Anda di halaman 1dari 27

NILAI

(.................................

)
Tanggal Pengumpulan

(.................................

LAPORAN OBSERVASI LAPANGAN 1


KARTOGRAFI / KARTOGRAFI DASAR

Oleh :

Nama/NIM : 1. Denanda Ahmad W (2303030004)


2. Nabila Dian P (2303030005)
3. Dita Aulia Rahma (2303030008)
4. Dita Purwanti (2303030027)
5. Arina Nabila Saadatul M (2303030029)
6. Selfie Nefiana Putri C (2303030037)
7. Ainun Naim Fajriatul H (2303030040)
Nama Dosen :1. Drs. Saptono Putro M. Si
2. Vina Nurul Husna S.Si, M.Si
Nama Asisten :1. Retno Widhiyas Sari
2. Zulfa Fatihatus Sa’adah
LABORATORIUM GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat segala rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan observasi lapangan ini. Laporan praktikum ini
disusun sebagai bagian dari tugas mata kuliah Kartografi Dasar yang kami tempuh pada semester
ini. Dalam pelaksanaan praktikum, kami mendapatkan kesempatan mengaplikasikan teori yang
telah dipelajari di dalam kelas ke dalam situasi praktis. Praktikum ini membuka wawasan dan
memberikan pengalaman berharga dalam memahami konsep-konsep dasar Kartografi Dasar.
Kami juga bisa melibatkan diri secara aktif dalam proses percobaan, observasi, dan
analisis data. Semuanya termasuk aspek penting dalam pengembangan keterampilan praktis.
Selama pelaksanaan praktikum, kami mengalami beragam tantangan dan hambatan. Namun,
kami dapat mengatasinya melalui kerja sama tim, bimbingan dosen, dan semangat pantang
menyerah. Kami menyadari bahwa setiap kesalahan dan kegagalan merupakan bagian dari proses
pembelajaran. Hal tersebut membantu kami terus meningkatkan kualitas kinerja dan pemahaman.
Laporan ini mencakup langkah-langkah praktis yang kami lakukan, hasil observasi,
analisis data, serta kesimpulan. Kami berharap laporan yang disusun ini dapat memberikan
gambaran jelas dan komprehensif tentang konsep Kartografi Dasar. Kami mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing, teman-teman sekelas, dan pihak-pihak lain,
yang telah memberikan dukungan juga bimbingan selama pelaksanaan praktikum. Semoga
laporan ini bisa memberikan kontribusi positif bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut
mengenai Kartografi Dasar.
Akhir kata, kami menyampaikan permohonan maaf jika terdapat kekurangan dan
keterbatasan dalam penyusunan laporan ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

Semarang , 03 Desember 2023

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................4

1.3 Tujuan...........................................................................................................................5

BAB II LANDASAN TEORI...................................................................................................6

2.2 Pengertian Sketsa.........................................................................................................7

2.3 Pengertian Toponimi....................................................................................................8

2.4 Penggunaan Lahan Kabupaten dan Kota Semarang.....................................................8

2.5 Pengertian Elevasi........................................................................................................9

2.6 Pengertian Digital Map................................................................................................9

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................................10

3.2 Metode Penelitian.......................................................................................................10

3.3 Teknik Pengumpulan Data.........................................................................................10

BAB IV PEMBAHASAN.......................................................................................................11

4.1 Hasil Pengamatan.......................................................................................................11

4.2 Analisis.......................................................................................................................11

BAB V PENUTUP...................................................................................................................19

5.1 Kesimpulan.................................................................................................................19

5.2 Saran...........................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Observasi Lapangan (OBL), merupakan kegiatan akademik yang berorientasi pada


bentuk pembelajaran mahasiswa untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
mahasiswa. Dengan mengikuti Observasi Lapangan (OBL), diharapkan mahasiswa mampu
menambah pengetahuan, keterampilan dan pengalaman mahasiswa. Observasi Lapangan
(OBL) merupakan wujud pengaplikasian terpadu antara sikap, kemampuan dan keterampilan
yang diperoleh mahasiswa dalam masa perkuliahan.
Observasi Lapangan (OBL) Jurusan Geografi UNNES dilakukan oleh mahasiswa
semester gasal tahun 2023 yang mengunjungi 3 kawasan yaitu, Goa Kreo, Pantai Marina, dan
Bukit Cinta. Ketiga kawasan yang dikunjungi merupakan daerah-daerah yang menjadi objek
kajian Geografi dimana keempat objek tersebut adalah sebuah bentang alam yang dapat
ditemui didaerah Semarang dan Salatiga. Kunjungan yang diadakan didaerah tersebut
diharapkan dapat menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan pengalaman mahasiswa yang
mengikuti Observasi Lapangan (OBL) ini melalui sebuah pengamatan daerah yang
dikunjungi dan pengukuran bentang alam yang ada pada kawasan tersebut. Mahasiswa juga
diharapkan dapat mengidentifikasi daerah-daerah yang dikunjungi dari segi Kartografi,
Geologi, dan Geomorfologi.
Melalui Observasi Lapangan (OBL) mahasiswa mendapatkan kesempatan untuk
melatih mengembangkan cara berfikir, menambah dan mengembangkan gagasan-gagasan
yang berguna dan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan rasa kedisiplinan terhadap
tugas-tugas yang diberikan. Teori-teori yang telah didapatkan mahasiswa didalam
perkuliahan dapat dipraktikan langsung ke lapangan sehingga mahasiswa bisa melengkapi
dan menyeimbangkan teori yang dipelajari dengan keadaan langsung di lapangan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa sajakah perubahan penggunaan lahan yang terdapat di Goa Kreo, Pantai Marina,
dan Bukit Cinta?
2. Bagaimana analisis perubahan penggunaan lahan yang terdapat di Goa Kreo, Pantai
Marina, dan Bukit Cinta?
3. Bagaimana toponimi yang terdapat di Goa Kreo, Pantai Marina, dan Bukit Cinta?
1.3 Tujuan

1. Mahasiswa mampu mengetahui beberapa perubahan penggunaan lahan yang terdapat


di Goa Kreo, Pantai Marina, dan Bukit Cinta.

2. Mahasiswa mampu mengetahui analisis perubahan penggunaan lahan yang terdapat di


Goa Kreo, Pantai Marina, dan Bukit Cinta.

3. Mahasiswa mampu mengetahui toponimi yang terdapat di Goa Kreo, Pantai Marina,
dan Bukit Cinta.

4. Mahasiswa mampu membuat sketsa dari Goa Kreo, Pantai Marina, dan Bukit Cinta
BAB II
LANDASAN TEORI

1.4 Pengertian Kartografi

Menurut ICA (International Cartograph) tahun 1973, menyebutkan bahwa


kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi yang membahas tentang
pembuatan peta-peta sekaligus mencakup studi sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya
seni.
Kartografi adalah sebuah teknik dalam pembuatan peta yang dilakukan dengan
cara memperkecil keruangan pada suatu daerah dimana luas permukaan bumi atau benda-
benda lainnya yang berada di luar angkasa dapat disajikan dengan mudah untuk
kepentingan komunikasi bagi manusia. Kartografi juga mempelajari mengenai sejarah
kartografi, klasifikasi data, kegiatan loleksi data, mendesain serta membuat konstruksi
peta chart, plans dan peta atlas.
Taylor (1991) mendifinisikan kartografi sebagai organisasi, presentasi,
komunikasi dan penggunaan geo-informasi dalam bentuk grafis, digital atau format nyata.
Hal itu dapat meliputi semua langkah-langkah dari persiapan data sampai kepenggunaan
akhir dengan penciptaan peta-peta dan hasil-hasil yang terkait dengan informasi spasial.
Dengan arti lain kartografi adalah pembuatan data spasial yang dapat diakses dengan
menekankan visualisasinya dan memungkinkan berinteraksi yang behubungan dengan
masalah-masalah geospasial. Menurut Rystedt B (2001), kartografi adalah ilmu disiplin
yang menyatakan antara peta dan pemetaan. Kartografi menyatukan tampilan dan
representasi dari dua fenomena yaitu geografi dan virtual.
Tujuan kartografi adalah mengumpulkan dan menganalisis data dari hasil
mengukur berbagai pola atau unsur permukaan bumi dan menyatakan secara grafis
dengan skala yang sedemikian rupa sehingga unsur-unsur tersebut dapat terlihat dengan
jelas, mudah dimengerti, dan dipahami. Tujuan dari kartografi adalah mengumpulkan dan
menganalisa data dari lapangan yang berupa unsur-unsur permukaan bumi yang
menyajikan unsur-unsur tersebut secara grafis dengan skala tertentu sehingga unsur-unsur
tersebut dapat terlihat jelas, mudah dimengerti, dan dipahami.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kartografi merupakan kajian dalam cabang ilmu
teknik geografi yang mempelajari tentang ilmu pembuatan peta.

1.5 Pengertian Sketsa

Sketsa peta adalah sebuah gambaran mengenai suatu wilayah yang ada. Pada
umumnya sketsa peta ini dibuat tanpa menggunakan skala. Jadi sketsa sendiri hanya
menggambarkan sebuah gambaran sepintas mengenai suatu wilayah yang ada. Sebagai
patokan umum untuk mempermudah menemukan lokasi yang dimaksudkan, pada sketsa
biasanya digambarkan tempat-tempat atau fenomena-fenomena alam atau budaya yang
banyak dikenal orang. Seperti halnya peta, sketsa memiliki fungsi menunjukan lokasi atau
tempat-tempat tertentu di suatu wilayah.
Menurut Oesman Effendi (1978) bahwa sketsa adalah merupakan perpaduan dari
melihat, merasakan, menghayati, berpikir, ekspresi, empati serta bersikap. Sehingga
sketsa adalah kepekaan dari suatu intuisi. Selain itu juga berupa kedalaman jiwa seniman
sebagai proses penginderaan yang totalitas dari seseorang terhadap suatu objek yang akan
direkam.
Kemudian menurut Meyers (1969), pengertian sketsa adalah gambar catatan. Ia
membedakannya dengan gambar karya lengkap dan gambar karya studi. Dalam karya
studi, gambar merupakan eksplorasi teknis atau bentuk untuk penyelesaian lukisan,
patung, dan lain-lain. Umumnya penggambarannya bersifat menyoroti suatu rincian dari
bagian-bagian tertentu, seperti anatomi kepala, tangan ataupun bahu, draperi, dan
sebagainya demi mempelajari bentuk orang.
Sketsa adalah gambar yang dibuat tanpa pengukuran di lapangan atau hanya
menggunakan perkiran ukuran pada objek. Sketsa sangat penting untuk menggambarkan
objek-objek geografi di permukaan bumi. Objek sketsa harus ada dan diamati secara
langsung oleh pembuat sketsa. Gambaran permukaan bumi yang ada didepan dapat
dilihat, diamati, dan langsung dibuat sketsanya. Sketsa tidak memiliki skala dan ukuran
yang bener, arah mata angin juga tidak diukur dengan tepat sehingga dapat dibuat tanpa
orientasi.
Sketsa dibuat mencakup wilayah yang ada didepan pembuatan peta, mencakup
hamparan fenomena di permukaan bumi. Dalam membuat sketsa arah yang dipandang
tidak boleh berubah dan berpindah. Tentukan titik ikat pandangan didepan mata,
pembatasan fenomena yang akan digambar berpedoman pada sudut mata kanan dan sudut
mata kiri. Batas Objek yang akan digambar dan lakukan sketsa pengelompokan gambar
pada peta.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sketsa adalah gambaran mengenai suatu wilayah
tanpa melakukan pengukuran hanya perkiraan saja dengan mengamati objek secara
langsung.

1.6 Pengertian Toponimi

Toponimi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penamaan tempat


(toponym), yang meliputi aspek sejarah, arti, dan tipologi (penulisan/spelliing dan
pengucapan/prnouncecion. Ticlear, 2023). Toponimi berasal dari dua bahasa Yunani,
yaitu Topos yang artinya tempat dan Onama yang berarti nama. Sedangkan toponimi
dapat diartikan sebagai kenamaan tempat atau objek geografi. Toponimi dilekatkan pada
unsur alami maupun buatan manusia. Toponimi atau nama-nama geografi diberikan untuk
semua kenampakan alami maupun buatan manusia.
Menurut Aytrohaedi (1993), Toponimi adalah pengetahuan tentang asal-usul nama
tempat. Toponimi merupakan bagian dan onomastik. Onomastik merupakan pengetahuan
tenatng nma yang terdiri dari dua cabang. Cabang pertama adalah Antroponimi,
Antroponimi merupakan pengetahuan yang mengkaji riwayat atau asal-usul nama orang.
Cabang yang ke dua adalah Toponimi, yaitu pengetahuan yang mengkaji riwayat atau
asal-usul nama tempat.
Jadi pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa toponimi merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang asal-usul anam tempat.

1.7 Penggunaan Lahan Kabupaten dan Kota Semarang

Kabupaten Semarang merupakan wilayah yang sebagian besar merupakan lahan


pertanian. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang tahun 2022,
luas penggunaan lahan di Kabupaten Semarang adalah 95.020,67 hektar. Dari luas
tersebut, 54,61% atau 51.829,25 hektar merupakan lahan pertanian, baik sawah maupun
bukan sawah. Lahan pertanian sawah di Kabupaten Semarang memiliki luas 39.546,75
hektar. Lahan sawah ini tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Semarang. Jenis
tanaman padi merupakan tanaman yang paling banyak dibudidayakan di lahan sawah
Kabupaten Semarang.
Lahan pertanian bukan sawah di Kabupaten Semarang memiliki luas 12.282,50
hektar. Lahan pertanian bukan sawah ini terdiri dari lahan perkebunan, lahan tanaman
hortikultura, dan lahan pertanian lainnya. Lahan perkebunan di Kabupaten Semarang
memiliki luas 6.528,46 hektar. Tanaman perkebunan yang paling banyak dibudidayakan
di Kabupaten Semarang adalah tanaman tebu, tanaman kopi, dan tanaman cengkeh. Lahan
tanaman hortikultura di Kabupaten Semarang memiliki luas 4.863,38 hektar. Tanaman
hortikultura yang paling banyak dibudidayakan di Kabupaten Semarang adalah tanaman
buah-buahan, tanaman sayuran, dan tanaman hias. Lahan pertanian lainnya di Kabupaten
Semarang memiliki luas 990,66 hektar. Lahan pertanian lainnya ini terdiri dari lahan
pertanian campuran, lahan pertanian dengan bangunan, dan lahan pertanian lain-lain.
Kota Semarang merupakan wilayah yang sebagian besar merupakan lahan non-
pertanian. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Semarang tahun 2022, luas
penggunaan lahan di Kota Semarang adalah 37.798,45 hektar. Dari luas tersebut, 75,05%
atau 28.399,17 hektar merupakan lahan non-pertanian. Lahan non-pertanian di Kota
Semarang terdiri dari lahan permukiman, lahan industri, lahan perkantoran, lahan
transportasi, lahan fasilitas umum, dan lahan lainnya. Lahan permukiman di Kota
Semarang memiliki luas 17.948,56 hektar. Lahan permukiman ini tersebar di seluruh
kecamatan di Kota Semarang. Lahan industri di Kota Semarang memiliki luas 6.528,46
hektar. Lahan industri ini tersebar di Kecamatan Mijen, Kecamatan Ngaliyan, Kecamatan
Tembalang, dan Kecamatan Genuk. Lahan perkantoran di Kota Semarang memiliki luas
2.161,25 hektar. Lahan perkantoran ini tersebar di Kecamatan Semarang Tengah,
Kecamatan Semarang Selatan, Kecamatan Semarang Barat, dan Kecamatan Semarang
Utara. Lahan transportasi di Kota Semarang memiliki luas 1.655,25 hektar. Lahan
transportasi ini terdiri dari lahan jalan raya, lahan rel kereta api, dan lahan pelabuhan.
Lahan fasilitas umum di Kota Semarang memiliki luas 2.055,25 hektar. Lahan fasilitas
umum ini terdiri dari lahan sekolah, lahan rumah sakit, lahan kantor pemerintahan, dan
lahan fasilitas umum lainnya. Lahan lainnya di Kota Semarang memiliki luas 1.200,00
hektar. Lahan lainnya ini terdiri dari lahan pertambangan, lahan perkebunan, dan lahan
pertanian.

1.8 Pengertian Elevasi

Elevasi adalah posisi ketinggian suatu objek dari satu titik tertentu (datum). Datum
yang dipakai ini biasanya mengacu kepada permukaan laut maupun permukaan geoid
WGS-84 yang digunakan pada GPS (Global Positioning System). Maka dari itu, tidak
heran banyak yang menyatakan elevasi sebagai daerah permukaan laut (dpl).

1.9 Pengertian Digital Map

Peta digital merupakan jenis peta yang gambarkan melalui bantuan dari komputer
secara digital. Peta ini hanya dapat dilihat melalui perangkat teknologi seperti laptop,
komputer dan smartphone. Contoh peta digital adalah melalui aplikasi Google Maps.
BAB III
METODE PENELITIAN

1.10 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat : Goa Kreo Waduk Jatibarang, Pantai Marina, dan Bukit Cinta
Waktu : Sabtu, 2 Desember 2023

1.11 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian


deskriptis kualitatif, deskriptif yaitu suatu rumusan masalah yang memandu penelitian untuk
mengeksplorasi atau memotret situasi sosial yang akan diteliti secara menyeluruh, luas dan
mendalam

1.12 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan studi
pustaka, observasi, wawancara dan sokumentasi. Pada teknik studi pustaka pengumpulan data
dilakukan dengan mengadakan studi penelaah terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-
catatan, dan laporan-laporan yang memiliki hubungan dengan penelitian yang akan
diselesaikan. Dan observasi pengumpulan data dilakukan lewat pengamatan langsung. Kami
melakukan pengamatan terhadap 3 objek penelitian untuk diamati menggunakan pancaindra.
Kemudian mendapatkan materi dari para dosen terkait sejarah objek-objek penelitian tersebut.
Dan teknik pengumpulan data yang terakhir yaitu dokumentasi dilakukan pengambilan foto
objek menggunakan smartphone yang dilakukan oleh peneliti untuk memperkuat hasil
pengamatan.
BAB IV
PEMBAHASAN

1.13 Hasil Pengamatan

4.1.1 Goa Kreo Waduk Jatibarang


(Instrumen)
(Terlampir)
4.1.2 Pantai Marina
(Instrumen)
(Terlampir)
4.1.3 Rawa Pening (Kompleks Wisata Kampung Raya)
(Instrumen)
(Terlampir)
4.1.4 Road Map (Rute Perjalanan)
(Peta format PNG dan data CSV)
(Terlampir)
1.14 Analisis

1.14.1 Goa Kreo Waduk Jatibarang

Goa Kreo merupakan kawasan wisata dengan luas 5-6 Hektar yang terletak di
Bukit Kerincing dan Lembah Sungai Kreo, atau secara administratif terletak di Dukuh
Talun Kacang, Kelurahan Kandri Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Secara
astronomis Goa Kreo terletak di koordinat -7.03608,110.350148. Goa Kreo berbatasan
dengan Laut Jawa disebelah utara dan disebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan
Cepoko, sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Mijen dan timur berbatasan dengan
Kelurahan Sedeng. Goa Kreo merupakan destinasi wisata yang lengkap dan unik karena
memuat unsur wisata budaya, wisata sejarah, dan wisata alam. Kondisi topografi
Kecamatan Gunungpati berada pada ketinggian di atas permukaan laut pada ketinggian 0-
259 Mdpl dengan panjang garis pantai. Wilayah Kecamatan Gunungpati terdiri dari
wilayah yang topografinya cenderung beragam. Pada daerah Kecamatan Gunungpati
bagian barat mempunyai topografi cenderung datar. Topografi akan mulai beragam ketika
semakin menuju ke bagian timur dari Kecamatan Gunungpati. Berdasarkan keadaan
tinggi wilayah, kawasan wisata Goa Kreo termasuk dalam dataran sedang karena berada
di ketinggian 350 mdpl. Bila ditinjau dari tingkat kemiringan atau kelerengan kawasan
hutan wisata Goa Kreo memiliki kemiringan 2-15% dan >40%, yang secara mayoritas
memilliki lereng yang sangat curam. Beberapa sumber air di sekitar wilayah Kecamatan
Gunungpati berasal dari aliran sungai yang mengalir dari Gunung Ungaran dan Waduk
Jatibarang itu sendiri. Selain menjadi pemasok air di wilayah tersebut, Waduk Jatibarang
juga digunakan sebagai pengendali banjir dari Kali Garang dan beberapa sungai lainnya.
Luas daerah tangkapan Waduk Jatibarangyaitu 53 Km2 dengan volume tampungan
sebanyak 20.400.400 M2. Objek Wisata Goa Kreo Semarang merupakan objek wisata
alam yang didominasi oleh beberapa jenis tumbuhan langka yaitu pohon kesambi, pohon
serut, pohon peh, pohon walikukun, pohon trenggulun, pohon palok, pohon winong,
pohon kelayu, pohon laban, pohon luwing, pohon tutup hijau pohon kemloko, pohon ri
getek, pohon siwilkuthil, pohon tutup kuning, pohon awar-awar, pohon lasep, dan lain-
lain. Tumbuhan langka tersebut dikelola oleh pengelola wisata tersebut sendiri. Sementara
itu unggulan dari objek wisata Goa Kreo Semarang adalah kera ekor panjang (Macca
fascicularis) yang hidup bebas dan sudah jinak dikarenakan sudah terase berinteraksi
dengan manusia di area objek wisata Goa Kreo yang menjadi koleksi fauna di objek
wisata tersebut, terdapat kurang lebih 300 kera yang dikelola oleh pengelola wisata
tersebut.
Pada dasarnya bentuk pemanfaatan lahan merupakan bentuk kegiatan manusia
yang ada di atas sebidang lahan. Aktivitas penggunaan lahan secara umum menunjukkan
proses hubungan antara manusia, substansi, energi, dan informasi Kecamatan Gunungpati
dan Mijen yang menjadi lokasi pembangunan Waduk Jatibarang masih termasuk dalam
kawasan pedesaan. Kegiatan masyarakatanya pun masih berorientasi pada lahan
pertanian. Hal ini dikarenakan sebagian besar penggunaan lahan di Kecamatan Mijen dan
Gunungpati masih dimanfaatakan sebagai lahan pertanian, seperti sawah, kebun, dan
tegalan. Aktivitas sebagian besar masyarakat di Kecamatan Mijen dan Gunungpati pun
berupa petani dan buruh tani Perubahan Penggunaan Lahan Penggunaan lahan merupakan
suatu bentuk pemanfaatan dan fungsi dari perwujudan suatu bentuk penutup lahan.
Apabila terjadi perubahan penggunaan lahan, maka pemanfaatan lahannya pun akan
berubah pula Bentuk mata pencaharian dan kebutuhan berasal dari berbagai bentuk
pertanian. Deskripsi di atas menunjukkan pengaruh perubahan penggunaan lahan pada
hubungan yang ada. Perubahan terjadi karena pelepasan tanah milik warga untuk
pembangunan waduk Jatibrang.

Terdapat perubahan penggunaan lahan di waduk Jatibarang Perubahan guna lahan


yang paling mencolok dan memberi pengaruh bagi lingkungan sekitarnya adalah
berubahnya lahan pertanian dan persawahan menjadi waduk. Seperti pada peta RBI tahun
2004 dijadikan sebagai sawah tadah hujan. Namun dari waktu ke waktu telah mengalami
perubahan penggunaan lahan menjadi bendungan atau waduk Selain itu terdapat
perubahan penggunaan lahan kebun menjadi waduk. Penggunaan lahan pada peta RBI
tahun 2004 dijadikan sebagi kebun yang ditanami berbagai jenis tanaman yang
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Namun, telah mengalami perubahan penggunaan
lahan yang saat ini dijadikan sebagai waduk Jatibarang. Dan juga terdapat perubahan
penggunaan lahan dari ladang menjadi waduk. Pada peta RBI tahun 2004 penggunaan
lahan dijadikan sebagai ladang Namun, telah mengalami perubahan penggunaan lahan
dan pada saat ini dijadikan sebagai waduk jatibarang Pembangunan Waduk Jatibarang
pastinya membawa perubahan bagi lingkungan di sekitarnya. Guna lahan yang
menguntungkan dari suatu lokasi mempengaruhi guna lahan lain di sekitarnya. Hal ini
terbukti dengan alih fungsi lahan menjadi waduk yang menjadi objek wisata
menyebabkan guna lahan lain di sekitarnya mengalami perubahan dengan dibangunnya
fasilitasfasilitas pendukung wisata yang akan meningkatkan nilai kawasan Desa Wisata
Kandri secara umum.
Asal usul desa kandri Dahulu ada dua orang bersaudara yaitu Nya Sariyah dan
Kyai Ngariyani Mereka berdua berasal dari Purwodadi, Sang kakak, Nyai Sariyah datang
kesebuah hutan. Nyai Sariyah kemudian mengambil sebuah batang dari pohon Kandri
untuk ditancapkan sebagai penanda daerah tersebut. Pohon Kandri tersebut sangat besar
dan rindang. Nyai Sariyah kemudian membuka hutan untuk tempat tinggalnya dan anak-
anaknya. Pohon Kandri yang ditancapkan tersebut terletak di tengah kampung sebelah
timur dan tumbuh menjadi pohon yang sangat besar sehingga daerah tersebut dikenal
sebagai Desa Kandri. Setelah itu Nyai Sariyah kemudian jalan kearah barat hingga tiba di
sebuah tempat yang angker. Disana dia menemukan 2 buah barang yaitu ranting kayu dan
pacul (cangkul) Ranting kayu tersebut kemudian ditancapkan dan cangkulnya digunakan
untuk menyangkul. Saat cangkulan ketiga, ditempat tersebut mengeluarkan air. Kemudian
Kyai Ngariyanı membawa cangkul tersebut kearah barat daya dan membuka hutan yang
sekarang disebut Talun Kacang. Oleh karena itu Kyai Ngariyani juga disebut Kyai Pacul.

Awal munculnya jalan Kandri berupa persawahan yang sangat luas, tetapi pada
tahun 90an terjadi bencana banjir yang memakan banyak korban. Serta menenggelamkan
sawah yang kemudian pemerintah dengan bantuan jepang membangun bendungan yang
ada didekat Goa Kreo. Goa Kreo tersebut merupakan wisata yang mana membutuhkan
akses untuk menuju ke goanya itu sendiri, yang kemudian dibangun jalan di Desa Kandri.
Jalan tersebut disebut jalan kandri karna berada di Desa Kandri.

Bendungan ini juga menjadi habitat dari ratusan monyet ekor panjang serta
menyimpan sejarah menarik untuk dipelajari. Berbagai kegiatan seru bisa anda lakukan
ketika mengunjungi Waduk Jatibarang, Bendungan atau Waduk ini mulai dibangun pada
tanggal 15 Oktober 2009 untuk mencegah banjir yang sering terjadi di Semarang. Inisiasi
pembuatan bendungan ini dimulai sejak tahun 1992 hingga 1993 dengan ide awal sebagai
bendungan serbaguna. Waduk jatibarang Sejarah nama wilayah Kecamatan Jatibarang
sampai sekarang belum diketahui secara pasti, tapi ada beberapa sumber yang diceritakan
oleh sesepuh warga jatibarang tentang sekilas sejarahnya.
1.14.2 Pantai Marina

Pantai Marina merupakan salah satu pantai yang ada di Kota Semarang Provinsi
Jawa Tengah. Secara letak administrasi, pantai ini terletak di Kelurahan Tawangsari
Semarang Barat, tepatnya di Jalan Yos Sudarso sekitar komplek PRPP (Pekan Raya
Promosi dan Pembangunan) Dan secara astronomis, pantai ini terletak pada 6,95 1.5 dan
110,38 BT dengan letak astronomis -6. 946331.110.392664. Secara geografis Pantai
Marina berbatasan dengan Laut jawa di sebelah utara dan Kota Semarang di sebelah
selatan, dibagian barat berbatasan dengan Kelurahan Tambakharjo dan sebelah timur
berbatasan dengan Keluarahan Tawangsari. Pantai ini merupakan pantai yang digunakan
sebagai objek wisatadan objek wisata pantai mi merupakan salah satu pantai wisata
primadona bagi masyarakat Semarang khususnya Pantai Marina biasanya selain untuk
berekreasi oleh masyarakat sekitar, juga digunakan untuk memancing ikan. Pantai Marina
ini dulunya adalah sebuah pantai berpasir yang indah, Yang dimana Pantai Marina ini
semulanya adalah tempat tambak ikan dan pohon bakau atau mangrove. Namun seiring
berjalannya waktu kawasan ini direklamasi oleh pemerintah Pantai ini direklamasi untuk
kepentingan perumahan dan gedung-gedung pendukung kegiatan yang ada di Kota
Semarang. Reklamasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Pantai Marina Semarang
telah diatur dalam SK Wali Kota Semarang No. 590/04310 tanggal 31 Agustus 2004 dan
mengacu pada Perda Kota Semarang No. 5 Tahun 2004tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Semarang Tahun 2000-2010 dan Perda Kota Semarang No. 8 Tahun 2004
tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Namun walaupun demikian Pantai
Marina tetap menjadi andalan untuk berwisata bagi warga Kota Semarang Pantai Marina
ini dulunya adalah sebuah pantai berpasır yang indah, Yang dimana Pantai Marina ini
semulanya adalah tempat tambak ikan dan pohon bakau atau mangrove. Namun seiring
berjalannya waktu kawasan ini direklamasi oleh pemerintah. Pantai ini direklamasi untuk
kepentingan perumahan dan gedung-gedung pendukung kegiatan yang ada di Kota
Semarang. Reklamasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Pantai Marina Semarang
telah diatur dalam SK Wali Kota Semarang No. 590/04310 tanggal 31 Agustus 2004 dan
mengacu pada Perda Kota Semarang No. 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Semarang Tahun 2000-2010 dan Perda Kota Semarang No. 8 Tahun 2004
tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Namun walaupun demikian Pantai
Marina tetap menjadi andalan untuk berwisata bagi warga Kota Semarang

Di Pantai Marina Semarang penggunaan lahan sekarang adalah untuk bidang


pariwisata dan pemukiman, Wisma Atlet Wushu serta gedung-gedung sarana kegiatan
yang ada di Semarang. Hal ini terjadi dikarenakan untuk memenuhi kebutuhan
pemerintah dan kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat Kota Semarang khususnya
yang berada di kawasan pantai utara Semarang Karena dapat diketahui bahwa Semarang
salah satu kota yang padat di Indonesia, maka dari itu kebutuhan akan lahan semakin
meningkat seiring berkembangnya waktu.
Pantai marina telah mengalami perubahaan penggunaan bentuk lahan. Terdapat
perubahan penggunaan lahan dari lahan kosong menjadi semak belukar. Sesuai dengan
peta RBI tahun 2004 penggunaan lahan yang dijadikan sebagai lahan kosong. Namun,
telah mengalami perubahan penggunaan lahan yang pada saat ini dijadikan sebagai
sebagai semak belukar. Selain itu, terdapat perubahan penggunaan lahan dari lahan
kosong menjadi pemukiman. Penggunaan lahan pada peta RBI tahun 2004 dijadikan
sebagai lahan kosong. Namun seiring berjalannya waktu lahan tersebut telah dirubah dan
mengalami perubahan penggunaan lahan yang pada saat ini dijadikan sebagai
pemukiman. Dan juga terdapat perubahan penggunaan lahan dari lahan kosong menjadi
tambak. Penggunaan lahan pada peta RBI tahun 2004 dijadikan sebagai lahan kosong.
Namun dari wakru ke waktu telah mengalami perubahan penggunaan lahan yang pada
saat ini dijadikan sebagai tambak.

Pantai Marina adalah salah satu objek wisata pantai yang berada di kota
Semarang, Jawa Tengah. Arti nama pantai marina sendiri berasal dari kata "marina" yang
dalam bahasa spanyol diartikan sebagai pantai atau tepi laut. Kata marina juga digunakan
untuk dermaga pedalaman di sungai dan kanal yang digunakan secara eksklusif oleh kapal
pesiar non-industri seperti kapal kanal. Pantai ini menyimpan pemandangan eksotis khas
kota Semarang. Dahulu, tempat ini merupakan hutan bakau dan tambak, tapi pemerintah
setempat mengubahnya menjadi tempat rekreasi dengan cara reklamasi daratan. Hasil
reklamasi dari hutan bakau ini, sekarang berupa perumahan, pertokoan, dan perkantoran,
di sebelah selatan pantai.
1.14.3 Rawa Pening

Rawa Pening merupakan danau alami yang terletak sekitar 45 Km disebelah


selatan Kota Semarang dan 9 Km sebelah Barat Laut Kota Salatiga. Atau dapat dikatakan
berada dalam segi tiga emas antara Semarang, Solo dan Yogyakarta Secara astronomis
berada pada -7.307057.110.422845 dan berada pada ketinggian + 460 m di atas
permukaan laut (dpl), serta dikelilingi oleh tiga Gunung, yaitu, Gunung Merhabu, Gunung
Telomoyo, dan Gunung Lingaran Letak Danau ini sangat strategis karena berada di jalan
raya Provinsi Semarang Solo dan Semarang - Yogyakarta, serta berada di jalan raya
Kabupaten Semarang Kota Salatiga. Dilihat secara administrasi sebagian besar wilayan
Danau Rawa Pening berada di Kabupaten Semarang dan hanya sebagian kecil berada di
Kota Salatiga, tepatnya di Kecamatan Sidomukti dan Kecamatan Argomulyo Batas-batas
wilayah dari Danau Rawa Pening seperti di Sebelah Utara yaitu Kecamatan Bawen,
Sebelah Selatan yaitu Kecamatan Tuntang. Sebelah Timur yaitu Kecamatan Tuntang, dan
Sebelah Barat yaitu Kecamatan Ambawara dan Banyubiru serta Kecamatan Sidomukti
dan Argomulyo Kota Salatiga.

Rawa pening telah mengalami perubahan penggunaan lahan. Terdapat perubahan


penggunaan lahan dari sawah irigasi menjadi semak belukar. Pada peta RBI tahun 2004
awalnya penggunaan lahan dijadikan sebagai sawah ingasi. Namun, dari waktu ke waktu
telah mengalami perubahan penggunaan lahan yang pada saat ini dijadikan merupakan
semak belukar. Selain itu juga terdapat perubahan penggunaan lahan rawa menjadi lahan
terbangun. Penggunaan lahan sesuai dengan peta RBI tahun 2004 dijadikan sebagai rawa.
Namun telah mengalami perubahan penggunaan lahan yang pada saat ini dijadikan
sebagai lahan terbangun. Perubahan lahan dengan tegakan menjadi lahan terbangun
banyak terjadi di Kecamatan Bandungan, Banyubiru, Ambarawa, Getasan, Tuntang dan
Bawen dikarenakan adanya perkembangan jalur transportasi, perkembangan pusat-pusat
kegiatan, pusat-pusat perekonomian dan arahan pemanfaatan ruang sebagai kawasan
budidaya secara umum, kebijakan Rencana Tata ruang juga sedikit banyak berpengaruh
terhadap adanya alih fungsi lahan menjadi lahan terbangun. Terdapat perubahan
penggunaan lahan sawah irigasi menjadi lahan terbangun. Pada peta RBI tahun 2004 yang
pada awalnya penggunaan lahan dijadikan sebagai sawah irigasi. Namun telah mengalami
perubahan penggunaan lahan yang pada saat ini dijadikan sebagai lahan terbangun
perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan terbangun menyebabkan perubahan
laju erosi sebesar 5424,26 ton/ha Ini terjadi pada lahan dengan jenis tanah Latosol, lereng
lebih dari 40%, ketinggian 500-1000 m dpal dan pada lahan dengan jenis tanah Latosol,
lereng lebih dari 40%, ketinggian 1000-2000 m dpal. Artinya perubahan penggunaan
lahan dari tegakan di lahan terbangun pada tahan tersebut akan meningkatkan potensi
ermi lakan menjadi sebesar 361,62 mm atau 36,16 cm.
Pada Tahun 1825-1830 terjadi Perang Diponegoro, Pasukan Diponegoro waktu
insesangat bersee on ker menghancurkan Penjajah Belanda lagi Payakan Diponegoro ke
Benteng Belanda yang berada di Ambarawa tepatnya di dekat Desa Bejalen, salah satu Po
pengintaiannya terletak di Desa Bejalen. Dan dukungan warga Desa Bejalen sangat kuat
sebab mereka merasa satu asal-usul yaitu dari Mataram. Setelah Pangeran Diponegoro
jatuh, sebagian kecil pasukannya ada yang menetap di Desa Bejalen sampai turun
temurun. Sebagian Pasukan Diponegoro pun ada yang tinggal menetap di desa-desa yang
berada tidak jauh dari Desa Bejalen Desa-desa tersebut adalah Desa Rowo Ricik, Rowe
Gedangan, Rowo Jamiah, Plumbon, Rowo Ayem, Rowo semut, Ngaglik Wetan dan
Ngaglik Kulon, Karang Sari, Wonosari, dan Nglarangan Desa-desa tersebut diatas
dipimpin oleh 5 Kepala Desa. Pada Tahun 1911 s/d 1912 atas Prakasa Wedono
Ambarawa yaitu Bpk Amat Ngali, desa-desa tersebut digabung menjadi satu. Pada Tahun
1915, Pemerintah Belanda memulai Pembangunan DAM Sungai Tuntang untuk PLTA.
Dengan adanya Pembangunan DAM tersebut mengakibatkan air rawa naik dan
menggenangi desadesa di sekitar Desa Bejalen Sehubungan dengan hal tersebut pada
Tahun 1924 mulai terjadi perpindahan desa- desa yang tergenangi meluapnya air rawa
tersebut. Namun, belum ditemukan data bahwa nama desa ini diabadikan atau tidak
Penamaan "Pening" ini berasal dari kata Bahasa Jawa, yaitu "wening" yang berarti tenang
dan damai Asal-usul Rawa Pening dikaitkan dengan kisah Baro Klinting, seekor naga
yang merupakan anak dari Endang Sawitri, putri Kepala Desa Ngasem. Karena sebuah
kutukan, Endang Sawitri mengandung dan melahirkan seorang anak berwujud naga
Keberadaan Baro Klinting yang berupa ular naga ini tidak diterima oleh sang ayah hingga
akhirnya, saat sudah dewasa, Baro Klinting ingin diterima oleh sang ayah dan ingin
berubah menjadi manusia. Singkatnya, sang ayah mengutus Baro Klinting untuk bertapa
ke Gunung Telomoyo. la bertapa dengan melilitkan tubuh naganya sampai ke puncak
Gunung Telomoyo. Tapi sayangnya, kumpulan warga Desa Pathok yang tengah berburu
tidak melihat wujud keseluruhan Baro Klinting. Mereka hanya melihat ekor Baro Klinting
saja yang kemudian mereka metongnya dan dibawa pulang ke desa selesai bertapa, Baro
Klinting yang berubah menjadi manusia pulang ke desanya yaitu Desa Pathok dengan
kondisi luka-luka sehingga keberadaannya ditolak oleh warga, bahkan ayahnya sendiri
yang seorang pertapa dan telah mengutusnya untuk bertapa di Gunung Telomoyo, juga
menolak kepulangannya Singkat ceritak sorang nenek yang merupakan warga desa
setempat yang mau menerima dan merawatnya a seperti anak sendiri. Hingga akhirnya,
Baro Klinting menantang warga untuk mencabut sebatang lidi yang dia tancapkan
sebelumnya ke tanah. Ajaibnya, tidak ada seorang pun yang berhasil mencabutnya.

1.14.4 Rute Perjalanan Menuju Objek Wisata


Mahasiswa geografi dikumpulkan terlebih dahulu di FIS tepatnya disebelah timur
Gedung C7 pada pukul 05.30 sebelum melakukan observasi lapangan. Kemudian kita
diberi arahan terlebih dahulu oleh Dosen dan Sie Acara dan Sie Koordinat Lapangan
berkaitan dengan teknisan selama melakukan observasi. Tidak lupa juga sebelum
berangkat kita diberikan konsumsi berupa snack untuk dinikmati selama perjalanan. Pukul
07.20 kita memulai perjalanan dengan tujuan pertama yaitu Goa Kreo. Sekitar pukul
07.40 kita tiba di lokasi observasi pertama. Mahasiswa diberi penjelasan tentang toponimi
sejarah Goa Kreo tersebut. Kemudian dari masing-masing dosen pengampu mata kuliah
geologi, geomorfologi, dan kartografi memberi sedikit materi dan arahan sebelum
mahasiswa melakukan observasi lapangan secara langsung di Goa Kreo. Setelah itu
mahasiswa melakukan observasi sesuai bagian kelompok yang sudah ditentukan
sebelumnya. Pada bagian Geomorfologi mahasiswa ditugaskan untuk mengidentifikasi
drainase tanah, kandungan organik, kandungan kapur menggunakan alat yaitu Soil testkit.
Cara mengidentifikasi kandungan kapur kita menyiapkan tanah yang dipastikan tidak ada
vegetasi yang mengganggu, kemudian tetesi tanah dengan larutan Hcl jika berbuih makan
mengandung kapur. Begitu pun dengan drainase tanah dan kandungan organik. Yang
membedakan drainase tanah menggunakan cairan Alpha dan kandungan organic
menggunakan cairan H2O2. Pada bagian kartografi mahasiswa diminta untuk
mendiskripsikan perubahan penggunaan lahan pada peta RBI dan pada lokasi observasi
dan membuat sketsa dari Waduk Jatibarang. Selanjutnya pada geologi mahasiswa diminta
untuk mengidentifikasi batuan, struktur batuan, jenis, dan stratifigasi. Setelah melakukan
penelitian observasi di lokasi pertama Goa Kreo kita pindah posisi menuju lokasi
observasi kedua yaitu Pantai Marina. Di Pantai Marina pada kartografi juga melakukan
observasi tentang penggunaan serta perubahan lahan yang ada di Pantai Marina tersebut
serta membuat sketsa. Tetapi untuk geologi di Pantai Marina kurang cocok dan pada
geomorfologi menganalisis bagaimana bentuk dari Pantai Marina tersebut. Dari Pantai
Marina kita menuju tempat terakhir yaitu Bukit Cinta, pada kartografi juga melakukan
observasi perubahan bentuk lahan serta sketsa dari Rawa Pening Lokasi terakhir observasi
ini berakhir sekitar pukul 17. 50 WIB. Kemudian kita melkukan perjalanan pulang
kembali ke Gunung Pati menuju Unnes tepatnya Fakultas Ilmu sosial.
BAB V
PENUTUP

1.15 Kesimpulan
Observasi Lapangan (OBL) Jurusan Geografi UNNES dilakukan oleh mahasiswa
semester gasal tahun 2023 yang mengunjungi 3 kawasan yaitu, Goa Kreo, Pantai Marina, dan
Bukit Cinta. Kegiatan ini khususnya pada Kartografi Dasar adalah untuk pengamatan pada
sebuah objek secara langsung dan detail untuk mendapatkan informasi yang benar terkait
objek tersebut. pengujian yang diteliti dan diamati bertujuan untuk mengumpulkan data atau
penilaian. Hasil laporanya berisikan tentang penggunaan lahan, perubahan lahan, toponimi,
dan sketsa dari tempat yang telah diobservasi.

Pada tempat pertama yaitu Goa Kreo yang berada di Desa Kandri, Kecamatan Gunung
Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah dengan letak astronomis -7.038769, 110.350117. Pantai
Marina merupakan Pantai reklamasi yang secara geografis berada di sebelah Utara berbatasan
dengan laut Jawa. Pantai ini menjadi tempat kedua untuk dilakukan observasi, tepatnya di
Desa Panggung Lor, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang Jawa Tengah, letak
astronomisnya pada -6.954488, 110.403307. Kemudian lokasi terakhir yaitu Rawa Pening
terletak di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang dengan letak asitronomis -
7.30695, 110.422942. Ketiga tempat observasi tersebut merupakan tempat wisata alam yang indah
dan sudah sering dikunjungi oleh banyak masyarakat.

1.16 Saran
Setiap kegiatan pasti ada kalanya kekurangan jadi izinkan kami menyampaikan saran serta
kritik untuk observasi lapangan kali ini. Berdasarkan apa yang kita dapatkan atau alami
selama melakukan observasi ini kita rasa sudah cukup senang dan tentunya bisa belajar
banyak hal baru dari kegiatan ini serta menambah pengetahuan dan pengalaman. Sarannya
mungkin dari panitia bisa bertanggung jawab secara tegas dan bijaksana dalam mengatur
rundown yang telah dibuat dan tidak miskomunikasi sesame panitia dan peserta agar kegiatan
observasi lapangan berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA

Atmoko, A. (2001). REKREASI AIR DI SUB KAWASAN WISATA BUKIT CINTA. Semarang:
Fakultas Teknik Undip.

Ayu, Z. (2020). SPORT CENTER DI PANTAI MARINA SEMARANG. Semarang: Fakultas


Teknik Undip.

Bayu, A. (2023). "Pantai Marina Semarang: Daya Tarik, Harga, Jam Buka, dan Rute". From
https://www.google.com/amp/s/www.detik.com/jateng/wisata/d-6847099/pantai-marina-
semarang-daya-tarik-harga-jam-buka-dan-rute/amp. (di akses pada 5 Desember 2023
pukul 09.45 WIB)

Dini, D. (2022). "Goa Kreo di Semarang: Daya Tarik, Legenda, dan Harga Tiket". From
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/regional/read/2022/11/24/220618578/
goa-kreo-di-semarang-daya-tarik-legenda-dan-harga-tiket. (di akses pada 5 Desember
2023 pukul 09.39 WIB)

Nicholas, R. (2020). "Rute dan Harga Tiket Bukit Cinta Rawa Pening, Tempat Wisata Keren di
Kabupaten Semarang". From
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/travel/read/2020/09/06/184427327/rute-
dan-harga-tiket-bukit-cinta-rawa-pening-tempat-wisata-keren-di-kabupaten. (di akses
pada 5 Desember 2023 pukul 10.12 WIB)

Parman, S. (2010). Deteksi perubahan garis pantai melalui citra penginderaan jauh di Pantai
Utara Semarang Demak. Jurnal Geografi: Media Informasi Pengembangan dan Profesi
Kegeografian, 7(1).

Rahman, R. (2017). Pengaruh Destination Branding Dan Produk Wisata Terhadap Niat
Berkunjung Kembali Melalui Word of Mouth (Studi Kasus Pada Objek Wisata Alam Goa
Kreo Semarang). Jurnal Administrasi Bisnis, 6(4), Hal 61-67.

Septiyana, B. (2022). Tinjauan Geografis di Kawasan Objek Wisata Goa Kreo Semarang. Jurnal
Geografi, 11(1), Hal 34-43.

Setyowati. (2014). Kartografi Dasar. Yogyakarta: penerbit ombak.

Subagio. (2003). Pengetahuan Peta. Bandung: Penerbit ITB.

Wuryanta, A. (2018). Eutrophication and solving effort in lake rawapening, semarang district
Central Java (A Spasial Approach. Jurnal Geografi: Media Informasi Pengembangan dan
Profesi Kegeografian, 15(1).
LAMPIRAN

1. Hasil Pengamatan (instrument)


2. Road Map (Peta Perjalanan)
3. Dokumentasi
Goa Kreo
Pantai Marina
Bukit Cinta

titik 1 titik 2 titik 3

Anda mungkin juga menyukai