Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOLOGI FISIK

ACARA VI
KORELASI UNIT STRATIGRAFI

Disusun Oleh:
Nugrah Oktrisya Alfiani
19080026

Pelaksanaan Praktikum:
Hari / Tanggal : Jum’at / 1 November 2019
Sesi / Jam : III / 13,20 – 15.00

LABORATORIUM GEOLOGI TAMBANG


PROGRAM STUDI D3 TEKNIK PERTAMBANGAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK

ACARA VI
KORELASI UNIT STRATIGRAFI

Disusun Oleh:
Nugrah Oktrisya Alfiani
19080026

Disetujui untuk Laboratorium Geologi Tambang


Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik
Universitas Negeri Padang

Tanggal : 2019
Asisten Pembimbing

( ………………………………)
NIM / BP……………………

i
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-
Nya, sehingga laporan ini dapat selesai tepat pada waktunya.Laporan ini disusun agar
mahasiswa dapat mengetahui konsep dasar geologi fisik beserta aplikasinya dalam
duni pertambangan. Dengan telah tersusunnya laporan ini, maka saya selaku
penyusun mengucapkan terima kasih kepada :
1. Harizona Aulia Rahman, S.T , M.Eng selaku dosen Geologi Fisik beserta
para staf pengajar lainnya.
2. Wahyu Aulia, Hanifa Octaviani selaku Asisten Laboratorium Geologi
Fisik yang telah memberikan bimbingan dan arahan.
3. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah
membantu sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penyusun mengharapkann saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan
kedepan. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat dan memberikan ilmu bagi
penyusun pada khususnya dan pada pembaca pada umumnya.

Padang, November 2019


Penyusun

Nugrah Oktrisya Alfiani

ii
iii

DAFTAR ISI

LEMBARAN PENGESAHAN .......................................................................i


KATA PENGANTAR .....................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi
LEMBARAN KONSULTASI ......................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Tujuan .................................................................................................. 1
C. Manfaat ................................................................................................ 1
D. Alat dan Bahan ..................................................................................... 2
BAB II DASAR TEORI .................................................................................. 3
A. Pengertian Korelasi Stratigrafi ............................................................ 3
B. Metoda Korelasi ................................................................................... 6
C. Hukum Dasar Geologi ......................................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................ 18
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 22
LAMPIRAN .................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 24

iii
iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran : 3 halaman

iv
v

DAFTAR GAMBAR

A. Gambar 1. Korelasi batu pasir ............................................................................. 9


B..Gambar 2. Lapisan batuan yang belum terdeformasi .......................................... 9
C.. Gambar 3. Lapisan batuan horizontal ................................................................ 9
D. Gambar 4. Lapisan batuan tidak horizontal .......................................................... 11
E..Gambar 5. Original continuity .............................................................................. 12
F.. Gambar 6. Law of uniformitarianis ...................................................................... 12
G. Gambar 7. Cross cutting relationship .................................................................. 13
H. Gambar 8. Faunal succession .............................................................................. 14
I...Gambar 9. Strata identified ................................................................................... 14
J...Gambar 10. Paraconfirmity .................................................................................. 15
K. Gambar 11. Disconfirmity .................................................................................... 16
L..Gambar 12. Angular unconformity ...................................................................... 16
M.Gambar 13. Nonconformity .................................................................................. 17

v
vi

DAFTAR TABEL

A. Table 1. Hubungan dari korelasi langsung, tidak langsung dan matching ……… 6

vi
vii

LEMBARAN KONSULTASI

Nama : Nugrah Oktrisya Alfiani


Nim / BP : 19080026/19
Acara : Korelasi Unit Stratigrafi
Asisten labor :
Hari / Tanggal Keterangan Paraf

Padang,
Asisten / Pemateri

(………………………….)
Nim / BP ……………….

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dalam pengertiannya yang paling sederhana, korelasi merupakan suatu
kegiatan dalam menghubungkan titik dengan titik lain pada sebuah penampang,
dengan asumsi bahwa titik-titik tersebut terletak pada suatu bida perlapisan yang
sama. Dengan asumsi bidang perlapisan merupakan bidang kesamaan umur atau
waktu dan bidang ini dijadikan dasar penerikan garis korelasi. Korelasi merupakan
bagian fundamental dari stratigrafi dan banyak usaha telah dilakukan oleh para
ahli untuk menciptakan satuan-satuan stratigrafi resmi yang pada gilirannya
memungkinkan ditemukannya metoda-metoda praktis dan handal untuk
mengkorelasikan satuan-satuan tersebut. Tanpa korelasi, penelaahan stratigrafi
tidak lebih dari sekedar pemerian stratigrafi lokal.
Konsep korelasi menembus jauh kepada akar stratigrafi. Prinsip-prinsip dasar
korelasi telah ditampilkan dalam ber-bagai buku ajar lama mengenai geologi dan
stratigrafi. Pembahasan yang menarik mengenai hal ini dilakukan oleh Dunbar &
Rodgers (1957), Weller (1960), serta Krumbein & Sloss (1963). Terus
meningkatnya ketertarikan para ahli pada masalah korelasi antara lain ditunjukkan
oleh terbitnya sejumlah karya tulis baru mengenai korelasi, khususnya korelasi
yang dilakukan dengan menggunakan metoda statistika (a.l. Agterberg, 1990;
Cubitt & Reyment, 1982; Mann, 1981; Merriam, 1981).
B. Tujuan dan Manfatat
1. Mengidentifikasi singkapan batuan
2. Menentukan penyebaran arah batuan serta menentukan sudut yang dibentuk
terhadap strike (dip)
3. Menentukan umur seta ketebalan batuan yang telah dijumpai
4. Dapat mengidentifikasi proses penbentukan batuannya berdesarkan
lingkungan pembentuksannya.

1
2

C. Alat dan bahan


1. Kertas kalkir
2. Pensil warna / crayon
BAB II
DASAR TEORI

A. Pengertian Korelasi Stratigrafi


Meskipun konsep korelasi telah ada sejak awal perkembangan stratigrafi,
namun para ahli belum sepakat mengenai arti eksak dari istilah “korelasi” itu
sendiri. Dilihat dari kacamata sejarah, ada dua pendapat mengenai hal ini.
Pendapat pertama bersikukuh agar konsep korelasi hanya diartikan sebagai usaha
untuk memperlihatkan kesebandingan waktu (time equivalency); maksudnya,
korelasi merupakan usaha untuk menunjukkan bahwa dua tubuh batuan
diendapkan pada rentang waktu yang sama (Dunbar & Rodgers, 1957; Rodgers,
1959). Dilihat dari kacamata ini, usaha untuk memperlihat-kan ekivalensi dua
satuan litostratigrafi berdasarkan kemiripan litologi tidak termasuk ke dalam
kategori korelasi.
Pendapat kedua mengartikan korelasi secara luas sehingga mencakup semua
usaha untuk memperlihatkan kesebandingan litologi, paleontologi, atau kronologi
(Krumbein & Sloss, 1963). Dengan kata lain, dua tubuh batuan dapat
dikorelasikan sebagai satuan litostratigrafi atau satuan biostratigrafi yang sama,
meskipun keduanya memiliki umur yang berbeda. Karena keluasan arti dan
kesederhanaan pemakaiannya, tidak mengherankan apabila kebanyakan ahli
geologi dewasa ini lebih cenderung untuk menerima pengertian korelasi yang luas
ini. Para ahli geologi perminyakan, misalnya saja, secara rutin melakukan korelasi
formasi-formasi bawah permukaan dengan menggunakan well logs atau rekaman
seismik. Sandi Stratigrafi Amerika Utara 1983 mengakui adanya tiga tipe utama
korelasi sbb:
1. Litokorelasi (lithocorrelation) yang mengungkapkan kemiripan litologi dan
posisi stratigrafi.
2. Biokorelasi (biocorrelation) yang mengungkapkan kemiripan kandungan fosil
dan posisi biostratigrafi.

3
4

3. Kronokorelasi (chronocorrelation) yang mengungkapkan korespondensi umur


dan posisi kronostratigrafi.
Kronokorelasi dapat dibuat berdasarkan setiap metoda yang memungkinkan
penyetaraan umur strata. Korelasi yang didasarkan pada litologi juga dapat
menghasilkan korelasi kronostratigrafi pada skala lokal, namun apabila ditelusuri
secara regional, banyak satuan lito-stratigrafi memotong bidang-bidang waktu.
Satuan stratigrafi yang diendapkan selama transgresi atau regresi besar memotong
bidang-bidang waktu. Satu hal penting yang perlu ditekankan disini adalah bahwa
batas-batas yang ditentukan berdasarkan kriteria tertentu belum tentu sama dengan
batas-batas yang ditentukan berdasarkan kriteria lain. Fakta inilah yang
mendorong munculnya metoda-metoda korelasi yang beragam (litokorelasi,
biokorelasi, kronokorelas) dan dapat memberikan hasil yang berbeda-beda,
meskipun diterapkan pada lintap stratigrafi yang sama.
Hal lain yang penting ditekankan disini adalah perbedaan antara konsep
matching dengan konsep korelasi. Matching didefinisikan secara sederhana
sebagai korespondensi serangkaian data dengan tidak merujuk pada satuan
stratigrafi (Schwarzacher, 1975; Shaw, 1982). Sebagai contoh, dua satuan dalam
penampang-penampang stratigrafi dari daerah yang berbeda, namun memiliki
litologi yang pada dasarnya identik (misalnya dua serpih hitam), dapat di-match-
kan berdasarkan litologinya. Walau demikian, kedua satuan itu mungkin tidak
sebanding, baik dalam hal waktu maupun litostragrafinya. Penelusuran satuan-
satuan yang terletak diantara berbagai lokasi itu mungkin akan memberikan
informasi bahwa salah satu diantaranya terletak di atas satuan yang lain. Matching
berdasarkan karakter litologi pada kasus seperti itu tidak menunjukkan
kesebandingan. Shaw (1982) menyatakan bahwa proses korelasi adalah proses
untuk menunjuk-kan hubungan geometri antara batuan, fosil, atau lintap data
geologi dengan tujuan untuk menafsirkan dan menyusun model fasies,
merekonstruksikan paleontologi, atau untuk menyusun model struktur.

4
5

Hal lain yang penting ditekankan disini adalah perbedaan antara


konsep matching dengan konsep korelasi. Matching didefinisikan secara sederhana
sebagai korespondensi serangkaian data dengan tidak merujuk pada satuan
stratigrafi (Schwarzacher, 1975; Shaw, 1982). Sebagai contoh, dua satuan dalam
penampang-penampang stratigrafi dari daerah yang berbeda, namun memiliki
litologi yang pada dasarnya identik (misalnya dua serpih hitam), dapat di-match-
kan berdasarkan litologinya. Walau demikian, kedua satuan itu mungkin tidak
sebanding, baik dalam hal waktu maupun litostragrafinya. Penelusuran satuan-
satuan yang terletak diantara berbagai lokasi itu mungkin akan memberikan
informasi bahwa salah satu diantaranya terletak di atas satuan yang
lain. Matching berdasarkan karakter litologi pada kasus seperti itu tidak
menunjukkan kesebandingan. Shaw (1982) menyatakan bahwa proses korelasi
adalah proses untuk menunjuk-kan hubungan geometri antara batuan, fosil, atau
lintap data geologi dengan tujuan untuk menafsirkan dan menyusun model fasies,
merekonstruksikan paleontologi, atau untuk menyusun model struktur.
Tujuan korelasi adalah menetapkan ekivalensi satuan-satuan stratigrafi yang
terletak di daerah yang berbeda-beda. Definisi itu secara implisit menyatakan
bahwa korelasi dilakukan diantara satuan-satuan stratigrafi (satuan litostratigrafi,
satuan biostratigrafi, dan satuan krono-stratigrafi). Korelasi dapat dianggap
langsung (resmi) atau tidak langsung (tidak resmi) (Shaw, 1982). Korelasi
langsung (direct correlation) dilakukan secara fisik dan hasilnya tidak diragukan.
Penelusuran fisik suatu satuan stratigrafi yang menerus merupakan satu-satunya
metoda yang mampu memperlihatkan korespondensi satuan litostratigrafi dari satu
tempat ke tempat lain secara meyakinkan. Korelasi tidak langsung (indirect
correlation) dilakukan dengan berbagai metoda seperti pembandingan visual
terhadap well logs, rekaman pembalikan kutub magnet, atau kumpulan fosil.
Walau demikian, pembandingan seperti itu memiliki tingkat kehandalan yang
berbeda-beda dan tidak pernah benar-benar meyakinkan.

5
6

Korelasi tidak langsung berdasarkan satu gejala fisik atau gejala biologi
tertentu yang memang diperlukan sekaligus memadai untuk menunjukkan
ekivalensi disebut korelasi monotetik (monothetic correlation). Penunjukkan
ekivalensi yang dilakukan secara statistik berdasarkan sejumlah karakter, karena
tidak ada satu karakter tunggal yang memadai untuk menunjukkan ekivalensi,
disebut korelasi politetik (polythetic correlation). Korelasi politetik umumnya
menuntut dilakukan-nya pengukuran-pengukuran yang sistematis serta
dilibatkannya statistika; bukan sekedar pembandingan visual.

Correlation Formal Physical tracing of stratigraphic unit


Indirect Arbitary Systematical
Visual Monothetic Polythetic
comparisons Numeric Statistical Equivalence
Equivalence
Matching Comparisons of nonstrtigraphic units
Table 1. Hubungan dari korelasi langsung, tidak langsung dan matching
B. Metoda Korelasi
1. Pelacakan Kemenerusan Lateral dari Unit Litostratigrafi
Pelacakan kemenerusan secara langsung dari sebuah unit lithostratografi dari
suatu local ke local lain adalah satunya metode korelasi yang dapat menetapkan
kesamaan dari sebuah unit tanpa keraguan. Metode korelasi ini dapat digunakan
hanya jika lapisan secara menerus atau mendekati menerus tersingkap. Jika
singkapan dari lapisan tersela oleh daerah yang luas yang tertutup tanah dan
vegetasi lebat, atau lapisan terhenti oleh erosi, atau dipotong lembah yang
besar, atau tersesarkan, penelusuran secara fisik  pada lapisan menjadi tidak
mungkin. Dalam keadaan itu, teknik korelasi lainnya (tidak langsung) harus
digunakan (Boggs, 1987).
2. Kemiripan Litologi

6
7

Para ahli geologi yang bekerja pada daerah dimana penelusuran


langsung tidak mungkin harus mengandalkan metoda-metoda yang
melibatkan proses matching strata dari satu tempat ke tempat lain berdasarkan
kemiripan litologi dan posisi stratigrafi. Karena matching strata belum tentu
mengindikasikan korelasi, maka korelasi yang didasarkan pada kemiripan
litologi memiliki tingkat kehandalan yang beragam. Keberhasilan dari korelasi
dengan cara seperti itu tergantung pada kekhasan gejala litologi yang
digunakan sebagai indikator korelasi, khuluk lintap stratigrafi yang akan
dikorelasikan, serta ada tidaknya perubahan litologi dari satu tempat ke tempat
lain.
Kemiripan litologi dapat ditetapkan berdasarkan berbagai sifat batuan,
misalnya litologi umum (gross lithology; mis. batupasir, serpih, atau
batugamping), warna, kumpulan mineral berat atau mineral khas lainnya,
struktur sedimen primer (mis. perlapisan dan laminasi silang-siur), ketebalan,
dan karakter lapukan. Makin banyak sifat batuan yang dijadikan sebagai
dasar matching, makin tinggi kemungkinan kita untuk dapat me-match-kan
litologi yang bersesuaian. Satu sifat tunggal, misalnya warna atau ketebalan,
dapat berubah secara lateral, namun sejumlah sifat litologi memiliki
kemungkinan yang lebih kecil untuk berubah secara lateral.
3. Posisi Stratigrafi
Cara lain dimana posisi stratigrafi juga memegang peranan penting
adalah penentuan korelasi berdasarkan kaitannya dengan suatu lapisan atau
satuan yang sangat khas dan dapat dengan mudah dikorelasikan dari satu
tempat ke tempat lain. Lapisan atau satuan seperti itu berperan sebagai control
unit untuk meng-korelasikan strata yang terletak di atas dan dibawahnya.
Sebagai contoh, lapisan satuan debu jatuhan yang tipis atau lapisan bentonit
mungkin hadir dalam suatu lintap stratigrafi dan dapat dengan mudah dikenal
pada daerah tertentu. Jika debu atau bentonit itu merupakan satu-satunya
lapisan debu atau bentonit dalam lintap stratigrafi di daerah itu, sehingga tidak

7
8

mungkin tertukar dengan lapisan debu atau bentonit lain, maka lapisan itu
dapat berperan sebagai lapisan kunci (key bed; marker bed), kepada lapisan
mana strata lain dapat dikaitkan. Strata yang terletak tidak jauh di atas atau di
bawah control unit dapat dikorelasikan dengan tingkat keyakinan yang tinggi.
Jika dua atau lebih lapisan kunci hadir dalam suatu lintap stratigrafi, maka hal
itu akan lebih meningkatkan kehandalan korelasi strata yang terletak diantara
dua lapisan kunci. Jelas sudah bahwa korelasi akan lebih meyakinkan lagi
apabila jarak antar lapisan kunci itu makin rapat.
4. Korelasi Dengan Instrumen Well Logs
Log adalah suatu terminologi yang secara original mengacu pada
hubungan nilai dengan kedalaman, yang diambil dari pengamatan
kembali (mudlog). Sekarang itu diambil sebagai suatu pernyataan untuk
semua pengukuran kedalam lubang sumur (Mastoadji, 2007).
Secara prinsip pengunaan dari  well logs adalah untuk:
a) Penentuan lithologi
b) Korelasi stratigrafi
c) Evaluasi fluida dalam formasi
d) Penentuan porositas
e) Korelasi dengan data seismik
f) Lokasi dari faults and fractures
g) Penentuan dip dari strata
Syarat untuk dapat dilakukannya korelasi well logs antara lain adalah :
a) Deepest
b) Thickest
c) Sedikit gangguan struktur (unfaulted)
d) Minimal ada 2 data well log pada daerah pengamatan

8
9

Gambar 1. Korelasi Batupasir

C. Hukum Dasar Geologi


1. HUKUM SUPERPOSISI
 Hukum Superposisi di kemukakan oleh Steno pada tahun 1669 yang
berisi “the lower is the older, the upper is the younger” Yang berarti Dalam
suatu urutan perlapisan batuan, maka lapisan batuan yang terletak di bawah
umurnya relatif lebih tua dibanding lapisan diatasnya selama lapisan batuan
tersebut belum mengalami deformasi. 

    

Gambar 2. Lapisan batuan yang belum terdeformasi

Gambar diatas adalah gambar suatu lapisan batuan yang belum terkena
deformasi atau masih dalam keadaan normal. Dalam gambar tersebut kita

9
10

dapat melihat bahwa lapisan Batuserpih adalah lapisan yang pertama kali
terbentuk kemudian di ikuti oleh lapisan Batugamping, Konglomerat, dan
Batupasir. Sehingga dapat di simpulkan bahwa Serpih merupakan lapisan
tertua dan Batupasir merupakan lapisan termuda.
2. HUKUM HORIZONTALITY
Hukum horizontalitas dikemukakan oleh Steno pada tahun 1669.
Hukum ini menjelaskan bahwa Pada awal proses sedimentasi, sebelum
terkena gaya atau perubahan, sedimen akan terendapkan secara horizontal.
Sehingga jika dijumpai batuan sedimen dengan kedudukan lapisan miring
berarti batuan tersebut sudah mengalami deformasi 

10
11

Gambar 3. Lapisan batuan horizontal


Dalam gambar tersebut terlihat bahwa lapisan batuan akan terbentuk
secara horizontal dengan mengikuti wadah atau cekungan tempat lapisan
tersebut terendapkan.

11
12

Gambar 4. Lapisan batuan tidak horizontal

       Gambar tersebut menjelaskan jika lapisan batuan sudah tidak


horizontal atau tidak mengikuti bentuk wadahnya maka lapisan tersebut
sudah mengalami deformasi atau sudah tidak lagi dalam keadaan normal. 
3. Original Continuity (Nicolas Steno,1669):
“The original continuity of water-laid sedimentary strata is terminated
only by pincing out againts the basin of deposition, at the time of their
deposition” (Steno, 1669) Lapisan sedimen diendapkan secara menerus dan
bersinambungan (continuity), sampai batas cekungan sedimentasinya. Lapisan
sedimen tidak mungkin terpotong secara tiba-tiba, dan berubah menjadi
batuan lain dalam keadaan normal. Pada dasarnya hasil suatu pengendapan
yakni bidang perlapisan, akan menerus walaupun tidak kasat mata.
Pemancungan disebabkan oleh :
-Ketidakselarasan
-Erosi
-Morfologi

Gambar 5. Original continuity


4. Law Of Uniformitarianism (JAMES HUTTON, 1785):

12
13

Hukum ini meyatakan bahwa keadaan sekarang adalah kunci bagi


keadaan masa lalu(the present is the key to the past) Proses geologi terjadi
pada saat ini juga terjadi pada masa lampau. Sebagai contoh dapat disebutkan
bahwa pada saat ini batu gamping koral sedang tumbuh dilaut, jadi kalau pada
saat ini terdapat dipucak gunung dapat disimpulkan bahwa pada jaman yang
lalu daerah pegunungan tersebut merupakan dasar laut. Proses (tektonik
lempeng,pembentukan gunung, erosi, dll) yang terjadi sekarang diyakini telah
terjadi sejak bumi terbentuk Proses geologi yang sedang terjadi saat ini juga
terjadi pada masa lampau.

Gambar 6. Law of uniformitarianism

5. Cross-Cutting Relationship (A.W.R Potter & H. Robinson):


Apabila terdapat penyebaran lap. Batuan (satuan lapisan batuan),
dimana salah satu dari lapisan tersebut memotong lapisan yang lain, maka
satuan batuan yang memotong umurnya relatif lebih muda dari pada satuan
batuan yang di potongnya.

13
14

Gambar 7. Cross cutting relationship


6. Faunal Succession (Abble Giraud-Soulavie, 1778):
Pada setiap lapisan yang berbeda umur geologinya akan ditemukan
fosil yang berbeda pula. Secara sederhana bisa juga dikatakan Fosil yang
berada pada lapisan bawah akan berbeda dengan fosil di lapisan atasnya. Fosil
yang hidup pada masa sebelumnya akan digantikan (terlindih) dengan fosil
yang ada sesudahnya, dengan kenampakan fisik yang berbeda (karena
evolusi). Perbedaan fosil ini bisa dijadikan sebagai pembatas satuan formasi
dalam lithostratigrafi atau dalam koreksi stratigrafi. dan bisa untuk
mengetahui lingkunan sebelum terfossilkan

14
15

Gambar 8. Faunal succestion


7. Strata Identified by Fossils (Smith, 1816) :
Pada setiap lapisan dapat di bedakan oleh fosil fosil yang terkandung
di di dalamnya tertentu.

Gambar 9. Strata identified


8. Fasies sedimen (sellay,1978) :
Suatu kelompok litologi dengan ciri ciri yang khas yang merupakan
hasil dari suatu lingkungan pengendapan tertentu baik aspek fisik, kimia, atau
biologi suatu endapan dalam kesatuan waktu. dua buah batuan yang di
endapkan pada satu waktu di katakan beda fasies apabila berbeda fisik,kimia,
biologi.

9. Unconformity 
Unconformity adalah hubungan antara satu lapis batuan dengan lapis
batuan lainnya (batas atas atau bawah) yang tidak kontinyu (tidak menerus),
yang disebabkan oleh adanya rumpang waktu pengendapan.
Dalam geologi dikenal 3 (tiga) jenis ketidak selarasan yaitu : 
a) Paraconformity adalah hubungan antara dua lapisan sedimen yang bidang
ketidakselarasannya sejajar dengan perlapisan sedimen. Pada kasus ini
sangat sulit sekali melihat batas ketidakselarasannya karena tidak ada

15
16

batas bidang erosi. Cara yang digunakan untuk melihat keganjilan antara
lapisan tersebut adalah dengan melihat fosil di tiap lapisan. Karena setiap
sedimen memiliki umur yang berbeda dan fosil yang terkubur didalamnya
pasti berbeda jenis

                        

Gambar 10. Paraconfirmity


a) Disconformity adalah salah satu jenis ketidakselarasan yang hubungan
antara satu lapisan sedimen dengan satu batuan sedimen lainnya yang
dibatasi oleh satu rumpang waktu tertentu (ditandai oleh selang waktu
dimana tidak terjadi pengendapan) 

16
17

Gambar 11. Disconfirmity


b) Angular Unconformity (Ketidakselarasan Bersudut) adalah salah satu
jenis ketidakselarasan yang hubungan antara satu lapis batuan
(sekelompok batuan) dengan satu batuan lainnya (kelompok batuan
lainnya), memiliki hubungan/kontak yang membentuksudut. 

Gambar 12. Angular unconformity


c) Nonconformity adalah salah satu jenis ketidakselarasan yang
hubungan antara satu lapis batuan (sekelompok batuan) dengan satu
batuan beku atau metamorf. 

17
18

Gambar 13. Nonconformity

18
BAB III
PEMBAHASAN

1. Lithostatigrafi

19
20

Litostratigrafi merupakan ilmu geologi yang berhubungan dengan penelitian


mengenai strata lapisan batuan. Fokus utama dari penelitian ini mencakup
geokronologi, geologi perbandingan, dan petrologi. Secara umum suatu strata
dapat berupa batuan beku atau batuan sedimen bergantung bagaimana
pembentukan batuan tersebutLapisan batuan sedimen terbentuk oleh pengendapan
sedimen yang berhubungan dengan proses pelapukan, peluruhan zat organik
(biogenik) atau melalui presipitasi kimiawi.. Lapisan batuan beku dapat memiliki
karekter plutonik atau vulkanik bergantung pada kecepatan pembekuan dari batuan
tersebut. Lapisan ini umumnya sama sekali tidak memiliki fosil dan
merepresentasikan aktivitas intrusi dan ekstrusi yang terjadi sepanjang sejarah
geologi daerah tersebut.
Terdapat beberapa prinsip yang digunakan untuk menjelaskan kehadiran
strata. Ketika suatu batuan beku memotong suatu formasi batuan sedimen, kita
dapat mengatakan bahwa intusi batuan beku tersebut berumur lebih muda dari
batuan sedimen tersebut. Hukum superposisi mengatakan bahwa suatu lapisan
batuan sedimen pada suatu strata yang ridak terganggu secara tektonik lebih muda
dari yang dibawahnya dan lebih tua dari yang berada diatasnya. Prinsip
kemendataran awal menyatakan bahwa pengendapan sedimen pada dasarnya
terjadi sebagai lapisan mendatar.
Didalam gambar litostraigrafi ini dapat disimpulkan bahwa berdasaarkan
hukum superposisi batuan yang paling tua adalah batuan sedimen yaitu batu
gamping.Batuan beku tidak jadi yang tertua karena batuan beku berperan sebagai
batuan yang memotong batu gamping yang diatasnya ini berdasarkan hukum cross
cutting relationship.
2. Biostatigrafi

20
21

Biostratigrafi merupakan ilmu penentuan umur batuan dengan menggunakan


fosil yang terkandung didalamnya. Fosil berguna karena sedimen yang berumur
sama dapat terlihat sama sekali berbeda dikarenakan variasi lokal lingkungan
sedimentasi. Sebagai contoh, suatu bagian dapat tersusun atas lempung dan napal
sementara yang lainnya lebih bersifat batu gamping kapuran, tetapi apabila
kandungan spesies fosilnya serupa, kedua sedimen tersebut kemungkinan telah
diendapkan pada waktu yang sama.
Pada biostatigrafi ada hokum-hukum geologi yang berlaku. Hukum yang
berlaku adalah cross cutting relationship dan unconformity (ketidakselarasan).
Idealnya perlapisan batuan terbentuk terus menerus. Tapi kadang-kadang selama
proses pembentukan tersebut terdapat jeda. Rentang jeda yang lama dapat
mengakibatkan proses pembentukan batuan tersebut ada bagian yang rumpang
atau hilang jika dilihat dari kacamata geologi. Berdasarkan hukum cross cutting
relationship, batuan beku pada biostratigrafi lebih muda dari pada batu
sedimentasi. Karna batuan yang memotong adalah batuan yang muda dari pada
batuan yang di potong. Berdasarkan ketidakselarasan pada proses ini, maka proses
ini dapat digolongkan ke paraconformitiy. Artinya ketidakselarasaan yang terjadi
disebabkan oleh fosil yang terdapat pada lapisan batuan

21
22

3. Kronostatigrafi

Kronostratigrafi merupakan cabang dari stratigrafi yang mempelajari umur


strata batuan dalam hubungannya dengan waktu. Tujuan utama dari
kronostratigrafi adalah untuk menyusun urutan pengendapan dan waktu
pengendapan dari seluruh batuan di dalam suatu wilayah geologi, dan pada
akhirnya, seluruh rekaman geologi Bumi.
Pada kronostatigrafi ada 3 hukum geologi yang berlaku, diantaranya
disconformity. Disconformity artiya ketidakselarasan yang terjadi pada lapisan
batuan karena rentng waktu. Lalu ada cross cutting relationship. Yaitu apabila
terdapat penyebaran lapisan batuan, dimana salah satu dari lapisan tersebut
memotong lapisan yang lain, mka satuan batuan yang memotong umurnya relative
lebih muda dari pada satuan batuan yang dipotongnya. Dan hokum lainnya yaitu
hukum superposisi. Hukum superposisi mengatakan dalam suatu urutan perlapisan
batuan, maka lapisan batuan yang terletak di bawah umurnya relative lebih tua
dibandingkan lapisan diatasnya selama batuan tersebut belu mengalami deformasi
atau masih dalam keadaan normal

22
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Lithostatigrafi merupakan ilmu geologi yang mempelajari lapisan batuan
batuan penyusun bumi kita ini berdasarkan jenisnya
2. Biostatigfrafi merupakan ilmu geologi yang mempelajari lapisan batuan
punyusun bumi ini berdasarkan fosil yang terdapat pada lapisan batuan
tersebut
3. Kronostatigrafi merupakan ilmu geologi yang mempelajari lapisan batuan
penyusun dari bumi ini berdasarkan waktu atau lama pembentukannya
4. Untuk dapat memahami ketiga cabang ilmu tersebut, sebelummnya kita harus
lebih dahulu pagam tentang hokum-hukum geologi
B. SARAN
1. Untuk sebelemnya dapat memahami hukum-hukum gelogi terlebih dahulu
sehingga saat praktikum tidak mengalami kesulitan yang berarti

22
DAFTAR PUSTAKA

A. Wikipedia, 2015, 12 Juni. Litostatigraf( online)


https://id.wikipedia.org/wiki/Litostratigrafi (diakeses tanggal 3
November 2019)
B. Wikipedia, 2017, Desember. Penanggalan relative dalam geologi (online)
https://id.wikipedia.org/wiki/Penanggalan_relatif_dalam_geologi
(diakses tanggal 14 November 2019)

23
LAMPIRAN

24

Anda mungkin juga menyukai