TIPE 1
GEOLOGI DAERAH KALIPUTIH DAN SEKITARNYA,
KECAMATAN PURWOJATI, KABUPATEN BANYUMAS,
PROVINSI JAWA TENGAH
OLEH:
PRABA PADMA ARSYADA
410018030
9170950 – 9179950 mN
Oleh:
Disetujui oleh:
Pembimbing 1 Pembimbing 2
i
LEMBAR PENGESAHAN
Dipertahankan di depan Dewan Penguji Usulan Skripsi I Program Studi Teknik
Geologi S1, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Teknologi Nasional Yogyakarta
dan diterima guna Memenuhi Persyaratan untuk gelar Strata-1.
Disahkan :
Hari / Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Dosen Penguji :
Ketua Sidang/DP1
Al Hussein Flowers Rizqi, S.T.,M.Eng.
NIK : 1973 0336 (.............................)
Ketua Sidang/DP2
Dr. Winarti, S.T.,M.T.
NIK : 1973 0134
(.............................)
Dosen Penguji II
Dr. Hill. G. Hartono, S.T., M.T. (.............................)
NIK: 1973 0066
Mengetahui, Menyetujui,
Dekan Fakultas Teknologi Ketua Program Studi Teknik
Mineral Geologi S1
i
PRAKATA
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah S.W.T., atas segala limpahan
rahmat, hidayah dan karunia-Nya lah sehingga Usulan Tugas Akhir Tipe I yang
1. Bapak Dr. Ir. Ircham, M.T., selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional Yogyakarta.
2. Bapak Obrin Trianda S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi
kepada penulis.
4. Ibu Dr. Winarti, S.T., M.T., selaku dosen pembimbing II atas bimbingan,
5. Bapak Dr. Hill G Hartono, S.T., M.T., selaku dosen penguji yang telah
6. Ayah dan Ibu yang penulis sayangi, atas do’a dan dukungannya baik secara
i
7. Sahabat-sahabat yang hidup dan mati bersama di dunia ke geologian, dan
orang-orang yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas
bantuannya.
Besar harapan penulis semoga Tugas Akhir Tipe 1 ini dapat bermanfaat bagi
penulis, mahasiswa, dosen, dan kita semuanya. Akhir kata dengan kerendahan hati,
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................... i
PRAKATA ............................................................................................................... i
i
2.2.2.1 Analisis Geomorfologi ............................................................. 13
2.2.2.2 Peta Geologi ............................................................................. 26
2.2.2.3 Analisis Struktur ...................................................................... 28
2.2.3 Tahap Laboratorium ........................................................................ 32
2.2.3.1 Analisis Petrografi ................................................................... 32
2.2.3.2 Analisis Paleontologi ............................................................... 34
2.2.4 Checking Lapangan ......................................................................... 34
2.2.5 Pemetaan Ulang .............................................................................. 35
2.2.6 Studi Khusus atau Kerja Praktek..................................................... 35
2.3 Tahap Penyusunan Laporan ................................................................... 35
2.4 Tahap Presentasi Kolokium.................................................................... 36
2.5 Sidang Skripsi......................................................................................... 36
2.6 Peralatan dan Bahan ............................................................................... 36
BAB III GEOLOGI REGIONAL ........................................................................ 37
ii
BAB IV GEOLOGI DAERAH PENELITIAN.................................................... 40
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 3.6 Tiga arah pola struktur (kelurusan) di Jawa dan sekitarnya
(Pulunggono dan Martodjojo, 1994). ....................................... 48
Gambar 4. 1 Satuan geomorfologi perbukitan dan lereng denundasional
(D1) arah foto N 52° E di Desa Batuanten. .............................. 41
Gambar 4. 2 Satuan geomorfologi dataran denudasional (D5) arah foto N
109° E di Desa Karangmangu. ................................................. 42
Gambar 4. 3 Satuan pegunungan dan perbukitan tersayat kuat (D3) arah
foto N 203° E di Desa Karangmangu. ...................................... 44
Gambar 4. 4 Pola Pengaliran yang berkembang (Rectangular, Dendritik dan
Paralel) Pada Daerah Penelitian. .............................................. 45
Gambar 4. 5 Stadia sungai di daerah penelitian. ........................................... 47
Gambar 4. 7 Batupasir halus Pada LP 11(N188⁰E) di Desa Sawangan Kidul
dan LP 7 (N86⁰E) N285⁰E/48 di Desa Klapasawit sebagai
penyusun satuan batupasir halus Halang. ................................. 49
Gambar 4. 8 Breksi kompak pada LP 12 (N296⁰E) di Desa Sawangan Kidul
dan LP 14 (N48⁰E) di Desa Karangendep sebagai penyusun
satuan breksi andesit Halang. ................................................... 50
Gambar 4. 9 Intrusi diorit pada LP 19 (N117⁰E) di Desa Kaliputih. ............ 51
Gambar 4. 10 Batupasir sedang pada LP 1 arah foto (N206⁰E) N273⁰/18⁰ di
Desa Kasegeran dan LP 3 arah foto (N100⁰E) N280⁰/40⁰ di
Desa Panusupan sebgaia penyusun satuan batupasir sedang
Tapak. ....................................................................................... 52
Gambar 4. 11 Breksi tidak kompak pada LP 31 di Desa Pageraji dan LP 34
di Desa Langgongsari sebagai penyususn satuan breksi lahar Slamet.
.................................................................................................. 53
Gambar 4. 12 Foto kekar di daerah penelitian. .............................................. 54
Gambar 4. 13 Hasil uji kekar yang dianalisis dengan rose diagram (Gambar
4.12). .........................................................................................
54
Gambar 5. 1 Peta rencana lintasan lokasi penelitian. .................................... 64
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
mempunyai kondisi geologi sangat menarik. Kondisi geologi yang menarik tersebut
meliputi geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi. Para peneliti terdahulu telah
melakukan penelitian dalam skala regional (Djuri dkk, 1996; Adsura, 2022;
Laksono, 2022). Oleh karena itu penulis merasa perlu melakukan penelitian dan
pemetaan geologi secara rinci dengan skala besar (1:25.000) meliputi kondisi
bentang alam, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi, dan geologi lingkungan
dipengaruhi oleh proses yang berkembang hingga saat ini, sehingga geologi daerah
Tengah dipilih sebagai topik penelitian. Berbagai aspek geologi tersebut masih
perlu dipelajari lebih jauh untuk mengetahui proses-proses geologi yang masih
dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah setempat,
Berdasarkan kajian geologi yang telah disebutkan di atas, maka usulan skripsi
ini disusun dengan menerapkan teori - teori dan metodologi penelitian yang
1
digunakan dalam studi geologi dan diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kelayakan dan keterpetaan suatu
kondisi geologi, meliputi geomorfologi, struktur geologi, serta stratigrafi yang akan
diwujudkan dalam peta geologi dengan skala 1:25.000. Data tersebut akan disajikan
dalam bentuk peta lokasi pengamatan, peta geomorfologi, peta geologi serta naskah
laporan akhir.
1.3 Permasalahan
2
1.4 Batasan Masalah
geomorfologi, struktur geologi, geologi lingkungan dan proses- proses geologi yang
Purwojati, Rawalo dan Patikraja yang meliputi Desa Banjarsari, Cipete, Cilongok,
astornomis lokasi penelitian terletak 7⁰ 29’ 46” LS - 7⁰ 24’ 54” LS 109⁰ 7’ 10” BT
– 109⁰ 10’ 27” BT, dengan luasan daerah 54 Km2 (6 Km x 9 Km). Lokasi penelitian
masuk dalam Peta Geologi Lembar Purwokerto - Tegal (Djuri dkk., 1996). Daerah
penelitian dapat ditempuh dengan menggunakan jalur darat baik kendaraan roda
empat maupun kendaraan roda dua dari Yogyakarta. Rute yang dapat dilalui dari
3
waktu tempuh ± 4 jam 59 menit dengan jarak tempuh ± 192 Km. Untuk lokasi
pengamatan dapat dicapai dengan kendaraan roda dua, kecuali di beberapa tempat
Gambar 1.1 Lokasi kesampaian daerah dari Yogyakarta menuju lokasi penelitian.
Hasil yang diharapkan dari usulan skripsi yang berjudul “Geologi Daerah
4
BAB II
METODE PENELITIAN
menganalisis dan menyimpulkan data yang ada pada daerah penelitian sehingga
fakta yang ada di lapangan. Pelaksanaan penelitian dilakukan sesuai dengan standar
operasional prosedur skripsi yang telah ditetapkan oleh Program Studi Teknik
Metode penelitian yang digunakan peneliti dibagi menjadi dua yaitu metode
geologi di lapangan meliputi bentuk bentang alam, jenis batuan, sifat deskriptif
batuan, kedudukan batuan, struktur geologi, potensi sumber daya alam maupun
bencana geologi, dan berbagai aspek geologi lainnya. Dalam metode penelitian ini
menerapkan konsep “The Present Is The Key To The Past” di mana dengan
memperhatikan data dan kondisi geologi pada masa kini untuk mengindentifikasi
5
Metode laboratorium merupakan metode dilakukan dengan menganalisis
data primer dan data sekunder seperti peta topografi, peta geologi regional maupun
stratigrafi dan data struktur geologi) dan pekerjaan laboratorium (sayatan tipis dan
preparasi fosil), yang pada nantinya akan menghasilkan peta lokasi pengamatan,
detail, tahap penelitian laboratorium dan studio dan tahap penyusunan laporan
akhir. Dalam skema alur penelitian secara umum dibagi menjadi dua (2) tahap
dengan batasan pada usulan skripsi bersifat interpretatif yang akan disajikan dalam
bentuk laporan usulan skripsi berupa proposal penelitian, sedangkan skripsi bersifat
lebih rinci yang bertujuan untuk mengetahui kondisi geologi secara rinci yang
komprehensif dari berbagai parameter identifikasi dari data faktual di lapangan dan
yang terdiri atas input, proses, dan hasil. Alur penelitian ini secara umum dibagi
menjadi dua tahapan yaitu usulan skripsi dan skripsi (Gambar 2.1).
6
Gambar 2.1 Diagram alir metode penelitian (dikembangkan oleh Hartono, 1991).
meliputi tahapan input yang terdiri dari pendahuluan berupa studi pustaka/literatur,
7
persiapan peta dasar, pengurusan surat izin penelitian dan tahap survei
peta, lalu survei pendahuluan berupa pengenalan medan lapangan serta kondisi
geologi pada daerah penelitian, interpretasi awal serta analisis data sekunder dan
penyusunan laporan Usulan Skripsi. Hasil dari proses-proses tersebut meliputi surat
izin penelitian, peta lokasi pengamatan tentatif, peta geomorfologi tentatif, peta
2.1.1 Pendahuluan
Merupakan tahapan yang paling awal dimana pada tahapan yang dilakukan
antara lain studi pustaka, persiapan peta dasar, dan perizinan, yang akan
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan berbagai macam literatur, publikasi serta
peta-peta dari peneliti terdahulu. Setelah data tersebut terkumpul, maka akan
Meliputi RBI (Peta rupa bumi) lembar Mamuju yang didigitasi menjadi
peta topografi. Selain itu digitasi peta SRTM (Shuttle radar topography mission)
menjadi ASTER GDEM (Advance spaceborn thermal emisson and global digital
elevation model) dilakukan untuk mengetahui pola- pola yang berkembang secara
regional. Pola tersebut meliputi pola kelurusan regional & pola sirkular yang
8
mungkin berkembang di sekitar lokasi penelitian. Peta topografi hasil digitasi
pemetaan rinci. Dari hasil reconnaissance akan dihasilkan beberapa peta, seperti;
peta lokasi pengamatan tentatif, peta geologi tentatif, peta geomorfologi tentatif.
2.1.4 Perizian
dan sebagai bukti keabsahan penelitian yang dilakukan. Surat perijinan berfungsi
termasuk dalam tahap ini antara lain interpretasi peta topografi, melakukan cek
akses menuju lokasi penelitian, serta pengambilan data geologi permukaan meliputi
menghubungkan dengan informasi geologi yang ada pada peta geologi regional,
sehingga dapat diketahui layak atau tidaknya daerah penelitian untuk dilakukan
pendahuluan awal maka dapat dilakukan pembuatan peta rencana lintasan, dan
9
perkiraan biaya penelitian supaya dalam melakukan pemetaan geologi permukaan
2.2 Skripsi
Tahapan skripsi merupakan tahap setelah peneliti dinyatakan lulus dalam
ujian Usulan Skripsi. Pada tahap ini peneliti melanjutkan ke tahap penelitian
memadai atau belum, jika belum memadai maka peneliti wajib untuk
10
atau dapat juga diambil dari data Kerja Praktek yang diperoleh dari suatu
perusahaan.
Pada tahap skripsi ini, penelitian geologi dilakukan secara rinci yang
kemudian akan dimuat dalam naskah Skripsi. Hasilnya akan diujikan pada Ujian
Skripsi yang akan digunakan untuk menentukan lulus atau tidaknya peneliti untuk
dilakukan secara sistematis mengikuti jalur rencana lintasan (terlampir) yang telah
berdasarkan evaluasi data survei awal dan evaluasi sidang Usulan Skripsi, sehingga
diperoleh data yang lebih untuk memperkuat interpretasi geologi pada daerah
penelitian.
geologi secara rinci perlu memperhatikan kondisi batuan secara umum yang dapat
diperoleh dari data sekunder maupun studi pustaka. Penentuan lintasan geologi juga
relatif baik. Untuk batuan yang mempunyai kedudukan ataupun perlapisan, jalur
diusahakan tegak lurus terhadap arah perlapisan batuan supaya memperoleh variasi
yaitu pemerian batuan beku didasarkan pada komposisi mineral Klasifikasi batuan
beku (O’Dunn & Sill, 1986) dan batuan piroklastik (Fisher, 1966) (Gambar 2.2 dan
2.3).
11
Gambar 2. 2 Klasifikasi batuan beku (O’Dune & Sill, 1986).
12
2.2.2 Pekerjaan Laboratorium
Tahap ini adalah tahapan yang dilakukan setelah pengambilan data primer
lapangan. Jenis pekerjaan yang dilakukan pada tahapan ini meliputi analisis data
pada daerah penelitian masih relatif sama dengan pola kontur. Hal tersebut
dikarenakan tidak ada aktifitas penambangan maupun aktifitas lain yang merubah
morfologi secara singkat di lapangan. Oleh karena itu peneliti melakukan analisis
pada peta topografi dengan melihat pola – pola kontur dan kemudian melakukan
sayatan morfometri pada peta topografi dan tidak dilakukan langsung di lapangan.
pada kemiringan lereng dan beda tinggi (Tabel 2.1) menurut (van Zuidam dan van
Zuidam-Cancelado, 1979) dan van Zuidam (1983). Hal tersebut dimaksud untuk
mengetahui kesamaan relatif nilai sudut lereng dan beda tinggi dari puncak sampai
faktor pengontrol utama proses geologi, hal tersebut mengacu pada klasifikasi van
13
Zuidam (1983) yang membagi satuan geomorfologi menjadi 8 satuan (Tabel 2.2),
untuk setiap satuan dicantumkan kode huruf, untuk sub satuan dengan penambahan
angka di belakang.
Tabel 2. 1 Klasifikasi relief berdasarkan sudut lereng dan beda tinggi (van Zuidam
dan van Zuidam-Cancelado, 1979).
Kemiringan
No Relief Beda Tinggi
Lereng (%)
1 Topografi dataran / hampir datar 0–2 <5
Topografi bergelombang lemah /
2 3–7 5 – 50
kelerengan landai
Topografi bergelombang lemah-kuat /
3 8 – 13 25 – 75
kelerengan miring
Topografi bergelombang kuat- perbukitan
4 14 – 20 50 – 200
/ kelerengan cukup curam
Topografi perbukitan –tersayat kuat /
5 21 – 55 200 – 500
kelerengan curam
Topografi tersayat kuat- pegunungan /
6 56 – 140 500 – 1000
sangat curam
Topografi pegunungan / sangat curam
7 > 140 > 1000
sekali
Tabel 2. 2 Klasifikasi bentuk asal berdasarkan genesa dan system pewarnaan (van
Zuidam (1983), dimodifikasi.
No Genesa Pewarnaan
14
unit geomorfologi bentukanlahan asal denudasional (Tabel 2.3). menurut van
Zuidam (1983).
15
Lereng landai menengah, topografi berge-
D8 Piedmonts lombang kuat pada kaki atau perbukitan dan
zona pegunungan yang terangkat, tersayat
menengah
pattern) merupakan suatu pola dalam kesatuan ruang yang merupakan hasil
penggabungan dari beberapa individu sungai yang saling berhubungan suatu pola
dalam kesatuan ruang (Thornbury 1969). Menurut (Howard 1967) pola pengaliran
merupakan rangkaian bentuk – aliran sungai pada daerah lemah tempat erosi
mengambil bagian secara aktif serta daerah rendah tempat air permukaan mengalir
dan berkumpul. Pola drainase perlu kita pelajari karena dapat digunakan sebagai
kriteria dalam pengenalan fenomena geologi, hidrologi dan geomorfologi. Hal ini
terhadap air (hujan) yang mengalir pada permukaan bumi. Faktor tersebut bisa
16
dikarenakan litologi, struktur geologi, sikap batuan, resistensi, permeabilitas atau
Kuarter, serta sejarah dan stadia geomorfologi dari cekungan pola aliran (drainage
17
Pola pengaliran modifikasi/ubahan merupakan pola pengaliran dengan
perubahan yang masih memperlihatkan ciri pola pengaliran dasar. Hubungan pola
dasar dan pola perubahan dengan jenis batuan dan struktur geologi sangat erat
Tabel 2. 5 Jenis ubahan pola aliran dendritik (Howard, 1967 dalam Thornbury,
1969).
18
Ubahan pola pengaliran parallel terbagi menjadi dua pola sebagai berikut
Tabel 2.6 Jenis ubahan pola aliran parallel (Howard, 1967 dalam Thornbury,
1969).
Ubahan pola pengaliran trellis terbagi menjadi empat pola sebagai berikut :
Directional, Fault trellis, Joint trellis dan Recuved trellis yang dijelaskan pada
(Tabel 2.7).
Tabel 2.7 Jenis ubahan pola aliran trellis (Howard, 1967 dalam Thornbury, 1969).
19
Tabel Lanjutan 2.7 Jenis ubahan pola aliran trellis (Howard, 1967 dalam
Thornbury, 1969).
Tabel 2.8 Jenis ubahan pola aliran rectangular (Howard, 1967 dalam Thornbury,
1969).
20
Pola aliran ini merupakan pola ubahan dari pola aliran
rectangular. Kelokan tajam dari sungai akibat sesar,
kelurusan anak sungai akibat kekar, pada litologi
berbutir kasar dengan kedudukan rectangular,
Biasanya angulate dan rectangular terdapat bersama
dalam satu daerah.
Ubahan pola pengaliran radial berupa Centripetal yang akan dijelaskan pada
(Tabel 2.9).
Tabel 2.9 Jenis ubahan pola aliran radial (Howard, 1967 dalam Thornbury, 1969).
terbagi menjadi tiga pola sebagai berikut: Complex, Compound, Palimpsest yang
Tabel 2.10 Penggabungan dari beberapa pola dasar dan perkembangan pola baru
(Howard, 1967 dalam Thornbury, 1969).
Ada lebih dari satu pola dasar yang bergabung dalam satu
daerah. Kontrol struktur, topografi dan litologi sangat
dominan, terdapat di daerah “Melange”.
21
Terdiri atas dua pola kontemporer. Kombinasi pola radial
dan anular yang merupakan sifat kubah.
sungai yang telah terbentuk. Penentuan stadia daerah pada dasarnya untuk
mengetahui proses – proses geologi yang telah berlangsung pada daerah tersebut.
Proses tersebut bisa berupa proses endogen (sesar, lipatan, intrusi, magmatisme)
proses pelarutan, denudasional dan stadia sungai yang telah terbentuk, sehingga
pengamatan rinci tentang ciri dan bentuk terkait proses eksogenik sangat penting
dilakukan pada saat pengambilan data di lapangan. Stadia erosi juga akan
bentukan morfologi yang terlihat di lapangan yang akan tergambarkan di peta. Hal
ini semua dapat ditafsirkan dari ciri-ciri morfologi, sub satuan geomorfologi, pola
22
Stadia daerah penelitian dikontrol oleh litologi, struktur geologi dan proses
seberapa jauh morfologi daerah telah berubah dari morfologi aslinya. Menurut
Lobeck (1939), stadia daerah dibagi menjadi empat dan mempunyai ciri tersendiri
(Gambar 2.3), yaitu stadia muda, stadia dewasa, stadia tua dan peremajaan ulang.
1. Stadia muda dicirikan oleh dataran yang masih tinggi dengan lembah sungai
yang curam dimana erosi vertikal lebih dominan, sungai besar, arus sungai
deras, lembah berbentuk V, terkadang dijumpai air terjun dan danau, kondisi
2. Stadia dewasa akan dicirikan oleh lembah sungai yang membesar dan dalam
lembahnya berbentuk U.
3. Stadia tua dicirikan permukaan datar, aliran sungai tidak berpola, sungai
pulau tapal kuda, arus sungai tidak kuat dan litologi seragam. Urutan proses
mulai dari stadia muda sampai stadia tua dapat kembali berulang menjadi
Daerah yang terangkat ini akan tersayat atau tertoreh lagi oleh proses
23
eksogenik maupun oleh sungai-sungai yang mengalir di daerah tersebut.
24
Tabel 2. 11 Tingkat stadia sungai menurut Thornbury (1969) dimodifikasi.
25
dibanding luas dari sabuk kelokan
sungai.
8. Relief atau topografi tertinggi
kemungkinan akan muncul pada stadia
ini.
langsung di daerah penelitian yang berdasarkan ciri litologi yang dominan serta
dilakukan berdasarkan ciri-ciri litologi yang ada di daerah penelitian dan kemudian
batuan di bumi secara bersistem menjadi satuan-satuan bernama yang berdasar pada
26
ciri litologi dominan yang dapat dikenali di lapangan. Pengelompokan dengan
sistem penamaan satuan batuan tak resmi tercantum dalam Sandi Stratigrafi
tegas ataupun tegas dilakukan pendekatan hukum ekspresi hukum “V” (Gambar
2.5).
27
Hukum ini menyatakan hubungan antara lapisan yang mempunyai kemiringan
dengan relatif topografi yang menghasilkan suatu pola singkapan. Morfologi yang
berbeda akan memberikan pola singkapan yang berbeda meskipun dalam lapisan
dengan tebal dan dip yang sama. Hukum V digunakan untuk mengetahui pola
Geologi struktur adalah suatu ilmu yang mempelajari bentuk struktur kerak
(deformasi) pada batuan. Geologi struktur pada intinya mempelajari struktur pada
batuan yaitu struktur primer dan sekunder. Dalam penelitian ini lebih terfokuskan
pada struktur sekunder hasil deformasi berupa kekar, sesar dan lipatan.
meliputi kekar, sesar dan lipatan. Kekar (joint) merupakan rekahan yang
mempunyai susunan teratur dan menerus dimana sedikit atau tidak adanya
pergeseran (McClay, 1987). Pada batuan sedimen, kekar dapat terbentuk mulai
Billings (1974) yang menjelaskan mengenai struktur geologi pada batuan sebagai
akibat adanya gaya kompresi yang disebabkan oleh tektonik (Billings, 1974)
(Gambar 2.6).
28
Dalam proses deformasi, kekar dapat terbentuk pada saat mendekati proses
akhir atau bersamaan dengan terbentuknya struktur seperti sesar atau lipatan. Selain
itu kekar dapat terbentuk sebagai struktur penyerta dari struktur sesar maupun
disebabkan oleh perpindahan sejajar (parallel) pada permukaan rekahan (Davis &
Reynold, 1996). Sesar merupakan rekahan yang mengalami pergeseran (dari salah
satu muka yang berhadapan) arah parallelnya dengan zona permukaan (Twiss &
menurut Twiss & Moore (1992) (Gambar 2.7) dapat dibagi menjadi beberapa kelas
sebagai berikut :
1. Umum; Normal atau turun, naik (reverse) termasuk sesar anjakan atau
29
sungkup, sesar mendatar (thrust).
3. Sifat gerak terhadap bidang sesar : Pergerakan searah kemiringan (dip slip),
(Gambar 2.8) untuk menentukan jenis struktur sesar. Parameter penentuan jenis
sesar ini didasarkan oleh besaran dip bidang sesar dan besaran nilai sudut
pergeseran sesar (rake atau pitch) yang didapatkan dari pengukuran langsung pada
Gambar 2. 7 Pergerakan relatif blok-blok sesar menurut Twiss dan Moore (1992).
30
Gambar 2. 9 Hubungan struktur penyerta terhadap arah pergerakan sesar (Hill,
1976, dalam Davis dkk, 1996)
Menurut Hill (1976) dalam Davis dkk (1996), gejala-gejala adanya sesar
berupa struktur penyerta dapat dijumpai pada sesar di permukaan (fault surface),
zona sesar (fault zone) atau bidang sesar (fault plane), sehingga struktur penyerta
tersebut dapat membantu dalam analisis jenis dan pergerakan sesar. Mason L. Hill
memiliki pola sedemikian rupa (Mason L. Hill, 1976) (Gambar 2.9), diantaranya :
1. Lipatan penyerta adalah lipatan minor yang terbentuk jika ada pergeseran
sesar yang melibatkan satuan batuan dengan sifat dominan plastis (ductile)
dapat menghasilkan struktur lipatan (micro fold) yang terdapat pada jalur
sesar. Orientasi lipatan penyerta ini dapat digunakan untuk menentukan slip
2. Gash Fracture
Merupakan kekar penyerta pada suatu patahan yang memiliki bentuk terbuka
31
pada bidang rekahannya dan rekahan tersebut dapat terisi oleh mineral
sekunder tertentu.
3. Shear Fracture
terhadap contoh batuan yang diambil dari daerah penelitian. Hal tersebut dilakukan
untuk menunjang data penelitian lapangan yang telah diperoleh dari daerah
penelitian.
O’Dunn & Sill (1986) (Gambar 2.9), sedangkan untuk batuan piroklastika
teroksidasi, dapat mewakili tiap litologi di lapangan dan layak sebagai sampel untuk
digunakan untuk penelitian laboratorium agar mendapatkan data lebih detail seperti
32
Pada tahapan ini peneliti melakukan analisis petrografi, yaitu pengamatan
contoh batuan yang diambil dari daerah penelitian dan kemudian disayat pada
preparat setebal kurang lebih 0,03 mm, analisis sayatan tipis pada masing-masing
mineral penyusun utama dan mineral sekunder dengan melihat kenampakan pada
Streckeisen (1976) dalam Le Maitre (2006) (Gambar 2.11) sedangkan untuk batuan
piroklastika digunakan klasifikasi Fisher (1966) (Gambar 2.10) dan Schmidt (1981)
(Gambar 2.12).
33
Gambar 2. 11 Diagram ternary untuk klasifikasi piroklastik berdasarkan tipe
material menurut Schmid (1981).
2.2.3.2 Analisis Paleontologi
atau mikrofosil yang terdapat dalam batuan, umumnya fosil yang dianalisis berupa
mikro fosil yang mempunyai umur tertentu atau sebagai fosil indeks.
sebagai fosil indeks menurut Blow (1969) dan foraminifera bentonik untuk
pada kehadiran individu terbanyak yang diyakini mewakili suatu kedalaman bawah
laut tertentu.
melakukan pemetaan geologi secara rinci. Tahap ini dimaksud untuk meninjau hasil
dari analisis kondisi geologi oleh peneliti dengan kondisi lapangan oleh dosen
34
pembimbing demi keakuratan hasil penelitian yang telah disusun baik dalam bentuk
Pada tahapan ini dilakukan untuk pengambilan data baru atau pengambilan
data ulang dari hasil koreksi pada saat checking lapangan. Tahapan ini bertujuan
untuk melengkapi data yang sudah ada pada saat pemetaan rinci.
Tahapan ini berupa penelitian terhadap suatu masalah yang menarik untuk
dikaji pada daerah penelitian atau daerah kerja praktik. Tahap ini bertujuan untuk
35
2.4 Tahap Presentasi Kolokium
Tahap ini merupakan tahap akhir dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian.
Pada tahap ini laporan yang telah disusun dalam bentuk Skripsi dipresentasikan di
sidang tertutup, dan didepan dosen pembimbing serta dosen penguji untuk
lapangan pada saat pengambilan data tidak terjadi kendala mengenai peralatan yang
kurang lengkap pada saat dilapangan, sehingga untuk lebih diperhatikan peralatan
dengan kebutuan dan SOP dalam pekerjaan lapangan pada saat pengambilan data
1. Peta geologi regional lembar Majenang, skala 1:100.000 (Djuri dkk, 1996).
2. Peta topografi daerah penelitian yang dikembangkan dari Peta Rupa Bumi
Indonesia.
36
(slope), pengukuran arah aliran lava, pengukuran arah lensa kamera,
penelitian.
6. Palu geologi, diantaranya jenis batuan sedimen dan batuan beku. Digunakan
daerah penelitian.
8. Pita ukur dan Tongkat Jacob yang digunakan untuk mengukur ketebalan
11. Kantong sampel, yang digunakan sebagai tempat contoh batuan untuk
pengamatan.
12. Peralatan tulis yang terdiri dari buku lapangan, buku salinan, bolpoin,
dan sebagainya.
37
14. Jas hujan, digunakan sebagai alat pelindung agar ketika hujan alat dan data
15. Tas lapangan, digunakan untuk membawa segala peralatan dan bekal saat
di lapangan.
16. Topi lapangan, digunakan agar terhindar dari terik matahari yang panas.
17. Cadangan sandal lapangan, serta kaos dan celana lapangan yang digunakan
terlebih apabila pada saat dilapangan menemui kondi jalan yang berdebu.
19. Kotak P3K sebagai alat pertolongan pertama pada saat terjadi kecelakaan
dilapangan.
20. Bekal makanan, untuk menambah asupan energi pada saat di lapangan.
21. Uang, digunakan untuk alat tukar disaat kondisi yang mendesak untuk
38
BAB III
GEOLOGI REGIONAL
telah dilakukan oleh Sribudiyani dkk, (2003) yang menyebutkan bahwa tektonik
regional Jawa Timur menunjukkan adanya bukti tabrakan antara microplate yang
pada Late Cretaceous – Middle Eocene. Pada periode Late Cretaceous - Early
Aktivitas magmatik pada Kapur Akhir dapat dilacak terus menerus dari timurlaut
Early Eocene, sebuah fragmen benua terpisah diselatan, dan bergerak ke arah
terbentuk. Tabrakan India dengan Asia menghasilkan strike-slip dan blok fault pada
batas Eurasia timur dan tenggara. Strike-slip dan blok faulting menyebabkan
Sumatera dan Jawa juga mulai berkembang pada periode ini (Gambar 3.1).
pergerakan strike-slip (Red River Fault Zone, Thai-Burma Shear, Bangka Shear dan
Sumatera Fault Zone), dimana sebagian besar ekstensional berarah utara- selatan,
37
pada proses ini graben dan half-graben terbentuk. Endapan klastik kontinental
kemudian disimpan dalam cekungan ini, sebagai isian awal. Pergerakan strike-slip
mayor sepanjang shear zone besar dikompensasi oleh rotasi berlawanan arah jarum
jam (counter clock - wise rotation) dari lempeng mikro Sunda (Tapponnier, et. al.,
Gambar 3. 1 Kerangka tektonik Pulau Jawa pada 70 juta tahun yang lalu. a) dan
kerangka tektonik Pulau Jawa pada 70-35 juta tahun yang lalu. b)
(Sribudiyani dkk, 2003).
38
Pada periode Oligosen - Miosen Awal (35-20 Ma), terjadi reduksi pergerakan
lempeng yang luas dan secara cepat (Hall, 2002 dalam Sribudiani dkk, 2003).
melambatnya pergerakan lempeng tersebut, terjadi erosi dan subsidence lokal pada
wilayah Sundaland, serta sepanjang jejak patahan yang ada, terjadi pengendapan
Gambar 3. 2 Kerangka tektonik Pulau Jawa pada 35-20 Juta tahun yang lalu
Selama periode ini, Laut Cina Selatan menjadi pusat pemekaran dasar laut aktif
Pada periode Miosen tengah - Miosen Akhir (20-5 Ma), terjadi pergerakan
39
Basin, yang terdiri dari beberapa sub-basin, yang mana dipisahkan oleh tinggian
Pada daerah utara Jawa Barat orientasi patahan basement tetap berarah utara-
3.3). Pola ini mungkin telah diprakarsai sebagai pasangan patahan strike-slip,
Gambar 3. 3 Kerangka tektonik Pulau Jawa pada 20-5 Juta tahun yang lalu
atau evolusi tektonik yang sangat kompleks, dimulai dari fase transisi dari rezim
3.2 Fisiografi
Jawa Tengah dibagi menjadi 7 jalur fisiografis dari Utara-Selatan (Gambar 3.4),
yaitu (1) Gunung Api Kuarter, (2) Dataran Aluvial Pantai Utara Jawa, (3)
40
Antiklinorium Rembang - Madura, (4) Antiklinorium Bogor-Serayu Utara
Kendeng, (5) Zona Dome dan Perbukitan dalam Depresi Sentral, (6) Depresi Jawa
dan Zona Randublatung dan (7) Pegunungan Serayu Selatan (van Bemmelen, 1949)
Zona Gunungapi Kuarter memanjang dari sisi Barat hingga Timur pulau
Jawa dan terbentuk akibat aktivitas vulkanik berumur Kuarter. Di Jawa Tengah,
Dataran Aluvial Utara Jawa di Jawa Tengah membentang dari Jawa Timur
Cirebon sampai ke Pekalongan. Kemudian dimulai lagi dari sekitar Kendal sampai
41
Semarang dan dari Semarang dataran aluvial ini melebar sampai di daerah sekitar
Gunung Muria.
Timur, mulai dari sebelah Timur Semarang hingga Pulau Madura. Zona ini
memiliki lebar rata-rata 50 km. Zona ini merupakan hasil akhir dari gejala tektonik
Tersier Akhir. Zona ini terdiri atas sikuen mulai dari Eosen hingga Pliosen yang
berupa sedimen klastik laut dangkal dan karbonat yang luas. Pada zona ini terdapat
suatu tinggian (Tinggian Rembang) yang dibatasi oleh sesar mayor berarah Timur
Zona Serayu Utara memiliki lebar 30 – 50 km. Di Selatan Tegal, zona ini
tertutupi oleh produk gunungapi kuarter dari G. Slamet. Di bagian tengah ditutupi
ini menerus ke Jawa Barat menjadi Zona Bogor dengan batas antara keduanya
berupa antiklinorium dari lapisan Neogen yang terlipat kuat dan terintrusi. Zona
Kendeng meliputi daerah yang terbatas antara Gunung Ungaran hingga daerah
42
3.2.5 Zona Depresi Tengah Jawa/Zona Solo dan Zona Randublatung.
Zona Depresi Jawa Tengah memiliki morfologi yang relatif landai. Zona ini
menempati bagian tengah hingga Selatan dari wilayah Jawa Tengah dan menerus
ke bagian Utara pada zona Randublatung yang terpisah oleh zona Kendeng.
kubah. Zona ini dikontrol oleh struktur dan litologi. Jenis litologi pembentuk
morfologi zona ini terdiri atas batuan sedimen dan batuan beku. Morfologi zona ini
juga dipengaruhi oleh struktur geologi seperti perlipatan, sesar dan kekar.
van Bemmelen (1949) menyebutkan bahwa zona ini terdiri dari endapan
Neogen dan terlipat kuat dan terobosan batuan beku. Zona ini merupakan daerah
yang relatif stabil sejak Tersier yang dikontrol oleh struktur-struktur yang
yang membentuk kubah dan pegunungan. Di bagian Barat dari pegunungan Serayu
berakhir di Timur pada suatu singkapan batuan tertua tersebar di Pulau Jawa, yaitu
43
3.3 Stratigrafi
maka Formasi dari tua ke muda (Tabel 3.1) adalah Formasi Rambatan yang di
ditumpangi oleh Formasi Halang dan Formasi Kumbang. Secara tidak selaras di
Batugamping Formasi Tapak dan Anggota Breksi Formasi Tapak serta di atasnya
diendapkan secara selaras Formasi Kalibiuk . Pada Zaman Kuarter dimulai secara
Formasi Ligung. Secara tidak selaras diatasnya ditumpangi oleh vulkanik Kuarter
Gambar 3. 5 Peta Geologi daerah penelitian dalam Peta Geologi Regional Lembar
Purwokerto dan Tegal (Djuri dkk, 1996).
44
Tabel 3. 1 Kolom stratigrafi daerah Purwokerto-Tegal dan sekitarnya (Djuri dkk,
1996).
Banyumas pada umur Miosen Akhir pada kondisi tektonik back –arc setting
Formasi Halang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Formasi Halang bagian
bawah dan Formasi Halang bagian atas. Formasi Halang bagian bawah dianggap
lebih dekat dengan sumber sedimen, dan berada di bagian channel dari sistem
turbidit (Mukti dkk., 2010). Pada Formasi Halang bagian atas, mekanisme
45
diendapkannya litologi batulempung dengan sisipan tipis batupasir (Mukti
dkk.,2010).
Formasi Halang memiliki umur Miosen Tengah (Djuri dkk, 1996) dengan
ketebalan 300-500 meter yang diendapkan dalam mekanisme arus turbidit pada
sistem kipas bawah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan vulkanisme (Kertanegara
berwana kehijauan beberapa lokasi dijumpai breksi dan konglomerat. Bagian atas
Formasi Tapak terdiri atas batupasir gampingan dan napal yang memiliki warna
kehijauan dengan fragmen berupa fosil moluska. Formasi Tapak terbagi menjadi 2
anggota, yaitu Anggota Breksi dan Anggota Batugamping. Anggota Breksi Formasi
Tapak tersusun dari breksi gunungapi dengan matriks berupa batupasir tufaan, pada
Tapak terdiri atas lensa-lensa dengan warna kelabu kekuningan, tidak memiliki
perlapisan dengan ketebalan mencapai 500 meter. Anggota ini berumur Pliosen
Awal dan terendapkan dalam lingkungan laut dangkal hingga laut dalam
(Kertanegara dkk, 1987) yang terendapkan secara selaras dengan Formasi Kalibiuk
diatasnya. Sedangkan penyusun Formasi Tapak ini berupa batupasir kasar berwarna
kehijauan dan konglomerat serta dijumpai breksi andesit. Bagian atas terdiri atas
46
moluska. Formasi ini memiliki ketebalan 500 m dan diendapkan pada lingkungan
Batuan terobosan tersier ini tersusun atas litologi diorit dengan warna coklat
tua dan hitam teksturnya holokristalin subdiabas porfiritik dengan fenokris feldspar
dan mineral femis. Sebagian mineral femis lapuk dan berongga (Djuri, dkk 1996).
Tersusun atas lahar dengan bongkahan batuan gunung api bersusun atas
andesit-basalt, bergaris tengah 10-50 cm, dihaasilkan oleh G. Slamet Tua (Djuri,
dkk 1996).
Satuan Aluvial terdiri atas lempung karbonatan, pasir, kerikil, kerakal dengan
tebal kurang dari 150 meter. Merupakan endapan yang termuda dalam ururtan
lithologi menurut (Djuri dkk, 1996) yang diendapkan secara tidak selaras dengan
pola struktur dominan (Gambar 3.4), ketiga pola tersebut terbentuk pada waktu
yang berbeda dan menghasilkan kondisi tektonik yang berbeda. Pertama Pola
Meratus terbentuk pada Zaman Kapur Akhir-Eosen Awal dan berarah timurlaut-
baratdaya, kedua adalah Pola Sunda terbentuk pada kala Eosen-Oligosen berupa
struktur regangan yang berarah utara-selatan dan yang ketiga adalah Pola Jawa
47
terbentuk pada kala Oligosen Akhir-Recent dan berarah timur-barat. Pola Meratus
dominan di kawasan lepas pantai utara yang ditunjukkan oleh adanya beberapa
tinggian. Pola Sunda umum terdapat di lepas pantai utara Jawa Barat dan di daratan
bagian barat wilayah Jawa Barat dan Pola Jawa merupakan pola yang mendominasi
Gambar 3.6 Tiga arah pola struktur (kelurusan) di Jawa dan sekitarnya (Pulunggono
dan Martodjojo, 1994).
Berdasarkan hasil kajian struktur geologi di atas, daerah penelitian merupakan
bagian dari struktur Pola Jawa dan Pola Meratus yang didominasi sesar dan lipatan.
tempat perpotongan dua struktur utama, yakni antara struktur Pola Meratus yang
berarah timurlaut - baratdaya dan struktur arah Pola Jawa yang berarah relatif barat-
-timur.
48
BAB IV
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
4.1 Geomorfologi
Aspek-aspek yang akan dikaji dalam pembahasan geomorfologi pada daerah
Zuidam dan van Zuidam - Cancelado (1979) yang sangat berpengaruh terhadap
kenampakan bentuk muka bumi pada suatu daerah. Analisis pada peta topografi
(topografi) berupa beda tinggi dan sudut lereng merupakan cerminan dari aspek
morfometri pada peta topografi kurang begitu mewakili keadaan bentang alam yang
sebenarnya, karena terdapat daerah yang mengalami perubahan tata guna lahan
Berdasarkan hasil perhitungan beda tinggi, kelerangan pada peta topografi dan
penelitian, maka daerah penelitian terbagi menjadi satuan perbukitan dan lereng
tersayat kuat (Lampiran 2, Hal 71). Masing – masing satuan bentang alam akan
40
4.1.1 Satuan Perbukitan dan Lereng Denudasional (D1)
mempunyai kelerengan ± 14,3% dan beda tinggi rata-rata 37,5 meter (Lampiran 3
Hal 72). Morfogenesa yang menjadi pengontrol diduga berasal proses eksogenik
dengan ditandai terdapat soil yang tebal. Pola pengaliran yang berkembang pada
satuan ini adalah pola paralel. Satuan geomorfologi ini tersusun atas litologi
batupasir sedang dan breksi tidak kompak. Satuan geomorfologi ini dimanfaatkan
41
4.1.2 Satuan Dataran Denudasional (D5)
Satuan dataran denudasional ini mempunyai kelerengan ± 2 % dan beda tinggi rata-
rata 6 meter (Lampiran 3, Hal 75). Pola pengaliran yang berkembang pada satuan
ini adalah pola dendrtitik, pola paralel dan pola rectangular. Morfogenesa yang
menjadi pengontrol satuan ini adalah proses eksogenik yang intensif dengan bukti
di lapangan terdapat soil tebal dan terdapat titik longsoran. Satuan geomorfologi ini
tersusun atas litologi batupasir halus dan intrusi diorit dan dimanfaatkan sebagai
42
4.1.3 Satuan Pegunungan dan Perbukitan Tersayat Kuat Denudasional (D3)
perbukitan tersayat kuat struktural ini mempunyai kelerengan ± 36,87 % dan beda
tinggi rata-rata 56,44 meter (Lampiran 3, Hal 75). Pola pengaliran yang
berkembang pada satuan ini adalah pola dendrtitik dan pola parallel. Morfogenesa
yang menjadi pengontrol satuan ini adalah proses endogenik dan eksogenik berupa
kekar pada batuan yang cukup intensif yang menyebabkan pelapukan tinggi serta
ada titik longsoran. Satuan geomorfologi ini tersusun atas litologi batupasir halus
perkebunan jati.
43
Gambar 4. 3 Satuan pegunungan dan perbukitan tersayat kuat (D3) arah foto N 203°
E di Desa Karangmangu.
berhubungan erat dengan topografi dan sistem hidrologi daerah penelitian yang
hubungannya dengan curah hujan dan merupakan sifat-sifat yang paling penting
untuk klasifikasi bentang alam. Berdasarkan dari pengamatan topografi, citra DEM
SRTM maupun pengamatan di lapangan didasarkan data alur sungai dan lembah,
pola pengaliran di daerah penelitian dapat dibagi menjadi 2 jenis pola pengaliran
maka pola pengaliran di daerah penelitian dibagi menjadi 3 macam (Gambar 4.4)
44
yaitu pola pengaliran paralel, pola pengaliran dendritik dan pola pengaliran
rectangular.
Pola pengaliran yang sejajar arah alirannya. Pola ini sering dijumpai pada
denudasional (D3) yang disusun oleh litologi berupa breksi tidak kompak,
batupasir sedang, batupasir halus dan breksi kompak. Luas pola pengaliran ini
45
Pola aliran dendritik yang sudah mulai berkembang proses-proses struktur,
memiliki ciri seperti cabang ranting pohon, pola ini berkembang pada satuan
batupasir sedang, batupasir halus dan breksi kompak. Luas pola pengaliran ini
Pola aliran ini dibentuk oleh percabangan sungai- sungai yang membentuk
sudut siku-siku, lebih banyak dikontrol oleh faktor struktur geologi. Pola ini
disusun oleh litologi berupa batupasir sedang, batupasir halus dan breksi kompak.
Luas pola pengaliran ini meliputi ±35% dari luas daerah penelitian.
Stadia sungai dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tingkat erosi (baik erosi
kedalaman, iklim, aktivitas organisme dan waktu. Pembagian stadia sungai pada
Thonbury (1969). Pada daerah penelitian terdapat 2 stadia sungai yaitu stadia muda
Stadia muda, dicirikan oleh bentuk lembah sungai V, proses erosi vertikal
lebih intensif, serta kecepatan aliran sungai relatif lebih cepat. Umumnya tidak
memiliki dataran banjir dan batas antar sungai susah untuk dipisahkan,
46
kemungkinan muncul air terjun, biasanya pada litologi yang resisten. Hal ini
sedang, dataran banjir mulai terbentuk, mulai terbentuk meander sungai. Beberapa
litologi pada dasar dan tebing sungai mungkin muncul akibat erosi oleh arus sungai.
Relief atau topografi tertinggi kemungkinan akan muncul pada stadia ini, erosi
kesamping lebih kuat dibanding erosi vertikal pada tingkat ini sungai mencapai
47
Berdasarkan keadaan morfologi serta intensitas proses eksogenik dan bukti-
bukti lain di lapangan yaitu proses penelanjangan akibat denudasioanl, sungai
dengan erosi ke arah vertikal dan horisontal sehingga lembah sungai membesar dan
lebih dalam dari sebelumnya, morfologi yang masih relatif curam dan dengan
membandingkan terhadap model tingkat stadia menurut Lobeck (1939), maka dapat
disimpulkan secara umum stadia daerah penelitian termasuk kedalam stadia muda
sampai stadia dewasa.
4.2 Stratigrafi
Satuan litostratigrafi daerah penelitian mengikuti tatanama litostratigrafi
menurut kaidah Sandi Stratigrafi Indonesia (1996) dan mengacu pada peneliti
terdahulu (Djuri dkk, 1996) dalam Peta Geologi Lembar Purwokerto-Tegal terdiri
dari 5 satuan batuan dari muda ke tua yaitu sebagai berikut (Tabel 4.1):Satuan
batupasir halus Halang, Satuan breksi andesit Halang, Satuan Intrusi Diorit, Satuan
48
4.2.1 Satuan Batupasir Halus Halang
Satuan ini (Gambar 4.7) tersusun atas batupasir halus dengan pengamatan
megaskopis berwarna segar kuning kecoklatan dan warna lapuk coklat kekuningan.
memiliki sortasi baik, kemas tertutup, bentuk butir membulat, ukuran butir halus
Tengah – Miosen Akhir dan di endapkan pada lingkungan laut dalam (Kertanegara,
1987). Hasil identifikasi menunjukan bahwa satuan ini memiliki hubungan menjari
49
dengan satuan batupasir sedang Tapak. Hal ini diperkuat pada peta geologi tentatif
dengan data persebaran kedua satuan batuan pada pola kontur yang sama.
Persebaran satuan batupasir halus Halang ini menempati 35% daerah penelitian.
Satuan ini tersusun atas breksi kompak (Gambar 4.8) dengan warna segar
coklat kehitaman warna lapuk hitam kecoklatan struktur masif. tekstur batuan
sortasinya buruk kemas terbuka, betuk butir menyudut, ukuran butir kerakal-
bongkah. Komposisi batuan tersusun atas matriks pasir dan fragmen berupa andesit.
Fragmen miliki warna segar abu-abu kecoklatan dan warna lapuk coklat kehitaman.
50
Satuan breksi andesit Halang ini secara regional memiliki umur Miosen
Tengah dan di endapkan pada lingkungan kipas laut dalam hasil kegiatan
satuan batupasir halus Halang adalah menjari. Secara persebaran satuan breksi
Intrusi diorit (Gambar 4.9) ini memiliki warna segar abu-abu kehitaman dan
warna lapuk coklat kehitaman. struktur batuan ini masif dan memiliki tekstur
komposisi mineral tersusun atas mineral plagioklas, hornblen, biotit, kuarsa dan
feldspar. Satuan ini menerobos satuan batupasir halus Halang. Berdasarkan data
geologi regional intrusi ini memiiki umur relatif Miosen Akhir (Djuri., dkk 1996)
dan persebaran intrusi diorit ini seluas 2% dari luas daerah penelitian
51
4.2.4 Satuan Batupasir Sedang Tapak
Satuan ini (Gambar 4.10) tersusun atas batupasir sedang dengan warna segar
kuning kecoklatan dan warna lapuk coklat kekuningan. struktur batuan perlapisan.
tekstur batuan memiliki sortasi baik, kemas tertutup, bentuk butir membulat, ukuran
butir halus mendominasi. Komposisi batuan tersusun atas matriks pasir dengan
fragmen didominasi oleh litik sedikit sisanya adalah mineral kuarsa dan feldspar.
batupasir halus Halang adalah menjari dan memiliki umur Pliosen (Djuri, dkk
1996). Persebaran satuan batupasir sedang Tapak ini seluas 35% dari luas daerah
52
4.2.5 Satuan Breksi Lahar Slamet
Satuan ini (Gambar 4.11) tersusun atas breksi tidak kompak yang merupakan
material lepas sortasi buruk, kemas terbuka dengan ukuran pasir-kerakal dengan
struktur berlapis dan sebagian tempat graded bedding. Komposisi fragmen tersusun
atas andesit dengan warna segar abu-abu kecoklatan dan warna lapuk coklat
subhedral – euhedral.
Satuan batuan ini diendapakan tidak selaras di atas satuan batupasir sedang
Tapak karena secara jarak waktu pengendapan yang jauh antara produk tersier
dengan volkanik kuarter menurut stratigrafi regional (Djuri dkk, 1996). Persebaran
53
4.3 Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian berupa kekar berpasangan
yang dijumpai di batupasir halus (Gambar 4.12). Pada data kekar menunujukan arah
relatif barat -t i m u r (G a m ba r 4.1 3 ), yang dimana secara struktur regional pulau
jawa (Pulunggono& Martodjojo, 1994) daerah penelitian masuk ke dalam pola
struktur Jawa.
Gambar 4. 12 Hasil uji kekar yang dianalisis dengan rose diagram (Gambar 4.12).
54
BAB V
JADWAL PENELITIAN DAN RENCANA LINTASAN
persiapan hingga tahap akhir, dimana semua kegiatan telah disusun dengan rapi dan
dan tepat pada waktunya. Jadwal kegiatan penelitian tugas akhir ini dirancang
55
1.2 Rencana Lintasan
Rencana lintasan merupakan suatu kegiatan untuk mengenal suatu daerah
yang akan dipetakan kondisi geologinya dengan mengikuti jalur lintasan yang telah
ditentukan. Pemilihan arah lintasan harus melalui pertimbangan tertentu antara lain:
lainnya
b. Keadaan struktur geologi serta gejala tektonik dan sedimentasi pada batuan.
strukturnya.
56
Tujuan dari pembuatan rencana lintasan yaitu agar dapat dikumpulkan data
sehingga jalur yang dilintasi dapat memberikan gambaran geologi yang bersifat
menyeluruh.
Berdasar hasil survei pendahuluan serta peta interpretasi geologi yang telah
disusun, maka dibuat 10 lintasan sesuai dengan peta rencana lintasan yang telah
Jarak Durasi
No Lintasan Deskripsi Keterangan
(Km) (Hari)
Lintasan 1 merupakan
lintasan sungai yang
dimaksudkan untuk
Melewati
mendapatkan data
jalan setapak,
stratigrafi baik ciri
sungai di
litologi, penyebaran,
Desa Pejogol,
dan ketebalan, serta
Desa
hubungan stratigrafi
Menyusuri Sudimara dan
1 1,5 Km 2 Hari antara satuan breksi
sungai Desa Pageraji
lahar Slamet dan
Tengah.
satuan batupasir
Vegatasi pada
sedang Tapak. Data
lintasan ini
sruktur geologi
adalah pohon
berupa kedudukan
bambu
batuan, kekar sesar
maupun lipatan. Data
potensi geologi baik
57
potensi positif
maupun negatif.
Lintasan 2 merupakan
lintasan jalan dan Melewati
sungai yang jalan setapak,
dimaksudkan untuk sungai di
mendapatkan data Desa Pejogol,
stratigrafi pada satuan Desa
Menyusuri satuan batupasir Kesegeran
2 5 Km 5Hari
sungai sedang Tapak baik dan Desa
ciri litologi, Cilongok.
penyebaran, dan Vegetasi pada
ketebalan. Data lintasan ini
potensi geologi baik adalah pohon
potensi positif bambu.
maupun negatif.
Lintasan 3 merupakan
Melewati
lintasan sungai dan
jalan setapak,
jalan yang
sungai di
dimaksudkan untuk
Desa
mendapatkan data
Sanggreman
stratigrafi pada satuan
dan Desa
Menyusuri batupasir sedang
3 4Km 4 Hari Karangmangu
sungai Tapak baik ciri
dan Desa
litologi, penyebaran,
Klapasawit
dan ketebalan. Data
Vegetasi pada
sruktur geologi
lintasan ini
berupa kedudukan
adalah pohon
batuan, kekar sesar
bambu.
maupun lipatan. Data
58
potensi geologi baik
potensi positif
maupun negatif.
Lintasan 4
dimaksudkan untuk
mendapatkan data
stratigrafi baik ciri Melewati
litologi, penyebaran, jalan setapak,
dan ketebalan, serta sungai di
hubungan stratigrafi Desa Tipar
antara satuan dan Desa
batupasir sedang Kaliputih dan
Menyusuri
4 6 Km 6 Hari Tapak dan satuan Desa
sungai
batupasir halus Jingkang
Halang. Data sruktur Vegetasi pada
geologi berupa lintasan ini
kedudukan batuan, adalah pohon
kekar sesar maupun bambu dan
lipatan. Data potensi pohon jati
geologi baik potensi
positif maupun
negatif.
Lintasan 5 di Melewati
maksudkan untuk jalan setapak,
mendapatkan data sungai di
Menyusuri stratigrafi pada satuan Desa
5 2 Km 2 Hari
sungai batupasir sedang Banjarsari
Tapak baik ciri dan Desa
litologi, penyebaran, Cipete
dan ketebalan. Data Vegetasi pada
59
sruktur geologi lintasan ini
berupa kedudukan adalah pohon
batuan, kekar sesar bambu.
maupun lipatan. Data
potensi geologi baik
potensi positif
maupun negatif.
Lintasan 6 merupakan
lintasan sungai
dimaksudkan untuk
Melewati
mendapatkan data
jalan setapak,
stratigrafi pada satuan
sungai di
batupasir halus
Desa
Halang baik ciri
Panusupan
Menyusuri litologi, penyebaran,
6 3 Km 4 Hari dan Desa
sungai dan ketebalan. Data
Jatisaba
sruktur geologi
Vegetasi pada
berupa kedudukan
lintasan ini
batuan, kekar sesar
adalah pohon
maupun lipatan. Data
bambu.
potensi geologi baik
potensi positif
maupun negatif.
Lintasan 7 merupakan Melewati
lintasan sungai yang jalan setapak,
dimaksudkan untuk sungai di
Menyusuri
7 6 Km 7 Hari mendapatkan data Desa
sungai
stratigrafi baik ciri Batuanten,
litologi, penyebaran, Desa Jatisaba
dan ketebalan, serta dan Desa
60
hubungan stratigrafi Kasegeran
antara satuan Vegetasi pada
batupasir sedang lintasan ini
Tapak dan satuan adalah pohon
batupasir halus bambu.
Halang. Data sruktur
geologi berupa
kedudukan batuan,
kekar sesar maupun
lipatan. Data potensi
geologi baik potensi
positif maupun
negatif.
Lintasan 8 merupakan
lintasan jalan yang
dimaksudkan untuk
mendapatkan data
Melewati
stratigrafi satuan
jalan setapak,
batupasir halus
sungai di
Halang baik ciri
Desa
Menyusuri litologi, penyebaran,
8 6 Km 7 Hari Kasegeran
sungai dan ketebalan. Data
Vegetasi pada
sruktur geologi
lintasan ini
berupa kedudukan
adalah pohon
batuan, kekar sesar
bambu.
maupun lipatan. Data
potensi geologi baik
potensi positif
maupun negatif.
61
Lintasan 9
dimaksudkan untuk Melewati
mendapatkan data jalan setapak,
stratigrafi satuan sungai di
breksi andesit Halang Desa
baik ciri litologi, Sidamulih,
penyebaran, dan Karangendep
Menyusuri
9 4 Km 5 Hari ketebalan. Data dan
sungai
sruktur geologi Kasegeran
berupa kedudukan Kidul
batuan, kekar sesar Vegetasi pada
maupun lipatan. Data lintasan ini
potensi geologi baik adalah pohon
potensi positif bambu.
maupun negatif.
Lintasan 10
merupakan lintasan
sungai yang
Melewati
dimaksudkan untuk
jalan setapak,
mendapatkan data
sungai di
stratigrafi satuan
Desa
batupasir halus
Menyusuri Purwojati dan
10 3 Km 3 Hari Halang baik ciri
sungai Klapasawit
litologi, penyebaran,
Vegetasi pada
dan ketebalan. Data
lintasan ini
sruktur geologi
adalah pohon
berupa kedudukan
bambu.
batuan, kekar sesar
maupun lipatan. Data
potensi geologi baik
62
potensi positif
maupun negatif.
Panjang lintasan ini
ialah ± 3km yang akan
ditempuh dengan
berjalan kaki selama 1
hari.
63
Gambar 5. 1 Peta rencana lintasan lokasi penelitian.
64
BAB VI
PERSONALIA PENILITI
NIM : 410018030
Yogyakarta .
Email : prabapadma25@gmail.com
65
BAB VII
PRAKIRAAN BIAYA PENELITIAN
Dalam bab ini, merupakan rancangan keseluruhan anggaran yang
sendiri berasal dari dana pribadi yang rinciannya dapat dilihat pada (Tabel 7.1), di
bawah ini.
66
D. Konsumsi
No Konsumsi Banyak Harga Jumlah
1 Makan dan Minum 16 Hari Rp 30,000 Rp 480,000
Jumlah Rp 480,000
E. Lain-Lain
No Peralatan Banyak Harga Jumlah
1 Fotocopy dan Jilid Rp 50,0000
2 Biaya Tak Terduga Rp 200,0000
3 Ijin Penelitian Rp 20,0000
4 Ujian Kolokium Rp 1,000.000
5 Ujian Pendadaran Rp 500,0000
Jumlah Rp 1,770.000
F. Analisis Laboratorium
No Peralatan Banyak Harga Jumlah
1 Analisis Petrografi 5 Rp 75,000 Rp 375,000
2 Analisis Paleontologi 6 Rp 50,000 Rp 300,000
Jumlah Rp 675.000
67
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, E. M., 1951. The Dynamics of Faulting: Edinburgh, Oliver and Boyd, p.
206.
Asikin, S., Handoyo A., Pratistho B., dan Gafoer, 1992, Peta Geologi Lembar
Banyumas, Jawa Tengah, skala 1 : 100.000. Direktorat Geologi,
Bandung.
BAS, M. L., Maitre, R. L., Streckeisen, A., Zanettin, B., & IUGS Subcommission
on the Systematics of Igneous Rocks. 1986. A chemical
classification of volcanic rocks based on the total alkali-silica
diagram. Journal of petrology, 27(3), 745-750.
Boggs Jr, S., & Boggs, S. 2009. Petrology of sedimentary rocks. Cambridge
university press.
Condon, W.H., Pardiyanto, L. & Ketner, K.B. 1975. Peta Geologi Lembar
Banjarnegara dan Pekalongan, skala 1 : 100.000. Direktorat Geologi,
Bandung.
Condon, W.H., Pardiyanto, L., Ketner, K.B., Amin, T.C., Gafoer, S. & Samodra,
H. (1996). Peta Geologi Lembar Banjarnegara dan Pekalongan,
Jawa, skala 1 : 100.000. Edisi ke-2, Puslitbang Geologi, Bandung.
Davis.H.G. & Reynold.S.J.,1996, Structural Geology of Rock and Region, 2nd, John
Wiley & Sons. Inc, New York.
68
Djuri, M., Samodra, H., Amin, T.C., Gafoer, S., 1996. Peta Geologi Lembar
Purwokerto dan Tegal (1309-3 dan 1300-6), edisi kedua, Skala
1:100.000, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi
Bandung.
Gillespie, M., & Styles, M. 1999. BGS rock classification scheme, Volume 1.
Classification of igneous rocks.
Kertanegara, L., Uneputty, H., & Asikin, S. 1987. Stratigraphy and Tectonic
position of North Central Java Basin during Tertiary Period. In 16th
Proceeding of Indonesian Geologist Conference, Bandung.
Lunt, P., Burgon, G., & Baky, A. 2009. The Pemali Formation of Central Java and
equivalents: Indicators of sedimentation on an active plate margin.
Journal of Asian Earth Sciences, 34(1), 100-113.
Moody, J. D and Hill, M. J., 1956, Wrench Fault Tectonic, Geological society of
America Bull. Vol 67.
69
Mukti, M. M., dan Ito, M., 2010, Discovery of outcrop-scale fine-grained sediment
waves in the lower HalangFormation, an upperMiocene submarine-
fan succession in West Java, Sedimentary Geology, Elsevie.
Mukti, M. M., Ito, M., dan Armandita, C., 2009, Architectural Elements of A
Longitudinal Turbidite System: The Upper Miocene Halang
Formation Submarine-Fan System in The Bogor Trough, West Jawa,
proceedings Indonesian Petroleum Association Thirty-Third Annual
Convention & Exhibition, May 2009.
O’Dunn, S., dan Sill, W.D., 1986, Exploring Geology: Introductory Laboratory
Activities, A Peek Publication.
Prasetyadi, C. 2007 Evolusi Tektonik Paleogen Jawa Bagian Timur, Tesis S3,
Institut Teknologi Bandung, Indonesia.
70
Sribudiyani, N. M., Ryacudu, R., Kunto, T., Astono, P., Prasetya, I., Sapiie, B., ...
& Yulianto, I. 2003. The collision of the East Java Microplate and
its implication for hydrocarbon occurrences in the East Java Basin.
Thornbury, W. 1969. Principles of geomorphology 2nd edn John Wiley. New York.
Tri Laksono. 2022. Geologi Daerah Desa Jingkang, Kecamatan Cilongok,
Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.
Twiss, R. J., & Moores, E. M. 1992. Mechanics of natural fractures and faults.
Structural Geology, 2, 231-264.
van Bemmelen, R. V. 1949. The Geology of Indonesia. Vol. IA: General Geology
of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. US Government Printing
Office.
van der Pluijm, B. A., & Marshak, S. 2004. Earth structure. New York.
van Zuidam, R. A - Cancelado F.I., 1979, Terrain Analysis and Classification using
Aerial Photographs, ITC, Netherlands.
71
LAMPIRAN TERIKAT
A. Surat Izin Penelitian
B. Peta Sayatan Lereng
C. Perhitungan Morfometri
72
LAMPIRAN TERIKAT 1
SURAT IZIN PENELITIAN
73
LAMPIRAN TERIKAT 2
PETA SAYATAN LERENG
Rumus :
➢ h = {(n-1) x ik}
➢ d = L x skala
➢ α = h / d x 100 %
Keterangan :
➢ n : Jumlah kontur yang disayat
➢ ik : Interval kontur
74
LAMPIRAN TERIKAT 3
PERHITUNGAN MORFOMETRI
L n- h
No
No Sayatan (cm) 1 (m) d/m IK skala kelerngan(%) beda tinggi
1 1 1,1 6 75 275 12,5 250 27,3 75
2 2 1 6 75 250 12,5 250 30,0 75
3 3 1,1 6 75 275 12,5 250 27,3 75
4 4 0,5 2 25 125 12,5 250 20,0 25
5 5 0,4 3 38 100 12,5 250 37,5 37,5
6 6 0,9 4 50 225 12,5 250 22,2 50
7 7 0,2 3 38 50 12,5 250 75,0 37,5
8 8 0,4 3 38 100 12,5 250 37,5 37,5
9 9 0,9 5 63 225 12,5 250 27,8 62,5
10 10 0,4 6 75 100 12,5 250 75,0 75
11 11 0,7 6 75 175 12,5 250 42,9 75
12 12 0,7 7 88 175 12,5 250 50,0 87,5
13 13 0,9 7 88 225 12,5 250 38,9 87,5
14 14 1,3 7 88 325 12,5 250 26,9 87,5
15 15 0,7 4 50 175 12,5 250 28,6 50
16 16 1,7 5 63 425 12,5 250 14,7 62,5
17 17 1,7 6 75 425 12,5 250 17,6 75
18 18 0,5 3 38 125 12,5 250 30,0 37,5
19 19 0,9 3 38 225 12,5 250 16,7 37,5
20 20 0,5 5 63 125 12,5 250 50,0 62,5
21 21 0,3 3 38 75 12,5 250 50,0 37,5
22 22 1 6 75 250 12,5 250 30,0 75
23 23 0,5 4 50 125 12,5 250 40,0 50
24 24 1 4 50 250 12,5 250 20,0 50
25 25 0,4 4 50 100 12,5 250 50,0 50
26 26 0,3 4 50 75 12,5 250 66,7 50
27 27 0,4 4 50 100 12,5 250 50,0 50
28 28 1,3 6 75 325 12,5 250 23,1 75
29 29 0,8 6 75 200 12,5 250 37,5 75
30 30 0,8 5 63 200 12,5 250 31,3 62,5
31 31 0,8 6 75 200 12,5 250 37,5 75
32 32 1 10 125 250 12,5 250 50,0 125
33 33 0,4 6 75 100 12,5 250 75,0 75
34 34 0,5 4 50 125 12,5 250 40,0 50
35 35 0,4 6 75 100 12,5 250 75,0 75
75
36 36 0,6 5 63 150 12,5 250 41,7 62,5
37 37 0,3 3 38 75 12,5 250 50,0 37,5
38 38 0,5 4 50 125 12,5 250 40,0 50
39 39 0,7 3 38 175 12,5 250 21,4 37,5
40 40 0,6 5 63 150 12,5 250 41,7 62,5
41 41 1,9 6 75 475 12,5 250 15,8 75
42 42 1,7 3 38 425 12,5 250 8,8 37,5
43 43 0,8 4 50 200 12,5 250 25,0 50
44 44 0,8 5 63 200 12,5 250 31,3 62,5
45 45 0,8 5 63 200 12,5 250 31,3 62,5
46 46 0,8 5 63 200 12,5 250 31,3 62,5
47 47 1,3 5 63 325 12,5 250 19,2 62,5
48 48 1 5 63 250 12,5 250 25,0 62,5
49 49 1,1 7 88 275 12,5 250 31,8 87,5
50 50 0,8 4 50 200 12,5 250 25,0 50
51 51 0,8 4 50 200 12,5 250 25,0 50
52 52 1,2 7 88 300 12,5 250 29,2 87,5
53 53 0,6 5 63 150 12,5 250 41,7 62,5
54 54 0,3 6 75 75 12,5 250 100,0 75
55 55 0,7 6 75 175 12,5 250 42,9 75
56 56 0,5 3 38 125 12,5 250 30,0 37,5
57 57 0,6 5 63 150 12,5 250 41,7 62,5
58 58 1 3 38 250 12,5 250 15,0 37,5
59 59 1 2 25 250 12,5 250 10,0 25
60 60 0,4 4 50 100 12,5 250 50,0 50
61 61 0,4 4 50 100 12,5 250 50,0 50
62 62 0,5 3 38 125 12,5 250 30,0 37,5
63 63 0,9 3 38 225 12,5 250 16,7 37,5
64 64 0,7 3 38 175 12,5 250 21,4 37,5
65 65 1,3 5 63 325 12,5 250 19,2 62,5
66 66 1,2 2 25 300 12,5 250 8,3 25
67 67 0,8 4 50 200 12,5 250 25,0 50
68 68 0,8 6 75 200 12,5 250 37,5 75
69 69 1,1 6 75 275 12,5 250 27,3 75
70 70 0,3 3 38 75 12,5 250 50,0 37,5
71 71 0,5 3 38 125 12,5 250 30,0 37,5
72 72 0,1 3 38 25 12,5 250 150,0 37,5
73 73 0,4 3 38 100 12,5 250 37,5 37,5
74 74 0,3 2 25 75 12,5 250 33,3 25
75 75 0,9 5 63 225 12,5 250 27,8 62,5
76 76 1,1 5 63 275 12,5 250 22,7 62,5
77 77 1,2 2 25 300 12,5 250 8,3 25
76
78 78 0,7 5 63 175 12,5 250 35,7 62,5
79 79 0,8 6 75 200 12,5 250 37,5 75
80 80 0,6 4 50 150 12,5 250 33,3 50
81 81 0,6 4 50 150 12,5 250 33,3 50
82 82 0,9 3 38 225 12,5 250 16,7 37,5
83 83 0,5 3 38 125 12,5 250 30,0 37,5
84 84 0,7 6 75 175 12,5 250 42,9 75
85 85 0,5 4 50 125 12,5 250 40,0 50
86 86 0,6 6 75 150 12,5 250 50,0 75
87 87 0,8 4 50 200 12,5 250 25,0 50
88 88 1,8 6 75 450 12,5 250 16,7 75
89 89 0,3 2 25 75 12,5 250 33,3 25
90 90 0,8 4 50 200 12,5 250 25,0 50
91 91 1,2 9 113 300 12,5 250 37,5 112,5
92 92 0,4 5 63 100 12,5 250 62,5 62,5
93 93 0,8 6 75 200 12,5 250 37,5 75
94 94 0,6 2 25 150 12,5 250 16,7 25
95 95 1,2 5 63 300 12,5 250 20,8 62,5
96 96 0,2 3 38 50 12,5 250 75,0 37,5
97 97 0,1 2 25 25 12,5 250 100,0 25
98 98 0,5 4 50 125 12,5 250 40,0 50
99 99 0,3 2 25 75 12,5 250 33,3 25
100 100 0,5 4 50 125 12,5 250 40,0 50
101 101 0,6 6 75 150 12,5 250 50,0 75
77
Lampiran 1. 1 Tabel perhitungan sayatan lereng satuan geomorfologi (D1).
No L h beda
No n-1 d/m IK skala kelerengan(%)
Sayatan (cm) (m) tinggi
101 101 0,6 3 38 150 12,5 250 25,0 37,5
102 102 0,8 3 38 200 12,5 250 18,8 37,5
103 103 0,7 2 25 175 12,5 250 14,3 25
104 104 0,8 2 25 200 12,5 250 12,5 25
105 105 0,6 2 25 150 12,5 250 16,7 25
106 106 0,8 2 25 200 12,5 250 12,5 25
107 107 0,9 3 38 225 12,5 250 16,7 37,5
108 108 0,4 3 38 100 12,5 250 37,5 37,5
109 109 0,9 3 38 225 12,5 250 16,7 37,5
110 110 1,6 3 38 400 12,5 250 9,4 37,5
111 111 1,4 5 63 350 12,5 250 17,9 62,5
112 112 0,7 2 25 175 12,5 250 14,3 25
113 113 0,4 3 38 100 12,5 250 37,5 37,5
114 114 0,7 2 25 175 12,5 250 14,3 25
115 115 0,9 3 38 225 12,5 250 16,7 37,5
116 116 1 3 38 250 12,5 250 15,0 37,5
117 117 1 3 38 250 12,5 250 15,0 37,5
118 118 1 4 50 250 12,5 250 20,0 50
119 119 0,6 3 38 150 12,5 250 25,0 37,5
120 120 1 3 38 250 12,5 250 15,0 37,5
Jumlah 713 4200 370,5 712,5
rata
rata
- 27 221,05263 14,3 37,5
-rata
rata
78
Lampiran 1. 2 Tabel perhitungan sayatan lereng satuan geomorfologi (D5).
L n- h
No No Sayatan (cm) 1 (m) d/m IK skala kelerngan(%) beda tinggi
121 121 1 3 38 250 12,5 250 15,0 37,5
122 122 0,7 1 13 175 12,5 250 7,1 12,5
123 123 1 1 13 250 12,5 250 5,0 12,5
124 124 2 2 25 500 12,5 250 5,0 25
125 125 2,4 1 13 600 12,5 250 2,1 12,5
126 126 1 1 13 250 12,5 250 5,0 12,5
127 127 1,1 2 25 275 12,5 250 9,1 25
128 128 4,1 1 13 1025 12,5 250 1,2 12,5
129 129 5 1 13 1250 12,5 250 1,0 12,5
Jumlah 163 50,5 162,5
Beda tinggi: 6m
Kelerengan: 2%
79
LAMPIRAN LEPAS
D. Peta Lokasi Pengamatan
E. Peta Geomorfologi Tentatif
F. Peta Geologi Tentatif
G. Peta Rencana Lintasan
80