Anda di halaman 1dari 35

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 1

Cara mensitasi dari buku ini:


Tim Dosen Pengampu Ilmu Tanah. 2019. Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi
Tanah. Jurusan Ilmu Tanah FP-UNS. Surakarta. 30 hal + xi

Cetakan keenam
2016

Tim Dosen Pengampu Ilmu Tanah:


Dwi Priyo Ariyanto, Sumarno, S. Minardi, Sri Hartati, Jauhari Syamsiyah, Suwarto,
Widyatmani Sih Dewi, Rahayu, Mujiyo, Jaka Suyana, Hery Widijanto, dan Ganjar
Herdiansyah

Sampul depan: Foto (atas sisi kiri ke bawah) profil tanah vertisol, alfisol, dan
konkresi mangan pada tanah alfisol, analisis bobot jenis, dan pengatan profl tanah.
Disusun dan foto oleh tim co-asisten ilmu tanah.

Diterbitkan oleh:
Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS
Jl. Ir. Sutami 36a Kentingan, Jebres, Surakarta 57126 Telp./Fax.: 0271 – 632477
Email: ilmutanahuns@yahoo.com

©JIT FP UNS 2016. All rights reserved. No part of this publication may be
reproduced in any form or by any means, electronically, mechanically, by
photocopying, recording or other wish without the prior permission of the copyright
owners.

ISBN:

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah ii


KATA PENGANTAR

Yang tidak pernah terlupakan, syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT


atas segala rakhmat dan hidayah-Nya sehingga buku “Ilmu Tanah: Pedoman Praktis
Identifikasi Tanah” dapat diselesaikan dengan lancar.
Buku ini merupakan penyempurnaan dari edisi sebelumnya. Buku yang
berisi pengantar dan gambaran awal mengenai cara mengidentifikasi tanah
khsusnya bagi mahasiswa semester awal. Oleh sebab itu, beberapa parameter dalam
identifikasi tanah baik yang mengacu pada National Resource Conservation Soil
Service – United State Department of Agriculture (NRCS-USDA) maupun dari
Balai Penelitian Tanah (Balittanah) – Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumber Daya Lahan KementerianPertanian Republik Indonesia,diadaptasi dan
sebagian tidak disertakan. Identifikasi yang dimaksud dalam buku ini hanya sebagai
wawasan awal mengenai Ilmu Tanah.

Dalam hal ini penyusun juga menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini baik yang telah
membantu secara langsung maupun tidak langsung. Penyusun juga menyadari
bahwa dalam setiap pengembangan ilmu sangat dimungkinkan adanya perbedaan
pendapat para ilmuwan, sehingga jika ada hal yang tidak sesuai dalam isi buku ini
sangat dimaklumi. Namun demikian hal tersebut tidak menutup adanya saran dan
kritik demi perkembangan ilmu pengetahuan sehingga penyempurnaan buku ini
masih terbuka lebar.
Permohonan maaf juga disampaikan apabila ada hal yang tidak berkenan
dalamkhususnya yang berhubungan dengan isi buku ini.

Surakarta, Oktober 2022

Penyusun

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah iii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. vi
TATA TERTIB PRAKTIKUM............................................................................. vii
I. PENDAHULUAN........................................................................................ 1
II. IDENTIFIKASI /PENCANDRAAN............................................................. 2
A. Deskripsi Lingkungan............................................................................. 2
B. Deskripsi Tanah...................................................................................... 7
III. ANALISIS LABORATORIUM.................................................................... 23
A. Kadar Lengas .......................................................................................... 23
B. Kapasitas Lapang .................................................................................... 24
C. Batas Berubah Warna ............................................................................. 24
D. Reaksi Tanah .......................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah iv


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penggolongan cuaca...................................................................................2


Tabel 2. Klasifikasi lereng berdasarkan USDA (1993) ...........................................3
Tabel 3. Macam bentuk lahan ..................................................................................4
Tabel 4. Frekuensi terjadinya genangan/banjir ........................................................ 4
Tabel 5. Durasi/lama rata-rata setiap terjadi genangan/banjir..................................4
Tabel 6. Macam tutupan lahan .................................................................................5
Tabel 7. Tingkat erosi yang terjadi ..........................................................................6
Tabel 8. Kelas sebaran batuan..................................................................................7
Tabel 9. Metode pengamatan untuk memperoleh profil tanah............................... 10
Tabel 10.Ketegasan batas horison ..........................................................................10
Tabel 11.Bentuk/topografi batas horison ............................................................... 11
Tabel 12.Klasifikasi ukuran akar ...........................................................................11
Tabel 13.Klasifikasi jumlah akar ...........................................................................11
Tabel 14.Kelas tekstur tanah ..................................................................................12
Tabel 15.Tipe struktur tanah ..................................................................................14
Tabel 16.Ukuran struktur tanah menurut bentuknya .............................................15
Tabel 17.Derajad kekerasan struktur tanah ............................................................ 15
Tabel 18.Tingkat konsistensi tanah pada berbagai kondisi ....................................15
Tabel 19.Tafsiran kekuatan mekanik tanah ........................................................... 17
Tabel 20.Tafsiran reaksi reduksi dan oksidasi (aerasi dan drainasi) ...................... 18
Tabel 21.Klasifikasi nilai reaksi tanah (pH tanah) .................................................19
Tabel 22.Klasifikasi reaksi bahan organik tanah ...................................................19
Tabel 23.Klasifikasi kandungan kapur secara kualitatif ........................................20
Tabel 24.Klasifikasi ukuran konsentrasi unsur dalam tanah ..................................22
Tabel 25.Macam konsentrasi unsur dalam tanah ...................................................23

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah v


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Profil dan batas horison pada tanah Vertisol (a), tanah Alfisol (b),
dan tanah litic (c) ………………………………………………… 9
Gambar 2. Topografi batas horison tanah ……………………………………. 11
Gambar 3. Mekanisme penentuan kelas tekstur tanah secara kualitatif ……… 13
Gambar 4. Contoh tipe-tipe struktur tanah alami …………………………….. 13
Gambar 5. Foto struktur tanah bertipe kersai/granular (a), gumpal
membulat (b), gumpal menyudut (c), prisma (d), kolumner (e),
dan lempeng (f) …………………………………………………… 14
Gambar 6. Cara pembacaan warna tanah pada MSCC ……………………….. 17
Gambar 7. Contoh bentuk massa atau becak (a), nodul (b), dan konkresi (c) …21

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah vi


TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Semua praktikanwajib mengikuti seluruh rangkaian praktikum Ilmu Tanah.


2. Praktikan harus hadir 10 menit sebelum praktikum dimulai.
3. Bagi praktikan yang tidak mengikuti satu / lebih acara praktikum (tanpa
ijinyangjelas) akan mendapatkan sanksi hingga dinyatakan tidak lulus.
4. Pada semua rangkaian acara praktikum, wajib mengenakan pakaian
kuliah,kecuali di lapangan tetapi tetap mengenakan pakaian yang sopan.
5. Setiap kelompok wajib membawa peralatan yang telah ditentukan.
6. Mahasiswa yang tidak mentaati peraturan tersebut diatas tidakdiperkenankan
mengikuti praktikum dan dinyatakan TL.
7. Dilarang keras mengcopy laporan orang lain !!! Jika terbukti akan diberisanksi
TIDAK LULUS (mengulang praktikum tahun depan).

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah vii


I. PENDAHULUAN

Tanah merupakan bagian dari lingkungan dan merupakan inti dari sumber
daya lahan, sehingga jika berbicara mengenai sumber daya lahan tidak dapat
dilepaskan dengan tanah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik
Indonesia nomor 150 tahun 2000 tentang pengendalian kerusakan tanah untuk
produksi biomassa, tanah diartikan sebagai komponen lahan berupa lapisan teratas
kerak bumi yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, mempunyai sifat
fisik, kimia, biologi, serta mempunyai kemampuan menunjang kehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Hal ini semakin meperkuat bahwa tanah
merupakan salah satu komponen alam yang mempunyai peranan pokok dalam
proses kehidupan.
Proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor, yaitu: bahan
induk, bentuk wilayah atau topografi, iklim, makhluk hidup, dan waktu. Faktor
pembentuk tanah yang dikategorikan faktor aktif adalah iklim dan makhluk hidup,
sedangkan yang termasuk faktor pasif adalah bahan induk, topografi, dan waktu.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan salah satu
faktornya. Apabila salah satu faktor tidak berjalan maka proses perkembangan
tanah akan terhambat,sehingga tanah yang muda bukan berarti tanah yang baru
terbentuk, namun bisa saja tanah tersebut telah terbentuk jutaan tahun yang lalu
tetapi mengalami hambatan perkembangannya akibat salah satu faktor tidak
mendukung.Misalnya iklim yang terlalu ekstrim atau topografi yang terlalu
miring, sehingga erosi menghambat proses pembentukan tanah.
Perkembangan tanah menentukan jenis tanah yang mempunyai sifat dan
karakteristik tanah berbeda-beda. Satuan individu terkecil tanah yang terbentuk
dalam tiga dimensi disebut sebagai PEDON. Gabungan dari pedon disebut sebagai
POLIPEDON. Di dalam pedon dapat diamati tanah dalam suatu penampang
vertikal yang menunjukkan susunan horizon atau lapisan tanah serta terdiri dari
solum tanah dan bahan induk tanah atau yang disebut sebagai PROFIL TANAH.
Sedangkan HORISON TANAH adalah lapisan-lapisan tanah yang berbeda
susunan fisika dan kimianya serta terletak sejajar dengan permukaan tanah sebagai
akibat dari proses perkembangan tanah (Anonim. 2004; Foth, 1994).

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 1


II. IDENTIFIKASI / PENCANDRAAN
Pencandraan atau identifikasi tanah diawali dengan menentukan lokasi
pengamatan. Lokasi yang dipilih harus representatif dan diusahakan berada pada
tengah-tengah kisaran sifat (range in characteristic). Hal ini karena di alam
biasanya mempunyai keragaman yang tinggi, sehingga harus ditentukan lokasi
yang dapat mewakilinya. Apabila profil yang digunakan mewakili beberapa area
yang sama, maka ditentukan pada area yang paling luas.
Pada bagian awal surveyor mengisi data-data, berupa nama surveyor, nomor
pedon atau profil, dan tanggal pencandraan. Identifikasi selanjutnya dibagi menjadi
2 (dua), yaitu identifikasi lingkungan dan identifikasi tanah.

A. Deskripsi Lingkungan
Pengamatan kondisi lingkungan merupakan bagian dari pengamatan
identifikasi tanah karena kondisi lingkungan sekitar berpengaruh terhadap
perkembangan jenis tanah di lokasi pengamatan. Kondisi lingkungan atau lahan
sekitar juga dapat menggambarkan beberapa sifat dan karakteristik dari tanah.
Pengamatan kondisi lingkungan atau morfologi lahan yang dilakukan hanya
secara umum, meliputi:
1. Cuaca
Cuaca merupakan salah satu faktor iklim yang mempengaruhi keadaan
tanah. Cuaca yang dicatat adalah keadaan atau kondisi cuaca secara umum
pada waktu pelaksanaan pecandraan pedon atau profil. Hal ini perlu
diketahui karena kondisi cuaca mempengaruhi beberapa parameter lain
dalam tanah. Selain kondisi cuaca juga dicatat suhu udara, suhu tanah dan
kedalaman pengukuran suhu tanah (jika dimungkinkan). Satuan suhu bisa
dalam derajad Celcius ataupun Fahrenheit.
Tabel 1. Penggolongan cuaca
Kondisi Cuaca Kode
Cerah/bersih (sunny/clear) SU
Berawan sebagian (Partly cloudy) PC
Berawan tebal (Overcast) OV
Hujan (Rain) RA

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 2


Hujan es (Sleet) SL
Bersalju (Snow) SN
Sumber: Schoenebergeret, et al. (1998)
2. Posisi
Posisi yang dimaksud adalah posisi titik pengamatan pedon atau profil
berdasarkan garis lintang (Latitude) dan garis bujur (Longitude). Data ini
dapat diperoleh dari alat GPS (Global Positioning System) atau dengan
penentuan dari peta. Khusus untuk wilayah Jawa, Madura, Bali dan Nusa
Tenggara berada pada Lintang Selatan (LS) dan Bujur Timur (BT). Posisi
yang ditulis, dimungkinkan dalam satuan derajad, menit dan detik. Datum
yang diikuti untuk wilayah indonesia adalah WGS 1984. Posisi juga dapat
menggunakan satuan UTM (Universal Tranverse Mercator). Khusus untuk
Indonesia berupa dalam satuanmeter utara (mU) dan meter timur (mT).
3. Tinggi Tempat
Tinggi tempat merupakan ketinggian suatu lokasi diukur dari permukaan air
laut dalam satuan meter atau juga biasa dinyatakan dalam meter di atas
permukaan laut (m dpl). Pengukuran tinggi tempat menggunakan altimeter,
GPS, atau dari data pada peta topografi.
4. Lereng (Slope)
Lereng merupakan perbandingan antara perbedaan ketinggian tanah dengan
jarak horisontal yang dinyatakan dalam persentase atau derajad.
Pengukuran kemiringan lereng menggunakan klinometer dengan cara
mengukur searah kemiringan lereng. Selain itu juga menentukan arah
kemiringan (slope aspect) menggunakan kompas serta panjang lereng.
Tabel 2. Klasifikasi lereng berdasarkan USDA (1993)
Kelas Deskripsi lereng Besar lereng
lereng (%)
1 Hampir datar 0– 3
2 Agak miring 4– 8
3 Sangat miring 9–15
4 Agak curam 16 – 30
5 Curam 31 – 60
6 Sangat curam > 60
Sumber: Anonim (1993)

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 3


5. Fisiografi Lahan
Fisiografi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk permukaan bumi
dilihat dari sisi genesis atau proses pembentukannya. Bentuk-bentuk
permukaan bumi disebut sebagai landform (bentuk lahan).
Tabel 3. Macam bentuk lahan
Bentuk lahan Kode Kriteria
Alluvial A Hasil aliran/fluvial dan atau
gravitas/koluvial
Fluviomarin B Hasil pengaruh laut dan sungai, contoh
delta
Eolin E Hasil endapan materi yang terbawa
angin
Up lift U Hasil pengangkatan oleh gaya
endogen/bumi
Gambut O Hasil akumulasi bahan organik yang
tebal
Vulkanik V Hasil aktivitas/endapan materi gunung
berapi
Marine M Dipengaruhi laut karena endapan atau
abrasi
Karst K Dominasi bahan kapur/batu gamping
Miscellaneous X Hal lain yang biasanya akibat manusia
6. Genangan atau Banjir
Informasi genangan atau banjir berupa genangan atau banjir sementara.
Diperoleh dari keadaan banjir yang terjadi sebelumnya atau dari penduduk
sekitar. Hal yang perlu dicatat adalah frekuensi, lama, dan kedalaman
genangan rata-rata setiap terjadi genangan atau banjir. Kedalaman genangan
ditulis dalam satuan centimeter (cm).
Tabel 4. Frekuensi terjadinya genangan/banjir
Frekuensi Kode Kriteria
Sangat sering (Very VF > 50% bulan dalam setahun
Frequent) selalu banjir
Sering (Frequent) FR > 50 kali dalam 100 tahun
Sekali-kali (Occasional) OC > 5-50 kali 100 tahun
Jarang (Rare) RA 1-5 kali dalam 100 tahun
Sangat jarang (Very rare) VR ≥ 1 kali dalam 5 abad,
tetapi < 1 kali
seabad
Tidak pernah (None) NO Tidak ada catatan atau < 1
kali 500 tahun
Sumber: Schoenebergeret, et al. (1998)

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 4


Tabel 5. Durasi/lama rata-rata setiap terjadi genangan/banjir
Durasi atau lama Kode Kriteria
Ekstrim singkat (Extremely brief) EB 0,1 sampai < 4 jam
Sangat singkat (Very brief) VB 4 sampai < 48 jam
Singkat (Brief) BR 2 sampai < 7 hari
Lama (Long) LO 7 sampai < 30 hari
Sangat lama (Verylong) VL > 30 hari
Sumber: Schoenebergeret. al. (1998)
7. Tutupan Lahan
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah tutupan lahan yang paling dominan
pada lokasi pengamatan.
Tabel 6. Macam tutupan lahan

Tutupan Lahan Kode Uraian


Tutupan buatan A Tutupan bukan vegetative berupa
(Artificialcover) infrastruktur jalan atau rel serta
pemukiman dan industry
Lahan tandus (Barrenland) B < 5% tutupan vegetatif alami atau
konstruksi yaitu berupa galian,
tambang, limbah serta lumpur,
genangan, dan dataran bergaram
Tutupan tanaman (Cropcover) C Termasuk tanaman
musiman/tahunan seperti tanaman
rapat (padi dan gandum) serta
tanaman selingan (kedelai, tomat,
jagung, dll)
Rumput (Grass/herbaceous) G > 50% rumput berupa padang
rumput, savana, dan tundra
Tutupan semak (Shrubcover) S > 50% semak belukar atau kanopi
menjalar berupa arbei, tanaman
obat, anggur, dan semak lainnya
Tutupan pohon (Treecover) T > 25% berkanopi pohon kayu
berupatanaman berdaun jarum,
tanaman rawa, mangrove, dan
kelapa
Perairan (Water) W Air pada permukaan tanah
termasukair yang membeku secara
musiman
Sumber: Schoenebergeret. al. (1998)

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 5


8. Vegetasi
Vegetasi atau jenis tanaman dapat menggambarkan keadaan lingkungan
yang mempunyai hubungan dengan faktor-faktor lain seperti suhu rata-rata,
curah hujan, erosi, ketinggian tempat dan sebagainya. Vegetasi juga
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses
perkembangan tanah, sehingga mempunyai peranan yang penting. Hal yang
perlu dicatat adalah jenis tanaman dan persentase jumlah tanaman atau
penutupan terhadap lahannya. Pencatatan jenis tanaman diutamakan yang
merupakan tanaman dominan dan tanaman spesifik yang tumbuh di
linkungan sekitar lokasi pengamatan.
9. Geologi
Geologi merupakan penyusun dari bahan induk tanah. Bahan induk
mempengaruhi proses serta sifat dan karakteristik dari tanah. Penentuan
geologi atau bahan induk dapat didasarkan pada peta geologi.
10. Erosi
Erosi adalah proses pemecahan dan pengikisan lapisan permukaan tanah
oleh media (air, angin, dan es) kemudian diangkut dan diendapkan pada
suatu tempat. Erosi meliputi empat kelas.
Tabel 7.Tingkat erosi yang terjadi
Jenis Erosi Kode Uraian
Erosi pemukaan/lembar S Sedikit tanah yang hilang, tidak terbentuk
(Sheeterosion) saluran air
Erosi alur (Riil erosion) R Saluran air kecil-kecil terbentuk
Erosi parit (Gullyerosion) G Terbentuk saluran air yang sangat jelas
Erosi tebing/terowongan T Terjadi penerobosan air melalui rekahan,
pori
(Stream besar, atau lubang fauna secara berlangsung
bank/tunnelerosion) sehingga terbentuk terowongan
Sumber: Schoenebergeret. al. (1998); Anonim (2004)
Tingkat bahaya erosi dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Besar (B)
b. Sedang (S)
c. Rendah (R)

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 6


11. Batuan di Permukaan
Fragmen batuan yang ada di permukaan, dalam tanah, serta tersingkap di
permukaan, akan mempengaruhi penggunaan dan pengelolaan lahan. Hal
yang perlu diperhatikan adalah jumlah, ukuran dan jarak sebaran batuan
tersebut
Tabel 8. Kelas sebaran batuan
Kelas Uraian
1 Jumlah < 0,1% dari luas permukaan; jarak antar batuan kecil >
8 m dan antar batuan besar sekitar 20 m
2 Jumlah 0,1-3% dari luas permukaan; jarak antar batuan kecil
sekitar1 m dan antara batuan besar sekitar 3 m
3 Jumlah 3-15% dari luas permukaan; jarak antar batuan kecil
sekitar 0,5 m dan antar batu-batu besar sekitar 1 m
4 Jumlah 15-50% dari luas permukaan; jarak antar batuan kecil
sekitar 0,3 m dan antara batu-batu besar kira-kira 0,5 m
5 Jumlah 50-90% dari luas permukaan; jarak antar batuan kecil
sekitar 0,01 m dan antara batu-batu besar kira-kira 0,03 m
6 Jumlah > 90% dari luas permukaan; sedikit sekali tanah yang
terlihat dan sedikit tanaman yang dapat tumbuh pada lahan
ini…………….
Sumber: Anonim (2004)

B. Deskripsi Tanah
Pada kedalaman tanah, dapat terbagi menjadi horsion-horison sesuai
dengan jenis tanahnya. Penamaan horison utama dinotasikan dengan huruf
kapital, yaitu O, A, E, B, C, dan R. Pembagian horison secara umum adalah
sebagai berikut:
1. Horison O
Merupakan lapisan atau horison paling atas yang berupa seresah atau bahan
organik segar yang belum atau sebagian telah terdekomposisi. Horison ini
dicirikan dengan warna yang gelap dan kandungan bahan organiknya tinggi
(dibuktikan dengan terjadinya reaksi yang tinggi atau membuih apabila
diberikan larutan H2O2 10%). Terkadang juga ditemukan bahan organik
yang masih tampak seperti ranting pohong atau daun-daunan. Horison
biasanya ditemui padatanah yang jarang diolah atau belum terusik.

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 7


2. Horison A
Adalah lapisan atau horison terbentuk pada permukaan tanah atau di bawah
horison O yang berupa tanah mineral tetapi masih banyak dipengaruhi oleh
kadar bahan organik walaupun kadar bahan organiknya rendah. Horison ini
dicirikan dengan hilangnya seluruh atau sebagian struktur asli batuan.
Struktur tanah pada horison ini adalah remah (crumb) sampai gumpal
membulat (subangularblocky).
3. Horison E
Yaitu horison tanah mineral yang telah mengalami proses pelindian
(leaching) sehingga telah terjadi kehilangan lempung silikat, besi,
alumunium, atau kombinasinya dan meninggalkan akumulasi debu serta
pasir. Horison ini disebut juga horisoneluviasi (pelindian) yang dicirikan
dengan warnanya lebih terang atau pucat dibandingkan horison di atas
maupun di bawahnya. Horison ini ditemukan pada tanah yang lanjut,
sehingga tidak semua tanah ditemukan horison ini.
4. Horison B
Yakni horison pengendapan (illuviasi) yang terbentuk akibat proses
pengendapan hasil pelindian horison di atasnya. Biasanya horison ini
mengandung lempung yang lebih tinggi dari horison-horison di atasnya.
Struktur tanah yang umumnya dijumpai pada harison ini adalah gumpal
menyudut (angularblocky) meskipun pada tingkatan lemah.
5. Horison C
Merupakan horison tanah yang masih kompak dan padu atau tersementasi
lemah sampai sedang. Horison ini bisa berupa sedimen dan saprolit.
Mudah dirusak dan tergores dengan besi atau belati.
6. Horison R
Adalah horison batuan induk yang masih keras atau tersementasi kuat
sampai mengeras. Untuk menggali atau membongkarnya dibutuhkan usaha
yang sangat tinggi seperti menggunakan peralatan berat. Apabila
dibenturkan dengan besi dapat menciptakan bunga api. Horison ini bisa
disebut juga sebagai Horison D.

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 8


(a) (b) (c)
Gambar 1. Profil dan batas horison pada tanah Vertisol (a), tanah Alfisol (b),
dan tanah litic (c)
Pencandraan profil tanah diawali dengan membedakan horison-horison
yang terlihat. Setiap horison utama bisa terdiri dari beberapa lapisan atau horison
peralihan. Untuk menotasikan harison peralihan digunakan angka atau nomor
yang dituliskan mengikuti abjad horison atau dituliskan kedua abjad tersebut
dengan abjad horison yang di depan menandakan karakteristiknya lebih
dominan. Hal-hal yang diperlu diperhatikan dalam pencandraan profil tanah
meliputi:
1. Metode pengamatan
Metode yang dimaksud adalah cara tanah dicandra atau diamati. Metode
bisa berupa profil melintang ataupun dengan pengeboran atau pembuatan
lubang pedon. Selain itu juga ukuran tanah yang diamati sebagai satu
kesatuan profil pengamatan, yaitu ukuran lebar atau diameter dan
kedalaman.
Tabel 9. Metode pengamatan untuk memperoleh profil tanah
Jenis Kode Uraian
Contoh terganggu (Disturbedsamples)
Bor tabung pengeruk BA Biasanya untuk tanah pasiran,
(Bucketauger)
lumpur atau gambut, dan mineral
Lainnya
Bor sekrup (Screwauger) SA Berupa bor tangan yang didukung
kekuatan lain untuk tanah keras

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 9


Contoh tak terganggu (Undisturbedsamples)
Tabung dorong (Push tube) PT Bisa berupa tabung sederhana
ataupun hidrolik (diameter 2-10 cm)
Irisan sekop (Sliceshovel) SS Berupa blok yang diambil dari hasil
sekop (ukuran 20 x 40 cm)
Dinding (Wall/floorundisturbed area orexposure)
Lubang kecil (Smallpit) SP Dibuat dengan ukuran < 1 x 2 m
Parit (Trench) TR Dibuat dengan ukuran > 1 x 2 m
Irisan lereng (Beveled cut) BC Dibuat pada kemiringan < 60%
Irisan (Cut) CU Cuplikan irisan pada kemiringan >
60% dengan ukuran > 4 m, < 33 m
Lubang besar terbuka atau LP Cuplikan irisan lebar atau dinding tak
galian
(Largeopenpitorquarry) beraturan dengan ukuran > 33 m
Sumber: Schoenebergeret. al. (1998)
2. Jeluk
Atau lebih umum disebut sebagai kedalaman atau ketebalan horison atau
lapisan. Diukur mulai permukaan tanah sebagai nilai awal (nol) ke arah
bawah yang dicatat dalam satuan centimeter (cm).
3. Batas Horizon
Batas horison atau lapisan dilihat dari kenampakannya, meliputi ketegasan
batas horison dan bentuk batas horison.
Tabel 10. Ketegasan batas horison

Batas horizon Kode Batas


Sangat tajam (Veryabrupt) V < 0,5cm
Tajam A 0,5 sampai < 2 cm
Jelas C 2 sampai < 5
Berangsur G 5 sampai < 15 cm
Baur D > 15
Sumber: Schoenebergeret. al. (1998); Anonim (2004)
Tabel 11. Bentuk/topografi batas horison
Topografi Kode Ketebalan peralihan
Rata (Smooth) S Rata dengan sedikit atau beraturan
Berombak (Wavy) W Berbentuk kantung, lebar > kedalaman
Tak beraturan (Irregular) I Berbentuk kantung, kedalaman > lebar
Terputus (Broken) B Batas horison tidak dapat disambungkan
dalam satu bidang datar
Sumber: Schoenebergeret. al. (1998)

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 10


Gambar 2. Topografi batas horison tanah
4. Perakaran
Pengamatan yang sangat perlu diperhatikan meliputi jumlah, dan ukuran
perakaran pada setiap horison.
Tabel 12. Klasifikasi ukuran akar
Ukuran Kode Kriteria
Sangat halus (Veryfine) VF < 1 mm
Halus (Fine) F 1 sampai < 2 mm
Sedang (Medium) M 2 sampai < 5 mm
Kasar (Coarse) C 5 sampai < 10 mm
Sangat kasar VC > 10 mm
(Verycoarse)
Sumber: Schoenebergeret. al. (1998); Anonim (2004)
Tabel 13. Klasifikasi jumlah akar
Ukuran Kode Kriteria*
Sedikit (Few) 1 0,2 sampai < 1 per satuan luas
Biasa (Common) 2 1 sampai < 5 per satuan luas
Banyak (Many) 3 > 5 per satuan luas
Sumber: Schoenebergeret. al. (1998); Anonim (2004)
5. Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif antara fraksi pasir (sand),
debu (silt), dan lempung (clay). Dalam penentuan di lapangan digunakan
cara kualitatif yaitu dengan merasakan tingkat kasar, licin, dan lengketnya
tanah. Pembagian kelas tekstur serta tata cara sistematis dalam penentuan
kelas tekstur seperti berikut:
Tabel 14. Kelas tekstur tanah
Kelas tekstur Kode Kriteria
Pasir (Sandy) S Sangat kasar sekali, tidak membentuk
bola dan
gulungan serta tidak melekat
Pasir geluhan (Loamysand) LS Sangat kasar, membentuk bola yang
mudah sekali
hancur serta agak melekat

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 11


Geluh pasiran (Sandyloam) SL Agak kasar, membentuk bola agak
keras tetapi
mudah hancur, serta melekat
Geluh debuan (Siltyloam) SiL Licin, membentuk bola teguh, dapat
sedikit digulung
dengan permukaan mengkilat, serta
melekat
Geluh (Loam) L Rasa tidak kasar dan tidak licin,
membentuk bola
teguh, dapat sedikit digulung dengan
permukaan
mengkilat, serta melekat
Debu (Silt) Si Rasa licin sekali, membentuk bola
teguh, dapat
sedikit digulung dengan permukaan
mengkilat,serta
agak melekat
Geluh lempung pasiran SCL Rasa kasar agak jelas, membentuk
bola agak teguh
(Sandy clayloam) (kering), membentuk gulungan jika
dipirid tetapi
mudah hancur, serta melekat
Geluh lempung debuan SiCL Rasa licin jelas, membentuk bola
teguh, gulungan
(Siltyclayloam) mengkilat, melekat
Geluh lempungan CL Rasa agak kasar, membentuk bola
(Clayloam) agak teguh
(kering), membentuk gulungan jika
dipirid tetapi
mudah hancur, serta melekat sedang
Lempung pasiran (Sandy SC Rasa licin agak kasar, membentuk
clay) bola dalam
keadaan kering sukar dipijit, mudah
digulung, serta
melekat sekali
Lempung debuan (Siltyclay) SiC Rasa agak licin, membentuk bola
dalam keadaan
kering sukar dipijit, mudah digulung,
serta melekat
Sekali
Lempung (Clay) C Rasa berat, membentuk bola
sempurna, bila kering
sangat keras, sangat melekat
Sumber: Schoenebergeret. al. (1998); Anonim (2004)

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 12


Gambar 3. Mekanisme penentuan kelas tekstur tanah secara kualitatif
6. Struktur
Struktur tanah adalah bentukan yang terjadi secara alami yang tersusun oleh
partikel-partikel tanah menjadi agregat tanah hasil dari proses pedogenesis.
Hal yang perlu dicatat dalam penentuan struktur meliputi tipe, ukuran dan
derajad struktur.

Gambar 4. Contoh tipe-tipe struktur tanah alami

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 13


(a) (b) (c)

(d) (e) (f)


Gambar 5. Foto struktur tanah bertipe kersai/granular (a), gumpal membulat (b),
gumpal menyudut (c), prisma (d), kolumner (e), dan lempeng (f)
Tabel 15. Tipe struktur tanah
Tipe Kode Kriteria
Struktur alami
Kersai (Granular) GR Berbidang banyak, tidak beraturan, tidak
membentuk permukaan sekeliling ped
Gumpal menyudut ABK Berbidang banyak, bidang muka saling
berpotongan
(Angularblocky) membentuk sudut lancip
Gumpal membulat SBK Berbidang banyak, bidang muka saling
berpotongan
(Subangularblocky) membentuk sudut membulat
Lempeng (Platy) PL Rata dan seperti plat horisontal
Prisma (Prismatic) PR Panjang vertikal dengan bagian atas rata
Tiang (Columnar) COR Panjang vertikal dengan bagian atas membulat,
bagian atas dan bawah sama besar
Baji (Wedge) WEG Lonjong, ujungnya membenttk sudut tajam
Tidak berstruktur
Butiran tunggal Tidak berstruktur, seluruhnya tidak padu
(contoh
(Singlegrain) pasir lepas)
Pejal (Massive) MA Tidak berstruktur, materi berupa satu kesatuan
padu (tidak selalu tersementasi)
Struktur bukan alami
Bongkah (Cloddy) CDY Balok tak beraturan terbentuk akibat pengolahan
tanah
Sumber: Schoenebergeret. al. (1998); Anonim (2004)

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 14


Tabel 16. Ukuran struktur tanah menurut bentuknya
Kriteria
Tipe Kode Kersai, Tiang, Prisma, Gumplal
Lempeng Baji
Sangat halus (Veryfine) VF <1 < 10 <5
Halus (Fine) F 1–<2 10–<20 5–<10
Sedang (Medium) M 2–<5 20–<50 10–<20
Kasar (Coarse) C 5–<10 50 – <100 20–<50
Sangat kasar (Verycoarse) VC > 10 100–<500 > 50
Ekstrim kasar (Extrimecoarse) EC > 500
Sumber: Schoenebergeret. al. (1998); Anonim (2004)
Tabel 17. Derajad kekerasan struktur tanah
Tipe Kode Kriteria
Tak berstruktur 0 Tampak tidak berbentuk ketika di atas tanah
Lemah (Weak) 1 Terbentuk jika diletakkan pad tanah tetapi mudah
hancur ketika diremas
Sedang (Medium) 2 Tampak jelas strukturnya, sebagian masih utuh
ketika diremas
Kuat (Strong) 3 Kemantapan cukup kuat, masih utuh ketika
Diremas

Sumber: Schoenebergeret. al. (1998); Anonim (2004)

7. Konsistensi
Pengamatan konsistensi dimungkinkan untuk dilakukan dalam tiga kondisi,
yaitu pada kondisi tanah kering, lembab, dan atau basah. Konsistensi
merupakan derajad ketahanan tanah dari perubahan bentuk atau perpecahan
oleh tekanan yang dipengaruhi kohesi dan adhesi. Tekanan yang dilakukan
dengan cara memeras, memijit, dan atau memirit tanah dalam keadaan yang
sebenarnya di lapangan.
Tabel 18. Tingkat konsistensi tanah pada berbagai kondisi
Kondisi Ketegori Kriteria
Kering Lepas Butir tanah terlepas, satu dengan lainnya tidak
terikat
Lunak Dengan sedikit tekanan antara ibu jari dan telunjuk
tanah mudah hancur menjadi butir, kohesi kecil
Agak keras Tanah hancur dengan tekanan agak sedang antara
ibu jari dan telunjuk
Keras Tanah hancur dengan tekanan yang sedang sampai

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 15


Kuat
Sangat keras Tanah tahan terhadap tekanan, massa tanah sukar
dihancurkan dengan jari tangan.
Sangat keras Sangat tahan terhadap tekanan, massa tidak dapat
sekali
dihancurkan dengan tangan
Lembab Lepas Butir-butir tanah terlepas, satu dengan lainnya
tidak

Terikat
Sangat gembur Dengan sangat sedikit tekanan mudah hancur
Gembur Dengan sedikit tekanan antara ibu jari dan telunjuk
dapat hancur
Teguh Massa tanah hancur dengan tekanan yang sedang
Sangat teguh Massa tanah hancur dengan tekanan yang kuat
antara ibu jari dan telunjuk
Sangat teguh sekali Massa tanah sangat tahan terhadap remasan kecuali
dengan tekanan yang sangat kuat (dengan diinjak
pakai kaki)
Basah Tidak lekat Setelah ditekan dengan jari, tidak ada massa tanah
tertinggal di ibu jari atau telunjuk
Agak lekat Setelah ditekan, massa tanah ada yang tertinggal
pada kedua jari
Lekat Setelah ditekan kembali pada massa tanah, hanya
salah satu jari yang masih membawa massa tanah
dengan tidak secara nyata
Sangat lekat Setelah ditekan, massa tanah melekat pada kedua
jari dan kalau ditarik massa tanah tersebut seperti
elastis antara jari dan massa tanah
Sangat lekat Setelah ditekan, tanah sangat melekat pada kedua
Sekali jari dan sukar dilepaskan
Sumber: Anonim (2004)

8. Ketahanan Penetrasi/Uji Penetrometer


Ketahanan penetrasi atau sering disebut sebagai uji penetrometer
merupakan uji mengenai kekuatan mekanik tanah khususnya daya topang
statika. Pengukuran menggunakan penetrometer dengan kg/cm atau dengan
cara manual menggunakan tusukan ibu jari. Penggunaan penetrometer yaitu:
a. Cincin geser pembaca ditarik ke belakang sampai angka 0 (nol).
b. Penetrometer ditusukkan ke dalam tanah secara tegak lurus bidang yang
sudah dibersihkan/disingkapkan terlebih dahulu hingga ujung

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 16


penetrometer masuk sedalam tanda batas.
c. Penetrometer dicabut tanpa menyentuh cincin geser pembaca yang
terdorong ke depan.
Tabel 19. Tafsiran kekuatan mekanik tanah
Pembacaan Kriteria
2 kg/cm 2 Tanah cukup kuat untuk menahan beban seberat
Traktor
1 kg/cm 2 Tanah cukup kuat untuk menahan beban seberat
orang
0,5 kg/cm 2 Tanah lembek
Sumber: Notohadiprawiro (1985)
9. Warna Tanah
Penentuan warna tanah menggunakan Buku Standar Warna Tanah Munsell
(Munsell Soil Color Chart atau MSCC) yang terdiri dari nilai hue, value,
dan chroma. Pengamatan dimungkinkan pada kondisi lembab dan kering,
terlindungi dari sinar matahari langsung, tanah diletakkan di bawah lubang
kertas Munsell.

Gambar 6. Cara pembacaan warna tanah pada MSCC

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 17


10. Aerasi dan Drainase Tanah (Reduksi Oksidasi)
Pengukuran tingkat aerasi dan drainase dilakukan dengan metode reaksi
reduksi dan oksidasi yang teradi pada tanah. Tata cara analisis redksi
oksidasi adalah:
a. Memberikan larutan HCl 1,2 N pada dua bongkah tanah yang
diletakkan dalam kertas saring
b. Selanjutnya kertas saring dilipat dan ditekan hingga cairan dalam
bongkah tanah terperas oleh kertas saring
c. Kemudian salah satu bongkah diberi larutan KCNS 10% dan bongkah
lainnyadiberi larutan K4Fe(CN)6 0,5%.
d. Masing-masing bongkah tanah ditekan sekali lagi menggunakan jari
yang masih bersih dan diamati warna yang timbul
Tabel 20.Tafsiran reaksi reduksi dan oksidasi (aerasi dan drainasi)
Hasil
Pengamatan Kode Kriteria
Sangat baik O3 Hanya timbul warna merah nyata (oksidatif
mutlak)
Baik O2 Merah nyata disertai hijau (oksidatif kuat)
Sedang O1 atau R1 Merah nyata disertai biru nyata (oksidatif reduksi
sedang atau seimbang)
Buruk R2 Biru nyata disertai merah jambu (reduksi kuat)
Sangat buruk R3 Hanya timbuk warna biru nyata (reduksi mutlak)
Sumber: Notohadiprawiro (1985)

11. Reaksi Tanah


pH tanah merupakan indikator reaksi yang terjadi di dalam tanah. Nilai pH

merupakan pembacaan logaritma ion H+ atau OH- yang ditangkap oleh alat
pengukur dari hasil pelepasan fraksi-fraksi tanah ketika diberikan larutan
tertentu. Dalam pengamatan ini menggunakan dua larutan yaitu larutan air
bebas ion atau aquades (H2O) dan larutan KCl 1 N. Dalam hal ini digunakan
metode kalorimetri yaitu menggunakan kertas pH atau pH stick yang
dicelupkan pada larutan tanah. Terlebih dahulu contoh tanah dicampurkan
dengan larutan H2O dengan perbandingan tanah dengan air sekitar 1:2,5.

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 18


Kemudian digojog hingga homogen dan didiamkan beberapa saat (sekitar
10 sampai 30 menit). pH stick dimasukkan ke dalam larutan tetapi jangan
sampai terkena endapan dari tanah (hanya dibasahi dengan airnya). Hal
yang sama juga dilakukan pada larutan KCl 1 N.
Pengamatan pH tanah dengan air (pH H2O) merupakan pengukuran pH
aktual, sedangkan pH KCl merupakan pH potensial. Apabila nilai pHKCl
dikurangi pH H2O adalah -0,5 atau lebih besar (negatif 0,5 atau negatif lebih
kecil, nol, atau bernilai positif), dimungkinkan tanah tersebut mempunyai
lempung bermuatan aneka (variable charge clay).
Tabel 21. Klasifikasi nilai reaksi tanah (pH tanah)
Nilai pH Kelas reaksi tanah
< 3,5 Ultra masam
3,5 sampai 4,4 Ekstrim masam
4,5 sampai 5,0 Masam sangat kuat
5,1 sampai 5,5 Masam kuat
5,6 sampai 6,0 Masam
6,1 sampai 6,5 Agak masam
6,6 sampai 7,3 Netral
7,4 sampai 7,8 Agak alkalis
7,9 sampai 8,4 Alkalis
8,5 sampai 9,0 Alkalis kuat
> 9,0 Alkalis sangat kuat
Sumber: Anonim (2004)
12. Bahan Organik Tanah
Bahan organik merupakan salah satu komponen pokok dalam tanah karena
bahan organik merupakan sumber sekaligus sebagai penyangga dari
kesuburan tanah. Kadar bahan organik dalam tanah yang seimbang paling
tidak secara kuantitatif sebesar 5%. Sedangkan dalam analisis kualitatif
ditunjukan dengan adaya reaksi (proses pembuihan) pada tanah pada saat
diberikan larutan H2O2 10% atau lebih. Proses reaksi yang terjadi secara
kimia adalah sebagai berikut:
C + 2 H2O2 CO2 + 2 H2O
Bahan organik yang disimbolkan sebagai unsur karbon (C) bereaksi dengan
asam hidroksida (H2O2) sehingga menghasilkan gas karbondioksida (CO2)

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 19


dan molekul air (H2O).
Dalam pemberian larutan ke contoh tanah, apabila semakin besar/hebat
reaksi yang terjadi maka kadar bahan organik dalam tanah semakin tinggi.
Demikian pula sebaliknya apabila tidak terjadi reaksi apa-apa maka kadar
organik dalam tanah bisa dikatakan tidak ada.
Tabel 22. Klasifikasi reaksi bahan organik tanah
Kandungan bahan Kode Kriteria
organik
Tidak ada 0 Tidak ada reaksi
Sangat sedikit + Beberapa buih kelihatan
sedikit ++ Buih-buih nampak
banyak +++ Buih membentuk busa tipis
Sangat banyak ++++ Buih membentuk busa tebal
Sumber: Anonim (2004)
13. Kadar Kapur Dalam Tanah
Selain kadar bahan organik tanah yang dapat diindikasikan sebagai tingkat
kesuburan tanah, kadar kapur dalam tanah juga dianalisis sebagai indikasi
tingkat kandungan kapur yang bisa mempengaruhi reaksi kimia dalam
tanah. Pengaruh kapur terhadap tanah dapat meliputi proses pembentukan
agregat tanah, pengikatan hara oleh tanah, dan parameter tanah lain yang
berhubungan dengan kegiatan biologi dalam tanah.
Analisis kadar kapur tanah secara kaulitatif atau yang biasa dilakukan di
lapangan yaitu meneteskan contoh tanah dengan larutan HCl10%. Apabila
tanah mengandung kapur maka akan terjadi reaksi atau pembuihan.
Semakin banyak kandungan kapur dalam tanah maka reaksi yang tejadi
semakin besar/hebat. Persamaan rekasi kimia yang terjadi pada tanah yag
mengandung kapur adalah
sebagai berikut:
CaCO3 + 2 HCl CaCl2 + CO2 + H2O
Kapur dalam tanah dinotasikan sebagai kalsium karbonat (CaCO3)
ditambahkan dengan HCl 10% sehingga menghasilkan garam CaCl2, air
(H2O), dan gas karbondioksida (CO2).

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 20


Tabel 23. Klasifikasi kandungan kapur secara kualitatif
Kandungan Kode Kriteria
kapur
Tidak ada 0 Tidak ada reaksi
Sangat sedikit + Beberapa buih kelihatan
Sedikit ++ Buih-buih nampak
Banyak +++ Buih membentuk busa tipis
Sangat banyak ++++ Buih membentuk busa tebal
Sumber: Anonim (2004)
14. Konsentrasi
Di dalam tanah biasanya ditemukan adanya sekumpulan bahan tanah baik
yang berbentuk tertentu maupun yang tidak beraturan. Biasanya bahan
tanah tersebut mempunyai warna yang kontras dengan warna tanah di
sekitarnya. Bahan ini merupakan akumulasi bahan-bahan tertentu baik yang
baru terbentuk maupun yang sudah lama terbentuk dan mengeras.
Tingkatan akumulasi bahan- bahan secara berurutan adalah
(Anonim, 2004) :
a. Massa
Akumulasi atau konsentrasi bahan yang tidak tersementasi dan
biasanya tidak dapat dipisahkan dengan tanah sekitarnya. Bahan-bahan
yang terkonsentrasi biasanya mengandung kalsium karbonat, kristal
gipsum halus atau garam-garam mudah larut, atau oksida-oksida besi
dan mangan.
b. Nodul
Konsentrasi bahan yang tersementasi dan dapat dipisahkan dari tanah
di sekitarnya.
c. Konkresi
Konkresi hampir sama dengan nodul hanya saja pada bagian dalamnya
mempunyai bentuk simetris menyeliputi suatu titik, garis, atau dataran.
d. Kristal
Kristal terbentuk di tempatnya berada, bisa dengan individu maupun
kluster/kelompok.

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 21


e. Plintit
Konsentrasi ini biasanya berwarna kemerahan, kaya besi, dan miskin
bahan organik dengan sementasi yang kuat serta mempunyai derajad
teguh sampai sangat teguh atau keras sampai sangat keras. Biasanya
dengan ujung pisau cukup tahan untuk ditembus. Ukuran antara 5
sampai 20 mm. Pada kondisi basah atau lembab, warnanya tidak luntur
di tangan dan terasa kering ketika diusap walaupun dalam kondisi
basah.
f. Batubesi (ironstone)
Batubesi merupakan konsentrasi bahan yang tersementasi kuat, tetapi
warna tanah dapat luntur dan terasa basah ketika diusap pada kondisi
basah. Hanya saja pada bagian inti/dalam tidak mengalami kelunturan.

(a) (b) (c)


Gambar 7. Contoh bentuk massa atau becak (a), nodul (b), dan
konkresi (c)
Ukuran konsentrasi dibedakan seperti pada tabel di bawah.
Tabel 24. Klasifikasi ukuran konsentrasi unsur dalam tanah
Klasifikasi Kode Kriteria
Halus (fine) F Ukuran < 2 mm
Sedang (medium) M Ukuran 2 - < 5 mm
Kasar (coarse) C Ukuran 5 - < 20
mm
Sangat kasar (verycoarse) VC Ukuran 20 - 76
mm.
Sangat amat kasar EC Ukuran > 76
(extremecoarse)
Sumber: Anonim (2004)

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 22


Macam dari konsentrasi dibedakan seperti pada tabel di bawah.
Tabel 25. Macam konsentrasi unsur dalam tanah

Kandungan Kode Kriteria


Berkapur K Kapur, atau apabila berupa campuran
Berlempung C Liat, atau apabila berupa campuran
Bergipsum G Gipsum, atau apabila berupa campuran
Bersilikat Si Silikat, atau apabila berupa campuran
Berbesi Ir Besi, atau apabila berupa campuran
Bermangan Mn Mangan, atau apabila berupa campuran
Bergaram Sa Garam, atau apabila berupa campuran
Sumber: Anonim (2004)

III. ANALISIS LABORATORIUM

A. Kadar Lengas
1. Bahan
a. Contoh tanah kering angin (ctka)  0,5 mm
b. Ctka  2 mm
2. Alat
a. Bobot timbang
b. Timbangan
c. Oven
d. Eksikator
3. Cara Kerja
a. Menimbang botol timbangan dan tutup dalam keadaan steril …. (a
gram), dan member label pada masing-masing botol dan tutup.
b. Memasukkan 5 gram ctka dalam botol timbang (b gram)
c. Memasukkan botol timbang dan tanah dalam oven dengan suhu 1050C
selama 4 jam dengan keadaan terbuka
d. Memasukkan botol timbang dan tanah ke dalam eksikator (sampai
dingin) dalam keadaan tertutup.
e. Menimbang botol timbang dan tanah dan tutupnya (c gram)
f. Menghitung KL masing-masing ctka
N.B. Masing-masing ctka 2 ulangan

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 23


B. Kapasitas Lapang
1. Alat
a. Botol semprong
b. Kain kassa
c. Statif
d. Gelas piala
2. Bahan
a. Ctka  2 mm
3. Cara Kerja
a. Membungkus atau menyumbat salah satu ujung botol dengan kain
kassa.
b. Memasukkan ctka ke dalam botol semprong dengan bagian yang
tertutup kain kassa sebagai dasarnya.
c. Memasang botol semprong pada statif dan mengatur seperlunya.
d. Merendam selama kurang lebih 48 jam.
e. Mengangkat semprong dan membiarkan air menetes samapi tetes
terakhir.
f. Mengambil contoh tanahnya yang berada pada 1/3 bagian tengah
botol semprong, mengukur kadar lengasnya sebanyak 2 kali ulangan.

C. Batas Berubah Warna


1. Alat
a. Botol timbang g. Oven
b. Colet h. Timbangan analitik
c. Botol pemancar i. Spatel
d. Eksikator j. Lempeng kaca
e. Cassa grande k. Papan Kayu
f. Cawan penguap

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 24


2. Bahan
a. Ctka Ø 0,5 mm
b. Aquadest
3. Cara kerja
1)

a. Membuat pasta tanah dengan cara mencampur ctka Ø 0,5 mm dengan air
pada cawan penguap
b. Meratakan pasta tanah pada kayu membentuk elips dengan ketinggian
pada bagian tengah kurang lebih 3 mm dan makin ke tepi makintipis
c. Membiarkan semalam dan setelah ada beda warna diambil tanahnya
selebar 1 cm (warna terang dan gelap) untuk dianalisis KL-nya

D. Reaksi Tanah (pH tanah)


1. Bahan
a. Ctka  0,5 mm 10 g
b. Reagen H2O (pH aktual), KCl (pH potensial)
2. Alat
a. Timbangan
b. Gelas piala
c. Pengaduk kaca
d. pH meter
3. Cara kerja
a. Menimbang ctka sebanyak 10 gram, dan memasukkan ke dalam
gelas piala.
b. Menambahkan 25 cc aquadest untuk analisa pH H2O, 25 KCl untuk
analisis pH KCl
c. Mengaduk masing-masing hingga homogen selama 5 menit
d. Mediamkannya selama 30 menit.
e. Mengukur masing-masing pH dengan pH meter (N.B. Lihat tabel
pengharkatan).

Ilmu Tanah: Pedoman Praktis Identifikasi Tanah 25


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1993. SoilSurvey Manual. SoilSurveyDivisionStaff, United States


Department of Agriculture HandbookNo. 18.
----------. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. (ed) Hidayat, Djaenudin,
Suhardjo, dan Subardja. Balittanah, Balitbang Deptan. Bogor. 117 hal.
Foth, HD. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. ITB Press. Bandung. 2
Notohadiprawiro, T. 1985. Selidik Cepat Ciri Tanah di Lapangan. Ghalia
Indonesia,Jakarta. 94 hal.
Schoeneberger, P.J., Wysocki, D.A., Benham, E.C., andBroderson, W.D., 1998.
Fieldbook for describingand sampling soil, Natural Resources
Conservation Service. USDA, National SoilSurvey Centre, Lincoln, NE.

Anda mungkin juga menyukai