Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

SAINS TANAH
“PENGAMBILAN SAMPEL TANAH”
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Sains Tanah

Disusun oleh:
Nama : Dini Nursofini
Nim : 4442210017
Kelas :G

JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, karunia-nya,
serta nikmat sehat sehingga penulis dapat menyusun laporan praktikum yang
berjudul “Pengambilan Sampel Tanah” ini. Sholawat serta salam tetap selalu
tercurahkan kepada baginda besar nabi Muhamad SAW. Sehingga penulis dapat
melaksanakan praktikum dan menyelesainnya dengan baik.
Laporan praktikum ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah Sains Tanah. Sehubungan dengan penyelesain laporan praktikum ini. Oleh
karena itu, sebagai penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada: Bapak
Putra Utama, S. P., M.P., Bapak Dr. Abdul Hasyim Sodiq, S. P., M. Si., dan ibu
Endang Sulistyorini., S. P., M. Si. Selaku dosen pengampu Mata Kuliah Sains
Tanah. Saudari Kholilah Febriyanti dan Jamilah selaku Asisten Praktikum yang
telah membantu penulis dalam penyusunan laporan ini, dan teman-teman yang
sudah berkontribusi dalam praktikum kali ini.
Demikian laporan yang telah penulis buat ini. Penulis menyadari bahwa
laporan ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, penulis mohon kritik dan
sarannya apabila terdapat kekurangan atau kesalahan dalam penyusunan laporan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan juga bermanfaat
bagi penulis.

Serang, Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tanah ............................................................................. 3
2.2 Faktor-Faktor Penyusun Tanah ........................................................ 4
2.3 Faktor-Faktor Pembentuk Tanah ..................................................... 5
2.4 Tahapan Pembentuk Tanah .............................................................. 8
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................... 9
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................ 9
3.3 Cara Kerja ........................................................................................ 9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ................................................................................................. 11
4.2 Pembahasan ..................................................................................... 12
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan .......................................................................................... 18
5.2 Saran ................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 19
LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah adalah suatu bahan padat yang terdiri dari mineral atau bahan organik
yang terletak dipermukaan bumi, yang secara terus-menerus mengalami
perubahan yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu bahan
induk, iklim, organisme, topografi dan waktu. Tanah merupakan komponen tubuh
alam yang terbentuk oleh pelapukan batuan-batuan. Tanah terbentuk karena
adanya pengaruh dari alam yang bertransformasi dalam waktu yang sangat lama.
Tanah terbentuk karena melalui beberapa tahapan, yaitu mulai dari pelapukan
bahan induk, pemindahan bahan organik, pembentukan struktur tanah dan yang
terakhir dilanjutkan dengan pembentukan horizon tanah.
Disetiap tempat pasti memiliki susunan pedon yang berbeda-beda secara
vertikal (horizon). Hal ini terjadi karena adanya faktor eksternal dan faktor
internal. Secara morfologi tanah terbagi berdasarkan warna, tekstur dan kepadatan
tanah. Perbedaan-perbedaan yang ada pada tanah tersebut menyebabkan tanah
pada setiap tempat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut
terlihat dari morfologi tanahnya baik itu tekstur, warna, maupun struktur tanah
tersebut. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui karakteristik tanah itu tersebut
(Noor, 2014).
Penampang tanah secara vertikal disebut sebagai profil tanah, pada setiap
profil tanah memiliki horizon-horizon yang berbeda. Perbedaan setiap horizon ini
memberikan gambaran tentang sifat-sifat tanah baik sifat fisika, kimia ataupun
biologi tanah. Lamanya waktu suatu tanah untuk mengembangkan horizon sangat
bergantung pada faktor yang saling berkaitan, yaitu iklim, organisme, bahan induk
dan relief.
Faktor-faktor pembentuk tanah tersebut akan mempengaruhi terhadap sifat
tanah, baik sifat fisik maupun sifat kimianya. Kegiatan pengambilan contoh tanah
dapat mewakili sifat dan ciri yang dimiliki oleh tanah pada suatu lokasi. Hal yang
harus diperhatikan dalam kegiatan pengambilan sampel tanah adalah banyaknya
profil yang digunakan, letak profil harus mewakili dan peralatan yang akan

1
digunakan. Pengambilan sampel tanah merupakan suatu volume atau massa tanah
yang diambil untuk keperluan laboratorium yang dapat mewakili seluruh sifat
tanah (Yunianta, 2022).
Pengambilan sampel tanah yang akan diambil untuk di analisis dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu tanah utuh, tanah dengan agregat utuh dan tanah
terganggu. Sampel tanah utuh adalah tanah yang diambil dengan menggunakan
ring sample yang digunakan untuk analisis permeabilitas dalam keadaan jenuh.
Sampel tanah agregat utuh adalah sebuah bongkahan tanah utuh yang kuat dan
tidak mudah pecah untuk dapat di analisis indeks keutuhan agregatnya. Sedangkan
sampel tanah terganggu adalah tanah yang diambil pada tiap-tiap horizon tanpa
ring sample agar diperoleh data berupa kadar air, tekstur, kerapatan partikel,
konsistensi dan kapilaritas tanah.
Proses pengambilan suatu sampel tanah merupakan satu hal penting yang
dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat fisik tanah pada suatu tempat
tertentu. Bukan hanya untuk menentukan sifat-sifat fisika tanah, akan tetapi perlu
mengetahui klasifikasi tanah suatu titik pegamatan. Namun, pengambilan sampel
tanah tidak akan bermanfaat jika tidak mewakili suatu daerah tertentu dan jika
tidak dilakukan dengan cara yang sesuai. Maka, pada saat pengambilan sampel
tanah harus dilakukan secara hati-hati dan teliti sesuai dengan prosedur yang
berlaku, agar tanah yang akan dijadikan sebagai sampel dapat mewakili sifat
tanah. Berdasarkan pemaparan diatas yang melatar belakangi praktikum ini
tentang pengambilan sampel tanah yang akan digunakan untuk analisis di
labortorium.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan pada praktikum tentang “Pengambilan Sampel Tanah” ini,
adalah sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang pengambilan contoh tanah yang
akan menentukan keberhasilan analisis di laboratorium.
2. Agar mahasiswa dapat membedakan sampel tanah utuh, tanah agregat utuh,
dan tanah terganggu atau tidak utuh.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tanah


Tanah merupakan hasil transformasi dari zat-zat mineral dan organik di muka
daratan bumi. Tanah terbentuk di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang
bekerja dalam waktu yang sangat panjang. Tanah adalah bagian dari permukaan
bumi yang terdiri dari mineral dan bahan organik. Tanah sangatlah penting bagi
kehidupan makhluk hidup, baik tanaman, hewan maupun manusia, karena mampu
mendukung atau menyediakan makanan dan oksigen, kemudian menyerap karbon
dioksida dan nitrogen (Simamora, 2021).
Dalam mendukung kehidupan tanaman, tanah memiliki fungsi sebagai
penyedia unsur hara dan sebagai media perakaran, menyediakan air, sebagai
tempat penampung air, menyediakan udara untuk respirasi akar dan sebagai
tempat bertumpunya tanaman. Bahan organik mempunyai peranan yang penting
di dalam tanah terutama terhadap sifat-sifat tanah (Fauzi, 2019).
Pengaruh bahan organik terhadap tanah, yaitu bahan organik dapat
mendorong meningkatkan daya mengikat air dan mempertinggi jumlah air
tersedia untuk kebutuhan tanaman. Bahan organik dalam tanah dapat menyerap air
2-4 kali lipat yang berperan dalam ketersediaan air. Perbedaan pada warna tanah
umumnya disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik, semakin
tinggi bahan organik, maka warna tanah akan semakin gelap. Sedangkan semakin
gelap warna tanah, maka semakin tinggi produktivitasnya dan cenderung lebih
banyak menyerap energi matahari dibandingkan benda yang berwarna terang,
sehingga akan lebih mendorong laju evaporasi (Hartanti, 2021).
Profil tanah adalah penampang tegak tanah yang dibuat sedalam ±1,5 m atau
sampai bahan induk. Semua corak, sifat dan karakteristik yang harus diperhatikan
dalam profil tanah meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi dan sifat-sifat lainnya
seperti padas, air tanah, glei, bahan organik, keadaan batuan dan kerikil.
Pembentukan lapisan atau perkembangan horizon dapat membangun tubuh alam
yang disebut tanah. Tiap horizon dapat dibedakan berdasarkan warna, tekstur,
struktur dan sifat morfologi lainnya (Utomo, 2016).

3
Bahan induk tanah dapat berasal dari batuan atau biomassa mati sebagai
bahan mentah, yang berasal dari batuan akan menghasilkan tanah mineral,
sedangkan yang berasal dari biomassa mati akan menghasilkan tanah organik.
Bahan penyusun tanah organik dipengaruhi oleh bahan organik dengan campuran
bahan mineral berupa endapan aluvial. Batuan induk yang berbeda mempunyai
komposisi mineral yang berbeda dan penting dalam proses pembentukan
tanah. Kecepatan proses pembentukan tanah sangat tergantung kepada ukuran
butir dari bahan induk tanah. Semakin halus, maka akan semakin mudah
mengalami proses pertanahannya (Russanti, 2019).

2.2 Faktor- Faktor Penyusun Tanah


Tanah adalah suatu benda alam yang terdapat dipermukaan kulit bumi, yang
tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan, dan bahan-
bahan organik sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tanaman dan hewan, yang
merupakan tempat tumbuhnya tanaman dengan sifat-sifat tertentu, yang terjadi
akibat dari pengaruh kombinasi faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad hidup,
bentuk wilayah dan lamanya waktu pembentukan (Kamarudin, 2022).
Penyusun tanah terdiri dari 4 komponen utama yaitu mineral, air, udara dan
bahan organik. Bahan mineral merupakan komponen penyusun tanah dengan
persentase tertinggi, yakni kisaran 45%. Komponen ini terbentuk dari proses
pelapukan batuan yang berlangsung dalam jangka waktu sangat lama. Batuan
yang melapuk pada proses pembentukan tanah akan sangat mempengaruhi jenis
tanah yang dihasilkan. Secara umum ada 3 jenis batuan yang dapat melapuk dan
berubah menjadi tanah, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan malihan
(Wuisan, 2022).
Larutan tanah yaitu air yang terdapat dalam tanah bersama bahan-bahan yang
terlarut di dalamnya. Sumber utama air tanah adalah air hujan atau air irigasi yang
ditahan oleh partikel tanah secara adhesi dan kohesi. Air juga dapat tertahan di
dalam tanah karena adanya lapisan yang tidak dapat ditembus (lapisan kedap) oleh
air pada lapisan bawah atau karena drainase tanah yang buruk. Air pada lapisan
bawah dapat menjadi air tanah karena gaya kapiler (Surianto, 2015).

4
Kandungan air dalam tanah disebut sebagai kadar air tanah. Tingginya kadar
air dalam tanah dipengaruhi oleh tekstur, bahan organik, jenis vegetasi penutup
tanah, dan tinggi muka air tanah. Selain ditahan oleh partikel tanah, larutan tanah
juga mengisi ruang pori mikro tanah, yaitu ruang pori yang berada di dalam unit-
unit struktur tanah (Megayanti, 2022).
Bahan gas menempati ruang pori makro yaitu ruang yang ada di antara unit-
unit struktur tanah. Susunan gas yang terdapat dalam udara tanah ditentukan oleh
hubungan antara tanah, air dan tanaman. Gas utama penyusun udara tanah sama
dengan gas-gas penyusun udara atmosfir, yaitu CO₂, O₂ dan gas-gas nitrogen.
Namun, dikarenakan adanya proses respirasi akar dan mikroba tanah, serta
dekomposisi bahan organik kandungan CO₂ udara tanah lebih tinggi dari
kandungan CO₂ atmosfir. Tetapi sebaliknya, jika kandungan O₂ udara tanah lebih
rendah dari kandungan O₂ atmosfir (Asril, 2022).
Pada tanah yang tergenang atau dalam kondisi air berlebih, kandungan O₂
bahkan dapat lebih rendah lagi. Pada kondisi anaerob (kekurangan oksigen), udara
tanah dapat mengandung gas CH₄ dan H₂S. Adapun kandungan gas-gas nitrogen
pada keduanya relatif sama. Selain itu, udara dalam tanah memiliki kandungan
uap air lebih tinggi daripada di atmosfir yang kelembaban nisbinya dapat
mencapai 100% (Ridhuan, 2016).

2.3 Faktor-Faktor Pembentuk Tanah


Tanah merupakan permukaan bumi yang tersusun atas horizon atau lapisan
yang berada di atas bahan induk atau batuan yang terbentuk sebagai hasil
interaksi. Pembentukan tanah adalah bagian integral dari proses geomorfologi,
yang dimana bentuk lahan dan tanah merupakan dua macam sumberdaya alam
yang saling terkait. Proses pembentukan tanah adalah proses penghancuran atau
pelapukan batuan dan sisa-sisa organisme menjadi butiran-butiran yang sangat
halus yang lama-kelamaan butiran halus tersebut akan bertambah banyak dan
terbentuklah tanah (Pare, 2017).
Faktor pembentuk tanah adalah keadaan lingkungan yang menggerakkan
proses pembentukan tanah atau memungkinkan proses pembentukan tanah
berjalan. Proses pembentukan tanah berlangsung dengan berbagai reaksi fisik,

5
kimia dan biologi. Reaksi menghasilkan sifat-sifat tanah dan karena memiliki sifat
maka tanah dapat menjalankan fungsi-fungsi tertentu. Proses pembentukan tanah
berlangsung dengan tiga tahapan, yaitu mengubah bahan mentah menjadi bahan
induk tanah, mengubah bahan induk tanah menjadi bahan penyusun tanah dan
menata bahan penyusun tanah menjadi tubuh tanah (Bali, 2018).
Terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan tanah, yaitu
bahan induk, iklim, organisme hidup, relief dan waktu. Dengan peningkatan
intensitas penggunaan tanah khusus dalam bidang pertanian, manusia dapat
dimasukkan sebagai faktor pembentuk tanah. Dengan tindakannya mengolah
tanah, mengirigasi, memupuk, mengubah bentuk muka tanah dan mereklamasi.
Manusia dapat mengubah atau mengganti proses tanah yang semula dikendalikan
oleh faktor-faktor alam (Asri, 2022).
Pertama, bahan induk terdiri dari batuan vulkanik, batuan beku, batuan
sedimen (endapan), dan batuan metamorf. Batuan induk akan hancur menjadi
bahan induk, kemudian akan mengalami pelapukan dan menjadi tanah. Tanah
yang terdapat di permukaan bumi sebagian memperlihatkan sifat terutama sifat
kimia yang sama dengan bahan induknya. Bahan induknya masih terlihat
misalnya tanah berstuktur pasir berasal dari bahan induk yang kandungan pasirnya
tinggi. Susunan kimia dan mineral bahan induk akan mempengaruhi intensitas
tingkat pelapukan dan vegetasi diatasnya. Bahan induk yang banyak mengandung
unsur Ca akan membentuk tanah dengan kadar ion Ca yang banyak, sehingga
dapat membentuk tanah yang berwarna kelabu. Tetapi, sebaliknya jika bahan
induk yang kurang kandungan kapurnya membentuk tanah yang warnanya lebih
merah (Wahyudi, 2022).
Kedua, iklim berpengaruh langsung atas suhu tanah dan perairan tanah serta
berdaya pengaruh tidak langsung lewat vegetasi. Hujan dan angin dapat
menimbulkan degradasi tanah karena pemisahan dan erosi. Energi matahari
menentukan suhu dalam pembentuk tanah, menentukan laju pelapukan bahan
mineral, dekomposisi dan humifikasi bahan organik. Semua proses fisik, kimia
dan biologi bergantung pada suhu. Curah hujan merupakan sumber air utama yang
memasukan air ke dalam tanah. Suhu dan kelembaban nisbi udara menentukan
laju evapotranspirasi dari tanah. Curah hujan lebih rendah daripada

6
evapotranspirasi, maka gerakan air dalam tubuh tanah berbalik ke atas yang
mengimbas pada alih tempat zat ke bagian atas tubuh tanah (Samsuar, 2022).
Ketiga, organisme hidup faktor ini terbagi atas dua, yaitu yang hidup di dalam
tanah dan yang hidup di atas tanah. Organisme yang hidup di dalam tanah
mencakup bakteria, jamur, akar tumbuhan, cacing tanah, rayap dan semut.
Bersama dengan makhluk-makhluk tersebut, tanah membentuk suatu ekosistem.
Jasad-jasad penghuni tanah mencampur tanah, mempercepat pelapukan batuan,
menjalankan perombakan bahan organik, mencampur bahan organik dengan
bahan mineral, membuat lorong-lorong dalam tubuh tanah yang memperlancar
gerakan air dan udara dan mengalih tempatkan bahan tanah dari satu bagian ke
bagian lain tubuh tanah (Notohadiprawiro, 2021).
Keempat, relief atau bentuk lahan (landform) merupakan faktor yang
mengendalikan pengaruh faktor iklim dan organisme hidup, mengendalikan laju
dan arah proses pembentukan tanah. Dalam wilayah curah hujan yang sama, relief
menciptakan keairan yang berbeda-beda. Tanah di lahan atasan terbentuk dalam
keadaan pengatusan (drainage) lebih baik, maka biasanya berwarna cerah
kemerahan dan sifatnya lebih beragam. Tanah di lahan bawahan terbentuk dalam
keadaan pengatusan lebih buruk, maka biasanya berwarna kelam di bagian atas
dan bercak-bercak karat di bagian bawah dan keragaman sifat tanah lebih terbatas
(Yustisia, 2015).
Kelima, waktu bukan faktor penentu sebenarnya. Waktu dimasukkan kedalam
faktor pembentuk tanah, karena semua proses berjalan dengan waktu. Tidak ada
proses yang mulai dan selesai secara cepat. Tanah yang belum lama terbentuk
akan tetapi memperlihatkan perkembangan profil yang jauh. Sebaliknya, ada
tanah yang sudah lama menjalani proses pembentukan akan tetapi perkembangan
profilnya masih terbatas. Tanah yang berhenti berubah sepanjang perjalanan
menandakan bahwa tanah tersebut telah mencapai keseimbangan dengan
lingkungannya dan telah mencapai klimaks. Bila keadaan lingkungan berubah,
maka proses-proses tanah akan bekerja kembali menuju pencapaian keseimbangan
yang baru (Notohadiprawiro, 2021).

7
2.4 Tahapan Pembentukan Tanah
Proses pembentukan tanah adalah perubahan bahan induk menjadi lapisan
tanah. Perkembangan tanah dari bahan induk yaang padat menjadi bahan induk
yang agak lunak, selanjutnya berangsur-angsur menjadi tanah pada lapisan bawah
(subsoil) dan lapisan tanah bagian atas (topsoil), dalam jangka waktu yang lama
sampai ratusan tahun bahkan sampai ribuan tahun. Perubahan-perubahan dari
batuan induk sampai menjadi tanah karena batuan induk mengalami proses
pelapukan, yaitu proses penghancuran karena iklim (Tamanak, 2020).
Pembentukan tanah terjadi dalam beberapa tahap, diawali dengan terjadinya
proses pelapukan pada batuan. Batuan yang sudah mengalami pelapukan akan
dimasuki air dan udara. Akibatnya terjadi pelapukan di dalam batuan. Pada proses
ini, makhluk hidup akan mulai tumbuh pada lapisan permukaan batuan tersebut.
Akan tetapi, organisme yang dapat berkembang pada tahapan proses pembentukan
tanah ini terbilang masih sangat terbatas, misalnya lumut dan mikroba (Asri,
2022).
Pelapukan dipengaruhi oleh faktor iklim yang bersifat merusak. Faktor-faktor
iklim yang menentukan adalah sinar matahari, perbedaan temperatur antara siang
dan malam, keadaan musim kemarau dan musim penghujan. Kemudian, batuan
mulai ditumbuhi rumput dan tumbuhan kecil. Akar tumbuhan tersebut masuk ke
dalam batuan dan perlahan-lahan akan menghancurkannya. Lama-kelamaan
batuan akan hancur dan menjadi unsur mineral pembentuk tanah. Dengan
terbentuknya humus, tanah menjadi lebih subur sehingga tumbuh-tumbuhan yang
lebih besar dapat tumbuh (Pinaria, 2022).

8
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun praktikum tentang “Pengambilan Sampel Tanah” ini, dilaksanakan
pada hari Kamis, 09 Maret 2023 Pukul 09.10-10.50 WIB di laboratorium lantai I,
Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa. Serang-Banten.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu tabung logam,
kuningan atau tembaga (ring sampel), sekop/cangkul, pisau tajam tipis, kotak
contoh, bor tanah, kantong plastik tebal. Sedangkan bahan yang digunakan pada
praktikum kali ini yaitu tanah.

3.3 Cara Kerja


Adapun cara kerja pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
3.3.1 Cara kerja tanah utuh
1. Diratakan dan dibersihkan lapisan atas tanah dari rumput atau serasah.
Kemudian letakkan tabung tegak pada lapisan tanah tersebut (Nomor
tabung jangan sampai terbalik, bagian tabung yang runcing ada di bawah
sedangkan bagian yang tumpul ada di atas).
2. Digali tanah sampai kedalaman tertentu (5-10 cm) disekitar calon tabung
tembaga diletakkan, kemudian ratakan tanah dengan pisau.
3. Diletakkan tabung di atas permukaan tanah secara tegak lurus dengan
permukaan tanah, kemudian dengan menggunakan balok kecil yang
diletakkan di atas permukaan tabung, tabung ditekan sampai ¾ bagian
masuk ke dalam tanah.
4. Diletakkan tabung lain di atas tabung pertama, dan tekan sampai 1 cm
masuk ke dalam tanah.
5. Dipisahkan tabung bagian atas dari tabung bagian bawah.

9
6. Digali tabung menggunakan sekop. Dalam menggali, ujung sekop harus
lebih dalam dari ujung tabung agar tanah di bawah tabung ikut terangkat.
7. Diiris kelebihan tanah bagian atas terlebih dahulu dengan hati-hati agar
permukaan tanah sama dengan permukaan tabung, kemudian tutuplah
tabung menggunakan tutup plastik yang telah tersedia. Setelah itu iris dan
potong kelebihan tanah bagian bawah dengan cara yang sama dan tutuplah
tabung.
8. Dicantumkan label di atas tutup tabung bagian atas contoh tanah yang
berisi informasi kedalaman, tanggal dan lokasi pengambilan contoh tanah.
3.3.2 Cara kerja tanah agregat utuh
1. Diambil menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm. Bongkahan
tanah dimasukkan ke dalam boks yang terbuat dari kotak seng, kotak kayu
atau kantong plastik tebal.
2. Dimasukkan ke dalam kantong plastik harus hati-hati, agar bongkahan
tanah tidak hancur diperjalanan, dengan cara dimasukkan ke dalam peti
kayu atau kardus yang kokoh.
3.3.3 Cara kerja tanah terganggu
1. Diambil menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm.
2. Diberikan label yang berisikan informasi tentang lokasi, tempat
pengambilan, dan kedalaman tanah. Label ditempatkan di dalam atau di
luar kantong plastik.

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Teknik Pengambilan Sampel Tanah
No. Metode Kimia Fisika Di laboratorium
1. Tanah utuh Sebagai Sebagai analisis Metode
penetapan permeabilitas gravimentri
angka berat dalam keadaan digunakan untuk
volume (berat jenuh berat isi tanah.
isi, bulk Dan untuk Uji
density) Permeabilitas
menggunakan
alat permeameter
dengan
menggunakan
constant head test
dan falling head
test
2. Tanah dengan Untuk Untuk analisis Metode ayakan
agregat utuh penetapan indeks basah untuk
kemantapan kestabilan menganalisa
dan stabilitas agregat (IKA) kemantapan
agregat agregat dan untuk
analisis indeks
kestabilan
agregat
3. Tanah terganggu Untuk menguji Untuk menguji Metode yang
kadar air, kandungan pH digunakan yaitu
kerapatan tanah, walkey and black
partikel, kandungan dan penetapan
tekstur tanah, bahan organik tekstur tanah

11
konsistensi dan (C) dan dengan metode
kapilaritas kandungan pipet dan
unsur hara hydrometer
makro dan
mikro

4.2 Pembahasan
Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit bumi, yang
tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan sisa-sisa tanaman dan
hewan, yang merupakan media tempat pertumbuhan tanaman dengan sifat-sifat
tertentu yang terjadi akibat gabungan dari faktor-faktor iklim, bahan induk, jasad
hidup, bentuk wilayah dan lamanya waktu pertumbuhan.
Komponen tanah yang terdiri dari mineral, organik, air dan udara tersusun
antara yang satu dan yang lain membentuk tubuh tanah. Tubuh tanah dibedakan
atas horizon-horizon yang kurang lebih sejajar dengan permukaan tanah sebagai
hasil proses pedogenesis. Bermacam-macam jenis tanah yang terbentuk
merupakan refleksi kondisi lingkungan yang berbeda.
Sampel tanah merupakan suatu volume massa tanah yang diambil dari suatu
suatu bagian tubuh tanah dengan sifat-sifat yang akan dianalisis. Pengambilan
sampel tanah merupakan tahap awal yang sangat penting dalam uji tanah, karena
dengan pengambilan sampel tanah yang benar akan menjamin bahwa tanah yang
akan dianalisis di laboratorium benar-benar area yang akan diamati. Tetapi
sebaliknya, jika pada saat pengambilan sampel tanah salam, maka hasil analisis
dan rekomendasi yang diberikan akan menyimpang. Pengambilan sampel
bertujuan untuk memperoleh data karakteristik tanah yang tidak dapat diperoleh
secara langsung dari pengamatan lapangan.
Sifat fisik tanah adalah sifat tanah yang berhubungan dengan bentuk tanah,
seperti tekstur, struktur, bobot isi tanah, porositas, stabilitas, konsistensi dan
warna. Dalam sifat fisik tanah dapat dilakukan dengan pengambilan sampel tanah
dengan tiga cara, yaitu sampel tanah utuh (undisturbed soil sample), sampel tanah
agregat utuh (undisturbed soil aggregate) dan sampel tanah terganggu atau tidak
utuh (disturbed soil sample). Tanpa disertai sifat fisik tanah yang baik, maka

12
produktivitas tanaman tidak akan mencapai pertumbuhan yang optimal, karena
akar tanaman tidak dapat menyerap unsur-unsur hara yang ada di dalam tanah
secara optimal.
Pada sifat fisik dan kimia tanah pasti berbeda-beda pada setiap tempat dan
dalam waktu yang relatif sempit. Adanya perbedaan sifat fisik dan kimia tanah
disetiap tempat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu cara
pengolahan tanah, baik pengolahan tanah yaang baik ataupun buruk. Keduanya
dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah. Pada sifat kimia tanah terdiri atas
pH dan kandungan unsur hara yang terkandung di dalam tanah, seperti nitrogen,
fospor, kalium dan bahan organik.
Hasil dari teknik pengambilan sampel tanah yang telah dilakukan, yakni pada
sampel tanah utuh (undisturbed soil sample), sampel tanah agregat utuh
(undisturbed soil aggregate) dan sampel tanah terganggu atau tidak utuh
(disturbed soil sample) dengan sifat tanah yang berbeda, yaitu sifat fisika dan
kimia. Pada sampel tanah utuh (undisturbed soil sample) dengan fisika dan kimia
dapat dikatakan juga dengan tanah tidak terganggu merupakan tanah yang diambil
dengan tujuan untuk mengetahui berat isi (bulk density) dan permeabilitas.
Berat isi merupakan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume
tanah yang termasuk dengan volume pori-pori tanah. Bulk density juga dapat
disebut dengan kepadatan tanah, sehingga semakin tinggi bulk density maka tanah
akan semakin sulit ditembus oleh akar tanaman dan juga air. Bulk density sangat
dibutuhkan dalam menentukan kebutuhan air atau pupuk pada tiap-tiap hektar
tanah. Penentuan permeabilitas dapat ditentukan oleh daya serap.
Pengambilan tanah utuh dilakukan dengan menggunakan alat bor tanah. Bor
tanah ditancapkan pada tanah yang sebelumnya telah dibersihkan dari rumput-
rumput dan kotoran diatas tanah. Posisi bor tanah tajam berada di bagian bawah
untuk memudahkan bor tanah menancap pada tanah. Bor tanah ditancapkan ke
dalam tanah dengan cara dipukul menggunakan palu karet yang di bagian atas bor
tanah telah diberi balok kayu sebelumnya. Pemukulan harus dilakukan dengan
ritme yang konstan akar tanah yang diambil dapat padat sempurna dan tidak
berongga.

13
Bor tanah yang telah masuk dengan sempurna di dalam tanah, kemudian
diambil dengan cara mencongkel tanah disekitar bor tanah, hal ini bertujuan agar
tanah dalam bor tanah tidak pecah dan tidak merusak struktur tanah didalamnya.
Tanah yang telah diambil kemudian diratakan menggunakan pisau. Pengikiran
dilakukan secara menggeser pisau tanpa ada tekanan pada tanah, hal ini bertujuan
agar peralatan tanah tidak merusak pori-pori tanah dan pori-pori tanah tidak
tertutup.
Pada proses ini seringkali terjadi kesalahan yang menyebabkan sampel tanah
rusak dan pecah, jika ingin mendapatkan sampel tanah yang baik, maka jika
terdapat sampel yang rusak atau pecah harus dilakukan pengambilan ulang dengan
urutan cara diatas secara lebih hati-hati. Proses pengangkutan sampel tanah juga
penting dilakukan karena sampel tanah utuh lebih baik diletakkan dalam kotak
ring sampel. Tanah tersebut akan dibawa untuk melakukan pengujian di
laboratorium.
Pada pengujian di laboratorium menggunakan metode gravimentri digunakan
untuk berat isi tanah dan untuk uji permeabilitas menggunakan alat permeameter
dengan menggunakan constant head test dan falling head test. Hal ini selaras
dengan pernyataan Muli (2016), menyatakan bahwa metode gravimetri
merupakan metode standar yang memiliki akurasi yang sangat tinggi.
Namun, metode ini harus dilakukan di laboratorium sehingga penerapannya
membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak untuk mendapatkan satu nilai kadar
air tanah.
Pada sampel tanah dengan agregat utuh biasanya diperuntukkan untuk
analisis indeks kestabilitas agregat (IKA). Sampel dapat diambil menggunakan
cangkul pada kedalaman 0-20 cm. Menurut Fadila (2022), indeks stabilitas
agregat tanah merupakan ukuran dari kemampuan agregat tanah dalam bertahan
terhadap gaya yang merusak agregat tersebut. Stabilitas agregat yang rendah akan
mengakibatkan struktur tanah mudah hancur akibat tumbukan butir hujan.
Hancurnya agregat tanah akan menyebabkan pori-pori tanah akan tersumbat oleh
partikel-partikel agregat tanah yang hancur, sehingga tanah mudah memadat dan
tanah akan mudah tererosi.

14
Indeks kestabilitas agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu
adalah vegetasi yang tumbuh di atasnya. Peranan vegetasi terhadap agregat tanah
adalah sebagai pelindung tanah dari tumbukan air hujan. Kerusakan agregat tanah
akan menyebabkan sebagian besar pori tanah tersumbat, dengan demikian akan
terjadi erosi dan penurunan porositas serta daya infiltrasi tanah.
Pada pengujian sampel tanah dengan agregat utuh (undisturbed soil
aggregate) menggunakan metode ayakan basah untuk menganalisis kemantapan
agregat dan untuk analisis indeks kestabilan agregat. Hal ini selaras dengan
pernyataan Amanah (2021), bahwa pengukuran indeks stabilitas agregat
umumnya dilakukan dengan metode ayakan kering dan ayakan basah dengan lama
waktu pengayakan basah 5 menit dan menggunakan agregat berukuran 2 mm
sampai dengan 8 mm.
Metode pengukuran agregat tersebut mensimulasikan pengaruh dispersi air
terhadap agregat. Oleh karena itu, indeks stabilitas agregat diperoleh dengan
mengukur selisih bobot diameter antara pengayakan kering dan pengayakan
basah, maka pengukuran indeks stabilitas dengan ukuran agregat dan waktu
pengayakan yang berbeda dapat menghasilkan nilai indeks stabilitas agregat yang
berbeda. Kemantapan agregat merupakan sifat fisik tanah yang memanifestasikan
ketahanan agregat tanah terhadap pengaruh disintegrasi oleh air dan manipulasi
mekanik. Oleh karena itu, pengukuran kemantapan agregat yang berkaitan dengan
pengaruh dispersif air sangat relevan untuk dilakukan.
Pengukuran kemantapan bisa di batasi pada agregat makro, agregat mikro,
bahan yang dapat didispersikan atau dapat meliputi rentang ukuran agregat yang
luas. Hasil pengukuran akan sangat ditentukan oleh kelas ukuran agregat dan
kadar air awal dari agregat yang digunakan, serta kondisi bagaimana pembasahan
itu terjadi. Kemantapan agregat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya jenis
dan kadar liat, bahan organik, serta jenis dan jumlah kation terjerap.
Sedangkan pada sampel tanah terganggu (disturbed soil sample) diambil
dengan tujuan menetapkan sifat fisika dan kimia tanah, yakni kadar air, kerapatan
partikel, tekstur tanah, konsistensi dan kapilaritas. Tekstur tanah terdiri dari
butiran tanah dengan berbagai ukuran. Butiran tanah kurang dari 2 mm disebut

15
bahan tanah halus, sedangkan butiran tanah lebih dari 2 mm disebut dengan bahan
kasar.
Pengambilan tanah terganggu juga bertujuan untuk menguji sifat kimia tanah
yakni kandungan pH pada tanah, kandungan bahan organik dan kadar unsur hara.
Bahan organik yakni gabungan dari beberapa senyawa organik kompleks yang
telah mengalami dekomposisi, yang umumnya tanah dengan banyak kandungan
bahan organik terdapat pada lapisan horizon. Menurut Saptiningsih (2015), proses
dekomposisi adalah gabungan dari proses fragmentasi, perubahan struktur fisik
dan kegiatan enzim yang dilakukan oleh dekomposer yang mengubah bahan
organik menjadi bahan anorganik.
Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau pemecahan
struktur fisik yang dilakukan oleh hewan. Pengambilan tanah terganggu
menggunakan metode komposit yakni dengan menggali lubang dengan kedalaman
0-20 cm dengan jarak tertentu. Pengambilan tanah terganggu pada lubang
tersebut, sebelumnya tanah harus telah dibersihkan dari rerumputan dan tanaman
di atasnya. Pengambilan tanah ini dilakukan pada daerah sekitar perakaran
tanaman. Tanah yang telah diambil lubang yang telah dibuat, kemudian
dikompositkan atau dicampur menjadi satu sehingga rata, kemudian dimasukkan
kedalam plastik klip hingga penuh dan diberi label. Sampel tanah terganggu
digunakan untuk pengujian sifat fisik dan kimia tanah yang dilakukan di
laboratorium.
Sampel tanah terganggu yang akan diuji di laboratorium menggunakan
metode walkey and black dan penetapan tekstur tanah dengan metode pipet dan
hydrometer. Hal ini selaras dengan pernyataan Syofiani (2020), bahwa uji sifat
fisika tanah yang dilakukan di laboratorium adalah analisis tekstur tanah. Tekstur
tanah merupakan perbandingan antara kandungan partikel tanah yang terdiri dari
pasir, debu dan liat. Setiap lokasi memiliki jenis tekstur tanah yang berbeda
tergantung dari persentase kandungan partikel tanahnya.
Menurut Asril (2023), penyimpanan sampel tanah dalam ruangan panas dapat
menyebabkan tanah mengalami perubahan yang disebabkan oleh aktifitas mikroba
tanah dan megakibatkan terjadinya pengerutan. Pengambilan dengan berbagai
jenis sampel tanah memiliki banyak hal yang perlu diperhatikan, diantaranya yaitu

16
teknik pengambilan sampel tanah, alat dan bahan yang digunakan, hingga proses
pengangkutan dari sampel tanah yang telah diambil. Hal ini selaras dengan
pernyataan Sari (2021), menyatakan bahwa tahapan pengambilan sampel yang
perlu diperhatikan adalah menentukan lokasi pengambilan sampel tanah,
pengambilan jenis sampel tanah dan menentukaan metode yang akan digunakan.
Tanah dengan tekstur yang keras dan kering pada saat pengambilan tanah
dikarenakan sudah lama tidak turun hujan. Hal ini sesuai dengan penelitian
(Heryani, 2019), yang menunjukkan bahwa tanah kering disebabkan oleh curah
hujan yang rendah. Menurut Trisnawati (2022), cara yang dilakukan untuk
memudahkan pengambilan sampel tanah, yaitu memberikan air pada tanah
vegetasi atau tanah tempat pengambilan sampel tanah, pemberian air pada tanah
yang akan dijadikan sampel dapat membuat tanah menjadi lebih lunak dan mudah
untuk diambil, tanah yang mudah diambil dan lebih lunak akan menurunkan
resiko sampel tanah yang terambil rusak dan pecah.
Menurut Tangdiombo (2021), pada saat pengambilan sampel tanah yang
perlu diperhatikan yaitu, jangan mengambil sampel tanah dari galengan, selokan,
bibir teras, tanah tererosi sekitar rumah dan jalan, bekas pembakaran sampah, sisa
tanaman atau jerami, bekas penimbunan pupuk, kapur dan bahan organik dan
bekas penggembalaan ternak. Permukaan tanah yang akan diambil contohnya
harus bersih dari rumput-rumputan, sisa tanaman, bahan organik dan batu-batuan
atau kerikil. Pengambilan sampel ini sangat penting dalam tahapan pengujian
tanah, karena sampel tanah yang diambil tersebut dapat digunakan sebagai
petunjuk berapa besar unsur hara yang terkandung setelah dilakukan analisis sifat
tanah tersebut.
Penentuan sampel tanah secara umum yaitu proses persiapan sampel, seperti
cara pengeringan dan penghalusan sampel tanah. Penentuan sampel tanah akan
menentukan hasil analisis tanah tersebut. Analisis yang berkaitan dengan
ketersediaan unsur hara di dalam tanah dipengaruhi oleh proses persiapan sampel
tanah dan penyimpanan sampel tanah dalam jangka waktu yang panjang.
Sedangkan, analisis tanah yang berkaitan dengan kandungan total unsur hara,
bahan organik dan sifat fisik tanah tidak dipengaruhi oleh cara persiapan sampel
tanah dan penyimpanan sampel tanah dalam jangka waktu yang panjang.

17
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
terdapat tiga macam sampel tanah yang digunakan dalam analisis tanah, yaitu
tanah utuh, tanah agregat utuh dan tanah terganggu. Pada sampel tanah utuh
dilakukan dengan cara menekan ring sampel ke dalam tanah secara bertumpuk
hingga masuk kedalam tanah, kemudian digali disekitar ring sampel untuk
mengambil ring sampel. Sampel tanah utuh bertujuan untuk mengetahui berat isi
(bulk density) dan permeabilitas dengan menggunakan metode gravimentri pada
pengujian di laboratorium.
Pada sampel tanah agregat utuh dapat dilakukan dengan cara mengambil
gumpalan tanah yang masih menunjukkan agregat aslinya. Pengambilan sampel
tanah agregat utuh bertujuan menganalisis indeks kestabilitas agregat (IKA),
dengan menggunakan metode ayakan basah untuk menganalisis kemantapan
agregat dan untuk analisis indeks kestabilan agregat pada pengujian di
laboratorium.
Sedangkan pengambilan sampel tanah terganggu dapat dilakukan dengan cara
menggali tanah hingga jeluk atau lapisan tanah yang diinginkan yang bertujuan
untuk menguji sifat kimia tanah yakni kandungan pH pada tanah, kandungan
bahan organik dan kadar unsur hara, dengan menggunakan metode walkey and
black dan penetapan tekstur tanah dengan metode pipet dan hydrometer pada saat
pengujian di laboratorium.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini adalah agar
praktikum dapat berjalan dengan lebih baik lagi, sebaiknya pengujian tentang
pengambilan sampel tanah ini dapat dilakukan secara langsung, agar praktikan
dapat memahami secara langsung bagaimana prosedur saat pengambilan sampel
tanah yang benar.

18
DAFTAR PUSTAKA

Amanah, A. 2021. Respon Sifat Fisika Inceptisol terhadap Pemberian Blotong dan
Pupuk Kandang Sapi. Jurnal Ilmiah Media Agrosains. Vol. 7 (1): 23-32.
Asril, M., Ningsih, H., Basuki, B., Suhastyo, A. A., Septyani, I. A. P., Abidin, Z.,
& Tang, J. 2023. Kesuburan dan Pemupukan Tanah. Jakarta. Yayasan
Kita Menulis.
Asril, M., Nirwanto, Y., Purba, T., Mpia, L., Rohman, H. F., Siahaan, A. S., &
Mazlina, M. 2022. Ilmu Tanah. Jakarta. Yayasan Kita Menulis.
Bali, I., Ahmad, A., & Lopulisa, C. 2018. Identifikasi Mineral Pembawa Hara
untuk Menilai Potensi Kesuburan Tanah. Jurnal Ecosolum. Vol. 7(2):
81-100.
Fadila, I., Khairullah, K., & Manfarizah, M. 2022. Analisis Indeks Stabilitas
Agregat Tanah pada Beberapa Kelas Lereng dan Penggunaan Lahan di
Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pertanian. Vol. 7(2): 705-711.
Fauzi, A., Andreswari, D., & Murcitro, B. G. 2019. Sistem Pakar Menentukan
Kekurangan Unsur Hara dan Penggunaan Pupuk pada Tanaman Jagung
Pasca Penanaman Menggunakan Metode Forward Chaining
(FC). Pseudocode. Vol. 6(2): 104-113.
Hartanti, D. A. S., & Agustin, A. N. 2021. Analisis Kandungan Tanah pada Media
Pertumbuhan Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina) Di Kabupaten
Jombang. STIGMA: Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Unipa. Vol. 14(02): 56-61.
Heryani, N., & Rejekiningrum, P. 2019. Pengembangan Pertanian Lahan Kering
Iklim Kering Melalui Implementasi Panca Kelola Lahan. Jurnal
Sumberdaya Lahan. Vol. 13(2): 63-71.
Kamarudin, A. P., Murni, S. M. S., Kusuma, H. K. H., Maulana, O. M. O., &
Yusnadi, A. Y. A. 2022. Analisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Usaha Tani Padi Di Desa Celala Kecamatan Aceh
Tengah. Journal of Scientech Research and Development. Vol. 4(2):
312-321.

19
Megayanti, L., Zurhalena, Z., Junedi, H., & Fuadi, N. A. 2022. Kajian Beberapa
Sifat Fisik Tanah yang Ditanami Kelapa Sawit pada Umur dan
Kelerengan pada Umur yang Berbeda. Jurnal Tanah dan Sumberdaya
Lahan. Vol. 9(2): 413-420.
Muli, R., Irsan, C., & Suheryanto, S. 2016. Komunitas Arthropoda Tanah Di
Kawasan Sumur Minyak Bumi Di Desa Mangunjaya, Kecamatan Babat
Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal
Ilmu Lingkungan. Vol. 13(1): 1-64.
Noor, D. 2014. Geomorfologi . Yogyakarta. Terbitkan Dalam-Dalam.
Notohadiprawiro, T. 2021. Tanah, Lingkungan dan Pertanian Berkelanjutan.
Yogyakarta. CV Budi Utama.
Pare, R. N., & Yulianti, S. 2017. Peningkatan Pemahaman Proses Pembentukan
Tanah Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match. Didaktika Dwija Indria. Vol. 5(2).
Pinaria, A. G., & Assa, B. H. 2022. Jamur Patogen Tanaman Terbawa Tanah.
Malang. Media Nusa Creative.
Ridhuan, K. 2016. Pengolahan Limbah Cair Tahu Sebagai Energi Alternatif
Biogas yang Ramah Lingkungan. Turbo: Jurnal Program Studi Teknik
Mesin. Vol. 1(1): 1-9.
Russanti, I., & Ds, M. 2019. Eksplorasi Batik Tanah. Bandung. Pantera
Publishing.
Samsuar, S., Mubarak, H., & Lestari, N. 2022. Estimation of Potential
Evapotranspiration for Optimizing the Usage of Surface Irrigation in
Wajo District. Jurnal Agritechno. Vol. 15(2): 141-148.
Saptiningsih, E. 2015. Kandungan Selulosa dan Lignin Berbagai Sumber Bahan
Organik Setelah Dekomposisi pada Tanah Latosol. Buletin Anatomi
dan Fisiologi. Vol. 23(2): 34-42.
Sari, K. I. 2021. Stabilitas Tanah Lempung Menggunakan Kapur (CaO) Ditinjau
dari Pengujiaan Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test).
Buletin Utama Teknik. Vol. 17 (1): 90-97.

20
Simamora, T. F., & Sinaga, R. 2021. Pengaruh Jenis ZPT dan Jenis Media Tanam
Terhadap Pertumbuhan Bibit Jeruk Lemon (Citrus limon). Jurnal
Tapanuli. Vol. 3(2): 301-308.
Surianto, S., Rauf, A., Sabrina, T., & Sutarta, E. S. 2015. Karakteristik Tanah dan
Perbandingan Produksi Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) dengan
Metode Tanam Lubang Besar dan Parit Drainase 2: 1 Pada Lahan
Spodosol Di Kabupaten Barito Timur Propinsi Kalimantan Tengah-
Indonesia. Pertanian Tropik. Vol. 2(2): 148-158.
Syofiani, R., Putri, S. D., & Karjunita, N. 2020. Karakteristik Sifat Tanah Sebagai
Faktor Penentu Potensi Pertanian Di Nagari Silokek Kawasan Geopark
Nasional. Jurnal Agrium. Vol. 17(1): 1-6.
Tamanak, M. A., Berhitu, T., Ode, D. G., & Cahyono, Y. D. G. 2020. Pengaruh
Pelapukan Terhadap Kekuatan Batuan Andesit. Jurnal Sumberdaya
Bumi Berkelanjutan. Vol. 2(1): 599-604.
Tangdiombo, S. M., Tanan, B., & Wong, I. L. K. 2021. Analisis Permeabilitas
Menggunakan Metode Falling Head pada Tanah dengan Penambahan
Abu Serabut Kelapa. Paulus Civil Engineering Journal. Vol. 3(3): 353-
360.
Trisnawati, A. 2022. Analisis Status Kesuburan Tanah pada Kebun Petani Desa
Ladogahar Kecamatan Nita Kabupaten Sikka. Journal Locus Penelitian
dan Pengabdian. Vol. 1(2): 68-80.
Utomo, D. H. 2016. Morfologi Profil Tanah Vertisol Di Kecamatan Kraton,
Kabupaten Pasuruan. Jurnal Pendidikan Geografi. Vol. 21(2).
Wahyudi Wijayanto, S.P. 2022. Geografi: Mengenal Batuan. Surabaya. CV Media
Edukasi Creative.
Wuisan, J. J., Wenas, D. R., Rampengan, A. M., & Bujung, C. A. 2022. Studi
Struktur Mikro dan Jenis Mineral Batuan Tanah Beruap Di Gunung
Soputan Minahasa. Jurnal Fisika dan Terapannya. Vol. 3(2): 19-25.
Yunianta, A., Astari, M. D., Rochmawati, R., Sila, A. A., Widiati, I. R., Lapian, F.
E. P., & Mabui, D. S. S. 2022. Pengujian Tanah Di Laboratorium.
Makasar. Tohar Media.

21
Yustisia, H., & Prabowo, H. 2015. Kajian Bentuk Lahan Wilayah Pesisir Kota
Padang Sebagai Peredam Rayapan Tsunami. Rekayasa Sipil: Jurnal
Ilmiah Hasil Penelitian & Pengkajian Bidang Teknik Sipil. Vol. 12(1):
11-12.

22
LAMPIRAN

Foto kegiatan Bor tanah Ring sampel

Bak tanah

Anda mungkin juga menyukai