Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS TANAH DAN TANAMAN

OLEH :

NAMA : HIKMAH WULANDARI


NO BP : 2010232004
KELAS KULIAH : TANAH A
KELAS PRAKTIKUM : TANAH A
KELOMPOK : EMPAT (4)
ASISTEN 1. ARYADI HASBI 1910231016
2. DEA ARTADEAR 1910231037
3. KESI DWI PUTRI 1910231005
4. BENY YOSHUA HUTAURUK 1910231043
5. OLIVIA FAIRUSHI 1910231023
6. RIFNI AZZAHRA 1910231028
7. FACHRUL RAZI 1910231006
DOSEN PENJAB : Ir. IRWAN DARFIS, MP

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tidak lupa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat serta karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan “Laporan Akhir
Praktikum Analisis Tanah dan Tanaman”. Laporan yang berjudul pengambilan
sampel tanah, respirasi tanah, dan organisme tanah dapat selesai tepat pada
waktunya. Tujuan dari penulisan laporan ini yaitu untuk mengetahui cara
pengambilan sampel tanah, aktivitas respirasi pada tanaman, mengetahui
organisme dalam tanah dapat menambah wawasan dalam bidang Analisis Tanah
dan Tanaman.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Ir. Irwan Darfis, MP dan
Asisten Dosen Analisis Tanah dan Tanaman telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni ini.
Penulis sadar bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, dengan segala
kerendahan hati kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis
harapkan agar kedepannya laporan yang penulis susun menjadi lebih baik.
Semoga laporan ini dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, 28 September 2022

Hikmah Wulandari

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................v
BAB I .............................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..........................................................................................................1
1.1. Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2 Tujuan ...................................................................................................................4
BAB II ............................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................5
2.1 Pengambilan Sampel Tanah ...................................................................................5
2.2. Respirasi Tanah ....................................................................................................9
2.3 Organisme Tanah ................................................................................................ 12
BAB III ......................................................................................................................... 16
PELAKSANAAN PRAKTIKUM ................................................................................. 16
3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................................. 16
3.1.1 Pengambilan Sampel Tanah dan Organisme Tanah .................................. 16
3.1.2 Respirasi Tanah ........................................................................................... 16
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................................... 16
3.3 Cara Kerja ..................................................................................................... 17
BAB IV ........................................................................................................................ 19
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................... 19
4.1 Pengambilan Sampel Tanah ................................................................................. 19
4.1.1 Hasil .................................................................................................................... 19
4.1.2 Pembahasan ........................................................................................................ 19
4.2. Respirasi Tanah .................................................................................................. 21
4.2.1 Hasil .................................................................................................................... 21
4.2.2 Pembahasan ........................................................................................................ 21
4.3 Organisme Tanah ................................................................................................ 21
4.3.1 Hasil .................................................................................................................... 21
4.3.2 Pembahasan ........................................................................................................ 22
BAB V.......................................................................................................................... 24
PENUTUPAN............................................................................................................... 24
LAMPIRAN ................................................................................................................. 25

ii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 28

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengambilan Sampel Tanah .......................................................19


Tabel 2. Hasil Pengamatan Respirasi Tanah .......................................................21
Tabel 3. Hasil Pengamatan Organisme Tanah (Monolith) ...................................21
Tabel 4. Hasil Pengamatan Vegetasi……………………………………………..21

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengambilan Sampel Tanah ...........................................................25


Lampiran 2. Pengamatan Respirasi Tanah ..........................................................26
Lampiran 3. Pengamatan Organisme Tanah (Monolith) .....................................27

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang
tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan sisa tumbuhan dan
hewan, yang merupakan medium pertumuhan tanaman dengan sifat-sifat tertentu
yang terjadi akibat gabungan dari faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup,
bentuk wilayah dan lamanya waktu pertumbuhan.
Profil tanah merupakan penampang tegak tanah yang memperlihatkan
berbagai lapisan tanah. Pengamatan profil sangat penting dalam mempelajari
sifat-sifat tanah secara cepat dilapangan, terutama yang berkaitan dengan genetis
dan klasifikasi tanah. Sidik cepat beberapa sifat fisik, kimia dan biologi tanah juga
biasanya dilakukan dengan bersamaan dan merupakan bagian pengamatan profil
tanah. Evaluasi terhadap sifat-sifat tanah ini kemudian dilanjutkan secara lebih
rinci di laboratorium dengan menggunakan contoh tanah.
Analisis sifat fisik tanah memerlukan tiga macam contoh tanah, yaitu:
1. Contoh tanah untuk penetapan-penetapan berat jenis isi (bulk density),
berat jenis partikel (particle density), porositas tanah, kurva pF, dan
permeabilitas tanah.
2. Contoh tanah biasa atau tanah terganggu untuk penetapan-penetapan kadar
air, tekstur, konsistensi, warna tanah dan analisis kimia tanah.
3. Contoh tanah dengan agregat untuk penetapan kemantapan agregat,
kemampuan mengembang dan mengkerut yang dinyatakan dengan nilai
Cole.
Tanah yang berada diatas bumi ini merupakan suatu benda alam yang bersifat
kompleks atau memiliki struktur yang heterogen karena tersusun atas tiga fase,
yaitu fase padat yang terdiri dari bahan-bahan organik, fase gas terdiri dari udara
tanah, fase yang terakhir yaitu fase cair yang merupakan air tanah yang
mengandung bahan-bahan terlarut didalamnya. Bahan organik terdiri dari sisa-sisa
tanaman, hewan dan jasad hidup lainnya yang bersifat makro maupun mikro.
Tanah merupakan media yang baik bagi perakaran tanaman sebagai gudang unsur

1
hara, dan sanggup menyediakan air serta udara bagi keperluan tanaman. Jumlah
dan macamnya bahan penyusun tanah bisa berfariasi dari satu tempat ke tempat
lain di permukaan bumi sehingga dibedakan satu jenis dengan jenis tanah lainnya.
Tanah memiliki fungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya suatu
tanaman dan mikroorganisme didalamnya. Salah satu faktor penentu subur
tidaknya tanah salah satunya dapat dilihat dari banyaknya mikroorganisme di
dalamnya. Suatu tanah yang terdapat mikroorganisme yang banyak, maka kondisi
tanah tersebut memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Selain itu dalam tanah juga
terdapat bahan organik yang tesusun atas beberapa senyawa diantaranya unsur
karbon dan oksigen yang merupakan penyusun terbesar bahan organik.
Kelembapan suatu tanah juga mempengaruhi Adanya mikroorganisme dalam
tanah yang akan mampu mendekomposisi bahan organik selain itu juga mampu
memperbaiki keadaaan tanah. Sehingga, mikroorganisme memiliki peran penting
dalam tanah.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui banyak sedikitnya
mikroorganisme dalam tanah yaitu dengan melakukan respirasi. Proses respirasi
ini menghasilkan karbondioksida dan air. Respirasi merupakan suatu pencerminan
dari aktivitas mikroorganisme dalam tanah. Apabila hasil dari respirasi besar
maka populasi mikroorganisme yang terkandung dalam tanah tersebut juga besar
(Nasution dkk, 2015). Respirasi dilakukan dengan memperhatikan beberapa
ketetapan diantaranya yaitu : penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh
mikroorganisme selama proses respirasi dalam jangka waktu sesuai dengan
perlakuan dan jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme tanah. Kedua
ketatapan tersebut sangat mempengaruhi hasil dari respirasi tanah. Sehingga harus
dilakukan dengan teliti dalam melakukan pengamatan pengukuran respirasi
(Pangestuning dkk, 2017).
Selama proses pengukuran respirasi tanah terlihat beberapa faktor yang
mempengaruhi laju respirasi. Salah satu diantaranya yaitu aktivitas organisme,
tanah vegetasi yang digunakan juga akan mempengaruhi hasil tersebut.
Kelembababan dan kondisi tanah sebelum dilakukan respirasi juga mempengaruhi
hasil banyaknya CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Setyawan dan
Hanum, 2014). Menurut Wang et all (2014), Beberapa mikroorganisme yang

2
terdapat dalam tanah juga akan mengalami adaptasi dengan keadaan lingkungan.
Hal tersebut dilakukan mikroba agar tetap bisa survive dalam tanah.
Mikroorganisme dalam proses penguraian bahan organik dalam tanah juga
mampu melepaskan karbondioksida ke udara selain itu suhu juga mempengaruhi
hasil laju respirasi sehingga memiliki keterkaitan dengan umpan baliknya CO2 di
atmosfer udara yang dihasilkan oleh proses respirasi itu sendiri. Apabila dalam
proses respirasi tidak melepaskan CO2 ke udara maka tidak akan terjadi lagi
kehidupan. Hasil dari laju respirasi berupa air dan karbondioksida akan
dimanfaatkan lagi oleh tanaman untuk melakukan proses fotosintesis (Hamdi et
all, 2013).
Indonesia dianugerahi sebagai negara yang memiliki megabiodiversity,
keanekaragaman hayati yang sangat besar. Menurut Prijono (2012) perkiraan
keanekaragaman jenis global sekitar 5-30 juta jenis, dan baru sekitar 1,78 juta
jenis flora, fauna, dan mikroba yang diberi nama. Salah satu kelompok binatang
yang jarang dikenal tetapi mempunyai peran besar dalam ekosistem adalah hewan
tanah. Kehidupan hewan tanah sangat tergantung pada habitatnya, karena
keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat
ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Struktur komunitas hewan tanah di suatu
tipe habitat sangat tergantung dari faktor lingkungan, yaitu lingkungan biotik dan
lingkungan abiotik. Kombinasi unsur lingkungan biotik dan lingkungan abiotik
tersebut memberi dampak berbeda-beda pada setiap spesies ataupun kelompok
hewan tanah, baik menguntungkan atau merugikan. Masing-masing tipe habitat
memiliki kombinasi atau perangkat unsur yang berbeda (Suhardjono et al., 2012).
Hewan tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah. Oleh karena itu,
mempelajari ekologi hewan tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur. Suhu
dan kelembaban atau kadar air tanah merupakan faktor fisika tanah yang sangat
menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah karena suhu tanah akan
menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah
lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara.
Suhu dan kadar air tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu
malam dan tergantung musim (Suin, 2012).

3
Artropoda tanah yang termasuk dalam fauna tanah memiliki beberapa peran
pada ekosistem pertanian, yaitu sebagai pelaku perombakan, pengatur
perombakan dan pemencar mikrob, tranfer energi dan pengaliran mineral,
pengendali komunitas dan populasi mikroflora, bioindikator, dan peningkat
porositas dan aerasi tanah. Meskipun cacing tanah diketahui sebagai dekomposer,
cacing tanah dapat melindungi bahan organik dari kehancuran yang lebih lanjut
pada sistem tropis yang lembab.
Fauna tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di
permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. Proses dekomposisi
dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak ditunjang oleh kegiatan
makrofauna tanah. Makrofauna tanah adalah fauna tanah yang masih bias dilhat
dengan mata telanjang, seperti cacing, kelabang, kecoa dan semut. Penguraian
akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini dihancurkan dan
diuraikan lebih lanjut oleh mikroorganisme terutama bakteri hingga sampai pada
proses mineralisasi. Pada setiap ekosistem dihuni oleh berbagai organisme yang
memiliki peran tertentu. Ketika masing-masing kelompok fungsional dapat
berperan dengan optimal maka ekosistem berjalan secara dinamis dan produktif.
Oleh karena itu gangguan yang terjadi pada suatu kelompok akan mengakibatkan
terjadinya perubahan struktur dan fungsi ekosistem (Enny Widyati .2013).
Makhluk hidup yang ada di bumi tidak hanya terdiri dari makhluk hidup yang
dapat dilihat oleh mata telanjang, tetapi ada juga mikroorganisme yang berukuran
kecil dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan teknik dan peralatan khusus.
Mikroorganisme (jasad renik) merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran
sangat kecil. Mikroorganisme mempengaruhi kehidupan manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung yang bisa berperan sebagai kawan maupun
lawan bagi kehidupan manusia.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum Analisis Tanah dan Tanaman ini adalah untuk
mengetahui cara pengambilan sampel tanah utuh dan terganggu, dan mengetahui
jumlah CO2 yang dihasilkan oleh organisme tanah dan jumlah O2 yang digunakan
oleh organisme tanah, dan praktikan mampu memahami proses respirasi tanah
dilapangan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengambilan Sampel Tanah


Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak bumi
yang tersusun dari air, udara, mineral dan bahan organik. Tanah dapat diartikan
sebagai bagian teratas dari permukaan bumi yang merupakan tempat tumbuhnya
tumbuhan-tumbuhan dan tempat hidupnya segala jenis makhluk hidup. Tanah
dapat juga diartikan sebagai lapisan kulit bumi paling luar yang merupakan hasil
pelapukan dan endapan batuan yang banyak mengandung bahan organik dan
nonorganik (Simanjuntak et al., 2012).
Pengertian tanah menurut pakar pertanian adalah medium alam tempat
tumbuhnya tumbuhan dan tanaman yang tersusun dari bahan-bahan padat, gas dan
cair. Bahan penyusun tanah dapat dibedakan atas partikel meneral, bahan organik,
jasad hidup, air dan gas. Tanah memiliki fungsi sebagai sumber unsur hara bagi
tumbuhan dan sebagai tempat dari akar tumbuhan dan air tanah tersimpan. Bahan
organik mempunyai peranan yang penting di dalam tanah terutama terhadap sifat-
sifat tanah. Pengaruh bahan organik terhadap tanah antara lain bahan organik
dapat mendorong meningkatkan daya mengikat air dan mempertinggi jumlah air
tersedia untuk kebutuhan tanaman. Bahan organik dalam tanah dapat menyerap air
2–4 kali lipat yang berperan dalam ketersediaan air tanah (Simanjuntak et al.,
2012).
Profil Tanah merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah dibuat
dengan cara menggali lubang dengan ukuran (panjang dan lebar) tertentu dan
kedalaman yang tertentu pula sesuai dengan keadaan-keadaan tanah dan keperluan
penelitian. Tekanan pori diukur relative terhadap tekanan atmosfer dinamakan
muka air tanah. Tanah yang diasumsikan jenuh walaupun sebenarnya tidak
demikian karena ada rongga-rongga udara (Wijaya, 2013).
Tanah merupakan tubuh di permukaan bumi yang tersusun atas horizon atau
lapisan yang berada di atas bahan induk atau batuan yang terbentuk sebagai hasil
interaksi faktorfaktor pembentuk tanah yaitu iklim, organism, bahan induk, relief
dan waktu. Proses pembentukan tanah dimulai dari pelapukan batuan menjadi

5
bahan induk atau horison C. Selanjutnya terbentuk horison A, B disertai
perubahan mineral yang lazim disebut perkembangan tanah. (Crhistian, 2014).
Tanah bersama air dan udara merupakan sumber daya alam utama yang sangat
mempengaruhi kehidupan. Tanah mempunyaifungsi utama sebagai tempat
tumbuh dan berproduksi tanaman. Kemampuan tanah sebagai media tumbuh akan
dapat optimal jika di dukung oleh kondisi fisika, kimia dan biologi tanah yang
baik yang biasanya menunjukkan tingkat kesuburan tanah. Tingkat kesuburan
tanah yang tinggi menunjukkan kualitas tanah yang tinggi pula. Kualitas tanah
menunjukkan kemampuan tanah untuk menampilkan fungsi-fungsinya dalam
penggunaan lahan atau ekosistem, untuk menopang produktivitas biologi,
mempertahankan kualitas lingkungan, dan meningkatkan kesehatan tanaman,
binatang, dan manusia. Berdasarkan pengertian tersebut, sangat jelas kualitas
tanah sangat erat hubungannya dengan lingkungan, yaitu tanah tidak hanya
dipandang sebagai produk transformasi mineral dan bahan organik dan sebagai
media pertumbuhan tanaman tingkat tinggi, akan tetapi dipandang secara
menyeluruh yaitu mencakup fungsi-fungsi lingkungan dan kesehatan. (Zaenal,
2011).
Tanah terbentuk dari pecahan-pecahan batuan induk yang berlangsung secara
terus-menerus akibat faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor lingkungan ini, yaitu
iklim, organisme, topografi dan waktu. Pecahan dari batuan induk itu berlangsung
akibat pelapukan dan penghancuran yang terjadi melalui proses-proses biologi,
fisika dan kimia.
a. Organik atau biologis, yaitu pelapukan yang disebabkan oleh makhluk
hidup, misalnya tumbuhan yang hidup diatas batuan dan menghancurkan
batuan secara perlahan dengan akarnya.
b. Khemik atau Kimiawi, yaitu pelapukan yang disebabkan oleh pengaruh
bahan kimia yang larut dalam air. Adanya reaksi kimia pada air hujan
menyebabkan batuan mengalami penghancuran secara perlahan.
c. Fisik atau mekanis, yaitu pelapukan yang dipengaruhi faktor cuaca, yaitu
peristiwa pemanasan pada siang hari dan pendinginan pada malam hari
sehingga batuan akan pecah dan hancur perlahan-lahan.

6
Bedasarkan Klasifikasinya tanah dapat dibagi menurut kelasnya, sebagai berikut :
1. Tanah Kelas 1 (Warna Hijau)
Tanah kelas 1 dapat dipergunakan untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa
memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Jenis tanah ini datar, dalam
bertekstur halus atau sedang, mudah diolah dan respons terhadap pemupukan.
Tidak mempunyai faktor penghambat atau ancaman kerusakan dan oleh
karenanya dapat dijadikan lahan tanaman semusim dengan aman.
2. Tanah Kelas 2 (Warna Kuning)
Tanah kelas 2 dapat dipergunakan untuk segala jenis penggunaan pertanian
dengan sedikit faktor penghambat. Jenis tanah ini agak berlereng landai,
kedalamannya dalam dan bertekstur halus sampai agak halus. Dalam hal ini
diperlukan sedikit usaha konservasi tanah.
3. Tanah Kelas 3 (Warna Merah)
Tanah kelas 4 dapat dipergunakan untuk segala jenis penggunaan pertanian
dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari jenis tanah kelas
3, sehingga memerlukan tindakan khusus dan pengawetan tanah yang lebih berat
dan lebih terbatas. Penggunaannya terbatas untuk tanaman semusim. Tanah ini
terletak pada lereng yang miring 15%-30% atau berdrainase buruk atau
kedalaman dangkal. Jika digunakan untuk menanam tanaman semusim diperlukan
pembuatan teras dan pergiliran tanaman lebih kurang 3-5 tahun.
4. Tanah Kelas 4 (Warna Biru)
Tanah kelas 4 dapat dipergunakan untuk segala jenis penggunaan pertanian
dengan hambatan dan ancaman kerusakan yang lebih besar dari jenis tanah kelas
3, sehingga memerlukan tindakan khusus dan pengawetan tanah yang lebih berat
dan lebih terbatas. Penggunaannya terbatas untuk tanaman semusim. Tanah ini
terletak pada lereng yang miring 15%-30% atau berdrainase buruk atau
kedalaman dangkal. Jika digunakan untuk menanam tanaman semusim diperlukan
pembuatan teras dan pergiliran tanaman lebih kurang 3-5 tahun.
5. Tanah Kelas 5 (Warna Hijau Tua)
Tanah kelas 5 ini tidak sesuai untuk digarap bagi tanaman semusim, tetapi akan
lebih sesuai untuk tanaman makanan ternak secara permanen atau dihutankan.
Jenis tanah ini terdapat pada daerah yang datar atau agak cekung tergenang air

7
atau terlalu bayak batu di atas permukaannya ataupun terdapat liat masam (cat
clay) di dekat atau pada daerah perakaran.
6. Tanah Kelas 6 (Warna Oranye)
Tanah kelas 6 tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani tanaman yang semusim,
disebabkan karena terletak pada lereng yang agak curam (30%-45%) sehingga
mudah tererosi, atau kedalamannya agak dangkal atau telah mengalami erosi
berat. Tanah jenis ini lebih tepat dijadikan padang rumput atau dihutankan. Jika
digarap untuk tanaman semusim diperlukan pengawetan tanah yang agak berat.
7. Tanah Kelas 7 (Warna Coklat)
Tanah kelas 7 sama sekali tidak sesuai untuk digarap menjadi usaha tani tanaman
semusim. Dianjurkan untuk menanam vegetasi permanen atau tanaman yang
keras. Jenis tanah ini terdapat pada daerah yang berlereng yang curam (45%-65%)
dan tanahnya dangkal atau telah mengalami erosi berat. Jika dijadikan hutan atau
padang rumput harus hati-hati karena sangat peka erosi.
8. Tanah Kelas 8 (Warna Putih)
Tanah kelas 8 tidak sesuai untuk usaha produksi pertanian dan harus dibiarkan
pada keadaan alami atau hutan lindun. Tanah ini lebih cocok untuk cagar alam
atau hutan lindung. Jenis tanah ini terdapat pada tempat yang memiliki kecuraman
lebih 90%. Permukaan tanah ini ditutupi oleh batuan lepas atau batuan ungkapan
atau tanah yang berstruktur kasar.
Mencari atau mengetahui sifat fisik tanah, kita dapat menggunakan
pengambilan contoh tanah dengan 3 cara yaitu : pengambilan dalam keadaan
agregat atau tanah utuh, pengambilan tanah tidak utuh atau terganggu (Husein
Suganda, 2012).
Pengambilan contoh tanah merupakan tahapan penting untuk penetapan sifat-
sifat fisik tanah di laboratorium. Prinsipnya, hasil analisis sifat-sifat fisik tanah di
laboratorium harus dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya sifat fisik tanah
di lapangan. Keuntungan penetapan sifat-sifat fisik tanah yang dilakukan di
laboratorium dapat dikerjakan lebih cepat, dan dalam jumlah contoh tanah relatif
lebih banyak. Kerugiannya adalah contoh tanah yang diambil di lapangan bersifat
destruktif, karena dapat merusak permukaan tanah, seperti terjadinya lubang bekas

8
pengambilan contoh tanah, cenderung menyederhanakan kompleksitas sistem
yang ada di dalam tanah, dan sebagainya (Hanaafiah, 2010).
Agregat-agregat dalam tanah selalu dalam tingkatan perubahan yang continue.
Pembasahan, pengeringan, pengolahan tanah, dan aktivitas biologis semuanya
berperan di dalam pengrusakan dan pembangunan agregat-agregat tanah. Struktur
lapisan oleh lapisan olah dipengaruhi oleh pengolahan praktis dan dimana aerasi
dan drainase membatasi pertumbuhan tanaman, sistem pertanaman yang mampu
menjaga kemantapan agregasi tanah akan memberikan hasil yang tinggi bagi
produksi pertanian (Ahmad dan Fachri, 2010).
Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari
komposisi antara agregat (butir) tanah dan ruang antar agregat. Tanah tersusun
dari tiga fase yaitu : fase padatan, fase cair, dan fase gas. Fase cair dan gas
mengisi ruang antar agregat. Stuktur tanah tergantung dari imbangan ketiga
faktor penyusunnya. Ruang antar agregat disebut sebagai porus (jamak pori).
Struktur tanah baik bagi perakaran apabia pori berukuran besar terisi air. Tanah
yang gembur memiliki agregat yang cukup besar (Ali Kemas Hanafiah, 2010).

2.2. Respirasi Tanah


Berdasarkan ukuran tubuhnya hewan-hewan tersebut dikelompokkan atas
mikrofauna, mesofauna, dan makrofauna. Ukuran mikrofauna berkisar antara 20
sampai 200 mikron, mesofauna berkisar 200 mikron sampai dengan satu
sentimeter, dan makrofauna lebih dari satu sentimeter. Respirasi tanah merupakan
pencerminan populasi dan aktifitas mikroba tanah. Pengukuran respirasi (mikroba
tanah) merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat
aktivitas mikroba tanah. Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan
jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroba tanah dan jumlah O2 yang digunakan
oleh mikroba tanah( Isnan dkk, 2014 ).
Respirasi mikroba tanah sangat kompleks, banyak metode yang telah
diusulkan untuk menangkap gas yang dihasilkan dan menganalisisnya sesuai
dengan tujuan dan lingkungan peneliti, bisa dikatakan tidak ada metode yang
sepenuhnya memuaskan. Oleh karena itu, para peneliti diharapkan dapat memilih
metode yang paling tepat. Adapun cara penetapan tanah di laboratorium lebih
disukai. Prosedur di laboratorium meliputi penetapan pemakaian O 2 atau jumlah

9
CO2 yang dihasilkan dari sejumlah contoh tanah yang diinkubasi dalam keadaan
yang diatur di laboratorium. Dua macam inkubasi di laboratorium adalah inkubasi
dalam keadaan yang stabil (steady-stato) dan keadaan yang berfluktuasi.
Untuk keadaan yang stabil, kadar air, temperatur, kecepatan, aerasi, dan
pengaturan ruangan harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Peningkatan
respirasi terjadi bila ada pembasahan dan pengeringan, fluktuasi aerasi tanah
selama inkubasi. Oleh karena itu, peningkatan respirasi dapat disebabkan oleh
perubahan lingkungan yang luar biasa. Hal ini bisa tidak mencerminkan keadaan
aktivitas mikroba dalam keadaan lapang, cara steady-stato telah digunakan untuk
mempelajari dekomposisi bahan organik, dalam penelitian potensi aktivitas
mikroba dalam tanah dan dalam perekembangan penelitian.(Iswandi, 2011).
Respirasi tanah dilakukan oleh mikroorganisme tanah baik berupa bakteri
maupun cendawan. Interaksi antara mikroba dengan lingkungan fisik di sekitarnya
mempengaruhi kemampuannya dalam respirasi, tumbuh, dan membelah. Salah
satu faktor lingkungan fisik tersebut adalah kelembapan tanah yang berkaitan erat
dengan respirasi tanah (Cook & Orchard, 2010).
Respirasi tanah adalah proses evolusi CO2 dari tanah ke atmosfer, terutama
dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dan akar tanaman. Mikroorganisme dalam
setiap aktifitasnya membutuhkan O2 atau mengeluarkan CO2 yang dijadikan dasar
untuk pengukuran respirasi tanah. Respirasi tanah merupakan salah satu hal yang
penting yang berkaitan dengan perubahan iklim dan pemanasan global di masa
depan. Respirasi tanah yang berkaitan dengan suhu tanah digunakan sebagai
salah satu kunci karakteristik tanah atau bahan organik dan bertanggung jawab
dalam pemanasan global (Subke & Bahn, 2010).
Respirasi tanah menunjukkan respon akar tanaman dan organisme tanah pada
kondisi lingkungan dan ketersediaan C dalam tanah. Pengamatan mengenai
respirasi tanah dapat dilakukan dengan menggunakan empat macam cara yaitu
metode open-flow infrared gas analyzer, metode ruang tertutup, metode ruang
tertutup dinamis, dan metode penyerapan basa. Setiap metode memiliki
kelemahan dan keunggulan masing-masing. Pengamatan respirasi tanah paling
sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan metode ruang tertutup di mana
NaOH digunakan sebagai bahan perangkap CO2 yang dihasilkan dari respirasi

10
tanah. Nilai CO2 yang dihasilkan dapat ditentukan dengan menggunakan suatu
rumus tertentu. Respirasi dipengaruhi oleh suhu, umumnya laju respirasi akan
menjadi rendah pada suhu yang rendah pula dan meningkat pada suhu yang
tinggi. Faktor penting lainnya yang mempengaruhi adalah kelembaban tanah.
Keluaran CO2 tanah biasanya rendah dalam kondisi kering karena rendahnya akar
dan aktivitas mikroorganisme dan meningkatkan kelembaban dengan tanah
sampai batas.
Bahan organik tanah berasal dari tanaman yang tumbuh di atasnya, sehingga
kadar bahan organik tanah sangat tinggi pada lapisan atas tanah dan menurun
dengan bertambahnya kedalaman tanah. Tanah yang bervegetasi akan mempunyai
kadar bahan organik yang tinggi, sebaliknya pada tanah yang gundul tanpa
vegetasi maka kadar bahan organiknya rendah. Tinggi rendahnya bahan organik
juga mempengaruhi jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah.
Meningkatnya kegiatan organisme tanah tersebut akan mempercepat dekomposisi
bahan organik. (Nurmegawati,dkk., 2014).
Fauna tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan
tanah maupun yang terdapat di dalam tanah. Makrofauna tanah mempunyai
peranan penting dalam dekomposisi bahan organik tanah guna menyediakan unsur
hara. Makrofauna akan meremah-remah substansi nabati yang mati, kemudian
bahan tersebut dikeluarkan dalam bentuk kotoran. Kotoran organisme perombak
ini akan ditumbuhi bakteri untuk diuraikan lebih lanjut dengan bantuan enzim
spesifik sehingga terjadi proses mineralisasi (Hilwan dan Handayani, 2013).
Organisme yang hidup di dalam tanah ada yang bermanfaat, ada yang
mengganggu, dan ada pula yang tidak bermanfaat tetapi juga tidak mengganggu.
Organisme yang bermanfaat antara lain cacing tanah dan bakteri tertentu yang
dapat mengubah CO (karbon monoksida) yang beracun menjadi CO 2 (karbon
dioksida) atau mengikat N dari udara. Apabila dalam proses respirasi tidak
melepaskan CO2 ke udara maka tidak akan terjadi lagi kehidupan. Hasil dari laju
respirasi berupa air dan karbondioksida akan dimanfaatkan lagi oleh tanaman
untuk melakukan proses fotosintesis. (Jauhiainen, 2012).

11
2.3 Organisme Tanah
Tanah merupakan komponen kerak bumi, terdiri atas berbagai mineral serta
berbagai bahan organik. Tanah memiliki fungsi penting bagi kehidupan. Tanah
menjadi media tumbuh utama bagi tumbuhan, menjadi tempat akar
mencengkeram sehingga tumbuhan tertopang dengan baik, dan sekaligus memberi
hara serta air. Adanya rongga-rongga dalam tanah merupakan wadah yang baik
untuk pernafasan akar dan ketika tumbuh. Tanah menjadi “rumah” bagi aneka
organisme. Sebagian besar organisme darat menjadikan tanah sebagai area hidup.
Tanah memegang peranan penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi,
meskipun tanah sendiri juga dapat tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada
satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan udara merupakan bagian dari tanah
(Soemarno,2010).
Lingkungan tanah tersusun atas gabungan lingkungan abiotik dan lingkungan
biotik. Gabungan dari keduanya memunculkan suatu habitat yang sesuai sebagai
tempat tinggal beragam jenis makhluk hidup, termasuk hewan tanah. Tanah
merupakan medium alami, sebagai wadah tumbuhnya aneka tumbuhan yang
terdiri atas bahan organik dan makhluk hidup. Pertumbuhan akar, metabolisme
jasad renik, dan berbagai aktivitas biologis dalam tanah memiliki peran utama
dalam membentuk kesuburan dan karakteristik tanah .
Hewan tanah adalah semua organisme yang hidup di tanah, baik di permukaan
tanah maupun di dalam tanah. Sebagian atau seluruh siklus hidup hewan tanah
berlangsung di dalam tanah serta dapat berasosiasi dan beradaptasi dengan
lingkungan tanah. Kelompok hewan tanah ini sangat banyak dan beranekaragam,
mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga
Vertebrata kecil. Hewan tanah bertanggung jawab terhadap penghancuran dan
sintesis organik. Hewan tanah dapat diklasifikasikan berdasarkan pendekatan
taksonomi dan fungsionalnya membedakan 3 kelompok fungsional organisme
tanah, yaitu biota akar (Mikorizha, Rhizobium, dan Nematoda), decomposer
(mikroflora, mikrofauna, dan mesofauna), dan “ecosystem engineer” (mesofauna
dan makrofauna). Berbagai kelompok organisme dapat menunjukkan fungsi
ganda, misalnya cacing tanah berperan sebagai dekomposer sekaligus “ecosystem
engineer” (Suin, 2012).

12
Fauna tanah secara umum dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal,
antara lain berdasarkan ukuran tubuh, ketergantungan terhadap air, kehadirannya
ditanah danmenurut tempat hidupnya.Berdasarkan ukuran tubuhnya, fauna tanah
dibagi menjadi:
a. Mikrofauna adalah hewan yang mempunyai ukuran tubuhnya berkisar dari
0,2 mm, contohnya Protozoa, Nematoda yang menjadi mikropredator bagi
mikroorganisme lain serta menjadi parasit pada tanaman.
b. Mesofauna adalah hewan yang mempunyai ukuran tubuh berkisar antara
0,2 – 2 mm, contohnya adalah Mikroarthropoda, Collembolan, Acarina,
Termintes, Olgochaeta, dan Ecnchytraeidae yang menjadi pengurai utama
seresah atau bahan organik lain.
c. Makrofauna adalah hewan yang mempunyai ukuran tubuhnya berkisar
antara 2 – 20 mm, yang terdiri dari hebivora (pemakan tanaman), dan
karnivor (pemakan hewan kecil). Contohnya Arthropoda yaitu Crustacea
seperti kepiting, Chilopoda seperti kelabang, Diplopoda kaki seribu,
Arachnida seperti laba-laba, kalajengking, dan serangga (Insecta), seperti
kelabang, kumbang, rayap, lalat, jangkrik, lebah, semut, serta hewanhewan
kecil lain yang bersarang dalam tanah
d. Megafauna adalah hewan yang mempunyai ukuran tubuhnya berkisar
antara 20 – 200 mm, contohnya adalah Megascolicidae, insectivore atau
invertebrata besar lainnya yang dapat mengubah struktur tanah akibat
pergerakan dan perilaku makan
Fauna tanah berdasarkan kehadirannya ditanah dibagi menjadi:
a. Temporer, yaitu hewan yang memasuki tanah dengan tujuan bertelur,
setelah menetas dan berkembang menjadi dewasa, hewan akan keluar dari
tanah, misalnya diptera.
b. Transien, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya berlangsung diatas
tanah, misalnya kumbang.
c. Periodik, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya ada di dalam tanah,
hanya sesekali hewan dewasa keluar dari tanah untuk mencari makanan
dan setelah itu masuk kembali, misalnya Collembola dan Acarina.

13
d. Permanen, yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya selalu ditanah dan
tidak pernah keluar dari dalam tanah, misalnya Nematoda tanah dan
Protozoa
Makrofauna tanah dapat dikategorikan atas invertebrata yang umumnya
berukuran > 2 mm. Invertebrata tanah dapat diklasifikasikan menurut kebiasaan
makan mereka dan distribusi dalam profil tanah sebagai berikut:
a. Endogeic yaitu hewan yang hidup di dalam tanah, pemakan bahan organik
dan akar tumbuhan yang mati serta liat (gephagus). Tipe ini disebut juga
“ecosystem engineer”. Cacing tanah yang tergolong tipe ini berkembang
dan berinteraksi dengan mikroorganisme tanah untuk melepaskan enzim
yang berguna dalam dekomposisi bahan organik yang berkualitas rendah.
Beberapa jenis dapat menghancurkan bahan organik tanah, terutama
“fraksi ringan” karena cacing tanah mampu memproduksi enzim tertentu.
b. Epigeic adalah kelompok hewan yang hidup dan makan dipermukaan
tanah, berperan dalam penghancuran seresah dan pelepasan unsur hara
tetapi tidak aktif dalam penyebaran serasah ke dalam profil tanah. Tipe ini
disebut “litter transformers” atau “penghancur serasah”, karena berperan
dalam dekomposisi in-situ melalui fragmentasi dan melumatkan fisik
serasah tanpa mengubah susuna kimianya.
c. Anecic yaitu jenis hewan yang memindahkan serasah dari permukaan
tanah dan aktif memakan serta bergerak ke dalam tanah untuk berlindung
dari serangan predator maupun kondisi iklim yang kurang
menguntungkan. Pengaruh utama anecic ini adalah memindahkan serasah
dari lapisan serasah dan membawanya ke tempat atau lingkungan lain
yang berbeda, misalnya tanah lapisan bawah. Keadaan ini mengubah
secara dramatis kinetik dekomposisi dan penyebaran produk-produknya
secara terpisah. Tipe ini disebut ecosystem engineers atau “kelompok
penggali”, tipe ini akan mempengaruhi sifat fisik tanah antara lain struktur
dan konduktifitas hidrolik (Sukarsono,2013).
Makrofauna tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan
penting dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah melalui proses
imobilisasi dan humifikasi. Saat proses dekomposisi bahan organik, makrofauna

14
tanah lebih banyak berperan dalam proses fragmentasi (comminusi) serta
memberikan fasilitas lingkungan (mikrohabitat) yang lebih baik bagi proses
dekomposisi lebih lanjut. Proses dekomposisi dilakukan oleh kelompok
mesofauna dan mikrofauna tanah serta berbagai jenis bakteri dan fungi. Beberapa
jenis makrofauna tanah tidak hanya mampu melapukkan (memecah) bahan
organik, tepai juga mampu merangsang kehadiran beberapa jenis mikroba untuk
berasosiasi mempercepat proses dekompisisi (Sazali, 2015).
Aktivitas hewan tanah khususnya cacing dalam proses dekomposisi bahan
organik dapat merangsang aktivitas mikroorganisme. Penghancuran bahan
organik menjadi ukuran yang lebih halus serta proses enzimatik dalam pencernaan
cacing membuat bahan organik menjadi lebih mudah untuk dicerna
mikroorganisme. Hewan tanah mampu mengubah lapisan top soil, karena di
lapisan tersebut mudah terdapat akar tanaman dan makanan. Akar mati akan
dilapukkan dengan cepat oleh fungi, bakteri, serta kelompok organisme lain.
Semua jenis fauna tanah yang ada umumnya sangat mempengaruhi kesuburan
tanah bahkan bisa mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Ukuran fauna tanah
sangat beragam mulai dari binatang liar atau binatang peliharaan sampai pada
fauna yang berukuran satu sel seperti protozoa yang berperan berperan dalam
penghancuran seresah menjadi ukuran yang lebih kecil (Hesteria, 2011).
Sehubungan dengan kajian kesuburan tanah, menurut Erniyani et al (2010)
semakin tinggi indeks keragaman semakin tinggi maka dinamika biologis dan
tingkat dekomposisi atau proses daur hara tanah semakin baik sehingga kesuburan
tanah semakin baik. Apabila nilai indeks dominasi mendekati 1, terjadi ketidak
seimbanganpopulasi dari jenis-jenis fauna yang ada dalam tanah, jenis fauna tanah
tertentu mendominasi fauna tanah lainnya. Pengelolaan tanah dan tanaman secara
ekologis kurangmenguntungkan bagi keberlanjutan tanah/agro ekosistem. Apabila
nilai dominasi mendekati 0,5 menunjukkan bahwa populasi dari masing-masing
jenis fauna dalam keadaan seimbang. Pengelolaan tanah dan tanaman secara
ekologis mendukung bagi keberlanjutan usaha tani. Bila indeks keragaman hewan
tanah besar (> 3) berarti tingkat dekomposisi yang terjadi tinggi sebaliknya
tingkat dekomposisi akan rendah jika indeks keragaman hewan tanah rendah
(< 1). Indeks keragaman tinggi berarti tingkat kesuburan tanah tinggi.

15
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

3.1.1 Pengambilan Sampel Tanah dan Organisme Tanah


Adapun waktu dan tempat praktikum ini dilakukan pada tanggal 17
September 2022 di Jln. Simpang Pasia, Kecamatan Pauh, Kota Padang.

3.1.2 Respirasi Tanah


Adapun waktu dan tempat praktikum ini dilakukan pada tanggal 17
September 2022 di Jln. Simpang Pasia, Kecamatan Pauh, Kota Padang. Analisis
laboratorium dilakukan pada tanggal 21 September 2022 di laboratorium
organisme tanah (Monolith Kimia, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas)

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Pengambilan Sampel Tanah
Adapun alat dan bahan yang digunakan untuk sampel tanah utuh atau tidak
terganggu adalah ring sampel, triplek dengan ukuran 10x10 sebanyak 6 buah,
cangkul, karet, plastik ½ kg, pisau komando, kertas label, dan spidol.
Sedangkan alat dan bahan yang digunakan untuk sampel tanah terganggu
adalah bor belgi, cangkul, pisau cutter/komando, plastik ukuran 2 kg, karet,
kertas, label, dan spidol.
3.2.2 Respirasi Tanah
Adapun alat dan bahan yang digunakan adalah cangkul, gelas ukur, kayu
penyangga, erlenmeyer, Gelas ukur, Corong, Buret, Statif, 2 botol film, Box
plastik, larutan KOH, aquades, larutan titrasi (BaCL3, HCL, dan indikator PP),
kamera, dan alat tulis.
3.2.3 Organisme Tanah
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini cangkul,
penggaris, pancang, kertas riject, pisau, alat tulis, kamera dan pisau komando.

16
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pengambilan Sampel Tanah
Adapun langkah kerja dalam praktikum pengambilan sampel tanah utuh
adalah dipilih lokasi untuk pengambilan sampel tanah utuh, lalu disiapkan alat dan
bahan, ditimbang ring sampel sebelum digunakan saat di lapangan, dibersihkan
lahan dari vegetasi dan diratakan permukaan tanah. Diletakkan ring sampel tegak
lurus (secara vertikal) dengan bagian tajam menghadap ke bawah pada lapisan
tersebut, diletakkan balok kayu diantarannya, menekan balok kayu sampai ring
sampel masuk kedalam tanah hingga batas lapisan, dibersihkan tanah dengan
cangkul sekitaran ring jangan sampai terkena ring, diratakan kedua sisi secara
vertikal dengan hati-hati menggunakan pisau. Menghindari semaksimal mungkin
melakukan tekanan terhadap tanah dalam ring, membuang sisa lapisan pertama
sampai batas lapisan kedua, menutup ring dengan tutupnya dan memberi label
atau kode, lalu disimpan ring dalam plastik.
Adapun langkah kerja dalam praktikum pengambilan sampel tanah
terganggu adalah dipilih lokasi untuk pengambilan sampel tanah utuh, lalu
disiapkan alat dan bahan, dibersihkan lahan dari vegetasi dan diratakan
permukaan tanah, tekan mata bor belgi ke dalam tanah sambil diputar searah
jarum jam, setelah tanah mengisi bor sampai penuh, dilakukan pengangkatan
sambil diputar berlawanan arah jarum jam secara hati-hati, dikelurkan tanah dari
mata bor, dimasukkan tanah ke dalam plastik dan diberi label.
3.3.2 Respirasi Tanah
Adapun langkah cara kerja dalam praktikum ini ialah disiapkan alat dan
bahan, lalu pilih tempat pelaksanaan percobaan. Dibersihkan lahan dari vegetasi
dengan menggunakan cangkul. Lalu diletakkan 2 botol film yang sebelumnya
yang masing-masing telah diisi oleh larutan KOH (10 ml) dan aquades (10 ml).
Setelah itu di tutup dengan box plastik dengan rapat, tutup pakai tanah jika masih
ada celah dari box tersebut. Lalu diamkan selama 4 jam. Setelah 4 jam ambil
sampel tadi dan segera tutup dengan menggunakan penutup botol film. Lalu
sampel dibawa ke labor untuk dilakukan titrasi.
Langkah kerja yang dilakukan untuk titrasi, yaitu pertama pindahkan larutan
tadi masing-masing ke erlenmeyer. Lalu ditambah larutan BaCl3 sebanyak 5 ml ke

17
masing-masing sampel sambil diaduk. Lalu dilihat perubahan apakah adagumpalan
atau tidak. Setelah itu diberikan indikator PP sebanyak 2 tetes pada masing-
masing sampel. Dan dilihat apakah ada perubahan warna, dan terakhir
ditambahkan HCl pada masing-masing sampel hingga sampel tadi kembali seperti
semula (seperti sebelum diberikan larutan titrasi).
3.3.3 Organisme Tanah
Untuk langkah kerja pada praktikum ini yaitu yang pertama dilakukan
adalah ditentukan lokasi pengambilan monolith. Kemudian dibersihkan vegetasi
di atasnya, lalu ditancapkan sebagai tanda dengan jarak 15 cm x 15 cm kemudian
digali tanah disekitar tanah yang 15 x 15 cm tersebut mengarah keluar, jangan
sampai mengenai sampel tanah. Lalu diambil monolith dengan kedalaman 30 cm,
dikeluarkan monolith dan menjadi 2 bagian dengan menggunakan pisau,
kemudian diletakkan diatas kertas reject yang telah disediakan. Selanjutnya
dihancurkan monolith yang telah dibagi menjadi 2 bagian, lalu diidentifikasi
makrofauna apa saja yang terdapat pada setiap lapisan monolith.

18
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Pengambilan Sampel Tanah
4.1.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengambilan Sampel Tanah.
No. Gambar Keterangan
1. Sampel Tanah Utuh.

2. Sampel Tanah Terganggu.

4.1.2 Pembahasan
Pengambilan contoh tanah merupakan tahap awal dan terpenting dalam
program uji tanah di laboratorium. Pengambilan contoh tanah ini bertujuan untuk
mengetahui sifat-sifat tanah pada suatu titik pengamatan. Prinsipnya adalah hasil
analisis sifat fisik tanah dapat menggambarkan keadaan sesungguhnya sifat fisik
tanah di lapangan.
Komponen tanah (mineral, organik, air, dan udara) tersusun antara yang satu
dan yang lain membentuk tubuh tanah. Tubuh tanah dibedakan atas horizon-
horizon yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah sebagai hasil proses

19
pedogenesis. Bermacam-macam jenis tanah yang terbentuk merupakan refleksi
kondisi lingkungan yang berbeda.
Ultisol merupakan tanah yang mempunyai kandungan bahan organik yang
rendah, tanahnya berwarna merah kekuningan, reaksi tanah yang masam,
kejenuhan basa yang rendah, dengan kadar Al yang tinggi. Di samping itu Ultisol
memiliki tekstur tanah liat hingga liat berpasir, dengan bulk densty yang tinggi
antara 1,3-1,5 g/cm3 (Prassetyo dan Suriadikarta, 2011), sehingga mempengaruhi
tingkat produktivitas tanaman yang akan dibudidayakan di tanah Ultisol.
Prassetyo dan Suriadikarta (2012) menyebutkan bahwa Pemanfaatan tanah
Ultisol untuk pengembangan tanaman perkebunan relatif tidak terdapat kendala,
tetapi untuk tanaman pangan dan holtikultura umumnya bermasalah terhadap sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Permasalahan tersebut meliputi ketersedian hara
serta susahnya perakaran tanaman untuk menembus ke dalam tanah di dalam
menjangkau makanan.
Pada percobaan pengambilan sampel tanah utuh yang telah dilakukan
dilapangan, cara kerja yang telah dilakukan memenuhi syarat dari pengambilan
sampel tanah yang baik menurut Poerwowidodo (2011) yaitu dengan
memperhatikan syarat–syarat sebagai berikut. Memperhatikan perbedaan-
perbedaan dalam hal topografi, sifat atau watak tanah, warna tanah, dan
perbedaan-perbedaan lain yang menimbulkan kelalaian. Contoh tanah dari kasus,
seperti tanah dari perumahan jalan, tanggul persawahan, selokan, tanah bekas
penimbunan pupuk, supaya jangan diambil atau sama sekali tidak boleh dianalisa.
Pada percobaan pengambilan sampel tanah terganggu yang telah dilakukan
dilapangan, telah dilakukannya langkah–langkah agar sampel tanah terganggu
tersebut tidak rusak. Menurut Hakim dkk (2010), pengangkutan contoh tanah
terutama untuk penetapan kerapatan, pH, dan permeabilitas harus hati-hati.
Guncangan-guncangan yang dapat merusak struktur tanah harus dihindarkan.

20
4.2. Respirasi Tanah
4.2.1 Hasil
Table 2. Hasil Respirasi Tanah
No. Dokumentasi Keterangan
1 Hasil respirasi setelah 1 minggu.
2. Hasil respirasi yang dianalisis di
laboratorium.

Larutan Hasil Titrasi (ml) Aquades


KOH
H2O

4.2.2 Pembahasan
Praktikum masih ditahap tanah diinkubasi selama seminggu

4.3 Organisme Tanah


4.3.1 Hasil
Table 3. Hasil Pengamatan Organisme Tanah.
Kedalaman Spesies Jumlah (Ekor)
(cm)
0-10 Cacing Tanah 11
10-20 - -
20-30 - -

Table 4. Hasil Pengamatan Vegetasi.


Kelompok Lokasi Spesies Jumlah
Tumbuhan (Batang)
I Limau Manis, Kec. Pauh. Cengkeh ±50
II Jl. Durian Tarung, Kec. Kuranji Jagung ±30
III UNAND, Lahan Sebelah Sawit ±30
Fakultas Ekonomi.
IV Jl. Simpang Pasia, Kec, Pauh. Singkong ±6

21
4.3.2 Pembahasan
Kehidupan hewan tanah sangat bergantung pada habitatnya, karena
keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat
ditentukan keadaan daerah itu. Keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis
hewan tanah di suatu daerah sangat bergantung dari faktor lingkungan. Kondisi
lingkungan antara lain berupa suhu, kadar air atau kelembaban, pH, salinitas, arus
air, angin, tekanan, zat-zat organik, dan anorganik.
Sumberdaya adalah segala sesuatu yang dikonsumsi oleh organisme, yang
dapat dibedakan atas materi, energi dan ruang. Sumberdaya digunakan untuk
menunjukkan suatu faktor maupun biotik yang diperlukan hewan, karena
tersedianya di lingkungan berkurang apabila telah dimanfaatkan hewan. Setiap
hewan akan bervariasi menurut ruang (tempat) dan waktu. Setiap hewan
senantiasa berusaha untuk dapat beradaptasi terhadap setiap perubahan
lingkungan.
Arthropoda tanah banyak terdapat pada lapisan top soil, yaitu tanah yang
banyak mengandung humus dan bahan organik. Kehidupan hewan tanah juga ikut
ditentukan oleh suhu tanah. Suhu yang ekstrim tinggi atau rendah dapat
mematikan hewan tanah. Suhu tanah pada umumnya juga mempengaruhi
pertumbuhan, reproduksi, dan metabolisme hewan tanah. Tiap jenis hewan tanah
memiliki kisaran suhu optimum.
Bahan organik mempengaruhi status kelimpahan hewan tanah. Bahan
organik yang berasal dari organ tumbuhan dan hewan yang sedang atau telah
mengalami penguraian. Hewan tanah memiliki andil dalam penguraian bahan
organik. Kehadiran hewan tanah mempercepat proses perombakan inlet
komponen atau bahan organik. Bahan organik berbentuk masih segar adalah
makanan yang sesuai bagi hewan.
Pencernaan hewan menyebabkan terjadi dekomposisi bahan organik, dan
sebagian produk dekomposisi dilepaskan ke tanah dalam wujud kotoran (hasil
produksi). Kotoran hewan biasanya mengandung C-organik dan unsur yang
tersedia untuk kehidupan tumbuhan dan organisme lain lebih besar daripada di
sekitarnya. Kandungan kimia kotoran hewan umumnya cukup beragam,
dipengaruhi oleh jenis hewan, besarnya volume makanan, dan sifat tanah.

22
Pada praktikum organisme tanah yang dilakukan dengan sampel tanah ultisol,
Pada kedalaman 0-10 cm ditemukan cacing 13 ekor, dan pada kedalaman 10-20
dan 20-30 cm tidak ditemukan organisme. Tingkat kesuburan tanah juga dapat
dilihat dari keanekaragaman organismenya, semakin beranekaragam
organismenya maka tanah tersebut bisa dikatakan subur. Pada hasil organisme
yang didapatkan dapat dilihat bahwa semakin dalam pengambilan sampelnya
maka organisme yang didapat semakin berukuran kecil hal ini juga dipengaruhi
oleh kepadatan tanah yang semakin padat karena semakin padat tanah maka
organisme yang berukuran agak besar seperti cacing akan kesulitan untuk hidup
dan bergerak dan semakin padat nya atau ruang pori kecil maka oksigen juga
bakal berkurang sehingga susah buat hidup organisme dan juga dipengaruhi
kelembabannya.

23
BAB V

PENUTUPAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
pengambilan contoh tanah utuh sangat diperlukan untuk menentukan sifat–sifat
dari contoh tanah tersebut. Jika melakukan pengambilan sampel tanah tersebut
dengan cara yang benar dan memenuhi syarat pengambilan, maka sampel tanah
yang didapat akan baik.
Pengambilan contoh tanah terganggu juga diperlukan karena untuk
menentukan sifat–sifat dari contoh tanah tersebut yaitu seperti tekstur, reaksi
tanah dan bahan organik contoh tanah itu. Dalam pengambilan contoh tanah itu
harus hati–hati karena guncangan–guncangan dapat merusak struktur tanah itu.
Berdasarkan praktikum respirasi dan aktivitas mikroorganisme sangat erat
kaitannya dengan jumlah karbon dalam tanah. Dimana tingginya bahan organik
(karbon) akan dapat meningkatkan populasi mikroorganisme dan aktivitasnya,
karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai penyusun
tubuh dan sumber energinya. Tingkat kesuburan tanah juga dapat dilihat dari
keanekaragaman organismenya, semakin beranekaragam organismenya maka
tanah tersebut bisa dikatakan subur.
5.2 Saran
Saran untuk praktikum ini yaitu sebaiknya sebelum melakukan praktikum
semua praktikan memahami materi dan mendengarkan informasi lebih jelas
sehingga tidak terjadi kesalahan selama praktikum.

24
LAMPIRAN
A. Pengambilan Sampel Tanah
No. Dokumentasi Keterangan
1. Bersihkan vegetasi pada daerah
tanah yang akan diambil.

2. Benamkan ring sampel bagian


yang runcing ke dalam tanah,
tekan menggunakan triplek.

3. Jika kedua ring sudah terbenam


maka cangkul sekitaran ring,
jangan sampai mengenai ring
supaya sampel tidak rusak.

4. Bersihkan pinggiran ring, lalu


potong pada bagian tengah ring
secara satu arah dengan
menggunakan pisau.

5. Masukkan ring dalam plastik,


letakkan triplek pada kedua sisi
ring, ikat sekaligus sampel
dengan triplek lalu beri kertas
label.

25
B. Respirasi Tanah
No. Dokumentasi Keterangan
1. Dibersihkan vegetasi pada
daerah tanah yang akan
diambil dan diambil tanah
sebanyak 90 gram, simpan
tanah dalam kulkas jika belum
melakukan inkubasi.

2. Inkubasi selama 1 minggu.

3. Titrasi di laboratorium.

26
C. Organisme Tanah
No. Dokumentasi Keterangan
1. Bersihkan vegetasi pada daerah
tanah yang akan diambil.

2. Ambil sampel tanah monolith


dengan ukuran 15x15 cm
dengan kedalam 30 cm.

3. Bagi tiga tanah 1-10cm, 10-


20cm, dan 20-30cm. Lalu
hitung makrofauna pada tanah
tersebut berdasarkan
kedalamannya.

27
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Fachri. 2010. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Universitas Andalas: Padang
Erniyani, K., Wahyuni, S. & Pu’u, Y. M. S. W. (2010). Struktur komunitas
mesofauna tanah perombak bahan organik pada vegetasi kopi dan kakao.
Agrica, 3(1), 1-8.
Hamdi, S. F. Moyano, S. Sall, M. Bernoux, T. Chevallier. 2013. Synthesis
analysis of the temperature sensitivity of soil respiration from laboratory
studies in relation to incubation methods and soil conditions. Soil biology
Biochemstry, 58 (2013) : 115-126.
Hanafiah,Kemas Ali. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta
Hilwan I, Handayani EP. 2013. Keanekaragaman Mesofauna dan Makrofauna
Tanah pada Areal Bekas Tambang Timah di Kabupaten Belitung,
ProvinsiKepulauan Bangka Belitung.J. Silvikultur Tropika 4 (1): 35–41.
Jauhiainen, J., A. Hooijer, dan S. E. Page. 2012. Carbon dioxide emissions from
an Acacia plantation on peatland in Sumatra, Indonesia. Biogeosciences. 9:
617–630.
Nasution, N. A. P., S. Yusnaini, A. Niswati, Dan Dermiyati. 2015. Respirasi
Tanah Pada Sebagian Lokasi Di Hutan Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (Tnbbs). Agrotek Tropika, 3 (3) : 427-433.
Pangestuning, E, S. Yusnaini, A. Niswati, Dan H. Buchori. 2017. Pengaruh
Sistem Olah Tanah Dan Aplikasi Herbisida Terhadap Respirasi Tanah
Pada Lahan Pertanaman Jagung, Agrotek Tropika, 5 (2) : 113- 118.
Prijono, S. N., Koestoto & Suhardjono, Y. R. (2012). Kebijakan koleksi. Dalam
Suhardjono, Y. R (Ed). Buku pegangan pengelolaan koleksi spesimen
zoologi. Bogor: Balitbang Zoologi, Puslitbang Biologi-LIPI.
Sazali, M. (2015). Identifikasi fauna tanah pada areal pasca penambangan tanah
urugan sebagai reklamasi lahan pertanian di Desa Lendang Nangka
38 Provinsi Nusa Tenggara Barat. Biota, 7(2), 117-128
Setyawan, D. Dan H. Hanum. 2014. Respirasi Tanah sebagai Indikator Kepulihan
Lahan Pascatambang Batubara di Sumatera Selatan. Lahan suboptimal, 3
(1) : 71-75.

28
Simanjuntak, F.A., Tika, I.W., Sumiyati. 2012. Pengaruh Tingkat Pemberian
Kompos Terhadap Kebutuhan Air Tanaman Beberpa Jenis Kacang.
Laboratorium Pasca Panen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Udayana. Bali.
Suhardjono, Y. R. (2012). Potensi dan pemanfaatan fauna tanah untuk
keseimbangan tanah perkebunan karet di Sumatera. Laporan Penelitian
Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa. Cibinong:
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Suin, N. M. (2012). Ekologi hewan tanah. Cetakan IV. Jakarta: Bumi Aksara &
Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati ITB.
Sukarsono. (2013). Petunjuk praktikum ekologi hewan. Malang: Lab. Biologi
UMM.
Wang, X. L. Liu, S. Piao, I. A. Janssens, J. Tang, W. Liu, Y. Chi, dan J. Wang.
2014. Soil respiration under climate warming: differential response of
heterotrophic and autotrophic respiration. Global Change Biology, 20
(2014) : 3229–3237
Widyati, Enny. 2013. Pentingnya Keragaman Fungsional Organisme Tanah
Terhadap Produktivitas Lahan. J Tekno Hutan Tanaman 6 (1) : 29-37
Wijaya, R. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Pengamatan Morfologi Profil
Pengambilan Contoh dan Pembuatan Preparat Tanah.

29

Anda mungkin juga menyukai