Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN LENGKAP

PRINSIP STRATIGRAFI

DIBUAT OLEH :

M. EKAR DAENG P
F 121 19 072

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TADULAKO

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI

PALU

2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Dengan menyebut nama Allah SWT penulis panjatkan puja dan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, dan berkat-Nya kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Field Trip Prinsip Stratigrafi sesuai
dengan rencana dan tepat pada waktunya.
Laporan Field Trip Prinsip Stratigrafi ini disusun berdasarkan hasil kunjungan ke
Desa Lonca, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Kegiatan Field
Trip tersebut dilaksanakan pada mata kuliah Prinsip Stratigrafi.
Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada dosen penanggung jawab
praktikum dan para asisten yang senantiasa memberikan arahan dan pesan-pesan
positif yang dapat saya jadikan acuan dalam penulisan laporan ini, diantaranya:
1. Harly Hamad ST.MT selaku dosen penanggung jawab praktikum
2. Para asisten dosen yang banyak membantu di lapangan
3. Teman-teman kelompok dan mahasiswa teknik geologi 2019
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran dari
segala pihak guna kesempurnaan pembuatan laporan selanjutnya.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Palu, 28 Desember 2021

Penulis

M. Ekar Daeng P
F 121 19 072

M. EKAR DAENG P ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………….....….i
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………...…...iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................v
DAFTAR TABEL.......................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….…………...1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………….….......1
1.2 Maksud dan Tujuan……………………………………………..…..…....2
1.3 Manfaat…………………………………………………………..…..…....2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian………………………………..…….3
2.1.1. Strarigrafi……………………………………………………....…...3
2.1.2. Geomorfologi……………………………………………..…..….....5
2.1.3. Stuktur Geologi…………………………………………….….……5
2.2 Pengertian Stratigrafi…………………………………………….….…….6
2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Stratigrafi………………………………………..…7
2.4 Unsur-Unsur Dasar Stratigrafi…………………………………….……..12
2.5. Measuring Section……………………………………………..…......….15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................16
3.1 Waktu dan tempat penelitian……………………………………………..16
3.2 Alat dan bahan………………………………………………………...…17
3.3 Metode dan tahapan penelitian (dilengkapi diagram alir)……………….18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………….………..23
4.1 Hasil……………………………………………………………………...23
- Ms
- Penampang vertikal dn sekuen stratigrafi
- Peta lintasan
- Data lapangan (data singkapan)
DANIEL ALFA GIMELLY iii
4.2 Pembahasan……………………………………………………………...….24
4.2.1 Jenis Litologi Daerah Penelitian………………..………………….….24

4.2.2 Mekanisme dan Sejarah Pembentukan Batuan di Daerah Penelitian...26

BAB V PENUTUP……………………………………………………….…………29

5.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..29

5.2 Saran…………………………………………………………………………29

DAFTAR PUSTAKA

M. EKAR DAENG P iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian …………………………...…3

Gambar 2.3.1 Hukum superposisi oleh steno ………………………………..............8

Gambar 2.3.2 Hukum kejadian horizontal…………………………………………...9

Gambar 2.3.3 Hukum kemenerusan lateral…………………………………………..9

Gambar 2.3.4 Continental Drift…………………………………………………….10

Gambar 2.3.5 Hukum hubungan potong menyilang oleh AWR Potter & H……….11

Gambar 2.3.6 Hukum suksesi fauna oleh De Soulovie……………………………..11

Gambar 2.4.1 Ketidakselarasan angular unconformity…..........................................13

Gambar 2.4.2 Ketidakselarasan non-conformity……………………………………13

Gambar 2.4.3 Ketidakselarasan disconformity……………………………………...14

Gambar 2.4.4 Ketidakselarasan paraconformity……………………………….......14

Gambar 3.1 Jalur perjalanan dari kota Palu menuju lokasi pengamatan………...16

Gambar 3.3.6 Diagram Alir Tahapan Penelitian……………………………….…...21

M. EKAR DAENG P v
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 data Measured Section…………………………………………………....23

M. EKAR DAENG P vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta
distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk
menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan
yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi
(litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun
absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas
penyebaran lapisan batuan. Stratigrafi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang aturan, hubungan, dan pembentukan (genesa) macam-macam
batuan di alam dalam ruang dan waktu.

Pengukuran stratigrafi merupakan hal yang biasa dilakukan dalam kegiatan


geologi lapangan. Pengukuran stratigrafi dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran yang terperinci dari hubungan stratigrafi antar setiap perlapisan
batuan/satuan batuan, ketebalan setiap satuan stratigrafi, sejarah sedimentasi
secara vertical dan lingkungan pengendapan dari setiap satuan batuan.

Oleh sebab itu praktikum dan fieldtrip dilaksanakan bermaksud memberikan


pemahaman kepada mahasiswa geologi mengenai studi prinsip stratigrafi,
bagaimana melakukan pengukuran stratigrafi di lapngan sehingga dapat
mengetahui stratigrafi suatu daerah. Laporan ini merupakan bukti fisik dari
praktikum prinsip stratigrafi yang dilaksanakan di desa Lonca, Kecamatan Kulawi,
Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah yang berisi tentang, proses
pengambilan data dan pengolohan data.

M. EKAR DAENG P 1
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum Prinsip Stratigrafi ini untuk mengaplikasikan teori-
teori dari materi perkuliahan dan dapat lebih memahami dengan melakukan
praktikum ini.
Adapaun tujuan dilaksanakannya praktikum ini yaitu :
1. Mengetahui cara pengukuran stratigrafi menggunakan metode measured
section di lapangan
2. Mengetahui cara pengolahan data hasil pengukuran stratigrafi
3. Mengetahui lingkungan pengendapan serta proses pembentukan batuan pada
daerah penelitian.
1.3 Manfaat
1 Mengetahui cara pengukuran stratigrafi menggunakan metode measured
section di lapangan dan cara pengolahan data hasil pengukuran stratigrafi
2 Mengetahui lingkungan pengendapan serta proses pembentukan batuan pada
daerah penelitian berdasarkan pola system track.

M. EKAR DAENG P 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional Daerah Penelitian

Gambar 2.1 Peta Geologi Regional Daerah Penelitian (Sumber :


Dokumentasi pribadi, 2021)

Pada Desa Lonca, Kecamatan Kulawi, Kabupaten, Sigi ini masuk pada Lembar
Geologi Regional Daerah Pasangkayu, dimana pada daerah tersebut merupakan
Komplek Batuan Terobosan (Tmpi) (Granit dan Granodiorit), yang ditandai
dengan pengambilan titik koordinat 119°96’71’’E dan 1°49’92’’.

2.1.1 Stratigrafi Regional


Daerah penelitian umumnya disusun oleh Formasi Pasangkayu (TQp).
Secara stratigrafi Formasi Pasangkayu menindih tidakselaras dengan Formasi

M. EKAR DAENG P 3
Lariang (Tmpl) yang di bawahnya dan dibagian atas ditindih secara tidakselaras
Formasi Pakuli (Qp) serta endapan Aluvial.

- Formasi Lariang terdiri dari perselingan konglomerat dengan batupasir.


Sisipan batulempung dan setempat tufa (Hadiwijoyo, dkk, 1993). Formasi
Lariang ini sebanding dengan Molasa Celebes yang bercirikan batuan
klastika berbutir lebih halus. Batuan Molasa ini terdiri dari konglomerat,
batupasir, batugamping koral dan napal yang semuanya hanya mengeras
lemah. Umur satuan ini dari Miosen Akhir – Pliosen.

- Formasi Pasangkayu terdiri dari perselingan batupasir dengan


batulempung, setempat bersisipan konglomerat dan batugamping.
Penyebaran batuan Formasi Pasangkayu menempati areal sekitar Ibukota
Pasangkayu yaitu bagian Barat dari wilayah Kecamatan Pasangkayu dan di
bagian Selatan memanjang dari sekitar Sungai Lariang yaitu di bagian
tengah wilayah Kecamatan Baras memanjang dan melebar hingga ke bagian
tengah wilayah Kecamatan Sarudu di Selatan. Umur Satuan ini Pliosen –
Plistosen (Hadiwijoyo, dkk, 1993).

- Formasi Pakuli disebut juga Formasi Molasa Celebes Sarasin dan Sarasin,
dengan luas + 272, 50 km2, dengan sebaran di bagian timur CAT - Palu
seluas 182,74 km2 dan di bagian barat CAT - Palu seluas 89,76 km2.Batuan
penyusun formasi ini terdapat pada ketinggian lebih rendah pada sisi - sisi
kedua pematang, yaitu dataran aluvial bagian timur dan barat. Batuan ini
menindih secara tidak selaras seluruh Formasi Tinombo dan Kompleks
Batuan Metamorf, terdiri dari konglomerat, batupasir, batulumpur,
batugamping koral, dan napal.

M. EKAR DAENG P 4
- Endapan Aluvial terdiri dari endapan aluvial sungai, endapan rawa, endapan
aluvial pantai, penyebarannya menempati dataran rendah di pantai Barat
Kabupaten Mamuju Utara. Memanjang dari selatan di sekitar muara Sungai
Karossa hingga dataran rendah di Utara disekitar muara Sungai Lariang.
Umur satuan ini Holosen (Hadiwijoyo, dkk, 1993).
Calvert dan Hall (2003) telah melakukan studi detail dan pemetaan geologi
wilayah Lariang dan Karama termasuk daerah penelitian dengan mengusulkan
nama Formasi baru yaitu Formasi Lisu yang oleh peneliti terdahulu dipetakan
sebagai Formasi Pasangkayu dan Formasi Lariang. Formasi Lisu terdiri dari
perselingan batulempung, batupasir dan batupasir konglomeratan. Tebal
Formasi ini sekitar 2.000 meter yang berumur Miosen Awal bagian Akhir
sampai Pliosen Awal.
2.1.2 Geomorfologi
Secara umum morfologi Lembar Pasangkayu dapat dibagi menjadi tiga
satuan morfologi (Hadiwijoyo, dkk, 1993), yaitu : dataran rendah, perbukitan
dan pegunungan. Dataran rendah menermpati wilayah bagian Barat, satuan ini
tersebar hampir di sepanjang pesisir dan melebar di sekitar muara Sungai
Lariang. Tingginya berkisar dari 0 sampai 50 meter di atas permukaan laut,
dengan lereng sangat landai hingga datar.
Wilayah perbukitan tersebar di bagian tengah lembar, memanjang dari arah
Utara sampai Selatan dan umumnya berlereng landai hingga curam,
ketinggiannya berkisar dari 50 m hingga 500 m di atas permukaan laut. Di
sekitar lembah Palu satuan ini menempati daerah yang sempit diantara dataran
rendah dan pegunungan, diantaranya di sekitar Bora, Bombaru hingga Bomba
atau Kulawi.
Wilayah pegunungan menempati sebagian besar daerah pemetaan, terutama
di bagian Timur lembar, membujur dengan arah utara – selatan, dan melebar di
bagian Selatan. Satuan morfologi ini umumnya berlereng terjal, mempunyai
M. EKAR DAENG P 5
ketinggian lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Puncak – Puncaknya
berketinggian antara 1.500 meter dan 2.250 meter di atas permukaan laut.
2.1.3 Struktur Geologi
Pulau Sulawesi merupakan wilayah di Indonesia yang mempunyai proses
pembentukan yang kompleks. Pulau ini adalah hasil bentukan dari pertemuan
tiga lempeng besar yaitu Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia. Benturan ini pula
yang menyebabkan Pulau Sulawesi berbentuk huruf “K” (Katili, 1978).
Secara regional pada daerah penelitian struktur geologi yang berkembang
dipengaruhi oleh tiga arah tegasan utama, yaitu berarah Timurlaut – Baratdaya,
Baratlaut – Menenggara, dan berarah Utara – Selatan (Calvert and hall, 2007).
Tegasan utama ini membentuk struktur perlipatan dan sesar-sesar yang terekam
pada batuan-batuan Mesozoikum. Letak Sungai Lariang yang terlihat sekarang
ini dikontrol oleh tegasan utama yang berarah Baratlaut – Menenggara yang
diinterpretasikan berhubungan dengan pembentukan Sesar Palu-Koro
(Sukamto, 1975 dalam Calvert and Hall, 2007).
Proses pemekaran selat Makassar yang berlangsung sejak Kala Miosen
Tengah (Weissel, 1980; and Rangin et al., 1990 dalam Wilson, 1998)
mengakibatkan terbentuknya half graben pada bagian Barat dari lengan
Sulawesi Barat. Memasuki Kala Pliosen Awal hingga Plistosen terjadi proses
deformasi yang menyebabkan batuan – batuannya mengalami perlipatan dan
pensesaran yang kemudian membentuk topografi dengan elevasi yang tinggi
pada sebagian besar daerah sebelah Timurnya (Calvert and Hall, 2003).

2.2 Pengertian Stratigrafi

Ilmu stratigrafi muncul untuk pertama kalinya di Britania Raya pada abad ke-
19. Perintisnya adalah William Smith. Ketika itu dia mengamati beberapa
perlapisan batuan yang tersingkap yang memiliki urutan perlapisan yang sama
(superposisi). Dari hasil pengamatannya, kemudian ditarik kesimpulan bahwa
M. EKAR DAENG P 6
lapisan batuan yang terbawah merupakan lapisan yang tertua, dengan beberapa
pengecualian. Karena banyak lapisan batuan merupakan kesinambungan yang
utuh ke tempat yang berbeda-beda maka dapat dibuat perbandingan antara satu
tempat ke tempat lainnya pada suatu wilayah yang sangat luas.

Berdasarkan hasil pengamatan ini maka kemudian Willian Smith membuat


suatu sistem yang berlaku umum untuk periode periode geologi tertentu
walaupun pada waktu itu belum ada penamaan waktunya. Berawal dari hasil
pengamatan William Smith dan kemudian berkembang menjadi pengetahuan
tentang susunan, hubungan dan genesa batuan yang kemudian dikenal dengan
stratigrafi.Stratigrafi adalah ilmu yang mempelajari tentang perlapisan batuan,
sehingga dapat menginterpretasikan lingkungan pengendapan, dan umur batuan
tersebut. Stratigrafi juga ilmu yang mendiskripsi dan mempelajari perlapisan
batuan-batuan, mengenai penyebaran, komposisi, ketebalan, umur, keragaman
dan korelasi lapisan batuan serta pelamparannya.

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta
distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk
menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan
yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi
(litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun
absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas
penyebaran lapisan batuan.

Berdasarkan dari asal katanya, stratigrafi tersusun dari 2 (dua) suku kata, yaitu
kata "strati" berasal dari kata "stratos", yang artinya perlapisan dan kata "grafi"
yang berasal dari kata "graphic/graphos", yang artinya gambar atau lukisan.
Dengan demikian stratigrafi dalam arti sempit dapat dinyatakan sebagai ilmu
pemerian lapisan-lapisan batuan. Dalam arti yang lebih luas, stratigrafi dapat

M. EKAR DAENG P 7
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang aturan, hubungan, dan
pembentukan (genesa) macam-macam batuan di alam dalam ruang dan waktu.

2.3 Prinsip-prinsip Dasar Stratigrafi

Dalam pembahasan mengenai Stratigrafi tidak lepas dari hukum-hukum yang


berlaku dan mengatur tentang strata atau perlapisan batuan yang dikemukakan
oleh beberapa ahli seperti Nicolas Steno, James Hutton, William Smith, Selley,
Abble Giraud dan Soulavie.

1. Hukum Steno (1669)

Nicolas Steno mengemukakan 3 hukum dasar mengenai perlapisan batuan


yaitu :

a. Hukum Superposisi (Superposition Law)


Dalam suatu urutan suatu perlapisan batuan maka lapisan paling bawah
relatif lebih tua umurnya daripada lapisan yang berada diatasnya selama
belum mengalami deformasi.

Gambar 2.3.1. Hukum superposisi oleh steno (Sumber : Rangga Satria


Gemilang)

M. EKAR DAENG P 8
b. Hukum Kejadian Horizontal (Law of Origin Horizontality)
Lapisan sedimen pada mulanya diendapkan dalam keadaan mendatar
(horizontal) sedangkan akumulasi pengendapannya secara vertikal. Jadi
apabila sekarang dijumpai batuan sedimen dengan kedudukan lapisannya
miring, berarti batuan tersebut telah mengalami proses tektonik (endogen)
maupun perlapukan (eksogen).

Gambar 2.3.2. Hukum kejadian horizontal (Sumber : Rangga Satria


Gemilang) (sumber
http://bumipunbercerita.blogspot.com/2011/10/hukum-
hukum-geologi.html)

c. Hukum Kemenerusan Lateral (Lateral Continousity Law)

Lapisan yang diendapkan pada suatu cekungan akan terendapkan terus-


menerus secara lateral dan akan membaji pada tepian pengendapan pada
masa cekungan itu terbentuk.

M. EKAR DAENG P 9
Gambar 2.3.3. Hukum kemenerusan lateral (Sumber : Rangga Satria
Gemilang)

2. Hukum Uniformitarianisme oleh James Hutton (1785)

Proses-proses yang terjadi pada masa lampau mengikuti hukum yang


berlaku para proses-proses yang terjadi sekarang atau dengan kata lain masa
kini adalah kunci dari masa lampau (the present is the key to the past), jadi
proses-proses geologi yang terlihat sekarang ini dipergunakan sebagai dasar
pembahasan proses geologi masa lampau.

M. EKAR DAENG P 10
Gambar 2.3.4. Continental Drift adalah salah satu penerapan dari
hukum uniformitarianisme (Sumber : Rangga Satria
Gemilang)

3. Hukum Hubungan Potong Menyilang oleh AWR Potter & H. Robinson

Hukum hubungan potong menyilang (cross cutting relationship)


menyatakan bahwa apabila satuan batuan yang menerobos/memotong satuan
batuan lain, maka satuan batuan yang menerobos/memotong tersebut berumur
lebih muda daripada batuan yang dipotongnya.

M. EKAR DAENG P 11
Gambar 2.3.5 Hukum hubungan potong menyilang oleh AWR Potter & H
(Sumber : Rangga Satria Gemilang)

4. Hukum Suksesi Fauna oleh De Soulovie (1777)

Dalam urut-urutan batuan sedimen sekelompok lapisan dapat mengandung


kumpulan fosil tertentu dengan sekelompok lapisan di atas maupun
dibawahnya.

Gambar 2.3.6. Hukum suksesi fauna oleh De Soulovie (Sumber : Rangga


Satria Gemilang)

M. EKAR DAENG P 12
5. Prinsip Kumpulan Fosil oleh William Smith (1816)
Urutan lapisan sedimen dapat dilacak (secara lateral) dengan mengenali
kumpulan fosilnya yang didiagnostik jika kriteria litologinya tidak menentu.
6. Hukum Katastrofa oleh George Cuvier (1769 – 1832)

Dalam suatu urutan stratigrafi, lapisan batuan yang lebuh muda


mengandung fosil yang mirip dengan makhluk yang hidup sekarang
dibandingkan dengan lapisan batuan yang umurnya lebih tua.

2.4 Unsur-Unsur Dasar Stratigrafi

Unsur-unsur stratigrafi meliputi tentang elemen unsur batuan, elemen


perlapisan yang mencakup kontak dan hubungan stratigrafi serta elemen struktur
sedimen.

1. Elemen Perlapisan

Elemen perlapisan mencakup kontak dan hubungan stratigrafi seperti


keselarasan dan ketidakselarasan serta hubungan membaji. Keselarasan adalah
dalam satu bidang lapisan batuan memiliki jenis batuan yang sama dalam
lingkungan yang sama pula dan terendapkan dalam waktu yang sama.

Ketidakselarasan adalah perlapisan yang memiliki perbedaaan waktu atau


jeda yang lama sehingga memiliki proses pengendapan yang berbeda pula.
Ketidakselarasan terbagi menjadi 4, yaitu ; angular unconformity, non-
conformity, disconformity, paraconformity.

a. Angular unconformity adalah ketidakselarasan yang membentuk sudut


antar bidang perlapisannya akibat adanya perbedaan jeda pengendapan dan
adanya proses tektonik.

M. EKAR DAENG P 13
Gambar 2.4.1. Ketidakselarasan angular unconformity (Sumber : Rangga
Satria Gemilang)

b. Non-conformity adalah ketidakselarasan yang memiliki perbedaan litologi


akibat dari hasil intrusi batuan beku.

Gambar 2.4.2. Ketidakselarasan non-conformity Sumber : Rangga


Satria Gemilang)

M. EKAR DAENG P 14
c. Disconformity adalah ketidakselarasan yang terdapat bidang erosi pada
kontak perlapisannyadan juga tanah purba atau paleosoil karena adanya
proses eksogen pada lapisan dibawahnya.

Gambar 2.4.3. Ketidakselarasan disconformity (Sumber : Rangga


Satria Gemilang)

d. Paraconformity adalah ketidakselarasan pada lapisan litologi yang sama


namun memiliki umur yang berbeda sehingga fosil yang terkandung pada
setiap lapisan berbeda.

Gambar 2.4.4. Ketidakselarasan paraconformity litologi sama namun memiliki jeda


pengendapan yang lama (Sumber : Rangga Satria Gemilang)

M. EKAR DAENG P 15
Selain keselarasan dan ketidakselarasan elemen perlapisan juga
mencakup tentang pembajian yang terbaagi menjadi 3 yaitu ; membaji
(wedging), melensa (lenses) dan menjari (interfingering).
a. Membaji (Wedging) adalah perlapisan batuan sedimen yang menipis ke
satu arah.
b. Melensa (lenses) adalah pembajian yang terjadi di dua arah.
c. Menjari (Interfingering) adalah pembajian yang berulang-ulang antar
dua satuan batuan yang umurnya sama.

2.5 Measuring Section


Measure stratigrafi section atau stratigrafi terukur adalah suatu cara untuk
menerangkan urut-urutan lapisan batuan berdasarkan kedudukan dan
ketebalannya. Kolom stratigrafi terukur ini sendiri bertujuan untuk menjelasakan
proses pengendapan, umur geologi secara relatif maupun absolut (menggunakan
mikrofosil) dan proses-proses yang terjadi setelah pengendapan berlangsung.
Mengukur suatu penampang stratigrafi dari singkapan mempunyai arti penting
dalam penelitian geologi dan pengukuran penampang stratigrafi merupakan salah
satu pekerjaan yang biasa dilakukan dalam pemetaan geologi lapangan. Secara
umum tujuan pengukuran penampang stratigrafi adalah:
a) Mendapatkan data litologi terperinci dari urut-urutan perlapisan suatu satuan
stratigrafi (formasi, kelompok, anggota dan sebagainya).
b) Mendapatkan ketebalan yang teliti dari tiap-tiap satuan stratigrafi.
c) Untuk mendapatkan dan mempelajari hubungan stratigrafi antar satuan batuan
dan urut-urutan sedimentasi dalam arah vertikal secara detil dan untuk
menafsirkan lingkungan pengendapan.
Pengukuran suatu penampang stratigrafi biasanya dilakukan terhadap
singkapan-singkapan yang menerus, terutama yang meliputi satu atau lebih
satuan-satuan stratigrafi yang resmi.

M. EKAR DAENG P 16
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Praktikum Prinsip Stratigrafi ini dilakukan sebanyak 11 kali, dengan rincian


10 kali praktikum teori dan 2 kali praktikum kuliah lapangan (MID dan
Fieldtrip).

a) Praktikum teori
Praktikum teori di laksanakan setiap hari sabtu, 2 bulan 1 minggu di mulai
pada tanggal 10 Oktober-11 Desember 2021 secara luring (tatap muka) dan
praktikun secara daring dilakukan pada tanggal 27 November 2021.
b) Fieldtrip
Praktikum lapangan dilaksanakan pada tangal 17-19 Desember 2021 di
Desa Loncah Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Jarak
yang ditempuh kelokasi praktikum sejauh 103 Km yang dapat ditempuh
selama 3 Jam 20 menit yang ditempuh dengan menggunakan bus dan
dilanjutkan dengan berjalan kaki selama 2 jam 20 menit.

Gambar 3.1 Jalur perjalanan dari kota Palu menuju lokasi pengamatan (googleMaps,
2021)

M. EKAR DAENG P 17
3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan selama fieldtrip ini berlangsung
diantaranya :

1. Alat dan Bahan Kelompok :


a. Kompas
b. Palu
c. Roll meter 100 m
d. Karung
e. Galon per kelompok 1
f. Kamera
g. Kantong Sampah
2. Alat dan Bahan Individu :
1. Kantong sampel 100
2. Hcl
3. Spidol permanen
4. Pnsil warna
5. Mistar 30 cm dngn 10 cm
6. Alat tulis
7. busur derajat
8. Tabel Ma 20 lmbr
9. milimeter blok A3
10. Pita Ukur
11. Komperator
12. Matras
13. Headlamp
14. Carier
15. Topi Lpangan
M. EKAR DAENG P 18
16. Baju lapangan
17. Kacamata
18. Alat Makan
19. Ransel
20. Lup
21. Obat-obatan pribadi
22. Baju lpngn
23. Masker
24. Handsanitizer
25. Clipboard plastik
26. Penghapus
27. Stip ex
28. Peta lokasi
29. Peta Regional

3.3 Metode dan Tahapan Penelitian

3.3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode measuring


section (MS) merupakan penggambaran kolom litologi dan deskripsinya.
Kolom litologi yang dihasilkan sangat tergantung pada tujuan pekerjaan
pengukuran jalur itu sendiri. Bila kolom stratigrafi tersebut dibuat sebagai
kelengkapan informasi pekerjaan geologi, maka biasanya menggunakan
skala 1 : 100 hingga 1 : 500. Pemilihan skala tergantung pula pada panjang
pendeknya jalur pengukuran. metode ini digunakan untuk mempermudah
memperoleh data- data lapangan seperti jarak antar setiap lapisan batuan,
ketebalan setiap lapisan batuan yang berbeda, dan deskripsi dari setiap
litologi, serta kedudukan setiap lapisan.

M. EKAR DAENG P 19
Hal yang sangat penting dalam pendeskripsian untuk analisis
perkembangan sedimentasi antara lain struktur batuan, tekstur, ukuran
butir, hubungan vertikal, kemas, dan komposisi litologi, warna segar dan
warna lapuk serta kandungan fosilnya.

3.3.2 Tahapan Penelitian

Adapun tahapan-tahapan penelitian pada fieldtrip kali ini yaitu tahap


persiapan, tahap penelitian lapangan, tahap pendeskripsian, dan tahap
pembuatan laporan.

3.3.3 Tahap Persiapan

Pada tahap ini ditempuh dalam dua bagian yaitu studi literatur dan studi
pustaka, adininistrasi persuratan dan persiapan perbekalan, perlengkapan
dan peralatan. Studi pustaka dan literatur dilakukan para peserta, untuk
mempersiapkan dan membekali diri dengan teori, data penelitian terdahulu,
interpretasi peta dasar dan sebagainya, yang berhubungan dengan daerah
penelitian dan dapat mendukung praktek lapangan ini. Bagian adininistrasi
dan persuratan dilakukan untuk melengkapi segala persuratan dan perizinan
yang ada hubungannya dengan penelitian lapangan, agar tidak memperoleh
hambatan pada saat penlitian. Selanjutnya persiapan perbekalan,
perlengkapan dan peralatan ke lapangan.

3.3.4 Tahap Pengumpulan Data

Tahapan penelitian yaitu proses pengambilan data di lapangan yang


dapat dituangkan dalam tabel Measuring Section dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut :

M. EKAR DAENG P 20
1. Plotting peta, merupakan langkah paling awal pada saat berada di
lapangan agar kita mengetahui lokasi tepat kita berdiri dan daerah
tempat kita melakukan pengambilan data-data (stasiun).
2. Mengamati, dalam tahapan ini objek singkapan yang diamati berupa
bentuk/geometri suatu struktur geologi baik yang utuh maupun
tersingkap sebagian. Prosedur pengamatan singkapan yang baik diawali
dengan memperhatikan singkapan dari jarak jauh sehingga seluruh
singkapan dapat teramati dengan pandangan luas. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui gambaran struktur secara lebih utuh dan yang
terpenting adalah untuk menentukan pada singkapan mana yang perlu
mendapat perlakuan khusus. Langkah pengamatan yang kedua adalah
mengamati singkapan dari jarak dekat. Pengamatan singkapan dari jarak
dekat ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran struktur yang
lebih detail.
3. Melakukan pengamatan secara Litostratigrafi dengan melihat dan
memperhatikan bentuk perlapisan.
4. Melaksanakan pengukuran strike/dip dan slope.

5. Mencatat, merupakan tahapan dimana mahasiswa/praktikan mencatat


data-data yang mereka jumpai pada daerah tertentu terutama pada
singkapannya. Data yang dicatat berupa data singkapan, data litologi,
data geomorfologi, dan data struktur, selain data-data tersebut
mahasiswa/praktikan juga mencatat data-data measuring section berupa
arah, slope, strike/dip, kandungan fosil (jika ada) serta keterangan
apakah litologi-litologi pada daerah penelitian bereaksi atau tidak
dengan larutan HCl.

M. EKAR DAENG P 21
6. Mengambil sampel, setelah mencatat setiap data-data yang kita
butuhkan, selanjutnya kita mengambil sampel sebagai hal utama dalam
penelitian ini.

7. Pembuatan sketsa/pengambilan foto, untuk memudahkan dalam analisis


perlu kiranya kita membuat sketsa singkapan. Kelebihan dari membuat
sketsa ini adalah dapat menggambarkan sesuatu yang sifatnya detail dan
secara langsung memberikan keterangan gambarnya. Foto diperlukan
sebagai bahan analisis dan untuk dokumentasi dalam pembuatan
laporan.

3.3.5 Tahap Pengolahan Data

Setelah melaksanakan pengukuran dan mengambil data-data yang cukup


di lapangan, maka tahap selanjutnya adalah pengolahan data-data tersebut,
untuk dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan kolom stratigrafi.

3.3.6 Tahap Analisis Data

Analisis sementara, setelah dilakukan observasi singkapan dan membuat


sketsa singkapan, selanjutnya dilakukan analisis sementara khusus di lokasi
tersebut. Analisis ini berupa penentuan nama batuan, pemecahan masalah,
serta menyimpulkan pembentukannya, sehingga memudahkan untuk
analisis selanjutnya.

M. EKAR DAENG P 22
Tahap Persiapan

Tahap
Pencatatan Plotting Peta
Pengumpulan
Data
Data

Tahap Pengolahan
Data

Tahap Analisis
Data

Gambar 3.3.6 Diagram Alir Tahapan Penelitian

3.3.7 Penyusunan Laporan Penelitian

Hal ini merupakan akhir dari kegiatan fieldtrip prinsip stratigrafi.


Seluruh data yang telah diperoleh di lapangan serta hasil pengolahan data
dan analisis, kemudian dituangkan secara deskriptif dalam bentuk tulisan
ilmiah berupa laporan.

M. EKAR DAENG P 23
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

STA STRIKE DIP S TR UKTUR S EDIM EN DAN UKUR AN B UTIR (m m )

KOREKSI(cm)
TEBAL (cm)
JARAK (cm)
AZIMUTH

TEBAL
SLOPE

LITOLOGI PEMERIAAN
DARI KE TR TK TR TK Skala 1 : 30 Skala 1 : 70

0 1 150 100 88,1678 Batupasir Halus 2,938926261 88,16778784 1,26


315 2 15 36
1 2 1350 1.500 793,51 Konglomerat 26,45033635 793,5100906 11,34
2 3 200 70 6,9799 Lanau 0,232663311 6,979899341 0,10
335 2 10 2
3 4 830 930 28,9666 Konglomerat 0,965552742 28,96658226 0,41
4 5 600 500 519,615 Batupasir Halus 17,32050808 519,6152423 7,42
325 2 52 60
5 6 900 800 779,423 Konglomerat 25,98076211 779,4228634 11,13
6 7 590 560 379,245 Batupasir Halus 12,64148966 379,2446897 5,42
320 3 35 40
7 8 400 210 257,115 Lempung 8,570501462 257,1150439 3,67
8 9 970 850 363,368 Konglomerat 12,11227985 363,3683956 5,19
322 2 15 22
9 10 200 150 74,9213 Lanau 2,497377289 74,92131868 1,07
340 Bleng 0 0,00
10 11 200 150 68,404 Batupasir Halus 2,280134289 68,40402867 0,98
11 12 241 2 50 20 500 470 171,01 Konglomerat 5,700335722 171,0100717 2,44
12 13 370 350 126,547 Lanau 4,218248434 126,547453 1,81
13 14 400 350 211,968 Lanau 7,06559019 211,9677057 3,03
292 2 110 32
14 15 800 500 423,935 Batupasir Halus 14,13118038 423,9354114 6,06
70 Bleng 0 0,00
15 16 1100 980 550 Lanau 18,33333333 550 7,86
30 3 120 30
16 17 830 800 415 Konglomerat 13,83333333 415 5,93
17 18 180 170 78,9068 Batupasir Halus 2,630226881 78,90680642 1,13
60 3 70 26
18 19 280 260 122,744 Batupasir Halus 4,091464037 122,7439211 1,75
19 20 220 200 126,187 Konglomerat 4,2062272 126,186816 1,80
52 2 120 35
20 21 1.300 1.200 745,649 Lanau 24,85497891 745,6493673 10,65
21 22 220 200 75,2444 Konglomerat 2,508147718 75,24443153 1,07
64 3 125 20
22 23 350 300 119,707 Batupasir Halus 3,990235005 119,7070502 1,71
23 24 540 500 301,964 Batupasir Halus 10,06547226 301,9641679 4,31
135 2 165 34
24 25 350 300 195,718 Batupasir Halus 6,523917207 195,7175162 2,80
25 26 570 500 240,892 Konglomerat 8,029746973 240,8924092 3,44
94 3 150 25
26 27 1.350 1.200 570,535 Lanau 19,01782178 570,5346533 8,15
97 Bleng 0 0,00
27 28 85 70 53,4922 Lanau 1,783074441 53,49223324 0,76
19 2 154 39
28 29 40 30 25,1728 Batupasir Halus 0,839093855 25,17281564 0,36
206 Bleng 0 0,00
29 30 420 350 367,34 Batupasir Halus 12,2446759 367,340277 5,25
30 31 48 3 363 61 650 500 568,503 Lanau 18,95009365 568,5028096 8,12
31 32 770 700 673,457 Konglomerat 22,44857248 673,4571745 9,62
32 33 230 200 147,841 Lanau 4,928038341 147,8411502 2,11
66 3 65 40
33 34 370 300 237,831 Konglomerat 7,927713853 237,8314156 3,40
34 35 370 300 303,086 Lanau 10,10287521 303,0862564 4,33
85 2 85 55
35 36 240 200 196,596 Konglomerat 6,553216354 196,5964906 2,81
36 37 1.250 1.100 883,883 Batupasir Halus 29,46278255 883,8834765 12,63
94 3 70 45
37 38 650 500 459,619 Konglomerat 15,32064693 459,6194078 6,57
38 39 180 150 92,7069 Lanau 3,090228449 92,70685348 1,32
125 3 50 31
39 40 750 700 386,279 Konglomerat 12,87595187 386,2785562 5,52
40 41 370 350 237,831 Lanau 7,927713853 237,8314156 3,40
235 3 45 40
41 42 680 600 437,096 Konglomerat 14,56985249 437,0955746 6,24
42 43 620 590 355,617 Lanau 11,85391302 355,6173905 5,08
244 2 54 35
43 44 930 850 533,426 Konglomerat 17,78086953 533,4260858 7,62
44 45 550 500 330,998 Batupasir Halus 11,03327542 330,9982627 4,73
268 3 54 37
45 46 260 240 156,472 Lanau 5,215730201 156,471906 2,24
111 Bleng 0 0,00
46 47 275 200 120,552 Batupasir Halus 4,018402179 120,5520654 1,72
240 3 35 26
47 48 350 300 153,43 Konglomerat 5,114330046 153,4299014 2,19
48 49 75 50 31,6964 Batupasir Halus 1,056545654 31,69636963 0,45
255 3 30 25
49 50 320 300 135,238 Konglomerat 4,507928125 135,2378438 1,93
50 51 150 100 38,8229 Batupasir Halus 1,294095226 38,82285677 0,55
275 2 25 15
51 52 635 600 164,35 Konglomerat 5,478336455 164,3500936 2,35
52 53 130 100 33,6465 Batupasir Halus 1,121549195 33,64647586 0,48
260 3 30 15
53 54 540 500 139,762 Konglomerat 4,658742812 139,7622844 2,00
54 55 760 750 196,702 Konglomerat 6,556749143 196,7024743 2,81
255 3 25 15
55 56 425 400 109,998 Lanau 3,666603139 109,9980942 1,57
240 Bleng 0 0,00
56 57 745 700 651,592 Konglomerat 21,71972273 651,5916818 9,31
220 72 61
57 58 200 150 174,924 Lanau 5,830798048 174,9239414 2,50
58 59 230 200 176,19 Batupasir Halus 5,873007397 176,1902219 2,52
250 85 50
59 60 350 300 268,116 Lanau 8,93718517 268,1155551 3,83
60 61 220 200 155,563 Batupasir Halus 5,185449729 155,5634919 2,22
350 80 45
61 62 3.350 3.000 2368,81 Konglomerat 78,96025723 2368,807717 33,84

Tabel 4.1 data Measured Section(dokumentasi pribadi,2021

M. EKAR DAENG P 24
4.2 Pembahasan

4.2.1 Jenis litologi daerah penelitian

Berdasarkan hasi pengamatan dan pengukuran dengan menggunakan


metode Measuring section yang kami lakukan dilapangan berlokasi Desa
Lonca, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, pada tanaggal 17-19 Desember
2021 terdapat 7 stasiun pengamatan dan litologi batuan yang dijumpai
merupakan jenis batuan sedimen Batupasir, Konglomerat, Batulanau,
Batulempung, dan Batubara (sisipan).

Stasiun 01, dengan titik kordinat BT 119°96’71” LS 1°49’92”


dijumpai tiga litologi yang menyusun antaralain terdiri dari batupasir
halus, batupasir sedang, konglomerat dan batulanau.

Stasiun 02 dengan titik kordinat BT 119°96’69” LS 1°49’88”


dijumpai tiga litologi yang menyusun antaralain terdiri dari batupasir
halus, batupasir kasar, konglomerat, batulanau.

Stasiun 03 dengan titik kordinat BT 119°96’7” LS 1°49’82”


dijumpai tiga litologi yang menyusun antaralain terdiri dari batulanau
batupasir kasar, batupasir sedang konglomerat, dan lempung.

Stasiun 04 dengan titik kordinat BT 119°96’81” LS 1°49’74”


dijumpai tiga litologi yang menyusun antaralain terdiri dari batulanau
dan batupasir sedang.

Stasiun 05 dengan titik kordinat BT 119°96’75” LS 1°49’68”


dijumpai tiga litologi yang menyusun antaralain terdiri dari batupasir
sedang, batulanau, konglomerat, dan batupasir halus

M. EKAR DAENG P 25
Stasiun 06 dengan titik kordinat BT 119°96’73” LS 1°49’61”
dijumpai tiga litologi yang menyusun antaralain terdiri dari batupasir
sedang, konglomerat, lempung dan batu lanau

Stasiun 07 dengan titik kordinat BT 119°96’70” LS 1°49’58”


dijumpai tiga litologi yang menyusun antaralain terdiri dari
konglomerat, batulanau, batupasir sedang dan lempung.

Berdasarkan hasil pengambilan sampel dilapangan dan dilanjutkan


dengan pendeskripsian litologi batuan didapatkan hasil petrofisik batuan
sebagai berikut:

Konglomerat yang dijumpai dalam keadaan segar warna lapuknya coklat


kehitaman dan warna segarnya Abu-abu. Batuan ini memiliki tekstur klastik
memiliki ukuran butir 2 – 4 mm . sortasi buruk, Derajat Kebundaran
subrounded, kemas terbuka, porositas baik, permeabilitas baik. Batuan
sedimen ini adalah Konglomerat (Wentworth, 1922).

Batupasir yang dijumpai memiliki warna lapuk abu-abu kecoklatan dan


warna segarnya abu-abu. batuan ini memiliki tekstur klastik memiliki ukuran
butir 1/4-1/8 mm. sortasi baik, derajat kebundaran rounded, kemas tertutup,
porositas buruk, permeabilitas buruk (wentworth, 1922).

Lanau, warna lapuknya coklat kehitaman dan warna segarnya abu-abu.


Batuan ini memiliki tekstur klastik memiliki ukuran butir 1/16-1/256 mm .
sortasi sangat baik, Derajat Kebundaran very rounded, kemas tertutup,
porositas sangat buruk, permeabilitas sangat buruk. (Wentworth, 1922).

Lempung, memiliki segar warna lapuknya coklat kehitaman dan warna


segarnya abu-abu. Batuan ini memiliki tekstur klastik memiliki ukuran butir

M. EKAR DAENG P 26
<1/256 mm . sortasi sangat baik, Derajat Kebundaran very rounded, kemas
tertutup, porositas sangat buruk, permeabilitas sangat buruk (Wentworth,
1922).

Kenampakan lapangan dari batubara yang dalam keadaan segar warna


lapuknya coklat kehitaman dan warna segarnya hitam, pemilahan poorly
sorted.

4.2.2 Mekanisme dan Sejarah Pembentukan batuan di daerah penelitian

Berdasarkan hasil interpretasi data lapangan yang diperoleh dari


pengukuran dilapangan dengan metode measured section terdapat 4 tipe
genetik yang terdirir dari ; CU (Coarsening Upward) yaitu mengkasar ke
atas, FU (Finning Upward) merupakan pola sikuen menghalus ke atas, Tc
(Thicking Upward) menebal ke atas, dan Tn (Thinning Upward) adalah pola
menipis ke atas. Analisis sekuen pada daerah penelitian teridiri atas
perulangan pola pengendapan sedimen dimana terdapat CU (Coarsening
Upward) dan FU (Finning Upward) .

CU (Coarsening Upward) yaitu pola sedimentasi mengkasar ke atas


terjadi ketika suplai sedimen > akomodasi atau biasa disebut dengan
progradasi yang dibentuk akibat penurunan muka air laut, yang bisa dilihat
dari kehadiran batupasir, batupasir- shale transisi, dan shale yang cenderung
berarah menujuan. Pada proses progradasi, terjadi penurunan muka air laut
dan perubahan garis pantai dimana, garis pantai menuju ke laut. FU (Finning
Upward) yaitu merupakan pola sedimentasi menghalus ke atas. Terdapt pula
Retrogradasi set fase air laut yang terjadi selama pembentukan cenderung
transgresi, bisa dilihat dari kehadiran batupasir. Otomatis pada Retrogradasi
set pola yang dibentuk adalah fineing up atau menghalus ke atas. Berbeda
dengan Aggradasi set fase air laut yang dibentuk cenderung konstan. Pada
M. EKAR DAENG P 27
proses retrogradasi, terjadi kenaikan muka air laut dan perubahan garis
pantai dimana, garis pantai menuju ke darat.

Berdasarkan analisa pola sikuen pada daerah penelitian, litologi yang


terbentuk berupa konglomerat, batupasir, lanau, lempung, serta terdapat
sisipan batubara, terjadi proses progradasi dimana proses pengendapan
sedimen terjadi oleh arus air yang tenang, dan pada proses retrogradasi pola
pengendapan sedimen terjadi pada saat kenaikan muka air laut dimana arus
cukup kuat dan terbentuk litologi-litologi batuan seperti konglomerat, dan
batupasir kasar. Dalam satu siklus perubahan muka air laut relatif, dikenal
adanya tiga systems tract utama, masing-masing mencirikan tahap perubahan
muka air laut relatif yang berbeda-beda. Berturut-turut urutan dari yang
terbawah meliputi : Lowstand System Tract (LST), Transgressive System
Tract (TST), Highstand System Tract (HST) (Hidayat.I, 2015).

Pola sytem track yang terjadi pada derah penelitian yaitu Lowstand
System Tract (LST) dan Transgressive System Tract (TST). (LST)
merupakan systems tract paling bawah, dimana pada sistems tract ini terjadi
pengedapkan pada periode antara penurunan muka air laut relatif dengan
penaikan mukaair laut relatif yang terjadi kemudian. TST merupakan Sistem
track dimana pengendapkan terjadi pada suatu bagian dari fasa penaikan
muka air laut relatif, pada saat laju pertambahan volume akomodasi lebih
tinggi dibanding laju pemasokan sedimen/retrogradasi (Hidayat.I, 2015).

Sehingga bisa diinpretasi bahwa, lingkungan pengendapan berdasarkan


pola sytem track (LST dan LST ) yang terjadi pada daerah pengamatan yaitu
terdiri dari :

M. EKAR DAENG P 28
a) Upper Fan
Upper fan berada pada kedalaman 15 meter sampai 70 puluh meter
dengan lebar bisa mencapai 850 meter. Kecepatan aliran yang sangat
cepat pada daerah ini menyebabkan proses pendapan sedimen tanpa
struktur sedimen atau perlapisan yang kasar (Nichols, 1999). Hal ini
ditandai dengan pola pengendapan Tipe 1, dimana CU (mengkasar ke
atas) terjadi ketika suplai sedimen > akomodasi atau biasa disebut
dengan progradasi yang dibentuk akibat penurunan muka air laut,
b) Lower Fan
Daerah lower fan merupakan daerah terluar dari kipas bawah laut,
dimana material yang diendapkan di daerah ini umumnya berupa pasir
halus, lanau dan lempung (Nichols, 1999). Dimana, FU (menghalus ke
atas) termasuk golongan pengendapan Tipe 2, pada golongan
pengendapan ini, terjadi retrogradasi set fase air laut yang terjadi selama
pembentukan cenderung transgresi, bisa dilihat dari kehadiran batupasir.
Pada proses retrogradasi terjadi kenaikan muka air laut.

M. EKAR DAENG P 29
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu :

1. Berdasarkan hasi pengamatan dan pengukuran dengan menggunakan metode


Measuring section yang kami lakukan dilapangan berlokasi Desa Lonca,
Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, pada tanaggal 17-19 Desember 2021
terdapat 7 stasiun pengamatan dan litologi batuan yang dijumpai merupakan
jenis batuan sedimen Batupasir, Konglomerat, Batulanau, Batulempung, dan
Batubara (sisipan).

2. Berdasarkan analisis pola pengendapan sedimen terdapat dua lingkungan


pengendapan yaitu upper fan dan lower fan, dimana upper fan ditandai dengan
pola pengendapan Tipe 1, dimana CU (mengkasar ke atas) terjadi penurunan
muka air laut dan daerah lower fan dimana proses pengendapan sedimen pola
FU (menghalus ke atas) termasuk golongan pengendapan Tipe 2, dan terjadi
kenaikan muka air laut.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebihlanjut pada daerah penelitian, agar dapat


diperoleh data stratigrafi daerah penelitian yang lebih detail dan tepat. Demikian
juga untuk hasil pengamatan yang telah diperoleh kiranya dapat dijadikan
sebagai salah satu referensi dalam melakukan pengamatan selanjutnya di daerah
penelitian ini.

M. EKAR DAENG P 30
DAFTAR PUSTAKA

Anoname, Penuntun Praktikum Prinsip Stratigrafi. Universitas Hasanuddin,


Makassar, 2021.

Hidayat, i. (2015). Geology. Basic Tagged Sikuen Stratigrafi, 1.

Nichols. (1999). Measured Section. system track, 47.

Wentworth. (1922). Klasifikasi. penamaan batuan, 24.

Anda mungkin juga menyukai