Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU UKUR TANAH I


(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Ukur Tanah II)

Disusun oleh :
Kelompok III-B
Reforma Azhim Fadli 21110116140046
Jeremia Jovanska 21110116130057
Sekar Melati Ramadhani 21110116140078
Irfan Nuzul Rahman 21110116130082
Jelly Resky Kelana Rampu 21110116130083

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS DIPONEGORO
Jl. Prof. Sudarto SH, Tembalang Semarang Telp. (024) 76480785, 76480788
e-mail: geodesi@undip.ac.id
2016
HALAMAN PENGESAHAN

“Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II” Ini telah diperiksa, disetujui dan
disahkan oleh Asisten Dosen dan Dosen sebagai tugas mata kuliah Ilmu Ukur
Tanah I Program studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Disusun Oleh:
Kelompok III B
1. Reforma Azhim Fadli 21110116140046
2. Jeremia Jovanska 21110116130057
3. Sekar Melati Ramadhani 21110116140078
4. Irfan Nuzul Rahman 21110116130082
5. Jelly Resky Kelana Rampu 21110116130083

Semarang, Juni 2017


Asisten Praktikum,

Ryan Irfana
NIM. 21110113140070

Dosen Mata Kuliah, Dosen Pembimbing Praktikum,

Ir. Bambang Sudarsono, M.S. Abdi Sukmono, S.T., M.T.


NIP.195709131986031001 NIP.198811182014041002
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Laporan Praktikum Ilmu Ukur Tanah II Pengukuran Alat Teodolit dan
Waterpas ini,
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada :
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat
dan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Sawitri Subiyanto, M.Si., selaku ketua jurusan Teknik
Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
2. Bapak Ir. Bambang Sudarsono, M.S. dan Ibu Ir. Hani’ah, selaku dosen
mata kuliah Ilmu Ukur Tanah II.
3. Bapak Abdi Sukmono, S.T., M.T., selaku dosen praktikum mata
kuliah Ilmu Ukur Tanah I.
4. Bapak Ir. Sutomo Kahar, M.Si., selaku ketua Laboratorium
Pengukuran dan Pemetaan Teknik Geodesi Universitas Diponegoro.
5. Ryan Irfana, selaku asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Tanah II
yang telah membimbing kami dalam penyusunan laporan ini.
6. Seluruh pihak yang telah membantu kami dalam menyusun laporan
praktikum Ilmu Ukur Tanah II.
Laporan ini merupakan tugas setelah penulis mengetahui dan memahami
bagaimana sistematika pengukuran alat teodolit dan waterpas di lapangan.
Penulis menyadari penulisan laporan ini masih sangat jauh dari sempurna,
karena kurangnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh
Karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Semarang, November 2016

Penulis,
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Umum
Geodesi berasal dari bahasa Yunani, Geo (γη) = bumi dan daisia / daiein
(δαιω) = membagi, kata geodaisia atau geodeien berarti membagi bumi. Geodesi
termasuk bidang Geosciences selain Engineering Sciences dan merupakan salah
satu cabang dari ilmu matematika terapan yang menentukan:
1. Posisi yang pasti dari tempat-tempat di permukaan bumi melalui
pengukuran dan pengamatan.
2. Ukuran dan luas dari sebagian besar permukaan bumi, mulai dari persil
sampai dengan wilayah sebuah negara.
3. Bentuk dan ukuran bumi serta variasi dari gaya berat terestrial.
Geodesi juga dapat disebut sebagai ilmu yang mempelajari permukaan
bumi, baik itu di darat maupun di laut atau dapat disebut sebagai ilmu pemetaan.
Sedangkan definisi peta itu sendiri adalah hasil pengukuran dan penyelidikan
yang dilakukan baik secara langsung atau pun tidak langsung mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan permukaan bumi.
Pada era pembangunan dewasa ini ketersediaan peta menjadi suatu hal yang
tak dapat ditinggalkan, terlebih-lebih untuk pembangunan fisik. Sebagaimana
kemajuan di bidang ilmu dan teknologi yang demikian pesat, wahana atau teknik
pemetaan pun sudah sedemikian berkembang, baik dalam hal teknik pengumpulan
datanya maupun proses pengolahannya dan penyajiannya baik secara spasial
maupun sistem informasi kebumian lainnya. Cakupan wilayah kajiannya pun
menjadi tidak terbatas, demikian pula wilayah kerjanya. Permasalahan tersebut di
atas termasuk dalam wilayah kerja atau disiplin ilmu geodesi dan geomatika.
Ilmu ukur tanah adalah bagian dari ilmu geodesi yang mempelajari cara-
cara pengukuran di permukaan bumi dan di bawah tanah untuk berbagai keperluan
seperti pemetaan dan penentuan posisi relatif pada daerah yang relatif sempit
sehingga unsur kelengkungan permukaan bumi dapat diabaikan. Sedangkan,
geodesi mencakup kajian dan pengukuran yang lebih luas, tidak sekedar pemetaan
dan penentuan posisi di darat, namun juga di dasar laut untuk berbagai keperluan,
juga penentuan bentuk dan dimensi bumi baik dengan pengukuran di bumi dan
dengan bantuan pesawat udara maupun dengan satelit dan sistem informasinya.
Tujuan, cakupan, lingkup dan wahana untuk penyajian tersebut berbeda-beda,
oleh karenanya disiplin dari surveying dapat digolongkan dalam beberapa bidang
studi, yaitu:

1. Survei geodesi (geodetic surveying)


2. Survei permukaan tanah datar (plane surveying)
a. Survei topografi (topographic surveying)
b. Survei kadaster (cadastral surveying)
c. Survei rekayasa (engineering surveying)
d. Survei tambang (mine surveying)
3. Survei hidrografi (hydrographic surveying)
4. Survei fotogrametri (photogrammetric surveying)
5. Survei radargrametri (radargrammetric surveying)
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah I ini, survei yang dipelajari adalah survei
permukaan tanah datar (plane surveying). Survei permukaan tanah datar
merupakan survei yang meliputi pengukuran dalam wilayah yang terbatas
sehingga efek kelengkungan permukaan bumi dapat diabaikan dan
perhitungannya dapat langsung direferensikan pada bidang datar.
Pengukuran yang dilakukan di praktikum ini meliputi pengukuran poligon
tertutup, waterpas terbuka, waterpass tertutup serta cross section. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan waterpas dan teodolit.
Pengukuran menggunakan waterpas akan didapat data beda tinggi
sehingga menghasilkan peta memanjang. Sedangkan, pengukuran menggunakan
alat ukur teodolit didapat data sudut yang kemudian diolah hingga menghasilkan
koordinat.
I.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dari praktikum ini adalah :
1. Agar mahasiswa memahami Ilmu Ukur Tanah II
2. Agar Mahasiswa mengetahui dan memahami bagaimana cara
pengukuran lapangan, mengolah dan menghitung data hasil
pengukuran.
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui dan memahami pengukuran alat Teodolit
2. Mengetahui dan memahami pengukuran alat waterpas
3. Mengetahui dan memahami pengukuran Pengukuran Situasi
4. Mengetahui dan memahami penggambaran
5. Dapat mengetahui hasil pengukuran poligon.
6. Agar dapat mengetahui permukaan suatu daerah yang diukur.
I.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum Ilmu Ukur Tanah 2 ini, yaitu :
1. Berapa koreksi data yang dihasilkan oleh pengukuran waterpas di
wilayah Fakultas Sains dan Matematika B Universitas Diponegoro?

2. Berapa koreksi data yang dihasilkan oleh pengukuran poligon di


wilayah Fakultas Sains dan Matematika B Universitas Diponegoro?
3. Apakah ketelitian linear perhitungan poligon sudah memenuhi ?

4. Berapa hasil pengukuran luas bidang tanah di wilayah Fakultas Sains


dan Matematika B Universitas Diponegoro?
I.4 Ruang Lingkup Praktikum
Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah II ini, memiliki ruang lingkup yang
meliputi :
1. Poligon tertutup
a. Pengaturan alat teodolit
b. Pengukuran poligon tertutup
c. Pengukuran detail (situasi) baik gedung maupun kontur
2. Pengukuran sipat datar
a. Pengaturan alat waterpas
b. Pengukuran waterpas tertutup
c. Pengukuran beda tinggi
3. Pengukuran detail situasi menggunakan alat teodolit
4. Perhitungan-perhitungan dari data yang telah didapat
Penggambaran di milimeter blok dan kertas kalkir

I.5 Lokasi dan Waktu Praktikum


Praktikum Ilmu Ukur Tanah II kelompok III-B dilaksanakan di dua lokasi,
yaitu :
1. Pengukuran menggunakan alat teodolit, alat waterpas, situasi detail,dan
bidang tanah dilaksanakan di kawasan Gedung Fakultas Sains dan
Matematika bagian Universitas Diponegoro Semarang..
I.6 Sistematika Pembuatan Laporan
Sistematika dari penyusunan laporan ini terdiri atas 5 bab, yaitu sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan tentang pengetahuan umum, maksud dan tujuan dalam
pengukuran ini, rumusan masalah, ruang lingkup pengukuran yang
dilakukan, lokasi dan waktu praktikum, serta sistematika dalam pembuatan
laporan.
BAB II DASAR TEORI
Berisi tentang penjelasan mengenai alat ukur yang dipakai, pemasangan
patok, pengukuran jarak, pengukuran sipat datar, pengukuran azimuth
pengukuran sudut, metode pengukuran, pemetaan situasi, penyajian
ketinggian, bidang tanah, dan penggambaran,
BAB III METODE PENELITIAN
Berisi penjelasan tentang survei lapangan, pemasangan patok, pengukuran
dengan waterpas, pengukuran dengan teodolit, pengukuran detail situasi,
pengukuran bidang tanah, penggambaran waterpas, dan penggambaran
detail dan situasi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi penjelasan mengenai hasil data yang didapat dari pengukuran dengan
menggunakan alat waterpas dan teodolit. Menjelaskan tentang pengukuran
waterpass utama, pengukursan poligon tertutup, pengukuran situasi, dan
pengukuran bidang tanah. Serta berisi hasil dari perhitungan data yang ada
.
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dari praktikum Ilmu Ukur Tanah II. Saran dan
kritik yang diperlukan untuk pihak terkait yang sekiranya akan
melaksanakan praktikum atau akan melanjutkannya.
BAB II
DASAR TEORI

II.1 Alat Ukur


II.1.1 Alat Waterpas
Jikalau kita ingin menentukan beda tinggi pada jarak jauh dengan teriti,
garis bidik harus kita tentukan dengan suatu alat bidik yang teliti tanpa ada
paralaks dan untuk membaca mistar diperlukan sebuah teropong. Atas dasar dua
ketentuan ini dikonstruksikan semua alat penyipat datar (waterpas).(Frick, 1979)

II.1.2 Alat Teodolit


Menurut Brinker dan Wolf (2000), dalam penampilan umum teodolit
berbeda dengan transit Amerika (ringkas, ringan dan "ramping") dan dalam
rancangan karena berbagai ciri, di antaranya yang penting adalah sebagai berikut:
1. Teropongnya pendek, mempunyai benang silang digoreskan pada kaca,
dan dilengkapi dengan alat bidikan senapan atau kolimator untuk
pengarahan kasar.
2. Lingkaran-lingkaran hoisontal dan vertikal dibuat dari kaca dengan
garis-garis pembagian skala dan angka digoreskan di permukaannya.
Garis-garisnya amat tipis
Gambar lG8. Kerangka-bawah-teodolit baku untuk kebanyakan teodolit
dirancang untuk saling tukar dengan berbagai alat tambahan. D sini kerangka-
bawah teodolit ditunjukkan cocok dengan sasaran bidik (kiri) dan pemantul
EDM (kanan). (Atas kebaikan Wild Heerbrugg Instruments, Inc.).
(0,004 mm), pendek (0,05 sampai 0,10 mm) dan lebih jelas tajam
daripada hasil goresan pada logam. Lingkaran-lingkaran bergaris tengah
kecil dengan pembagian skala saksama dapat dibuat dan inilah alasan
mengapa instrumen demikian ringkas. Lingkaran-lingkaran dibagi
dalam derajat sexagesimal konvensional dan bagian-bagiannya (360"),
atau dalam "grades" sentisimal (lingkaran penuh dibagi menjadi 400s)'
3. Lingkaran vertikal kebanyakan teodolit diberi penunjuk saksama
terhadap arah gaya tarik bumi dengan satu dari dua cara: (a) dengan
sebuah pemampas otomatik atau (b) dengan nivo kolimasi atau nivo
lingkaran vertikal, biasanya jenis ujung gelembung-berimpit
dihubungkan dengan sistem pembacaan lingkaran vertikal. Keduanya
menyebabkan adanya bidang acuan yang lebih teliti untuk pengukuran
sudut vertikal daripada nivo piringan yang dipakai pada transit.
4. Sistem-sistem pembacaan lingkaran pada dasarnya terdiri atas sebuah
mikroskop dengan optika di dalam instrumen. Sebuah okuler
pembacaan biasanya ada di dekat okuler teropong atau ditempatkan di
salah satu penopang. Beberapa instrumen memiliki mikrometer optis
untuk pembacaan pecahan interval lingkaran (pembagian skala
mikrometer dilihat melalui mikroskop-baca); sedangkan lainnya
bersifat baca "langsung". Pada kebanyakan teodolit, ada sebuah cermin
ditempatkan pada satu penopang yang dapat diatur untuk memantulkan
sinar ke dalam instrumen dan menerangi lingkaran untuk pemakaian
siang hari. Sistem pembacaan lingkaran dapat dilengkapi dengan sistem
penerangan memakai baterai untuk pekerjaan malam hari dan di bawah
tanah. Beberapa teodolit yang lebih baru juga memakai sistem
penerangan memakai baterai pengganti cermin untuk pekerjaan siang
hari.
5. Putaran mengelilingi sumbu / terjadi dalam tabung baja atau pada bola-
bantalan poros (precision ball bearings) saksama, atau gabungaq
keduanya.
6. Bidang sekrup penyetel terdiri dari tiga sekrup atau roda sisir.
7. Dasar atau kerangka-bawah teodolit sering dirancang agar instrumen
dapat saling tukar dengan alat-alat tambatrannya (9saran, EDMI,
batang-ukur jarak, dan seterusnya) tanpa mengganggu pemusatan pada
titik pengrkuran. Gambar 10-8, misalnya, menunjukkan penempatan
sasaran bidik dan sebuah pemantul EDM pada keraggka bawah teodolit.
8. Pemusat optis, terpasang ke dalam dasar atau alidade kebanyakan
teodolit, menggantikan bandul unting-unting dan menyebabkan
pemusatan dapat dilakukan dengan ketelitian tinggi.
9. Kotak pembawa untuk teodolit terbuat dari baja, logam campuran, atau
plastik berat. Kotak pembawa biasanya ringfuas, kedap air dan dapat
dikunci.
10. Alat-alat ukur iarak dapat bersifat bagian permanen dan terpadu dari
teodolit. Takimeter misalnya, adalah teodolit yang mengukur jarak
lereng secara otomatik mengubahnya menjadi komponen-komponen
horisontal dan vertikal. Beberapa teodolit memiliki alat EDM terpasang
tetap yang memungkinkan pengukuran jarak lereng, sudut-sudut
horisontal dan vertikal dengan sekali pemasangan alat.
11. Berbagai alat tambahsn meningkatkan kemampuan teodolit. Sehingga
dapat digunakan secara khusus misalnya pengamatan astronomis.
Kompas lebih merupakan alat tambahan daripada bagian terpadu
sebuah teodolit. Perlengkapan giroskopik adalah sangat mahal tetapi
berharga untuk pemakaian-pernakaian tertentu.
12. Kaki tiganya jenis kerangka lebar. Beberapa di antaranya dari logam
dan mempunyai alat untuk mendatarkan secara kasar bagian atasnya
dan pemusatan mekanik sehingga tak perlu bandul unting-unting atas
pemusatan optis.
II.1.3 Statip
II.1.4 Rambu Ukur

II.2 Pemasangan Patok


Pemasangan Patok, untuk mempermudah pekerjaan dan menghemat waktu
maka sebelum dilakukan pemasangan patok perlu dilakukan orientasi lapangan,
karena dari sini kita dapat mengetahui bentuk medan yang sebenarnya. Dari
orientasi lapangan ini kita dapat menentukan titik-titik mana yang perlu diberi
patok, dengan demikian untuk seluruh daerah yang hendak kita petakan dapat kita
perkirakan berapa buah patok yang diperlukan.
Ketentuan-ketentuan pemasangan patok :
1. Untuk pojok batas-batas utama dan titik-titik pertemuan kring dipasang
patok/pilar yang cukup kuat dan stabil serta diberi paku seng /baut.
2. Untuk patok bantu cukup dipasang patok-patok bambu atau kayu ukuran
+ 5 x 5 cm dan diberi paku payung agar tidak berubah ketinggiannya
untuk pengukuran sipat datar
3. Pemasangan patok bantu harus terlihat satu sama lainnya jangan sampai
terhalang pohon, bangunan, maupun punggungan bukit.
4. Pemasangan patok utama maupun patok bantu posisinya harus sebaik
mungkin sehingga memudahkan untuk berdiri statip alat.
5. Pemasangan patok perlu diperhatikan jangan sampai ada yang sama satu
dengan yang lain.\
6.
\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\
\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\asangan patok harus seaman mungkin terhadap segala
gangguan.
7. Jika terdapat pohon, pemasangan patok cukup dipasang pada akar pohon
tersebut, dicat dan kemudian diberi nomor, diberi tanda pada pohon.
8. Pemasangan patok harus diperhatikan jangan sampai menimbulkan sudut
tajam.

Keterangan:
Untuk patok utama, cara pemberian nomor misalnya :
Gambar II.1 Cara Pemberian Nomor Patok
Sedangkan patok untuk titik bantu cara pemberian nomor tidak sama dengan
patok utama, tetapi pada prinsipnya sama, yang berbeda hanya tandanya saja
(Hartanto dan Kustarto, 2012)
II.3 Pengukuran Jarak
II.3.1 Pengukuran Jarak Langsung
Menurut Bagyo (2008), pengukuran jarak langsung, yaitu:
1. Pengertian jarak
Dalam IUT, jarak antara dua titik adalah jarak dalam bidang horizontal,
yang merupakan jarak terpendek  antara dua titik tersebut.

Gambar 1. Bagan pengukuran jarak


2. Peralatan yang digunakan
Peralatan yang digunakan dalam pengukuran langsung  antara lain:
1. Pita ukur : baja, fiberglass, plastik, kain atau campuran
2. Pegas ukur yang terbuat : plat/pita baja dan dilengkapi dengan pegas
pengukurketegangan
3. Rantai ukur yang terbuat dari kawat baja
4. Kayu ukur
Panjang antara 20 m – 50 m ada juga yang 100 m (kecuali kayu 3 – 5 m)
Lebar antara 1 – 2cm dan tebal 0,1 – 0,2mm
Satuan : umumnya dua macam yaitu :
Meter  (0,5 cm – 1 mm) dan inchi (0,125 inchi – 0,1 inchi)
•       alat-lat bantu :
Alat-lat bantu :
1. Yalon atau anjir
2. Pen ukur yang terbuat dari kawat baja
3. Benang dan unting-unting
4. Klinometer atau helling meter atau abney level
5. Jepitan penarik
6. Pegas pengukur ketegangan
7. Cermin atau prisma penyiku
3. Pelurusan
Pelurusan dilakukan apabila pegukuran tidak dapat dilakukan dengan sekali
membentangkan pita ukur karena jarak yang diukur melebihi panjang pita ukur
dan atau permukaan tanah tidak mendatar, shg jarak tsb perlu dipenggal agar
setiap penggalan dpt dilakukan pengukuran jarak dengan  sekali membentangkan
pita ukur dan pita ukur dapat ditarik hingga mendatar.
4. Pelaksanaan pengukuran
a. minimal dilakukan dua orang
b.  dengan menggunakan pita ukur dan pen ukur, maka angka panjang pita
ukur dibaca orang kedua, data dicatat
c. untuk medan  miring, terlebih dulu dilakukan pelurusan dan pembuatan
penggal-penggal.
d. untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, maka dilakukan pengukuran pergi
(a – b) dan pengukuran pulang ( b – a), yang biasanya hasil tidak sama dan
hasilnya dirata-rata.
e. rasio ketelitian pengukuran jarak adalah selisih pergi dan pulang dibagi
dengan jarak rata-rata. Ketelitian berkisar 1:500 smpai 1:300.
5. Cara pencatatan data ukuran jarak langsung
Agar data ukuran-ukuran jarak yang banyak tidak membingungkan dan
menjadi lebih sistematik dan mudah dipahami orang lain, maka data tsb dicata
dalam formulir ukur atau buku ukur dan disertakan sket pengukuran, arah
pengukuran dan cara penulisan data dengan aturan yang baku atau seragam.
Contoh:

6. Pengukuran jarak langsung dlm rintangan


7. Membuat arah obyek tegak lurus sebuah garis
Apabila dilapangan akan dibuat sebuah garis melalui suatu obyek atau garis tsb
tegak lurus garis lain dgn peralatan sederhana, dapat dikerjakan dgn bbrp cara :
1. Perbandingan sisi segitiga siku-siku
2. Menggunakan titik tengah tali busur
3. Bantuan cermin penyiku atau prisma
8. Sumber-sumber kesalahan dalam pengukuran jarak langsung
Kesalahan dalam pengukuran jarak langsung:
1. Pita ukur tidak betul-betul mendatar
2. Unting-unting tidak vertikal betul krn faktor angin, gangguan yang lain
3. Pelurusan yg kurang sempurna
4. Panjang pita ukur tidak standart
5. Kesalahan dlm menghitung jumlah bentangan
6. Kesalahan membaca pita ukur dan pencatatanya
II.3.2 Pengukuran Jarak Optis

II.4 Pengukuran Sipat Datar


Menurut Frick (1979), teknik penyipatan datar dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
II.4.1.1 Alat waterpas di salah satu titik
Pada cara ini kita meletakkan alat waterpas tepat di atas salah satu titik
yang kita buat. Dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar II.2 Waterpas salah satu titik

II.4.1.2 Alat waterpas di antara dua titik


Cara kedua kita meletakkan alat waterpas di antara kedua titik yang kita
buat. Perhatikan gambar berikut:

Gambar II.3 Waterpas di antara dua titik


II.4.1.3 Alat Waterpas tidak di salah satu titik maupun di
antaranya
Berbeda dengan sebelumnya, cara ketika kita lakukan di daerah-daerah
yang memang tidak memungkinkan untuk meletakkan waterpas di atas salah satu
titik maupun diantaranya.
Dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar II.4 Waterpas di luar titik


Dari ketiga cara tersebut, cara yang paling efisien dan efektif adalah cara
kedua yaitu, Alat waterpas berdiri di antara kedua titik. Cara tersebut akan
memberi hasil yang paling teliti karena kesalahan dapat lebih diminimalisir.
Apalagi jika alat berdiri tepat di tengah dengan jarak yang sama antara kedua titik
tersebut, kesalahan pembacaan dapat diminimalisir karena pembacaan akan
memberikan hasil yang sama. Sehingga selisih antara pembacaan benang
belakang dan benang muka akan memberikan hasil beda tinggi kedua titik yang
sebenarnya.
II.5 Pengukuran Azimut
II.6 Pengukuran Sudut
Menurut Frick (1979), supaya kita mendapatkan nilai penyipatan sudut seteliti
mungkin, kita pergunakan beberapa metode mengukur sudut, sesuai dengan alat
ukur sudut yang digunakan dan dengan ketelitian yang diperlukan.
1. Metode mengukur sudut cara repetisi
Pada metode mengukur sudut cara repetisi kita gunakan teodolit-teodolit
dengan sumbu rangkap (misalnya teodolit Wild n) dan dengan klem lingkaran
(misalnya teodolit Wild n6 atau RDS). Sudut a yang hendak kita ukur, diukur
pada lingkaran berskala n-kali tanpa mencatat pembacaan antaranya seperti
terlihat pada gambar di atas. Kita membidik sasaran kiri P 1 terdapat terdapat a1.
Kita lepaskan klem penyetel putaran dan bidik sasaran kanan P 2 dan pancangkan
klem tadi. Jikalau perlu, kita sekarang baca al sebagai kontrol sudut α. Sekarang
kita lepaskan Klem lingkaran, putar teropong dalam jurusan jarum jam, bidik
sasaran kiri Pl sekali lagi dan matikan klem lingkaran sesudah kita melepaskan
klem penyetel putaran kita membidik sasaran kanan P2 (repetisi ke-2) dan
seterusnya. Metode ini kita lakukan n-kali dan akhirnya pada sasaran kanan P2
kita membaca lingkaran a2. Dengan melakukan peletakan teropong LB, kita
mengulangi semua sekali lagi dengan urutan terbalik dimulai pada sasaran kanan
P2. Sudut α dapat dihitung sebagai α = (a 1 – a2): n. Karena nilai derajat sudah kita
ketahui dari pembacaan kontrol kita dapat mengetahui apakah sebelum dibagi n
kita harus menjumlahkan (a2 - a1) dengan 3600, 7200 dsb. Jikalau sudut α harus
direpetisi n' kali kita mengubah pembacaan pertama sebanyak 180": n'. Dengan
menggunakan metode mengukur sudut cara repetisi.kita dapat meningkatkan
ketelitian sebuah alat ukur sudut sebanyak limakali. Keuntungan metode ini
terutama terletak pada pengukuran sudut paralaksis.
2. Metode mengukur sudut cara reiterasi
Tujuan metode mengukur sudut cara reiterasi sebenarnya sama dengan tujuan
metode mengukur sudut cara repetisi. Metode dengan pengukuran tunggal
biasanya dilakukan pada teodolit dengan sumbu tunggal dan dengan lingkaran
yang dapat disetel (misalnya teodolit Wild T2 dan Wild T3). Kita juga menyipat
sudut α antara P1 dan P2 sebanyak n-kali, akan tetapi pembacaan lingkaran
dilakukan sesudah tiap-tiap pembidikan. Kalau kita membidik misalnya sasaran
kiri P1 untuk kedua kali, kita setel lrrrgkaran berskala sedemikian rupa, sehingga
nilai pada sasaran kanan P2 menjadi permulaan pembacaan sudut untuk ke-
duakalinya.
Metode reiterasi maupun repetisi mengurangi pengaruh kesalahan pada skala
lingkaran.
3. Metode dengan mengukur jurusan

Metode dengan mengukur jurusan biasanya digunakan pada triangulasi


kwarter. Pada titik 6 di gambar 92 kita bidik misalnya 5 arah (4 sudut). Pada
metode dengan mengukur jurusan kita baca lingkaran berskala berturut-turut pada
garis bidik sasaran masing-masing. Sudut masing-masing kemudian kita dapatkan
di antara dua garis bidik. Kita lakukan metode dengan mengukur jurusan seperti
berikut: kita memilih suatu sasaran sebagai titik permulaan (misalnya titik Z
menurut gambar di atas. Dengan meletakkan teropong pada kedudukan B (lihat
gambar 61) kita membidik semua sasaran berturut-turut dalam arah jarum jam,
dan kita catat tiap-tiap nilai pada lingkaran berskala. Sesudah kita mencatat
sasaran terakhir (lll kita putar letak teropong ke kedudukan LB dan mulai dengan
pembacaan pada titik 11 kembali ke titik 7. Penyipatan ini menjadi suatu seri.
Menurut ketelitian yang diinginkan seri ini diulangi n-kali dengan mengubah nilai
lingkaran berskala pada tiap-tiap permulaan sebesar 1800: n. Jikalau banyaknya
sasaran lebih dari 5 atau 6, sebaiknya kita bagi atas seri-seri dengan hanya 4 atau
5 sasaran per seri. Jikalau kita lakukan beberapa seri dari satu titik kedudukan alat
ukur sudut sebaiknya pada seri masing-masing sebagai titik sasaran permulaan
dipilih sasaran yang sama.
4. Metode dengan mengukur sektor-sektor
Metode dengan mengukur sektor-sektor umumnya kita lakukan pada
jaringan-jaringan triangulasi. Pada suatu titik kedudukan alat penyipat ruang kita
cari 3 sampai 4 titik tertentu yang terbagi sekeliling titik pertama itu. Dengan
menggunakan metode reiterasi kita mengukur sudut masingmasing la, P, yl pada
gambar di atas. Jumlah semua sudut (α +β+ ɣ) harus 3600. Kesalahan yang timbul
dapat dibagi atas sudut-sudut kecil, misalnya g, h, i, k dan l pada gambar di atas,
dengan melakukan metode mengukur jurusan. Jumlah sudut (g+ h+ i) dan (l+ k)
harus menjadi ɣ dsb.
II.7 Metode Pengukuran
II.7.1 Kerangka Dasar Pemetaan Horisontal
Menurut Sinaga (1997) , apabila diperhatikan rumus dasar ilmu ukur
tanah, dapat disimpulkan bahwa koordinat titik selajutnya hanyalah didapatkan
apabila koordinat titik sebelumnya telah diketahui. Dengan demikian apabila
masalahnya ditarik mundur, maka yang menjadi pangkal masalah adalah
koordinat titik dan sudut jurusan yang paling awal. Artinya kedua besaran ini
haruslah tetap diketahui sebelumnya.

A
Pengertian diketahui disini dapat diartikan sebagai diberikan (given) yang
maksudnya adalah telah diukurdalam pengukuran yang lalu, dan ukuran tersebut
tidak terkait dengan ukuran yang diselenggarakan sekarang. Atau penyataan yang
diketahui tersebut dapat pula diartikan sebagai pernyataan sembarang.
Apabila diketahui koordinat dua buah titik, maka untuk menentukan
koordinat titik-titik lainnya dibutuhkan sudut dan jarak yang dibentik antara titik
yang bersangkutan. Bentuk kerangka dasar yang seperti ini dikenal dengan nama
poligon, yaitu dengan melakukan pengukuran sudut dan jarak diantara titik-
titiknya. Bentuk yang terlihat di bawah ini dinamakan poligon terbuka.

Setiap pengukuran poligon perlu selalu disediakn titik-titik kontrol yang


umumnya berada pada akhir dari jalur pengukuran tersebut. Cara lain yang juga
selalu dipergunakan adalah dengan meakukan kontrol pada beberapa titik yang
dipilih. Pengukuran kontrol yang dilakukan adalah kontrol azimut matahari yang
diikatkan pada salah satu sisi yang terpilih.
Bentuk lain dari pengukuran poilgon ini adalah tertutup seperti gambar di
bawah ini. Pada pengukuran ini sudut banyak tersebut membentuk suatu segi
banyak. Hal yang sama dilakukan juga, yaitu pengukuran sudut dan jarak diantara
titiknya, Dalam bentuk kerangka sebagai poligon tertutup ini, pengukuran
kontrolnya dapat dilakukan di titk awla saja, karena titik tersebut juga merupakan
titik akhir dari pengukuran kerangka tersebut.

Metode dan teknik pengukuran kontrol ini terdapat pada mata kuliah
khusus pada jurusn Geodesi/Surveying, yaitu penyajian kerangka horisonta;,
astronomi geodesi ataupun pengkuran efek Doppler dari satelit Doppler.
Pengukuran azimut matahari merupakan salah satu teknik pengukuran pada ilmu
Astronomi Geodesi tersebut yang selalu dipakai oleh para surveyor dalam
menentukan azimut awal dari suatu kerangka poligon, serta dalam melaukan
kontrol sudut yang dihasilkan dalam pengukuran tersebut.
Rumus koordinat selanjutnya :
Xq=Xp+ dpq sinαpqYq=Yp+ dpq cosαpq Keterangan :
Xp : Koordinat x titik p (awal)
Xq : Koordinat x titik q
Yp : Koordinat y titik p
Yq : Koordinat y titik q
dpq : Jarak antar titik p-q
αpq : Azimut pq
Absis dan Ordinat titik p (titik terdahulu) diketahui , jarak diukur dan
sudut jurusan garis pq diketahui. Apabila titik p adalah titik awal, maka koordinat
p serta sudut jurusan awal tersebut dapat didefinisikan ataupun diukur.
Didefinisikan berarti dapat didefinisikkan sembarang, sehingga seluruh
koordinat mengacu kepada koordinat awal yang sembarang tersebut. Hal ini
membuat peta tersebut dinamakan peta lokal. Namun dapat pula didefinisikan
sebagai titik datum, yaitu yang diperoleh dengan penentuan posisi dan sudut
jurusan astronomis. Apabila diukur, maka ini berarti titik tersebut diikatkan
kepada titik-titik yang berada di sekitar wilayah pengukuran, sehingga sistem
koordinat daerah sekitarnya. Peta tersebut terikat pada sistem peta yang lebih
besar.
Apabila perhitungan dilanjutkan dilanjutkan untuk titik r pada gambar A
tersebut, maka data yang dimiliki adalah di titik q, jarak qr dan sudut jurusan qp,
yaitu kebalikan dari sudut jurusan pq yang berselisih 1800
Xr= Xq+dqr sinαqr
Yr=Yq +dqr cosαqr
Besar sudut jurusan αqr didapatkan dari hubungan yang terdapat di antara
data ukuran yang tersebut diatas, yaitu:
αqr=αpq + Spqr−180
Demikian selanjutnya untuk setiap titik dalam kerangka dasar horisontal
tersebut dapat ditentukan besar sudut jurusan yang diperlukan. Dari hubungan
koordinat titik, jarak dan sudut jurusannya, maka akan dapatpula ditentukan
koordinat selanjutnya.
II.7.2 Kerangka Dasar Pemetaan Vertikal
Pada kerangka dasar yang sama juga dapat ditentukan ketinggian dari
masing titik ikat. Hal ini umumnya dilakukan dengan pengukuran beda tinggi
antar titik ikat tersebut.

Dari gambar ini jelas didapatkan hubungan ketinggian antara titik P dan Q,
yaitu :
Hq=Hp= pq
Hal ini dapat disuratkan sebagai, tinggi titik sesudahnya didapat dari tinggi
titik sebelumnya ditambah dengan beda tinggi ( Δ pq) kedua titik tersebut.
II.8 Pemetaan Situasi
Menurut Hartanto dan Kustarto (2012), pada dasarnya pengukuran untuk
pemetaan adalah menentukan posisi horizontal dan posisi vertikal setiap titik di
lapangan.Yang dimaksud titik-titik di sini adalah:
1) Titik-titik yang berfungsi sebagai titik-titik pengontrol pengukuran lebih
laniut. Titik-titik ini disebut sebagai titik kontrol. Seluruh titik.titik kontrol
yang ada (dibuat) merupakan "Kerangka Dasar Pemetaan". Titik ini di
lapangan diberi tanda dengan patok-patok terbuat dari beton atau kayu.
2) Titik-titik bantu yang berfungsi sebagai titik antarlr, apabila pengukuran
detail akan dimulai dan satu titik kontrol dan akan berakhir pada titik
kontrol lainnya, di mana pengukuran dari titik kontrol tersebut tidak dapat
dicapai dengan satu kali pengukuran (satu kali berdiri alat). Sebaiknya
titik-titik bantu ini ditandai lain dengan titik-titik kontrol (patok
dibedakan).
3) Titik-titik detail, merupakan titik-titik unsur alam maupun unsur buatan
manusia, misalnya batas-batas tanah (sawah, Iadang, hutan), pinggiran
sungai, saluran irigasi, pojok-pojok bangunan, jembatan, jalan, dll. Juga
titik-titik lain yang dipilih untuk kepeduan pembuatan garis-garis kontur.
Garis kontur ini merupakan suatu cara untuk menggambarkan bentuk
topografi permukaan tanah daerah yang diukur.
Posisi titik-titik tersebut di atas (titik kontrol, titik bantu, titik detail) dapat
dinyatakan dalam sistem koordinat umum (UTM, TM) ataupun dalam sistem
koordinat lokal Posisi dinyatakan dalam sistem umum artinya posisi titik tersebut
dinyatakan terhadap suatu sistem salib sumbu yang berlaku umum untuk seluruh
wilayah Negara. Misalnya di Indonesia terdapat titik-titik dalam sistem umum
yaitu titik-titik Triangulasi. Apabila di daerah yang akan dipetakan tidak terdapat
titik Triangulasi, sedangkan posisi titik-titiknya akan dinyatakan dalam sistem
umum maka diperlukan pengukuran tambahan yaitu pengukuran pengikatan ke
titik Triangulasi yang terdekat. Penyelenggaraan titik kontrol sesuai dengan
maksudnya yaitu sebagai pengontrol pengukuran lebih lanjut harus mempunyai
ketelitian posisi lebih baik daipada titik-titik yang lainnya. Dengan perkataan lain,
harus diukur dengan menggunakan peralatan yang lebih teliti. Posisi titik-titik
dinyatakan dalam sistem lokal Artinya posisi titik tersebut dinyatakan terhadap
suatu sistem salib sumbu yang ditetapkan sendiri untuk daerah yang dipetakan,
misalnya suatu titik kontrol (dipilih) ditetapkan mempunyai koordinat dan tinggi
nol atau bilangan tertentu yang dipilih. Sedang titik-titik lain posisinya dinyatakan
terhadap titik referensi tersebut.

Dari gambar tersebut di atas dapat dimengerti bahwa pengukuran untuk pemetaan
dilakukan secara bertahap sebagai berikut:
1) Penyelenggaraan titik kontrol, titik-titik kontrol ini biasanya diselenggarakan
dengan cara poligon. Apabila jumlah titik kontrol dirasa masih kurang dapat
diperbanyak dengan cara pengikatan ke muka atau pengikatan ke belakang.
2) Penyelenggaraan titik bantu,pada contoh di atas titik-titik bantu H1, H2, H3
diukur dari titik kontrol K2 dan diikat/dikontrol ke titik konrol K5.
3) Penyelenggaraan titik detail, pada contoh di atas titik-titik detail diukur dari
titik kontrol dan dari titik bantu.
Pada praktiknya pengukuran titik kontrol terpisah dari pengukutan titik
bantu maupun titik detail. Sedangkan pengukuran titik bantu dan titik detail dapat
dikelakan secara bersamaan. Setelah pekerjaan pengukuran selesai, tahapan
pekerjaan berikutnya adalah perhitungan dan penggambaran. Perhitungan
dilakukan untuk mendapatkan koordinat titik kontrol dan titik bantu, sedangkan
titik-titik detail tidak perlu dihitung koordinatnya. Dalam penggambaran, titik-titik
kontrol dan titik bantu diplot berdasarkan koordinat sedangkan titik-titik detail
diplot berdasarkan arah azimut dan jarak. Setelah semua titik diplot, barulah
ditarik garis-garis kontur.
Pada pemetaan situasi, pengukuran yang dilakukan adalah meliputi:
1. Pengukuran Kerangka Hoizontal
2. Pengukuran Kerangka Vertikal
3. Pengukuran Detail
Sedang metode yang digunakan untuk melakukan pengukuran tersebut dapat
dirinci sebagai berikut :
a) Pengukuran kerangka horizontal dilakukan dengan metode Poligon,
sedang pengukuran kerangka vertikal dan pengukuran detail dilakukan
dengan metodeTacheometry.
b) Pengukuran kerangka horizontal, kerangka vertikal dan detail semuanya
dilakukan dengan metode Tacheometry.
II.9 Penyajian Ketinggian
II.9.1 Interpolasi Garis Kontur
Menurut Anonim (2010) interpolasi garis kontur dibagi menjadi 3, yaitu
1. Cara taksiran (Visual)
Titik-titik dengan ketinggian yang sama secara visual diinterpolasi dan
diinterpretasikan langsung diantara titik-titik yang diketahui ketinggiannya
2. Cara Hitungan
Cara ini pada dasarnya juga menggunakan dua titik yang diketahui posisi
dan ketinggiannya, hitungan interpolasinya dikerjakan secara numeris
(eksak) menggunakan perbandingan linier.
3. Cara Grafis
Cara grafis dilakukan dengan bantuan garis-garis sejajar yang dibuat pada
kertas transparan (kalkir atau kodatace). Garis-garis sejajar dibuat dengan
interval yang sama disesuaikan dengan tinggi garis kontur yang akan
dicari.
II.10 Bidang Tanah
II.10.1 Poligon Terbuka
Dari istilah poligon terbuka, yang dimaksud terbuka di sini adalah
poligon tersebut tidak mempunyai sudut dalam seperti pada poligon tertutup. jadi
pengukuran di mulai dari titik awal tapi tidak kembali ke titik awal.
Poligon terbuka sendiri terbagi menjadi 2 yaitu, terikat sempurna dan
tidak terikat sempurna. Dikatakan terikat sempurna apabila kita mempunyai data-
data koordinat pada titik awal dan titik akhir berupa data koordinat dan elevasi
(x,y,z). Sedangkan terikat tidak sempurna adalah hanya mempunyai data
koordinat dan elevasi pada titik awal saja. Data koordinat tersebut bisa didapatkan
dari benchmark. Poligon terbuka tidak terikat sempurna ini tidak bisa dikoreksi.
Pengukuran poligon terbuka biasa digunakan untuk mengukur jalan,
sungai, maupun irigasi. tapi kenyataannya bisa digunakan untuk mengukur luas
lahan terbuka. namun tetap disarankan untuk menggunakan poligon tertutup
apabila mengukur luas lahan.
Gambar II.5 Contoh Perhitungan Poligon Terbuka

Gambar diatas merupakan gambar poligon terbuka dengan penjelasan


sebagai berikut :
Dalam penghitungan poligon terbuka, diketahui titik – titik tetap
(minimal koordinat 1 dan 2 atau Azimut 1-2) dan tidak ada koreksi.
A, B, C, D = titik-titik ikat yang telah diketahui koordinatnya. α AB, α CD =
Azimut sisi poligon yang telah diketahui koordinatnya.
d12, d23,...= panjang sisi poligon β1, β2, β3, ... = sudut-sudut hasil ukuran
persamaan penyelesaian poligon terbuka terikat sempurna :
Cara kontrol sudut.
α akhir – α awal=(n – 2) x 180 ’ – {β } ................................................(II.1)

Dalam hal ini :


n = banyaknya sudut yang diukur
β = jumlah sudut yang diukur
Adanya kesalahan-kesalahan dalam pengukuran maka persamaan
tersebut tidak dapat terpenuhi, sehingga timbul koreksi sudut sebesar fβ.
Persamaan tersebut menjadi :
α αkhir – α awal=( n – 2 ) x 180 – { β } ± fβ ...........................................................(II.2)
Kesalahan penutup sudut fβ dibagi rata-rata pada semua sudut yang
diukur. Bila kesalahan penutup sudut tidak dapat dibagi rata, maka koreksi sudut
terbesar
diberikan pada sudut yang mempunyai sisi terpendek.
Hitungan koreksi :
a. Sudut terkoreksi : βi’ = βi ± fβi .......................................................(II.3)
b. Azimut sisi poligon terkoreksi :
αi’ = αi ± fβi.........................................................................................(II.4)
Hitungan koordinat :
X2 = X1 + d12 sin α12’...........................................................................(II.5)
Y2 = Y1 + d12 cos α12’..........................................................................(II.6)
Cara kontrol koordinat :
X akhir – X awal = {d sin α }
Y akhir – Y awal = { d cos α }
Adanya kesalahan accidental pada ukuran jarak, persamaan tersebut
tidak dapat terpenuhi sehingga persamaan tersebut menjadi :
X akhir – X awal = { d sin α } ± { fx }.............................................. (II.7)
Y akhir – Y awal = { d cos α ) ± { fy }..............................................(II.8)
Keterangan :
{ fx } : koreksi absis
{ fy } : koreksi ordinat
Kesalahan penutup koordinat fx dan fy dibagi rata pada proyeksi absis
dan ordinat, besarnya koreksi sebanding dengan panjang sisi poligon.
Xi = di/{d}x{fx}, misal X12 = d12/{d}x{fx}
Yi = di/{d}x{fy}, misal Y12 = d12/{d}x{fy}
Perhitungan koordinat titik poligon :
X2 = X1 + d12 sinα12’ + X12.......................................................(II.9)
Y2 = Y2 + d12 cosα12’ + Y12......................................................(II.10)
II.10.2 Pemetaan Bidang Tanah (Block Meeting)
II.10.3 Pembuatan Kerangka Peta

II.10.4 Metode Pengikatan Titik Detail

II.11 Penggambaran
II.11.1 Penggambaran Poligon Utama
Peralatan dan bahan yang di gunakan :
1. Kertas milimeter blok.
2. Kertas kalkir.
3. Peralatan gambar.
4. Busur derajat 360°.
5. Mistar.
6. Alat hitung.
Langkah kerja penggambaran :
1. Menentukan skala penggambaran.
2. Membuat grid batas pada sumbu X dan Y yang di mulai dari angka
terkecil dari hasil hitungan koordinat (X dan Y) penulis menggambarkan
grid.
3. Menentukan koordinat awal (titik BM) yang telah ditentukan
(277003;9611993).
4. Jika titik BM telah ditentukan dan digambar selanjutnya adalah
menggambarkan titik poligon, metode yang digunakan oleh penulis adalah
metode koordinat jadi titik poligon digambarkan sesuai titik koordinat dari
perhitungan data di lapangan.
5. Setelah semua titik poligon digambarkan selanjutnya adalah menggambar
titik situasi.
II.11.2 Penggambaran Situasi
Menurut Menurut Hartanto dan Kustarto (2012), penggambaran situasi:
1. Sediakan kertas gambar ukuran A1 (80 cm x 60 cm)
2. Sediakan alat- alat gamb ar
a. Pensil (H, HB, 28)
b. Penggaris dan Segitiga
c. Busur derajat
d. Rapidogaf/Pena
e. Tintahitam
f. Penghapus pensil dan tinta
g. Kertas Kalkir bila diperlukan.
4) Tarik garis tepi 1. Yz cmpada setiap tepi kertas gambar ;
Tentukan skala penggambaran situasi 1 : 100 atau 1 : 200.Tentukan letak titik
koordinat yang sudah diketahui koordinat di atas kertas gambar ktak titik diatur
sedemikian rupa supaya seluruh gambar masuk dan terletak dengan baik. Buatlah
plotring kerangka dasar dengan argumen azimut dan jarak, dimana azimut yang
dipakai sudah diberi koreksi boussole. Melakukan koreksi grafis, jika hasil
plotting kerangka dasar tersebut mempunyai kesalahan penutup yang masih dalam
batas-batas toleransi kesalahan. Cara melakukan koreksi ;
1) Secara Grafis

Keterangan :
Titik-titik 1.' - 2' - 3' - 4' - 5'- C' hasil plotting cara grafis.
CC'= pergeseran (")
di = jarak antara titik-titik poligon terdekat
Edi= jumlah jarak.
Cara Mengoreksi:
a) Tarik garis CC'
b) Buat melalui tirik-titik L' - 2' - 3' - 4' - 5' garis sejajar CC'
c) Pada garis-garis ini tentukan titik-titik 1, - 2- 3 - 4 – 5 sebagai berikut ;
1,1, = (d1) /E d. X
22, = (d1 + d2) /Zd.X
33'= (d1 +d2+d3)/Id.X
44' = (d1 + d2+ d3 + d4) /D,d.X
55' = (d1 + d2+ d3+ d4+ d5) /Ed.X
b) Secara Numeris
Cara ini dilakukan seperti halnya mengoreksi suatu poligon yang terikat pada dua
titik kontrol yaitu dengan menghitung koordinat setiap titiknya. Misalnya
koordinat dihitung mulai dari titik A hingga titik C. Bila pergeseran titik C ke arah
X adalah fxc dan ke aruh Y adalah fyc, maka masing-masing titik 7' - 2' - 3' - 4' -
5'- C' mendapat
koreksi sebagai berikut:
AX1 = (d1) /Xd.fxc
Ay1 = (dI) /E d.fy.
L,X2 = (d1 + il) /Zd.fxc
L,y2=(d1 +il)/zd.fyc
AX5 = (d1 + d2+d3+d4+ d5)/2,d.fx;
AY5 = (d1 +d2+d3+d4+d5)/2,d.&.
AXC = fxc
AYC = S/c

Melalui kerangka dasar yang telah dibetulkan, selanjutnya dilakukan plotting ke


setiap detail dari masing-masing tempat alat dengan cara polar (argumen azimut
dan jarak) satu demi satu diselesaikan bangunan-bangunan, jalan, sungai, dan
sebagainya.
Dilakukan plotting untuk penarikkan garis kontur. Cara membuat garis kontur ada
beberapa macam:
CaraLangsung
Cara ini dilakukan dengan jalan melakukan pengukuran pada tempat/titik yang
mempunyai ketinggian sama, misalnya kita mau menggambarkan garis kontur
500, maka pengukuran yang dilakukan adalah mencari titik-titik yang mempunyai
ketinggian 500, sehingga bila dihublrngkan titik-titik tersebut langsung diperoleh
garis kontur 500.
Cara Tidak Langsung
Cara ini bisa dilakukan dengan tiga metode, yaitu :
Metode Perkiraan, pada metode ini pengukuran dilakukan pada tempat/titik yang
mempunyai interval yang sama (spot levelling) di mana dari titik-titik yang diukur
tersebut diperkirakan ketinggian titik-titik diantaranya sesuai dengan ketinggian
garis kontur yang akan dibuat.
Metode Hitungan (Interpolasi), pada metode ini titik-titik yang akan digambar
garis konturnya didapat dengan interpolasi dari dua buah titik terdekat yang telah
diketahui ketinggiannya (diukur tingginya).
Prinsip interpolasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Metode Grafis, pada metode ini kontur dibuat dengan bantuan suatu alat (kertas
kalkir/kertas yang tembus pandang) yang telah kita berigaris-garis dengan interval
sama. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut ini:

Penjelasan mengenai garis kontur:


Kontur adalah cara yang paling banyak digunakan untuk memperlihatkan relief
bentuk dan ketinggian) pada peta-peta topografi, dan merupakan cara yang paling
teliti untuk memperlihatkan ketinggian kemiringan dan bentuk permukaan tanah
terutama pada peta-peta skala besar. Kontur sendiri adalah garis khayal di
permukaan tanah yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian sama. Kontur
ini dapat dibayangkan sebagai garis petpotongan antara bidang mendatar dengan
permukaan tanah.Jelaslah bahwa kontur selalu mendatar. Definisi garis kontur
adalah garis pada peta yang menggambarkan ketinggian permukaan tanah.

Dasar lautan atau danau bentuk dan ketinggiannya dapat pula diperlihatkan
dengan garis-garis kontur. Kontur interval (i) adalah jarak tegak antara dua garis
kontur yang berdekatan, dengan perkataan iarak antara dua bidang mendatar yang
berdekatan. Pemilihan kontur interval tergantung dari skala peta, banyaknya relief
dan ketelitian dari pengukuran.
II.11.3 Penggambaran Bidang Tanah
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III.1 Survei Lapangan


Sebelum melaksanakan pengukuran waterpas, pengukuran poligon dan
pengukuran detail dan situasi. Kita harus melaksanakan survei lapangan terlebih
dahulu. Survei lapangan dilakukan untuk melihat bagaimana keadaan tempat yang
ingin kita lakukan pengukuran.
Dalam survei lapangan, kita mengamati daerah yang kita akan lakukan
pengukuran, bagaimana keadaan dan kondisi daerah tersebut, seperti bagaimana
bentuknya, mulai menentukan gambaran kasar dimana kira-kira kita akan
menempatkan patok baik itu poligon utama maupun poligon cabang. Pada survei
kita juga mengamati detail dan situasi apa saja yang perlu kita ukur, seperti :
gedung, pohon besar, taman dan lain-lain. Kontur pada daerah tersebut juga kita
perhatikan.
Setelah melakukan survei pertama, pada survei kedua kita melaksanakan
pemasangan patok dan mensketsa poligon disesuaikan dengan patok yang telah
kita pasang.
III.2 Pemasangan Patok
Sebelum melakukan pengukuran, baik itu pengukuran poligon dengan alat
waterpas, dan teodolit dan pengukuran situasi detail, langkah awal yang penting
yaitu pemasangan patok. Pemasangan patok dilakukan setelah atau bisa
bersamaan dengan survei lapangan pertama. Dimulai dengan menentukan
Benchmark yang akan dipakai (untuk pengukuran poligon), kemudian memasang
patok pertama dengan memperhatikan jarak kira-kira (jangan sampai melebihi 50
meter untuk waterpas), dan dilanjutkan seterusnya, dan memastikan patok tidak
terlalu banyak maupun terlalu sedikit.
Terdapat Bebetapa Syarat dalam Pemasangan Patok:
1. Memastikan patok terlihat apabila dibidik dengan alat.
2. Jarak antar patok tidak boleh terlalu jauh, tidak boleh lebih dari 50
meter dari tempat alat berdiri (untuk penggunaan waterpas)
3. Memasang patok secukupnya, tidak terlalu banyak, karena akan
memeperlama pengukuran, dan tidak boleh terlalu sedikit, karena
semakin banyak patok akan semakin teliti pengukurannya.
III.3 Pengukuran Dengan Waterpass
III.3.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang dihunakan pada pengukuran dengan waterpas, yaitu:
1. Waterpas
2. Statif
3. Rambu ukur
4. Pita Ukur
5. Payung
6. Alat tulis
7. Topo 1

III.3.2 Prosedur Pelaksanaan


Adapun prosedur pelaksanaan pengukuran dengan waterpas, yaitu:
1. Menyiapkan seluruh peralatan yang digunakan untuk pengukuran
poligon tertutup.
2. Mendirikan Alat tepat di tengah-tengah antara dua patok, pastikan alat
datar, centering, dan kokoh.
3. Melindungi alat waterpas dengan payung apabila terik.
4. Mendirikan rambu ukur pada patok belakang, memastikan berdiri
tegak lurus dengan patok.
5. Membaca titik dan mencatat bacaan BA, BB, BT.
6. Bacaan yang dibaca merupakan bacaan belakang.
7. Kemudian putar waterpas, membidik patok yang merupakan patok
muka.
8. Membaca dan mencatat, bacaan BA, BB, BT.
9. Hasil pembacaan merupakan bacaan muka.
10. Mengukur dan mencatat jarak belakang dan muka dari patok hingga
tempat berdirinya alat.
11. Setelah selesai, memindahkan alat ke tengah-tengah antara dua patok
selanjutnya dan melakukan tahap a-j hingga patok terakhir.
III.4 Pengukuran Dengan Teodolit
III.4.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pengukuran dengan teodolit, yaitu:
a. Teodolit
b. Statif
c. Rambu ukur
d. Pita Ukur
e. Payung
f. Alat tulis
g. Topo 5
III.4.2 Prosedur Pelaksanaan
Berikut ini adalah prosedur pelaksanaan pengukuran dengan alat theodolit:
1. Menyiapkan seluruh peralatan yang digunakan untuk pengukuran
poligon tertutup.
2. Mendirikan Alat tepat di atas patok, pastikan alat datar, centering, dan
kokoh.
3. Melindungi alat teodolit dengan payung apabila terik.
4. Membidik patok menggunakan pena terlebih dahulu dan memastikan
tegak lurus dengan benang bacaan.
5. Mendirikan rambu ukur pada patok yang ingin dibidik, memastikan
berdiri tegak lurus dengan patok.
6. Membaca titik dan mencatat bacaan BA, BB, BT.
7. Mencatat sudut vertikal, dan sudut horizontal.
8. Mengukur dan mencatat tinggi Alat dan jarak antar patok
9. Setelah selesai, memindahkan alat ke patok selanjutnya dan
melakukan tahap a-h hingga patok terakhir.
III.5 Pengukuran Detail dan Situasi
III.5.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada pengukuran detail situasi, yaitu:
a. Teodolit
b. Statif
c. Rambu ukur
d. Pita Ukur
e. Payung
f. Alat tulis
g. Topo 9
III.5.2 Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan pengukuran detail dan situasi, yaitu:

1. Menyiapkan seluruh peralatan yang digunakan untuk pengukuran


poligon tertutup.
2. Mendirikan Alat tepat di atas patok, pastikan alat datar, centering, dan
kokoh.
3. Melindungi alat teodolit dengan payung apabila terik.
4. Mensketsa gambar kasar bidang bidang detail yang ingin di bidik,
misal : gedung, taman, pohon besar, selokan, dan lain-lain.
5. Memberi nomor tiap titik bidng detail, menyesuaikan nomor pada
topo 9 dengan
6. Mengukur dan mencatat tinggi alat.
7. Membidik patok sebelumnya menggunakan pena terlebih dahulu dan
memastikan tegak lurus dengan benang bacaan dan men-set 0.
8. Membidik titik detail 1, membaca bacaan benang dan mencatat bacaan
BA, BB dan BT.
9. Membaca dan mencatat bacaan sudut vertikal dan sudut horizontal.
10. Mengulangi langkah 8 dan 9 untuk titik detail selanjutnya hingga titik
detail terakhir.
11. Mengulangi langkah 1-10 untuk patok selanjutnya hingga patok
terakhir.
12. Apabila perlu patok cabang, menentukan patok cabang yang sekiranya
dapat mencakup detail sebanyak mungkin.
13. Setelah menentukan patok cabang, mendirikan alat diatas patok
cabang tersebut.
14. Bidik patok poligon terdekat, kemudian melakukan langkah 3-11.
15. Apabila patok cabang, lebih dari 2, memastikan poligon cabang
kembali pada patok poligon utama terdekat.
III.6 Pengukuran Bidang Tanah
III.6.1 Alat dan Bahan
1. Topo
2. Pita Ukur
3. Alat tulis
III.6.2 Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan pengukuran detail dan situasi, yaitu:

1. Menentukan 2 Benchmark terdekat, yaitu : GD-04 dan


2. Menentukan bidang pada lapangan dengan ketentuan bidang
berurutan ukuran 10 m x 10 m.
3. Dengan sketsa berikut:
4. Setelah menentukan dan mensketsa bidang, mengukur jarak titik
pertama dari GD-04 dan GD-
5. Kemudian mengukur titik selanjutnya seperti langkah 4, hingga titik
terakhir.
III.7 Penggambaran Waterpass
III.7.1 Alat yang Digunakan
Adapun alat yang digunakan pada penggambaran waterpas, yaitu:
1. Milimeter block.
2. Data topo 2
3. Pensil.
4. Penggaris.
5. Penghapus.
III.7.2 Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan penggambaran waterpas, yaitu:
1. Menentukan skala pada koordinat y dan koordinat x, menyesuaikan
pada data yang ada di topo 2.
2. Menggambar Elevasi titik GD-04, menyesuaikan dengan data jarak,
dan ketinggian yang ada di topo 2.
3. Kemudian dilanjutkan pada titik patok pertama hingga titik terakhir.
III.8 Penggambaran Detail dan Situasi
III.8.1 Alat yang Digunakan
Adapun alat yang digunakan pada penggambaran detail situasi, yaitu:
1. Milimeter block.
2. Data topo 9
3. Pensil.
4. Penggaris.
5. Busur 3600 derajat.
6. Penghapus.
III.8.2 Prosedur Pelaksanaan
Adapun prosedur pelaksanaan penggambaran detail dan situasi, yaitu:
1. Menggambar poligon utama, dengan:
a. Menentukan skala pada milimeterblock
b. Menggambar Benchmark GD-04, disesuaikan dengan koordinat x
dan koordinat y.
c. Menggambar patok 1 poligon utama, disesuaikan dengan
koordinat x dan koordinat y pada topo perhitungan
d. Menghubungkan GD-04 dengan patok 1
e. Kemudian lakukan langkah c dan d untuk patok berikutnya
hingga patok terakhir.
2. Menggambar detail dan situasi.
a. Jika ingin menggambar detail dan situasi pada suatu titik,
menyesuaikan titik pusat busur pada titk tersebut.
b. Mengarahkan 00 pada back side.
c. Menyesuaikan sudut dan jarak titik detail 1 sesuai dengan data
pada topo 9. Dan memberi titik dan memberi nomor titi tersebut pada
milimeter block.
d. Melakukan langkah c untuk titik detail selanjutnya hingga titik
detail terakhir.
e. Mengambar dengan disesuaikan data pada topo 9. Misal : gedung,
pohon, selokan dan lain-lain.
f. Melakukan langkah a-e untuk patok selajutnya hingga patok
terakhir.

Anda mungkin juga menyukai