kapal yang berlabuh akan kandas (diperlukan analisis
peta bathimetri)
• Dermaga akan tenggelam (diperlukan analisis data pasang surut, dan
arus) Dan lain sebagainya (Bayu Ermawan, 2014)
1.2. Tujuan
2
bersandar.
1.3. Manfaat
3
BAB II
DASAR TEORI
4
Gambar 2. 1 Konfigurasi Survey Hidrografi
5
oleh ombak yang besar, angin topan, dan sebagainya. Untuk keperluan
peletakan rambu atau stasiun pasang surut dapat mengikuti criteria yang diuat
oleh IOC (International Oceanographic Comission) yaitu
(BAKOSURTANAL, 2002) :
a. Tersedia informasi awal tentang kondisi lokasi
b. Lokasi pengamatan aman dari pengembangan pelabuhan, sehingga
dimungkinkan stasiun permanen minimal satu perioda panjang yaitu
18,6 tahun.
c. Tidak terletak diujung tanjung yang lancip
d. Stabil dan terlindung dari ombak besar, angin topan, dan lalu lintas
kapal
e. Kedalaman air minimum dua meter di bawah permukaan laut terendah
f. Jauh dari muara sungai yang kemungkinan bisa mempercepat
pengendapan seperti estuary dan hindari daerah berarus besar
6
Terdapat dua kali pasang dalam satu hari tetapi tinggi dan interval
waktu antara transit bulan dan pasang naik tidak sama. Perbedaan ini
mencapai maksimum ketika deklinasi bulan telah mencapai
maksimumnya
1,50 < F ≤ 2,50 : Pasang surut campuran condong ke harian tunggal.
Pasang surut jenis ini terkadang hanya satu kali terjadi pasang yang
mengikuti deklinasi maksimum dari bulan, dan kadang – kadang
terjadi dua kali pasang sehari tetapi tinggi dan interval waktu antara
transit bulan dan pasang naik sangat berbeda sekali, terutama bila
bulan telah melewati ekuator
1,50 < F ≤ 3,00 : Pasang surut harian tunggal / Satu kali pasang
sehari. Pada saat pasang perbani ketika bulan telah melewati bidang
ekuator. Dapat juga terjadi dua kali pasang sehari.
7
Komponen pasang surut diurnal yaitu 1 kali pasang dan 1 kali
surut dalam 1 hari. Contohnya yaitu K1, O1, dan P1.
Komponen pasang surut semi diurnal, yaitu 2 kali pasang dan 2
kali surut dalam 1 hari. Contohnya yaitu M2, S2, N2, dan K2.
8
2.2.3. Definisi Elevasi Muka Air
Mengingat elevasi muka air laut selalu berubah, maka ada
beberapa pedoman tinggi muka air yang terkadang dijadikan referensi
elevasi, antara lain:
a. Muka air tinggi (High Water Level, HWL), muka air tertinggi yang
dicapai pada saat air pasang dalam satu siklus pasang surut.
b. Muka air rendah (Low Water Level, LWL), kedudukan air terendah
yang dicapai pada saat air surut dalam satu siklus pasang surut.
c. Muka air tinggi rerata (Mean High Water Level, MHWL), adalah
rataan dari muka air tinggi selama periode 19 tahun.
d. Muka air rendah rerata (Mean Low Water Level, MLWL), adalah
rerata dari muka air rendah selama periode 19 tahun.
e. Muka air laut rerata (Mean Sea Level, MSL), adalah muka air
rerata antara muka air tinggi rerata dan muka air rendah rerata.
Elevasi ini digunakan sebagai referensi untuk elevasi di daratan.
f. Muka air tinggi tertinggi (Highest High Water Level, HHWL),
adalah air tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan mati.
g. Muka air rendah terendah (Lowest Low Water Level, LLWL),
adalah air terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan mati
2.3 Pemeruman
Pemeruman atau echosounding merupakan salah satu metode
penentuan kedalaman dengan menggunakan prinsip pantulan gelombang
akustik. Alat yang digunakan untuk kegiatan ini adalah perum gema
(echosounder). Pengukuran kedalaman dengan perum gema merupakan
pengukuran kedalaman secara tidak langsung, yaitu dengan mengukur waktu
tempuh pulsa gelombang akustik yang dipancarkan oleh transducer ke dasar
air atau laut dan kembali ke transducer. Interval waktu tempuh pulsa
gelombang akustik tersebut kemudian dikonversi menjadi kedalaman dengan
mengalikan interval waktu tersebut dengan kecepatan gelombang suara
dalam air (laut).
Pemeruman dilakukan untuk memperoleh informasi kedalaman dan
relief dasar laut. Prinsip dasar yang digunakan perum gema adalah alat ini
9
bekerja menggunakan sifat-sifat gelombang akustik yang dipancarkan secara
vertikal dari permukaan laut ke dasar laut. Alat ini mencatat waktu tempuh
gelombang yang dipancarkan dan diterima oleh transducer sehingga dapat
diukur kedalamannya.
D = ½ (v.∆t) Dimana
D : kedalaman laut yang terukur (m)
v : cepat rambat gelombang akustik (m/s)
∆t : selang waktu antara gelombang pada saat dipancarkan dan
diterima oleh alat (s)
Posisi atau letak atau kedudukan atau tempat di laut dapat dinyatakan
dengan koordinat. Koordinart tersebut terkait dengan suatu sistem tertentu,
sehingga antara satu posisi dengan posisi lainnya dapat terkait hubungannya
secara matematis. Sistem koordinat yang untuk posisi horizontal di laut
umumnya menggunakan sistem koordinat geografis dan koordinat
kartesian/kartesius. Sistem koordinat geografis mempunyai pengertian bahwa
semua posisi tempat yang dalam hal ini diwakili titik, dinyatakan dengan
lintang dan bujur geografis. Sedangkan sistem koordinat kartesian
mempunyai pengertian bahwa semua posisi tempat yang dalam hal ini
diwakili titik, dinyatakan dengan absis dan ordinat atau x dan y.
Pada pengukuran batimetri (kedalaman laut) dilakukan di atas wahana
yang bergerak, baik yang disebabkan oleh wahananya sendiri, maupun karena
permukaan air laut itu sendiri yang selalu bergerak vertikal ataupun
horizontal. Dengan demikian maka setiap kali pengukuran kedalaman perlu
ditentukan pula posisinya (horizontal dan vertikal) pada saat yang bersamaan,
dengan demikian setiap angka kedalaman (z) yang didapat akan dapat
dikenal/ditentukan posisinya (x,y). posisi kedalaman yang didapat dari
pengukuran ini disebut dengan titik Snellius, sedangkan posisi kedalaman
yang terletak di antara dua titik Snellius ditentukan dari hasil interpolasi jarak
terhadap kedua titik tersebut. Penentuan posisi titik- titik Snellius
menggunakan alat bantu yang berupa elektronik maupun bukan elektronik
(optic).
10
2.4 Global Positioning System (GPS)
Global Positioning System (GPS) adalah sistem satelit navigasi dan
penentuan posisi yang dimilii dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini
didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi serta informasi
mengenai waktu, secara kontinyu di seluruh dunia tanpa tergantung waktu
dan cuaca, kepada banyak orang secara simultan. Pada saat ini, sistem GPS
su8dah sangat banyak digunakan orang di seluruh dunia.
Pada dasarnya GPS terdiri atas tiga segmen utama yaitu segmen
angkasa (space segment) yang terdiri dari satelit-satelit GPS, segmen sistem
kontrol (control system) yang terdiri stasiun-stasiun pemonitor dan
pengontrol satelit dan segmen pamakai (user segment) yang terdiri dari
pemakai GPS termasuk alat- alat penerima dan pengolah sinyal dan data GPS.
11
Navigasi kapal survei.
Penentuan posisi titik-titik perum.
12
sepanjang pantai dengan skala tertentu untuk berbagai keperluan.
Sedangkan pengukuran garis pantai dimaksudkan untuk memperoleh
garis pemisah antara daratan (permukaan bumi yang tidak tergenang) dan
lautan (permukaan bumi yang tergenang). Pada dasarnya pengukuran
detil situasi dan garis pantai juga merupakan kegiatan penentuan posisi
titik-titik detil sepanjang topografi pantai dan teknik-teknik yang terletak
pada garis pantai.
Salah satu metode untuk melakukan pengukuran garis pantai dapat
digunakan metode tachimetri. Metode tachimetri merupakan metode
yang paling sering digunakan untuk pemetaan daerah yang luas dengan
detil yang tidak beraturan.Kerangka dasar merupakan titik yang
diketahui koordinatnya dalam sistem tertentu yang mempunyai fungsi
sebagai pengikat dan pengontrol ukuran baru. Mengingat fungsinya,
titik-titk kerangka dasar harus ditempatkan menyebar merata diseluruh
daerah yang akan dipetakkan dengan kerapatan tertentu. Terdapat dua
macam titik kerangka dasar, yaitu kerangka dasar horisontal dan
kerangka dasar vertikal. Dengan adanya titik-titik kerangka dasar maka
koordinat titi detil untuk pengukuran garis pantai dapat dihitung dengan
sistem koordinat yang sama dengan kerangka dasar tersebut.
Besaran-besaran yang diukur dalam pengukuran detil dengan
menggunakan metode tachimetri adalah: sudut horisontal, sudut vertikal,
tinggi alat, dan bacaan benang pada rambu ukur
Prinsip dasar yang digunakan untuk pengukuran detil dengan
menggunakan metode tachimetri adalah sebagai berikut:
B
Z T
T
ΔH
13
Sebelum menghitung jarak mendatar (D), terlebih dahulu dihitung
jarak kiring (Dm).
Dm = 100 (BA-BB)cos m, atau
Dm = 100 (BA-BB)sin z
Setelah jarak miring (Dm) dihitung, maka jarak mendatar (D) dapat
dihitung dengan rumus:
D = Dm cos m atau
D = Dm sin z
Sedangakan untuk penentuan beda tinggi (ΔHAB) adalah sebagai
berikut:
ΔHAB = Ta + TPA + D tan m – BT – TPB
Dimana:
Ta = Tinggi alat ( m )
TPA = Tinggi patok di titik A ( m )
D = Jarak mendatar ( m )
M = Jarak miring ( m )
BT = Bacaan benang tengah pada Rambu ( m )
TPB = Tinggi patok di titik B ( m )
Cut and fill merupakan suatu metode untuk menentukan volume galian
atau timbunan tanah pada suatu tempat. Juga dapat digunakan untuk
menghitung material (bahan) yang sifatnya padat. Prinsip hitungan volume
adalah satu luasan dikalikan satu wakil tinggi. Apabila ada beberapa luasan
atau beberapa tinggi maka dibuat wakilnya, misalnya dengan merata-ratakan
luasan ataupun merata- ratakan tingginya. Metode yang dapat digunakan,
yaitu:
a. Cara “Borrow Pit”.
Cara perhitungan ini dilakukan dengan mengalikan tinggi rata-rata
pada setiap kavlingan luasan dengan luasan masing-masing kavling.
14
Volume total adalah jumlah volume dari keseluruhan kavling.
b. Cara Kontur
Metode kontur menghitung volume berdasarkan luas penampang
rata-rata pada elevasi tertentu dikalikan dengan interval konturnya.
Hasil akhir adalah jumlah hitungan volume di setiap intervalnya.
15
Cara penampang melintang pada dasarnya mirip dengan metode
kontur di mana luasan rata-rata tiap penampang dikalikan dengan
jarak antar penampang untuk menghitung volumenya
d. Cara Prismoidal
Cara prismoidal pada dasarnya mirip dengan cara kontur dimana
volume didapatkan dari luasan rata-rata dikali tinggi.
Dimana :
H = tinggi
a = sisi atas
b = sisi bawah
16
akan dihitung volumenya dengan beberapa metode. Dalam
perhitungan volume diperlukan suatu bidang referensi berupa bidang
datar atau bidang proyeksi.
Volume tanah yang dimaksud disini adalah apabila ingin
menggali atau menimbun tanah pada suatu tempat (cut and fill) atau
untuk menghitung material (bahan) galian yang sifatnya padat.
Kasus lain, apabila suatu daerah merupakan gundukan (tanah tinggi),
sedangkan daerah tersebut akan dibangun dengan ketinggian tertentu
yang mengharuskan memangkas (memotong) ketinggian daerah
tersebut. Volume galian ini yang akan dihitung besarnya.
Perhitungan Volume (Cut and Fill) ini dapat dilakukan dengan
metode pengukuran detil tachimetri
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 3. 2 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara (Peta Laut Dinas Hidrografi dan
Oseanografi TNI-AL)
18
seperti pada diagram alir di bawah ini:
3.2.1. Persiapan
Pada tahap persiapan ini meliputi :
Study Literatur
Peserta mempelajari literatur yang mendukung pekerjaan
yang akan dilakukan. Studi literatur tentu saja dengan arahan dari
pembimbing peserta selama melaksanakan Kerja Praktik. Sebelum
melakukan pengukuran, hal yang pertama kali harus dilakukan
adalah orientasi medan.
Orientasi Medan
Orientasi medan merupakan suatu kegiatan meninjau lokasi
yang akan diukur agar dapat diketahui karakteristik dan bentuk dari
lokasi tersebut, sehingga dapat membantu memudahkan pekerjaan
surveying. Setelah melakukan orientasi medan, kemudian
menentukan titik-titik referensi sebagai titik kontrol dalam
menentukan lokasi titik-titik eksplorasi. Adanya titik referensi ini
sangatlah penting agar titik-titik yang akan direncanakan nanti
dapat sesuai dengan apa yang diharapkan. Setelah mengetahui hasil
dari orientasi medan, tahap selanjutnya adalah mempersiapkan alat
19
yang digunakan untuk pengukuran bathymetry berupa Roll meter
untuk pengamatan pasang surut, Map Sounder dan Echosounder
untuk pengukuran batimetri serta speed boat sebagai wahana
pengukuran.
3.2.2. Pengambilan Data Lapangan
Tahap pengambilan dala lapangan meliputi :
Survey Bathymetri
Pengambilan data di lapangan meliputi pengamatan pasang surut
dan survey bathymetri. Pada pengukuran batimetri (kedalaman
laut) dilakukan di atas wahana yang bergerak, baik yang
disebabkan oleh wahananya sendiri, maupun karena permukaan
air laut itu sendiri yang selalu bergerak vertikal ataupun
horizontal. Dengan demikian maka setiap kali pengukuran
kedalaman perlu ditentukan pula posisinya (horizontal dan
vertikal) pada saat yang bersamaan, dengan demikian setiap
angka kedalaman (z) yang didapat akan dapat dikenal/ditentukan
posisinya (x,y). posisi kedalaman yang didapat dari pengukuran
ini disebut dengan titik Snellius, sedangkan posisi kedalaman
yang terletak di antara dua titik Snellius ditentukan dari hasil
interpolasi jarak terhadap kedua titik tersebut. Penentuan posisi
titik-titik Snellius menggunakan alat bantu yang berupa
elektronik maupun bukan elektronik (optic).
Pengamatan Pasang Surut
Salah satu tujuan pengamatan pasang surut adalah menyediakan
informasi yang menyangkut keadaan pasut untuk proyek teknik.
Pasang surut (pasut) sebenarnya tidak terkait secara langsung
dengan penentuan posisi horizontal, namun demikian akan
sedikit diuraikan karena terkait dengan posisi vertikal atau
kedalaman dasar perairan. Secara tidak langsung kedalaman
suatu perairan akan dipertanyakan di lokasi mana kedalaman
tersebut. Hal ini berarti posisi (x,y) dari dasar perairan tersebut
dimana. Jadi antara kedalaman dan posisinya ada keterkaitan
20
secara tidak langsung.
21
gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena
jarak bulan lebih dekat dari pada jarak matahari ke bumi.
Data pasang surut ini digunakan untuk mengetahui posisi muka
air laut dan pola pasang surutnya. Selanjutnya posisi air surut terendah
(LWS) berdasar pola pasang surut setempat digunakan sebagai acuan
untuk penetapan elevasi kontur tanah dan elevasi seluruh bangunan,
sehingga kondisi kedalaman perairan dan elevasi dari struktur dan
wilayah darat dapat ditentukan.
Pengambilan data pasang surut dilakukan pada saat pengukuran
batimetri. Pengamatan pasang surut tidak lebih dari satu hari karena
tinggi dermaga terhadap LWS sudah diukur sebelumnya. Lokasi
pengamatan pasang surut berada di Dermaga kolam 1
Komplek Pelabuhan PT. PELINDO II cabang tanjung priok. Alat
yang digunakan untuk pengamatan data pasang surut adalah roll meter.
Pasang surut diukur dari dermaga Kolam 1 dengan mengukur tinggi
dermaga terhadap permukaan air laut dengan menggunakan roll meter.
Pengamatan dilakukan 15 menit sekali secara berulang selama
pengukuran batimetri
22
System (GPS) sebagai alat ukut jarak jauh. Sedangkan alat ukur
kedalaman menggunakan Echosounder beserta alat bantu lainnya.
Ada beberapa tahapan dalam melakukan proses survey batimetri,
di bawah ini akan di jelaskan dengan singkat proses tersebut. Tahapan
pertama adalah membuat jalur sounding, jalur ini digunkan untuk acuan
jalanya kapal saat melakukan survey batimetri. Jarak antar jalur
sounding tergantung pada resolusi ketelitian yang diinginkan. Titik-titik
kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran kedalaman yang disebut
sebagai lajur perum atau sounding line. Jarak antar titik-titik fiks
perum pada suatu lajur pemeruman setidak- tidaknya sama dengan atau
lebih rapat dari interval lajur perum. Saat ini, teknik perekaman data
kedalaman sudah dapat dilakukan secara digital.
Laju perekaman data telah mencapai kecepatan yang lebih baik
dari 1 titik per detik (Poerbandono dan Djunarsjah, 2005). Contoh jalur
sounding :
23
3.4 Pengolahan Data Pekerjaan
Berikut ini adalah tabel data pasang surut yang sudah diolah, sehingga
mendapatkan nilai selisih antara LWS dengan bacaan pasang surut.
24
3.4.2. Pengolahan Data Bathimetri (Pemeruman)
Hasil dari pemeruman adalah data kedalaman yang di dapat
echosounder dan juga data korrdinat yang di dapat dari alat GPS
yang terletak tepat di atas tranduser dari echosounder agar
mendapatkan data koordinat yang lebih akurat. Untuk selanjutnya
adalah proses bagaimana memasukan nilai pasung surut ke dalam
koreksi suvei batimetri. Pada proses ini pelabuhan Tanjung Priok
mempunyai titik acuan ketinggian yaitu nilai LWS sebesar karena
dalam proses pengerjaanya kita menggunakan alat Echosounder
Echotrac MKIII dan juga dibantu dengan perangkat lunak
HYDROPro dimana kita langsung saja menginputkan data LWS
yang kemudian otomatis pada saat survei batimetri sudah munsul
gambaran kedalaman yang sudah terkoreksi dengan nilai LWS.
Dapat dilihat di gambar di bawah.
25
Ditanya : X = Selisih LWS - bacaan pikul
09.54 Bentuk persamaan adalah :
(09.45-09.00)/(10.00-09.00) = (X-65) / (73-65)
45/60 = (X-65) / 8
3/4 = (X-65) / 8
24 = (4X-260)= X = 71 cm
Setelah diketahui nilai interpolasi, tahap selanjutnya adalah
menghitung nilai kedalaman (C) dengan hasil interpolasi. Misal nilai
A = -9.86 m dan hasil interpolasi (X) = 0,71 meter, maka nilai
kedalaman yang sudah terikat dengan LWS adalah -9.86-0.71 = -
9.15 meter
Berikut adalah contoh table hasil perhitungan data batimetri
setelah dilakukan koreksi pasang surut dari LWS.
26
10.4 unutk membuat kontur dan pemberian angka kedalaman.
27
point>import point>format NEZ (comma delimited)>pilih
file>open
28
Gambar 3. 13 Contoh hasil pengeplotan melalui Terramodel 10.4
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
M E N A R A AS DEPAN
M E N A R A AS
DEPAN
KD.90 0
M E N A R A A S.
M E N A R A AS. BELAK ANG
BELAKANG
Peta yang kiri merupakan peta dasar yang digunakan untuk navigasi kapal
30
keruk dimana dengan acuan peta tersebut kapal keruk dapat mengeruk pasir
sesuai area yang di perlukan sehingga menjadi efisien dalam pengerrjaanya.
Untuk peta yang kanan menggambarkan keadaan setelah di keruk agar
nampak daerah yang membutuhkan pengerukan ulang.
31
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dalam proses pengerukan kolam 1 Pelabuhan Tanjung Priok, untuk
perawatan kolam PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok, dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
a. Data sounding yang berupa peta bathimetri kolam 1 Pelabuhan
Tanjung Priok diperlukan dalam proses kontrak awal proyek, tahap
perencanaan dan persiapan, tahap pelaksanaan, tahap pengecekan
progres, serta pengecekan final hasil pengerukan untuk validasi
dengan data yang ada dengan PT. RUKINDO sebagai pihak yang
mengerjakan proyek pengerukan kolam 1 Pelabuhan Tanjung Priok.
b. Survey bathimetri untuk pengecekan hasil pengerukan dilakukan
setiap di awal, progres dan final sounding dimana dari peta bathimetri
yang didapat akan dibandingkan dengan peta hasil survei sebelumnya.
Untuk pengecekan tidak dihitung volume pengerukan melalui peta
bathimetri yang dihasilkan, namun hanya dibandingkan bacaan
kedalaman dari kedua peta yang memiliki lokasi yang sama.
c. Peta bathimetri hasil cek sounding digunakan untuk panduan kapal
keruk.
d. Peta bathimetri hasil progres sounding digunakan untuk penagihan
progres pekerjaan pengerukan kepada PT. RUKINDO.
e. Karakteristik pengerukan:
Target kedalaman pengerukan adalah:
Kolam 1 Pelabuhan Tanjung Priok = 14 meter
Material berupa pasir dan lumpur
5.2. Saran
a. Perlu adanya penghitungan volume pengerukan dari peta bathimetri
yang ada untuk mendapatkan hasil pengecekan progres dengan
ketelitian lebih tinggi.
32
b. Pada saat pekerjaan survei diperlukan alat cadangan untuk
mengantisipasi kerusakan alat yang terjadi pada saat pengambilan
data lapangan.
c. Perlu mengetahui karakteristik gelombang laut untuk mempermudah
pelaksanaan pemeruman dan mendapatkan kualitas data yang lebih
baik.
d. Perlu adanya pengawasan yang ketat terhadap jalannya proyek
pengerukan, karena proses awal sampai final pengerukan dilakukan
oleh pihak ketiga.
33
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., Mihardja D.K., dan Hadi S. (1994). Pasang Surut Laut. Bandung: ITB.
Diktat Kuliah ITB. Pendidikan Survei Hidrografi.
Pertamina.
Pratomo, Danar Guruh, dan Anjasmara Ira Mutiara. (2005). Modul Praktikum
Survei Batimetri. Surabaya: ITS.
34