Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

PETROLOGI
PEMETAAN GEOLOGI

Disusun Oleh :
Risky Rinaldo Syafputra
BP/NIM : 2022/22137135

PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Hari / tanggal : 23 November 2023
Sesi / jam : 202311370039 / 15.00 – 17.10 WIB

Dosen Pengampu :
Harizona Aulia Rahman, S. T., M.
Eng
NIP : 198904292019031008

LABORATORIUM GEOLOGI TAMBANG


PROGRAM STUDI S1 TEKNIK
PERTAMBANGAN DEPARTEMEN TEKNIK
PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM
PETROLOGI
PEMETAAN GEOLOGI

Disusun Oleh:
Risky Rinaldo Syafputra
BP/NIM: 2022/22137135

Disetujui untuk Laboratorium Geologi Tambang


Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik
Universitas Negeri Padang

Tanggal: 23 November 2023

Asisten Pembimbing Asisten Pembimbing

(Wahyu Riang Adeko ) (Indra Pernanda Putra Nasution)


BP/NIM: 2021/ 21137060 BP/NIM: 2021/21137040

i
LEMBAR KONSULTASI / ASISTENSI

Nama : Risky Rinaldo Syafputra


NIM 22137135
Acara : Pemetaan Geologi
Asistensi Labor : 1. Wahyu Riang Adeko
2. Indra Pernanda Putra Nasution
Hari / Tanggal Keterangan Paraf

Padang, 11 Desember 2023


Asisten Pembimbing 1 Asisten Pembimbing 2

(Wahyu Riang Adeko) (Indra Pernanda Putra Nasution)


BP/NIM : 2021/21137060 BP/NIM : 2021/21137040

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa karena atas berkat dan
rahmatnya, sehingga laporan ini dapat selesai tepat pada waktunya. Laporan ini
disusun agar mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar Petrologi beserta
mengaplikasikannya dalam dunia pertambangan. Dengan telah tersusunnya
laporan ini, maka saya selaku penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. Harizona Aulia Rahman, S. T., M. Eng selaku dosen pengampu mata
kuliah Petrologi beserta staff pengajar lainnya.
2. Wahyu Riang Adeko dan Indra Pernanda Putra Nasution selaku asisten
pembimbing praktikum Petrologi yang telah memberikan bimbingan dan
arahan.
3. Semua pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
telah membantu penyusun sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
Penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
perbaikan ke depan. Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat untuk
perkembangan ilmu pengetahuan. Segenap pembaca terima kasih.

Padang, 11 Desember 2023

(Risky Rinaldo Syafputra)

BP/NIM : 2022/22137135

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................i
LEMBAR KONSULTASI / ASISTENSI.....................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................iii
DAFTAR ISI....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Tujuan Dan Manfaat...........................................................................2
C. Alat Dan Bahan..................................................................................2
BAB II DASAR TEORI.................................................................................3
A. Pengertian Peta ................................................................................3
B. Menafsirkan peta topografi..............................................................5
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................9
A. Formasi Ombilin................................................................................9
B. Formasi Sangkarewang....................................................................10
C. Formasi Kuantan .............................................................................11
D. Andesit dari Caldera Danau Maninjau ............................................11
E. Intrusi-Intrusi Batuan Granitik.........................................................12
F. Endapan Alluvium...........................................................................13
G. Sesar Besar Sumatera
BAB IV PENUTUP.........................................................................................15
A. Kesimpulan......................................................................................15
B. Saran.................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................16
LAMPIRAN......................................................................................................18

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peta geologi pada dasarnya merupakan suatu sarana untuk menggambarkan tubuh
batuan, penyebaran batuan, kedudukan unsur struktur geologi dan hubungan antar
satuan batuan serta merangkum berbagai data lainnya. Peta geologi juga merupakan
gambaran teknis dari permukaan bumi dan sebagian bawah permukaan yang
mempunyai arah, unsur- unsurnya yang merupakan gambaran geologi, dinyatakan
sebagai garis yang mempunyai kedudukan yang pasti. Pada dasarnya peta geologi
merupakan rangkaian dari hasil berbagai kajian lapangan. Hal ini pula yang
menyebabkan mengapa pemetaan geologi diartikan sama dengan geologi lapangan.
Peta geologi umumnya dibuat diatas suatu peta dasar (peta topografi/rupabumi)
dengan cara memplot singkapan-singkapan batuan beserta unsur struktur geologinya
diatas peta dasar tersebut. Pengukuran kedudukan batuan dan struktur di lapangan
dilakukan dengan menggunakan kompas geologi. Kemudian dengan menerapkan
hukum- hukum geologi dapat ditarik batas dan sebaran batuan atau satuan batuan
serta unsur unsur strukturnya sehingga menghasilkan suatu peta geologi yang
lengkap. Peta geologi dibuat berlandaskan dasar dan tujuan ilmiah dimana
memanfaatan lahan, air dan sumberdaya ditentukan atas dasar peta geologi. Peta
geologi menyajikan sebaran dari batuan dan tanah di permukaan atau dekat
permukaan bumi, yang merupakan penyajian ilmiah yang paling baik yang
menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh para pengambil keputusan untuk
mengidentifikasi dan mencegah sumberdaya yang bernilai dari resiko bencana alam
dan menetapkan kebijakan dalam pemanfaatan lahan (Bermana: 2013)

Peta adalah suatu penyajian pada bidang datar dari seluruh atau sebagian unsur
permukaan bumi digambar dalam skala tertentu dan sistem proyeksi tertentu. Peta
seringkali sangat efektif untuk menunjukkan lokasi dari obyek obyek alamiah
maupun obyek buatan manusia, baik ukuran maupun hubungan antara satu obyek
dengan obyek lainnya. Sebagaimana dengan foto, peta juga menyajikan informasi
yang barangkali tidak praktis apabila dinyatakan atau digambarkan dalam susunan
kata-kata. Secara umum peta diartikan sebagai gambaran konvensional dari pola
bumi yang digambarkan seolah olah dilihat dari atas ada bidang datar melalui satu
bidang proyeksi degan dilengkapi tulisan tulisan untuk identifikasinya. Peta
mengandung arti komunikasi. Artinya merupakan suatu signal antara sipengirim
pesan (pembuat peta) dengan si penerima pesan (pemakai peta). Dengan demikian
peta digunakan untuk mengirim pesan berupa informasi tetang realita dari fenomena
geografi. Peta pada dasarnya adalah sebuah data yang dirancang untuk mampu
menghasilkan sebuah informasi geografis melalui proses pengorganisasian dari
kolaborasi data lainnya yang berkaitan dengan bumi untuk menganalisis,
memperkirakan dan menghasilkan gambaran kartografi. Informasi ruang mengenai
bumi sangat kompleks, tetapi pada umunmya data geografi mengandung 4 aspek

1
penting, yaitu: 1) Lokasi-lokasi yang berkenaan dengan ruang, merupakan objek-
objek ruang yang khas pada sistem koordinat (projeksi sebuah peta). 2) Atribut,
informasi yang menerangkan mengenai objek-objek ruang yang diperlukan. 3)
Hubungan ruang, hubungan lojik atau kuantitatif diantara objek (Djauhari Noor:
2010).

A. Tujuan Dan Manfaat


1. Mengetahui peta geologi
2. Mengetahui jenis jenis pera geologi
3. Mengetahui geomorfologi

B. Alat Dan Bahan


1. Alat
a) Corel Draw X7
2. Bahan
a) Lembar Geologi Padang
b) Lembar Kartografi Maninjau

2
BAB II
DASAR TEORI

A. Pengertian Peta
Peta adalah suatu penyajian pada bidang datar dari seluruh atau sebagian
unsur permukaan bumi digambar dalam skala tertentu dan sistem proyeksi
tertentu. Peta seringkali sangat efektif untuk menunjukkan lokasi dari obyek
obyek alamiah maupun obyek buatan manusia, baik ukuran maupun hubungan
antara satu obyek dengan obyek lainnya. Sebagaimana dengan foto, peta juga
menyajikan informasi yang barangkali tidak praktis apabila dinyatakan atau
digambarkan dalam susunan kata-kata. Secara umum peta diartikan sebagai
gambaran konvensional dari pola bumi yang digambarkan seolah olah dilihat
dari atas ada bidang datar melalui satu bidang proyeksi degan dilengkapi
tulisan tulisan untuk identifikasinya. Peta mengandung arti komunikasi.
Artinya merupakan suatu signal antara sipengirim pesan (pembuat peta)
dengan si penerima pesan (pemakai peta). Dengan demikian peta digunakan
untuk mengirim pesan berupa informasi tetang realita dari fenomena geografi.
Peta pada dasarnya adalah sebuah data yang dirancang untuk mampu
menghasilkan sebuah informasi geografis melalui proses pengorganisasian
dari kolaborasi data lainnya yang berkaitan dengan bumi untuk menganalisis,
memperkirakan dan menghasilkan gambaran kartografi. Informasi ruang
mengenai bumi sangat kompleks, tetapi pada umunmya data geografi
mengandung 4 aspek penting, yaitu:
1) Lokasi-lokasi yang berkenaan dengan ruang, merupakan objek-objek ruang
yang khas pada sistem koordinat (projeksi sebuah peta).
2) Atribut, informasi yang menerangkan mengenai objek-objek ruang yang
diperlukan.

3
3) Hubungan ruang, hubungan lojik atau kuantitatif diantara objek-objek
ruang, Waktu, merupakan waktu untuk perolehan data, data atribut dan
ruang.
4) Pemetaan adalah suatu proses menyajikan informasi muka Bumi yang
berupa fakta, dunia nyata, baik bentuk permukaan buminya maupun
sumberdaya alamnya, berdasarkan skala peta, sistem proyeksi peta, serta
simbol-simbol dari unsur muka Bumi yang disajikan.
5) Penyajian unsur-unsur permukaan bumi di atas peta dibatasi oleh garis tepi
kertas serta grid atau gratikul. Diluar batas tepi daerah peta, pada umumnya
dicantumkan berbagai keterangan yang disebut tepi. Keterangan tepi ini
dicantumkan agar peta dapat dipergunakan sebaik-baiknya oleh pemakai
peta. Penyusunan dan penempatan keterangan tepi bukan merupakan hal
yang mudah, karena semua informasi yang terletak disekitar peta harus
memperlihatkan keseimbangan (Miall: 2019)

Kebanyakan dari peta yang dikenal hanya memperlihatkan bentuk dua


dimensi saja, sedangkan para pengguna peta seperti ahli geologi
membutuhkan bentuk 3 dimensi (unsur ketinggian) juga disajikan dalam peta.
Peta yang menyajikan unsur ketinggian yang mewakili dari bentuk lahan
disebut dengan peta topografi. Meskipun berbagai teknik telah banyak dipakai
untuk menggambarkan unsur ketinggian, akan tetapi metoda yang paling
akurat/teliti adalah memakai garis kontur. Indonesia pertama kali di petakan
secara detail oleh pemerintah kolonial Belanda dan selesai pada tahun 1943.
Peta ini kemudian disempurnakan lagi di tahun 1944. Peta topografi tahun
1944 ini akhirnya dipakai sebagai acuan dasar pemetaan Indonesia. Tahun
1966 peta Indonesia disempurnakan lagi melalui sistem pencitraan satelit oleh
American Map Service (AMS) namun dengan skala terbesar 1:50000. Peta
topografi awalnya hanya dipakai untuk kebutuhan pertahanan dan militer
sehingga sangat dirahasiakan dan tidak sembarang orang bisa mengakses.

4
Akan tetapi dengan dunia informasi yang makin terbuka, maka peta topografi
sudah disesuaikan dengan kepentingan publik (Hayat: 2003).

B. Menafsirkan peta topografi


Ada dua cara dasar untuk belajar mengenal dan mengidentifikasi
kenampakan-kenampakan geologi pada peta topografi, yaitu:
1. Melakukan pengamatan secara teliti terhadap bentuk-bentuk dari struktur
geologi yang digambarkan dalam bentuk-bentuk kontur pada peta
topografi. Gambaran/ilustrasi dari bentuk-bentuk semacam ini disebut
sebagai kunci untuk mengenal dan mengidentifikasi kenampakan geologi.
2. Melalui metoda praktek dan pelatihan sehingga memiliki kemampuan
melakukan deduksi dalam mengidentifikasi dan memaknakan
kenampakan- kenampakan geologi melalui kajian dengan berbagai kriteria.
Cara ini diyakini sangat dibutuhkan dalam melakukan interpretasi
(Aronoff: 1989).

Meskipun banyak diilustrasikan disini bahwa kesamaan geologi yang


terdapat di banyak tempat di dunia, baik secara stuktur geologi, stratigrafi dan
geomorfologi detail serta hubungan diantaranya sangatlah unik. Berikut ini
adalah beberapa cara dalam mengenal dan mengidentikasi kenampakan-
kenampakan geologi pada peta topografi. Pembuatan peta geomorfologi akan
dipermudah dengan adanya data sekunder berupa peta topografi, peta geologi,
foto udara, citra satelit, citra radar, serta pengamatan langsung dilapangan.
Interpretasi terhadap data sekunder akan membantu kita untuk menetapkan
satuan dan batas satuan geomorfologinya. Walaupun demikian, interpretasi
pada peta topografi tetap ditujukan untuk menginterpretasikan batuan, struktur
dan proses yang mungkin terjadi pada daerah di peta tersebut, baik analisa
secara kualitatif, maupun secara kuantitatif. Dalam interpretasi peta topografi,
prosedur umum yang biasa dilakukan dan cukup efektif adalah

5
1. Menarik semua kontur yang menunjukkan adanya lineament
/kelurusan;
2. Mempertegas (biasanya dengan cara mewarnai) sungai-sungai yang
mengalir pada peta;
3. Mengelompokan pola kerapatan kontur yang sejenis.

Pada butir 1, penarikan lineament biasa dengan garis panjang, tetapi dapat
juga berpatah- patah dengan bentuk garis-garis lurus pendek. Kadangkala,
setelah pengerjaan penarikan garis-garis garis-garis pendek ini selesai, dalam
peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah yang hampir sama dengan
garis-garis pendek ini.
Pada butir 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai (dalam
satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran sungai). Pola aliran
sungai merupakan pencerminan keadaan struktur yang mempengaruhi daerah
tersebut.
Pada butir 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan secara
kualitatif yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada,
atau secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari seluruh peta.
Persen lereng adalah persentase perbandingan antara beda tinggi suatu lereng
terhadap panjang lerengnya itu sendiri (Allmendinger: 2013).

Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu
diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.
1. Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang
menunjukan batuan lunak atau lepas.

2. Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya,


menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.
3. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya
batuan keras.

6
4. Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu berada
pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan sungai adalah
perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada pada
cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu
sendiri).

Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting


adalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan
atau pembelokan secara tiba- tiba, baik pada pola bukit maupun arah aliran
sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai (Eko
Budiyanto: 2016).

Dalam interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan skala


yang digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia, peta topografi yang
tersedia umumnya mempunyai skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000 (atau lebih
kecil). Acapkali skala yang lebih besar, seperti skala 1 : 25.000 atau 1 : 12.500
umumnya merupakan pembesaran dari skala 1 : 50.000. dengan demikian,
relief bumi yang seharusnya muncul pada skala 1 : 25.000 atau lebih besar,
akan tidak muncul, dan sama saja dengan peta skala 1 : 50.000. Dengan
demikian, sasaran / objek interpretasi akan berlainan dari setiap skala peta
yang digunakan. Interpretasi pada peta topografi tetap ditujukan untuk
menginterpretasikan batuan, struktur dan proses yang mungkin terjadi pada
daerah di peta tersebut, baik analisa secara kualitatif, maupun secara
kuantitatif (Hamilton: 1979).

Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu
diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.

7
1. Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang
menunjukan batuan lunak atau lepas.
2. Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya,
menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.
3. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya
batuan keras atau zona patahan.
4. Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu
berada pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan sungai
adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada pada
cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu
sendiri), sedangkan kerapatan sungai yang kecil menunjukan batuan yang
resisten terhadap erosi (Hamilton: 1979).

Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting


adalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan
atau pembelokan secara tiba- tiba, baik pada pola bukit maupun arah aliran
sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai. Berikut
ini adalah penafsiran struktur perlapisan, struktur lipatan dan struktur sesar
berdasarkan pola kontur, pola aliran sungai dan lineament (kelurusan)
topografi.

1) Jurus dan kemiringan lapisan berdasarkan pola kontur


2) Resistensi batuan berdasarkan pola kerapatan kontur
3) Resistensi batuan berdasarkan kerapatan sungai (drainage density)
4) Struktur lipatan berdasarkan pola kontur perbukitan parallel.
5) Struktur lipatan berdasarkan pola kontur perbukitan berupa “shoe shape”
Pola kontur perbukitan yang berbentuk sepatu (shoe shape)
mengindikasikan struktur lipatan (sinklin atau antiklin) yang menunjam
kebawah atau terbuka keatas.

8
6) Struktur patahan berdasarkan pola kontur perbukitan yang bergeser
7) Struktur patahan berdasarkan pola aliran sungai yang berbelok tiba-tiba
(offset) (Marshak: 2009)

BAB III
PEMBAHASAN

A. Formasi Ombilin

Karakter tektural Formasi Ombilin terdiri dari batulempung karbonan dan

9
batulempung karbonatan berwarna abu-abu yang pada beberapa tempat
berselingan dengan lapisan-lapisan tipis dari batupasir karbonat, mineral
authogenik glaukonit, terdapat pecahan fragmen moluska dan sisasisa tumbuhan.
Bagian bawah dari Formasi Ombilin dicirikan dengan nodul-nodul batugamping
dan lapisan tipis dari lensalensa batugamping coral foraminiferal, terdapat lapisan
batulempung karbonatan mengandung globigerina, sedangkan pada bagian
atasnya terdiri dari selang-seling antara beberapa batupasir halus tipis-tipis
karbonatan glaukonit berwarna abu-abu keputih-an. Penyebaran satuan ini sangat
luas terdistribusi di seluruh cekungan dengan semakin muda kearah pusat
cekungan. Kontak dengan batuan diatasnya – Formasi Ranau – tidak diketahui
dengan jelas. Pada bebarapa bagian kontak Formasi Ombilin dengan Formasi
Sawahlunto dan Formasi Swahtambang diperkirakan sela-ras walaupun pada
beberapa tempat terdapat unconformity secara lokal. Tipe tektural biologi dari
Formasi Ombilin ini dicirikan dengan kelim-pahan fosil-fosil Globigerinoides
primordius, G. trilobus yang menunjukkan umur Awal Miosen (N4-N5) menurut
zonasi dari Blow, dengan lingkungan pengendapan berdasarkan zonasi
bathymetri fosil bentonik serta asosiasi pada mineral glaukonit menunjukkan
zonasi neritik sampai bathial bagian atas. Pada peta diatas yang termasuk ke
dalam formasi ombilin adalah Tsc, Tpc, dan Tls. (Setiadi: 2006)

B. Formasi Sangkarewang

Karakter tekstural Formasi Sangkarewang dapat teramati dengan baik pada sungai
Sangkarewang daerah Kolok, dengan kenampakan selangseling batupasir halus
dengan shale. Batupasir berwarna abu-abu laminasi dengan penyusun quartz,
feldsfarbearing, karbonatan, memperlihatkan pola fining-upward, graded-bedding
dan fragmen kasar pada bagian bawah dan halus kearah atas, sorting buruk dari
matiks lempungan dengan terlihat sisa-sisa fragmen mika dan karbonan. Shale
berwarna abu-abu kehitaman sampai kemerahan, karakter shale menunjukkan

10
sifat plastis dan papery yang karbonatan (karbonat air tawar) akan tetapi
mengandung material karbonan dengan indikasi lainnya seperti mika, pirit dan
fragmentasi dari sisa tumbuhan. Formasi ini sebagian besar tersingkap pada
bagian Baratlaut dari cekungan Ombilin. Secara stratigrafi Formasi
Sangkarewang terletak unconformably dengan batuan pre-Tersier di bagian
bawahnya. Pada beberapa tempat menunjukkan kontak secara interfingering
Formasi Brani bahkan ada yang menyatakan bahwa Formasi Sangkarewang ini
sebagai lensa pada Formasi Brani. Berdasarkan pada fosil berupa fosil ikan air
tawar Musperia radiata(Herr) dan Scleropagus dan data palynologi yaitu
Verrucatosporites, Monocolpites dan keberadaan Echitriporites trianguliforms,
Ephedripites (JICA, 1979 dalam Koesoemadinata, 1981) menunjukkan umur
Paleosen sampai Eosen de-gan lingkungan pengendapan lacustrne dengan
mekanisme transportasi turbidite current. (Simbolon: 2010)

C. Formasi Kuantan

Formasi Kuantan merupakan batuan berumur Permo-Karbon yang merupakan


bagian dari Blok Sumatra Barat dan dapat dikelompokkan ke dalam tiga satuan,
yaitu Satuan Metamorf, Satuan Serpih dan Satuan Batugamping. Pada
pembahasan kali ini kita akan berfokus pada satuan batugamping (Setiadi: 2006).
Kenampakan di lapangan satuan batugamping ini memiliki warna putih keabu-
abuan dalam kondisi segar, sedangkan dalam kondisi lapuk bewarna putih
kehitaman, masif, kompak, di beberapa tempat menunjukkan kesan seperti
berlapis dengan intensitas rekahan yang tinggi, terdapat juga batugamping
terumbu. Satuan batugamping ini dapat dilihat di sepanjang ruas jalan
Bukittinggi-Payakumbuh. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu y a n g
dilakukan oleh Chalik (1996). pada peta diatas satuan Pl menunjukkan satuan
batu gamping perm yang masuk kedalam bagian formasi kuatan (Purbo: 1979).

11
D. Andesit Dari Caldera Danau Maninjau

Caldera Danau Maninjau terbentuk akibat letusan gunung api prasejarah.


Prosesnya dimulai dengan letusan besar yang menyebabkan material vulkanik
keluar dari dalam gunung api. Setelah letusan, bagian tengah gunung runtuh dan
membentuk cekungan besar yang kemudian terisi air hujan atau air sungai,
membentuk danau.
Caldera merupakan cekungan yang terbentuk akibat runtuhnya bagian tengah
gunung api setelah letusan besar. Danau Maninjau terletak di dalam caldera ini,
yang memiliki bentuk cekungan besar dan dangkal. Proses geologis ini memakan
waktu ribuan tahun dan menciptakan struktur alam yang unik seperti Danau
Maninjau di Sumatera Barat, Indonesia (Marshak: 2009).
Andesit di sekitar danau Maninjau umumnya berasal dari aktivitas vulkanik di
caldera tersebut. Material andesit merupakan batuan beku yang dapat terbentuk
dari lava dan abu vulkanik yang mengalami pendinginan di permukaan Bumi.
Caldeara danau Maninjau sendiri adalah bekas letusan gunung api prasejarah
yang membentuk danau dan meninggalkan endapan andesit di sekitarnya (Eko
Budiyanto: 2016).

E. Intrusi-Intrusi Batuan Granitik

Intrusi batuan granitik merujuk pada fenomena geologi di mana magma granit
menembus dan mengintrusi lapisan batuan di dalam kerak bumi. Proses ini
merupakan bagian dari siklus pembentukan batuan beku dan melibatkan
peningkatan suhu dan pendinginan magma granit di bawah permukaan bumi.
Berikut adalah beberapa aspek yang dapat dijelaskan secara lebih rinci: Intrusi
batuan granitik dimulai dengan naiknya magma granit dari dalam mantel bumi
melalui retakan atau celah-celah di kerak bumi. Seiring dengan pergerakan ke
atas, magma ini bertemu dengan batuan yang sudah ada dan mulai mendingin.
Pada titik tertentu, magma granit tersebut mengeras dan membentuk tubuh batuan

12
granitik di dalam kerak bumi.Batuan granitik memiliki karakteristik yang dapat
dikenali, seperti butiran yang kasar dan warna yang bervariasi tergantung pada
mineral penyusunnya. Kandungan mineral utama termasuk kuarsa, feldspar, dan
mika. Warna umumnya mencakup merah, abu-abu, atau merah muda,
memberikan identitas visual yang khas. Intrusi batuan granitik dapat terbentuk
dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah batholit, yang merupakan tubuh
batuan granitik besar dan mendalam di bawah permukaan. Laccolith adalah
bentuk intrusi lainnya di mana magma menyusup di antara lapisan batuan yang
sudah ada, mendorong lapisan di atasnya. Dike adalah intrusi tipis yang merambat
melalui retakan batuan yang sudah ada. Pada peta kali ini didapati banyak sekali
intrusi-intrusi batuan granitic atau batuan asam yang membentuk pola topografi
yang unik (Hayat: 2003).

F. Endapam Alluvium

Endapan alluvium terbentuk melalui serangkaian proses yang dimulai dengan


erosi di daerah sumbernya, seperti pegunungan atau lembah sungai. Air hujan, air
sungai, atau salju mencair dapat merusak batuan di daerah tersebut, mengangkut
material sedimen, seperti pasir, lumpur, kerikil, dan serpih, menuju daerah yang
lebih rendah (Hamilton: 1979).
Selama aliran ke hilir, aliran air kehilangan energi, menyebabkan endapan
material sedimen di sepanjang jalur sungai. Proses ini melibatkan deposisi
sedimen di dasar sungai, di tepi sungai, atau di dataran banjir. Endapan alluvium
memiliki komposisi material yang bervariasi tergantung pada jenis batuan yang
diangkut oleh air sungai. Karena itu, endapan ini dapat terdiri dari campuran
pasir, lumpur, kerikil, dan serpih. Komposisi ini memberikan sifat fisik dan kimia
tertentu pada tanah di daerah tersebut. Studi endapan alluvium dapat memberikan
informasi penting tentang sejarah geologi suatu wilayah. Fosil atau artefak yang
ditemukan dalam endapan tersebut dapat memberikan petunjuk tentang aktivitas
manusia atau perubahan lingkungan di masa lalu (Djauhari Noor: 2016).

13
G. Sesar Besar Sumatera

Sesar Besar Sumatera merupakan salah satu sesar aktif yang memotong pulau
Sumatera, Indonesia. Sesar ini memiliki peran penting dalam dinamika tektonik
wilayah tersebut. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai Sesar Besar
Sumatera: Sesar Besar Sumatera terletak di sepanjang pulau Sumatera,
membentang dari utara Sumatera Utara hingga selatan di Provinsi Lampung.
Sesar ini merupakan bagian dari Batas Lempeng Eurasia dan Indo-Australia di
wilayah konvergensi antara lempeng-lempeng tersebut. Sesar Besar Sumatera
adalah sesar geser (strike-slip fault) dengan pergerakan mendatar sepanjang sesar
tersebut. Lempeng Indo-Australia bergerak ke utara dan bertabrakan dengan
lempeng Eurasia, menyebabkan deformasi dan aktivitas seismik di sepanjang
sesar ini. Sesar Besar Sumatera dikenal karena aktivitas seismiknya yang tinggi.
Gempa bumi besar dan megathrust sering terjadi di sekitar wilayah ini. Salah satu
segmen paling dikenal adalah Segmen Mentawai yang berada di lepas pantai
barat Sumatera, yang dapat memicu gempa bumi besar dan tsunami. Sesar Besar
Sumatera terlibat dalam sejumlah peristiwa gempa bumi dan tsunami yang
signifikan. Gempa bumi besar pada tahun 2004, yang dikenal sebagai Gempa
Samudera Hindia 2004, terjadi di segmen selatan Sesar Besar Sumatera dan
menyebabkan tsunami mengerikan yang merenggut ribuan nyawa di sejumlah
negara di sekitar Samudera Hindia. Sebagian besar sesar di Sumatera terkait
dengan proses subduksi, di mana lempeng Indo-Australia menyusup di bawah
lempeng Eurasia. Subduksi ini menciptakan zona sesar dan aktivitas vulkanik
yang mempengaruhi sebagian besar Indonesia. Studi terhadap Sesar Besar
Sumatera memiliki relevansi besar dalam pemahaman tentang dinamika tektonik
dan seismologi di wilayah tersebut. Informasi ini juga krusial untuk
pengembangan strategi mitigasi bencana dan upaya perlindungan masyarakat dari
potensi gempa bumi dan tsunami (Djauhari Noor: 2016).

14
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Peta geologi adalah sebuah gambaran kecil dari seluruh permukaan
bumi. Tidak ada yang tahu bagaimana jelasnya bentuk muka bumi
melihat ada banyak batuan yang ditemukan. Dengan adanya peta
geologi, akan memudahkan manusia untuk memahami bagaimana
kenampakan pada bumi disuatu daerah.
2. Berdasarkan kajian geomorfologi yang ditunjang aspek geologi dan data
dari peneliti terdahulu, dapat disimpulkan bahwa Danau Kaldera
Maninjau kemungkinan terbentuk akibat dua kali letusan katastropik dua
tubuh gunung api yang berbeda.
3. Morfologi yang menunjukkan adanya dua kerucut gunung api yang
bersebelahan, Maninjau tua (utara) dan Maninjau muda (selatan).
4. Dinding kaldera bagian utara sudah mengalami proses denudasi dan
membentuk debris, nendatan, talus, dan dataran aluvium, sedangkan di
bagian selatan sedang berlangsung proses pembentukan talus.
5. Dua titik kedalaman pada peta batimetri yang masing-masing -168 m
(di sebelah utara) dan -169 m (di sebelah selatan), yang dibatasi oleh
garis batimetri yang lebih dangkal (saddle).

B. Saran
1. Pada saat melakukan praktikum kita harus teliti dalam …
2. Diharapkan sebelum melakukan praktikum telah membaca materi yang telah
diberikan.
3. Saat melakukan digitasi peta geologi diusahakan untuk memperhatikan garis
kontur yang diikuti untuk mengelompokkan suatu formasi, diusahakan
untuk tidak melewati garis kontur yang lainnya

15
DAFTAR PUSTAKA
Allmendinger, R. W. (2013). "Structural Geology Algorithms: Vectors and Tensors."
Cambridge University Pres
Aronoff, (1989). Geographic Information Sistem : A Management Perpective,
Ottawa, Canada : WDL Publication.
Bermana Ike. KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI UNTUK PEMETAAN GEOLOGI
YANG TELAH DIBAKUKAN. Universitas Padjajaran
Circum-Pasific Map Project, 1981. Plate tectonic map of the circum-Pasific region,
southwest quadrant: Tulsa, Circum-Pasific Counc. Energy Min. Res./Am.
Assoc. Pet. Geol., scale 1:10.000.000.
Djauhari Noor. 2010. Geomorfologi.
Eko Budiyanto (2016), “Sistem Informasi Geografis dengan Quantum GIS”, Penerbit
Andi, Yogyakarta.
Hamilton, W., 1979. Tectonic of the Indonesian Region. US Geol.Surv. Prof.Paper
1078.
Hayat, Z.D., 2003. Morfo-tektonik Ngarai Sianok Bukittinggi, Sumatera Barat.
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral XIII (133):25-36.
Kastowo, Gerhard, W.L., Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1996. Peta Geologi Lembar
Padang, Sumatera, skala 1:250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan dan
Geologi, Bandung.
Leet, L. D., Judson, S., & Moomaw, R. L. (2011). "Physical Geology." Prentice Hall.
Marshak, S. (2009). "Essentials of Geology." W.W. Norton & Company.
Miall, A. D. (2019). "The Geology of Stratigraphic Sequences." Springer.
Neuendorf, K. K. E., Mehl Jr, J. P., & Jackson, J. A. (2005). "Glossary of Geology."
American Geological Institute.
Posavec, M., Taylor, D., van Leeuwen, Th., and Spector, A., 1973. Tectonic controls
of volcanism and complex movements along the Sumatran Fault system. Geol.

J
Soc. Malaysia Bull.6: 43-60.

16
Purbo-Hadiwidjoyo, M.M., Sjachrudin, M.L., and Suparka, S., 1979. The volcanotectonic
history of the Maninjau caldera, western Sumatra, Indonesia. Geol.
Mijnb.58(2):193-200.
Setiadi, H. 2006. Pemetaan Pola Terjadinya Gempa Bumi Di Indonesia dengan Metode
Fraktual. Jurnal Riset Geologi Dan Pertambangan. 17(2): 51-56.
Simbolon, D. 2010. Geografi Sejarah Dan Pemetaan. Makalah Diskusi Penyusunan
Pedoman Sig Untuk Pemetaan Sejarah. Bogor.

17
18

Anda mungkin juga menyukai