Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH 1

LAPORAN PRAKTIKUM
ILMU UKUR TANAH 1
D III TEKNIK SIPIL

PENGAJAR
RISKA HAWINUTI, MT

PLP LABORATORIUM
NURDIN, ST

OLEH:
KELAS 2C
KELOMPOK 3
1. ALIFIA SABRINA A010317066
2. DEWI PURNAMA A010317070
KELOMPOK 1

3. ELISA CAHYANI A010317071


KELAS 2 A

4. M. FACHRURAZI A010317079
5. RAKA ADITYA A010317082
6. YUDHA PRAYOGA A010317089

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


POLITEKNIK NEGERI BANJARMASIN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI DIII TEKNIK SIPIL
TAHUN BANJARMASIN
2018 2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan pada ke hadirat Tuhan Yang maha Esa, karena atas
berkat dan rahmatnya lah kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan ini. Tidak lupa
pula saya ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada dosen pengajar Ibu Riska
Hawinuti, MT serta bapak Nurdin, ST dan tentunya rekan-rekan dari kelompok 3 yang
selalu bekerja keras demi kelancaran dan kesuksesan kelompok, yang dimana dalam proses
pelaksanaan nya tidak luput dari berbagai macam kesalahan dan keteledoran.
Dan kami berharap untuk kedepannya bisa lebih baik lagi dalam setiap
pekerjaannya.
Mungkin ini saja yang dapat kami sampaikan, semoga laporan ini dapat membantu
untuk perkembangan pada bidang Teknik Sipil.
Sekian dan terimakasih.

Banjarmasin, 21 Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
1.3 Manfaat Praktikum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ilmu Ukur Tanah
2.2 Arti Pentingnya Pengukuran Tanah pada Perencanaan Bangunan
Sipil
2.3 Pengertian Pengukuran Sipat Datar
2.4 Metode Double Stand
2.5 Rumus dalam Perhitungan Perbedaan Tinggi
2.6 Luas Penampang dan Volume Timbunan
2.7 Kesalahan-Kesalahan dalam Pengukuran.
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat Praktikum dan Jumlah
3.2 Pengenalan Alat Praktikum
3.3 Metode Praktikum (Mencantumkan Langkah Kerja Praktek Beserta Sketsa
Lapangan)
3.3.1 Langkah Kerja Praktikum Pelurusan
3.3.2 Langkah Kerja Praktikum Pengukuran Waterpass Terbuka Terikat pada
1 titik
3.3.3 Langkah Kerja Praktikum Pengukuran Waterpass Terbuka Terikat pada
2 titik dan Crossing
3.3.4 Langkah Kerja Praktikum Pengukuran Waterpass Terbuka (Pengukuran
Profil Sungai)
3.3.5 Langkah Kerja Praktikum Pengukuran Waterpass Tertutup Terikat
pada 1 Titik + Crossing (Tugas Besar)
3.4 Waktu dan Tempat Praktikum
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
(Melampirkan fotocopi seluruh Tugas Individu dari Tugas 1-7)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A. Copian Lembar Asistensi (yang telah ACC)
B. Gambar Tugas Besar Asli: Profil Memanjang skala 1:100, Profil Melintang 8 Titik
skala 1:50 dan Tampak Atas Daerah Pengukuran skala 1:50
C. Foto Kegiatan Lapangan: Foto dari Praktikum 1 sampai Pelaksanaan Tugas Besar, foto
seluruh anggota kelompok
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada bidang program studi Teknik Sipil setiap mahasiswa diharapkan untuk dapat
menguasai berbagai macam ilmu untuk menunjang kelancaran pekerjaan saat di dalam
maupun di luar ruangan pada saat melakukan suatu perkerjaan, yang salah satu diantara
ilmu tersebut adalah “ILMU UKUR TANAH” yang biasa disingkat dengan sebutan IUT.
Maksud dan tujuan dari praktikum Ilmu Ukur Tanah tersebut yaitu mahasiswa
dituntut dan diharapkan agar dapat menguasai, memahami dan dapat menerapkannya
dalam suatu pekerjaan dilapangan nantinya.
Selain itu diluar dari bidang Ilmu Ukur Tanah, mahasiswa juga dituntut untuk dapat
memiliki jiwa kepemimpinan, rasa tanggung jawab, disiplin serta dapat bekerjasama baik
dalam organisasi atau kelompok dan saling bahu membahu satu dengan yang lainnya agar
nantinya suatu pekerjaan dapat terlaksana dengan cepat dan tepat.

1.2 Maksud dan Tujuan


Ilmu ini mempelajari banyak hal yang beberapa diantaranya, yaitu:
1. Dari bagaimana kita menggunakan alat, mulai dari memasang alat, mengkondisikan
alat saat di lapangan, hingga menggunakannya sampai selasai pekerjaan tersebut.
2. Dapat menerapkan beberapa cabang ilmu iut yang diantaranya yaitu:
a. Mengetahui fungsi setiap bagian waterpass (pesawat penyipat datar) serta cara
pengoperasiannya, serta mengetahui apa itu kordinat kartesius dan kordinat polar.
b. Mengetahui cara membaca rambu dan memasukannya ke formulir.
c. Megetahui cara pelurusan dengan menggunakan alat sederhana, memasukan data
kedalam tabel, beserta melampirkan sketsa lapangan, serta bacaan rambu ukur.
d. Mengetahui cara pengukuran waterpass terbuka terikat pada satu titik, beserta cara
menghitungnya.
e. Mengetahui cara pengukuran waterpass terbuka terikat pada dua titik.
f. Mengetahui cara perhitungan luas timbunan pada tanah dasar.
g. Mengetahui cara pengukuran waterpass terbuka tidak terikat titik, beserta cara
menghitung elevasi, gambar exiting berserta laporan pengukuran.
h. Mengetahui cara perhitungan luas tanah galian pada tanah dasar.
3. Dari semua kegiatan diatas mahasiswa diharapkan bisa lebih memahami lagi apa itu
Ilmu Ukur Tanah yang dimana Ilmu Ukur Tanah merupakan bagian penting didalam
program studi Teknik Sipil.
4. Selain itu dengan adanya Ilmu Ukur Tanah mahasiswa diharapkan dapat
menerapkannya di masyarakat umum sehingga dapat membantu meringankan beban
masyarakat baik dalam perencanaan suatu pekerjaan dan lain sebagainya.

1.3 Manfaat Praktikum


Manfaat dari adanya praktikum ini pertama, mahasiswa dapat lebih mengenal lebih
dalam apa itu Ilmu Ukur Tanah, tidak hanya mengetahui melalui materi yang diberikan
tapi juga dapat direalisasikan di lapangan secara langsung, selain itu juga mahasiswa jadi
bisa mengenal peralatan dalam Ilmu Ukur Tanah misalnya waterpass, kita dapat mengenal
setiap komponen alat serta cara mengoperasikan dengan benar, mulai dari mendirikan,
meletakan waterpass pada statif kemudian mengatur nivo kontak, serta menentukan
0˚utara. dan juga dapat melakukan perhitungan baik itu jarak, elevasi atau menentukan
beda tinggi , sehingga nantinya dapat melakukan perhitungan untuk luas tanah timbunan,
galian dengan menggunakan metode crossing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ilmu Ukur Tanah


Secara tradisional pengukuran tanah telah didefinisikan sebagai ilmu dan seni
menentukan letak nisbi dari titik-titik diatas, pada dan dibawah permukaan bumi atau untuk
menetapkan titik-titik semacam itu. Tetapi dalam pengertian yang lebih umum, pengukuran
tanah dapat dianggap sebagai disiplin yang meliputi semua metode untuk pengumpulan
dan pemrosesan informasi tentang bumi dan lingkungan fisis. Sistem-sistem terestris
konvensional sekarang dilengkapi dengan metode-metode pemetaan udara dan satelit, yang
berkembang secara bertahap melalui program-program pertahanan dan ruang angkasa.
(Russell C. Brinker dkk.2000)
Secara umum, tugas juru ukur (surveyor) dapat dibagi menjadi lima bagian:
1. Analisa penelitian dan pengambilan keputusan. Pemilihan metode pengukuran,
peralatan, pengikatan titik-titik sudut dan sebagainya.
2. Pekerjaan lapangan atau pengumpulan data. Melaksanakan pengukuran-pengukuran
dan pencatatam data di lapangan.
3. Menghitung atau melakukan pemrosesan data, melaksanakan hitungan berdasarkan
data yang dicatat untuk menentukan letak, luas, volume dan sebagainya.
4. Pemetaan atau penyajian data. Menggambarkan hasil-hasil ukuran dan hitungan untuk
menghasilkan peta, gambar rencana tanah dan peta laut, menggambarkan data dalam
bentuk numeris atau hasil komputer.
5. Pemancangan pemasangam tugu dan patok untuk menentukan batas-batas atau
pedoman dalam pekerjaan konstruksi. (Russell C. Brinker dkk.2000)

2.2 Arti Pentingnya Pengukuran Tanah pada Perencanaan Bangunan Sipil


Pengukuran tanah adalah salah satu seni paling tua dan terpenting yang
dipraktekkan manusia karena sejah dahulu kala sudah dirasakan perlunya menandai batas
-batas dan pemetakan tanah. Pengukuran tanah sekarang telah sangat diperlukan dalam
cara hidup kita yang modern. Hasil-hasil pengukuran dewasa ini dipakai untuk:
1. Memetakan bumi diatas dan dibawah permukaan laut.
2. Menyiapkan peta-peta navigasi untuk penggunaan di udara, darat dan laut.
3. Menetapkan batas-batas pemilikan tanah pribadi dan tanah negara.
4. Mengembangkan bank data informasi tataguna tanah dan sumber daya alam yang
membantu dalam pengolahan lingkungan hidup kita.
5. Menentukan fakta-fakta tentang ukuran, bentuk, gaya berat, dan medan magnet
bumi, dan.
6. Mempersiapkan peta-peta bulan dan planet-planet. (Russell C. Brinker dkk.2000)

Pengukuran tanah terus memainkan peranan yang sangat penting dalam banyak
cabang rekayasa. Sebagai contoh: pengukuran diperlukan untuk merencanakan,
membangun dan memelihara jalan-jalan raya, jalan baja, sistem-sistem perhubungan cepat,
bangunan, jembatan, tempat peluncuran proyektil, tempat peluncuran roket, stasiun
pelacak, terowongan, terusan, saluran irigasi, bendungan, saluran pembuangan air,
pengkaplingan tanah-tanah perkotaan, sistem persediaan air dan saluran pembuangan
limbah, jalur pipa dan terowongan tambang. Pengukuran tanah atau metode pengukuran,
biasa dipakai dalam perencanaan jalur perakitan (assembly line) dan alat-jepit antar (jig),
pembuatan dan penempatan alat besar, menyediakan titik control untuk pemotretan udara,
dan dalam banyak hal yang berkaitan dalam argonomi, arkeologi, astronomi, kehutanan,
geografi, geologi dan seismologi, tetapi khususnya dalam rekayasa militer dan sipil.
Pelurusan optis (optical alignment) adalah penerapan pengukuran tanah dalam pekerjaan
pabrik (instalasi mesin-mesin, pembuatan pesawat terbang dan sebagainya) (Russell C.
Brinker dkk.2000)
Semua insinyur harus tahu batas-batas ketelitian yang mungkin dalam konstruksi,
rancangan dan perencanaan pabrik, dan proses-proses pengkhalakan (manufacturing)
walaupun pengukuran sebenarnya dapat dikerjakan orang lain. Khususnya juru ukur dan
insinyur sipil yang bertugas merancang dan merencanakan pengukuran harus mempunyai
pengertian menyeluruh tentang metode dan instrument yang dipakai, termasuk kemampuan
dan keterbatasannya. Pengetahuan ini paling baik didapat dengan melakukan pengukuran
dengan menggunakan peralatan yang digunakan dalam praktek untuk melakukan konsep
yang tepat mengenai teori gakat dan selisih-selisih kecil tetapi yang dapat ditemukan yang
terjadi dalam kuantitas-kuantitas yang diamati. (Russell C. Brinker dkk.2000)
Disamping menekankan perlunya batas-batas ketelitian yang wajar. Pengukuran
tanah menitik beratkan nilai angka-angka terpakai. Para juru ukur dan insinyur harus tahu
kapan harus bekerja sampai perseratusan foot dan bukan persepuluhan atau perseribuan
atau barangkali foot terdekat serta sejauh mana kesaksamaan data lapangan yang perlu
untuk pembenaran pelaksanaan hitungan hingga sejumlah angka di belakang koma yang
perlu untuk pembenaran pelaksanaan hitungan hingga sejumlah angka dibelakang koma
yang dikehendaki. Dengan pengalaman, mereka mempelajari bagaimana peralatan dan
petugas yang tersedia menentukan prosedur dan hasilnya. (Russell C. Brinker dkk.2000)
Sketsa dan hitungan yang rapi adalah pertanda pikiran teratur, yang selanjutnya
merupakan petunjuk adanya latar-belakang dan kecakapan rekayasa yang kuat. Membuat
catatan lapangan dalam segala jenis keadaan adalah persiapan amat baik untuk pencatatan
dan pembuatan sketsa macam apa yang diharapkan dari semua insinyur. Latihan tambahan
yang bernilai-lanjut di peroleh dalam penyusunan hitungan yang benar.
(Russell C. Brinker dkk.2000)

2.3 Pengertian Pengukuran Sipat Datar

Sipat datar adalah istilah umum untuk yang manapun dari berbagai proses dengan
mana elevasi titik atau beda elevesi ditentukan. Sipat datar adalah pekerjaan sangat penting
dalam menghasilkan data untuk pemetaaan, rancangan rekayasa dan kontruksi. Hasil sipat
datar dipakai untuk:
1. Merancang jalan raya, jalan baja dan saluran-saluran yang memunyai garis gradian
paling sesuai dengan topografi yang ada.
2. Merencanakan proyek-proyek konstruksi menurut elevasi terencana.
3. Menghitung volume pekerjaan tanah.
4. Menyelidiki ciri-ciri aliran disuatu wilayah.
5. Mengembangkan peta-peta yang menunjukan bentuk tanah secara umum.

Istilah-istilah dasar dalam sipat datar didefinisikan dalam paragraf ini:


1. Garis Vertikal. Sebuah garis yang berimpit dengan arah gaya berat seperti
ditunjukan oleh sebuah garis unting-unting.
2. Permukaan Datar. Sebuah permukaan melengkung yang pada tiap titiknya tegak
lurus pada garis unting-unting (arah pada mana gaya berat bekerja). Bentuk
permukaan-permukaan datar mendekati sebuah sferoid. Permukaan tenang air
tergenang adalah contoh yang terbaik. Untuk wilayah kecil, permukaan datar sering
diperlakukan sebagai bidang datar.
3. Garis Datar. Sebuah garis dipermukaan datar karenanya, sebuah garis lengkung.
4. Bidang Horizontal. Sebuah garis pada bidang horizontal tegak lurus arah vertikal.
5. Datum. Sembarang permukaan datar yang dipakai sebagai auan elevasi (sebagai
contoh, permukaan laut pukul rata). Juga disebut datum plane walaupun sebenarnya
bukan bidang datar.
6. Permukaan Laut Pukul Rata (mean sea level, MLS). Tinggi rata-rata permukaan
laut untuk semua tingkat pasang surut selama periode lebih dari 19 tahun. Tinggi
itu didapat dari pembacaan-pembacaan, biasanya diambil tiap jam, pada 26 buah
statiun sepanjang pantai Atlantik dan Pasifik serta Teluk Meksiko. Elevasi laut
berbeda dari stasiun ke stasiun tergantung pengaruh pasang surut setempat.
sebagai contoh, pada dua titik yang terpisah sejauh setengah mil pada bagian yang
berlawanan dari sebuah pulau di Florida Keys, tingginya berbeda 0,3 ft. Oleh
karena itu, untuk menyediakan acuan umum untuk elevasi seluruh Amerika Utara,
perlu untuk meambil sebuah permukaan laut pukul rata. Para ilmuwan di The
National Oceanic dan Atmospheric Administration melaporkan bahwa tutupan es
di kutub yang menyusut dapat menyebabkan permukaan laut di bumi naik dengan
kecepatan sedikit diatas 0,1 in setahun sejak awal 1940-tiga kali lipat kecepatan 50
tahun sebelumnya. Jika gejala ini berlanjut, wilayah-wilayah pantai yang rendah
akan terkena akibatnya dalam tahun-tahun mendatang.
7. Datum Pasang Surut. Tinggi rata-rata seluruh air pasang yang diamati dari tahun
1960 sampai 1978. Definisi-definisi baru dari datum-datum pasang surut-pasang
pukul rata (mean high water,MHW), pasang lebih tinggi pukul rata (mean higher
high water,MHHW), surut pukul rata (mean low water,MLW), surut lebih rendah
pukul rata (mean lower low water,MLLW)-mulai berlaku tahun 1980. Definisi
untuk air pasang (high water,MH) dan air surut (low water,LW) tidak berubah.
Datum-datum pasang surut adalah penting dalam pengukuran untuk menentukan
batas-batas pemilikan dan laut, hak-hak perikanan di perairan pasang surut, dan
batas-batas rawa dan daerah banjir.
8. Datum Vertikal Geodetik Nasionnal (National Geodetic Vertical Datum,NGVD).
Permukaan acuan nasional untuk elevasi seluruh Amerika Serikat disediakan bagi
juru ukur setempat oleh The National Geodetic Survey dengan penetapan ribuan
titik tetap duga (bench marks) diseluruh negara. Titik-titik itu diperoleh dengan
perataan kuadrat terkecil seluruh sipat datar orde-pertama di Amerika serikat dan
Kanada dalam tahun 1929. Dengan perataan telah dipastikan letak seluruh 26
stasiun pasang surut (21 di Amerika Serikat, 5 di Kanada) dan mengacukan NGVD
teradap MLS. Sejak perataan tahun 1929, lebih dari 625.000 km jalur sipat datar
telah ditambahkan kepada Jaringan Titik Kontrol Vertikal Nasional (National
Vertical Control Network). Program perataan ulang lainnya yang akan diselesaikan
tahun 1987 akan mencakup pengukuran jalur sipat datar baru sepanjang 110.000
km,mengkonversikan sipat datar sepanjang 900.000 km menjadi sebuah format
basis data, dan menentukan elevasi perbaikan untuk 480.000 buah titik tetap duga.
Proyek lain akan mengganti setengah dari titik-titik tetap duga yang hancur.
9. Konvergensi Permukaan Datar. Suatu gejala yang disebabkan karena pemepatan
bumi pada arah kutub-kutubnya sehingga permukaan-permukaan datar pada elevasi
yang berbeda tidak sejajar. Keadaan ini memerlukan koreksi ortometrik untuk
jaringan sipat datar utara-selatan yang panjang dalam pekerjaan seksama. Harganya
yang nisbi kecil, merupakan fungsi lintang dan elevasi jaringan sipat datar. Pada
sebuah jalur sipat datar yang diukur mulai dari Seattle ke Los Angeles, akan
diperlukan koreksi kira-kira 2 ft.
10. Elevasi. Jarak vertikal dari sebuah datum, biasanya NGVD, sampai ke suatu titik
atau obyek. Jika elevasi titik A, adalah 802,46 ft, maka A adalah 802,46 ft diatas
sesuatu datum.
11. Titk Tetap Duga (Bench Mark, BM). Sebuah obyek yang nisbi tetap, alamiah
maupun buatan, mempunyai titik yang ditandai dan elevasinya di atas atau di bawah
datum yang dipakai, diketahui atau dianggap tertentu.
12. Sipat Datar. Proses menemukan elevasi titik atau beda elevasi titik-titik.
13. Titik Kontrol Vertikal. Serangkaian BM atau titik-titik lain yang diketahui
elevasinya ditetapkan diseluruh proyek, juga dikenal dengan istilah titik kontrol
dasar (basic control) atau titik kontrol sifat datar (level control). Titik kontrol
vertikal dasar untuk pemetaan topografik Amerika Serikat, dijabarkan dari sipat
datar orde-pertama dan orde-kedua. Sipat datar orde-ketiga yang kurang seksama
sudah cukup memuaskan untuk mengisi selang-selang antara titik-titik tetap duga
orde-kedua maupun untuk banyak proyek lainnya.

2.4 Metode Double Stand

1. Double stand metode adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau
pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan tinggi
di atas air laut ke suatu titik tertentu sepanjang garis vertikal. Perbedaan tinggi
antara titi-titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang
ditunjukkan pada rambu vertikan. Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah
mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur. Misalnya bumi, bumi mempunyai
permukaan ketinggian yang tidak sama atau mempunyai selisih tinggi. Apabila
selisih tinggi dari dua buah titik dapat diketahui maka tinggi titik kedua dan
seterusnya dapat dihitung setelah titik pertama diketahui tingginya. Sebelum
digunakan alat sipat datar mempunyai syarat yaitu: garis bidik harus sejajar dengan
garis jurusan nivo. Dalam keadaan di atas, apabila gelembung nivo tabung berada
di tengah garis bidik akan mendatar. Oleh sebab itu, gelembung nivo tabung harus
di tengah setiap kali akan membaca skala rambu. Station, merupakan titik dimana
rambu ukur ditegakan, bukan tempat alat sipat datar ditempatkan. Tetapi pada
pengukuran horizontal, stasion adalah titik tempat berdiri alat. Tinggi alat, adalah
tinggi garis bidik di atas tanah dimana alat sipat datar didirikan. Tinggi garis bidik,
adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi ketinggian (permukaan air laut
rata-rata) Pengukuran ke belakang, adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di
station yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis
bidik. Rambunya disebut rambu belakang. Pengukruan ke muka, adalah
pengukuran ke rambu yang ditegakan di station yang diketahui ketinggiannya,
maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambu di sebut rambu muka.
Titik putar (turning point), adalah station dimana pengukuran ke belakang dan ke
muka dilakukan pada rambu yang ditegakan di station tersebut.
2. Mendirikan waterpass diantara dua titik target merupakan pekerjaan yang sering
dijumpai di lapangan. Penempatan waterpass diantara dua titik target ini tidak perlu
segaris dengan kedua titik tersebut, yang penting jarak diantara waterpass dan titik-titik
tersebut diusahakan sama atau hampir sama panjangnya. Dalam aplikasi sesungguhnya
jarak-jarak antara titik-titik tersebut panjangnya tidak diukur (secara optis) dengan alat
waterpass, tetapi diukur dengan alat ukur jarak langsung (misalnya pita ukur, EDM dan
lainnya). Pengukuran jarak secara optis dengan alat waterpass ini digunakan untuk
membandingkan dengan hasil yangdiperoleh dari pengukuran jarak langsung tersebut
ataupun untuk mengecek bacaan benang tengahnya, apakah telah memenuhi ketentuan
bahwa bt = ½ (ba + bb) Satu kedudukan waterpas di antara dua titik target yang
ditegakkan rambu ukur disebut slag, pengukuran dalam satu hari terdiri dari beberapa
slag yang dikenal dengan istilah seksi, sedangkan trayek adalah panjang pengukuran
dari beberapa seksi, yang merupakan panjang dari satupekerjaan projek. Spesifikasi
teknik pengukuran waterpass adalah sebagai berikut: Maksud pengukuran waterpass
adalah untuk menentukan ketinggian titik-titik terhadap bidang referensi tertentu yang
akan digunakan sebagai jaring sipat datar pemetaan. Alat ukur yang dipakai adalah
waterpass. Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi. Tiap seksi dibagi menjadi
slag yang genap. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu
belakang menjadi rambu muka. Pengukuran waterpass dilakukan dengan cara double
stand, ring. Toleransi kesalahan pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2mm 1.
Pembacaan rambu dengan tiga benang (benang atas, tengah, dan bawah).
Langkah kerja:
1. Siapkan alat ukur waterpass di atas kaki tiga, dan siapkan pula alat tulis untuk mencatata
hasil pengukuran.
2. Buka kaki tinga dari pengunci.
3. Berdirikan dan dalam keadaan tidak terkunci tinggikan sampai kira-kira sebatas dada,
kemudian kuncikan kembali.
4. Renggangkan ketiga kakinya membentuk segitiga sama sisi dengan jarak antar kaki
sekitar 60 cm dan kepala kaki tiga dalam keadaan mendatar.
5. Keluarkan alat ukur dari tempatnya, kemudian pasang di atas kepala kaki tiga yang
sudah disiapkan tadi, pasang skrup yang ada di kepada kaki tifa pada lubang yang ada
di bagian bawah alat ukur cukup kuat agar antara kaki tiga dan alat betul-betul menjadi
satu kesatuan. Lalu injak alat injakan yang ada di kaki tiga.
6. Atur teropong sejajar dengan dua buah skrup pendatar.
7. Putar kedua skup pendatar ke atas atau kebawah secara bersamaan dan skrup ketiga
sebagai pengatur sampingan, sampai gelembung nivo tepat ditengah kotak.
8. Untuk memenuhi syarat garis bidik sejajar garis nivo, atur gelembung nivo tabungnya
agar tepat ada ditengah dengan menggunakan skrup pengatur nivo tabung.
9. Arahkan tropong ke sasaran, berupa rambu ukur yang didirikan tegak diatas titik
pengukuran.
10. Cek benang diafragma terlihat atau tidak. Bila tidak terlihat putar-putar skrup pemokus
difragma sampai benang diafragma tersebut terlihat jelas.
11. Tentukan dua titik A dan B.
12. Bagi panjang PQ dalam beberapa slag.
13. Baca benang tengah di tiap slag, dengan menganggap bacaan bt yang berlawanan
dengan arah pengukuran menjadi arah belakang (b), yang searah menjadi arah muka (m)
dan catat pada lembar kerja. Hitung beda tinggi tiap-tiap slag. (Mega yasma adha,2017)
2.5 Rumus dalam Perhitungan Perbedaan Tinggi
Beda Tinggi (∆H). Pesawat sipat datar didirikan lebih kurang ditengah-tengah diantara
rambu depan dengan belakang. Kecuali pengukuran sipat datar resiprokal (reciprocal
levelling) dimana alat sipat datar tidak dapat ditempatkan antara dua station, misalnya
pengukuran menyeberangi sungai / lembah.

Rumus beda tinggi antara dua titik:

dimana: BT belakang bacaan benang tengah di belakang. BT depan bacaan benang tengah
di depan.

Depan belakang BT BT tinggiBeda

Bacaan Benang Tengah. Sebelum mendapatkan beda tinggi antara dua titik, diperlukan
dahulu pembacaan benang tengah titik-titik tersebut, dengan menggunakan rumus :

dimana : BT bacaan benang tengah. BA bacaan benang atas. BB bacaan benang bawah.

mmBBBABT BBBABT 1)(2 )(2

Jarak Datar Optis. Jarak optis antara dua titik dapat digunakan rumus sebagai berikut :

dimana : J jarak datar optis [m bila nilai bacaan dengan koma]. BA bacaan benang atas.
BB bacaan benang bawah. 100 konstanta pesawat.

100)( BBBAJ (
Perhitungan Beda Tinggi (=∆H) antara suatu titik dengan titik referensi, diperlukan untuk
mengetahui elevasi titik.

Dari pengolahan data, akan dapat diperoleh juga jarak optis, selain beda tinggi dan elevasi
titik.

RUMUS UMUM PERHITUNGAN BEDA TINGGI


ADALAH

RUMUS BEDA TINGGI, RUMUS JARAK OPTIS, DAN RUMUS BEDA TINGGI,
RUMUS JARAK OPTIS, DAN RUMUS ELEVASI

Selisihtinggi atau Beda TinggiA danB, atau∆H ab= Ha-Hb


SelisihTinggiinidiperolehdaribacaanbelakangdikurangibacaanmuka JikaHa < Hb,
maka∆H negative, atauB lebihrendahdariA (menurun) JikaHa > Hb, maka∆H positif,
atauB lebihtinggidariA (naik)

Jarak antara alat ke TITIK (ditandai dengan rambu/baak ukur) dapat juga ditentukan dari
bacaan benang pada alat disebut sebagai jarak optis atau jarak tak langsung..

D = 100 (BA-BB) D = 100 (BA-BB)

D = jarak

BA = Benang Atas

BB = Benang Bawah

RumusElevasiTitikyang dicari(misalB )

adalah:

= ∆H + ElevasiTitikdiketahui(misalA sebagaiBM)

RUMUS BEDA TINGGI, RUMUS JARAK OPTIS,

DAN RUMUS ELEVASI

dapatdimanfaatkandalampenentuanElevasiTitikserta

Pengantar Pengantar Asesmen AsesmenFakta Fakta Konsep Konsep Ringkasan Ringkasan


Contoh Contoh Ringkasan
penggambaranhasilperhitungan.

Alat berdiri (ketinggian t) di titik M yang diketahui elevasinya, Pada pembacaan suatu titik
P dari Titik M diketahui BA BT BB, maka;

Jarakalatketitikadalah D =100(BA -BB ) Jarakalatketitikadalah DM-P =100(BAP-BBP)

BedaTinggiadalah ∆HM-P =talat –BT

ElevasiTitikPadalah ElevasiP =ElevasiM+∆HM-P


2.6 Luas Penampang dan Volume Timbunan
perhitungan galian timbunan1. BAB XV. VOLUME Oleh: Ir. Yuwono, MS –
Prodi Teknik Geodesi – FTSP – ITS Surabaya 15.1 Pengertian Volume Volume
mempunyai dimensi kubik, misalnya meter kubik (m3). Secara sederhana diambil
contoh suatu balok yang mempunyai ukuran panjang 10 m, lebar 0,5 m dan tinggi 6 m
akan mempunyai volume = panjang x lebar x tinggi = 10 m x 0,5 m x 6 m = 30 m3.
Pada pembahasan kali ini yang dimaksud volume adalah volume tanah. Sering terjadi
bahwa bentuk tanah yang akan dihitung volumenya tidak ideal, artinya tidak selalu
berbentu balok atau silinder. Permukaan tanah yang tidak beraturan akan dihitung
volumenya dengan beberapa metode. Yang dimaksud dengan bidang tanah disini
referensinya adalah pada bidang datar atau bidang proyeksi. 15.2 Volume Tanah
Volume tanah yang dimaksud disini adalah apabila ingin menggali atau menimbun
tanah pada suatu tempat ( Cut and fill ) atau untuk menghitung material (bahan) galian
yang sifatnya padat. Suatu bidang tanah yang mempunyai ketinggian bervariasi,
misalnya 10 m, 12 m, 15 m, 13 m, 12 m dan seterusnya, jika ingin dibangun gedung
diatasnya dengan level (ketinggian) tertentu, misalnya 16 m, maka bidang tanah
tersebut harus ditimbun. Yang menjadi pertanyaan adalah berapa volume
timbunannya? Volume timbunan ini yang akan dihitung besarnya. Kasus lain, apabila
suatu daerah merupakan gundukan (tanah tinggi), sedangkan daerah tersebut akan
dibangun dengan ketinggian tertentu yang mengharuskan memangkas (memotong)
ketinggian daerah tersebut. Volume galian ini yang akan dihitung besarnya. 15.3
Metode Menghitung Volume Tanah Prinsip hitungan volume adalah 1 (satu) luasan
dikalikan dengan 1 (satu) wakil tinggi. Apabila ada beberapa luasan atau beberapa
tinggi, maka dibuat wakilnya, misalnya dengan merata-ratakan luasan ataupun merata-
ratakan tingginya. Ada beberapa cara atau metode untuk menghitung volume tanah
baik timbunan yang harus ditambahkan maupun galian yang harus diambil tanahnya
yaitu dengan cara : Penampang rata-rata ⎛ A1 + A2 ⎞ ⎟×d 2 ⎝ ⎠ Volume = ⎜ (15.1)
XV - 1
2. Keterangan : A1 = luas penampang 1 A2 = luas penampang 2 d = jarak antar penampang
1 dan 2 Gambar 15.1. Metode Penampang Rata-rata Contoh 15.1: Diketahui luas
penampang ke-1 = 40 m2, luas penampang ke-2 = 8 m2. Jarak antar penampang tersebut
50 m. Berapa volume tanah tersebut ? Jawab : ⎛ A1 + A2 ⎞ 3 ⎟ × d = 1.950 m 2 ⎠ ⎝
Volume = ⎜ Kontur Prinsipnya hampir sama dengan penampang rata-rata ⎛ A1 + A2 + ...
+ An ⎞ ⎟ × ((n − 1) × d ) n ⎝ ⎠ Volume = ⎜ (15.2) Keterangan : A1, A2, dan An = luas
penampang 1, 2 dan n diukur dengan planimeter d = interval kontur ( umumnya sama)
Gambar 15.2. Metode Kontur Contoh 15.2: Suatu daerah dengan interval kontur 5 m
dengan A1 = 100 m2, A2 = 60 m2 dan A3 = 40 m2. Hitung volumenya! XV - 2

3. Jawab : ⎛ A1 + A2 + A3 ⎞ ⎟ × (2 × d ) 3 ⎝ ⎠ Volume = ⎜ = 666,667 m3 Borrow Pit


Cara menghitung volume dengan Borrow Pit adalah dengan membagi daerah tersebut
kedalam beberapa “kapling” yang seragam, biasanya bujur sangkar atau empat persegi
panjang Rumus yang digunakan : Volume = A (1 × Σh1 + 2 × Σh2 + 3 × Σh3 + 4 × Σh 4)
4 (15.3) Keterangan : A = luas penampang satu kapling yang seragam ( m2 ) h1 = tinggi
yang digunakan untuk menghitung volume 1 kali ( m ) h2 = tinggi yang digunakan untuk
menghitung volume 2 kali ( m ) h3 = tinggi yang digunakan untuk menghitung volume 3
kali ( m ) h4 = tinggi yang digunakan untuk menghitung volume 4 kali ( m ) Berikut ini
akan dicontohkan cara menghitung volume cara tersebut diatas. Contoh 15.3: Suatu daerah
dibagi dalam kapling yang seragam dengan ukuran 20 m x 20 m; Tinggi masing-masing
tanah tertera di sampingnya. Apabila daerah tersebut akan digali rata dengan ketinggian
(level) 10 m, maka berapa volume galiannya. Gambar 15.3. Metode Borrow Pit XV - 3

4. Tinggi Rencana Jenis “ h “ Tinggi “ h “ Eksisting ( m ) Tinggi ( m ) (m) (m) B 13 10 ‘h1


3 C 12 10 ‘h2 2 D 11 10 ‘h2 1 E 12 10 ‘h1 2 F 13 10 ‘h2 3 L 15 10 ‘h4 5 G 11 10 ‘h3 1 H
11 10 ‘h1 1 I 12 10 ‘h1 2 J 13 10 ‘h2 3 K 12 10 ‘h1 2 No. Titik Jawab : Luas satu kapling
= A = 20 m x 20 m = 400 m2 Hitungan h ∑ h1 = ( 3 + 2 + 1 + 2 + 2 ) = 10 = 9 ∑ h2 = (2+
1+3+3)=1 ∑ h3 = ( 1 ) = 5 ∑ h4 = ( 5 ) Volume = ∑ h1 = 1 x 10 = 10 2 x ∑ h 2 = 2
x 9 = 18 3 x ∑ h3 = 3 x 1 = 3 4 x ∑ h 4 = 4 x 5 = 20 1x A (1 × Σh1 + 2 × Σh 2 + 3 × Σh3 +
4 × Σh4) 4 = 5100 m3 Referensi Maling, D.H. (1980). Coordinate Systems and Map
Projections. London Rais, Jacub (1977). Ilmu Ukur Tanah 1 & 2. Tumewu, Lien (1979).
Route Surveying. Jurusan Teknik Geodesi ITB Bandung XV - 4
2.7 Kesalahan-Kesalahan dalam Pengukuran.
Kesalahan-kesalahan yang biasa terjadi dalam penguukuran dalam pemetaan adalah:
1. Pemberian orientasi catatan-catatan topografik yang tidak benar dilapangan dan
dikantor.
2. Keliru memakai tepi mistar skala.
3. Membuat panah arah utara terlalu besar, kompleks atau hitam.
4. Menghilangkan skala atau catatan-catatan yang perlu.
5. Kelalaian saat membuat lembar peta yang seimbang dengan sketsa pendahuluan.
Penggambaran peta diatas medium yang bermutu rendah.
BAB III
METODE PRATIKUM

3.1 Alat Pratikum dan Jumlah


Praktek 1
Adapun alat-alat yang digunakan selama praktek untuk pelurusan
No Nama Alat Jumlah Satuan
1. Waterpass 1 Buah
2. Kaki Statif 1 Buah
3. Rambu Ukur 2 Buah
4 Papan Data 1 Buah
5 Formulir Data 1 Lembar
6 Helm Safety 6 Buah
7. Rompi 6 Buah
8. Kompas tangan 1 Buah
9. Penta Prisma 1 Buah
No Nama Alat Jumlah Satuan
10. Unting- Unting 1 Buah
11. Payung 1 Buah
12. Jalon 6 Buah
13. Paku Payung 5 Buah

Praktek 2
Adapun alat-alat yang digunakan selama praktek untuk pengukuran waterpass
terbuka terikat pada 1 titik
No Nama Alat Jumlah Satuan
1. Waterpass 1 Buah
2. Kaki Statif 1 Buah
3. Rambu Ukur 2 Buah
4 Papan Data 1 Buah
5 Formulir Data 2 Lembar
6 Helm Safety 6 Buah
7. Rompi 6 Buah
8. Kompas tangan 1 Buah
9. Patok Lakban 3 Buah
10. Unting- Unting 1 Buah
11. Payung 1 Buah
12. Meteran 1 Buah

Praktek 3
Adapun alat-alat yang digunakan selama praktek untuk pengukuran waterpass
terbuka terikat pada 2 titik dan crossing
No Nama Alat Jumlah Satuan
1. Waterpass 1 Buah
2. Kaki Statif 1 Buah
3. Rambu Ukur 2 Buah
No Nama Alat Jumlah Satuan
4 Papan Data 1 Buah
5 Formulir Data 2 Lembar
6 Helm Safety 6 Buah
7. Rompi 6 Buah
8. Kompas tangan 1 Buah
9. Patok Lakban 4 Buah
10. Unting- Unting 1 Buah
11. Payung 1 Buah
12. Meteran 1 Buah

Praktek 4
Adapun alat-alat yang digunakan selama praktek untuk pengukuran waterpass
terbuka tidak Terikat Titik (Pengukuran Profil Sungai)
No Nama Alat Jumlah Satuan
1. Waterpass 1 Buah
2. Kaki Statif 1 Buah
3. Rambu Ukur 2 Buah
4 Papan Data 1 Buah
5 Formulir Data 5 Lembar
6 Helm Safety 6 Buah
7. Rompi 6 Buah
8. Kompas tangan 1 Buah
9. Patok Kayu 3 Buah
10. Unting- Unting 1 Buah
11. Payung 1 Buah
12. Meteran 1 Buah
13. Palu 1 Buah
14. Paku Payung 3 Buah

Praktek 5

Adapun alat-alat yang digunakan selama praktek untuk pengukuran waterpass tertutup
terikat pada 1 titik + crossing (Tugas Besar)

No Nama Alat Jumlah Satuan


1. Waterpass 1 Buah
2. Kaki Statif 1 Buah
3. Rambu Ukur 2 Buah
4 Papan Data 1 Buah
5 Formulir Data 5 Lembar
6 Helm Safety 6 Buah
7. Rompi 6 Buah
8. Kompas tangan 1 Buah
9. Patok Kayu 3 Buah
10. Unting- Unting 1 Buah
11. Payung 1 Buah
12. Meteran Roll 1 Buah
13. Palu 1 Buah
14. Paku Payung 10 Buah
3.2 Pengenalan Alat Praktikum
1. Waterpass
Visir

Lensa Objektif

Sekrup Fokus Mikrometer

Sekrup Pengatur Benang Silam

Lensa Okuler

Cermin Nivo kontak

Nivo Kontak

Penggerak Halus Horizontal

Sekrup ABC

Ring Lingkaran Horizontal

Pelat Dasar

Waterpass adalah suatu alat ukur tanah yang dipergunakan untuk mengukur beda tinggi
antara titik-titik saling berdekatan. Yang mana didalamnya terdapat berbagai fungsi
bagian-bagian waterpass diantaranya:
a. Visir berfungsi untuk membantu dalam membidik objek sebelum pembidik
melihat melalui lensa okuler.
b. Lensa objektif berfungsi untuk menerima gambaran objek yang dibidik.
c. Sekrup fokus micrometer berfungsi untuk mengatur fokus objek pada lensa
teropong agar terlihat jelas.
d. Sekrup pengatur benang silam berfungsi untuk mengatur kejelasan benang silam.
e. Lensa okuler berfungsi untuk meliat objek.
f. Cermin nivo kontak berfungsi untuk mempermudah menglihat gelembung pada
nivo kontak.
g. Nivo kontak berfungsi untuk mengetahui tingkat kedataran waterpass.
h. Penggerak halus horizontal berfungsi untuk mengatur menempatkan benang
diagfragma agar tegak tepat pada sasaran yang dibidik.
i. Sekrup abc berfungsi untuk melevelkan atau menyetel kedudukan waterpass agar
gelembung pada nivo kontak tepat berada ditengah lingkaran.
j. Ring lingkaran horizontal berfungsi untuk menentukan arah azimuth.
k. Pelat dasar berfungsi sebagai landasan kedudukan dari waterpass atau meletakan
arah di atas statif.
2. Kaki Statif

Kaki statif adalah alat peralatan yang berfungsi untuk tempat meletakan waterpass yang dimana
didalamnya terdapat plat datar di bagian atas beserta pengunci untuk waterpass, dan tiga buah
kaki statif yang di bawahnya terdapat pengunci statif agar kaki statif tidak bergerak.

3. Penta Prisma
Penta prisma adalah suatu alat yang di dalamnya terdapat dua buah cermin yang
berfungsi sebagai alat bantu dalam proses pelurusan Jalon.

4. Rambu Ukur

Rambu ukur adalah alat yang berfungsi sebagai penentu ketinggian, dan jarak dari tanah yang
dapat dilihat melalui lensa okuler di alat waterpass pada saat pengukuran.
5. Meteran

Meteran adalah alat yang ditentukan untuk mengukur jarak baik patok ke patok, patok ke
titik, maupun titik ke titik dengan satuan meter.
6. Paku Payung

Paku payung digunakan untuk penentu titik tempat awal alat maupun setelah alat
dipindahkan, biasanya digunakan di tanah dimana kondisi tersebut tidak memungkinkan
menggunakan patok lakban.

7. Palu

Palu digunakan untuk menancapkan atau melepaskan patok pada saat dilapangan, baik itu
patok kayu maupun paku atau bisa juga patok kayu yang di atasnya ditancapkan paku payung.
8. Payung

Payung digunakan untuk melindungi alat dari panas matahari langsung agar tidak merusak
alat, biasanya digunakan pada saat kondisi cuaca panas.

9. Unting-Unting

Unting-unting adalah alat yang digunakan sebagai pelurus titik alat biasanya
digunakan untuk menentukan titik awal pendirian alat dan penggeseran alat pada saat
dilapangan.
10. Patok Kayu

Patok kayu digunakan untuk penanda letak suatu titik maupun patok yang biasanya digunakan
di lapangan tanah yang memungkinkan untuk menancapkan patok kayu kemudian
ditancapkan lagi paku payung diatasnya sebagai kondisi titik 0 meter tanah.

11. Patok Lakban

Patok Lakban
12. Kompas tangan

Kompas tangan adalah suatu alat yang dipergunakan di lapangan sebagai penentuk titik 0˚
utara yang dimana nantinya digunakan untuk mengetahui sudut dari tiap titik pada
pengerjaan metode crossing.

13. Papan Data

Papan Data

Papan data berfungsi sebagai tempat dari diletakannya formulir data agar lebih mudah dalam
pengisian data dan lebih aman dibandingkan diletakan selain menggunakan papan data.
14. Formulir Data

Formulir data

Formulir data adalah lembaran yang sudah ditentukan yang dimana didalamnya berisi data
mulai dari bacaan rambu, elevasi, jarak, sudut dan lain sebagainya dengan tujuan
mempermudah mahasiswa untuk memasukan data pada format yang sudah ditentukan.

15. Helm Safety

Helm safety adalah alat yang digunakan untuk melindungi kepala dari panasnya matahari,
melindungi kepala dari benturan apabila terjadi dan lain sebagainya.
16. Rompi

Rompi adalah pakaian yang digunakan untuk melindungi pakaian agar tidak terkena kotoran
dan juga menjadi pembeda antara mahasiswa yang menggunakan alat dilapangan dan
mahasiswa yang tidak menggunakan alat.

17. Jalon

Adalah alat yang digunakan untuk pelurusan yang dimana Jalon ini berfungsi untuk
memperjelas sasaran yang akan dibidik dengan ketepatan kelurusan yang lebih bagus
dibandingkan dengan menggunakan patok kayu biasa.
3.3 Metode Praktikum (Mencantumkan Langkah Kerja Praktek Beserta Sketsa
Lapangan)
3.3.1. Langkah Kerja Praktikum Pelurusan
1. Gambar sketsa lapangan dan mulai pendokumentasian kegiatan.
2. Tancapkan jalon A ditempat yang ditentukan sebagai titik awal dan jalon
B sebagai titik akhir dengan jarak 20 m. Sebelum jalon ditancapkan
gunakan cermin prisma untuk mencek sudut apakah sudut benar 90° dari
patok dosen atau belum.
3. Jika sudah benar lanjutkan untuk mengukur menggunakan meteran
dengan jarak 20 m dari patok A ke B. Satu orang berdiri di belakang jalon
A ± 2 langkah (mundur dari jarak jalon) ± 1-8 m. Kemudian, membidik
kearah B dengan memberi aba-aba kepada orang yang memasang jalon.
Jika sudah lurus tancapkan jalon B.
4. Orang kedua, menempatkan jalon 1 kira-kira segaris diantara jalon A dan
B dan orang pertama sebagai pembidik jalon harus memberi isyarat
kepada orang kedua untuk menggeser-geser jalon 1 agar segaris dengan
bidikan jalon A dan B.
5. Begitu seterusnya dengan cara yang sama menancapkan jalon hingga
jalon ke-4.
6. Jika semua jalon sudah terpasang, cek kembali kelurusannya dan lapor ke
dosen pembimbing untuk mencek kelurusan keenam jalon.
7. Apabila dosen sudah mengatakan “sudah lurus” lanjutkan pengukuran
jarak dari jalon A-1, 1-2, 2-3, 3-4, dan 4-B sebagai kondisi pergi.
8. Catat hasil pengukuran pada lembar job.
9. Selanjutnya, tempatkan dan lepaskan jalon 1,2,3, dan 4. Pasang kembali
seperti langkah diatas yaitu menvisir dengan jalon B sebagai patokan awal
pada 1,2,3, dan 4 pada titik berbeda dari jarak jalon saat kondisi awal
(jangan menancap dititik yang sama).
10. Lakukan pengukuran dari jalon B sampai A sebagai kondisi pulang.
11. Setelah data sudah didapat, selanjutnya lepaskan semua jalon dengan
tetap memperhatikan titik bekas tancapan paku di titik bekas jalon A dan
B (tancapkan paku di as titik lubang bekas jalon A dan B).
12. Pada paku pertama sebagai patokan berdirinya alat waterpass dan pada
paku kedua sebagai patokan berdirinya rambu.
13. Untuk membuktikan jarak yang dihitung sebesar 20 m, maka mencari BA,
BT, BB menggunakan alat waterpass. Jika jarak yang dihitung
menggunakan waterpass sudah benar yaitu 20 m, berarti perhitungan saat
pelurusan juga sudah benar
14. Hitunglah rata-rata
15. Setelah semuanya selesai kumpulkan semua peralatan yang telah di bawa
kembali ke laboratorium, bersihkan dan letakkan kembali di laboratorium
dengan rapi.

3.3.2. Langkah Kerja Praktikum Pengukuran Waterpass Terbuka Terikat pada 2


titik dan Crossing
1. Mengamati titik awal pengukuran (BM awal) dan titik akhir pengukuran
(BM akhir) yang digunakan untuk menentukan posisi patok 1.
2. Menggambar sketsa lokasi dan persiapan dokumentasi
3. Memasang patok 1. jarak antara BM 1 ke patok 1, patok 1 ke BM 2 tidak
ditentukan. Setiap jarak diukur dan dicantumkan.
4. Mendirikan tripod dan mencentering alat diantara titik BM pada patok 1
dengan jarak ditengah antara BM dan P1.
5. (KONDISI PULANG). Rambu ukur diletkan di atas P1 kemudian
arahkan alat ke P1 sebagai bacaan belakang kondisi pulang. Pastikan
selalu atur utara=0˚. Baca BT, BA dan BB juga hitung jarak optis.
6. Setelah titik P1 dibaca, kemudian dirikan rambu diatas baut BM awal,
arahkan alat ke BM awal, sebagai bacaan muka kondisi pulang. Baca BT,
BA, dan BB juga hitung jarak optis.
7. Hitunglah ∆H pulang dengan rumus: ∆H pulang = (BT belakang – BT
muka)
8. (KONDISI PERGI). Alat dipindahkan sedikit dari posisi pertama saat
kondisi pergi (radius ±1 meter dari titik awal). Centeringkan WP. Rambu
ukur diletakan diatas BM awal kemudian alat waterpass diarahkan ke
BM awal sebagai bacaan belakang kondisi pergi. Pastikan utara=0˚ baca
BT, BA dan BB juga hitung jarak optis.
9. Setelah itu letakan rambu diatas P1, arahkan alat ke titik P1 sebagai
bacaan muka kondisi pergi. Baca BT, BA dan BB juga hitung jarak optis.
10. Hitunglah ∆H PERGI dengan rumus: ∆H pergi = (BT belakang – BT
muka) dengan ketentuan selisih ∆H pulang dan ∆H pergi ≤ 0.002 m. jika
terpenuhi maka lakukan cross section
11. (MASIH KONDISI PERGI). Lakukan pengambilan data pengukuran
profil melintang (cross section) di P1 saja, pada saat alat kondisi pergi
diantara BM-P1.
Untuk crossing, titik 0 meter adalah patok. Kemudian bentangkan
meteran pada daerah yang di crossing.
Daerah Cross:
Jalan/daerah aspal = ujung bahu kiri jalan, ujung aspal kiri jalan, patok,
as aspal, ujung aspal kanan, dan ujung bahu kanan jalan.
Daerah dengan perbedaan ketingian = sesuai dengan penampang
daerahnya, posisikan di daerah lembah/cekungan dan posisi puncak.
Jumlah menyesuaikan.
12. Lakukan lagi langkah 4-11 untuk patok selanjutnya.

3.3.3. Langkah Kerja Pratikum Pengukuran Waterpass Terbuka (Pengukuran Profil


Sungai)
1. Menentukan titik awal pengukuran P1 dan titik akhir P2, dengan jarak
antar patok 10 meter.
2. Menggambar sketsa lokasi dan persiapan dokumentasi.
3. Mendirikan alat di antara P1 dan P2 dengan jarak kira kira ditengah.
4. (KONDISI PULANG). Pastikan utara=0˚, kemudian letakan rambu di P2
sebagai bacaan belakang kondisi pulang. Baca BT, BA dan BB juga
hitung jarak optis.
5. Dirikan rambu di atas P1 sebagai bacaan muka kondisi pulang. Baca BT,
BA dan BB juga hitung jarak optis dan hitung beda tinggi (∆H
Pulang=BT Belakang – BT Muka).
6. (KONDISI PERGI). Pindahkan alat radius ± 1 meter, centering
waterpass dan arahkan utara=0˚ kemudian letakan rambu ukur di P1
sebagai bacaan belakang kondisi pergi. Baca BT, BA dan BB juga hitung
jarak optis.
7. Dirikan rambu di P2 sebagai bacaan muka dikondisi pergi, baca BT, BA
dan BB juga hitung jarak optis dan hitung beda tinggi (∆H Pergi=BT
Belakang – BT Muka).
8. Ketentuan selisih beda tinggi ≤ 0.0002 meter
9. Lakukan pengambilan data pengukuran profil melintang kea rah P1. Cara
crossing disungai sama dengan crossing di jalan/aspal/selokan. Untuk
crossing titik 0 meter adalah patok. Bentang meteran sepanjang daerah
yang akan dicross.
10. Lakukan lagi langkah 4-9 pada patok selanjutnya.

3.3.4. Langkah Kerja Praktikum Pengukuran Waterpass Tertutup (Pengambilan


Data Tugas Besar)
1. Mengamati titik awal pengukuran P1 dan 7 patok lainnya dengan arah
pengukuran berlawanan jarum jam.
2. Menggambar sketsa lokasi dan persiapan dokumentasi.
3. Memasang P1, P2, P3 . . . P8. Jarak antar patok tidak ditentukan, setiap
jarak diukur manual dicantumkan
4. Mendirikan tripod dan mencentering diantara P1 dan P2 dengan jarak
ditengah-tengahnya, perhatikan kondisi alat dan jangan mempersulit diri.
5.(KONDISI PULANG). Rambu ukur diletakan diatas paku P2 lalu alat
diarahkan ke P2 sebagai bacaan belakang kondisi pulang. Pastikan
utara=0˚, baca BT, BA, BB dan sudut juga hitunglah jarak optis.
6. Rambu ukur diletakan di atas P1 lalu alat diarahkan ke P1 sebagai bacaan
muka kondisi pulang. Pastikan utara=0˚, baca BT, BA, BB dan sudut juga
hitunglah jarak optis.
7. Hitung ∆H pulang dengan rumus (∆H pulang=BT Belakang – BT Muka).
8.(KONDISI PERGI). Pindahkan alat sedikit dari posisi awal radius ± 1
meter, centering waterpass kemudian letakan rambu di P1 sebagai bacaan
belakang kondisi pergi. Pastikan utara=0˚, baca BT, BA, BB dan sudut
juga hitunglah jarak optis.
9. Letakan rambu di P2 kemudian arahkan alat ke P2 sebagai bacaan muka
kondisi pergi. Pastikan utara=0˚, baca BT, BA, BB dan sudut juga
hitunglah jarak optis.
10. Hitung ∆H pergi dengan rumus (∆H pulang=BT Belakang – BT Muka).
11. Selisih ∆H pulang dan ∆H pergi ≤ 0.0002 meter. Jika terpenuhi lakukan
metode crossing.
12. Lakukan cross dengan patok yang berada di depannya. Untuk crossing,
titik 0 meter adalah patok, bentangkan meteran sepanjang area yang akan
di crossing agar dapat diperoleh daerah cross.
a) Jalan/aspal: ujung bahu kiri jalan, aspal kiri jalan, patok, as, ujung
aspal kanan dan ujung bahu kanan jalan dan titik bebas berjarak 1
meter.
b) Daerah beda tinggi: sesuai dengan daerah penampangnya, jumlah
menyesuaikan.
c) Sungai: pinggir sebelum siring, ujung bawah siring, tepi luar
siring, tepi dalam siring dan pinggir sungai, 10 titik dalam sungai
disebut sesuai ketentuan.
d) Jika daerah datar: jarak adalah 1 meter.
13. Lakukan lagi langkah 4-12 untuk patok selanjutnya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Ilmu Ukur Tanah 2 kelompok 3
yang berlokasi di Kampus Politeknik Negeri Banjarmasin,maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Praktikan dapat mengenal dan mengoperasikan alat – alat
yang digunakan dalam pembuatan peta topografi. Prktikum
Ilmu Ukur Tanah kali ini menggunakan alat ukur Waterpass.
2. Hasil dari pengukuran sipat datar di kampus Politeknik
Negeri Bnajarmasin tepatnya disekitar Gedung O terbagi
menjadi dua yaitu profil memanjang dan profil melintang.
Dengan selisih beda tinggi pada profil memanjang setelah
dikoreksi bernilai sama yaitu sebesar ±0,200 meter dengan
arah yang berbeda dan mempunyai nilai faktor koreksi
sebesar ±0,200 ,sedangkan dalam profil melintang
mempunyai banyak beda tinggi tergantung pada titik tembak
untuk mengetahui ketinggian ekstrim di masing – masing
patok bidik.
3. Untuk menentukan posisi suatu titik menggunakan
pengukuran polygon tertutup.
4. Menghitung dan mencari data dalam pengukuran yang
diperlukan seperti jarak, beda tinggi, sudut / azimuth.
5. Membuat gambar seuai datapada millimeter blok dengan
menggunakan sitem koordinat kartesius
6. Menggambar sesuai dengan skala yang ditentukan dan
menurut interval tertentu.
7. Kesalahan perhitungan polygon dapat disebabkan oleh 3
faktor,yaitu: faktor manusia, faktor alam , dan faktor alat.

5.2 Saran
Praktikum Ilmu Ukur Tanah kali ini,banyak sekali hal penting yang
perlu diperhatikan agar proses praktikum dapat berjalan dengan baik dan
benar, seperti sebagai berikut:
1. Mengecek kondisi semua peralatan yang akan dipakai dalam
praktikum
2. Selalu memperhatikan sketa lokasi
3. Perhitungan dan pengukuran data dipelukan prinsip – prinip
pengukuran untuk menghindari kesalahan – kesalahan yang
mungkin terjadi
4. Menggunakan alat bantu seperti kompas
5. Selalu menggunakan payung untuk melindungi alat agar tidak
terkena sinar matahari langung karena sangat berpengaruh
terhadap kinerja alat terlebih pada bagian nivo
6. Selalu menggambar langsung sketsa setelah mendapatkan
dan mencatat hasil ukuran
7. Selalu memperhatikan posisi alat
8. Jangan ampai membahayakan alat
9. Jangan mempersulit diri dan orang lain, kelompok
lain,pohon,pot bunga,penampang sungai, parkiran, dan lokasi
yang akan di cross
10.Untuk mempermudah pengukuran jarak komulatif antar titik
pada crossing caranya adalah dengan membentangkan
meteran sepanjang titik crossing
11.Mengupayakan ketelitian dalam pembacaan alat
12.Menguahakan pemilihan waktu pelaksanaan, keadaan cuaca
yang cerah
13.Pemilihan lokasi patok dengan tanah yang mendukung
14.Ketika selesai praktek jangan lupa menormalkan semua
kondisi sekrup pada waterpass
15.Saat pelakanaan praktikum sangat dianjurkan untuk bertanya
kepada pembimbing praktikum jika menemukan kesulitan
agar tidak terjadi kesalahan dalam pelakanaan praktikum.
FOTO KEGIATAN PRAKTIKUM PERTEMUAN KE-2.

1. Mendirikan kaki 2. Membuka kaki 3. Kunci kaki statif.


statif. statif, pastikan
bagian atas kaki
statif rata agar tidak
membahayakan alat
waterpass.

4. Pasang waterpass, 5. Waterpass yang 6. Proses pengukuran.


lalu centeringkan sudah terpasang di
pada statif dan statif dan telah siap
arahkan keutara, digunakan.
atur utara sebagai
0o.
FOTO KEGIATAN PRAKTIKUM PERTEMUAN KE-3.

1. Penggunaan Penta Prisma untuk 2. Mengukur jarak 20m 3. Saat pembidikan


meluruskan jalon pertama dengan meteran dari jalon.
kepada jalon yang utama ( Jalon jalon A ke B.
yang ditancapkan dosen).

4. Menancapkan jalon 5. Pengukuran jarak dari 6. Pengukuran jarak


1,2,3,4 sesuai aba-aba jalon A ke B sebagai dari jalon A ke B
sang pembidik. kondisi pergi. sebagai kondisi
pulang.

7. Mendirikan rambu 8. Mendirikan waterpass yang sudah


FOTO
di KEGIATAN
patokan paku PRAKTIKUM PERTEMUAN
terpasang dengan KE-4.
statif di paku pertama
kedua yaitu bekas bekas lubang jalon A. Membuktikan benar
lubang jalon B. atau salah dengan mencari jarak
menggunakan waterpass.

1.Mengukur 25 2. Mengukur 25 meter 3.Mendirikan


meter dari BM dari patok P1 dan statif diantara
dan memasang memasang patok P2. P1 dan BM.
patok A.
FOTO KEGIATAN PRAKTIKUM PERTEMUAN KE-5.

1. Mendirikan alat 2. Menentukan titik 3. Memasang waterpass


diantara BM dan P1. tengah alat dengan dan centeringkan nivo,
unting-unting. kemudian set utara 0o.

4. Arahkan alat ke P1. 5. Arahkan alat ke BM1 6. Ukur jarak dari dari
Baca BA, BB, dan sebagai bacaan muka alat ke P1 dan dari
BT lalu hitung jarak kondisi pulang. Baca alat ke BM1.
optis sebagai bacaan BA,BB,BT dan hitung
FOTO KEGIATAN PRAKTIKUM PERTEMUAN KE-7.

1. Memasang patok 2. Mengukur Jarak 3. Memasang alat


P1 dan P2. antara P1 dan P2 diantara P1 dan P2.
(10 meter).

4. Menemukan titik 5. Memasang patok 6. Mencentering nivo


ditengah dengan dibawah alat. kontak dan mengatur
unting-unting. kearah utara 0o.

7. Membaca rambu ukur 8. Mensketsa data 9. Masih dalam kondisi


kondisi pulang dan untuk crossing P1 pergi membaca rambu
kondisi pergi. dan P2. di P1.
10. Mengukur jarak 11. Masih dalam 12. Mengukur jarak
menggunakan kondisi. Alat disetiap titik
meteran di setiap titik membaca rambu di crossing . (untuk
yang ditentukan. P2. dibagian tanah
diukur per 1meter).
FOTO KEGIATAN PRAKTIKUM PERTEMUAN KE-9
(PENGAMBILAN DATA TUGAS BESAR).

1. Mendirikan alat 2. Mengencangkan 3. Membaca


diantara P1 dan baut pada statif. rambu di P1 dan
P2. P2 cek (BT, BA,
BB).

4. Mengukur 5. Mengutarakan 6. Mencari titik tengah dibawah alat


dengan meteran alat dengan menggunakan unting-unting..
dari alat ke patok. kompas.

7. Mencenteringkan 8. Menentukan letak 9. Mengukur jarak


nivo kontak. patok sesuai petunjung antar patok
yang ada. dengan meteran.
10. Menarik meteran 11. Membaca rambu 12. Foto saat crossing
untuk daerah yang yang didirikan di diselokan.
di crossing agar setiap titik
mengetahui jarak crossing.
persegmennya.
FOTO SELURUH ANGGOTA KELOMPOK 3.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumber: Russell C. Brinker, Paul R. wolf, Djoko Walijatun. 2000. Dasar-dasar


pengukuran tanah jilid 1.( https://www.scribd.com/document/355437281/Dasar-
dasar-Pengukuran-Tanah-Surveying-jilid-1-pdf. Diakses tanggal 22 Mei 2018)

2.

Anda mungkin juga menyukai