Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL MATA KULIAH PROYEK

REKAYASA GEODESI-GEOMATIKA

“Pemetaan Skala Besar dengan Foto Udara di Desa Trimulyo,


Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul”

Diusulkan oleh:

Joel Piero Nainggolan 18/431135/TK/47728


Labisa Wafdan 18/431137/TK/47330
Muhammad Rifa'i 18/428726/TK/47228
Nayaka Pandya 18/428728/TK/47230

Dosen Pembimbing:
Dr. Ir. Harintaka, S.T., M.T., IPM.

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK GEODESI


DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL PROYEK REKAYASA GEODESI-GEOMATIKA

“Pemetaan Skala Besar dengan Foto Udara di Desa Trimulyo,


Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul”

Diusulkan oleh:

Joel Piero Nainggolan 18/431135/TK/47728 081213933843 Ketua


Labisa Wafdan 18/431137/TK/47330 085786826444 Anggota
Muhammad Rifa'i 18/428726/TK/47228 08882631032 Anggota
Nayaka Pandya 18/428728/TK/47230 085157146922 Anggota

Menyetujui:

Ketua Program Studi Dosen Pembimbing


Sarjana Teknik Geodesi FT UGM

Heri Sutanta, S.T., M.Sc., Ph.D. Dr. Ir. Harintaka, S.T., M.T., IPM.
NIP. 197605232002121002 NIP. 197102041997021001

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................. 2
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 4
I.1 Latar Belakang........................................................................................................... 4
I.2 Tujuan ....................................................................................................................... 6
I.3 Manfaat ..................................................................................................................... 6
I.4. Ruang Lingkup ......................................................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................. 7
II.1. Konsep fotogrametri ................................................................................................ 7
II.2. Unmanned Aerial Vehicle ........................................................................................ 8
II.3. Kamera Digital ........................................................................................................ 8
II.4. Geometri Kamera .................................................................................................... 9
II.5. Distorsi Kamera ..................................................................................................... 10
II.6. Kalibrasi Kamera ................................................................................................... 12
II.7. Bundle Adjustment ................................................................................................. 12
II.8. Skala ..................................................................................................................... 14
II.9. Ground Control Point ............................................................................................ 15
II.10. Ortorektifikasi ..................................................................................................... 16
II.11. Uji Akurasi .......................................................................................................... 20
BAB III RENCANA PELAKSANAAN ............................................................................ 22
III.1 Deskripsi Lokasi Kegiatan ..................................................................................... 22
III.2 Persiapan............................................................................................................... 22
III.2.1 Persiapan Alat dan Bahan ................................................................................ 22
III.2.2 Persiapan Personel .......................................................................................... 22
III.3 Tahapan Rencana Kegiatan .................................................................................... 23
III.3.1. Persiapan ....................................................................................................... 24
III.3.2. Pelaksanaan ................................................................................................... 25
III.3.3. Penutup.......................................................................................................... 27
III.4. Hasil Kegiatan ...................................................................................................... 27
III.5. Evaluasi dan Pengujian Hasil ................................................................................ 27
III.6. Pembuatan Laporan .............................................................................................. 27
BAB IV PENUTUP.......................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 32

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Undang-Undang Informasi Geospasial (UU IG) bertujuan untuk menjamin
ketersediaan dan akses IG yang dapat dipertanggungjawabkan serta mewujudkan
keberhasilan IG melalui kerjasama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. UU ini
mendorong penggunaan IG dalam pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat dengan
menggunakan referensi tunggal (single reference) yang mencakup Informasi Geospasial
Dasar (IGD) dan Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang disajikan melalui peta. Peta
menyajikan berbagai informasi unsur-unsur permukaan bumi secara visual berupa berupa
batas wilayah, sarana prasarana, bangunan, penggunaan lahan dan jalan.

Salah satu daerah yang menjadi fokus pemetaan adalah daerah desa. Wilayah desa
terdiri atas beberapa dusun atau kampung. Dusun atau kampung terdiri atas beberapa RW
(Rukun Warga) dan RT (Rukun Tetangga). Desa dipandang sebagai titik awal
pemberdayaan potensi daerah, penyelesaian masalah dalam masyarakat, dan komunitas
terkecil yang harus diperhatikan kesejahteraannya yang terus berkembang. Pada tahun
2009, Desa Trimulyo ditetapkan menjadi desa wisata sebagai suatu perwujudan komitmen
lurah desa dan masyarakatnya untuk mendukung dalam pembangunan nasional (Anonim,
2015). Selain itu, pariwisata dalam menghasilkan kesejahteraan warga, dan menunjang
kelestarian area hidup. Salah satu cara untuk tetap menjaga keberlanjutan potensi wisata
Desa Trimulyo adalah dengan penataan ruang. Penataan ruang harus merupakan aktivitas
yang terus menerus dilakukan untuk mengarahkan masyarakat suatu wilayah untuk
mencapai tujuan-tujuan pokoknya, sehingga hasilnya bisa dijadikan sebagai dasar dalam
perumusan kebijakan manajemen lanskap Desa Trimulyo.

Oleh sebab itu, ketersediaan informasi geospasial dasar dalam bentuk peta tersebut
diperlukan dalam kegiatan perencanaan dan pembangunan suatu desa, sehingga peta bukan
sekedar barang pajangan, namun secara nyata dapat memberdayakan m asyarakat dan
mendukung pembangunan yang berkelanjutan. (Klonner, Usón, Aeschbach, & Höfle,
2020). Dengan adanya data geospasial berupa peta berskala besar dapat dilakukan
perencanaan dan analisis kewilayahan menggunakan peta dengan data terbaru tersebut.
Namun, untuk keperluan pemetaan teknis yang termasuk dalam peta skala besar tentunya

4
bukan hal mudah karena kegiatan tersebut cukup komplek dan memerlukan tenaga, waktu
serta biaya yang cukup besar.

Pemetaan partisipatif merupakan metode alternatif dalam rangka penyediaan informasi


spasial yang mana masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembuatan peta mereka sendiri.
Karena selama ini peta menjadi acuan tata ruang dalam pelaksanaan pembangunan
nasional. Pemetaan partisipatif dapat dijadikan sebagai media komunikasi pemerintah dan
masyarakat, yang secara bersama-sama terlibat dalam proses pengumpulan data dan
analisis fitur geospasial dengan memanfaatkan teknologi pemetaan, sehingga pemetaan
partisipatif dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pemberdayaan hak-hak
mereka atas tanah dan sumber daya alam yang tersedia (Riadi, 2016). Pemetaan partisipatif
menempatkan masyarakat sebagai pelaku pemetaan di wilayahnya, sekaligus juga akan
menjadi penentu perencanaan pengembangan wilayah mereka sendiri (Daud, 2012 dalam
Fisko, 2015).

Perkembangan teknologi pemetaan telah mengalami perubahan yang signifikan dalam


dunia pemodelan permukaan bumi. Perubahan tersebut diakibatkan adanya revolusi
teknologi yang membutuhkan kemampuan akuisisi data topografi yang berkualitas baik
dalam resolusi maupun akurasi (Westoby dkk., 2012). Teknologi terestris seperti Total
Station dan Robotic Total Station sering digunakan untuk akuisisi data topografi. Namun
permasalahan waktu dan biaya menjadi hal yang perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu,
teknologi fotogrametri berbasis UAV (Unmanned Aerial Vehicle) dapat menjawab
kebutuhan pemetaan cepat dan berbiaya murah.

Platform (Wahana) merupakan alat untuk membantu proses perekaman foto dari udara.
Alat tersebut dinamakan dengan pesawat tanpa awak atau UAV yang dilengkapi dengan
kamera. UAV dapat memetakan daerah penelitian dengan teknologi UAV dan dengan
terapan untuk membangun peta desa sesuai pada Perka BIG NO. 6 Tahun 2018 dan
aplikasi SIG. Ketelitian Ortometrik ini bertujuan untuk mengoreksi distorsi. Pemetaan
menggunakan UAV tergolong sebagai pengukuran secara fotogrametris dimana
pengukuran ini memanfaatkan foto udara untuk pengambilan datanya.

Departemen Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada melaksanakan kegiatan


pemetaan Desa Trimulyo melalui foto udara. Kegiatan pemetaan udara di Desa Trimulyo,
Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul dilakukan dengan memanfaatkan UAV tipe rotary.
Dalam pelaksanaan kegiatan mata kuliah Proyek Rekayasa Geodesi-Geomatika (PRGG)

5
ini akan dilakukan kegiatan pengolahan data hasil dari pemetaan Desa Trimulyo tersebut.
Diharapkan dengan adanya pelaksanaan kegiatan ini menunjang pengetahuan mahasiswa
dalam melakukan pemetaan skala besar dengan foto udara.

I.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya kegiatan penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan pemetaan skala besar dengan foto udara.
2. Mengevaluasi ketelitian pemetaan skala besar dengan foto udara.

I.3 Manfaat
Dari penelitian ini, diharapkan menghasilkan beberapa manfaat yakni :
1. Mahasiswa diharapkan mampu memanfaatkan konsep fotogrametri dalam
pengaplikasian teknologi UAV dalam pembuatan peta ortophoto.
2. Berkontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dalam pemanfaatan teknologi
fotogrametri menggunakan UAV yang dikombinasikan dengan teknologi pemetaan
digital untuk keperluan pembuatan peta ortophoto dan DEM (Digital Elevation Model)
Desa Trimulyo untuk pemetaan yang efisien dan efektif terhadap waktu, biaya dan
dengan mempertimbangkan tingkat akurasi dan presisi hasil.
3. Mahasiswa dapat menghayati dan memperoleh pengalaman di bidang desain
keteknikan untuk menyelesaikan permasalahan di dunia nyata serta semakin menyadari
pentingnya komunikasi, koordinasi, kerjasama, serta rasa tanggung jawab dalam
menjalani profesi sebagai seorang sarjana di bidang Geodesi-Geomatika.

I.4. Ruang Lingkup


Ruang lingkup dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Lokasi pemetaan skala besar dengan foto udara di Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis,
Kabupaten Bantul
2. Keluaran kegiatan ini berupa orthophoto dan DTM (Digital Terrain Model).
3. Kontrol kualitas yang dilakukan terhadap hasil keluaran terdiri atas uji akurasi ketelitian
geometrik horizontal dan uji akurasi vertikal.
4. Hasil pengolahan data foto digambarkan dalam bentuk peta foto dan peta garis yang
terdiri atas muka peta dan informasi tepi.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

II.1. Konsep fotogrametri


Fotogrametri merupakan suatu ilmu, seni dan teknik untuk mendapatkan ukuran
yang menyerupai dan dapat dipercaya ataupun mendapatkan sebuah peta tentang sebuah
objek dari foto (Lillesand & Kiefer, 2015). Teknologi fotogrametri ini memiliki
kemampuan dalam akuisisi data berupa foto yang dapat dilakukan rekonstruksi untuk
pemetaan. Akuisisi data menggunakan teknologi ini dilakukan tanpa menyentuh objek
langsung, artinya dilakukan secara semi-automatic yang dapat memudahkan pekerjaan
oleh pengguna, sehingga teknologi ini banyak digunakan dalam suatu pekerjaan
pemetaan khususnya pemetaan topografi. Pembuatan peta topografi menggunakan
metode fotogrametri secara umum meliputi proses perencanaan terbang, perekaman foto
udara, pengolahan data hingga uji akurasi.

Salah satu teknik pengumpulan data objek dapat dilakukan dengan menggunakan
foto udara seperti gambar II.1. Foto udara hasil dari pemotretan akan menghasilkan suatu
alternatif dalam penyediaan informasi objek topografi, salah satunya adalah bangunan.
Kualitas dari informasi yang dihasilkan ditentukan oleh kualitas citra sumber data
tersebut (Prayogo et al., 2020).

Gambar II.1. Gambaran atau Konsep Dasar Fotogrametri (Prayogo et al., 2020)

7
II.2. Unmanned Aerial Vehicle
Pesawat tanpa awak UAV (Unmanned Aerial Vehicle) merupakan jenis pesawat
terbang yang dikendalikan alat sistem kendali jarak jauh lewat gelombang radio. Adapun
data yang diperoleh dari UAV dapat dikirimkan kepada pengguna melalui sistem yang
disebut dengan Telemetry, dimana UAV dapat dikontrol dan diunduh datanya pada saat
terbang. UAV merupakan sistem tanpa awak (Unmanned System) yaitu sistem berbasis
elektro mekanik yang dapat melakukan misi-misi terprogram dengan karakteristik
sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh pilot atau mampu
mengendalikan dirinya sendiri, UAV dapat dikendalikan manual melalui radio kontrol
atau secara otomatis dengan mengolah data pada sensor (Saroinsong, Poekoel, &
Manembu, 2018). Terminologi terbaru UAV fotogrametri menjelaskan bahwa platform
ini dapat beroperasi dan dikendalikan dari jarak jauh baik secara semi-otomatis maupun
otomatis. Platform ini dilengkapi dengan kemampuan untuk melakukan pengukuran
fotogrametri baik secara skala kecil maupun besar dengan menggunakan sistem kamera
atau kamera video, sistem kamera termal atau inframerah, atau sistem LIDAR. Secara
umum, UAV untuk pemetaan fotogrametri dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

a. Fixed Wing UAV

Pesawat tanpa awak dengan alat utama untuk penerbangannya berupa sayap yang
bersifat tetap sering digunakan dalam kegiatan pemetaan baik skala menengah
maupun besar.

b. Rotary Wing UAV (Copter)

Jenis kedua dari pesawat UAV adalah rotary wing (copter), yang dicirikan oleh
adanya baling-baling untuk memperoleh daya angkat pada badan pesawatnya.

II.3. Kamera Digital


Penggunaan kamera digital erat kaitannya dalam perkembangan era digital dan
keekonomisannya untuk aplikasi fotogrametri. Kamera pada fotogrametri digunakan
untuk keperluan akuisisi data. Karena kamera diletakan pada pesawat yang bergerak
maka waktu pemotretan dan pemotretan ulang harus singkat, lensa bekerja cepat dan
penutup bekerja efisien. Kamera pada fotogrametri merekam objek-objek yang dipetakan
dari dunia nyata pada saat pemotretan. Kamera digital memiliki komponen utama yang
terdiri atas lensa, sensor, dan media penyimpanan. Kamera ini memiliki karakteristik
desain yang berbeda dengan kamera analog. Perbedaan utamanya ialah pada media film

8
seluloid yang diganti oleh sensor optik elektrik seperti Charge–Couple Device (CCD)
atau Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS). Sensor CMOS
mengumpulkan berkas cahaya pada tiap piksel dan mengkonversinya menjadi angka
digital, sedangkan sensor CCD memiliki register untuk mendapatkan nilai piksel pada
tiap kolom sensor (Sumarto, 1997).

CCD memiliki keunggulan di mana sensor lebih peka terhadap cahaya sehingga
pada kondisi redup tanpa bantuan flash masih bisa menangkap obyek dengan baik.
Semakin banyak piksel yang terdapat di dalam sensor, maka resolusinya semakin tinggi.
Konsekuensi yang ditimbulkan ialah media penyimpanannya memerlukan kapasitas
yang lebih besar (Schenk, 2005). Kamera digital juga dilengkapi dengan LCD (Liquid
Crystal Display), yaitu layar monitor mini yang digunakan untuk melihat secara langsung
hasil pemotretan yang dilakukan. Adanya LCD ini dapat membantu pengguna untuk
memilih dan mengatur menu secara interaktif, serta apabila hasil pemotretan kualitasnya
kurang baik, maka dapat langsung dihapus, kemudian dilakukan pemotretan ulang.

II.4. Geometri Kamera


Geometri proyeksi kamera memperlihatkan hubungan antara bidang gambar, pusat
kamera, dan panjang fokus kamera (Aber, Marzolff, & Ries, 2010) seperti gambar II.2.
Geometri proyeksi kamera memperlihatkan hubungan antara bidang gambar, pusat
kamera, dan panjang fokus kamera (Aber, Marzolff, & Ries, 2010). Model geometri
proyeksi kamera digambarkan dengan panjang fokus kamera (f) yang merupakan jarak
antara pusat kamera (c) dengan bidang gambar (P).

Gambar II.2. Geometri Proyeksi Kamera Tiga Dimensi (Maharani, 2015)

Rekonstruksi 3D menggunakan Epipolar geometry merupakan teknik yang


digunakan untuk mendapatkan kecocokan antara dua foto. Jika dua kamera melihat
sebuah scene, maka terdapat geometri yang menghubungkan antara titik -titk 3D yang
9
diamati dengan 2D proyeksinya (Maharani, 2015). X adalah sebuah titik 3D dicitrakan
dalam dua sudut pandang, pada citra pertama x dan citra kedua x’. Titik citra x dan x’,
titik ruang X, dan pusat kamera C dan C’ adalah sebidang (koplanar), dan semua terletak
pada bidang epipolar π.

Gambar II.3. Geometri epipolar (Maharani, 2015)

Semua bidang yang berhimpit dengan baseline yang menghubungkan dua pusat
kamera adalah bidang epipolar. Jika hanya diketahui sebuah titik x dalam citra pertama,
maka bagaimana titik yang bersesuaian x’ ditentukan dalam citra kedua. Bidang epipolar
π ditentukan oleh baseline dan sinar yang memotong pusat kamera C, yaitu x.
Perpotongan antara π dan bidang citra kedua membentuk sebuah garis l’ di mana x’
seharusnya berada. Garis l’ adalah garis epipolar berhubungan dengan x. Epipolar dapat
digunakan agar memudahkan untuk melakukan pencocokkan untuk rekonstruksi citra,
wilayah pencarian akan disempitkan pada garis epipolar (Maharani, 2015).

II.5. Distorsi Kamera


Menurut Schenk (2005), sebuah kamera terdiri dari suatu bidang citra fotografik
yang datar dan sebuah lensa yang membuat transformasi antara suatu objek dalam suatu
ruang menjadi suatu bentuk citra fotografik. Proyeksi suatu titik bila diasumsikan secara
linear maka distorsi suatu lensa tidak akan ada, tetapi pada keadaan yang sebenarnya
proyeksi suatu titik tidak berada dalam bentuk linear sehingga terdapat distorsi lensa.
Distorsi adalah suatu perubahan kedudukan suatu gambar pada suatu foto yang
mengubah ciri-ciri perspektif gambar. Distorsi lensa pada sistem optik kamera digital
mempengaruhi kualitas geometrik foto. Hal ini disebabkan arah sinar dibelokkan setelah
melewati pusat perspektif lensa. Distorsi lensa adalah perubahan letak gambar yang
menyebar dari titik dasar, sehingga tampak lebih dekat atau lebih jauh dari titik dasar dari

10
yang sebenarnya. Menurut Wolf et. al (2014), distorsi lensa tidak mengurangi kualitas
ketajaman foto tetapi mengurangi kualitas geometrik dari foto yang dihasilkan.
Berkurangnya kualitas geometrik foto menyebabkan posisi titik-titik yang ada pada foto
udara mengalami perubahan dari posisi yang seharusnya, sehingga penentuan posisi pada
foto tersebut menjadi tidak akurat atau mengalami kesalahan.

Menurut Maharni (2015), ada 2 jenis distorsi pada lensa, yaitu

1. Distorsi radial
Distorsi radial dapat disebabkan oleh sudut off-axial yang cukup besar dan/atau
cacat produksi, dan semakin jauh dari pusat proyeksi lensa maka distorsi radial akan
semakin membesar. Distorsi radial merupakan salah satu komponen yang paling
dominan mempengaruhi kualitas geometrik foto. Distorsi radial adalah pergeseran
linear titik-titik pada foto dalam arah radial terhadap titik utama dari posisi idealnya.
Distorsi radial menyebabkan posisi gambar mengalami distorsi sepanjang garis
radial dari titik utama. Distorsi radial ke arah luar dianggap positif dan distorsi radial
ke arah dalam dianggap negatif. Distorsi radial positif sering disebut juga pincushion
distortion, pada distorsi ini gambar yang semula berbentuk persegi setelah
mengalami distorsi sisi-sisinya akan melengkung ke arah pusat gambar. Sedangkan
distorsi radial negatif disebut barrel distortion, pada distorsi ini gambar berbentuk
persegi, sisi-sisinya akan melengkung ke arah luar menjauhi titik pusat gambar
seperti gambar II.4.

Gambar II.4. Distorsi kamera (Maharani, 2015)

Distorsi radial dideskripsikan sebagai fungsi polinom dari jarak radial (∆r)
terhadap titik utama foto, sebagai persamaan (1) berikut dimana,

(1)

11
adalah besarnya distorsi radial lensa; k1, k2, k3 adalah parameter distorsi radial; r
adalah jarak radial. Karakteristik distorsi radial lensa kamera dapat diketahui
melalui kalibrasi kamera, jika karakteristik distorsi radial diketahui maka posisi
objek pada foto dapat dikoreksi.
2. Distorsi Tangensial
Lensa kamera non-metrik merupakan gabungan dari beberapa lensa yang
memiliki titik pusat yang berbeda. Terjadinya kesalahan dalam mengatur titik pusat
lensa pada gabungan lensa (sentering) menyebabkan terjadinya distorsi tangensial
yang disebut juga decenteric distortion. Distorsi tangensial atau distorsi decentrik
adalah pergeseran linear titik foto pada arah normal (tegak lurus) garis radial melalui
titik foto tersebut. Distorsi tangensial dideskripsikan dengan dua persamaan
polynomial untuk pergeseran pada arah x dan y. Distorsi tangensial umumnya sangat
kecil sehingga seringkali diabaikan.

Melalui kalibrasi lensa dapat diperoleh suatu kurva distorsi yang menunjukkan
variasi distorsi yang beragam dengan jarak radial dari titik dasar, sehingga informasi
kurva tersebut dapat dilakukan koreksi terhadap distorsi lensa, jika diketahui
kedudukan gambar pada foto terhadap titik dasar.

II.6. Kalibrasi Kamera


Setiap kamera tidak mempunyai lensa yang sempurna, sehingga proses pemotretan
yang dilakukan akan memiliki kesalahan. Oleh karena itu, kalibrasi kamera diperlukan
untuk menentukan besarnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Kalibrasi
kamera merupakan suatu proses untuk menentukan elemen orientasi dalam dan distorsi
lensa pada suatu objek. Elemen dari orientasi dalam pada kalibrasi kamera ini yaitu lo kasi
titik utama pada citra fotografik dan jarak utama pada suatu kamera. Kalibrasi kamera
dapat mempunyai beberapa tujuan (Ziemann & El-Hakim, 1982): mengevaluasi
kemampuan lensa, mengevaluasi kestabilan lensa, menentukan parameter geometrik dan
optik lensa, menentukan parameter optik dan geometrik dari sistem lensa kamera, serta
menentukan parameter optik dan geometrik dari sistem pengambilan data citra
fotografik. Kalibrasi kamera dilakukan untuk menentukan parameter distorsi, meliputi
distorsi radial dan distorsi tangensial, serta parameter-parameter lensa lainnya, termasuk
juga panjang titik utama (c). Model kalibrasi terdiri dari element interior orientasi (xo,
yo, c), koefisien distorsi lensa (K1, K2, K3, P1, and P2).

12
II.7. Bundle Adjustment

Bundle adjustment adalah model hitungan matematis yang digunakan untuk mencari
parameter EO (Exterior Orientation) dan koordinat tie point berdasarkan persamaan
kolinear (Habib, 2012) seperti gambar II.5.

Gambar II.5. Prinsip Bundle Adjustment (Wolf et al., 2014)

dengan:

𝑥𝑎′, 𝑦𝑎′ : koordinat foto untuk titik a

f : panjang fokus kamera

𝑥𝑜 ,𝑦𝑜 : koordinat principle point

𝑋𝐿,𝑌𝐿,𝑍𝐿 : koordinat untuk posisi kamera

𝑋𝐴,𝑌𝐴,𝑍𝐴 : koordinat tanah untuk titik A

ω, φ, κ : rotasi pada bidang foto

XL, YL, ZL, ω, φ, dan κ, disebut sebagai parameter orientasi luar kamera atau EOP
(Exterior Orientation Parameters). Sedangkan xo, yo, dan f, adalah parameter orientasi
dalam kamera atau IOP (Interior Orientation Parameters).

EOP dan IOP pada FUFK dapat ditentukan secara bersamaan menggunakan
metode bundle adjustment with self-calibration. Data kalibrasi untuk kamera non-metrik
tidak disediakan oleh pabrik, sehingga test field calibration alternatif adalah self-
calibration dimana IOP ditentukan pada saat yang sama sebagai titik koordinat suatu
objek (bundle adjustment principle). Kualitas dari hasil self-calibration sangat

13
tergantung pada jumlah, tingkat presisi, dan persebaran dari titik kontrol tanah yang
diberikan (Aber, Marzolff, & Ries, 2010).

IOP ditunjukkan oleh nilai panjang fokus, titik pusat foto, dan komponen distorsi
lensa: distorsi radial dan distorsi tangensial. Semua model foto mengalami proyeksi
terpusat dari kamera (a central projection camera). Distorsi non-linear dimodelkan
menggunakan model distorsi Brown dimana model kamera melakukan transformasi dari
titik koordinat pada sistem koordinat lokal kamera ke koordinat piksel pada foto. Sistem
koordinat lokal kamera memiliki titik pusat pada pusat proyeksi kamera. Sedangkan pada
sistem koordinat foto, titik pusat berada pada piksel di pojok kiri atas dengan pusat
pikselnya memiliki koordinat (0,5;0,5). Koordinat foto diukur dalam satuan piksel (Aber,
Marzolff, & Ries, 2010).

II.8. Skala
Skala umumnya diekspresikan dalam satuan unit jarak pada citra berbanding
terhadap satuan unit jarak sesungguhnya di lapangan. Definisi skala foto atau peta adalah
rasio perbedaan jarak antara titik yang saling terkait pada foto (peta) terhadap titik di
lapangan (sebenarnya). Pada foto udara dikenal skala foto, yaitu skala rata -rata dari foto
udara. Disebut skala rata-rata, karena sifat proyeksi pada foto udara adalah perspektif
(sentral), berpusat pada titik utama (principal point). Dengan demikian skala di masing-
masing titik tidak akan sama, kecuali bila foto udara tersebut benar-benar tegak dan
keadaan permukaan tanah sangat datar. Besarnya skala rata-rata ditentukan oleh tinggi
terbang dan tinggi permukaan bumi serta besar fokus kamera (Wolf et al., 2014).

Tinggi terbang dan fokus kamera juga mempengaruhi resolusi spasial yang
dihasilkan. Semakin besar nilai fokus kamera dan ketinggian terbang wahana rendah
maka akan menghasilkan skala foto yang besar atau sama dengan resolusi spasial
semakin kecil, sehingga semakin kecil resolusi spasial maka semakin besar skala foto
yang dihasilkan. Skala foto udara berbeda dengan skala peta pada umumnya. Peta adalah
gambaran dari permukaan bumi dengan skala tertentu. Sifat proyeksi pada peta adalah
orthogonal. Skala peta biasanya diartikan sebagai perbandingan antara jarak di dalam
peta dan jarak yang sebenarnya, seperti persamaan (2).

(2)

Keterangan:

14
S : Skala foto f adalah panjang fokus kamera (mm/cm)

H : Tinggi terbang pesawat terhadap bidang rata-rata tanah (m)

II.9. Ground Control Point


GCP (Ground Control Point) adalah setiap titik koordinat yang diletakkan di tanah
untuk membantu komputer dalam ruang objek referensi sistem koordinat dan yang
gambarnya bisa positif diidentifikasi dalam memodelkan posisi piksel foto -foto sesuai
dengan posisi keadaan sebenarnya. GCP di buat dengan warna mencolok agar terlihat
pada saat pengolahan foto. Jumlah dari titik kontrol yang diperlukan untuk melakukan
triangulasi udara sangat beragam, tergantung pada bentuk dan ukuran dari area yang
dipetakan, tingkat akurasi yang diinginkan dan peralatan serta personel yang dimiliki.
Semakin banyak titik kontrol dan semakin padat jaringan titik kontrol yang digunakan
akan menghasilkan akurasi titik kontrol minor yang lebih baik.

Gambar II.6. Persebaran GCP di Tanah (Sjaf et al., 2016)

Berdasarkan sumbernya, titik control tanah dapat dibagi menjadi dua bagian:

a. Pre-mark, yaitu pengukuran titik kontrol tanah yang dilakukan sebelum pemotretan
foto udara pada foto maupun dengan mempersiapkan target khusus yang akan
terlihat pada saat pemotretan
b. Post-mark, titik kontrol yang diukur setelah proses pemetaan melalui foto udara
selesai dilakukan. Dengan kondisi ini, postmark biasanya berbentuk fitur yang

15
mudah diidentifikasi pada foto sehingga dapat dilakukan pengukuran koordinat
GCP.

Ketersediaan, kualitas dan distribusi titik-titik GCP ini sangat menentukan hasil
dari pemetaan dengan foto udara yang dilakukan. Apabila GCP yang digunakan memiliki
ketelitian yang kurang baik, maka akan berakibat pada hasil triangulasi udara yang
menghasilkan kesalahan yang besar pula. Demikian pula apabila distibusi titik kontrol
tanah kurang merata pada Area of Interest (daerah yang dipetakan), maka akan
menyebabkan hasil triangulasi udara dan pemrosesan foto udara secara keseluruhan yang
kurang baik. Menurut Graham (2002) & Wolf et al. (2014), beberapa hal yang perlu
diperhatikan selama pemasangan GCP untuk foto udara antara lain:

a. Memilih atau menempatkan GCP pada lokasi yang akan mudah diidentifikasi pada
foto udara dengan resolusi yang diharapkan pada saat pengolahan data
b. Sebisa mungkin, memasang atau memilih GCP pada fitur yang berada pada level
tanah (ground level). Hindari pemasangan pada bagian atas bangunan yang tinggi,
karena boleh jadi terdapat kemiringan bangunan sehingga koordinat tanah dan
koordinat bagian atas bangunan berbeda.
c. Untuk postmark, hindari penggunaan bayangan sebagai GCP. Bayangan pada satu
foto belum tentu memiliki koordinat yang sama dengan bayangan pada foto yang
lain
d. Berhati-hati pada saat pemilihan GCP pada fitur yang berulang, misalnya garis
pembagi jalan raya, untuk menghindari kesalahan pemilihan objek pada foto
e. Pilih GCP dengan variasi area dan ketinggian menyebar pada seluruh daerah yang
dipetakan
f. Apabila memungkinkan, pilih GCP pada daerah pertampalan antara dua buah foto.
Hal ini akan membantu proses triangulasi udara untuk menghasilkan model yang
lebih akurat.

II.10. Ortorektifikasi

Foto udara masih menampilkan fitur di permukaan bumi yang masih memiliki
perpindahan yang disebabkan oleh kemiringan sensor dan relief medan. Orthorektifikasi
dilakukan untuk mengubah sistem proyeksi perspektif foto menjadi proyeksi ortogonal.
Tanpa orthorektifikasi, skala pada foto tidak konstan dan pengukuran jarak dan arah yang
akurat tidak dapat dilakukan.

16
Gambar II.7.Proses Ortorektifikasi secara Sederhna (Novak, 1992).

Secara umum ada dua pendekatan untuk melakukan rektifikasi, yaitu pendekatan
parametrik dan non-parametrik (Hemmleb & Wiedemann, 1997). Pendekatan parametrik
pengetahuan tentang parameter orientasi interior dan eksterior diperlukan, pendekatan
non-parametrik hanya membutuhkan titik kontrol. Pendekatan non-parametrik meliputi
transformasi polinomial, dan transformasi proyektif.

a. Rektifikasi parametrik

Pendekatan parametrik menggunakan metode invers ray tracing untuk


menentukan nilai abu-abu pada semua piksel dalam foto yang akan direkstifikasi.
Resampling nilai abu-abu akan mencari posisi-posisi piksel yang lebih benar dari
foto yang terdistorsi dengan menghitung persamaan kolinearitas menggunakan
parameter orientasi interior dan eksterior. Orientasi interior dapat diketahui dari
proses kalibrasi foto, sedangkan parameter orientasi eksterior dapat diperoleh dari
space resection menggunakan setidaknya tiga titik kontrol. Dalam hal ini distribusi
spasial titik kontrol memegang peranan penting untuk mendapatkan hasil yang
benar. Setidaknya lima titik kontrol diperlukan. Lebih dari 5 titik kontrol
direkomendasikan untuk memperoleh akurasii yang lebih tinggi.

b. Rektifikasi polinomial

Cara paling sederhana yang tersedia di sebagian besar sistem pemrosesan


gambar standar adalah dengan menerapkan fungsi polinomial ke permukaan dan
mengadaptasi polinomial ke menggunakan GCP. Pendekatan ini hanya dapat
menghilangkan efek tilt pada foto udara dan kurang maksimal mengoreksi
perpindahan relief Novak (1992). Hemmleb & Wiedemann (1997) mengamati
bahwa transformasi polinomial tingkat tinggi untuk rektifikasi gambar akan

17
meningkatkan jumlah titik kontrol. Persamaan rektifikasi polinomial diberikan oleh
persamaan 3 dan 4 berikut.

(3)

(4)

Dimana r, c adalah koordinat piksel dari citra masukan (baris dan kolom); x, y
adalah koordinat gambar keluaran; a, b adalah koefisien polinomial, dan n adalah
orde polinomial.

c. Rektifikasi Proyektif

Untuk melakukan penyearahan proyektif, transformasi geometris antara


bidang fotodan bidang proyektif diperlukan. Untuk melakukan rektifikasi proyektif,
diperlukan setidaknya empat titik kontrol di bidang objek. Transformasi proyektif
dapat diterapkan untuk memperbaiki foto udara dari medan datar atau gambar fasad
bangunan yang belum mengalami koreksi perpindahan relief (Novak, 1992).
Persamaan untuk rektifikasi proyektif diberikan sebagai persamaan (5) dan (6)
berikut (Hemmleb dan Wiedemann, 1997):

(5)

(6)

Dimana r, c adalah koordinat piksel dari citra masukan (baris dan kolom); x, y
adalah koordinat gambar keluaran; b11 L b23 adalah koefisien.

Selain itu, terdapat pula metode rektifikasi diferensial. Rektifikasi diferensial


adalah metode penetapan nilai abu-abu dari foto ke setiap sel dalam ortophoto.
Rektifikasi diferensial adalah prosedur bertahap yang menggunakan beberapa titik
kontrol X,Y,Z untuk melakukan georeferensi. Novak (1992) menunjukkan bahwa
rektifikasi diferensial mengoreksi perpindahan relief dan distorsi kamera dengan
menghasilkan hasil terbaik, dan dapat diterapkan untuk citra udara dan satelit.
18
Prosedur rektifikasi diferensial diterapkan dalam kombinasi dengan prinsip
kolinearitas yang menyatakan bahwa pusat proyeksi gambar perspektif pusat, titik
objek, dan gambar fotografinya terletak pada garis lurus. Prinsip kolinearitas
dijelaskan melalui persamaan (7) dan (8) berikut (Kraus, 1992):

(7)

(8)

dimana:

(x,y) adalah koordinat titik objek dalam ruang bayangan

(x0,y0) adalah koordinat gambar dari titik utama yang dikalibrasi (titik simetri)
kamera;

c adalah panjang fokus kamera yang dikalibrasi;

(X0,Y0,Z0) adalah koordinat stasiun kamera, dan

w,j,k adalah sudut rotasi antara sistem koordinat bayangan dan sistem koordinat
bumi

rij adalah elemen dari matriks rotasi antara citra dan sistem ground.

Prosedur orthorektifikasi diferensial adalah sebagai berikut (Mayr dan Heipke,


1988):

1. Tentukan kisi seragam di atas bidang ortophoto (datum).


2. Untuk setiap elemen kisi (X, Y) di bidang ortophoto, interpolasi untuk elevasi
yang sesuai Z(X, Y).
3. Menggunakan parameter orientasi eksternal (EOP) dan parameter orientasi
internal (IOP) bersama dengan persamaan kolinearitas, temukan titik gambar
yang sesuai (x, y).
4. Temukan nilai abu-abu g(x, y) menggunakan salah satu teknik resampling.
5. Ulangi prosedur di atas untuk semua piksel dalam bidang ortophoto.

19
II.11. Uji Akurasi

Uji akurasi merupakan proses pengecekan hasil pengolahan atau peta yang
berdasarkan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar dengan ketentuan seperti berikut. Uji akurasi ini
dilakukan pada akhir pengolahan untuk menguji produk yang layak dan sesuai dengan
kebutuhan pengguna. Pengujian ketelitian posisi mengacu pada perbedaan koordinat
(X,Y,Z) antara titik uji pada gambar atau peta dengan lokasi sesungguhnya dari titik uji
pada permukaan tanah. Pengukuran akurasi menggunakan root mean square error
(RMSE) atau circular error. Pada pemetaan dua dimensi yang perlu diperhitungkan
adalah koordinat (X, Y) titik uji dan posisi sebenarnya di lapangan. Analisis akurasi
posisi menggunakan RMSE (Root Mean Square Error), yang menggambarkan nilai
perbedaan antara titik uji dengan titik sebenarnya. RMSE digunakan untuk
menggambarkan akurasi meliputi kesalahan random dan Sistematik (Perka BIG No. 6
Tahun 2018). Ketelitian geometri baik vertikal maupun horizo ntal digunakan dengan
tingkat kepercayaan 90% yakni CE90 dan LE90 tertera pada tabel II.1 berikut.

Tabel II.1. Ketelitian Peta RBI (Perka BIG No. 6 Tahun 2018)
Ketelitian Peta RBI
Interval
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
Skala Kontur
CE90 LE90 CE90 LE90 CE90 LE90
(m)
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
1:1.000.000 400 200 200 600 300 900 400
1:500.000 200 150 100 300 150 450 200
1:250.000 100 75 50 150 75 225 100
1:100.000 40 30 20 60 30 90 40
1:50.000 20 15 10 30 15 45 20
1:25.000 10 7,5 5 15 7,5 22,5 10
1:10.000 4 3 2 6 3 9 4
1:5.000 2 1,5 1 3 1,5 4,5 2
1:2.500 1 0,75 0,5 1,5 0,75 2,3 1
1:1.000 0,4 0,3 0,2 0,6 0,3 0,9 0,4
Pengujian ketelitian posisi mengacu pada perbedaan koordinat (X,Y,Z) antara titik
uji pada gambar atau peta dengan lokasi sesungguhnya dari titik uji pada permukaan

20
tanah. Pengukuran akurasi menggunakan RMSE atau CE (Circular Error). Pada
pemetaan dua dimensi yang perlu diperhitungkan adalah koordinat (X, Y) titik uji dan
posisi sebenarnya di lapangan. Analisis akurasi posisi menggunakan RMSE, yang
menggambarkan nilai perbedaan antara titik uji dengan titik sebenarnya. RMSE
digunakan untuk menggambarkan akurasi meliputi kesalahan random dan Sistematik
(Perka BIG No. 6 Tahun 2018). Nilai RMSE dirumuskan sebagai persamaan (9) dan (10)
berikut:

𝐷[(𝑋𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑋𝑐𝑒𝑘 )2 + (𝑌𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑌𝑐𝑒𝑘)2 ] (9)


𝑅𝑀𝑆𝐸𝑟 = √
𝑛

𝐷[(𝑍𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑍𝑐𝑒𝑘) 2 + (𝑍𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑍𝑐𝑒𝑘) 2] (10)


𝑅𝑀𝑆𝐸𝑧 = √
𝑛

Dalam hal ini:

n : Jumlah titik cek

D : Selisih antara koordinat yang di ukur di lapangan dengan koordinat pada foto.

x : Nilai koordinat pada sumbu X

y : Nilai koordinat pada sumbu Y

Z : Nilai koordinat pada sumbu Z

Nilai CE90 dan LE90 kemudian dihitung berdasarkan persamaan (11) dan (12) berikut:

𝐶𝐸90 = 1,5175 𝑥 𝑅𝑀𝑆𝐸𝑟 (11)

𝐿𝐸90 = 1,6499 𝑥 𝑅𝑀𝑆𝐸𝑧 (12)

Dalam hal ini:

RMSEr = Root Mean Square Error pada posisi x dan y (horizontal)

RMSEz = Root Mean Square Error pada posisi z (vertikal).

Hasil uji dikatakan memenuhi syarat apabila Circular Error (CE90) dan Linear
Error (LE90) mendapatkan tingkat kepercayaan 90 % atau tidak lebih dari ketelitian yang
sudah ditentukan sesuai skala foto yang dihasilkan.

21
BAB III
RENCANA PELAKSANAAN

III.1 Deskripsi Lokasi Kegiatan


Lokasi kegiatan ini berada di wilayah administrasi Desa Trimulyo, Kecamatan
Jetis, Kabupaten Bantul. Desa Trimulyo termasuk dalam wilayah Kecamatan Jetis,
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebagian wilayahnya adalah dataran
rendah sehingga sangat cocok untuk darah pertanian, perikanan, peternakan dan
pemukiman. Letak geografisnya berada di wilayah timur ibukota kabupaten dan sebelah
selatan ibukota Daerah Istimewa Yogyakarta.

III.2 Persiapan
III.2.1 Persiapan Alat dan Bahan
1. Persiapan Alat
Peralatan yang digunakan adalah :
1. Perangkat Keras
a. Laptop/PC
b. Flashdisk/HDD Eksternal
2. Perangkat Lunak
a. Agisoft Metashape Pro
b. ArcGIS 10.6.1
c. Microsoft Word
d. Microsoft Excel
2. Persiapan Bahan
Bahan yang digunakan adalah :
1. Data hasil pemotretan foto udara
2. Data Koordinat X, Y, Z titik kontrol (GCP) dan titik uji (ICP)
III.2.2 Persiapan Personel
Tabel III.1. Tabel Personel dan Tugas
No. Posisi Tugas
1. Ketua Tim Bertanggung jawab dalam melakukan koordinasi terhadap tim
kerja dan hasil pekerjaan. Menyiapkan rencana detail persiapan
kegiatan, pelaksanaan kegiatan, dan penyusunan laporan.

22
2. Anggota 1 Bertanggung jawab dalam mengikuti koordinasi oleh ketua tim
terhadap tim kerja dan hasil pekerjaan. Menyiapkan rencana
detail persiapan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, dan
penyusunan laporan.
3. Anggota 2 Bertanggung jawab dalam mengikuti koordinasi oleh ketua tim
terhadap tim kerja dan hasil pekerjaan. Menyiapkan rencana
detail persiapan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, dan
penyusunan laporan.
4. Anggota 3 Bertanggung jawab dalam mengikuti koordinasi oleh ketua tim
terhadap tim kerja dan hasil pekerjaan. Menyiapkan rencana
detail persiapan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, dan
penyusunan laporan.

III.3 Tahapan Rencana Kegiatan


Pemrosesan foto terestris format kecil menggunakan perangkat lunak Agisoft
Metashape Pro. Agisoft Metashape Pro adalah perangkat lunak yang digunakan untuk
melakukan pemrosesan fotogrametri gambar digital dan menghasilkan data spasial 3D
untuk digunakan dalam aplikasi GIS, dokumentasi warisan budaya, dan produksi efek
visual serta untuk pengukuran tidak langsung objek dari berbagai skala. Tahapan
kegiatan yang akan dilakukan terdiri dari tahapan persiapan, tahapan pelaksanaan, dan
tahapan penutup. Diagram alir dan penjelasan dari masing-masing tahapannya adalah
sebagai gambar III.1 berikut:

23
Gambar III.1. Diagram Alir Rencana Kegiatan

III.3.1. Persiapan
Tahapan persiapan merupakan tahapan awal yang paling menentukan dalam
kegiatan ini karena pada tahap ini digunakan untuk melengkapi segala sesuatu yang
dibutuhkan. Apabila menginginkan hasil sesuai harapan maka diperlukan persiapan
yang matang. Persiapan yang dilakukan dalam kegiatan ini berupa persiapan studi
pustaka, persiapan lokasi dan persiapan peralatan dan bahan.

Dalam menunjang suatu kegiatan diperlukan persiapan studi pustaka. Studi


pustaka tersebut akan diperoleh dasar teori yang akan memberikan arahan atau
petunjuk mengenai apa yang harus dilakukan dalam kegiatan. Persiapan lokasi
pengukuran meliputi pengenalan terhadap lokasi yang hendak dilakukan kegiatan
pemetaan, seperti mengetahui batas-batas pemetaan dari lokasi. Persiapan peralatan
dan bahan meliputi persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan, yang
telah tertera pada bagian III.2.1. mengenai persiapan alat dan bahan.

24
III.3.2. Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan merupakan tahapan lanjutan dari tahapan persiapan, di
mana dalam tahapan ini dilakukan pelaksanaan hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan. Dalam kegiatan ini, pelaksanaan kegiatannya adalah pengolahan data
menggunakan perangkat lunak Agisoft Metashape Pro. Pengolahan data yang
dilakukan meliputi pemilihan data, add photos, align photos, georeferencing, build
dense cloud, build mesh, build texture, build DEM, dan build orthomosaic. Penjelasan
dari masing-masing tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan Data

Pemilihan data foto dilakukan sebelum pengolahan data dimulai. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses pemilihan foto adalah foto yang terlalu miring dan
terlihat tidak fokus sebaiknya tidak digunakan. Pemilahan foto ini dilakukan
berdasarkan interpretasi mata secara langsung.

2. Add Photos

Add Photos merupakan tahapan paling awal dalam memulai pemrosesan, dimana
disini foto hasil pemotretan dibuka dalam software Agisoft Metashape Pro dan
dipilih secara manual, untuk ditambahkan ke dalam lembar kerja.

3. Align Photos

Align Photos merupakan tahapan penggabungan titik-titik yang sama pada foto.
Proses ini akan membuat matching point menggunakan tie point dari dua atau
lebih foto. Pendefinisian tie point dilakukan secara otomatis berdasarkan tingkat
ketajaman objek dan sekitar objek pada foto (nilai piksel objek dan sekitarnya).
Proses ini menghasilkan 3D model awal, posisi kamera dan sparse point clouds
yang akan digunakan pada tahap selanjutnya.

4. Georeferencing dan Optimization of Camera Alignment

Import GCP dilakukan untuk memberi referensi koordinat X,Y,Z terhadap proses
align photos, sehingga digital elevation model dan orthophoto yang di bentuk
dapat diperbaiki kualitas geometriknya. Sistem koordinat foto masih berupa
sistem koordinat geografis sehingga harus diubah ke sistem koordinat yang
digunakan oleh GCP. Untuk memperoleh orthophoto yang akurat, dianjurkan

25
untuk menggunakan GCP yang diperoleh dari pengukuran menggunakan GPS
geodetik, dimana pada penelitian ini data GCP sudah tersedia. Perangkat lunak
Agisoft Metashape Pro dapat menghitung secara otomatis parameter orientasi
dalam dan luar kamera dari foto. Kalibrasi dilakukan untuk mengoptimalkan
kamera dengan standar tertentu yang digunakan untuk memperbaiki atau
mengatasi kesalahan saat perekaman data.

5. Build Dense Clouds

Dense Clouds merupakan kumpulan titik tinggi dengan jumlah yang sangat
banyak dari pemrosesan foto udara. Dense clouds dibentuk dari interpolasi sparse
point cloud sehingga menjadi lebih padat dan bentuknya menyerupai kondisi real
lapangan. Dense clouds kemudian akan diproses lebih lanjut untuk menghasilkan
digital surface model, digital terrain model dan orthophoto.

6. Build Mesh

Build Mesh merupakan proses membangun model 3D dalam perangkat lunak


Agisoft Metashape Pro. Perangkat Lunak Agisoft Metashape Pro membentuk 3D
poligon mesh yang merepresentasikan permukaan objek berdasarkan data dense
clouds. Model tiga dimensi nantinya akan digunakan untuk proses pembentukan
digital surface model, digital terrain model dan orthophoto.

7. Build Texture

Build Texture merupakan proses pembentukan model fisik 3D dari kenampakan-


kenampakan yang ada di area liputan foto. Tekstur dibuat secara seragam, dan
orthophoto yang dipilih menjadikan seluruh permukaan diproyeksikan secara
ortogonal, sehingga diperoleh foto tegak.

8. Build DEM

DEM (Digital Elevation Model) merupakan model medan digital dalam format
raster atau grid. Dari data DEM dapat diturunkan informasi elevasi hingga ke
permodelan lebih lanjut seperti cut and fill. Terdapat dua terminologi terkait
DEM, yaitu DSM (Digital Surface Model) dan DTM (Digital Terrain Model).
DSM menunjukkan ketinggian seluruh permukaan objek termasuk vegetasi,
bangunan, dll. DTM menunjukkan ketinggian permukaan tanah. Pembuatan

26
DTM merupakan hasil filter dari dense cloud yang diklasifikasikan dalam
beberapa kelas.

9. Build Orthomosaic

Build Orthomosaic menghasilkan orthophoto yang seluruh permukaannya telah


diproyeksikan secara orthogonal, sehingga diperoleh foto tegak yang
merepresentasikan kondisi lapangan. Orthophoto dibentuk dari DEM dan tekstur
yang seragam dengan mempertahankan akurasi foto asli. Orthophoto adalah foto
udara yang telah dikoreksi kesalahan geometriknya menggunakan data DEM dan
data GCP sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemetaan. Orthofoto
dapat dibentuk setelah tahap pembuatan Dense Clouds, Mesh dan DEM selesai.

10. Pembuatan Layout

Pembuatan layout merupakan tahapan terakhir dalam pembuatan peta


orthophoto. Pembuatan layout dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
ArcGIS, hal ini ditujukan untuk memberikan spesifikasi-spesifikasi yang ada
pada peta orthophoto, beserta dengan informasi dari spesifikasi tersebut.

III.3.3. Penutup
Tahapan penutup merupakan tahapan terakhir dalam pelaksanaan kegiatan,
setelah melalui tahapan persiapan dan tahapan pelaksanaan. Tahapan penutup
meliputi tahap penarikan kesimpulan dan tahap pembuatan laporan. Kesimpulan
diambil dari hasil kegiatan keseluruhan yang disimpulkan dan diharapkan sesuai
dengan tujuan kegiatan. Pembuatan laporan dilakukan berdasarkan format yang telah
ditentukan. Laporan akhir terdiri dari empat bab yakni bab pendahuluan, bab landasan
teori, bab rencana pelaksanaan, bab penutup, disertai dengan daftar pustaka, dan
lampiran.

III.4. Hasil Kegiatan


Dari kegiatan yang akan dilakukan, keluaran yang diharapkan berupa Peta
Orthophoto Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul.

III.5. Evaluasi dan Pengujian Hasil


Hasil Peta Orthophoto dan model elevasi digital yang diperoleh, tentunya perlu
dilakukan kontrol kualitas untuk mengetahui apakah hasil yang didapat memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan atau tidak. Dalam hal ini, diuji berdasarkan ketelitian Peta

27
Rupa Bumi Indonesia (RBI) yang dikeluarkan melalui Peraturan Kepala Badan Informasi
Geospasial Nomor 6 Tahun 2018 dengan ketentuan seperti tabel III.2 berikut:

Tabel III.2. Ketelitian Peta RBI (Perka BIG No. 6 Tahun 2018)
Ketelitian Peta RBI
Interval
Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3
Skala Kontur
CE90 LE90 CE90 LE90 CE90 LE90
(m)
(m) (m) (m) (m) (m) (m)
1:1.000.000 400 300 200 600 300 900 400
1:500.000 200 150 100 300 150 450 200
1:250.000 100 75 50 150 75 225 100
1:100.000 40 30 20 60 30 90 40
1:50.000 20 15 10 30 15 45 20
1:25.000 10 7,5 5 15 7,5 22,5 10
1:10.000 4 3 2 6 3 9 4
1:5.000 2 1,5 1 3 1,5 4,5 2
1:2.500 1 0,75 0,5 1,5 0,75 2,3 1
1:1.000 0,4 0,3 0,2 0,6 0,3 0,9 0,4
Ketelitian Geometri adalah nilai yang menggambarkan ketidakpastian koordinat
posisi suatu objek pada peta dibandingkan dengan koordinat posisi objek yang dianggap
posisi sebenarnya. Komponen ketelitian geometri terdiri atas Akurasi horizontal dan
Akurasi vertikal. Uji ketelitian posisi dilakukan hingga mendapatkan tingkat
kepercayaan peta 90% Circular Error dan Linear Error. Uji ketelitian posisi ditentukan
dengan menggunakan titik uji yang memenuhi ketentuan objek yang digunakan sebagai
titik uji, yaitu:

1. Dapat diidentifikasi dengan jelas di lapangan dan di peta yang akan diuji.
2. Merupakan objek yang relatif tetap tidak berubah bentuk dalam jangka waktu yang
singkat.
3. Memiliki sebaran yang merata di seluruh area yang akan diuji.

Pengujian ketelitian posisi mengacu pada perbedaan koordinat (X,Y,Z) antara titik
uji pada gambar atau peta dengan lokasi sesungguhnya dari titik uji pada permukaan
tanah. Pengukuran akurasi menggunakan RMSE atau Circular Error. Pada pemetaan dua
dimensi yang perlu diperhitungkan adalah koordinat (X, Y) titik uji dan posisi sebenarnya

28
di lapangan. Analisis akurasi posisi menggunakan RMSE, yang menggambarkan nilai
perbedaan antara titik uji dengan titik sebenarnya. RMSE digunakan untuk
menggambarkan akurasi meliputi kesalahan random dan Sistematik (Perka BIG No. 6
Tahun 2018). Nilai RMSE dirumuskan sebagai persamaan (13) dan (14)berikut:

𝐷[(𝑋𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑋𝑐𝑒𝑘 )2 + (𝑌𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑌𝑐𝑒𝑘)2 ]


𝑅𝑀𝑆𝐸𝑟 = √ (13)
𝑛

𝐷[(𝑍𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑍𝑐𝑒𝑘) 2 + (𝑍𝑑𝑎𝑡𝑎 − 𝑍𝑐𝑒𝑘) 2]


𝑅𝑀𝑆𝐸𝑧 = √ (14)
𝑛

Dalam hal ini:

n = Jumlah titik cek

D = Selisih antara koordinat yang di ukur di lapangan dengan koordinat pada foto.

x = Nilai koordinat pada sumbu X

y = Nilai koordinat pada sumbu Y

Z = Nilai koordinat pada sumbu Z

Nilai CE90 dan LE90 kemudian dihitung berdasarkan persamaan (15) dan (16) berikut:

𝐶𝐸90 = 1,5175 𝑥 𝑅𝑀𝑆𝐸𝑟 (15)

𝐿𝐸90 = 1,6499 𝑥 𝑅𝑀𝑆𝐸𝑧 (16)

Dalam hal ini:

RMSEr = Root Mean Square Error pada posisi x dan y (horizontal)

RMSEz = Root Mean Square Error pada posisi z (vertikal).

Hasil uji dikatakan memenuhi syarat apabila Circular Error (CE90) dan Linear Error
(LE90) mendapatkan tingkat kepercayaan 90 % atau tidak lebih dari ketelitian yang
sudah ditentukan sesuai skala foto yang dihasilkan.

III.6. Pembuatan Laporan

Laporan Proyek Rekayasa Geodesi Geomatika (PRGG) dengan tema Pemetaan


Skala Besar dengan Foto Udara di Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul

29
terdiri atas laporan pendahuluan, laporan kemajuan kerja (antara), dan laporan akhir.
Selain itu, hasil kegiatan ini berupa poster. Jadwal rencana pelaksanaan kegiatan PRGG
tertera pada tabel III.3 berikut:

Tabel III.3 Rencana Pelaksanaan Kegiatan PRGG

30
BAB IV
PENUTUP

Demikian proposal Proyek Rekayasa Geodesi Geomatika ini, diharapkan dapat


memberikan gambaran yang jelas terkait rencana pelaksanaan kegiatan Pemetaan Skala Besar
dengan Foto Udara di Desa Trimulyo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. Manfaat dari
pelaksanaan kegiatan ini adalah mahasiswa dapat menghayati dan memperoleh pengalaman di
bidang desain keteknikan untuk menyelesaikan permasalahan di dunia nyata serta semakin
menyadari pentingnya komunikasi, koordinasi, kerjasama, kepemimpinan, serta rasa tanggung
jawab dalam menjalani profesi sebagai seorang sarjana di bidang Geodesi-Geomatika.

31
DAFTAR PUSTAKA

Aber, J. S., Marzolff, I., & Ries, J. (2010). Small-format aerial photography: Principles,
techniques and geoscience applications. Elsevier.

Anonim. (2015). Desa Wisata Trimulyo. https://www.berdesa.com/desa-wisata-trimulyo/


(diakses 27 November 2021).

Badan Informasi Geospasial. (2018). Peraturan Kepala BIG Nomor 6 Perubahan Atas
Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 15 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar. Sekretariat BIG. Cibinong.

B. Riadi, "Kajian Produk Peta Desa Badan Informasi Geospasial", in Seminar Nasional Peran
Geospasial dalam Membingkai NKRI, Bogor, 2016, pp. 127- 137.

Fisko, F. (2015). Pentingnya Peta Desa. Bhumi: Jurnal Agraria dan Pertanahan, 1(1), 69 -73.

Graham, R., 2002, Digital Aerial Survey Theory and Practice, Whitllles Publishing, CRC Press,
London.

Habib, A. F., 2012, “Principles of Photogrammetry”, Departement of Geomatics Engineering,


University of Calgary, Canada.

Hemmleb, M. & Wiedemann, A. (1997). Digital Rectification and Generation of Orthoimages


in Architectural Photogrammetry. CIPA Internasional Symposium, IAPRS, XXXII,
Gotenborg, Sweden.

Klonner, C., Usón, T. J., Aeschbach, N., & Höfle, B. (2021). Participatory Mapping and
Visualization of Local Knowledge: An Example from Eberbach, Germany.
International Journal of Disaster Risk Science, 12(1), 56-71.

Kraus, K. (1992). Photogrammetry Fundamentals and Processes. Dumler Verlag, Bonn.

Lillesand, T., Kiefer, R. W., & Chipman, J. (2015). Remote sensing and image interpretation.
John Wiley & Sons.

Maharani, M., (2015). Analisis Ketelitian Model Tiga Dimensi Bangunan Besar yang
Dihasilkan dari Metode Fotogrametri Jarak Dekat. Skripsi. Jurusan Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

32
Mayr, W. and Heipke, C., 1988, A Contribution to Digital Orthophoto Generation.
International Archives of Photogrammetry and Remote Sensing, 27, Part B11-IV: 430
– 439, Kyoto, Japan.

Novak, K. 1992. Rectification of Digital imagery, Photogrammetric Engineering and Remote


Sensing, 58(3): 339-344.

Prayogo, I. P. H., Manoppo, F. J., & Lefrandt, L. I. R. (2020). Pemanfaatan Teknologi


Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Quadcopter Dalam Pemetaan Digital
(Fotogrametri) Menggunakan Kerangka Ground Control Point (GCP).
12.

Saroinsong, H. S., Poekoel, V. C., & Manembu, P. D. (2018). Rancang Bangun Wahana
Pesawat Tanpa Awak (Fixed Wing) Berbasis Ardupilot. Jurnal Teknik Elektro Dan
Komputer, 7(1), 73-84.

Schenk, T. (2005). Introduction to photogrammetry. The Ohio State University, Columbus,


106.

Sjaf, S., Fahimuddin, M. M., Elson, L., Hakim, L., Gandi, R., Barlan, Z. A., Anggun, R.,
Perdana, R. A., & Utami, R. B. (2016). Modul Pelatihan Pemetaan Berbasis Drone
Desa. 1–108.

Sumarto, I., 1997, An Investigation into the Applicability of Airborne Videography for
Topographic Mapping, Ph.D Dissertation, School of Surveying and Land Information,
Curtin University of Technology, Australia.

Westoby, M.J., et al., 2012, Structure-from-Motion Photogrammetry: A low-cost, Effective


Tool for Geoscience Applications, Institute of Geography and Earth Sciences,
Penglais Campus, Aberystwyth University, United Kingdom.

Wolf P.R., Dewitt B.A., & Benjamin E. W. 2014. Elements of Photogrammetry with
Applications in GIS, Fourth Edition, Mc. Graw Hill, London.

Ziemann, H., & El-Hakim, S. F. (1986). System Calibration and Self Calibration.
Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, 52(10), 1617-1625.

33

Anda mungkin juga menyukai