Anda di halaman 1dari 35

MATA KULIAH ILMU UKUR TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

KELAS 4

Oleh:

Program Studi Teknik Sipil


Fakultas Teknik
Universitas Udayana
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
berkat-Nya kelompok kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas membuat “Laporan
Praktikum Ilmu Ukur Tanah”.

Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan
sebagai persyaratan wajib mengikuti kuliah Ilmu Ukur Tanah. Disamping itu, juga untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan kami dalam menerapkan mata kuliah Ilmu Ukur Tanah
di dalam praktek yang nyata.

Dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
terlibat dan memberikan bimbingan, baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain:

1. Bapak I Nyoman Karnata Mataram, ST., MT. selaku dosen mata kuliah dan dosen
pembimbing Ilmu Ukur Tanah.
2. Bapak Wayan Sudistayasa, selaku pembimbing praktikum percobaan pengukuran di
lapangan.
3. Semua pihak yang telah memberikan informasi, bantuan, dukungan dan perhatian kepada
kelompok kami sehingga laporan praktikum ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Selanjutnya, kami sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari pembaca dengan kerendahan hati. Semoga laporan ini dapat
menambah wawasan dan bermanfaat bagi pembaca.
Jimbaran, 16 Juni 2023

Kelompok 4
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .....................................................................................................................


Daftar Isi ................................................................................................................................
Daftar Gambar ......................................................................................................................
Daftar Tabel ...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................
1.2 Tujuan ...............................................................................................................................
1.3 Peralatan Ukur Tanah ........................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ilmu Ukur Tanah ..............................................................................................
2.2 Maksud dan Tujuan Ilmu Ukur Tanah ................................................................................
2.3 Sistem Kordinat .................................................................................................................
2.4 Pengertian Skala dan Peta ..................................................................................................
2.5 Pengukuran Profil Memanjang ..........................................................................................
BAB III METODE PENGUKURAN
3.1 Pengukuran Horizontal ......................................................................................................
3.2 Pengukuran Vertikal .........................................................................................................
BAB IV PENGOLAHAN DATA
4.1 Perhitungan Titik Poligon ..................................................................................................
4.2 Pengukuran Bidang Horizontal MenggunakanTheodolite ..................................................
4.3 Data Waterpass ..................................................................................................................
4.4 Perhitungan Bidang Vertikal Menggunakan Waterpass ......................................................
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .......................................................................................................................
5.2 Saran .................................................................................................................................
LAMPIRAN PETA PROFIL MEMANJANG
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem Kartesian Bidang Datar .............................................................................

Gambar 2.2 Garis Rencana Proyek ..........................................................................................

Gambar 2.3 Profil Memanjang ................................................................................................

Gambar 3.1 Theodolite ............................................................................................................

Gambar 3.2 Poligon Terbuka ...................................................................................................

Gambar 3.3 Poligon Tertutup...................................................................................................

Gambar 3.4 Poligon Terbuka ...................................................................................................

Gambar 3.5 Pengukuran Jarak dengan Theodolite ...................................................................

Gambar 3.6 Pengukuran Beda Tinggi dengan Theodolite ........................................................

Gambar 3.7 Waterpass .............................................................................................................

Gambar 3.8 Pengukuran Beda Tinggi dengan Waterpass .........................................................


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Theodolite ...................................................................................

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Waterpass ....................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemetaan merupakan peranan yang sangat penting dalam pekerjaan
ketekniksipilan, seperti pembangunan jembatan , pelabuhan , wilayah kota, drainase,
bandar udara, jalan, bendungan, dan lain-lain. Pekerjaan survey dan pemetaan menjadi
suatu yang harus didahulukan sebelum melakukan konstruksi suatu bangunan. Dalam
hal ini seorang teknik sipil harus menguasai tentang ilmu ukur tanah, mengingat
pengetahuan ini berkembang secara pesat seiring berkembangnya teknologi.

Dalam tahap perencanaan pembangunan, terlebih dahulu diperlukan survey dan


pemetaan untuk mengetahui kondisi lokasi pembangunan. Pemetaan ini dilakukan
untuk mengetahui sudut, beda tinggi dari suatu titik ke titik lainnya dan jarak mendatar.
Angka-angka ini tentu sangat berguna untuk tahap selanjutnya atau memulai
pembangunan sehingga hasil pengukuran harus akurat. Saat ini pembangunan di
wilayah pedesaan sudah semakin gencar, dan tentu pembangun di wilayah yang
ekstrem, seperti di pinggiran sawah, di tanah miring menjadi daya tarik tersendiri. Maka
dari itu, pemetaan dan survey lapangan sangatlah berperan penting dalam hal ini.

Teori-teori yang diberikan dalam mata kuliah Ilmu Ukur Tanah tersebut bertujuan
untuk mengetahui dan memahami gambaran sebenarnya di kenyataan, sehingga para
mahasiswa Teknik Sipil Universitas Udayana diwajibkan untuk melakukan praktikum
pengukuran tanah di lapangan.
1.2 Tujuan
Berikut tujuan dari pelaksanaan praktikum Ilmu Ukur Tanah :

a) Mahasiswa mampu melakukan pengukuran horizontal dan vertikal menggunakan


waterpass dan theodolite serta memahami analisisnya.
b) Mahasiswa mampu mengaplikasikan data pengukuran menjadi sebuah peta
sederhana.
c) Melatih mahasiswa agar mampu mengembangkan kemampuan untuk menangani
pengukuran yang lebih kompleks dan luas yang bertujuan untuk perencanaan
pembangunan dengan bantuan pengetahuan dari praktikum Ilmu Ukur Tanah.
d) Melatih kemampuan mahasiswa dalam menggunakan alat-alat ukur tanah,
pengukur jarak dan lain-lainnya untuk mendapatkan informasi data di lapangan.

1.3 Peralatan Ukur Tanah


a) Theodolite (Alat ukur sudut)
Berfungsi untuk mengukur sudut horizontal dan vertikal, pembacaan benang atas
(BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB), menhitung jarak optis, beda
tinggi, dan elevasi titik-titik secara detail.
b) Waterpass (Alat penyipat datar)
Berfungsi untuk mengukur beda tinggi pada jarak jauh dengan teliti.
c) Meteran
Berfungsi untuk mengukur jarak antar patok, tinggi patok, dan tinggi alat.
d) Tripod
Berfungsi untuk menyangga theodolite dan waterpass.
e) Rambu ukur
Berfungsi untuk membaca benang atas, benang tengah dan benang bawah.
f) Alat-alat lainnya ;
- Patok kayu (4 buah)
- Paku payung (4 buah)
- Meteran 50 meter
- Palu
- Alat tulis
- Kalkulator
- Kompas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ilmu Ukur Tanah


Ilmu ukur tanah merupakan salah satu bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-
cara pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk menentukan posisi relatif atau
absolut titik-titik pada permukaan tanah, di atasnya atau di bawahnya, dalam memenuhi
kebutuhan seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif suatu daerah.

Dalam ilmu ukur tanah, pekerjaan mengukur dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Geodesi (Geodetic Survey)


Adalah suatu pengukuran yang sudah memperhitungkan bentuk dan ukuran bumi.
Geodetic survey dilakukan pada daerah yang luas.
2. Ukur tanah datar (Plane Survey)
Adalah pengukuran yang tidak memperhitungkan bentuk dan ukuran bumi. Plane
survey dilakukan pada daerah yang tidak luas.
Ilmu ukur tanah merupakan bagian dari Geodetic Survey yang bermaksud praktis. Ilmu
ukur tanah ini membuat bayangan dari sebagian besar atau sebagian kecil dari permukaan
bumi.

Bentuk umum dari permukaan bumi adalah ellipsoide putar, yaitu berbentuk ellips dengan
sumbu putar pada sumbu pendeknya. Di dalam pengukuran (surveying), permukaan bumi yang
seharusnya melengkung dapat dianggap sebagai bidang datar. Hal ini disebabkan karena
cakupan bidang ilmu ukur tanah ini adalah kecil. Bila daerah yang dicakup cukup besar, maka
kelengkungan permukaan bumi sebagai ellipsoide putar harus diperhitungkan, yang tentunya
memerlukan perhitungan – perhitungan yang lebih sulit.
2.2 Maksud dan Tujuan Ilmu Ukur Tanah
Berdasarkan bidang pengukurannya, ilmu ukur tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu
pengukuran horisontal dan pengukuran vertikal. Adapun besaran-besaran yang diukur adalah
sebagai berikut:

a. Pengukuran horisontal yang meliputi :


1. Sudut jurusan
2. Sudut mendatar dan sudut miring
3. Jarak mendatar dan jarak miring
b. Pengukuran vertikal yang meliputi :
1. Jarak mendatar dan miring
2. Beda tinggi (jarak vertikal)
Setelah diperoleh besaran sudut dan jarak diatas maka langkah selanjutnya adalah
penentuan posisi titik-titik objek tersebut dengan menghitung koordinatnya yaitu absis, ordinat
dan tinggi dengan notasi umum (X, Y, Z) pada suatu sistem koordinat tertentu.

Jadi maksud dari ilmu ukur tanah adalah melakukan pengukuran besaran-besaran bidang
horisontal dan vertikal sedangkan tujuan akhirnya adalah memperoleh data dan informasi
mengenai posisi atau lokasi titik-titik objek di muka bumi.

Secara praktis, ilmu ukur tanah mempunyai tujuan menggambarkan bayangan Sebagian
atau seluruh permukaan bumi ke dalam suatu kertas yang disebut peta. Sementara secara
ilmiah, ilmu ukur tanah mempunyai tujuan menentukan bentuk bumi.

Peta sebagai produk dari kegiatan ilmu ukur tanah dibuat melalui tiga tahapan pekerjaan
yaitu (Purworahardjo, 1986):
a. Melakukan pengukuran-pengukuran pada dan di antara titik-titik dimuka bumi
(Surveying).
b. Menghimpun dan menghitung hasil ukuran dan memindahkannya pada bidang datar
peta.
c. Melakukan intepretasi fakta-fakta yang ada di permukaan bumi dan
menggambarkannya dengan simbol-simbol.
Pengukuran-pengukuran tersebut dilakukan untuk menentukan posisi (koordinat dan
ketinggian) titik-titik di muka bumi (Purworahardjo,1986). Titik-titik di muka bumi yang
diukur, dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu titik-titik kerangka dasar dan titik-
titik detail. Titik-titik kerangka dasar adalah sejumlah titik (terbuat dari beton atau kayu) yang
dipasang dengan kerapatan tertentu yang akan digunakan untuk menentukan koordinat dan
ketinggian titik-titik detail. Sedangkan titik-titik detail adalah titik yang telah ada di lapangan
seperti pada pinggiran sungai, jalan, pojok bangunan, dan lain-lain. Titik-titik kerangka dasar
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu titik-titik kerangka dasar horizontal dan titik-titik
kerangka dasar vertikal. Titik-titik tersebut digunakan untuk menentukan koordinat horizontal
dan ketinggian titik-titik lainnya (titik-titik detail). Pengukuran untuk menentukan koordinat
horizontal dinamakan pengukuran horizontal sedangkan untuk ketinggian disebut pengukuran
vertikal (tinggi).
Untuk menghitung koordinat titik-titik di muka bumi (baik kerangka maupun detail)
diperlukan adanya bidang hitungan tertentu. Mengingat bahwa permukaan bumi fisik sangat
tidak beraturan, permukaannya tidak dapat digunakan sebagai bidang hitungan. Di dalam ilmu
Geodesi, permukaan bumi yang tidak beraturan tersebut diganti dengan bidang yang teratur
yaitu bidang yang mempunyai bentuk dan ukuran mendekati geoid, yaitu permukaan air laut
rata-rata dalam keadaan tidak terganggu atau tenang. Bidang teratur atau bidang geoid tersebut
secara global mendekati bentuk permukaan sebuah elips putar (ellipsoide). Permukaan
ellipsoide inilah yang digunakan sebagai bidang hitungan.

2.3 Sistem Koordinat


Posisi titik-titik di muka bumi diproyeksikan menjadi beberapa titik, yang mana pada
ellipsoide bumi dinyatakan oleh perpotongan garis bujur dan lintang. Dengan cara tersebut
titik-titik di muka bumi tersebut dinyatakan dalam sistem koordinat yang disebut sistem
koordinat geodesi/geografi. Per definisi koordinat sistem geodesi/geografi suatu titik di muka
bumi berarti bahwa titik tersebut dinyatakan dalam Lintang (L) dan Bujur (B).

Apabila titik-titik tersebut akan dilukiskan pada bidang datar (bidang peta) maka titik-titik
tersebut dinyatakan dengan Sistem Koordinat Kartesian. Umumnya notasi yang digunakan
adalah pada arah horizontal dinyatakan dengan absis (simbol X) dan pada sumbu vertikal
dinyatakan dengan ordinat (simbol Y).
Gambar 2.1 Sistem Kartesian Bidang Datar
Asumsi yang digunakan adalah luas permukaan yang dikaji yaitu luas permukaan bumi
yang mempunyai ukuran terbesar tidak melebihi 55 km sehingga permukaannya dapat
dianggap sebagai bidang datar, sehingga rumus proyeksi peta (rumus transformasi koordinat
dari bidang lengkung ke bidang datar) tidak diuraikan lebih lanjut.

2.4 Pengertian Skala dan Peta


Skala peta adalah perbandingan jarak antara dua titik di peta dengan jarak yang
sesungguhnya di permukaan bumi (jarak mendatar). Ada beberapa cara untuk menyatakan
skala peta, meliputi:
a. Dengan menuliskan hubungan antara jarak di peta dengan jarak di muka bumi dalam
bentuk persamaan. Misalnya 1 cm = 100 m. Artinya 1 cm di peta sesuai dengan atau
mewakili 100 m di lapangan. Tipe skala demikian disebut skala teknis (engineer’s
scale).
b. Dengan menuliskan angka perbandingan. Misalnya 1: 5000, artinya 1 cm di peta sesuai
dengan 5000 cm di lapangan atau sama dengan 50 m di lapangan. Tipe skala demikian
disebut skala numeris atau skala pecahan (numerical scale atau fractional scale).
c. Dengan menuliskan secara grafis. Suatu garis lurus dibagi ke dalam bagian-bagian yang
sama, misalnya tiap bagian panjangnya 1 cm. Pada setiap ujung bagian garis dituliskan
angka jarak yang sebenarnya, misalnya 1 km. Ini berarti bahwa 1 cm di peta sesuai
dengan 1 km di lapangan. Tipe skala demikian disebut skala grafis (graphical scale).
Pada prinsipnya besar kecilnya skala peta akan mencerminkan ketelitian serta banyaknya
informasi yang disajikan. Misalnya ketika mengukur jarak antara dua titik pada peta skala
1:5000 dan 1:20000, kesalahannya 0,1 mm. Ini berarti pada peta skala 1:5000 memberikan
kesalahan jarak di lapangan sebesar 0,1x 5000 mm, atau sama dengan 500 mm, atau 0,5 m.
Sedangkan pada skala 1:20000 memberikan kesalahan jarak 0,1x20000 mm, atau sama dengan
2,0 m. Informasi yang disajikan pada peta skala besar dapat lebih lengkap dan mendetail
dibandingkan dengan peta skala kecil. Dalam contoh diatas peta dengan skala 1:5000 disebut
peta skala besar dan 1:20000 sebagai peta skala kecil.

Selain mencerminkan ketelitian dan kelengkapan informasi, skala merupakan salah satu
penunjuk bagi pengukur tentang ketelitian pengukuran yang harus dicapai. Misalnya untuk
pengukuran jarak, normalnya batas ketelitian di dalam ploting titik pada peta adalah 0,1 mm.
Bila skala peta dimana ploting dilakukan adalah 1:500, 0,1 mm di peta tersebut akan sesuai
dengan 5 cm di lapangan. Maka dalam hal ini jarak-jarak harus diukur dengan ketelitian di
bawah 5 cm.

Berdasarkan skalanya, peta dikelompokkan ke dalam peta skala besar, skala sedang dan
skala kecil. Akan tetapi batasan-batasan skala untuk masing-masing kelompok peta tersebut
tidak jelas. Umumnya skala 1:10000 dan lebih besar digolongkan ke dalam skala besar, skala
antara 1:10000 sampai dengan skala 1:100000 digolongkan peta skala menengah, skala
1:100000 dan lebih kecil digolongkan ke dalam skala kecil (Purworahardjo, 1986).

2.5 Pengukuran Profil Memanjang


Pengukuran profil memanjang adalah pengukuran yang bertujuan untuk menentukan
ketinggian titik-titik sepanjang suatu garis rencana proyek sehingga dapat digambarkan irisan
tegak keadaan lapangan sepanjang garis rencana proyek tersebut. Gambar irisan tegak keadaan
lapangan sepanjang garis rencana proyek disebut profil memanjang.
Di lapangan, sepanjang garis rencana proyek patok-patok dari beton ataupun dari kayu yang
menyatakan sumbu proyek. Patok-patok ini digunakan untuk pengukuran profil memanjang
seperti terlihat seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.2 Garis Rencana Proyek


Sepanjang garis rencana proyek dari A ke B akan digambarkan irisan tegak permukaan
tanahnya. Terlebih dahulu dipasang patok-patok sepanjang garis proyek misal di titik 1,2 dan
3. Jarak masing-masing seksi kurang lebih 100 m. Dengan sipat datar memanjang ketinggian
titik 1,2, 3 dan B akan ditentukan dari titik A. Prosedur pengukuran profil memanjang dapat
menggunakan prosedur seperti sipat datar memanjang hanya saja jarak antar seksi diperpendek.
Disamping itu jumlah titik patok pada garis proyek diusahakan sebanyak (serapat) mungkin
agar diperoleh deskripsi bentuk permukaan tanah mendekati bentuk aslinya. Rumus untuk
perhitungan beda tinggi dapat menggunakan rumus yang sama seperti sipat datar memanjang.

2.5.1 Prosedur Penggambaran


Untuk menggambarkan profil memanjang terlebih dahulu harus ditentukan skala
untuk jarak dan tinggi. Karena jarak akan lebih panjang dari tinggi maka skala untuk
jarak dan tinggi dibuat berbeda. Skala jarak lebih kecil daripada skala tinggi. Misalnya
skala jarak 1:1000 sedangkan skala tinggi dibuat 1:100.

Untuk efisiensi penggunaan kertas gambar, sebaiknya ketinggian titik-titik


ditranslasikan terhadap bidang persamaan ketinggian, sehingga titik-titik terhadap bidang
persamaan akan menjadi lebih kecil. Penggambaran akan lebih cepat jika dilakukan
diatas kertas milimeter. Dibuat 4 garis mendatar, dimana garis pertama merupakan bidang
persamaan. Pada garis kedua ditentukan titik-titik yang diukur disesuaikan dengan jarak
dan skala jarak. Diantara garis kedua dan ketiga dituliskan jarak pada garis tegak di titik-
titik yang diukur. Diantara garis ketiga dan keempat dituliskan angka ketinggian yang
sesungguhnya untuk setiap titik. Untuk lebih jelasnya penggambaran profil memanjang
dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.3 Profil Memanjang


BAB III
METODE PENGUKURAN

3.1 Pengukuran Horizontal


Metode Poligon adalah cara untuk penentuan posisi horizontal dengan
menggunakan theodolite. Gambar 3.1 memperlihatkan alat theodolite. Untuk membuat
kerangka poligon, terlebih dahulu ditentukan batasan-batasan wilayah yang akan diukur
dan kemudian dilakukan pemasangan patok tambahan. Patok tambahan dipasang
sedemikian rupa sehingga didapat patok yang cukup kokoh dan sebaiknya tidak menonjol
di atas tanah terlalu panjang, karena patok akan mudah goyah. Ujung patok diberi paku
sebagai titik ukur. Patok kedua dipasang sedemikian rupa agar memberikan pandangan
yang cukup untuk melakukan pengukuran.
dimana titik yang satu dengan lainnya dihubungkan satu dengan yang lain dengan
pengukuran jarak dan sudut sehingga membentuk rangkaian titik-titik (Poligon). Ditinjau
dari cara menyambungkan titik satu dengan yang lainnya, Poligon dapat digolongkan
sebagai Poligon terbuka, Poligon tertutup, Poligon bercabang atau kombinasi dari dua
atau ketiganya. Gambar 3.2 dan 3.3 memperlihatkan tipe Poligon terbuka dan tertutup.
Di dalam perhitungan poligon minimal satu titik diketahui koordinatnya, satu sudut
jurusan atau αi (umumnya sudut jurusan awal), jarak antara masing-masing titik (dij) dan
sudut-sudut mendatar (βi) harus diukur di lapangan.

Gambar 3.1 Theodolite


(salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan sudut
mendatar dan sudut tegak)
Gambar 3.2 Poligon Terbuka
(Hanya 1 Titik Kerangka yang diketahui-titik A)

Gambar 3.3 Poligon Tertutup


(Titik Awal dan Akhir pada satu titik yang diketahui-titik A)

Gambar 3.4 Poligon Terbuka


(Sumber: Purworahardjo, 1986)
Pada gambar 3.4 diperlihatkan suatu contoh poligon terbuka yaitu hanya satu koordinat
titik yang diketahui yaitu titik A (XA, YA). Sudut jurusan dari A ke 1 atau αA1, jarak-jarak
mendatar dari satu titik ke titik lainnya d1, d2, d3, serta sudut-sudut mendatar yaitu β1 dan β2
diukur di lapangan.

Untuk perhitungan banyak titik (poligon) yaitu titik 1, 2 dan 3 seperti di atas maka tahapan
perhitungannya adalah sebagai berikut:
α12 = αA1 + β1 - 180o, α23 = α12 + β2 - 180o = αA1 + (β1+ β2) - 2 x 180o

Koordinat titik-titik 1, 2 dan 3 dihitung dari titik A dengan rumus:


X1 = XA + dA1 sin αA1; Y1 = YA+ dA1 cos αA1

X2 = X1 + d12 sin α12; Y2 = Y1+ d12 cos α12

X3 = X2 + d23 sin α23; Y3 = Y2 + d23 cos α23 , sehingga:

X3 = XA + dA1 sin αA1 + d12 sin α12 + d23 sin α23

Y3 = YA + dA1 cos αA1 + d12 cos α12 + d23 cos α23

X3 = XA + ∆XA1 + ∆X12 + ∆X23; Y3 = YA + ∆YA1 + ∆Y12 + ∆Y23


Apabila titik 3 diketahui koordinatnya, maka harus dipenuhi:
X3 - XA = ∆XA1 + ∆X12 + ∆X23 = Σ d sin α

Y3 - YA = ∆YA1 + ∆Y12 + ∆Y23 = Σ d cos α


Apabila sudut jurusan α23 diketahui maka harus dipenuhi:
α23 - αA1 = (β1+ β2) - 2 x 180o
Sehingga dapat ditulis persamaan secara umum:
Xakhir – Xawal = Σ d sin α

Yakhir – Yawal = Σ d cos α

Αakhir – αawal = Σ βi - n.180o


Dimana n menyatakan jumlah titik sudut mendatar.
Karena pengukuran-pengukuran jarak dan sudut selalu dihinggapi kesalahan maka
persamaan-persamaan diatas umumnya tidak dapat dipenuhi. Bila perbedaannya ditulis sebagai
berikut:

fx = (Xakhir – Xawal) - Σ d sin α

fy = (Yakhir – Yawal) - Σ d cos α

fα = (αakhir – αawal) - Σ βi - n.180o

Sebelum koordinat titik 1, dan 2 dihitung sudut-sudut β1 dan selisih-selisih absis dan ordinat
diberi koreksi terlebih dahulu agar persamaan-persamaan umum menjadi dipenuhi. Adapun
koreksi-koreksi yang dimaksud adalah:

a. Koreksi untuk tiap-tiap sudut β besarnya adalah


1
. fα
𝑛

Koreksi untuk selisih-selisih absis besarnya adalah


𝑑𝑖
∑ 𝑑𝑖
. fx

Koreksi untuk selisih-selisih ordinat besarnya adalah


𝑑𝑖
∑ 𝑑𝑖
. fy

Rumus koreksi diatas disebut rumus koreksi Bowditch, sementara itu metode pemberian
koreksi berdasarkan cara Transit adalah sebagai berikut:

a. Koreksi untuk tiap-tiap sudut β besarnya adalah


1
. fα
𝑛

b. Koreksi untuk selisih-selisih absis besarnya adalah


∆𝑋𝑖𝑗
∑ ∆𝑋𝑖𝑗
. fx

c. Koreksi untuk selisih-selisih ordinat besarnya adalah


∆𝑌𝑖𝑗
∑ ∆𝑌𝑖𝑗
. fy
Pengukuran jarak dengan theodolite kita membidik patok yang satu dari patok
yang lain dengan menggunakan bantuan rambu ukur. Setelah rambu ukur dibidik, maka
akan didapat nilai tinggi benang atas (BA), benang tengah (BT), benang bawah (BB).
Jarak antara patok dari tempat membidik ke patok yang dibidik (jarak mendatar),
didapat dengan rumus :

Jarak Mendatar = ( BA – BB ) x 100 Cos2 m

Dimana: m = 90 – Z
BA = Bacaan Benang Atas
BB = Bacaan Benang Bawah
Z = Sudut Zenith

m
BA

BT

BB

Jarak Optis Datar

Gambar 3.5 Pengukuran Jarak dengan Theodolit


Pengukuran beda tinggi dengan theodolit lebih praktis daripada pengukuran
dengan waterpass, dimana pesawat tetap ditempat sedangkan rambu ukur dipindah-
pindah tergantung titik mana yang akan diukur beda tingginya dengan titik tempat
pesawat berada. Beda tinggi dengan alat theodolit didapat dengan rumus :

h = V + TA – BT

Keterangan :
h = beda tinggi
V = 50 x ( BA – BB ) x sin ( 2m )
m = sudut miring = 900 – z
TA = tinggi alat
BT = benang tengah

V
m

TA BA
BT
BT BB

Gambar 3.6 Pengukuran beda tinggi dengan theodolit.

Pengukuran sudut Theodolit kami pasang di patok X dan kami menggunakan arah
utara sebagai patokan (sudut 0°). Selanjutnya memutar theodolit ke patok 17 sehingga
didapat sudut αX-17 dan memutar theodolit ke patok 18 sehingga didapat sudut αX-18.
Kemudian kami memindahkan theodolit ke patok 17 dan menjadikan patok X sebagai
patokan (sudut 0°), selanjutnya memutar theodolit ke patok 18 sehingga didapat sudut
luar dari patok 17. Langkah – langkah tersebut dilakukan pada patok berikutnya sampai
kembali lagi ke patok X dengan tetap menggunakan patok sebelumnya sebagai patokan
(sudut 0°). Pengukuran ini akan menghasilkan sudut horizontal. Sudut vertikal diperoleh
dengan cara membaca nilainya pada theodolit ketika mengarah pada patok setelah
theodolit diputar.
Koordinat titik polygon Kedudukan titik – titik yang diukur di lapangan biasanya
dinyatakan dengan koordinat Cartesius (x, y, z). Dalam penentuan koordinat titik – titik
ini bisa dibantu dengan cara membuat suatu poligon.

Di dalam pratikum ilmu ukur tanah ini, cara yang digunakan adalah dengan
polygon tertutup, dimana secara singkat perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Jumlahkan sudut – sudut yang diukur (sudut dalam atau sudut luar poligon). Tentukan
fα (kesalahan pada sudut – sudut yang diukur) dengan rumus :

∑ sudut dalam = (n – 2) . 180° + fα

∑ sudut luar = (n + 2) . 180° + fα

Dimana n adalah banyaknya titik sudut pada poligon.

Di dalam pratikum ilmu ukur tanah ini, kami menggunakan perhitungan sudut luar.
Koreksi sudut yang didapat (fα) dibagi dengan n, kemudian digunakan untuk mengoreksi
sudut hasil pengukuran.
1. Hitung sudut jurusan (azimuth) semua sisi dengan menggunakan sudut yang telah
dikoreksi tadi.
2. Hitung J sin α dan J cos α untuk mendapatkan koreksi absis dan ordinat dimana :
Fx = ∑ Ji sin α

Fy = ∑ Ji cos α

Kesalahan Fx dan Fy kemudian dibagikan pada tiap – tiap sisi sebagai koreksi jarak
(∆x dan ∆y) dimana :
𝐽𝑖
∆x = ∑ 𝐽𝑖 x Fx

𝐽𝑖
∆y = ∑ 𝐽𝑖 x Fy
3. Setelah itu jarak absis dan ordinat (J sin α dan J cos α) ditambah dengan faktor
koreksi yang telah didapat, sehingga didapat jarak absis dan ordinat yang telah
dikoreksi (J sin α2 dan J cos α2).

4. Titik – titik poligon dapat dihitung koordinatnya dengan rumus:


x2 = x1 + J sin α1 + ∆x

y2 = y1 + J cos α1 + ∆y

3.2 Pengukuran Vertikal


Didalam pengukuran vertikal, untuk titik-titik poligon dan titik-titik kontrol
atau Control Point dipakai metode Sipat Datar. dengan menggunakan instrumen
waterpass. Gambar 3.5 memperlihatkan alat waterpass. Pengukuran sipat datar
kerangka dasar vertikal maksudnya adalah pembuatan serangkaian titik-titik di
lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan
ketinggian titik–titik lain yang lebih detail dan banyak
Pengukuran menggunakan sipat datar optis adalah pengukuran tinggi garis
bidik alat sipat datar di lapangan melalui rambu ukur yang berjumlah 2 buah, masing-
masing didirikan di atas dua patok/titik yang merupakan jalur pengukuran. Alat sipat
datar optis kemudian diletakan di tengah-tengah antara rambu belakang dan muka.
Gambar 3.6 meperlihatkan arah pengukuran. sipat datar diatur sedemikian rupa
sehingga teropong sejajar dengan nivo
Kelompok kami menggunakan waterpass dengan tipe semua bagian tetap
(Dumpy Level yang kedudukannya diatur menggunakan tiga sekrup penyetel.
Pada setiap pengukuran dengan waterpass harus selalu disertai dengan rambu ukur atau
bak. Rambu ukur ini terbuat dari aluminium atau kayu, panjangnya 3-5 m. yang penting
dari rambu ukur ini adalah pembagian skalanya harus betul – betul teliti untuk dapat
menghasilkan pengukuran yang benar. Untuk mendapatkan kedudukan rambu yang
baik, sebaiknya rambu diletakkan diatas base plate dan dipasang tegak pada saat
pembacaan.
Gambar 3.7 Waterpass
( Alat untuk mengukur perbedaan ketinggian dan kemiringan suatu benda atau garis)

Prinsip kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat sumbu teropong atau garis
bidik horizontal. Bagian yang kedudukan menjadi horizontal ini adalah nivo, yang
berbentuk tabung dengan gelembung udara sebagai indicator di dalamnya.
Dalam menggunakan alat ukur waterpass harus dipenuhi beberapa persyaratan:
1. Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.
2. Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu kesatu.
3. Benang silang horizontal diafragma dan harus tegak lurus sumbu kesatu.
Alat ukur waterpass dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu :
1. Tipe semua bagian tetap (Dumpy Level)
Pada tipe ini, teropong dan nivo jadi satu, penyetelan kedudukan
teropong dilakukan dengan tiga sekrup penyetel.
2. Tipe nivo reverse (Wye Level)
Tipe dimana teropong dapat diputar pada sumbu panjangnya, sehingga
tabung nivo yang mula – mula berada diatas teropong dapat diputar menjadi
benda di bawah teropong.
3. Tipe semua tetap pada sekrup pengungkit (Dumpy Tilting Level)
Pada jenis ini sumbu teropong dapat disetel dengan menggunakan sekrup
pengungkit.
4. Tipe otomatis (Automatic Level)
Pada jenis ini kedudukan sumbu teropong akan horizontal secara
otomatis karena di dalamnya dilengkapi dengan prisma – prisma yang
digantungkan pada plat baja. Dengan berat sendiri prisma maka prisma akan
selalu dapat menyeseuaikan diri pada setiap kedudukan teropong, dengan
demikian sumbu bidiknya akan selalu mendatar.
5. Hand level
Alat ini hanya terdiri dari teropong yang dilengkapi dengan nivo
sedangkan cara penggunaannya cukup dipegang dengan tangan. Ketelitian
alat ini sangat kurang dibanding dengan keempat jenis diatas
Untuk mengetahui beda tinggi antara patok yang satu dengan patok yang lain,
diukur dengan waterpass. Langkah pengukuran beda tinggi dengan waterpass adalah
sebagai berikut:
a. Waterpass diletakkan antara patok yang ingin diukur beda tingginya, misalnya
patok 18 dan patok X.
b. Rambu diletakkan di dua tempat bergantian, yaitu di patok 18 dan di patok X.
c. Rambu ukur dimuka waterpass dibidik kemudian dicatat tinggi benang tengah
(BT). Setelah itu rambu belakang waterpass dibidik dan dicatat hasilnya.
d. Beda tinggi di muka dan di belakang dengan waterpass didapat dengan rumus:

Beda Tinggi = BTbelakang - BTmuka

Dimana: BTbelakang = Bacaan tengah rambu dibelakang waterpass

BTmuka = Bacaan tengah rambu di muka waterpass

Gambar 3.8
(Pengukuran beda tinggi dengan waterpass)
BAB IV
PENGOLAHAN DATA

4.1 Perhitungan Titik Poligon


Titik – titik poligon yang dibidik diketahui arahnya berdasarkan arah utara geografis
dengan menggunakan kompas yang terdapat pada waterpass. Arah yang didapat digunakan
untuk menghitung sudut luar dan sudut dalam yang dibentuk pada tiap – tiap patok. Dalam
hal ini, kelompok kami hanya menghitung sudut luar pada tiap – tiap titik.
Setelah sudut luar didapat, kemudian dihitung azimuth ( sudut jurusan ) dengan urutan
yang telah ditentukan. Kemudian dihitung jarak ( dalam satuan mm ) yang diproyeksikan
terhadap sumbu x dan jarak yang diproyeksikan terhadap sumbu y (d sin a dan d cos a),
dimana α merupakan sudut jurusan yang didapat dari perhitungan sebelumnya. Setelah itu
faktor koreksi dihitung dengan rumus :

Fx = Σ ( d sin α )
Fy = Σ ( d cos α )
Koreksi untuk masing – masing jarak adalah :

𝑑𝑖
Δx = Σ𝑑𝑖 𝑥𝑓𝑥
𝑑𝑖
Δy = Σ𝑑𝑖 𝑥𝑓𝑦

Setelah itu jarak absis dan koordinat dikurangi dengan factor koreksi yang telah didapat,
sehingga didapat jarak absis dan koordinat yang telah dikoreksi.
4.2 Perhitungan Bidang Horizontal Menggunakan Theodolit

βi dij (d sin α)ij (d cos α)ij Xi Yi


Titik αij
Koreksi (m) Koreksi Koreksi (Meter) (Meter)
1 2950 31’ 30” -5.113 -17.258 0 0
-00o 06’ 34.5’’ 1960 30’ 18 0.017 0.074
12”
2 258o 32’ 42’’ -20.922 1.808 -5.096 -17.184
274°
-00o 06’ 34.5’’ 56' 21 0.020 0.087
19.5"
3 306o 09’ 12’’ 11,149 12.833 -25.998 -15,289
-00o 06’ 34.5’’ 400° 58' 17 0.016 0.070
57"
4 220o 12’ 54’’ 14.819 2.324 -14.833 -2.386
-00o 06’ 34.5’’ 81° 05’ 15 0.014 0.062
16.5”
1 0 0

∑βi ∑dij ∑(d sin α)ij ∑(d cos α)ij


1080o 26’ 18’’ 71 -0.067 -0.293
∑βi 1080o 26’ 18’’ Fx=∑dsinα= -0.067
(n+2)
180 o 1080◦ 00' 00" (-) Koreksi= di ∑fx= di (0.067)
fα 00o 26’ 18’’ ∑di 71
Koreksi Fy=∑dcos = -0.293
1/4xfa= -00o 06’ 34.5’’ Koreksi = di ∑fy= di (0.293)
∑di 71

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Theodolit


a. Hasil Pengukuran
1. Data Batas Atas (BA)
BA1-2 = 1,490 m
BA1-4 = 2.296 m
BA2-3 = 3.190 m
BA3-4 = 1.352 m
BA4-1 = 1.250 m

2. Data Batas Bawah (BB)


BB1-2 = 1.310 m
BB1-4 = 2.145 m
BB 2-3 = 2.980 m
BA3-4 = 1.182 m
BA4-1 = 1.100 m

3. Data Sudut Vertikal (Z)


Z1-2 = 88° 32’ 42”
Z1-4 = 88° 32’ 12”
Z2-3 = 88° 31’ 00”
Z3-4 = 88° 33’ 30”
Z4-1 = 88° 30’ 42”

4. Data sudut horizontal


β1 = 360 – ( <H14 - <H12 )
= 360 – ( 2600 58’ 42” – 1960 30’ 12”)
= 295o 31’ 30”
β2 = 258o 32’ 42”
β3 = 237o 09’ 12”
β4 = 266o 12’ 54”
a. Hasil Perhitungan
1. Menghitung Koreksi Sudut

∑β = β1 + β2 + β3 + β4
= 295o 31’ 30” + 258o 32’ 42’’+ 306o 09’ 12’’ + 220o 12’ 54’’
= 1080o 26’ 18’’

SbI = 1080o 26’ 18’’


(n+2) 180 = 1080o 00’ 00”

Fa = 00o 26’ 18’’

Koreksi = ¼ fa = -00o 06’ 34.5’’

Sudut terkoreksi ;
β1 = 295o 31’ 30” + (-000 06’ 34.5’’) = 2950 24’ 55.5”

β2 = 258o 32’ 42’’+ (-000 06’ 34.5’’) = 2580 26’ 7.5”

β3 = 306o 09’ 12’’+ (-000 06’ 34.5’’) = 3060 02’ 37.5”

β4 = 220o 12’ 54’’+ (-000 06’ 34.5’’) = 2200 06’ 19.5”

Kontrol = 1080° 00’ 00” (ok)

2. Sudut Jurusan / Azimuth ( α )

(Ket. : β yang digunakan adalah β yang sudah terkoreksi)

Pada titik 1 ke sumbu 2 (α12) αij = 98o 04’ 06” karena dari set 0° ke sumbu
2. Mencari titik lain menggunakan rumus ;

αakhir = αawal + ∑β-n.180°

Pada titik 2 (α23) = 360° - ((180° - a12)+(360-B2))

= 360° - ((180°- 196° 30' 12") + (360° - 2580 26’


7.5”))
= 274° 56' 19.5"
Pada titik 3 (α34) = 360° - ((180° - a23)+(360-B3))

=360° - ((180°- 274° 56' 19.5") + (360 - 3060


02’ 37.5”))

= 400° 58' 57"

Pada titik 4 (α41) = 360° - ((180° - a34) + (360-B4))

= 81° 05’ 16.5”

3. Menghitung Jarak Optis Datar (d) dengan rumus

𝑑 = 100(BA-BB)
𝑑12 = 100 (BA – BB)
= 100 (1.490 – 1.310)
= 18 m
𝑑23 = 100 (BA – BB)
= 100 (3.190 – 2.980 )
= 21 m
𝑑34 = 100 ( BA – BB )
= 100 ( 1.352 – 1.182 )
= 17 m

𝑑41 = 100 ( BA – BB )
= 100 (1.250 – 1.100)
= 15 m
∑d = 71 m

4. Menghitung Fx =(d sin α)ij dan koreksi

F12 = d12 sin α12


= 18 sin 1960 30’ 12”
= -5,113 m
F23 = d23 sin α23
= 21 sin 274° 56' 19.5"
= -20,922 m
F34 = d34 sin α34

= 17 sin 400° 58' 57"


= 11,149 m

F41 = d41 sin α41

= 15 sin 81° 05’ 16.5”


= 14,819 m

Jadi, ∑(d sin α)ij = −0,067 (Fx)


di
5. Menghitung Koreksi X dengan rumus ∑d. Fx, (koreksi berarti

bertanda negatif)

Koreksi 𝑑12 = (18 : 71) x 0.067 = 0.017

Koreksi 𝑑23 = (21 : 71) x 0.067 = 0.020

Koreksi 𝑑34 = (17 : 71) x 0.067 = 0.016

Koreksi 𝑑41 = (15 : 71) x 0.067 = 0.014


6. Menghitung Koordinat X dengan rumus ( x + d sinα + (-) koreksi )

X = 0,000 , karena set 0

X2 = X + d sin α12 + koreksi 𝑑12


= 0 + -5.113 + 0.017
= -5.096 m
X3 = X2 + d sin α23 + koreksi 𝑑23
= -5.096 + (-20.922) + 0.020
= -25.998 m
X4 = X3 + d sin α34 + koreksi 𝑑34
= -25.998 + 11,149 + 0.016
= -14.833 m

X1 = X4 + d sin α41 + koreksi 𝑑41

= -14.833+ 14.819 + 0.014


=0
7. Menghitung Fy = d cos α

F12 = 𝑑12 cos α12


= 18 cos 1960 30’ 12”
= -17.258 m
F23 = 𝑑23 cos α23

= 21 cos 274° 56' 19.5"


= 1.808 m
F34 = 𝑑34 cos α34
= 17 cos 400° 58' 57"
= 12.833 m
F41 = 𝑑41 cos α41
= 15 cos 81° 05’ 16.5”
= 2.324 m
Jadi, ∑(dcos α) = -0.293 (Fg)

di
Menghitung Koreksi Y dengan rumus ∑di . fg

Koreksi d12 ( 18 : 71 ) x (0,293) = +0,074

Koreksi d23 ( 21 : 71 ) x (0,293) = +0,087

Koreksi d34 ( 17 : 71 ) x (0,293) = +0,070

Koreksi d41 ( 15 : 71 ) x (0,293) = +0,062

8. Menghitung Koordinat Y dengan (y + d cos α + koreksi )

Yx = 0, karena set 0

Y2 = Yx + F12 + Koreksi d12


= 0 + (-17,258) + (0,074)
= -17,184 m

Y3 = Y2 + F23 + Koreksi d23


= (-17,184) + (1,808) + (0,087)

= -15,289 m
Y4 = Y3 + F34 + Koreksi d34
= (-15,289) + (12,833) + (0,070)
= -2,386 m

Y1 = Y4 + F41 + Koreksi d41


= (-2,836) + (2,324) + (0,062)
=0

9. Koordinat tiap-tiap titik :


Px (0,000 ; 0,000)
P2 (-5,096 ; -17,184)
P3 (-25,998 ; -15,298)
P4 (-14,833 ; -2,386)
P1 (0,000 ; 0,000)

4.3 Data Waterpass


a. Dalam data waterpass akan didapat beda tinggi patok (titik poligon)
b. Jarak antara kedua titik-titik patok diukur menggunakan rol meter untuk menguji
keakuratan dan dicari dengan rumus: (BA – BB) x 100. Sedangkan beda tinggi (H)
antara kedua patok didapat dengan rumus:
H = BT rambu belakang – BT rambu muka

Satuan yang digunakan dalam pengukuran waterpass ini adalah meter (m) sampai
ketepatan mili meter (tiga angga dibelakang koma)

c. Setelah didapat ketinggian ke 4 titik tersebut, kemudian tinggi tersebut harus dilakukan
hitungan perataan untuk memperoleh ketinggian yang akurat dengan memberikan
koreksi di setiap titik-titik tersebut

1
Koreksi = n W

Keterangan;
n = jumlah titik yang ada
W = satal penutup tinggi / perbedaan titik tertinggi dengan terendah
d. Faktor koreksi tersebut kemudian dibagi rata pada masing-masing H, sehingga didapat
beda tinggi yang baru. Dengan menggunakan beda tinggi, maka didapat elevasi dari
masing-masing patok.

4.4 Pengukuran Bidang Vertikal Menggunakan Waterpass

Hasil
Perhitungan
Pengukuran
Pembacaan
Titik deltahi deltahi H1
Rambu Koreks
i (hi +
(bi) (mi) (bi - mi) (Hi - 1 + hi)
koreksi)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 100
0,780 1,025 -0,245 -0,113 -0,132
2 99,868
1,370 1,322 0,048 -0,113 0,161
3 100,029
1,213 1,242 -0,029 -0,113 0,084
4 100,113
1,554 1,780 -0,226 -0,113 -0,113
1 100

4,917 5,369

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Waterpass

Dilihat dari hasil perhitungan di atas didapatkan:


a. Jumlah total dari 𝑏𝑖 = 4,917
b. Jumlah total dari 𝑚𝑖 = 5,369
c. Tidak ada perbedaan tinggi akhir dengan tinggi awal

a. Hasil Pengukuran
1) Data BT belakang
B1-2 = 0,780 m
B2-3 = 1,370 m
B3-4 = 1,213 m
B4-1 = 1,554 m
2) Data BT muka
M1-2 = 1,025 m
M2-3 = 1,322 m
M3-4 = 1,242 m
M4-1 = 1.780 m
b. Hasil Perhitungan
1) Menghitung hi (bi – mi)
h1 - 2 = 0,780 – 1,025 = -0,245 m
h2 - 3 = 1,370 – 1,322 = 0,048 m
h3 - 4 = 1,213 – 1,242 = -0,029 m
h 4 - 1 = 1,554 – 1,780 = -0,226 m

2) Menghitung Koreksi
∑h = ∑ bi - ∑ mi
= 4,917 – 5,369
= -0,452 m
Salah Penutup (W) = H − (∑ bi − ∑ mi)
= 0 – (-0,452)
= +0,452 (Jika W = + maka koreksi adalah minus)
Koreksi = ¼ x (-0,452) = -0,113 m
3) Menghitung hi ( hi + Koreksi)
h1 - 2 = (-0,245) + (-0,113) = -0,312 m
h2 - 3 = (0,048) + (-0,113) = 0,161 m
h3 - 4 = (-0,029 ) + (-0,113) = 0,084 m
h 4 - 1 = (-0,226 ) + (-0,113) = -0,113 m
4) Menghitung H1 (Hi – 1 + hi )
H1 = 100.00
H2 = 100.00 + (-0,312) = 99,868 m
H3 = 99,868 + 0,161 = 100,29 m
H4 = 100,29 + 0,084 = 100,113 m
Kontrol H1 = 100,113 + (-0,113) = 100,0 m
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dan penjabaran hasil praktikum atau pengukuran maka didapatkan
beberapa kesimpulan diantaranya.

1. Pengukuran terhadap areal tempat pembangunan dilakukan untuk mengetahui


keadaan sebenarnya dari areal tersebut, misalnya luas tanah, elevasi titik – titik
dilapangan, dan sebagainya sebagai bagian dari tahap perencanaan konstruksi.

2. Pengukuran titik – titik dilapangan (baik jarak maupun beda tinggi) dilakukan dengan
menggunakan alat waterpass dan theodolit dengan alat pelengkap lainnya seperti
rambu ukur, rol meter, patok dan lain – lain.

3. Data – data yang didapat dari hasil pengukuran dilapangan diolah dimeja kerja
dengan menggunakan rumus Tachimetri yang merupakan bagian dari Ilmu Ukur
Tanah.

4. Semua data – data hasil perhitungan di meja kerja dituangkan dalam sebuah gambar
poligon dan profil memanjang.

5. Hasil pengukuran horizontal dan vertikal kelompok kami pada praktikum ilmu ukur
tanah ini dalam bentuk koordinat (x, y, z) adalah sebagai berikut :

Px (0,000 ; 0,000)
P2 (32,878; -4,605)
P3 (28,396; -15,231)
P4 (3.504; -18,435)
P1 (0,000; 0,000)
5.2 Saran

1. Sebelum memulai atau melakukan praktikum mahasiswa sebaiknya diberikan modul


praktikum mengenai langkah-langkah dan prosedur praktikum agar dapat dipelajari
sebelum melaksanakan praktikum.

2. Waktu untuk praktikum sebaiknya diperpanjang agar lebih teliti dalam mengukur,
baik dalam menggunakan waterpass maupun theodolit.

3. Sebelum melakukan pengukuran di lapangan sebaiknya dilakukan koordinasi pada


masing – masing anggota kelompok titik mana yang akan dibidik dan titik mana yang
akan dijadikan pedoman (arah 0°). Hal itu dilakukan agar mempercepat proses
pengukuran.

Anda mungkin juga menyukai