Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I


(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Ukur Tanah II)

Disusun oleh :
Kelompok III-B
Reforma Azhim Fadli 21110116140046
Jeremia Jovanska 21110116130057
Sekar Melati Ramadhani 21110116140078
Irfan Nuzul Rahman 21110116130082
Jelly Resky Kelana Rampu 21110116130083

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS DIPONEGORO
Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang Semarang Telp. (024) 76480785, 76480788
e-mail: geodesi@undip.ac.id
2016
HALAMAN PENGESAHAN
“Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II” Ini telah diperiksa, disetujui dan
disahkan oleh Asisten Dosen dan Dosen sebagai tugas mata kuliah Ilmu Ukur Tanah I
Program studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Disusun Oleh:
Kelompok III B
1. Reforma Azhim Fadli 21110116140046
2. Jeremia Jovanska 21110116130057
3. Sekar Melati Ramadhani 21110116140078
4. Irfan Nuzul Rahman 21110116130082
5. Jelly Resky Kelana Rampu 21110116130083

Semarang, Juni 2017


Asisten Praktikum,

Ryan Irfana
NIM. 21110113140070

Dosen Mata Kuliah, Dosen Pembimbing Praktikum,

Ir. Bambang Sudarsono, M.S. Abdi Sukmono, S.T., M.T.


NIP.195709131986031001 NIP.198811182014041002
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan
Praktikum Ilmu Ukur Tanah II Pengukuran Alat Teodolit dan Waterpas ini,
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada :
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Sawitri Subiyanto, M.Si., selaku ketua jurusan Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
2. Bapak Ir. Bambang Sudarsono, M.S. dan Ibu Ir. Hani’ah, selaku dosen mata
kuliah Ilmu Ukur Tanah II.
3. Bapak Abdi Sukmono, S.T., M.T., selaku dosen praktikum mata kuliah Ilmu
Ukur Tanah I.
4. Bapak Ir. Sutomo Kahar, M.Si., selaku ketua Laboratorium Pengukuran dan
Pemetaan Teknik Geodesi Universitas Diponegoro.
5. Ryan Irfana, selaku asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Tanah II yang
telah membimbing kami dalam penyusunan laporan ini.
6. Seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyusun laporan
praktikum Ilmu Ukur Tanah II.
Laporan ini merupakan tugas setelah penulis mengetahui dan memahami
bagaimana sistematika pengukuran alat teodolit dan waterpas di lapangan.
Penulis menyadari penulisan laporan ini masih sangat jauh dari sempurna, karena
kurangnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh Karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Semarang, November 2016

Penulis,
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Umum
Geodesi berasal dari bahasa Yunani, Geo (γη) = bumi dan daisia / daiein (δαιω) =
membagi, kata geodaisia atau geodeien berarti membagi bumi. Geodesi termasuk bidang
Geosciences selain Engineering Sciences dan merupakan salah satu cabang dari ilmu
matematika terapan yang menentukan:
1. Posisi yang pasti dari tempat-tempat di permukaan bumi melalui pengukuran
dan pengamatan.
2. Ukuran dan luas dari sebagian besar permukaan bumi, mulai dari persil sampai
dengan wilayah sebuah negara.
3. Bentuk dan ukuran bumi serta variasi dari gaya berat terestrial.
Geodesi juga dapat disebut sebagai ilmu yang mempelajari permukaan bumi, baik
itu di darat maupun di laut atau dapat disebut sebagai ilmu pemetaan. Sedangkan definisi
peta itu sendiri adalah hasil pengukuran dan penyelidikan yang dilakukan baik secara
langsung atau pun tidak langsung mengenai hal-hal yang berkaitan dengan permukaan
bumi.
Pada era pembangunan dewasa ini ketersediaan peta menjadi suatu hal yang tak
dapat ditinggalkan, terlebih-lebih untuk pembangunan fisik. Sebagaimana kemajuan di
bidang ilmu dan teknologi yang demikian pesat, wahana atau teknik pemetaan pun sudah
sedemikian berkembang, baik dalam hal teknik pengumpulan datanya maupun proses
pengolahannya dan penyajiannya baik secara spasial maupun sistem informasi kebumian
lainnya. Cakupan wilayah kajiannya pun menjadi tidak terbatas, demikian pula wilayah
kerjanya. Permasalahan tersebut di atas termasuk dalam wilayah kerja atau disiplin ilmu
geodesi dan geomatika.
Ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-cara
pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk berbagai keperluan seperti
pemetaan dan penentuan posisi relatif pada daerah yang relatif sempit sehingga unsur
kelengkungan permukaan bumi dapat diabaikan. Sedangkan, geodesi mencakup kajian
dan pengukuran yang lebih luas, tidak sekedar pemetaan dan penentuan posisi di darat,
namun juga di dasar laut untuk berbagai keperluan, juga penentuan bentuk dan dimensi
bumi baik dengan pengukuran di bumi dan dengan bantuan pesawat udara maupun
dengan satelit dan sistem informasinya. Tujuan, cakupan, lingkup dan wahana untuk
penyajian tersebut berbeda-beda, oleh karenanya disiplin dari surveying dapat
digolongkan dalam beberapa bidang studi, yaitu:
1. Survei geodesi (geodetic surveying)
2. Survei permukaan tanah datar (plane surveying)
a. Survei topografi (topographic surveying)
b. Survei kadaster (cadastral surveying)
c. Survei rekayasa (engineering surveying)
d. Survei tambang (mine surveying)
3. Survei hidrografi (hydrographic surveying)
4. Survei fotogrametri (photogrammetric surveying)
5. Survei radargrametri (radargrammetric surveying)
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah I ini, survei yang dipelajari adalah survei
permukaan tanah datar (plane surveying). Survei permukaan tanah datar merupakan
survei yang meliputi pengukuran dalam wilayah yang terbatas sehingga efek
kelengkungan permukaan bumi dapat diabaikan dan perhitungannya dapat langsung
direferensikan pada bidang datar.
Pengukuran yang dilakukan di praktikum ini meliputi pengukuran poligon
tertutup, waterpas terbuka, waterpass tertutup serta cross section. Pengukuran dilakukan
dengan menggunakan waterpas dan teodolit.
Pengukuran menggunakan waterpas akan didapat data beda tinggi sehingga
menghasilkan peta memanjang. Sedangkan, pengukuran menggunakan alat ukur teodolit
didapat data sudut yang kemudian diolah hingga menghasilkan koordinat.
I.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dari praktikum ini adalah :
1. Agar mahasiswa memahami Ilmu Ukur Tanah II
2. Agar Mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana cara pengukuran
lapangan, mengolah dan menghitung data hasil pengukuran.
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami pengukuran alat Teodolit
2. Mengetahui dan memahami pengukuran alat waterpas
3. Mengetahui dan memahami pengukuran Pengukuran Situasi
4. Mengetahui dan memahami penggambaran
5. Dapat mengetahui hasil pengukuran poligon.
6. Agar dapat mengetahui permukaan suatu daerah yang diukur.
I.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum Ilmu Ukur Tanah 2 ini, yaitu :
1. Berapa koreksi data yang dihasilkan oleh pengukuran waterpas di wilayah
Fakultas Sains dan Matematika B Universitas Diponegoro?

2. Berapa koreksi data yang dihasilkan oleh pengukuran poligon di wilayah


Fakultas Sains dan Matematika B Universitas Diponegoro?
3. Apakah ketelitian linear perhitungan poligon sudah memenuhi ?

4. Berapa hasil pengukuran luas bidang tanah di wilayah Fakultas Sains dan
Matematika B Universitas Diponegoro?
I.4 Ruang Lingkup Praktikum
Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah II ini, memiliki ruang lingkup yang meliputi :
1. Poligon tertutup
a. Pengaturan alat teodolit
b. Pengukuran poligon tertutup
c. Pengukuran detail (situasi) baik gedung maupun kontur
2. Pengukuran sipat datar
a. Pengaturan alat waterpas
b. Pengukuran waterpas tertutup
c. Pengukuran beda tinggi
3. Pengukuran detail situasi menggunakan alat teodolit
4. Perhitungan-perhitungan dari data yang telah didapat
Penggambaran di milimeter blok dan kertas kalkir

I.5 Lokasi dan Waktu Praktikum


Praktikum Ilmu Ukur Tanah II kelompok III-B dilaksanakan di dua lokasi, yaitu :
1. Pengukuran menggunakan alat teodolit, alat waterpas, situasi detail,dan bidang
tanah dilaksanakan di kawasan Gedung Fakultas Sains dan Matematika bagian
Universitas Diponegoro Semarang..
I.6 Sistematika Pembuatan Laporan
Sistematika dari penyusunan laporan ini terdiri atas 5 bab, yaitu sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan tentang pengetahuan umum, maksud dan tujuan dalam pengukuran ini,
rumusan masalah, ruang lingkup pengukuran yang dilakukan, lokasi dan waktu
praktikum, serta sistematika dalam pembuatan laporan.
BAB II DASAR TEORI
Berisi tentang penjelasan mengenai alat ukur yang dipakai, pemasangan patok,
pengukuran jarak, pengukuran sipat datar, pengukuran azimuth pengukuran sudut,
metode pengukuran, pemetaan situasi, penyajian ketinggian, bidang tanah, dan
penggambaran,
BAB III METODE PENELITIAN
Berisi penjelasan tentang survei lapangan, pemasangan patok, pengukuran dengan
waterpas, pengukuran dengan teodolit, pengukuran detail situasi, pengukuran
bidang tanah, penggambaran waterpas, dan penggambaran detail dan situasi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi penjelasan mengenai hasil data yang didapat dari pengukuran dengan
menggunakan alat waterpas dan teodolit. Menjelaskan tentang pengukuran
waterpass utama, pengukursan poligon tertutup, pengukuran situasi, dan
pengukuran bidang tanah. Serta berisi hasil dari perhitungan data yang ada
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dari praktikum Ilmu Ukur Tanah II. Saran dan kritik
yang diperlukan untuk pihak terkait yang sekiranya akan melaksanakan praktikum
atau akan melanjutkannya.
BAB II
DASAR TEORI

II.1 Alat Ukur


II.1.1 Alat Waterpas
Jikalau kita ingin menentukan beda tinggi pada jarak jauh dengan teriti, garis
bidik harus kita tentukan dengan suatu alat bidik yang teliti tanpa ada paralaks dan untuk
membaca mistar diperlukan sebuah teropong. Atas dasar dua ketentuan ini
dikonstruksikan semua alat penyipat datar (waterpas).(Frick, 1979)
II.1.2 Alat Teodolit
Menurut Brinker dan Wolf (2000), dalam penampilan umum teodolit berbeda
dengan transit Amerika (ringkas, ringan dan "ramping") dan dalam rancangan karena
berbagai ciri, di antaranya yang penting adalah sebagai berikut:
1. Teropongnya pendek, mempunyai benang silang digoreskan pada kaca, dan
dilengkapi dengan alat bidikan senapan atau kolimator untuk pengarahan kasar.
2. Lingkaran-lingkaran hoisontal dan vertikal dibuat dari kaca dengan garis-garis
pembagian skala dan angka digoreskan di permukaannya. Garis-garisnya amat
tipis

Gambar lG8. Kerangka-bawah-teodolit baku untuk kebanyakan teodolit dirancang


untuk saling tukar dengan berbagai alat tambahan. D sini kerangka- bawah teodolit
ditunjukkan cocok dengan sasaran bidik (kiri) dan pemantul EDM (kanan). (Atas
kebaikan Wild Heerbrugg Instruments, Inc.).
(0,004 mm), pendek (0,05 sampai 0,10 mm) dan lebih jelas tajam daripada
hasil goresan pada logam. Lingkaran-lingkaran bergaris tengah kecil dengan
pembagian skala saksama dapat dibuat dan inilah alasan mengapa instrumen
demikian ringkas. Lingkaran-lingkaran dibagi dalam derajat sexagesimal
konvensional dan bagian-bagiannya (360"), atau dalam "grades" sentisimal
(lingkaran penuh dibagi menjadi 400s)'
3. Lingkaran vertikal kebanyakan teodolit diberi penunjuk saksama terhadap arah
gaya tarik bumi dengan satu dari dua cara: (a) dengan sebuah pemampas
otomatik atau (b) dengan nivo kolimasi atau nivo lingkaran vertikal, biasanya
jenis ujung gelembung-berimpit dihubungkan dengan sistem pembacaan
lingkaran vertikal. Keduanya menyebabkan adanya bidang acuan yang lebih
teliti untuk pengukuran sudut vertikal daripada nivo piringan yang dipakai pada
transit.
4. Sistem-sistem pembacaan lingkaran pada dasarnya terdiri atas sebuah
mikroskop dengan optika di dalam instrumen. Sebuah okuler pembacaan
biasanya ada di dekat okuler teropong atau ditempatkan di salah satu penopang.
Beberapa instrumen memiliki mikrometer optis untuk pembacaan pecahan
interval lingkaran (pembagian skala mikrometer dilihat melalui mikroskop-
baca); sedangkan lainnya bersifat baca "langsung". Pada kebanyakan teodolit,
ada sebuah cermin ditempatkan pada satu penopang yang dapat diatur untuk
memantulkan sinar ke dalam instrumen dan menerangi lingkaran untuk
pemakaian siang hari. Sistem pembacaan lingkaran dapat dilengkapi dengan
sistem penerangan memakai baterai untuk pekerjaan malam hari dan di bawah
tanah. Beberapa teodolit yang lebih baru juga memakai sistem penerangan
memakai baterai pengganti cermin untuk pekerjaan siang hari.
5. Putaran mengelilingi sumbu / terjadi dalam tabung baja atau pada bola-
bantalan poros (precision ball bearings) saksama, atau gabungaq keduanya.
6. Bidang sekrup penyetel terdiri dari tiga sekrup atau roda sisir.
7. Dasar atau kerangka-bawah teodolit sering dirancang agar instrumen dapat
saling tukar dengan alat-alat tambatrannya (9saran, EDMI, batang-ukur jarak,
dan seterusnya) tanpa mengganggu pemusatan pada titik pengrkuran. Gambar
10-8, misalnya, menunjukkan penempatan sasaran bidik dan sebuah pemantul
EDM pada keraggka bawah teodolit.
8. Pemusat optis, terpasang ke dalam dasar atau alidade kebanyakan teodolit,
menggantikan bandul unting-unting dan menyebabkan pemusatan dapat
dilakukan dengan ketelitian tinggi.
9. Kotak pembawa untuk teodolit terbuat dari baja, logam campuran, atau plastik
berat. Kotak pembawa biasanya ringfuas, kedap air dan dapat dikunci.
10. Alat-alat ukur iarak dapat bersifat bagian permanen dan terpadu dari teodolit.
Takimeter misalnya, adalah teodolit yang mengukur jarak lereng secara
otomatik mengubahnya menjadi komponen-komponen horisontal dan vertikal.
Beberapa teodolit memiliki alat EDM terpasang tetap yang memungkinkan
pengukuran jarak lereng, sudut-sudut horisontal dan vertikal dengan sekali
pemasangan alat.
11. Berbagai alat tambahsn meningkatkan kemampuan teodolit. Sehingga dapat
digunakan secara khusus misalnya pengamatan astronomis. Kompas lebih
merupakan alat tambahan daripada bagian terpadu sebuah teodolit.
Perlengkapan giroskopik adalah sangat mahal tetapi berharga untuk
pemakaian-pernakaian tertentu.
12. Kaki tiganya jenis kerangka lebar. Beberapa di antaranya dari logam dan
mempunyai alat untuk mendatarkan secara kasar bagian atasnya dan pemusatan
mekanik sehingga tak perlu bandul unting-unting atas pemusatan optis.
II.1.3 Statip

Gambar II.1 Statif (Putra Panji, 2016)


Statif digunakan untuk menyangga alat waterpass dan menjaganya tetap stabil
selama pengamatan. Statif ini mempunyai dua baut yaitu baut pertama digunakan untuk
menentukan sambungan kaki dengan kepala sedangkan baut kedua digunakan untuk
penyetelan kekerasan penggerak engsel antara kaki tiga dengan kepalanya
II.1.4 Rambu Ukur

Gambar II.2 Rambu Ukur (Indonetwork, 2016)


Rambu ukur adalah sebuah pita ukur yang ditopang vertikal dan digunakan
untuk mengukur jarak vertikal antara garis bidik dan sebuah titik tertentu yang berada
di atas atau di bawah garis bidik tadi.
Adapun metode pengukuran waterpass ini antara lain:
1. Jika jalur pengukuran sipat datar cukup jauh, maka jalur pengukuran dibagi dalam
berberapa seksi.
2. Setiap seksi harus dibuat slag genap.
3. Pengukuran harus dilakukan pulang-pergi dan harus selesai dalam satu hari.
4. Sebagai kontrol beda tinggi dalam setiap slag dapat dilakukan pengukuran dua kali
(double stand).
5. Untuk meminimalkan kesalahan garis bidik, diusahakan dalam tiap slagjarak ke
muka sama dengan jarak ke belakang atau jumlah jarak ke muka sama dengan
jumlah jarak ke belakang dalam tiap seksi.
6. Cara perpindahan rambu bergantian antara rambu muka dan rambu belakang. Hal
ini dimaksudkan untuk mengeliminir pengaruh kesalahan nol rambu.
7. Pembacaan selalu didahulukan ke rambu belakang kemudian ke rambu muka.
8. Sebagai kontrol bacaan benang tengah pada rambu :
2 x BT = BA + BB ..............................................................(2.19)dengan :
BT = Benang Tengah.
BA = Benang Atas.
BB = Benang Bawah.
9. Pada saat pembacaan rambu, rambu dibaca setegak mungkin (sebaiknya dilengkapi
dengan nivo).
10. Pembacaan benang tengah pada rambu harus lebih besar dari 0.5 m dan lebih kecil
dari 2.7 m.
II.2 Pemasangan Patok
Pemasangan Patok, untuk mempermudah pekerjaan dan menghemat waktu maka
sebelum dilakukan pemasangan patok perlu dilakukan orientasi lapangan, karena dari sini
kita dapat mengetahui bentuk medan yang sebenarnya. Dari orientasi lapangan ini kita
dapat menentukan titik-titik mana yang perlu diberi patok, dengan demikian untuk
seluruh daerah yang hendak kita petakan dapat kita perkirakan berapa buah patok yang
diperlukan.
Ketentuan-ketentuan pemasangan patok :
1. Untuk pojok batas-batas utama dan titik-titik pertemuan kring dipasang
patok/pilar yang cukup kuat dan stabil serta diberi paku seng /baut.
2. Untuk patok bantu cukup dipasang patok-patok bambu atau kayu ukuran + 5 x 5
cm dan diberi paku payung agar tidak berubah ketinggiannya untuk pengukuran
sipat datar
3. Pemasangan patok bantu harus terlihat satu sama lainnya jangan sampai
terhalang pohon, bangunan, maupun punggungan bukit.
4. Pemasangan patok utama maupun patok bantu posisinya harus sebaik mungkin
sehingga memudahkan untuk berdiri statip alat.
5. Pemasangan patok perlu diperhatikan jangan sampai ada yang sama satu dengan
yang lain.\
6.
\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\
\\\\\\\\\\\\\\\\asangan patok harus seaman mungkin terhadap segala gangguan.
7. Jika terdapat pohon, pemasangan patok cukup dipasang pada akar pohon
tersebut, dicat dan kemudian diberi nomor, diberi tanda pada pohon.
8. Pemasangan patok harus diperhatikan jangan sampai menimbulkan sudut tajam.

Keterangan:
Untuk patok utama, cara pemberian nomor misalnya :
Gambar II.3 Cara Pemberian Nomor Patok
Sedangkan patok untuk titik bantu cara pemberian nomor tidak sama dengan patok
utama, tetapi pada prinsipnya sama, yang berbeda hanya tandanya saja (Hartanto dan
Kustarto, 2012)
II.3 Pengukuran Jarak
II.3.1 Pengukuran Jarak Langsung
Menurut Bagyo (2008), pengukuran jarak langsung, yaitu:
1. Pengertian jarak
Dalam IUT, jarak antara dua titik adalah jarak dalam bidang horizontal, yang
merupakan jarak terpendek  antara dua titik tersebut.

Gambar 1. Bagan pengukuran jarak

2. Peralatan yang digunakan


Peralatan yang digunakan dalam pengukuran langsung  antara lain:
1. Pita ukur : baja, fiberglass, plastik, kain atau campuran
2. Pegas ukur yang terbuat : plat/pita baja dan dilengkapi dengan pegas
pengukurketegangan
3. Rantai ukur yang terbuat dari kawat baja
4. Kayu ukur

Panjang antara 20 m – 50 m ada juga yang 100 m (kecuali kayu 3 – 5 m)


Lebar antara 1 – 2cm dan tebal 0,1 – 0,2mm
Satuan : umumnya dua macam yaitu :
Meter  (0,5 cm – 1 mm) dan inchi (0,125 inchi – 0,1 inchi)
•       alat-lat bantu :
Alat-lat bantu :
1. Yalon atau anjir
2. Pen ukur yang terbuat dari kawat baja
3. Benang dan unting-unting
4. Klinometer atau helling meter atau abney level
5. Jepitan penarik
6. Pegas pengukur ketegangan
7. Cermin atau prisma penyiku
3. Pelurusan
Pelurusan dilakukan apabila pegukuran tidak dapat dilakukan dengan sekali
membentangkan pita ukur karena jarak yang diukur melebihi panjang pita ukur dan atau
permukaan tanah tidak mendatar, shg jarak tsb perlu dipenggal agar setiap penggalan dpt
dilakukan pengukuran jarak dengan  sekali membentangkan pita ukur dan pita ukur dapat
ditarik hingga mendatar.
4. Pelaksanaan pengukuran
a. minimal dilakukan dua orang
b.  dengan menggunakan pita ukur dan pen ukur, maka angka panjang pita ukur
dibaca orang kedua, data dicatat
c. untuk medan  miring, terlebih dulu dilakukan pelurusan dan pembuatan penggal-
penggal.
d. untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, maka dilakukan pengukuran pergi (a – b)
dan pengukuran pulang ( b – a), yang biasanya hasil tidak sama dan hasilnya dirata-
rata.
e. rasio ketelitian pengukuran jarak adalah selisih pergi dan pulang dibagi dengan
jarak rata-rata. Ketelitian berkisar 1:500 smpai 1:300.
5. Cara pencatatan data ukuran jarak langsung
Agar data ukuran-ukuran jarak yang banyak tidak membingungkan dan menjadi
lebih sistematik dan mudah dipahami orang lain, maka data tsb dicata dalam formulir
ukur atau buku ukur dan disertakan sket pengukuran, arah pengukuran dan cara penulisan
data dengan aturan yang baku atau seragam.
Contoh:

6. Pengukuran jarak langsung dlm rintangan


7. Membuat arah obyek tegak lurus sebuah garis
Apabila dilapangan akan dibuat sebuah garis melalui suatu obyek atau garis tsb tegak
lurus garis lain dgn peralatan sederhana, dapat dikerjakan dgn bbrp cara :
1. Perbandingan sisi segitiga siku-siku
2. Menggunakan titik tengah tali busur
3. Bantuan cermin penyiku atau prisma
8. Sumber-sumber kesalahan dalam pengukuran jarak langsung
Kesalahan dalam pengukuran jarak langsung:
1. Pita ukur tidak betul-betul mendatar
2. Unting-unting tidak vertikal betul krn faktor angin, gangguan yang lain
3. Pelurusan yg kurang sempurna
4. Panjang pita ukur tidak standart
5. Kesalahan dlm menghitung jumlah bentangan
6. Kesalahan membaca pita ukur dan pencatatanya
II.3.2 Pengukuran Jarak Optis
Pengukuran jarak optis adalah pengukuran dengan menggunakan alat yang
dilengkapi dengan pengukur jarak optis seperti Waterpass dan Theodolite.
Terdapat 3 benang diafragma pada teropongnya. Dalam pengukuran jarak tidak
langsung terdapat berbagai macam metode dalam pengukurannya yaitu metode
segitiga sama kaki, metode stadia, metode tangensial.
(Pratomo, 2004)
Dalam pengukuran jarak tidak langsung terdapat berbagai macam metode
dalam pengukurannya, yaitu:
1. Metode Segitiga Sama Kaki atau Teropong Miring
Pengukuran jarak dan beda tinggi secara optis dilakukan dengan keadaan
teropong miring atau membentuk sudut kemiringan terhadap bidang datar.
2
Jarak Datar d = 100 (BA – BB) cos a...........................................................(II.3)
Beda Tinggi ∆h = t + V – BT ...........................................................................(II.4)
V = d * tg a.
2. Sistem Stadia

Pengukuran jarak dan beda tinggi secara optis secara stadia dapat
dilakukan dengan bantuan benang diafragma berupa Benang Atas (BA), Benang
Tengah (BT) dan Benang Bawah (BB).
Jarak Datar d = 100 (BA – BB)
Beda Tinggi ∆h = t – BT
1. Sistem Tangensial
tangensial ini dilakukan dengan pembacaan rambu minimal dua kali
dengan menggunakan sudut miring yang berbeda.
Jarak Datar d=
Beda Tinggi ∆h = t + V – BT
II.4 Pengukuran Sipat Datar
Menurut Frick (1979), teknik penyipatan datar dapat dilakukan dengan beberapa
cara, yaitu:
II.4.1.1 Alat waterpas di salah satu titik
Pada cara ini kita meletakkan alat waterpas tepat di atas salah satu titik yang kita
buat. Dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar II.4 Waterpas salah satu titik


II.4.1.2 Alat waterpas di antara dua titik
Cara kedua kita meletakkan alat waterpas di antara kedua titik yang kita buat.
Perhatikan gambar berikut:

Gambar II.5 Waterpas di antara dua titik


II.4.1.3 Alat Waterpas tidak di salah satu titik maupun di antaranya
Berbeda dengan sebelumnya, cara ketika kita lakukan di daerah-daerah yang
memang tidak memungkinkan untuk meletakkan waterpas di atas salah satu titik maupun
diantaranya.
Dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar II.6 Waterpas di luar titik


Dari ketiga cara tersebut, cara yang paling efisien dan efektif adalah cara kedua
yaitu, Alat waterpas berdiri di antara kedua titik. Cara tersebut akan memberi hasil yang
paling teliti karena kesalahan dapat lebih diminimalisir. Apalagi jika alat berdiri tepat di
tengah dengan jarak yang sama antara kedua titik tersebut, kesalahan pembacaan dapat
diminimalisir karena pembacaan akan memberikan hasil yang sama. Sehingga selisih
antara pembacaan benang belakang dan benang muka akan memberikan hasil beda tinggi
kedua titik yang sebenarnya.
II.5 Pengukuran Azimut
Sudut azimuth lebih mudah digunakan dalam pengukuran dibandingkan
sudut arah, terutama dalam hal menghitung poligon dengan komputer. Menurut
Jaelani (2004) ada beberapa metode menentukan azimuth yaitu:
1. Mencari Azimuth dari titik tetap
Gambar II-2 Azimuth dari titik
tetap (Sumber: Jaelani,
2004)

Azimuth dari A ke B dapat dihitung dengan:

.........................................(II.10)

Untuk menghitung azimuth, diperlukan arahnya terletak di kuadran berapa,


dan dapat dilihat dari (xb-xa) dan (yb-ya). Letak kuadran dapat dilihat dari tabel
berikut:
Tabel II-1 Hitungan Azimuth di setiap
Kuadran (Sumber: Jaelani,
2004)
Kuadran (xb-xa) (yb-ya) Azimuth
I + +
0
II + - 180 - | |
o
III - - 180 + | |
0
IV - + 360 - | |

2. Azimut dari rangkaian titik

Gambar II-3 Azimuth dari Rangkaian


titik (Sumber: Jaelani, 2004)
Pada gambar diatas diketahui besar azimuth dan besar sudut maka,
kita dapat mencari azimuth . Besar azimuth dapat dicari dengan
menggunakan formula:
o
= 180
Dengan syarat sebagai berikut:
o
1. Harga 180 dapat dipilih (+) atau (-) hasilnya akan sama saja.
2. Harga , menggunakan (+) apabila sudut di sebelah kiri jurusan A-B-
C, dan menggunakan (-) apabila sudut di sebelah kanan jurusan A-B-C.
o o
3. Bila azimuth lebih besar dari 360 , maka dikurangi oleh 360 dan apabila
o o
kurang dari 0 maka ditambah dengan 360
II.6 Pengukuran Sudut
Menurut Frick (1979), supaya kita mendapatkan nilai penyipatan sudut seteliti
mungkin, kita pergunakan beberapa metode mengukur sudut, sesuai dengan alat ukur
sudut yang digunakan dan dengan ketelitian yang diperlukan.
1. Metode mengukur sudut cara repetisi

Pada metode mengukur sudut cara repetisi kita gunakan teodolit-teodolit dengan
sumbu rangkap (misalnya teodolit Wild n) dan dengan klem lingkaran (misalnya teodolit
Wild n6 atau RDS). Sudut a yang hendak kita ukur, diukur pada lingkaran berskala n-kali
tanpa mencatat pembacaan antaranya seperti terlihat pada gambar di atas. Kita membidik
sasaran kiri P1 terdapat terdapat a1. Kita lepaskan klem penyetel putaran dan bidik sasaran
kanan P2 dan pancangkan klem tadi. Jikalau perlu, kita sekarang baca a l sebagai kontrol
sudut α. Sekarang kita lepaskan Klem lingkaran, putar teropong dalam jurusan jarum jam,
bidik sasaran kiri Pl sekali lagi dan matikan klem lingkaran sesudah kita melepaskan klem
penyetel putaran kita membidik sasaran kanan P2 (repetisi ke-2) dan seterusnya. Metode
ini kita lakukan n-kali dan akhirnya pada sasaran kanan P2 kita membaca lingkaran a 2.
Dengan melakukan peletakan teropong LB, kita mengulangi semua sekali lagi dengan
urutan terbalik dimulai pada sasaran kanan
P2. Sudut α dapat dihitung sebagai α = (a 1 – a2): n. Karena nilai derajat sudah kita ketahui
dari pembacaan kontrol kita dapat mengetahui apakah sebelum dibagi n kita harus
menjumlahkan (a2 - a1) dengan 3600, 7200 dsb. Jikalau sudut α harus direpetisi n' kali kita
mengubah pembacaan pertama sebanyak 180": n'. Dengan menggunakan metode
mengukur sudut cara repetisi.kita dapat meningkatkan ketelitian sebuah alat ukur sudut
sebanyak limakali. Keuntungan metode ini terutama terletak pada pengukuran sudut
paralaksis.
2. Metode mengukur sudut cara reiterasi
Tujuan metode mengukur sudut cara reiterasi sebenarnya sama dengan tujuan metode
mengukur sudut cara repetisi. Metode dengan pengukuran tunggal biasanya dilakukan
pada teodolit dengan sumbu tunggal dan dengan lingkaran yang dapat disetel (misalnya
teodolit Wild T2 dan Wild T3). Kita juga menyipat sudut α antara P1 dan P2 sebanyak n-
kali, akan tetapi pembacaan lingkaran dilakukan sesudah tiap-tiap pembidikan. Kalau kita
membidik misalnya sasaran kiri P1 untuk kedua kali, kita setel lrrrgkaran berskala
sedemikian rupa, sehingga nilai pada sasaran kanan P 2 menjadi permulaan pembacaan
sudut untuk ke-duakalinya.
Metode reiterasi maupun repetisi mengurangi pengaruh kesalahan pada skala
lingkaran.
3. Metode dengan mengukur jurusan

Metode dengan mengukur jurusan biasanya digunakan pada triangulasi


kwarter. Pada titik 6 di gambar 92 kita bidik misalnya 5 arah (4 sudut). Pada metode
dengan mengukur jurusan kita baca lingkaran berskala berturut-turut pada garis bidik
sasaran masing-masing. Sudut masing-masing kemudian kita dapatkan di antara dua garis
bidik. Kita lakukan metode dengan mengukur jurusan seperti berikut: kita memilih suatu
sasaran sebagai titik permulaan (misalnya titik Z menurut gambar di atas. Dengan
meletakkan teropong pada kedudukan B (lihat gambar 61) kita membidik semua sasaran
berturut-turut dalam arah jarum jam, dan kita catat tiap-tiap nilai pada lingkaran berskala.
Sesudah kita mencatat sasaran terakhir (lll kita putar letak teropong ke kedudukan LB dan
mulai dengan pembacaan pada titik 11 kembali ke titik 7. Penyipatan ini menjadi suatu
seri. Menurut ketelitian yang diinginkan seri ini diulangi n-kali dengan mengubah nilai
lingkaran berskala pada tiap-tiap permulaan sebesar 1800: n. Jikalau banyaknya sasaran
lebih dari 5 atau 6, sebaiknya kita bagi atas seri-seri dengan hanya 4 atau 5 sasaran per
seri. Jikalau kita lakukan beberapa seri dari satu titik kedudukan alat ukur sudut
sebaiknya pada seri masing-masing sebagai titik sasaran permulaan dipilih sasaran yang
sama.
4. Metode dengan mengukur sektor-sektor
Metode dengan mengukur sektor-sektor umumnya kita lakukan pada jaringan-
jaringan triangulasi. Pada suatu titik kedudukan alat penyipat ruang kita cari 3 sampai 4
titik tertentu yang terbagi sekeliling titik pertama itu. Dengan menggunakan metode
reiterasi kita mengukur sudut masingmasing la, P, yl pada gambar di atas. Jumlah semua
sudut (α +β+ ɣ) harus 3600. Kesalahan yang timbul dapat dibagi atas sudut-sudut kecil,
misalnya g, h, i, k dan l pada gambar di atas, dengan melakukan metode mengukur
jurusan. Jumlah sudut (g+ h+ i) dan (l+ k) harus menjadi ɣ dsb.
II.7 Metode Pengukuran
II.7.1 Kerangka Dasar Pemetaan Horisontal
Menurut Sinaga (1997) , apabila diperhatikan rumus dasar ilmu ukur tanah, dapat
disimpulkan bahwa koordinat titik selajutnya hanyalah didapatkan apabila koordinat titik
sebelumnya telah diketahui. Dengan demikian apabila masalahnya ditarik mundur, maka
yang menjadi pangkal masalah adalah koordinat titik dan sudut jurusan yang paling awal.
Artinya kedua besaran ini haruslah tetap diketahui sebelumnya.

A
Pengertian diketahui disini dapat diartikan sebagai diberikan (given) yang maksudnya
adalah telah diukurdalam pengukuran yang lalu, dan ukuran tersebut tidak terkait dengan
ukuran yang diselenggarakan sekarang. Atau penyataan yang diketahui tersebut dapat
pula diartikan sebagai pernyataan sembarang.
Apabila diketahui koordinat dua buah titik, maka untuk menentukan koordinat
titik-titik lainnya dibutuhkan sudut dan jarak yang dibentik antara titik yang
bersangkutan. Bentuk kerangka dasar yang seperti ini dikenal dengan nama poligon, yaitu
dengan melakukan pengukuran sudut dan jarak diantara titik-titiknya. Bentuk yang
terlihat di bawah ini dinamakan poligon terbuka.

Setiap pengukuran poligon perlu selalu disediakn titik-titik kontrol yang


umumnya berada pada akhir dari jalur pengukuran tersebut. Cara lain yang juga selalu
dipergunakan adalah dengan meakukan kontrol pada beberapa titik yang dipilih.
Pengukuran kontrol yang dilakukan adalah kontrol azimut matahari yang diikatkan pada
salah satu sisi yang terpilih.
Bentuk lain dari pengukuran poilgon ini adalah tertutup seperti gambar di bawah
ini. Pada pengukuran ini sudut banyak tersebut membentuk suatu segi banyak. Hal yang
sama dilakukan juga, yaitu pengukuran sudut dan jarak diantara titiknya, Dalam bentuk
kerangka sebagai poligon tertutup ini, pengukuran kontrolnya dapat dilakukan di titk
awla saja, karena titik tersebut juga merupakan titik akhir dari pengukuran kerangka
tersebut.

Metode dan teknik pengukuran kontrol ini terdapat pada mata kuliah khusus pada
jurusn Geodesi/Surveying, yaitu penyajian kerangka horisonta;, astronomi geodesi
ataupun pengkuran efek Doppler dari satelit Doppler. Pengukuran azimut matahari
merupakan salah satu teknik pengukuran pada ilmu Astronomi Geodesi tersebut yang
selalu dipakai oleh para surveyor dalam menentukan azimut awal dari suatu kerangka
poligon, serta dalam melaukan kontrol sudut yang dihasilkan dalam pengukuran tersebut.
Rumus koordinat selanjutnya :
Xq=Xp+ dpq sinαpqYq=Yp+ dpq cosαpq Keterangan :
Xp : Koordinat x titik p (awal)
Xq : Koordinat x titik q
Yp : Koordinat y titik p
Yq : Koordinat y titik q
dpq : Jarak antar titik p-q
αpq : Azimut pq
Absis dan Ordinat titik p (titik terdahulu) diketahui , jarak diukur dan sudut
jurusan garis pq diketahui. Apabila titik p adalah titik awal, maka koordinat p serta sudut
jurusan awal tersebut dapat didefinisikan ataupun diukur.
Didefinisikan berarti dapat didefinisikkan sembarang, sehingga seluruh koordinat
mengacu kepada koordinat awal yang sembarang tersebut. Hal ini membuat peta tersebut
dinamakan peta lokal. Namun dapat pula didefinisikan sebagai titik datum, yaitu yang
diperoleh dengan penentuan posisi dan sudut jurusan astronomis. Apabila diukur, maka
ini berarti titik tersebut diikatkan kepada titik-titik yang berada di sekitar wilayah
pengukuran, sehingga sistem koordinat daerah sekitarnya. Peta tersebut terikat pada
sistem peta yang lebih besar.
Apabila perhitungan dilanjutkan dilanjutkan untuk titik r pada gambar A tersebut,
maka data yang dimiliki adalah di titik q, jarak qr dan sudut jurusan qp, yaitu kebalikan
dari sudut jurusan pq yang berselisih 1800
Xr= Xq+dqr sinαqr
Yr=Yq +dqr cosαqr
Besar sudut jurusan αqr didapatkan dari hubungan yang terdapat di antara data
ukuran yang tersebut diatas, yaitu:
αqr=αpq + Spqr−180
Demikian selanjutnya untuk setiap titik dalam kerangka dasar horisontal tersebut
dapat ditentukan besar sudut jurusan yang diperlukan. Dari hubungan koordinat titik,
jarak dan sudut jurusannya, maka akan dapatpula ditentukan koordinat selanjutnya.
II.7.2 Kerangka Dasar Pemetaan Vertikal
Pada kerangka dasar yang sama juga dapat ditentukan ketinggian dari masing titik
ikat. Hal ini umumnya dilakukan dengan pengukuran beda tinggi antar titik ikat tersebut.

Dari gambar ini jelas didapatkan hubungan ketinggian antara titik P dan Q, yaitu :
Hq=Hp= pq
Hal ini dapat disuratkan sebagai, tinggi titik sesudahnya didapat dari tinggi titik
sebelumnya ditambah dengan beda tinggi ( Δ pq) kedua titik tersebut.
II.8 Pemetaan Situasi
Menurut Hartanto dan Kustarto (2012), pada dasarnya pengukuran untuk pemetaan
adalah menentukan posisi horizontal dan posisi vertikal setiap titik di lapangan.Yang
dimaksud titik-titik di sini adalah:
1) Titik-titik yang berfungsi sebagai titik-titik pengontrol pengukuran lebih laniut.
Titik-titik ini disebut sebagai titik kontrol. Seluruh titik.titik kontrol yang ada
(dibuat) merupakan "Kerangka Dasar Pemetaan". Titik ini di lapangan diberi
tanda dengan patok-patok terbuat dari beton atau kayu.
2) Titik-titik bantu yang berfungsi sebagai titik antarlr, apabila pengukuran detail
akan dimulai dan satu titik kontrol dan akan berakhir pada titik kontrol lainnya, di
mana pengukuran dari titik kontrol tersebut tidak dapat dicapai dengan satu kali
pengukuran (satu kali berdiri alat). Sebaiknya titik-titik bantu ini ditandai lain
dengan titik-titik kontrol (patok dibedakan).
3) Titik-titik detail, merupakan titik-titik unsur alam maupun unsur buatan manusia,
misalnya batas-batas tanah (sawah, Iadang, hutan), pinggiran sungai, saluran
irigasi, pojok-pojok bangunan, jembatan, jalan, dll. Juga titik-titik lain yang
dipilih untuk kepeduan pembuatan garis-garis kontur. Garis kontur ini merupakan
suatu cara untuk menggambarkan bentuk topografi permukaan tanah daerah yang
diukur.
Posisi titik-titik tersebut di atas (titik kontrol, titik bantu, titik detail) dapat dinyatakan
dalam sistem koordinat umum (UTM, TM) ataupun dalam sistem koordinat lokal Posisi
dinyatakan dalam sistem umum artinya posisi titik tersebut dinyatakan terhadap suatu
sistem salib sumbu yang berlaku umum untuk seluruh wilayah Negara. Misalnya di
Indonesia terdapat titik-titik dalam sistem umum yaitu titik-titik Triangulasi. Apabila di
daerah yang akan dipetakan tidak terdapat titik Triangulasi, sedangkan posisi titik-
titiknya akan dinyatakan dalam sistem umum maka diperlukan pengukuran tambahan
yaitu pengukuran pengikatan ke titik Triangulasi yang terdekat. Penyelenggaraan titik
kontrol sesuai dengan maksudnya yaitu sebagai pengontrol pengukuran lebih lanjut harus
mempunyai ketelitian posisi lebih baik daipada titik-titik yang lainnya. Dengan perkataan
lain, harus diukur dengan menggunakan peralatan yang lebih teliti. Posisi titik-titik
dinyatakan dalam sistem lokal Artinya posisi titik tersebut dinyatakan terhadap suatu
sistem salib sumbu yang ditetapkan sendiri untuk daerah yang dipetakan, misalnya suatu
titik kontrol (dipilih) ditetapkan mempunyai koordinat dan tinggi
nol atau bilangan tertentu yang dipilih. Sedang titik-titik lain posisinya dinyatakan
terhadap titik referensi tersebut.

Dari gambar tersebut di atas dapat dimengerti bahwa pengukuran untuk pemetaan
dilakukan secara bertahap sebagai berikut:
1) Penyelenggaraan titik kontrol, titik-titik kontrol ini biasanya diselenggarakan dengan
cara poligon. Apabila jumlah titik kontrol dirasa masih kurang dapat diperbanyak dengan
cara pengikatan ke muka atau pengikatan ke belakang.
2) Penyelenggaraan titik bantu,pada contoh di atas titik-titik bantu H1, H2, H3 diukur
dari titik kontrol K2 dan diikat/dikontrol ke titik konrol K5.
3) Penyelenggaraan titik detail, pada contoh di atas titik-titik detail diukur dari titik
kontrol dan dari titik bantu.
Pada praktiknya pengukuran titik kontrol terpisah dari pengukutan titik bantu
maupun titik detail. Sedangkan pengukuran titik bantu dan titik detail dapat dikelakan
secara bersamaan. Setelah pekerjaan pengukuran selesai, tahapan pekerjaan berikutnya
adalah perhitungan dan penggambaran. Perhitungan dilakukan untuk mendapatkan
koordinat titik kontrol dan titik bantu, sedangkan titik-titik detail tidak perlu dihitung
koordinatnya. Dalam penggambaran, titik-titik kontrol dan titik bantu diplot berdasarkan
koordinat sedangkan titik-titik detail diplot berdasarkan arah azimut dan jarak. Setelah
semua titik diplot, barulah ditarik garis-garis kontur.
Pada pemetaan situasi, pengukuran yang dilakukan adalah meliputi:
1. Pengukuran Kerangka Hoizontal
2. Pengukuran Kerangka Vertikal
3. Pengukuran Detail
Sedang metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran tersebut dapat dirinci
sebagai berikut :
a) Pengukuran kerangka horizontal dilakukan dengan metode Poligon, sedang
pengukuran kerangka vertikal dan pengukuran detail dilakukan dengan
metodeTacheometry.
b) Pengukuran kerangka horizontal, kerangka vertikal dan detail semuanya
dilakukan dengan metode Tacheometry.
II.9 Penyajian Ketinggian
II.9.1 Interpolasi Garis Kontur
Menurut Anonim (2010) interpolasi garis kontur dibagi menjadi 3, yaitu
1. Cara taksiran (Visual)
Titik-titik dengan ketinggian yang sama secara visual diinterpolasi dan
diinterpretasikan langsung diantara titik-titik yang diketahui ketinggiannya

2. Cara Hitungan
Cara ini pada dasarnya juga menggunakan dua titik yang diketahui posisi dan
ketinggiannya, hitungan interpolasinya dikerjakan secara numeris (eksak)
menggunakan perbandingan linier.
3. Cara Grafis
Cara grafis dilakukan dengan bantuan garis-garis sejajar yang dibuat pada kertas
transparan (kalkir atau kodatace). Garis-garis sejajar dibuat dengan interval yang
sama disesuaikan dengan tinggi garis kontur yang akan dicari.
II.10 Bidang Tanah
II.10.1 Poligon Terbuka
Dari istilah poligon terbuka, yang dimaksud terbuka di sini adalah poligon
tersebut tidak mempunyai sudut dalam seperti pada poligon tertutup. jadi pengukuran di
mulai dari titik awal tapi tidak kembali ke titik awal.
Poligon terbuka sendiri terbagi menjadi 2 yaitu, terikat sempurna dan tidak
terikat sempurna. Dikatakan terikat sempurna apabila kita mempunyai data-data
koordinat pada titik awal dan titik akhir berupa data koordinat dan elevasi (x,y,z).
Sedangkan terikat tidak sempurna adalah hanya mempunyai data koordinat dan elevasi
pada titik awal saja. Data koordinat tersebut bisa didapatkan dari benchmark. Poligon
terbuka tidak terikat sempurna ini tidak bisa dikoreksi.
Pengukuran poligon terbuka biasa digunakan untuk mengukur jalan, sungai,
maupun irigasi. tapi kenyataannya bisa digunakan untuk mengukur luas lahan terbuka.
namun tetap disarankan untuk menggunakan poligon tertutup apabila mengukur luas
lahan.

Gambar II.7 Contoh Perhitungan Poligon Terbuka


Gambar diatas merupakan gambar poligon terbuka dengan penjelasan sebagai
berikut :
Dalam penghitungan poligon terbuka, diketahui titik – titik tetap (minimal
koordinat 1 dan 2 atau Azimut 1-2) dan tidak ada koreksi.
A, B, C, D = titik-titik ikat yang telah diketahui koordinatnya. α AB, α CD =
Azimut sisi poligon yang telah diketahui koordinatnya.
d12, d23,...= panjang sisi poligon β1, β2, β3, ... = sudut-sudut hasil ukuran persamaan
penyelesaian poligon terbuka terikat sempurna :
Cara kontrol sudut.
α akhir – α awal=(n – 2) x 180 ’ – {β } ................................................(II.1)

Dalam hal ini :


n = banyaknya sudut yang diukur
β = jumlah sudut yang diukur
Adanya kesalahan-kesalahan dalam pengukuran maka persamaan tersebut tidak
dapat terpenuhi, sehingga timbul koreksi sudut sebesar fβ.
Persamaan tersebut menjadi :
α αkhir – α awal=( n – 2 ) x 180 – { β } ± fβ ...........................................................(II.2)

Kesalahan penutup sudut fβ dibagi rata-rata pada semua sudut yang diukur. Bila
kesalahan penutup sudut tidak dapat dibagi rata, maka koreksi sudut terbesar
diberikan pada sudut yang mempunyai sisi terpendek.
Hitungan koreksi :
a. Sudut terkoreksi : βi’ = βi ± fβi .......................................................(II.3)
b. Azimut sisi poligon terkoreksi :
αi’ = αi ± fβi.........................................................................................(II.4)
Hitungan koordinat :
X2 = X1 + d12 sin α12’...........................................................................(II.5)
Y2 = Y1 + d12 cos α12’..........................................................................(II.6)
Cara kontrol koordinat :
X akhir – X awal = {d sin α }
Y akhir – Y awal = { d cos α }
Adanya kesalahan accidental pada ukuran jarak, persamaan tersebut tidak dapat
terpenuhi sehingga persamaan tersebut menjadi :
X akhir – X awal = { d sin α } ± { fx }.............................................. (II.7)
Y akhir – Y awal = { d cos α ) ± { fy }..............................................(II.8)
Keterangan :
{ fx } : koreksi absis
{ fy } : koreksi ordinat
Kesalahan penutup koordinat fx dan fy dibagi rata pada proyeksi absis dan
ordinat, besarnya koreksi sebanding dengan panjang sisi poligon.
Xi = di/{d}x{fx}, misal X12 = d12/{d}x{fx}
Yi = di/{d}x{fy}, misal Y12 = d12/{d}x{fy}
Perhitungan koordinat titik poligon :
X2 = X1 + d12 sinα12’ + X12.......................................................(II.9)
Y2 = Y2 + d12 cosα12’ + Y12......................................................(II.10)
II.10.2 Pemetaan Bidang Tanah (Block Meeting)
Pemetaan Block Meeting adalah pemetaan suatu daerah yang relatif
sempit hanya beberapa ratus sampai beberapa ribu meter persegi, menggunakan
alat ukur jarak ukur langsung (pita ukur) dengan mengabaikan unsur ketinggian.
Adapun prinsip dari pemetaan cara ini adalah dengan cara membuat sebuah atau
beberapa buah segitiga yang melingkupi daerah tersebut dengan kerangka pemetaannya.
Jarak sisi-sisi segitiga diukur secara langsung dengan pita ukur, sehingga dengan cara
sederhana dapat diplot atau digambar dengan geometri
II.10.3 Pembuatan Kerangka Peta
Titik-titik sudut segitiga dipilih pada tempat-tempat yang strategis dan
terbuka, antar titik yang berurutan dapat saling terlihat, misal pada as jalan atau
tepi jalan, kemudian diberi patok kayu yang diberi paku di bagian atasnya, atau
bila titiknya di jalan ditandai dengan paku payung yang diberi lingkaran dari cat.
(Basuki, 2012)
II.10.4 Metode Pengikatan Titik Detail
Detail adalah obyek-obyek yang bersifat tetap yang ada di lapangan, baik
yang bersifat alamiah maupun hasil budaya manusia. Untuk menggambarkan titik
detail tersebut, cukup diambil beberapa buah titik dari detail tersebut yang dapat
mewakili dan dari titik-titik detail tersebut dapat digambarkan kembali geometris
tersebut seperti apa adanya di lapangan. Misal sebuah bangunan yang berbentuk
persegi panjang, cukup diambil 3 pojok-pojok bangunan tersebut, namun bila
berujud segi empat sembarang, maka 4 pojok bangunan tersebut harus diambil
sebagai titik-titik detailnya. Demikian pula tidak semua detail yang ada di lapangan
mesti diukur, pemilihannya selain tergantung dari geometri detail, juga ditentukan
oleh tujuan pemetaan, skala peta yang akan dibuat, dan lain-lain. (Basuki, 2012)
Menurut Wongsoejitro (1983) Metode pengukuran detail dibagi menjadi 3
metode yaitu metode offset, metode polar atau koordinat utara, dan metode
pemotongan (ke muka).
1. Metode offset
Metode pengikatan atau pengukuran detail pada pemetaan planimetris ini
dikenal dengan metode Offset, yang secara besar dapat dibagi menjadi 2 cara, yaitu
(Solikhin, 2012)
a. Metode Penyikuan
Pada metode ini setiap titik detail a, b, c, d, diproyeksikan siku-siku atau
tegak lurus ke garis ukur AB, dengan bantuan cermin sudut atau prisma
sudut. Kemudian diukur langsung jarak-jarak titik detail tersebut dari garis
ukur, yaitu aa’, bb’, cc’ dan dd’, serta jarak titik-titik proyeksi dari titik
sudut pada garis ukur yang bersangkutan yaitu Aa’, Ab’, Ac’ dan Ad’.
Dengan demikian maka posisi titik a, b, c, dan d dapat ditentukan atau
digambarkan. Lihat pada Gambar II-17)

Gambar II-17 Metode Penyikuan (Sumber: Kelompok 3A,


2016)
1. Metode mengikat atau interpolasi
Berbeda dengan dengan metode penyikuan, pada metode ini titik-titik detail
diikat dengan dua garis lurus pada garis ukur.
Menurut Haniah (2008) metode ini terdiri dari 3 cara, yaitu:
a. Cara mengikat pada titik sembarang

Ukur jarak-jarak AP1, AP2, AQ1, AQ2, AR1, AR2, PP1, PP2, QQ1,

QQ2, RR1, RR2, sehingga posisi PQR dapat direkonstruksi posisinya.


Sebagai kontrol dapat pula diukur jarak sisi-sisi dari detail tersebut, misal jarak-
jarak PQ, QR, dan yang lain. Lihat pada Gambar II-18

Gambar II-18 Cara Mengikat Sembarang


(Sumber: Kelompok 3A, 2016)
b. Cara perpanjangan sisi
Cara ini digunakan khususnya untuk detail-detail yang dibatasi oleh
garis-garis lurus, seperti batas tanah/persil, sisi bangunan dan lain-lain.
Perpanjangan sisi dapat dilakukan ke sebuah garis ukur atau lebih,
tergantung dari bentuk dan posisi detail terhadap garis ukur.
Sisi ad dan bc diperpanjang sehingga memotong garis ukur AB dan BC,
masing-masing di d’, c’ dan a’, b’. Ukur jarak-jarak: aa’, bb’, cc’, dd’
dan ac’, ad’, ba’, bb’. Dari ukuran jarak-jarak tersebut maka posisi titik
a, b, c, d dapat digambarkan. Lihat pada Gambar II-19)

Gambar II-19 Cara Perpanjangan Sisi (Sumber: Kelompok 3A, 2016)


a. Cara trilaterasi sederhana
Cara ini pada prinsipnya adalah pengikatan titik detail pada dua (2)
buah titik tetap atau titik kerangka pemetaan, sehingga posisi titik
detail dapat digambarkan dengan prinsip pemotongan kemuka secara
grafis.
Titik-titik detail a, b, c, d masing-masing diikatkan pada dua titik tetap
yaitu: A dan B, sehingga jarak-jarak yang perlu diukur adalah Aa, Ab,
Ac, Ad serta Ba, Bb, Bc, dan Bd.
Dari data tersebut maka ke empat titik tersebut dapat ditentukan posisi
relatifnya terhadap garis AB. Lihat pada Gambar II-20

Gambar II-20 Trilaterasi Sederhana


(Sumber: Kelompok 3A, 2016)
2. Metode Polar atau Koordinat Utara
Pada metode ini, jika selain pembacaan lingkaran horizontal dibaca pula
sudut miringnya, maka posisi titik yang dibidik dapat ditentukan dalam tiga
dimensi (x, y, z). (Wongsoejitro, 1983)
a. Metode Koordinat Kutub
Metode ini memerlukan peralatan pengukur sudut di lapangan seperti
Theodolite atau BTM serta rambu ukur. Cara ini juga disebut
tachimetri, dimana jarak detail ditemukan dengan cara optis, beda tinggi
ditentukan dengan azimuth dan dengan sudut vertical atau sudut miring
dan dengan sudut horizontal. Dalam hal ini, arah dapat ditentukan
dengan azimuth dan dengan sudut dari sisi polygon tertentu (arah).
b. Penentuan Arah dengan Azimuth
Cara ini menggunakan peralatan yang dapat menunjukkan azimuth-
kompas seperti BTM, To atau Theodolite Offset Boussole. Pada detail
yang akan ditentukan posisinya didirikan rambu ukur, kemudian arah
bidikan atau azimuth dibaca pada kompas dan pada rambu dibaca BA,
BB, BT serta sudut kemiringan teropongnya.
c. Penentuan Arah dengan Sudut
Cara ini paling banyak digunakan dalam pemetaan topografi atau peta
teknis. Pada prinsipnya sama dengan cara diatas, tetapi karena disini alat
tidak ada kompas atau boussolenya, maka arah detail ditentukan dengan
menambahkan atau mengurangkan azimuth sisi poligon yang
diacu dengan sudut mendatar antara sisi poligon dan detail yang diukur (βi),
yang diperoleh dari selisih bacaan lingkaran horizontal ke titik acuan
(poligon) dan ke titik detail. Oleh karenanya pada setiap kedudukan alat
ukur, sebelum membidik titik–titik detail terlebih dahulu membidik salah
satu titik poligon di muka atau belakangnya sebagai dasar acuan untuk
menghitung sudut horizontal antara arah titik detail dan arah sisi poligon
(βi), sekaligus untuk menentukan azimuth titik detail tersebut (αAa = αAB ±
βa), karena azimuth sisi poligon (αAB) telah diketahui dari perhitungan
kerangka peta.
3. Metode Pemotongan ke Muka
Apabila karena sesuatu hal orang tidak dapat mendatangi detail yang akan
ditentukan posisinya untuk menempatkan rambu, dari tempat berdiri alat hanya
bisa dibidik arah dan sudut miringnya saja. Oleh karena itu, diperlukan pengukuran
dari dua tempat berdiri alat yang diketahui posisinya (titik poligon). Cara ini
merupakan cara pemotongan ke muka. (Wongsoejitro, 1983)
II.11 Penggambaran
II.11.1 Penggambaran Poligon Utama
Peralatan dan bahan yang di gunakan :
1. Kertas milimeter blok.
2. Kertas kalkir.
3. Peralatan gambar.
4. Busur derajat 360°.
5. Mistar.
6. Alat hitung.
Langkah kerja penggambaran :
1. Menentukan skala penggambaran.
2. Membuat grid batas pada sumbu X dan Y yang di mulai dari angka terkecil dari
hasil hitungan koordinat (X dan Y) penulis menggambarkan grid.
3. Menentukan koordinat awal (titik BM) yang telah ditentukan (277003;9611993).
4. Jika titik BM telah ditentukan dan digambar selanjutnya adalah menggambarkan
titik poligon, metode yang digunakan oleh penulis adalah metode koordinat jadi
titik poligon digambarkan sesuai titik koordinat dari perhitungan data di lapangan.
5. Setelah semua titik poligon digambarkan selanjutnya adalah menggambar titik
situasi.
II.11.2 Penggambaran Situasi
Menurut Menurut Hartanto dan Kustarto (2012), penggambaran situasi:
1. Sediakan kertas gambar ukuran A1 (80 cm x 60 cm)
2. Sediakan alat- alat gamb ar
a. Pensil (H, HB, 28)
b. Penggaris dan Segitiga
c. Busur derajat
d. Rapidogaf/Pena
e. Tintahitam
f. Penghapus pensil dan tinta
g. Kertas Kalkir bila diperlukan.
4) Tarik garis tepi 1. Yz cmpada setiap tepi kertas gambar ;
Tentukan skala penggambaran situasi 1 : 100 atau 1 : 200.Tentukan letak titik koordinat
yang sudah diketahui koordinat di atas kertas gambar ktak titik diatur sedemikian rupa
supaya seluruh gambar masuk dan terletak dengan baik. Buatlah plotring kerangka dasar
dengan argumen azimut dan jarak, dimana azimut yang dipakai sudah diberi koreksi
boussole. Melakukan koreksi grafis, jika hasil plotting kerangka dasar tersebut
mempunyai kesalahan penutup yang masih dalam
batas-batas toleransi kesalahan. Cara melakukan koreksi ;
1) Secara Grafis

Keterangan :
Titik-titik 1.' - 2' - 3' - 4' - 5'- C' hasil plotting cara grafis.
CC'= pergeseran (")
di = jarak antara titik-titik poligon terdekat
Edi= jumlah jarak.
Cara Mengoreksi:
a) Tarik garis CC'
b) Buat melalui tirik-titik L' - 2' - 3' - 4' - 5' garis sejajar CC'
c) Pada garis-garis ini tentukan titik-titik 1, - 2- 3 - 4 – 5 sebagai berikut ;
1,1, = (d1) /E d. X
22, = (d1 + d2) /Zd.X
33'= (d1 +d2+d3)/Id.X
44' = (d1 + d2+ d3 + d4) /D,d.X
55' = (d1 + d2+ d3+ d4+ d5) /Ed.X
b) Secara Numeris
Cara ini dilakukan seperti halnya mengoreksi suatu poligon yang terikat pada dua titik
kontrol yaitu dengan menghitung koordinat setiap titiknya. Misalnya koordinat dihitung
mulai dari titik A hingga titik C. Bila pergeseran titik C ke arah X adalah fxc dan ke aruh
Y adalah fyc, maka masing-masing titik 7' - 2' - 3' - 4' - 5'- C' mendapat
koreksi sebagai berikut:
AX1 = (d1) /Xd.fxc
Ay1 = (dI) /E d.fy.
L,X2 = (d1 + il) /Zd.fxc
L,y2=(d1 +il)/zd.fyc
AX5 = (d1 + d2+d3+d4+ d5)/2,d.fx;
AY5 = (d1 +d2+d3+d4+d5)/2,d.&.
AXC = fxc
AYC = S/c

Melalui kerangka dasar yang telah dibetulkan, selanjutnya dilakukan plotting ke setiap
detail dari masing-masing tempat alat dengan cara polar (argumen azimut dan jarak) satu
demi satu diselesaikan bangunan-bangunan, jalan, sungai, dan sebagainya.
Dilakukan plotting untuk penarikkan garis kontur. Cara membuat garis kontur ada
beberapa macam:
CaraLangsung
Cara ini dilakukan dengan jalan melakukan pengukuran pada tempat/titik yang
mempunyai ketinggian sama, misalnya kita mau menggambarkan garis kontur 500, maka
pengukuran yang dilakukan adalah mencari titik-titik yang mempunyai ketinggian 500,
sehingga bila dihublrngkan titik-titik tersebut langsung diperoleh garis kontur 500.
Cara Tidak Langsung
Cara ini bisa dilakukan dengan tiga metode, yaitu :
Metode Perkiraan, pada metode ini pengukuran dilakukan pada tempat/titik yang
mempunyai interval yang sama (spot levelling) di mana dari titik-titik yang diukur
tersebut diperkirakan ketinggian titik-titik diantaranya sesuai dengan ketinggian garis
kontur yang akan dibuat.
Metode Hitungan (Interpolasi), pada metode ini titik-titik yang akan digambar garis
konturnya didapat dengan interpolasi dari dua buah titik terdekat yang telah diketahui
ketinggiannya (diukur tingginya).
Prinsip interpolasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Metode Grafis, pada metode ini kontur dibuat dengan bantuan suatu alat (kertas
kalkir/kertas yang tembus pandang) yang telah kita berigaris-garis dengan interval sama.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut ini:

Penjelasan mengenai garis kontur:


Kontur adalah cara yang paling banyak digunakan untuk memperlihatkan relief bentuk
dan ketinggian) pada peta-peta topografi, dan merupakan cara yang paling teliti untuk
memperlihatkan ketinggian kemiringan dan bentuk permukaan tanah terutama pada peta-
peta skala besar. Kontur sendiri adalah garis khayal di permukaan tanah yang
menghubungkan titik-titik dengan ketinggian sama. Kontur ini dapat dibayangkan
sebagai garis petpotongan antara bidang mendatar dengan permukaan tanah.Jelaslah
bahwa kontur selalu mendatar. Definisi garis kontur adalah garis pada peta yang
menggambarkan ketinggian permukaan tanah.
Dasar lautan atau danau bentuk dan ketinggiannya dapat pula diperlihatkan dengan garis-
garis kontur. Kontur interval (i) adalah jarak tegak antara dua garis kontur yang
berdekatan, dengan perkataan iarak antara dua bidang mendatar yang berdekatan.
Pemilihan kontur interval tergantung dari skala peta, banyaknya relief dan ketelitian dari
pengukuran.
II.11.3 Penggambaran Bidang Tanah
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III.1 Survei Lapangan


Sebelum melaksanakan pengukuran waterpas, pengukuran poligon dan pengukuran
detail dan situasi. Kita harus melaksanakan survei lapangan terlebih dahulu. Survei
lapangan dilakukan untuk melihat bagaimana keadaan tempat yang ingin kita lakukan
pengukuran.
Dalam survei lapangan, kita mengamati daerah yang kita akan lakukan pengukuran,
bagaimana keadaan dan kondisi daerah tersebut, seperti bagaimana bentuknya, mulai
menentukan gambaran kasar dimana kira-kira kita akan menempatkan patok baik itu
poligon utama maupun poligon cabang. Pada survei kita juga mengamati detail dan
situasi apa saja yang perlu kita ukur, seperti : gedung, pohon besar, taman dan lain-lain.
Kontur pada daerah tersebut juga kita perhatikan.
Setelah melakukan survei pertama, pada survei kedua kita melaksanakan
pemasangan patok dan mensketsa poligon disesuaikan dengan patok yang telah kita
pasang.
III.2 Pemasangan Patok
Sebelum melakukan pengukuran, baik itu pengukuran poligon dengan alat
waterpas, dan teodolit dan pengukuran situasi detail, langkah awal yang penting yaitu
pemasangan patok. Pemasangan patok dilakukan setelah atau bisa bersamaan dengan
survei lapangan pertama. Dimulai dengan menentukan Benchmark yang akan dipakai
(untuk pengukuran poligon), kemudian memasang patok pertama dengan memperhatikan
jarak kira-kira (jangan sampai melebihi 50 meter untuk waterpas), dan dilanjutkan
seterusnya, dan memastikan patok tidak terlalu banyak maupun terlalu sedikit.
Terdapat Bebetapa Syarat dalam Pemasangan Patok:
1. Memastikan patok terlihat apabila dibidik dengan alat.
2. Jarak antar patok tidak boleh terlalu jauh, tidak boleh lebih dari 50 meter dari
tempat alat berdiri (untuk penggunaan waterpas)
3. Memasang patok secukupnya, tidak terlalu banyak, karena akan memeperlama
pengukuran, dan tidak boleh terlalu sedikit, karena semakin banyak patok akan
semakin teliti pengukurannya.
III.3 Pengukuran Dengan Waterpass
III.3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dihunakan pada pengukuran dengan waterpas, yaitu:
1. Waterpas
2. Statif
3. Rambu ukur
4. Pita Ukur
5. Payung
6. Alat tulis
7. Topo 1

III.3.2 Prosedur Pelaksanaan


Adapun prosedur pelaksanaan pengukuran dengan waterpas, yaitu:
1. Menyiapkan seluruh peralatan yang digunakan untuk pengukuran poligon
tertutup.
2. Mendirikan Alat tepat di tengah-tengah antara dua patok, pastikan alat datar,
centering, dan kokoh.
3. Melindungi alat waterpas dengan payung apabila terik.
4. Mendirikan rambu ukur pada patok belakang, memastikan berdiri tegak lurus
dengan patok.
5. Membaca titik dan mencatat bacaan BA, BB, BT.
6. Bacaan yang dibaca merupakan bacaan belakang.
7. Kemudian putar waterpas, membidik patok yang merupakan patok muka.
8. Membaca dan mencatat, bacaan BA, BB, BT.
9. Hasil pembacaan merupakan bacaan muka.
10. Mengukur dan mencatat jarak belakang dan muka dari patok hingga tempat
berdirinya alat.
11. Setelah selesai, memindahkan alat ke tengah-tengah antara dua patok
selanjutnya dan melakukan tahap a-j hingga patok terakhir.
III.4 Pengukuran Dengan Teodolit
III.4.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pengukuran dengan teodolit, yaitu:
a. Teodolit
b. Statif
c. Rambu ukur
d. Pita Ukur
e. Payung
f. Alat tulis
g. Topo 5
III.4.2 Prosedur Pelaksanaan
Berikut ini adalah prosedur pelaksanaan pengukuran dengan alat theodolit:
1. Menyiapkan seluruh peralatan yang digunakan untuk pengukuran poligon
tertutup.
2. Mendirikan Alat tepat di atas patok, pastikan alat datar, centering, dan kokoh.
3. Melindungi alat teodolit dengan payung apabila terik.
4. Membidik patok menggunakan pena terlebih dahulu dan memastikan tegak
lurus dengan benang bacaan.
5. Mendirikan rambu ukur pada patok yang ingin dibidik, memastikan berdiri
tegak lurus dengan patok.
6. Membaca titik dan mencatat bacaan BA, BB, BT.
7. Mencatat sudut vertikal, dan sudut horizontal.
8. Mengukur dan mencatat tinggi Alat dan jarak antar patok
9. Setelah selesai, memindahkan alat ke patok selanjutnya dan melakukan tahap
a-h hingga patok terakhir.
III.5 Pengukuran Detail dan Situasi
III.5.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pengukuran detail situasi, yaitu:
a. Teodolit
b. Statif
c. Rambu ukur
d. Pita Ukur
e. Payung
f. Alat tulis
g. Topo 9
III.5.2 Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan pengukuran detail dan situasi, yaitu:

1. Menyiapkan seluruh peralatan yang digunakan untuk pengukuran poligon


tertutup.
2. Mendirikan Alat tepat di atas patok, pastikan alat datar, centering, dan kokoh.
3. Melindungi alat teodolit dengan payung apabila terik.
4. Mensketsa gambar kasar bidang bidang detail yang ingin di bidik, misal :
gedung, taman, pohon besar, selokan, dan lain-lain.
5. Memberi nomor tiap titik bidng detail, menyesuaikan nomor pada topo 9
dengan
6. Mengukur dan mencatat tinggi alat.
7. Membidik patok sebelumnya menggunakan pena terlebih dahulu dan
memastikan tegak lurus dengan benang bacaan dan men-set 0.
8. Membidik titik detail 1, membaca bacaan benang dan mencatat bacaan BA,
BB dan BT.
9. Membaca dan mencatat bacaan sudut vertikal dan sudut horizontal.
10. Mengulangi langkah 8 dan 9 untuk titik detail selanjutnya hingga titik detail
terakhir.
11. Mengulangi langkah 1-10 untuk patok selanjutnya hingga patok terakhir.
12. Apabila perlu patok cabang, menentukan patok cabang yang sekiranya dapat
mencakup detail sebanyak mungkin.
13. Setelah menentukan patok cabang, mendirikan alat diatas patok cabang
tersebut.
14. Bidik patok poligon terdekat, kemudian melakukan langkah 3-11.
15. Apabila patok cabang, lebih dari 2, memastikan poligon cabang kembali pada
patok poligon utama terdekat.
III.6 Pengukuran Bidang Tanah
III.6.1 Alat dan Bahan
1. Topo
2. Pita Ukur
3. Alat tulis
III.6.2 Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan pengukuran detail dan situasi, yaitu:

1. Menentukan 2 Benchmark terdekat, yaitu : GD-04 dan


2. Menentukan bidang pada lapangan dengan ketentuan bidang berurutan
ukuran 10 m x 10 m.
3. Dengan sketsa berikut:
4. Setelah menentukan dan mensketsa bidang, mengukur jarak titik pertama dari
GD-04 dan GD-
5. Kemudian mengukur titik selanjutnya seperti langkah 4, hingga titik terakhir.
III.7 Penggambaran Waterpass
III.7.1 Alat yang Digunakan
Adapun alat yang digunakan pada penggambaran waterpas, yaitu:
1. Milimeter block.
2. Data topo 2
3. Pensil.
4. Penggaris.
5. Penghapus.
III.7.2 Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan penggambaran waterpas, yaitu:
1. Menentukan skala pada koordinat y dan koordinat x, menyesuaikan pada data
yang ada di topo 2.
2. Menggambar Elevasi titik GD-04, menyesuaikan dengan data jarak, dan
ketinggian yang ada di topo 2.
3. Kemudian dilanjutkan pada titik patok pertama hingga titik terakhir.
III.8 Penggambaran Detail dan Situasi
III.8.1 Alat yang Digunakan
Adapun alat yang digunakan pada penggambaran detail situasi, yaitu:
1. Milimeter block.
2. Data topo 9
3. Pensil.
4. Penggaris.
5. Busur 3600 derajat.
6. Penghapus.
III.8.2 Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan penggambaran detail dan situasi, yaitu:
1. Menggambar poligon utama, dengan:
a. Menentukan skala pada milimeterblock
b. Menggambar Benchmark GD-04, disesuaikan dengan koordinat x dan
koordinat y.
c. Menggambar patok 1 poligon utama, disesuaikan dengan koordinat x dan
koordinat y pada topo perhitungan
d. Menghubungkan GD-04 dengan patok 1
e. Kemudian lakukan langkah c dan d untuk patok berikutnya hingga patok
terakhir.
2. Menggambar detail dan situasi.
a. Jika ingin menggambar detail dan situasi pada suatu titik, menyesuaikan
titik pusat busur pada titk tersebut.
b. Mengarahkan 00 pada back side.
c. Menyesuaikan sudut dan jarak titik detail 1 sesuai dengan data pada topo
9. Dan memberi titik dan memberi nomor titi tersebut pada milimeter block.
d. Melakukan langkah c untuk titik detail selanjutnya hingga titik detail
terakhir.
e. Mengambar dengan disesuaikan data pada topo 9. Misal : gedung, pohon,
selokan dan lain-lain.
f. Melakukan langkah a-e untuk patok selajutnya hingga patok terakhir
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Pengukuran Waterpas Utama

IV.1.1 Hasil
Titik Tinggi Titik
(m)
GD-04 184,466
P1 183,594
P2 183,416
P3 183,086
P4 182,996
P5 183,091
P6 183,283
P7 183,092
P8 183,280
P9 183,489
P10 183,749
P11 184,362
P12 185,616
P13 185,917
P14 187,419
P15 188,765
P16 189,656
P17 188,790
P18 188,648
P19 189,469
P20 188,699
P21 187,844
P22 186,258
P23 185,482

IV.1.2 Pembahasan
Data hasil pengukuran poligon akan berupa sudut horizontal biasa, sudut
horizontal luar biasa, sudut vertikal, tinggi alat, dan bacaan BA, BB, BT.
1. Mula-mula alat diletakkan di titik GD 04 dan ukur tinggi alatnya, kemudian
bidik ke P23. Setelah itu alat direset menjadi 0°0′0″, maka akan didapat pula
data sudut vertikal, BA, BB, dan BT.
2. Kemudian alat membidik P1, maka akan diperoleh data sudut horizontal
sebesar 116°43′17″.
3. Kemudian teropong diputar ke arah luar biasa, kemudian membidik P23,
diperoleh sudut horizontal arah luar biasa 180°0′0″.
4. Kemudian alat membidik P1, diperoleh sudut horizontal arah luar biasa
296°43′12″.
5. Melakukan langkah 1-4 hingga patok P23.
6. Setelah itu menghitung sudut biasa, sudut luar biasa, dan sudut rata-rata pada
titik P1.
7. Sudut biasa : 0°0′0″ - 116°43′17″ + 360° = 116°43′17″
Sudut luar biasa : 180°0′0″ - 296°43′12″ = 116°43′11″
Sudut rata-rata : 15 ° 24 ' 30 + 15°24'50″} over {2 ¿ = 116°43′14″
Melakukan langkah di atas sampai pada patok P23.
8. Sudut rata-rata yang sudah diperoleh kemudian dimasukkan ke form hitungan
poligon tertutup sebagai sudut ukuran (β). Hasil pengukuran di lapangan
ternyata jumlah sudut ukuran (∑β).
9. Di dalam poligon tertutup terdapat koreksi penutup sudut, kemudian
untuk mencari sudut jurusan (α) terlebih dahulu menjumlahkan sudut ukuran
(β).
Besarnya sudut = 3959°59′39″
Syarat besarnya sudut adalah:
( n – 2 ) x 180 = ( 24 – 2 ) x 180°
= 3960°
Hasil pengukuran di lapangan ternyata jumlah sudut ukuran (∑β) sebesar
3959°59′39″ maka:

 = [ ( n – 2 ) x 180° ] + f 

3959°59′39″ = 3960° + f
f = 0°1′35″( koreksi seluruh sudut)
Koreksi per sudut = f / 24
= 0° 0′21″ / 18
= 21 titik sebesar 0° 0’01”
3 titik sebesar 0° 0’00”

1. Toleransi koreksi penutup sudut sebesar 30” √ 24 = 0°2’27”.


2. Jadi, pengukuran yang Kelompok III-B lakukan, memenuhi batas toleransi.
3. Perhitungan Azimut
Sebelum mengolah data, kita harus mengetahui azimut awal terlebih dahulu
dengan rumus
x 2−x 1
α 12=arc tan( )
y 2− y 1
Dengan data yang telah diketahui dari GD 04 dab P1 maka Azimut awalnya :
438124,580−438143,633
α 12=arc tan ( 9220485,760−9220466,944 )
−19,053
¿ arc tan (
18,816 )
¿−45,358576
¿−45°21′31″
Karena X bertanda negatif (-) dan Y bertanda positif (+), maka Azimut
ditambah 360°.
α12 ¿−45°21′31″ + 360°
¿ 314°38′29″
Untuk menghitung Azimut titik selanjutnya yaitu  akhir =  awal 
180.

α1-2 = αGD16-GD11 - β1 + 180°

= 314°38′29″ - 243°40′46″ + 180°

= 250°57′43″

Perhitungan tersebut digunakan sampai αP23-GD16

4. Menjumlahkan jarak (d), diperoleh = 723,547 m


5. Perhitungan koreksi fx
Menghitung d sin α dengan cara :
XGD 04-P1 = dGD 04- P1 sin αGD 04-P1
= 28,553 sin 22°39′20"
= 10,998
Perhitungan tersebut digunakan sampai KXP23-GD 04.
Kemudian dijumlahkan, ternyata hasilnya ≠ 0, melainkan (0,152), maka harus
ada koreksi. Cara menghitung koreksi, yaitu :

d i

k Δ X/titik = Σd ¿−kx

28,553
×(−0,009)
kΔ x 1−2 = 723,547

= 0,000
Perhitungan tersebut digunakan sampai kX1P23-GD 04.
Jumlah dari koreksi tiap titik (kX/titik) harus sama dengan koreksi (kX).
6. Perhitungan koreksi fy
Menghitung d cos α dengan cara :
YGD 04-P1 = dGD 04-P1 cos αGD 04-P1
= 28,553 cos 22°39′20"
= 26,350
Perhitungan tersebut digunakan sampai YP23-GD 04.
Kemudian dijumlahkan, ternyata hasilnya ≠ 0, melainkan (0,294), maka harus
ada koreksi. Cara menghitung koreksi, yaitu :

d i

k Δ Yi/titik = Σd ¿−ky
28 ,553
kΔ y 1−2 = 723 ,547
×(−0,054)

= -0,002
Perhitungan tersebut digunakan sampai kYP23-GD 04.
Jumlah dari koreksi tiap titik (kY/titik) harus sama dengan koreksi (kY).
7. Perhitungan terakhir dari poligon tertutup, yaitu perhitungan koordinat.
Koordinat awal (GD 04) = (438413,5445 m ; 9220746,083 m) sudah
diketahui. Koordinat awal berguna untuk menghitung koordinat selanjutnya.
Rumus yang digunakan adalah :

X1 = XGD 04 + dGD 04-P1 sin αGD 04-P1+ kXGD 04-P1

= 438143,633 m + (-18,872) m + (-0,006) m

= 438124,755 m

Y1 = YGD 04 + dGD 04-P1 cos αGD 04-P1+ kYGD 04-P1

= 9220466,944 m + 18,638 m + (-0,010 m)

= 9220485,572 m

Perhitungan tersebut digunakan sampai kembali ke koordinat GD 04.


8. Kesalahan Jarak Linier
Rumus kesalahan jarak linier adalah sebagai berikut :

FL = √(fx )2+( fy)2


Kesalahan jarak linear :
FL= √(fx )2+( fy)2
= √ (0,009)2 + (0,054)2
= 0,331 m
∑ d = 723,547 m
FL 0,331
Jadi, ketelitian jarak linier = ∑ d = 723,547 = 0,00042 m
Ketelitian jarak linier = 1 : 13.247
9. Toleransi ketelitian jarak linear sebesar = 1 : 2000
10. Jadi, pengukuran yang Kelompok III-B lakukan, memenuhi batas toleransi.
IV.2 Pengukuran Poligon Tertutup

IV.2.1 Hasil
Titik Koordinat
X (meter) Y (meter)
GD-04 438413,544500 9220746,083000
P1 438424,542487 9220772,430694
P2 438435,385951 9220800,357474
P3 438447,210221 9220830,428940
P4 438455,187493 9220853,832115
P5 438442,032495 9220878,280170
P6 438416,200447 9220888,442195
P7 438389,049281 9220898,804895
P8 438362,066474 9220908,761560
P9 438332,690228 9220920,595189
P10 438309,540249 9220929,373981
P11 438286,188175 9220938,216332
P12 438239,242936 9220955,285649
P13 438231,100462 9220945,149551
P14 438221,643192 9220920,850779
P15 438213,267278 9220899,142517
P16 438209,417367 9220878,390385
P17 438244,613235 9220871,060811
P18 438279,176636 9220874,775935
P19 438297,926472 9220837,686475
P20 438333,311449 9220819,469423
P21 438342,703649 9220783,888192
P22 438374,021761 9220770,678728
P23 438385,620992 9220744,100482
IV.2.2 Pembahasan

IV.3 Pengukuran Situasi

IV.3.1 Hasil

IV.3.2 Pembahasan

IV.4 Pengukuran Bidang Tanah

IV.4.1 Hasil

IV.4.2 Pembahasan

Anda mungkin juga menyukai